foeniculum vulgare
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERBANDINGAN EFEK ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI BIJI ADAS
(Foeniculum vulgare Mill.) DENGAN FLUKONAZOL TERHADAP
PERTUMBUHAN Candida albicans SECARA In vitro
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Septina Anggi Puspitawati
G.0007019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Perbandingan Efek Antifungi Minyak Atsiri Biji Adas (Foeniculum vulgare Mill.) dengan Flukonazol terhadap Pertumbuhan
Candida albicans secara In vitro
Septina Anggi Puspitawati, NIM : G0007019, Tahun: 2010
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari Kamis, tanggal 23 Desember 2010
Pembimbing Utama
Nama : Cr. Siti Utari, Dra., M.Kes (..........................................) NIP : 19540505 198503 2 001 Pembimbing Pendamping
Nama : Sutarmiadji Djumarga P., Drs., M.Kes (..........................................) NIP : 19511221 198602 1 001 Penguji Utama
Nama : Sri Haryati, Dra., M.Kes (..........................................) NIP : 19610120 198601 2 001 Penguji Pendamping
Nama : Isdaryanto, dr., MARS (..........................................) NIP : 19500312 197610 1 001
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. AA. Subijanto, dr., M.S NIP : 19660702 199802 2 001 NIP : 19481107 197310 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 22 Desember 2010
Septina Anggi Puspitawati NIM : G0007019
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK Septina Anggi Puspitawati, G0007019, 2010. Perbandingan Efek Antifungi Minyak Atsiri Biji Adas (Foeniculum vulgare Mill.) dengan Flukonazol terhadap Pertumbuhan Candida albicans secara In vitro. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efek antifungi minyak atsiri biji adas (Foeniculum vulgare Mill.) dengan flukonazol terhadap pertumbuhan Candida albicans secara in vitro. Metode : Penelitian ini bersifat eksperimental kuasi laboratorik dengan teknik random sampling. Subyek penelitian adalah suspensi Candida albicans yang setara dengan Standar Brown II. Minyak atsiri yang digunakan berasal dari biji tanaman adas dilarutkan dengan PEG 400 M sehingga didapat konsentrasi 1,5625%, 3,125%, 6,25%, 12,5%, 25%, 50%, dan 100%. Subyek diinokulasikan pada agar Sabouraud yang memiliki sumuran berdiameter 5 mm yang telah diisi dengan minyak atsiri dari berbagai konsentrasi, flukonazol 25 µg dan kontrol negatif. Hasil diameter zona hambatan yang dihasilkan dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis, uji Mann-Whitney dan uji Regresi Linier dengan a = 0,05. Hasil : Seluruh tingkat konsentrasi minyak atsiri biji tanaman adas menunjukkan aktivitas hambatan terhadap Candida albicans. Minyak atsiri konsentrasi 100% memiliki aktivitas antifungi tertinggi melebihi flukonazol dengan diameter rerata sebesar 44 mm, namun tidak signifikan secara statistik (p=0,153). Pada konsentrasi 80,5% minyak atsiri biji adas dapat membentuk diameter zona hambat pertumbuhan Candida albicans sebesar diameter zona hambat yang dibentuk flukonazol 25 µg. Simpulan : Minyak atsiri biji tanaman adas konsentrasi 100% memiliki efektivitas yang setara dengan flukonazol dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans secara in vitro dengan nilai p = 0,513. Pada konsentrasi 80,5% minyak atsiri dapat membentuk diameter zona hambat pertumbuhan Candida albicans yang sama besarnya dengan flukonazol 25 µg. Kata kunci : minyak atsiri, biji adas, flukonazol, Candida albicans
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Septina Anggi Puspitawati, G0007019, 2010. Comparison of Antifungal Effects between Essential Oils of Fennel Seed (Foeniculum vulgare Mill.) with Fluconazole against Candida albicans Growth In vitro. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Objective : This study aimed to compare the antifungal effect of volatile oil of fennel seeds (Foeniculum vulgare Mill.) with fluconazole against Candida albicans growth in vitro. Methods : This study was a quasi experimental laboratory with random sampling technique. The subjects in this study was Candida albicans suspension which equivalent with Brown II Standard. Essential oils distillated from fennel seeds dissolved with PEG 400 so it was obtained 1.5625%, 3.125%, 6.25%, 12.5%, 25%, 50%, and 100% for each concentration. The subject was inoculated onto Sabouraud Dextrose Agar which has 5 mm diameter well filled with essential oils of various concentration, 25 µg fluconazole and negative controls. The results was analyzed using Kruskal Wallis, Mann-Whitney, and Linear Regression test with α = 0.05. Results : All concentration levels of fennel seed essential oil showed activity against Candida albicans. Essential oils with 100% concentration have higher antifungal activity than fluconazole, with average diameter of 44 mm, but not statistically significant (p=0,153). At concentration of 80,5%, fennel seed oil can form a inhibition zone diameter of Candida albicans growth equal to fluconazole 25 µg did. Conclusion : Essential oil with 100% concentration of fennel seeds had equal effectiveness with fluconazole in inhibiting the growth of Candida albicans in vitro with p value = 0,513. At concentration of 80,5%, fennel seed oil can form inhibition zone diameter equal to fluconazole 25 µg did. Keywords : Essential oil, fennel seeds, fluconazole, Candida albicans.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbandingan Efek Antifungi Minyak Atsiri Biji Adas (Foeniculum vulgare Mill.) dengan Flukonazol terhadap Pertumbuhan Candida albicans secara In Vitro”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari segala bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak yang penulis terima. Untuk itu perkenankanlah dengan setulus hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., M.S, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 3. Cr. Siti Utari, Dra., M.Kes, selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis. 4. Sutarmiadji Djumarga P., Drs., M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping yang
telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis. 5. Sri Haryati, Dra., M.Kes, selaku Penguji Utama yang telah memberikan saran,
nasehat, dan melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini. 6. Isdaryanto, dr., MARS., selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan
saran, nasehat, dan melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini. 7. Bagian skripsi Fakultas Kedokteran UNS, yang telah berkenan memberikan
informasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 8. Dosen dan Staf Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UNS. 9. Bapak Jatmiko dan Ibu Yuli yang telah banyak membantu selama pengerjaan
penelitian di Laboratorium Mikrobiologi USB Surakarta. 10. Keluarga penulis (Bapak, Mama, Mas Adi dan Mas Febri) yang selalu
menjadi inspirasi dan motivasi terbesar penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabat penulis: Galuh teman seperjuangan penulis selama beberapa bulan terakhir, Astrid yang selalu menjadi tempat bertanya, Esti, Brigitta, Riska, Anis, Fajar, Komedian 2007 dan semua teman-teman AMSA, Kastrat de Geneeskunde, serta para asisten Laboratorium Patologi Anatomi 2007 dan 2008 yang selalu memberikan semangat, motivasi dan inspirasi kepada penulis.
12. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mengharapkan kritik serta sumbang saran di masa mendatang untuk peningkatan karya ini. Semoga karya sederhana ini bermanfaat bagi semua.
Surakarta, Desember 2010 Septina Anggi Puspitawati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
hal.
PRAKATA ...................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Perumusan Masalah .................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 6
A. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 6
B. Kerangka Pemikiran .................................................................. 21
C. Hipotesis .................................................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 23
A. Jenis Penelitian .......................................................................... 23
B. Lokasi Penelitian ........................................................................ 23
C. Subjek Penelitian ....................................................................... 23
D. Teknik Sampling ........................................................................ 23
E. Identifikasi Variabel Penelitian…………………………………. 24
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian .................................... 25
G. Desain Penelitian …………………………................................ 28
H. Alat dan Bahan Penelitian ........................................................... 30
I. Cara Kerja ................................................................................... 31
J. Teknik Analisis Data Statistik...................................................... 37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
BAB IV HASIL PENELITIAN ..................................................................... 39
A. Hasil Penelitian ......................................................................... 39
B. Analisis Data ............................................................................. 42
BAB V PEMBAHASAN ............................................................................. 48
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ........................................ .............. 54
A. Simpulan ................................................................................... 54
B. Saran .......................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 56
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Biji Adas (Foeniculum
vulgare Mill.) terhadap Candida albicans secara In vitro pada Uji
Pendahuluan………………………………………………………… 39
Tabel 2 Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Biji Adas (Foeniculum
vulgare Mill.) terhadap Candida albicans pada Berbagai Kelompok
Perlakuan…………………………………………………………… 40
Tabel 3 Hasil Analisis Uji Kruskal-Wallis…..……………………………… 42
Tabel 4 Ringkasan Hasil Analisis dengan Uji Mann-Whitney…………….. 43
Tabel 5 Hasil Analisis Uji Regresi Linier…………………………………... 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran ................................................... 21
Gambar 2. Skema Desain Penelitian Tahap Uji Pendahuluan.................... 28
Gambar 3. Skema Desain Penelitian Tahap Uji Penelitian......................... 29
Gambar 4. Grafik Rerata Diameter Zona Hambat Candida albicans pada
Berbagai Perlakuan (mm)…………………………………….. 41
Gambar 5. Grafik Persamaan Linier Diameter Zona Hambat Pertumbuhan
Candida albicans secara in vitro pada Berbagai Kelompok
Perlakuan……………………………………………………… 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji Normalitas Data Kolmogorov-Smirnov
Lampiran 2 Uji Homogenitas Antar-varians
Lampiran 3 Uji Statistik Kruskal-Wallis
Lampiran 4 Uji Statistik Mann-Whitney
Lampiran 5 Uji Statistik Regresi Linier
Lampiran 6 Foto-Foto Penelitian
Lampiran 7 Surat-Surat Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Beberapa tahun belakangan ini, insidensi penyakit infeksi oleh jamur
meningkat tajam (Sheppard dan Lampiris, 2001). Infeksi jamur dapat dibagi
menjadi infeksi sistemik dan infeksi superfisial. Infeksi jamur sistemik lebih
sering terjadi pada orang-orang yang imunokompromis (Chaffin et al., 1998).
