acara i sirup rempah2-1.docx
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
ACARA I
TEKNOLOGI PENGOLAHAN SIRUP REMPAH
Kelompok 15
Astrid Setyarini NIM H0912020
Cecilia Retno Ayu Muninggar NIM H0912028
Garsyta Firgasari NIM H0912059
Isni Fatimah NIM H0912068
Praditya Agustin Wulandari NIM H0912099
Rosyid Khoirul Anwar NIM H0912115
Sekar Prasetyaning Pertiwi NIM H0912121
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
ACARA I
PEMBUATAN SIRUP REMPAH-REMPAH
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sudah diketahui bahwa jahe memiliki manfaat untuk kesehatan.
Dalam tulisannya, Hernani dan Winarti (2011), menuliskan bahwa Jahe
(Zingiber officinale L. Rosc.) mempunyai kegunaan yang cukup beragam,
antara lain sebagai rempah, minyak atsiri, pemberi aroma, ataupun sebagai
obat. Secara tradisional, kegunaannya antara lain untuk mengobati
penyakit rematik, asma, stroke, sakit gigi, diabetes, sakit otot,
tenggorokan, kram, hipertensi, mual, demam dan infeksi. Beberapa
komponen kimia jahe, seperti gingerol, shogaol dan zingerone memberi
efek farmakologi dan fisiologi seperti antioksidan, antiimflammasi,
analgesik, antikarsinogenik, non-toksik dan non-mutagenik meskipun pada
konsentrasi tinggi.
Diperlukan cara untuk meningkatkan nilai ekonomis dari jahe dan
untuk meningkatkan konsumsi dan kesukaan masyarakat akan jahe,. Salah
satu cara adalah membuat produk inovasi dari jahe yang dapat diterima
oleh konsumen dan sirp jahe dapat menjadi pilihan untuk mengolah jahe.
Sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui apakah kandungan-
kandungan dalan jahe khususnya senyawa fenol dan antioksidan dalan jahe
akan banyak berubah selama pengolahan jahe menjadi sirup jahe.
2. Perumusan Masalah
a. Bagaimana pengaruh jenis jahe terhadap total fenol dan kadar
antioksidan sirup jahe
b. Bagaimana pengaruh pengolahan jahe (pemarutan dan pememaran
jahe) terhadap total fenol dan kadar antioksidan sirup jahe
3. Tujuan
a. Mengetahui pengaruh jenis rempah-rempah total fenol dan kadar
antioksidan sirup rempah-rempah.
b. mengetahuipengaruh pengolahan jahe (pemarutan dan pememaran
jahe) terhadap total fenol dan kadar antioksidan sirup jahe
B. TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu jenis rempah-rempah Indonesia yang belum banyak
dikembangkan adalah jahe emprit (Zingiber officinale var. Rubrum). Selama
ini jahe emprit banyak digunakan sebagai bahan jamu (obat-obatan
tradisional). Antioksidan yang berasal dari jahe (Zingiber officinale) adalah
gingerol, shogaol, alanin, dan lain-lain. Berdasarkan hal-hal tersebut maka
diduga jahe yang mengandung senyawa fenol mempunyai antioksidatif dan
aktivitas hipoglisemik. Komponen fenol dalam jahe emprit mempunyai
polaritas medium yang hampir sama dengan etanol (Suryani, 2012).
Jahe termasuk dalam family zingiberaceae. Rimpang jahe bercabang-
cabang, berwarna putih kekuningan dan berserat. Rimpang jahe berbau harum
dan berasa pedas sehingga jahe dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masak,
manisan, minuman, obat-obatan tradisional serta sebagai bahan tambahan
pada kue, pudding, dan lain-lain. Rimpang jahe juga dapat diambil
oleoresinnya yang dapat digunakan untuk industri parfum, sabun, kosmetika,
farmasi, dan lain-lain. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komposisi
kima rimpang jahe antara lain jenis, kondisi tanah, umur panen, cara budidaya,
penanganan pasca panen, cara pengolahan dan ekosistem temapat tanaman
ditanam. Rimpang jahe pada umumnya mengandung minyak atsiri 0,25-3,3%.
Minyak atsiri ini terdiri dari beberapa jenis minyak zingiberene, curcumene,
philandren dan sebagainya. Jahe juga mengandung gingerols dan shogaols
yang menimbulakan rasa pedas. Oleoresin jahe mengandung sekitar 33%
gingerols. Ekstrak jahe mempunyai daya antioksidan yang dapat dimanfaatkan
untuk mengawetkan minyak dan lemak (Muchtadi et al., 2010).
Jahe merupakan salah satu bahan alami yang digunakan untuk
mengatasi berbagai macam penyakit. Jahe emprit merupakan salah satu nama
lokal jahe yang ada di Indonesia. Kadar fenolik total dalam ekstrak jahe
emprit ditetapkan dengan metode spektrofotometri dengan pereaksi Folin-
Ciocalteau, diukur pada panjang gelombang 750 nm. Kadar fenol total sebesar
3,554% ± 0,145 % b/b EAG (Ekivalen Asam Galat). Aktivitas antioksidan
ekstrak dinyatakan dengan IC50, yaitu konsentrasi ekstrak yang dapat
menurunkan 50% absorbansi DPPH. IC50 dari ekstrak sebesar 13,70 mg/ml
(Mellawati et al, 2010).
