ablasi ovarium pada ca mamae

31
PRESENTASI REFERAT Pembimbing : dr. Wahyu Djatmiko, Sp. PD Disusun Oleh: Rizky Takdir R 1420221156 ABLASI OVARIUM PADA CA MAMAE

Upload: rizky-takdir-ramadhan

Post on 13-Jul-2016

25 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Ablasi/supresi ovarium merupakan terapi adjuvan pada Ca mamae stadium awal.

TRANSCRIPT

Page 1: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

PRESENTASI REFERAT

Pembimbing :dr. Wahyu Djatmiko, Sp. PD

Disusun Oleh:

Rizky Takdir R 1420221156

ABLASI OVARIUM PADA CA MAMAE

Page 2: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Sekilas mengenai Ca Mamae Etiologi

Masih belum sepenuhnya dipahami Faktor Risiko

Jenis kelamin Usia Genetik Riw. Keluarga Ras dan etnis Kepadatan jaringan payudara Faktor hormonal Obesitas -> postmenopause as high risk factor ->

peningkatan perkembangan hormone-responsive tumor

Page 3: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Klasifikasi & staging Ca Mamae Non-invasif

Karcinoma ductus in situ (DCIS) Prognosis sangat baik, 97% pasien bertahan hidup lama(?).Terapi dengan pembedahan dan radiasiTerapi antiestrogen + tmx mengurangi kekambuhan Karsinoma lobulus in situ (LCIS)Jarang menimbulkan metastasisSebagai prediktor timbulnya kanker di kedua mamae

Invasif Karsinoma duktus invasif -> 2/3 HR-positif Karsinoma lobulus invasif -> hampir semua HR-positif Karsinoma tipe lain : medularis, koloid, tubulus.

Page 4: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae
Page 5: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae
Page 6: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

ABLASI/SUPRESI OVARIUM PADA CA MAMAE

Page 7: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Pendahuluan Sebanyak 60% dari kasus ca mamae pada wanita

premenopause adalah kanker dengan HR (Hormone Receptor) positif.

Ditemukannya peningkatan efektifitas pengobatan kemoterapi pada kelompok wanita premenopause yang dimungkinkan oleh efek tidak langsung kemoterapi pada sistem endokrin.

Namun disamping itu semua efek amenore pada 30% wanita penderita ca mamae sensitif hormon kelompok premenopause yang diberikan rejimen kemoterapi efek hormonal yang ditimbulkan ternyata tidak berpengaruh terhadap kesintasan atau harapan hidup pasien kedepannya (harapan hidup 5 tahun dan rerata harapan hidup dalam tahun).

Page 8: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Oleh sebab itu ablasi/supresi ovarium diberikan pada 2 keadaan:

Terapi ajuvan

Terapi pada ca mamae metastasis

Page 9: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Ablasi ovarium merupakan bentuk terapi tertua untuk carsinoma mamae. Perkembangan awal munculnya terapi ini pada tahun 1896, pada tahun tersebut pertama kali dilakukan operasi pengangkatan ovarium dan tuba fallopi sebagai tatalaksana pada ca mamae oleh dr. George Beatson seorang dokter ahli bedah Scotlandia.

Page 10: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Ablasi/supresi ovarium terbagi menjadi 4 : Surgical Oophorectomy Ablasi ovarium radiasi Analog ormon gonadotropin Kemoterapi

Page 11: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Kata “ablasi” di sini biasa digunakan untuk operasi pengangkatan ovarium bilateral ataupun iradiasi ovarium.

Berkebalikan dengan pemaknaan pada supresi ovarium yang berarti lebih merujuk pada penekanan fungsi ovarium, seperti pada penggunaan agonis LHRH.

Kemoterapi dapat pula berperan, walaupun tidak penuh, dalam menekan produksi estrogen, seperti yang biasa terjadi yaitu amenore pada pasien-pasien usia muda yang mendapatkan rejimen kemoterapi tersebut.

Oleh karena itu, kemoterapi memiliki 2 manfaat yaitu sebagai sitotoksik dan efek penurunan fungsi ovarium.

Page 12: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Surgical Oophorectomy Intervensi operasi pengangkatan ovarium dan

tuba fallopi bilateral pada ca mamae merupakan gagasan pertama ablasi ovarium. Hal tersebut menyebabkan penurunan mendadak produksi steroid ovarium dan permanen. Oophorectomy disarankan pada mereka para wanita yang memiliki gen presdisposisi ataupun carrier ca ovarium.

Page 13: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Ablasi ovarium radiasi Prosedur ini dilakukan dengan algoritma

tertentu, menggunakan 4.5 Gy pada siklus pertama dan 10-20 Gy pada 5 sampai 6 siklus berikutnya.Ablasi ovarium radiasi merupakan prosedur yang lebih aman dan mudah terhadap pasien.

