abdul rahim lestaluhu. 2013. penelitian_inventarisasi alat tangkap dan produksi perikanan di selat...

22
INVENTARISIR ALAT TANGKAP DAN PRODUKSI PENANGKAPAN DI SELAT HARUKU KABUPATEN MALUKU TENGAH PROVINSI MALUKU I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Selat Haruku merupakan perairan laut yang terletak di antara Pulau Ambon (Kecamatan Salahutu) dan Pulau Haruku (Kecamatan Pulau Haruku) Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. Kawasan perairan Selat Haruku membentang dari perairan di depan Desa Suli, Tial, Tenga-Tenga, Tulehu, dan Desa Waai yang termasuk dalam wilayah administratif pemerintahan Kecamatan Salahutu di Pulau Ambon, dan di depan perairan Desa Haruku, Kabauw, Rohmoni, dan Desa Kailolo yang termasuk dalam wilayah administratif pemerintahan Kecamatan Haruku di Pulau Haruku. Berdasarkan observasi pendahuluan di kawasan perairan Selat Haruku ini, bahwa yang nampak sehari- hari adalah berbagai nelayan sedang mengoperasikan alat tangkap ikan, seperti bagan, sero, pancing ulur, dan alat tangkap lainnya. Armada tangkap yang digunakan seperti perahu semang, perahu katinting, dan bodi mesin tempel. Ikan hasil tangkapan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ikan pelagis dan demersal atau ikan karang. Ikan hasil tangkapan selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi (protein) keluarga,

Upload: ipha-ramia

Post on 21-Nov-2015

82 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

penelitian ini tentang pengoperasian berbagai alat tangkap dan produksinya di perairan Selat Haruku

TRANSCRIPT

INVENTARISIR ALAT TANGKAP DAN PRODUKSI PENANGKAPAN DI SELAT HARUKU KABUPATEN MALUKU TENGAH PROVINSI MALUKU

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangSelat Haruku merupakan perairan laut yang terletak di antara Pulau Ambon (Kecamatan Salahutu) dan Pulau Haruku (Kecamatan Pulau Haruku) Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. Kawasan perairan Selat Haruku membentang dari perairan di depan Desa Suli, Tial, Tenga-Tenga, Tulehu, dan Desa Waai yang termasuk dalam wilayah administratif pemerintahan Kecamatan Salahutu di Pulau Ambon, dan di depan perairan Desa Haruku, Kabauw, Rohmoni, dan Desa Kailolo yang termasuk dalam wilayah administratif pemerintahan Kecamatan Haruku di Pulau Haruku. Berdasarkan observasi pendahuluan di kawasan perairan Selat Haruku ini, bahwa yang nampak sehari-hari adalah berbagai nelayan sedang mengoperasikan alat tangkap ikan, seperti bagan, sero, pancing ulur, dan alat tangkap lainnya. Armada tangkap yang digunakan seperti perahu semang, perahu katinting, dan bodi mesin tempel. Ikan hasil tangkapan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ikan pelagis dan demersal atau ikan karang. Ikan hasil tangkapan selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi (protein) keluarga, juga dijual di pasar lokal, pasar kecamatan di Tulehu, dan dipasarkan di Ambon ibu kota provinsi. Fakta tersebut menunjukkan bahwa secara ekonomi perairan Selat Haruku mempunyai peran yang cukup penting dalam menopang kehidupan perekonomian rumah tangga nelayan perikanan tangkap yang menghuni desa-desa disepanjang pesisir selat ini. Disamping itu secara bioekologi, meskipun minimnya informasi ilmiah berkaitan dengan kesuburan perairan dan fitoplankton di Selat Haruku, fakta ini juga dapat diduga bahwa kawasan perairan ini subur dan kaya akan fitoplankton. Tanpa adanya fitoplankton yang berukuran renik dan mampu mengikat energi matahari, tidak mungkin ada kehidupan di dalam laut (Nybakken, 1992), dan perairan yang produktivitas primer fitoplanktonnya tinggi akan mempunyai potensi sumberdaya hayati yang besar (Nontji, 2005).Berdasarkan latar belakang tersebut, mendorong untuk dilakukan penelitian inventarisir alat tangkap dan produksi penangkapan perikanan laut di Selat Haruku Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. Penelitian ini akan memberikan gambaran umum terkait dengan kondisi perikanan tangkap di kawasan perairan Selat Haruku.

