acute limfositik mieloblastik

73
BAB I ILUSTRASI KASUS IDENTITAS Nama : Nn. S Umur : 24 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Jl. Rajeg Asri blok A 3/7 RT 01 RW 01 Status : Belum menikah Pekerjaan : pembantu rumah tangga Nomor CM : 104720 ANAMNESIS Dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 22 Maret 2011 Keluhan Utama Demam 2 minggu SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Demam 2 minggu smrs, demam tinggi mendadak, demam naik turun tidak menentu, hilang dengan obat penurun panas, tapi naik kembali, menggigil tidak ada, pasien berobat ke RS Budi Asih di diagnosis DB oleh dokter yang merawat, tapi trombosit tidak naik – naik, kemudian dokter mengatakan bahwa pasien mengalami kelainan darah tapi pasien tidak mengetahui kelainan darah apa yang 1

Upload: reza-aldilas

Post on 28-Dec-2015

66 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kanker darah

TRANSCRIPT

Page 1: Acute limfositik mieloblastik

BAB I

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS

Nama : Nn. S

Umur : 24 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Rajeg Asri blok A 3/7 RT 01 RW 01

Status : Belum menikah

Pekerjaan : pembantu rumah tangga

Nomor CM : 104720

ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 22 Maret 2011

Keluhan Utama

Demam 2 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Demam 2 minggu smrs, demam tinggi mendadak, demam naik turun tidak menentu,

hilang dengan obat penurun panas, tapi naik kembali, menggigil tidak ada, pasien

berobat ke RS Budi Asih di diagnosis DB oleh dokter yang merawat, tapi trombosit

tidak naik – naik, kemudian dokter mengatakan bahwa pasien mengalami kelainan

darah tapi pasien tidak mengetahui kelainan darah apa yang diderita olehnya, pasien

ditransfusi darah, tapi pasien tidak mengetahui jenis darahnya. kemudian pasien

dirujuk ke rscm, tapi karena pasien mengeluh lemas pasien berobat ke RS Fatmawati,

dirumah sakit Fatmawati pasien dirawat di gedung GPS selama satu hari, namun

karena pasien tidak memiliki biaya maka pasien pindah ke kelas tiga.

Pasien mengeluh adanya Gusi berdarah, sariawan, sehingga pasien sulit berbicara dan

makan karena pasien tidak dapat membuka mulut. Selain itu, pasien mengeluh adanya

bercak – bercak merah pada bagian tubuhnya, bercak bercak merah timbul sejak 10

1

Page 2: Acute limfositik mieloblastik

hari SMRS, bercak – bercak tersebut tidak hilang dengan penekanan. pasien juga

mengatakan timbul biru – biru merah dan lebam – lebam didaerah bekas infuse.

Pasien juga mengeluh adanya batuk, batuk berdahak, dahak berwarna putih, batuk

darah disangkal, pasien menyangkal pernah kontak dengan penderita TB, dan pasien

belum pernah minum obat rutin selama 6 bulan. Pasien menyangkal adanya rambut

rontok, mual, muntah, baju basah kuyup karena keringat, berdebar – debar, riwayat

sesak -, sesak saat beraktivitas-, timbul bercak merah diwajah -, wajah bengkak -,

pasien tidak merasa silau bila terkena cahaya pada malam hari, mimisan -, demam

berulang -, menstruasi teratur biasanya 5 – 6 hari berhenti, 2 – 3 pads/hari.

Riwayat sering lebam (+) sejak kecil, riwayat bila berdarah sulit berhenti -. Buang air

kecil normal, warna kuning jernih tidak keruh. BAB normal, darah tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat biru2 sejak kecil +

- Riwayat transfusi –

- Riwayat seks bebas –

- Riwayat Batuk – batuk Lama (TB)

Riwayat keluarga

Riwayat kanker dalam keluarga disangkal

Riwayat penyakit autoimun disangkal

Riwayat Kebiasaan dan Pekerjaan

Pasien bekerja sebagai pembantu rumah tangga, pasien belum menikah,

pasien menyangkal seks bebas, IVDU, alcohol, merokok.

Riwayat minum jamu-jamuan atau obat-obatan tidak ada

Riwayat Alergi Obat dan Makanan

Tidak ada

2

Page 3: Acute limfositik mieloblastik

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : kompos mentis

TB : 158

Berata Badan : 59 kg

Tanda vital : Tekanan darah: 100/60 mmHg

Nadi : 88 x / menit

Pernapasan : 16 x/ menit

Suhu : 38 ° C

Kepala : normochepali, rambut hitam, distribusi merata, rambut

tidak mudah dicabut, ruam diskoid -, ruam malar -, .

Mata : pupil bulat isokor, RCL +/+, RCTL+/+, KP +/+,

SI -/-.

Hidung : deviasi septum (-), mukosa hiperemis (-), sekret (-).

Telinga : normotia, serumen (+)

Mulut : lidah kotor -, gingivitis +, oral trush +, tonsil T1/T1 tenang

Leher : JVP 5-2 cmH2O, trakea lurus ditengah, pembesaran

tiroid (-)

KGB : - submandibular : tidak teraba

- supraklavikula : tidak teraba

- retroaurikuler : tidak teraba

- cervicalis : tidak teraba

- axilaris : tidak teraba

- inguinalis : tidak teraba

Thoraks :

Paru

Inspeksi : Kedua hemithoraks simetris secara statis dan dinamis.

Tidak ada retraksi sela iga

Palpasi : Vokal fremitus kedua hemithoraks simetris

Perkusi : Sonor pada kedua hemithoraks

Batas paru hepar : ICS IV linea midclavicularis dextra

3

Page 4: Acute limfositik mieloblastik

Batas paru lambung : ICS VII linea axilaris anterior

Auskultasi : Suara nafas kanan dan kiri vesikuler

Ronki +/+ basah kasar, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba ICS V

linea midclavucularis sinistra.

Perkusi : Batas atas : ICS III lines sternalis

Sinistra

Batas kiri : ICS V linea

midclavicularis sinistra.

Batas kanan : ICS III linea sternalis

dextra.

Auskultasi : S1, S2 Reguler

Murmur (-), `gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi : - datar dan simetris

- gerakan pernapasan dinding perut (+)

- tidak terdapat penonjolan massa.

Auskultasi : - bising usus (+) normal

Perkusi : - timpani

- shifting dullnes tidak ada

Palpasi : - dinding perut lemas

- nyeri tekan (-)

- tidak teraba massa, defans muskular (-),

turgor baik

- hepar teraba dua jari bac dan lien teraba membesar

garis S 1

- ballotemen (-)

- CVA (-)

4

Page 5: Acute limfositik mieloblastik

Ektremitas :

Atas : Akral hangat, oedem (-), sianosis (-)

Bawah : Akral hangat, oedem tungkai pitting (+/+) minimal,

CRT <2”, sianosis (-)

Ditemukan ptekie, pur pura dan ekimosis pada krusis sinistra dan dekstra,

tampak bullae berisi darah kehitaman di krusis sinistra, diameter satu

sentimeter. Tampak papillae terbuka di kruris dekstra.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

16/02/

2011

18/02/

2011

21-02-

2011

08-03-

2011

11-03-

2011

12-03-

2011

Nilai Rujukan

Hematologi

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

LED

10,8

32

9.7

22

9.3

27

6.5

22

3.39

94.0

7.1

22

2.3

71

2,71

108

3.7

10

1100

111

1,24

155

6.6

19

0.8

66

2.15

87.0

7.4

21

0.7

67

2.31

13.2-17.3 g/dl

33-45 %

5.0-10.0 ribu/ul

150-440 ribu/ul

4.40-5.90 juta/ul

0.0-10.0 mm/jam

VER/HER/

KHER/RDW

VER

HER

KHER

RDW

81.0

27.2

33.6

18.9

80.9

27.4

33.9

18.7

79.4

27.1

34.1

12.7

89.1

30.8

34.5

90

31.8

35.1

17.2

80.0-100.0 fl

26.0-34.0 pg

32.0-36.0 g/dl

11.5-14.5 %

Hitung Jenis

Basofil

Eosinofil

Batang

Netrofil

Limfosit

Monosit

Retikulosit

1

15

-

73

9

0

0.4

0

0

0

41

55

5

S

U

K

A

R

0

1

40

47

4

0-1 %

1-3 %

50-70 %

20-40 %

2-8 %

0,5-1,5 %

5

Page 6: Acute limfositik mieloblastik

Kimia Klinik

Fungsi Hati

SGOT

SGPT

Protein total

Albumin

Globulin

21

28

0-34 U/l

0-40 U/l

6.00-8.00 g/dl

3.40-4.80 g/dl

2.50-3.00 g/dl

Fungsi Ginjal

Ureum darah

Creatinin darah

Creatinin urin

Asam urat darah

Creatinin clearens

17

0,3

20-40 mg/dl

0.6-1.5 mg/dl

<7 mg/dl

97.0-137.0 ml/mnt

Diabetes

GDS

GDP

GD 2 jam PP

116 70-140 mg/dl

80-100 mg/dl

80-145 mg/dl

Elektrolit

Natrium (Na)

Kalium

Klorida

131

3.90

97

131

4.37

99

135-147 mmol/l

3.10-5.10 mmol/l

95-108 mmol/l

Pemeriksaan Gambaran Darah Tepi Tanggal 18 Februari 2011

Eritrosit : Normositik normokrom, anisositosis +, Polikromasi +

Lekosit : Jumlah & morfologi normal

Trombosit : kesan jumlah menurun, morfologi menurun

Kesan : Anemia normositik normokrom dan trombositopenia

6

Page 7: Acute limfositik mieloblastik

FOTO RONTGEN THORAKS

Cor : Dalam batas normal

Aorta baik

Hilus baik

CTR < 50 %

Paru : Konsolidasi infiltrat padat di basal paru kanan dan infiltrat dibasal paru kiri

Corakan bronkovaskular meningkat

Diafragma dan sinus baik

Tidak tampak kranialisasi

Kesan : CAP bilateral terutama kanan

EKG

Sinus rhytm, HR 125x/menit, normo axis

Gelombang P normal, P-R interval 0,12, Kompleks QRS sempit,

ST depresi (-), ST elevasi (-), T inverted (-)

LVH (-), RVH (-), RBBB (-). LBBB (-)

RESUME

Pasien wanita, 24 tahun, datang dengan keluhan demam 2 minggu SMRS, demam tinggi

mendadak, naik turun tidak menentu, hilang dengan obat, namun naik kembali, menggigil (-),

pasien didiagnosis DB tapi trombosit tidak naik – naik, sehingga pasien dikata mengalami

kelainan darah dan ditransfusi. Gusi berdarah (+), sariawan (+), bercak – bercak merah pada

ekstremitas atas dan bawah sejak 10 hari SMRS, mudah timbul lebam biru dan merah didaerah

bekas infus. Batuk berdahak putih (+).Riwayat sering lebam (+) sejak kecil, riwayat bila

berdarah sulit berhenti -. Buang air kecil normal, warna kuning jernih tidak keruh. BAB normal,

darah tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU : TSS, kesadaran : kompos mentis, TD : 100/60

mmHg, nadi : 88 x / menit, pernapasan : 16 x/ menit, suhu : 38° C. Conjungtiva anemis +/+,

lidah kotor -, gingivitis +, oral trush +. Paru : ronki +/+ basah kasar, wheezing -/-, jantung dalam

batas normal, abdomen : hepar teraba dua jari bac dan lien teraba membesar garis S 1.