Page 14: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Analog ormon gonadotropin Pada rejimen supresi fungsi ovarium ini

digunakan luteinizing hormone- atau gonadotropn hormone-releasing hormon (LHRH atau GnRH) agonists. Agonis LHRH telah digunakan selama 25 tahun dan aman digunakan serta bersifat reversibel tanpa penurunan fungsi ovarium yang permanen.

Page 15: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Kemoterapi Kemoterapi sitotoksik merupakan bentuk ke-

empat dari metode ablasi ovarium karena kemampuannya untuk menyebabkan kelumpuhan fungsi ovarium secara sementara ataupun permanen pada wanita yang belum menopause (premenopause). Pemberian kemoterapi sebenarnya tidak memiliki alasan yang kuat bila diberikan pada kelompok wanita yang memiliki resiko rendah ca mamae. Kemoterapi memiliki dua mekanisme fungsi dalam kerjanya: efek sitotoksik langsung dan efek supresi ovarium yang menyebabkan kegagalan fungsi ovarium.

Page 16: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Intervensi hormonal pada ablasi/supresi ovarium hanya bekerja pada pasien wanita dengan ca mamae yang HR-positif.

Ablasi/supresi ovarium memiliki efek endokrin hanya pada kelompok usia premenopause.

Penggunaan ablasi/supresi ovarium telah diteliti sampai saat ini sebagai rejimen tunggal ataupun dengan kombinasi terapi sistemik, contohnya penggunaan tamoxifen ataupun kemoterapi.

Namun penggunaan ablasi/supresi ovarium pada stadium awal ca mamae sebagai terapi utama masih belum sepenuhnya terbukti.

Page 17: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae
Page 18: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae
Page 19: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Penelitian Meta-analisis oleh EBCTCG Penelitian tersebut dipublikasikan tahun 2005 dengan

melakukan studi meta-analisis mengambil 6 rujukan studi, besarnya responden sebanyak 7725 orang wanita. Responden dibatasi dengan kriteria umur dibawah 50 tahun (<50), karena secara general usia diatas 50 tahun telah mengalami menopause. Kemudian kelompok umur <50 dibagi menjadi dua kelompok, <40 dan 40-49 tahun.

Penelitian ini membandingkan manfaat ablasi/supresi ovarium dengan kelompok yang tidak menerima terapi dan kelompok yang menerima terapi lain tanpa ablasi/supresi ovarium. Kesimpulan penelitian tersebut adalah, perbandingan dari kedua kelompok tersebut menunjukkan bahwa ablasi/supresi ovarium secara signifikan mempengaruhi angka rekurensi dan angka harapan hidup (Freedman et. al, 2015).

Page 20: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Agonis LHRH pada Ca Mamae Stadium Awal Penelitian ini dilakukan oleh LHRH-Agonists in

Early Breast Cancer Overview Group pada 9022 responden dengan status HR-positif yang diantaranya sebanyak 8278 pasien merupakan ER-positif (dengan pembagian kelompok yang sama pada wanita <50 tahun).

Penelitian ini membandingkan pemberian LHRH pada beberapa rejimen pemberian, diantaranya: LHRH + kemoterapi vs. Kemoterapi LHRH + kemoterapi +/- tamoxifen vs. Kemoterapi

+/- tamoxifen LHRH vs terapi sistemik lainnya

Page 21: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Pemberian Tamoxifen dengan Ablasi Ovarium Penelitian ini dilakukan oleh masing-masing

pusat studi dengan pengumpulan data yang telah tersedia pada penelitian-penelitian sebelumnya. Dilakukan oleh American Breast Cancer Study Group (ABCSG) dan ZIPP, menyimpulkan sebagaimana gambar di bawah ini.

Page 22: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Kemudian berdasarkan studi terakhir yang dilakukan oleh SOFT dapat menjawab pertanyaan bahwa ablasi ovarium dengan tamoxifen lebih baik dibandingkan pemberian tamoxifen pada wanita premenospause setelah rejimen kemoterapi pada ca mamae HR-positif.

Page 23: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Kesimpulan dari Semua Perbandingan Ablasi/supresi Ovarium dengan Terapi Lain, Sebuah Penelitian Meta-analisis. Data dikumpulkan dan disimpulkan dari bermacam-

macam study, diantaranya : Meta-analisis EBCTCG LHEH-Agonists in Early Breast Cancer Overview Group PEBC Guideline 1-9 Cochrane Collaboration ABCSG 12 SOFT TEXT Trials Masuda et al. International Breast Cancer Study Group Trial 11-93 The ZIPP Study Stockholm ZIPP Substudy

Page 24: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Menyimpulkan hal-hal sebagai berikut (Freedman et. al, 2015): HR-negatif: pada wanita penderita ca mamae HR-

negatif, kemoterapi lebih baik ketimbang ablasi/supresi ovarium.