Jahe memiliki kandungan aktif yaitu oleoresin yang berfungsi sebagai
pembawa aroma dan pembawa rasa. Oleoresin jahe mengandung komponen
gingerol, paradol, shogaol, zingerone, resin, dan minyak atsiri. Kandungan
oleoresin pada setiap bagian rimpang berbeda. Kandungan oleoresin terbanyak
terdapat dalam jaringan epidermis. Umur tanaman juga mempengaruhi
kandungan oleoresin. Semakin tua umur jahe semakin tinggi kandungan
oleoresinnya. Selain itu, perlakuan pasca panen dikupas atau tidak dikupas
juga akan mempengaruhi kandungan oleoresin dalam jahe
(Yulianto dan Widyaningsih, 2013).
Jahe merah memiliki aroma yang tajam dan rasa yang pedas
dibandingkan dengan jahe emprit dan jahe besar. Jahe (Zingiber officinale)
adalah salah satu rempah-rempah yang sudah lama dimanfaatkan sebagai
tanaman obat. Di Indonesia terdapat tiga jenis klon (kultivar) jahe, yaitu jahe
kecil, jahe merah dan jahe besar. Senyawa antioksidan alami dalam jahe cukup
tinggi dan sangat efisien dalam menghambat radikal bebas superoksida dan
hidroksil yang dihasilkan oleh sel-sel kanker dan bersifat sebagai
antikarsinogenik, non-toksik dan non-mutagenik pada konsentrasi tinggi
Senyawa fenol berkontribusi secara langsung terhadap aktivitas antioksidan.
Terdapat korelasi positif antara aktivitas antioksidan dengan kandungan
senyawa polifenol. Senyawa fenol merupakan senyawa yang bersifat
antioksidan (Mayani et al., 2014).
Pembuatan sirup jahe ini menggunakan gula dalam jumlah yang cukup
besar. Selain memberikan rasa manis, gula dalam konsentrasi yang tinggi
berperan sebagai pengawet. Konsentrasi gula yang tinggi sudah dapat
menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Kadar gula yang tinggi,
menyebabkan air dalam bahan pangan menjadi terikat sehingga menurunkan
aktivitas air sehingga tidak dapat digunakan oleh mikroba
(Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Dalam jahe terkandung senyawa fenolik yang bersifat sebagai
antioksidan. Pada kondisi stres oksidatif, senyawa bioaktif dalam rimpang
jahe seperti gingerol, oleoresin dan shagaol dapat menurunkan kadar MDA
limfosit. Ketiga komponen tersebut bekerja melalui sifat antioksidannya.
Aktivitas antioksidan tertinggi ditunjukkan oleh komponen gingerol
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau reduktan. Senyawa
ini memiliki berat molekul kecil tetapi mampu mengninaktifkan
perkembangan reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal.
Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi
oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif.
Akibatnya kerusakan sel dapat dihambat. Antioksidan dapat berupa enzim
(SOD, katalase dan glutation-peroksidase), vitamin (vitamin E, C, A dan β-
karoten) dan senyawa lain (flavonoid, albumin dan lainnya). (Winarsi, 2007).
Flavonoid adalah sekelompok polifenol yang memiliki fungsi sebagai
antioksidan, penangkal radikal bebas, menghambat hidrolisis dan oksidasi
enzim dan juga dapat berfungsi sebagai anti-inflamatori. Beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa banyak jenis dari tumbuhan yang memiliki
aktivitas antioksidan yang mempunyai manfaat therapeutic dan dari beberapa
tanaman tersebut adalah sangat berpotensi menghasilkan senyawa fenolik.
Efek theurapeutic dari tanaman yang memiliki potensi sebagai sumber
antioksidan alami dapat mengurangi efek buruk yang ditimbulkan oleh
radikal bebas dan juga dapat membantu mengatur dan menjaga sistem
kesehatan tubuh untuk menghindarkan dari penyakit degeneratif
(Atanassova et al, 2011).
Efek antioksidan terutama disebabkan komponen fenolik, seperti
flavonoid, asam fenolat, dan diterpenes fenolik Potensi konstituen antioksidan
dari bahan yang berasal dari tanaman untuk pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dari penyakit jantung koroner dan kanker juga meningkatkan
bunga antara para ilmuwan dan produsen makanan sebagai konsumen
bergerak ke arah makanan fungsional dengan spesifik efek kesehatan.
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menunda atau menghambat oksidasi
lipid atau molekul lain dengan menghambat inisiasi atau propagasi reaksi
berantai oksidatif. (Javanmardi et al, 2002).
Total fenol dalam bahan dapat diukur dengan menggunakan metode
Folin-ciocalteau. Pada saat direaksikan antara reagen Folin-Ciocalteu
dengan senyawa fenolik akan terjadi perubahan warna dari kuning menjadi
biru. Intensitas warna biru ditentukan dengan banyaknya kandungan fenol
dalam larutan sampel. Semakin besar konsentrasi senyawa fenolik dalam
sampel semakin pekat warna biru yang terlihat. Warna biru yang teramati
berbanding lurus dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk, semakin
besar konsentrasi senyawa fenolik maka semakin banyak ion fenolat yang
terbentuk sehingga warna biru yang dihasilkan semakin pekat. Fenolat
hanya terdapat pada larutan basa, tetapi pereaksi Folin-Ciocalteu dan
produknya tidak stabil pada kondisi basa. Penambahan Na2CO3 pada uji
fenolik bertujuan untuk membentuk suasana basa agar terjadi reaksi
reduksi Folin-Ciocalteu oleh gugus hidroksil dari fenolik di dalam sampel
(Ismail et al., 2012).