Sedangkan infeksi jamur superfisial sering disebabkan oleh beberapa spesies
Candida (Herman, 2001).
Lebih dari 20 spesies berbeda dari Candida dilaporkan sebagai agen
penyebab kandidiasis pada manusia. Di antara kedua puluh spesies tersebut,
lebih dari 90% infeksi Candida disebabkan oleh lima spesies utama yaitu
Candida albicans, Candida glabrata, Candida parapsilosis, Candida
tropicalis, dan Candida krusei (Pfaller et al, 2007). Dari kelima spesies
tersebut, Candida albicans menjadi penyebab sebagian besar kandidiasis
serta memegang peranan penting pada angka kejadian kandidiasis oral,
stomatitis dan periodontitis berat (Hidalgo & Vazquez, 2010; Hirasawa &
Takada, 2008).
Berdasarkan sifat kimia dan mekanisme kerjanya, obat antijamur
digolongkan menjadi tiga golongan utama yaitu: Golongan makrolid polien
misalnya amfoterisin B dan nistatin; Golongan azol misalnya imidazol
(contoh: ketokonazol) dan triazol (contoh: flukonazol); dan Golongan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
pirimidin seperti flusitosin. Selain ketiga golongan tersebut, masih ditambah
jenis lain seperti griseofulvin yang bukan merupakan bagian dari ketiga
golongan utama di atas (Munaf, 1992; Setiabudy & Bahry, 2007).
Di antara ketiga golongan utama obat antijamur di atas, senyawa
golongan azol telah mendominasi perkembangan obat dan penggunaan klinis
hampir selama tiga dasawarsa karena spektrum yang luas, banyak tersedia
dalam bentuk sediaan oral, dan toksisitasnya yang rendah (Bennet, 2008).
Pengobatan infeksi jamur oleh senyawa golongan azol lebih efektif dan
memerlukan waktu yang lebih singkat, namun harganya lebih mahal dari
preparat antifungi lain seperti nistatin. Akan tetapi, dewasa ini mulai terjadi
peningkatan resistensi Candida albicans terhadap golongan azol (Bennet,
2008).
Selain adanya kendala resistensi, pemakaian obat antijamur jangka
panjang juga dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan.
Golongan azol telah dilaporkan banyak menimbulkan gangguan pencernaan
seperti anoreksia, mual, muntah dan diare. Selain itu, penggunaan beberapa
obat dari golongan azol dapat menyebabkan gangguan endokrin seperti
ketidakteraturan menstruasi pada wanita dan ginekomastia pada pria (Bennet,
2008).
Adanya kendala pemakaian obat tersebut menjadikan obat tradisional
dari bahan alamiah dimanfaatkan sebagai salah satu upaya alternatif dalam
pengobatan infeksi jamur. Pemanfaatan bahan alamiah oleh manusia ini
sudah menjadi tradisi turun-temurun sejak jaman dulu. Salah satu tanaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah tanaman adas (Foeniculum
vulgare Mill.) (Haryanto, 2009).
Penelitian ini akan menguji minyak atsiri yang berasal dari biji adas
(Foeniculum vulgare Mill.). Minyak atsiri biji adas diketahui mengandung
banyak komponen kimia dengan komposisi utama anethole (40-70%),
fenchone (1-20%), dan estragole (2-9%) (Bernath et al., 1996; Cosge et al.,
2008). Komponen-komponen tersebut dan beberapa komponen minor lain
yang terkandung dalam minyak atsiri tanaman adas telah teruji khasiatnya
sebagai antimikroba pada beberapa penelitian terdahulu.
Kemampuan antifungi minyak atsiri adas sudah teruji di beberapa
penelitian seperti penelitian Abed (2007) yang memperlihatkan bahwa
minyak atsiri yang diambil dari biji adas memiliki aktivitas antifungi terhadap
Candida albicans dan Candida tropicalis namun tidak memiliki efek
terhadap Candida glabrata. Gulfraz et al. (2008) dalam penelitiannya juga
menemukan bahwa minyak atsiri biji adas memiliki efek antimikroba
terhadap beberapa bakteri Gram negatif maupun Gram positif, termasuk
beberapa jenis jamur yang salah satunya adalah Candida albicans dengan
mikonazol nitrat 50 µg sebagai pembandingnya.
Mikonazol nitrat merupakan salah satu derivat imidazol sintetis yang
berperan dalam pengobatan fungi, terutama Candida albicans. Namun obat
ini dilaporkan memiliki efek menghambat pembetukan cfu-gm (colony
forming unit granulocyte-macrophage) sumsum tulang belakang tikus dan
manusia secara in vitro, masing-masing pada konsentrasi 14 mg/L dan 5,33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
mg/l. Cfu-gm sendiri merupakan sel progenitor pembentukan granulosit dan
makrofag yang sering menjadi target utama kerusakan sumsum tulang
belakang. Sementara pada penelitian yang sama, flukonazol belum
menunjukkan efek samping apapun meski konsentrasinya sudah di atas 100
mg/l (Benko, 1999).
Flukonazol merupakan salah satu obat antijamur golongan azol
dengan sub golongan triazol. Preparat flukonazol lebih banyak digunakan
daripada ketokonazol yang juga termasuk dalam golongan azol karena sifat
ketokonazol lebih hepatotoksik daripada flukonazol (Majalah Farmacia,
2007). Namun pada pemakaian jangka panjang dan dosis tinggi flukonazol
tetap dapat menimbulkan efek samping yang cukup serius seperti gangguan
saluran cerna. Selain itu, obat ini juga tidak bisa diberikan pada ibu hamil
karena bersifat teratogenik (Bennet, 2008). Selain kendala efek samping
penggunaan obat, White et al. (2002) juga melaporkan adanya gejala
resistensi Candida albicans terhadap obat antijamur jenis ini.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui bagaimana efek
antifungi minyak atsiri biji adas (Foeniculum vulgare Mill.) dibandingkan
dengan flukonazol terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans secara in
vitro.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimanakah efek antifungi minyak atsiri biji adas (Foeniculum
vulgare Mill.) bila dibandingkan dengan flukonazol terhadap pertumbuhan
Candida albicans secara In vitro?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efek antifungi
minyak atsiri biji adas (Foeniculum vulgare Mill.) dengan flukonazol terhadap
pertumbuhan Candida albicans secara in vitro.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis :
Memberi informasi mengenai perbandingan efek antifungi minyak atsiri
biji adas (Foeniculum vulgare Mill.) dengan flukonazol terhadap
pertumbuhan Candida albicans secara in vitro.
2. Manfaat Praktis :
a. Memberikan tambahan informasi kepada ilmu pengetahuan dan
peneliti selanjutnya mengenai manfaat biji adas yang dapat digunakan
sebagai obat antifungi terhadap Candida albicans.
b. Membuka kemungkinan untuk dilakukannya penelitian-penelitian
lanjutan mengenai efek antifungi minyak atsiri biji adas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Candida albicans
a. Klasifikasi (Adaninggar dan Susilo, 1996; Wulandari, 2006)
Kingdom : Fungi
Filum : Eumycotina
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Torulosidales
Familia : Torulopsidaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
b. Morfologi
Candida albicans adalah sel ragi uniseluler yang
memperbanyak diri dengan bertunas dan merupakan spesies paling
patogen dari genus Candida (Ramali dan Werdani, 2001). Candida
albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk
tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sel ragi dan
pseudohifa. Sel induk berkembang biak dengan membentuk budding
yang kemudian akan tumbuh menjadi sel ragi baru (blastospora).
Pada fase pertumbuhan filamentosa, sel-sel ragi akan membentuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
filamen-filamen yang tetap menempel pada sel induk, disebut
pseudohifa. Saat di bawah kondisi pertumbuhan yang tidak optimal,
Candida albicans akan membentuk klamidospora yang berbentuk
bulat, refraktil dan berdinding tebal. (Chaffin et al., 1998).