7

Page 8: Acute limfositik mieloblastik

Ekstremitas : ditemukan ptekie, pur pura dan ekimosis pada krusis sinistra dan dekstra, tampak

bullae berisi darah kehitaman di krusis sinistra, diameter satu sentimeter. Tampak papillae

terbuka di kruris dekstra.

Hb 7.4, Ht 21, leukosit 0.7, trombosit 67, eritrosit 2.31, VER/HER/KHER/RDW

90/31.8/35.1/17.2, hitung Jenis 0/1/40/47/4. BMP : aktivitas eritropoesis tertekan, aktivitas

granulopoesis meningkat, aktivitas trombopoisis berkurang. Didapatkan banyak promielosit

58%, sesuai dengan AML M3.

DIAGNOSIS KERJA

Pansitopenia ec AML M3

Riwayat Febril Neutropenia

Stomatitis Aptosa

CAP dd/ TB Paru

PEMERIKSAAN ANJURAN

DPL ulang, hemostasis

PENATALAKSANAAN

1. IVFD NaCl 0.9% 500 cc/8 jam

2. UMU BC seimbang / 24 jam

3. Diet bubur 1700 kkal

4. Pharmadol 3x1 gr

5. Ceftazidim 3x1 gr IV H-18

6. Levofloxacin 1x500 mg IV/24 jam H-10

7. Munosep gargle 3x/hari

8. Candistatin 4x2 cc

9. Fluconazol 1x150 mg

PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

8

Page 9: Acute limfositik mieloblastik

Ad fungtionam : dubia ad bonam

FOLLOW UP

Tanggal 14/03/2011

S : Demam -, mual -, perdarahan gusi -, muntah darah -, BAB berdarah -, haid + hari ke -1,

lemas +, sulit menelan +, batuk tidak berdahak +.

O : KU/KS : TSS/CM

TD: 100/60 mmHg N: 80x/menit S: 36.1oC P: 16x/menit

Mata : KP +/+ , SI -/-

Leher : JVP 5-2 cmH2O, KGB ttb

Paru : SN ves, Rh -/-, Wh -/-

Jantung : S1 S2 reg, M (-), G (-)

Abdomen : datar, supel, H/L ttb, NT (-), BU (+) N

Eksterimitas : Akral hangat, oedem - / - , CRT < 2”

- / -

A : 1. Pansitopenia ec. Anemia aplastik dd/ ALL

2. Riwayat febrile neutropenia

3. CAP dd/ TB paru

4. Stomatitis Aphtosa

P : Dx : cek DPL, tunggu hasil BMP tanggal 13/3/2011

Tx :

1. IVFD NaCl 0.9% 500 cc/8 jam

2. UMU BC seimbang / 24 jam

3. Diet bubur 1700 kkal

4. Pharmadol drip 500 mg/8 jam

5. Ceftazidim 3x1 gr IV H-17

6. Levofloxacin 1x500 mg IV/24 jam H-9

7. Munosep gargle 3x/hari

8. Candistatin 4x2 cc

9. Fluconazol 1x150 mg

9

Page 10: Acute limfositik mieloblastik

Tanggal 15/03/2011

S : demam -, perdarahan gusi -, BAB berdarah -, muntah berdarah -, haid hari ke-2, mual -,

lemas +, sariawan nyeri +, batuk -, sesak -.

O : KU/KS : TSS/CM

TD: 100/70 mmHG N: 80x/menit S: 37,3 P: 18x/menit

Mata : KP +/+ , SI -/-

Leher : JVP 5-2 cmH2O, KGB ttb

Paru : SN ves, Rh +/+, Wh -/-

Jantung : S1 S2 reg, M (-), G (-)

Abdomen : datar, supel, H/L ttb, NT (-), BU (+) N

Eksterimitas : akral hangat, oedem - / - minimal, CRT < 2”

- / -

Lab : Hb/Ht/Leukosit/Trombosit : 7,4/21/0.7/67

BMP : aktivitas eritropoesis tertekan, aktivitas granulopoesis meningkat, aktivitas

trombopoisis berkurang. Didapatkan banyak promielosit 58%, sesuai dengan AML M3.

A : 1. Pansitopenia ec AML M3

2. Riwayat febrile neutropenia

3. CAP dd/ TB paru

4. Stomatitis aphtosa

P : Tx :

1. IVFD NaCl 0.9% 500 cc/8 jam

2. UMU BC seimbang / 24 jam

3. Diet bubur 1700 kkal

4. Pharmadol 3x1 gr

5. Ceftazidim 3x1 gr IV H-18

6. Levofloxacin 1x500 mg IV/24 jam H-10

7. Munosep gargle 3x/hari

8. Candistatin 4x2 cc

10

Page 11: Acute limfositik mieloblastik

9. Fluconazol 1x150 mg

10. Trannsfusi PRC s/d Hb >10 gr/dl

Tanggal 16/03/2011

S : Demam -, perdarahan gusi -, BAB berdarah -, muntah berdarah -, haid hari ke-2, mual -,

lemas +, sariawan nyeri +.

O : KU/KS : TSS/CM

TD : 100/60 N : 80 x/menit P : 16 x/menit S : 36.8oC

Mata : CA -/- SI -/-

Leher : JVP 5 – 2 cmH20, KGB ttb

Paru : SN vesikuler Rh -/- Wh -/-

Jantung : S1-S2 reguler M(-) G(-)

Abdomen : datar, supel, H/L ttm, Bu (+), NT (-)

Ekstremitas : Akral hangat, oedem - / - , CRT < 2 detik

- / -

Kulit : Petechie (-), purpura (-)

A : 1. AML M3

2. Riwayat febrile neutropenia

3. CAP dd/ TB paru

4. Stomatitis aphtosa

Hasil pemeriksaan PA :

Sitokimia : Sudan Black (+)

Kelainan morfologi : Inti pikrotik

Morfologi eritrosit : NN, anisositosis, ovalosit (+), fragmentosit (+)

Kesimpulan : eritropoiesis tertekan, granulopoiesis meningkat, trombopoiesis menurun,

promielosit 58% AML M3

P : Tx :

11

Page 12: Acute limfositik mieloblastik

1. IVFD NaCl 0.9% 500 cc/8 jam

2. UMU BC seimbang / 24 jam

3. Diet bubur 1700 kkal

4. Pharmadol 3x1 gr

5. Ceftazidim 3x1 gr IV H-18

6. Levofloxacin 1x500 mg IV/24 jam H-10

7. Munosep gargle 3x/hari

8. Candistatin 4x2 cc

9. Fluconazol 1x150 mg

12

Page 13: Acute limfositik mieloblastik

ANALISIS KASUS

1. Pansitopenia ec AML

Definisi Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid.

.

Pada anamnesis didapatkan demam tinggi mendadak, demam naik turun tidak menentu,

hilang dengan obat penurun panas, tapi naik kembali, trombosit tidak naik – naik. Pasien

mengeluh adanya Gusi berdarah, sariawan, sehingga pasien sulit berbicara dan makan karena

13

Page 14: Acute limfositik mieloblastik

pasien tidak dapat membuka mulut. Selain itu, pasien mengeluh adanya bercak – bercak merah

pada bagian tubuhnya, bercak bercak merah timbul sejak 10 hari SMRS, bercak – bercak

tersebut tidak hilang dengan penekanan. pasien juga mengatakan timbul biru – biru merah dan

lebam – lebam didaerah bekas infuse. Pada Pemeriksaan fisik ditemukan mata konjungtiva pucat,

abdomen : hepar teraba dua jari batas arcus kostae, lien teraba pada garis schufner 1. Ekstrmitas

ditemukan ptekie, pur pura dan ekimosis pada krusis sinistra dan dekstar, tampak bullae berisi

darah kehitaman di krusis sinistra, diameter satu sentimeter. Tampak papillae terbuka di kruris

dekstra.

Pada pemeriksaan BMP didapatkan aktivitas eritropoesis tertekan, aktivitas granulopoesis

meningkat, aktivitas trombopoisis berkurang. Didapatkan banyak promielosit 58%, sesuai

dengan AML M3

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan foto rontgen toraks dipikirkan

pansitopenia ec AML.

Pasien tersebut didiagnosis pansitopenia ec AML , maka rencana terapi pada pasien tersebut

adalah kemoterapi

2. CAP

Diagnosis adanya CAP adalah terdapat 2 dari 3 gejala berikut: demam, batuk, sputum produktif,

leukositosis (pada penderita usia lanjut: gejala dapat tidak khas/tersamar, seperti lesu, tidak mau

makan, dll), dan pada foto paru terdapat infiltrat baru atau infiltrat yang bertambah.

14

Page 15: Acute limfositik mieloblastik

Berdasarkan anamnesis didapatkan data bahwa sejak 2 minggu SMRS pasien mengeluh

demam dan batuk, batuk berdahak, dahak berwarna putih, penurunan berat badan dan baju basah

karena keringat disangkal.

Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan data bahwa frekuensi pernapasan 22x/mnt dan

pada auskultasi terdapat ronki basah kasar di kedua lapang paru. Pada foto rontgen torak

ditemukan adanya infiltrat pada kedua lapang paru.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan foto rontgen torak dipikirkan pasien

tersebut mengalami CAP dd/ TB Paru dan infeksi sekunder. Untuk menegakkan adanya

diagnosis TB Paru pada pasien tersebut, maka diperlukan pemeriksaan laboratorium kultur

sputum, sputum BTA 3x, Gram, MOR.

Untuk pasien tersebut, direncanakan pemberian terapi berupa O2 3 lt/mnt nasal canul,

Paracetamol 3x500 k/p, Ceftriakson 1x2gr intravena, dan Azitromisin 1x500 per oral.

