abstrak - digilib.its.ac.id · hidroksida ligam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat,...

10
Pengaruh Temperatur Karbonisasi Dan Konsentrasi Zink Klorida (ZnCl2) Terhadap Luas Permukaan Karbon Aktif Eceng Gondok Abu Akhmad B 1 , Diah Susanti 2 , Hariyati Purwaningsih 2 1 Mahasiswa jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 2 Dosen jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS Abstrak Eceng gondok merupakan tumbuhan air yang dikenal sebagai limbah dan dapat menimbulkan berbagai masalah. Untuk memanfaatkan eceng gondok, maka dalam penelitian ini, eceng gondok diolah menjadi karbon aktif. Eceng gondok dikarbonisasi di furnace kedap udara pada temperature (300, 500, dan 700) o C selama 2 jam. Selanjutnya, dilakukan aktifasi kimia dengan ZnCl2 pada konsentrasi 5% dan 30% selama 4 jam setelah sampel dihaluskan lolos 120 mesh, kemudian diikiuti aktifasi fisika dengan steam pada temperature 700 o C selama 2 jam di furnace kedap udara. Setelah itu, dilakukan pengujian terhadap sampel hasil penelitian yang meliputi; uji SEM; uji XRD dan uji bilangan Iodine. Dari hasil pengujian terlihat, luas permukaan karbon aktif paling tinggi sebesar 352.22 g/kg terdapat pada T=700 o C dengan konsentrasi ZnCl2 30% dan bentuk morfologi tipis,rapuh berpori dan kecil. Kata kunci: karbon aktif; eceng gondok; karbonisasi; luas permukaan karbon aktif 1. PENDAHULUAN Eceng gondok merupakan tumbuhan rawa atau air, yang mengapung di atas permukaan air. Di ekosistem air, enceng gondok ini merupakan tanaman pengganggu atau gulma yang dapat tumbuh dengan cepat (3% per hari). Pesatnya pertumbuhan enceng gondok ini mengakibatkan berbagai kesulitan seperti terganggunya transportasi, penyempitan sungai, dan masalah lain karena penyebarannya yang menutupi permukaan sungai atau perairan. Eceng gondok sangat sulit dikendalikan populasinya karena pertumbuhannya sangat cepat dan daya tahan hidupnya tinggi. Pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat memerlukan penanganan yang serius. Pemberantasan secara mekanik, kimia, dan biologi di beberapa negara tidak pernah memberikan hasil yang optimal. Bahkan karena hal ini akan berdampak negatif (O Sullivan C, dkk: 2010). Banyak dari perairan di Indonesia yang ditumbuhi eceng gondok sebagai gulma, terutama di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera. Bahkan Danau Sentani di Irian Jaya sebagian permukaannya telah tertutup eceng gondok (Tjondronegoro dan Pantjawarni, 1999). Akibatnya, volume tampung sungai akan berkurang dan dapat mengakibatkan banjir. Untuk mengurangi permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan pembersihan sungai/saluran- saluran air. Supaya enceng gondok ini tidak menumpuk dan menjadi limbah biomassa, maka dapat dilakukan suatu pemanfaatan alternatif terhadap enceng gondok ini dengan menjadikannya karbon aktif. Karbon aktif ini memiliki banyak manfaat, seperti sebagai adsorben cairan beracun,gas beracun, penyerap bau busuk, penjernih air dan sebagainya (Ismadji,2000). Disamping itu, karbon aktif banyak digunakan sebagai katalis, kapasitor elektrokimia, baterai dan sebagainya (Ismadji ,2000). Penggunaan karbon aktif dalam industri telah menyebar luas, mulai dari yang bersifat umum sampai untuk penghilangan larutan berwarna maupun untuk pemurnian gula. Konsumsi karbon aktif dunia semakin meningkat setiap tahunnya, misalkan pada tahun 2007 mencapai 300.000 ton/tahun. Sedangkan negara besar seperti Amerika kebutuhan perkapitanya mencapai 0,4 kg per tahun dan Jepang berkisar 0,2 kg per tahun (Chand dkk, 2005). Hal ini berdampak pada harga karbon aktif yang semakin kompetitif. Di pasaran dalam negeri harga karbon aktif antara Rp 6.500/kg sampai Rp 15.000/kg tergantung pada kualitasnya (Pari, 2002). Bahkan di pasaran internasional karbon aktif dengan bilangan iodine lebih besar 1.000 m2/gram dapat mencapai 20 dolar Amerika per kilonya (Suzuki, 2007). Metoda aktifasi yang umum digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah: a. Aktifasi Kimia: proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan pemakian bahan-bahan kimia b. Aktifasi Fisika: proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan CO2 Untuk aktifasi kimia, aktifator yang digunakan adalah bahan-bahan kimia seperti: hidroksida ligam alkali garam-garam karbonat,

Upload: vothuy

Post on 03-Mar-2019

252 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Abstrak - digilib.its.ac.id · hidroksida ligam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan ... peratur dan lama destilasi mempunyai pengaruh

Pengaruh Temperatur Karbonisasi Dan Konsentrasi Zink Klorida (ZnCl2) Terhadap Luas Permukaan

Karbon Aktif Eceng Gondok

Abu Akhmad B1, Diah Susanti

2, Hariyati Purwaningsih

2

1Mahasiswa jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

2Dosen jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Abstrak Eceng gondok merupakan tumbuhan air yang dikenal sebagai limbah dan dapat menimbulkan berbagai

masalah. Untuk memanfaatkan eceng gondok, maka dalam penelitian ini, eceng gondok diolah menjadi karbon

aktif. Eceng gondok dikarbonisasi di furnace kedap udara pada temperature (300, 500, dan 700) oC selama 2 jam.