Uji DPPH digunakan untuk memprediksi aktivitas antioksidan pada
berbagai bahan pangan melalui mekanisme penghambatan oksidasi lipid oleh
antioksidan pada suatu substansi dengan cara pembilasan radikal DPPH.
Metode ini telah banyak digunakan dalam menghitung kapasitas antioksidan
karena waktu analisis yang cukup singkat. DPPH itu sendiri merupakan
radikal bebas yang stabil dalam larutan berair atau larutan metanol serta
memiliki serapan yang kuat pada panjang gelombang 515 nm dalam bentuk
teroksidasi. DPPH mampu menerima elektron atau radikal hidrogen dari
senyawa lain sehingga membentuk molekul diamagnetik yang stabil
(CO et al., 2013).
DPPH (1,1–diphenyl-2-picrylhidrazyl) dikategorikan ke dalam radikal
bebas yang stabil, mencegah delokalisasi pasangan elektron sehingga tidak
terdapat lubang. Delokalisasi menyebabkan terbentuknya warna ungu pekat,
yang dapat ditera dengan larutan ethanol dengan panjang gelombang 520 nm.
Saat DPPH dicampur ke dalam senyawa yang dapat menyumbangkan atom
hidrogen, DPPh akan mengalami dekolorisasi (Molyneux, 2004).
C. METODOLOGI
1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 01 Desember
2014 pukul 08.00-10.00 WIB yang bertempat di Laboratorium Rekayasa
Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Sebelas Maret.
2. Bahan dan Alat
a. Alat
i. Tabung reaksi
ii. Spektrofotometer
iii. Vortex
iv. Labu takar
v. Gelas ukur
vi. Pipet ukur 1 mL
vii. Pipet ukur 5 mL
viii. Propipet
ix. Panci
x. Blender
xi. Kompor
xii. Pisau
b. Bahan
i. Jahe emprit
ii. Jahe merah
iii. Air
iv. Gula batu
v. Aquades
vi. Larutan Folin ciopcalteau
1,5 kg jahe emprit/jahe merah
Perendaman, pengupasan dan pemeraman
Air 1 literGula batu1/2 kg, gula pasir 2 kg Perebusan
Penyaringan
Sirup Jahe
Dianalisis Total Fenol dan Antioksidan
1 ml / 100 ml aquades
0 ml / 100 ml aquades = 0 ppm10 ml / 100 ml aquades = 10 ppm20 ml / 100 ml aquades = 20 ppm30 ml / 100 ml aquades = 30 ppm40 ml / 100 ml aquades = 40 ppm50 ml / 100 ml aquades = 50 ppm
1 ml larutan + 5 ml Na2CO3 alkali 2%
Pendiaman 10 menit
penambahan 0,5 ml Folin Ciopcalteau
0,5 gr fenol / 50 ml aquades
0,5 gr fenol / 50 ml aquades
vii. Larutan Na2CO3 alkali 2%
viii. Larutan DPPH dalam etanol
3. Cara kerja
a. Pembuatan Sirup Jahe
b. Pembuatan Kurva Standar
Pengambilal 1 ml larutan
Penambahan 5 ml Na2CO3 alkali 5% dan didiamkan selama 10menit
Penambahan 0,5 ml Folin Ciopcaltteau
Pemvortex selama 30 menit
Peneraan dengan λ = 750 nm
1 ml sampel / 100 ml aquades
1 ml / 10 ml
c. Analisa Total Fenol
Pemvortekan selama 1 jam
Penambahan 0,1 ml DPPH 0,3 mM
Pengambilan 1 ml ditambah 4,9 ml metanol
Vortex
Penyimpanan dalam ruang gelap selama 30 menit
Peneraan dengan λ = 517 nm
0,1 ml sampel / 10 ml metanol
d. Pengujian Antioksidan
4. Rancangan Percobaan
Praktikum sirup rempah-rempah ini dilakukan dalam dua shift,
dengan jenisjahe dan perlakuan pendahulauan berbeda. Jahe emprit dengan
perlakuan pememaran sebelum dibuat sirup dan jahe merah yang diparut
untuk setelahnya dijadikan sirup. Kemudian sirup jahe di uji total fenol
dan kadar antioksidannya. Total fenol dihitung dengan metode Folin-
ciocalteau dengan sebelumnya telah dibuat kurva standar dari larutam
fenol. Kadar antioksidan sirup rempah dihitung dengan analisa Scavenger.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1.1 Data Kurva Standar Fenol
No.Standar Fenol (ppm)
(x)Absorbansi
(y)1. 0 0,036
2. 10 0,1373. 20 0,2854. 30 0,2975. 40 0,3206. 50 0,403
Sumber : Laporan Sementara
Pada praktikum acara I Pembuatan Sirup Rempah-Rempah yang
bertujuan untuk mengetahui pembuatan sirup rempah-rempah dan menghitung
kadar fenol dan antioksidan pada sirup rempah-rempah. Sirup rempah yang
dibuat pada praktikum ini menggunakan bahan berupa jahe emprit dan jahe
merah. Sirup jahe emprit dan jahe merahyang dibuat kemudian dianalisis
kadar fenol dan aktivitas antioksidannya.