3. Stomatitis aphtosa

Stomatitis apthosa adalah radang yang terjadi di daerah mukosa mulut, biasanya berupa bercak

putih kekuningan dengan permukaan yang agak cekung, bercak itu dapat berupa bercak tunggal

maupun kelompok.

Pada pemeriksaan mulut didapatkan oral thrush pada mukosa bibir bawah, atas dan pada

sudut-sudut bibir. Bibir terlihat bengkak dan nyeri sehingga pasien tidak dapat membuka mulut.

Dalam mengatasi sariawan ini, dapat menggunakan beberapa jenis obat, baik dalam

bentuk salep (yang mengandung antibiotika dan penghilang rasa sakit), obat tetes, maupun obat

kumur. Ada juga obat tetes yang digunakan untuk meredakan sariawan ini dengan gentien violet,

perak nitrat, atau obat kumur yang dapat membantu mengurangi rasa sakit pada penderita

sariawan.

Pasien diberikan Munosep gargle 3 kali sehari dan Candistatin 4x2 cc.

15

Page 16: Acute limfositik mieloblastik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. GRANULOPOIESIS DAN TROBOSITOPOIESIS1,2

I.1. Granulopoiesis

I.1.1.Perkembangan Normal Granulosit

Secara umum stem sel pembentuk sel darah tampak pada yolk sac pada usia 3 minggu

embryogenesis. Sekitar 3 bulan kehidupan fetus, beberapa sel migrasi ke hati dan mengambil

alih pembentukan-pembentukan sel darah sampai menjelang lahir. Limpa, limfonodi dan timus

yang disebut sebagai jaringan pembentuk ekstramedular juga mendukung pembentukan sel-sel

darah. Sekitar 4 bulan kehamilan, ruang sumsum tulang mempunyai peranan penting sebagai

sumber pembentukan sel-sel darah. Pada orang dewasa bila jaringan pembentuk sel-sel darah

ekstramedular mengalami stress akan mengalami kompensasi.

Leukosit adalah salah satu sel darah yang merupakan produk dari proses ini. Leukosit dapat

dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: fagosit dan limfosit. Fagosit terdiri dari granulosit

dan monosit. Granulosit sendiri terdiri dari 3 jenis sel, yaitu: neutrofil (polimorf), eosinofil, dan

basofil. Sel precursor limfosit dan sel plasma membentuk populasi imunosit. Pada keadaan

normal hanya sel fagosit matang dan limfosit yag ditemukan di darah tepi. Dalam

perkembangannya, neutrofil dan makrofag mempunyai asal yang sama yaitu berasal dari sel-sel

progenitor CFU-GM (colony forming units granulocyte macrophage).

Fungsi fagosit dan imunosit adalah melawan tubuh melawan infeksi serta berhubungan

dengan dua system protein tubuh yang larut yaitu immunoglobulin dan komplemen. Protein ini

juga dapat terlibat dalam peghancuran sel darah pada sejumlah penyakit.

I.1.2.Kondisi Yang Mempengaruhi Granulopoesis

Ploriferasi yang dilakukan oleh sel stem pada sumsum tulang dipengaruhi oleh factor

ekstrinsik dan factor intrinsic (tabel II-1). Factor intrinsic yang berperan banyak adalah system

hormonal dalam tubuh.

16

Page 17: Acute limfositik mieloblastik

Pengaruh hormonal pada granulopoeasis adalah sebagai berikut:

1. Androgen merangsang produksi granulosit

2. Antagonis adrenergic, estrogen, growth hormone, prolaktin, progesterone, tiroksin tidak

mempengaruhi granulosit monosit.

3. Deksametason, prostaglandin E2 secara aktif mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi

granulosit monosit.

17

Page 18: Acute limfositik mieloblastik

I.1.3.Pembentukan dan Kinetika Granulosit

Granulosit dan monosit darah dibentuk dalam sumsum tulang dari sel precursor umum. Pada

granulopoesis, mieloblas, promielosit, dan mielosit membentuk kelompok sel proliferative atau

mitotic, sementara metamielosit, granulosit batang dan segmen membuat kompartemen maturasi

18

Page 19: Acute limfositik mieloblastik

post mitotic. Sejumlah besar neutrofil batang dan segmen juga disimpan dalam sumsum tulang

sebagai cadangan. Sumsum tulang normal mengandung lebih banyak sel myeloid daripada sel

eritroid dengan rasio 2 : 1 – 12 : 1, proporsi terbesar merupakan neutrofil dan metamielosit. Pada

keadaan stabil atau normal ruang simpanan sumsum tulang mengandung 10 – 15 kali jumlah

granulosit yang ditemukan dalam darah tepi. Setelah dibebaskan dari sumsum tulang, granuosit

memakan waktu kira-kira 10 jam dalam sirkulasi sebelum pindah ke dalam jaringan untuk

melakukan fungsi fagositosis.

Dalam aliran darah terdapat dua kelompok dengan ukuran sama yaitu kelompok sirkulasi

(circulating pool, yang dimasukkan dalam hitung darah) dan kelompok batas (marginating pool,

yang tidak dimasukkan dalam darah). Telah diperkirakan bahwa umumya pada jaringan rata-rata

4 – 5 hari sebelum dirusak selama aksi defensive ataupun sebagai akibat menua.

Untuk mengendalikan berbagai tempat pembaharuan granulosit diduga terdapat system

umpan balik di antara granulosit yang beredar dalam jaringan serta sumsum tulang. Ini adalah

factor stimulasi (leukopoetin) yang analog dengan eritropoeitin.

I.1.3.1.NEUTROFIL

Sel ini berdiameter 12-15 mm memiliki inti yang khas padat terdiri dari sitoplasma pucat di

antara 2 dan 5 lobus dengan rangka tidak teratur dan mengandung banyak granula merah jambu

(azurofilik) atau merah lembayung. Granula terbagi menjadi granula primer yang muncul pada

stadium promielosit, dan sekunder yang muncul pada stadium mielosit dan terbanyak pada

neutrofil matang. Kedua granula berasal dari lisosom, yang primer mengandung

mieloperoksidase, asam fosfatase dan asam hidrolase lain, yang sekunder mengandung fosfatase

limbi dan lisosom.

Precursor Neutrofil

Precursor neutrofil secara normal tidak ditemukan dalam darah tepi terdapat dalam sumsum

tulang. Precursor paling dini yang dikenal adalah mieloblas, sel yang mempunyai ukuran

bervariasi (10-20 mm diameternya) yang memiliki inti besar dengan kromatin halus dan biasanya

dengan 2-5 nukleoli. Sitoplasmanya basofilik dan tidak mengandung granula sitoplasma.

Sumsum tulang normal mengandung sampai 4% mieoblas. Mieloblas dengan pembelahan sel

menjadi promielosit yang sedikit lebih besar yang telah mempunyai granula primer dalam

19

Page 20: Acute limfositik mieloblastik

sitoplasmanya. Sel ini menjadi mielosit yang memiliki granula spesifik atau sekunder. Mielosit

mempunyai kromatin inti lebih padat dan nucleoli tidak terlihat. Dengan pembelahan sel,

mielosit menjadi metamielosit, sel yang tidak membelah, yang memililki inti berlekuk atau

berbentuk sepatu kuda dan sitoplasmanya berinti dengan granula primer dan sekunder. Sebagian

besar ahli besar mengklasifikasikan stadium maturasi neutofil di antara metamielosit dan

neutrofil yang matang penuh sebagai bentuk pita atau juvenile. Sel ini yang dapat ditemukan

dalam darah tepi normal tidak mengandung perbedaan filament halus dan jelas di antara lobus-

lobus yang terlihat dalam neutrofil matang.

Kinetika Neutrofil

Kinetika dan mobilisasi sel leukosit dari sumsum tulang, darah dan jaringan terbagi dalam 3

kompartemen atau pool:

Kompartemen proliperatif (mitotic): berupa mieloblast, promielosit, dan mielosit dengan rata-

rata replikasi sekitar 24 jam.

Kompartemen cadangan (kompartemen pasca mitosis): pada sumsum sebagian besar bentuk stab.

Kompartemen sirkulasi: leukosit mencapai sirkulasi dalam 4-8 hari.

Di dalam sirkulasi darah neutrofil mempunyai waktu paruh rata-rata sekitar 6 – 7 jam untuk

kemudian ke jaringan. Keberadaannya dalam sirkulasi akan lebih cepat bila terdapat infeksi atau

inflamasi dan demam.

Fungsi Neutrofil

Fungsi normal neutrofil sama dengan monosit, dapat dibagi dalam 3 fase:

1. Kemotaksis (mobilisasi dan migrasi sel), sel akan ditarik ke bakteri atau tempat peradangan

yang mungkin terjadi karena ada zat kemotaktik yang dibebaskan oleh jaringan yang rusak atau

oleh komponen komplemen.

2. Fagositosis. Pegenalan partikel asing dibantu oleh opsonisasi dengan immunoglobulin atau

komplemen karena baik neutrofil maupun monosit mempunyai fragmen immunoglobulin Fc dan

untuk C3 dan komponen komplemen lain.

3. Membunuh dan mencerna. Cara ini terjadi dengan 2 jalan yaitu yang tergantung oksigen dan

tidak tergantung oksigen. Pada reaksi yang tergantung oksigen, dalam neutrofil, H2O2 bereaksi

dengan mieloperoksidase dan halide interseluler untuk membunuh bakteri: superoksida (O2) juga

20

Page 21: Acute limfositik mieloblastik

dapat terlibat. Mekanisme bakterisidal yang nonoksidatif memerlukan penurunan pH di dalam

vakuola fagosit kedalam mana enzim lisososmal dibebaskan. Factor tambahan, yaitu laktoferin

merupakan suatu protein pengikat besi yang terdapat dalam granula neutrofil bersifat

bakteriostatik dengan menghabiskan besi bakteri.

I.1.3.2.EOSINOFIL

Sel ini serupa dengan neutrofil kecuali sitoplasmanya lebih kasar dan berwarna lebih merah

gelap (karena mengandung protein basa) dan jarang terdapat lebih dari 3 lobus inti. Mielosit

eosinofil dapat dikenali tetapi stadium sebelumnya tidak dapat dibedakan dari precursor

neutrofil. Waktu perjalanan dalam darah untuk eosinofil lebih lama daripada untuk neutrofil.

Eosinofil memasuki eksudat peradangan dan memainkan peranan istimewa pada alergi, pada

pertahanan melawan parasit dan dalam pengeluaran fibrin yang terbentuk selama peradanagan.

