aceh polioce needs assessment report bahasa

Upload: alhayyaq-chi-chubatury

Post on 14-Oct-2015

76 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hukum

TRANSCRIPT

  • DILAPORKAN PADA BULAN JANUARI 2006

    PROYEK INI MERUPAKAN HASIL KERJASAMA:

    LINGKARAN SURVEI INDONESIA (LSI)PERGURUAN TINGGI ILMU KEPOLISIAN (PTIK)

    INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION (IOM)ROYAL NETHERLANDS EMBASSY

  • AAnnnneexx 11.. PPeettaa PPoollddaa NNaannggggrrooee AAcceehh DDaarruussssaallaamm

    Peta memberikan gambaran tentang Polres-Polres yang ada di PoldaNanggroe Aceh Darussalam beserta informasi pendukungnya.

    - Polda NAD terdiri dari21 Polres , 228 Polsek serta memiliki 8170

    PROFIL ACEH

  • DISCLAIMER:

    Penelitian ini dilakukan dengan survey kuantitatif dan kualitatif oleh LingkaranSurvei Indonesia (LSI) dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

    Pendanaan proyek penelitian ini sepenuhnya didukung oleh InternationalOrganization for Migration (IOM) dan Royal Netherlands Embassy.

    Semua hasil penelitian ini didedikasikan untuk pengembangan Polda (Kepolisian Daerah) Nanggroe Aceh Darussalam.

    Copyright @ 2006 : International Organization for Migration (IOM)

    LINGKARAN SURVEI INDONESIA (LSI)

    PERGURUAN TINGGI ILMU KEPOLISIAN (PTIK)

    INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION (IOM)

    ROYAL NETHERLANDS EMBASSY

  • iRINGKASAN LAPORANRISET NEED ASSEMENT POLDA NANGGROE ACEH

    DARUSSALAM (NAD)OLEH LINGKARAN SURVEI INDONESIA

    I. PENGANTAR

    Riset ini dilakukan untuk memetakan kondisi dan kebutuhan kepolisian di Nangro AcehDarussalam. Pemetaan kebutuhan ini penting dilakukan karena posisi kepolisian yangsentral. Paling tidak ada 4 kondisi khusus kepolisian di Nangro Aceh Darussalam.Pertama, bencana tsunami Desember 2004. Bencana ini menyebabkan banyak personildan infrastruktur kepolisian yang hancur. Kedua, perundingan damai Helsinki yangmenempatkan kepolisian Aceh sebagai kekuatan penting untuk menjaga keamanan.Ketiga, penerapan hukum syariat Islam. Selain penerapan hukum nasional, polisi diAceh juga dihadapkan dengan penegakan syariat Islam. Semua kondisi tersebutmenempatkan kepolisian Aceh dalam posisi yang penting. Keempat, upaya pemulihanperan polisi di Aceh, pasca konflik yang berkepanjangan, agar dapat kembali bekerjadan memebrikan pelayanan dalam masyarakat

    Riset mengenai kebutuhan dan kondisi kepolisian di Aceh berusaha mendapatkan datayang valid kondisi dan kebutuhan kepolisian di Aceh. Pemetaan tidak hanya meliputiinfrastruktur ( peralatan dan personil) polisi di Aceh. Ada 4 aspek yang ingin dipetakan.Pertama, penilaian masyarakat terhadap polisi. Hal-hal apa yang dinilai secara positifdan negatif oleh masyarakat. Kedua, penilaian polisi terhadap masyarakat. Apakah adapermusuhan antara polisi dengan masyarakat. Apakah polisi yang bertugas di Acehpunya hambatan atau tidak dalam berinteraksi dengan masyarakat. Ketiga, kondisiinternal polisi. Bagaimana penilaian polisi terhadap kondisi polisi----gaji, kesejahteraan,peralatan operasi, perlengkapan kantor dan sebagainya. Apakah perlengkapan danperalatan kerja dinilai mencukupi atau tidak oleh polisi. Keempat, pendataan kondisikepolisian. Riset ini juga akan mendata kondisi Polres dan Polsek. Perlengkapan danperalatan apa saja yang dipunyai, kebutuhan mendesak apa saja yang perlu segeradipenuhi.

    Pendataan ini berguna bagi kepolisian di Aceh dalam menyusun renja dan renstra. Datariset juga bisa dipakai oleh lembaga-lembaga donor yang berkonsentrasi dalam bidangpenguatan kapasitas polisi, terutama di Aceh.

  • ii

    II. METODE PENELITIAN

    Data lapangan dikumpulkan tanggal 3-10 Desember 2005. Riset ini melibatkan 4kategori responden sekaligus: warga masyarakat, anggota polisi, pejabat polisi dantokoh masyarakat. Penarikan sampel untuk responden warga masyarakat menggunakanteknik Multistage Random Sampling, sehingga sampel representatif terhadap populasiseluruh masyarakat Aceh. Total sampel 550 orang, dengan demikian sampling error darisurvei warga masyarakat ini sekitar 4%. Untuk responden anggota dan pejabat polisi,sampel diambil menggunakan cluster random sampling. Dari 21 Polres yang ada diAceh diambil secara acak ( random) 6 Polres dan di masing-masing Polres diambil 5Polsek. Total ada 30 Polsek yang disertakan dalam survei. Jumlah sampel untukresponden anggota polisi adalah 216 orang, dan pejabat polisi berjumlah 111 orang.Sementara sampel responden pemuka masyarakat diambil menggunakan quotasampling. Jumlah sampel untuk pemuka masyarakat sebesar 180 orang.

    Selain survei, riset ini juga melakukan pendataan ke Polres dan Polda yang ada diBanda Aceh. Tidak semua Polres dan Polsek yang ada di Aceh didata. Dari 21 Polresyang ada di Aceh, diambil sebagai sampel 6 Polsek. Sementara dari 235 Polres yang adadi Aceh, diambil sebagai sampel sebanyak 30 Polsek. Ada 1 buah Polsek yang tidakbisa didata. Dengan demikian, pendataan ini hanya menyertakan 29 Polsek yang ada diseluruh Polsek. Fokus dari pendataan adalah memetakan kondisi Polres dan Polsek.Pendataan juga memetakan kebutuhan apa saja dari Polres dan Polsek baik dalamjangka pendek ataupun menengah. Data pendataan ini dilengkapi dengan wawancaramendalam dengan kepala Polres dan Kepala Polsek.

    III. TEMUAN UMUM

    Beberapa temuan penting dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    Penilaian Masyarakat Pada Polisi

    Survei IOM-LSI menunjukkan, secara umum masyarakat Aceh masih menaruhkepercayaan kepada polisi. Sebagian besar (41.4%) masyarakat Aceh cukup percayakepada polisi. Survei ini menanyakan kepada anggota dan pemuka masyarakat,bagaimana penilaian masyarakat terhadap polisi. Ada sisi yang dipandang positif danada sisi lain yang dipandang negatif. Sisi yang dinilai positif oleh masyarakat Acehadalah penampilan polisi yang ramah, sopan dan bisa membuar dengan masyarakat.Sisi lain yang dinilai positif adalah ketanggapan dan ketrampilan polisi selama bertugas,apakah polisi perhatian pada rakyat, tingkah laku pada masyarakat, kemampuanmemecahkan masalah, segera mendatangi tempat kejadian

    Sementara sisi yang dinilai secara negatif oleh polisi adalah dalam hal moralitas polisi.Sebagian besar masyarakat Aceh (40.6%) menilai polisi masih mendahulukan merekayang berpangkat. Masyarakat Aceh, sebagian besar (43.7%) juga menilai polisi masihmendahulukan mereka yang kaya. Yang menarik adalah pandangan yang menonjol dikalangan masyarakat Aceh (35.1%) bahwa polisi selalu meminta uang jasa / sogokan.Sementara di kalangan responden pemuka masyarakat, seanyak 29.1% respondenmenyatakan polisi meminta uang jasa ketika melayani masyarakat.

  • iii

    Keadaan Internal Polisi

    Polisi yang bertugas di Aceh masih menghadapi masalah internal. Dari survei yangdilakukan oleh IOM ini ada beberapa masalah yang dirasakan oleh polisi di Aceh.Pertama, dalam hal sarana dan prasarana tugas. Polisi di Aceh sebagian besarmengatakan kondisi perlengkapan dan sarana kerja tidak memadai. Perlengkapan patrolimisalnya. Sebanyak 42.2% anggota polisi menyatakan perlengkapan patroli tidakmemadai. Kedua, kondisi kantor. Banyak anggota polisi yang mengatakan kondisikantor belum memadai untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

    Ketiga, adanya kebutuhan alat transportasi. Polisi di Aceh merasa alat transportasikurang mencukupi, padahal alat transportasi ( misalnya sepeda motor) sangat pentingagar polisi bisa melakukan patroli dan berinteraksi dengan masyarakat. Polisi di Acehmenilai uang operasi atau patroli harian selama ini kurang mencukupi atau tidakmencukupi sama sekali. Hanya 18.7% anggota polisi yang menilai uang operasimencukupi / sangat mencukupi. Polisi tidak mampu membiayai sendiri operasionalpatrolinya. Lebih dari 80% responden polisi maupun pejabat polisi menyatakankurangnya dukungan dalam melakukan patroli. Padahal kegiatan ini merupakan tulangpungggung pencegahan kejahatan dan peningkatan rasa aman penduduk.

    Keempat, selain prasarana tugas, polisi di Aceh juga menilai kesejehteraan yang merekaterima tidak memadai. Dari anggota polisi, sebagian besar (72%) menilai gaji yangditerima tidak cukup. Selain gaji, fasilitas perumahan yang mereka tempati juga dinilaioleh mayoritas anggota polisi tidak mencukupi (82.8%).

    Pemolisian Masyarakat (Community Policing)

    Konsep pemolisian masyarakat membutuhkan kemitraan antara polisi denganmasyarakat. Sejauh mana masyarakat yakin bahwa masyarakat bisa menjadi mitra polisidalam mencegah dan memerangi kejahatan? Survei IOM menunjukkan keyakinanmasyarakat ( 55.4%) dan pemuka masyarakat (79.4%). Meski demikian sebanyak 30%masyarakat Aceh kurang atau tidak yakin sama sekali masyarakat bisa menjadi mitrapolisi. Jika dibandingkan dengan pendapat dari pemuka masyarakat, yang menjawabkurang yakin atau tidak yakin lebih kecil ( 19.5%). Ini menunjukkan, di tingkatmasyarakat, konsep pemolisian masyarakat perlu dipraktekkan ke dalam proyekpercontohan yang nyata.

    Sementara di kalangan polisi, perlu adalah pelatihan dan membentukan kesadaran dikalangan anggota polisi mengenai pentingnya pemolisian masyarakat. Di kalangananggota polisi di Aceh banyak yang belum menyadari konsep pemolisian masyarakat.Survei IOM ini menanyakan kepada anggota dan pejabat polisi apakah berpengaruhatau tidak atribut dan penampilan polisi. Yang menarik dari data ini adalah sejumlahatribut ( seperti baret atau senjata api) dipandang oleh polisi masih cukup berpengaruhdalam memperlancar tugas polisi. Ini menunjukkan meski di level sikap sebagiananggota polisi ingin berbaur dengan masyarakat, tetapi banyak polisi yang menganggappentingnya atribut kekerasan untuk memperlancar tugas kepolisian.

  • iv

    Keterkaitan Polisi Dengan Lingkungan Strategis Aceh.

    Polisi di Aceh dihadapkan pada kondisi khusus : penandatanganan MOU Helsinki yangmembuat posisi polisi Aceh menjadi sentral dan pelaksanaan syariat Islam. Penelitianyang dilakukan oleh IOM-LSI menunjukkan belum pahamnya polisi yang bertugas diAceh terhadap peran barunya. Dalam hal pelaksanaan syariat Islam di Aceh misalnya.Di kalangan anggota polisi di Aceh masih terjadi kebingungan, mana yang menjadiwilayah tanggungjawab polisi dan mana bagian tanggung jawab kepolisian syariah (wilayatul hisbah).

    Polisi Perempuan

    Penelitian IOM-LSI menunjukkan, baik polisi maupun masyarakat mempunyaipandangan yang mendukung tentang perlunya peranan polisi yang memahamiperempuan. Hal ini terlihat pada dukungan untuk penanganan perkara, kemampuanyang sebanding, keyakinan penerimaan lingkungan sosial, serta perlindungan terhadapkorban perempuan. Pandangan yang mendukung dari segi wacana tersebut jugamerupakan dukungan bagi dikembangkannya jumlah polisi wanita di setiap polsek danpolres yang ada di Aceh. Kebutuhan polisi wanita di Aceh dianggap tidak mencukupi,terlebih karena Aceh memiliki strukutur perlakuan khusus yang membedakanpenanganan untuk perempuan. Sebagian besar masyarakat Aceh menilai jumlah polisiwanita yang ada saat ini kurang atau sangat kurang.

    Kondisi dan Kebutuhan Polisi.

    Selain survei, riset ini juga melakukan pendataan ke Polres dan Polda yang ada diBanda Aceh. Tidak semua Polres dan Polsek yang ada di Aceh didata. Dari 21 Polresyang ada di Aceh, diambil sebagai sampel 6 Polsek. Sementara dari 235 Polres yang adadi Aceh, diambil sebagai sampel sebanyak 30 Polsek. Ada 1 buah Polsek yang tidakbisa didata. Dengan demikian, pendataan ini hanya menyertakan 29 Polsek yang ada diseluruh Polsek.

