aina bab 2 miniproyek
DESCRIPTION
mp bab2TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Katarak
A.1. Definisi
Lensa adalah sebuah struktur yang menakjubkan yang pada kondisi
normalnya berfungsi memfokuskan bayangan pada retina. Kejernihannya dapat
terganggu oleh karena proses degenerasi yang menyebabkan proses kekeruhan
lensa. Kekeruhan pada lensa disebut katarak.7
Katarak adalah suatu jenis penyakit pada mata karena lensa mata menjadi
keruh sehingga menghalangi cahaya yang masuk. Penglihatan penderita katarak
menjadi terganggu dan bahkan bias menjadi buta bila semakin parah dan tidak
ditangani secara baik.7
Penuaan adalah penyebab katarak terbanyak, tetapi bayak juga factor lain
yang terlibat, antara lain : trauma toksin, penyakit sistemik (misalnya diabetes
mellitus), merokok dan herediter. 7
A.2. Anatomi Lensa
Lensa kritalina adalah sebuah struktur yang meakjubkan yang pada
kondisi normalnya berfungsi memfokuskan bayangan pada retina. Posisinya tepat
di sebelah posterior iris dan disangga oleh serat-serat zonula yang erasal dari
corpus ciliare. Serat-serat ini menyisipkan pada bagian equator kapsul lensa.
Kapsul lensa adalah suatu bagian membrane basalis yang mengelilingi substansi
lensa. Sel-sel epitel dekat equator lensa membelah sepanjang hidup dan terus
5
6
berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa baru sehingga serat-serat lensa yang
lebih tua dipampatkan ke nucleus sentral. Serat-serat muda yang kurang padat di
sekeliling nucleus menyusun korteks lensa. Karena lensa bersifat avaskuler, dan
tidak menyerupai persarafan, nutrisi lensa di dapat dari humor aquous.
Metabolism lensa terutama bersifat anaerob akibat rendahnya kadar oksigen
terlarut di dalam aquous. 8
A.3 Epidemiologi
Berdasrkan data dari WHO, katarak merupakan kelainan mata yang
menyebabkan kebutaan dan gangguan penglihatan yang paling sering ditemukan
seperti tercantum pada gambar berikut : 10
A.4. Klasifikasi Katarak
Menurut Ilyas pada tahun 2008, katarak dapat diklasifikasikan ke dalam
golongan sebagai berikut : 8
a. katarak degenerative
b. katarak congenital, juvenile dan senile
c. katarak komplikata
d. katarak traumatika
Penyebab terjadinya kekeruhan lensa dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Primer, berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolism dasar lensa
b. Sekunder, akibat tindakan pembedahan lensa
c. Komplikasi penyakit
7
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat dibagi dalam golongan sebagai
berikut :
a. Katarak congenital yaitu terlihat pada usia dibawah 1 tahun
b. Katarak juvenile yaitu katarak yang terlihat pada usia 1-50 tahun
c. Katarak senile yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 50 tahun
A.5. faktor Resiko
Factor yang dikaitkan dengan katarak cukup banyak. Berdasarkan teori
segitiga epidemiologi, timbulnnya suatu penyakit disebabkan oleh factor
lingkungan (environment), factor penjamu (host), dan factor penyebab (agen).
Bayak factor yang berkaitan dengan katarak, yaitu umur sebagai factor utama, dan
factor lainnya antara lainpenyakit diabetes mellitus, pajanan kronis terhadap sinar
ultraviolet (sinar matahari), konsumsi alcohol, nutrisi, meroko, tingkat social
ekonomi, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. 10
Walaupun teknologi yang amandan efektif telah tersedia untuk
memperbaiki penglihatan pada sejumlah besar penderita katarak, namun katarak
yang belum di operasi masih merupakan beban yang terus meningkat setiap
tahunnya. Jumlah kasus katarak meningkat seiring dengan meningkatnya usia
harapan hidup, sedangkan jumlah dokter spesialis mata tidak ebanding dengan
jumlah katarak yang akan di operasi disamping biaya operasi yang relative tinggi.