Kinetika Eosinofil

Seperti neutrofil kinetika eosinofil juga melalui 3 kompartemen, yaitu di sumsum tulang sebagai

kompartemen mitosis dan cadangan yaitu sebesar 0,3% dari populasi sel-sel berinti di sumsum

tulang. Sebagian besar berada dalam sumsum tulang dan jaringan, hanya 1% berada dalam

sirkulasi. Sekali masuk ke sirkulasi darah eosinofil mempunyai kosentrasi sekitar 300 sel

immature, dalam sumsum tulang sekitar 100 dan di dalam jaringan sekitar 300 sel. Dalam

keadaan normal bila sudah ke jaringan, eosinofil tidak akan kembali ke sirkulasi.

Diferensiasi dan maturasi eosinofil juga serupa dengan neutrofil, setelah 3-6 hari maturasi

dari sel precursor, eosinofil keluar dari sumsum tulang karena ada respon terhadap eosinofilik

factor dan hipoksia. Berbeda dengan neutrofil, rangsangan eosinofilia adalah tergantung pada T-

limfosit dan di bawah pengaruh respon imun.

21

Page 22: Acute limfositik mieloblastik

Fungsi Eosinofil

I.1.3.3.BASOFIL

Basofil hanya terlihat kadang-kadang dalam darah tepi normal. Basofil mempunyai banyak

granula sitoplasma yang menutupi inti dan mengandung heparin dan histamine. Dalam jaringan

ia menjadi sel mast. Basofil memiliki tempat-tempat perlekatan IgG dan degranulasinya

dikaitkan dengan pelepasan histamine.

Kinetika Basofil

Individu normal mempunyai jumlah absolute basofil dalam darah 0,5% dari total leukosit dan

0,3% sel-sel berinti sumsum tulang. Basofil seperti juga granulosit lain berada di sumsum tulang

mengalami diferensiasi dan maturasi selama 7 hari, kemudian ke sirkulasi dan dalam keadaan

normal tidak akan ke jaringan. ACTH mengurangi jumlahnya dalam sirkulasi.

Fungsi Basofil

Basofil seperti juga sel mast merupakan sumber utama mediator kimia yang paten yang berperan

dalam proses imunologi dan informasi.

22

Page 23: Acute limfositik mieloblastik

I.2.Trombositopoiesis

Produksi Trombosit

Produksi trombosit terjadi di sumsum tulang. Sumsum tulang normal mengandung sejumlah

megakariosit, sel yang sangat besar (diameter 160 µm dengan nukeus yang besar. Selama

perkembangan dan pertumbuhannya, megakariosit menghasilkan protein strktural, enzim dan

membrane. Kemudian mereka mulai mengganti sitoplasma pada paket membrane kecil.yang

tertutup. Paket ini adalah platelet (trombosit) yang kemudian masuk ke sirkulasi darah.

Megakariosit yang matang secara gradual kehilangan seluruh sitoplasmanya, memproduksi

sekitar 4.000 trombosit sebelum nukluesnya difagosit dan dihancurkan untuk mengulang siklus

berikutnya.

Aktivitas megakariosit distimulasi oleh:

1. Trombopoietin (TPO) atau thrombocyte stimulating factor, sebuah hormone peptide yang

diproduksi di ginjal (dan mungkin di tempat lain) yang mempercepat pembentukan platelet dan

menstimulasi produksi megakariosit

2. Interleukin-6 (IL-6), sebuah hormone yang menstimulasi pembentukan platelet.

3. Multi-CSF yang memproduksi produksi platelet dengan meningkatkan pembentukan dan

pertumbuhan megakariosit.

Kinetika Trombosit

Platelet diganti secara kontinyu. Setiap platelet bersirkulasi selama 9-12 hari sebelum difagosit,

terutama di limpa. Setiap mikroliter darah mengandung 150.000-350.000 platelet. Sekitar

sepertiga platelet di tubuh, disimpan di limpa dan organ vascular lainnya daripada di sirkulasi.

Cadangan ini dimobilisasi selama sirkulasi krisis, seperti pada perdarahan hebat.

Fungsi Trombosit

1. Melepaskan bahan-bahan kimia yang penting dalam proses pembekuan.

Dengan melepaskan enzim dan berbagai factor lain pada waktu yang tepat, platelet membantu

inisiasi dan control proses pembekuan.

2. Pembentukan gumpalan sementara pada dinding pembuluh darah yang rusak.

Platelet menggumpal secara bersamaan pada tempat jejas, membentuk platetelet plug yang dapat

memperlambat banyaknyaa kehilangan darah selama terjadinya proses pembekuan.

23

Page 24: Acute limfositik mieloblastik

3. Kontraksi aktif setelah terjadi pembentukan gumpalan.

Platelet mengandung filament aktin dan myosin. Setelah bekun darah terbentuk, kontraksi

filament platelet menyusutkan bekuan dan mengurangi ukuran rupture di pembuluh darah.

II. LEUKEMIA1,3,11

Definisi

Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk

hematopoietik yang secara maligna melakukan transformasi, yang menyebabkan penekanan dan

penggantian unsur sumsum yang normal.

Insiden

Walaupun menyerang kedua jenis kelamin, tetapi laki-laki terserang sedikit lebih banyak

daripada perempuan.

Etiologi

Etiologi leukemia tidak diketahui dengan pasti, namun terdapat beberapa faktor predisposisi

yang diduga memegang peranan.

1. Faktor Instrinsik

a. Keturunan dan Kelainan Kromosom

Leukemia tidak diwariskan, tetapi sejumlah individu memiliki faktor predisposisi untuk

mendapatkannya. Risiko terjadinya leukemia meningkat pada saudara kembar identik penderita

leukemia akut, demikian pula pada suadara lainnya, walaupun jarang. Pendapat ini oleh Price

atau Wilson (1982) yang menyatakan jarang ditemukan leukemia Familial, tetapi insidensi

leukemia terjadi lebih tinggi pada saudara kandung anak-anak yang terserang dengan insiden

yang meningkat sampai 30 % pada kembar identik (monozigot). ( 10 Kejadian leukemia

meningkat pada penderita dengan kelainan fragilitas kromosom (anemia fancori) atau pada

penderita dengan jumlah kromosom yang abnormal seperti pada sindrom Duwa, sindrom

klinefelter dan sindrom turner.

24

Page 25: Acute limfositik mieloblastik

b. Defisiensi Imun dan Defisiensi Sumsum Tulang

Sistem imunitas tubuh kita memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi sel yang berubah

menjadi sel ganas. Gangguan pada sistem tersebut dapat menyebabkan beberapa sel ganas lolos

dan selanjutnya berproliferasi hingga menimbulkan penyakit. Hipoplasia dari sumsum tulang

mungkin sebagai penyebab leukemia.

2. Faktor Ekstrinsik

1. Faktor Radiasi

Adanya efek leukemogenik dan ionisasi radiasi, dibuktikan dengan tingginya insidensi leukemia

pada ahli radiologi (sebelum ditemukan alat pelindung), penderita dengan pembesaran kelenjar

tymus, Ankylosing spondilitis dan penyakit Hodgkin yang mendapat terapi radiasi. Diperkirakan

10 % penderita leukemia memiliki latar belakang radiasi. Sebelum proteksi terhadap sinar rutin

dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar. Penduduk

Hiroshima dan Nagasaki yang hidup sesudah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai

insidensi LMA dan LMK sampai 20 kali lebih banyak. Demikian pula pada penderita ankylosing

spondilitis yang diobati dengan sindar radioaktif lebih dari 2000 rads mempunyai insidensi LMA

14 kali lebih banyak.

2. Bahan Kimia dan Obat-obatan

Bahan-bahan kimia terutama Hydrokarbon sangat berhubungan dengan leukemia akut pada

binatang dan manusia. Benzen dalam jumlah besar dan berlangsung lama dapat menimbulkan

leukemia. Penelitian Akroy et al (1976) telah membuktikan bahwa pekerja pabrik sepatu di Turki

yang kontak lama dengan benzen dosis tinggi banyak yang menderita LMA. Kloramfenikol dan

fenilbutazon diketahui menyebabkan anemia aplastik berat, tidak jarang diketahui dikahiri

dengan leukemia, demikian juga dengan Arsen dan obat-obat imunosupresif.

3. Infeksi Virus

Peranan virus dalam timbulnya leukemia pada manusia masih dipertanyakan. Diduga yang ada

hubungannya dengan leukemia adalah Human T-cell leukemia virus (HTLV-1), yaitu suatu virus

RNA yang mempunyai enzim RNA transkriptase yang bersifat karsinogenik. Beberapa virus

25

Page 26: Acute limfositik mieloblastik

tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang. Timbulnya leukemia

dipengaruhi antara lain oleh umur, jenis kelamin, strain virus, faktor imunologik serta ada

tidaknya zat kimia dan sinar radioaktif. Sampai sekarang tidak atau belum dapat dibuktikan

bahwa penyebab leukemia pada manusia adalah virus. Walaupun demikian ada beberapa hasil

penelitian yang menyokong teori virus sebagai penyebab leukemia, antara lain enzyme reverse

transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan

di dalan virus onkogenik seperti retrovirus tipe-C, yaitu jenis virus RNA yang menyebabkan

leukemia pada binatang.

Klasifikasi

- Menurut perjalanan penyakitnya, dapat dibagi atas leukemia akut dan kronik.

26

Page 27: Acute limfositik mieloblastik

- Klasifikasi AML dan ALL (menurut kelompok FAB)

Subtipe Persen kasus MorfologiM0, tidak berdiferensiasi

3Sel primitif; pewarna sitokimia negatif

M1, AML tanpa pematangan

20Granula azurofilik sedikit

M2, AML dengan pematangan 25

Blas dengan granul promielositik, batang Auer mungkin ditemukan

M3, leukemia promielositik10

Promielosit hipergranular sering dengan batang Auer multipel per sel

M4, leukemia mielomonositik akut

20

Sel seperti sel monositoid di darah tepi; M4 dengan eosinofilia merupakan subtipe

M5, leukemia monositik akut

20

Diketahui dua subtipe: a. tidak berdiferensiasib. berdiferensiasi dengan 80% promonosit dan monosit

M6, eritroleukemia akut5

Predominansi eritroblas dan prekursor eritroid yang sangat displastik

M7, leukemia megakariositik akut

5

Blas tidak berdiferensiasi bereaksi dengan antibodi antitrombosit dan mengandung peroksidase trombosit

27

Page 28: Acute limfositik mieloblastik

Diferensiasi

28

Page 29: Acute limfositik mieloblastik

Patogenesis

Leukemia akut dan kronis merupakan suatu bentuk keganasan atau maligna yang muncul dari

perbanyakan klonal sel-sel pembentuk sel darah yang tidak terkontrol. Mekanisme kontrol

seluler normal mungkin tidak bekerja dengan baik akibat adanya perubahan pada kode genetik

yang seharusnya bertanggung jawab atas pengaturan pertubuhan sel dan diferensiasi.

