diare acute
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, penyusun menampilkan
presentasi kasus yang berjudul “Diare Akut dengan Dehidrasi Berat“. Adapun
presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian
kepaniteraan klinik dibagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Cilegon.
Terwujudnya presentasi kasus ini merupakan berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak. Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Ibnu
Muktasid, Sp.A selaku dokter pembimbing dalam kepaniteraan klinik Anak ini dan
rekan-rekan koass yang ikut membantu memberikan dorongan semangat serta moril.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang sebesar-besarnya atas bantuan yang
diberikan selama ini.
Penyusun menyadari presentasi kasus ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga penyusunan
presenasi kasus ini dapat menjadi lebih baik dan sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Akhir kata dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu meridhoi
kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Cilegon, Januari 2013
Penyusun
PRESENTASI KASUS
I. IDENTIFIKASI
A. Identitas Pasien
Nama : An. A
Usia : 3 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Sambi manis
Masuk RSUD Cilegon : 22 Januari 2013
B. Identitas Orang Tua
Ayah Ibu
Nama : Tn. TA Ny. N
Usia : 21 tahun 23 tahun
Pendidikan : SD SD
Agama : Islam Islam
Perkawinan : Pertama Kedua
Pekerjaan : Wiraswasta Ibu rumah tangga
Penghasilan per bulan : Rp. 700.000 Rp. 400.000
II. RIWAYAT PENYAKIT
Autoanamnesis dari kedua orang tua pasien dilakukan di IGD RSUD Cilegon.
A. Keluhan Utama
Buang – buang air sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit lebih dari 10
kali sehari. Konsistensi cair warna kuning kehijauan, ada ampas, tidak ada
lendir dan tidak ada darah.
1
B. Keluhan Tambahan
Demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, naik turun. Tidak ada
muntah. Nafsu makan berkurang.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Cilegon di antar oleh orang tuanya dengan
keluhan diare 3 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi lebih
dari 10 kali sehari, dengan konsistensi encer, berwarna kuning kehijauan,
ampas (+), lendir (-), darah (-). Pasien juga demam sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, panas naik turun, turun apabila dikompres oleh Ibu
pasien. Nafsu makan pasien juga berkurang sejak sakit. Pasien tidak
muntah, batuk dan pilek.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama 4 hari sebelumnya dan
dipulangkan karna keadaan sudah membaik.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita sakit seperti ini. Riwayat
hipertensi, asma, diabetes melitus disangkal.
III. RIWAYAT HIDUP
A. Susunan Keluarga
Pasien merupakan anak kedua dan mempunyai kakak laki - laki.
B. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Pasien adalah anak pertama dari perkawinan kedua. Selama mengandung
ibu pasien rajin memeriksakan kehamilan ke dokter, teratur setiap bulan
sampai usia kehamilan 5 bulan, 2 kali sebulan sampai usia kehamilan 7
bulan, lalu 2 kali seminggu saat memasuki usia kehamilan 9 bulan.
Pasien dikandung cukup bulan, lahir secara spontan, normal dan ditolong
oleh bidan, 16 Oktober 2012. Setelah lahir, pasien langsung menangis,
bergerak aktif dan tidak ada kelainan bawaan. Berat badan lahir 3000
gram dan panjang badan 49 cm.
Kesan : riwayat kehamilan dan kelahiran baik
2
C. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Gigi pertama : belum
Duduk : belum
Jalan sendiri : belum
Bicara : belum
D. Riwayat Makanan
Usia 0 – 15 hari : ASI
Mulai usia 15 hari : PASI (bubur susu, buah, biskuit)
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan cukup
E. Riwayat Imunisasi
BCG : usia 1 bulan
DPT I : usia 2 bulan
Polio I : usia 2 bulan
Campak : belum
Hepatitis B : usia 1 bulan
Kesan : riwayat imunisasi dasar untuk usia 3 bulan lengkap
F. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta. Ibu pasien sebagai ibu rumah
tangga bekerja sebagai buruh cuci. Menurut ibu pasien penghasilan sekitar
Rp. 1.100.000 sebulan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari.
G. Riwayat Perumahan dan Sanitasi Lingkungan
Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya dan satu kakak laki – lakinya di
kawasan yang padat penduduknya. Tempat tinggal pasien berukuran 50
m2, beratap genteng, lantai disemen dengan 2 kamar tidur yang berjendela,
1 ruang tamu yang menjadi satu dengan ruang makan, 1 dapur. Cahaya
matahari dapat masuk melalui jendela. Kamar mandi ada 1 dan terdapat di
dalam rumah. Terdapat penerangan dengan listrik. Air berasal dari PAM.
Air limbah rumah tangga disalurkan melalui selokan di depan rumah.