Selanjutnya, dilakukan aktifasi kimia dengan ZnCl2 pada konsentrasi 5% dan 30% selama 4 jam setelah sampel

dihaluskan lolos 120 mesh, kemudian diikiuti aktifasi fisika dengan steam pada temperature 700oC selama 2 jam di

furnace kedap udara. Setelah itu, dilakukan pengujian terhadap sampel hasil penelitian yang meliputi; uji SEM; uji

XRD dan uji bilangan Iodine. Dari hasil pengujian terlihat, luas permukaan karbon aktif paling tinggi sebesar

352.22 g/kg terdapat pada T=700oC dengan konsentrasi ZnCl2 30% dan bentuk morfologi tipis,rapuh berpori dan

kecil.

Kata kunci: karbon aktif; eceng gondok; karbonisasi; luas permukaan karbon aktif

1. PENDAHULUAN

Eceng gondok merupakan tumbuhan rawa atau

air, yang mengapung di atas permukaan air. Di

ekosistem air, enceng gondok ini merupakan

tanaman pengganggu atau gulma yang dapat

tumbuh dengan cepat (3% per hari). Pesatnya

pertumbuhan enceng gondok ini mengakibatkan

berbagai kesulitan seperti terganggunya

transportasi, penyempitan sungai, dan masalah lain

karena penyebarannya yang menutupi permukaan

sungai atau perairan.

Eceng gondok sangat sulit dikendalikan

populasinya karena pertumbuhannya sangat cepat

dan daya tahan hidupnya tinggi. Pertumbuhan

eceng gondok yang sangat cepat memerlukan

penanganan yang serius. Pemberantasan secara

mekanik, kimia, dan biologi di beberapa negara

tidak pernah memberikan hasil yang optimal.

Bahkan karena hal ini akan berdampak negatif (O

Sullivan C, dkk: 2010). Banyak dari perairan di

Indonesia yang ditumbuhi eceng gondok sebagai

gulma, terutama di Jawa, Kalimantan, dan

Sumatera. Bahkan Danau Sentani di Irian Jaya

sebagian permukaannya telah tertutup eceng

gondok (Tjondronegoro dan Pantjawarni, 1999).

Akibatnya, volume tampung sungai akan

berkurang dan dapat mengakibatkan banjir.

Untuk mengurangi permasalahan tersebut,

maka perlu dilakukan pembersihan sungai/saluran-

saluran air. Supaya enceng gondok ini tidak

menumpuk dan menjadi limbah biomassa, maka

dapat dilakukan suatu pemanfaatan alternatif

terhadap enceng gondok ini dengan

menjadikannya karbon aktif. Karbon aktif ini

memiliki banyak manfaat, seperti sebagai adsorben

cairan beracun,gas beracun, penyerap bau busuk,

penjernih air dan sebagainya (Ismadji,2000).

Disamping itu, karbon aktif banyak digunakan

sebagai katalis, kapasitor elektrokimia, baterai dan

sebagainya (Ismadji ,2000). Penggunaan karbon

aktif dalam industri telah menyebar luas, mulai

dari yang bersifat umum sampai untuk

penghilangan larutan berwarna maupun untuk

pemurnian gula.

Konsumsi karbon aktif dunia semakin

meningkat setiap tahunnya, misalkan pada tahun

2007 mencapai 300.000 ton/tahun. Sedangkan

negara besar seperti Amerika kebutuhan

perkapitanya mencapai 0,4 kg per tahun dan

Jepang berkisar 0,2 kg per tahun (Chand dkk,

2005). Hal ini berdampak pada harga karbon aktif

yang semakin kompetitif. Di pasaran dalam negeri

harga karbon aktif antara Rp 6.500/kg sampai Rp

15.000/kg tergantung pada kualitasnya (Pari,

2002). Bahkan di pasaran internasional karbon

aktif dengan bilangan iodine lebih besar 1.000

m2/gram dapat mencapai 20 dolar Amerika per

kilonya (Suzuki, 2007).

Metoda aktifasi yang umum digunakan

dalam pembuatan arang aktif adalah:

a. Aktifasi Kimia: proses pemutusan rantai

karbon dari senyawa organik dengan pemakian

bahan-bahan kimia

b. Aktifasi Fisika: proses pemutusan rantai

karbon dari senyawa organik dengan bantuan

panas, uap dan CO2

Untuk aktifasi kimia, aktifator yang

digunakan adalah bahan-bahan kimia seperti:

hidroksida ligam alkali garam-garam karbonat,

Page 2: Abstrak - digilib.its.ac.id · hidroksida ligam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan ... peratur dan lama destilasi mempunyai pengaruh

klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan

khususnya ZnCl2 , asam-asam anorganik seperti

H2SO4 dan H3PO4 .

Untuk aktifasi fisika, biasanya arang

dipanaskan didalam furnace pada temperatur 800-

900°C. Oksidasi dengan udara pada temperatur

rendah, merupakan reaksi eksoterm sehingga sulit

untuk mengontrolnya. Sedangkan pemanasan

dengan uap atau CO2 pada temperatur tinggi

merupakan reaksi endoterm, sehingga lebih mudah

dikontrol dan paling umum digunakan.

Beberapa bahan baku lebih mudah untuk

diaktifasi jika diklorinasi terlebih dahulu.

Selanjutnya dikarbonisasi untuk menghilangkan

hidrokarbon yang terklorinasi dan akhimya

diaktifasi dengan uap. Juga memungkinkan untuk

memperlakukan arang kayu dengan uap belerang

pada temperatur 500°C dan kemudian desulfurisasi

dengan H2 untuk mendapatkan arang dengan

aktifitas tinggi.

Dalam beberapa bahan barang yang diaktifasi

dengan percampuran bahan kimia, diberikan

aktifasi kedua dengan uap untuk memberikan sifat

fisika tertentu barang tidak dikembangkan oleh

aktifasi kimia.

Cheremisinoff dan AC. Moressi,

mengemukakan bahwa proses pembuatan arang

aktif terdiri dari tiga tahap yaitu:

a. Dehidrasi: proses penghilangan air.

Bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170 °C.

b. Karbonisasi: pemecahan bahan-bahan

organik menjadi karbon. Temperatur

diatas 170 °c akan menghasilkan CO, CO2 dan

asam asetat. Pada temperature 275 °C,

dekomposisi menghasilkan tar, metanol dan hasil

sampingan lainnya. Pembentukan karbon terjadi

pada temperatur 400 – 600 0C

c. Aktifasi: dekomposisi tar dan perluasan pori-

pori. Dapat dilakukan dengan uap atau CO2

sebagai aktifator.