Sirup jahe emprit dan jahe merah dianalisis kadar fenolnya karena
diduga sirup rempah tersebut mengandung senyawa-senyawa aktif yang dapat
memberikan efek positif terhadap kesehatan tubuh seperti senyawa fenol.
Menurut Suryatno (2012), komponen antioksidan utama pada jahe adalah
gingerol, shogaol dan gingerone. Gingerol, shogaol dan gingerone merupakan
senyawa-senyawa fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan karena
mempunyai kemampuan dalam menstabilkan radikal bebas yaitu dengan
memberikan atom hidrogen secara cepat kepada radikal bebas, sedangkan
radikal yang berasal dari antioksidan senyawa fenol ini lebih stabil daripada
radikal bebasnya.
Pada praktikum acara I Pembuatan Sirup Rempah-rempah, sebelum
dilakukan analisis kadar total fenol sirup jahe emprit dan jahe merah maka
dilakukan pembuatan kurva standar fenol terlebih dahulu. Pembuatan kurva
standar bertujuan untuk menentukan nilai regresi linear sebagai rumus yang
menjadi dasar untuk perhitungan kadar fenol pada sampel sirup. Kurva standar
fenol menunjukkan hubungan antara absorbansinya sebagai sumbu y terhadap
ppm fenol sebagai sumbu x. Pembuatan Kurva standar fenol dilakukan dengan
Melarutkan 1 gram fenol ke dalam 100 ml aquades kemudian diambil 1 ml
dan ditambah aquadest sampai 100 ml. Setelah itu diambil lagi 1 ml dan
diencerkan sampai 10 ml kemudian diencerkan dengan perbandingan 1 : 1 dan
hasilnya disebut larutan A. Kemudian dibuat larutan standar dengan
mencampurkan larutan A dan aquades dengan jumlah sesuai pada buku
petunjuk praktikum. Setelah itu 1 ml larutan standar ditambah 5 ml Na2CO3
alkali 2% dan dibiarkan 10 menit, ditambahkan 0,5 ml larutan Folin
Ciopcalteau, divortex, dan dibiarkan 30 menit. Dan didapatkan persamaan
regresi y = 0.006x + 0.075 dengan nilai r= 0.908, ini artinya terdapat
hubungan yang signifikan antara ppm fenol dengan absorbansi. Semakin besar
ppm fenol pada sirup rempah yang dianalisis, maka nilai absorbansinya juga
semakin besar. Nilai absorbansi mengalami kenaikan dengan semakin
besarnya konsentrasi ppm fenol, sehingga diperoleh persamaan garis antara
konsentrasi fenol dan absorbansi. Persamaan regresi antara absorbansi
terhadap ppm fenol adalah: 0.006x + 0.075 Variabel x menunjukkan kadar
ppm fenol sampel sirup rempah yang akan dicari, sedangkan variabel y
menunjukkan nilai absorbansinya. Dengan menggunakan persamaan regresi
linear, maka kadar total fenol dapat dicari nilainya.
Perbedaan nilai total fenol masing-masing sampel sirup rempah dapat
disebabkan oleh banyak hal. Salah satu faktor yang mendasari perbedaan
kadar fenol total ini adalah varietas jahe. Masing-masing jahe memiliki tingkat
rasa pedas yang berbeda. Menurut Widiyanti (2009), rasa pedas pada jahe
berhubungan dengan kadar senyawa fenol yang terkandung. Sehingga bila
rasa jahe kurang pedas, kadar senyawa fenol dalam jahe juga relatif rendah.
Faktor lain yang menyebabkan perbedaan kadar fenol total yang didapat
adalah jenis pelarut ekstraksi. Ekstraksi senyawa fenol biasanya menggunakan
pelarut organik, seperti methanol, ethanol dan aseton. Pada banyak penelitian
telah terbukti bahwa pelarut senyawa fenol terbaik adalah aseton, diikuti
methanol dan selanjutnya ethanol (Widiyanti, 2009). Sedangkan pada
praktikum ini menggunakan pelarut methanol. Sehingga nilai total fenol yang
terlarut tidak begitu besar, karena pelarut senyawa fenol terbaik adalah aseton
bukan methanol. Kadar dari pelarut tersebut juga mempengaruhi besar fenol
yang terlarut. Semakin besar kadar pelarut, semakin besar pula kadar fenol
total yang didapat. Selain itu, faktor lain yang ikut mempengaruhi kadar fenol
total yang diukur adalah temperatur tinggi serta lamanya ekstraksi. Senyawa
fenol rentan mengalami oksidasi pada temperatur yang tinggi, sehingga
mengalami degradasi. Akibatnya kadar fenol total yang terukur jadi semakin
rendah. Ekstraksi yang terlalu lama dapat memberikan kesempatan senyawa
fenol untuk teroksidasi lebih banyak. Gingerol sebagai salah satu senyawa
fenol terbesar dalam jahe, memiliki sifat yang rentan terhadap perubahan suhu
pada saat penyimpanan maupun pengolahan bahan. Sehingga dengan mudah
gingerol dapat berubah menjadi shogaol dan zingerone serta mengakibatkan
menurunnya kadar fenol total jahe (Widiyanti, 2009).