Kesan : rumah dan sanitasi lingkungan baik
3
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital
Frekuensi nadi : 136x/menit
Frekuensi nafas : 28x/menit
Suhu : 37,40 C
Berat badan : 6 kg
Kepala : normosefali, rambut hitam distribusi merata tidak
mudah dicabut, ubun – ubun besar sangat cekung
Mata : cekung +/+, pupil bulat isokor
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
refleks cahaya +/+
Telinga : normotia, deformitas -/-
Hidung : deformitas (-), septum deviasi (-), sekret (–)
Tenggorok : faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang
Mulut : mukosa bibir kering, sianosis (-), lidah
kotor (–)
Leher : trakea ditengah, KGB tidak teraba membesar
Toraks
Paru : Inspeksi : pergerakan dada simetris dalam
keadaan statis dan dinamis.
Palpasi : tidak teraba massa
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronki -/-,
wheezing -/-
Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga V
garis midklavikula kiri
Perkusi : batas jantung kanan dan kiri normal
Auskultasi : bunyi jantung I – II reguler,
4
Abdomen Inspeksi : datar
Palpasi : supel, turgor kembali sangat
lambat, nyeri tekan (-)
hepar dan lien tidak membesar
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral dingin, sianosis -/-, edema -/-, perfusi perifer
baik
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 22 Januari 2013
Darah rutin
Hb : 11,7 g/dL
Ht : 30,9 vol%
Leukosit : 19.130 uL
Trombosit : 837.000 uL
GDS : 85 mg/dL
VI. RESUME
Pasien seorang anak perempuan usia 3 bulan, berat badan 6 kg datang dengan
keluhan diare sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi lebih
dari 10 kali sehari. Konsistensi fesesnya cair, warna kuning kehijauan,
terdapat ampas, tidak ada lendir dan darah. Pasien juga demam sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sejak sakit nafsu makan pasien berkurang.
Pasien tidak muntah, batuk dan pilek.
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital
Frekuensi nadi : 136x/menit
Frekuensi nafas : 28x/menit
Suhu : 37,40 C
5
Kepala : ubun – ubun besar sangat cekung
Mulut : mukosa bibir kering
Abdomen : turgor kembali sangat lambat
Ekstremitas : akral dingin
VI. DIAGNOSIS KERJA
Diare akut dehidrasi berat
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Darah lengkap
VIII. PENATALAKSANAAN
Terdapat lima lintas tatalaksana, yaitu :
1) Rehidrasi
2) Antipiretik
3) Suplementasi Zinc
4) Antibiotik selektif
5) Edukasi orang tua
IX. ANALISIS KASUS
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa
diagnosis pada kasus ini adalah diare akut dengan dehidrasi berat. Terapi obat
yang diberikan pada awalnya diberikan paracetamol untuk menurunkan
demam. Yang paling penting dalam penanganan kasus ini adalah rehidrasi.
6
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak
di negara yang sedang berkembang. Dalam berbagai hasil Survei kesehatan Rumah
Tangga diare menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai penyebab kematian bayi
di Indonesia.
Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi
karena infeksi seluran cerna antara lain pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan
gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel,
penetrasi ke lamina propria serta kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan
maldiges dan malabsorpsi.
Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak
kematian terutama pada bayi dan balita, serta sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa
(KLB) .
I. DEFINISI
Diare adalah buang air besar dengan peningkatan frekuensi tiga kali atau lebih
dalam 24 jam dengan konsistensi lembek atau bahkan dapat berupa air saja, dengan atau
tanpa darah dan lendir,dan dapat disertai gejala lain seperti mual, muntah, demam, atau
nyeri perut.
Diare dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1. Diare akut
Diare yang bersifat mendadak dan berlangsung kurang dari 2 minggu
2. Diare persisten
Diare dengan atau tanpa disertai darah yang akut dan berlangsung selama 14 hari
3. Diare kronis
Diare dengan atau tanpa disertai perdarahan dan berlangsung lebih dari 14 hari
7
II. EPIDEMIOLOGI
Setiap tahun diperkirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3
juta kasus kematian sebagai akibatnya. Diperkirakan angka kejadian di negara
berkembang berkisar 3,5 – 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan
dan 2 – 5 episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Data dari profil
kesehatan Indonesia tahun 2002 menunjukkan bahwa angka kesakitan diare berdasarkan
propinsi terjadi penurunan dari tahun 1999-2001. Pada tahun 1999 angka kesakitan diare
sebesar 25,63 per 1000 penduduk menurun menjadi 22,69 per 1000 penduduk pada tahun
2000 dan 12,00 per 1000 penduduk pada tahun 2001.6 Sedangkan berdasarkan profil
kesehatan Indonesia 2003, penyakit diare menempati urutan kelima dari 10 penyakit
utama pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit dan menempati urutan pertama pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit. Berdasarkan data tahun 2003 terlihat frekuensi
kejadian luar biasa (KLB) penyakit diare sebanyak 92 kasus dengan 3865 orang
penderita, 113 orang meninggal, dan Case Fatality Rate(CFR) 2,92%.7 Kasus diare akut
yang ditangani di praktek sehari-hari berkisar 20% dari total kunjungan untuk usia di
bawah 2 tahun dan 10% untuk usia di bawah 3 tahun .