    Fokus dari pendataan adalah memetakan kondisi Polres dan Polsek. Pendataan jugamemetakan kebutuhan apa saja dari Polres dan Polsek baik dalam jangka pendekataupun menengah. Data pendataan ini dilengkapi dengan wawancara mendalamdengan kepala Polres dan Kepala Polsek.

    Kebutuhan apa yang dibutuhkan oleh Polsek dan Polres di Aceh? Jenis kebutuhantergantung kepada apakah Polres / Polsek terkena dampak bencana tsunami secaralangsung atau tidak. Untuk kantor yang terkena dampak langsung tsunami, dibutuhkanpembangunan kembali kantor dan penyediaan perlengkapan kantor. Bencana tsunamibukan hanya menghancurkan ruang kantor dan perrlengkapannya, tetapi jugaperlengkapan operasional ( dinas). Karena itu dalam jangka pendek, untuk wilayah yangterkena dampak langsung tsunami juga membutuhkan penyediaan alat-alat untukperlengkapan operasional ( dinas).

  • vIV. PEMBAHASAN/ANALISIS

    Data dari hasil pengolahan kuesioner dan wawancara secara mendalam baik di kesatuanPolda, Polres maupun Polsek dalam analisis ini dikelompokan pada tiga bidang, yaitu :Perilaku organisasi polisi; Pengembangan sumberdaya manusia polisi; dan Kelengkapandasar polisi.

    1. Perilaku Organisasi Polisi

    Organisasi kepolisian pada dasarnya merupakan entitas dari tiga komponen pokok,yaitu manusia, tujuan dan sistem. Hilangnya salah satu komponen berartimenghapuskan sifat yang melekat pada organisasi. Sinergi ketiga komponen itu akanmerefleksikan perilaku polisi dari aspek mikro dan makro. Aspek mikro merupakantampilan gerak manusia polisi dalam sistem kepolisian, sedangkan aspek makrotampilan sistem kepolisian dengan berbagai peran yang diemban oleh organisasi.

    Perilaku Polda NAD terutama di tingkat Polres dan Polsek tidak terlepas dari aspekmuatan pekerjaan (content of occupation) dalam konteks organisasi (organizationalcontext). Kemampuan Polda NAD dalam mewujudkan tujuan organisasi ditentukan pulaoleh tingkat profesionalisme dan kinerja polisi. Karena itu bahasan dari hasil penelitianini akan menyentuh pada kedua perspektif organisasi Polri, dengan tujuan untukmemberi gambaran tentang faktor-faktor dinamik yang sedang berkembang dalamorganisasi Polres dan Polsek dalam jajaran Polda NAD.

    Seperti tertera pada pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentangKepolisian Negara Republik Indonesia, kepolisian di Indonesia merupakan satukesatuan dalam melaksanakan fungsi Kepolisian. Dalam undang-undang ini diaturbeberapa ketentuan dasar yang menyangkut pengorganisasian polisi seperti dikutip dibawah ini.

    Pasal 5, Kepolisian Negara RepubIik Indonesia merupakan alat Negara yangberperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkanhukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepadamasyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

    Pasal 7, Susunan organisasi dan tata cara kerja Kepolisian Negara Republiklndonesia disesuaikan dengan kepentingan pelaksanaan tugas dan wewenangnyayang diatur lebih lanjut dengan keputusan Presiden.

    Pasal 8 ayat (1), menyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesiaberada di bawah Presiden. Ayat (2) menyatakan bahwa Kepolisian NegaraRepublik Indonesia dipimpin oleh Kapolri yang dalam pelaksanaan tugasbertanggungjawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Pasal 9 ayat (1), menyatakan bahwa Kapolri menetapkan, menyelenggarakan,dan mengendalikan kebijakan teknis kepolisian. Ayat (2) menyatakan bahwaKapolri memimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksnakantugas dan tanggungjawab atas a)Penyelenggaraan kegiatan operasional

  • vi

    kepolisian dalam rangka pelaksanaan tugas kepolisian; dan b) Penyelenggaraanpembinaan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Mengacu pada Organisasi dan Tata Kerja Polda, berdasarkan Keputusan KapolriNo.Pol.: Kep/54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 yang diubah dengan keputusanKapolri No.Pol.: Kep/7/I/2005, pengorganisasian di tingkat Polres diatur sebagaiberikut :

    Pasal 2, menyatakan bahwa Polres bertugas menyelenggarakan tugas pokok Polridalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum danpemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat sertatugas-tugas Polri lain dalam wilayah hukumnya sesuai ketentuan hukum danperaturan/kebijakan yang berlaku dalam organissi Polri.

    Pasal 3, menyatakan bahwa fungsi Polres adalah :a) Pemberian pelayanan kepolisian kepada masyarakat yang membutuhkan

    dalam bentuk penerimaan dan penanganan laporan/pengaduan danpermintaan bantuan/ pertolongan, pelayanan pengaduan atas tindakananggota Polri dan pelayanan surat-surat ijin/keterangan sesuai denganketentuan hukum dan peraturan/kebijakan yang berlaku dalam organisasi;

    b) Intelijen dalam bidang keamanan, termasuk persandian, baik sebagaibagian dan pelayanan surat-surat ijin/keterangan, sesuai ketentuan hokumdan peraturan/kebijakan yang berlaku dalam organisasi Polri;

    c) Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana termasuk fungsi identifikasidan fungsi labolatorium forensic lapangan dalam rangka penegakanhukum;

    d) Kesamaptaan kepolisian yang meliputi kegiatan patroli, pengaturan,penjagaan dan pengawalan kegiatan masyarakat dan pemerintah, termasukpenindakan tindak pidana ringan, dan pengamanan unjuk rasa danpengendalian massa, serta pengamanan obyek khusus yang meliputi VIP,pariwisata dan obyek vital/khusus lain dalam rangka pencegahankejahatan dan pemeliharaan Kamtibmas;

    e) Lalu lintas kepolisian yang meliputi kegiatan pengaturan, penjagaan,pengawalan dan patroli lalulintas termasuk penindakan pelanggaran danpenyidikan kecelakaan lalulintas serta registrasi dan identifikasi kendaraanbermotor dalam rangka penegakan hukum dan pembinaan keamanan,ketertiban dan kelancaran lalulintas;

    f) Kepolisian perairan yang meliputi kegiatanpatroli termasuk penagananpertama terhadap tindak pidana dan pencarian serta penyelematankecelakaan diwilayah perairan dan pembinan masyarakat pantai/ perairandalam rangka pencegahan kejahatan dan pemeliharan keamanan wilayahperairan;

    g) Bimbingan masyarakat yang meliputi penyuluhan masyarakat danpembinaan/pengembangan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa dalamrangka peningkatan kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukumdan perundang-undangan dan terjalinnya hubungan polisi denganmasyarakat yang kondusif bagi pelaksanan tugas Polri;

    h) Pembinaan hubungan kerjasama yang meliputi kerjasama denganorganissi/lembaga/tokoh kemasyarakatan dan instansi pemerintahkhsusnya pemerintah daerah dalam hal otonomi daerah dan pembinaan

  • vii

    teknis, koordinasi dan pengawasan kepolisian khusus serta penyidikpegawai negeri sipil;

    i) Fungsi-fungsi lain berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan atauperaturan pelaksanaannya termasuk pelayanan kepentingan msyarakatuntuk sementara belum ditangani oleh instansi dan atau pihak yangberwenang.

    Pasal-pasal di atas memberi gambaran bahwa fungsi yang dibangun oleh Polri secaramendasar mencakup tiga bidang : penegakan hukum, perlindungan dan pelayananmasyarakaf, serta pembimbingan masyarakat. Seluruh aspek tersebut diterjemahkandalam tugas-tugas yang terkait dengan tertib hukum dan tegaknya hukum, sertaketenteraman masyarakat. Berkaitan dengan rumusan kesatuan Polres dalam jajaranPolda NAD dibagi menjadi enam tipe, yaitu Polres tipe A1, Polres tipe A1K, Polres tipeA2, Polres tipe B1, Polres tipe B2, Polres Persiapan. Sedangkan untuk kesatuan Polsekdibagi ke dalam empat tipe meliputi Polsek tipe A, Polsek tipe B1, Polsek tipe B2, danPolsek Persiapan.

    Secara teoritis, struktur di atas mengandung implikasi negatif dan positif bagi Polresmaupun Polsek. Berimplikasi negatif dalam arti bahwa posisi Polres tidak memegangotoritas penuh dalam penegakan hukum, sebab Polres masih membawah ke Polda.Berimplikasi positif, karena Polres mendapatkan dukungan tenaga dalam penegakanhukum, masalah keamanan dan ketertiban masyarakat dalam skala besar dari Polda,demikian pula Polsek mendapat dukungan dari Polres.

    Dengan pertimbangan kedua sisi implikasi tersebut, yang menjadi pertanyaan ialahdalam pelaksanaan di lapangan seberapa jauh kemungkinan negatif dan positif bisaterjadi?Dari hasil penelitian di kesatuan Polres dan Polsek ditemukan bahwa kinerja polisidalam menekan kriminalitas cukup baik. Pada aspek ini, kinerja polisi secara langsungtelah ditunjukkan dalam usaha menekan tingkat kriminalitas (tindak pidana berat, tindakpidana ringan, pelanggaran lalu-lintas) di Polres Aceh Selatan, Aceh Timur, Pidie,Banda Aceh, Aceh Barat, Aceh Utara cukup baik. Demikian pula di daerah PolsekBirem Bayeum, Polsek Johan Pahlawan, Polsek Meurubo, Polsek Labuhan Haji Barat,Polsek Tangse, Polsek Pante Raja, Polsek Ulee Kureng, Polsek Langkahan, PolsekNisam, dan Polsek Damudra. Hal itu dapat dilihat dari kinerja polisi dalam memberikanperlindungan kepada masyarakat dalam bentuk :

    a) tindakan segera ketika mendapatkan laporan.b) patroli yang dijalankan secara rutin.c) kehadiran polisi di tempat-tempat yang dianggap rawan.

    Sedangkan kinerja di Polres maupun Polsek di luar daftar tersebut di atas yang diukurdari pendapat masyarakat memberikan gambaran bahwa masyarakat menilaiperlindungan yang diberikan polisi cenderung belum optimal. Rasa aman masyarakatitu ditunjukkan oleh gambaran situasi yang dapat memicu perasaan tidak amanmasyarakat, seperti masih adanya perasaan takut jika :

    a) berjalan kaki pada malam hari.b) meninggalkan rumah tanpa penjaga selama beberapa hari.c) penyalahgunaan obat dan narkotika.d) dan lain-lain.

  • viii

    Perasaan takut itu ditujukan terhadap tindak pidana penodongan, pencopetan danpenjambretan ketika mereka pergi ke pasar, membawa uang atau perhiasaan, sepedamotor dan kendaraan roda empat. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masihmembutuhkan perlindungan dari pihak polisi, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

    Dari hasil wawancara dengan warga masyarakat Aceh Timur diketahui bahwa,kehadiran polisi tidak selalu meningkatkan rasa aman masyarakat. Pada beberapa kasuskedatangan polisi justru menjadi sumber ketakukan warga masyarakat. Dalamungkapan sehari-hari dikatakan ada perasaan degdeg-an kalau ketemu polisi.

    Ada juga warga masyarakat yang ekstrem memberikan informasi bahwa, polisi bukanmerupakan pelindung masyarakat. Hal ini dibandingkan dengan Babinsa dari TNI-AD,dikatakan polisi bukan merupakan pelindung yang utama. Peran sebagai pelindungmasyarakat justru lebih besar dijalankan oleh tokoh-tokoh adat maupun tokoh agamasetempat. Adat istiadat seperti sistem Qanun dianggap sebagai faktor penting yangmampu melindungi masyarakat dari kejahatan ataupun menjadi korban kejahatandibandingkan dengan tugas-tugas yang dilakukan polisi.

    Berkaitan dengan penerapan Qanun dan syariat Islam, anggota polisi di Polres- Polresmenyatakan sudah mengerti tentang seluk beluk lembaga tersebut. Meskipun demikianada yang menyarankan agar Qanun disosialisasikan secara lebih mendalam atau dicetakdalam bentuk buku dan dibagikan kepada seluruh anggota polisi. Di samping itu untukmengantisipasi masalah penerapan Qanun perlu di rumuskan koordinasi kewenanganantara Polres dengan lembaga Qanun (Wilayatul Hisbah) di setiap daerah agar hukumnegara tetap berjalan secara berdampingan dan harmonis dengan hukum adat. Seiringhal itu, meskipun saat ini belum terjadi benturan, tetapi untuk dikemudian haridikhawatirkan penerapan hukum pidana/perdata mengacu pada hukum negara terjaditumpang tindih dengan Qanun.

    Sejauh ini efek dari hasil perundingan RI-GAM di Helsinki dalam kehidupanmasyarakat telah membangkitkan kegairahan hidup kemasyarakat secara damai. Hal ininampak dari indikasi panjangnya waktu kegiatan hidup sehari-hari, dari sekitar pukul05.00 sampai pukul 24.00 di kota-kota masih terasa hidup. Bagi anggota polisi isiperundingan Helsinki sudah dimengerti secara umum, namun substansi yangmeletakkan fungsi kepolisian lebih dominan dalam kehidupan masyarakat cenderungbelum dipahami. Berkaitan dengan masalah keamanan, setelah perundingan Helsinkisecara umum di kota-kota nampak cukup aman.

