need assessment report

108
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam mewujudkan pembangunan. Dilihat dari berbagai perspektif, kemajuan Indonesia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas tersebut. Di bidang perekonomian, pembangunan sarana dan prasarana penunjang pertumbuhan perekonomian terwujud melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah, di antaranya penyediaan fasilitas jalan, jembatan, infrastruktur telekomunikasi, dan lain-lain. Di samping itu, jumlah dana yang disediakan oleh pemerintah dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa merupakan jumlah yang tidak dapat diabaikan dalam perhitungan-perhitungan angka pembangunan. Di bidang sosial, pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk peningkatan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan juga membantu mengatasi sebagian masalah sosial. Di samping itu, hubungan antara pengadaan barang dan jasa pemerintah dan aspek politik pemerintah juga merupakan isu yang sangat penting. Sering kali para politisi memanfaatkan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah untuk membantu mengatasi problem yang dihadapi oleh konstituen mereka, di antaranya adalah ketersediaan sarana dan prasarana. Namun demikian, di sisi yang lain, pengadaan barang dan jasa pemerintah bisa dinilai sebagai masalah krusial, seperti ditemukannya kasus-kasus penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa. Data yang dilansir oleh berbagai media dan institusi pemberantas korupsi menunjukkan bahwa sekitar 20-30 persen dana APBN yang dialokasikan untuk pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik dari aspek administratif maupun aspek substansinya. Demikian juga berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih banyak terjadi pengadaan barang dan jasa yang menyimpang dari ketentuan, baik yang bersifat

Upload: gheetheea

Post on 01-Feb-2016

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lingkungan

TRANSCRIPT

Page 1: Need Assessment Report

 

1  

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan aktivitas yang sangat

penting dalam mewujudkan pembangunan. Dilihat dari berbagai perspektif,

kemajuan Indonesia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas tersebut. Di bidang

perekonomian, pembangunan sarana dan prasarana penunjang pertumbuhan

perekonomian terwujud melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa

pemerintah, di antaranya penyediaan fasilitas jalan, jembatan, infrastruktur

telekomunikasi, dan lain-lain. Di samping itu, jumlah dana yang disediakan oleh

pemerintah dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa merupakan jumlah yang

tidak dapat diabaikan dalam perhitungan-perhitungan angka pembangunan. Di

bidang sosial, pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk peningkatan fasilitas

kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan juga membantu mengatasi

sebagian masalah sosial. Di samping itu, hubungan antara pengadaan barang dan

jasa pemerintah dan aspek politik pemerintah juga merupakan isu yang sangat

penting. Sering kali para politisi memanfaatkan anggaran yang dimiliki oleh

pemerintah untuk membantu mengatasi problem yang dihadapi oleh konstituen

mereka, di antaranya adalah ketersediaan sarana dan prasarana.

Namun demikian, di sisi yang lain, pengadaan barang dan jasa pemerintah

bisa dinilai sebagai masalah krusial, seperti ditemukannya kasus-kasus

penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa. Data yang dilansir oleh

berbagai media dan institusi pemberantas korupsi menunjukkan bahwa sekitar

20-30 persen dana APBN yang dialokasikan untuk pengadaan barang dan jasa di

instansi pemerintah tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik dari aspek

administratif maupun aspek substansinya. Demikian juga berdasarkan hasil

pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih banyak terjadi pengadaan

barang dan jasa yang menyimpang dari ketentuan, baik yang bersifat

Page 2: Need Assessment Report

 

2  

administratif maupun pidana (KKN). Tingginya kuantitas dan kualitas

penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan

isu yang sangat menarik untuk dicermati. Banyaknya pejabat-pejabat public yang

saat ini sedang melakukan proses peradilan korupsi mampu menyimpan memory

yang tidak mudah untuk dilupakan, terutama bagi para pejabat-pejabat publik

lainnya. Kekhawatiran pejabat pengadaan barang dan jasa pemerintah tersebut

ditengarai sebagai penyebab lambatnya penyerapan APBN dan APBD

pemerintah.

Salah satu amanat yang harus dilakukan oleh pemerintah menurut

Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa

Pemerintah, dengan mendasarkan pada arus utama reformasi birokrasi di

lingkungan pemerintahan, adalah implementasi sistem pengadaan barang dan

jasa secara elektronis. Di antara beberapa tujuan dan manfaat terselenggaranya

aktivitas pengadaan barang dan jasa secara elektronis adalah diharapkan

kebocoran anggaran yang disebabkan oleh dis-integritas panitia dan pimpinan

projek (PPK) dapat dikurangi, atau bahkan dihilangkan. Hal ini dapat dijelaskan

dengan semakin berkurangnya pertemuan dan potensi deal yang dapat

dilaksanakan antara panitia pengadaan barang dan jasa dengan calon penyedia

barang dan jasa. Di samping itu, transaksi di bawah tangan dan pengadaan barang

dan jasa yang dilaksanakan sebelum proses pengadaan dilakukan dapat

dihilangkan. Ini merupakan mekanisme akuntabilitas dan transparansi yang

diwujudkan oleh sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronis.

Namun demikian, pemberantasan korupsi tentu saja tidak hanya dilakukan

dengan menginstal sistem komputer, melainkan juga harus dipersiapkan berbagai

hal yang dapat memastikan sistem tersebut berjalan dengan baik, termasuk di

antaranya adalah sistem pengelolaan sumber daya manusia, rerangka regulasi,

sistem cluster, dan penataan kelembagaan. Untuk mencapai perbaikan sistem

secara efektif, maka diperlukan pengembangan sistem integritas yang dapat

diinisiasi di seluruh daerah di Indonesia.

Page 3: Need Assessment Report

 

3  

Sudah barang tentu, sistem integritas yang acceptable di semua level di Indonesia

dapat diwujudkan hanya jika sistem tersebut dibuat dengan melibatkan berbagai

stakeholder yang, baik secara langsung maupun tidak langsung, berhubungan

dengan sistem tersebut, dalam hal ini adalah sistem pengadaan barang dan jasa.

Sebagai salah satu penopang sistem integritas di dalam pengadaan barang dan

jasa, maka electronic procurement dapat digunakan sebagai salah satu basis

perbaikan sistem pengadaan barang dan jasa publik, dengan melibatkan LPSE,

ULP, Inspektorat, LSM, dan Penyedia Barang.

1.2 Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan masukan

mengenai kebutuhan-kebutuhan setiap stakeholder pengadaan barang dan jasa

publik, di antaranya adalah Lembaga Pengadaan Secara Elektronis (LPSE), Unit

Layanan Pengadaan (ULP), Inspektorat, Penyedia Barang/Jasa, dan Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM). Alasan mengapa penelitian ini memilih

menggunakan pendekatan stakeholder adalah karena selama ini penguatan

kapasitas terkait dengan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilakukan dengan

memfokuskan perhatian pada LPSE dan ULP. Di pihak lain, LPSE melakukan

penguatan kapasitas kepada calon penyedia barang dan jasa, namun terbatas pada

upaya untuk memampukan calon penyedia barang dan jasa tersebut untuk

menggunakan sistem pengadaan secara elektronis (SPSE LPSE).

Untuk mengimplementasikan pengadaan barang dan jasa publik, baik

secara manual maupun elektronis, perlu dipastikan bahwa telah terdapat

mekanisme check and balances. Selama ini, mekanisme ini menjadi salah satu

aspek penting di dalam Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP),

sebagaimana disajikan di dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang

SPIP, di dalam salah satu komponen pengendalian internal, yaitu aktivitas

pengendalian. Mekanisme ini dapat dilakukan secara internal dan eksternal, baik

melalui kelembagaan formal maupun nonformal yang dilakukan secara langsung

Page 4: Need Assessment Report

 

4  

oleh masyarakat. Di antara lembaga-lembaga tersebut, Inspektorat dan LSM

merupakan dua institusi yang dapat berperan penting dalam menjalankan fungsi

pengawasan.

Melalui penelitian ini, diharapkan kebutuhan-kebutuhan dari para

stakeholder dapat terpetakan secara lebih komprehensif, bukan hanya kebutuhan

untuk bisa, tetapi termasuk juga kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya dasar, di

antaranya adalah kebutuhan terhadap pemahaman sistem dan aturan pengadaan.

Di samping itu, selain mengidentifikasi kebutuhan stakeholder, penelitian ini juga

akan memetakan prioritas kebutuhan dari setiap stakeholder pada setiap wilayah.

Secara lebih spesifik, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan masukan dari seluruh stakeholder di wilayah Jogjakarta,

Surabaya, Makassar, Bandung, dan Medan mengenai kondisi yang ada

pada saat ini (existing condition).

2. Mendapatkan masukan dari seluruh stakeholder mengenai kebutuhan di

setiap wilayah.

3. Menyusun prioritas kebutuhan dari setiap stakeholder di setiap wilayah,

sehingga dapat disusun rencana-rencana strategis untuk meningkatkan

kapasitas stakeholder secara lebih tepat.

4. Mendapatkan masukan dari seluruh stakeholder sebagai bahan penyusunan

kurikulum pelatihan dan penyusunan modul pelatihan.

1.3 Output yang diharapkan

Hasil dari penelitian ini adalah teridentifikasinya kebutuhan stakeholder

yang perlu difasilitasi dalam bentuk pelatihan dan penyediaan bahan ajar untuk

mendukung terimplementasikannya sistem pengadaan barang dan jasa secara

akuntabel.

Penelitian ini juga akan memberikan output dalam bentuk prioritas kebutuhan

untuk setiap wilayah.

Page 5: Need Assessment Report

 

5  

1.4 Pendekatan yang Digunakan

Untuk melakukan analisis terhadap hubungan antara pihak-pihak yang

terlibat di dalam suatu organisasi, terdapat dua pendekatan penting yang selama

ini menjadi acuan, yaitu pendekatan shareholders dan pendekatan stakeholders, di

mana pendekatan ini sebenarnya merupakan penyempurnaan dari pendekatan

shareholders, yang sering pula disebut agency approach/pendekatan agensi. Di

dalam pendekatan agensi tersebut, suatu analisis akan memfokuskan pembahasan

pada pola relasi antara pihak pemberi kuasa dengan pihak yang mendapatkan

amanah (Eisenhardt, 1989). Oleh karena itu, kontrak yang dibuat antara pemberi

kuasa dengan yang menerima amanah merupakan aspek penting. Menurut

pendekatan tersebut, supplier dan customer adalah hanya pihak yang berada di

luar organisasi yang mendapatkan tempat sebagai pihak yang ikut menentukan

kehidupan organisasi. Secara umum, hanya ada empat pihak yang terlibat di

dalam analisis ini, yaitu pemberi kuasa, penerima amanah, pelanggan, dan

penyedia. Oleh karena itu, analisis menggunakan pendekatan ini dinilai kurang

memberikan hasil yang komprehensif, karena seolah-olah dalam hubungan

pemberian amanah tersebut hanya ada dua pihak yang terlibat, dan permasalahan-

permasalahan yang muncul hanya akan melibatkan kedua belah pihak.

Alih-alih menggunakan pendekatan agensi, untuk mendapatkan hasil

secara lebih baik, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan

stakeholder, yaitu pendekatan yang secara relatif berusaha menggambarkan pola

hubungan antara pihak-pihak yang teridentifikasi memberikan kontribusi terhadap

suatu organisasi/aktivitas (Freeman, 1984; Phillips dan Freeman, 2003).

Menurut Donaldson (1995), pendekatan stakeholder merupakan gabungan

antara resource-based dan market-based view, sekaligus menambahkan aspek

sosial-politik ke dalam suatu organisasi. Sebagai alat yang cukup komprehensif

untuk menilai pola hubungan antarpemangku kepentingan, maka dua hal penting

perlu diperhatikan, yaitu identifikasi pihak-pihak yang dianggap memangku

Page 6: Need Assessment Report

 

6  

kepentingan terhadap suatu organisasi (the normative theory of stakeholder

identification) dan menguji hal-hal yang mengisyaratkan pihak-pihak tersebut

benar-benar merupakan pemangku kepentingan (the descriptive theory of

stakeholder salience). Untuk mendapatkan hasil analisis secara lebih detail,

Mitchel dkk (1997) menjelaskan bahwa pemangku kepentingan dapat diderivasi

menjadi tiga atribut penting, yaitu power, legitimasi, dan urgensi. Dalam hal ini,

pemangku kepentingan dapat dipetakan menurut kemampuan mereka untuk

mendorongkan kepentingannya, perilaku pemangku kepentingan yang dapat

diterima secara sosial, dan sensitivitas waktu yang dimiliki oleh pemangku

kepentingan tersebut.

1.4 Stakeholder yang Terlibat

Pada umumnya, analisis yang dilakukan pada aktivitas pengadaan

barang/jasa hanya melibatkan dua pihak, yaitu pemerintah sebagai pengguna

barang dan penyedia barang/jasa. Sementara itu, analisis yang dilakukan di dalam

penelitian ini berusaha melibatkan berbagai pihak yang dianggap mampu untuk

meninggikan tingkat keberhasilan pengadaan barang dan jasa pemerintah/publik.

Berikut adalah pihak-pihak yang terlibat, di antaranya adalah:

1.4.1 Panitia Pengadaan

Panitia pengadaan, di dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010,

disebut sebagai Unit Layanan Pengadaan (ULP). ULP adalah unit yang bertugas

untuk membantu Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan Pejabat

Pembuat Komitmen untuk menjalankan proses pengadaan barang secara lebih

teknis.

1.4.2 Lembaga Pengadaan Secara Elektronis (LPSE)

LPSE merupakan lembaga di dalam organisasi pemerintahan yang

bertugas menyediakan fasilitas dan infrastruktur pengadaan yang memungkinkan

pengadaan barang dan jasa dilakukan secara elektronis, termasuk menjalankan

Page 7: Need Assessment Report

 

7  

fungsi verifikasi terhadap perusahaan-perusahaan yang mendaftar untuk

mengikuti pengadaan barang dan jasa secara elektronis. LPSE terpisah dari ULP

dengan pembagian kewenangan tertentu. Meskipun demikian, di beberapa daerah

dilakukan penggabungan antara LPSE dan ULP.

1.4.3 Penyedia Barang/Jasa (Vendor)

Penyedia barang/jasa adalah lembaga atau perorangan yang mendapatkan

kontrak dari pejabat pembuat komitmen untuk mensuplai barang/jasa kepada

pemerintah. Sebagai pihak penerima kontrak, maka peran penyedia barang/jasa

menjadi sangat penting untuk menunjang keberhasilan implementasi sistem

pengadaan barang/jasa yang transparan dan akuntabel. Untuk kepentingan riset

ini, maka penyedia yang dilibatkan adalah perusahaan atau asosiasi perusahaan

yang pernah terlibat dalam pengadaan barang/jasa.

1.4.4 Inspektorat

Inspektorat dilibatkan dalam fungsi monitoring terhadap pengadaan

barang dan jasa, baik secara administratif maupun secara substansi. Keberhasilan

fungsi ini akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan auditor, bukan hanya

 

 

LPSE ULP

Vendor 

PA/KPA/PPK  Monitoring

Inspektorat 

LSM

Masyarakat 

Page 8: Need Assessment Report

 

8  

kemampuan untuk mengaudit kelengkapan bukti-bukti dan dokumen pengadaan,

melainkan juga kemampuan untuk mengaudit efisiensi dan keefektifan sistem

pengadaan yang dijalankan. Di samping itu, auditor juga perlu memiliki

kemampuan untuk melakukan investigasi terhadap proses pengadaan yang

terindikasi terjadi kecurangan. Kemampuan ini sangat penting mengingat

pengadaan barang/jasa merupakan aktivitas yang sangat kritis, melibatkan nilai

anggaran yang besar, dan melibatkan berbagai pihak termasuk di luar organisasi

pemerintah.

1.4.5 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Sebenarnya LSM, secara langsung, tidak memiliki keterlibatan dalam

pengadaan barang dan jasa publik. Di dalam penelitian ini, LSM dilibatkan untuk

kemudian diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh LSM untuk

melakukan monitoring secara independen terhadap proses pengadaan barang/jasa.

Meskipun fungsi monitoring yang dilakukan oleh LSM bersifat melengkapi fungsi

monitoring yang telah dilakukan oleh inspektorat, namun bisa memberikan

dampak yang lebih besar, mengingat kemampuan monitoring yang dilakukan oleh

LSM seringkali tidak terbatasi oleh rezim anggaran sebagaimana menjadi kendala

besar bagi inspektorat. Di samping itu, LSM mampu berkomunikasi secara

informal dan efektif dengan masyarakat sebagai pengguna akhir barang/jasa

publik.

Page 9: Need Assessment Report

9  

BAB II

KAJIAN DAERAH

2.1 MEDAN

Transparansi dalam pengadaan barang dan/jasa publik merupakan

kebutuhan guna memperoleh barang dan/jasa publik yang berkualitas. Pemerintah

sebagai penyedia barang publik mempunyai peranan penting untuk menyediakan

barang dan/ jasa publik untuk masyarakat. Penyediaan barang dan/jasa publik

yang sebelumnya mengunakan sistem manual dengan mekanisme tender. Namun,

sistem manual memiliki beberapa kelemahan dalam proses pelaksanaan tender.

Kelemahan-kelemahan pengadaan barang dan/jasa secara manual mendorong

untuk melakukan perbaikan dengan penerapan e-procurement.

Penerapan e-procurement telah dilakukan oleh sebagian instansi, lembaga,

dan/pemerintah daerah di Indonesia dansalah satunya adalah Pemerintah Kota

Medan. Namun, sistem e-procurement yang dikembangkan oleh Pemerintah Kota

Medan berbeda dengan LPSE. Perbedaantersebut karena sistem e-procurement

Pemerintah Kota Medan berediri sendiri dan tidak terkoneksi dengan LPSE.

Informasi pengadaan barang dan/jasa di lingkungan Pemkot Medan belum

banyak diketahui publik. Pemerintah kota Medan masih belum terbuka dalam

pengadaan barang dan jasa publik. Hal tersebut menunjukkan bahwa sosialisasi e-

procurement oleh Pemkot Medan belum optimal. Publik yang salah satunya

vendor cenderung banyak mengikuti pengadaan barang dan/jasa di LPSE

ProvinsiSumatera Utara.

Peraturan yang berkaitan dengan prucurement antara pemerintah pusat

dengan pemerintah daerah masih ada yang bertentangan dengan penafsiran yang

berbeda-beda. Selain itu, pemahaman mengenai e-procurement oleh publik masih

rendah. Rendahnya pemahaman tersebut antara lain dikarenakan sosialisasi belum

optimal dan partisipasi masyarakat dalam fungsi pengawasan masih rendah.

Infrastruktur dalam sistem e-procurement di Medan masih perlu adanya

perbaikan dan penambahan guna meningkatkan kualitas e-procurement. Selain

Page 10: Need Assessment Report

10  

infrastruktur, peningkatan kapasitas sumber daya manusia mempunyai peranan

penting dalam mendukung pelaksanan e-procurement. Peningkatan kapasitas ini

antara lain, pengelola sistem e-procurement, panitia pengadaan barang dan/jasa,

dan penyedia barang dan/jasa. Di sisi lain, masyarakat sebagai pengguna barang

dan/jasa ikut serta dalam proses pengawasan.

Beberapa kasus yang sering terjadi ketika masih menggunakan sistem

manual dengan tender adalah masih sering ditemukan pengaturan selama proses

pengadaan barang dan jasa antara panitia dan vendor. Masyarakat masih belum

banyak memperoleh akses informasi sistem E procurement dan kecenderungan

beberapa vendor tertentu yang memiliki akses pada procurement.Permasalahan

tersebut berdampak pada kualitas barang dan/jasa kurang baik sehingga

masyarakat sebagai pengguna merasa dirugikan. Ketidakterbukaan Pemerintah

Kota Medan dalam pengadaan barang dan jasa publik akan menghambat

pembangunan dan merugikan masyarakat.

Keberhasilan pelaksanaan e-procurement akan tercapai apabila itikad baik

dari masing-masing satakeholders. Independensi antar stakeholders menmpunyai

peranan penting guna menghilangkan KKN dalam pengadaan baang dan/jasa.

Selanjutnya, penguatan fungsi pengawasan dalam implementasi pelaksanaan

pengadaan barang.

2.2 BANDUNG

Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang maju dalam implementasi

e-procurement. Balai Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Jawa Barat

bahkan memperoleh penghargaan LPSE terbaik se-Indonesia yang diberikan oleh

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) pada tahun

2010. LPSE Jawa Barat memperoleh penghargaan berkat kinerjanya yang mampu

memfasilitasi proses lelang dengan jumlah paket terbanyak, vendor terbanyak,

dam instansi pengguna terbanyak.

Saat ini di provinsi Bandung sudah terdapat LPSE Provinsi Jawa Barat

ditambah terdapat 4 LPSE di level kabupaten kota yang terdiri atas LPSE Kota

Bandung, LPSE Kota Depok, LPSE Kota Bogor, dan LPSE Kabupaten

Page 11: Need Assessment Report

11  

Majalengka. Dari keempat LPSE yang belum menggunakan Sistem Pengadaan

Secara Elektronik (SPSE) dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah (LKPP) tinggal Kabupaten Majalengka. Secara kelembagaan Jawa

Barat lebih maju dibandingkan daerah lain dalam penerapan e-procurement.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh CPPR MEP UGM bekerjasama

dengan Kemitraan Jakarta menunjukkan bahwa pemerintah Jawa Barat memiliki

komitmen yang sangat kuat untuk mengimplementasikan e-procurement dalam

proses pengadaan barang dan atau jasa. Hasil riset juga menunjukkan adanya

beberapa kendala atau hambatan serta dukungan dalam pengimplementasiannya.

Berikut ini secara rinsi akan dipaparkan hasil temuan tersebut.

2.3 YOGYAKARTA

Nilai tertinggi dalam Penilaian Anti Korupsi (PIAK) untuk tahun 2010

yang diperoleh kota Jogjakarta merupakan bukti keseriusan Pemerintah Daerah

(Pemda) dan semua stakeholder yang terlibat dalam pengawasan pengadaan

barang dan jasa publik. Hal ini sejalan dengan hasil pengamatan KPK bahwa

pengadaan barang dan jasa masih berpotensi di atas 50% dalam tindak korupsi di

Indonesia.

Komitmen Pemerintah Daerah serta semua stakeholder yang terlibat ini

telah diwujudkan dengan adanya sistem yang bagus dalam prose pengadaan

barang dan jasa publik. Website mandiri yang telah dibangun oleh LPSE Kota

Jogjakarta serta pemahaman yang mendalam semua stakeholder menjadi jaminan

atas prestasi di atas.

Di balik itu semua, masih terdapat perbedaan antara bentuk ideal

pengadaan barang dan jasa publik dengan praktik yang ada di lapangan dalam

beberapa aspek. Hal ini tampak dari hasil penelitian yang dilakukan oleh CPPR

UGM bekerja sama dengan Kemitraan Jakarta yang berusaha mengukur

pemahaman semua stakeholder yang terlibat dalam proses ini serta kemungkinan

pengembangan ke arah e-procurement yang menurut sebagian penelitian yang ada

lebih mampu memberikan prosess yang lebih bisa dipertanggungjawabkan.

Page 12: Need Assessment Report

12  

2.4 SURABAYA

Unit Pelayanan Lelang Kota Surabaya berdiri mulai tahun 2003, dalam

tiap proses pengadaan barang dan atau jasa saat itu masih menggunakan Keppres

80 tahun 2003. Pada pengadaan barang dan atau jasa secara manual terjadi

permasalahan yakni adanya arisan. Namun, sedikit demi sedikit dan bertahap kota

Surabaya mencoba beralih menggunakan pengadaan barang dan atau jasa secara

elektronik.

Pada awalnya, tahun 2003 dan 2004 sesuai dengan Keppres 80 pengadaan

barang dan atau jasa secara elektronik di kota Surabaya dibuat sendiri tanpa

konsultan. Kota Surabaya bekerjasama dengan teman – teman ITS (Institut

Teknologi Surabaya) untuk pembuatan program pengadaan barang dan atau jasa

elektronik. Maka, program yang dibuatpun sesuai dengan apa yang diinginkan.

Pengadaan barang dan atau jasa yang dilakukan secara elektronik di kota

Surabaya dimulai pada bulan Februari tahun 2008. Pada pengadaan barang dan

atau jasa secara elektronik awal ini, dilakukan dalam 1 (satu) tempat unit

pengadaan. Hingga pada tahun 2007 muncul edaran dari Bappenas bahwa panitia

lelang harus memiliki sertifikat keahlian lelang.

Proses pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik telah memiliki

sistem yang baik namun personilnya tidak mendukung. Keberhasilan suatu sistem

juga tergantung oleh SDM pelaksananya. Lambat laun dengan adanya ULP maka

telah distandarkan proses – prose lelang dari dokumen lelang hingga evaluasinya.

Untuk kota Surabaya, keberadaan ULP berfungsi sebagai alat untuk melancarkan

dan memudahkan pengadaan barang dan atau jasa karena dapat memotong

birokrasi – birokrasi pengadaan yang rumit. Dalam pengadaan barang dan atau

jasa elektronik ini kontrol masyarakat berperan penting.

Proses pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik di kota Surabaya

saat spesifikasi tidak boleh mengarah pada merk tertentu. Permasalahan yang

sering dijumpai adalah barang di pasaran dengan spek yang ditentukan panitia

tidak ada atau bisa jadi barang yang diadakan sudah tidak ditemui di pasaran.

Dalam pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik ini penyedia

diharuskan untuk jeli melihat peluang dalam setiap lelang. Penyedia juga harus

Page 13: Need Assessment Report

13  

mampu menguasai internet ataupun pengadaan barang dan atau jasa secara

elektronik. Hasil dari FGD yang telah kami lakukan, kami mencoba menarik

kesimpulan bahwa perlu ada perbaikan SDM dalam panitia ULP maupun

penyedia. Dalam meningkatkan pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik

di kota Surabaya, pemerintah kota Surabaya mengadakan pelatihan yang terkait

dengan pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik dengan melibatkan

penuh asosiasi (Bina Program) di mana LPSE sebgai pengelola program untuk

pelatihan sistem pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik. Pada tahun

2008, pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik mengalami kenaikan

efisiensi.

2.5 MAKASSAR

Kota Makassar merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki komitmen

yang tinggi dalam penerapan e-procurement dalam proses pengadaan barang dan

atau jasa. Tujuannya tidak lain adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan

publik bagi masyarakat, karena dengan penyelenggaraan tata pemerintahan yang

transparan dan akuntabel dalam proses pengadaan barang dan atau jasa, produk

pengadaan yang diperoleh akan lebih berkualitas.

Bentuk komitmen lainnya adalah memperbaiki sarana dan prasarana yang

terkait dengan pengadaan barang dan jasa berbasis elektronik ini. Selain itu untuk

meningkatkan pengawasan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa telah

dibentuk Tim Pemantau Independen yang bertujuan untuk mengawasi seluruh

rangkain proses pengadaan barang dan jasa di lingkup pemerintahan di Kota

Makassar. Diharapkan dengan sistem berbasis elektronik ini segala bentuk

kecurangan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa seperti korupsi, kolusi

dan nepotisme dapat dikurangi atau diminimalisir.