HR-positif: pada wanita penderita ca mamae HR-positif, ablasi dan supresi ovarium telah dibandingkan dengan kemoterapi, tamoxifen, dan kombinasi keduanya.

Menghasilkan beberapa pilihan terapi

Page 25: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Hal-hal yang perlu diketahui dari semua pilihan terapi tersebut adalah: Ablasi/supresi ovarium dibandingkan

dengan pasien yang tidak mendapat terapi sistemik: Ablasi/supresi ovarium memiliki hasil lebih baik ketimbang tidak ada terapi sistemik.

Ablasi/supresi ovarium + kemoterapi dibandingkan dengan kemoterapi: Agonis LHRH sama efektifnya dengan pemberian kemoterapi, dan LHRH pada pemberian kemoterapi memberikan efek yang lebih baik pada pasien wanita yang berusia 40 tahun ke bawah (≤40 tahun). Pada kelompok tersebut, pemberian kemoterapi tidak terlalu berperan terhadap terjadinya amenore yang permanen.

Page 26: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Hal-hal yang perlu diketahui dari semua pilihan terapi tersebut adalah: Ablasi/supresi ovarium dibandingkan

dengan kemoterapi: tidak ditemukan perbedaan manfaat diantara keduanya.

Ablasi/supresi ovarium dibandingkan dengan tamoxifen: tidak ditemukan perbedaan manfaat diantara keduanya. Namun hal tersebut berbeda pada penelitian yang dilakukan oleh ZIPP Stockholm, mereka menemukan manfaat ablasi/supresi ovarium pada pasien dengan kada ER-positif yang tinggi, sehingga rencana terapi ablasi/supresi ovarium pada kandidat wanita yang tidak dapat memakai terapi sistemik sangat dianjurkan.

Page 27: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Ablasi/supresi ovarium + tamoxifen dibandingkan dengan tamoxifen: tidak ditemukan perbedaan manfaat diantara keduanya.

Ablasi/supresi ovarium + tamoxifen + kemoterapi dibandingkan dengan tamoxifen + kemoterapi: tidak ada manfaat pada penambahan terapi ablasi/supresi ovarium.

Ablasi/supresi ovarium + tamoxifen dibandingkan dengan kemoterapi: tidak ada perbedaan kondisi pasien pada pemberian keduanya.

Hal-hal yang perlu diketahui dari semua pilihan terapi tersebut adalah:

Page 28: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Ablasi/supresi ovarium + tamoxifen dibandingkan dengan tanpa pemberian terapi sistemik: Ablasi/supresi ovarium + tamoxifen menurunkan angka rekurensi dan meningkatkan angka harapan hidup.

Ablasi/supresi ovarium + tamoxifen + kemoterapi dibandingkan dengan kemoterapi: pemberian Ablasi/supresi ovarium + tamoxifen + kemoterapi lebih baik daripada hanya kemoterapi saja di semua pasien.

Kesepakatan lain: pemberian goserelin (LHRH) setiap 3 bulan (subkutan 10.8 mg) memiliki kadar dalam tubuh yang sama dengan pemberian goserelin tiap bulan (3.6 mg).

Hal-hal yang perlu diketahui dari semua pilihan terapi tersebut adalah:

Page 29: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

Fungsi Ovarium Sebagai Prediktor Terapi dan Indikasi Ablasi/Supresi Ovarium Xue et. al dalam penelitiannya mengatakan

bahwa status amenore setelah pemberian rejimen kemoterapi merupakan prediktor kuat untuk kesintasan hidup 5 tahun dan angka rerata kelangsungan hidup.

Ablasi/supresi ovarium + tamoxifen secara signifikan menurunkan risiko terjadinya rekurensi.

Oleh karena itu penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pengembalian fungsi ovarium setelah pemberian rejimen kemoterapi merupakan satu-satunya indikasi untuk dilakukan ablasi/supresi ovarium pada pasien wanita ca mamae HR-positif premenopause (Xue et. al, 2016).

Page 30: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

KESIMPULAN Ablasi/supresi ovarium sebagai terapi ajuvan pada

wanita premenopause dengan ca mamae HR-positif memiliki hasil yang baik pada : Ablasi/supresi ovarium dibandingkan dengan pasien yang

tidak mendapat terapi sistemik Ablasi/supresi ovarium + kemoterapi dibandingkan dengan

kemoterapi bila diberikan pada pasien yang berusia ≤40 tahun

Ablasi/supresi ovarium + tamoxifen dibandingkan dengan tanpa pemberian terapi sistemik

Ablasi/supresi ovarium + tamoxifen + kemoterapi dibandingkan dengan kemoterapi

Pengembalian fungsi ovarium setelah pemberian rejimen kemoterapi merupakan satu-satunya indikasi untuk dilakukan ablasi/supresi ovarium.