    Walaupun demikian, keadaan di atas bukan merupakan gambaran masyarakat Acehsecara keseluruhan. Pada daerah-daerah tertentu ada juga gangguan kriminal.Responden masyarakat di Banda Aceh mengatakan bahwa didaerahnya dalam kurunwaktu setelah perundingan Helsinki tidak ada kasus kriminal yang berarti. Warga dapatdikatakan jarang mengunci pintu-pintu rumah dengan kunci-kunci pengaman yangberlebihan. Mereka juga tidak merasa khawatir terhadap keamanan barang- barangberharga di rumah.

  • ix

    Ringkasnya data di atas memberikan gambaran bahwa secara umum penilaianmasyarakat terhadap kinerja polisi di bidang keamanan cukup baik. Masyarakat menilaipolisi cukup mampu memberikan perlindungan yang memadai pada mereka. Namundemikian terdapat juga pandangan dari masyarakat bahwa siatuasi aman tidak dinilaisebagai hasil kerja dari polisi, melainkan karena kuatnya ikatan adat dan perlindunganadat yang masih berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat Aceh. Dari data tersebut,secara umum dapat disimpulkan bahwa tingkat perasaan aman masyarakat setelahperundingan damai RI-GAM di Helsinki cukup tinggi.

    Indikator lain dari kinerja polisi di Polres-Polres dalam jajaran Polda NAD dan Polsek-Polsek dalam jajaran Polres di bidang keamanan adalah kepercayaan warga masyarakatterhadap peran polisi dalam masaIah-masalah keamanan. Bentuk-bentuk kepercayaanitu telah ditunjukkan warga masyarakat dalam bentuk menyerahkan penangananmasalah keamanan kepada polisi. Kepercayaan ini akan menghindarkan masyarakatdari tindakan main hakim sendiri, yang cenderung tidak mengindahkan prosedur hukumyang semestinya berlaku. Kepercayaan masyarakat terhadap polisi yang semakinterjaga dalam penegakan hukum dan ketertiban masyarakat tersebut telah membuathubungan polisi dengan warga masyarakat menjadi harmonis.

    Kepercayaan warga masyarakat Aceh kepada polisi itu diwujudkan melaluikesediaannya melapor jika :

    a) melihat orang kecopetan.b) melihat orang yang mencurigakan di sekitar perumahan.c) mengetahui adanya tindakan korupsi di sebuah instansi pemerintah.d) mengetahui adanya arena perjudian di sekitar pemukiman.e) mengetahui adanya traksaksi jual-beli obat terlarang.

    Sedangkan tindakan yang dilakukan antara lain adalah: (1) langsung melapor kepadapolisi; (2) mengambil tindakan awal sendiri, baru melapor kepada polisi; (4) memintabantuan pihak lain untuk menghubungi polisi. Terhadap tindakan pidana ringan,bentuk-bentuk tindakan masyarakat yang diambil adalah :

    a) melapor kepada perangkat desa (kepala desa, RT).b) melakukan penertiban secara langsung.c) peristiwa itu dilaporkan ke lembaga Qanun.

    Temuan di atas di samping menunjukkan kinerja polisi di bidang keamanan cukup baik,namun demikian terdapat indikasi bahwa dari statistik total crime beserta turunannya(crime clearance) belum bisa menjadi ukuran yang valid bagi kinerja polisi di bidangkeamanan. Dalam artian bahwa, dari data statistik kriminalitas tersebut mengandungkemungkinan under-estimate dari kenyataan yang sebenarnya. Suatu kondisi yang perludicermati yaitu adanya dark number dalam laporan kriminal.

    Yang dimaksud dengan dark number adalah tidak adanya penanganan hukum atastindakan pelanggaran yang disebabkan oleh tidak adanya laporan atas kejadian tindakanpelanggaran. Tiadanya laporan tersebut dimungkinkan dapat disebabkan oleh faktormasyarakat maupun faktor aparat polisi. Pada faktor masyarakat, dark numbermenunjuk tidak adanya laporan dari korban atau saksi dari suatu pelanggaran hukumkepada aparat. Hal ini membentuk dark number masyarakat. Sedangkan pada faktor

  • xaparat polisi, dark number menunjuk pada tindakan penggelapan dari aparat atasjumlah laporan kejadian yang diterima dari masyarakat. Gabungan dari kedua faktortersebut membentuk total dark number.

    Diperoleh informasi dari hasil wawancara dengan anggota polisi di Polres Pidie bahwamasyarakat cenderung tidak melapor kepada polisi ketika mereka menjadi saksi ataukorban tindak pidana ringan. Tindakan-tindakan yang cenderung diambil olehmasyarakat adalah berdamai dengan lawan sengketa, mengurus atau menyelesaikansendiri masalah yang muncul. Ada kecenderungan warga masyarakat tidak maumelibatkan polisi dalam menyelesaikan persoalan yang dinilai dapat diselesaikan secaradamai melalui lembaga adat.

    Data tentang dark number polisi diperoleh dari wawancara dengan responden polisi(perwira pertama) di Polres Banda Aceh. Menurutnya, tingginya nilai total dark numberdisebabkan oleh faktor polisi sendiri. Polisi tidak jarang menghindarkan diri dari kasus(lalu-lintas) yang terjadi di luar jam kerja. Responden mencontohkan, ada polisi yangsengaja menyembunyikan seragamnya dengan memakai jaket agar tidak dikenalisebagai polisi, sehingga ketika terjadi kecelakaan polisi dapat meninggalkan tempattanpa harus bertanggungjawab untuk menangani kecelakaan itu.

    Di samping itu, responden juga mengungkapkan bahwa dark number polisi antara lainjuga disebabkan adanya krisis identitas pada polisi. Menurutnya, semenjak konflik diAceh banyak sekali ditemukan polisi yang mulai luntur identitas dirinya sebagai polisi.ldentitas yang lebih menonjol adalah identitas kesatuannya. Sebagai contoh, respondermenunjukkan tindakan seorang Bintara Reserse yang menyingkir ketika mengetahuiadanya kecelakaan lalu-lintas karena Bintara tersebut merasa itu bukan tugasnya.

    Berkaitan dengan implementasi posisi struktural polisi tersebut puas tidaknyamasyarakat atas kinerja Polres dan Polsek antara lain dipengaruhi oleh faktor-faktoryang ada di dalam diri individu anggota polisi dan faktor-faktor di dalam organisasi. Disamping itu juga terkait dengan inisiatif maupun kreatifitas anggota polisi dalammemecahkan masalah di lapangan antara lain sikap kerjanya proaktif atau tidak;orientasi kerja pada kebutuhan masyarakat atau tidak; dan bagaimana sumber dayaintelektual yang tersalur dalam penampilan kerja. lnti dari fakta ini adalah optimalnyasinergi antara segenap komponen yang dimiliki Polres maupun Polsek sebagai suatuorganisasi.

    Dari hasil wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat di tingkat Polres diketahuibahwa sistem pengawasan dari kelembagaan sosial terhadap aktivitas polisi di wilayahdinilai belum optimal. Hal ini dilihat dari pengawasan melekat (internal oversight) yangdilakukan oleh kesatuan atasan Polda (Irwasda) masih dimungkinkan adanya kolusikarena seolah tidak diinginkan kesatuan yang diperiksa dinilai negatif, sebagaimencemarkan kesatuan sendiri (bawahan Polda). Demikian pula pengawasan dariatasan langsung yang terkesan tidak ingin menjatuhkan yunior sendiri karena sudahdikenal akrab. Disamping itu manajemen Polsek juga sangat terkendali dengan Polressehinga daya inisiatif maupun kreativitas bawahan sulit untuk berkembang. Padahalpekerjaan polisi di lapangan sehari-hari langsung berhadapan dengan warga masyarakatyang menuntut reaksi cepat dan kreatif (insisiatif yang tinggi). Dari sinilah nampakkemandirian polisi baik selaku individu maupun lembaga cenderung masih lemah.

  • xi

    2. Pengembangan SDM Polisi

    Sesuai dengan pengaturan daftar susunan personil dan peralatan Polri yang ditetapkandalam Keputusan Kapolri No.Pol.: Kep/7/I/2005 tanggal 31 Januari 2005 dijelaskanbahwa susunan personel Polres tipe A1 terdiri dari : 1 KBP; 10 AKBP; 4 KP; 39 AKP;37 IP; 718 Ba/Ta dibantu oleh PNS 91 gol II/I, jumlah seluruhnya 900 orang anggota.Polres tipe A1K terdiri dari : 1 KBP; 4 AKBP; 5 KP; 40 AKP; 36 IP; 720 Ba/Ta dibantuoleh PNS 94 gol II/I, jumlah seluruhnya 900 orang anggota. Polres tipe A2 terdiri dari :1 KBP; 1 AKBP; 9 KP; 22 AKP; 36 IP; 610 Ba/Ta dibantu oleh PNS 73 gol II/I, jumlahseluruhnya 750 orang anggota. Polres tipe B1 terdiri dari : 0 KBP; 1 AKBP; 4 KP; 5AKP; 37 IP; 356 Ba/Ta dibantu oleh PNS 44 gol II/I, jumlah seluruhnya 400 oranganggota. Polres tipe B2 terdiri dari : 0 KBP; 1 AKBP; 4 KP; 4 AKP; 30 IP; 170 Ba/Tadibantu oleh PNS 31 gol II/I, jumlah seluruhnya 240 orang anggota. Polres Persiapanterdiri dari : 0 KBP; 0 AKBP; 1 KP; 8 AKP; 15 IP; 110 Ba/Ta dibantu oleh PNS 16 golII/I, jumlah seluruhnya 150 orang anggota. Untuk tingkat Polsek tipe A terdiri dari : 1KP; 1 AKP; 10 IP; 135 Ba/Ta dibantu oleh PNS gol II/I 3, jumlah seluruhnya 150 oranganggota. Untuk tingkat Polsek tipe A terdiri dari : 1 KP; 1 AKP; 10 IP; 135 Ba/Tadibantu oleh PNS gol II/I 3, jumlah seluruhnya 150 orang anggota. Untuk tingkatPolsek tipe B1 terdiri dari : 0 KP; 1 AKP; 4 IP; 83 Ba/Ta dibantu oleh PNS gol II/I 2,jumlah seluruhnya 90 orang anggota. Untuk tingkat Polsek tipe B2 terdiri dari : 0 KP; 1AKP; 1 IP; 29 Ba/Ta, jumlah seluruhnya 31 orang anggota. Untuk tingkat PolsekPersiapan terdiri dari : 0 KP; 0 AKP; 1 IP; 9 Ba/Ta, jumlah seluruhnya 10 orangangota.

    Berkaitan dengan hal itu, kuantitas personil memang bukan merupakan faktor tunggalyang menentukan kinerja polisi. Namun sulit ditolak argumen bahwa jumlah tertentupersonil polisi berpengaruh besar pada kinerjanya di masyarakat. Jumlah personil yangterlalu kecil dibandingkan rasio standar tentu akan berpengaruh besar bagi kinerjapolisi.

    Rasio standar polisi-penduduk umumnya mengacu pada standar PerhimpunanBangsa-Bangsa (PBB) 1: 400. Angka ini merupakan hasil observasi atas keadaan diberbagai negara dan disimpulkan bahwa perbandingan ideal dari tugas kepoIisianadalah seorang polisi mengurusi dan bertanggungjawab atas 400 penduduk. Rasiostandar ini tentu saja masih bisa diperdebatkan, dengan meIihat aspek geografis, kondisisosio-kultural, dan sebagainya. Angka tersebut paling tidak bisa digunakan sebagaipatokan untuk melihat perbandingan jumlah polisi-penduduk antar negara. Jumlah yangjauh di bawah rasio standar dengan demikian diasumsikan berpengaruh secarasignifikan bagi kinerja polisi.

    Relasi tidak langsung antara rasio jumlah polisi dengan jumlah penduduk, misalnya,tampak dari perbandingan rasio polisi-penduduk diberbagai negara. Jepang misalnyamemiliki angka rasio 1: 563, sedikit di bawah rasio standar PBB. Angka di Jepangtersebut juga jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan rasio di Malaysia (1: 249) sertaMuangthai (1:228). Namun demikian, tingkat profesionaIisme dan kinerja polisi diJepang tergolong paling baik dibandingkan polisi-polisi diberbagai negara di dunia.Bahkan di Jepang, polisi tergolong salah satu profesi yang terhormat dan disegani dimasyarakat.

  • xii

    Bagaimana dengan Indonesia, yang memiliki rasio penduduk-polisi yang jauh di bawahstandar PBB? Dari data yang berhasil dikumpulkan diperoleh keterangan bahwa rasiopolisi penduduk di lndonesia berada pada kisaran 1:1250. Sedangkan rasio penduduk-polisi di Polda NAD adalah 1 : 930. Kondisi ini dapat dibandingkan dengan enamdaerah lain (Data sekunder Litbang Mabes Polri, 1999), yaitu 1 : 1.399 (Jawa Timur), 1: 1.105 (Sumatera Utara), 1 : 998 (Riau), 1 : 804 (Sulawesi Selatan), 1:725(Yogyakarta) dan 1:427 (Bali). Data mengenai rasio polisi-penduduk tersebut memilikiunsur kesetaraan dengan profil kinerja Polri bidang keamanan yang terlihat dalam datamengenai tingkat rasa tidak aman masyarakat.