Pengecatan gram menunjukkan Candida albicans sebagai
gram positif (Kayser et al., 2005). Penanaman Candida albicans
pada media Chrom agar yang diinkubasi selama 48 jam pada suhu
37oC akan menghasilkan koloni sel ragi berwarna hijau (Mulyati
dkk, 2002). Pada pemeriksaan biakan kultur slide di bawah
mikroskop, tampak gambaran morfologi yang khas berupa koloni
kecil, bentuk oval, spora dan hifa semu berbentuk bulat serta
berdinding tipis (Frey, 1980).
Candida albicans dapat tumbuh optimal pada rentang pH
antara 4,5-6,5 dan suhu 28ºC - 37ºC. Candida albicans
membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber
energi untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya, baik secara
aerob maupun anaerob. Unsur karbon ini dapat diperoleh dari
karbohidrat (Tjampakasari, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
c. Habitat
Candida albicans dapat ditemukan di daerah kulit, mulut,
selaput mukosa vagina, dan feses orang normal karena jamur ini
merupakan flora normal dalam tubuh manusia (Kuswadji, 2007;
Hirasawa & Takada, 2004).
d. Patogenesis
Beberapa studi menemukan adanya beberapa faktor yang
mempengaruhi virulensi Candida albicans, antara lain produksi
enzim hidrolitik, perubahan dimorfik, variabilitas antigenik,
kemampuan berubah menjadi bentuk fenotip sel yang berbeda,
adhesi ke substrat biologis dan imunomodulasi sistem pertahanan
tubuh. Di antara faktor-faktor virulensi tersebut, dua aspek penting
yang berperan dalam interaksi host-parasit adalah kemampuan adhesi
dan imunomodulasi (Chaffin et al., 1998).
Kemampuan adhesi dan imunomodulasi yang dimiliki oleh
Candida albicans diperankan oleh komponen-komponen pada
dinding selnya. Secara garis besar, komponen dinding sel Candida
albicans terdiri dari karbohidrat (80-90%), protein (6-25%) dan
sejumlah kecil lemak (1-7%). Karbohidrat yang merupakan
komponen terbesar dinding sel Candida albicans, memiliki tiga
konstituen dasar yaitu β-glukans, khitin dan mannan yang memiliki
ikatan kovalen dengan protein (mannoprotein). Ketiga konstituen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
tersebut memiliki kemampuan imunomodulasi dengan mengaktivasi
ataupun menekan hampir semua sistem imun tubuh. Mannoprotein
adalah komponen yang menunjukkan aktivitas imunomodulator
paling poten (Chaffin, et al., 1998).
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu
menjadi syarat mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum
diketahui bahwa interaksi antara mikroorganisme dan sel pejamu
diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding sel
mikroorganisme yaitu adhesin. Setelah terjadi proses penempelan,
Candida albicans berpenetrasi ke dalam sel epitel mukosa. Dalam
hal ini enzim yang berperan adalah aminopeptidase dan asam
fosfatase. Apa yang terjadi setelah proses penetrasi tergantung pada
kondisi imun dari pejamu (Tjampakasari, 2006).
e. Faktor Predisposisi
Infeksi Candida albicans bersifat oportunistik, yaitu
menginfeksi apabila terdapat faktor predisposisi, baik faktor endogen
maupun faktor eksogen (Brooks et al., 2001; Kuswadji, 2007).
1) Faktor endogen
a) Perubahan fisiologik, misalnya pada kehamilan, kegemukan,
debilitas, iatrogenik, endokrinopati, serta penyakit kronik
lain seperti tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan
umum yang buruk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
b) Umur; orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi
karena status imunologiknya tidak sempurna.
c) Imunologik; misalnya penyakit genetik.
2) Faktor eksogen
a) Iklim, panas dan kelembaban yang menyebabkan perspirasi
meningkat.
b) Kebersihan kulit.
c) Kebiasaan merendam kaki dalam air yang terlalu lama
menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur.
f. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer dkk. (2000) dan Kuswadji (2007),
manifestasi klinis kandidiasis dapat dibagi menurut lokasi yang
terkena.
1) Kandidiasis selaput lendir, misalnya: trush, perleche (keilitis
angular), vulvovaginitis, balanitis atau balanopostitis, dan
kandidiasis mukokutan kronik.
2) Kandidiasis kutis, misalnya: kandidiasis intertriginosa,
kandidiasis perianal, kandidiasis kutis generalisata, paronikia dan
onikomikosis, diaper-rash, serta kandidiasis granulomatosa.
3) Kandidiasis sistemik, misalnya: endokarditis, meningitis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Sedangkan reaksi id (kandidid) adalah reaksi yang terjadi
karena adanya metabolit kandida. Secara klinis dapat berupa vesikel-
vesikel yang bergerombol dan terdapat pada sela jari tangan atau
bagian badan yang lain. Di tempat yang timbul gejala tidak
ditemukan elemen jamur, namun jika dilakukan uji kulit dengan
kandidin (antigen kandida) akan memberikan hasil positif. Apabila
lesi kandidiasis diobati maka kandidid akan sembuh (Kuswadji,
2007).
g. Penatalaksanaan
Langkah penatalaksanaan kandidiasis yang utama adalah
dengan menghilangkan faktor predisposisi. Adapun obat-obat anti
jamur yang digunakan dapat berupa obat topikal maupun sistemik
(Kuswadji, 2007).
Menurut Kuswadji (2007) serta Setiabudy & Bahry (2007)
untuk obat topikal pada kandidiasis dapat diberikan preparat sebagai
berikut.
1) Larutan ungu gentian ½-1% untuk selaput lendir dan larutan
ungu gentian 1-2% untuk kulit dioleskan sehari dua kali selama
tiga hari
2) Nistatin berupa krim, salep atau emulsi.
3) Amfoterisin B 3% berupa krim, salep atau lotion.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
4) Beberapa obat dari golongan azol seperti mikonazol 2%,
klotrimoksazol 1%, tiokonazol, bufonazol, isokonazol,
siklopiroksolamin 1%, atau antimikotik lain yang berspektrum
luas; tersedia dalam bentuk krim, bedak tabur atau tablet vaginal.
Sedangkan untuk pengobatan sistemik kandidiasis menurut
Kuswadji (2007), obat antijamur yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1) Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi lokal dalam saluran
cerna.
2) Amfoterisin B intravena untuk pengobatan kandidiasis sistemik.
3) Kotrimoksazol 500 mg pervaginam dosis tunggal atau pemberian
sistemik ketokonazol 2 x 200 mg selama 5 hari, itrakonazol 2 x
200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis
tunggal untuk kandidiasis vaginalis.
2. Flukonazol
a. Pengertian
Flukonazol adalah suatu bistriazol berfluorin dan merupakan
preparat antifungi berspektrum luas serta telah banyak digunakan
sebagai pengobatan lini pertama kandidiasis (Bennet, 2008; Pfaller et
al., 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
b. Farmakokinetik
Flukonazol diserap sempurna melalui saluran cerna tanpa
dipengaruhi adanya makanan ataupun keasaman lambung (Setiabudy
dan Bahry, 2007). Konsentrasi puncak dalam plasma 4 sampai 8
µg/ml setelah dosis berulang 100 mg. Sebanyak 90% obat
dieliminasi melalui ekskresi ginjal dan waktu paruh eliminasinya
adalah 25 sampai 30 jam (Bennet, 2008).
c. Farmakodinamik
Flukonazol bekerja dengan menghambat sitokrom P-450 14α-
lanosterol demetilase yang dikode oleh gen ERG11p dan berperan
pada jalur biosintesis ergosterol membran sel jamur. Apabila
sitokrom P-450 dihambat, maka terjadi penurunan jumlah ergosterol
membran dan terjadi akumulasi toksik prekursor ergosterol pada
membran yang akan menghambat pertumbuhan jamur (Cannon et
al., 2007).
d. Indikasi
Penggunaan terapeutik flukonazol antara lain untuk
pengobatan kandidiasis, kriptokokosis, dan mikosis lain seperti
meningitis koksidioidal (Bennett, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Menurut penelitian Barry & Brown (1996), diameter zona
hambat flukonazol 25 µg terhadap pertumbuhan Candida albicans
digolongkan menjadi tiga yaitu sensitif jika diameter > 19 mm,
intermediet jika diameter antara 15-18 mm dan resisten jika diameter
< 14 mm (Barry & Brown, 1996).
e. Efek Samping
Gangguan saluran cerna merupakan efek samping yang
paling banyak ditemukan. Mual dan muntal dapat terjadi pada dosis
di atas 200 mg/hari. Pasien yang menerima 800 mg per hari mungkin
membutuhkan antiemetik dan mungkin perlu diobati secara intravena
untuk mencegah muntah, karena hal ini akan menurunkan
ketersediaan obat (Bennet, 2008). Pada pasien AIDS ditemukan
urtikaria, eosinofilia, sindromo Stevens-Johnson, gangguan fungsi
hati yang tersembunyi dan trombositopenia (Setiabudy dan Bahry,
2007). Flukonazol juga bersifat teratogenik pada hewan pengerat dan
obat ini dikaitkan dengan deformasi rangka dan jantung pada tiga
bayi yang baru dilahirkan dari dua wanita yang memperoleh dosis
tinggi flukonazol selama kehamilan sehingga obat tersebut harus
dihindari selama kehamilan (Bennet, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
f. Resistensi
Terdapat beberapa mekanisme yang dapat meningkatkan
terjadinya resistensi Candida albicans terhadap flukonazol.
