advokasisebagaiusahauntukmembangunbudayakeselamatandankesehatankerjadimasyarakat

9
Editorial Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 3, Mei 2007 Advokasi sebagai Usaha untuk Membangun Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Masyarakat Endang Basuki,* Hadi S. Topobroto** *Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas **Masyarakat Peduli Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan Kerja (MPK2LK) Society for Occupational Safety, Health and Work Environment (SOSHWE) Pendahuluan Tujuan pembangunan adalah mensejahterakan rakyat, termasuk di dalamnya pekerja. Ancaman terhadap menurunnya kesejahteraan terutama yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan pekerja perlu menjadi perhatian berbagai pihak. Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan tugas dan tanggungjawab semua sektor, baik sektor kesehatan, industri, pertanian, pertambangan dan sebagainya. Penerapan K3 di industri skala kecil-menengah masih jauh dari memuaskan, sementara itu penerapan K3 di industri skala besar atau di instansi pemerintah masih perlu perbaikan. Hal ini ditunjukkan oleh masih tingginya angka kecelakaan kerja. Delapan orang pekerja setiap hari meninggal dunia karena kecelakaan kerja dan 36 orang setiap hari mengalami cacat yang disebabkan oleh kecelakaan kerja. Penyakit akibat kerja juga merupakan ancaman. Sebagai contoh, penelitian pada 114 petugas kesehatan di 10 puskesmas DKI Jakarta menunjukkan sekitar 84% di antaranya pernah tertusuk jarum bekas. Ditemukan prevalensi HBsAg positif sebesar 12,5% pada kelompok dokter gigi dan 13,3% pada petugas laboratorium, padahal prevalensi pada petugas kesehatan umumnya sekitar 4%. 1 Belum semua instansi/perusahaan memberikan perlindungan yang menjamin terlaksananya K3. Kalaupun ada, tampaknya belum ada usaha yang optimal dalam melakukan peningkatan pemahaman pekerja tentang K3 sehingga mereka dapat menerapkan prinsip K3 dalam melaksanakan pekerjaannya sehari-hari. Hanya 16,7% petugas kesehatan mempunyai pengetahuan yang baik tentang kewaspadaan universal, dan tingkat kepatuhan petugas dalam menerapkan kewaspadaan universal pada setiap tindakan hanya sebesar 18,3%. 1 Penelitian di pabrik plywood di Jawa Barat menunjukkan bahwa 57% supervisor tidak secara rutin mengontrol penggunaan alat pelindung diri oleh pegawainya. Ketersediaan alat pelindung diri juga sering tidak dimonitor dengan baik. Sekitar 86% pekerja merasa belum pernah mendapat penyuluhan tentang pentingnya menggunakan alat pelindung diri terhadap bising. Penelitian juga menunjukkan bahwa 77,27% pekerja tidak pernah menggunakan alat pelindung telinga. 2 Kenyataan tersebut tentunya sangat jauh berbeda dengan jiwa dan tujuan kebijakan serta peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) Republik Indonesia. 135

Upload: puannita-sari

Post on 17-Nov-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

life sociology

TRANSCRIPT

  • Editorial

    Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 3, Mei 2007

    Advokasi sebagai Usaha untukMembangun Budaya Keselamatan dan

    Kesehatan Kerja di Masyarakat

    Endang Basuki,* Hadi S. Topobroto**

    *Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas**Masyarakat Peduli Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan Kerja (MPK2LK)

    Society for Occupational Safety, Health and Work Environment (SOSHWE)