III. ETIOLOGI
Selama 2 dekade, penelitian menunjukkan karakteristik dari diare akut. Pada awal
1970 agen penyebab dapat diidentifikasi dalam 15-20% episode diare. Sekarang, dengan
semakin berkembangnya teknik diagnostik, dapat ditemukan agen penyebab dalam 60-
80%.3 Sebagian besar penyebab infeksi diare adalah Rotavirus, disamping virus lainnya
seperti Norwalk Like Virus, Enteric Adenovirus, Astovirus, dan Calicivirus. Beberapa
patogen bakteri seperti Salmonella, Shigella, Yersinia, Campylobacter, dan beberapa
strain khusus E.Coli. Beberapa parasit yang sering menyebabkan diare meliputi Giardia,
Crytosporidium, dan Entamoeba Histolytica.
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor infeksi
a) Infeksi enteral yaitu : infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama pada anak. Infeksi enteral meliputi :
8
Infeksi bakteri : Vibrio, E coli, Salmonela, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, aeromonas dan sebagainya.
Infeksi Virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, astovirus dan lain-lain.
Infestasi parasit : Cacing (ascaris, Trichiuris, Oxyuris), Protozoa ( E.
Histolytica, Giardia lambia, Trichomonas hominis), Jamur (Candida
albicans).
b) Infeksi paraenteral yaitu : infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan
seperti Otitis media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopnemonie,
Enchepalitis dan sebagainya.
2. Faktor Malabsopsi
a) Malabsobsi karbohidrat
b) Malabsobsi lemak
c) Malabsobsi protein
3. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor Psikologis : rasa takut dan cemas, walaupun jarang menimbulkan diare
terutama pada anak besar.
IV. PATOFISIOLOGI
Ada beberapa mekanisme patofisiologis yang terjadi, sesuai dengan penyebab diare.
Virus dapat secara langsung merusak vili usus halus sehingga mengurangi luas
permukaan usus halus dan mempengaruhi mekanisme enzimatik yang mengakibatkan
terhambatnya perkembangan normal vili enterocytes dari usus kecil dan perubahan dalam
struktur dan fungsi epitel. Perubahan ini menyebabkan malabsorbsi dan motilitas
abnormal dari usus selama infeksi rotavirus .
Bakteri mengakibatkan diare melalui beberapa mekanisme yang berbeda. Bakteri
non invasive (vibrio cholera, E.coli patogen) masuk dan dapat melekat pada usus,
berkembang baik disitu, dan kemudian akan mengeluarkan enzim mucinase (mencairkan
lapisan lendir), kemudian bakteri akan masuk ke membran, dan mengeluarkan sub unit A
dan B, lalu mengeluarkan cAMP yang akan merangsang sekresi cairan usus dan
menghambat absorpsi tanpa menimbulkan kerusakan sel epitel. Tekanan usus akan
meningkat, dinding usus teregang, kemudian terjadilah diare .
9
Bakteri invasive (salmonella spp, shigella sp, E.coli invasive, campylobacter)
mengakibatkan ulserasi mukosa dan pembentukan abses yang diikuti oleh respon
inflamasi. Toksin bakteri dapat mempengaruhi proses selular baik di dalam usus maupun
di dalam usus. Enterotoksin Escherichia coli yang tahan panas akan mengaktifkan
adenilat siklase, sedangkan toksin yang tidak tahan panas mengaktifkan guanilat siklase.
E.coli enterohemoragik dan Shigella menghasilkan verotoksin yang menyebabkan
kelainan sistemik seperti kejang dan sindrom hemolitik uremik .
V. GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang timbul pada anak yang diare adalah cengeng, gelisah, suhu
badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada nafsu makan. Tinja
mungkin mengandung darah dan/atau lendir. Meningkatnya asam laktat akibat fermentasi
laktosa dalam usus besar menyebabkan tinja menjadi asam yang dapat mengiritasi anus
dan sekitarnya sehingga lecet. Muntah dapat terjadi sebelum diare.
Kehilangan air dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi berat, berat badan
turun, ubun-ubun besar cekung pada bayi, tonus dan turgot kulit berkurang, selaput lendir
mulut dan bibir tampak kering. Kehilangan elektrolit dan cairan yang berlebihan dapat
menimbulkan gejala klinis sesak, kejang, dan kesadaran menurun.
VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosis (kausal)
yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula. Pemeriksaan yang perlu
dikerjakan :
1. Pemeriksaam tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis.
b) Biakan kuman untuk mencari kumam penyebab.
c) Tes resistensi terhadap berbagai antibiotika.
d) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila
diduga terdapat intoleransi glukosa.
10
2. Pemeriksaan darah
a) Darah lengkap.
b) pH, cadangan alkali dan elektrolit untuk menentukan gangguan keseimbangan
asam – basa.
c) Kadar ureum untuk mengetahui adanya gangguan faal ginjal.
3. Pemeriksaan Elektrolit
Terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada
penderita yang disertai kejang).
4. Pemeriksaan intubasi duodenal
Untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif,
terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
VII. KOMPLIKASI
Sebagai akibat diare akut maupun kronik akan terjadi :
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi kehilangan air (output) lebih banyak daripada pemasukan
(input).
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Terjadi karena :
a) Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja
b) Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda
keton tertimbun dalam tubuh.
c) Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia jaringan.
d) Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria).
e) Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernafasan,
pernafasan bersifat cepat, teratur dan dalam (pernafasan Kuszmaull)
11
3. Hipoglikemia
Hal ini terjadi karena :
a) Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu.
b) Adanya gangguan absopsi glukosa (walaupun jarang).
Gejala hipoglikemi akan muncul jika kada glukosa darah menurun sampai 40 mg %
pada bayi dan 50 mg % pada anak-anak. Gejala hipoglikemi tersebut dapat berupa :
lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
4. Gangguan Gizi
Hal ini disebabkan :
a) Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan / muntahnya
akan bertambah hebat.
b) Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan susu yang
encer ini diberikan terlalu lama.
c) Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsopsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa renjatan (shock) hipovolemik.Akibatnya perfusi jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
pendarahan dalam otak, kesadaran menurun (soporokomatosa) dan bila tidak segera
ditolong penderita dapat meninggal .
VII. PENATALAKSANAAN
Terdapat lima lintas tatalaksana, yaitu :
1. Rehidrasi
2. Dukungan nutrisi
3. Suplementasi Zinc
4. Antibiotik selektif
5. Edukasi orang tua
12
1. REHIDRASI
2. DUKUNGAN NUTRISI
Makanan tetap diteruskan sesuai usia anak dengan menu yang sama pada
aktu anak sehat sebagai pengganti nutrisi yang hilang, serta mencegah tidak
terjadi gizi buruk. ASI tetap diberikan pada diare cair akut (maupun pada diare
akut berdarah) dan diberikan dengan frekuensi lebih sering dari biasanya.
3. SUPLEMENTASI ZINC
Pemakaian zinc sebagai obat pada diare didasarkan pada alasa ilmiah
bahwa zinc mempunyai efek pada fungsi kekebalan saluran cerna dan
berpengaruh pada fungsi dan struktur saluran cerna serta mempercepat proses
penyembuhan epiel selama diare. Kekurangan zinc ternyata sudah pandemik pada
anak anak di negara sedang berkembang. Zinc telah diketahui berperan dalam
metallo-enzymes, polyribosomes, membran sel, fungsi sel, dimana hal ini akan
memacu pertumbuhan sel dan meningkatkan fungsi sel dalam sistem kekebalan.
Perlu diketahui juga bahwa selama diare berlangsung zinc hilang bersama diare
sehingga hal ini bisa memacu kekurangan zinc ditubuh.
Bukti bukti yang telah disebar luaskan dari hasil penelitian bahwa zinc
bisa mengurangi lama diare sampai 20% dan juga bisa mengurangai angka
kekambuhan sampai 20%. Bukti lain mengatakan dengan pemakaian zinc bisa
mengurangi jumlah tinja sampai 18-59%. Dari bukti-bukti juga dikatakan tidak
ada efek samping pada penggunaan zinc, jika ada ditemukan hanya gejala
muntah.
Pada penelitian selanjutkan didapatkan bahwa zinc bisa digunakan sebagai
obat pada diare akut, diare persisten, sebagai pencegahan diare akut dan persisten
serta diare berdarah. Dalam penelitian biaya untuk diare dengan menggunakan
zinc dikatakan zinc bisa menekan biaya untuk diare. Pemberian zinc untuk
pengobatan diare bisa menekan penggunaan antibiotik yang tidak rasional.