0 10 20 30 40 50 600
0.050.1
0.150.2
0.250.3
0.350.4
0.45
f(x) = 0.00684571428571429 x + 0.0751904761904761R² = 0.908944707917673
Chart Title
Series2Linear (Series2)
Axis Title
Axis
Title
Tabel 1.2 Analisis Total Fenol Sirup rempah
Sampel Absorbansi Total Fenol (%)Jahe emprit 0,064 0,1607Jahe merah 0,088 0,1899
Sumber: Laporan Sementara
Pengujian analisa total fenol pada sirup jahe pada praktikum ini adalah
dengan metode Folin Ciocalteau. Menurut Zulfahmi dan Nirmagustina
(2012), prinsip kerja uji kandungan total fenol metode Folin Ciocalteau yaitu
dengan cara senyawa fenol bereaksi dengan pereaksi Folin Ciocalteau dapat
memberikan warna kuning dan dengan menambahkan alkali (sodium
karbonat) dapat memberikan warna biru. Intensitas warna biru diukur
serapannya pada panjang gelombang 765 nm. Kandungan total fenol dalam
bahan dibandingkan dengan standar asam galat. Metode ini digunakan untuk
mengukur semua fenol yang terkandung pada suatu bahan. Kelebihan metode
Folin Ciocalteau, yaitu dapat memberikan respon yang relatif sama terhadap
senyawa fenol yang berbeda. Sedangkan kekurangannya adalah akan
memberikan respon seperti senyawa fenol terhadap sulfur dioksida dan gula.
Pada analisa total fenol ini menggunakan larutan folin ciocalteau dan
Na2CO3 alkali 2%. Setiap bahan ini memiliki fungsi masing-masing. Menurut
Ismail et al. (2012), Folin ciocalteau berfungsi untuk merubah warna kuning
senyawa fenolik menjadi berwarna biru. Intensitas warna biru ditentukan
dengan banyaknya kandungan fenol dalam larutan sampel. Semakin besar
konsentrasi senyawa fenolik dalam sampel semakin pekat warna biru yang
terlihat. Warna biru yang teramati berbanding lurus dengan konsentrasi ion
fenolat yang terbentuk, semakin besar konsentrasi senyawa fenolik maka
semakin banyak ion fenolat yang terbentuk sehingga warna biru yang
dihasilkan semakin pekat. Perubahan warna ini terjadi karena terjadi reaksi
reduksi Folin-Ciocalteu oleh gugus hidroksil dari fenolik di dalam sampel.
Tetapi reaksi ini hanya dapat terjadi jika dalam suasana basa. Sehingga fungsi
penambahan Na2CO3 pada uji fenolik bertujuan untuk membentuk suasana
basa agar reaksi terjadi secara stabil.
Menurut Purba et al. (2014), komplek warna biru yang terbentuk
terjadi karena Folin Ciocalteau (terdiri dari asam fosfomolibdat dan asam
fosfotungstat) akan terjadi reaksi oksidasi-reduksi yang mampu mengoksidasi
gugus hidroksil (OH-) dari senyawa golongan fenol. Adapun reaksinya adalah
sebagai berikut:
Dari Tabel 1.2, dapat diketahui bahwa total fenol pada jahe merah
lebih besar dari pada jahe emprit. Secara berturut-turut, besarnya total fenol
pada jahe merah dan jahe emprit adalah 0,1899% dan 0,1607%. Tetapi hal ini
tidak sesuai dengan yang dinyatakan oleh Fakhrudin (2008), bahwa jahe
emprit memiliki komponen total fenol oleoresin yang lebih besar dibanding
jahe merah. Besarnya komponen total fenol oleoresin dari jahe Emprit yaitu
sebesar 6,9%, jahe Merah sebesar 6,5%.
Penyimpangan ini dapat terjadi dimungkinkan karena adanya
perbedaan perlakuan awal, yaitu jahe emprit hanya dimemarkan sedangkan
jahe merah diberi perlakuan diparut. Sehingga jahe merah yang diparut
memberikan hasil fenol terukur yang lebih banyak. Sesuai dengan Mayani et
al. (2014) jahe yang diparut menyebabkan permukaan jahe lebih luas dan
senyawa fenolik yang terekstrak lebih banyak sehingga kadar antioksidan
lebih tinggi dibanding dengan metode reduksi diiris dan digeprek. Fakhrudin
(2008), juga menyatakan hal yang senada, bahwa ukuran jahe berpengaruh
terhadap karakteristik oleoresin yang dihasilkan, semakin kecil ukuran serbuk
jahe maka oleoresin yang dihasilkan mempunyai nilai kandungan fenol yang
semakin tinggi.