Woodroof, berpendapat bahwa bila

tempurung kelapa dipanaskan pada temperatur

yang cukup tinggi tanpa berhubungan dengan

udara, akan terjadi rangkaian penguraian dari

senyawa-senyawa kompleks yang merupakan

komponen utama tempurung. Dan dihasilkan tiga

bentuk zat, yaitu: padatan, cair, gas.

Samaniego dan A.I de Leon, telah

mencoba membuat arang aktif dari beberapa

macam bahan buangan, seperti: sekam, dedak,

tempurung kalapa dan lain-lain. Bahan baku yang

telah dihancurkan dan dikeringkan, didestilasi

dalam electric muflle furnace. Destilasi

berlangsung sampai tidak ada destilat yang

mengalir dari alat pendingin. Arang yang

dihasilkan, selanjutnya diaktifasi dengan

menggunakan bahan kimia yang berbeda, antara

lain: HCl, HNO3, H2SO4, H3PO4, NaOH, NaCI,

KCI, ZnCl2 dan CaCl2. Selanjutnya campuran

arang dan aktifator dipanaskan pada temperatur

dan waktu tertentu. Hasil yang diperoleh, diuji

daya serapnya terhadap larutan odine. Dari

percobaan yang dilakukan, ternyata daya serap

arang aktif ditentukan oleh jenis bahan dasar dan

aktifaktor yang digunakan.

Widjaja, AP dan D. Somaatmadja telah

melakukan percobaan arang aktif dari tempurung

kelapa dengan menggunakan alat destilasi kering

yang khusus dirancang untuk arang aktif.

Berdasarkan hasil percobaan dinyatakan bahwa

peratur dan lama destilasi mempunyai pengaruh

terhadap jumlah arang, jumlah destilat serta daya

serap arang yang dihasilkan. Dengan bertambah

lamanya destilasi serta bertambah tingginya

temperatur destilasi, mengakibatkan jumlah arang

yang dihasilkan semakin kecil, sedangkan destilasi

dan daya serap makin besar. Untuk mendapatkan

arang aktif dan destilasi kering, dianjurkan pada

temperatur 600°C selama 3 jam. Dalam percobaan

tersebut tidak digunakan aktifator baik yang

berupa bahan kimia ataupun uap.

Pohan, H. G; dkk, telah mencoba untuk

membuat arang aktif dengan cara destilasi kering

arang tempurung kelapa. Arang didestilasi pada

temperature 600°C selama 3 jam dan dilanjutkan

dengan aktifasi dengan mengalirkan uap pada

temperatur 125°C selama 2 jam. Dari hasil yang

diperoleh, ternyata pengaruh perlakuan yaitu

destilasi pada temperatur 600°C selama 3 jam dan

pengaliran uap pada temperatur 125 0C selama 2

jam terhadap daya serap arang aktif adalah nyata.

Pengaruh perlakuan memberikan kenaikan daya

serap arang.

Oleh karena itu, maka penelitian ini

dilakukan guna memanfaatkan limbah eceng

gondok menjadi karbon aktif yang diharapkan

akan lebih berdaya guna dan data-data dari

penelitian ini nantinya diharapkan dapat dijadikan

referensi dalam penelitian lain yang relevan.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Preparasi spesimen disini adalah pengeringan

spesimen dibawah sinar matahari langsung..

Kemudian spesimen dipotong dengan ukuran 1-3

mm, lalu di haluskan dengan blender sampai

ukuran 0.5-1 mm. Hal ini dilakukan untuk

memudahkan dalam pengerjaan selanjutnya, dalam

hal ini adalah proses dalam furnace.

Selanjutnya, spesimen dikeringkan kembali

sebelum di uji proximate. Pengeringan kembali

dilakukan pada temperature 110oC dan holding

time selama 24 jam. Setelah proses dehidrasi dan

perlakuan terhadap spesimen sama, maka

dilakukan uji proximate. Tujuan dari pengujian ini

Page 3: Abstrak - digilib.its.ac.id · hidroksida ligam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan ... peratur dan lama destilasi mempunyai pengaruh

untuk mengetahui kandungan fixed carbon,

volatile matter, ash content serta moisture content

dari sampel sebelum diaktifasi.

Preparasi

spesimen

Proses karbonisasi pada

T=(300,500,700)oC, t=2 jam pada

furnace kedap udara

start

Pencucian karbon aktif dengan

aquades, dilanjutkan dengan

pengeringan sampel pada T=100oC

t= 4 jam

Aktifasi kimia menggunakan ZnCl2

pada T=80oC selama 4 jam dengan

variabel 5% dan 30% ZnCl2

pemanasan

spesimen pada

T=110oC selama

24 jam

Aktifasi fisika dengan

steam pada

T=300,500,700oC, t= 2

jam

Uji XRD

Uji

proximate

Uji Iodine

NumberUji SEM

Analisa data dan

pembahasan

hasil

end

. Gambar 1 Diagram alir penelitian

Kemudian dilakukan pengarangan atau

proses karbonisasi didalam furnace kedap udara

pada temperatur 300oC, 500

oC, dan 700

oC dengan

waktu tahan selama 2 jam. Dengan bertambah

lamanya karbonisasi atau holding time serta

bertambah tingginya temperatur karbonisasi maka

akan mengakibatkan jumlah arang yang dihasilkan

semakin kecil. Selama proses ini, furnace dalam

keadaan kedap udara, agar arang aktif terbentuk

maksimal.

Langkah selanjutnya, spesimen

didinginkan didalam furnace hingga mencapai

temperatur kamar lalu dihaluskan sampai lolos 120

mesh dan kemudian dilakukan aktifasi kimia

menggunakan aktifier ZnCl2. Hal ini dilakukan

berdasarkan penelitian Sembiring (2003),

pembuatan karbon aktif dari ragi roti paling baik

hasilnya bila menggunakan aktifier kimia seng

klorida. Berdasarkan hal itu, maka dipilihlah ZnCl2

sebagai aktifier dengan perbandingan 1:10

(arang:ZnCl2 dalam bentuk cair) dengan 5% dan

30% berat ZnCl2. Pada proses aktifasi kimia, arang

direndam di stirrer magnetik selama 4 jam pada

temperatur 100oC lalu ditiriskan (Tan I.W, dkk,

2007).