Hal ini menimbulkan backlog (penumpukan) penderita kataak yang akan
dioperasi.
8
Meskipun tindakan operasi merupakan satu-satunya piliha pengobatan
efektif yang ada. Namun mengidentifikasi factor resiko katarak akan membantu
untuk menentukan langkah-langkah pencegahan dan strategi yang tepat, dan
strategi yang tepat dan untuk memperlambat terjadinya katarak dapat dilakukan
sesuai dengan factor resiko. Factor resiko katarak antara lain :
1. Umur
Penuaan merupakan penyebab katarak terbanyak, tetapi banyak juga factor
lain yang mungkin terlibat. Katarak akibat penuaan merupakan penyebab
umum gangguan penglihatan. Berbagai studi cross-sectional melaporkan
prevalensi katarak pada individu berusia 65-74 tahun adalah sebanyak
50%, prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu di atas 75 tahun.
7
2. Jenis kelamin
Menurut Rasyid dkk, kejadian katarak lebih banyak terjadi pada
perempuan daripada laki-laki, ditujukan dengan hasil penelitian yang
menemukan 114 orang (71,7%) penderita katarak berjenis kelamin
perempuan, sedangkan 57 orang (63,4%) penderita katarak berjenis
kelamin laki-laki. 11
3. Riwayat keturunan
Katarak congenital terjadi akibat penyakit keturunan, atau infeksi ibu
hamil akibat rubella, varicela, sifilis dan toxoplasmosis pada usia
kehamilan 1-2 bula. Katarak congenital ini timbul sebagai kejadian primer
atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin local atau umum. 9
9
4. Pekerjaan
Katarak erat kaitannya juga dengan pekerjaan yang berada di luar gedung,
dimana sinar ultraviolet (UV) merupakan factor resiko terjadinya katarak.
Sinar UV yang berasal dari sinar matahari akan diserap oleh protein lensa
dan kemudian akan menimbulkan reaksi fotokimia sehingga terbentuk
radikal bebas atau spesies oksigen yang bersifat sangat reaktif. Reaksi
tersebut akan mempengaruhi struktur protein lensa, selanjutnya akan
menyebabkan kekeruhan lensa yang disebut katarak. 9
5. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi, salah
satunya adalah katarak. Diabetes mellitus menimbulkan katarak yang
memberikan gambaran khas yaitu kekeruhan yang tersebar halus seperti
tebaran kapas di dalam masa lensa.
Katarak yang berhubungan denan DM akan meningkat dimasa mendatang
sejalan dengan meningkatnya prevalensi DM di beberapa Negara di dunia,
termasuk Negara yang sedang berkembang. 12
Peningkatan enzim aldose reduktase dapat mereduksi gula menjadi
sorbbitol, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan osmotic sehingga
serat lensa lama-kelamaan akan menjadi keruh dan menimbulkan katarak.2
Resiko katarak dilaporkan tinggi pada penderita DM. penderita katarak 1,6
kali lebih sering terjadi pada usia muda, dan lebih sering memburuk
dibandingkan dengan yang tidak menderita DM.
10
Beberapa studi klinik telah menunjukkan bahwa perkembangan katarak
terjadi lebih sering dan lebih awal pada penderita DM dibandingkan
dengan non-DM. meningkatnya jumlah penderita DM baik tipe 1 ataupun
2 menyebabkan tingginya insiden katarak diabetic.
Keluhan yang akan diutarakan penderita adalah pandangan yang mulai
tidak jelas atau kabur. Semakin hari keluhan akan semakin memburuk dan
penderita akan sering pergi ke optikal untuk memeriksa ketajaman
penglihatanya, tetapi penderita tidak menemukan kacamata yang cocok
untuk membantunya melihat lebih jelas. 15
Katarak biasanya terjadi karena factor usia yang semakin tua sehingga
lensa mengalami degenerasi dan menjadi keruh. Namun pada penderita
DM, katarak dapat terjadi pada usia yang lebih muda yaitu <50 tahun.
Kedua mata dapat terkena walaupun dalam waktu yang tidak bersaaan.