Sel-sel leukemia menjalani waktu daur ulang yang lebih lambat dibandingkan sel sejenis

yang normal.

Sebagian kecil persentase dari pasien didiagnosa sebelum gejalanya berkembang. Dengan

memperhatikan jalan dari jenis pasien belakangan, info mengenai pola serangan penyakit yang

bisa diperoleh.

Manifestasi Klinik

Manifestasi leukemia akut merupakan akibat dari komplikasi yang terjadi pada neoplasma

hematopoetik secara umum. Namun setiap leukemia akut memiliki ciri khasnya masing-masing.

Secara garis besar, leukemia akut memiliki 3 tanda utama, yaitu:

Jumlah sel di perifer yang sangat tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya infiltrasi jaringan

atau leukostasis. Penggantian elemen sumsum tulang normal yang dapat menghasilkan

komplikasi sebagai akibat dari anemia, trombositopenia, dan leucopenia. Pengeluaran faktor faali

yg mengakibatkan komplikasi yang signifikan.

Manifestasi klinis tersering dijumpai adalah rasa lelah, penurunan berat badan, rasa penuh di

perut; kadang-kadang sakit di perut, dan mudah mengalami perdarahan. Pada pemeriksaan fisik

hampir selalu ditemukan splenomegali, yaitu pada 90% kasus. Juga sering didapatkan nyeri

tekan pada tulang dada dan hepatomegali. Kadang-kadang terdapat purpura, perdarahan retina,

panas, pembesaran kelenjar getah bening, dan kadang-kadang priapismus.

Prognosis

Sebagian besar pasien LGK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut krisi

blastik. Gambaran mirip dengan leukemia akut, yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit,

biasanya berupa mieloblas dan promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit, dan sel darah

merah yang amat kurang.

29

Page 30: Acute limfositik mieloblastik

II.1 LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT1,3,4,5,8,11,12

Definisi

Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi

neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid.

Prevalensi

Di negara maju seperti Amerika Serikat, LMA merupakan 32% dari seluruh kasus leukemia.

Lebih sering ditemukan pada dewasa (85%) daripada anak-anak (15%). Insiden LMA umumnya

tidak berbeda dari masa anak-anak hingga masa dewasa muda. Sesudah usia 30 tahun, insiden

meningkat secara eksponensial sejalan dengan meningkatnya usia. Pada orang yang berusia 30

tahun adalah 0,8%; usia 50 tahun 2,7%; sedang usia di atas 65 tahun 13,7%. Secara umum tidak

didapatkan variasi antar etnik, meskipun pernah dilaporkan adanya insiden LMA tipe M3 yang

2,9 hingga 5,8 kali lebih besar pada ras Hispanik yang yang tinggal di Amerika Serikat

dibandingkan dengan ras Kaukasia.

Etiologi

Walaupun penyebab leukemia belum sepenuhnya diketahui, sejumlah faktor terbukti

berpengaruh dan dapat menyebabkan leukemia, baik faktor intrinsik (host) ataupun faktor

ekstrinsik (lingkungan).

A. Faktor intrinsik

Keturunan

Leukemia tidak diwariskan, tetapi sejumlah individu memiliki faktor predisposisi untuk

mendapatkannya. Risiko terjadinya leukemia meningkat pada kembar identik penderita leukemia

akut, demikian pula walaupun jarang, pada saudara lainnya.

Kelainan kromosom

Kejadian leukemia meningkat pada penderita dcngan kelainan fragilitas kromosom (Sindrom

Bloom dan Anemia Fanconi) atau pada penderita dengan jumlah kromosom yang abnormal

seperti pada Sindrom Down, Klinefelter, dan Turner.

30

Page 31: Acute limfositik mieloblastik

Defisiensi imun

Sistim imunitas tubuh kita mcmiliki kemampuan untuk mengidentifikasi sel yang berubah

menjadi sel ganas. Gangguan pada sistim tersebut dapat menyebabkan beberapa sel ganas lolos

dan selanjutnya berproliferasi hingga menimbulkan penyakit.

Disfungsi sumsum tulang, seperti sindrom mielodisplastik, mieloproliferatif, anemia

aplastik dan hemoglobinuria nokturnal paroksismal.

B. Faktor Lingkungan

Radiasi

Adanya efek leukemogenik dan ionisasi radiasi, dibuktikan dengan tingginya insidens leukemia

pada ahli radiologi (sebelum ditemukannya alat pelindung), penderita dengan pembesaran

kelenjar timus, ankilosing spondilitis, dan penyakit Hodgkin yang mendapat terapi radiasi.

Diperkirakan 10 persen penderita leukemia memiliki latar belakang radiasi. Bukti yang kuat

adalah tingginya insidens leukemia setelah peristiwa pemboman Hiroshima dan Nagasaki.

Bahan kimia dan obat-obatan

Pemaparan terhadap benzen dalam jumlah besar dan berlangsung lama dapat menimbulkan

leukemia. Kejadian ini akan sangat meningkat pada penderita anemia aplastik. Demikian pula

halnya setelah pengobatan dengan obat golongan antrasiklin.

Infeksi

Belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia adalah virus, walaupun ada

beberapa penelitian yang menyokong teori tersebut antara lain dengan ditemukannya enzim

reverse transcriptase dalam darah penderita leukemia. Kelainan paling mendasar dalam proses

terjadinya keganasan adalah kelainan genetik sel. Proses transformasi menjadi sel ganas dimulai

saat DNA gen suatu sel mengalami perubahan. Perlu diingat bahwa adanya gangguan pada

beberapa tingkatan dan aktifitas faktor-faktor yang diperlukan dalam granulopoesis yang normal,

merupakan faktor yang diperlukan untuk perkembangan dan progresifitas dari leukemia akut dan

menahun. Kejadian leukemia berbeda pada berbagai umur, penampilan klinik, kelangsungan

hidup dan respons terhadap pengobatan. Hal ini disebabkan adanya variasi respons pejamunya.

31

Page 32: Acute limfositik mieloblastik

Patogenesis

Patogenesis utama adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan proses diferensiasi sel-

sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di

sumsum tulang. Akumulasi blast di sumsum tulang akan menyebabkan gangguan hematopoesis

normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone

marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia (anemia, leukopenia dan

trombositopenia). Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang

lebih berat sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan,

sedang adanya leukopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi

opotunis dari flora bakteri normal yang ada di dalam tubuh manusia. Selain itu sel-sel blast yang

terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke

organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem saraf pusat dan merusak organ-

organ tersebut dengan segala akibatnya.

Acute myeloid leukemia in a cat. Numerous large myeloblasts with a moderate amount of lightly basophilic cytoplasm (arrowhead) and a visible nucleolus (arrow)

32

Page 33: Acute limfositik mieloblastik

33

Kerusakan DNA

Sel normal

Mutasi dalam genom

sel somatik

Menonaktifkan

gen supresor kanker

Mengganti gen yang mengatur apoptosis

Mengaktifkan onkogen

yang meningkatka

n pertumbuha

n

Memperlihatkan hasil gen yang sudah di ganti dan hasil gen

pengatur yang hilang

Didapat

(lingkungan) agen

perusak DNA:Kimia

Radiasivirus

Neoplasma ganas

Mutasi diturunkan dalam:Gen-gen yang menyerang perbaikan DNAGen yang menyerang sel pertumbuhan atau apoptosis

Perbaikan DNA

yang gagal

Perbaikan DNA yang

berhasil

Perluasan salinan mutasi tambahan heterogeniti

Blokade maturitas

Proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast)

Akumulasi blast di sumsum tulang

Gangguan hematopoesis normal

Sindrom kegagalan sumsum tulang(Bone marrow failure syndrome)

Ditandai dengan adanya sitopenia(anemia, lekopenia dan trombositopenia)

Page 34: Acute limfositik mieloblastik

Tanda dan Gejala

Pada pasien LMA tidak selalu dijumpai leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus

LMA, sedang 15% pasien mempunyai angka leukosit yang normal dan sekitar 35% pasien

mengalami netropenia. Meskipun demikian, sel-sel blas dalam jumlah yang signifikan di darah

tepi akan ditemukan pada 85% kasus LMA.

Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang

disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. Perdarahan biasa terjadi dalam bentuk

purpura atau petekia yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau berupa epistaksis,

perdarahan gusi dan retina. Perdarahan yang lebih berat jarang terjadi kecuali pada kasus yang

disertai dengan DIC. Kasus DIC ini paling sering dijumpai pada kasus LMA tipe M3. Infeksi

sering terjadi di tenggorokan, paru-paru, kulit dan daerah peri rektal.

34

Page 35: Acute limfositik mieloblastik

Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3), sering

terjadi leukostasis, yaitu terjadi gumpalan leukosit yang menyumbat aliran pembuluh darah vena

maupun arteri. Gejala leukostasis sangat bervariasi, tergantung lokasi sumbatannya. Gejala yang

sering dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada dan priapismus. Angka

leukosit yang sangat tinggi juga sering menimbulkan gangguan metabolisme berupa

hiperurisemia dan hipoglikemia. Hiperurisemia terjadi akibat sel-sel leukosit yang berproliferasi

secara cepat dalam jumlah yang besar. Hipoglikemia terjadi karena konsumsi gula in vitro dari

sampel darah yang akan diperiksa, sehingga akan dijumpai hipoglikemia yang asimtomatik

karena hipoglikemia tersebut hanya terjadi in vitro tetapi tidak in vivo pada tubuh pasien.

Infiltrasi sel-sel blas akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi tergantung organ yang

diinfiltrasi. Infiltrasi sel-sel blas di kulit akan menyebabkan leukemia kutis yaitu berupa benjolan

yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit, sedang inflitrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan

menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma). Infiltrasi sel-sel blast di dalam tulang akan

menimbulkan nyeri tulang yang spontan atau dengan stimulasi ringan. Pembengkakan gusi

sering dijumpai sebagai manifestasi infiltrasi sel-sel blast ke dalam gusi. Meskipun jarang, pada

LMA juga dapat dijumpai infiltrasi sel-sel blast ke daerah menings.