    Data mengenai tingkat rasa tidak aman tersebut juga menarik jika disilangkan dengandata rasio polisi luas wilayah, yang menunjukkan tingkatan sebagai berikut: Riau(1:24,19), Sumatera Utara (1:7,13), SuIawesi SeIatan (1:6,43), Jawa Timur (1:98), BaIi(1:0,84), Yogyakarta (1:0,76). Propinsi Riau yang memiIiki rasio poIisi-wiIayahterbesar meski sebagian terdiri dari unsur perairan memiliki angka rasa tidak amantertinggi kedua (26.57), sedangkan Sumatera Utara yang memiIiki rasio poIisi-wiIayahnomor dua memiIiki angka rasa tidak aman tertinggi keempat (26.30) di bawah DIYyang berseIisih sedikit di atasnya, 26.33.

    Sejauh ini dari data kualitatif yang diperoleh dari wawancara dengan responder Polresdan Polsek, jawaban yang muncul lebih banyak bersifat apologetik terhadap faktaminimnya jumlah anggota polisi di tengah-tengah masyarakat. Jawaban seperti,?dengan jumlah polisi yang ada sekarang, kami tidak mungkin untuk??.....,? munculdari sejumlah responder di tingkat Pores. Dengan kata lain, fakta minimnya jumlahpolisi di masyarakat dijadikan alasan bagi individu polisi untuk berlindung darikelemahan yang dimilikinya dalam menjalankan tugas. Sementara jawaban yangbersifat positif misalnya: ?meskipun jumlah kami kecil, namun kami mencobauntuk..?...,? jarang muncul dari anggota polisi. Dengan kata lain, fakta kecilnya rasiopolisi-penduduk cenderung dikonstruksikan secara negatif sehingga memunculkanrespons yang bersifat negatif pula. Respons seperti ini pada gilirannya dapat membuatkinerja polisi kurang baik di masyarakat.

    Salah satu faktor mikro yang mendapatkan perhatian cukup mendasar dalampengembangan sumberdaya manusia adalah motivasi kerja anggota. Kerangka teoriyang digunakan dalam analisis ini adalah teori Dua Faktor dari Herzberg. TeoriHerzberg merupakan perluasan dari teori Maslow tentang motivasi, terutama dalam haltataran kerja. Kelebihan teori ini ialah mampu memberikan gambaran konseptual yangsederhana terhadap dinamika motivasi kerja, namun mencakup aspek yang sangat luasdengan memadukan faktor-faktor internal psikologis dengan faktor eksternallingkungan kerja. Penerapan teori sebagai kerangka analisis masalah kinerja polisidilakukan dengan tujuan mendapatkan gambaran tentang aspek yang harus diperbaikidalam rancangan sistem dan manajemen organisasi Polri.

    Menurut teori Herzberg terdapat dua faktor dalam lingkungan kerja yangmempengaruhi motivasi kerja anggota. Faktor pertama disebut sebagai hygiene factors,yaitu konteks di mana pekerjaan berlangsung, seperti kondisi fisik lingkunganpekerjaan, hubungan sosial dengan sesama anggota, hubungan dengan atasan ataubawahan, gaji, kebijakan dan administrasi organisasi . Faktor hygiene berfungsi untukmencegah karyawan mengalami ketidakpuasan dari lingkungan kerja, namun tidakmampu berfungsi sebagai faktor untuk meningkatkan motivasi kerja anggota. Faktor

  • xiii

    yang berfungsi untuk meningkatkan atau menurunkan motivasi kerja adalah aspek-aspek yang terdapat di dalam isi pekerjaan. Aspek-aspek ini disebut sebagai motivator,dan antara lain terdiri dari tanggungjawab, peluang untuk mencapai prestasi, sifat-sifatpekerjaan, penghargaan, dan pengembangan diri. Dalam kaitan dengan hirarkikebutuhan Maslow, faktor motivator terkait dengan kebutuhan-kebutuhan tingkat yanglebih tinggi, menuju sebuah nilai kerja sebagai aktualisasi diri.

    Dalam penelitian ini ditemukan adanya sejumlah faktor hygiene yang kurang memadai.Faktor kesejahteraan merupakan aspek yang paling banyak dikeluhkan secara terbukaoleh responder anggota polisi baik di Polres maupun Polsek. Standar gaji polisi tidaksaja berada di bawah standar gaji polisi internasional, melainkan pada Tamtama danBintara di bawah standar kebutuhan fisik minimal. Selain dilihat dari gaji yang rendah,kurangnya kesejahteraan anggota juga dapat dilihat dari tempat tinggal. Penelitian inimenemukan sebagian terbesar responder Tamtama dan Bintara tinggal di rumahkontrakan, rumah kos, dan rumah milik orang tua bagi polisi yang berasal dari Aceh.Hal ini tidak saja terjadi sebelum bencana Tsunami tetapi saat penelitian dilakukan jugabanyak dijumpai anggota yang tinggal di luar rumah dinas. Terutama responderTamtama dan Bintara tidak tinggal di rumah dinas padahal mereka sudah berdinas diAceh lebih dari 10 tahun. Hal ini terutama dinyatakan oleh anggota Polres di AcehSelatan, Aceh Timur, Banda Aceh dan Aceh Barat.

    Sejalan dengan teori Herzberg, rendahnya kesejahteraan polisi bisa membuat pararesponder merasa tidak puas dengan kondisi pekerjaannya. Terlebih mereka melihatadanya kesenjangan kesejahteraan yang terlalu lebar dengan tingkat Perwira, jugaantara yang tugas di satuan favorit (Lantas atau Serse) dengan satuan-satuan lain(Sabhara, Binamitra atau staf). Pada kelompok perwira juga tampak ada kesenjanganyang berbasis latar belakang pendidikan, antara lulusan Akpol dan PTIK denganlulusan Secapa dan Selapa.

    Berbagai level kesenjangan tersebut menimbulkan perasaan tidak puas yang berjenjangpula, namun tidak sampai membuat mereka keluar dari pekerjaan sebagai polisi. Iniberarti pada semua level kepangkatan, tingkat turn over sukarela pada Polri mendekatinol. Ada dua alasan yang dapat dikemukakan atas hal tersebut. Alasan pertama adalahprofesi polisi memiliki posisi kompetitif yang masih cukup baik. Pekerjaan sebagaipolisi dipandang tetap bisa menyediakan kebutuhan minimal yang sulit merekadapatkan dalam situasi kompetisi pekerjaan seperti saat ini. Faktor kedua, pekerjaansebagai polisi memberikan pada mereka perasaan berharga dan terhormat di depanmasyarakat. Perasaan kecewa ini juga tidak teraksentuasi dalam interaksi personal dilingkungan kerja, karena disiplin militer tidak memungkinkan mereka untuk melakukanhal tersebut.

    Pada aspek kondisi fisik dan lingkungan kerja penelitian ini menemukan faktornon-hygienic. Pengamatan penelitian ini memberikan gambaran kondisi lingkunganpekerjaan yang kurang memadai pada level Bintara dan Tamtama. Kondisi yang lebihbaik ditemukan pada lingkungan kerja para kepala satuan (Kasat) di tingkat Polres.Pada satuan Polres maupun Polsek, kelengkapan kerja sangat tidak memadai, baik alattransportasi, komunikasi, bela diri maupun alat administrasi. Responden BintaraTamtama merasakan kesulitan akibat tidak memadainya perlengkapan. Di samping ituslogan-slogan kerja yang bombastic, pada kenyataanya tidak dilengkapi dengan saranauntuk melaksanakan, membuat anggota menjadi apatis.

  • xiv

    Faktor non-hygiene berikutnya yang ditemukan dalam penelitian ini ialah adanyafavoritism pada satuan kerja tertentu. Hasil wawancara dengan anggota polisi di Polresmenunjukkan adanya favoritism anggota di bagian-bagian tugas operasional daripadabidang administrasi. Jabatan pada bidang operasionaI secara umum dipandang sebagaiIebih bergengsi dibandingkan jabatan pada bidang administrasi. Favoritism sama sekaIitidak mengacu pada karakteristik pekerjaan, namun pada faktor-faktor penghasiIanekstra, jenjang karir dan kebijakan kepersonaIiaan, serta kekuasaan yang melekat padabidang tersebut. Dampak dari fenomena ini adalah berkembangnya intrik yangmenyertai setiap promosi jabatan, yang disertai perasaan kecewa pada mereka yangtidak berhasiI pindah pada jabatan favorit.

    Fenomena barrier psikologis antar kelompok Perwira atas dasar latar belakangpendidikan (Setukpa, Selapa dan AkpoI) bersifat non-hygienic. Dampak dari barrierpsikoIogis ini terutama adaIah muncuInya persaingan karir yang tidak fair. Problem initerutama dirasakan oleh kelompok Perwira dari Selapa, yang merasakan adanyafenomena glass-ceiling, yang merasakan karir mereka terhambat oleh alasan-alasan diluar prestasi kerja.

    Terhadap semua faktor non-hygienic di atas ditemukan pola respons yang sama padaresponder, yaitu perasaan kecewa. Kekecewaan itu terungkap dalam bentukpenyampaian informasi dalam kesempatan-kesempatan wawancara tidak formal.Disiplin organisasi yang bersifat militeristik dengan sistem sanksi yang keras padapelanggaran disiplin, membuat perasaan kecewa ini tidak pernah terungkap dalamberbagai bentuk komunikasi organisasional.

    Terhadap temuan dan anaIisis ini perlu diajukan pertanyaan bila semua faktornon-hygienic di atas diperbaiki, apakah kinerja polisi akan meningkat? Bila gaji anggotapolisi ditingkatkan, perlengkapan dan kondisi Iingkungan fisik diperbaiki, dan aspeksosial dalam hubungan organisasi dibenahi apakah kinerja Polri akan meningkat ?

    Kinerja dalam organisasi sebenarnya lebih dipengaruhi oleh faktor motivasi individu.Faktor-faktor hygiene tidak berkorelasi dengan motivasi, namun hanya menimbulkanperasaan kecewa terhadap kondisi pekerjaan sehari-hari. Terhadap permasalahankinerja Polri perlu dikaji dari aspek faktor motivator dan aspek perilaku organisasi yanglebih spesifik. Faktor motivator yang benar bersifat motivasi dalam tubuh Polri adalahnilai kerja polisi itu sendiri. Data dari angket anggota polisi menunjukkan bahwamereka memiliki faktor-faktor motivasi tinggi. Mereka merasa bangga denganpekerjaan sebagai polisi, memiliki dorongan untuk berprestasi, dan mempunyaipenghargaan terhadap diri sebagai polisi, serta memiliki perasaan puas bekerja sebagaipolisi.

    Selanjutnya dalam konteks pengembangan sumberdaya manusia tidak bisa lepas darietika dalam organisasi yang secara umum memiliki arti sebagai kumpulan nilai tentangmoral, kewajiban, dan hak yang dianut oleh anggotanya. Etika polisi berkaitan denganpersoalan sejauh mana suatu kumpulan nilai mewujud pada sikap tindakan anggotapolisi dinyatakan oleh Kunarto terkait dengan tingkah laku, moral, adat, kebiasaan, dancara berpikir, yang mendorong seseorang untuk bersikap dan bertindak secara etis.(Kunarto, 1997).

  • xv

    Pengertian itu menegaskan temuan dari hasil penelitian pada aspek hubungan polisidengan masyarakat (interpersonal skill, berkomunikasi, sensivitas, kerjasama dll)menunjukkan kadar 60,7% dari pandangan pemuka masyarakat dan 42,2% daripandangan anggota masyarakat. Dalam hal ini terkandung dua sapek, yakni aspek etikadan aspek proses. Artinya, polisi bersikap/bertindak tidak semata-mata karenaberorientasi pada hasil atau akibatnya, melainkan juga usaha membangun identifikasidiri dari muatan nilai yang menjadi acuan dalam bersikap/bertindak. Di tingkatoperasional, hubungan polisi dengan masyarakat tersebut sering mengalami kondisidilematis.

    Masalah ini dimungkinkan karena landasan etika yang dianut, yakni Tri Brata, CaturPrasetya, Lambang PoIri, dan Himne PoIri belum seluruhnya dirumuskan dalam bahasarealistis dalam kehidupan sehari-hari bagi anggota polisi di Polres maupun di Polsek.Implementasinya baru sekedar dihafalkan, pada hal seharusnya proses identifikasiseseorang atas acuan moralnya adalah melalui personifikasi. Namun personifikasi etikayang digunakan oleh anggota polisi adalah Bhayangkara. Wawancara dengan responderpejabat Polri di Polda NAD membenarkan bahwa polisi mengidentifikasikan dirisebagai Bhayangkara negara dan bangsa. Pemaknan operasional Bhayangkara adalahsemangat polisi sebagai pejuang. Anggota Polri bukan semata-mata seorang polisiprofesional, menurutnya lebih dari itu adalah patriot bagi bangsa yang identik denganperjuangan patih Gajah Mada dari kerajaan Mojopahit.

    Dari wawancara terhadap pejabat di Polda dan anggota polisi tampak bahwa polisipejuang diterjemahkan sebagai kesediaan untuk melaksanakan tugas sekalipun tidakdidukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Pengamatan terhadap seluruhresponden selama penelitian menunjukkan bahwa kadar semangat untuk melaksanakantugas tercermin pada respon mereka terhadap setiap berkomunikasi dengan atasanselalu mengucapkan Siap ndan. Ketika atasan menanyakan sesuatu, anggota akanlebih dulu mengucapkan Siap ndan sebelum menjawab pertanyaan atasan. Demikianpula ketika atasan mengomentari sesuatu, angota polisi lebih duIu mengatakan Siapndan sebelum menanggapi komentar atasan. Juga ketika atasan memerintahkansesuatu, jawaban yang diberikan adalah Siap ndan. Hanya kata itu yang diucapkansebagai tanggapan atas setiap perintah. Tidak ada permintaan apa pun yangdisampaikan anggota polisi ketika harus melaksanakan perintah.