    Pendahuluan

    Tujuan pembangunan adalah mensejahterakan rakyat,termasuk di dalamnya pekerja. Ancaman terhadapmenurunnya kesejahteraan terutama yang berkaitan dengankeselamatan dan kesehatan pekerja perlu menjadi perhatianberbagai pihak. Pelaksanaan Keselamatan dan KesehatanKerja (K3) merupakan tugas dan tanggungjawab semua sektor,baik sektor kesehatan, industri, pertanian, pertambangan dansebagainya. Penerapan K3 di industri skala kecil-menengahmasih jauh dari memuaskan, sementara itu penerapan K3 diindustri skala besar atau di instansi pemerintah masih perluperbaikan. Hal ini ditunjukkan oleh masih tingginya angkakecelakaan kerja. Delapan orang pekerja setiap hari meninggaldunia karena kecelakaan kerja dan 36 orang setiap harimengalami cacat yang disebabkan oleh kecelakaan kerja.Penyakit akibat kerja juga merupakan ancaman. Sebagaicontoh, penelitian pada 114 petugas kesehatan di 10puskesmas DKI Jakarta menunjukkan sekitar 84% diantaranya pernah tertusuk jarum bekas. Ditemukanprevalensi HBsAg positif sebesar 12,5% pada kelompokdokter gigi dan 13,3% pada petugas laboratorium, padahalprevalensi pada petugas kesehatan umumnya sekitar 4%.1

    Belum semua instansi/perusahaan memberikanperlindungan yang menjamin terlaksananya K3. Kalaupunada, tampaknya belum ada usaha yang optimal dalammelakukan peningkatan pemahaman pekerja tentang K3sehingga mereka dapat menerapkan prinsip K3 dalammelaksanakan pekerjaannya sehari-hari. Hanya 16,7% petugaskesehatan mempunyai pengetahuan yang baik tentangkewaspadaan universal, dan tingkat kepatuhan petugas dalammenerapkan kewaspadaan universal pada setiap tindakanhanya sebesar 18,3%.1 Penelitian di pabrik plywood di JawaBarat menunjukkan bahwa 57% supervisor tidak secara rutinmengontrol penggunaan alat pelindung diri oleh pegawainya.Ketersediaan alat pelindung diri juga sering tidak dimonitordengan baik. Sekitar 86% pekerja merasa belum pernahmendapat penyuluhan tentang pentingnya menggunakan alatpelindung diri terhadap bising. Penelitian juga menunjukkanbahwa 77,27% pekerja tidak pernah menggunakan alatpelindung telinga.2 Kenyataan tersebut tentunya sangat jauhberbeda dengan jiwa dan tujuan kebijakan serta peraturanperundangan keselamatan dan kesehatan kerja yangdikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi(Depnakertrans) Republik Indonesia.

    135

  • Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007

    Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja

    Dalam Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.245/Men/1990 tertanggal 12 Mei 1990, tertulis bahwa 1)Budaya K3 adalah perilaku kinerja, pola asumsi yangmendasari persepsi, pikiran dan perasaan seseorang yangberkaitan dengan K3; 2) Memberdayakan adalah upaya untukmengembangkan kemandirian yang dilakukan dengan caramenumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan dalambertindak dan memahami suatu permasalahan, dan 3)Pembudayaan adalah upaya/proses memberdayakan pekerjasehingga mereka mengetahui, memahami, bertindak sesuainorma dan aturan serta menjadi panutan atau acuan bagipekerja lainnya.3

    Menjadi pengetahuan kita bersama bahwa strukturmasyarakat Indonesia bersifat kompleks. Di samping strukturetnik yang beragam, juga beberapa variabel lainnya ikutmenjadi penyebab masalah budaya K3, misalnya masalahpendidikan pekerja, jenis pekerjaan, teknologi yang dipakai,gender dan sebagainya.

    Otonomi daerah ternyata juga menjadi penyumbangmasalah budaya. Makin kerasnya kehidupan, serta kehidupanyang individualistik yang menjadi ciri kehidupan di kota besarakan makin memperbesar masalah yang mendasari budayaK3. Struktur demikian yang bersifat multikompleks, tentunyamemerlukan perhatian, bila kita ingin menggerakkanpembudayaan K3 dalam masyarakat Indonesia denganharapan memperoleh keberhasilan.