Secara bertahap sarana dan prasarana yang berkaitan mulai dibangun dan

diadakan untuk menunjang pelaksanaan pengadaan barang dan atau jasa berbasis

elektronik ini. Selain Pemerintah Kota Makassar, dua lembagaPerguruan Tinggi

seperti Universitas Hassanudian dan Universitas Negeri Makassar UNEM) juga

telah menerapkan elektronik dalam proses pengadaan dan atau jasa. Khusus

Page 14: Need Assessment Report

14  

untuk UNEM sebagai mitra Pemerintah Kota, LKPP telah memfasilitasi

pengadaan server agar dapat dijadikan tempat pelatihan sekaligus juga

menginstall sistem aplikasi e-procurement dari LPSE nasional.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh CPPR MEP UGM bekerjasama

dengan Kemitraan Jakarta menunjukkan bahwa pemerintah Kota Makassar serta

dua lembaga Perguruan Tinggi (UNHAS dan UNEM) memiliki komitmen yang

sangat kuat untuk mengimplementasikan e-procurement dalam proses pengadaan

barang dan atau jasa. Hasil riset juga menunjukkan adanya beberapa kendala atau

hambatan serta dukungan dalam pengimplementasiannya. Berikut ini secara rinsi

akan dipaparkan hasil temuan tersebut.

 

Page 15: Need Assessment Report

15  

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan sampel

Populasi adalah sejumlah orang, peristiwa, atau sesuatu yang menarik bagi

peneliti untuk diinvestigasi, sedangkan kelompok populasi adalah kumpulan

semua elemen dalam populasi di mana sampel diambil. Untuk kepentingan riset

kuantitatif, maka ukuran sampel yang lebih besar dari 30 dan lebih kecil dari 500

sudah mencukupi untuk suatu penelitian (Sekaran, 2006).

Penelitian ini mengambil wilayah di lima kota, yaitu Yogyakarta,

Bandung, Medan, Surabaya, dan Makassar. Subjek penelitian yang terlibat adalah

para pemangku kepentingan pengadaan barang dan jasa, yaitu ULP, LPSE,

Inspektorat, Penyedia Barang/Jasa, dan Lembaga Swadaya Masyarakat di setiap

wilayah penelitian. Untuk mencapai ukuran sampel yang cukup, maka jumlah

subjek penelitian yang menjadi responden pada penelitian ini adalah 50 (lima

puluh) orang untuk setiap pemangku kepentingan atau sebanyak 10 (sepuluh)

orang setiap pemangku kepentingan-kota.

Metode pengambilan sampel adalah nonprobability sampling dengan

alasan karena dapat memberikan sejumlah petunjuk penting pada informasi yang

bermanfaat dan berkaitan dengan populasi. Salah satu tipe nonprobability

sampling yang digunakan adalah purposive sampling yang memilih orang-orang

dengan kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki sampel

tersebut.

3.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari

sumbernya, diamati dan dicatat langsung oleh obyeknya, untuk tujuan

spesifik studi. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah para para

stakeholder di lima wilayah penelitian, yang menjawab pertanyaan-

Page 16: Need Assessment Report

16  

pertanyaan yang diajukan melalui kuesioner, baik terbuka maupun

tertutup.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh melalui

media selain wawancara dan penyebaran kuesioner, di antaranya melalui

data yang disediakan oleh LPSE/LKPP.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan bagian integral dari desain

penelitian. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan

menyebarkan kuesioner. Terdapat dua kuesioner yang diberikan kepada setiap

responden, yaitu kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tertutup untuk

diisi secara langsung oleh responden dan kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-

pertanyaan terbuka yang diisi oleh enumerator dengan melalui proses wawancara.

3.4 Definisi Operasional

Penelitian ini dilakukan untuk menguji tingkat kebutuhan dari setiap

pemangku kepentingan terhadap pemahaman dan pengetahuan tentang prosedur

dan sistem pengadaan barang dan jasa. Untuk menguji kebutuhan tersebut, maka

penelitian ini menentukan jenis-jenis kebutuhan dengan mendasarkan pada empat

pilar penelitian yang digunakan oleh OECD. Terdapat empat pilar yang digunakan

sebagai basis penilaian di dalam model OECD tersebut, yaitu:

• Pillar I Legislative and Regulatory Framework

• Pillar II Institutional Framework and Management Capacity

• Pillar III Procurement Operations and Market Practices

• Pillar IV Integrity and Transparency of Public Procurement Systems

Dari keempat pilar tersebut, maka peneliti telah melakukan identifikasi

terhadap variabel, indikator, subindikator, detail, dan alat verifikasi. Tabel di

bawah ini merupakan contoh dari salah satu pilar, yaitu procurement operations

and market practices.

Page 17: Need Assessment Report

17  

Efficiency of Procurement

Deskripsi pekerjaan

Profil Petugas PengadaanMekanisme penunjukan pejabat pengadaanPenggabungan ULP menjadi satu entitasMekanisme penyimpanan dokumenEfektifitas Penyimpanan DokumenJumlah Pelatihan yang dilakukanJenis Pelatihan yang diadakanHeterogenitas PesertaPerencanaan telah dilakukan dengan melibatkan aspirasi masyarakatProcurement telah direncanakan oleh setiap SKPD

Procurement memiliki mata anggaran yang jelas

Jumlah pengadaan yang dilakukan secara daruratPemecahan pengadaan Simplifikasi metoda pengadaan

Proses dilakukan sesuai dengan prosedur

Pengawasan inspektorat dalam setiap tahap pengadaanRisk‐based Audit dengan mempertimbangkan isu‐isu

Pemahaman Inspektorat dalam bidang pengadaan barang dan jasa

Pembentukan tim khusus untuk pengadaan barang dan jasa

Variables INDIKATOR  SUB INDIKATOR Detail

Pelatihan dilakukan secara konsisten

Perencanaan Pengadaan

Procurement dilakukan in‐line dengan sistem perencanaan. Contoh: RKA SKPD, RPJM/P, dll

Adanya procurement yang dianggarkan melalui ABT

Efisiensi Pelaksana Pengadaan

Kesesuaian kompetensi dengan tanggung jawab yang diemban oleh pelaksanaMekanisme pendelegasian wewenang kepada orang yang Terdapat ketentuan terkait dengan dokumentasi

Peningkatan Kapasitas dilakukan secara konsisten

Efisiensi Pengadaan Waktu penyelesaian pekerjaanWaktu pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kontrak

Penghematan anggaran Selisih antara pagu dengan harga yang ditawarkan oleh penyediaProcurement dilakukan secara kelompok untuk pengadaan yang sejenisDilakukan evaluasi terhadap harga pasar secara konsisten

Pengendalian Pengadaan

Keterlibatan Inspektorat dan CSO

Secara lebih detail, identifikasi terhadap variabel, indikator, subindikator,

detail, dan alat verifikasi kami sampaikan di dalam lampiran laporan ini.

3.5 Pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini, pengukuran yang digunakan di dalam kuesioner

tertutup adalah skala Likert. Skala Likert didesain untuk menelaah seberapa kuat

subjek setuju atau tidak setuju dengan pernyataan dengan menggunakan skala 5.

Sementara itu, untuk mengukur variabel di dalam pertanyaan terbuka, maka

pertanyaan akan diawali dengan menggunakan jawaban binary ‘ya’ dan ‘tidak’dan

dilanjutkan dengan pertanyaan terbuka.

Page 18: Need Assessment Report

18  

3.6 Pengujian Data

3.6.1 Pengujian Validitas

Uji validitas dilakukan untuk memperoleh keyakinan bahwa instrumen

yang digunakan adalah tepat. Validitas mengukur kemampuan skala yang

digunakan dalam mengukur konsep yang dimaksud. Validitas sebagai alat ukur

diperoleh masing-masing butir (item) pertanyaan dengan skor total. Untuk

menguji validitas pada instrumen penelitian ini, kami menggunakan teknik

korelasi Pearson Product Moment. Valid tidaknya suatu instrumen dapat

diketahui dengan cara membandingkan indeks korelasi Pearson Product Moment

dengan taraf signifikansi 5% maka dinyatakan valid, demikian pula sebaliknya.

3.6.2 Pengujian Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan sejauh mana stabilitas atau konsistensi dari alat

pengukur yang digunakan, sehingga memberikan hasil yang relatif konsisten jika

pengukuran tersebut kembali diulangi. Instrumen yang reliabel berarti instrumen

tersebut bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan

menghasilkan data yang sama (Sekaran, 2006) Uji reliabilitas dapat diketahui

dengan menghitung cronbach’s alfa. Keandalan atau konsistensi suatu alat ukur

akan semakin baik jika semakin mendekati koefisien keandalan 1,0. Secara

umum, kriteria yang digunakan sebagai cut off bahwa suatu instrumen dapat

dinilai reliabel adalah apabila cronbach’s alpha lebih besar dari 0,6. Secara lebih

rinci, penilaian reliabilitas adalah sebagai berikut (Sekaran, 2006):

• Cronbach’s alpha kurang dari 0,6 : reliabilitas dianggap buruk

• Cronbach’s alpha 0,6-0,79 : reliabilitas diterima

• Cronbach’s alpha 0,8-1,0 : reliabilitas dianggap baik

3.6.3Pengujian Statistik

Untuk mencapai tujuan analisis, maka data yang diterima dari subjek

penelitian akan diuji menggunakan alat uji statistik. Alat uji statistik yang

digunakan di dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif dan statistik

nonparametric-independent sample t-test, dalam hal ini adalah uji Kruskall-

Wallis.

Page 19: Need Assessment Report

19  

Statistik deskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran demografi responden

dan tingkat persebarannya, sekaligus untuk menilai tingkat persepsi responden

terhadap kebutuhan yang dinyatakan pada setiap item pertanyaan, di antaranya

adalah mean, median, dan deviasi standar. Pengujian terhadap persebaran

responden perlu dilakukan untuk memberikan judgement apakah hasil penelitian

tersebut dapat digeneralisasi ataukah tidak, karena salah satu manfaat dari

pengujian statistik melalui pendekatan kuantitatif adalah kemampuan generalisasi

terhadap hasil. Namun demikian, generalisasi hasil analisis tersebut dapat

terganggu apabila ternyata sampel yang dipilih tidak mencerminkan tingkat

persebaran yang baik.

Pada setiap item pertanyaan, persepsi kebutuhan setiap responden akan

dinilai mengenai seberapa tinggi kebutuhan responden terhadap suatu item, yang

dikelompokkan dalam variabel, dalam bentuk persentase. Semakin tinggi

persentase suatu variabel, maka semakin tinggi kebutuhan para responden

terhadap variabel tersebut. Lebih lanjut, dengan menilai tingkat persentase untuk

setiap item, maka dapat disimpulkan prioritas kebutuhan dari subjek penelitian

untuk setiap jenis pemangku kepentingan setiap kota.

Uji nonparametric- independent sample t-test yang dilakukan

menggunakan uji Kruskall-Wallis bermanfaat untuk menunjukkan apakah

perbedaan rata-rata respon pemangku kepentingan di setiap kota terhadap

variabel-variabel yang diajukan memiliki tingkat signifikansi yang tinggi, yang

akan dinilai menggunakan tingkat keyakinan 95%. Oleh karena itu, di dalam

pengujian Kruskall-Wallis, apabila tingkat sig.<0,05, maka dapat disimpulkan

bahwa memang terdapat perbedaan rata-rata dari setiap variabel yang dinilai oleh

setiap pemangku kepentingan antar wilayah penelitian. Oleh karena itu, pengujian

ini akan membantu menyimpulkan tingkat kebutuhan pemangku kepentingan

terhadap variabel tertentu untuk setiap wilayah, sehingga dapat digunakan untuk

mengambil keputusan intervensi pengetahuan dan pemahaman yang benar-benar

dibutuhkan di setiap wilayah.

Page 20: Need Assessment Report

20  

BAB IV

HASIL DAN ANALISIS

4.1 MEDAN

4.1.1 Deskriftif Statistik

1. INSPEKTORAT

NO INSTRUMENT MEAN

1 A. Sistem Audit dan Pengendalian

yang Efektif 4,17

2 B. Effisiensi Mekanisme Sanggahan

dan Banding 4,4

3 C. Degree of Accsess to Information 4,125

4 D. Kode Etik dan Ukuran Anti

Korupsi 4,361905

5 E. Partisipasi Masyarakat 4,371429

Tabel di atas menunjukkan bahwa inspektorat yang mempunyai

kewenangan terhadap pengawasan proses pengadaan barang dan/jasa mempunyai

peranan yang signifikan dalam pelaksanan e-procurement. Hal ini ditunjukan

dengan nilai rata – rata yang didapatkan yakni berkisar antara 4,1 hingga 4,4.

Peran Inspektorat dalam menunjang sistem audit dan pengendalian yang efektif,

mekanisme sanggahan dan banding yang efisien, aksesibilitas informasi yang

mencukupi, kode etik yang baik juga anti korupsi, serta partisipasi masyarakat

yang tinggi.

2. ULP

NO INSTRUMENT MEAN

1 A. Keefektifan Pengadaan 3,833333

2 B. Eksistensi Pengembangan 4,033333

Page 21: Need Assessment Report

21  

3 C. Sistem Audit dan Keefektifan

Kontrol 4,1125

4 D. Effisiensi Mekanisme Sanggahan

& Banding 3,64

5 E. Akses Informasi 4,114286

6 F. Kode Etik 4,15

7 G. Partisipasi Publik 4,3

Tabel di atas menunjukkan bahwa ULP untuk Kota Medan memiliki faktor

– faktor yang dapat menunjang keefektifan pengadaan, pengembangan yang selalu

ada, sistem audit dan kontrol yang efektif, mekanisme sanggahan dan banding

yang efisien, akses informasi yang mudah, kode etik yang baik, juga partisipasi

publik yang meningkat. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata – rata yang

didapatkan yakni berkisar antara 3,8 hingga 4,3.

3. VENDOR

NO INSTRUMENT MEAN

1 A. Pemahaman Legal 5

2 B. Resolusi Konflik 2,9

3 C. Etika Pengadaan 3,46

4 D. Keterbukaan Informasi 4,033333

5 E. Kesempatan UMKM & Koperasi 3,375

6 F. Keterbukaan Proses Pengadaan 3,633333

7 G/I. Partisipasi 4,371429

Tabel di atas menunjukkan bahwa Vendor untuk Kota Medan memiliki

faktor – faktor yang dapat menunjang pemahaman legal yang baik, resolusi

konflik yang baik, etika pengadaan yang baik, informasi yang terbuka,

kesempatan UMKM dan koperasi semakin meningkat, proses pengadaan yang

terbuka, serta peningkatan partisipasi. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata –

rata yang didapatkan yakni berkisar antara 3,3 hingga 5.

Page 22: Need Assessment Report

22  

4. LPSE

NO INSTRUMENT MEAN

1 A. Institusi Pengadaan Barang/Jasa 4,4875

2 B. Effisiensi & Effektifitas

Pengadaan Brg/JasaB. Effisiensi &

Effektifitas Pengadaan Brg/Jasa 4,06

3 C. Sistem Audit, Efektifitas

Pengendalian & Kode Etik 4,375

4 D. Peraturan Perundangan Formal 4,166667

Tabel di atas menunjukkan bahwa LPSE untuk Kota Medan memiliki

faktor – faktor yang dapat menunjang pengembangan institusi pengadaan,

peningkatan efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan atau jasa, Sistem audit

yang didukung pengendalian juga kode etik yang efektif, serta peraturan

perundangan formal yang mendukung. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata –

rata yang didapatkan yakni berkisar antara 4,06 hingga 4,48.

5. LSM

NO INSTRUMENT MEAN

1 A. Pemahaman Mekanisme

Pengawasan e-procurement 4,28

2 B. Peraturan perundangan yang

melindungi LSM 3,866667

3 C. Strategi Pengawasan 4,2

4 D. Koordinasi LSM 4,1

5 E. Independensi LSM 4,388889

6 F. Partisipasi Masyarakat 4,445455

Tabel di atas menunjukkan bahwa LSM untuk kota Medan memiliki faktor

– faktor yang dapat menunjang pemahaman mekanisme pengawasan pengadaan

Page 23: Need Assessment Report

23  

barang dan atau jasa elektronik, peraturan perundangan yang melindungi LSM

telah memadai, strategi pengawasan yang baik, koordinasi LSM yang baik,

independensi LSM yang tinggi, juga peningkatan partisipasi masyarakat. Hal ini

diindikasikan dengan nilai rata – rata yang didapatkan yakni berkisar antara 3,39

hingga 4,33.

4.1.2 Demografi Responden

NO STAKEHOLDERS Jenis Kelamin

L P

1 INSPEKTORAT 7 3

2 ULP 8 2

3 VENDOR 9 1

4 LPSE 8 2

5 LSM 6 4

TOTAL 38 12

Tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin responden laki – laki

lebih dominan dibandingkan perempuan. Dengan jumlah 38 untuk laki – laki dan

12 untuk perempuan. Secara persentase maka laki – laki memiliki persentase 76

% dan perempuan 24 %.

4.1.3 Analisis dan Pembahasan

4.1.3.1 LPSE

Layanan pengadaan secara elektronik memfasilitasi ULP untuk

menyediakan informasi pengadaan barang dan/jasa kepada masyarakat dengan

memberikan fasilitas, antara lain informasi melalui porta web dan helpdesk LPSE.

Fasilitas tersebut untuk mengumumkan recana pengadaan barang dan/jasa. LPSE

melakukan pengolahan data statistik tentang pengadaan barang dan/jasa dengan

cara aplikasi SPSE dan dilakukan oleh server. Namun, beberapa masih dalam

trnasisi dari manual ke e-procurement.

LPSE melakukan perbaikan SPSE untuk meningkatkan pelayanan pengadaan

barang dan/jasa dengan cara selalu melakukan pengembangan aplikasi khususnya

Page 24: Need Assessment Report

24  

LPSE nasional/LKPP dan meningkatkan infrastruktur serta monitoring. LPSE

melakukan pelatihan penggunaan SPSE bagi ULP dengan bentuk simulasi

aplikasi secara teori dan prkatek langsung dengan peserta dan peserta 10/

kabupaten. Materi yang disampaikan dalam pelatihan tentang teknis pelaksanaan

untuk panitia/ULP,materi pemahaman mengenai cara penggunaan program

LPSE,materi perkembangan fasilitas dan filtur LPSE, menyamakan persepsi

mengenai kebijakan2 yang mendukung SPSE, dan proses menjalankan sistem e-

procurement. Pelatihan dilakukan sesuai dengan permintaan anggota ULP.

LPSE melakukan pelatihan penggunaan SPSE bagi penyedia barang

dan/jasa dengan cara workshop dalam kelas dan sosialiasi langsung. Materi yang

disampaikan dalam pelatihan tentang teknis pelaksanaan untuk penyedia,tentang

tata cara penggunaan SPSE, materi kebijakan, teori dan aplikasi LPSE. Jadwal

pelatihan sesuai dengan permintaan dan bisa saja setiap datang ke LPSE. LPSE

memberikan pemahaman tentang SPSE kepada masyarakat dengan bentuk

website yang bisa dikunjungi masyarakat, melalui media diumumkan baik online

maupun surat kabar,memberikan buku pentunjuk dan mengadakan sosialisasi.

LPSE melakukan pengendalian kualitas untuk menjamin keandalan sistem lelang

elektronik dengan cara selalu berkoordinasi dengan LPSE pusat mengenai

pembahuruan sistem dan cek layanan server dan data base.

LPSE melakukan proses evaluasi kinerja staf dengan cara laporan triwulan

mengenai nilai dari kinerja, mengevaluasi ketetapan waktu proses lelang dan

kebenaran data yang masuk dan rapat intensif dengan staf. Reward dan

punishment telah dilakukan dalam evaluasi staf dengan bentuk pemberian honor,

insentif, dan kesejahteraan. Namun, jika tidak ada reward dan punishment karena

LPSE masih ad hoc, tupoksi masih belum fokus dan aturan di pengelolaaan

keuangan pemerintah belum sama sistemnya dengan LPSE.

Dokumen lelang merupakan hal yang dirahasiakan oleh LPSE dengan cara server

pengendali tidak boleh dibuka oleh siapapun, dokumen hanya dapat didownload

oleh peserta lelang saja, yang harus terdaftar dan memiliki akses ke aplikasi.

LPSE pernah mengalami kehilangan data karena masih minimnya prasarana

infrastrukur. Namun, ada yang menyatakan tidak pernah kehilangan karena

Page 25: Need Assessment Report

25  

meningkatkan pengamanan (firewall) pada sistem, membatasi user yang

mengakses ke server, dan ada back up di data base. Mekanisme penghapusan

dokumen lelang pengadaan barang dan/jasa yang telah selesai prosesnya tidak

dilakukan dan kebijakan perlakuan dokumen lelang dengan menyimpan file

dokumen karena tetap diangap administrasi yang efektif yang dijaga

kerahasiaanya dan disimpan didalam databse sebagai arsip. LPSE pernah

mengalami kerusakan SPSE dengan bentuk kerusakan kerusakan pada server, low

memory/ HD kurang, dan kurangnya sumber daya. Proses perbaikan kerusakan

dengan cara reset ulang, menambah memory/HD dan upgrade program baru dari

pusat. Selain itu, LPSE memiliki tenaga ahli dalam penanganan kerusakan tetapi

masih terbatas atau kurang. LPSE melakukan penanggulangan untuk menjamin

keselamatan data lelang dari kerusakan sistem dengan mem-back up data dan

memperbaiki sistem.

LPSE diaudit untuk menjamin tranparansi dan akuntabilitas dengan

adanya fitur audit di aplikasi SPSE. Selain itu, bekerjasama dengan inspektorat

dalam pelaksanaan audit. Disisi lain LPSE tidak bertanggung jawab dalam proses

lelang. Hasil audit perlu ditindaklanjuti dengan melapor ke pihak yang

berwenang. LPSE memiliki SOP penggunaan SPSE sesuai aturan LKPP. Selain

itu, LPSE memiliki kode etik dengan bentuknya antara lain tidak berkepentingan

dalam kepanitian, dilarang menjadi anggota ULP, dan bertugas sesuai prosedur.

Prinsip-prinsip pengadaan barang dan/jasa publik antara lain efektif,

efesien,akuntabilitas, transparan, dapat dipertanggungjawabkan dan adil. Selain

itu prinsip yang tertuang dalam perpres 54 tahun 2010.

4.1.3.2. Vendor

Pemahaman perpers 54 tahun 2010 diperlukan untuk mengikuti prose

pengadaan barang dan/jasa untuk memudahkan dalam mengikuti proses

pengadaan barang dan/jasa. Pemahaman terhadap peratauran perpajakan

Page 26: Need Assessment Report

26  

diperlukan, antara lain karena pajak adalah kewajiban, untuk mengetahui besaran

pajak yang dibayarkan, dan bukti pajak sebagai prasyarat dalam proses tender.

Perusahaan yang gagal memenuhi kewajibannya perlu dikenakan sanksi agar

lebih profesional dan wajar dalam mengikuti penawaran dan lebih hati-hati dalam

membuat harga penawan dan waktu proses penyelesaiannya. Prosedur perusahaan

dikenakan sanksi mengacu pada kontrak yang telah disepakati. Bentuk sanksi

yang dilakukan antara lain, tegur lisan dan tertulis, di-black list, dan tidak

diperkenakan lagi mengikuti tender.

Perusahaan yang gagal memenuhi kewajiban dalam pengadaan barang

dan/jasa perlu melakukan negosiasi baru dengan alasan terjadi perubahan harga

yang drastis, bencana alam. Perusahaan dapat melakukan negosiasi apabila belum

jatuh tempo dan itikad baik dari perusahaan dengan melakukan permohonan

resmi. Perusahaan yang gagal memenuhi kewajibanya harus di-black list dengan

alasan untuk membuat efek jera dan sebagai bentuk tanggung jawab. Bentuk black

list antara lain tidak diperkenakan mengikuti tender ditempat itu selama jangka

waktu tertentu atau dipertimbangkan lagi dalam tender selanjutnya. Pencabutan

black list dilakukan untuk memberi perusahaan memperbaiki citrannya dan dapat

bertanggung jawab dengan syarat-syarat pemutihan antara lain membuktikan

perusahan tersebut sehat, memenuhi kewajiban pajaknya, dan membuat penyataan

tidak mengulangi lagi. Pemutihan otomatis untuk perusahaan yang di black list

akan menimbulkan banyak perusahaan tidak bertanggung jawab dan harus ada

mekanisme yang ketat dengan persyaratan tertentu.

E-procurement dapat mengurangi sangahan dan banding karena lebih

transparan tetapi masih ada kecurigaan dari peserta pengadaan terhadap proses e-

procurement. Pengumuman pengadaan barang dan/jasa dari suatu pemerintah

memalui media koran dan internet. Koran mudah dan cepat diakses dari pada

internet karena sudah menjadi konsumsi umum dan terjangkau. Internet sulit

diakses karena tidak semua bisa memakai internet dan belum terbiasa dengan

internet.

Pemahaman pakta integritas oleh pihak-pihak yang berkepentingan dlam

pengadaan barang dan/jasa dapat menjamin terlaksananya pengadaan yang adil

Page 27: Need Assessment Report

27  

dan merata karena sudah mengikat secara hukum dan ada aturan yang sudah

disepakati bersama. Namun, pakta intregitas hanya sebagai persyaratan saja atau

formalitas sehingga perlu surat perjanjian yang mengikat. Setiap pelanggaran

dalam pengadaan barang dan/jasa publik perlu dibuat laporan pelanggaran dengan

alasan supaya lebih transparan dan dapat diketahui masyarakat sebagai pengguna.

Pelaporan disampaikan secara tertulis kepada lembaga yang terkait dan hasilnya

dipublikasikan. Pakta intregitas dapat mengurangi konflik kepentingan diantara

penyelenggara pengadaan barang dan/jasa publik karena ada sanksi yang tegas

dalam pakta intregitas bagi pelanggarnya.

Pemerintah daerah perlu mengumumkan rencana pengadaan barang

dan/jasa publik tahunan agar pengusaha dan masyarakat mengetahui sehingga

penyedia dapat mempersiapkan segala sesuatunya untuk mengikuti pengadaan

barang dan/jasa publik. Perpres 54 tahun 2010 memungkinkan adanya potensi

pemecahan/pemaketan pengadaan barang dan/jasa karena emergensi dan

penunjukkan langsung lebih tinggi. Hal itu baik karena memungkinkan

pengusahan kecil bisa bersaing tetapi menjadi tidak baik karena aka terjadi

penyimpangan dan kualitas barang dan/jasa tidak baik. Perpres 54 tahun 2010

tidak memungkinkan adanya potensi pemecahan/pemaketan karena didalamnya

sudah diatur dengan jelas mengenai mekanisme pengadaannya.