1.2. Perumusan MasalahKawasan perairan Selat Haruku sudah sejak lama menjadi daerah penangkapan ikan tradisional bagi para nelayan yang bermukim di desa-desa yang berhadapan langsung dengan perairan ini. Dari pengamatan yang ada, kebanyakan nelayan ini menggunakan armada tangkap perahu semang dan perahu katinting, selain motor tempel, sero dan bagan. Dengan armada penangkapan yang demikian, perahu tanpa motor hingga yang menggunakan motor tempel, oleh Kinseng (2011) nelayan ini dikategorikan sebagai nelayan kecil, dan nelayan kecil ini identik dengan kemiskinan atau marginalitas (Semedi dalam Kinseng, 2011). Kawasan perairan Selat Haruku juga merupakan jalur lalu lintas laut yang cukup ramai dilalui oleh sarana transportasi laut seperti speed boat, kapal cepat, feri, long boat, kapal ikan, dan kapal kayu, yang berlalu lalang dari Desa Tulehu - Kota Kecamatan Salahutu di Pulau Ambon menuju Pulau Haruku, Pulau Saparua, Pulau Nusalaut dan Pulau Seram. Kedepan akan menjadi lebih ramai lagi saat pelabuhan peti kemas antar provinsi yang berada di Hurnala Desa Tulehu mulai dioperasikan. Sementara itu di daratan di wilayah pesisir Desa Waai saat ini sedang dilakukan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara, untuk mensuplai kebutuhan listrik Pulau Ambon, Pulau Haruku, Pulau Saparu, dan Pulau Seram. Dalam periode waktu tertentu akan hadir kapal bermuatan batu bara untuk bahan pembangkit listrik. Konsekuensi dengan adanya fasilitas pelabuhan dan berbagai sarana moda angkutan laut tersebut adalah dihasilkannya limbah pelabuhan dan kapal yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak sengaja. Dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh adanya pembangunan pelabuhan dari aspek biotis adalah hilangnya habitat hewan, rusaknya ekosistem pantai, populasi ikan menurun dan hilangnya lanskap (Fandeli, 2012). Dipastikan pula saat pembangkit listrik beroperasi, akan menghasilkan limbah air pendingin PLTU (limbah panas) yang akan dibuang masuk ke kawasan perairan Selat Haruku. Dampak lingkungan yang ditimbulkan adalah suhu tinggi di laut dapat menyebabkan peneluran dini, migrasi ikan yang tidak alami, penurunan oksigen terlarut, atau kematian binatang air (Mukhtasor, 2006). Belum lagi limbah rumah tangga yang masuk ke laut yang dihasilkan dari pemukiman warga disepanjang pesisir.Dapat disimpulkan bahwa pencemaran laut membuat lingkungan laut menjadi tidak sehat, dimana ekosistem pesisir dan laut menjadi terganggu, kinerja ekosistem pesisir dan laut di Selat Haruku menjadi menurun. Dan yang paling merasakan menurunnya kinerja tersebut adalah para nelayan yang sehari-hari melaut di kawasan ini. Dimulai dengan penurunan hasil tangkapan yang berimbas pada menurunnya pendapatan nelayan dan menurunnya kesejahteraan.Dengan demikian perlu dilakukan identifikasi lebih mendalam terhadap aktivitas penangkapan ikan di Selat Haruku, dalam hal ini inventarisir alat tangkap yang digunakan serta produksinya. Informasi yang diperoleh ini akan memberikan gambaran apakah kawasan perairan Selat Haruku masih menjadi tumpuhan harapan bagi para nelayan yang sehari-hari melaut di perairan ini, yang umumnya mereka tergolong nelayan kecil. Informasi ini juga akan menjadi data dasar dalam kaitannya dengan peluang untuk melakukan intervensi program peningkatan kesejahteraan nelayan lokal.