    Agar pelaksanaan K3 dapat berjalan secara optimal danterarah, Depnakertrans RI telah menetapkan visi K3 secaranasional yaitu menjadikan K3 sebagai kebutuhan masyarakat.Sebagai kelanjutannya ditetapkan program dan kegiatan yangterintegrasi dengan misi Depnakertrans RI yang diembanmelalui strategi nasional di bidang K3 yang meliputi: (1)Penyempurnaan peraturan perundangan, standar danpedoman K3, (2) Peningkatan sumber daya manusia K3 baikinternal maupun eksternal, (3) Pengembangan danpemantauan jejaring informasi baik pada tataran nasionalmaupun internasional, (4) Pemberdayaan masyarakat dalampembinaan dan pengawasan K3, (5) Pembentukan sisteminformasi dengan menggunakan teknologi informasi yangmodern, (6) Peningkatan pelayanan kepada masyarakatmenuju pelayanan prima, dan (7) Penegakan hukum. Dalampelaksanaannya di lapangan, strategi tersebut harusdimasyarakatkan pada semua tingkatan baik pada tingkatPemerintah Pusat, propinsi, kabupaten melalui instansi-instansi yang bertanggungjawab dalam bidang kete-nagakerjaan.3

    Berbagai pihak sebenarnya dapat berperan dalampembudayaan K3 yang pada gilirannya nanti dapatmenurunkan angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja.Sebagai hasil akhir, maka efisiensi perusahaan akan tercapai.Bentuk peranan yang dapat disumbangkan bisa bermacam-macam, tetapi pada umumnya untuk dapat mencapai hasilyang optimal diperlukan pemahaman tentang advokasi agar

    bentuk aktivitas yang dilakukan dapat terencana danterkoordinir serta terlaksana dengan baik.

    Tulisan ini berusaha untuk membahas prinsip advokasi,cara melaksanakannya serta relevansinya dengan pembu-dayaan K3 di Indonesia. Dengan bekal ini diharapkan semuapemerhati K3 dapat berperan lebih baik sesuai dengan tugasdan tanggungjawabnya masing-masing. Kesadaran mengenaipentingnya K3 perlu digugah, ditingkatkan dan bahkandibudayakan, mengingat keselamatan dan kesehatan kerjamerupakan bagian dari hak azasi manusia. Sejalan denganmakin modernnya paradigma pembangunan, di mana hak azasipekerja perlu dihargai dan dihormati secara proporsionmal,maka kebijakan K3 merupakan hal yang sangat pentingdiwujudkan dalam mendukung dan menyukseskanpembangunan industri dan pembangunan ketenagakerjaan.

    Prinsip Advokasi

    Advokasi adalah suatu kata yang telah digunakanberpuluh-puluh tahun dalam kesehatan dan kedokteran.Manifestasi awal advokasi digambarkan sebagai langkahyang dilakukan oleh seseorang atau suatu lembaga/organisasiuntuk mewakili konsumen kesehatan dan pelayanan publikyang kurang beruntung. Beberapa rumah sakit misalnya,mempunyai advokat bagi pasien, yang merupakan cikal bakalpembela hak pasien pada dewasa ini. Sejak 1983, istilahadvokasi menjadi salah satu istilah dalam kesehatanmasyarakat, dan merupakan salah satu kunci dari OttawaCharter of Public Health.4

    Advokasi adalah suatu alat untuk melaksanakan suatutindakan (aksi), merupakan ikhtiar politis yang memerlukanperencanaan yang cermat untuk dapat mencapai tujuan yangdiinginkan. Diperlukan langkah-langkah sistematis denganmelibatkan masyarakat yang akan diwakili. Penggunaantanda kutip pada masyarakat, penulis gunakan karenamasyarakat di sini bisa bervariasi tergantung siapa yangmelakukan advokasi. Masyarakat atau suatu komunitastertentu suatu saat bisa berperan sebagai advokat, tetapi dilain waktu bisa juga berperan sebagai saluran advokasi itusendiri, dan pada saat lain bisa berperan sebagai kelompokyang diwakili oleh seseorang dalam melakukan suatuadvokasi.5 Dalam contoh kasus flu burung, seorang petugaspeternakan yang menyadari penyakit akibat kerja yang dapatdiperolehnya, bisa berperan sebagai advokat dengan mewakiliteman-temannya sesama pekerja di peternakan. Di lain pihakdia dapat juga berperan sebagai kelompok yang diwakili, bilaseorang pemerhati K3 berperan sebagai advokat mem-perjuangkan nasib pekerja peternakan tersebut. Dalammelakukan advokasi, pemerhati K3 tersebut dapat meng-gunakan pekerja peternakan sebagai saluran advokasinyaatau mungkin dengan menggunakan media lain.