Pagu anggaran yang disampaikan sesuai perhitungan harga pasar dan bisa

diterima secara rasional. Evaluasi terhadap harga pasar perlu dilakukan untuk

penyesuaian harga pasar yang berubah dan dilakukan sebelum pelaksanaan

penawaran tender dan bisa setiap tahun. Panitia yang melakukan evaluasi dengan

melibatkan vendor melalui asosiasinya. Perpres 54 tahun 2010 tidak memberikan

akses kepada vendor kecil dalam pengadaan barang dan/jasa karena keterbatasan

SDM dan persyaratannya memudahkan vendor yang besar. Informasi tentang

alasan gugurnya vendor yang tidak terpilih dalam proses pengumuman penentuan

pemenang pengadaan barang dan/jasa karena lebih jelas permasalahan bisa kalah,

mengetahui kekalahan atau kekurangangnya dan agar tidak timbul kecurigaan.

Kecakapan khusus dalam mengikuti procurement karena mengetahui

sistem komputer dan internet, perlu pengetahuan IT, dan untuk memahami

Page 28: Need Assessment Report

28  

penggunaan e-procurement. Pelatihan yang diperlukan adalah pelatihan teknologi

informasi. Surat dari vendor tentang kemampuan melaksanakan pekerjaan untuk

mengikuti proses pengadaan barang dan/jasa publik yang ditawarkan dengan

alasan untuk mengetahui keseriusan dan kemampuan vendor. Contoh surat

pernyataan yang diperlukan antara lain surat pernyataan kebenaran dokumen,

kesanggupan menyelesaikan pekerjaan, dan minat mengikuti perlelangan.

Peran asosiasi pengusaha dalam pengadaan barang dan/jasa antara lain

sumber informasi dan komunikasi, membina anggotanya dan berperan juga

sebagai pengawas terhadap anggotanya. Asosiasi pengusaha memberi kemudahan

bagi pengusaha baru untuk masuk dunia bisnis dan masuk dalam asosiasi

pengusaha agar minimbulkan persaingan yang sehat. Advokasi asosiasi untuk

menghadapi masalah-masalah yang dihadapi vendor terutama berkaitan dengan

pengadaan barang dan/jasa publik perlu dilakukan untuk melindungi anggotanya.

Bentuk advokasi dengan membantu anggota dalam melakukan sanggahan.

4.1.3.3 Inspektorat

Peraturan-peraturan tentang sistem pengendalian internal antara lain

permendagri no.13 dan PP no 60 tahun 2008 tentang sistem pengendalian internal

pemerintah. Ada hambatan dalam iplementasinya sehingga perlu dibuat petunjuk

teknis secara detail dan perlu dibuat peraturan gubernur (pergub) tentang sistem

pengendalian internal pemerintah. Komitmen pemimpin diperlukan untuk auditor

dapat melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur dan merasa terlindungi dalam

mengambil suatu keputusan. Mekanisme audit internal yang memadai tidak dapat

mencegah tindakan korupsi dalam pengawasan pengadaan barang dan/jasa karena

audit internal bersifat pembinaan sehingga diperlukan audit sistem dan perlu audit

eksternal.

Sistem reward dan punishment yang jelas dapat meningkatkan kinerja

pengawasan dalam pengadaan barang dan jasa, bentuk reward berupa insentif dan

kenaikan pangkat yang memenuhi persyaratan. Selain itu, sanksi yang tegas sesuai

PP 30. Pengawasan internal perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya korupsi

antara lain minimal 2 kali setahun selain pengawasan langsung, atau 6-8 kali agar

Page 29: Need Assessment Report

29  

pembinaan dapat dilakukan. Setiap temuan audit perlu ditindaklanjuti sesuai hasil

temuan dan harus ada standar yang digunakan sehingga temuan berkualitas.

Mekanisme pengajuan dan sanggahan dan banding dalam pengadaan

barang dan/jasa telah dijelaskan dalam peraturan dan panitia pengadaan

bertanggung jawab menjawab setiap sanggahan yang disampaikan. Lemabaga-

lembaga yang dapat digunakan masyarakat untuk melaporkan berbagai indikasi

korupsi dalam pengadaan barang dan/jasa publik antara lain KPK, BPK, ICW,

inpektorat, kejaksaan dan Polri. Mekanisme pemutihan bagi perusahaan yang di

black list tidak perlu karena niat perusahaan sudah tidak baik tetapi jika perlu

dengan persyaratan yang ketat dengan membuat surat pernyataan tidak

mengulangi kesalahan dna mengganti perusahan. Kewenangan dalam proses

pemutihan adalah ULP dan lama black list untuk pemutihan secara otomatis adlah

5 tahun.

Lembaga-lembaga masyarakat diperlukan untuk memantau pengadaan

barang dan/jasa dan bentuk lembaga yang diperlukan antara lain LSM dan DPRD.

Cara yang diperlukan untuk mengoptimalkan lembaga-lembaga masyarakat guna

memantau pengadan barang dan/jasa publik yaitu merevitalisasi yang sudah ada

dan mengoptimalkan fungsi pengawasan masyarakat. Pengawasan diperlukan

pada saat perekrutan ULP agar tidak terjadinya keberpihakan pada kepentingan

tertentu dengan penyeleksian ULP.

Verifikasi perusahaan yang tidak memenuhi syarat yang diajukan ULP

perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya proses rekayasa data dengan

melibatkan panitia pengadaan. Standarisasi prosedur sanggahan dan banding

diperlukan untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas sanggahan dan banding

yang harus ditanggapi dengan cara menyampaikan kepada pihak yang

berkepentingan dan sesuai perpres 54 tahun 2010. Bentuk standarisasi berupa

peraturan gurbenur, peraturan daerah dan/ peraturan bupati/walikota. Regulasi

diperlukan untuk menjamin terciptanya akuntabilitas dna transparansi dalam

pengadaan barang dan/jasa karena dapat mendukung pertanggungjawaban dan

menjamin kepastian hukum. E-procurement mendukung penegakan kode etik

dalam pengadaan barang dan/jasa dengan bentuk dukungan mengunakan

Page 30: Need Assessment Report

30  

teknologi dan transakasi elektronik. Peraturan yang perlu diketahui terkait dengan

pengadaan barang dan/jasa publik yaitu perpres 54 tahun 2010, SK kepala LKPP

no 123 tentang ULP,LPSE dan attending. Pemahaman mekanisme pengadaan

barang dan/ jasa publik sesuai perpres 54 tahun 2010.

4.1.3.4 LSM

Pelatihan mengenai e-procurement lembaga pengawas (LSM) adalah

sistem e-procurement secara keseluruhan, tahapan e-procurement dari awal

sampai akhir, dasar payung hukum yang melindungi fungsi pengawasan,

mekanisme pengawasan yang diatur dalam undang-undang. Lembaga pengawasan

yang bersedia mengikuti pelatihan pengawasan e-procurement supaya mempunyai

dasar dan kemapuan/kapasitas dalam pengawasan e-procurement. Lembaga

pengawas menggunakan prosedur dalam pengawasansesuai dengan perundangan-

perundangan. Selain itu, lembaga pengawasan melakukan fungsi pada tahapan

pengumuman pemenang, sanggahan peserta lelang, penyerahan barang/atau jasa

publik.

Setiap melakukan pengawasan e-procurement,lembaga pengawas

mempunyai rencana yang telah direncanakan tetapi belum efektif dan rencana

tersebut belum terdokumentasi dengan baik. Selain itu ada lembaga pengawas

mempunyai rencana dalam melakukan pengawasan e-procurement. Komunikasi

yang efektif berjalan dengan beberapa pihak berikut :Obyek yang diawasi 10%

efektif dan 50% tidak efektif, Antar lembaga pengawas 10% efektif dan 50% tidak

efektif, Pemerintah 30% efektif 20% tidak efektif , dan Pihak berwajib 10%

efektif dan 40% tidak efektif belum pernah melaporkanKomunikasi antara

personel yang diterjunkan di lapangan dengan personel yang ada di lembaga

pengawasan belum efektif karena proses masih tertutup dan tidak tepat sasaran

dan perlu komunikasi antara pengawas dengan perusahaan. Penanggulangan

komunikasi yang belum efektif dengan selalu mengevaluasi kinerja personel yang

diterjunkan.

Dokumen yang menyajikan bahwa lembaga pengawas independen

terhadap obyek yang diawasi belum terdokumentasi karena belum direncanakan

dengan matang, legalitasnya lemah dan belum ada aturan yang mengikat. Pihak

Page 31: Need Assessment Report

31  

yang mengevaluasi lembaga pengawas adalahinspektorat dan BPKP tetapi belum

efektif. Selain itu adaauditor dan masyarakat cenderung hampir efektif. Cara yang

perlu dialakukan untuk mengoptimalkan lembaga masyarakat guna memantau

proses pengadaan barang dan/jasa. Dengan revitalisasi yang sudah ada karna kalu

membentuk yang baru, biaya akan banyak yang terpakai, Mengoptimalkan fungsi

pengawasan dan lainnya. pemahaman oleh lembaga-lembaga masyarakat tentang

proses pengadaan barang dan/ jasa melaui elektronik ini, peningkatan kapasitas

kepada lembaga-lembaga pengawasan terutama lembaga-lembaga

masyarakatanya danjuga lembaga pengawas lainnya, penguatan jaringan antar

lembaga yang melakukan pengawasan.mengoptimalakan kekuatan sipil melalui

peningkatan kapasitas dan membentuk lembaga pengawas yang terdiri dari

berbagai elemen masyarakat yang ada

4.1.3.5. ULP

Perpres no 54 tahun 2010 sudah memadai untuk mencakup pengadaan

barang/jasa publik. Petugas ULP perlu mengetahui prinsip-prinsip pengadaan

barang dan/jasa publik, perlu memahami peraturan yang terkait dengan pengadaan

barang dan/jasa, dan memahami mekanisme pengadaan barang dan/jasa publik.

Selain itu, perlu mengikuti aturan-aturan yang terkait pengadaan barang dan/jasa

publik.

ULP tidak mengetahui peraturan pengadaan barang dan/jasa publik selain

no. 54 tahun 2010 karena selama ini perpres 54 tahun 2010 yang digunakan dalam

pengadaan barang dan/jasa publik. Selanjutnya, ULP tidak memahami standar

peraturan pengadaan barang/atau jasa publik internasional. Peraturan perundangan

pengadaan barang dan/jasa publik tidak perlu mengakomodasi prinsip-prinsip

standar pengadaan barang dan/jasa secara internasional. Namun, dengan alasan

persaingan global dan meningkatkan kualitas hasil, panitia dapat lebih bijak dalm

melakukkan tugasnya apabila adanya penadaan berskala internasional,

kemungkinan di indonesia tidak tersedianya penyedia barng/jasa dan di dapat

hasil yang maksimal dalam lelang.

ULP mengetahui pakta integritas dan pernah menandatangani pakta

integritas. Adapun, Isi pakta integritas yang pernah ditandatangani responden

Page 32: Need Assessment Report

32  

antara lain komitmen melaksanakan pengadaan secara adil baik dan benar, tidak

akan melakukan KKN, akan melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila

mengetahui ada indikasi KKN dalam proses pengadaan. Responden mengetahui

konsekuensi ketika melanggar pakta integritas adalah dikenakan sanksi

moral,pidana, perdata,administrasi dan ganti rugi. Tidak ada evaluasi dari

pemerintah dan bentuk penyipangan yang terjadi adalah masih adanya KKN.

Kesesuaian kompetensi dengan tanggung jawab yang di emban ULP

memperlihatkan bahwa telah sesuai dengan tanggung jawabnya karena telah

memahami tupoksi dan telah bekerja sesuai TUPOKSI masing-masing. ULP telah

memiliki sertifikat pengadaan barang dan/ jasa yang berbeda-berbeda

tingkatannya, antara lain L4, L2 dan sertifikasi dasar. SDM ULP yang sudah

bersertifikasi mendukung efesiensi pengadaan barang dan/jasa masih rendah.

Pembinaan karir dalam rangka efesiensi dan efektifitas ULP tidak berhubungan

serta tidak sesuai karena keberadan ULP terhadap perubahan STOK tidak

berpengaruh. Terkait pengadaan barang dan/jasa perlu adanya program

pengembangan kapasitas staf tetapi program pengembangan kapasitas staf saat ini

belum memadai.

Dalam menentukan sistem swakelola pengadaan barang dan/jasa, ULP

tidak memiliki kewenangan. Indikator lama waktu tidak menjadi ukuran efesiensi

pengadaan barang dan/jasa. E-procurement mendorong efesiensi dan keterlibatan

pihak-pihak yang berkepentingan berpengaruh terhadap efesiensi pengadaan

barang dan/jasa. ULP pernah mendapatkan sanggahan tetapi Sanggahan yang

diterima responden rata-rata 1 kali sanggahan dan isi sanggahan berupa dituduh

tidak melakukkan evaluasi dengan benar, dan tidak melakukkan klarifikasi

terhadap metode pelaksanaan. Panitia menjawab sanggahan sesuai peraturan yang

berlaku dan data dokumen pengadaan yang ada. selain itu, responden tidak pernah

mendapatkan banding.

Page 33: Need Assessment Report

33  

4.2 BANDUNG

4.2.1 Demografi Responden

Penggambaran demografi responden merupakan hal penting dalam riset.

Gambaran latar belakang responden diharapkan dapat menunjukkan bahwa

responden dalam riset ini telah mewakili fenomena populasi dari kondisi

sesungguhnya yang diharapkan terwakili dalam riset ini. Jumlah responden dalam

need assestment ini berjumlah 50 responden, terbagi atas lima stakeholder yaitu:

Inspektorat, Vendor, LPSE, ULP dan LSM (setiap stakeholder diwakili oleh 10

responden). Informasi yang lebih lengkap mengenai karakteristik responden

dalam riset ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Responden: - Inspektorat - Vendor - LPSE - ULP - LSM

10 10 10 10 10

20%

20%20%20%20%

Jumlah Responden 50 100% Bidang Tugas - Inspektorat

a. Inspektorat b. Auditor c. Evaluasi dan Pelaporan d. Pengawasan e. Pelaksana f. Administrasi g. Perencanaan h. Lain-lain

1 1 1 2 2 1 1 1

10%10%10%20%20%10%10%10%

Jumlah 10 100% - Vendor

a. CV Prima Jaya Abadi b. CV Suma Utama c. CV Surya Kencana d. PT Nusantara e. CV Kengangan f. CV Citra Agung g. CV Dewa Junti h. CV Waru Satangkal i. PT Lebak Krambi j. Pengusaha

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

10%10%10%10%10%10%10%10%10%10%

Jumlah 10 100% - LPSE

a. Administrator b. LPSE-Helpdesk c. Verifikator

2 4 2

20%40%20%

Page 34: Need Assessment Report

34  

d. Kepala Balai LPSE e. Lain-lain

1 1

10%10%

Jumlah 10 100% - ULP

a. Panitia Kota

10 100% Jumlah 10 100%- LSM

a. Lakpesem Garut b. Anggaran c. Sekretaris Jenderal d. Divisi Advokasi e. Pelayanan Publik f. Peneliti g. Staf h. Divisi Community Development i. Lain-lain

1 1 1 1 1 2 1 1 1

10%10%10%10%10%20%10%10%10%

Jumlah 10 100% Demografi (total responden) Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan

41

9 82%18%

Jumlah 50 100%

Dari gambaran demografi responden dapat dikatakan bahwa responden

dari setiap stakeholder terlihat beragam dari bidang tugas masing-masing, hal ini

sesuai dengan harapan peneliti bahwa ada keragaman responden sehingga dapat

mencirikan kondisi masing-masing stakeholder.

4.2.2 Kualitas Pengukuran

Suatu riset memiliki hasil yang dapat dipertanggungjawaban jika dalam

proses pengumpulan data dilakukan dengan benar serta instrumen yang digunakan

dalam riset benar-benar dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.

Pengembangan instrumen yang digunakan dalam riset ini didasarkan pada 4 pilar

e-procurement dari OECD (lihat Bab III).

Validitas dan reliabilitas instrumen merupakan poin penting dalam suatu

riset. Instruemen yang valid dan reliable memberikan jaminan bahwa setiap

variabel yang diujikan telah meggunakan pengukuran yang tepat. Validitas

menunjukkan sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam

melakukan fungsi ukurnya atau dengan kata lain validitas menunjukkan seberapa

nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan

reliabilitas merupakan suatu pengukur yang menunjukkan stabilitas dan

Page 35: Need Assessment Report

35  

konsistensi pengukurannya. Suatu pengukur dikatakan reliable jika dapat

dipercaya yaitu mengukur subjek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda.

Berikut ini akan dipaparkan hasil pengujian setiap instrumen (alat ukur)

dari setiap stakeholder yang diteliti:

Nama Instrumen dari setiap Stakeholder Reliabilitas Validitas Cronbach Alpha

Component Analysis

Inspektorat: - Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif - Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding - Degree of Accsess to Information - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi - Partisipasi Masyarakat

0.934 0.806 0.918 0.950 0.815

0.966 0.898 0.958 0.975 0.903

Vendor: - Pemahaman Legal - Resolusi Konflik - Etika Pengadaan - Keterbukaan Informasi - Kesempatan UMKM & Koperasi - Keterbukaan Proses Pengadaan - Partisipasi

0.743 0.883 0.742 0.819 0.920 0.881 0.445

-0.701 0.873 -0.360 0.823 0.498 0.868 -0.144

Lanjutan tabel 2 ULP: - Keefektifan Pengadaan - Eksistensi Pengembangan - Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol - Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding - Akses Informasi - Kode Etik dan Ukuran anti korupsi - Partisipasi Publik

0.833 0.928 0.852 0.972 0.905 0.978 0.839

0.743 0.890 0.524 0.436 0.296 0.369 0.831

LPSE: - Institusi Pengadaan Barang/Jasa - Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Brg/Jasa - Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik - Peraturan Perundangan Formal

0.832 0.814 0.924 0.972

-0.261 -0.415 0.961 0.983

LSM: - Pemahaman Mekanisme Pengawasan e-procurement - Peraturan perundangan yang melindungi LSM - Strategi Pengawasan - Koordinasi LSM - Independensi LSM - Partisipasi Masyarakat

0.990 0.950 0.976 0.978 0.967 0.983

0.995 0.974 0.988 0.989 0.983 0.991

Sumber: Data dianalisis

Hasil pengujian item instrumen dari semua instrumen yang digunakan

untuk semua stakehoder menunjukkan bahwa semua instrumen adalah valid dan

reliable karena sebagian besar angka pengujian telah berada di atas nilai 0,60

kecuali instrumen Institusi Pengadaan Barang/Jasa dan Effisiensi &

Page 36: Need Assessment Report

36  

Effektifitas Pengadaan Brg/Jasa (LPSE) dan Pemahaman Legal, Etika

Pengadaan, dan Partisipasi (Vendor) yang memiliki angka negatif, namun

secara keseluruhan instrumen-instrumen yg digunakan untuk mengukur need

assesment LPSE dan Vendor adalah akurat sehingga tetap dapat digunakan dalam

proses analisis data berikutnya, namun untuk riset mendatang sebaiknya

instrumen ini diperbaiki sebelum digunakan.

4.2.3 Analisis Data dan Pembahasan

Analisis data akan dilakukan untuk masing-masing stakeholder, tujuannya

adalah untuk mendapatkan masukan yang lebih akurat berkaitan dengan

hambatan, kekuatan serta kebutuhan dari masing-masing stakeholder.

4.2.3.1. Inspektorat

Analisis data untuk inspektorat lebih dititkberatkan pada kesiapan

inspektorat dalam mengantisipasi pemeriksaan proses pengadaan barang dan atau

jasa setelah penerapan pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil

analisis akan memberi jawaban apakah Inspektorat telah memahami Perpres 54

tahun 2010 berkaitan dengan proses pemeriksaan pengadaan barang dan atau jasa

berbasis elektronik atau tidak Analisis data akan didasarkan pada instrumen-

instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu:

- Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif (SAPE) - Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB) - Degree of Accsess to Information (DAI) - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi (KEUAK) - Partisipasi Masyarakat (PM).

Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi

dan kesiapan Inspektorat dalam proses pemeriksaan pengadaan barang dan atau

jasa berbasis elektronik.

Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation SAPE 10 1.5500 4.4000 3.7600 .81268 EMSB 10 1.6700 4.5000 3.5350 .75204 DAI 10 1.6700 4.4200 3.8100 .77343 KEUAK 10 1.4300 4.4300 3.7870 .85814 PM 10 1.8600 4.2900 3.6000 .69898 Valid N (listwise)

10

Page 37: Need Assessment Report

37  

4.2.3.2. LPSE

Analisis data untuk Lembaga Pengadaan barang dan atau jasa Secara

Elektronik (LPSE) lebih dititkberatkan pada kesiapan lembaga ini siap ataukah

tidak dalam pengimplementasi pengadaan barang dan atau jasa berbasis

elektronik. Hasil analisis akan memberi jawaban apakah LPSE telah memahami

Perpres 54 tahun 2010 berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa

berbasis elektronik atau tidak. Analisis data akan didasarkan pada instrumen-

instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu:

- Institusi Pengadaan Barang dan atau Jasa (IPBJ) - Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Barang dan atauJasa (EEPBJ) - Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik (SAEPKE) - Peraturan Perundangan Formal (PPF).

Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi

dan kesiapan LPSE dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis

elektronik.

Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation IPBJ 10 3.6300 5.0000 4.679000E0 .41664 EEPBJ 10 1.8000 4.6000 3.740000E0 .75454 SAEPKE 10 1.0000 5.0000 4.325000E0 1.20214 PPF 10 1.0000 5.0000 4.033000E0 1.13802 Valid N (listwise) 10

4.2.3.3. ULP

Analisis data akan didasarkan pada instrumen-instrumen yang digunakan

dalam proses pengumpulan data yaitu:

- Keefektifan Pengadaan (KP) - Eksistensi Pengembangan (EP) - Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol (SAKK) - Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding (EMSB) - Akses Informasi (AI) - Kode Etik dan Ukuran anti korupsi (KEUAK) - Partisipasi Publik (PP)

Page 38: Need Assessment Report

38  

Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi

dan kesiapan ULP dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis

elektronik.

Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation KP 10 4.00 4.33 4.2640 0.13914 EP 10 4.00 4.33 4.2310 0.15941 SAKK 10 4.00 4.50 4.3280 0.13563 EMSB 10 3.90

4.10 4.0700 0.06749

AI 10 4.29 4.71 4.6400 0.13606 KEUAK 10 4.50 4.75 4.7250 0.07906 PP 10 3.67 3.83 3.7980 0.06746 Valid N (listwise) 10

4.2.3.4. Vendor

Analisis data akan didasarkan pada instrumen-instrumen yang digunakan dalam

proses pengumpulan data yaitu:

- Pemahaman Legal (PL) - Resolusi Konflik (RK) - Etika Pengadaan (EP) - Keterbukaan Informasi (KI) - Kesempatan UMKM & Koperasi (KUK) - Keterbukaan Proses Pengadaan (KPP) - Partisipasi (P)

Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi dan

kesiapan vendor dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis

elektronik.

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. DeviationPL 10 4.00 5.00 4.35 0.47434RK 10 2.00 4.00 3.25 0.85797 EP 10 3.20 4.60 3.86 0.38930 KI 10 3.33 4.00 3.76 0.31764 KUK 10 2.75 4.75 3.40 0.60323 KPP 10 3.33 4.33 3.86 0.32250 P 10 2.14 5.00 3.84 0.78719 Valid N (listwise) 10

Page 39: Need Assessment Report

39  

4.2.3.5. LSM

Analisis data akan didasarkan pada instrumen-instrumen yang digunakan dalam

proses pengumpulan data yaitu:

- Pemahaman Mekanisme Pengawasan e-procurement (PMP) - Peraturan perundangan yang melindungi LSM (PPML) - Strategi Pengawasan (SP) - Koordinasi LSM (KL) - Independensi LSM (IL) - Partisipasi Masyarakat (PM)

Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi dan

kesiapan LSM dalam proses pengawasan pengadaan barang dan atau jasa berbasis

elektronik.

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation PMP 10 1.10 5.00 3.9300 1.07295 PPML 10 1.00 4.33 3.2990 0.90482 SP 10 1.00 5.00 4.0140 1.12581 KL 10 1.00 5.00 4.1170 1.17614 IL 10 1.00 5.00 4.0230 1.12962 PM 10 1.00 5.00 4.0000 1.14758 Valid N (listwise) 10

4.3 YOGYAKARTA

4.3.1 Demografi Responden

Demografi responden merupakan hal penting dalam penelitian ini. Sebagai

penelitian yang berbentuk need assessment, variabilitas responden akan

berpengaruh signifikan dalam hasil yang akan muncul sebagai gambaran kondisi

populasi. Untuk itu, penelitian ini membatasi responden dengan jumlah 50

responden yang terbagi ke dalam lima sektor. Sektor yang diwakili oleh 10

responden untuk masing-masingnya ini adalah Inspektorat, Lembaga Pengadaan

Secara Elektronik (LPSE), Unit Layanan Pengadaan (ULP), Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM), dan Vendor. Informasi yang lebih lengkap mengenai

karakteristik responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 40: Need Assessment Report

40  

Responden: Jumlah Persentase - Inspektorat - Vendor - LPSE - ULP - LSM

10 10 10 10 10

20% 20% 20% 20% 20%

Jumlah Responden 50 100% Bidang Tugas - Inspektorat - Auditor - Keuangan dan Aset Daerah - Bidang Pembangunan Fisik - Tidak Menjawab

6 1 1 2

60% 10% 10% 20%

Jumlah 10 100% - Vendor - Marketing - Pimpinan - Kepala Cabang - Sales Representative

4 1 3 2

40% 10% 30% 20%

Jumlah 10 - LPSE - Tenaga Teknis - LPSE - Verikator - Admin

1 5 1 3

10% 50% 10% 30%

Jumlah 10 - ULP - ULP - Admin ULP - Sub Bag Administrsi - Staf Bagian Pengendalian Pembangunan - Tidak Menjawab

5 1 1 1 2

50% 10% 10% 10% 20%

Jumlah 10 100% - LSM - Perencanaan dan Pengeloaan Program - Kepala Kantor - Staf Program - Advokasi Anggaran Sensifitas - Pengorganisasian - Staf Administrasi - Tidak Menjawab

1 1 1 1 1 4 1

10% 10% 10% 20% 10% 40% 10%

Jumlah 10 100% Demografi (total responden) Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan

25 25

50% 50%

Jumlah 50 100%

Page 41: Need Assessment Report

41  

Gambaran variabilitas responden untuk masing-masing stakeholder

diharapkan mampu menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya.

Variabilitas ini terlihat dari bidang tugas dan jenis kelamin untuk masing-masing

stakeholder.