1.3. Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk:1) Menginventarisir alat tangkap ikan yang dioperasikan di kawasan perairan Selat Haruku.2) Mengetahui produksi penangkapan perikanan laut di kawasan perairan Selat Haruku.

1.4. Manfaat PenelitianPenelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:1) Memberikan gambarkan terkini kondisi perikanan tangkap di perairan Selat Haruku.2) Sebagai data dasar untuk melakukan intervensi program dalam kaitannya dengan upaya peningkatan kesejahteraan nelayan, khususnya nelayan yang sehari-hari melaut di kawasan perairan Selat Haruku.3) Sebagai data dasar untuk penelitian lanjutan.

1.5. Luaran PenelitianPenelitan ini ditargetkan menghasilkan 1 (satu) buah makalah yang diterbitkan di jurnal nasional.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Klasifikasi1. PerikananPerikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan. Dalam statistic perikanan yang dimaksud dengan perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan ikan dan atau pembudidayaan ikan serta pasca panen ikan.Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1985 tentang Perikanan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ikan adalah:1) Pisces (ikan bersirip)2) Crustacea (udang, rajungan, kepiting dan sebagainya)3) Molusca (kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput dan sebangsanya)4) Coelenterata (ubur-ubur dan sebagainya)5) Echinodermata (teripang, bulu babi dan sebagainya)6) Amphibi (kodok dan sebagainya)7) Reptilia (buaya, penyu, kura-kura dan sebagainya)8) Mammalia (paus, lumba-lumba, pesut, duyung dan sebagainya)9) Algae (rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya dalam air)10) Biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan jenis-jenis tersebut di atas.Adapun menurut Undang-Undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009, yang dimaksud dengan ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.2. Penangkapan IkanPenangkapan ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun yang tidak destruktif (merusak lingkungan), termasuk kegiatan yang menggunakan perahu/kapal motor untuk memuat, mengangkut, menangkap atau mengumpulkan, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkannya.Penangkapan ikan di laut adalah semua kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan di laut, muara sungai, laguna dan sebagainya yang dipengaruhi oleh amplitude pasang surut.

3. Alat Penangkapan Ikan dan Alat bantu Penangkapan IkanAlat penangkapan ikan adalah sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan. Sedangkan alat bantu penangkapan ikan adalah sarana atau peralatan yang dipergunakan untuk menarik gerombolan atau kawanan ikan untuk berkumpul dekat ke perahu/kapal motor atau obyek lainnya agar mudah ditangkap.

4. Klasifikasi Alat Penangkap IkanAlat penangkap ikan diklasifikasikan sebagai berikut (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP, 2002):1) Pukat tarik udang ganda2) Pukat tarik udang tunggal3) Pukat tarik berbingkai4) Pukat tarik ikan5) Payang (termasuk lampara)6) Dogol (termasuk lampara dasar, cantrang)7) Pukat pantai (jaring arad)8) Pukat cincin9) Jaring insang hanyut10) Jaring insang lingkar11) Jaring klitik12) Jaring insang tetap13) Jaring tiga lapis14) Bagan perahu/rakit15) Bagan tancap16) Serok dan songko17) Anco18) Rawai tuna19) Rawai hanyut lainnya selain rawai tuna20) Rawai tetap21) Huhate22) Pancing tonda23) Pancing ulur24) Pancing tegak25) Pancing cumi26) Pancing lainnya27) Sero (termasuk kelong)28) Jermal29) Bubu (termasuk bubu ambai)30) Perangkap lainnya31) Alat pengumpul rumput laut32) Alat penangkap kerang33) Alat penangkap teripang (ladung)34) Alat penangkap kepiting35) Muroami (termasuk mallalugis)36) Jala tebar37) Garpu dan tombak Alat tangkap ikan ini secara umum dikelompokan menjadi menjadi 10 bagian (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP, 2006), yaitu terdiri dari: (1) pukat tarik, (2) pukat kantong, (3) pukat cincin, (4) jaring insang, (5) jaring angkat, (6) pancing, (7) perangkap, (8) alat pengumpul rumput laut dan perangkap kerang, teripang serta kepiting, (9) Muroami, (10) lain-lain. Lebih jelasnya pengelompokan alat tangkap ikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan Perikanan LautNo.KelompokNama IndonesiaNama Inggris