Efek zinc antara lain sebagai berikut :
o Zinc merupakan kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD). SOD akan
merubah anion superoksida (merupakan radikal bebas hasil sampingan
dari proses sintesis ATP yang sangat kuat dan dapat merusak semua
13
struktur dalam sel) menjadi H2O2, yang selanjutnya diubah menjadi H2O
dan O2 oleh enzim katalase. Jadi SOD sangat berperan dalam menjaga
integritas epitel usus.
o Zinc berperan sebagai anti-oksidan, ‘berkompetisi’ dengan tembaga (Cu)
dan besi (Fe) yang dapat menimbulkan radikal bebas.
o Zinc menghambat sintesis Nitric Oxide (NO). Dengan pemberian zinc,
diharapkan NO tidak disintesis secara berlebihan sehingga tidak terjadi
kerusaan jaringan dan tidak terjadi hipersekresi.
o Zinc berperan dalam penguatan sistem imun.
o Zinc berperan dalam menjaga keutuhan epitel usus, berperan sebagai
kofaktor berbagai faktor transkripsi sehingga transkripsi dalam sel usus
dapat terjaga.
4. ANTIBIOTIK SELEKTIF
Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, kecuali dengan
indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera.
5. EDUKASI ORANG TUA
Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika ada demam,
tinja berdarah, muntah berulang, makan / minum sedikit, sangat haus, diare
semakin sering, atau belum membaik dalam tiga hari. Indikasi rawat inap pada
penderita diare akut berdarah adalah malnutrisi, usia kurang dari satu tahun,
menderita campak pada 6 bulan terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang
datang sudah dengan komplikasi.
PROBIOTIK
Probiotik adalah mikroorganisme hidup, yang jika diberikan dalam jumlah yang
adekuat akan memberi keuntungan menyehatkan pada individu.
Pemberian makan disertai susu fermentasi yang mengandung lactobacillus casei
atau lactobacillus acidophilus dapat memproduksi imunostimulasi pada host dengan
mengaktivasi makrofag dan limfosit. Hal ini berhubungan dengan bahan yang diproduksi
oleh organisme-organisme ini selama proses fermentasi yaitu beberapa bahan metabolit,
peptide dan enzim.
14
Pada anak dengan malnutrisi, diare akut menyebabkan perubahan keseimbangan
mikroflora secara drastis, pada kasus ini pemberian produk yang difermentasi dapat
membantu rekolonisasi.
Susu formula bayi yang mengandung Bifidobacterium lactis atau Lactobacillus
reuteri, dapat menurunkan resiko diare, gejala gangguan saluran pernapasan, demam dan
parameter kelainan lainnya. Anak-anak yang mempunyai resiko terhadap penyakit ini
seperti anak-anak di TPA, dapat diberikan formula probiotik profilaksis secara teratur.
Beberapa penulis melaporkan adanya penurunan episode penyakit dan jumlah hari
kesakitan akibat diare dan demam.
Pada saluran cerna manusia, probiotik menginduksi kolonisasi dan dapat tumbuh
secara in situ di lambung, duodenum dan ileum. Pada epitel ileum manusia,
mikroorganisme ini dapat menginduksi aktivitas immunomodulatory, termasuk
pengambilan CD4+ T Helper cells. Probiotik menginduksi sistem imun, produksi musin,
down regulation dari respon inflamasi, sekresi bahan antimikroba, pengaturan
permeabilitas usus, mencegah perlekatan bakteri patogen pada mukosa, stimulasi
produksi immunoglobulin dan mekanisme probiotik lainnya. 2
Enzim akan memproduksi bakteri asam laktat yang dapat mempengaruhi proses
metabolisme host. Yogurt mempunyai aktivitas laktase yang tinggi, yang dapat
membantu keadaan malabsorbsi laktosa. Selama proses fermentasi susu, secara umum,
mikroorganisme akan menggunakan laktosa sebagai substrat. Hasilnya, konsentrasi
laktosa dalam yogurt akan lebih rendah daripada susu yang tidak difermentasi.
Malabsorbsi laktosa dapat mempengaruhi mekanisme diare dengan memproduksi tekanan
osmotic intraluminal sehingga mendorong air dan elektrolit ke dalam lumen usus,
akibatnya karbohidrat yang tidak diabsorbsi dapat menyebabkan kolonisasi bakteri di
usus kecil.
Dosis probiotik yang dianjurkan adalah 10 pangkat 7 hingga 10 pangkat 9.
Rekomendasi dari Mitsuoka untuk bakteri Lactobacillus memang sekitar 10 pangkat 6.
Jika kita memberikan kurang dari itu, maka proses keseimbangan tidak tercapai yang
berarti tidak bisa disebut probiotik. Oleh karena itu, preparat probiotik Lactobacillus
umumnya diberikan pada dosis 10 pangkat 7 hingga pangkat 9.
15
IX. PENCEGAHAN
1) Penggunaan ASI
Feachem dan koblinsky (1983) telah mengumoulkan data penelitian dari 14 negara
mengenai dampak pemberian ASI terhadap morbiditas dan mortalitas dan menyimpulkan
bahwa peningkatan penggunaan ASI akan menurunkan morbiditas sebesar 6-20 % dan
mortalitas 24 – 27 % selama 6 bulan pertama kehidupan. Untuk bayi dan anak balita
penurunan morbiditas sebesar 1-4 % dan mortalitas 8 – 9 %.