4.3.2 Kualitas Pengukuran

Pertanggungjawaban riset ini didasarkan kepada proses pengumpulan data

dan penggunaan instrumen yang benar dalam mengukur variabel-variabel yang

ada. Penelitian ini didasarkan kepada empat pilar e-procurement yang sebelumnya

telah dikembangkan oleh OECD (lihat Bab III). Selanjutnya, untuk menjamin

validitas dan reliabilitas pengukuran setiap variabel dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan analisis cronbach’s alpha untuk menguji stabilitas dan konsistensi

pengukuran serta factor analysis untuk melihat ketepatan dan kecermatan alat

ukur yang digunakan.

Berikut ini dipaparkan hasil pengujian setiap instrumen (alat ukur) dari

setiap stakeholder yang diteliti:

Nama Instrumen untuk setiap Stakeholder Reliabilitas Validitas Cronbach

AlphaComponenT

Analysis Inspektorat: - Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif - Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding - Degree of Accsess to Information - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi - Partisipasi Masyarakat

0,726 0,695 0,848 0,831 0,917

0,818 0,928 0,816 0,811 0,639

Vendor: - Pemahaman Legal - Resolusi Konflik - Etika Pengadaan - Keterbukaan Informasi - Kesempatan UMKM & Koperasi - Keterbukaan Proses Pengadaan - Partisipasi

-

0,975 0,720 0,625

-0,529 -0,607 0,967

0,926 0,924 0,940 0,862 0,838 0,975 0,548

ULP: - Keefektifan Pengadaan - Eksistensi Pengembangan - Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol - Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding - Akses Informasi - Kode Etik dan Ukuran anti korupsi

0,837 0,913 0,987 0,968 0,944 0,952

0,729 0,850 0,896 0,897 0,924 0,994

Page 42: Need Assessment Report

42  

- Partisipasi Publik 0,949 0,958 LPSE: - Institusi Pengadaan Barang/Jasa - Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Brg/Jasa - Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik - Peraturan Perundangan Formal

0,338 0,664

0,648 0,893

0,652 0,702

0,940 0,782

LSM: - Pemahaman Mekanisme Pengawasan e-procurement - Peraturan perundangan yang melindungi LSM - Strategi Pengawasan - Koordinasi LSM - Independensi LSM - Partisipasi Masyarakat

0,805 0,782 0,664 0,893 0,828 0,867

0,871 0,974 0,944 0,963 0,840 0,830

Hasil pengujian atas instrumen-instrumen untuk masing-masing

stakeholder menunjukkan bahwa semua instrumen adalah valid dan reliable

karena sebagian besar angka pengujian telah berada di atas nilai 0,60 kecuali

instrument kesempatan UMKM & koperasi dan keterbukaan proses pengadaan

untuk instrumen vendor serta institusi pengadaan barang dan jasa dalam

mengukur LPSE. Dengan hasil ini, penelitian lanjut mengenai e-procurement

harus melakukan penyesuaian terhadap instrumen-instrumen ini terlebih dahulu.

Namun, dengan nilai rata-rata yang bagus untuk semua instrumen, penelitian ini

tetap dapat diandalkan dan digunakan hasilnya.

4.3.3 Analisis Data dan Pembahasan

Analisis data penelitian ini dilakukan untuk masing-masing stakeholder

dengan tujuan untuk mendapatkan masukan yang lebih akurat berkaitan dengan

hambatan, kekuatan, serta kebutuhan dari masing-masing stakeholder.

4.3.3.1 Inspektorat

Analisis data untuk Inspektorat lebih dititkberatkan pada kesiapan

Inspektorat dalam mengantisipasi pemeriksaan proses pengadaan barang dan atau

jasa setelah penerapan pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil

analisis akan memberi jawaban apakah Inspektorat telah memahami Peraturan

Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 berkaitan dengan proses pemeriksaan

pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Pemahaman ini akan

Page 43: Need Assessment Report

43  

memberikan gambaran untuk pengembangan pengadaan barang dan jasa berbasis

elektronik ke depan. Instrumen-instrumen yang digunakan dalam proses

pengumpulan data yaitu:

- Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif (SAPE)

- Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB)

- Degree of Accsess to Information (DAI)

- Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi (KEUAK)

- Partisipasi Masyarakat (PM).

Instrumen-instrumen di atas digambarkan secara lebih spesifik dalam tabel

deskriptif di bawah, instrumen ini ditujukan untuk menggambarkan kondisi dan

kesiapan Inspektorat dalam proses pemeriksaan pengadaan barang dan atau jasa

berbasis elektronik.

Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std.

Deviation SAPE 10 3,5000 4,3500 3,894444 0,2822282 EMSB 10 3,0000 4,3333 3,444433 0,4409475 DAI 10 3,3333 4,5833 3,814811 0,4098960 KEUAK 10 3,2857 4,8571 4,031733 0,5139764 PM 10 2,8571 5,0000 4,000000 0,7071144 Valid N (listwise) 10

Tabel di atas menunjukkan bahwa SAPE memegang peranan penting

dalam menunjang pekerjaan Inspektorat. Dengan nilai rata-rata maksimal 5,

SAPE yang berusaha melihat pemahaman dan pendapat responden Inspektorat

terhadap signifikansi audit dan peran e-procurement terhadap kerja mereka

menunjukkan nilai yang cukup tinggi. Ini berarti, e-procurement dapat menunjang

pekerjaan inspketorat menjadi sangat efektif. Instrumen-instrumen lain juga

menunjukkan hasil yang tidakjauh berbeda. Nilai rata-rata 4 menunjukkan bahwa

Inspektorat juga setuju dengan peran e-procurement dalam efisiensi sanggahan

dan banding, informasi yang lebih lengkap dan andal, dukungan terhadap

penegakan kode etik, serta memungkinkan masyarkat untuk berpartisipasi lebih

dalam mengawasi pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Page 44: Need Assessment Report

44  

Pemaparan di atas diperkuat dengan hasil wawancara dengan 10

responden (100%) yang menyatakan bahwa sudah terdapat aturan-aturan yang

berkaitan pengendalian internal, namun masih terdapat hambatan dalam

implementasinya. Hal ini dapat dilihat dari hasil temuan berikut ini:

Peraturan

berkaitan

pengendalian

internal

: Semua (100%) responden menjawab bahwa sudah terdapat

aturan yang berkaitan dengan pengendalian internal.

Peratuean-peraturan yang dikemukakan responden adalah:

PP 60 tahun 2008, aturan internal, surat edaran kode etik

Inspektorat, dan PerWal.

Hambatan

dalam

penerapan

: - Masih dalam tahap pemetaan. - Masih dipahami belum diimplementasikan. - Masih sosialisasi/tahap awal.

Jalan Keluar - Pemberian pemahaman tentang aturan yang berlaku.

Perlu dibuat

aturan

kelengkapan

- Juknis pelaksanaan tugas.

Saran - Sosialisasi yang lebih diratakan di setiap jenjang di pemkot mengenai tugas dan fungsi.

- Harus ada contoh pelaksanaan. - Prosedur pemeriksaan spesifik yang lebih detail. - Segera diimplemetasikan.

Sumber: Data diolah dari hasil wawancara

Pemahaman akan peraturan ini tidak menyeluruh di semua responden

dengan masih terdapatnya beberapa pertanyaan yang tidak bisa dijawab serta

tingkat variablitas jawaban terutama terkait dengan ketepatan dalam menjawan

nomor Peraturan Pemerintah yang berlaku.

Komitmen terhadap kinerja di institusi Inspektorat sendiri juga

mendukung pemahaman akan peraturan-peraturan di atas. Lebih lanjut, sebanyak

80% responden menyatakan kebutuhan terhadap sistem reward dan punishment

berupa apresiasi kerja, kesempatan melanjutkan pendidikan, dan beberapa sanksi

Page 45: Need Assessment Report

45  

yang harus diberikan diharapkan mampu mendukung komitmen di atas.

Sementara, 20% sisanya menyatakan sistem reward dan punishment tidak

dibutuhkan karena kinerja tergantung kepada komitmen dan integritas itu sendiri.

Hal ini didukung oleh pendapat responden akan telah diterapkannya sistem

pengawasan yang cukup sering dilakukan. Namun, fakta yang ditemukan

menunjukkan bahwa penerapannya rata-rata hanya dilakukan satu kali dalam

setahun.

Inspektorat Kota Jogjakarta telah memiliki pemahaman yang bagus

terhadapat mekanisme pengajuan sanggahan dan banding dalam pengadaan

barang dan jasa. Sebanyak 70% responden menyatakan bahwa mekanisme

tersebut telah diatur dalam perpres 54 Tahun 2010 dengan penanggung jawab

panitia. Keberadaan Perpres 54 tahun 2010 dalam memuat semua unsur

pengawasan pada tahap pembentukan ULP disetujui oleh 60% responden,

sementara sisanya menyatakan bahwa Perpres tersebut masih membutuhkan

unsur-unsur lain berupa PerWal untuk mendukung penerapan Perpres yang lebih

signifikan.

Pemahaman pegawai Inspektorat terkait mekanisme pemutihan bagi

perusahaan yang di blacklist diindikasikan dengan pengetahuan akan syarat-

syaratnya, pihak yang berwenang dalam proses pemutihan, dan durasi waktu

blacklist untuk menjadi putih secara otomatis. Sebagian besar responden

menyatakan bahwa mekanisme pemutihan bagi perusahaan yang di blacklist

diperlukan dengan kewenangan Pemda yang ditunjang dengan syarat-syarat

berupa perbaikan manajemen dan komitmen untuk tidak melakukan pelanggaran

lagi.

Ditinjau dari pendapat responden Inspektorat terkait dengan peran

lembaga masyarakat dalam memantau pengadaan barang dan/atau jasa, hanya

60% responden yang menyatakan setuju dengan peran tersebut sementara sisanya

tidak sepakat dengan alasan akan membuat masalah baru termasuk dengan

ketidaktahuan masyarakat secara lebih luas tentang pengadaan itu sendiri. Di lain

sisi, pegawai yang menyatakan persetujuan mereka bahwa bentuk lembaga

masyarakat yang diinginkan adalah LSM dengan bentuk pengawasan secara aktif

Page 46: Need Assessment Report

46  

termasuk ke media namun tetap didukung oleh sumber pendanaan mandiri. Hal ini

juga mencakup harapan responden Inspektorat terhadap peran lebih lembaga

masyarakat di bidang sosialisasi ke media tentang pelaksanaan pengadaan untuk

memberikan informasi kepada stakeholder lainnya.

Keberadaan e-procurement ditanggapi Inspektorat dengan persetujuan

100% responden akan manfaat berupa kompetisi yang lebih luas bagi calon

vendor barang dan/atau jasa dengan alasan bahwa e-procurement dapat

memberikan akses ke semua calon vendor dengan pelaksanaan yang lebih terbuka

dan kompetisi yang lebih luas. Namun, masih terdapat 30% responden yang

berpendapat bahwa belum terdapat pembagian kerja yang jelas antar lembaga

pengawas di tingkat kabupaten dan propinsi guna menunjang efektifitas dan

efisiensi pemeriksaan. Dari semua responden yang menyatakan ketidakberadaan

pembagian kerja yang jelas ini juga dapat ditarik pendapat bahwa mereka memang

tidak membutuhkan pembagian kerja yang jelas di level tersebut dan cukup

dioptimalkan pada rapat koordinasi pengawas. Lebih banyak dari responden yang

menyatakan ketidakberadaan ini, 70% responden menyatakan bahwa pembagian

kerja sudah ada berupa pembagian lahan dan wewenang kerja. Pembagian kerja

ini sudah berjalan dengan baik dengan konsistensi yang sudah cukup baku.

Lebih lanjut dengan adanya Perpres Nomor 54 Tahun 2010, semua

responden Inspektorat menilai bahwa dengan adanya Perpres tersebut masih

memungkinkan terjadinya rekayasa pemaketan pekerjaan. Hal ini dapat berupa

pemecahan paket pekerjaan dan pemisahan pekerjaan yang mengindikasikan

terjadinya korupsi pada pekerjaan tersebut. Untuk meminimalisir terjadinya

potensi-potensi di atas, 70% responden juga menilai bahwa pengawasan

diperlukan pada saat perekrutan ULP agar tidak memicu terjadinya keberpihakan

pada kepentingan tertentu dengan bentuk pengawasan internal. Namun, rata-rata

responsen tidak mengetahui tentang undang-undang yang mengatur perekrutan

tersebut. Bisa ditambahkan, bahwa 60% responden Inspektorat menyatakan

bahwa Undang-undang No. 17/2003 tentang Bapkerjakad sudah diterapkan secaca

baik, 10% menyatakan belum diterapkan dengan baik, dan sisanya menyatakan

ketidaktahuan mereka akan undang-undang ini.

Page 47: Need Assessment Report

47  

Standarisasi prosedur sanggahan dan banding dinilai perlu dibuat untuk

meningkatkan efisiensi dan efektifitas sanggahan dan banding yang harus

ditanggapi oleh 90% responden. Prosedur ini menurut responden dapat berupa

prosedur yang telah diatur pada Perpres 54 tahun 2010 atau Perwal dan juknis

yang spesifik dengan cukup melalui keputusan kepala daerah oleh sebagian besar.

Poin-poin di atas mendukung, asumsi bahwa regulasi diperlukan untuk

menjamin terciptanya akuntabilitas dan transparansi dalam pengadaan barang

dan/atau jasa berdasarkan tanggapan semua responden Inspektorat dengan tujuan

terciptanya pelaksanaan proses pengadaan yang sesuai dengan aturan. Lebih

lanjut, e-procurement yang relatif masih baru dinilai mampu mendukung

penegakan ode etik melalui pengurangan tatap muka yang dapat mengurangi

konflik serta lingkungan yang lebih kompetitif. Keberadaan e-procurement ini

sampai saat ini masih dinilai belum memberikan dampak yang signifikan bagi

perbaikan pengadaan barang dan/atau jasa karena masih memberikan dampak

yang sama dengan sebelumnya.

4.3.3.2 LPSE

Analisis data untuk Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) lebih

dititkberatkan pada kesiapan lembaga ini dalam pengimplementasi pengadaan

barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil analisis akan memberi jawaban

apakah LPSE telah memahami Perpres Nomor 54 Tahun 2010 berkaitan dengan

proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik atau tidak. Analisis

data didasarkan pada instrumen-instrumen yang digunakan dalam proses

pengumpulan data yaitu:

- Institusi Pengadaan Barang dan atau Jasa (IPBJ)

- Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Barang dan atauJasa (EEPBJ)

- Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik (SAEPKE)

- Peraturan Perundangan Formal (PPF).

Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi

dan kesiapan LPSE dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis

elektronik.

Page 48: Need Assessment Report

48  

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std.

Deviation

IPBJ 10 4,50 5,00 4,7750 ,17480

EEPBJ 10 3,60 5,00 4,4000 ,41096

SAEPKE 10 4,00 4,75 4,6000 ,31623

PPF 10 4,00 5,00 4,1333 ,32203

Valid N (listwise) 10

Dari kuesioner tertutup yang digunakan dalam melihat pemahaman

responden LPSE terhadap kesiapan institusi ini dalam menghubungkan antara

Pemda dengan calon vendor, tabel di atas mengungkapkan bahwa responden

LPSE sudah sangat paham akan peran yang diemban oleh institusinya, termasuk

dukungan institusi ini terhadap efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan/atau

jasa.

Kuesioner tertutup ini juga didukung oleh wawancara langsung dengan

responden yang bersangkutan, dari hasil wawancara tersebut dapat dipahami

dalam mendukung proses pengadaan barang dan jasa secara elektronik, semua

responden dari LPSE sepakat bahwa pengelolaan sistem dan server merupakan

bentuk usaha dalam melakukan pengelolaan data statistik tentang pengadaan

barang dan/atau jasa publik yang yang juga diiringi dengan perbaikan sistem di

pusat dengan merujuk kepada Perpres Nomor 54 Tahun 2010 oleh LKPP dengan

masukan LPSE. LPSE juga mengadakan pelatihan penggunaan Sistem Pengadaan

Secara Elektronik (SPSE) bagi ULP. Menurut sebagian besar responden LPSE,

materi pelatihan yang diberikan hendaknya berupa aplikasi SPSE yang terdiri cara

membuat paket pengadaan serta sinkronisasi Perpres 54 tahun 2010 dengan e-

procurement dengan waktu di awal tahun lelang. Lebih lanjut responden LPSE

juga menyatakan bahwa LPSE juga menyatakan pelatihan bagi vendor barang

dan/atau jasa publik bagi 16 vendor sebanyak 10 kali dalam setahun dengan

materi aplikasi LPSE untuk durasi waktu waktu 1-2 hari. Di samping itu, untuk

pelatihan bagi masyarakat umum, sebagian besar responden LPSE berpendapat

Page 49: Need Assessment Report

49  

bahwa LPSE tidak melakukan pelatihan dan masih terpusat kepada sosialisasi

saja. Untuk menjamin keandalan sistem lelang elektronik, hampir semua

responden berpendapat bahwa pengendalian kualitas sistem diserahkan kepada

LKPP dan LPSE hanya melakukan pengawasan terhadap server-server yang ada.

Terkait kinerja staf, hanya 50% responden yang menyatakan bahwa LPSE

melakukan evaluasi triwalanan oleh sebagian, bulanan menurut yang lain, juga

dwimingguan berdasarkan pendapat sisanya. Sementara 50% sisanya menyatakan

tidak ada bentuk evaluasi karena evaluasi ada di level Dolbang. Dengan bentuk

evaluasi tersebut, pendapat responden LPSE juga bermacam-macam mengenai

sistem reward dan punishment atas evaluasi tersebut.

Sebanyak 80% responden LPSE berpendapat bahwa dokumen lelang

merupakan hal yang dirahasiakan oleh LPSE dengan server yang disimpan di

tempat aman dan hanya bisa diakses oleh pihak-pihak yang telah diberi hak akses.

Sementara sisanya berpendapat dokumen lelang bukan merupakan kewenangan

LPSE. Penjagaan dokumen lelang ini merupakan bentuk tanggung jawab LPSE

terhadap data yang dimiliki dengan tidak adanya kehilangan data menurut

responden. Penjagaan ini dilakukan dengan melakukan back up atas data yang

dimiliki. Dokumen lelang pengadaan barang dan/atau jasa publik yang telah

selesai diproses menurut sebagian responden dihapus setelah 5-10 tahun menurut

sebagian responden dan tidak dihapus menurut sebagian yang lain karena masih

dibutuhkan untuk mekanisme audit. Di samping itu, LPSE juga pernah mengalami

kerusakan SPSE berupa file yang tidak terbaca dan adanya bugs menurut +- 65%

responden. Kerusakan ini diperbaiki dengan melakukan penanganan awal oleh tim

teknologi informasi LPSE dan dilaporkan ke LKPP. Berbagai bentuk

pengendalian ini dipandang sebagai usaha LPSE dalam penanggulangan untuk

menjamin keselamatan data lelang dari kerusakan sistem oleh sebagian besar

responden.

Responden LPSE perlu untuk diaudit untuk menjamin transparansi dan

akuntabilitas menurut sebagian besar responden dengan mekanisme yang dimiliki

Inspektorat dengan hasil berupa laporan yang dapat dievaluasi. Sementara sisanya

menyatakan audit terhadap LPSE merupakan tanggung jawab dalbang. Hasil audit

Page 50: Need Assessment Report

50  

ini perlu untuk ditindaklanjuti melalui mekanisme Inspektorat atau audit menurut

pendapat lain.

Prosedur Operasi Standar penggunaan SPSE dimiliki oleh LPSE berupa

Standar Operasional Prosedur (SOP) menurut semua responden. Pelaksanaan SOP

ini sesuai dengan Peraturan Walikota (PerWal). SOP yang dimiliki oleh LPSE

juga dilengkapi dengan adanya kode etik berupa kode etik yang ada di ULP,

peraturan PNS, serta PerWal dengan pelaksanaan yang masih biasa saja menurut

sebagian responden namun sudah berjalan baik menurut sebagian yang lain.

Pemahaman responden LPSE terkait prinsip-prinsip pengadaan barang

dan/atau jasa ditunjukkan oleh semua responden. Dengan tingkat pemahaman

yang berbeda-beda yang ditunjukkan oleh jawaban atas prinsip-prinsip tersebut.

Begitu pula pemahaman akan peraturan perundangan yang terkait dengan

pengadaan barang dan/atau jasa. Responden menyatakan bahwa peraturan tersebut

terdiri Perpres 54 tahun 2010 UU ITE, Inpres pemberantasan korupsi, dan

PerWal. Pemahaman perundangan ini juga diikuti dengan pemahaman pengadaan

Barang dan/atau jasa publik yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

4.3.3.2 ULP

Analisis data untuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) difokuskan kepada

instrumen-instrumen berikut:

- Keefektifan pengadaan (KP)

- Eksistensi Pengembangan (EP)

- Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol (SAKK)

- Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding (EMSB)

- Akses Informasi (AI)

- Kode Etik (KE)

- Partisipasi Publik (PP)

Instrumen-instrumen di atas diuji digambarkan secara lebih spesifik

melalui statistik deskriptif berikut:

Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std.

Page 51: Need Assessment Report

51  

Deviation KP 10 1,67 5,00 3,4000 ,79814 EP 10 1,67 5,00 3,8333 ,83517 SAKK 10 1,00 4,50 3,6750 ,97930 EMSB 10 1,90 4,20 3,1800 ,60332 AI 10 2,14 4,57 3,6572 ,67409 KE 10 1,63 4,13 3,3625 ,71310 PP 10 1,83 4,50 3,5000 ,72437 Valid N (listwise) 10

ULP Kota Jogjakarta sebagai fasilitator pengadaan Pemda cenderung tidak

sebagus LPSE dalam indikator-indikator yang diukur di atas. Dengan rata-rata +-

3,5, kesiapan ULP Kota Jogjakarta untuk keefektifan pengadaan, keberadaan

pengembangan pengadaan, dan indikator-indikator lainnya di atas masih harus

menjadi perhatian Pemda untuk mendukung terciptnya sistem pengadaan yang

dapat memberikan nilai tambah ke semua pihak yang berhubungan.

Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kota Jogjakarta menganggap bahwa

Perpres Nomor 54 Tahun 2010 sudah memadai untuk mencakup pengadaan

barang dan/atau jasa publik. Pemahaman semua responden ULP ini sejalan

dengan pengetahuan mereka mengenai prinsip-prinsip pengadaan barang dan/atau

jasa publik, peraturan terkait dengan pengadaan tersebut, pemahaman akan

mekanisme pengadaan barang dan/atau jasa publik sesuai dengan peraturan yang

berlaku serta pemahaman akan keharusan untuk mengikuti aturan-aturn

pengadaan tersebut dalam pelaksanaannya. Akan tetapi, hanya 40% dari

responden yang mengetahui adanya peraturan-peraturan lain yang mengatur hal

tersebut. Lebih spesifik, hanya 20% responden yang menyatakan bahwa peraturan

perundangan harus mengakomodasi prinsip-prinsip standar pengadaan barang

dan/atau jasa secara internasional.

Instrumen penelitian ini juga menguji pengetahuan responden tentang

pakta integritas dengan hasil yang mengarah kepada pemahaman semua

responden akan pakta integritas. Namun, hanya 20% responden penelitian ini

yang pernah ikut untuk menandatanganinya. Hal ini sejalan dengan pemahaman

mereka akan konsekuensi yang akan didapat dengan penandatanganan pakta

Page 52: Need Assessment Report

52  

tersebut. Selanjutnya, mayoritas responden belum mengetahui adanya evaluasi

pemerintah atas pakta tersebut.

Penelitian ini juga mengungkap bahwa responden ULP sudah memahami

tupoksi dan bekerja sesuai dengan tupoksi masing-masing. Namun, hanya 40%

responden yang telah memiliki sertifikat pengadaan barang dan/atau jasa seperti

L2. Namun, semua responden sepakat bahwa sertifikasi dapat mendukung

terciptanya proses pengadaan barang dan/atau jasa menjadi lebih efisien. Hal ini

berbeda dengan apa yang mereka rasakan di lapangan bahwa semua responden

sepakat bahwa tidak ada program pengembangan kapasistas staf terkait pengadaan

barang dan/atau jasa publik padahal mereka memahami bahwa lama waktu

menjadi ukuran efisiensi pekerjaan mereka.

E-proqurement disepakati oleh semua responden dapat mendorong

efisiensi pengadaan barang dan/atau jasa publik. Hal ini didukung oleh pendapat

mereka yang menyatakan bahwa keterlibatan pihak-pihak lain berpengaruh

terhadap efisiensi tersebut. Dan sejauh ini, hanya sebagian kecil responden yang

pernah mendapatkan sanggahan dan tidak ada yang pernah mendapatkan banding.

4.3.3.4 LSM

Peran LSM di Kota Jogjakarta untuk pengadaan barang dan/atau jasa

pemerintah dilatarbelakangi oleh kebutuhan partisipasi masyarkat yang tinggi

terhadap proses yang ada. Tingginya partisipasi yang ditunjukkan dengan nilai

rata-rata 4,46 untuk saat ini telah didukung oleh pemahaman pengawasan e-

procurement dan strateginya, koordinasi antar LSM, dan independensi LSM yang

memiliki nilai-rata-rata 4 yang menunjukkan adanya kecenderungan yang bagus

akan peran yang akan dilakukan oleh LSM di Jogjakarta. Di lain sisi, LSM di

Jogjakarta masih merasa bahwa payung hukum yang melindungi LSM belum

mampu mengakomodasi pera-peran di atas secara maksimal. Tabel berikut,

merangkum analisis atas LSM yang terdiri dari instrumen-instrumen:

- Pemahaman Mekanisme Pengawasan E-procurement (PMPE)

- Peraturan perundangan yang melindungi LSM (PPML)

- Strategi Pengawasan (SP)

- Koordinasi LSM (KL)

Page 53: Need Assessment Report

53  

- Independensi LSM (IL)

- Partisipasi Masyarakat (PM)

Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std.

Deviation PMPE 10 3,30 4,80 3,8900 ,45814 PPML 10 2,50 4,00 3,2834 ,45846 SP 10 3,57 4,71 3,9429 ,37010 KL 10 3,50 5,00 4,2667 ,49814 IL 10 3,56 4,89 4,1333 ,36212 PM 10 3,82 5,00 4,4636 ,39383 Valid N (listwise) 10

Pemahaman Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terkait Perpres Nomor

54 Tahun 2010 masih sangat terbatas kepada pemahaman secara garis besar

dengan persentase hanya 50%. Jawaban responden LSM atas pertanyaan cakupan

Perpres ini terbatas kepada proses pengadaan, vendor, proses tender, bidding,

bersih dari KKN, dan pengadaan yang bisa dilihat dari internet.

LSM sebagai lembaga pengawas secara umum menginginkan pelatihan

sistem kontrol e-proqurement, SOP, aspek hukum, aplikasi, stakeholder, serta

gambaran secara gamblang atas e-proqurement itu sendiri jika ditawarkan untuk

mengikuti pelatihan pengawasan e-proqurement. Bahkan, semua responden LSM

bersedia untuk mengikuti pelatihan ini.