Resistensi dapat terjadi karena dua mekanisme utama, yaitu mutasi
maupun over ekspresi gen ERG11p yang merupakan sasaran obat
serta peningkatan efluks flukonazol keluar sel. Mutasi menyebabkan
perubahan pada enzim sasaran, 14α-demetilase yang pada akhirnya
akan mempengaruhi afinitas flukonazol terhadap enzim tersebut.
Over ekspresi gen ERG11p menjadikan peningkatan konsentrasi
enzim 14α-demetilase dan membutuhkan peningkatan konsentrasi
flukonazol intraseluler (Cannon et al., 2007; Pfaller et al., 2006).
Mekanisme kedua melibatkan efluks aktif flukonazol melalui
aktifasi dua tipe transporter pengeluaran obat: fasilitator utama (yang
dikode gen MDR) dan dari keluarga ATP-binding cassette (dikode
gen CDR). Peningkatan aktivitas gen MDR1 menyebabkan
peningkatan kadar hambat minimum flukonazol, sedangkan
peningkatan aktivitas gen CDR menyebabkan resistensi terhadap
multipel azol (Pfaller et al., 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
3. Tanaman Adas (Foeniculum vulgare Mil.)
a. Klasifikasi (National Plant Data Center, NRCS, USDA, 2010)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Foeniculum Mill
Spesies : Foeniculum vulgare Mill.
b. Asal usul
Tanaman adas berasal dari Eropa Selatan dan Asia. Karena
manfaatnya, tumbuhan ini banyak pula dibudidayakan di Indonesia,
India, Argentina, Eropa dan Jepang (Dalimartha, 1999).
c. Nama lain
Hades (Sunda), adas, adas londa, adas landi (Jawa), Adhas
(Madura), adas (Bali), wala wunga (Sumba), Das pedas (Aceh), adas,
adas pedas (Melayu), adeh, manih (Minangkabau), paapang,
paampas (Menado), Popoas (Alfuru), denggu-denggu (Gorontalo),
Papaato (Buol), porotomo (Baree), kumpasi (Sangir Talaud), Adas,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
rempasu (Makasar), adase (Bugis), Hsiao hui (China), phong karee,
mellet karee (Thailand), Jintan Manis (Malayu), barisaunf,
madhurika (India/Pakistan), Feneel, common fennel, sweet fennel,
spigel (Internasional) (Haryanto, 2009).
d. Deskripsi Tanaman
Tanaman adas merupakan jenis tanaman biennial atau
perennial berumur pendek yang dapat tumbuh sepanjang tahun
hingga tingginya mencapai 2 meter. Tanaman ini memiliki daun
berukuran kecil dan bunga berwarna kuning emas. Bijinya berbentuk
oval, berkulit, dengan panjang 5-10 mm, dengan aroma yang kuat
serta berwarna biru kehijauan saat muda dan hijau kecoklatan saat
sudah masak (Kaur & Arora, 2009).
e. Habitat
Tanaman adas dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian
10 – 2500 m di atas permukaan laut dan memerlukan cuaca sejuk
dan cerah untuk menunjang pertumbuhannya dengan curah hujan
sekitar 2.500mm/tahun (Balai Penelitian Tanaman Rumpun dan
Obat, 1972; dalam Hasanah, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
f. Kandungan Kimia
Analisis kandungan kimia tanaman adas menunjukkan
kandungan minyak sebesar 6,3%, protein 9,5%, lemak 10%, mineral
13,4%, serat 18,5% dan karbohidrat 42,3%. Mineral dan vitamin
yang terkandung dalam buah adas terdiri dari kalsium, fosfor, besi,
sodium, potasium, tiamin, riboflavin, niasin dan vitamin C (Bakhru,
1992; cit.. Kaur & Arora, 2009). Kandungan minyak pada tanaman
adas bervariasi pada setiap bagian tanaman dengan konsentrasi
tertinggi sekitar 2-7% ditemukan pada biji adas (Foeniculum vulgare
Mill.). Minyak atsiri adas terdiri dari banyak zat kimia dengan
kandungan utama adalah anethole (40-70%), fenchone (1-20%), dan
estragole (2-9%) (Bernath et al., 1996; Cosge et al., 2008).
Komponen lain seperti α-pinene, chavicole, dipentene, α-limenene,
camphene, β-pinene, alpha-phelladrene, myrcene, β–pelladrene,
carvacrol, camphor, borneol dan lain-lain ditemukan pada
konsentrasi kurang dari 1% (Abed, 2007; Kaur & Aurora, 2009).
Sebagian besar komponen aktif tersebut secara konsisten terbukti
memiliki aktivitas antifungi yang efektif dengan menghambat
pembentukan spora baru (Abed, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
g. Efek Farmakologis
Tanaman adas telah banyak diketahui memiliki manfaat
sebagai diuretik, antispasmodik, analgesik, antipiretik, antimikroba,
serta dapat digunakan untuk mengatasi penyakit-penyakit pada kulit,
konjungtivitis, dan blefaritis pada mata (Abed, 2007). Selain itu, adas
juga banyak dimanfaatkan untuk melancarkan pencernaan,
meningkatkan laktasi, mengurangi reaksi radang serta memiliki efek
ekspektoran, karminatif, dan aromatis (Ostad, et al., 2001).
Penelitian Choi & Hwang (2004) menunjukkan bahwa tanaman
adas memiliki aktivitas antioksidan dengan cara meningkatkan
superoksida dismutase (SOD) plasma, aktivitas katalase serta jumlah
kolesterol HDL. Sebaliknya, kadar melondialdehida (MDA) yang
merupakan salah satu hasil peroksidase lipid justru menurun secara
signifikan.
Penelitian tentang aktivitas antimikroba tanaman adas telah
cukup banyak dilaksanakan. Pada salah satu penelitian yang dilakukan
oleh Gutierrez, et al. (2008) minyak atsiri adas diketahui memiliki
aktivitas antimikroba melawan bakteri gram positif dan bakteri gram
negatif. Penelitian ini menemukan bahwa bakteri gram positif lebih
sensitif daripada bakteri gram negatif di mana Listeria monocytogenes
merupakan strain yang paling sensitif sedangkan Pseudomonas
spp.merupakan strain yang paling resisten.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Penelitian Abed (2007), memperlihatkan bahwa minyak atsiri
biji adas yang dilarutkan dengan pelarut DMSO (Dimethyl Sulfoxide)
memiliki aktivitas antifungi terhadap Candida albicans dan Candida
tropicalis namun tidak terhadap Candida glabrata. Sedangkan ekstrak
biji adas yang diolah dengan metode sederhana menggunakan pelarut
aseton, petroleum eter, metanol dan kloroform tidak menunjukkan
aktivitas antimikrobial melawan bakteri maupun jamur (Abed, 2007).
Gulfraz et.al. (2008) dalam penelitiannya menemukan kadar hambat
minimum (Minimum Inhibitory Concentration) minyak atsiri adas
adalah sebesar 0,4% (v/v) untuk Candida albicans, 0,6% (v/v) untuk
P. putida dan 0,8% (v/v) untuk E. coli. Penelitian tersebut juga
menemukan pada kadar 100 µg minyak atsiri biji adas telah memiliki
zona hambat yang sama dengan mikonazol nitrat 50 µg terhadap
Candida albicans secara In vitro.
h. Kegunaan dalam Masyarakat
Biji adas bermanfaat untuk mengatasi mulas, perut kembung,
rasa penuh di lambung, mual, muntah, diare, sakit kuning (jaundice),
kurang nafsu makan, batuk berdahak, sesak nafas (asma), nyeri haid,
haid tidak teratur, ASI sedikit, proteinuria, susah tidur (insomnia),
buah pelir turun (orchidoptosis), hernia inguinalis, pembengkakan
saluran sperma (epididimis), hidrokel testis, mengurangi rasa sakit
akibat batu dan membantu menghancurkannya, rematik gout,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
keracunan tumbuhan obat atau jamur. Sedangkan daun adas berkhasiat
untuk mengatasi batuk, perut kembung, kolik, rasa haus, serta
meningkatkan penglihatan (Dalimartha, 1999).
B. KERANGKA PEMIKIRAN
: berefek : membandingkan
: mempengaruhi
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Minyak Atsiri Biji Adas (Foeniculum vulgare Mill.)