Tabel 1.3 Analisis Aktivitas Scavanger (Antioksidan) Sirup rempah
SampelAbsorbansi
SampelAbsorbansi
KontrolAktivitas Scavanger (Antioksidan) (%)
Jahe emprit 0,0280,504
94,4444Jahe merah 0,146 71,0327
Sumber: Laporan SementaraRadikal bebas dikenal sebagai faktor utama dalam kerusakan biologi,
dan DPPH digunakan untuk mengevaluasi aktivitas perendam radikal bebas
dari suatu antioksidan alami. DPPH yang merupakan suatu molekul radikal
bebas dengan warna ungu dapat berubah menjadi warna kuning oleh reaksi
dengan antioksidan, dimana antioksidan memberikan satu elektronya pada
DPPH sehingga terjadinya peredaman pada radikal bebas DPPH
(Yuhernita dan Juniarti, 2011)
Dalam Septiana dan Ari, tahun 2013 kapasitas penangkapan radikal
bebas (analisa scavenger) prinsipnya diukur berdasarkan kemampuan ekstrak
dalam menangkap radikal 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH). DPPH
(1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) adalah suatu radikal yang cukup stabil dengan
memberikan warna ungu pada panjang gelombang 517 nm. Ketika radikal
DPPH bereaksi dengan suatu senyawa antioksidan yang dapat mendonorkan
atom hidrogen, ia akan tereduksi menjadi DPPH-H. Kapasitas penangkapan
radikal bebas ditunjukkan dengan persentase berkurangnya warna ungu dari
DPPH. Larutan ekstrak dipersiapkan dengan melarutkan ekstrak pada
konsentrasi 125, 250, 500, 1000, dan 2000 ppm dalam metanol. Sebanyak 2
mL larutan ekstrak tersebut dicampur dengan 2 mL larutan DPPH 0.16 mM
dalam metanol. Campuran divorteks selama 1 menit dan dibiarkan selama 30
menit sebelum absorbansinya diukur pada panjang gelombang 517 nm.
Penurunan absobansi menunjukkan peningkatan kemampuan untuk
menangkap radikal DPPH. Kemampuan untuk menangkap radikal (KUMR)
DPPH dihitung dengan persamaan: KUMR dalam persen sama dengan
pengurangan absorbansi kontrol dengan absorbansi sampel yang dibagi
dengan absorbansi sampel dikalikan 100%. Penambahan DPPH dalam analisa
scavanger adalah agar bereaksi dengan suatu senyawa antioksidan yang dapat
mendonorkan atom hidrogen, ia akan tereduksi menjadi DPPH-H. Sehingga
dapat diketahui aktifitas senyawa antioksidannya dengan menera warna dari
campuran.
Aktivitas diukur dengan menghitung jumlah pengurangan intensitas
warna ungu DPPH yang sebanding dengan pengurangan konsentrasi larutan
DPPH. Peredaman tersebut dihasilkan oleh bereaksinya molekul Difenil
Pikril Hidrazil dengan atom hidrogen yang dilepaskan satu molekul
komponen sampel sehingga terbentuk senyawa Difenil Pikril Hidrazin dan
menyebabkan terjadinya peluruhan warna DPPH dari ungu ke kuning.
Pada hasil praktikum yang terdapat pada Tabel 1.3 Analisis Aktivitas
Scavanger (Antioksidan) Sirup Rempah untuk mengetahui aktivitas antioksidan
ini kita dalam praktikum ini terlebih dahulu mengetahui absorbansi pada masing-
masing sampel yaitu jahe merah dan jahe emprit dan mengetahui absorbansi kontrol.
Setelah mendapatkan absorbansi tersebut untuk mendapatkan aktivitas antioksidan
pada sampel dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Aktivitas antioksidan = (Abs. kontrol –Abs. sampel ) ×100%Abs. kontrol
Dan menurut Ismail (2012) untuk menghitung % Aktivitas antioksidan
adalah sebagai berikut :
= 1-A sampelA kontrol
×100%
A kontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel
A sampel = Absorbansi sampel
Absorbansi yang didapatkan pada jahe emprit sebesar 0,028 sedangkan
absorbansi yang didapatkan sebesar 0,146, dan absorbansi pada kontrol
sebesar 0,504. Setelah itu didapatkan nilai aktivitas antioksidan pada masing-
masing sampel dengan memasukkan nilai absorbansi pada rumus tersebut
didapatkan aktivitas antioksidan pada jahe emprit sebesar 94,44% dan pada
jahe merah 71,03%. Aktivitas antioksidan pada jahe merah menurut Ibrahim
(2014) adalah 79.85%. Sedangkan aktivitas antioksidan pada jahe emprit
menurut Febriyanti (2014) adalah 94.68% sedangkan jika jahe emprit
berbentuk sari jahe memiliki aktivitas antioksidan sebesar 82.02%. Dari hasil
praktikum tersebut nilai aktivitas antioksidan pada hasil praktikum lebih
tinggi jahe emprit dibandingkan dengan jahe merah, untuk hal ini bila
dibandingkan antara hasil praktikum dengan teori tersebut sesuai. Akan tetapi
bila dilihat dari persentasinya belum sesuai dengan teori yang ada. Ini
diakibatkan karena konsentrasi yang dipakai dalam praktikum mungkin
belum sesuai sesuai dengan teori bahwa diikarenakan pada konsentrasi tinggi
senyawa yang terkandung akan semakin banyak dan menyebabkan semakin
besar antioksidannya.