    Perlu diingat bahwa advokasi merupakan suatu strategi,bukan merupakan tujuan. Setiap advokasi yang dilakukanharus selalu dipertimbangkan dengan cermat tujuannya sertakemudian dievaluasi seberapa jauh sumbangannya terhadap

    Advokasi Sebagai Usaha untuk Membangun Budaya Keselamatan dan Kesehatan

    136

  • Advokasi Sebagai Usaha untuk Membangun Budaya Keselamatan dan Kesehatan

    Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007

    tujuan kesehatan masyarakat yang akan kita atasi perma-salahannya. Berarti setiap langkah advokasi harus diren-canakan secara rinci dan cermat, sampai akhirnya dicapaitujuan yang diinginkan. Dalam merencanakan programadvokasi, pengalaman yang telah dilakukan oleh kelompoklain dalam bidang yang sama atau yang mirip akan sangatberharga. Penelaahan mendalam terhadap berbagai penga-laman yang lalu merupakan keharusan dalam menyusunstrategi advokasi. Contoh tujuan kesehatan masyarakat yangdapat diatasi dengan advokasi antara lain: Mengubah political will untuk kepentingan kesehatan

    masyarakat Mengubah social climate untuk mendukung kesehatan

    masyarakat Menerbitkan atau memperbaharui undang-undang atau

    peraturan Pelaksanaan undang-undang yang seolah-olah tertidur Mengubah alokasi sumberdaya serta pendanaan Mengubah pelaksanaan serta prioritas suatu institusi Meningkatkan pengawasan pelayanan bagi publik Mempercepat modifikasi produk.4

    Resistensi dari beberapa pihak atau oposisi pasti adadalam melakukan advokasi. Sebagai contoh pada waktu kasusBuyat mencuat ke permukaan, ada dua kubu yang berha-dapan yakni masyarakat Teluk Buyat yang diwakili olehlembaga swadaya masyarakat dan oposisinya yakni PT.Newmont. Dua kubu tersebut saling menyerang danpertentangan tersebut terlihat dengan jelas baik di mediacetak maupun media audiovisual. Sementara pada beberapakasus misalnya pada masalah rokok. atau flu burungpertentangan tersebut tidak terlalu signifikan.

    Saluran Advokasi

    Semua ide dapat dikomunikasikan melalui berbagai caramisalnya dengan menulis surat, menelepon, berkunjung,buletin, demonstrasi, laporan di media baik media cetak atauelektronik dan sebagainya.6 Badan legislatif/legislator dapatmerupakan saluran apabila tujuan akhir yang diinginkanadalah perbaikan situasi yang memerlukan adanyapemberlakuan undang-undang. Jadi selain dapat berfungsisebagai sasaran, ia juga dapat berperan sebagai saluranadvokasi. Saluran apa yang akan dipakai tentunyabergantung pada lingkup masalah, siapa yang melakukanadvokasi, siapa yang diwakili serta siapa yang akan menjadisasaran advokasi tersebut. Semakin kuat posisi oposisi, tentudibutuhkan saluran yang bervariasi, yang tentunyamembutuhkan dana yang cukup besar.

    Dibandingkan dengan saluran advokasi lainnya, mediamerupakan saluran yang sangat efektif dalam advokasikarena media menjangkau lebih banyak sasaran advokasi,dan juga orang-orang atau instansi yang bisa menjadisaluran, bahkan masyarakat yang diwakili. Ada beberapabentuk pemanfaatan media untuk advokasi, antara lain me-

    dia advisory, press release, surat kepada editor, the op-ed,editorial dan memberikan wawancara.