Kekeruhan ini menyebabkan cahaya yang masuk tidak sempurna karena
terhalang kekeruhan dan tidak bias di fokuskan tepat di retina sehingga
penderita tidak dapat melihat dengan jelas.
6. Paparan asap
Penelitian yang dilakukan oleh Suparlan pada tahun 2009 menyebutkan
bahwa intensitas paparan asap dapur dapat meningkatkan kejadian katarak
3,5 kali pada perempuan yang memasak di dalam ruangan di kabupaten
Lombok tengah.16
11
7. Merokok
Rokok berperdan dalam pembentukan katarak melalui dua cara yaitu,
pertama paparan asap rokok yang berasal dari tembakau dapat merusak
membrane sel dan serat-serrat yang ada pada mata. Kedua yaitu, merokok
dapat menyebabkan antioksidan dan enzim-enzim di dalam tubuh
mengalami gangguan sehingga dapat merusak mata.17
A.6. Gejala Klinis
Katarak biasanya tumbuh secara perlahan dan tidak menyebabkan rasa
sakit. Pada tahap awal kondisi ini hanya akan mempengaruhi sebagiam kecil
bagian dari lensa mata dan mungkin saja tidak akan mempengaruhi pandangan
mata. Saat katarak tumbuh lebih besar maka noda putih akan mulai menutupi
lensa mata dan akan mengganggu masuknya cahaya ke mata, pada akhirnya
pandangan mata akan kabur. 3
Adapun tanda dan gejala terjadinya katarak adalah : 6
1. Terjadi pada usa lanjut sekitar usia 50 tahun ke atas
2. Merasa silau terhadap sinar matahari
3. Kadang merasa seperti ada film di depan mata
4. Seeperti ada titik gelap di depan mata
5. Penglihatan ganda
6. Sukar melihat benda yang menyilaukan (fotofobia)
7. Halo, warna di sekitar sumber sinar
8. Warna manic mata berubah menjadi putih
12
9. Sering berganti kacamata
10. Penglihatan menguning
Kecepatan terjadinya gangguan penglihatan akibat katarak pada seseorang
tidak dapat di prediksi, karena katarak pada setiap individu berbeda. Tanda
yang terlihat jelas pada katarak yang lebih lanjut adalah adanya kekeruhan
atau warna keputihan pada pupil. Pemeriksaan mata bagian dalam
dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop.3
A.7 Diagnosis
Katarak biasanya didagnosis mealui pemeriksaan mata rutin. Sebagian
besar ktarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup padat
(matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namun, katarak pada
stadium perkembangannya yang paling dini, dapat diketahui melalui pupil yang
dilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slitlamp. 11
A.8 Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap pasien katarak adalah pembedahan. Pembedaha
dilakukan apabila tajam penglihatan sudah menurun seddemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila katarak ini menimbulkan penyulit
seperti galukoma.
1. Operasi katarak ekstrakapsuler (EKEK)
Tindakan pembedahan pada katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek lensa anterior sehingga massa lensa
13
dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut, kemudia
dikeluarkan melalui insisi 9-10mm, lensa intraokuler diletakkan pada
kapsul posterior.
Termasuk dalam golongan ini eksisi linier, aspirasi dan irigasi.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien dengan katarak imatur, kelainan
endotel, keratoplasi, implantasi lensa ocular posterior, implantasi sekunder
lensa intra ocular.
2. Operasi katarak intrakapsuler
Pembedahan dengan menggunakan sparuh lensa bersama kapsul. Dapat
dilakukan dengan zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah
putus. Pada katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak
sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat popular.
Pembedahan ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan
pemakaian alat khusus, sehingga penyulit tidak banyak seperti
sebelumnya.
Katarak ekstraksi intrakapsular ini tidak boleh dilakukan atau
kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligament hialoidea kapsuler. Penyulit yag dapat terjadi pada
pembedahan ini antara lain: astigmat, glaucoma, uveitis, perdarahan dan
endoftalmus.
