aktivitas ekstrak metanol buah adas (foeniculum vulgare ... · vagina terlihat banyak leukosit...

12
3 TINJAUAN PUSTAKA Adas (Foeniculum vulgare Mill.) Tanaman Adas (Foeniculum vulgare Mill.) adalah tanaman herba tahunan dari kerajaan plantae, kelas Magnoliopsida, ordo Apiales, familii Umbelliferae dan genus Foeniculum. Genus Foeniculum mempunyai tiga spesies yaitu Foenculum vulgare (adas), F. azoricum (adas bunga digunakan sebagai sayuran) dan F. dulce (digunakan juga sebagai sayuran). Foeniculum vulgare mempunyai sub spesies yaitu Foeniculum vulgare varietas dulce (adas manis) dan F. vulgare varietas vulgare (adas pedas). Di Indonesia dikenal dua jenis adas yang termasuk ke dalam famili Umbelliferae, yaitu adas (F. vulgare Mill.) dan adas sowa (Anetum graveolens Linn.). Kedua jenis ini telah banyak dibudidayakan di Indonesia, terutama adas (F. vulgare Mill.). Sedangkan Anetum graveolens Linn lebih banyak dibudidayakan di daerah dataran rendah dan daunnya dimakan sebagai lalap (Anonim 2008). Adas memiliki beberapa nama lokal. Adas disebut hades di Sunda. Di Jawa adas disebut adas, adas londa, adas (Bali), wala wunga (Sumba), das pedas (Aceh), adas, adas pedas (melayu), adeh, manih (Minangkabau), paapang, paampas (Manado), adasa, rempasu (Makasar). Tanaman ini berasal dari Eropa Selatan dan daerah Mediterania, yang kemudian menyebar cukup luas di berbagai negara seperti Cina, Meksiko, India, Itali, Indian, dan termasuk negara Indonesia. Di Cina tanaman ini disebut hsiao hui (China). Di Thailand adas disebut phong karee atau mellet karee. Jintan manis sebutan adas di Malaysia dan di Inggris disebut Fennel (Anonim 2008). Tanaman adas dicirikan sebagai bentuk herba tahunan, tinggi tanaman dapat mencapai 1-2 m dengan percabangan yang banyak, batang beralur. Daun berbagi menyirip, berbentuk bulat telur sampai segi tiga dengan panjang 3 cm, bunga berwarna kuning membentuk kumpulan payung yang besar. Dalam satu payung besar terdapat 15 - 40 payung kecil, dengan panjang tangkai payung 1 - 6 cm. Bunga berbentuk oblong dengan panjang 3,5 - 4 mm. Dalam masing-masing biji terdapat tabung minyak yang letaknya berselang-seling. Buahnya adalah biji kering dengan panjang 4 hingga 9 mm dan lebar separuh panjangnya, serta

Upload: lamcong

Post on 10-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

3

TINJAUAN PUSTAKA

Adas (Foeniculum vulgare Mill.)

Tanaman Adas (Foeniculum vulgare Mill.) adalah tanaman herba

tahunan dari kerajaan plantae, kelas Magnoliopsida, ordo Apiales, familii

Umbelliferae dan genus Foeniculum. Genus Foeniculum mempunyai tiga spesies

yaitu Foenculum vulgare (adas), F. azoricum (adas bunga digunakan sebagai

sayuran) dan F. dulce (digunakan juga sebagai sayuran). Foeniculum vulgare

mempunyai sub spesies yaitu Foeniculum vulgare varietas dulce (adas manis) dan

F. vulgare varietas vulgare (adas pedas). Di Indonesia dikenal dua jenis adas

yang termasuk ke dalam famili Umbelliferae, yaitu adas (F. vulgare Mill.) dan

adas sowa (Anetum graveolens Linn.). Kedua jenis ini telah banyak

dibudidayakan di Indonesia, terutama adas (F. vulgare Mill.). Sedangkan Anetum

graveolens Linn lebih banyak dibudidayakan di daerah dataran rendah dan

daunnya dimakan sebagai lalap (Anonim 2008).