1Pukat Tarik(trawl)1) Pukat tarik udang ganda2) Pukat tarik udang tunggal3) Pukat tarik berbingkai4) Pukat tarik ikan1) Double rigs shrimp trawl2) Stem shrimp trawl3) Beam trawl4) Fish net

2Pukat Kantong (seine net)1) Payang (termasuk Lamparan)2) Dogol (termasuk lamparan dasar, cantrang, jaring arad)3) Pukat pantai1) Pelagic Danish seine2) Demersal Danish seine3) Beach seine

3Pukat Cincin(purse seine)Pukat cincinPurse seine

4Jaring Insang (gill net)1) Jaring insang hanyut2) Jaring insang lingkar3) Jaring klitik4) Jaring insang tetap5) Jaring tiga lapis1) Drift gill net2) Encircling gill net3) Shrimp entangling gill net4) Set gill net5) Trammel net

5Jaring Angkat (lift net)1) Bagan perahu/rakit2) Bagan tancap3) Serok dan songko4) Anco5) Jaring angkat lainnya1) Boat/raft lift net2) Stationary lift net3) Scoop net4) Shore lift net5) Other lift net

6Pancing (hook and lines)1) Rawai tuna2) Rawai hanyut lain selain rawai tuna3) Rawai tetap4) Rawai tetap dasar5) Huhate 6) Pancing tonda7) Pancing ulur8) Pancing tegak9) Pancing cumi10) Pancing lainnya1) Tuna long line2) Drift long line other than tuna long line3) Set long line4) Set bottom long line5) Skipjack pole and line6) Troll line7) Hand line8) Vertical line (incl. vertical long linei)9) Squid jigger10) Other lines

7Perangkap (traps)1) Sero (termasuk kelong)2) Jermal 3) Bubu (termasuk bubu ambal)4) Jaring perangkap5) Perangkap lainnya1) Guiding berrier2) Stow net3) Portable trap4) Set net5) Other trap

8Alat pengumpul rumput laut dan penangkap kerang, teripang serta kepiting (sea weed collectors and shell fish, sea cucumber and crab gears)1) Alat pengumpul rumput laut2) Alat penangkap kerang3) Alat penangkap teripang (ladung)4) Alat penangkap kepiting1) Sea weed collector2) Shell fish gear3) Sea cucumber gear4) Crab gear

9Muroami (muroami)MuroamiMuroami

10Lain-lain (others)1) Jala tebar2) Garpu, tombak dan lain-lain1) Cast net2) Harpoon etc.

Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP (2006).