3. Fakoemulsifikasi 19
Pembedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonic untuk
menghancurkan nucleus yang kemudian di aspirasi melaluiu insisi 2,5-
14
3mm dan kemudian dimasukkan lensa intraokuler yang dapat dilipat.
Keuntungan yang didapat dari tindakan insisi kecil ini adalah pemulihan
vsus lebih cepat, induksi astigmat akibat operasi minimal, komplikasi dan
inflamasi pasca bedah minimal.
4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)20
Ini termasuk teknik pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih
menguntungkan karena lebih cepat sembuh dan murah.
Apabila lensa mata penderita telah diangkat maka penderita memerlukan
lensa pengganti untuk memfokuskan penglihatannya dengan cara sebagai
berikut :
Kacamata afakia yang tebal lensanya
Lensa kontak
Lensa intraokuler, yaitu lensa yang permanen yang ditanamkan di
dalam mata pada saat pembedaha untuk mengganti lensa mata asli
yang di angkat
Faktor sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung terhadap
faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare
berasal dari keluarga yang besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah
yang buruk, tidak mempunyai sediaan air bersih yang memenuhi persyaratan
kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang
15
tidak menguntungkan. Karena itu edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan
dalam pencegahan dan penanggulangan diare.17
2.6.3. Faktor Pendidikan
Tingginya angka kesakitan dan kematian (morbiditas dan mortalitas)
karena diare di Indonesia disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang
belum memadai, keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial
ekonomi dan perilaku masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung
mempengaruhi keadaan penyakit diare.8
Berdasarkan SDKI tahun 2007, ada hubungan negatif antara kejadian diare
dengan tingkat pendidikan ibu. Semakin pendidikan ibu meningkat maka semakin
rendah prevalensi diare. Menurut beberapa penelitian juga ditemukan bahwa
kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan
1,6 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding
dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah.5,9
A.6.4. Faktor Pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta rata-rata
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja
sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat
pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya
diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar
dengan penyakit diare. 9
A.6.5. Faktor Umur
16
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Hasil analisa
lanjut SDKI tahun 2007 didapatkan bahwa umur balita 12-24 bulan mempunyai
resiko terjadi diare 2,23 kali dibandingkan anak umur 25-59 bulan.5
A.6.6. Faktor ASI
ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu bayi baru lahir sampai usia 6
bulan, tanpa diberikan makanan tambahan lainnya. Insiden diare meningkat pada
saat anak untuk pertama kali mengenal makanan tambahan dan makin lama makin
meningkat. Pemberian ASI penuh akan memberikan perlindungan diare 4 kali
daripada bayi dengan ASI disertai susu botol. Bayi dengan susu botol sahaja akan
mempunyai resiko diare lebih besar dan bahkan 30 kali lebih banyak daripada
bayi dengan ASI penuh.17
2.6.7. Faktor Jamban
Resiko kejadian diare lebih besar pada keluarga yang tidak mempunyai
fasilitas jamban keluarga dan penyediaan sarana jamban umum dapat menurunkan
resiko kemungkinan terjadinya diare. Berkaitan dengan personal hygiene dari
masyarakat yang ditunjang dengan situasi kebiasaan yang menimbulkan
pencemaran lingkungan sekitarnya dan terutama di daerah-daerah dimana air
merupakan masalah dan kebiasaan buang air besar yang tidak sehat.5,17
2.6.8. Faktor Sumber Air
Sumber air adalah tempat mendapatkan air yang digunakan. Air baku
tersebut sebelum digunakan adalah yang diolah dulu, namun ada pula yang
17
langsung digunakan oleh masyarakat. Kualitas air baku pada umumnya tergantung
dari mana sumber air tersebut didapat.17
Ada beberapa macam sumber air misalnya : air hujan, air tanah (sumur
gali, sumur pompa), air permukaan (sungai, danau) dan mata air. Apabila kualitas
air dari sumber air tersebut telah memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan
peraturan yang berlaku, dapat langsung dipergunakan tetapi apabila belum
memenuhi syarat, harus melalui proses pengolahan air terlebih dahulu.17
Berdasarkan data survei demografi dan kesehatan tahun 2005, kelompok
anak-anak di bawah lima tahun yang keluarganya menggunakan sarana sumur gali
mempunyai resiko terkena diare 1,2 kali dibandingkan dengan kelompok anak
yang keluarganya menggunakan sumber sumur pompa.17
A.7. Gejala Klinis
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah pasien menjadi gelisah dan
cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada,
kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan
lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-
hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet
karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat
banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh
usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan
dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam-basa dan elektrolit.2,15
18
Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan
ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering. Berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare
dapat dibagi menjadi:3
1. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena
frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
2. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau
takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
3. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang
kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2
detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
4. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,
19
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,
tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan
juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang
dingin dan pucat.