    Media advisory digunakan untuk mengingatkan ataumemberikan informasi kepada media tentang kegiatan yangakan dilaksanakan oleh kita. Media advisory harus ringkas,sederhana, mencakup beberapa hal antara lain: Apa, siapa,kapan, di mana, dan sponsor bila ada. Selain itu yang palingpenting harus berisi informasi mengapa kegiatan tersebutsangat penting dan perlu diliput oleh media.

    Press release berguna untuk menjelaskan suatu ke-giatan/isu secara detail.

    The op-ed merupakan tulisan tentang isu tersebut yangdibuat oleh seseorang, siapa pun, tentunya yang mempunyaikompetensi untuk menulis isu tersebut. Di media nasionalbiasanya ditulis oleh seseorang yang cukup terkenal dibidang tersebut.6

    Tujuan advokasi melalui media bisa mencakup beberapahal antara lain:1. Mengemas sebaik-baiknya definisi isu kesehatan yang

    sedang ditangani, sebagai contoh: mempromosikanbahwa rokok merupakan suatu bahan yang bisamenimbulkan adiksi, bukan merupakan suatu pilihan.

    2. Mengemas kembali definisi lainnya tentang isu kesehatantersebut yang kiranya akan merupakan penghambat pro-gram kita

    3. Mengenalkan dan menekankan informasi terbaru tentangisu kesehatan tersebut

    4. Mengurangi atau menekan jumlah liputan media darioposisi kita

    5. Meningkatkan kredibilitas advokat6. Menurunkan kredibilitas oposisi kita (misalnya dengan

    mengingatkan masyarakat terhadap motif komersialdibalik riset yang dibiayai oleh industri rokok).6

    Perencanaan Strategik pada Advokasi Kesehatan Masya-rakat

    Semua perencana advokasi perlu untuk secara terus-menerus bertanya kepada dirinya sendiri mengenai tiga hal:1. Berbekal dengan masalah kesehatan yang ada, apakah

    kebijakan kesehatan masyarakat yang menjadi tujuansaya?

    2. Apakah tujuan advokasi media saya?3. Bagaimana tujuan advokasi media saya akan dapat

    memfasilitasi tujuan kebijakan kesehatan masyarakatsaya?4

    Sedangkan untuk melakukan perencanaan strategikdengan baik ada sembilan pertanyaan penting yang perludiajukan oleh pembuat perencanaan tersebut.1. Apakah isu kesehatan yang diangkat tersebut cukup

    bermakna bagi kesehatan masyarakat? Bagaimanakahdampak isu kesehatan yang ada terhadap kesehatanmasyarakat?

    137

  • Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007

    Advokasi Sebagai Usaha untuk Membangun Budaya Keselamatan dan Kesehatan

    2. Apakah tujuan kesehatan masyarakat anda? Nyatakansecara sederhana dan langsung apa yang ingin andacapai dengan melakukan advokasi sebagai jawabanterhadap masalah kesehatan tersebut. Bila advokasi andaberhasil perbedaan apa yang yang akan anda lihat?

    3. Kemudian kemas tujuan tersebut menjadi tujuankomunikasi yang sederhana.

    4. Apakah kekuatan dan kelemahan posisi oposisi anda?5. Strategi akses dan pengemasan (framing). Inisiatif seperti

    apa yang dapat menghasilkan liputan yang maksimal(framing for access) serta pencapaian tujuan yang opti-mal (framing for content)? Lakukan curah pendapat(brainstorming)! Lakukan secara ekstensif, janganberhenti bila telah menemukan satu atau dua strategi,belakangan anda dapat membuang ide yang kurangcocok. Cari contoh yang mungkin dapat direplikasi.

    6. Cari strategi advokasi selain media yang kiranya dapatmempunyai sumbangan terhadap tujuan yang andainginkan.

    7. Pertimbangkan mungkin ada suara atau pendapat darimasyarakat yang dapat dipakai dalam debat tersebut yangtentunya amat penting dalam mengemas kasus anda.