Adas memiliki beberapa nama lokal. Adas disebut hades di Sunda. Di

Jawa adas disebut adas, adas londa, adas (Bali), wala wunga (Sumba), das pedas

(Aceh), adas, adas pedas (melayu), adeh, manih (Minangkabau), paapang,

paampas (Manado), adasa, rempasu (Makasar). Tanaman ini berasal dari Eropa

Selatan dan daerah Mediterania, yang kemudian menyebar cukup luas di berbagai

negara seperti Cina, Meksiko, India, Itali, Indian, dan termasuk negara Indonesia.

Di Cina tanaman ini disebut hsiao hui (China). Di Thailand adas disebut phong

karee atau mellet karee. Jintan manis sebutan adas di Malaysia dan di Inggris

disebut Fennel (Anonim 2008).

Tanaman adas dicirikan sebagai bentuk herba tahunan, tinggi tanaman

dapat mencapai 1-2 m dengan percabangan yang banyak, batang beralur. Daun

berbagi menyirip, berbentuk bulat telur sampai segi tiga dengan panjang 3 cm,

bunga berwarna kuning membentuk kumpulan payung yang besar. Dalam satu

payung besar terdapat 15 - 40 payung kecil, dengan panjang tangkai payung 1 - 6

cm. Bunga berbentuk oblong dengan panjang 3,5 - 4 mm. Dalam masing-masing

biji terdapat tabung minyak yang letaknya berselang-seling. Buahnya adalah biji

kering dengan panjang 4 hingga 9 mm dan lebar separuh panjangnya, serta

4

mempunyai alur. Gambar 1 menunjukkan buah adas kering yang dikenal sebagai

biji adas. Pada waktu muda biji adas bewarna hijau kemudian kuning kehijauan

dan kuning kecokelatan pada saat panen (Anonim 2008).

Gambar 1 Buah Adas

Buah adas terdiri dari dua jenis yaitu adas manis dan adas pedas. Buah

adas yang digunakan dalam penelitian ini adalah adas manis (F. vulgare Miller

subsp. vulgare varietas dulce (Miller) Thellung) dan memiliki kadungan

fitoestrogen (trans - anethole) lebih tinggi dibandingkan adas pedas. Tabel 1

menunjukkan perbedaan karakteristik fito-kimia antara adas manis dan pedas.

Adas pedas dikarakteristikkan dengan kandungan minyak esensial minimal 40%

dari berat kering buah sedangkan adas manis 20%. Minyak esensial adas pedas

mengandung minimal 60 % anethole, 15% fenchone dan maksimal 6% estragole

sedangkan minyak esensial adas manis mengandung minimal 80% anethole, 7,5%

fenchone dan maksimal 10% estragole (EMEA 2008).

Table 1 Identifikasi komposisi kimia minyak esensial buah adas manis dan pedas

dengan metode steam distillation

Kandungan Adas Pedas Adas Manis

Trans Anethole 55-75% 79,8-83,1%

Fenchone 12-25% 4,6%

Estragole 6% 3,9-5,1%

Limopinene 0,9-5% 2,2-3,8%

Cis-Anethole 0,5 (max)

Anisaldehyde 2 (max)

Beta-myrcene 1,4%

Sumber : EMEA (2008)

5

Buah adas memiliki beberapa khasiat yaitu sebagai antispasmodik,

karminatif, diuretik (pelancar air seni), ekspektoran (pengencer dahak), laksatif,

stimulan (perangsang), dan obat sakit perut. Adas juga digunakan sebagai obat

untuk merangsang Air Susu Ibu (ASI), pelancar haid, obat kolik dan digunakan

untuk memperbaiki rasa obat lainnya. Minyak esensial dan oleoresin adas dapat

digunakan untuk aroma sabun, krem, parfum dan minuman beralkohol. Obat-

obatan herbal Cina juga menggunakan adas sebagai obat grastroenteritis, hernia,

gangguan pencernaan, gangguan abdomen, dan meng-hancurkan lendir. Minyak

esensial adas dilaporkan bisa menstimulasi perbaikan liver pada tikus putih dan

juga sebagai antibakteri. Untuk kesehatan wanita selain memperlancar ASI, adas

juga dapat memperlancar haid, dan meningkatkan efek estrogenik sehingga buah

adas dapat memperlambat menopause (Anonim 2008).