2) Perbaikan pola penyapihan
Hal ini disebabkan karena (1) tercemarnya makanan dan minuman oleh bakteri, (2)
rendahnya kadar kalori dan protein, (3) tidak tepatnya pemberian makanan, (4) kurang
sabarnya ibu memberikan makanan secara sedikit-sedikit tetapi sering.
3) Imunisasi campak
Program imunisasi campak mencakup 60 % bayi berumur 9 – 11 bulan, dengan
efektivitas sebesar 85 %, dapat menurun morbiditas diare sebesar 1,8 % dan mortalitas
diare sebesar 13 % pada bayi dan anaki balita.
4) Perbaikan higiene perorangan
Amerika serikat menunjukan bahwa kebiasaan mencuci sebelum makan, dan sebelum
masak dan setelah buang air kecil atau buang air besar dapat menurunkan morbiditas
diare sebesar 14 – 48%.
16
DEHIDRASI
Semua akibat diare cair diakibatkan karena kehilangan air dan elektrolit tubuh
melalui tinja salah satunya adalah dehidrasi. Dehidrasi adalah keadaan yang paling
berbahaya karena dapat menyebabkan volume darah (hipovolemia), kolaps
kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Ada tiga macam dehidrasi :
1. Dehidrasi isotonik
Ini adalah dehidrasi yang sering terjadi karena diare. Hal ini terjadi bila
kehilangan air dan natrium dalam proporsi yang sama dengan keadaan normal dan
ditemui dalam cairan ekstraseluler.
2. Dehidrasi Hipertonik
Beberapa anak yang diare, terutama bayi sering menderita dehidrasi
hipernatremik. Pada keadaan ini didapatkan kekurangan cairan dan kelebihan natrium.
Bila dibandingkan dengan proporsi yang biasa ditemukan dalam cairan ekstraseluler dan
darah. Ini biasanya akibat dari pemasukan cairan hipertonik pada saat diare yang tidak di
absopsi secara efisien dan pemasukan air yang tidak cukup.
3. Dehidrasi Hipotonik
Anak dengan diare yang minum air dalam jumlah besar atau yang mendapat infus
5 % glukosa dalam air, mungkin bisa menderita hiponatremik. Hal ini terjadi karena air
diabsopsi dari usus sementara kehilangan garam (NaCl ) tetap berlangsung dan
menyebabkan kekurangan natrium dan kelebihan air.
GEJALA KLINIS
Mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin
mengandung darah dan/ atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena
tercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja
makin lama makin menjadi asam akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari
pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah
banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun, pada
17
bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan
bibir terlihat kering.
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi
berdasarkan :
a. Kehilangan berat badan
Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2 ½ %.
Dehidrasi ringan, bila terjadi penurunan berat badan 2 ½ - 5 %.
Dehidrasi sedang, bila terjadi penurunan berat badan 5 – 10 %.
Dehidrasi berat, bila terjadi penurunan berat badan 10 %.
b.Skor Maurice king
Tabel I. Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan sistem Maurice king
Bagian tubuh
yang diperiksa
Nilai Untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Keadaan umum
Kekenyalan kulit
Mata
Ubun-ubun besar
Mulut
Denyut nadi /
menit
Sehat
Normal
Normal
Normal
Normal
Kuat < 120
Gelisah, cengeng,
apatis, ngantuk
Sedikit kurang
Sedikit cekung
Sedikit cekung
Kering
Sedang (120-140)
Mengigau, koma
atau syok
Sangat kurang
Sangat cekung
Sangat cekung
Kering dan
sianosis
Lemah > 140
Ket : Nilai 0-2 = dehidrasi ringan, nilai 3-6 = dehidrasi sedang, nilai 7-12 = dehidrasi
berat
18
Pembagian dehidrasi menurut Modul Pelatihan Diare.
Kategori Tanda dan Gejala
Dehidrasi Berat Dua atau lebih tanda berikut:
Letargi atau penurunan kesadaran
Mata cowong
Tidak bisa minum atau malas minum
Cubitan perut kembali dengan sangat lambat (≥ 2 detik)
Dehidrasi Tak
Berat
Dua atau lebih tanda berikut:
Gelisah
Mata Cowong
Kehausan atau sangat haus
Cubitan kulit perut kembali dengan lambat
Tanpa Dehidrasi Tidak ada tanda gejala yang cukup untuk mengelompokkan dalam
dehidrasi berat atau tidak berat
c. Menurut WHO (1980)
Tabel II. Modifikasi petunjuk dalam menentukan derajat dehidrasi menurut WHO (1980).