    8. Riset epidemiologi dan strategi yang kreatif: Apakah adafakta, perspektif serta perbandingan yang dapat andapakai dalam menanggapi oposisi anda? Dari mana kiranyaanda dapat memperoleh informasi tersebut?

    9. Media bites: Reporter menginginkan komentar dari andamengenai isu tersebut. Kemas sebuah media bite (kira-kira 20 kata atau 15 menit) yang kiranya akan mendukungdan menunjukkan tujuan anda. Bila ada waktu buatbeberapa.7

    Ruang Lingkup Advokasi

    Ruang lingkup advokasi sangat bervariasi. Bisa bersifatlokal, nasional bahkan internasional. Kasus yang sebenarnyabersifat lokal kadang menjadi kasus nasional karena padakenyataannya pihak oposisi melibatkan instansi yang bersifatnasional. Sebaliknya kasus yang bersifat nasional, dapatditarik oleh seorang pemerhati menjadi kasus lokal atau bahkandalam dimensi yang lebih sempit misalnya ke dalam lingkupinstansi. Pada kasus flu burung, setelah ditemukannyabeberapa kasus di Indonesia pada 2005 serta ditemukannyavirus H5N1 pada populasi unggas di beberapa negara diEropa, kasus yang tadinya bersifat regional berkembangmenjadi kasus internasional. Dampaknya adanya antisipasialokasi penyediaan dana yang lebih besar dari negara donorserta kesiapan tiap-tiap negara dalam mengantisipasi pandemiflu burung.

    Peran Advokasi dalam Pembudayaan K3

    Tujuan utama pembudayaan K3 adalah penurunan angkakecelakaan serta penyakit akibat kerja. Pembudayaan yang

    Tabel 1. Contoh Advokat, Populasi Terwakili, Ruang Lingkup serta Saluran Advokasi yang Digunakan

    Advokasi Populasi Terwakili Sasaran Advokasi Ruang Lingkup Saluran Advokasi

    Dokter perusahaan Karyawan sakit/berisiko Pimpinan perusahaan Intern perusahaan Face-to faceMenulis surat

    Seorang karyawan yang sakit Karyawan sakit/berisiko Pimpinan perusahaan Intern perusahaan Dokter perusahaanMenulis surat

    Dokter perusahaan Karyawan berisiko Karyawan berisiko Intern perusahaan Face to face(penggunaan alat pelindung diri) Buletin Role-play

    Karyawan yang sakit/berisiko Karyawan berisiko di semua Pimpinan semua perusahaanNasional Legislatordi 1 perusahaan perusahaan yang sejenis sejenis MediaDemonstrasiLSM

    Karyawan berisiko di semua Pimpinan semua perusahaanNasional Legislatorperusahaan sejenis sejenis Depnakertrans

    Depkes, press release,demonstrasiTheOp-Ed, mediaadvisory,

    Serikat pekerja Karyawan berisiko Pimpinan perusahaan Nasional DepnakertransDepkes, Legislator

    Pemerhati K3 Karyawan berisiko Depnakertrans Depkes Nasional Surat kepada editor,The Op-EdLegislatordan lain sebagainya

    Depnakertrans/Depkes Karyawan berisiko Pimpinan perusahaan Nasional/regional Media advisory, Pressrelease

    138

  • Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007

    Advokasi Sebagai Usaha untuk Membangun Budaya Keselamatan dan Kesehatan

    berhasil akan meningkatkan penyediaan alat pelindung diriyang efektif, eliminasi risiko pajanan yang dapat me-ngakibatkan penyakit, serta penerapan peraturan yangberhubungan dengan perlindungan tenaga kerja olehperusahaan. Di sisi lain pembudayaan yang berhasil akanmeningkatkan penggunaan alat pelindung diri oleh pekerjayang dilaksanakan secara sadar oleh pekerja untuk melin-dungi dirinya sendiri.