Page 31: Ablasi Ovarium Pada CA Mamae

DAFTAR PUSTAKA Aebi, S, Davidson, T, Gruber, G, Cardoso, F. 2011. Primary Breast Cancer: ESMO Clinical Practice Guidelines for Diagnosis, Treatment and Follow-

up. European Society for Medical Oncology. Annals of Oncology volume 22. American Cancer Society. 2015. Breast Cancer Overview. Available from:

http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003090 pd.pdf. [Accesed 12 Februari 2015] American Cancer Society. 2015. Breast Cancer. Available from: http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003037-pdf.pdf.

[Accesed 12 Februari 2015] Burstein, Harold J., Jay R. Harris, and Monica Morrow. 2011. Chapter 106 Malignant Tumors of The Breast. In: Devita, Vincent T., Theodore

S. Lawrence, and Steven A. Rosenberg. 2011. DeVita, Hellman, AND Rosenberg’s Cancer Principles & Practice of Oncology. LIPPINCOTT WILLIAMS & WILKINS, a WOLTERS KLUWER business. Philadelphia: Page, 1401-1403.

Campisi, Judith, Julie K. Andersen, Pankaj Kapahi, and Simon Melov. 2011. Cellular Senescence: A Link Between Cancer and Age-related Degenerative Disease?. Seminars in Cancer Biology; 21: 354-359. Available from: http://www.med.upenn.edu/timm/documents/Campisioptionalreview.pdf. [Accesed 12 Februari 2015]

Dellapasqua, S, Colleoni, M, Gelber, RD, Goldhirsch, A. 2005. Adjuvant Endocrine Therapy for Premenopausal Woman With Early Breast Cancer. America Society of Oncology. J Clin Oncol 23:1736-1750.

Devita, Vincent T., Theodore S. Lawrence, and Steven A. Rosenberg. 2011. DeVita, Hellman, AND Rosenberg’s Cancer Principles & Practice of Oncology. LIPPINCOTT WILLIAMS & WILKINS, a WOLTERS KLUWER business. Philadelphia: Page, 1392.

Freedman, OC, Fletcher, GG, Gandhi, S, Mates, M, Dent, SF, Trudeau, ME, Eisen, A. 2015. Adjuvant Endocrine Therapy for Early Breast Cancer: A Systemic Review of The Evidence for The 2014 Cancer Care Ontario Systemic Therapy Guideline. Curr Oncol 22:S95-113.

Hofstatter, Erin Wysong, Gina G. Chung, and Lindsay N. Harris. 2011. Chapter 105 Molecular Biology of Breast Cancer. Kumar, Vinay, Ramzi S. Cotran, and Stanley L. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Volume 2. (Diterjemahkan oleh: Braham U. Pendit). Jakarta:

EGC; Page 788-800 Kwei, Kevin A., Yvonne Kung, Keyan Salari, Ilona N. Holcomb,and Jonathan R. Pollack. 2010. Genomic Instability in Breast Cancer: Pathogenesis and Clinical Implications. Molecular Oncology;4 : 255-266. Available

from: http://ac.els-cdn.com/S1574789110000232/1-s2.0-S1574789110000232- main.pdf?_tid=eb607ec8-fc5c-11e4-b78e-0000aacb361&acdnat=1431843854_23b40edfd35148fa07a7f48130166bac#pa ge12. [Accesed 12 Februari 2015]

Lorinz, A M and S Sukumar. 2006. Molecular Link between Obesity and Breast Cancer. Endocrine-Related Cancer; 13: 279-292. Available from: http://erc.endocrinology-journals.org/content/13/2/279.full.pdf. [Accesed 12 Februari 2015]

Mayo Clinic. 2014. Diseases and Condition Breast Cancer. Available from: http://mayoclinic.org/diseases-conditions/breast-cancer/basics/causes/con-20029275. [Accesed 12 Februari 2015]

Moore, Ketih L., Arthur F. Dalley, and Anne M.R. Agur. 2010. Clinically Oriented Anatomy. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; Page 98-104 Snell, Richard S, 2012. Anatomi Klinis. (Diterjemahkan oleh: Liliana Sugiharto). Jakarta: EGC; Page 87-92 Xue, C, Peng, R, Cao, Y, Wang, S, Shi, Y, An, X, Xu, F, Yuan, Z. 2016. Ovarian Function, Not Age, Predicts the Benefit from Ovarian Suppression or

Ablation for Premenopausal Woman with Breast Cancer.PLoS ONE 11(2).