Fitoestrogen

Kajian dan penelitian tentang fitoestrogen dewasa ini semakin intensif

dilakukan. Fitoestrogen pertama kali diamati pada tahun 1926. Pada saat itu

masih belum diketahui apakah zat ini dapat mempengaruhi metabolisme hewan

atau manusia. Pada tahun 1940 an baru disadari bahwa domba yang

digembalakan di daerah yang banyak ditumbuhi red clover atau semanggi merah

ternyata menyebabkan domba tersebut menjadi sangat subur karena diduga

banyak memakan tumbuhan yang kaya akan fitoestrogen. Semenjak itu mulai

banyak penelitian mengkaji manfaat dari fitoestrogen ini (Yildiz 2005).

Fitoestrogen adalah senyawa nonsteroidal berasal dari tumbuhan yang

memiliki sifat estrogenik (Tsourounis 2004). Fitoestrogen sebenarnya adalah

substrat asal tumbuhan yang memiliki khasiat seperti estrogen. Khasiat

estrogenik terjadi karena fitoestrogen juga memiliki dua gugus hidroksil (-OH)

yang berjarak 11,0-11,5 Å pada intinya yang sama persis dengan inti estrogen itu

sendiri. Para peneliti telah sepakat bahwa jarak 11,0 Å dan gugus hidroksil ini

yang menjadi struktur pokok suatu substrat agar mempunyai efek estrogenik,

yakni memiliki afinitas tertentu untuk dapat menduduki reseptor estrogen.

Fitoestrogen memiliki afinitas yang sangat rendah terhadap reseptor estrogen bila

dibanding estrogen. Fitoestrogen diperlukan dalam jumlah yang sangat besar

6

untuk memperoleh efek yang memadai seperti estrogen. Jika substrat berikatan

dengan reseptor-reseptor estrogen maka efek estrogenik baru terjadi (Achadiat

2007). Selain jarak antara dua gugus hidroksil, menurut Yildiz (2005) kunci

struktural penting dari suatu zat agar dapat berperan sebagai estrogen atau

estradiol-like effect adalah memiliki cincin fenol yang sangat penting perannya

dalam berikatan dengan reseptor estrogen, pola hidrosilasi maksimal, dan berat

molekul yang harus sama dengan berat molekul estrogen (BM=272).

Fitoestrogen memiliki tiga kelompok utama yaitu isoflavone, lignane, dan

coumestane, dan beberapa herbal lain. Tiga kelompok tersebut terdapat pada

sekitar 300 jenis tanaman, terutama keluarga polong-polongan. Menurut

Tsourounis (2004) kelompok fitoestrogen tersebut adalah isoflavone terdapat pada

soy bean (kacang kedelai), lentil (miju-miju), chickpeas (buncis), red clover

(semanggi merah). Lignan terdapat pada flax seed (biji rami), cereal (padi-

padian), sayur-sayuran, dan buah-buahan. Fitoestrogen yang terkandung di dalam

adas termasuk dalam kelompok lignan. Coumestan terdapat pada sun flower seed

(biji bunga matahari) dan kecambah.

Semua fitoestrogen secara garis besar diabsorbsi sebagai metabolit

prekursor yaitu dalam bentuk awal dari fitoestrogen yang belum aktif atau kurang

bersifat estrogenik (merupakan fitoestrogen dalam bentuk glikosida terkonjugasi).