Hal selanjutnya yang dilakukan setelah

proses aktifasi kimia adalah pencucian karbon aktif

dari pengotor pada proses aktifasi. Hal ini

dilakukan karena proses aktifasi kimia biasanya

juga dihasilkan pengotor berupa sisa-sisa oksida

yang tidak larut dalam air dan pengotor yang larut

dalam air waktu penyucian.

Untuk itu, biasa dipakai aquades sebagai

pencuci. Setelah spesimen terpisahkan dari

pengotor nya, maka dilakukan aktifasi secara

fisika. Hal ini dilakukan karena aktifasi kimia

kemudian dilanjutkan dengan aktifasi fisika

cenderung menghasilkan luas permukaan yang

besar tetapi memerlukan biaya yang lebih mahal

(Meilita, Tuti 2003). Dalam proses ini, spesimen

hasil aktifasi kimia di steam pada temperature

700oC. Aktifasi ini untuk memperbesar luas

permukaan karbon. Pada temperature tersebut,

dilakukan holding selama 2 jam (Tan I.W, dkk,

2007).

Setelah itu dilakukan pendinginan didalam

furnace hingga mencapai temperature kamar.

Kemudian akan dihasilkan sampel dari proses ini.

Sampel ini yang nantinya akan diamati.

Setelah semua proses selesai, dilakukan

pengujian-pengujian pada sampel. Sampel yang

telah kering, kemudian di uji dengan X-ray

difraction (XRD) untuk mengetahui senyawa dan

atau unsur yang terkandung dalam sampel;

Scanning Electron Microscope (SEM) untuk

menganalisis morfologi dan ukuran partikelnya;

Analisa Iodine untuk mengetahui luas permukaan

aktifnya berdasarkan daya serapnya terhadap

iodine dalam likuid.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum proses karbonisasi dan aktivasi,

eceng gondok kering yang sudah dihaluskan

dengan mixer hingga ukuran 1-3 mm dikeringkan

kembali dalam furnace kedap udara pada

temperatur 110oC selama 24 jam dan ditunggu

hingga temperatur kamar sebelum dikeluarkan.

3.1 Uji Proximate

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui

kandungan dari eceng gondok yang digunakan

sebagai bahan utama dalm proses pembuatan

karbon aktif. Pengujian proximate ini

menggunakan standar ASTM E 870-82. Sampel

Page 4: Abstrak - digilib.its.ac.id · hidroksida ligam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan ... peratur dan lama destilasi mempunyai pengaruh

yang digunakan dalam pengujian ini adalah eceng

gondok kering yang dikeringkan kembali dalam

furnace kedap udara pada temperatur 110oC

selama 24 jam dan ditunggu hingga temperatur

kamar sebelum dikeluarkan.

Tabel 1 Hasil Uji Proximate

Parameter Satuan Hasil

analisa Methode

Moisture

Content

% 8.78 Gravimetri

Volatile

matter

% 6.48 Gravimetri

Ash Content % 12.72 Gravimetri

Fixed

karbon

% 72.02 Calculation

Dari hasil tersebut terlihat bahwa fixed

karbon dari eceng gondok sangat tinggi, dengan

demikian eceng gondok sangat berpotensi untuk

dijadikan karbon aktif dalam masa yang akan

datang. Fixed karbon dari eceng gondok melebihi

dari tempurung kelapa yang sekitar 18.60% (dalam

keadaan sebelum difurnace dan sampel bukan

serbuk). Jika sampel dalam keadaan serbuk, maka

ash content menurun dan fix karbon meningkat

jika sudah difurnace.

3.2 Proses Karbonisasi

Setelah dilakukan proses pengeringan

kembali dan dilakukan pengujian proximate,

sampel eceng gondok selanjutnya dikarbonisasi.

Karbonisasi adalah proses pemanasan dengan

keadaan oksigen sangat terbatas sehingga akan

terbentuk karbon. Dari proses ini sebenarnya sudah

dihasilkan karbon aktif tetapi luas permukaannya

kecil sehingga daya serapnya kecil juga.

Proses karbonisasi dilakukan didalam

furnace. Serbuk eceng gondok yang telah

dikeringkan kembali di wadahi beaker glass

kemudian beaker glass tersebut ditutup dengan

aluminium foil dan ditutup cawan petri supaya

kedap udara. Selanjutnya beaker glass dimasukkan

kedalam furnace dengan variasi temperatur 300oC,

500oC, dan 700

oC dengan waktu tahan 2 jam pada

masing-masing variasi temperatur. Proses

annealing dilakukan pada spesimen setelah selesai

waktu holdingnya. Dari proses ini akan didapatkan

sampel seperti gambar dibawah ini.

Dari Gambar 2, terlihat perbedaan

perlakuan temperatur mempengaruhi bentuk dan

warna karbon aktif yang dihasilkan. Pada

temperatur 300oC, karbon yang dihasilkan

memiliki warna yang lebih terang dari pada karbon

aktif yang dihasilkan pada temperatur 500oC. Dari

gambar juga terlihat bahwa temperatur 700oC

menghasilkan warna karbon yang paling hitam

atau gelap dan karbon aktif akan semakin rapuh,

kecil dan hancur ketika temperature dinaikkan.

Gambar 2 Hasil proses karbonisasi

Dari percobaan diatas, didapatkan tiga

sampel dengan data-data dibawah ini. Dari data-

data tersebut didapatkan hubungan bahwa semakin

tinggi temperatur karbonisasi, maka karbon aktif

yang dihasilkan semakin sedikit. Akan

tetapi,secara visual terlihat bahwa semakin tinggi

temperatur karbonisasi, karbon aktif yang

dihasilkan semakin hitam pekat.