    Kata Siap ndan diucapkan dalam intonasi yang khas militer tetapi dalam kehidupansehari-hari dengan masyarakat sipil tidak pernah diucapkan. Yang tidak kalah menarikmeski diucapkan dalam standar intonasi militer, namun menunjukkan adanya gradasikadar ketegasan berdasarkan setting situasi dan latarbelakang pejabat yang dihadapi.Dalam interaksi, pengucapan Siap ndan paling tegas diucapkan di hadapan Kapolresataupun Kapolsek. Kadar ketegasan dalam mengucapkan Siap ndan itu semakinmenurun pada situasi-situasi dan terhadap atasan yang tidak memiliki posisimenentukan. Kadar ketegasan juga semakin menurun lagi seirama dengan pertambahanusia dan lama berdinas di Polri.

    Temuan tersebut mengindikasikan kuatnya identifikasi diri anggota polisi pada sifat-sifat militer. Dalam parameter universal polisi dipandang sebagai civilian in uniform,identitas polisi lebih menonjol pada sisi uniform dibandingkan sebagai civilian. Hasilpengamatan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa identifikasi diri sebagai militertidak hanya terwujud dalam perilaku dalam setting formal. Dalam kehidupan sosial,

  • xvi

    cara berpikir dan bertindak sikap ala militer juga terasa sangat dominan. Hal inimenunjukkan intemalisasi pribadi militer pada anggota polisi telah melebihi yangdibutuhkan.

    Temuan ini perlu dicermati dalam kaitannya dengan perilaku kerja dan cara pandangpolisi pada masyarakat. Perilaku kerja berorientasi pada ketaatan terhadap prosedurtugas yang diperintahkan, dan diterima tanpa syarat. Dengan predisposisi seperti ini,anggota polisi cenderung akan mengabaikan pertimbangan situasional, pertimbangansosial, kebutuhan lapangan dan pertimbangan karakteristik individu yang dihadapiketika mereka menjalankan tugasnya. Padahal, sebagaimana diatur pada pasal 18 Ayat(1) UU No. 2 Tahun 2002, pejabat Kepolisian Negara dari Perwira Tinggi hinggaBintara - Tamtama dalam melaksanakan tugas dan wewenang dapat bertindak menurutpenilaiannya sendiri (diskresi).

    Temuan lain dalam kaitan pengembangan sumberdaya manusia polisi adalah kebijakanpersonalia dalam hal penilaian prestasi kerja dan promosi. Secara umum responder diPolres maupun Polsek memiliki persepsi bahwa kebijakan personalia tidak memberikankesempatan untuk berkembang yang fair. Mereka melihat bahwa penilaian prestasikerja tidak berjalan secara objektif dan sistematik di lingkungan kerja mereka.Faktor-faktor subjektif sangat berperan, dan dalam hal ini kedekatan dan loyalitasdengan pimpinan sangat berpengaruh. Dengan latar belakang penilaian prestasi kerjaseperti ini para responder melihat bahwa prestasi bukan merupakan fungsi terhadappromosi. Mereka yang berhasil mendaki karir belum tentu mereka yang berhasiI dalammenjalankan tugas, dan mereka yang karirnya mandeg belum tentu mereka yang gagaldalam bekerja. Promosi adalah fungsi dari pendidikan formal, lobby, dan nasib. Dengankondisi seperti ini orientasi polisi daIam bekerja bukanlah pada prestasi. Orientasi kerjaanggota polisi ialah bekerja sebaik mungkin sesuai dengan perintah dan prosedurdengan tujuan tidak mendapatkan teguran atau punishment dari atasan, memberikanpelayanan yang terbaik kepada atasan dengan tujuan mendapatkan perhatian. Kedua haldilakukan agar mendapatkan kesempatan me-lobby atasan demi bisa mengikutipendidikan, dan sesudahnya mengharapkan bantuan untuk kenaikan pangkat danpenempatan di jabatan yang basah.

    Di sisi lain, dari hasil penelitian di Polres maupun di Polsek diketahui bahwa jumlahanggota polisi yang ada sekarang masih sangat jauh dari mencukupi. Untuk mengatasiketerbatasan itu stratagi yang digunakan dikenal sebagai pengembangan sistemkeamanan dan ketertiban swakarsa (Siskamtibmas Swakarsa). Siskamtibmas Swakarsamerupakan pembinaan keamanan umum dan ketertiban masyarakat yang ditujukankepada usaha mengembangkan peran masyarakat yang bersifat swakarsa, denganberintikan polisi. Dalam hal ini diutamakan usaha-usaha pencegahan dan penangkalan,sedangkan pembinaan kesadaran masyarakat terhadap keamanan dan ketertibanmasyarakat terus ditingkatkanPolmas.

    Dari wawancara dengan responder Polsek diketahui bahwa semangat untukmembangun pamswakarsa sebenarnya cukup tinggi namun mereka merasa kurangmendapat dukungan dan bantuan dari polisi. Akibatnya, sejumlah Pos Kamling yangdibangun warga masyarakat secara mandiri belum bisa berfungsi secara optimal. Disamping itu Polres juga melaksanakan pembinaan Satuan Pengamanan (Satpam) diperusahaan-perusahaan, di lingkungan pertokoan maupun lingkungan pemerintahan.

  • xvii

    3. Kelengkapan Dasar Polisi

    Kelancaran operasional dari sebuah organisasi tergantung pada kelengkapan sarana danprasarananya. Bagi sebuah satuan kepolisian, sarana tersebut tidak semata untukmendukung kegiatan rutin, namun harus mengikuti pula perkembangan dari teknologiyang ada di masyarakat. Data sekunder kelengkapan sarana dan prasarana Polresmaupun Polsek mencakup alat-alat yang dipergunakan untuk keperluan tugassehari-hari seperti pangkalan atau kator polisi, senjata api laras pendek maupun laraspanjang, alat transportasi, borgol, senter, tameng, tongkat polisi, komputer, printer,mesin tik, foto kopi, skaner, OHP, hingga alat-alat yang spesifik seperti daktiloskopi,toksikologi dan berbagai poder untuk laboratorium kriminal, kendaraan water canon,kendaraan armor personal carier secara umum belum mencukupi.

    Dari data primer diketahui bahwa, kantor polisi untuk kesatuan Polres setelah trageditsunami tidak ada yang rusak. Sedangkan kantor Polsek yang rusak adalah Polsek JohanPahlawan (rusak berat); Polsek Samatiga (rusak berat); Sigli (rusak berat); Polsek KutaRaja (rusak berat); Polsek Darussalam (rusak ringan); dan Polsek Samudra (rusakberat).

    Tingginya jumlah kantor dan peralatan yang berada dalam kondisi rusak berat (RB)jelas perlu segera mendapatkan penggantian demi kelancaran tugas kepolisian.Dibanding dengan kerusakan peralatan tugas/fasilitas kepolisian berupa senjata api laraspendek maupun laras panjang, alat transportasi, borgol, HT, senter, tameng, tongkatpolisi, komputer, printer, mesin tik, foto kopi, skaner, OHP dan jenset yang lebihbanyak jumlahnya, maka bisa difahami jika kelancaran fungsi-fungsi kepolisian diseluruh wilayah Aceh cenderung terganggu. Belum lagi mengenai masalah Pos Polisiyang masih sangat kurang baik di lingkungan Polres maupun Polsek.

    Dari pengamatan di lapangan yang menarik untuk disimak adalah kendaraan-kendaraanNGO yang lalu-lalang, sementara itu polisi yang bertugas mengamankan jarang nampakmanuver atau patroli baik di dalam kota maupun antar kota. Muncul permasalahan jikamobil atau motor patroli diperlukan untuk melakukan pengejaran. Kondisi mobil lebihburuk lagi juga ditemukan di Polsek. Atas kondisi ini beredar joke di antara masyarakatsetempat bahwa seandainya terjadi kecelakaan dan mobil ini menyerempet seorangpejalan kaki, maka kemungkinan orang itu akan meninggal bukan karena luka hasilserempetan akan tetapi karena infeksi tetanus akibat goresan logam mobil tua patroliPolsek tersebut.

    Sementara itu mengantisipasi perkembangan teknologi kejahatan, Polda NAD punmencoba mengikuti perkembangan teknologi kepolisian dengan menggunakan alat-alatyang tergolong canggih. Seperti yang terlihat pada pemilikan sejumlah alatlaboratorium kriminal, alat daktiloskopi, alat optik, alat foto, dan alat deteksi. Jumlahperalatan itu terhitung kecil jika dibandingkan dengan Polda lain. Yang menarik ialahketerbatasan sumber daya manusia operator peralatan-peralatan canggih tersebut, dimana terdapat peralatan berteknologi tinggi namun tidak berfungsi secara optimalkarena ketidaktersediaan tenaga operator yang memadai.

  • xviii

    Dari data di atas secara umum dapat disimpulkan bahwa kelangkapan sarana danprasarana di kesatuan Polres maupun Polsek belum memadai. Di samping itu saranayang dimiliki cenderung tertinggal dari kemajuan masalah dan kejahatan yang terjadi dimasyarakat. Hal ini tentu sangat mengganggu perwujudan kinerja polisi.

    Dalam kaitan ini, Bintara merupakan pihak pertama yang merasakan kesulitan akibattidak memadainya perlengkapan. Mereka yang sehari-hari banyak bertugas di lapangansangat merasakan dampaknya, sehingga bisa dikatakan bahwa keterbatasanperlengkapan itu dapat menimbulkan stressor kerja yang cukup tinggi terutama bagianggota polisi yang berpangkat Bintara.

    Selain itu, kelancaran operasional polisi sangat tergantung pada tercukupinya danaoperasional. Pada sebuah organisasi profesional non profit, syarat kecukupan danatersebut masih ditambah dengan persyaratan sumber dana, yakni tersedianya sumberdana yang dialokasikan untuk kegiatan sebagai konsekuensi kerja anggota.Ketersediaan dana merupakan konsekuensi dari organisasi dalam mencapai sasaran ataumisi kerja yang dibebankan.

    Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Polres maupun Polsek cenderung bersifat rutin,karena kurang tersedia ruang bagi proses inovasi kelembagaan. Keterbatasan anggaranoperasional itu benar-benar dirasakan di tingkat Polda hingga Polsek sebagai daerahyang dikatakan sebagai daerah operasi. Hampir semua responder yang diwawancaraimenyatakan adanya kekurangan anggaran operasional yang pada gilirannyamemunculkan sejumlah ekses di lapangan karena tugas tetap harus dilaksanakan.Secara sederhana, kekurangan anggaran operasional diungkapan dalam plesetan yangsecara simbolik menunjukkan kompleksitas problem keuangan, yaitu istilahKapuskodalops yang arti sesungguhnya adalah Kepala Pusat Komando danPengendalian Operasi diubah pengertiannya menjadi kepala pusing kurang modal untakoperasi.

    Meskipun modal untuk operasi kurang namun polisi yang mengidentifikasi diri sebagaiBhayangkara pelindung dan pengayom bangsa tidak mengenal kata surut dalammenjalankan tugas maka bagaimanapun kondisinya berbagai operasi baik serse, intel,lalu-lantas, sabhara maupun bimmas harus tetap berjalan. Gedung-gedung markas polisiharus tetap dibangun, dan perlengkapan harus tetap dicukupi. Tamu-tamu dari pusatpun harus tetap dilayani sebagai layaknya petinggi. Maka solusi yang ditempuh adalahmelakukan konsep kemitraan atau membangun partisipasi.

    Secara umum makna kedua kata tersebut adalah hubungan dua pihak dalam sebuahkesetaraan. Namun makna kemitraan yang terkait dengan Polri bersifat khas. Dariwawancara non formal dengan seorang perwira pendamping dalam penelitian tersimpulbahwa di samping maknanya yang sebenarnya, yang dimaksud kemitraan adalah,terutama para pengusaha atau badan usaha, memberikan bantuan kepada polisi.Bantuan itu digunakan baik untuk pengadaan sarana dan prasarana maupun untukmenambah biaya kegiatan operasional.

    Pengalaman lain yang bisa diungkapkan oleh konsultan peneliti ialah di daerah yangdikunjungi mendapatkan fasilitas kendaraan lengkap dengan sopirnya. Ternyatakendaraan itu bukan milik anggota polisi, tetapi kendaraan pinjaman dari dealer mobil.

  • xix

    Peminjaman itu tentu bukan dengan membayar secara tunai ataupun hutang, melainkandengan balas jasa dari polisi kepada dealer ketika pihak dealer menghadapi masalahyang berkaitan dengan polisi. Hal ini dikatakan sebagai kelaziman, setiap kali ada tamuyag memerlukan fasilitas kendaraan. Hal serupa juga berlaku untuk penyediaanpenginapan kepada para tamu Polda maupun Polres.

    Sumber lain untuk mengatasi sedikitnya dana operasional adalah sumbangan darimasyarakat, sebagai bentuk ucapan terima kasih atas selesainya perkara hukum.Penyelesaian perkara hukum itu terutama berkaitan dengan wewenang diskresi yangdimiliki polisi. Biasanya masyarakat yang perkaranya dideponir akan memberikanungkapan terima kasih. Istilah khas untuk itu yaitu di 86-kan. Arti dari ungkapan iniadalah perkara dihentikan penyidikannya. Sebagai imbalan pihak yang dirugikanmemberikan jasa kepada polisi.