Kelainan Fisik

Kelemahan Badan dan Malaise

Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata mengeluhkan

keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Sekitar 90 % mengeluhkan

kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-rata didapati keluhan

ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosa LMA dapat ditegakkan.

Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala kelemahan badan ini sebanding

dengan anemia.

Febris

Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya febris juga

didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap LMA. Umumnya demam ini timbul

karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia. Pada waktu febris juga

didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-tanda infeksi lain.

35

Page 36: Acute limfositik mieloblastik

Fenomena perdarahan

Simptom lain yang sering disebabkan adalah fenomena perdarahan, dimana penderita

mengeluh sering mudah gusi berdarah, lebam, petechiae, epitaksis, purpura dan lain-lain.

Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat dengan beratnya trombositopenia.

Penurunan berat badan

Penurunan berat badan didapatkan pada 50 % penderita tetapi penurunan berat badan ini

tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama. Penurunan berat badan juga

sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise atau kelemahan badan.

Nyeri tulang

Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita LMA. Rasa nyeri ini disebabkan

oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang mengakibatkan

terjadi infark tulang.

Kepucatan, takikardi, murmur

Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah pucat karena

adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan simptom

cardiorespiratorius seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur, sinkope dan angina.

Pembesaran organ-organ

Walaupuan jarang didapatkan dibandingkan LLA, pembesaran massa abnomen atau

limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita LMA.

Splenomegali lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang

memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika terjadi infark.

Kelainan kulit dan hipertrofi gusi

Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe LMA tertentu, misalnya

leukemia monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit (FAB M4). Kelainan kulit

yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu, multiple dan general,

36

Page 37: Acute limfositik mieloblastik

dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi ini akibat infiltrasi sel-sel leukemia dan

bisa dilihat pada 15 % penderita varian MSa, 50 % MSa dan 50 % M4. Namun hanya

didapatkan sekitar 5 % pada subtipe LMA yang lain.

Sternal tenderness

Kelainan fisik ini didapatkan pada kira-kira dua per tiga kasus LMA (12), (14). Kelainan

ini juga disebabkan infiltrasi sel-sel leukemik, terutama di tempat produksi sumsum

tulang.

Kelainan Laboratium

Angka Leukosit

Pada umumnya, angak leukosit meningkat pada sebagian besar penderita LMA, tetapi

angka leukosit juga bisa normal atau turun. Didapati angka leukosit bervariasi antara

kurang dari 1000 hingga 100.000 per mm3. Pada angka leukosit normal atau turun, ini

dinamakan sub leukemik leukemia, dimana masih dapat ditemukan sel blast dalam darah

tepi.

Sel Blast darah tepi

Sel blast meningkat dalam darah tepi pada penderita LMA. Jumlah sel blast dapat

bervariasi dari nol hingga 200 x 109 / 1 median antara 15 – 20 x 109/1. Pada umumnya,

ada korelasi antara jumlah sel blast dalam darah dan sumsum tulang dengan pembesaran

lien atau manifestasi infiltasi sel leukemik lain. Bilamana didapati tiada sel blast dalam

darah tepi dinamakan aleukemik leukemia. Keadaan ini bisa ditemukan penderita LMA.

Angka trombosit

Trombositopenia sebagai akibat infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia ditemukan

pada kebanyakan penderita. Pada keadaan yang sangat jarang ada ditemukan

trombositosis.

Sel eritrosit

37

Page 38: Acute limfositik mieloblastik

Anemia normositik normokromik ditemukan pada sebagian besar penderita LMA. Dalam

apusan darah tepi juga didapatkan eritrosit bernukleus serta retikulositopenia. Anemia

terjadi sebagai akibat gangguan produksi sel dalam sumsum tulang yang diakibatkan oleh

infiltrasi sel-sel leukemia pada sumsum tulang.

Sumsum tulang

Biasanya sumsum tulang dalam keadaan hiperseluler, dimana kepadatan sel-sel

meningkat. Pada pemeriksaan mikroskopik sel-sel blat (mieloblast) dominan, jumlah

megakariosit dan sel-sel normoblast sangat menurun. Bila dilakukan biopsi dan

pengecatan retikulum akan didapatkan myelofibrosis ini dapat diperhatikan pada dua per

tiga kasus LMA.

Asam urat darah

Pada kira-kira separuh kasus LMA, dapat ditemukan asam urat darah meningkat dan

begitu juga pada ekskresi asam urat dalam urin, tetapi jarang menimbulkan simptom

gout.

Protein darah

Protein darah biasanya berubah. Hiper gamma globulin yang difus didapatkan pada

kebanyakan penderita, sedangkan albumin selalu normal waktu diagnosis dan menurut

bila lanjut. Beta globulin biasanya naik dan umumnya kenaikkan alfa globulin didapatkan

pada keadaan demam atau infeksi. Protein pengikat vitamin B12 bisa meningkat dalam

darah pada penderita LMA khususnya bila ditemukan leukositosis. Protein pengikat asam

folat meningkat bagi beberapa penderita, terutama pada leukemia mielomonoblastik.

Diagnosis

Secara klasik diagnosis LMA ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, morfologi sel dan

pengecatan sitokimia. Seperti sudah disebutkan, sejak sekitar dua dekade tabun yang lalu

berkembang 2 (dua) teknik pemeriksaan terbaru: immunophenotyping dan analisis sitogenetik.

Berdasarkan pemeriksaan morfologi sel dan pengecatan sitokimia, gabungan ahli hematologi

Amerika, Perancis dan Inggris pada tabun 1976 menetapkan klasifikasi LMA yang terdiri dari 8

38

Page 39: Acute limfositik mieloblastik

subtipe (MO sampai dengan M7, Tabel 2). Klasifikasi ini dikenal dengan nama klasifikasi FAB

(French American British). Klasifikasi FAB hingga saat ini masih menjadi diagnosis dasar LMA.

Pengecatan sitokimia yang penting untuk pasien LMA adalah Sudan Black B (SBB) dan

mieloperoksidase (MPO). Kedua pengecatan sitokimia tersebut akan memberikan hasil positif

pada pasien LMA tipe MI, M2, M3, M4 dan M6.

Pemeriksaan penentuan imunofenotip adalah suatu teknik pengecatan modem yang

dikembangkan berdasarkan reaksi antigen dan antibodi. Diketahui bahwa permukaan membran

sel-sel darah mengekspresikan antigen yang berbeda-beda tergantung dari jenis dan tingkat

diferensiasi sel-sel darah tersebut. Sebagai contoh sellimfosit mengekspresikan antigen yang

berbeda dengan sel granulosit maupun sel trombosit dan eritrosit. Demikian pula limfosit B

mempunyai ekspresi antigen yang berbeda dengan limfosit T. Selain itu sel-sel blast

mengekspresikan antigen yang berbeda dengan sel-sel leukosit yang lebih matur seperti

promielosit dan mielosit. Bila antigen yang terdapat di permukaan membran sel tersebut dapat

diidentifikasi dengan antibodi yang spesifik, maka akan dapat dilakukan identiftkasijenis sel dan

tingkat maturitasnya yang lebih akurat. Identifikasi sel dengan teknik immunophenotyping

biasanya diberi label CD (cluster of differentiation). Saatini terdapatlebih dari 200 CD yang

menjadi penanda berbagaijenis dan tingkat maturitas selsel darah. Selain berfungsi sebagai alat

diagnosis, teknik immunophenotyping juga mempunyai nilai prognostik dan terapi. Sebagai

contoh, pasien LMA yang mengekspresikan CD7 mempunyai prognosis yangjelek sedang

pasien LMA yang mengekspresikan CD2 mempunyai prognosis yang lebih baik. Saat ini juga

sedang dikembangkan terapi antibodi yang secara spesifik mempunyai target terapi CD33,

gemtuzumab osagamicin, yang diindikasikan bagi pasien LMA usia lanjut yang

mengekspresikan CD33.

Analisis sitogenetik pada keganasan hematologi telah dimulai sejak awal 1960 dan

berkembang lebih pesat sejak awal 1980an. Terdapat 2 kelainan dasar sitogenetik pada LMA:

kelainan yang menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom dan kelainan

menyebabkan perubahan yang seimbang tanpa menyebabkan hilang atau bertambahnya materi

kromosom. Kelainan pertama dapat berupa kehilangan sebagian dari materi kromosom

(delesildel) atau hilangnya satu materi kromosom secara utuh (monosomi). Penambahan materi

kromosom juga dapat bersifat sebagian (duplikasild) atau bertambahnya satu atau lebih materi

kromosom secara utuh (trisomi, tetrasomi). Kelainan kedua berupa perubahan kromosom

39

Page 40: Acute limfositik mieloblastik

seimbang dalam bentuk perubahan resiprokal antara dua atau lebih kromosom (translokasi/t)

atau perubahan pada berbagai bagian dalam satu kromosom (inversi/inv).

Kelainan sitogenetik t (8,21), t (15,17), inv (l6)/t dan translokasi llq23 merupakan

kelainan sitogenetik yang dijumpai pada 21 %-28% pasien LMA dewasa. Kelainan sitogenetik

lain yang dijumpai dalam jumlah cukup signiftkan pada pasien LMA adalah trisomi, delesi dan

kelainan karyotype yang kompleks (mempunyai kelainan sitogenetik 3 atau lebih). Kelainan

sitogenetik pada pasien LMA mempunyai nilai prognostik. Pasien dengan kelainan sitogenetik: t

(15; 17), inv (16), t (16; 16) atau del (l6q) dan t (8;21) yang tidak disertai del(9q) atau kelainan

karyotype yang kompleks mempunyai prognosis yang baik (favourable); pasien dengan kelainan

sitogenetik +8, -Y, +6, del (12p) atau karyotype yang normal mempunyai prognosis yang sedang

(intennediate), sedangkan pasien dengan kelainan sitogenetik-5 atau del (5q),-7 atau del (7q),

inv (3q), del (9q), t (9;22) dan karyotype yang kompleks mempunyai prognosis yang buruk

(unfavourable). Profil kelainan sitogenetik pada pasien LMA juga mempunyai implikasi

terhadap terapi sebab dewasa ini, meskipun masih kontroversial, telah dikembangkan strategi

terapi pada pasien LMA berdasarkan profil sitogenetik pasien.

Pemeriksaan Penunjang

Darah Tepi

Sel darah putih meninggi, normal, atau kurang, bisa disertai mieloblas.