Fitoestrogen kelompok lignan akan diabsorbsi sebagai matairesinol,

secoisolaricinol. Selanjutnya metabolit prekursor ini akan dimetabolisme oleh

bakteri intestinum menjadi senyawa aktif yang bersifat estrogenik yaitu

enterolacton dan enterodiol (Wolf 2005).

Fitoestrogen memiliki struktur kimia mirip 17β estradiol, sehingga dapat

berikatan dengan kedua reseptor estrogen yaitu reseptor estrogen alpa (REα) dan

reseptor estrogen beta (REβ). Afinitas ikatan fitoestrogen pada kedua reseptor

tidak sama (Tabel 2), afinitas fitoestrogen lebih besar terhadap REβ dibanding

REα. Kadar sirkulasi yang berulang dari fitoestrogen mampu menghasilkan

aktivitas biologik potensial (Tsourounis 2004).

7

Tabel 2 Relative binding affinity (RBA) berbagai hormon pada reseptor estrogen

α dan β pada tikus

RBA

REα REβ

17β estradiol 100 100

Estron 60 37

17α estradiol 58 11

Estriol 14 21

Tamoxifen 7 6

Coumestrol 94 185

Genistein 5 36

β –zearanol 16 14

Sumber: Ibanez & Baulieu (2005)

Prostat, ovarium, paru-paru, vesika urinaria, ginjal, uterus, dan testis

merupakan beberapa organ yang dipengaruhi khusus oleh fitoestrogen

(Tsourounis 2004). Fitoestrogen dengan kadar tinggi dan sirkulasi yang berulang

dapat menyebabkan efek yang potensial. Hal ini disebabkan karena reseptor

estrogen akan diblokir oleh fitoestrogen dan tidak dapat diduduki oleh estrogen.

Fitoestrogen setelah berikatan pada reseptor estrogen, akan menyebabkan

timbulnya aktivitas estrogenik yang lemah (Tsourounis 2004). Dengan kata lain

fitoestrogen dapat bersaing dan menggantikan fungsi estrogen. Fitoestrogen

berperan dalam menstabilkan fungsi hormonal, yakni dengan cara menghambat

aktivitas estrogen yang berlebihan yang dapat menginduksi terjadinya kanker dan

juga dapat mensubstitusi estrogen ketika kadarnya di dalam tubuh rendah

(Anonim 2008).

Biologi Tikus Putih

Tikus putih (Rattus sp.) galur Sprague–Dawley merupakan hewan

percobaan yang sering digunakan dalam penelitian. Tikus telah diketahui sifat-

sifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, dan relatif sehat (Malole dan

Pramono 1989). Galur ini lebih cepat pertumbuhannya, lebih resisten terhadap

infeksi terutama penyakit saluran pernafasan (Ballanger 2000). Ciri-ciri tikus ini

adalah albino, kepala kecil, dan ekor lebih panjang dari badannya (Malole dan

Pramono 1989). Parameter normal fisiologi reproduksi dan biologi tikus putih

disajikan dalam Tabel 3.

8

Tabel 3 Parameter normal fisiologi reproduksi dan biologi tikus putih

Kriteria

Lama hidup

Lama produksi ekonomis

Lama kebuntingan

Kawin

Umur disapih

Umur dewasa

Umur dikawinkan

Siklus kelamin

Siklus berahi

Lama estrus

Perkawinan

Ovulasi

Fertilisasi

Implantasi

Berat dewasa

Berat Lahir

Jumlah anak

2-4 tahun

1 tahun

20-22 hari

1 -24 jam

21 hari

40-60 hari

10 minggu

Poliestrus

4-5 hari

9-20 jam

Pada waktu estrus

8-11 jam sesudah estrus, spontan

7-10 jam setelah kawin

5-6 hari setelah fertilisasi

300-400 g (jantan), 250-300 g (betina)

5-6 g

Rata-rata 9, dapat 20 ekor

Sumber : Smith dan Mangkoewidjojo (1988)

Siklus Estrus Tikus

Panjang siklus estrus tikus rata-rata 4-5 hari. Siklus estrus terdiri dari

empat fase yaitu proestrus, estrus, metestrus dan diestrus (Turner dan Bagnara

1976). Masing-masing fase ini menggambarkan proses fisiologis yang berbeda.