    Advokasi jelas sangat diperlukan dalam pembudayaanK3. Siapa yang melakukan, mewakili siapa, sasarannya siapa,serta salurannya apa tentunya akan sangat bergantung padabesar masalah, ruang lingkup masalah, serta apa tujuanadvokasi tersebut. Pada tabel berikut dapat dilihat contohadvokasi secara umum yang dapat dilakukan oleh berbagaipihak yang merasa terpanggil membudayakan K3.

    Penutup

    Untuk membudayakan K3 tampaknya budaya advokasiharus digalakkan, terutama advokasi yang dilakukan olehdokter perusahaan, serikat pekerja ataupun oleh pekerja yangmempunyai risiko untuk mendapat kecelakaan dan penyakitakibat kerja. Sudah barang tentu, untuk penerapan K3 peranserta Pimpinan dan Pemilik perusahaan sangat mendasar.

    Pemerhati K3, baik praktisi K3 maupun unsur dariperguruan tinggi sangat diharapkan partisipasinya memulaikegiatan tersebut. Untuk dapat merencanakan strategiadvokasi yang baik dan nantinya diharapkan bisamendapatkan hasil yang memuaskan, penyebarluasan

    langkah-langkah advokasi - bahkan seyogianya - pelatihanadvokasi dapat dilakukan oleh instansi terkait misalnyaDepnakertrans atau Departemen Kesehatan.

    Daftar Pustaka1. Hudoyo KS. Hubungan Kewaspadaan Universal Dengan Status

    HBsAg Petugas Kesehatan Puskesmas Kecamatan di JakartaTimur. Program Studi Kedokteran Kerja Pasca Sarjana FakultasKedokteran Universitas Indonesia; Jakarta, Indonesia. 2004.

    2. Lusiana T. Gangguan Pendengaran Akibat Bising Pada TenagaKerja di Perusahaan Plywood PT.X, Jawa Barat. Program PascaSarjana Kesehatan dan Keselamatan Kerja Kekhususan HiperkesMedis, Universitas Indonesia; Jakarta, Indonesia, 1998.

    3. Sub. Departemen Kedokteran Okupasi. Departemen IlmuKedokteran Komunitas FKUI bekerjasama dengan Panitia LulusanDokter FKUI 2005. Bahan Pelatihan Dokter Hiperkes BagiDokter Lulusan FKUI, Jakarta 8-19 Agustus 2005.

    4. Chapman S. Media Advocacy for Public Health. ASEAN TobaccoControl Fellowship Program: First Workshop on Advocacy 19-20 Dec 2003, Bangkok, Thailand, 2003.

    5. Indonesia-Australia Specialised Training Project Phase III. Ad-vocacy for Health Services Training Manual. Collaboration ofAustralian Government and State Secretariat Republic of Indone-sia, Jakarta 2005.

    6. Global Health Advocacy. diunduh dari http://www. global-health.org, 15 October 2005.

    7. Chapman Simon. Advocacy for Public Health. ASEAN TobaccoControl Fellowship Program: First Workshop on Advocacy 19-20 Dec 2003, Bangkok, Thailand, 2003.

    RP

    139

  • Yayasan Penerbitan IDI ISSN

    Juni 2007 0377 - 1121Maj Kedokt Indon Vol: 57 Nomor: 6 P. 135-182

    KEDOKTERAN INDONESIA(The Journal of the Indonesian Medical Association)

    MAJALAH

    ARTIKEL BULAN INI

  • Nutritional Status of Adolescent Girls in Rural Coastal Area

    Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 3, Maret 2007

  • Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 3, Maret 2007

    Nutritional Status of Adolescent Girls in Rural Coastal Area

  • Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007

    Turut Berduka Cita Atas MeninggalnyaAyahanda Dr. Yulherina, PKK

    Semoga Amal dan Kebaikan Semasa HidupnyaDiterima oleh Allah SWT, Amiiiin

    dan yang Ditinggal Diberikan Ketabahan Amiiiin

    Kel. Besar YP IDI

    Dr. Muchtaruddin Mansyur, MS, PhD, SpOk

    Nutritional Status of Adolescent Girls in Rural Coastal Area