Flukonazol
Inhibitor biosintesis ergosterol
Merusak membran sel Candida albicans
Membadingkan besarnya zona hambatan
Terbentuk zona hambatan
Menghambat pembentukan spora baru
Menghambat pertumbuhan koloni Candida albicans
Hambat pertumbuhan jamur Candida albicans
Terbentuk zona hambatan
Variabel tak terkendali:
lama penyimpanan biji adas, lokasi penanaman adas
Variabel tak terkendali: kecepatan
pertumbuhan Candida albicans
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
C. HIPOTESIS
Efek antifungi minyak atsiri biji adas (Foeniculum vulgare Mill.) pada
konsentrasi tertentu memiliki daya hambat yang sama dengan flukonazol
terhadap pertumbuhan Candida albicans secara In vitro.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental kuasi
laboratorium (laboratorium quasi experimental design) dengan rancangan
penelitian the post-test only control group design.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Setia
Budi Surakarta.
C. Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah biakan Candida
albicans murni dari Laboratorium Mikrobiologi Universitas Setia Budi
Surakarta.
D. Teknik Sampling
Ada dua macam teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini.
Pertama adalah pengambilan sampel secara acak pada biakan Candida
albicans di Agar Saboraud Dekstrosa Miring. Selanjutnya dilakukan
pengambilan sampel secara purposif pada saat inokulasi dengan spesies yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
berasal dari suspensi Candida albicans dengan NaCl 0,9% yang telah
disetarakan dengan Standar Brown II.
E. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
a. Konsentrasi minyak atsiri biji adas (Foeniculum vulgare Mill.)
b. Flukonazol
2. Variabel terikat
Zona hambat pertumbuhan Candida albicans
3. Variabel luar (pengganggu)
a. Terkendali
1) Jenis jamur
2) Umur jamur
3) Jumlah sel dan bagian jamur
4) Kuman kontaminan
5) Suhu pemeraman
b. Tidak terkendali
1) Kecepatan pertumbuhan Candida albicans
2) Lama penyimpanan biji adas
3) Lokasi penanaman adas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
F. Definisi Operasional
1. Variabel bebas
a. Minyak atsiri Biji Adas
Sebanyak 16,5 ml minyak atsiri biji adas diperoleh dari 961,5
gram serbuk biji adas yang dimasukkan ke dalam dandang destilasi
yang telah diisi air, dirangkai dengan pendingin air dan penampung
destilat, kemudian dipanaskan dengan kompor LPG api sedang
selama 6 jam dari destilat pertama menetes (Lembar Kerja Ekstraksi
Laboratorium Pengujian LPPT-UGM, 2010). Kemudian minyak atsiri
diencerkan menggunakan PEG (Polyethylen Glycol) 5% dengan seri
pengenceran berbeda-beda. Konsentrasi yang digunakan berdasarkan
hasil uji pendahuluan. Variabel ini memiliki skala rasio.
b. Flukonazol
Flukonazol 25 µg diperoleh dari kapsul Diflucan berisi
flukonazol 50 mg yang dilarutkan dalam aquades 100 ml. Variabel ini
memiliki skala rasio.
2. Variabel terikat
Zona hambat pertumbuhan Candida albicans merupakan
diameter daerah halo atau zona jernih di sekitar sumuran yang diukur
dalam skala mm yang menggambarkan hambatan pertumbuhan Candida
albicans. Pengukuran zona hambat termasuk diameter sumuran sebesar 5
mm (Abed, 2007). Variabel ini memiliki skala rasio.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
3. Variabel luar
a. Variabel terkendali
1) Jenis jamur
Jamur diambil dari biakan murni Candida albicans yang
diambil dari Laboratorium Mikrobiologi Universitas Setia Budi
Surakarta. Jenis jamur dikendalikan dengan mengidentifikasi
pembentukan germ tube Candida albicans yang dimasukkan ke
dalam tabung berisi serum terdialisasi.
2) Umur jamur
Umur jamur dikendalikan dengan membuat subkultur
Candida albicans yang berumur 2 hari. Pemilihan Candida
albicans berumur 2 hari dilakukan dengan perkiraan subkultur
Candida albicans sudah mencapai fase pertumbuhan
eksponensial (Pires et al., 2001).
3) Jumlah sel dan bagian jamur
Jumlah sel Candida albicans disetarakan terlebih dahulu
dengan menggunakan Standar Brown II.
4) Kuman kontaminan
Pertumbuhan kuman kontaminan yang lain dikendalikan
dengan memberi kloramfenikol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
5) Suhu Pemeraman
Suhu pemeraman dapat diatur dengan memasukkan
cawan petri berisi Candida albicans ke dalam inkubator yang
telah diseting pada suhu 37ºC.
b. Variabel tak terkendali
1) Kecepatan pertumbuhan Candida albicans
Kecepatan pertumbuhan tidak bisa dikendalikan karena
dipengaruhi banyak faktor. Misalnya karena faktor genetik dan
sebagainya.
2) Lama penyimpanan Biji Adas
Biji adas yang digunakan diperoleh dari Pasar
Beringharja, Yogyakarta sehingga tidak dapat dipastikan berapa
lama biji adas tersebut disimpan.
3) Lokasi penanaman adas
Oleh karena adas yang digunakan diperoleh dari Pasar
Beringharja, Yogyakarta sehingga tidak dapat dipastikan dimana
lokasi penanaman tanaman adas tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
G. Desain Penelitian
1. Tahap Uji Pendahuluan
Gambar 2. Skema Desain Penelitian Tahap Uji Pendahuluan
Subkultur Candida albicans yang telah disetarakan dengan Standar Brown II
Diinokulasikan di media pembiakan
Agar Sabouraud Dextrosa (3 cawan petri)
1 cawan petri dibuat 3-4 sumuran untuk pemberian perlakuan
Kontrol (-)
PEG 5%
Inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-48 jam
Terbentuk zona hambat
Dasar untuk tahap penelitian
Minyak atsiri biji adas dengan konsentrasi
0,78125%; 1,5625%; 3,125%; 6,25%; 12,5%;
25%; 50%,dan 100%
Kontrol (+)
Flukonazol 25µg
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
2. Tahap Penelitian
Gambar 3. Skema Desain Penelitian Tahap Uji Penelitian
Subkultur Candida albicans yang telah disetarakan dengan Standar Brown II
Diinokulasikan di media pembiakan
Agar Sabouraud Dextrosa (15 cawan petri)
Masing-masing petri dibuat 1-3 sumuran untuk pemberian perlakuan
Kontrol (-)
PEG 5%
Inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-48 jam
Terbentuk zona hambat
Uji statistik
Minyak atsiri biji adas dengan konsentrasi 1,5625%; 3,125%;
6,25%; 12,5%; 25%; 50% dan 100%
Kontrol (+)
Flukonazol 25 µg
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
H. Alat dan Bahan
1. Alat Penelitian
a. Cawan petri diameter 10 cm
b. Kapas lidi
c. Tabung reaksi
d. Inkubator
e. Beaker glass
f. Alat pembuat sumuran diameter 6 mm
g. Pipet micrometer
h. Pipet ukur 0,01 ml
i. Lampu spiritus
j. Standar Brown II
k. Autoklaf
l. Penggaris
m. Timbangan
2. Bahan Penelitian
a. Minyak atsiri biji adas
b. Biakan Candida albicans
c. Agar Saboraud Dextrosa
d. Aquades steril
e. Flukonazol
f. NaCl 0,9%
g. Kloramfenikol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
I. Cara Kerja
1. Tahap Persiapan
a. Pembuatan minyak atsiri biji adas
Biji adas diperoleh di Pasar Beringharja, Yogyakarta. Biji adas
dicuci dan dikeringkan, kemudian dihancurkan untuk dibuat serbuk
kering. Sebanyak 961,5 gram serbuk kering biji adas dimasukkan ke
dalam dandang destilasi yang telah diisi 7 liter air, dirangkai dengan
pendingin air dan penampung destilat. Kemudian dipanaskan dengan
kompor LPG api sedang selama 6 jam sejak destilat pertama menetes.
Volume minyak atsiri 100% yang diperoleh dari proses tersebut
adalah 16,5 ml.
2. Tahap Uji Pendahuluan
a. Pembuatan media pembiakan
Sebanyak 5,85 gram Agar Saboraud Dextrosa dilarutkan
dalam 90 ml aquades kemudian diaduk dan dipanaskan hingga larut
sempurna dengan asumsi 30 ml larutan agar untuk 1 cawan petri
berdiameter 10 cm. Sebelum dituang, media yang masih cair
ditambah larutan kloramfenikol dengan kadar 100 ppm (Condalab,
2010). Kemudian media yang masih cair tersebut disterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit. Setelah itu media yang
masih cair tersebut dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan
dingin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Penghitungan kloramfenikol yang dibutuhkan adalah sebagai
berikut: dalam 1000 ml aquadest diperlukan 100 mg kloramfenikol,
sehingga dalam 90 ml aquadest, kloramfenikol yang dibutuhkan
adalah:
21
12 v
v
mm =
ml90.ml1000
mg1002 =m
mg92 =m
Kapsul yang mengandung kloramfenikol 250 mg ditambah 10
ml NaCl 0,9%. Sehingga NaCl 0,9% yang dibutuhkan untuk
melarutkan 3mg kloramfenikol adalah:
2
2
1
1
v
m
v
m=
2
mg9ml10mg250
v=
ml36,0ml10.mg250
mg92 ==v
b. Pengenceran minyak atsiri biji adas
Minyak atsiri biji adas diencerkan menggunakan pelarut PEG
(Polyethylen glycol) 5% dengan konsentrasi 0,78%, 1,5625%,
3,125%, 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100%.