Perbedaan irisan melintang dinding vagina tiap fase ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Irisan melintang dinding vagina tikus putih selama berbagai fase siklus

estrus (Turner dan Bagnara 1976)

Proestrus

Proestrus merupakan fase yang menandakan akan datangnya berahi. Fase

ini ditandai dengan periode pertumbuhan folikel ovarium yang cepat di bawah

9

pengaruh Follicle Stimulating Hormone (FSH) (McDonald 1989). Pada fase ini

estrogen mulai dibentuk oleh folikel ovarium. Selain itu Toelihere (1979)

menyatakan pada tahap ini terjadi peningkatan vaskularisasi epitel vagina dan

penandukan yang terjadi pada beberapa spesies. Peningkatan vaskularisasi ini

disebabkan oleh estrogen yang semakin tinggi. Proestrus berlangsung selama 12

jam (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Pada preparat ulas vagina terlihat

adanya dominasi sel-sel epitel berinti (Nalbandov 1990).

Estrus

Estrus adalah periode penerimaan seksual (berahi) pada hewan betina yang

ditentukan oleh tingkat sirkulasi estrogen. Ovulasi terjadi selama atau segera

setelah periode tersebut. Hal ini disebabkan penurunan tingkat FSH dalam darah

dan kenaikan tingkat Luteinizing Hormone (LH). Tingginya kadar estrogen ini

akan menekan sekresi FSH dan sebaliknya merupakan umpan balik positif

terhadap LH sehingga terjadi lonjakan LH yang sangat tinggi (LH surge) sesaat

sebelum ovulasi. Ciri hewan yang mengalami estrus adalah adanya aktivitas

berlari-lari yang sangat tinggi di bawah pengaruh estrogen. Estrus merupakan

periode sekresi estrogen yang tinggi. Estrogen dari folikel de Graaf yang matang

menyebabkan berbagai perubahan pada saluran reproduksi, uterus tegang, mukosa

vagina tumbuh cepat serta adanya sekresi lendir. Selama siklus estrus uterus akan

mengalami vaskularisasi sampai sepuluh kali lipat sehingga dapat menyebabkan

perubahan keseimbangan antara estrogen dan progesteron dalam saluran

reproduksi (Schramm et al. 1984). Fase ini berlangsung selama 12 jam (Smith

dan Mangkoewidjojo 1988). Pada preparat ulas vagina ditemukan banyak sel

tanduk (Nalbandov 1990).

Metestrus

Metestrus adalah fase pasca ovulasi dan mulai terbentuknya korpus

luteum. Panjangnya metestrus dapat tergantung pada panjangnya waktu

Luteotropik Hormon (LH) disekresi oleh adenohipifisis. Metestrus sebagian besar

berada di bawah pengaruh progesteron yang dihasilkan korpus luteum (Guyton

1994). Selama periode ini terjadi penurunan estrogen dan peningkatan

10

progesteron. Selama metestrus, rongga yang ditinggalkan oleh pemecahan folikel

mulai teratur kembali. Lapisan pada folikel yang pecah mulai ke dalam sementara

suplai vaskularisasi darah meningkat dalam rongga. Struktur yang baru ini

disebut korpus luteum atau badan kuning (Frandson 1999). Metestrus disebut

juga periode transisi antara ovulasi dan matangnya korpus luteum (McDonald

1989). Korpus luteum merupakan perubahan bentuk dari folikel de Graaf pada

tahap akhir yang berubah fungsi setelah menglami ovulasi. Stadium ini

berlangsung kira-kira 10-14 jam setelah ovulasi berlangsung. Pada preparat ulas

vagina terlihat banyak leukosit muncul di dalam lumen vagina diantara sel

bertanduk (Nalbandov 1990).