Dari gambar 2 dan Gambar 3 terlihat

bahwa semakin kecil karbon aktif yang dihasilkan

maka warna karbon cenderung lebih hitam pekat.

Hal tersebut memiliki arti bahwa karbon aktif

tersebut memiliki kemampuan menyerap semakin

besar seiring bertambahnya temperatur

karbonisasi. Daya serap akan semakin besar karena

jika temperatur semakin tinggi maka air, tar dan

volatile yang terkandung dalam karbon aktif akan

semakin berkurang, hal tersebut dibuktikan dengan

semakin sedikitnya karbon aktif yang dihasilkan.

Karbon aktif pada temperatur 300oC memiliki

volatile dan tar lebih banyak daripada pada

temperatur 700oC. Akan tetapi, tar dan volatile

biasanya masih ada setelah dilakukan proses

karbonisasi, akan tetapi jumlahnya berkurang

T=700oC

T=300oC

T=500oC

Page 5: Abstrak - digilib.its.ac.id · hidroksida ligam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan ... peratur dan lama destilasi mempunyai pengaruh

daripada sebelum dikarbonisasi. Sehingga

dilakukan proses aktivasi kimia untuk mengurangi

dan atau menghilangkan tar dan volatile sisa

proses kabonisasi supaya karbon aktif memiliki

daya serap yang optimal

Gambar 3 Grafik hubungan persentase karbon aktif

dengan temperature karbonisasi.

3.3 Aktifasi Kimia

Hasil dari proses karbonisasi biasanya

masih memiliki luas permukaan aktif yang kecil

karena masih banyak volatil dan tar yang

terperangkap dalam karbon sehingga menutupi

karbon aktif dan membatasi daya adsorb dari

karbon tersebut karena karbon masih berikatan

dengan volatil dan atau tar.

Sehingga dilakukan proses aktivasi kimia

dengan tujuan untuk menghilangkan volatil dan tar

yang tersisa sehingga karbon benar-benar bebas

dan luas permukaannya pun semakin besar.

Sampel hasil karbonisasi tersebut

selanjutnya dihaluskan hingga lolos 120 mesh

sebelum dilakukan aktivasi kimia. Pada aktivasi

kimia, aktifier yang digunakan adalah zink klorida

(ZnCl2). Pada aktivasi kimia, dilakukan dua variasi

yakni 5% ZnCl2 dan 30% ZnCl2. Dalam proses

ini,digunakan perbandingan 1:10 antara karbon

aktif dan air. Pada proses ini, alat yang digunakan

adalah hot plat magnetic stirrer dengan putaran

200 rpm dan temperatur 80oC serta waktu tahan 4

jam.

Setelah aktivasi selesai, dilakukan proses

netralisasi pada hasil aktivasi kimia tersebut.

Proses ini bertujuan untuk menghilangkan

pengotor hasil aktivasi kimia. Proses penetralan

dilakukan dengan pencucian sampel secara

berulang-ulang menggunakan aquades sampai

aquades jernih atau mendekati pH normal. Setelah

penetralan selesai, dilakukan pengeringan sampel

pada T=100oC selama 4 jam hingga sampel kering.

Proses pengeringan sampel dilakukan di hot plate.

Gambar 4 Hasil Aktivasi Kimia

Hal yang harus diperhatikan dalam proses

aktivasi kimia adalah saat pencucian atau

penetralan. Jika pencucian kurang bersih,maka

karbon akan berikatan dengan aktifier dan akan

menjadikan luas permukaan karbon aktif menjadi

berkurang atau menjadikan volume karbon aktif

yang dihasilkan dari proses ini akan menjadi

berkurang.

Hal yang mengindetifikasi bahwa sampel

sudah netral adalah dengan pH meter. Namun

dalam penelitian ini, parameter penetralan adalah

kejernihan dari aquades sebagai pencuci. Jika

aquades jernih seperti aquades awal, maka sampel

dianggap netral.

Dari Gambar 4 terlihat bahwa semakin

tinggi temperatur karbonisasi maka karbon yang

dihasilkan semakin halus dan proses pencucian

akan semakin cepat. Disisi lain, secara visual

terlihat bahwa penambahan persen aktifier akan

meningkatkan kepekatan warna dari karbon aktif

tersebut, hal ini berarti volatile dan tar yang tersisa

85.2

51.4

28.2

0

20

40

60

80

100

0 300 600 900

PER

SEN

KA

RB

ON

(%

)

TEMPERATURE (oC)

T=700oC, 5% T=700

oC, 30%

T=300oC, 5% T=300

oC, 30%

T=500oC, 5% T=500

oC, 30%

Page 6: Abstrak - digilib.its.ac.id · hidroksida ligam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan ... peratur dan lama destilasi mempunyai pengaruh

dari proses karbonisasi akan lebih mudah berikatan

dengan aktifier. Akan tetapi ada batas maksimal

dalam hal penentuan persen aktifier. Dimana jika

persen aktifier melebihi jumlah tar dan volatile

yang terkandung dalam karbon, maka aktifier

justru akan menjadi pengotor dipermukaan karbon

dan akan mengakibatkan luas permukaan karbon

aktif berkurang.

3.4 Aktifasi Fisika Tujuan dari aktivasi fisika adalah untuk

mengusir tar dan volatile yang masih melekat pada

sampel hasil aktivasi kimia. Hal ini dilakukan

karena sampel hasil aktivasi kimia biasanya masih

meninggalkan volatile dan tar walaupun jumlahnya

lebih kecil daripada saat proses karbonisasi.

Selanjutnya, sampel kering hasil aktivasi

kimia di aktivasi fisika dengan cara steam. Steam

adalah proses pembesaran luas permukaan karbon

aktif dengan cara penguapan. Autoclave digunakan

sebagai alat dalam proses ini. Sampel kering hasil

aktivasi kimia dimasukkan kedalam crussibel

kemudian crussibel tersebut dimasukkan kedalam

autoclave. Didalam autoclave terdapat 2 bagian

yakni bagian atas tempat crussibel dan bagian

bawah tempat air. Kedua bagian tersebut

dipisahkan oleh saringan yang terbuat dari

tembaga. Selanjutnya, autoclave ditutup

sedemikian rupa hingga autoclave tersebut kedap

udara. Tujuan pengkedapan ini adalah untuk

meminimalisir oksigen sehingga proses penguapan

yang terjadi diiringi dengan oksigen yang terbatas

sehingga karbon aktif yang dihasilkan optimal.