    Penelitian ini juga menemukan indikasi berlangsungnya mekanisme bottom-upfinanceel support terutama di lingkungan polantas dari sektor masukan uang SIM. Yangdimaksudkan bottom-up financeel support adalah satuan bawah memberikan dukungandana kepada atasannya. Satlantas menyetorkan ke Polres. Responden polisi lalu-litasmenyatakan bahwa dana tersebut benar-benar digunakan untuk kegiatan operasionaldan pengembangan. Sementara ada juga yang menyatakan sebagian digunakan untukkepentingan pribadi.

    Gambaran tersebut menjelaskan bahwa cara untuk mengatasi keterbatasan anggaranyang berlaku di lapangan tidak sepenuhnya sejelan dengan etika profesi. Bentuk-bentukpungutan, yang dikemas dalam konsep eufemistik, yaitu kemitraan, ditemukan didaerah penelitian.

    Berkaitan dengan masalah tersebut baik di Polda NAD maupun kesatuan dalamjajarannya, dari penjelasan Pjs Karo Renbang tidak ada perumusan program khususrehabilitas Polda, Polres-Polres dan Polsek-Polsek yang terkena bencana stunami.Perencanaan tersebut dinyatakan telah ditarik ke kesatuan atas atau Mabes Polri olehtim dari Deputy Perencanaan dan Pengembangan.

    Dari uraian di atas secara umum dapat disimpulkan bahwa kelengkapan dasar polisi dibidang keuangan sangat rendah. Dana rutin yang ada tidak memungkinkan untukmendanai pengembangan organisasi. Sementara dana pembangunan yang tersediajumiahnya relatif kecil, meskipun dari tahun ke tahun ada tendensi kenaikan.Sedangkan dana operasi tidak memberi kelonggaran pada satuan-satuan operasionaluntuk mengembangkan operasi yang sesuai dengan tuntutan masyarakat.

  • xx

    V. REKOMENDASI PENGEMBANGAN KAPASITAS POLISI DIPOLDA NAD

    A. REHABILITASI INFRASTRUKTUR

    1. Pembangunan pos-pos polisi

    Salah satu kebutuhan mendesak di Aceh adalah perlunya pembangunan pos-pos polisiuntuk melayani kebutuhan masyarakat. Pos polisi ini tidak harus besar. Cukupbangunan semi permanen dengan ukuran kecil yang ditempatkan di berbagai tempat diwilayah Aceh. Ada dua alasan kenapa pembangunan pos-pos polisi ini penting.

    Pertama, polisi masih belum banyak dirasakan kehadirannya oleh masyarakat Aceh.Survei yang dilakukan oleh IOM-LSI menunjukkan cukup banyak ( 33.5%) masyarakatyang menilai polisi kurang terlihat atau tidak terlihat sama sekali kehadirannya dilingkungan tempat tinggal. Survei ini juga menunjukkan sebanyak 30% masyarakatAceh menilai pos polisi kurang terlihat atau tidak terlihat sama sekali.

    Kedua, untuk mengatasi masalah rasio jumlah polisi yang masih kecil di Aceh. Rasiostandar polisi-penduduk umumnya mengacu pada standar Perhimpunan Bangsa-Bangsa(PBB) 1: 400. Dari data Litbang Polri diketahui, rasio polisi penduduk di lndonesiaberada pada kisaran 1:1250. Sedangkan rasio penduduk-polisi di Polda NAD adalah 1 :930. Kehadiran pos-pos polisi yang kecil, berada di tengah masyarakat, bisamengurangi kesenjangan rasio jumlah polisi dengan jumlah masyarakat.

    2. Pengembangan Perlengkapan Kerja dan Patroli

    Kondisi Polres dan Polsek di Aceh masih jauh dari memadai. Keterbatasan saranakantor terutama yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat ini bisa menggangupelaksanaan tugas polisi dalam melayani masyarakat. Survei ini menunjukkan kondisitersebut. Baik anggota maupun pejabat polisi menilai perlengkapan dan sarana kerjatidak memadai. Perlengkapan patroli misalnya. Sebanyak 42.2% anggota polisimenyatakan perlengkapan patroli tidak memdai.

    3. Pengembangan Sarana Perlengkapan Kantor

    Sarana kantor dipersepsi buruk oleh polisi yang bertugas di Aceh. Baik anggota polisimaupun pejabat polisi menilai sarana kantor untuk bekerja kurang memadai. Darianggota polisi, sebanyak 69.8% menilai sarana kantor kurang memadai. Sementara dikalangan pejabat polisi sebagian besar (70%) juga menyatakan kurang memadai.

    4. Pengembangan Sarana Transportasi dan Peralatan Dinas

    Anggota polisi maupun pejabat polisi banyak yang tidak memiliki sarana peralatandinas yang memadai. Sekalipun sarana dan perlengkapan sangat tidak memadai,kepolisian Aceh pasca MoU Helsinki perlu merubah kebijakan alokasi perlengkapan.Di tengah usaha mewujudkan kepolisian yang lebih bersifat sipil, justru penyediaansenjata api lebih dominan dibanding perlengkapan lainnya. Justru kebutuhan-kebutuhan

  • xxi

    yang lebih memberikan kesetaraan dan kedekatan hubungan dengan masyarakat masihjauh dari pengadaannya. Sepeda motor dan mobil untuk patroli, penyediaan radiopanggil, tongkat polisi dan borgol yang lebih dibutuhkan malah jauh dari cukup.

    Need assesment yang dilakukan di Polsek dan Polres menunjukkan kebutuhan dasarperalatan dinas yang dibutuhkan adalah sebagai berikut. Peralatan dinas yang diusulkanuntuk ditambah adalah yang berkaitan dengan fungsi polisi dalam menjalankankomunikasi dengan masyarakat.

    5. Pembangunan Barak / Tempat Tinggal

    Dalam jangka menengah, perlu dipikirkan pembangunan perumahan sederhana bagianggota polisi yang bertugas di Aceh. Polisi yang bertugas di Aceh merasakesejehtaraannya jauh dari memadai. Dari anggota polisi, sebagian besar (72%) menilaigaji yang diterima tidak cukup. Selain gaji, fasilitas perumahan yang mereka tempatijuga dinilai oleh mayoritas anggota polisi tidak mencukupi (82.8%).

    Kesejahteraan yang tidak memadai ini mempunyai efek dalam motivasi kerja polisi diAceh. Pertama, cukup besar anggota polisi di Aceh yang merasa tidak betah dan tidaknyaman bertugas di Aceh. Sebanyak 14.2% responden polisi dalam survei inimenyatakan terus menunggu hari-hari untuk pindah tugas. Kedua, dampak lebih buruk,kesejahteraan yang minim ini berakibat pada kerja polisi. Sebanyak 17% anggota polisikerja rangkap jasa keamanan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

    B. PEMOLISIAN MASYARAKAT

    1. Proyek Percontohan Pemolisian Masyarakat

    Untuk pengembangan polisi di Aceh, bisa dikembangkan sebuah proyek percontohanpemolisian masyarakat. Proyek percontohan ini bisa mengambil 2 Polres dan 5 Polsekdi seluruh wilayah Aceh. Berbagai konsep pemolisian masyarakat akan dipraktekkan didalam proyek percontohan tersebut. Jika proyek ini berhasil, dalam jangka menengahbisa dipraktekkan ke semua Polres / Polsek di wilayah Aceh.

    Mengapa proyek percontohan ini penting? Hal ini karena persepsi yang masih kurangbaik di kalangan warga Aceh terhadap pelayanan polisi. Dari survei ini diperoleh hasil,sebagian besar masyarakat Aceh (40.6%) menilai polisi masih mendahulukan merekayang berpangkat. Masyarakat Aceh, sebagian besar (43.7%) juga menilai polisi masihmendahulukan mereka yang kaya. Jika dibandingkan antara pendapat anggotamasyarakat dan pemuka masyarakat terdapat perbedaan terutama dalam hal penilaianmengenai apakah polisi lebih mendahulukan yang berpangkat dan orang kaya. Dikalangan responden pemuka masyarakat, banyak yang menilai polisi telah bertindakadil dan profesional. Yang menarik adalah pandangan yang menonjol di kalanganmasyarakat Aceh (35.1%) bahwa polisi selalu meminta uang jasa / sogokan. Sementaradi kalangan responden pemuka masyarakat, seanyak 29.1% responden menyatakanpolisi meminta uang jasa ketika melayani masyarakat.

  • xxii

    2. Sosialisasi dan Pelatihan Pemolisian Masyarakat

    Selain proyek percontihan pemolisian masyarakat, bisa dikembangkan sosialisasi danpelatihan mengenai pemolisian masyarakat. Berbagai program yang bisa dirancangmisalnya: Penerbitan buku-buku saku yang mudah dibaca oleh setiap anggota polisi mengenai

    pemolisian masyarakat Pelatihan mengenai pemolisian masyarakat yang diikuti oleh polisi Aceh

    3. Pembentukan Forum Warga

    Salah satu program yang bisa dilakukan untuk mempercepat implementasi pemolisianmasyarakat adalah pembentukan forum warga. Survei ini menunjukkan sedikitnyaterdapat forum warga. Ini ditambah dengan banyaknya warga yang belum pernahmenghadiri pertemuan antara warga dan polisi.

    C. PENGEMBANGAN KESADARAN HUKUM DAN HAM DI KALANGANANGGOTA POLISI

    1. Pelatihan dan Sosialisasi HAM

    Pasca Perundingan Helsinki, Polisi di Aceh diharapkan peranananya lebih besar dalammenegakkan keamanan. Polisi Aceh juga dituntut bisa bersikap profesional dalambekerja dengan tetap menghormati HAM. Pelatihan dan sosialisasi mengenai HAM inipenting karena alasan berikut. Pertama, polisi di Aceh lama hidup dalam suasanakonflik / perang. Ini mengakibatkan banyak anggota polisi yang belum menyadaripentingnya bekerja dengan berlandaskan HAM. Kedua, masyarakat Aceh mempunyaipersamaan persepsi untuk mengedepankan isu penghargaan terhadap HAM. Tetapipolisi belum terlalu diapresiasi memiliki keberanian untuk mengust kasus-kasuspelanggaran HAM tersebut. Bahkan para koraban pun belum diperlakukan dandilindungi sebagaimana mestinya. Program yang bisa dirancang adalah : (a) Pelatihanmengenai HAM Pelatihan ini bisa diikuti oleh sebanyak mungkin polisi yang bertugasdi Aceh. (b) Penerbitan buku-buku saku mengenai aturan HAM dalam penangananperkara dan sebagainya. (c) Penterjemahan buku-buku mengenai HAM dan polisi kedalam bahasa Indonesia.

    2. Workshop dan Sosialiasi Qanun Aceh

    Kepolisian di Aceh lebih spesifik dibandingkan dengan daerah lain. Hal ini karena diAceh terdapat penerapan syariat Islam. Sudah ada sejumlah aturan ( qanun) yangmengatur berbagai pelanggaran terhadap syariat Islam. Masalahnya, hingga saat inibelum jelas posisi apa yang sebaiknya dilakukan oleh polisi berkaitan dengan penerapansyariat Islam tersebut. Survei ini menunjukkan insiatif untuk mengambil peranpenyelesaian masalah hukum syariah sangat kecil. Kecenderungannya polisi nasionaltidak memiliki keinginan untuk mengambil bagian dalam proses pemberlakukan hukumsyariah, terutama menyangkut berbagai materi yang tidak diatur dalam hukum nasional.Polisi yang bertugas di Aceh cenderung lepas tangan dan menyerahkan penanganansyariat Islam ini kepada polisi syariah (Wilayatul Hisbah).

  • xxiii

    Program yang bisa dirancang diantaranya sebagai berikut. (a) Workshop mengenaiqanun. Hingga saat ini belum pernah ada pertemuan antara polisi di Aceh denganlembaga Qanun (Walayatul Hisbah). Perlu sebuah workshop yang diikuti oleh sejumlahpengamat sosial dan tokoh masyarakat di Aceh. Tujuan dari workshop tersebut adalahmenemukan titik temu pembagian tugas antara polisi dengan wilayatul hisbah. Perlu diumuskan koordinasi kewenangan antara Polres dengan lembaga Qanun (WilayatulHisbah) di setiap daerah agar hukum negara tetap berjalan secara berdampingan danharmonis dengan syariat Islam. Meskipun saat ini belum terjadi benturan, tetapi untukdikemudian hari dikhawatirkan penerapan hukum pidana/perdata mengacu pada hukumnegara terjadi tumpang tindih dengan Qanun.

    (b) Sosialisasi. Berbagai aturan mengenai qanun Aceh dan posisi polisi Aceh perludisosialisasikan ke semua anggota polisi yang bertigas di Aceh. Sosialisasi ini bisadilakukan dalam bentuk penerbitan buku-buku yang dibagikan kepada seluruh anggotapolisi.

    D. REKRUITMEN

    1. Pengembangan Sekolah Polisi Nasional (SPN)

    Program pengembangan polisi di Aceh, diantaranya bisa dilakukan dengan membantuSPN di NAD. Beberapa program yang bisa dilakukan diantaranya: Penambahan fasilitas dan sarana belajar di SPN Aceh Peningkatan kapasitas tenaga pengajar Peningkatan mutu belajar dengan memberikan bantuan buku-buku dan perpustakaan Memfasilitasi adanya program pengiriman dosen dari luar Aceh untuk mengajar di

    SPN Aceh.