1m = massa kloramfenikol 100 mg
2m = massa kloramfenikol yang dicari
1v = volume aquades 1000 ml
2v = volume aquades yang digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
c. Pembuatan flukonazol 25 µg
Flukonazol 25 µg didapatkan dari kapsul Diflucan yang berisi
flukonazol 50 mg yang dilarutkan dalam aquades 100 ml (Barry &
Brown, 1996).
Perhitungan:
V1 . N1 = V2 . N2
50ml . 0,05 = V2 . 25 µg/ml
V2 = 100 ml
(Barry & Brown, 1996)
d. Penanaman Candida albicans
Tahap ini dimulai dengan pembuatan suspensi Candida
albicans terlebih dahulu, yaitu dengan mengambil koloni Candida
albicans dari Agar Saboraud Dextrosa dan memasukkannya ke dalam
tabung reaksi berisi larutan NaCl 0,9% sampai mencapai kekeruhan
yang ekuivalen dengan Standar Brown II. Setelah kekeruhannya
sama, kemudian dilakukan inokulasi Candida albicans ke media Agar
Saboraud Dextrosa pada cawan petri. Sambil tetap dikocok, larutan
NaCl berisi Candida albicans tersebut diambil dengan kapas lidi steril
dan dioleskan merata pada masing-masing cawan petri.
V1 = volume awal (ml) N1 = konsentrasi awal (mg/ml) V2 = volume akhir (ml) N2 = konsentrasi akhir (µg/ml)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
e. Pemberian perlakuan
Media pembiakan yang telah diinokulasi dengan Candida
albicans dibuat 3-4 sumuran dengan diameter 5 mm. Pada masing-
masing sumuran diisi dengan minyak atsiri biji adas dengan
konsentrasi 0,78%, 1,5625%, 3,125%, 6,25%, 12,5%, 25%, 50%,
100%, kontrol negatif dan kontrol positif.
f. Cawan petri diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.
g. Pengukuran diameter zona hambat dalam satuan mm di bagian bawah
cawan petri.
h. Tabulasi data
i. Pada uji pendahuluan diperoleh hasil konsentrasi minyak atsiri yang
memiliki efek antifungi terhadap Candida albicans adalah konsentrasi
1,5625%, 3,125%, 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100%. Konsentrasi
tersebut akan digunakan pada tahap penelitian.
2. Tahap Penelitian
a. Pembuatan media pembiakan
Sebanyak 29,25 gram Agar Saboraud Dextrosa dilarutkan
dalam 450 ml aquades kemudian diaduk dan dipanaskan hingga larut
sempurna dengan asumsi 30 ml larutan agar untuk 1 cawan petri
berdiameter 10 cm. Sebelum dituang, media yang masih cair
ditambah larutan kloramfenikol dengan kadar 100 ppm (Condalab,
2010). Kemudian media yang masih cair tersebut disterilisasi dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit. Setelah itu media yang
masih cair tersebut dituang ke dalam 10 cawan petri dan dibiarkan
dingin.
Penghitungan kloramfenikol yang dibutuhkan adalah sebagai
berikut: dalam 1000 ml aquades diperlukan 100 mg kloramfenikol,
sehingga dalam 300 ml aquades, kloramfenikol yang dibutuhkan
adalah:
21
12 v
v
mm =
ml450.ml1000
mg1002 =m
mg452 =m
Kapsul yang mengandung kloramfenikol 250 mg ditambah 10
ml NaCl 0,9%. Sehingga NaCl 0,9% yang dibutuhkan untuk
melarutkan 60 mg kloramfenikol adalah:
2
2
1
1
v
m
v
m=
2
mg45ml10mg250
v=
ml8,1ml10.mg250
mg452 ==v
b. Penentuan konsentrasi minyak atsiri biji adas
Berdasarkan uji pendahuluan, ditetapkan 7 macam konsentrasi
minyak atsiri biji adas yang digunakan untuk tahap penelitian yaitu
1,5625%, 3,125%, 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100%.
1m = massa kloramfenikol 100 mg
2m = massa kloramfenikol yang dicari
1v = volume aquades 1000 ml
2v = volume aquades yang digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
c. Pembuatan flukonazol 25 µg
Flukonazol 25 µg didapatkan dari kapsul Diflucan yang berisi
flukonazol 50 mg yang dilarutkan dalam aquades 100 ml (Barry &
Brown, 1996). Perhitungan pengenceran flukonazol 25 µg sama
dengan tahap uji pendahuluan.
d. Penanaman Candida albicans
Teknik penanaman Candida albicans pada tahap uji penelitian
sama dengan tahap uji pendahuluan. Namun pada tahap uji penelitian
suspensi Candida albicans diinokulasikan pada 15 cawan petri.
e. Pemberian perlakuan
Setiap media pembiakan dibuat 1-3 sumuran dengan diameter
5 mm. Petri pertama diisi dengan minyak atsiri 1,5625%, 3,125% dan
6,25%. Petri kedua diisi dengan minyak atsiri 100%. Petri ketiga diisi
dengan flukonazol 25 µg, PEG 5% sebagai kontrol negatif, dan
minyak atsiri 12,5%. Petri keempat diisi dengan minyak atsiri 50%
Petri kelima diisi dengan minyak atsiri 25%. Semua perlakuan
diulang 3 kali dengan penentuan ulangan sesuai penghitungan rumus
Federer berikut
(t – 1) (r – 1) ≥ 15
(9 – 1)(r – 1) ≥ 15
8 r – 8 ≥ 15
8 r ≥ 23
r ≥ 2,875
t = perlakuan r = ulangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
f. Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam
g. Pengukuran diameter zona hambat dalam satuan mm di bagian bawah
cawan petri.
h. Tabulasi data
i. Analisis data
J. Teknik Analisis Data
Data dianalisis dengan uji statistik non parametrik, yaitu uji Kruskal-
Wallis dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Analisis dengan uji Kruskal-
Wallis bertujuan untuk menguji signifikansi perbedaan rerata semua kelompok
perlakuan sekaligus.
Berikut adalah hipotesis dan pengambilan keputusan uji Kruskal-
Wallis.
1. Hipotesis
H0 = tidak ada perbedaan rerata seluruh kelompok perlakuan
Ha= ada perbedaan rerata seluruh kelompok perlakuan
2. Pengambilan Keputusan
Apabila p < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima
Apabila p > 0,05, maka H0 diterima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Apabila terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0,05), maka
dilanjutkan dengan Post Hoc Test, yaitu dengan uji Mann-Whitney untuk
melihat perbedaan antara dua kelompok perlakuan sehingga diketahui
kelompok mana yang berbeda secara signifikan atau tidak dengan kelompok
lain (Sugiyono, 2007).
Selanjutnya data diolah menggunakan uji Regresi Linier untuk
mengetahui konsentrasi yang memiliki aktivitas antifungi yang setara dengan
flukonazol (Sugiyono, 2007). Semua uji statistik dilakukan dengan
menggunakan program SPSS for Windows 17.0.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
1. Uji Pendahuluan
Dari uji pendahuluan efek antifungi minyak atsiri biji adas
(Foeniculum vulgare Mill.) terhadap pertumbuhan Candida albicans
secara In vitro, diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Biji Tanaman Adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap Candida albicans secara In vitro pada Uji Pendahuluan
Perlakuan Zona hambat*
(mm)
Kontrol negatif 5
Minyak atsiri konsentrasi 0,78% 5
Minyak atsiri konsentrasi 1,5625% 7
Minyak atsiri konsentrasi 3,125% 9
Minyak atsiri konsentrasi 6,25% 12
Minyak atsiri konsentrasi 12,5% 14
Minyak atsiri konsentrasi 25% 22
Minyak atsiri konsentrasi 50% 19
Minyak atsiri konsentrasi 100% 35
Flukonazol 50
*penghitungan zona hambat termasuk diameter sumuran sebesar 5 mm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Sebagaimana yang tercantum di tabel 1, minyak atsiri biji tanaman
adas (Foeniculum vulgare Mill.) menunjukkan efek antifungi terhadap
pertumbuhan Candida albicans mulai konsentrasi 1,5625% hingga
konsentrasi 100%. Hasil uji pendahuluan ini menjadi dasar penentuan
konsentrasi minyak atsiri biji adas (Foeniculum vulgare Mill.) yang akan
digunakan untuk penelitian.