Diestrus

Diestrus merupakan periode matangnya korpus luteum dan organ-organ

reproduksi karena adanya progesteron (McDonald 1989). Korpus luteum yang

telah berkembang sempurna memberikan pengaruh yang menonjol pada uterus.

Selaput endometrium lebih menebal, kelenjar uterin membesar dan otot uterin

juga menunjukkan perkembangan. Apabila ovum tidak dibuahi maka korpus

luteum akan regresi (Frandson 1999). Regresinya korpus luteum menyebabkan

penurunan progesteron yang dihasilkan. Rendahnya kadar progesteron dan

estrogen akan merangsang kembali hipotalamus dan hipofise anterior untuk

mensekresi FSH dan LH dan siklus berulang ke proestrus. Fase ini berlangsung

selama 65 jam (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Pada preparat ulas vagina

terlihat leukosit dalam jumlah tinggi dan mulai terbentuknya sel-sel epitel berinti

(Nalbandov 1990).

Morfologi Organ Reproduksi Tikus Betina

Ovari

Secara umum mamalia memiliki sepasang ovari yang terletak dalam ruang

abdomen atau dalam ruang pelvis. Ovari kanan dan kiri memiliki selang berat

yang sama yaitu 0.08-0.01 g (Anonim 2009). Tikus memiliki anatomi ovari yang

diselubungi oleh bursa ovari dan bursa ini biasanya terhubung dengan ruang

peritonium. Infundibulum berada pada bagian proksimal dari ovari. Ampula

11

merupakan lanjutan dari infundibulum, berada pada sepertiga bagian oviduk

tempat terjadi fertilisasi. Isthmus merupakan lanjutan ampula, berada pada bagian

proksimal dari kornua uterus, dan memiliki tunika muskularis (Ownby 2002)

Perkembangan folikel ovari dipengaruhi oleh FSH dan LH yang

disekresikan oleh hipofise pars distalis dibawah regulasi hipotalamus. FSH

menstimulasi pertumbuhan dan kematangan folikel tetapi tidak menyebabkan

ovulasi, luteinisasi atau stimulasi terhadap jaringan interstisial ovari. Sedangkan

LH bekerjasama dengan FSH untuk menstimulir pematangan folikel dan

pelepasan estrogen (Toelihere 1979).

Ovari dapat bertindak sebagai kelenjar endokrin karena kemampuannya

untuk memproduksi estrogen, progesteron, dan androgen di bawah pengaruh

hormon FSH dan LH. Pengaruh LH terhadap sel teka adalah untuk

mensekresikan androgen dan progesteron. Sedangkan FSH mempengaruhi sel

granulosa (teka interna) untuk mensekresikan estrogen (estradiol 17β). Teka

androgen kemudian akan mencapai sel granulosa dan melalui reaksi enzimatis,

androgen dirubah menjadi estrogen (Banks 1986).

Uterus

Tikus mempunyai uterus berbentuk dupleks, dengan dua serviks dan

pemisahan tanduk uterus secara sempurna. Dinding uterus terdiri atas lapisan

endometrium, miometrium, dan perimetrium. Endometrium yaitu lapisan yang

merupakan dinding lumen uterus dan terdiri atas epitel, lapisan kelenjar-kelenjar

uterus dan tenunan pengikat (Partodiharjo 1987). Menurut Hartono (1992)

endometrium terbagi menjadi dua bagian yaitu lamina propria yang berupa

jaringan ikat longgar yang mengandung banyak sel dan disebut stratum selulare,

dan di bawahnya terdapat jaringan ikat longgar dengan ruang antar sel yang luas

yang disebut stratum spongiosum yang penuh oleh cairan pada saat estrus

sehingga akan tampak menggembung. Bagian kedua adalah kelenjar uterus yang

aktivitasnya tergantung pada siklus berahi. Lapisan berikutnya adalah

miometrium terdiri atas lapisan otot dalam yang tersusun melingkar, lapisan otot

luar yang tersusun membujur dan lapisan vaskuler yang memisahkan kedua

lapisan otot tersebut. Lapisan terluar adalah perimetrium yang membungkus

seluruh organ (Nalbandov 1990).