    2. Perintisan Polisi Wanita

    Jumlah polisi wanita di NAD sangat kecil. Ini bisa dipahami, mengingat dalam waktulama Aceh berada dalam darurat militer. Dengan pertimbangan keamanan, Polri lebihmengedepankan polisi laki-laki. Tetapi seiring dengan kondisi Aceh yang sudahmembaik, perlu dipikirkan penempatan polisi wanita di Aceh dalam jumlah cukup.Survei ini menunjukkan perlunya polisi wanita. Baik polisi maupun masyarakatmempunyai pandangan yang mendukung tentang perlunya peranan polisi yangmemahami perempuan. Hal ini terlihat pada dukungan untuk penanganan perkara,kemampuan yang sebanding, keyakinan penerimaan lingkungan sosial, sertaperlindungan terhadap korban perempuan.

    Pandangan yang mendukung dari segi wacana tersebut juga merupakan dukungan bagidikembangkannya jumlah polisi wanita di setiap polsek dan polres yang ada di Aceh.Kebutuhan polisi wanita di Aceh dianggap tidak mencukupi, terlebih karena Acehmemiliki strukutur perlakuan khusus yang membedakan penanganan untuk perempuan.Sebagian besar masyarakat Aceh menilai jumlah polisi wanita yang ada saat ini kurangatau sangat kurang. Yang menarik penilaian terhadap jumla polisi wanita yang kurangini juga disuarakan oleh anggota polisi dan pejabat polisi di Aceh. Program yang bisadirancang diantaranya : (a) Workshop mengenai kebutuhan polisi wanita. Perlu sebuahworksop untuk memperkirakan dengan tepat berapa kebutuhan polisi wanita di Aceh.(b) Pelatihan bagi calon Polwan yang bertigas di Aceh.

  • xxiv

    DAFTAR ISIHalaman

    BAGIAN I PENDAHULUAN 1

    BAB 1 TUJUAN RISET DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2

    BAB 2 METODOLOGI 6

    BAGIAN IIPERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP POLISI

    16

    BAB 3 RASA AMAN MASYARAKAT 17

    BAB 4 KEPERCAYAAN PADA POLISI 21

    BAB 5 PENILAIAN ATAS KEHADIRAN POLISI 27

    BAB 6 PENILAIAN ATAS NETRALITAS POLISI 33

    BAB 7 PENILAIAN ATAS ORIENTASI KERJA POLISI 37

    BAB 8 PENILAIAN ATAS KEMANDIRIAN POLISI 40

    BAB 9 PENILAIAN ATAS PENANGANAN PERKARA 43

    BAB 10 PENILAIAN ATAS CITRA POLISI 47

    BAB 11 PENILAIAN ATAS SARANA DAN PRASARANA TUGAS POLISI

    51

    BAB 12 PENILAIAN ATAS KEPEKAAN / KEPEDULIAN POLISI

    54

    BAB 13 PENILAIAN ATAS KETANGGAPAN DAN KETRAMPILAN POLISI

    59

    BAB 14 PENILAIAN ATAS KINERJA POLISI 62

    BAGIAN IIIPERSEPSI POLISI TERHADAP MASYARAKAT

    71

    BAB 15 TINGKAT PERMUSUHAN MASYARAKAT TERHADAP POLISI

    72

    BAB 16 KERJA SAMA MASYARAKAT 80

  • xxv

    BAGIAN IVKEADAAN INTERNAL POLISI

    88

    BAB 17 PENILAIAN ATAS PERLENGKAPAN DAN FASILITAS KERJA

    89

    BAB 18 MOTIVASI DAN SEMANGAT KERJA 101

    BAB 19 PENILAIAN ATAS KESEJAHTERAAN POLISI 112

    BAB 20 PELAYANAN MASYARAKAT 122

    BAB 21 PENILAIAN ATAS KONDISI POLSEK 123

    BAGIAN VPENANGANAN PERKARA

    129

    BAB 22 PENYELESAIAN KASUS 130

    BAB 23 PENGALAMAN KONTAK DENGAN POLISI 141

    BAGIAN VICOMMUNITY POLICING

    147

    BAB 24 NILAI / NORMA YANG MENDUKUNG KELEMBAGAAN COMMUNITY POLICING

    148

    BAB 25 AKTIVITAS YANG MENDUKUNG PEMOLISIAN MASYARAKAT

    159

    BAB 26 FORUM WARGA- POLISI 180

    BAB 27 LEMBAGA PEMOLISIAN SOSIAL 184

    BAGIAN VIIKETERKAITAN PERAN POLISI DALAM LINGKUNGANSTRATEGIS DI NAD

    189

    BAB 28 POSISI POLRI DI ACEH PASCA PERUNDINGAN DAMAI HELSINKI

    190

    BAB 29 POLISI DAN PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM DI ACEH

    204

    BAB 30 ISU GENDER DAN POLISI WANITA DI NAD 234

  • BAB 31 ISU HAK ASASI MANUSIS ( HAM) DAN MILITERISME

    243

    BAGIAN VIIIANALISIS KEBUTUHAN POLISI DI ACEH

    253

    BAB 32 KONDISI DAN KEBUTUHAN POLISI DI ACEH 254

    BAGIAN VIIIPENUTUP

    255

    BAB 33 TEMUAN UMUM PENELITIAN 256

    BAB 34 PEMBAHASAN 258

    BAB 35 REKOMENDASI: PENGEMBANGAN KAPASITAS POLISI DI ACEH

    270

    LAMPIRAN-LAMPIRAN 274

    Pendataan PolresPendataan PolsekWawancara mendalam PolresWawancara mendalam Polsek

  • BAGIAN IPENDAHULUAN

  • BAB 1

    TUJ UAN RISET

    Survei ini ingin menjawab sejumlah pertanyaan sebagai berikut:

    Pertama, Persepsi polisi tentang masyarakat. Hal-hal yang ingin diketahui adalah:

    Tingkat-tingkat permusuhan masyarakat terhadap polisi. Kerja sama masyarakat. Ketertiban masyarakat. Kesadaran hukum masyarakat Struktur sosial yang ada yang dapat diamati polisi a.l :

    LSM.Asosiasi-asosiasi.Komunitas berdasarkan kepentingan.Keeratan hubungan individu dalam keluarga.Keeratan hubungan keluarga dengan lembaga sosial.Sifat-sifat kelompok.Ideologi yang berkembang.Potensi konflik dalam masyarakat.Mobilitas sosial.Stratifikasi sosial.Kontrol sosial.

    Kedua, persepsi masyarakat terhadap polisi. Hal-hal yang ingin diketahui adalah:

    Ketakutan akan kejahatan ? Aksesibilitas pada polisi. Netralitas polisi. Kemandirian polisi. Persepsi tentang korupsi yang dilakukan oleh polisi Disiplin polisi. Ketanggapan polisi. Kepekaan polisi. Perlindungan polisi. Ketrampilan polisi. Kekerasan polisi Orientasi kerja polisi. Dedikasi polisi. Bentuk-bentuk layanan polisi.

  • Ketiga, persepsi polisi terhadap polisi. Hal-hal yang ingin diketahui adalah:

    Performance. Loyalitas. Kepatuhan. Kekompakan. Kepercayaan. Keluasan hubungan. Jati diri. Sikap kerja.

    Keempat, pemetaan tentang keadaan internal polisi. Hal-hal yang ingin diketahui adalah: Komitmen polisi pada tugas pokoknya. Manajemen partisipatif di kepolisian. Kepemimpinan polisi. Sistem kewenangan. Tingkat motivasi dan kepuasan kerja. Kerentanan terhadap perubahan. Code of conduct polisi. Integritas polisi. Pengorganisasian polisi. Kinerja polisi. Suasana kerja. Produksivitas kerja polisi. Financial establishment polisi. Kesejahteraan polisi. Ratio polisi.

    Kelima, identifikasi kebutuhan utama polisi NAD Hal-hal yang ingin diketahui adalah: Suberdaya manusia.

    Analisis kebutuhan pelatihan (HAM dan pemolisian masyarakat). Jumlah petugas polisi dalam kaitan dengan struktur pos polisi yang ideal. Keterwakilan gender dan kelompok etnis. Sistem rekruitmen. Sistem pendidikan polisi (Kurikulum, metode pengajaran dan pengajar) Marit system polisi (pengembangan karir). Gaji polisi. Physical need. Social need. Safety need. Transparansi.

    Logistik/sumber-sumberdaya lainnya.

    Infrastruktur yang mempunyai dampak langsung pada implementasi pemolisianmasyarakat (missal : transpotasi, komunikasi, bangunan dan anggaran, tata-ruangkantor, penampilan kantor).

  • Peralatan operasional untuk satuan intelijen, reserse, polantas, sabahara,binamitra, brimob, dan polisi perairan/udara.

    ATK, BBM, dan pakaian dinas.

    Manajemen . Sistem perencanaan. Sistem pengendalian. Interval oversight (self control). Prosedur pelayanan. Jangka waktu layanan polisi. Biaya layanan polisi. Metode kerja fungsi-fungsi kepolisian. Mekanisme kerja antar fungsi kepolisian. Koordinasi kerja antar fungsi kepolisian dan dengan fungsi lembaga lain.

    Keenam, identifikasi struktur dan sistem sosial yang berlaku serta kemungkinannya dapatmendukung prinsip-prinsip community policing. Hal-hal yang ingin diketahui adalah:

    Komunitas apa saja yang bisa dideteksi. Aktivitas apa saja yang telah dilakukan polisi, yang merupakan standar perpolisian

    masyarakat. Nilai-nilai dan norma-norma sosial apa saja yang dapat dijadikan sandaran bagi

    kelembagaan community policing. Hubungan-hubungan sosial apa yang bisa dikembangkan untuk membangun

    interaksi harmonis warga masyarakat dengan polisi. Peran-peran sosial apa yang telah melembaga dalam kaitan tugas pemolisian

    Ketujuh, keterkaitan peran Polri dalam lingkungan strategis. Hal-hal yang ingin diketahuiadalah:

    Situasi pasca Tsunami Peran Polri yang strategis pasca MoU Helsinki Desentralisasi Pemberlakuan Hukum Syariah Wacana Perempuan dalam tugas Polri Alokasi personil dan kebutuhannya Sistem kewenangannya Militerisme di dalam tubuh Polri

  • SURVEI PEJABAT DAN ANGGOTA POLISI

    SURVEI MASYARAKAT ACEH DAN TOKOHMASYARAKAT

    RUANG LINGKUPKEADAAN SOSIAL

    PERSEPSIMASYARAKATTERHADAP POLISI

    PERSEPSI POLISI TERHADAPMASYARAKAT

    PERSEPSI POLISITERHADAP POLISI

    2. IDENTIFIKASI KINERJAPOLISI DI ACEH

    1. IDENTIFIKASIHUBUNGANMASYARAKATDENGAN POLISI DIACEHPOLA

    KEBUTUHANDAN

    LINGKUNGANKEPOLISIAN

    DAERAH NAD

    TSUNAMI

    MoUHELSINKI

    QANUNSYARIAH

    KEBUTUHAN LOGISTIKDAN OPERASIONAL POLISI

    KEADAAN INTERNALKEPOLISIAN

    DESENTRALISASI

    PERANPEREMPUAN

    STRUKTUR DAN NILAIPEMOLISIAN DI ACEH

    DEMOGRAFI DANKEPENDUDUKAN ACEH

    SURVEIKEBUTUHANKEPOLISIAN

    NAD

    ANALISISHASIL

    PENELITIAN

    3. IDENTIFIKASIKEBUTUHANSTRUKTUR DANSISTEM KEPOLISIANNAD

    4. IDENTIFIKASISOSBUD DAN GEOGRAFINAD (IDENTIFIKASILINGKUNGAN)

  • BAB 2METODOLOGI

    1. PERIODE PENGAMBILAN DATAData lapangan survei dikumpulkan antara 3-12 Desember 2005.

    2. TEKNIK PENARIKAN SAMPEL

    A. PEMILIHAN SAMPEL ANGGOTA MASYARAKAT

    Teknik pengambilan sampel memakai metode multistage random sampling. Lewat teknik inidiharapkan dapat menghasilkan sampel yang representatif dari populasi yang kompleks danheterogen seperti Indonesia. Multistage random sampling pada dasarnya adalah gabungan antarasampel stratifikasi (stratified random sampling) dengan sampel klaster (cluster random sampling).Stratifikasi diperlukan supaya heterogenitas dari populasi masyarakat Indonesia bisa tercermin dalamsampel. Dengan stratifikasi, terlebih dahulu diklasifikasikan ke dalam karakteristik dasar daripopulasi---populasi seperti jenis kelamin, wilayah, dan sebagainya. Sehingga sampel yang dihasilkanproporsional dengan populasinya. Karakteristik dasar dari populasi yang dipakai dalam survei iniadalah: proporsi penyebaran daerah (kabupaten), proporsi perbedaan antara wilayah (kota desa) , danproporsi perbedaan gender ( laki-laki-perempuan). Tiga karakteristik tersebut (kabupaten,desa/kelurahan, dan gender) dijadikan dasar untuk membuat stratifikasi.