LSM sebagai lembaga pengawas telah menggunakan prosedur dalam

melakukan pengawasan e-proqurement yang mencakup pemastian kelengkapan

dokumen, verifikasi, penentuan pelaksana, perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi. Lebih spesifik, lembaga pengawas melakukan fungsi-fungsi berikut

dalam menjalankan fungsinya:

1. Perencanaan

2. Prakualifikasi anggaran

3. Penyusunan dokumen lelang

4. Pengumuman lelang

5. Penyerahan dan pembukuan penawaran

Page 54: Need Assessment Report

54  

6. Evaluasi penawaran

7. Pengumuman pemenang

8. Sanggahan peserta lelang

9. Penandatangan kontrak

10. Penyerahan barang dan atau jasa publik

11. Evaluasi laporan.

Namun, rata-rata responden hanya fokus kepada perencanaan, evaluasi

penawaran, pengumuman pemenang, dan evaluasi laporan dari fungsi-fungsi di

atas.

Selanjutnya, sebanyak 70% LSM di Kota Jogjakarta sudah mempunyai

rencana yang berjalan efektif dan terdokumentasi dalam melakukan pengawasan

e-proqurement. Dokumentasi ini dapat berupa foto dan file-file yang minimal

berbentuk soft copy.

Komunikasi antara LSM dengan objek yang diawasi sudah berjalan efektif

dalam pandangan responden. Keefektifan komunikasi ini juga terjadi

antarlembaga pengawas, namun komunikasi ini tidak terjadi antara LSM yang

memiliki fokus yang berbeda. Komunikasi yang kurang berjalan tidak efektif

terjadi antara LSM dengan pemerintah bahkan sangat jarang terjadi dengan pihak

berwajib. Berhubungan dengan internal LSM sendiri, semua responden

berpendapat bahwa personel yang diterjunkan ke lapangan telah menjalin

komunikasi yang efektif dengan lembaga pengawasan.

Di balik fungsi-fungsi yang harus dijalankan, kebutuhan untuk tetap

independen terhadap objek pengawasan sudah dipenuhi oleh LSM dalam

pandangan hampir semua responden. Namun, beberapa responden masih

berpendapat bahwa independensi ini belum diwujudkan pada perjanjian antara

kedua belah pihak dalam bentuk komitmen bersama.

Dalam mengoptimalkan perannya, lembaga masyarakat diharapkan

menggunakan cara-cara berikut guna memantau proses pengadaan barang

dan/atau jasa:

1. Diberi akses utama, masalah transparansi dan akuntabilitas.

2. Mengoptimalkan fungsi pengawsan masyawarakat.

Page 55: Need Assessment Report

55  

3. Masyaraat harus paham pengadaan barang dari awal sampai akhir.

4. Ikut terlibat langsung dan paham.

5. Penguatan jaringan antara NGO, koordinasi rutin, dan perlu pelembagaan.

6. Peningkatan SDM.

4.3.3.5 Vendor

Pemahaman Vendor di Kota Jogjakarta terkait e-procurement cukup baik

yang ditunjukkan oleh komentar yang diberikan terhadap berbagai instrumen di

atas dengan nilai rata-rata +- 4. Pemahaman yang didukung oleh nilai maksimal

untuk pemahaman hukum tentang e-procurement yang diikuti oleh pendapat

bahwa e-procurement dapat menunjang etika pengadaan, keterbukaan informasi,

dan paningkatan partisipasi publik menunjukkan persetujuan terhadap penerapan

e-procurement di kota ini. Namun, sebagian besar vendor masih merasa bahwa e-

procurement belum mampu menjadi resolusi atas berbagai konflik pengadaan

barang dan/atau jasa yang selama ini terjadi dengan nilai sebesar 3,15.

Pengukuran yang merujuk kepada instrumen-instrumen di bawah

menggambarkan pendapat responden terhadap e-procurement.

- Pemahaman Legal (PL)

- Resolusi Konflik (RK)

- Etika Pengadaan (EP)

- Keterbukaan Informasi (KI)

- Kesempatan UMKM & Koperasi (KUK)

- Keterbukaan Proses Pengadaan (KPP)

- Partisipasi (P)

Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std.

Deviation PL 10 5,00 5,00 5,0000 ,00000 RK 10 1,00 5,00 3,1500 1,00139 EP 10 3,20 5,00 4,1200 ,55136 KI 10 3,67 5,00 4,2667 ,34425 KUK 10 2,75 4,00 3,4500 ,30732

Page 56: Need Assessment Report

56  

KPP 10 3,00 4,33 3,6333 ,33147 P 10 3,00 5,00 4,0429 ,64960 Valid N (listwise) 10

Sebagai penyedia barang dan/atau jasa, vendor di Kota Jogjakarta setuju

dengan kebutuhan pemahaman akan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 untuk

menunjang proses yang akan dilakukan dalam proses pengadaan. Pemahaman ini

juga didukung oleh pemahaman akan peraturan perpajakan.

Bagi perusahaan yang gagal memenuhi kewajibannya dalam proses

pegadaan barang dan/atau jasa, semua responden vendor juga sepakat atas

pemberian sanksi berupa teguran, tidak diizinkan untuk mengikuti lelang, bahsan

sampai kepada menjadikan hal ini sebagai kasus perdata/perdana agar tidak terjadi

lagi dan tidak berampak sistemik kepada proses yang lain. Menurut 40%

responden menyatakan bahwa perusahaan yang gagal memenuhi kewajiban dalam

pengadaan barang dan/atau jasa publik perlu mengadakan negosiasi baru dengan

panitia pengadaan karena menghindari blacklist dan pergantian. Bentuk negosiasi

yang ditawarkan berupa negosiasi kekeluargaan dulu yang diikuti dengan

perjanjian bermaterai. Menanggapi hal ini, sisa responden tidak sepakat dengan

negosiasi baru karena dinilai tidak fair dan mekanismenya telah diatur dalam

kontrak. Sementara, mengenai keperluan blacklist bagi perusahaan yang gagal

semua responden vendor menyatakan setuju karena dapat merugikan negara dan

memberikan efek jera. Blacklist ini dapat diterapkan dengan melarang vendor

melakukan pendaftaran selama satu sampai dua tahun. Lebih lanjut, sebanyak

80% vendor sepakat dengan tidak adanya mekanisme pencabutan blacklist untuk

memperbaiki citra perusahaan dengan alasan panitia harus fair dalam melakukan

proses pengadaan barang dan jasa. Hal ini sejalan dengan tidak diperlukannya

dilakukan pemutihan secara otomatis untuk perusahaan-perusahaan yang di

blacklist dengan tujuan untuk menimbulkan efek jera dan rasa tanggung jawab

oleh perusahaan.

Dari survey yang dilakukan terhadap vendor ini juga teridentifikasi bahwa

pengumuman barang dan/atau jasa dari suatu instansi pemerintah diketahui dari

koran, internet, dan LPSE. Di antara berbagai media ini, koran dan intenet dinilai

Page 57: Need Assessment Report

57  

sebagai media yang paling mudah diakses dan internet sebagai media yang paling

cepat untuk diakses.

Pakta integritas sudah dipahami oleh semua responden dengan pernyataan

bahwa pakta ini dapat menjamin terlaksananya pengadaan barang dan/atau jasa

yang adil dan beretika dan dapat mengurangi konflik kepentingan di antara

penyelenggara pengadaan barang dan/atau jasa publik. Hal ini juga dilanjutkan

dengan pendapat responden bahwa setiap pelanggaran dalam pengadaan barang

dan/atau jasa publik perlu dibuat laporan pelanggarannya dengan tujuan untuk

evaluasi dan pencegahan. Laporan yang telah dibuat, menurut responden

diserahkan kepada panitia, pengawas pengadaan, dan BPKP menurut sebagian

yang lain.

Responden juga berpendapat bahwa Pemda telah mengumumkan rencana

pengadaan barang dan/atau jasa publik setiap tahunnya. Pengumuman ini dinilai

sejalan dengan Perpres 54 tahun 2010 yang juga memberi akses kepada vendor

kecil untuk berpartisipasi dalam pengadaan barang dan/atau jasa publik dengan

indikator peningkatan jumlah vendor yang mengikutinya.

Perpres 54 Tahun 2010 dirasa sudah tidak menimbulkan potensi

pemecahan/pemaketan pengadaan barang dan/atau jasa lagi oleh sebagian besar

responden karena sudah ada Daftar Usulan Proyek (DUP) yang tidak boleh

dipecah. Selanjutnya, proses pengumuman penentuan pemenang pengadaan

barang dan/atau jasa publik dirasa memerlukan informasi tentang alasan gugurnya

vendor yang tidak terpilih. Alasan responden menyatakan hal ini dengan tujuan

untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing dan terciptanya

keterbukaan informasi. Hal ini akan menunjang pendapat vendor bahwa

diperlukan kecakapan khusus dalam mengikuti yang hendakanya juga diiringi

dengan pelatihan khusus. Kecapakan ini oleh semua responden vendor juga harux

dibuktikan dengan surat pernyataan tentang kemampuan melaksanakan pekerjaan

untuk mengikuti proses pengadaan barang dan/atau jasa publik yang ditawarkan.

Untuk peran asosiasi pengusaha dalam pengadaan barang dan jasa,

responden menyatakan bahwa peran yang harus ditonjolkan adalah peran

pembinaan dan pemberian informasi kepada vendor serta berbagai pelatihan untuk

Page 58: Need Assessment Report

58  

mendukung kecakapan vendor yang juga terdiri dari vendor baru yang siap

berkompetisi dengan vendor lama. Advokasi vendor oleh asosiasi dinilai tidak

perlu oleh sebagian besar responden karena masing-masing vendor telah memiliki

kuasa hukum sendiri.

4.4 SURABAYA

4.4.1 Demografi Responden

Penggambaran demografi responden merupakan hal penting dalam riset.

Gambaran latar belakang responden diharapkan dapat menunjukkan bahwa

responden dalam riset ini telah mewakili fenomena populasi dari kondisi

sesungguhnya yang diharapkan terwakili dalam riset ini. Jumlah responden dalam

need assestment ini berjumlah 50 responden, terbagi atas lima stakeholder yaitu:

Inspektorat, Vendor, LPSE, ULP dan LSM (setiap stakeholder diwakili oleh 10

responden). Informasi yang lebih lengkap mengenai karakteristik responden

dalam riset ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:

Responden: - Inspektorat - Vendor - LPSE - ULP - LSM

10 10 10 10 10

20% 20%20%20%20%

Jumlah Responden 50 100% Bidang Tugas INSPEKTORAT

- Inspektorat - Auditor

3 7

30%70%

Jumlah 10

100%

VENDOR

- Pengusaha

10 100%

Jumlah 10 LPSE

- LPSE - Helpdesk - Verifikator - Developer

4 1 3 2

40%10%30%20%

Jumlah 10 ULP

- Panitia lelang

2 20%

Page 59: Need Assessment Report

59  

- Administrator - ULP

3 5

30%50%

Jumlah 10 100% LSM

- Lapesdam - LSM

6 4

60%40%

Jumlah 10 100% Demografi (total responden) Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan

32 18

64%36%

Jumlah 50 100%

Dari gambaran demografi responden dapat dikatakan bahwa responden

dari setiap stakeholder terlihat beragam dari bidang tugas masing-masing, hal ini

sesuai dengan harapan peneliti bahwa ada keragaman responden sehingga dapat

mencirikan kondisi masing-masing stakeholder.

4.4.2. Kualitas Pengukuran

Suatu riset memiliki hasil yang dapat dipertanggungjawaban jika dalam

proses pengumpulan data dilakukan dengan benar serta instrumen yang digunakan

dalam riset benar-benar dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.

Pengembangan instrumen yang digunakan dalam riset ini didasarkan pada 4 pilar

e-procurement dari OECD (lihat Bab III).

Validitas dan reliabilitas instrumen merupakan poin penting dalam suatu

riset. Instruemen yang valid dan reliable memberikan jaminan bahwa setiap

variabel yang diujikan telah meggunakan pengukuran yang tepat. Validitas

menunjukkan sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam

melakukan fungsi ukurnya atau dengan kata lain validitas menunjukkan seberapa

nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan

reliabilitas merupakan suatu pengukur yang menunjukkan stabilitas dan

konsistensi pengukurannya. Suatu pengukur dikatakan reliable jika dapat

dipercaya yaitu mengukur subjek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda.

Berikut ini akan dipaparkan hasil pengujian setiap instrumen (alat ukur)

dari setiap stakeholder yang diteliti:

Nama Instrumen dari setiap Stakeholder Reliabilitas Validitas

Page 60: Need Assessment Report

60  

Cronbach Alpha

Component Analysis

Inspektorat: - Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif - Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding - Degree of Accsess to Information - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi - Partisipasi Masyarakat

0,999 0,998 0,654 0,320 0,717

0,796 0,637 0,714 0,757 0,994

Vendor: - Pemahaman Legal - Resolusi Konflik - Etika Pengadaan - Keterbukaan Informasi - Kesempatan UMKM & Koperasi - Keterbukaan Proses Pengadaan - Partisipasi

0,000 0,898 0,779 0,659 0,667 0,761 0,754

0,567 0,794 0,950 0,802 0,644 0,897 0,410

Lanjutan tabel 2 ULP: - Keefektifan Pengadaan - Eksistensi Pengembangan - Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol - Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding - Akses Informasi - Kode Etik dan Ukuran anti korupsi - Partisipasi Publik

0,270 0,912 0,939 0,825 0,711 0,829 0,794

0,797 0,780 0,780 0,792 0,815 0,881 0,833

LPSE: - Institusi Pengadaan Barang/Jasa - Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Brg/Jasa - Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik - Peraturan Perundangan Formal

0,736 0,229 0,852 0,893

0,914 0,806 0,697 0,920

LSM: - Pemahaman Mekanisme Pengawasan e-procurement - Peraturan perundangan yang melindungi LSM - Strategi Pengawasan - Koordinasi LSM - Independensi LSM - Partisipasi Masyarakat

0,940 0,901 0,705 0,852 0,648 0,799

0,875 0,711 0,608 0,632 0,845 0,761

Sumber: Data dianalisis

Hasil pengujian item instrumen dari semua instrumen yang digunakan

untuk semua stakehoder menunjukkan bahwa semua instrumen adalah valid dan

reliable karena sebagian besar angka pengujian telah berada di atas nilai 0,60

kecuali instrumen partisipasi dan pemahaman legal (Vendor) yang memiliki

angka di bawah 0,60, namun secara keseluruhan instrumen-instrumen yg

digunakan untuk mengukur need assesment Vendor adalah akurat sehingga tetap

Page 61: Need Assessment Report

61  

dapat digunakan dalam proses analisis data berikutnya, namun untuk riset

mendatang sebaiknya instrumen ini diperbaiki sebelum digunakan.

4.4.3 Analisis Data dan Pembahasan

Analisis data akan dilakukan untuk masing-masing stakeholder, tujuannya

adalah untuk mendapatkan masukan yang lebih akurat berkaitan dengan

hambatan, kekuatan serta kebutuhan dari masing-masing stakeholder.

4.4.3.1 Inspektorat

Tabel 4.4.1

Rata – rata Data Inspektorat Per Variabel

No Variabel Rata – rata

1 Sistem Audit Dan Pengendalian Yang Efektif 3,89

2 Effisiensi Mekanisme Sanggahan Dan Banding 3,75

3 Degree Of Accsess To Information 3,88 4 Kode Etik Dan Ukuran Anti Korupsi 3,87 5 Partisipasi Masyarakat 4,21

Sumber : kuisioner diolah

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa responden inspektorat kota

Surabaya setuju faktor – faktor yang ada telah menunjang sistem audit dan

pengendalian yang efektif, mekanisme sanggahan dan banding yang efisien,

aksesibilitas informasi yang mencukupi, kode etik yang baik juga anti korupsi,

serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata –

rata yang berkisar antara 3,75 hingga 4,21.

Berikut pembahasan untuk maisng - masing variabel Inspektorat.

a. Sistem audit dan pengendalian yang efektif

Peraturan – peraturan tentang sistem pengendalian internal sudah

ada di Inspektorat. Peraturan yang ada antara lain Mendiknas RI No 16

tahun 2009 tentang satuan intern di lingkungan Depdiknas, Perpres 54

tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, dan Peraturan

pemerintah RI nomer 6 tahun 2006. Hambatannya antara lain belum ada

Page 62: Need Assessment Report

62  

dukungan dari institusi internal, implementasinya peraturan yang dibuat

sifatnya masih umum sedangkan keputusan Mentri Pendidikan tidak

semua dapat diimplementasikan. Solusi untuk adanya hambatan dengan

jalan memperbaiki kondisi internal karena tidak dipungkiri harus ada

dukungan peraturan/ petunjuk internal institusi. Masih perlu dibuatkan

kelengkapan aturan – aturan pengendalian internal untuk mengatasi

hambatan tersebut. Saran yang diberikan responden adalah perlu adanya

SOP untuk pengendalian internal.

Komitmen pimpinan dibutuhkan dalam mengatasi masalah

korupsi, komitmen dibutuhkan karena agar tercipta good governance salah

satunya dengan transparansi dan akuntabilitas. Mekanisme audit internal

yang memadai dapt mencegah korupsi dalam pengawasan pengadaan

barang dan atau jasa dengan jalan melakukan audit internal secara berkala

dan efektif. Sistem penghargaan dan sanksi yang jelas dapat meningkatkan

kinerja pengawasan dalam pengadaan barang dan atau jasa. Bentuk

sistemnya adanya insentif dalam bentuk tambahan honor untuk

penghargaan sedangkan untuk sanksi dalam bentuk teguran, surat

peringatan, denda,dll. Pengawasan internal perlu dilakukan sesering

mungkin untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi dalam pengadaan

barang dan jasa. Pengawasan internal sebaiknya dilakukan 3-4 kali dalam

satu tahun.

Segala bentuk temuan audit perlu ditindaklanjuti. Bentuk tindak

lanjutnya dengan melakukan pemeriksaan lebih mendalam bisa berupa

audit investigasi, forensic, dan lain sebagainya. Penanganan setiap temuan

berbeda – beda antara lain dapat melibatkan pemeriksa eksternal dengan

pembentukan SOP terlebih dahulu. Hingga saat ini, belum ada standar

yang dapat digunakan.

b. Efisiensi mekanisme sanggahan dan banding

Keseluruhan responden menjawab ada mekanisme pengajuan

sanggahan dan banding. Caranya dengan melakukan pelaporan kepada

pejabat yang berwenang. Panitia pengadaan yang bertanggungjawab dalam

Page 63: Need Assessment Report

63  

menjawab setiap sanggahan yang disampaikan. Keseluruhan responden

mengatakan bahwa diperlukan suatu mekanisme yang baku berkaitan

dengan mekanisme sanggahan dan banding yang diajukan.

Mekanisme pemutihan bagi perusahaan yang pernah di blacklist

diperlukan salah satunya digunakan memperbaiki citra perusahaan yang di

blacklist. Syarat yang ditentukan agar perusahaan yang di blacklist dapat

diputihkan adalah sudah melewati masa sanksi, membuat surat pernyataan

untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama, atau bisa membuktikan

bahwa perusahaan tersebut tidak salah. Proses pemutihan dilakukan oleh

pejabat pembuat komitmen, pimpinan, organisasi yang menaungi, dan

sebagainya. Minimal 1 (satu) tahun lama durasi waktu yang dibutuhkan

untuk perusahaan yang di blacklist menjadi putih. Menurut responden

standar prosedur sanggahan dan banding diperlukan untuk meningkatkan

efiesnsi dan efektifitas sanggahan dan banding yang harus ditanggapi.

Prosedur sanggahan dibuat sederhana. Penerapan e – procurement dapat

mengurangi jumlah sanggahan dan banding berkaitan dengan proses

pengadaan barang dan atau jasa karena dalam prosesnya dapat dilihat

secara transparan.

c. Akses informasi yang mencukupi

Akses informasi telah mencukupi dari isnpektorat.

d. Kode etik dan ukuran anti korupsi

Perpres No 54 tahun 2010 menurut responden belum memuat

semua unsur pengawasan pada tahap pembentukan ULP karena masih

perlu menambahkan pakta integritas untuk independensi panitia

pengadaan.

Pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik memungkinkan

terjadinya kompetisi yang lebih luas bagi calon penyedia barang dan atau

jasa. Bentuk kompetisinya adalah adanya klasifikasi calon pemenang dan

jasa, paling tidak semua bisa memungkinkan untuk diseleksi. Sudah ada

pembagian kerja yang jelas antarlembaga pengawas dalam pengawasan

pengadaan barang dan atau jasa yang dapt menunjang efektifitas dan

Page 64: Need Assessment Report

64  

efisiensi pemeriksaan. Bentuk pembagian kerjanya masing – masing

lembaga memiliki bentuk yang berbeda dan selama ini telah berjalan

dengan baik juga terdapat konsistensi aturan di tingkat kabupaten dan

propinsi.

Sistem penghargaan dan sanksi diperlukan untuk meningkatkan

kinerja audit pengadaan barang dan atau jasa. Sistem penghargaan yang

diinginkan adalah sistem ini berlaku untuk semua yang berminat

meningkatjkan kualitas diri, tidak harus yang berprestasi. Bentuk

penghargaan yang diinginkan mendapatkan sertifikat pegawai teladan,

mendapatkan fasilitas kerja yang lebih baik, pelatihan yang lebih tinggi,

dan mendapatkan insentif yang cukup. Sedangkan untuk sanksi, sistem

sanksi yang diinginkan yaitu sanksi diberikan berdasarkan tingkat

kesalahannya. Bentuk sanksi tersebut antara lain teguran, mutasi,

pemotongan honor, penundaan kenaikan pangkat, dll.

Setelah berlakunya Perpres No 54 tahun 2010 , PP No 29/2000, PP

no 8/2006, dll masih dimungkinkan rekayasa pemaketan pekerjaan.

Menurut responden regulasi dibutuhkan untuk menjamin terciptanya

akuntabilitas dan transparansi dalam pengadaan barang dan atau jasa.

Regulasi dibutuhkan untuk persaingan yang sehat dalam proses pengadaan

dan tidak ada KKN. E – procurement mendukung penegakan kode etik

dalam pengadaan. Bentuj dukungannya dengan mengarahkan semua

proses lelang dengan E – procurement. Kode etik dibutuhkan dalam

pengadaan barang dan atau jasa. Bentuknya sepeti pembentukan dewan

pengawas independen, SOP yang lebih ideal, dan kegiatan yang lebih

transparan.

e. Partisipasi masyarakat

Sudah tersedia lembaga – lembaga yang dapat digunakan

masyarakat untuk melaporkan berbagai indikasi korupsi dalam pengadaan

barang dan atau jasa. Lembaga tersebut antara lain kepolisian, inspektorat,

Bawasda, dll. Mekanisme pelaporannya sesuai dengan prosedur pelaporan

yang berlaku di masing – masing lembaga. Ada jaminan hukum bagi

Page 65: Need Assessment Report

65  

anggota masyarakat yang melaporkan indikasi korupsi dalam pengadaan

barang dan atau jasa.

Pentingnya lembaga – lembaga masyarakat untuk memantau

pengadaan barang dan atau jasa. Bentuk lembaga yang dibutuhkan adalah

lemmbaga independen yang tidak melibatkan komponen – komponen

pemilik pekerjaan dan instansi pemerintah. Bentuk pengawasannya dengan

membuka proses seleksi agar lebih transparan. Sumber pendanaannya

dambil dari nilai tertentu dari komponen biaya lelang tanpa melalui panitia

dari pemilik pekerjaan. Bentuk pertanggungjawababbya harus ada lapoan

yang menyatakan bahwa lembaga tersebut mengawasi pengorbanan.

Cara yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan lembaga –

lembaga masayarakat guna memantau pengadaan barang dan atau jasa

yakni revitalisasi yang sudah ada, menjahit partisipasi, mengoptimalkan

fungsi penawaran, panitia lelalng dan PU tidak perlu terlibat dalam proses

administratif.

4.4.3.2. LPSE

Tabel 4.4.2

Rata – rata Data LPSE Per Variabel

No Variabel Rata – rata

1 Institusi Pengadaan Barang/Jasa 4,42 2 Effisiensi & Effektifitas Pengadaan

Barang/Jasa 4,4 3 Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian

& Kode Etik 4,47 4 Peraturan Perundangan Formal 4,87

Sumber : kuisioner diolah

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa responden LPSE untuk kota

Surabaya setuju faktor – faktor yang ada dapat menunjang pengembangan institusi

pengadaan, peningkatan efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan atau jasa,

Page 66: Need Assessment Report

66  

Sistem audit yang didukung pengendalian juga kode etik yang efektif, serta

peraturan perundangan formal yang mendukung. Hal ini diindikasikan dengan

nilai rata – rata yang berkisar antara 4,42 hingga 4,87.

Penjelasan untuk masing – masing variabel sebagai berikut.

a. Institusi pengadaan barang dan atau jasa

Responden yang setuju bahwa pelayanan pengadaan secara

elektronik memfasilitasi ULP untuk menyediakan informasi pengadaan

sebesar 100%. Bentuk fasilitasnya antara lain sistem aplikasi kepada

LPSE, berita dan artikel di website, prosedur LPSE, daftar pengadaan,

atribut pekerjaan, dll. Menurut data yang ada 100% responden setuju

bahwa LPSE melakukan pengelolaan data statistic tentang pengadaan

barang dan atau jasa publik. Selama ini sudah ada sistem pengelolaan data,

data yang ada direkap dan diolah dalam bentuk tabel atupun grafik serta

base disimpan di LPSE.

Menurut responden yang diwawancarai 100% mengatakan iya

bahwa LPSE telah melakukan perbaikan sistem pengadaan secara

elektronik untuk meningkatkan pelayanan pengadaan barang dan atau jasa.

Proses perbaikannya antara lain adalah melaporkan kerusakan sistem ke

LKPP dan LKPP yang memperbaiki sistem tersebut. LPSE melakukan

pelatihan penggunaan sistem pengadaan secara elektronik bagi ULP, yang

dibuktikan dengan 90% responden mengatakan iya. Bentuk pelatihan yang

pernah dilakukan adalah penerapan LPSE praktek maupun teori, workshop

yang dilakukan tim trainer LPSE, dan sosialiasi. Materi yang diberikan

antaralain cara mengakses LPSE dan sistem LPSE. Waktu pelatihan

biasanya saat per tahun sekali atau apabila ada perubahan aturan maupun

sistem.

Responden menyatakan iya 100%, LPSE melakukan pelatihan

penggunaan sistem pengadaan secara elektronik bagi penyedia barang dan

atau jasa. Bentuk pelatihan yang pernah dilakukan adalah sosialisasi,

workshop, pelatihan resmi, dan tutorial. Materi pelatihan yang pernah

diberikan adalah fungsi aplikasi LPSE dan bagaimana penggunaannya.