2. Uji Penelitian
Hasil uji penelitian tentang efek antifungi minyak atsiri biji adas
(Foeniculum vulgare Mill.) terhadap pertumbuhan Candida albicans
secara In vitro disajikan dalam tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Biji Tanaman Adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap Candida albicans pada Berbagai Kelompok Perlakuan
Perlakuan Zona hambat* (mm)
Rerata I II III
Kontrol negatif 5 5 5 5
Minyak atsiri konsentrasi 1,5625% 5 5 7 5,67
Minyak atsiri konsentrasi 3,125% 9 9 8 8,67
Minyak atsiri konsentrasi 6,25% 13 14 11 12,67
Minyak atsiri konsentrasi 12,5% 7 10 9 8,67
Minyak atsiri konsentrasi 25% 32 30 33 31,67
Minyak atsiri konsentrasi 50% 32 28 21 27,00
Minyak atsiri konsentrasi 100% 57 45 30 44,00
Flukonazol 37 41 39 39,00
*penghitungan zona hambat termasuk diameter sumuran sebesar 5 mm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Berdasarkan data pada tabel 2 diketahui mulai dari konsentrasi
1,5625% minyak atsiri biji tanaman adas sudah mulai memiliki efek
antifungi. Efek antifungi meningkat hingga konsentrasi 6,25% dan
menurun pada konsentrasi 12,5%. Kemudian meningkat lagi pada
konsentrasi 25% dan menurun lagi pada konsentrasi 50%. Dari tabel 2 juga
diketahui bahwa rerata diameter zona hambat minyak atsiri konsentrasi
100% sudah lebih besar dari rerata diameter zona hambat yang dibentuk
flukonazol. Apabila rerata diameter zona hambat minyak atsiri biji
tanaman adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap Candida albicans
secara in vitro dibuat dalam bentuk grafik akan terlihat seperti berikut.
Gambar 4. Grafik Rerata Diameter Zona Hambat Candida albicans pada Berbagai Perlakuan (mm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
B. Analisis Data
1. Uji Normalitas dan Homogenitas Data
Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas data seperti yang
tercantum pada Lampiran 1 dan Lampiran 2, diketahui distribusi data
normal (p > 0,05) namun data tidak homogeny (p < 0,05). Sehingga data
tidak memenuhi persayaratan untuk dianalisis dengan statistik parametrik.
Maka pada penelitian ini, penulis menggunakan statistik non parametrik
yaitu uji Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.
2. Uji Kruskal-Wallis
Berikut adalah simpulan hasil analisis dengan uji Kruskal-Wallis.
Tabel 3. Hasil Analisis Uji Kruskal-Wallis
Test Statisticsa,b
Hasil
Chi-Square 24.546
df 8
Asymp. Sig. .002
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Setelah data hasil penelitian dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis
pada tingkat kemaknaan α = 0,05, didapatkan nilai probabilitas 0,002
(p < 0,05) sehingga H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ada
perbedaan signifikan diameter rerata pada seluruh kelompok perlakuan.
3. Uji Mann-Whitney
Secara sederhana, hasil uji Mann-Whitney dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4. Ringkasan Hasil Analisis dengan Uji Mann-Whitney
Kont
(-) 1,5625% 3,125% 6,25% 12,5% 25% 50% 100%
Kont
(+)
Kont
(-)
non
sig sig sig sig sig sig sig sig
1,5625% non sig sig sig non
sig sig sig sig sig
3,125% sig sig sig non sig sig sig sig sig
6,25% sig sig sig sig sig sig sig sig
12,5% sig non
sig
non
sig sig sig sig sig sig
25% sig sig sig sig sig non sig
non sig sig
50% sig sig sig sig sig non sig non
sig Sig
100% sig sig sig sig sig non sig
non sig non
sig
Kont
(+) sig sig sig sig sig sig sig non
sig
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Berdasarkan hasil analisis dengan uji Mann-Whitney pada tabel 4
tersebut dapat terlihat bahwa:
a. Sekitar 89% dari seluruh kelompok perlakuan berbeda signifikan
dengan kelompok kontrol negatif, kecuali dengan konsentrasi
1,5625%
b. Sekitar 72% dari kelompok perlakuan minyak atsiri yang
dibandingkan berbeda secara signifikan, kecuali antara kelompok
konsentrasi 1,5625% dengan 12,5%; konsentrasi 3,125% dengan
12,5%; konsentrasi 25% dengan 50%; konsentrasi 25% dengan 100%;
serta konsentrasi 50% dengan 100%.
c. Sekitar 89% dari seluruh kelompok perlakuan berbeda signifikan
dengan kelompok kontrol positif, kecuali konsentrasi 100%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
4. Uji Regresi Linier
Berikut adalah simpulan hasil uji regresi linier.
Tabel 5. Hasil Analisis Uji Regresi Linier
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
95.0%
Confidence
Interval for B
B Std. Error Beta
Lower
Bound
Upper
Bound
1 (Constant) 9.303 2.212 4.206 .000 4.673 13.932
kelompok2 .369 .051 .858 7.280 .000 .263 .475
a. Dependent Variable: Hasil
Berdasarkan data pada tabel uji Regresi Linier di atas didapatkan
nilai konstanta a=9,303 dan konstanta b=0,369. Nilai signifikansi untuk
koefisien a (0,000) dan koefisien b (0,000) kurang dari nilai α (0,05)
yang berarti koefisien a dan b signifikan. Sehingga didapatkan persamaan
linier berikut.
Y = a + bX
Y = 9,303 + 0,369X
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Keterangan:
Y = variabel dependen (diameter zona hambat)
X = variabel independen (kelompok perlakuan pada berbagai
konsentrasi)
Pada persamaan linier tersebut apabila dimasukkan nilai Y=39
maka akan didapatkan persamaan sebagai berikut.
Y = 9,303 + 0,369X
39 = 9,303 + 0,369X
X = 39 – 9,303 0,369
X = 80,5
Persamaan linier untuk nilai Y=39 menghasilkan nilai X=80,5.
Sehingga didapatkan kesimpulan untuk membentuk diameter rerata zona
hambat sebesar 39 mm maka dibutuhkan minyak atsiri biji adas
konsentrasi 80,5%.
Berikut adalah grafik persamaan linier diameter rerata zona
hambat pertumbuhan Candida albicans secara In vitro pada berbagai
kelompok perlakuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Gambar 5. Grafik Persamaan Linier Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Candida albicans secara In vitro pada Berbagai Kelompok Perlakuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini menguji aktivitas antifungi minyak atsiri biji adas
(Foeniculum vulgare Mill.) dibandingkan dengan flukonazol dalam menghambat
pertumbuhan Candida albicans secara In vitro. Alasan pemilihan kedua bahan
tersebut adalah karena penulis ingin membandingkan minyak atsiri biji adas yang
telah terbukti secara In vitro memiliki aktivitas antifungi terhadap Candida
albicans dengan flukonazol yang merupakan salah satu preparat antifungi terpilih
untuk pengobatan Candida albicans yang banyak beredar di pasaran dan terbukti
efektif, namun memiliki beberapa efek samping yang kurang diharapkan.
Biakan Candida albicans pada agar Saboraud yang diberi PEG
(Polyethylen glycol) 5% sebagai kontrol negatif, menunjukkan pertumbuhan
jamur yang merata pada cawan petri dan tidak terbentuk zona hambat. Hal ini
menunjukkan PEG 5% sebagai kontrol negatif tidak memiliki efek antifungi
sehingga Candida albicans dapat tetap tumbuh dengan baik. Penelitian ini
menggunakan pelarut PEG 5% yang merupakan campuran aquades dengan PEG
400 M sebagai emulgator yang dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga
diharapkan minyak atsiri biji adas dapat terlarut sempurna dan meresap dengan
baik ke dalam agar Sabouraud.
Beberapa penelitian terdahulu sudah menemukan adanya aktivitas
antifungi minyak atsiri biji adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap
pertumbuhan Candida albicans secara In vitro. Seperti pada penelitian Gulfraz et
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
al. (2008) yang menemukan kadar hambat minimum minyak atsiri biji adas
terhadap Candida albicans adalah sebesar 0,4% (v/v). Uji pendahuluan dimulai
pada konsentrasi hampir dua kali lipat kadar hambat minimumnya karena tujuan
utama penelitian ini adalah untuk membandingkan efek antifungi minyak atsiri
biji tanaman adas dengan flukonazol. Pada tahap uji pendahuluan, untuk
mengetahui efek antifungi minyak atsiri biji tanaman adas (Foeniculum vulgare
Mill.) digunakan minyak dengan konsentrasi 0,78%, 1,5625%, 3,125%, 6,25%,
12,5%, 25%, 50%, dan 100% dengan menggunakan pelarut PEG 5%.
Dari hasil tahap uji pendahuluan, diketahui minyak atsiri biji tanaman
adas memiliki aktivitas antifungi terhadap Candida albicans secara In vitro.