A.8. Pencegahan dan Penanggulangan
A.8.1. Pencegahan Diare
Diantara langkah-langkah yang dapat dilakukan, yang paling penting
adalah menjaga higenis perorangan dengan baik. Ini dapat dilakukan dengan
melaksanakan perilaku sehat, yaitu mencuci tangan dengan sabun setelah buang
air besar dan juga sebelum makan. Ibu-ibu juga seharusnya melatih anak mereka
sejak awal lagi tentang perilaku cuci tangan terutama sebelum makan dan sesudah
bermain. Ini dapat mencegah terjadinya penularan kuman yang dapat
menyebabkan diare. Selain itu, ibu balita juga seharusnya mengamalkan
pemberian ASI kepada anak mereka sejak lahir sehingga 4-6 bulan pertama
kehidupan. ASI mengandung antibodi yang berguna untuk menjaga sistem
kekebalan bayi agar tidak mudah terkena infeksi. ASI juga kaya dengan zat-zat
yang optimal untuk pertumbuhan anak. Pemberian ASI sewaktu diare juga bisa
mengurangi keparahan kejadian diare.14,17
Berdasarkan banyak penelitian, keterjangkauan terhadap penggunaan
sarana air bersih sangat penting bagi mengurangkan resiko kejadian diare. Oleh
karena itu, masyarakat seharusnya memastikan air yang digunakan di rumah
20
adalah benar-benar bersih dan memenuhi syarat yaitu tidak mempunyai warna,
bau dan juga rasa sebelum digunakan untuk keperluan sehari-hari.17
A.8.2. Penanggulangan Diare Berdasarkan Tingkat Dehidrasi
A.8.2.1 Tanpa Dehidrasi
Pada anak-anak yang berumur bawah dari 2 tahun boleh diberikan larutan
oralit 50-100 ml/kali dan untuk usia lebih dari 2 tahun diberikan larutan yang
sama dengan dosis 100-200 ml/kali diare. Ibu juga harus meningkatkan pemberian
minuman dan makanan dari biasa pada anak mereka. Selain itu dapat juga
diberikan zink (10-20 mg/hari) sebagai makanan tambahan.14
A.8.2.2. Dehidrasi Ringan
Pada keadaan ini diperlukan oralit dan diberikan sebanyak mungkin. Pada
anak-anak, ibu dianjurkan untuk meneruskan pemberian ASI dan masih dapat
ditangani sendiri oleh keluarga di rumah. Berdasarkan WHO, larutan oralit
seharusnya mengandung 90 mEq/L natrium, 20 mEq/L kalium klorida dan 111
mEq/L glukosa.14
A.8.2.3. Dehidrasi Sedang
Pada keadaan ini memerlukan perhatian yang lebih khusus dan pemberian
oralit hendaknya dilakukan oleh petugas di sarana kesehatan dan penderita perlu
diawasi selama 3-4 jam. Bila penderita sudah lebih baik keadaannya, penderita
dapat dibawa pulang untuk dirawat di rumah dengan pemberian oralit. Dosis
pemberian oralit untuk anak umur kurang dari 1 tahun yaitu setiap buang air besar
diberikan 50-100 ml, untuk 3 jam pertama 300 ml; untuk anak umur 1-5 tahun
21
setiap buang air besar diberikan 100-200 ml, untuk 3 jam pertama 600 ml; dan
untuk anak diatas 5 tahun diberikan 1.200ml dalam 3 jam pertama.14
A.8.2.4. Dehidrasi berat
Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena.