12

Perubahan Ovari dan Uterus selama Siklus Estrus

Proestrus ditandai oleh adanya peningkatan pertumbuhan folikel ovari di

bawah pengaruh FSH yang disertai oleh sekresi estrogen. Fase proestrus akan

memperlihatkan struktur epitel mukosa endometrium yang mengalami hipertropi

dan diinfiltrasi oleh neurofil, selain itu propri-submukosa mengalami peningkatan

vaskularisasi dan nampak adanya kongesti seperti edema. Kelenjar uteri tampak

lurus dan beberapa hingga memanjang (Samoelson 2003).

Saat estrus, epitel mukosa berlanjut hipertropi hingga menebal dengan

diinfiltrasi oleh sel-sel mononuclear. Pada propria-submukosa akan mencapai

vaskularisasi yang maksimum dengan adanya kongesti dan hemoragi seperti

edema. Kelenjar uterus akan mengalami pemanjangan dan lebih tinggi dengan

adanya edema dan keberadaan sel Mast secara mikroskopik mengalami hemoragi,

metrorrhagia hingga sebelum ovulasi (Samoelson 2003).

Metestrus merupakan periode setelah fase estrus. Pembuluh darah akan

mengalami penurunan kongesti dan edema. Kelenjar uterus akan tumbuh secara

progresif hingga tampak seperti menggulung (Samoelson 2003).

Periode diestrus merupakan lanjutan dari metestrus. Pembuluh darah akan

berlanjut mengalami penurunan kongesti dan edema jaringan ikat. Pertumbuhan

kelenjar uterus mencapai puncak ditandai dengan adanya percabangan hingga

menggulung. Jika tidak terjadi fertilisasi maka secara bertahap kelenjar uterus

akan mengalami involusi (Samoelson 2003).

Estrogen

Estrogen adalah steroid alamiah yang disekresikan oleh teka interna

folikel de Graaf atau oleh plasenta (Toelihere 1979). Estrogen terdapat di dalam

berbagai jaringan hewan seperti testes, adrenal, dan plasenta serta dalam jumlah

kecil ditemukan dalam spermatozoa (Turner dan Bagnara 1976). Pada hewan

betina, estrogen disintesis dan dibebaskan dalam sirkulasi darah oleh ovarium,

baik oleh sel teka maupun oleh sel granulosa, plasenta, dan adrenal korteks

(Veldhuis et al. 1986).

Estrogen secara kimia maupun potensinya terdapat dalam berbagai bentuk

yaitu estron yang mempunyai potensi rendah, estriol yang berasal dari plasenta

yang juga memiliki potensi rendah, dan estradiol yang berasal dari ovarium yang

13

mempunyai potensi paling kuat (Lasley et al. 1988). Estradiol dikeluarkan oleh

ovarium dan segera mengalami dehidrogenasi menjadi estron, kemudian

dimetabolisis menjadi estriol dan dikeluarkan oleh urin. Estron adalah hormon

estrogen alami yang paling banyak dalam darah (Siswandono 1995).

Fungsi utama estrogen adalah menimbulkan proliferasi sel dan

pertumbuhan jaringan organ-organ kelamin serta jaringan lain yang berkaitan

dengan reproduksi. Pengikatan estrogen dengan reseptor khas dalam sitoplasma

atau protein di luar inti menyebabkan perubahan bentuk konformasi protein

sehingga memudahkan penetrasi kompleks estrogen-reseptor ke dalam inti sel.

Kompleks kemudian mengikat sisi aseptor di kromosom, memicu sintesis mRNA

dan protein, sehingga meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan jaringan

saluran reproduksi (Siswandono 1995).