Seperti yang tercantum pada tabel 1, terlihat zona hambat pertumbuhan Candida
albicans pada konsentrasi minyak atsiri biji tanaman adas 1,5625%, 3,125%,
6,25%, 12,5%, 25%, 50%, dan 100%. Konsentrasi efektif yang diketahui dari uji
pendahuluan digunakan sebagai dasar konsentrasi yang dipakai dalam penelitian.
Uji normalitas data Kolmogorov-Smirnov menunjukkan data
terdistribusi normal (p = 0,165). Namun uji homogenitas menunjukkan varian
antar-kelompok tidak homogen (p = 0,01) sehingga data tidak dapat dianalisis
menggunakan uji parametrik. Maka selanjutnya data dianalisis dengan uji non
parametrik Kruskal-Wallis dengan tingkat kemaknaan (α) 0,05. Dari hasil analisis
data pada tabel 3 didapatkan nilai probabilitas 0,002 (p < 0,05) yang berarti bahwa
ada perbedaan diameter rerata yang signifikan pada seluruh kelompok perlakuan.
Oleh karena itu, perlu dilanjutkan Post Hoc Mann-Whitney Test untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
membandingkan rata-rata diameter zona hambat tiap-tiap kelompok secara lebih
detail.
Hasil uji Mann-Whitney pada penelitian ini menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara diameter rerata zona hambat
pertumbuhan Candida albicans yang diberi PEG 5% sebagai kontrol negatif
dengan hampir semua kelompok perlakuan, kecuali kelompok konsentrasi
1,5625% (p = 0,317). Hal ini menunjukkan belum ada aktivitas antifungi pada
konsentrasi 1,5625%. Berbeda halnya dengan konsentrasi 3,125%, 6,25%, 12,5%,
25%, 50%, dan 100% yang berbeda signifikan dengan kontrol negatif (p < 0,05).
Hal ini berarti minyak atsiri konsentrasi 3,125% hingga konsentrasi 100%
memiliki efek antifungi.
Diameter rerata zona hambat yang dibentuk oleh flukonazol 25 µg pada
penelitian ini adalah 39 mm. Barry & Brown (1996) membedakan daya hambat
flukonazol terhadap Candida albicans dalam tiga golongan yakni sensitif
(> 19 mm), intermediet (15-18 mm), dan resisten (< 14 mm). Sehingga menurut
Barry & Brown, daya hambat flukonazol pada penelitian ini termasuk dalam
golongan sensitif (> 19 mm).
Berdasarkan hasil uji statistik Mann-Whitney yang tercantum pada tabel
4 , flukonazol berbeda secara signifikan dengan hampir seluruh konsentrasi yang
digunakan kecuali dengan konsentrasi 100% (p = 0,513). Tidak adanya
perbedaan secara signifikan antara konsentrasi 100% dengan flukonazol
menunjukkan bahwa konsentrasi 100% memiliki efektivitas yang hampir sama
dengan flukonazol dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans secara In
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
vitro. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa pada kadar konsentrasi tertentu,
minyak atsiri adas memiliki daya hambat yang setara dengan flukonazol terhadap
pertumbuhan Candida albicans secara In vitro.
Flukonazol adalah salah satu derivat triazol yang cukup sering
digunakan di masyarakat untuk pengobatan jamur berspektrum luas dan
merupakan lini pertama pengobatan kandidiasis. Dibandingkan dengan preparat
mikonazol nitrat yang digunakan sebagai kontrol positif pada penelitian
sebelumnya (Gulfraz et al., 2008), flukonazol tidak bersifat toksik terhadap sel-sel
progenitor granulosit dan makrofag di sumsum tulang belakang sehingga
penggunaannya akan lebih aman pada pasien neutropenia dan gangguan sel darah
putih lainnya (Benko, 1999).
Pada hasil uji Regresi Linier, diketahui konstanta a=9,303 dan b=0,369
sehingga didapatkan persamaan linier Y= 9,303 + 0,369X. Dari persamaan linier
tersebut kemudian diketahui bahwa apabila dimasukkan nilai Y sebesar 39 maka
didapatkan nilai X sebesar 80,5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa minyak atsiri
biji adas dengan konsentrasi 80,5% memiliki diameter zona hambat yang sama
dengan flukonazol 25 µg yakni sebesar 39 mm.
Pada penelitian ini terdapat beberapa ketidaksesuaian hasil antara lain
perbedaan antara diameter zona hambat yang dibentuk flukonazol pada tahap
pendahuluan (50 mm) dan penelitian (39 mm), besarnya diameter zona hambat
konsentrasi 12,5% yang lebih rendah dari konsentrasi 6,25%, serta besarnya
diameter zona hambat konsentrasi 50% lebih rendah dari konsentrasi 25%. Salah
satu faktor yang diperkirakan menjadi penyebab ketidaksesuaian ini adalah faktor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
teknis di mana jumlah spesies Candida albicans yang diinokulasikan antara satu
cawan petri dengan cawan petri yang lain tidak diestimasi dengan tepat. Faktor
kendala yang menyebabkan adanya perbedaan jumlah spesies Candida albicans
yang diinokulasikan ke dalam cawan petri ini adalah karena penelitian ini
menggunakan kapas lidi steril yang dapat menyerap cairan suspensi sehingga
jumlah suspensi Candida albicans yang diinokulasikan tidak dapat diperkirakan.
Selain faktor teknis tersebut, faktor intrinsik yang tidak dapat dikendalikan seperti
perbedaan kecepatan pertumbuhan Candida albicans juga dapat mempengaruhi
besarnya diameter zona hambat yang dibentuk.
Perbedaan hasil penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu
(Abed, 2007; Gulfraz et al., 2008) kemungkinan disebabkan oleh perbedaan
kondisi biji tanaman adas yang digunakan. Biji tanaman adas yang digunakan
pada penelitian ini berasal dari beberapa lokasi penanaman di daerah DI
Yogyakarta dan sekitarnya. Faktor tanah dan iklim menjadi salah satu penentu
kadar komponen aktif yang terkandung dalam tanaman adas. Selain itu, komposisi
minyak atsiri sendiri sangat dipengaruhi oleh metode ekstraksi terutama terhadap
distribusi monoterpen, monoterpenesters, mono- dan sesquterpen (Lemberkovics
et al., 2003). Tingginya suhu pada proses pemanasan saat pembuatan minyak
atsiri dapat menyebabkan terlepas atau menguapnya komponen-komponen
antimikroba yang terkandung dalamnya (Abed, 2007).
Kandungan minyak atsiri pada tanaman adas (Foeniculum vulgare Mill.)
bervariasi pada setiap bagian tanaman dengan rentang konsentrasi sekitar 2-7%
dan kandungan tertinggi ditemukan pada bijinya. Minyak atsiri adas merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
kombinasi dari banyak zat kimia dengan komposisi utama anethole (40-70%),
fenchone (1-20%), dan estragole (2-9%) (Bernath et al., 1996; Raghavan, 2006;
Cosge et al., 2008). Kandungan lain seperti α-pinene, chavicole, dipentene, α-
limenene, camphene, β-pinene, alpha-phelladrene, myrcene, β–pelladrene,
carvacrol, camphor, borneol dan lain-lain ditemukan pada konsentrasi kurang dari
1% (Abed, 2007; Kaur & Aurora, 2009). Menurut Abed (2007), sebagian besar
komponen aktif tersebut kemungkinan memiliki aktifitas antifungi dengan
menghambat pembentukan spora baru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Minyak atsiri biji adas (Foeniculum vulgare Mill.) memiliki efek
antifungi terhadap pertumbuhan Candida albicans secara In vitro. Hampir
seluruh konsentrasi minyak atsiri biji adas yang digunakan berbeda secara
signifikan dengan flukonazol, kecuali konsentrasi 100%. Hal ini menunjukkan
bahwa minyak atsiri biji adas konsentrasi 100% memiliki efektivitas yang
hampir sama dengan flukonazol 25 µg dalam menghambat pertumbuhan
Candida albicans secara In vitro. Pada hasil uji Regresi Linier diketahui
bahwa pada konsentrasi 80,5% minyak atsiri biji adas dapat membentuk
diameter zona hambat yang sama dengan flukonazol 25 µg.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut baik secara In vitro maupun In vivo,
termasuk di uji toksikologi dan uji klinis untuk mengetahui dosis efektif,
efek samping serta potensi minyak atsiri biji adas untuk pengobatan
antifungi, khususnya terhadap Candida albicans.
2. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan teknik inokulasi yang lebih baik
sehingga jumlah spesies Candida albicans untuk semua cawan petri dapat
dikendalikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
3. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan pelarut yang
berbeda seperti karboksi metil selulose (CMC), aseton, dimetil formid
(DMF) dan lain-lain.
4. Perlu dilakukan penelitian serupa untuk simplisia-simplisia jamu
keputihan lain sebagai upaya pengembangan teknologi jamu sebagai
alternatif dalam pengobatan infeksi jamur, khususnya kandidiasis.