Tanda dan
Gejala
Dehidrasi
ringan
Dehidrasi
sedang
Dehidrasi berat
1.Keadaan umum
dan kondisi :
- Bayi dan anak
Kecil
- Anak lebih besar
dan dewasa
2.Nadi radialis
Haus, sadar,
gelisah
Haus, sadar,
gelisah
Haus, gelisah,
atau letargi tetapi
iritabel
Haus, sadar,
merasa pusing
pada perubahan
Mengantuk, lemas, ektremitas
dingin, berkeringat, sianotik,
mungkin koma.
Biasanya sadar, gelisah,
ektremitas dingin, berkeringat dan
sianotik, kulit jari-jari tangan dan
kaki berkeriput, kejang otot.
19
3.Pernafasan
4.Ubun-ubun
besar
5.Elastisitas kulit
6.Mata
7.Air mata
8.Selaput lendir
9.Pengeluaran
urin
10.Tekanan darah
sistolik
% kehilangan
berat
Perkiraan
kehilangan cairan
Normal
Normal
Normal
Pada pencubitan,
elsatisitas
kembali segera
Normal
Ada
Lembab
Normal
Normal
4 – 5 %
40 – 50 ml/kg
Cepat dan lemah
Dalam, mungkin
cepat
Cekung
Lambat
Cekung
Kering
Kering
Berkurang dan
warna tua
Normal-rendah
6 - 9 %
60 – 90 ml/kg
Cepat, halus, kadang-kadang tidak
teraba.
Dalam dan cepat
Sangat cekung
Sangat lambat ( >2 detik)
Sangat cekung
Sangat kering
Sangat kering
Tidak ada urin untuk beberapa
jam, kandung kencing kosong
< 80 mmHg, mungkin tidak
teratur
10 % atau lebih
100 – 110 ml/kg
TERAPI DEHIDRASI
REHIDRASI
1. Rencana Terapi A : Diare Tanpa Dehidrasi
Terapi dilakukan di rumah. Menerangkan 4 cara terapi diare di rumah :
a. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi
b. Berikan tablet Zinc. Dosis yang digunakan untuk anak-anak :
20
Anak dibawah usia 6 bulan : 10 mg (½ tablet) per hari
Anak diatas usia 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, walaupun anak sudah sembuh.
Cara pemberian tablet zinc pada bayi, dapat dilarutkan dengan air matang, ASI,
atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau
dilarutkan dalam air matang atau oralit.
b. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi.
Teruskan ASI / berikan susu PASI
Bila anak 6 bulan / lebih, atau telah mendapatkan makanan padat :
- Berikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan, sayur,
daging / ikan. Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur sop tiap porsi
- Berikan sari buah / pisang halus untuk menambah kalium
- Berikan makanan segar, masak dan haluskan / tumbuk dengan baik
- Bujuklah anak untuk makan
- Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan
makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu
c. Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau
menderita sebagai berikut :
Buang air besar cair lebih sering
Muntah terus menerus
Rasa haus yang nyata
Makan atau minum sedikit
Demam
Tinja berdarah
Anak harus diberi oralit dirumah apabila :
Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C
Tidak dapat kembali ke petugas kesehatan bila diare memburuk
Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang datang ke petugas
kesehatan merupakan kebijakan pemerintah.
Berikan oralit formula baru sesuai ketentuan yang benar.
21
Formula oralit baru yang berasal dari WHO dengan komposisi sbb :
Natrium : 75 mmol/L
Klorida : 65 mmol/L
Glukosa, anhidrous : 75 mmol/L
Kalium : 20 mmol/L
Sitrat : 10 mmol/L
Total Osmolaritas : 245 mmol/L
Ketentuan pemberian oralit formula baru :
Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru.
Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 L air matang, untuk persediaan
24 jam.
Berikan larutan oralit pada anak setiap kali BAB, dengan ketentuan sebagai
berikut :
- Untuk anak usia < 2 tahun : berikan 50-100 mL tiap kali buang air.
- Untuk anak usia > 2 tahun : berikan 100-200 mL tiap kali buang air.
Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan
itu harus dibuang.
2. Rencana Terapi B : Diare Dengan Dehidrasi Tidak Berat
Pada dehidrasi tidak berat, cairan rehidrasi oral diberikan dengan pemantauan
yang dilakukan di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6 jam. Ukur jumlah rehidrasi
oral yang akan diberikan selama 4 jam pertama.