Page 67: Need Assessment Report

67  

Waktunya biasanya per tahun sekali atau apabila ada perubahan aturan

maupun sistem.

b. Efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan atau jasa

LPSE kurang memberikan pemahaman tentang sistem pengadaan

barang dan atau jasa secara elektronik kepada masyarakat umum dengan

40 % responden menjawab iya. Menurut responden menyatakan 100% iya

bahwa LPSE telah melakukan pengendalian kualitas untuk menjamin

keandalan sistem lelang.

c. Sistem audit, efektifitas pengendalian, dan Kode Etik

Menurut responden 60% menyatakan LPSE melakukan proses

evaluasi kinerja stafnya. Dengan adanya rapat tinjauan manajemen,

pimoinan selalu mengevaluasi kinerja secara informal, staf selalu

membuat laporan, juga rapat kordinasi. Sedangkan 40% menyatakan LPSE

tidak melakukan proses kinerja staf karena ada LPSE yang masih berjalan

1 tahun di kota Surabaya. Sistem reward dan punishment belum dilakukan

dalam evaluasi staf LPSE karena belum ada kebijakan pimpinan LPSE.

Dokumrn lelang merupakan hal yang dirahasiakan oleh LPSE yang

didukung dengan 70% responden menjawab ya. Hal ini dikarenakan

dokumen lelang hanya bisa dilihat oleh admin, LPSE, ULP, dan vendor.

Menurut responden 60% mengatakan LPSE pernah mengalami

kerusakan sistem namun LPSE telah memiliki tim teknis untuk perbaikan.

LPSE juga melakukan penanggulangan untuk menjamin keselamatan data

lelang dan tranaparansi juga akuntabilitas. Sebanyak 100 % responden

mengatakan bahwa hasil audit perlu ditindklanjuti. Hal ini untuk

meningkatkan perbaikan sistem, penanganan, dan prosedur. LPSE

memiliki SOP sistem pengadaan secara elektronik. Bentuk SOP sesuai

Perpres 54 tahun 2011 dan pelaksanaannya sesuai dengan prosedur yang

berlaku. Menurut 90% responden LPSE juga memiliki kode etik. Bentuk

kode etiknya antara lain menjaga keahasian selama proses lelang.

Pelaksanaan kode etik dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku.

d. Peraturan perundangan formal

Page 68: Need Assessment Report

68  

Sebanyak 100% responden menyatakan memahami prinsip –

prinsip pengadaan barang dan atau jasa publik. Sedangkan yang

memahami peraturan perundangan yang terkait dengan pengadaan barang

dan atau jasa public hanya 90% responden. Responden yang memahami

pengadaan barang dan jasa publik sebesar 100%. Tingginya tingkat

pemahaman ini dikarenakan pegawai LPSE berusaha untuk mengup date

informasi dari pemerintah terkait pengadaan juga adanya kesadaran untuk

meningkatkan transparansi juga akuntabilitas dalam pengadaan.

4.4.3.3. ULP

Tabel 4.4.3

Rata – rata Data ULP Per Variabel

No Variabel Rata - rata 1 Keefektifan Pengadaan 4,33 2 Eksistensi Pengembangan 4,13 3 Sistem Audit Dan Keefektifan Kontrol 3,57 4 Effisiensi Mekanisme Sanggahan &

Banding 3,98 5 Akses Informasi 4,59 6 Kode Etik 4,54 7 Partisipasi Publik 4,28

Sumber : kuisioner diolah

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa responden ULP untuk kota

Surabaya setuju faktor – faktor yang da dapat menunjang keefektifan pengadaan,

pengembangan yang selalu ada, sistem audit dan kontrol yang efektif, mekanisme

sanggahan dan banding yang efisien, akses informasi yang mudah, ode etik yang

baik, juga partisipasi publik yang meningkat. Hal ini diindikasikan dengan nilai

rata – rata yang berkisar antara 3,57 hingga 4,59.

Penjelasan untuk masing – masing variabel sebagai berikut.

a. Keefektifan pengadaan

Page 69: Need Assessment Report

69  

Seluruh responden ULP atau sebesar 100% di kota Surabaya

menyatakan ada kesesuaian kompetensi dengan tanggungjawab yang

diemban, ULP memahami TUPOKSI, serta ULP telah bekerja dengan

TUPOKSI masing – masing. Ada 60% responden ULP menyatakan

telah memiliki sertifikasi pengadaan barang dan atau jasa publik

sedangkan 40% responden menyatakan belum memiliki sertifikat.

Sertifikat yang dimiliki adalah sertifikat L4. Responden ULP 90%

mengatakan bahwa SDM ULP yang sudah bersertifikasi pengadaan

barang dan atau jasa mendukung efisiensi pengadaan sedangkan 10%

berkata tidak.

b. Eksistensi pengembangan kapasitas institusi

Pembinaan karier yang ada di ULP selama ini adalah

diadakannya pelatihan terutama jika ada program baru, ada rapat rutin

pegawai ULP, serta ada penyesuaian tenaga ahli dengan pekerjaan

lelang. Perubahan SOTK berpengaruh terhadap keberadaan ULP, hal

ini didukung dengan 90% responden yang mengatakan berpengaruh.

Program pengembangan kapasitas staf terkait barang dan atau jasa

telah dilakukan di ULP kota Surabaya.

c. Sistem audit dan keefektifan Kontrol

Kewenangan swakelola dilakukan oleh pegawai ULP kota

Surabaya. Lama waktu menjadi salah satu ukuran efisiensi dalam

pengadaan barang dan atau jasa di ULP kota Surabaya dan pengadaan

barang jasa secara elektronik dan keterlibatan pihak – pihak yang

berkepentingan juga berpengaruh.

Selama ini, 60% mengatakan ada evaluasi dari pemerintah

terhadap pakta integritas yang telah ada. Responden mengatakan

bahwa ada laporan dari ULP untuk pemerintah apabila ada indikasi

penyalahgunaan pakta integritas. Durasi evaluasi dilakukan tiap bulan

dan evaluasi ini dilakukan oleh wakil ketua ULP ataupun ketua ULP

sendiri.

d. Efisiensi dari mekanismen sanggahan dan banding

Page 70: Need Assessment Report

70  

Sebanyak 70% responden menyatakan pernah mendapatkan

sanggahan dan 20% responden menyatakan pernah mendapatkan

sanggahan banding. Sanggahan yang didapat dalam sekali pengadaan

barang dan jasa rata – rata sebanyak 1 – 3 kali. Sanggahan yang sering

terjadi antara lain pemenang yang kalah tidak terima dengan keputusan

pemenang yang telah ditetapkan. Banding yang didapatkan dalam

setahun rata – rata 3 kali banding dengan isi banding rata – rata tidak

terima dengan jawaban dari sanggahan.

e. Akses informasi

Dari hasil kuesioner didapatkan 80% responden menyatakan

Perpres Nomor 54 tahun 2010 telah memadai untuk mencakup

pengadaan barang dan atau jasa publik, 100% mengetahui prinsip –

prinsip, memahami peraturan, memahami mekanisme dan mengikuti

aturan – aturan yang terkait pengadaan barang dan atau jasa publik.

Responden pun 100% menyatakan bahwa mereka mengetahui

peraturan pengadaan barang dan atau jasa publik selain Perpres Nomor

54 tahun 2010. Peraturan pengadaan nasional yang mereka ketahui

antara lain UU ITE No 11 tahun 2008, Perwali 63 tahun 2010,

Peraturan LKPP, Peraturan Disperindag, Perpenpu untuk pengadaan

barang konstruksi dan UU pidana terkait rekonsiliasi namun mereka

tidak mengetahui peraturan pengadaan barang dan atau jasa publik

Internasional dengan kata lain hasil yang didapat 100% responden

menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui pengadaan barang dan

atau jasa publik internasional.

Menurut responden 60% menyatakan bahwa peraturan

perundangan pengadaan barang dan atau jasa publik perlu

mengakomodasi prinsip – prinsip standar pengadaan barang dan atau

jasa publik internasional karena ke depan akan diperlukan bila

pengadaan barang dan atau jasa berasal dari luar negri atau kita ingin

mengikuti pengadaan barang dan atau jasa di lingkup internasional ,

dan hanya 40% responden yang menyatakan tidak perlu karena

Page 71: Need Assessment Report

71  

menganggap bahwa aturan yang telah berlaku secara nasional telah

mencukupi.

f. Kode Etik dan ukuran anti korupsi

Hampir seluruh pegawai ULP di kota Surabaya mengetahui

pakta integritas, sebanyak 100% mengatakan mengetahui namun hanya

50% yang pernah menandatangani pakta integritas selama pengadaan

barang dan atau jasa yang telah dilakukan. Isi pakta integritas yang

mereka tandatangi sebagian besar berisi tentang komitmen bersama

untuk tidak melakukan KKN dan apabila terbukti melakukan KKN

maka pihak yang bersangkutan siap menerima sanksi. Dari

keseluruhan responden, 90% mengatakan mengetahui konsekuensi

yang akan diterima dengan menandatangani pakta integritas tersebut.

Sanksi tersebut antara lain sanksi pidana, administrasi, penurunan

pangkat, dan lain – lain.

g. Partisipasi public

Partisipasi publik mengalami peningkata dari waktu ke waktu

ini didukung dengan adanya lembaga – lembaga pengawasaan,

keterbukaan ruang daerah untuk pemantauan publik, keterbukan akses

informasi daerah, lbih tersinkronya pola pikir antar lembaga – lembaga

pengawasan.

4.4.3.4. Vendor

Tabel 4.4.4

Rata – rata Data Vendor Per Variabel

No Variabel Rata – rata

1 Pemahaman Legal 4,85 2 Resolusi Konflik 4,25 3 Etika Pengadaan 4,08 4 Keterbukaan Informasi 4,6 5 Kesempatan UMKM dan Koperasi 4 6 Keterbukaan Proses Pengadaan 4,5 7 Partisipasi 4,34

Page 72: Need Assessment Report

72  

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa responden Vendor untuk kota

Surabaya setuju faktor – faktor yang da dapat menunjang pemhaman legal yang

baik, resolusi konflik yang baik, etika pengadaan yang baik, informasi yang

terbuka, kesempatan UMKM dan koperasi semakin meningkat, proses pengadaan

yang terbuka, serta peningkatan partisipasi. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata

– rata yang berkisar antara 4,00 hingga 4,85.

Penjelasa untuk masing – maisng variabel sebagai berikut.

a. Pemahaman Legal

Hasil wawancara menunjukkan 100% responden setuju bahwa

pemahaman terhadap Perpres No 54 tahun 2010 diperlukan untuk

mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa karena Perpres 54 tahun

2010 merupakan pedoman pengadaan barang dan atau jasa di Indonesia.

Menurut data yang ada, 100% responden setuju bahwa pemahaman

terhadap peraturan perpajakan diperlukan agar proses pengadaan barang

dan atau jasa memungkinkan perusahaan memiliki kewajiban pajaknya

karena pajak merupakan kewajiban WNI.

Sebanyak 50% responden setuju Perpres No 54 tahun 2010

memungkinkan adanya potensi pemecahan/pemaketan pengadaan barang

dan atau jasa. Pemaketan biasanya terjadi karena agar semakin efisien.

Sedangkan 50% responden mengatakan tidak setuju karena sudah diatur

melalui Perpres 54 tahun 2010 yang telah diatur jelas paket dan nilainya.

b. Resolusi Konflik

Sebanyak 100% responden mengatakan bahwa perusahaan gagal

memenuhi kewajibannya dalam proses pengadaan barang dan atau jasa

perlu dikenakan sanksi. Keberadaan sanksi digunakan agar vendor tidak

semena – mena dan mengikuti aturan yang berlaku. Bentuk sanksi yang

dikenakan adalah blacklist dan denda. Perusahaan yang gagal memenuhi

kewajiban dalam pengadaan barang dan atau jasa menurut 50% perlu

melakukan negosiasi baru dengan panitia pengadaan karena negosiai

dibutuhkan penyedia untuk mencari kejelasan spesifikasi yang diminta dan

Page 73: Need Assessment Report

73  

kenapa penyedia digugurkan dalam pengadaan. Sedangkan 50% responden

lainnya berpendapat negosiasi tidak perlu karena akan menimbulkan

KKN.

Perusahaan yang gagal memnuhi kewajibannya harus di blacklist

berdasarkan 70% responden dikarenakan karena tidak memenuhi

kewajibannya dan disinyalir ada kesengajaan dalam kesalahan.

Mekanisme pencabutan blacklist untuk memperbaiki citra perusahaan

disetujuian 80% responden agar image perusahaan menjadi baik dan dapat

bekerja kembali. Syarat – syarat pencabutan blacklist antaralain

perusahaan harus dapat membuktikan bahwa mereka tidak bersalah atau

habis masa blacklistnya.

c. Etika Pengadaan

Menurut data 50% mengatakan iya untuk pemahaman pakta

integritas oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengadaan barang

dan atau jasa dapat menjamin terlaksananya pengadaan barang dan atau

jasa yang adil dan beretika. Hal ini dikarenakan dalam pakta integritas

tercantum perjanjian untuk tidak KKN. Sebanyak 80% responden

mengatakan setiap pelanggaran dalam pengadaan barang dan jasa public

perlu dibuat laporan pelanggarannya karena agar masyarakat juga

mengetahui dan memenuhi asas transparansi. Bentuk pelaporannya

antaralain pelaporan dibuat tergantung pelanggarannya. Yang harus

melaporkan adalah semua yang mengetahui pelanggaran dan dilaporkan

kepada inspektorat. Menurut data, 60% responden mengatakan bahwa

pakta integritas dapat membantu mengurangi konflik kepentingan di antara

para penyelenggaraan pengadaan karena terikat dengan perjanjian yang

tertera pada pakta integritas.

Menurut data, 50% responden setuju bahwa pagu anggaran yang

disampaikan sesuai dengan perhitungan harga pasar karena masih harga

tersebut masih bisa diterima dan masih rasional. Sedangkan 50%

responden tidak setuju karena tidak ada patokan pagu anggaran biasanya

harga tahun sebelumnya akan dinaikkan berdasarkan laju inflasi yang

Page 74: Need Assessment Report

74  

diproyeksikan. Evaluasi tergadap harga pasar perlu dilakukan agar harga

yang ditetapkan sesuai. Evaluasi dilakukan setiap terjadi perubahan harga.

Yang berhak mengevaluasi adalah panitia dan penyedia juga bisa pihak –

pihak lain yang terkait dalam pengadaan. Evaluasi perlu melibatkan

penyedia. Penyedia biasanya diwakili oleh asosiasi.

d. Keterbukaan Informasi

Pengadaan barang dan atau jasa publik secara elektronik dapat

mengurangi sanggahan dan banding menurut keseluruhan responden. Hal

ini dikarenakan adanya keterbukaan informasi antar pihak-pihak yang

berkaitan dengan pengadaan.

Pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik dapat

mengurangi sanggahan dan banding yang mengindikasikan bahwa tender

telah diatur diindikasikan dengan 70% responden menjawab tidak. Hal ini

dikarenakan adanya keterbukaan informasi antar pihak-pihak yang

berkaitan dengan pengadaan.

Vendor di kota Surabaya mengetahui ada pengumuman pengadaan

barang dan atau jasa dari suatu instansi pemerintah antara lain dengan

koran dan internet. Media yang paling mudah diakses menurut responden

adalah internet karena dapat diakses dengan mudah, kapanpun, dan di

manapun.

e. Kesempatan UMKM dan koperasi

Perpres 54 tahun 2010 menurut 100% responden telah memberikan

akses kepada penyedia kecil untuk berpartisipasi dalam pengadaan barang

dan atau jasa publik.

f. Keterbukaan proses pengadaan

Sebanyak 80% responden setuju bahwa Pemda perlu

mengumumkan rencana pengadaan barang dan atau jasa publik tahunan

untuk mewujudkan transparansi.

Sebanyak 100% responden setuju bahwa proses pengumuman

penentuan pemenang pengadaan barang dan atau jasa diperlukan informasi

Page 75: Need Assessment Report

75  

juga tentang alasan gugurnya vendor yang terpilih agar vendor tahu

kesalahannya dan dapat memperbaikinya.

Untuk mempermudah akses pengadaan barang dan atau jasa

berbasis teknologi diperlukan pelatihan khusus karena agar memiliki

kecakapan dalam melakukan pengadaan.

g. Partisipasi masyarakat

Semua pihak dapat melaporkan kepada inspektorat atas

pelanggaran yang diketahuinya.

4.4.3.5. LSM

Tabel 4.4.5

Rata – rata Data LSM Per Variabel

No Variabel Rata – rata

1 Pemahaman Mekanisme Pengawasan E-Procurement 3,39

2 Peraturan Perundangan Yang Melindungi LSM 3,6

3 Strategi Pengawasan 4,07 4 Koordinasi LSM 4,02 5 Indepedensi LSM 4,24 6 Partisipasi Masyarakat 4,33

Sumber : kuisioner diolah

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa LSM untuk kota Surabaya

setuju faktor – faktor yang ada dapat menunjang pemahaman mekanisme

pengawasan pengadaan barang dan atau jasa elektronik, peraturan

perundangan yang melindungi LSM telah memadai, strategi pengawasan yang

baik, koordinasi LSM yang baik, independensi LSM yang tinggi, juga

peningkatan partisipasi masyarakat. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata –

rata yang berkisar antara 3,39 hingga 4,33.

Penjelasan masing – masing variabel sebagai berikut.

a. Pemahaman mekanisme pengawasan E – Procurement

Page 76: Need Assessment Report

76  

Materi yang diharapkan apabila ada pelatihan mengenai

pengawasan pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik

mekanisme e procurement dengan detail – detailnya. Lembaga

pengawas akan bersedia mengikuti pelatihan pengawasan e

procurement apabila ada. Lembaga pengawas 50% menggunakan

prosedur dalam melakukan pengawas e procurement sedangkan 50%

tidak menggunakan prosedur karena sifatnya pengawasan adalah suka

rela.

b. Peraturan perundangan yang melindungi LSM

Menurut 30% responden, Perpres No 54 tahun 2010 telah

menjelaskan unsur – unsur yang diawasi lembaga pengawas dalam

pengadaan barang dan atau jasa publik dan 70% mengatakan tidak.

Lembaga pengawas mengetahui unsur – unsur yang diawasi bersumber

dari teman praktisi, internet, mitra, organisasi, buku, dll.

c. Strategi pengawasan

Dari tahap pengawasan secara keseluruhan dilakukan oleh LSM

di kota Surabaya. Lembaga pengawas 70% respondennya mengatakan

mempunyai rencana setiap melakukan pengawasan e procurement.

Rencana pengawasan cukup efektif dan telah terdokumentasi dengan

baik.

d. Koordinasi LSM

Komunikasi LSM dengan obyek yang diawasi telah berjalan efektif

dengan 60% responden mengatakan berjalan efektif. Sedangkan 40%

mengatakan tidak, karena menurut mereka terlalu banyak yang diawasi

sehingga kurang efektif. Komunikasi LSM dengan antar lembaga

pengawas telah berjalan efektif dengan 80% responden mengatakan

berjalan efektif. Sedangkan 20% mengatakan tidak, karena pemerintah

cenderung tertutup dan belum ada lembaga di tingkat nasional yang

benar – benar menampung wadah e procurement. Komunikasi LSM

dengan pemerintah telah berjalan efektif dengan 70% responden

mengatakan berjalan efektif. Sedangkan 30% mengatakan tidak,

Page 77: Need Assessment Report

77  

karena menurut mereka sulit mengakses informasi. Komunikasi LSM

dengan pihak yang berwajib telah berjalan efektif dengan 70%

responden mengatakan berjalan efektif. Sedangkan 30% mengatakan

tidak, karena menurut mereka masih banyak temuan yang belum

dilaporkan ke pihak berwajib.

e. Independensi LSM

Sebanyak 60% responden menyatakan bahwa komunikasi telah

efektif antara personel di lapangan dengan personel di lembaga

pengawas. Sedangkan 40% mengatakan tidak karena masih banyak

kendala teknis. Sebanyak 60% responden menyatakan lembaga

pengawas telah independen. Sedangkan 40% mengatakan tidak karena

lembaga memiliki kepentingannya masing – masing. Ada 80%

responden yang menyatakan adanya pihak yang mengevaluasi kinerja

lembaga pengawas. Pihak – pihak tersebut antara lain pihak internal

lembaga, Pembina LSM, LSM LAKPESDAM, masyarakat, dll.

f. Partisipasi masyarakat

Cara efektif yang sebaiknya dilakukan untuk mengoptimalkan

lembaga – lembaga masyarakat guna memantau proses pengadaan

barang dan atau jasa menurut responden adalah revitalisasi yang sudah

ada, menjahit partisipasi kontrol, mengoptimalkan fungsi pengawasan

masyarakat, ruang partisipasi masyarakat sudah cukup dalam

melakukan evaluasi, adanya sistem yang terintegrasi, peningkatan

transparansi, dll.

4.5 MAKASSAR

4.5.1 Demografi Responden

Penggambaran demografi responden merupakan hal penting dalam riset.

Gambaran latar belakang responden diharapkan dapat menunjukkan bahwa

responden dalam riset ini telah mewakili fenomena populasi dari kondisi

sesungguhnya yang diharapkan terwakili dalam riset ini. Jumlah responden dalam

Page 78: Need Assessment Report

78  

need assestment ini berjumlah 50 responden, terbagi atas lima stakeholder yaitu:

Inspektorat, Vendor, LPSE, ULP dan LSM (setiap stakeholder diwakili oleh 10

responden). Informasi yang lebih lengkap mengenai karakteristik responden

dalam riset ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Responden: - Inspektorat - Vendor - LPSE - ULP - LSM

10 10 10 10 10

20%

20%20%20%20%

Jumlah Responden 50 100% Bidang Tugas - Inspektorat

i. Inspektorat j. Auditor k. Perencanaan Audit l. Pengawasan

3 5 1 1

30%50%10%10%

Jumlah 10 100% - Vendor

k. Ardin l. Inkindo m. Akaindo n. Gapensi o. Pengusaha

2 1 2 1 4

20%10%20%10%40%

Jumlah 10 - LPSE

f. Staf sekertariat LPSE g. LPSE UNEM h. LPSE-Helpdesk i. Verifikator j. Verifikator (UNEM) k. LPSE UNHAS

3 2 2 1 1 1

30%20%20%10%10%10%

Jumlah 10 - ULP

b. Panitia Kota c. Panitia UNHAS d. ULP UNEM

2 7 1

20%70%10%

Jumlah 10 100% - LSM

j. Yapedra k. LSM Adovakasi l. Perak Institute m. Implementasi Hasil Program n. Staf Administrasi o. Fasilitator

4 1 1 2 1 1

30%10%10%20%10%10%

Jumlah 10 100% Demografi (total responden) Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan

38 12

76%24%

Page 79: Need Assessment Report

79  

Jumlah 50 100%

Dari gambaran demografi responden dapat dikatakan bahwa responden

dari setiap stakeholder terlihat beragam dari bidang tugas masing-masing, hal ini

sesuai dengan harapan peneliti bahwa ada keragaman responden sehingga dapat

mencirikan kondisi masing-masing stakeholder.

4.5.2 Kualitas Pengukuran

Suatu riset memiliki hasil yang dapat dipertanggungjawaban jika dalam

proses pengumpulan data dilakukan dengan benar serta instrumen yang digunakan

dalam riset benar-benar dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.

Pengembangan instrumen yang digunakan dalam riset ini didasarkan pada 4 pilar

e-procurement dari OECD (lihat Bab III).

Validitas dan reliabilitas instrumen merupakan poin penting dalam suatu

riset. Instruemen yang valid dan reliable memberikan jaminan bahwa setiap

variabel yang diujikan telah meggunakan pengukuran yang tepat. Validitas

menunjukkan sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam

melakukan fungsi ukurnya atau dengan kata lain validitas menunjukkan seberapa

nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan

reliabilitas merupakan suatu pengukur yang menunjukkan stabilitas dan

konsistensi pengukurannya. Suatu pengukur dikatakan reliable jika dapat

dipercaya yaitu mengukur subjek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda.

Berikut ini akan dipaparkan hasil pengujian setiap instrumen (alat ukur)

dari setiap stakeholder yang diteliti:

Nama Instrumen dari setiap Stakeholder Reliabilitas Validitas Cronbach

Alpha Component

Analysis Inspektorat: - Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif - Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding - Degree of Accsess to Information - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi - Partisipasi Masyarakat

0.890 0.855 0.926 0.808 0.913

0.764 0.663 0.898 0.718 0.720

Vendor: - Pemahaman Legal

0.828

0.942

Page 80: Need Assessment Report

80  

- Resolusi Konflik - Etika Pengadaan - Keterbukaan Informasi - Kesempatan UMKM & Koperasi - Keterbukaan Proses Pengadaan - Partisipasi

0.834 0.895 0.609 0.923 0.692 0.915

0.910 0.866 0.868 0.919 0.969 0.837

Lanjutan tabel 2 ULP: - Keefektifan Pengadaan - Eksistensi Pengembangan - Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol - Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding - Akses Informasi - Kode Etik dan Ukuran anti korupsi - Partisipasi Publik

-2.049 0.873 0.627 0.849 0.845 0.779 0.600

0.847 0.680 0.934 0.892 0.720 0.896 0.755

LPSE: - Institusi Pengadaan Barang/Jasa - Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Brg/Jasa - Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik - Peraturan Perundangan Formal

0.760 0.656 0.808 0.958

0.643 0.727 0.738 0.834

LSM: - Pemahaman Mekanisme Pengawasan e-procurement - Peraturan perundangan yang melindungi LSM - Strategi Pengawasan - Koordinasi LSM - Independensi LSM - Partisipasi Masyarakat

0.898 0.910 0.806 0.747 0.854 0.839

0.772 0.895 0.677 0.628 0.815 0.697

Sumber: Data dianalisis

Hasil pengujian item instrumen dari semua instrumen yang digunakan

untuk semua stakehoder menunjukkan bahwa semua instrumen adalah valid dan

reliable karena sebagian besar angka pengujian telah berada di atas nilai 0,60

kecuali instrumen Keefektifan pengadaan (ULP) yang memiliki angka negatif,

namun secara keseluruhan instrumen-instrumen yg digunakan untuk mengukur

need assesment ULP adalah akurat sehingga tetap dapat digunakan dalam proses

analisis data berikutnya, namun untuk riset mendatang sebaiknya instrumen ini

diperbaiki sebelum digunakan.

4.5.3 Analisis dan Pembahasan

4.5.3.1. Inspektorat

Analisis data untuk inspektorat lebih dititkberatkan pada kesiapan

inspektorat dalam mengantisipasi pemeriksaan proses pengadaan barang dan atau

Page 81: Need Assessment Report

81  

jasa setelah penerapan pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil

analisis akan memberi jawaban apakah Inspektorat telah memahami Perpres 54

tahun 2010 berkaitan dengan proses pemeriksaan pengadaan barang dan atau jasa

berbasis elektronik atau tidak Analisis data akan didasarkan pada instrumen-

instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu:

- Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif (SAPE) - Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB) - Degree of Accsess to Information (DAI) - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi (KEUAK) - Partisipasi Masyarakat (PM).

Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi

dan kesiapan Inspektorat dalam proses pemeriksaan pengadaan barang dan atau

jasa berbasis elektronik.

Tabel 4.5.1 Deskriftif Statistik Inspektorat

Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation SAPE 10 3.6000 4.8000 4.330000E0 .3987480 EMSB 10 3.5000 5.0000 4.233333E0 .4172218 DAI 10 3.3333 5.0000 4.383333E0 .4862302 KEUAK 10 3.4286 5.0000 4.300000E0 .4877175 PM 10 3.5714 5.0000 4.457143E0 .5504072 Valid N (listwise)

10

Hasil di atas menunjukkan bahwa Sistem Audit dan Pengendalian yang

Efektif (SAPE) merupakan faktor penting dalam menunjang pekerjaan inspektorat

dalam proses pemeriksaan. Responden setuju bahwa sistem audit yang tepat dapat

berdampak pada efektifitas pemeriksaan, hal ini ditunjukkan melalui nilai rata-

rata 4,33 (setuju). Angka 4,33 di atas mengindikasikan semua responden setuju

bahwa kerangka hukum yang dapat menjadi acuan dalam proses audit pengadaan

atau jasa dapat membantu proses audit yang lebih efektif begitu juga dengan

ketersediaan regulasi yang berkaitan proses pengawasan internal dapat

meningkatkan kualitas pengawasan dalam proses pengadaan barang atau jasa.

Selain itu komitmen pimpinan dalam mengupayakan transparansi dalam proses

pemeriksaan audit untuk menghilangkan korupsi dalam proses pengadaan barang

Page 82: Need Assessment Report

82  

atau jasa juga sangat diperlukan terutama untuk menindaklanjuti temuan dalam

pemeriksaan serta ketersediaan pembagian kerja yang jelas antar lembaga

pengawas dalam proses pengawasan pengadaan barang dan atau jasa .

Pemaparan di atas diperkuat dengan hasil wawancara dari 10 responden

(100%) menyatakan bahwa sudah terdapat aturan-aturan yang berkaitan

pengendalian internal, namun masih terdapat hambatan dalam implementasinya.

Hal ini dapat dilihat dari hasil temuan berikut ini:

Peraturan berkaitan pengendalian internal

: Semua (100%) responden menjawab bahwa sudah terdapat aturan yang berkaitan dengan pengendalian internal, seperti: PP 60 tahun 2008, Perwali mengenai SPI, Peraturan tentang Pemisahan Fungsi dan Pembagian Kerja, . Peraturan tentang Inspektorat dan audit, Kerpres 80 2003 dan Permendagri 17 2006 serta Perpres 54.

Hambatan dalam penerapan

: - Tahap sosialisasi blm bisa dipastikan waktunya - Bimbingan teknis masih diperlukan --> tahap sosialisasi - Kebijakan dalam pelaksanaan - kurangnya SDM yang menguasai pekerjaan - Masalah indepedensi dan Komitmen Pimpinan - Ketidaktahuan pelaksana pengadaan barang dan jasa dengan

peraturan baru. - Masih kurang sosialisasi tentang peraturan yang baru (perpers 54

2010) - penjabaran PP masih dalam penggodokan, penerapan uraian tugas

yg rinci masih dalam penggodokan Jalan Keluar - Aturan hrs ditegakkan

- Bimbingan teknis kerjasama dgn BPK - Memaksimalkan pegawai yang ada dengan pengetahuan yang

dimiliki - Sosialisasi segera dilaksnakan - Harus segera terbit aturannya/penjabaran dari peraturan terkait

(Perpers 54) - Pengawasan eksternal --> independen

Perlu dibuat aturan kelengkapan

- Penjabaran PP 60 thn 2008 melalui Instruksi Presiden dan MOU BPKP sebagai Pembina

- Standar operasional prosedur Saran - Tidak perlu buat aturan yang baru tapi tingkatkan sosialisasi

undang-undang yg sudah ada. - SPI dilakukan dengan konsisten - harus ada pemisahan fungsi yang jelas diantara lembaga

pengawas sehingga tidak ada tumpang tindih fungsi Sumber: Data diolah dari hasil wawancara

Temuan lain mengungkapkan bahwa proses pengawasan internal sudah

sering dilakukan dan setiap temuan yang ditemukan pada saat pemeriksaan perlu

Page 83: Need Assessment Report

83  

untuk ditindak-lanjuti sebagai upaya untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi

dalam proses pengadaan barang atau jasa.

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. Seberapa seringkah pengawasan internal perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi dalam proses pengadaan barang atau jasa

sering 10 org 100%

2. Berapa kali pengawasan internal harus dilakukan dalam setahun?

4 x setahun 3 x setahun

9 org 1 org

90% 10%

3. apakah setiap temuan audit perlu ditindaklanjuti?

Perlu 10 org 100%

Hasil temuan mengenai Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding

(EMSB) menunjukkan bahwa sanggah dan banding merupakan salah satu cara

untuk memberi ruang bagi para vendor untuk mendapatkan transparansi dalam

proses penunjukkan pemenang lelang. Hal ini dapat dilihat dari pendapat

responden terhadappertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan Effisiensi

Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB) mengindikasikan bahwa para

responden setuju (nilai rata-rata 4,23) bahwa regulasi dan standarisasi tentang

sanggahan dan banding diperlukan untuk mengatur pihak-pihak yang

bertanggungjawab atas sanggahan yang diajukan, hal ini ditujukan untuk

meningkatkan efisiensi dan efektifitas sanggahan dan banding yang harus

ditanggapi , selain itu pengawasan juga perlu dilakukan terhadap perusahaan -

perusahaan yang lolos seleksi pengadaan barang dan atau jasa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden (100%) menjawab

sudah ada aturan berkaitan dengan mekanisme sanggahan dan banding yang diatur

dalam Kerpres 80 dan Kemendagri 17 yaitu satu minggu setelah penetapan

pemenang, rekanan yang kalah berhak mengajukan banding. Hal di atas

menunjukkan bahwa responden telah memahami aturan-aturan yang ada berkaitan

dengan sanggahan dan banding, yang lebih penting adalah pengawasan perlu

dilakukan dalam proses sanggahan dan banding untuk memberi jaminan bahwa

proses penunjukkan pemenang maupun proses pengajuan dan pemberian jawaban

Page 84: Need Assessment Report

84  

atas sanggah dan banding benar-benar telah dilakukan dengan transparan dan

akuntabel.

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. Sudah adakah mekanisme pengajuan sanggahan dan banding dalam proses pengadaan barang atau jasa

Ada 10 org 100%

2. Siapakah yang seharusnya bertanggungjawab dalam menjawab setiap sanggahan yang disampaikan?

Panitia/ULP 10 org 100%

3. Apakah diperlukan suatu mekanisme yang baku berkaitan dengan mekanisme sanggahan dan banding yang diajukan?

Perlu 10 org 100%

Dari temuan diatas menunjukkan bahwa masih diperlukan aturan yang

baku dalam proses pemeriksaan yang berkaitan dengan sanggahan dan banding,

karena belum ada aturan yang jelas berkenaan dengan hal tersebut.

Kemampuan akses informasi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa

atau Degree of Accsess to Information (DAI) menunjukkan bahwa e-procurement

membuat pengawasan menjadi lebih mudah untuk mendeteksi penentuan jadwal

waktu yang tidak realistis pada saat rencana pengadaan barang atau jasa disusun.

Hasil temuan menunjukkan bahwa semua responden setuju (nilai rata-rata

4,38) bahwa penerapan e-procurement selain mempercepat akses informasi juga

mempermudah proses pemeriksaan dan pengawasan. Pengawasan dalam proses

pengadaan barang dan atau jasa sebaiknya tidak saja dilakukan oleh pemerintah

(Inspektorat, BPK, KPK) tetapi juga oleh masyarakat melalui lembaga-lembaga

independen (seperti LSM). Masyarakat harus diberi partisipasi yang cukup untuk

melakukan pengawasan mengingat sumber daya pemerintah yang ada terbatas.

Ruang partisipasi dapat diberikan dalam bentuk kotak pengaduan atau layanan

pengaduan, agar tidak timbul pengaduan yang fiktif dari masyakarat maka setiap

aduan harus disertai bukti yang dapat dipertanggungjawabkan agar dapat

ditindaklanjuti oleh lembaga pengawas pemerintah. Masyarakat atau lembaga

independen yang memberi laporan seharusnya mendapat jaminan keamanan

sehingga mereka tidak ragu memberi laporan yang sebenarnya.

Page 85: Need Assessment Report

85  

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. Apakah sudah tersedia lembaga-lembaga yang dapat digunakan masyarakat untuk melaporkan berbagai indikasi korupsi dalam proses pengadaan barang atau jasa?

Ada 10 org 100%

2 Lembaga apa saja yang telah ada?

LSM & Lembaga Independen lainnya

10 org 100%

3. Bagaimana prosedur dan mekanisme pelaporannya?

- Website - Surat - SMS - Telpon - Layanan pengaduan

10 org 100%

4. Apakah perlu ada jaminan hukum bagi anggota masyarakat yang melaporkan indikasi korupsi dalam proses pengadaan barang atau jasa?

Perlu 10 org 100%

5. Bagaimana cara yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan lembaga-lembaga masyarakat guna memantau proses pengadaan barang dan atau jasa ?

- Menjahit partisipasi - Mengoptimalkan fungsi

pengawasan masyarakat - Ruang partisipasi

masyarakat sudah cukup dalam melakukan kontrol/ monitoring evaluasi.

- Pengawalan proses pengadaan

2 3 3

2

20% 30%

30%

20%

Temuan yang berkaitan dengan perlu atau tidaknya Kode Etik dan Ukuran

Anti Korupsi (KEUAK) juga menunjukkan bahwa semua responden (nilai rata-

rata 4,30) setuju bahwa perlu ada Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi yang

mengatur proses pengadaan barang dan atau jasa. Kode Etik dan Ukuran Anti

Korupsi diperlukan terutama untuk memverifikasi perusahaan-perusahaan yang

tidak memenuhi syarat yang diajukan ULP agar terhindar dari proses rekayasa

data perusahaan. Selain itu diperlukan juga sanksi yang jelas dan terstruktur bagi

individu atau perusahaan yang melakukan kejahatan dalam proses pengadaan

barang dan atau jasa terutama perusahaan yang melakukan rekayasa evaluasi

dokumen yang dilakukan pada dokumen lelang sehingga diperlukan regulasi yang

Page 86: Need Assessment Report

86  

mengatur etika dan ukuran anti korupsi untuk menjamin terciptanya

akuntantabilitas dan transparansi dalam proses pengadaan barang atau jasa.

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. Apakah kode etik dalam proses pengadaan barang dan atau jasa diperlukan?

Perlu 10 org 100%

1. Apakah Peraturan perundangan pengadaan tentang barang dan atau jasa (Perpres 54/ 2010, PP 29/2000, PP No 8/2006, dll.) masih memungkinkan terjadinya rekayasa pemaketan pekerjaan

Ya 10 org 100%

2 Bentuk rekayasa pemaketan

yang bagaimana yang dapat terjadi?

- Negosiasi dengan vendor

- Komunikasi antara panitia & vendor

- Sifat pekerjaan yg sama tapi dipecah untuk menghindari lelang

- Memenangkan pihak tertentu

- Memperpendek masa penawaran & kurang publikasikan

2 org 2 org

2 org

2 org 2 org

20% 20% 20% 20% 20%

3. Apakah bentuk rekayasa tersebut dapat mengindikasikan terjadinya korupsi?

Ya 10 org 100%

Partisipasi Masyarakat (PM) merupakan komponen pentingnya dalam

proses pengadaan barang dan atau jasa, hal ini dapat dilihat beberapa pendapat

masyarakat yang setuju (nilai rata-rata 4,46) bahwa kontrol masyarakat terhadap

kebutuhan publik masih diperlukan untuk menghindari terjadinya perencanaan

pengadaan barang atau jasa yang diarahkan dan Pengawasan masyarakat

diperlukan untuk melaporkan berbagai tindakan korupsi dalam proses pengadaan

barang dan atau jasa. Namun disisi lain tersedianya lembaga-lembaga pengawasan

independen harus disertai dengan kerjasama yang baik diantara lembaga-lembaga

Page 87: Need Assessment Report

87  

tersebut agar tujuan pengawasan yaitu adanya tindak lanjuti dari setiap laporan

yang disampaikan dapat tercapai.

4.5.3.2. LPSE

Analisis data untuk Lembaga Pengadaan barang dan atau jasa Secara

Elektronik (LPSE) lebih dititkberatkan pada kesiapan lembaga ini siap ataukah

tidak dalam pengimplementasi pengadaan barang dan atau jasa berbasis

elektronik. Hasil analisis akan memberi jawaban apakah LPSE telah memahami

Perpres 54 tahun 2010 berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa

berbasis elektronik atau tidak. Analisis data akan didasarkan pada instrumen-

instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu:

- Institusi Pengadaan Barang dan atau Jasa (IPBJ) - Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Barang dan atauJasa (EEPBJ) - Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik (SAEPKE) - Peraturan Perundangan Formal (PPF).

Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi

dan kesiapan LPSE dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis

elektronik.

Tabel 4.5.2 Deskriftif Statistik LPSE

Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation IPBJ 10 3.5000 4.8750 4.375000E0 .4409586 EEPBJ 10 2.0000 3.8000 2.980000E0 .5996295 SAEPKE 10 3.5000 5.0000 4.250000E0 .4714045 PPF 10 4.0000 5.0000 4.300000E0 .4830459 Valid N (listwise) 10

4.3.3. ULP

Analisis data untuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) lebih dititkberatkan

pada kesiapan lembaga ini siap ataukah tidak mempersiapkan diri

mengimplementasikan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik.

Hasil analisis akan memberi jawaban apakah ULP telah memahami Perpres 54

tahun 2010 berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis

Page 88: Need Assessment Report

88  

elektronik atau tidak. Selain itu analisis data juga diarahkan pada keefektifan

pengadaan dan kerjasama yang harmonis dengan Lembaga Pengadaan secara

elekstronik (LPSE) dalam menunjang terwujudnya proses pengadaan yang

transparansi dan akuntabel. Analisis data akan didasarkan pada instrumen-

instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu:

- Keefektifan Pengadaan (KP) - Eksistensi Pengembangan Kapasitas Institusi (EPKI) - Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol (SAKK) - Efisiensi Dari Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB) - Akses Informasi (AI) - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi (KEUAK) - Partisipasi Publik (PP)

Berikut ini adalah hasil analisis statistik diskriptif yang menggambarkan

kondisi dan kesiapan ULP dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis

elektronik.

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

KP 10 4.0000 4.6667 4.233333E0 .2249826 EPKI 10 3.6667 5.0000 4.400000E0 .3784308 SAKK 10 3.7500 4.7500 4.350000E0 .3270236 EMSB 10 3.6000 5.0000 4.270000E0 .4831609 AI 10 4.0000 5.0000 4.385714E0 .3986938 KEUAK 10 3.7500 5.0000 4.350000E0 .4031129 PP 10 3.6667 5.0000 4.383333E0 .4306901 Valid N (listwise) 10

Hasil di atas menunjukkan bahwa Keefektifan Pengadaan (KP) merupakan

faktor penting dalam menunjang kelancaran pekerjaan di ULP sebagai bagian

yang bertanggung-jawab dalam membuat penawaran pengadaan barang dan atau

jasa. Responden setuju bahwa keberadaan LPSE mendorong keefektifan

Page 89: Need Assessment Report

89  

pengadaan barang dan atau jasa publik, begitu pula adanya pengumuman

pengadaan barang dan jasa berbasis teknologi informasi mendorong akses publik

yang lebih luas dan mendorong tingkat persaingan sehat diantara para vendor, hal

ini ditunjukkan melalui nilai rata-rata 4,23 (setuju).

Angka 4,23 di atas mengindikasikan semua responden setuju bahwa

pengadaan barang dan atau jasa publik berbasis teknologi internet berdampak

pada efektifitas dalam proses pengadaan barang dan atau jasa publik karena bisa

mendapatkan barang yang berkualitas dengan harga yang kompetititf, transparansi

dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepitisme. Akses yang lebih luas memberi

peluang yang sama untuk semua vendor yang ada di seluruh Indonesia untuk ikut

serta berpartisipasi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa.

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. Keberadaan LPSE mendorong keefektifan pengadaan barang dan atau jasa publik.

Setuju Sangat setuju

6 org 4 org

60% 40%

2. Keefektifan pengadaan barang dan atau jasa dipengaruhi oleh Tingkat Persaingan Vendor.

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

8 org 1 org 1 org

80% 10% 10%

3. Pengumuman pengadaan barang dan jasa yang terkait teknologi informasi mendorong akses publik yang lebih luas.

Setuju Sangat setuju

6 org 4 org

60% 40%

Pelaksanaan proses pengadaan barang dan atau jasa publik harus sesuai

dengan standar kualitas control. Untuk menunjang tercapainya kualitas kontrol

diperlukan evaluasi kinerja staf pada saat proses pengadaan barang dan atau jasa

publik, dengan demikian pengembangan kapasitas staf menjadi prioritas pada saat

proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa seluruh responden setuju (nilai

rata-rata 4,40) bahwa Eksistensi Pengembangan Kapasitas Institusi (EPKI)

merupakan hal penting dalam menunjang proses pengadaan barang dan atau jasa,

hal ini dapat dilihat dari semua staf ULP sudah memiliki sertifikat (L2). Namun

sayangnya semua responden tidak memahami standar peraturan pengadaan barang

dan atau jasa publik internasional, tetapi semua responden setuju bahwa mereka

perlu memahami/mengetahui peraturan-peraturan internasional jika suatu saat

Page 90: Need Assessment Report

90  

pengadaan dan atau jasa publik melibatkan vendor dari luar negeri atau juga perlu

mendatangkan produk-produk dari luar negeri.

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. Apakah SDM yang sudah bersertifikasi pengadaan di ULP mendukung efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan atau jasa publik?

ya 10 100%

2. Apakah Bapak/ Ibu perlu mengetahui prinsip – prinsip pengadaan barang dan atau jasa publik?

Ya 10 100%

3. Apakah Bapak/ Ibu perlu mengikuti aturan – aturan yang terkait pengadaan dalam pelaksanaan pengadaan Barang dan atau Jasa publik?

Ya 10 100%

4. Apakah Bapak/ Ibu memahami standar peraturan pengadaan Barang dan atau Jasa publik internasional?

Tidak

10 100%

5. Apakah e-procurement mendorong efisiensi dalam pengadaan barang dan atau jasa publik?

Ya - Menghemat

angaran - Efisien & efektif

10 100%

Selain memahami aturan-aturan yang terkait dengan proses pengadaan

barang dan atau jasa seharusnya staf ULP juga diharapkan memiliki kemampuan

dalam menggunakan teknologi informasi, mengingat proses pengadaan barang

dan atau jasa sesuai Perpres 54 tahun 2010 mengharuskan seluruh proses

pengadaan barang dan atau jasa menggunakan teknologi informasi. Hal ini

disebakan karena proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik dapat

menghemat anggaran, selain itu juga lebih efektif karena proses lelang yang dapat

diakses oleh semua pihak yang berkepentingan.

Di sisi lain untuk menunjang kinerja staf ULP seharusnya sistem reward

dan sanksi perlu diperhatikan, karena dengan pemberian reward yang memadai

akan mengungkit kinerja staf ULP dan sebaliknya jika melakukan kesalahan harus

diberi sanksi sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan. Aturan mengenai

sistem reward maupun sanksi belum diatur secara jelas, walaupun dalam pakta

integritas diatur mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan misalnya

tidak boleh KKN, tidak boleh menjanjikan pekerjaan pada siapapun dan harus

Page 91: Need Assessment Report

91  

bekerja sesuai aturan yang berlaku. Namun hal-hal yang mengatur tentang reward

tidak diatur secara jelas dan sebaliknya hal-hal yang berkaitan dengan sanksi telah

diatur termasuk konsekuensi jika terbukti melakukan kesalahan, misalnya

dipenjara jika terbukti bersalah.

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui pakta integritas?

ya 10 100%

2. Apakah Bapak/Ibu pernah menandatangani pakta integritas?

Ya 10 100%

3. Apa isi pakta integritas yang pernah Bapak/Ibu tandatangani? Antara lain:

- Tidak boleh melakukan KKN dan ada sanksi jika melanggar

- Tidak menjanjikan pekerjaan kepada siapapun

- Bekerja sesuai aturan dan ketetapan yg berlaku

10 100%

4. Apakah Bapak/ Ibu mengetahui konsekuensi dari menandatangani pakta integritas?

Ya Konsekuensinya adalah penjara jika terbukti melakukan kesalahan

10 100%

Untuk menunjang Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol (SAKK), semua

responden setuju (nilai rata-rata 4,35) bahwa harus ada regulasi yang jelas

berkaitan dengan sistem pemeriksaan yang berkeadilan, juga sangat diperlukan

ketepatan waktu informasi dalam proses pemeriksaan (audit) selain sistem

pengendalian internal yang akurat, teruji dan dapat dipercaya sehingga dapat

mengukur kinerja audit yang sebenarnya.

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. Regulasi internal audit ULP sesuai dengan peraturan – peraturan pemerintah yang terkait dengan audit.

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

4 org 5 org 1 org

40% 50% 10%

2. Sistem pengendalian internal dapat mengukur kinerja audit.

Setuju Sangat setuju cukup setuju

4 org 5 org 1 org

40% 50% 10%

3. Kecukupan dan ketepatan informasi yang tersedia diperlukan untuk mendukung kualitas audit.

Setuju Sangat setuju

5 org 5 org

50% 50%

Page 92: Need Assessment Report

92  

Sebagai lembaga yang menyiapkan dan menyelenggarakan pengadaan

barang dan jasa, tentunya ULP juga ikut bertanggungjawab pada saat ada vendor

yang tidak puas dengan pengumuman pemilihan vendor yang memenangkan suatu

produk tender tertentu. Hal ini dapat dilihat bahwa semua responden setuju (nilai

rata-rata 4,27) bahwa Efisiensi Dari Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB)

hanya dapat tercapai jika informasi syarat - syarat pengadaan dan sistem

pengendalian tersedia untuk meningkatkan kepatuhan pelaksanaan pengadaan

barang dan atau jasa publik, begitu pula diperlukan ketepatan waktu informasi

untuk mendukung sistem review sanggahan dan banding.

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. Perlunya informasi syarat - syarat pengadaan dan sistem pengendalian untuk meningkatkan kepatuhan pelaksanaan pengadaan barang dan atau jasa publik.

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

3 org 6org 1 org

40% 50% 10%

2. Ketepatan waktu informasi diperlukan untuk mendukung system review sanggahan dan banding.

Setuju Sangat setuju

4 org 6 org

40% 60%

3. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapatkan sanggahan atau banding? Yang pernah mendapat sanggahan? Yang pernah mendapatkan banding?

Tidak Ya Sanggahan Banding

8 org 2 org 2 org 1 org

80% 20%

Akses Informasi (AI) sangat diperlukan dalam proses pengadaan barang

dan atau jasa publik berbasis publik karena kelengkapan dan kecukupan informasi

membantu penyedia (vendor) dalam mengikuti proses lelang. Publikasi informasi

tentang tata cara mengikuti proses tender berbasis elektronik baik melalui media

cetak maupun media elektronik bertujuan untuk memudahkan akses pengadaan

barang dan atau jasa publik dengan lebih mudah dan murah.

Temuan riset mengungkapkan bahwa semua responden setuju (nilai rata-

rata 4,39) bahwa diperlukan standar kecukupan informasi dalam pelaksanaan

pengadaan barang dan atau jasa serta perlu disediakan payung hukum yang terkait

dengan publikasi informasi pengadaan publik tersebut karena ketersediaan payung

hukum dapat menjamin terlaksananya e-procurement yang transparan dan dapat

mempermudah vendor untuk mengakses informasi dan memasukkan dokumen

Page 93: Need Assessment Report

93  

penawaran sesuai waktu yang telah ditentukan, selain itu e-procurement juga

memungkinkan terjadinya kompetisi yang lebih luas bagi calon penyedia (vendor)

barang dan atau jasa publik. Beberapa pendapat terkait dengan hal tersebut dapat

dilihat berikut ini:

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. Perlunya publikasi informasi dengan media TI untuk memudahkan akses informasi pengadaan lebih mudah dan murah.

Setuju Sangat setuju

5 org 5org

50% 50%

2. Perlunya standar kecukupan informasi dalam pelaksanaan pengadaan barang dan atau jasa.

Setuju Sangat setuju

6 org 4 org

60% 40%

3. Dukungan E – Procurement untuk mendukung pengawasan internal diperlukan untuk mengidentifikasi jangka waktu pengumuman yang terlalu singkat sehingga memungkinkan semua perusahaan dapat terlibat dalam proses pengadaan.

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

7 org 2 org 1 org

70% 20% 10%

4. E - Procurement memungkinkan terjadinya kompetisi yang lebih luas bagi calon penyedia barang dan atau jasa.

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

4 org 5 org 1 org

40% 50 % 10%

Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi (KEUAK) mengindikasikan bahwa

harus ada kode etik yang mengatur proses pengadaan barang dan atau jasa untuk

mengatur lalu lintas pengadaan barang dan atau jasa. Semua responden setuju (

nilai rata-rata 4,35) bahwa kode etik dan ukuran anti korupsi diperlukan untuk

menjamin terciptanya akuntantabilitas, responsibilitas, sanksi bagi individu atau

perusahaan yang melakukan kejahatan atau ketidakpatuhan untuk menjamin tidak

terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pengadaan barang dan atau jasa.

E-procurement merupakan salah satu cara untuk mengurangi korupsi dalam

proses pengadaan barang dan jasa karena adanya transparansi, akuntabilitas dan

responsibilitas dalam pengadaan barang dan jasa.

Page 94: Need Assessment Report

94  

Salah satu cara untuk menghindari terjadinya korupsi dapat dilakukan melalui

Verifikasi perusahaan – perusahaan yang tidak memenuhi syarat yang diajukan

ULP, hal ini perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya proses rekayasa data

perusahaan sehingga perusahaan yang dipilih dalam proses lelang adalah yang

benar-benar memiliki kualifikasi yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Selain itu pemeriksaan secara random perlu juga dilakukan untuk memastikan

kualitas barang dan atau jasa secara keseluruhan dapat dipertanggungjawabkan.

Hasil temuan berikut ini memberi informasi bahwa responden setuju

bahwa perlu dibuatkan kode etik dan ukuran anti korupsi agar proses pengadaan

barang dan atau jasa betul-betul bebas KKN.

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. Perlunya kerangka hukum procurement dalam kode etik.