Faktor yang mempengaruhi hasil antioksidan dan total fenol selama
pengujian antara lain, jenis jahe yang digunakan. Dalam Mustafa et al. tahun
1990 dan Ali et al. tahun 2008, menyebutkan bahwa komposisi kimia jahe
sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain waktu panen, lingkungan
tumbuh (ketinggian tempat, curah hujan, jenis tanah), keadaan rimpang
(segar atau kering) dan geografi. Perlakuan panas pada saat pembuatan sirup
dapat merusak antioksidan. Penyimpanan pada tempat terang juga dapat
mempengaruhi kandungan antioksidan.
Komposisi kimia jahe sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain waktu panen, lingkungan tumbuh (ketinggian tempat, curah hujan, jenis
tanah), keadaan rimpang (segar atau kering) dan geografi (Mustafa et al .
1990; Ali et al . 2008). Kandungan gingerol jahe merah lebih tinggi
dibanding jahe lainnya (Rehmen et al . 2011). Menurut penelitian Hernani
dan Hayani (2001), jahe merah mempunyai kandungan pati (52,9%), minyak
atsiri (3,9%) dan ekstrak yang larut dalam alkohol (9,93%) lebih tinggi
dibandingkan jahe emprit (41,48, 3,5 dan 7,29%) dan jahe gajah (44,25, 2,5
dan 5,81%).
Antioksidan fenolik pada jahe dapat bereaksi sebagai scavenger radikal
peroksil (ROO) dan merupakan scavenger yang kuat terhadat radikal
hidroksil (OH). Antioksidan ini dapat menangkap radikal bebas yang
dihasilkan selama tahap propagasi dari lemak atau minyak dengan cara
mendonasikan radikal hidrogen sehingga radikal lemak tidak aktif
melaksanakan tahap propagasi yang akan merusak lemak. Kemampuan
antioksidan untuk mendonasikan hidrogen mempengaruhi aktivitasnya
(Hudson, 1990).
E. PENUTUP
1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum Acara I “Pebuatan
Sirup Rempah-Rempah” adalah sebagai berikut:
a. Dari praktikum, total fenol pada jahe merah lebih besar dari pada jahe
emprit. Secara berturut-turut, besarnya total fenol pada jahe merah dan
jahe emprit adalah 0,1899% dan 0,1607%.
b. Secara teori, total fenol jahe emprit lebih besar daripada jahe merah.
c. jahe yang diparut menunjukkan senyawa fenolik yang lebih besar
dibanding dengan metode dimemarkan karena memiliki luas permukaan
yang lebih besar.
d. Dari data praktikum didapatkan aktivitas antioksidan pada jahe emprit
sebesar 94,44% dan pada jahe merah 71,03%.
2. Saran
Masih diperlukan penelitian lebih lanjut tentang sirup dari jahe,
utnuk lebih mengetahui faktor-faktor pengolahan yang berpengaruh pada
total fenolik dan kadar antioksidan sirup jahe itu sendiri dan masih sangat
diperlukan penelitian tentang peneriamaan sirup jahe secara organoleptik
oleh konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Nok, Enny Sholichah, dan Cahya Edi W. A. 2011. Rancangan Proses Produksi Minuman Instan Skala Industri Kecil dari Empon-Empon. Prsiding SNaPP Sains, Teknologi, dan Kesehatan. Subang, Jawa Barat.
Atanassova M, Georgieva S., Ivancheva K. 2011. Total Phenolic and Total Flavonoid Contents, Antioxidant Capacity and Biological Contaminants in Medinical Herbs. Jurnal of the University of Chemical and Metallurgy. 46, 1, 81-88.
CO, Eleazu., Amadi CO., Iwo G., Nwosu P dan Ironua CF. 2013. Chemical Composition and Free Radical Scavenging Activities of 10 Elite Accessions of Ginger (Zingiber officinale Roscoe). Journal of Clinic Toxical. ISSN: 2161-0495. Vol. 3. No. 1.
Estiasih, Teti dan Ahmadi, Kgs. . Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara:
Fakhrudin, Muh Irfan. 2008. Kajian Karakteristik Oleoresin Jahe Berdasarkan Ukuran dan Lama Perendaman Serbuk Jahe dalam Etanol. Skripsi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Febriyanti S dan Yunianta. 2014. Pengaruh Konsentrasi Karagenan dan Rasio Sari Jahe Emprit (Zingiber officinale var. Rubrum) terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik Jelly Drink Jahe. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3 No 2 p.542-550.
Hernani dan Christina Winarti. 2011. Kandungan Bahan Aktif Jahe dan Pemanfaatannya dalam Bidang Kesehatan. Teknologi Hasil Penelitian Jahe
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian: 125-142.
Ibrahim AM, Yunianta, Sriherfyna FH. 2014. Pengaruh Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi terhadap Sifat Kimia dan Fisik pada Pembuatan Minuman Sari Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) dengan Kombinasi Penambahan Madu sebagai Pemanis. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3 No 2 p.530-541.
Ismail, Jefriyanto, Max R.J. Runtuwene, dan Feti Fatimah. 2012. Penentuan Total Fenolik dan Uji Aktivitas Antioksidan pada Biji dan Kulit Buah Pinang Yaki (Areca vestiaria Giseke). Jurnal Ilmiah Sains Vol. 12 No. 2.
Javanmardi, J et al. 2003. Antioxidant Activity and Total Phenolic Content of Iranian Ocimum Accesions. 83, 547-550.