Pada orang dewasa, cairan yang diberikan sesuai kebutuhan cairan yaitu
112%x30-40cc/kgBB/hari. Pada anak-anak, dosis pemberian cairan untuk umur
kurang dari 1 tahun adalah 30 ml/kgBB untuk 1 jam yang pertama dan seterusnya
diberikan 70 ml/kgBB dalam 5 jam. Dosis pemberian cairan untuk anak lebih dari
1 tahun adalah 30 ml/kgBB untuk ½-1 jam yang pertama dan seterusnya diberikan
70 ml/kgBB dalam 2 ½-3 jam.14
A.8. Komplikasi
Komplikasi utama akibat penyakit gastroenteritis ini adalah dehidrasi dan
masalah kardiovaskular akibat hipovolemia dengan derajat berat. Apabila diare itu
disebabkan oleh Shigella, demam tinggi dan kejang bisa timbul. Abses pada
saluran usus juga dapat timbul akibat infeksi Shigella dan Salmonella terutama
pada demam tifoid yang dapat menyebabkan perforasi pada saluran usus. Hal ini
sangat berbahaya dan mengancam nyawa. Muntah yang berat dapat menyebabkan
aspirasi dan robekan pada esofagus.3,15,16
B. Jamban
B.1. Definisi
Jamban merupakan suatu bangunan yang berfungsi mengumpulkan
kotoran manusia yang tersimpan pada tempat tertentu. Di dalam Peraturan
22
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat disebutkan bahwa jamban sehat adalah fasilitas
pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan
penyakit.17,18
B.2. Distribusi
Menurut Direktorat Penyehatan Lingkungan, pada tahun 2010 didapatkan
bahwa dari target 64 hanya 55,5 (86,7%) penduduk Indonesia yang menggunakan
jamban sehat, tahun 2011 mencapai 55,5 atau 82,9% dari target 67 dan pada
tahun 2012 sebesar 54,26 atau 78,68% dari target 69. Di Kalimantan Selatan,
persentase penduduk yang memiliki jamban sehat masih dibawah rata-rata
nasional (<55,5%) yaitu sebesar 50,9%.9
B.3. Jenis-Jenis
Macam-macam jamban yaitu:17
1. Jamban Cubluk (Pit-privy)
Jamban ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan
diameter 80-120 cm sedalam 2,5-8 meter. Lubang berfungsi untuk mengisolasi
dan menyimpan tinja manusia sedemikian rupa sehingga bakteri yang berbahaya
tidak dapat berpindah ke inang yang baru. Dindingnya diperkuat dengan
batu/bata, dapat ditembok ataupun tidak, agar tidak mudah ambruk. Lama
pemakaian 5-15 tahun.
23
Bila permukaan eksreta sudah mencapai + 50 cm dari permukaan tanah,
dianggap cubluk sudah penuh. Cubluk yang penuh ini ditimbun dengan tanah.
Tunggu 9-12 bulan, isinya digali kembali untuk digunakan sebagai pupuk,
sedangkan lubangnya dapat dipergunakan kembali. Sementara yang penuh
ditimbun, maka untuk defekasi dibuat cubluk yang baru. Jamban jenis ini hanya
baik dibuat di tempat-tempat di mana air tanah letaknya dalam.
Gambar 2.1. Jamban cubluk17
2. Jamban Cubluk Berair (Aqua-privy)
Terdiri atas bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai tempat
pembuangan ekskreta. Proses pembusukan sama seperti halnya pembusukkan
feces dalam air kali. Supaya jamban ini berfungsi dengan baik, perlu pemasukan
air setiap hari, baik sedang digunakan atau tidak. Jenis jamban ini hanya baik
dibuat ditempat yang banyak air. Bila airnya penuh, kelebihannya dapat dialirkan
ke sistem lain misalnya seepage pit (sumur resapan).