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

4 org 4 org 2 org

40% 40% 20%

2. Perlunya regulasi hukum Procurement dalam kode etik.

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

6 org 3 org 1 org

60% 30% 10%

3. Verifikasi perusahaan – perusahaan yang tidak memenuhi syarat yang diajukan ULP perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya proses rekayasa data perusahaan.

Setuju Sangat setuju

7 org 3 org

70% 30%

4. E – Procurement mendukung penegakan kode etik dalam proses pengadaan barang dan atau jasa publik.

Setuju Sangat setuju

7 org 3 org

70% 30%

5. Mekanisme pelaporan kejahatan, korupsi atau perilaku tidak etis mendukung antikorupsi dalam pengadaan Barang dan atau Jasa publik.

Setuju Sangat setuju

7 org 3 org

70% 30%

Responden juga sependapat bahwa Partisipasi Publik (PP) merupakan

salah satu wadah untuk melakukan pemantauan dalam proses pengadaan barang

dan atau jasa. Pemantauan atau pengawasan yang dilakukan terhadap ULP

memungkinkan ULP menawarkan pengadaan yang betul-betuk dibutuhkan oleh

masyarakat. Pengadaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan

berdampak pada peningkatan pelayanan publik. Semua responden cukup setuju

Page 95: Need Assessment Report

95  

bahwa ( nilai rata-rata 3,38) pemerintah daerah perlu memberikan ruang bagi

pemantauan publik, sehingga kualitas pengadaan benar-benar dapat tercapai.

Sinergi di antara para lembaga pengawas independen ini sangat diperlukan

sehingga hasil pemantauan betul-betul merupakan temuan (disertai bukti-bukti

yang valid) bukan sekedar mengada-ada untuk memenuhi kehendak donatur

(penyandang dana) dari lembaga pemantau. Agar tercipta koordinasi yang baik di

antara para lembaga pengawas dengan pemerintah maka pemerintah perlu

memberikan kemudahan akses informasi berkaitan dengan pengadaan barang dan

atau jasa kepada pihak pemantau.

Ruang publik yang tersedia serta komunikasi yang baik diantara lembaga

pemantau dengan pemerintah akan menciptakan suasana harmonis yang saling

menunjang kerjasama diantara lembaga pemantau dengan pemerintah. Lembaga

pemantau tidak hanya melakukan pengawasan tetapi juga dapat memberikan

masukan tentang kebutuhan-kebutuhan masyarakat terkait dengan pengadaan

barang dan atau jasa sehingga pengadaan yang dilakukan benar-benar dapat

meningkatkan kualitas pelayanan publik.

4.3.4. Vendor

Analisis data untuk penyedia (vendor) lebih dititkberatkan pada kesiapan

vendor untuk melakukan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis

elektronik. Hasil analisis akan memberi jawaban apakah Vendor telah memahami

Perpres 54 tahun 2010 berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa

berbasis elektronik atau tidak. Selain itu analisis data juga diarahkan pada

kebutuhan vendor menghadapi proses pengadaan barang dan atau jasa serta

kesempatan dan kelebihan dari sistem elektronik yang digunakan. Analisis data

akan didasarkan pada instrumen-instrumen yang digunakan dalam proses

pengumpulan data yaitu:

- Pemahaman Legal (PL) - Resolusi Konflik (RK) - Etika Pengadaan (EP) - Keterbukaan informasi (KI) - Kesempatan untuk UMKM dan koperasi (KUMKMK)

Page 96: Need Assessment Report

96  

- Keterbukaan proses pengadaan (KPP) - Partisipasi Masyarakat (PM)

Berikut ini adalah hasil analisis statistik diskriptif yang menggambarkan

kondisi dan kesiapan LPSE dalam proses pengadaan barang dan atau jasa

berbasis elektronik.

Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PL 10 3.5000 5.0000 4.400000E0 .5676462 RK 10 1.0000 5.0000 3.400000E0 1.2427568 EP 10 2.4000 5.0000 3.580000E0 .9307106 KI 10 2.3333 5.0000 3.933333E0 .8577893 KUMKMK 10 2.0000 5.0000 3.625000E0 1.1071109 KPP 10 2.6667 5.0000 3.900000E0 .8613801 PM 10 2.0000 5.0000 3.842857E0 .8970852 Valid N (listwise) 10

Hasil di atas menunjukkan bahwa pemahaman legal merupakan salah

syarat mutlak seorang vendor dapat berpartisipasi dalam proses pengadaan barang

dan atau jasa. Seorang vendor hanya dapat mengikuti tender berbasis elektronik

jika paham dengan benar aturan-aturan yang berlaku dalam proses pengadaan

seperti Perpres 54 tahun 2010 dan aturan-aturan perpajakan, karena dengan

memahami aturan-aturan terkait seorang vendor dapat mengikuti prosedur

pengadaan dan keluar sebagai pemenang.

Semua responden setuju bahwa Pemahaman terhadap perpres 54 dan

perpajakan diperlukan untuk mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa

(nilai rata-rata 4,40) karena dengan memahami Perpres 54 tahun 2010 vendor

dapat mengikuti segala prosedur yang wajib dipatuhi oleh vendor dalam

pengadaan barang dan jasa, selain itu vendor juga dapat mengetahui sanksi yang

akan diterima jika kewajibannya tidak dipenuhi.

Vendor juga harus mengetahui aturan-aturan perpajakan berkaitan dengan

kewajibannya sebagai wajib pajak karena perusahaan yang bisa mengikuti lelang

adalah perusahaan yang memiliki NPWP dan tidak memiliki catatan buruk dalam

perpajakan (penggelapan pajak, dll), selain itu mengetahui aturan perpajakan akan

Page 97: Need Assessment Report

97  

berdampak pada perusahaan yang dapat memenuhi kewajiban pajaknya dengan

benar. Berikut ini adalah jawaban responden terkait perlunya pemahaman legal

dalam proses pengadaan barang dan atau jasa

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. Perlu Pemahaman terhadap perpres 54 diperlukan untuk mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa

Setuju Sangat setuju

6 org 4 org

60% 40%

2. Pemahaman terhadap peraturan perpajakan diperlukan agar proses pengadaan barang dan atau jasa memungkinkan perusahaan memenuhi kewajiban pajaknya.

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

4 org 5 org 1 org

40% 50% 10%

3. Mengapa Pemahaman terhadap perpres 54 diperlukan untuk mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa

Karena jika tdk paham, kita tdk dpt ikut serta dalam pelelangan, krn dlm perpres 54 sdh di atur semua proses tender

10 org

70% 30%

4. Pemahaman terhadap peraturan perpajakan diperlukan agar proses pengadaan barang dan atau jasa memungkinkan perusahaan memenuhi kewajiban pajaknya.

dengan pahamnya peraturan perpajakan, perusahaan akan lbh mudah memenuhi kewajiban, jika perlu adakan sosialisasi kerjasama dgn asosiasi2

10 org 70% 30%

Penyelesaian konflik diantara para vendor maupun antara vendor dengan

pihak penyelenggara pengadaan barang dan atau jasa dapat diatasi melalui

pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Sistem pengadaan yang

membuka kompetisi yang sehat diantara para vendor karena memungkinkan

setiap vendor dapat menyediakan barang dan atau jasa yang berkualitas dengan

harga yang kompetitif. Selain itu e-procurement (pengadaan barang dan atau jasa

berbasis elektronik) juga dapat mengurangi sanggahan dan atau banding karena

vendor mendapatkan informasi yang memadai tentang mengapa perusahaannya

tidak dapat memenangkan pengadaan tertentu. Vendor memiliki tanggung jawab

yang tinggi terhadap pengadaan yang barang dan atau jasa ketika ditunjuk sebagai

penyedia karena kegagalan atau ketidakmampuan vendor pada saat tidak dapat

memenuhi kewajibannya akan dikenakan sanksi yang berat (seperti blacklist atau

Page 98: Need Assessment Report

98  

membayar ganti kerugian). Beberapa hal di atas merupakan respon dari para

responden yang terangkum seperti sebagai berikut:

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. Perlu Pemahaman terhadap perpres 54 diperlukan untuk mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa

Perlu 10 org 100%

2. Menurut Bpk/Ibu apakah perusahaan gagal memenuhi kewajibannya dalam proses pengadaan barang dan atau jasa perlu dikenakan sanksi

Ya 10 org 100%

3. Mengapa harus dikenakan sanksi

Supaya tdk melakukan kesalahan lagi dan ada efek jera (blacklist)

10 org

100%

4. Apakah perusahaan yang gagal memenuhi kewajiban dalam proses pengadaan barang dan atau jasa perlu melakukan negosiasi baru dengan panitia pengadaan

- Ya - Tidak

5 org 5 org

50% 50%

5. Dalam kondisi bagaimanakah perusahaan dapat melakukan negosiasi?

- Jika secara penuh tidak dapat melakukan kewajibannya maka tdk perlu dilakukan negosiasi.

- Jika kegagalan sbg akibat adanya post major maka dpt dilakukan negosiasi ulang

10 org 100%

Etika Pengadaan (EP) merupakan hal yang juga diperhatikan oleh para vendor, dengan e-procurement perusahaan dapat terhindari dari terjadinya penunjukan langsung pemenang dan adanya kemungkinan perusahaan fiktif dengan demikian e-procurement mendukung penegakan kode etik dalam proses pengadaan barang dan atau jasa. Responden setuju (nilai-rata-rata 3,6) bahwa penegakan kode etik dalam pengadaan sangat penting dan perlu diperhatikan untuk terciptanya pengadaan yang bebas kolusi, korupsi dan nepotisme karena e-procurement membuka peluang yang sama kepada semua vendor untuk berkompetisi mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa, dan sebaliknya setiap kesalahan yang dilakukan oleh vendor akan dikenakan sanksi yang berat.

Page 99: Need Assessment Report

99  

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. Pemahaman pakta integritas merupakan upaya untuk menerapkan etika dalam proses pengadaan barang dan atau jasa

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

4 org 5 org 1 org

40% 50% 10%

2. e-procurement memberi kemudahan setiap vendor untuk mengikuti tender

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

3 org 5 org 2 org

30% 50% 20%

3. e-procurement mendukung penegakan kode etik dalam proses pengadaan barang dan atau jasa.

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

3 org 2 org 5 org

30% 20% 50%

4. e-procurement dapat menghindari terjadinya penunjukan langsung pemenang dan adanya kemungkinan perusahaan fiktif

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

3 org 3 org 4 org

30% 30% 40%

5 Menurut Bpk/Ibu apakah pemahaman pakta integritas oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa dapat menjamin terlaksananya proses pengadaan barang dan atau jasa yang fair dan beretika?

Ya

10 org

100%

Peran informasi menjadi sangat penting dalam proses pengadaan barang

berbasis elektronik, kemudahan mengakses informasi mutlak diperlukan, namun

tidak semua responden setuju bahwa internet merupakan media yang paling

mudah untuk diakses. semua responden (100%) menjawab media informasi yang

paling mudah diakses adalah koran yaitu koran tempo dan sindu. Walaupun

terdapat 4 orang yang menjawab internet juga sebagai salah media informasi yang

mudah diakses tapi pilihan internet bukan pada pilihan pertama melainkan pilihan

kedua setelah koran sebagai media yang mudah diakses dan selebihnya

menyatakan bahwa internet merupakan media informasi yang sulit untuk diakses

dengan alasan karena pemahaman dan pengetahuan teknologi informasi mereka

yang sangat terbatas.

Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa implementasi e-procurement

tidak hanya dipersiapkan oleh penyelenggara (LPSE dan ULP) tetapi juga harus

melibatkan lembaga penyedia atau vendor. Vendor harus diminta untuk

mempersiapkan diri terutama kemampuan mereka untuk menggunakan teknologi

Page 100: Need Assessment Report

100  

informasi serta kemampuan mereka untuk menggunakan website LPSE untuk

mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Vendor

seharusnya diberikan pelatihan maupun sosialisasi tentang proses pengadaan

barang dan jasa berbasis elektronik, sehingga mereka tdk terkendala dengan

pengetahuan yang terbatas mengenai teknologi informasi. Berikut ini merupakan

paparan responden tentang pendapat mereka mengenai kemudahan dan

keterbukaan informasi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis

elektronik.

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. Bagaimana Bpk/Ibu mengetahui bahwa ada pengumuman pengadaan barang dan atau jasa dari suatu instansi pemerintah (pilihan bisa lebih dari 1)

Koran Internat

10 org 4 org

100% 40%

2. Menurut Bpk/Ibu dari berbagai media pengumuman pengadaan barang dan atau jasa di atas, manakah yang paling mudah untuk diakses

Koran (tempo dan sindu), karena mudah di dapat

10 org 100%

3. Menurut Bpk/Ibu dari berbagai media pengumuman pengadaan barang dan atau jasa di atas, manakah yang paling sulit untuk diakses

Internet, karena tidak tahu menggunakannya

8 org 80%

4. Dukungan teknologi informasi untuk mendukung pengawasan internal diperlukan untuk mengidentifikasi jangka waktu pengumuman yang terlalu singkat sehingga memungkinkan semua perusahaan dapat terlibat dalam proses pengadaan.

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

3 org 3 org 4 org

30% 30% 40%

5. Menurut Bpk/Ibu untuk mempermudah akses pengadaan barang dan atau jasa berbasis teknologi informasi diperlukan pelatihan khusus?

Ya 10 org 100%

Perpres 54 tahun 2010 juga mengatur tentang pengadaan barang dan atau

jasa bagi perusahaan kecil dan menengah, hal ini dimaksudkan untuk memberi

ruang yang sama bagi para vendor UKM untuk ikut berpartisipasi dalam proses

pengadaan barang dan atau jasa. Dengan keikutsertaan vendor UKM diharapkan

peluang usaha mereka tetap terjaga kelangsungannya dan mereka telah diberi

ruang yang sama dengan perusahaan besar dalam proses pengadaan barang dan

Page 101: Need Assessment Report

101  

atau jasa. Responden setuju (nilai rata-rata 3,63) bahwa e-procurement memberi

kesempatan untuk UMKM dan koperasi mengikuti proses pengadaan barang dan

atau jasa serta Perpres 54 tahun 2010 memberi kejelasan tentang kesesuaian

kualifikasi dengan pekerjaan yang ditawarkan.

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. e-procurement memberi kesempatan untuk UMKM dan koperasi mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

4 org 2 org 4 org

40% 20% 40%

2. Perpres 54/2010 memberi kejelasan tentang kesesuaian kualifikasi dengan pekerjaan yang ditawarkan

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

4 org 3 org 3 org

40% 30% 30%

3. Perpres 54/2010 memungkinkan semua perusahaan bersaing untuk mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

4 org 1 org 5 org

40% 10% 50%

4. Menurut Bpk/ibu apakah Perpres 54/2011 memberi akses kepada vendor kecil untuk berpartisipasi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa?

Ya

10 org 100%

e-procurement menjamin adanya keterbukan proses pengadaan barang

dan atau jasa karena dengan e-procurement semua informasi berkaitan dengan

proses pengadaan barang dan atau jasa harus disampaikan secara transparan dan

dapat diakses oleh siapa saja yang berkepentingan dalam proses pengadaan barang

dan atau jasa. Dengan adanya keterbukaan dalam proses pengadaan barang dan

atau jasa dengan sendirinya mengurangi adanya sanggahan maupun banding

karena adanya ketidakpuasan vendor atau penyedia pada saat proses lelang

berlangsung.

Responden cukup setuju (nilai rata-rata 3,40) bahwa keterbukaan

informasi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa memungkinkan terjadinya

transparansi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa selama masing-masing

pihak (penyelenggara dan penyedia sama-sama memegang kode etik dan aturan-

aturan yang berlaku) .

Page 102: Need Assessment Report

102  

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. e-procurement memungkinkan adanya keterbukaan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa Pengumuman

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

3 org 5 org 2 org

50% 30% 20%

2. e-procurement dapat mengurangi sanggahan dan banding dalam proses pengadaan barang atau jasa

Setuju Sangat setuju Cukup setuju

1 org 5 org 4 org

10% 50% 40%

3. Menurut Bpk/Ibu perlukan Pemda mengumumkan rencana pengadaan tahunan ?

Ya (transparansi)

10 org 100%

4. Menurut Bpk/Ibu apakah pagu anggaran yang disampaikan sesuai dengan perhitungan pasar?

Ya Tidak (sebaiknya juga mempertimbangkan tingkat inflasi)

6 org 4 org

50% 50%

5. Menurut Bpk/Ibu apakah evaluasi terhadap harga pasar perlu dilakukan?

Ya Agar bidding rate lbh rasional

10 org 100%

Partisipasi masyakarat sebagai pemantau atau pengawas dalam proses

pengadaan barang dan atau jasa memberi dampak positif terhadap penyedia,

karena penyedia atau vendor akan bersungguh-sungguh menjalankan

kewajibannya dan memberikan produk yang telah disepakati dalam proses

pelelangan. Responden setuju (nilai rata-rata 3,8) bahwa kontrol masyarakat atau

lembaga-lembaga indenden terhadap kebutuhan publik masih diperlukan untuk

menghindari terjadinya perencanaan pengadaan barang atau jasa yang diarahkan

terhadap pihak-pihak tertentu.

Pengawasan masyarakat atau lembaga independen diperlukan untuk

melaporkan berbagai tindakan korupsi dalam proses pengadaan barang dan atau

jasa sehingga mempermudah pihak pemeriksa (inspektorat) proses tersebut.

laporan masyarakat yang disertai bukti yang valid harus ditindaklanjuti agar

transparansi dan akuntabilitas proses pengadaan barang dan atau jasa tetap bisa

dicapai.

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. Perlu dibuat Lembaga-lembaga masyarakat untuk memantau proses pengadaan barang dan atau jasa

Sangat setuju Setuju Cukup setuju

1 org 4 org 5 org

10% 40% 50%

2. Kontrol masyarakat terhadap kebutuhan publik masih diperlukan untuk menghindari terjadinya

Sangat setuju Setuju

3 org 5 org

30% 50%

Page 103: Need Assessment Report

103  

perencanaan pengadaan barang atau jasa yang diarahkan pada pihak tertentu

Cukup setuju 2 org 20%

3. Koordinasi antar lembaga pemantauan diperlukan agar tercipta suatu mekanisme pemantauan yang efektif dan handal

Sangat setuju Setuju Cukup setuju

3 org 6 org 1 org

30% 50% 20%

4. Pengaduan masyarakat berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa perlu untuk ditindaklanjuti dengan proses pemeriksaan

Sangat setuju Setuju Cukup setuju

5 org 3 org 2 org

50% 30% 20%

4.3.5. LSM

Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) atau lembaga independen lainnya

merupakan wadah yang penting dalam proses pengawasan pengadaan dan atau

jasa. Analisis data untuk LSM lebih dititkberatkan pada kesiapan LSM untuk

melakukan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil

analisis akan memberi jawaban apakah LSM telah memahami Perpres 54 tahun

2010 berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik

atau tidak. Selain itu analisis data ini juga diarahkan pada indepedensi LSM pada

saat melakukan pengawasan terhadap proses pengadaan barang dan atau jasa

publik. Analisis data akan didasarkan pada instrumen-instrumen yang digunakan

dalam proses pengumpulan data yaitu:

- Pemahaman Mekanisme Pengawasan e-procurement (PMPE) - Peraturan perundangan yang melindungi LSM (PPLSM) - Strategi Pengawasan (SP) - Koordinasi LSM (KLSM) - Independensi LSM (ILSM) - Partisipasi Masyarakat (PM)

Berikut ini adalah hasil analisis statistik diskriptif yang menggambarkan

kondisi dan kesiapan LSM sebagai lembaga yang diharapkan dapat melakukan

pengawasan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa publik.

Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Page 104: Need Assessment Report

104  

PMPE 10 3.2000 5.0000 4.260000E0 .6095536 PPLSM 10 2.6667 5.0000 3.650000E0 .8219595 SP 10 3.5714 4.8571 4.300000E0 .4439056 KLSM 10 3.5000 5.0000 4.340000E0 .4742245 ILSM 10 3.7778 5.0000 4.566667E0 .4237464 PM 10 3.7273 5.0000 4.509091E0 .3641411 Valid N (listwise) 10

Hasil riset di atas memberi gambaran bahwa Pemahaman Mekanisme

Pengawasan e-procurement sangat penting dalam pengawasan, LSM seharusnya

memahami aturan-aturan yang berkaitan dengan pengadaan barang dan atau jasa

sebelum melakukan pemantauan, namun sebagian besar responden (80%)

menjawab belum mengetahui dengan rinci Perpres 54 tahun 2010 berkenaan

dengan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hal ini

tentunya memberi ruang kebutuhan sosialisasi Perpres 54 tahu 2010 kepada LSM,

karena dengan memahami aturan-aturan tersebut, LSM dapat melakukan

pengawasan dengan benar.

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. LSM seharusnya paham mengenai Perpres 54 Tahun 2010 tentang e-procurement

Sangat setuju Setuju Cukup setuju

5 org 3 org 2 org

50% 30% 20%

2. Pelatihan mengenai pengawasan e-procurement diperlukan untuk menambah wawasan seputar pengawasan e-procurement

Sangat setuju Setuju

4 org 6 org

40% 60%

3. LSM seharusnya mengetahui mekanisme pengawasan e-procurement

Sangat setuju Setuju

6 org 4 org

60% 40%

4. Pengaduan masyarakat berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa perlu untuk ditindaklanjuti dengan proses pemeriksaan

Sangat setuju Setuju Cukup setuju

5 org 3 org 2 org

50% 30% 20%

Sebagai lembaga pengawas independen seharusnya LSM memiliki aturan

atau peraturan perundangan yang melindungi LSM pada saat melakukan aktivitas

pengawasan. Adanya perlindungan dan jaminan hukum membuat LSM dapat

melakukan pengawasan atau pemantauan tanpa rasa takut, begitu pula setiap

dengan temuan yang diperoleh pada saat temuan dapat ditindaklanjuti sehingga

manfaat dari LSM sebagai pengawas benar dapat dicapai.

Page 105: Need Assessment Report

105  

LSM harus memiliki Strategi Pengawasan, karena dengan memiliki

strategi pengawasan yang tepat maka data atau bukti-bukti temuan dapat

diklarifikasi dengan pihak penyelenggara maupun pihak penyedia sehingga dapat

ditemukan bukti apakah proses pengadaan barang dan atau jasa publik telah sesuai

denganprosedur yang berlaku atau kah tidak.

Banyaknya lembaga pemantau seharusnya membuat ada koordinasi antar

lembaga independen tersebut. Koordinasi diantara LSM akan meningkatkan

sinergi dari lembaga indepedenden itu sendiri. LSM atau lembaga independen

juga harus menjaga ndependensi LSM sehingga temuan yang dilaporkan murni

adalah temuan lapangan bukan karena pesanan pihak donatur atau pihak tertentu.

No Pertanyaan Jawaban Jumlah %

1. Komunikasi yang baik dibutuhkan antara LSM dan pihak-pihak yang terlibat dalam e-procurement

Sangat setuju Setuju Cukup setuju

5 org 4 org 1 org

50% 40% 10%

2. Komunikasi yang baik dibutuhkan antar LSM satu dan yang lain

Sangat setuju Setuju

5 org 5 org

50% 60%

3. Komunikasi yang baik dibutuhkan antara LSM antara Lembaga Pengawasan dengan pemerintah

Sangat setuju Setuju Cukup setuju

3 org 5 org 2 org

30% 50% 20%

4. LSM bersedia menjelaskan mengenai proses pengawasan yang dijalankannya disertai laporan pengawsannya

Sangat setuju Setuju

6 org 4 org

60% 40%

LSM sebagai lembaga yang mewakili masyarakat dalam proses

pengawasan pengadaan dan atau jasa seharusnya melibatkan masyarakat luas

dalam proses pengawasan mengingat sumbser daya LSM yang terbatas.

Partisipasi Masyarakat dapat berupa masukan atas kebutuhan pengadaan publik

atau sebaliknya melaporkan pengadaan-pengadaan yang tidak sesuai kebutuhan

publik, sehingga pengadaan barang dan atau jasa yang diadakan benar-benar

merupakan kebutuhan masyarakat bukan hanya sekedar pengadaan yang tidak

mendatangkan manfaat bagi rakyat. Untuk lebih meningkatkan partisipasi

masyarakat seharusnya Lembaga Pengawas perlu mengedukasi masyarakat untuk

memahami peraturan yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa sehingga

pengawasan yang dilakukan masyarakat sesuai dengan aturan yang berlaku.

Page 106: Need Assessment Report

106  

Page 107: Need Assessment Report

 

107  

BAB V

PENUTUP

Proses pengadaan barang dan atau jasa yang diatur dalam Perpres 54 tahun

2010 memungkinkan pengadaan dilakukan secara transparan, akuntabel dan

responsibilitas. Kemudahan akses informasi yang diberikan melalui aturan

tersebut ternyata dalam implementasinya menemui beberapa kendala seperti

sosialisasi Perpres 54 tahun 2010 yang masih belum maksimal, kemampuan akses

informasi melalui internet masih terkendala jaringan yang kadang agak lambat,

selain itu pengetahuan vendor maupun penyelengara pengadaan barang dan atau

jasa tentang teknologi informasi yang masih kurang, sehingga diperlukan

pelatihan sesuai yang dibutuhkan dari masing-masing stakeholder agar

implementasi Perpers 54 tahun 2010 bisa lebih maksimal.

Pada dasarnya semua stakeholder tidak berkeberatan dengan

implementasi Perpres 54 tahun 2010 karena dengan aturan-aturan terkait berbasis

elektronik, para penyelenggara dapat terhindar dari tuntutan hukum selama

aturan-aturan tersebut diterapkan dengan benar. Selain itu dengan penerapan e-

procurement sistem pengadaan lebih efektif dan efisien karena dapat menghemat

waktu tender dan mengurangi tatap muka sehingga unsur korupsi, kolusi dan

nepotisme dapat diminimalkan. Manfaat yang lain adalah pengadaan barang dan

atau jasa akan mendapatkan produk atau jasa yang berkualitas karena kompetisi

yang sehat diantara para vendor akan menghasilkan penghematan anggaran.

Transparansi dalam proses pengadaan juga membuat para vendor mempersiapkan

diri sebaik-baiknya karena semua vendor atau penyedia memiliki kapasitas yang

sama untuk megikuti proses pengadaan barang dan atau jasa. Transparansi juga

akan mengurangi sanggahan dan atau banding karena ketidakpuasan vendor yang

tidak menang pada saat mengikuti proses tender/lelang.

Proses pengawasan baik dari lembaga formal seperti Inspektorat

maupun yang independen deperti LSM juga sangat proses pengadaan barang dan

atau jasa dapat bersih dari KKN. Dengan demikian keterlibatan lembaga-lembaga

independen seharusnya dijadikan wadah untuk mendapatkan temuan-temuan yang

Page 108: Need Assessment Report

 

108  

terkait pengadaan yang jika disertai bukti-bukti yang akurat perlu ditindaklanjuti

sehingga proses pengadaan barang dan atau jasa betul-betul bisa mendapatkan

hasil yang berkualitas dan dengan harga yang bersaing.