Sumsum Tulang

Hiperselular 50 % mieloblas, terdapat badan Auer.

Sitogenetik

Aberasi kromosomal t(6:9), t(4,11), dll.

40

Page 41: Acute limfositik mieloblastik

AUER RODS

Prognosis

Bila tidak diobati, penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waktu

beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosis. LMA akibat terapi mempunyai yang lebih

buruk dibandingkan LMA de novo.

Penatalaksanaan6,7,8,10,11,12

Penatalaksanaan pada pasien-pasien dengan AML dilakukan dalam 2 fase, management induksi

dan postremisi. Tujuan utama adalah untuk mencapai CR (complete remission). Ketika CR

tercapai, maka terapi lanjut dilakukan untuk mempertahankan kehidupan dan mencapai

penyembuhan. Fase induksi inisial dan terapi postremisi yang mengikutinya biasanya dipilih

berdasarkan usia pasien. Keuntungan dari penggunaan terapi dengan kemoterapi tradisional

seperti cytarabine dan antracycline pada pasien usia < 60 tahun dapat meningkatkan angka

penyembuhan AML. Keuntungan terapi intensif masih controversial pada pasien usia lanjut.

1. Kemoterapi

Merupakan terapi pilihan untuk leukemia. Terapi bertujuan untuk mengeradikasi semua sel-sel

kenker di dalam sumsum tulang serta repopulasi dengan precursor hematopoetik normal.

Masalah yang dihadapi pada kemoterapi ialah obat yang digunakan untuk terapi tidak spesifik

untuk sel leukemic saja tetapi membunuk sel normal juga.

41

Page 42: Acute limfositik mieloblastik

Obat yang digunakan untuk leukemia dapat dimasukkan kedalam kelompok.

E Anti metabolit

E Alkylating agents

E Antibiotic

a. Anti metabolit

Menggunakan purin atau pirimidin analog yang menghambat sintesis DNA. Obat anti metabolit

ini membunuh sel dalam siklus, merusak pembelahan sel yang cepat. Selain membunuh sel-sel

leukemik, obat-obat ini juga membunuh sel lapisan usus, epitel germinal folokel rambut, dan sel

hematopoietic normal.

Komplikasi yang didapat yaitu adanya gangguan gastrointestinal, rambut rontok dan life-

threatening cytopenias (cytopenias yang mengancam jiwa).

b. Alkylating agents

Merupakan senyawa kimia yang mengandung golongan alkil. Obat-oba ini tidak spesifik untuk

sel yang dalam siklus, tapi dapat pula membunuh sel dalam fase istirahat maupun proliferasi obat

melekat pada molekul DNA dan mennganggu sintesis DNA.

Efek samping yang dapat timbul yaitu myelosuressi. Stomatitis, nausea, dan vomiting.

c. Antibiotik

Antibiotic mengikat pada molekul DNA atau RNA, dan mengganggu replikasi sel. Efek toksik

mirip yang terjadi pada alkylating agents.

42

Page 43: Acute limfositik mieloblastik

1. Kemoterapi induksi

Regimen induksi yang paling sering digunakan (pada pasien leukemia selain APL) adalah

kemoterapi yang dikombinasikan dengan cytarabine dan anthracycline. Cytarabine merupakan a

cell cycle S-phase–specific antimetabolite yang berubah menjadi dalam bentuk trifosfat aktif

melalui mekanisme fosforilasi intraselular dan mengganggu sintesis DNA. Anthracyclines

merupakan interkalater DNA. Cara kerja mereka terutama dengan menghambat topoisomerase II,

yang menyebabkan kerusakan DNA. Cytarabine biasanya digunakan sebagai infus intravena

selama 7 hari. Terapi Anthracycline pada umumnya diberikan daunorubicin secara intravena

pada hari ke-1, 2 dan 3 (regimen 7 dan 3). Pengobatan dengan idarubicin selama 3 hari

bersamaan dengan cytarabine secara kontinu selama 7 hari lebih efektif bahkan mungkin lebih

baik dari daunorubicin pada pasien-pasien usia muda. Penambahan etoposide dapat

mempertahankan durasi CR.

Setelah kemoterapi induksi, sumsum tulang diperiksa kembali untuk melihat apakah

leukemia sudah tereliminasi. Jika masih terdeteksi sel blast sebanyak 5% dengan selularitas 20%,

pasien biasanya diterapi ulang dengan cytarabine dan anthracycline dengan dosis sama seperti

dosis inisial, tetapi dalam 5 dan 2 hari berturut-turut. Rekomendasi dari kami adalah untuk

merubah terapi menjadi sebagai berikut, pasien yang gagal mencapai CR setelah 2 kali terapi

induksi harus segera dilanjutkan dengan terapi allogeneic stem cell transplant (SCT) jika donor

43

Page 44: Acute limfositik mieloblastik

yang tepat tersedia. Hal ini hanya dilakukan pada pasien dengan usia dibawah 70 tahun dengan

fungsi organ yang baik.

2. Terapi suportif

Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietic rekombinan sudah diuji secara klinis pada AML. Uji

klinis ini dilakukan untuk mengurangi rasio infeksi setelah kemoterapi. G-CSF dan granulocyte-

macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) telah mengurangi waktu menyembuhan

netrofil rata-rata antara 5-7 hari. Bagaimanapun, rasio penyembuhan netrofil yang dipercepat

ini, tidak selalu menunjukkan penurunan rasio infeksi atau pengurangan masa perawatan di RS.

Kegunaan faktor-faktor pertumbuhan pada terapi suportif untuk pasien-pasien AML masih

controversial. Lebih sering digunakan sebagai terapi suportif pada pasien usia lanjut dengan

komplikasi, pada pasien-pasien yang menerima regimen postremisi intensif atau pasien-pasien

dengan infeksi yang tidak terkontrol.

Kateter multilumen pada atrium kanan harus segera dipasang pada pasien yang baru

didiagnosis AMl. Sesudah itu, dapat digunakan untuk memfasilitasi obat-obat intravena dan

transfusi. Kateter antibiotic juga dapat dipertimbangkan pemasangannya jika resiko infeksi

tinggi.

Bank darah yang adekuat dan cepat sangat penting untuk terapi AML. Transfuse platelet

harus diberikan untuk mempertahankan jumlah platelet > 10,000–20,000/L. Jumlah platelet

harus dipertahankan tinggi pada pasien dengan demam dan selama masa perdarahan atau DIC.

Pasien-pasien dengan kenaikan jumlah platelet posttransfusi yang rendah dapat mengambil

keuntungan dari transfuse platelet dengan human leukocyte antigen (HLA) yang cocok. Transfusi

RBC harus dilakukan untuk mempertahankan kadar Hb > 8 g/dL jika tidak ada perdarahan aktif,

DIC atau CHF.

Penatalaksanaan untuk Promyelocytic Leukemia11

Tretinoin adalah obat oral yang menginduksi diferensiasi sel-sel leukemia t(15;17). APL

responsive terhadap cytarabine dan daunorubicin, tetapi sekitar 10% pasien yang diobati dengan

obat-obat ini meninggal karena DIC yang diinduksi oleh pelepasan komponen granul oleh sel-sel

tumor yang mati. Tretinoin tidak mengakibatkan DIC tetapi dapat mengakibatkan komplikasi

44

Page 45: Acute limfositik mieloblastik

lain yang disebut retinoic acid syndrome. Muncul pada 3 minggu setelah terapi, ditandai dengan

demam, dispneu, nyeri dada, infiltrate pada paru, efusi pericardial dan pleura dan hipoksia.

Sindrom ini berhubungan dengan penambahan sel-sel neoplasma yang berdiferensiasi ke dalam

endothelium. Glucocorticoid, kemoterapi dapat menjadi efektif untuk managemen sindrom asam

retinoat. Mortalitas pada sindrom ini sekitar 10%.

Tretinoin (45 mg/m2 per hari oral hingga remisi tercapai) ditambah dengan kemoterapi

anthracycline yang dilakukan bersama-sama merupakan terapi yang paling aman dan efektif

untuk APL.

Arsenic trioxide dapat digunakan sebagai salah satu terapi inisial pada APL. Deteksi

residu penyakit dengan amplifikasi RT-PCR pada produk gen chimeric t(15;17) menunjukkan

kekambuhan yang diprediksi.

Terapi Postremisi

Tanpa terapi lanjut, semua pasien dapat mengalami kekambuhan. Apabila terjadi kekambuhan,

maka tidak ada obat lain kecuali SCT.

Terapi Postremisi bertujuan untuk menghilangkan residu sel-sel leukemik untuk

mencegah kekambuhan dan memperpanjang harapan hidup. Terapi Postremisi pada AML

biasanya berdasarkan usia (<55–65 dan >55–65). Pada pasien muda, dosis tinggi cytarabine lebih

efektif dari cytarabine dosis standar. Kanker dan leukemia grup B (CALGB), sebagai contoh,

membandingkan durasi CR pada pasien-pasien yang ditunjuk untuk postremisi selama 4 siklus

dengan dosis tinggi cytarabine (3 g/m2, setiap 12 jam pada hari ke-1, 3 dan 5), dosis

intermediate (400 mg/m2 selama 5 hari dengan infus kontinu), atau dosis standar (100 mg/m2 per

hari selama 5 hari dengan infus kontinu).

45

Page 46: Acute limfositik mieloblastik

Rehabilitasi Pada Leukimia

Tujuan rehabilitasi pada pasien leukimia adalah meminimalisir disfungsi organ. Terutma pasca

penatalaksanaan kuratif. Beberapa aspek yang diperhatikan dalam rehabilitasi leukimia, yaitu:

(1) kesehatan fisik dan mengatasi manifestasi klinis (physical well-being and symptoms)

(2) kesehatan psikologis (psychological well-being)

(3) kesehatan sosial (social well-being)

(4) kesehatan spiritual (spiritual well-being)

Intervensi asuhan penderita leukemia di rumah menggunakan strategi untuk menurunkan

dampak penyakit leukemia sebagai stresor dan meningkatkan resistensi pasien sebagai kualitas

hidupnya. Intervensi diberikan untuk menjaga stabilitas pasien, ketersediaan sumber energi

sistem, dan dukungan terhadap pasien untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Intervensi

terhadap penderita ALL dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu prevensi sekunder dan prevensi

tersier.

Prevensi sekunder bertujuan untuk melakukan penatalaksa-naan berbagai manifestasi

leukemia (prompt treatment) dan mencegah/membatasi kecacatan (disability limitation).