Penjelasan dari alat-alat tangkap ikan tersebut adalah sebagai berikut:(1) Pukat tarik adalah alat penangkapan ikan berbentuk kantong yang terbuat dari jaring dan terdiri dari 2 (dua) bagian sayap, badan dan kantong jaring (cod end). Pengoperasian trawl ditarik oleh satu atau dua kapal, di belakang/buritan atau di sisi kapal selama jangka waktu tertentu, untuk menangkap ikan demersal, udang dan binatang air lainnya di perairan dasar atau ikan pelagis perairan pertengahan. (2) Pukat kantong adalah alat penangkapan ikan berbentuk kantong yang terbuat dari jaring dan terdiri dari 2 (dua) bagian sayap, badan dan kantong jaring. Bagian sayap pukat kantong (seine net) lebih panjang daripada bagian sayap pukat tarik (trawl). Pengoperasian pukat kantong dengan cara melingkari gerombolan ikan pelagis atau ikan demersal dan menarik pukat tarik kantong kea rah kapal yang sedang berhenti/berlabuh jangkar atau kea rah darat/pantai melalui kedua bagian sayapnya dan kedua tali selambar (warp rope) yang panjang.(3) Pukat cincin adalah alat penangkapan ikan berbentuk empat persegi panjang (tipe selendang) atau gabungan antara bentuk empat persegi panjang yang terletak di tengah dengan bentuk trapezium yang terletak disisi-sisinya (tipe gunungan). Pembentukan kantong (bunt) dapat di bagian ujung jaring atau di tengah jaring. Bagian atas jaring dipasang pelampung dan bagian bawahnya dipasang pemberat, serta sejumlah cincin penjepit (purse ring) yang terbuat dari kuningan atau besi.Pengoperasiannya dilakukan dengan cara melingkarkan jaring pada gerombolan ikan. Setelah ikan pelagis terkurung di dalam lingkaran jaring, maka bagian bawah jaring ditutup dengan menarik tali kolor/kerut (purse line) yang dipasang sepanjang bagian bawah jaring melalui cincin penjepit. Operasi penangkapan dapat dilakukan pada siang hari dengan menggunakan rumpon atau pada malam hari dengan menggunakan alat bantu penangkapan berupa cahaya lampu.(4) Jaring insang adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring empat persegi panjang, yang mempunyai ukuran mata jaring merata. Lembaran jaring dilengkapi dengan sejumlah pelampung pada tali ris atas dan sejumlah pemberat pada tali ris bawah. Ada beberapa jaring insang yang mempunyai penguat bawah (srampat/selvedge) terbuat dari saran sebagai pengganti pemberat. Tinggi jaring insang permukaan 5-15 meter dan bentuk jaring insang empat persegi panjang atau trapezium terbalik, tinggi jaring insang pertengahan 5-10 meter dan bentuk jaring insang empat persegi panjang serta tinggi jaring insang dasar 1-3 meter dan bentuk jaring insang empat persegi panjang atau trapezium. Bentuk jaring insang tergantung dari tali ris atas dan bawah. Pengoperasiannya dipasang tegak lurus di dalam perairan dan menghadang arah gerakan ikan. Ikan tertangkap dengan cara terjerat insangnya pada mata jaring atau dengan cara terpuntal pada tubuh jaring. Satuan jaring insang menggunakan satuan pis jaring (piece). Satu unit jaring insang terdiri dari beberapa pis jaring.(5) Jaring angkat adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring persegi panjang atau bujur sangkar yang direntangkan atau dibentangkan dengan menggunakan kerangka dari batang kayu atau bamboo (bingkai kantong jaring) sehingga jaring angkat membentuk kantong.Pengoperasiannya dengan cara menurunkan atau menenggelamkan jaring angkat ke dalam perairan atau kedekat permukaan air, dengan menggunakan lampu atau tanpa lampu sebagai alat bantu penangkapan (pengumpan ikan). Gerombolan ikan yang bersifat fototaksis positif atau yang sedang mencari mangsa ditangkap dengan cara mengangkat jaring.(6) Pancing adalah alat penangkapan ikan yang terdiri dari sejumlah utas tali dan sejumlah pancing. Setiap pancing menggunakan umpan atau tanpa umpan, baik umpan alami ataupun umpan buatan. Alat penangkapan ikan yang termasuk dalam klasifikasi pancing, yaitu rawai (long line) dan pancing.(7) Perangkap adalah alat penangkapan ikan berbagai bentuk yang terbuat dari jaring, bambu, kayu dan besi, yang dipasang secara tetap di dasar perairan atau secara portable (dapat dipindahkan) selama jangka waktu tertentu. Umumnya ikan demersal terperangkap atau tertangkap secara alami tanpa cara penangkapan khusus.(8) Alat pengumpul rumput laut digunakan untuk mengambil dan mengumpulkan rumput laut. Sedangkan semua alat penangkap biota/binatang laut lainnya yang digunakan untuk menangkap kerang, teripang dan kepiting adalah alat penangkap kerang, teripang dan kepiting adalah alat penangkap kerang, teripang dan kepiting. Peralatan pengeruk lumpur dan penyelaman tidak termasuk sebagai alat pengumpul atau alat penangkap.(9) Muroami adalah alat penangkapan ikan berbentuk kantong yang terbuat dari jaring dan terdiri dari 2 (dua) bagian sayap yang panjang, badan dan kantong jaring (cod end). Pemasangannya dengan cara menenggelamkan muroami yang dipasang menetap menggunakan jangkar. Pada setiap ujung bagian sayap serta di sisi atas kedua bagian sayap dan mulut jaring dipasang pelampung bertali panjang. Untuk menarik jaring kea rah belakang, menggunakan sejumlah perahu/kapal yang diikatkan pada bagian badan dan kantong jaring. Muroami dipasang di daerah perairan karang untuk menangkap ikan-ikan karang.Pengoperasiannya dengan cara menghalau ikan karang agar masuk ke dalam kantong jaring, oleh sejumlah nelayan yang berenang sambil membawa sebilah kayu atau bambu yang diikat dengan tali atau daun kelapa yang berfungsi untuk menakut-nakuti dan menghalau ikan. Hasil tangkapan utama adalah ikan karang dan sejenisnya antara lain: sunglir, ekor kuning, bentong, pisang-pisang, tetengkek, kwee, talang-talang dan baronang.(10) Lain-lain adalah alat penangkapan ikan lainnya yang belum termasuk dalam klasifikasi alat penangkapan ikan.