Menurut Guyton dan Hall (1994) estrogen menyebabkan pembesaran

ovarium, tuba fallopi, uterus, dan vagina. Pembesaran ini terjadi pada genetelia

eksterna akibat meningkatnya deposisi lemak. Estrogen menstimulasi

peningkatan pertumbuhan epitel vagina untuk berkornifikasi. Estrogen mengubah

epitel vagina yang semula adalah epitel pipih selapis menjadi kuboid bertingkat.

Estrogen menyebabkan perubahan nyata pada endometrium dan kelenjarnya.

Estrogen merangsang hipertrofi dan hiperplasia endometrium dan miometrium

akibatnya ukuran uterus bertambah dua sampai tiga kali lipat dibandingkan

sebelum pubertas. Pada tuba fallopi estrogen menyababkan prolifesai tuba fallopi

dan menyebabkan bertambahnya sel silia yang membatasi tuba fallopi.

Kekurangan estrogen pada usia tua akan menyebabkan berkurangnya aktivitas

osteoblastik, matriks tulang, dan deposit kalsium serta fosfat tulang, sehingga

menyebabkan osteoporosis. Estrogen sedikit menyebabkan peningkatan laju

kecepatan metabolism lemak dengan meningkatkan jumlah deposit lemak dalam

jaringan subkutan. Estrogen menyebabkan kulit akan berkembang membentuk

tekstur yang halus dan lembut serta menyebabkan kulit lebih vaskular dari normal.

Pada hewan multipara/politokus seperti tikus dan mencit, estrogen akan

menyebabkan perubahan vaskularisasi pembuluh darah. Estrogen dapat

menyebabkan peningkatan aliran darah secara tidak langsung yaitu melalui

terjadinya peningkatan prostaglandin yang dapat menyebabkan vasodilatasi

14

pembuluh darah pada miometrium maupun pada endometrium. Estrogen akan

menyebabkan hiperemi uterus yang pada umumnya berhubungan dengan

peningkatan sekresi cairan luminal sehingga terjadi distensi lumen uterus

(Schramm et al. 1984).

Estrogen digunakan untuk pengobatan ketidaknormalan sistem reproduksi

wanita seperti tumor prostat dan payudara dan kontrasepsi oral, biasanya

dikombinasi dengan hormon progestin. Estrogen juga sangat berguna untuk

pengobatan endometriosis, menstruasi yang tidak normal, osteoporosis, kegagalan

pengembangan ovarium dan untuk mengontrol sindrom sesudah menopause. Efek

samping yang ditimbulkan antara lain mual, gangguan saluran cerna, sakit kepala,

ketegangan payudara, spoting, kegemukan, dan tromboemboli (Siswandono

1995).

Berbagai zat alami maupun buatan telah ditemukan memiliki aktivitas

bersisfat mirip estrogen. Zat buatan yang bersifat seperti estrogen disebut

xenoestrogen, sedangkan bahan alami dari tumbuhan yang memiliki aktivitas

seperti estrogen disebut fitoestrogen. Estrogen-estrogen ini akan berikatan pada

dua jenis reseptor yang dikenal dengan REα dan REβ (Ibanez dan Baulieu 2005).

REα) dan REβ) banyak terdapat dalam jaringan reproduksi wanita (ovarium,

endometrium, dan payudara), kulit, pembuluh darah, tulang, dan otak. Pada

sistem reproduksi laki-laki reseptor ini banyak terdapat pada prostat (Brown

2004). Susunan syaraf pusat adalah target lain dari estrogen yang akan

memodulasi sekresi LH dan FSH melalui sistem hipotalamus-hipofisis.

Berdasarkan kadarnya dalam plasma, estrogen dapat berperan sebagai kontrol

umpan balik negatif dengan menurunkan sekresi LH dan FSH, atau sebagai

kontrol umpan balik positif dengan menstimulasi sekresi LH dan FSH (Yoles et

al. 2005).