Proses aktivasi fisika dilakukan didalam

furnace pada temperatur 700oC selama 2 jam.

Selanjutnya dilakukan annealing pada proses

tersebut.

Dari Gambar 4.5 terlihat bahwa semakin

tinggi temperatur karbonisasi maka karbon aktif

hasil proses aktivasi fisika juga semakin hitam

pekat dan powder karbon aktif akan semakin halus.

Ini menandakan bahwa luas permukaan kontak

karbon akan semakin besar karena lebih kecil

ukurannya dan semakin tipis.

Dalam proses ini, penting memperhatikan

kekedapan autoclave karena jika terlalu kaya

oksigen, maka kemungkinan senyawa baru akan

terbentuk karena volatile dan atau tar akan

berikatan dengan oksigen atau hydrogen atau

nitrogen. Hal tersebut akan berpengaruh juga

terhadap luas permukaan kontak karbon aktif yang

dihasilkan.

Gambar 5 Hasil proses aktivasi fisika.

3.5 Hasil SEM

Gambar 6 Hasil uji SEM konsentrasi aktifier 30%,

A) 700; B) 500; C) 300 perbesaran 2.500X

Gambar 7 Hasil uji SEM konsentrasi aktifier 30%,

A) 700; B) 500; C) 300 perbesaran 1000X

Gambar 8 Hasil uji SEM konsentrasi aktifier 5%,

A) 700; B) 500; C) 300 perbesaran 1000X

700oC, 30%

500oC, 30% 300oC, 30%

A B C

C B A

A C B

Page 7: Abstrak - digilib.its.ac.id · hidroksida ligam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan ... peratur dan lama destilasi mempunyai pengaruh

Gambar 9 Hasil uji SEM konsentrasi aktifier 5%,

A) 700; B) 500; C) 300 perbesaran 2.500X

Dari gambar hasil uji SEM diatas, secara

umum terlihat bahwa T=300oC memiliki luas

permukaan yang paling besar dan tebal, kemudian

T=500oC memiliki luas permukaan yang lebih

besar daripada T=700oC. Dari hal tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa pada karbonaktif eceng

gondok, luas permukaan terbesar terjadi saat

temperatur 300oC dan temperatur terkecil terjadi

saat 700oC. Temperatur transisi pada karbon aktif

eceng gondok terjadi pada temperatur diatas

700oC. Temperatur transisi erat kaitannya dengan

luas permukaan karbon aktif dan jumlah karbon

aktif yang dihasilkan.

Karbon aktif yang dihasilkan paling

sedikit saat T=700oC tetapi memiliki luas

permukaan aktif yang semakin besar karena

buntuknya semakin rapuh, tipis dan berpori juga

semakin kecil sehingga daya kontak karbon akan

semakin besar. Dari gambar juga terlihat bahwa

penambahan konsentrasi pada aktifier yang sama

membuat sampel karbon aktif menjadi lebih

transparan atau tipis sehingga daya kontak karbon

akan semakin besar. Hal ini menandakan bahwa

volatile dan tar semakin terlepas dari karbon

karena adanya aktifier tadi. Hal tersebut akan

berakibat pada semakin besarnya luas permukaan

aktif dari eceng gondok tersebut. Penambahan

konsentrasi dari 5%-30% memiliki hubungan lurus

dengan luas permukaan aktif eceng gondok

tersebut.

3.6 Hasil Uji XRD

Dari gambar data analisa uji XRD

didapatkan bahwa, senyawa yang terbentuk pada

puncak tertinggi adalah ZnO. Dari semua data

hasil uji XRD didapatkan bahwa karbon (C) tidak

memiliki puncak tertinggi. Senyawa lain yang

terbentuk adalah selulosa atau lignin yang berupa

C2H12N6O8S2Zn dan C6H12N2S8 serta selulosa

yang troksidasi yang berupa C10H16N6O19.

Dalam penelitian ini, karbon murni yang

terbentuk sedikit sehingga mengakibatkan volume

karbon yang dihasilkan akan sedikit pula.

Terbentuknya karbon yang sedikit diakibatkan

karena terbentuknya senyawa karbon dan bahkan

terbentuk senyawa yang tidak diinginkan seperti

ZnO dan lain-lain.

Kurang maksimalnya karbon murni yang

terbentuk diakibatkan kurang maksimalnya dalam

proses pencucian. Dalam aktivasi kimia, aktifier

yang digunakan adalah Zink Klorida. Seperti

dijelaskan dalam proses aktivasi kimia, hal yang

paling penting dalam proses tersebut selain

konsentrasi aktifier adalah proses pencucian atau

penetralan. Jika proses pencucian tidak maksimal,

maka kemungkinan akan ada aktifier sisa

aktivasi,tar dan atau volatile sisa aktivasi kimia.

Melihat senyawa-senyawa yang terbentuk, maka

dapat disimpulkan bahwa pencucian kurang bersih

sehingga sisa aktifier masih ada dalam karbon.

Jadi, harus menggunakan pH meter atau alat

pengukur penetralan agar hal tersebut tidak tidak

terjadi.

Dalam penelitian ini, alat pengukur

kenetralan aquades menggunakan kesamaan visual

dari aquades sebelum dan sesudah digunakan

sebagai pencuci.

Karena terdapatnya aktifier sisa aktivasi

dalam proses kimia, maka hal tersebut juga

berpengaruh terhadap proses aktivasi fisika.

Senyawa ZnO terbentuk akibat adanya unsure Zink

Klorida pada karbon hasil aktivasi kimia dan

selanjutnya senyawa tersebut bereaksi dengan

oksigen yang terbatas yang terdapat dalam

autoclave sehingga terbentuk ZnO dan gas Cl2

yang menguap. Adanya ketidaksempurnaan dalam

proses aktivasi kimia juga akan berpengaruh

terhadap proses selanjutnya dan hasil karbon aktif

yang dihasilkan.