Mayani, Lisna, Sudarminto Setyo Yuwono, dan Dian Widya Ningtyas. 2014. Pengaruh Pengecilan Ukuran Jahe dan Rasio Air terhadap Sifat Fisik Kimia dan Organoleptik pada Pembuatan Sari Jahe (Zingiber Officinale). Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 p.148-158.
Mellawati, Dyah, Sudarsono dan Ag. Yuswanto. 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Zat Pedas Rimpang Jahe Emprit terhadap Fagositosis Makrofag pada Mencit Jantan yang Diinfeksi dengan Listeria Monocytogenes. Majalah Obat Tradisional, 15(3), 112 – 120.
Molyneux, Philip. 2004. The Use of Stable Free Radical Diphenilpicyl-hydrazyl (DPPH) For Estimating Antioxidant Activity. Songkanaklarin Journal Science and Technology. Vol. 26 (2) : 211-219.
Muchtadi, Tien R. Sugiyono, dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2010. Ilmua Pengetahuan Bahan Pangan. Penerbit Alfabeta: Bandung.
Purba, Dohot Maruli, Muhamad Agus Wibowo, dan Puji Ardiningsih. 2014. Aktivitas Antioksidan dan Sitotoksik Ekstrak Metanol Daun Sengkubak (Pycnarrhena cauliflora Diels). Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 p.148-158.
Septiana, Aisyah Tri dan Ari Asnani. 2013. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput Laut Sargassum duplicatum. Jurnal Teknologi Pertanian Vol 14 (2) 79-86.
Septiana, Aisyah Tri dkk. 2002. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dikhlorometana dan Air Jahe (Zingiber officinale Roscoe) pada Asam Linoleat. Jurnal Teknol dan Industri Pangan Vol 13 (2): 105-110.
Suryani, Ch. Lilis. 2012. Optimasi Metode Ekstraksi Fenol Dari Rimpang Jahe Emprit (Zingiber Officinalle Var. Rubrum). Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jurnal AgriSains Vol.3 No.4.
Suryatno, Hedi., Basito., dan Esti Widowati. 2012. Kajian Organoleptik, Aktivitas Antioksidan, Total Fenol Pada Variasi Lama Pemeraman Pembuatan Telur
Asin Yang Ditambah Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Roscoe). Jurnal Teknosains Pangan. Vol. 1 (1): 118-125.
Widiyanti, Ratna K. 2009. Analisis Kandungan Senyawa Jahe (Zingiber officinale Roscoe). Universitas Indonesia.
Winarsi, Hery. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius. Yogyakarta.
Yulianto, Rachmad Rizal dan Tri Dewanti Widyaningsih. 2013. Formulasi Produk Minuman Herbal Berbasis Cincau Hitam (Mesona palustris), Jahe (Zingiber officinale), dan Kayu Manis (Cinnamomum burmanni). Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 1 No. 1 : 65-77.
Zulfahmi dan Nirmagustina, Dwi Eva. 2012. Pengaruh Sukrosa Terhadap Kandungan Total Fenol Minuman Rempah Tradisional (Minuman Secang). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (2): 125-130.
LAMPIRAN
Perhitungan:
a. Persamaan Regresi Kurva Standar Fenoly=bx+a
y=6,8457 ×10−3 x+0,0752
b. Pengenceran untuk Analisis Total Fenol
1 ml sampel
100 mlaquades
1 ml
10 mlaquades
Faktor Pengenceran (FP) = 100
1×
101
= 1000c. Perhitungan Total Fenol
1. Jahe empritAbsorbansi (y) = 0,064Persamaan regresi : y=bx+a 0,064=6,8457 × 10−3 x+0,0752 6,8457 ×10−3 x=0,064−0,0752
6,8457 ×10−3 x=−0,0112 x=−1,636 x=1,636
% fenol = x× FP ×100 %
μg sampel
= 1,636 ×1000 ×100 %
1 ×106
= 0,1607 %
2. Jahe merahAbsorbansi (y) = 0,088Persamaan regresi : y=bx+a 0,088=6,8457 ×10−3 x+0,0752 6,8457 ×10−3 x=0,088−0,0752 6,8457 ×10−3 x=0,0128
x=¿1,870
% fenol = x× FP ×100 %
μg sampel
= 1,870× 1000 ×100 %
1 ×106
= 0,1899 %
d. Perhitungan Aktivitas Scavenger (antioksidan)1. Jahe emprit
Absorbansi kontrol = 0,504Absorbansi sampel = 0,028
Aktivitas antioksidan = (|.|kontrol –|.|sampel )× 100 %
|.|kontrol
= (0,504−0,028 ) ×100 %
0,504= 94,4444%
2. Jahe merah Absorbansi kontrol = 0,504Absorbansi sampel = 0,146
Aktivitas antioksidan = (|.|kontrol –|.|sampel )× 100 %
|.|kontrol
= (0,504−0,146 ) ×100 %
0,504= 7`,032%
DOKUMENTASI PRAKTIKUM
Gambar 1.5 Proses Pemarutan Jahe Gambar 1.6 Proses Perendaman
Gambar 1.7 Proses Penyaringan Gambar 1.7 Bahan Analisa Total Fenol
Gambar 1.8 Peralatan Analisa Total Fenol
Gambar 1.9 Proses Analisa Total Fenol
Gambar 1.10 Sampel Analisis Scavenger
Gambar 1.11 Pendiaman Sampel