24
Gambar 2.2. Jamban cubluk berair17
3. Jamban Leher Angsa (Watersealed latrine/Angsa-trine)
Jamban ini bukan merupkan tipe jamban tersendiri tapi hanya modifikasi
closetnya saja. Pada jamban ini closetnya berbentuk leher angsa sehingga akan
selalu terisi air. Fungsi air ini gunanya sebagai sumbat sehingga bau busuk dari
cubluk tidak tercium di ruangan rumah jamban. Bila dipakai, fecesnya tertampung
sebentar dan bila disiram air akan masuk ke bagian yang menurun untuk masuk ke
tempat penampungannya (pit). Keuntungan jamban ini antara lain:
baik untuk masyarakat kota karena memenuhi syarat keindahan
dapat ditempatkan di dalam rumah karena tidak bau sehingga pemakaiannya
lebih praktis
aman untuk anak-anak
25
Gambar 2.3. Jamban Leher Angsa di atas Lubang Cubluk17
Gambar 2.4. Jamban Leher Angsa Jauh dari Lubang Cubluk17
4. Jamban Bor (Bored hole latrine)
Jamban bor merupakan variasi dari jamban cubluk yang lubangnya dibuat
dengan cara dibor. Lubangnya mempunyai penampang melintang yang lebih
kecil, dengan diameter sama dengan diameter mata bor yang digunakan dan lebih
26
dalam. Kerugian jamban ini adalah bila air permukaan banyak, mudah terjadi
pengotoran tanah permukaan (meluap).
5. Jamban Keranjang (Bucket latrine)
Feces ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian dibuang di
tempat lain, misalnya untuk penderita yang tak dapat meninggalkan tempat tidur.
Penggunaan jamban keranjang memungkinkan penanganan tinja segar, akibatnya
menarik lalat dalam jumlah besar, selalu ada bahaya terjadinya pencemaran tanah,
air permukaan, air tanah, menimbulkan bau dan pemandangan yang tidak sedap.
6. Jamban Parit (Trench latrine)
Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30-40 cm untuk tempat defekasi.
Tanah galiannya dipakai untuk menimbunnya.
7. Jamban Gantung (Overhung latrine)
Jamban jenis ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan,
kali, rawa dan sebagainya. Kerugian jamban ini yaitu feces mengotori air
permukaan sehingga bibit penyakit yang terdapat di dalamnya dapat tersebar ke
mana-mana, sehingga dapat menimbulkan wabah.
8. Jamban Kimia (Chemical toilet)
Feces ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda sehingga
dihancurkan sekalian didefekasi. Biasanya digunakan dalam kendaraan umum
misalnya pesawat udara atau kereta api. Dapat pula digunakan di dalam rumah.
Sebagai pembersih tidak digunakan air, tetapi dengan kertas (toilet paper).
27
B.4. Kriteria Jamban Sehat
Syarat jamban sehat yang memenuhi aturan kesehatan menurut Ehlers dan
Steel adalah:17
1. Tidak boleh mengotori tanah permukaan
2. Tidak boleh mengotori air permukaan
3. Tidak boleh megotori air dalam tanah
4. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai lalat bertelur atau
perkembangbiakan vektor penyakit lainnya
5. Jamban harus terlindung dari penglihatan orang lain
6. Mudah digunakan dan dipelihara
7. Sederhana desain dan pembuatannya mudah dan murah
Untuk memenuhi syarat no 1 dan 2, maka digunakan kloset yang
dilengkapi leher angsa, dimana pada leher angsa akan tergenang air utnuk
mencegah bau yang timbul dari lobang jamban atau septic tank, dan mencegah
masuknya binatang-binatang.17
Untuk memenuhi syarat no. 4 dalam membuat jamban terutama lokasi
lubang jamban atau septic tank atau lubang resapan dibuat sejauh mingkin dari
sumber air yang ada misalnya sumur gali atau setidak-tidaknya tidak kurang dari
10 meter jarak antara sumur dan lubang jamban. Sedangkan untuk memenuhi
syarat no 5 dan 6, hendaknya jamban dibuat dari bahan bahan yang memadai baik
kekuatannya maupun konstruksinya dibuat sedemikan rupa agar kelihatan indah
dan rapi.17
Bangunan jamban yang memenuhi syarat kesehatan terdiri atas:17
28
1. Rumah jamban: agar pemakai terlindung
2. Lantai jamban: sebaiknya ditembok agar mudah dibersihkan
3. Slab (tempat kaki memijak waktu si pemakai jongkok)
4. Closet (lubang tempat feces masuk)
5. Pit (sumur penampungan feces-cubluk)
6. Bidang resapan
Gambar 2.5 Bangunan Jamban17
Kementerian kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban
sehat. Ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan. Berikut syarat-syarat tersebut:18
1. Tidak mencemari air
Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang
kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa,
dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau
diplester.
a. Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
b. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari
lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
c. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang,
29
danau, sungai, dan laut
2. Tidak mencemari tanah permukaan
a. Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat
sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.
b Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau
dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
3. Bebas dari serangga
a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap
minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam
berdarah
b. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi
sarang nyamuk.
c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi
sarang kecoa atau serangga lainnya
d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
e. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap
selesai digunakan
b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup
rapat oleh air
c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk
membuang bau dari dalam lubang kotoran
30
d. Lantan jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus
dilakukan secara periodik
5. Aman digunakan oleh pemakainya
a. Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran
dengan pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat
lain yang terdapat di daerah setempat
6. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya
a. Lantai jamban rata dan miring kea rah saluran lubang kotoran
b. Jangan membuang plastic, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran
karena dapat menyumbat saluran
c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban
akan cepat penuh
d. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa
berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
a. Jamban harus berdinding dan berpintu
b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari
kehujanan dan kepanasan.
C. Hubungan antara Diare dan Jamban
Jamban tidak sehat akan menyebabkan diare karena dengan menggunakan
jamban tidak sehat dapat membuat lingkungan tidak sehat, berbau dan mencemari
sumber air yang ada di sekitarnya. Jamban yang tidak sehat membuat air dari
jamban meresap kedalam tanah dan air tersebut dapat memasuki sarana air bersih,
31
air yang digunakan akan tercemar, sumber penularan penyakit salah satunya
melalui air yang tercemar seperti pada penyakit diare. Pencemaran air minum oleh
air limbah atau kotoran manusia (tinja) yang mengandung organisme yang dapat
menimbulkan penyakit. Air yang tidak bersih mengandung bahan kimia yang
beracun dan bakteri patogen yang berasal dari tinja dan masuk ke dalam tubuh
manusia lewat mulut melalui makanan atau minuman.17,19
Notoatmojo (2003) yang mengatakan bahwa risiko kejadian diare lebih
besar pada keluarga yang tidak mempunyai fasilitas jamban sehat. Disebutkan
juga bahwa jamban sehat efektif memutuskan mata rantai penularan penyakit,
termasuk didalamnya diare.17
Octorina (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara penggunaan jamban sehat dengan kejadian diare. Responden yang tidak
menggunakan jamban sehat lebih beresiko terjadi diare dibandingkan dengan
responden yang menggunakan jamban sehat. Dari keluarga yang menggunakan
jamban sehat hanya 26,9% yang menderita diare sedangkan keluarga yang
menggunakan jamban tidak sehat sebanyak 61,3% diantaranya terserang diare.
Winda (2013) dalam penelitiannya mengatakan bahwa kondisi jamban
berhubungan dengan angka kejadian diare, dimana keluarga yang memiliki
jamban tidak sehat berisiko terserang diare. Penelitian Syuraidah (2012)
menunjukkan bahwa responden yang tidak menggunakan jamban sehat lebih
beresiko terjadi diare dibandingkan dengan responden yang menggunakan jamban
sehat dimana distribusi responden yang mengalami diare yang menggunakan
jamban sehat yaitu sebanyak 10 orang (41,7%) dan distribusi responden yang
32
mengalami diare dan tidak menggunakan jamban sehat yaitu sebanyak 15 orang
(93,8%).11,12,13