Senyawa ZnO dan senyawa C akan

menjadi volatile dan tar pada permukaan karbon

sehingga menghalangi karbon untuk mengikat

unsure atau senyawa yang ada disekitarnya. Hal

tersebut mengakibatkan luas permukaan aktif

karbon akan berkurang karena adanya ZnO dan

senyawa C. Senyawa karbon yang terbentuk

merupakan dampak tidak optimalnya proses

karbonisasi.

Seperti dijelaskan diatas, tujuan proses

karbonisasi antara lain untuk menguraikan

senyawa hidrokarbon seperti selulosa dan

hemiselulosa agar menjadi karbon murni. Hal

tersebut terjadi karena pada saat proses

karbonisasi, jumlah oksigen masih banyak

sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap proses

pemotongan hidrokarbon. Dibutuhkan tekanan dan

kalor yang tinggi untuk memutuskan rantai

hidrokarbon sehingga semakin banyaknya oksigen

yang masuk maka tekanan akan semakin menurun

dan hidrokarbon tidak terputus secara optimal.

Dampak dari hal itu akan berpengaruh

terhadap jumlah volatile dan tar yang terbentuk.

Tar dan volatile akan cenderung menurun jika

pemutusan tidak optimal.

A B C

Page 8: Abstrak - digilib.its.ac.id · hidroksida ligam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan ... peratur dan lama destilasi mempunyai pengaruh

Keterangan: =C2H12N6O8S2Zn

=ZnO

=C

=C10H16N6019

=C6H12N2S4

20 40 60 80

inte

nsita

s r

ela

tif

2theta

700; 5%

500; 5%

300; 5%

20 40 60 80

inte

nsita

s r

ela

tif

2theta

700;30%

500;30%

300;30%

20 40 60 80

inte

nsitas r

ela

tif

2theta

300; 5%

300, 30%

20 40 60 80

inte

nsi

tas

rela

tif

2theta

500; 5%

500; 30%

20 40 60 80

inte

nsita

s r

ela

tif

2theta

700; 5%

700; 30%

Gambar 4.13 Hasil uji XRD karbon aktif dengan temperatur karbonisasi 500oC dan konsentrasi aktifier 5% dan 30%

Gambar 4.11 Hasil uji XRD untuk temperature (700,500,300)oC dengan

konsentrasi ZnCl2 30%

Gambar 4.10 Hasil uji XRD untuk temperature (700,500,300)oC dengan

konsentrasi ZnCl2 5%

Gambar 4.12 Hasil uji XRD karbon aktif dengan temperatur

karbonisasi 300oC dan konsentrasi aktifier 5% dan 30%

Gambar 4.14 Hasil uji XRD karbon aktif dengan temperatur

karbonisasi 700oC dan konsentrasi aktifier 5% dan 30%

Page 9: Abstrak - digilib.its.ac.id · hidroksida ligam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan ... peratur dan lama destilasi mempunyai pengaruh

3.7 Hasil Iodine Number Pengujian bilangan iodine dalam

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

kemampuan karbon aktif dalam menyerap iodine.

Dari pengujian ini, didapatkan data-data tentang

luas permukaan aktif eceng gondok. Data-data

tentang luas permukaan aktif eceng gondok dapat

dilihat dalam table 2 dibawah ini.

Dari table 2 dapat diplot beberapa grafik yang

menyatakan keterkaitan antara temperatur

karbonisasi, konsentrasi aktifier zink klorida dan

bilangan iodine.

Tabel 2 Hubungan iodine number; temperatur

karbonisasi dan konsentrasi aktifier Zink Klorida

Dari gambar diatas secara umum dapat

dijelaskan bahwa pada konsentrasi aktifier ZnCl2

yang sama, semakin tinggi temperatur karbonisasi

maka bilangan iodine nya akan semakin besar.

Secara umum, kenaikan konsentrasi aktifier ZnCl2

akan mengakibatkan kenaikan bilangan iodine

pada temperature yang sama.

Akan tetapi, penambahan konsentrasi

pada setiap temperature memiliki batas transisi

juga, sama halnya dengan temperature

karrbonisasi.

Terlihat bahwa bilangan iodine tertinggi

dicapai pada temperatur 700oC dengan konsentrasi

aktifier zink klorida sebesar 30%, yakni sebesar

352.22 gr/kg dan pada temperatur 300oC dengan

konsentrasi aktifier 30% memiliki bilangan iodine

yang terkecil. Hal tersebut menandakan luas

permukaan aktif paling besar terjadi saat

temperatur karbonisasi 700oC dan konsentrasi

aktifier 30% sedangkan luas permukaan aktif

paling kecil terjadi saat temperatur 300oC dengan

konsentrasi aktifier 30%.

Menurut SII No.0258 -79, karbon pada

penelitian ini dapat dikatakan karbon aktif karena

sudah mencapai standard batas minimal karbon

aktif tetapi luas permukaan aktifnya masih tidak

terlalu besar. Applikasi jenis karbon aktif pada

penelitian ini lebih cocok untuk adsorben larutan

dan untuk aplikasi lain seperti penjernih air dll.

Bahkan berdasarkan standar bilangan iodine untuk

karbon aktif (200 mg/g), maka semua hasil

penelitian ini dapat dikatakan karbon aktif.

Gambar 4.15 Grafik Hubungan iodine number;

temperatur karbonisasi dan konsentrasi aktifier

Zink Klorida

Hal tersebut dikarenakan semakin besar

konsentrasi aktifier maka larutan akan semakin

pekat sehingga larutan aktifier akan lebih mudah

untuk mengikat tar dan volatile hasil proses

karbonisasi. Akibatnya karbon aktif akan semakin

kekurangan tar dan volatile yang ikut terbuang saat

pencucian dilakukan, sehingga karbon aktif akan

semakin bebas dan memiliki luas permukaan aktif

yang semakin besar.