46

Page 47: Acute limfositik mieloblastik

Penatalak-sanaan manifestasi leukemia, misalnya: penatalaksanaan nyeri nonfarmakologik;

pencegahan cedera; penanganan perdarahan, anemia, gangguan hidrasi, perubahan nutrisi, nyeri,

mukositis, infeksi sekunder, dan kedaruratan onkologik; penanganan respons terhadap tindakan

kemoterapi; dan koping keluarga. Prevensi tersier bertujuan untuk upaya rehabilitasi, pendidikan

kesehatan yang bersifat readaptasi, pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, dan

memelihara stabilitas kesehatan.

Intervensi Penderita Leukemia di Rumah

Intervensi penderita leukemia di rumah pada prinsipnya sama dengan penatalaksanaan

perawatan akut.

1. Aspek kesehatan fisik dan mengatasi manifestasi klinis (physical well-being and symptoms)

a. Memantau respons terhadap pengobatan kemoterapi

Diare : Berikan cairan per oral. Lakukan perawatan kulit pada bokong dan daerah perineum.

Pantau efektivitas obat antidiare. Hindari makanan dan buah-buahan tinggi-selulose Beri makan

sedikit tapi sering; jika mungkin beri makanan yang disukai . Kurangi atau jangan berikan

daging.

Anoreksia : Observasi adanya tanda-tanda kekurangan cairan (dehidrasi). Beri makan sedikit tapi

sering yang berupa makanan lunak kaya zat gizi dan kalori. Dianjurkan makan makanan yang

disukai atau dapat diterima walaupun tidak lapar. Hindari minum sebelum makan. Tekankan

pada bahwa makan adalah bagian penting dalam program pengobatan.

Mulut kering : Makanan atau minuman diberikan dengan suhu dingin. Bentuk makanan cair.

Kunyah permen karet atau hard candy.

Mual dan muntah : Beri makanan kering. Hindari makanan yang berbau merangsang. Hindari

makanan lemak tinggi. Makan dan minum perlahan-lahan. Hindari makanan atau minuman

terlalu manis. Batasi cairan pada saat makan. Tidak tiduran setelah makan.

47

Page 48: Acute limfositik mieloblastik

Retensi cairan : Pantau asupan dan keluaran cairan. Timbang berat badan harian. Bila ada sesak

nafas (gawat pernapasan) segera dibawa ke rumah sakit. Ubah posisi tidur sesering mungkin.

Hiperuremia : Pantau asupan dan keluaran. Anjurkan untuk banyak minum. Lakukan perawatan

kulit agar rasa gatal berkurang.

Demam dan menggigil : Catat frekuensi gejala. Berikan rasa nyaman dengan memberinya

selimut dan mandi hangat-hangat kuku (tepid sponge).

Sariawan (stomatitis dan ulkus mulut) : Berikan rasa nyaman dengan sering berkumur, memakai

cairan pencuci mulut, dan permen yang keras.

Rambut rontok (alopesia) : Persiapkan dan keluarga untuk menghadapi kerontokan rambut.

Yakinkan hati dan keluarga bahwa kerontokan rambut tersebut hanya sementara. Siapkan dan

keluarga tentang tumbuhnya rambut baru yang berbeda warna dan tekstur dari rambutnya

semula. Gunakan syal, topi, atau wig sebelum rambut mulai rontok sebagai usaha untuk

mengalihkan perhatian. Sering keramas untuk mencegah cradle cap. Cegah penggunaan bahan

kimia rambut, seperti larutan pengkriting rambut yang permanen, ketika rambut tumbuh kembali.

Bantu memilih pakaian yang dapat meningkatkan aspek positif penampilan.

b. Mencegah infeksi sekunder serta memantau adanya tanda dan gejala infeksi

Waspadai bahwa demam dan batuk adalah tanda yang terpenting dari infeksi. Lebih

banyak pasien yang meninggal karena infeksi daripada karena penyakitnya.

Buatkan kamar protektif yang semi steril mendekati ruangan isolasi di rumah sakit.

Minta memakai masker bila keluar rumah atau bersama orang lain terutama bila sedang

menderita neutropenik berat (leukosit kurang dari 1000/mm3).

Cuci tangan dengan alkohol 80%. Gunakan semprotan alkohol untuk cuci tangan sebelum

dan sesudah memegang.

Kurangi kontak dengan orang lain.

48

Page 49: Acute limfositik mieloblastik

Perawatan gigi dan mulut harus dikerjakan setiap hari. Setiap habis makan dan terutama

kalau mau tidur harus dilakukan sikat gigi (dengan sikat gigi yang harus), kumur betadin

dan kumur antijamur.

Setiap hari diwajibkan memeriksa kulit secara menyeluruh dari ujung rambut kepala

sampai ujung kaki. Daerah kemaluan juga harus diperhatikan, daerah tersebut sering

terabaikan dan justru di daerah itu pula sering muncul infeksi kulit.

Makanan hygienis.

Jaga kebersihan diri termasuk kuku yang bersih.

c. Pantau Adanya Tanda dan Gejala Komplikasi

Somnolens radiasi: Dimulai 6 minggu setelah menerima radiasi kraniospinal, menunjukkan

keletihan berat dan anoreksia selama kira-kira 1 sampai 3 minggu. Orang tua sering kali merasa

khawatir tentang terjadinya kambuhan pada saat ini dan perlu untuk diyakinkan.

Gejala SSP: Sakit kepala, penglihatan kabur atau ganda, muntah. Gejala-gejala tersebut dapat

mengindikasikan keterlibatan SSP dalam leukemia.

Gejala pernapasan: Batuk dan sesak nafas. Gejala tersebut mengindikasikan adanya

pneumosistitis atau infeksi pernapasan lainnya.

d. Mencegah cedera yang dapat menyebabkan perdarahan

Pantau adanya tanda dan gejala perdarahan.

Periksa adanya memar dan kemerahan pada kulit.

Periksa adanya mimisan dan gusi berdarah.

Jaga agar kuku tetap pendek.

Hindari penumpuan beban pada alat gerak yang sakit

Hindari kecelakaan dan cedera. Pastikan lingkungan ruangan termasuk barang-barang

yang ada di ruangan agar benar-benar aman dan tidak berisiko mencederai .

Anjurkan aktivitas bermain yang tenang.

e. Pemberian Nutrisi.

Tujuan diit. Memberikan makanan yang seimbang sesuai dengan keadaan penyakit serta daya

terima . Mencegah atau menghambat penurunan berat badan secara berlebihan. Mengurangi rasa

49

Page 50: Acute limfositik mieloblastik

mual, muntah, dan diare. Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap makanan

oleh pasien dan keluarganya.

Syarat-syarat diet di rumah. Energi tinggi, yaitu 36 kkal/kg BB untuk laki-laki dan 32 kkal/kg

BB untuk perempuan. Apabila pasien berada dalam keadaan gizi kurang, maka kebutuhan energi

menjadi 40 kkal/kg BB untuk laki-laki dan 36 kkal/kg BB untuk perempuan. Protein tinggi, yaitu

1-1,5 g/kg BB. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total. Karbohidrat cukup,

yaitu sisa dari kebutuhan energi total. Vitamin dan mineral cukup, terutama vitamin A, B

kompleks, C dan E. Bila perlu ditambah dalam bentuk suplemen.

Jenis makanan atau diet yang diberikan hendaknya memperhatikan nafsu makan, perubahan

indra kecap, rasa cepat kenyang, mual, penurunan berat badan, dan akibat pengobatan.

Hindari makanan atau minuman yang merangsang batuk, misalnya makanan berminyak,

makanan asam, pewarna makanan, MSG.

Sesuai dengan keadaan pasien, makanan dapat diberikan dalam bentuk makanan padat,

makanan cair, atau kombinasi. Untuk makanan padat dapat berbentuk makanan biasa, makanan

lunak, atau makanan lumat.

Apabila terdapat kesulitan mengunyah atau menelan. Minum dengan menggunakan sedotan.

Makanan atau minuman diberikan dengan suhu kamar atau dingin. Bentuk makanan disaring

atau cair. Hindari makanan terlalu asam atau asin.

f. Mencegah dan Mengatasi Mukositis

Hindari sikat gigi yang berbulu keras.

Hindari makanan keras yang harus dikunyah berlebihan

Hindari makanan yang asam dan pedas.

Hindari makanan yang masih panas

g. Berikan cukup istirahat dan tidur

50

Page 51: Acute limfositik mieloblastik

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

1. The New England Journal of Medicine.The Biology of Chronic Myeloid Leukemia.

Stefan Faderl, M.D., Moshe Talpaz, M.D., Zeev Estrov, M.D., Susan O'Brien, M.D.,

Razelle Kurzrock, M.D., and Hagop M. Kantarjian, M.D

2. M.Baldhy,Catherine. Gangguan Sel Darah Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit

Vol 1 Silvya A Price. Jakarta:EGC.2006. Hal 255-8.

3. Mckenzie, shirlyn B, PhD, CLS. Textbook of HEMATOLOGY. 2nd edition. USA.

Williams & Wilkins. 1996.

4. Hilman, Roberts, dkk. Hematology In Clinical Practice. 4th ed. McGraw-Hill : 2005.

5. Levine EG, Bloomfield CD: Leukemias and myelodysplastic syndromes secondary to

drugs, radiation, and environmental exposure. Semin Oncol 19:47, 1992. [PMID:

1736370]

6. Sandler DP, Shore DL, Anderson JR, et al: Cigarette smoking and risk of acute leukemia:

Associations with morphology and cytogenetic abnormalities in bone marrow. J Natl

Cancer Inst 85:1994, 1993. [PMID: 8246285]

7. Shu X-O, Ross JA, Pendergrass TW, et al: Parental alcohol consumption, cigarette

smoking and risk of infant leukemia. J Natl Cancer Inst 88:24, 1996. [PMID: 8847721]

8. Peters BS, Matthews J, Gompels M, et al: Acute myeloblastic leukemia in AIDS. AIDS

4:367, 1990. [PMID: 2350458]

9. Mudita, I.B. Sel Darah Putih. Dalam: Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan

kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2006. Hal. 101-7.

10. Fauci AS, Kasper DL, Braunwald E, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J :

Harrison’s principles of internal medicine, 17th ed : http :// www.accessmedicine.com

11. Golde,DW. Penyakit mieloproliferatif dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu penyakit

dalam. Vol.4.ed.17, Jakarta: EGC, 2008.h.1958

12. IsbiterJP. Clinical Haematology. A Clinical Oriented Approach. Williams & Wilkins

Adis Pty Limited. NSW, Australia, 1986

51