    Meskipun mencerminkan populasi, stratifikasi menaikan budget survei karena dengan stratifikasitersebut, sampel yang ditarik akan sangat menyebar. Karena itu ongkosnya akan menjadi mahal.Untuk menaggulangi masalah budget yang meningkat karena stratifikasi tersebut, maka stratifikasitersebut dikombinasi dengan klaster. Lewat klaster sampel tidak menyebar sehingga ongkos untukmenjangkaunya mengecil---meskipun klaster membuat sampel menjadi kurang mencerminkankarakteristik populasi. Komponen klaster yang dipakai dalam survei ini adalah desa-kelurahan, RT,dan Kartu Keluarga. Dari 21 kabupaten yang ada di seluruh Nangro Aceh Darussalam (NAD)diambil semuanya dalam kerangka sampel.

    KABUPATEN 1 KABUPATEN NKABUPATEN 2

    PSU (DESA /KELURAHAN) 1

    PSU (DESA /KELURAHAN) 2

    PSU (DESA /KELURAHAN) N

    RUKUNTETANGGA (RT)

    1

    RUKUNTETANGGA (RT)

    2

    RUKUNTETANGGA (RT)

    N

    KELUARGA(KK3) N

    KELUARGA (KK)2

    KELUARGA (KK)1

    NAD

    RESPONDEN

    STRATIFIKASI 1:PROVINSI

    STRATIFIKASI 2:DESA - KOTA

    STRATIFIKASI 3:GENDER

    KLASTER 1:DESA/

    KELURAHAN

    KLASTER 2:RT

    KLASTER 3:KK

    Gambar : Alur Penarikan Sampel Anggota Masyarakat

  • 7Dalam survei ini, desa ditempatkan sebagai unit utama pengambilam sampel (PSU/ Primary SamplingUnit). Karena jumlah penduduk masing-masing kabupaten berbeda maka jumlah desa yang disertakandisesuaikan dengan proporsi besarnya jumlah penduduk per kabupaten . Kabupaten dengan jumlahpenduduk besar, akan mendapatkan desa terpilih lebih banyak dibandingkan dengan kabupatendengan jumlah penduduk sedikit. Cara menentukan desa dilakukan dengan terlebih dahulu menyusunkerangka sampel daftar nama desa di seluruh NAD. Kerangka sampel yang dipakai adalah data desaBadan Pusat Statistik (BPS) tahun 2000. Data desa itu sudah terklasifikasikan menurut kabupaten.Sebelum ditarik, daftar desa tersebet diklasifikasikan lagi menurut desa dan kota dan ditentukanproporsinya. Artinya, besarnya desa yang diambil disesuaikan dengan proporsi antara desa dan kotatersebut di masing-masing kabupaten. Secara keseluruhan perbandingan proporsi desa dan kotaadalah 77,5: 22,5. Sampel PSU desa yang diambil, juga mencerminkan proporsi tersebut. Daftar namadesa yang telah disusun berdasarkan kabupaten dan wilayah (desa-kota) diambil secara acaksistematis.

    POPULASI PSU

    NoNama

    ProvinsiJumlahPopulasi

    ProporsiPopulasi

    ProporsiDesa

    ProporsiKota

    JumlahPSU

    PSUDesa

    PSUKota

    1 SIMEULUE 69706 1.7 85.8 14.2 1 1 0

    2 ACEH SINGKIL 137760 3.4 84.3 15.7 2 2 0

    3 ACEH SELATAN 191143 4.7 88.3 11.7 3 3 0

    4 ACEH TENGGARA 158057 3.9 91.5 8.5 2 2 0

    5 ACEH TIMUR 338253 8.3 92.4 7.6 5 5 0

    6ACEH TENGAH + BENERMERIAH 251913 6.2 85.6 14.4 3 3 0

    7 ACEH BARAT 148457 3.7 76.4 23.6 2 2 0

    8 ACEH BESAR 293957 7.3 83.3 16.7 4 3 1

    9 PIDIE 482087 11.9 90.8 9.2 7 6 1

    10 BIREUEN 357442 8.8 83.8 16.2 5 4 1

    11 ACEH UTARA 469396 11.6 87.4 12.6 6 5 1

    12 ACEH BARAT DAYA 112185 2.8 89.0 11.0 1 1 0

    13 GAYO LUES 62483 1.5 95.2 4.8 1 1 0

    14 ACEH TAMIANG 231941 5.7 78.5 21.5 3 2 1

    15 NAGAN RAYA 119471 2.9 95.3 4.7 2 2 0

    16 ACEH JAYA 87604 2.2 95.9 4.1 1 1 0

    17 BANDA ACEH 224993 5.5 0.0 100.0 3 0 3

    18 SABANG 25908 0.6 30.5 69.5 0 0 0

    19 LANGSA 134219 3.3 27.3 72.7 2 1 1

    21 LHOKSEUMAWE 157216 3.9 22.6 77.4 2 0 2

    TOTAL 4054191 100.0 77.5 22.5 55 44 11

  • 8NO NAMA DESA/KELURAHAN KECAMATANKABUPATEN/KOTAMADYA STATUS

    1 BATU BATU SIMEULU TIMUR SIMEULUE DESA2 LAE RIMAN SIMPANG KANAN ACEH SINGKIL DESA3 SEPANG RUNDENG ACEH SINGKIL DESA4 DRIEN JALO MEUKEK ACEH SELATAN DESA5 UJUNG PULO CUT BAKONGAN ACEH SELATAN DESA6 PASI RASIAN PASIE RAJA ACEH SELATAN DESA7 PERANGINAN BADAR ACEH TENGGARA DESA8 KAMPUNG BHAKTI BABUL MAKMUR ACEH TENGGARA DESA9 BLANG SIMPO PEUREULAK ACEH TIMUR DESA

    10 SEUNEUBOK KUYUN IDI RAYEUK ACEH TIMUR DESA11 ALUR MERBO DARUL AMAN ACEH TIMUR DESA12 BLANG JAMBEE JULOK ACEH TIMUR DESA13 MATANG GURU MADAT ACEH TIMUR DESA14 SERULE BINTANG ACEH TENGAH DESA15 ARULKUMER SILIH NARA ACEH TENGAH DESA16 TINGKEM BENYER BUKIT BENER MERIAH DESA17 LUENG JAWA WOYLA ACEH BARAT DESA18 CANGGAI PANTE CEUREUMEN ACEH BARAT DESA19 COT MEULANGEN MONTASIK ACEH BESAR DESA20 MEUNASAH TUHA PEUKAN BADA ACEH BESAR DESA21 ALUE RINDANG SEULIMEUM ACEH BESAR DESA22 JANTHO MAKMUR KOTA JANTHO ACEH BESAR KOTA23 LHEE MEUNASAH DELIMA PIDIE DESA24 MNS MESJID KEMBANG TANJUNG PIDIE DESA25 BINTANG HU BATEE PIDIE DESA26 GAMPONG COT JANGKA BUYA PIDIE DESA27 MEU TEUMPEUN GLUMPANG TIGA PIDIE DESA28 PULO BARO TITEUA/KEUMALA PIDIE DESA29 BENTENG KOTA SIGLI PIDIE KOTA30 SUKARAME MAKMUR BIREUEN DESA31 PAKU SAMALANGA BIREUEN DESA32 ALUE SIJUEK PEUDADA BIREUEN DESA33 BARAT LANYAN JANGKA BIREUEN DESA34 GEUDONG ALUE JEUMPA BIREUEN KOTA35 KAMPUNG BANTAN COT GIREK ACEH UTARA DESA36 ALUE ANOU BARAT BAKTIYA ACEH UTARA DESA37 ALUE NGOM NIBONG ACEH UTARA DESA38 PAYA RABO LHOK SAWANG ACEH UTARA DESA39 PUNTI SYAMTALIRA BAYU ACEH UTARA DESA40 P A N T E LHOK SUKON ACEH UTARA KOTA41 COT MANCANG SUSOH ACEH BARAT DAYA DESA42 REMA KUTA PANJANG GAYO LUES DESA43 RANTAU BINTANG TAMIANG HULU ACEH TAMIANG DESA

    44GAMPONG BANDARKHALIFAH BENDAHARA ACEH TAMIANG DESA

    45 DALAM KARANG BARU ACEH TAMIANG KOTA46 IE BEUDOH SEUNAGAN TIMUR NAGAN RAYA DESA47 PULO KUALA NAGAN RAYA DESA48 RANTO SABON SAMPOINIET ACEH JAYA DESA49 PEUNAYONG KUTA ALAM BANDA ACEH KOTA50 LAMTEH ULEE KARENG BANDA ACEH KOTA51 PUNGE BLANG CUT JAYA BARU BANDA ACEH KOTA52 MATANG SEUTUI LANGSA TIMUR KOTA LANGSA DESA53 KAMPONG DAULAT LANGSA KOTA KOTA LANGSA KOTA54 HAGU TEUNGOH BANDA SAKTI LHOKSEUMAWE KOTA55 BATU PHAT BARAT MUARA DUA LHOKSEUMAWE KOTA

  • 9JUMLAH SAMPELJumlah PSU (desa/kelurahan) dalam survei ini sejumlah 55 buah, meliputi 44 desa dan 11 kota. Dimasing-masing desa/kelurahan terpilih didaftar nama-nama Rukun Tetangga (RT), dan kemudiandipilih 5 RT secara random. Di masing-masing RT terpilih kemudian didaftar Kartu Keluarga (KK),dan dipilih 2 KK secara random. Di masing-masing KK terpilih, didaftar anggota KK yang memilikihak pilih dalam pemilu, yakni yang berumur 17 tahun atau lebih, atau yang telah menikah.

    Bila dalam KK pertama ditetapkan responden perempuan, maka pada KK sisanya di RT yang samalaki-laki yang didaftar. Setelah mendaftar anggota KK yang laki-laki atau yang perempuan, makadengan bantuan Kish Grid, dipilih secara random satu orang untuk diwawancarai secara tatap mukalangsung. Sehingga, total sampel survei ini sebesar 550 responden. Dengan jumlah sampel sebesarini, margin error survei ini sekitar +/- 4.5 % pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan kata lain,Derajat perbedaan antara sampel dengan populasi dalam survei ini diperkirakan +/- 4.5%.

    K A B U P A T E N

    R U K U NT E T A N G G A

    (R T )

    D E S A /K E L U R A H A N

    K E L U A R G A( K K )

    R E S P O N D E N

    M E M A S U K K A N S E M U A K A B U P A T E ND I N A D

    B E S A R N Y A D E S A D I M A S IN G -M A S IN GK A B U P A T E N D IA M B IL S E C A R A P R O P O R S IO N A L

    D I M A S IN G -M A S IN G D E S A , D IA M B IL S E C A R AR A N D O M 5 R T

    M A S IN G -M A S IN G R T T E R P IL IH D IA M B IL S E C A R AR A N D O M 2 K K

    D I M A S IN G -M A S IN G K K D IA M B IL S E C A R AR A N D O M 1 O R A N G R E S P O N D E N U N T U K

    D IW A W A N C A R A I

  • 10

    Untuk memastikan wawancara benar-benar dilakukan oleh pewawancara, LSI melakukan kendalikualitas dalam bentuk spotcheck secara berlapis. Spotcheck awal dilakukan oleh penanggungjawabpropinsi terhadap 10% dari jumlah desa/kelurahan di wilayahnya. Spotcheck selanjutnya dilakukanoleh peneliti LSI terhadap 5 propinsi yang dipilih secara acak. Spotcheck oleh peneliti LSI dilakukanterhadap 10% dari jumlah desa di propinsi yang terpilih.

    NoNama

    ProvinsiSampelDesa

    SampelKota

    TotalSampel Akhir

    1 SIMEULUE 10 0 102 ACEH SINGKIL 20 0 203 ACEH SELATAN 30 0 304 ACEH TENGGARA 20 0 205 ACEH TIMUR 50 0 50

    6ACEH TENGAH +BENER MERIAH 30 0 30

    7 ACEH BARAT 20 0 208 ACEH BESAR 30 10 409 PIDIE 60 10 70

    10 BIREUEN 40 10 5011 ACEH UTARA 50 10 6012 ACEH BARAT DAYA 10 0 1013 GAYO LUES 10 0 1014 ACEH TAMIANG 20 10 3015 NAGAN RAYA 20 0 2016 ACEH JAYA 10 0 1017 BANDA ACEH 0 30 3018 SABANG 0 0 019 LANGSA 10 10 2021 LHOKSEUMAWE 0 20 20

    TOTAL 440 110 550

    Wawancara tatap muka dilakukan oleh pewawancara yang sebelumnya dilatih oleh koordinatorwilayah. Jumlah pewawancara sebanyak 55 orang sesuai dengan jumlah desa/kelurahan dalam surveiini. Mereka disupervisi oleh koordinator wilayah di Aceh. Kendali kualitas (quality control)dilakukan dengan melakukan spot chek sebanyak 10% dari total PSU.

    B. PEMILIHAN SAMPEL ANGGOTA POLISIPopulasi dari survei ini adalah semua anggota polisi yang bertugas di Aceh yang berjumlah 7876orang. Teknik pemilihan polisi dilakukan dengan menggunakan sampel acak klaster ( cluster randomsampling). Pertama-tama akan dipilih terlebih dahulu Polres. Dari 21 Polres yang ada di Aceh, dipilihsecara acak (random) 6 Polres sebagai PSU ( Primary Sampling Unit). Di masing-masing Polres akandidata dan dipilih secara acak (random) sebanyak 5 Polsek. Total ada 30 Polsek yang disertakandalam penelitian. Setelah 30 P