Semakin tingginya temperatur karbonisasi

akan mengakibatkan tekanan dalam wadah

semakin tinggi, sehingga akan memudahkan

pemutusan rantai karbon. Pemutusan rantai karbon

akan berakibat pada semakin banyaknya volatile

dan tar yang terbentuk. Peristiwa tersebut juga

akan diikuti dengan semakin banyak karbon aktif

yang terbentuk. Hal tersebut menjadi berakibat

pada bertambah besarnya luas permukaan aktif

karbon pada konsentrasi aktifier yang sama.

285.14 329.23 338.6

279.86

329.34 352.22

300 500 700

bila

nga

n io

din

e r

ela

tif

Temperatur (oC)

bilangan iodine ZnCl2 30% (gr/kg)

bilangan iodine ZnCl2 5% (gr/kg)

KODE

Konsentrasi

Aktifier

(%)

Temperatur

(oC)

Iodine

Number

(gr/kg)

ZnCl2

300;5% 5 300 285.14

ZnCl2

300;30% 30 300 279.86

ZnCl2

500;5% 5 500 329.23

ZnCl2

500;30% 30 500 329.34

ZnCl2

700;5% 5 700 338.60

ZnCl2

700;30% 30 700 352.22

Page 10: Abstrak - digilib.its.ac.id · hidroksida ligam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan ... peratur dan lama destilasi mempunyai pengaruh

4. KESIMPULAN

1. Semakin tinggi temperature karbonisasi

maka luas permukaan karbon aktif eceng

gondok yang dihasilkan relatif semakin

besar tetapi jumlah karbon aktif yang

dihasilkan semakin sedikit.

2. Semakin besar konsentrasi zink klorida

(ZnCl2) maka luas permukaan karbon aktif

eceng gondok akan relatif semakin besar.

3. Luas permukaan karbon aktif terbesar

adalah 352.22 g/kg dan dicapai saat

temperature 700oC dengan konsentrasi

aktifier ZnCl2 30%

DAFTAR PUSTAKA

1) Salamah, S. 2001. Pembuatan Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dengan

Perlakuan Karbonat; Prosiding Seminar

Nasional “Kejuangan” Teknik Kimia,

Yogyakarta; Yogyakarta.

2) Sariawan,N.R dan Wahyu, Arief.M. 2005.

Pembuatan Arang Aktif dari Jerami Padi

Sebagai Adsorbent; Jurusan Teknik

Kimia, Fakultas Teknologi Industri,

UPN’Veteran” Yogyakarta; Yogyakarta

3) Sembiring, Sinaga, 2003, Arang Aktif

(Pengenalan dan Proses Pembuatannya);

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara; Sumatera

Utara.

4) Tan,I.,A.W., Ahmad,A.L., Hamed,B.I.,

2007, Optimization of Preparation

Condition for activatied Carbon from

Coconut Husk; Chemical Enginering

Journal, P. 1 -32, USM Malasyia.

5) Allport, H. Burnham. 1977. Activated Carbon, Encyclopedia of Science and

Technology, Mc Graw Hill Book

Company, v 1:69; New York

6) Anonymous .1979, Mutu dan Cara Uji

Arang Aktif, Standar lndustri Indonesia,

No. 0258-79, Departemen Perindustrian

RI : 1-2; Jakarta.

7) Anonymous. 1982. Prototipe Alat Pembuatan Arang Aktif dan Asap Cair

Tempurung; Badan Penelitian dan

Pengembangan lndustri, Dept.Perindusutrian RI : 1-7; Jakarta.

8) Azan, Dahlius; Rudyanto, J. S. 1983.

Pembuatan Karbon Akin dari Tempurung

Inti Sawit; Balai Penelitian dan

Pengembangan Industri, Medan: 7-15;

Medan.

9) Cheremisinoff; Morresi. 1978. Carbon

Adsorption Applications, Carbon Adsorption Handbook; Ann Arbor Science

Publishers, Inc, Michigan; 7-8; Michigan.

10) Field, Joseph. H. 1977. Charcoal,

Encyclopedia of Science and Technology;

Mc Graw-Hill Book Company, V3 :15;

New York.

11) Pohan, H.g; dkk. 1984/1985. Pengembang

Pembuatan Arang Aktif Tahap II dari

Tempurung Kelapa; Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Industri

Hasil Pertanian; Bogor. 12) Samaniego, R; A. I de Leon. 1940.

Activated Carbon From Some

Agricultural Waste Products; The

Philippine Agriculturist; Filipina.

13) Widjaja A.P; Darjo, S. 1980, Pembuatan

Arang Aktif dengan cara destilasi Kering

Tempurung II; Komunikasi Balai

Penelitian Kimia Bogor, no. 190:2-22;

Bogor.

14) O’Sullivan C, Rounsefell B, Grinham A,

William C, Udy J.2010. Anaerobic digestion harvested aquatic weeds: water

hyacinth (Eichhornia crassipes), cabomba (Cabomba Caroliniana) and savinia

(Salvinia molesta). Ecol Eng; Inggris.

15) Su H, Cheng J, Zhou J, Song W, Cen K.

2010. Hydrogen production from water

hyacinth through dark- and photo-

fermentation n.Int J Hydrogen Energy;

Inggris.

16) Tjondronegoro dan Pantjawarni, 1999,

Dampak Eceng gondok di Indonesia;

Jakarta.

17) Ismadji, 2000, Proses pembuatan dan manfaat karbon aktif; Universitas Katolik

Widya Mandala; Surabaya.

18) Joedodibroto. 1983. Kandungan kimia

limbah tumbuhan air; Jakarta.

19) Wei Li dkk. 2008. Sintesis and characterization of activated carbon.

Taiwan.

20) Widowati. 2003. Pengaruh proses

pembuatan karbon aktif terhadap

komposisi kimia karbon aktif. Semarang.

21) Hasani. 1996. Pembuatan arang aktif

konvensional. Jakarta.

22) Melita dan Tuti. 2003. Pengenalan dan proses pembuatan arang aktif; Universitas

Sumatera Utara; Sumatera Utara.