Usia BB (Kg) Jmlh (mL)
< 4 bln < 5 200 – 400
4 – 11 bln 5 – 7,9 400 – 600
12 – 23 bln 8 – 10,9 600 – 800
2 - 4 thn 11 – 15,9 800 – 1200
5 – 14 thn 16 – 29,9 1200 – 2200
≥ 15 thn ≥ 30 2200 – 4000
22
Jika anak minta minum lagi, berikan.
a) Tunjukkan kepada orang tua bagaimana cara memberikan rehidrasi oral
o Berikan minum sedikit demi sedikit.
o Jika anak muntah, tunggu 10 menit lalu lanjutkan kembali rehidrasi oral
perlahan.
o Lanjutkan ASI kapanpun anak minta.
b) Setelah 4 jam :
o Nilai ulang derajat dehidrasi anak.
o Tentukan tatalaksana yang tepat unuk melanjutkan terapi.
o Mulai beri makan anak di klinik.
c) Bila ibu harus pulang sebelum rencana terapi B :
o Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam 3 jam dirumah.
o Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam
Rencana Terapi A.
o Jelaskan 4 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah
- Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya.
- Beri tablet zinc.
- Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi.
- Kapan anak harus dibawa kembali ke petugas kesehatan.
3. Rencana Terapi C : Diare Dengan Dehidrasi Berat
Ikuti arah anak panah berikut sesuai keadaan pasien :
23
Apakah saudara dapat menggunakan cairan IV segera?
Mulai beri cairan IV segera. Bila penderita bisa minum, berikan oralit, sewaktu cairan IV dimulai. Berikan 100 mL/kgBB cairan RL (atau NS, atau Ringer Asetat) sebagai berikut :
Usia Pemberian 1 Kemudian
30 mL/kgBB 70 mL/kgBB
By < 1 thn : 1 jam 5 jam
Anak 1-5 thn : 30 menit 2 ½ jam
Ulangi bila denyut nadi lemah atau tidak teraba.
Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai, percepat tetesan IV.
Juga berikan oralit (5 mg/kgBB/jam) bila penderita masih bisa minum, biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak).
Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), nilai ulang penderita menggunakan tabel penilaian. Lalu pilihlah rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk melanjutkan terapi.
Ya
Tidak
Kirim penderita untuk terapi intravena.
Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara memberikannya selama perjalanan.
Mulai rehidrasi mulut dengan oralit melalui pipa nasogastrik atas mulut. Berikan 20 mL/kgBB/jam selama 6 jam (total 120 mL/kgBB).
Nilailah penderita tiap 1-2 jam :
Bila muntah / perut kembung, berikan cairan perlahan.
Bila rehidrasi tidak tercapai selama 3 jam, rujuk penderita untuk terapi IV.
Setelah 6 jam, nilai kembali penderita dan pilih rencana terapi yang sesuai.
Apakah ada terapi IV terdekat
(dalam 30 menit) ?
Apakah saudara dapat menggunakan pipa nasogastrik untuk
rehidrasi ?
Ya
Tidak
Tidak
Segera rujuk anak untuk rehidrasi melalui
NGT atau IV
24
Catatan :• Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah
rehidrasi untuk memastikan bahwa ibu dapat mengembalikan cairan yang hilang dengan memberi oralit.
• Bila usia > 2 thn, pikirkan kemungkinan kolera dan berikan antibiotik yang tepat secara oral setelah anak sadar.
Daftar Pustaka
1. Firmansyah A, Boediarso AD, Hegar B, Jufrie M, Prasetyo D, Oswari H,et al.
Tatalaksana Diare pada Anak. Jakarta: Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak
Indonesia;2007
2. Sastroasmoro, Sudigdo. Panduan Pelayanan Medik Departemen Ilmu Kesehatan
Anak. Hal 75-84. 2007. Jakarta: RSUP. Nasional DR. Cipto Mangunkusumo
3. Soenarto, Yati, dkk. 2007. Pelatihan Tatalaksana Diare pada Anak. Lokakarya
Tatalaksana Diare, Medan
4. Behraman RE, Kliegman RM, Arvin HB. Gastroenteritis. Nelson. 17th edition.
EGC, 2004. hal 1272-76
5. Price, Sylvia A, Wilson LM. Konsep Klinis Patofisiologi Penyakit. Edisi 6. EGC,
2003.
6. Guandalini S. Diarrhea. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/928598-overview. Accessed on 11
Oktober 2010.
7. Khan SA, Ahmed A. Diarrhea Due To Rotavirus and Probability of Sewage
Contamination . Available at http://www.medicaljournal-ias.org/5_2/Khan.pdf.
Accessed on 11 Oktober 2010.
8. Brown KH. Diarrhea and Malnutrition. Available at
http://jn.nutrition.org/cgi/content/full/133/1/328S. Accessed on 11 Oktober 2010
9. Zein U. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Available at
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3371. Accessed on 11 Oktober 2010
10. Bartlett JG. Antibiotic – Ascociated Diarrhea. Available at
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp011603. Accessed on 11 Oktober
2010.
25