2.2. Produksi Perikanan PenangkapanProduksi perikanan penangkapan di laut adalah jumlah semua ikan (dapat dinyatakan dalam jumlah ekor atau berat) yang ditangkap dari laut oleh para nelayan. Dalam statistic perikanan yang dihitung sebagai produksi tidak saja yang dijual, tetapi termasuk juga hasil tangkapan yang dikonsumsi nelayan atau yang diberikan sebagai upah. Adapaun hasil penangkapan ikan yang tidak digunakan dan segera dibuang ke laut setelah ikan tertangkap, tidak dimasukkan sebagai produksi penangkapan di laut

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu, Lokasi Penelitian dan Teknik Pengambilan ContohPenelitian ini direncanakan selama 3 (tiga) bulan, dari bulan April sampai Juni 2014, dengan lokasi pada beberapa desa di Kecamatan Salahutu dan Kecamatan Haruku yang diperkirakan para nelayannya melakukan kegiatan penangkapan ikan di kawasan perairan Selat Haruku.Contoh nelayan adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan menggunakan cara-cara tertentu (Sudjana, 1992). Contoh nelayan ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling, ditentukan secara tidak acak, yaitu berdasarkan pertimbangan bahwa nelayan responden adalah nelayan yang menangkap ikan di kawasan perairan Selat Haruku Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. Karena tidak tersedianya data statistik nelayan perikanan tangkap, cara untuk pengambilan sampel dilakukan dengan teknik convenience (hapzard atau accidental) yaitu prosedur memilih responden yang paling mudah tersedia, sembarang atau kebetulan ditemui (Juanda, 2007). Apabila subyek yang digunakan kurang dari 100 dapat diambil semua sehingga merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subyek besar dapat diambil antara 10 % -15 % atau 20 % - 25 % atau lebih (Arikunto, 1996).Dalam studi ini contoh nelayan tersebar di Desa-desa sebagai berikut: Tial, Suli, Tenga-Tenga, dan Waai, di Kecamatan Salahutu, serta Haruku, Kabauw, Rohmoni, dan Kailolo di Kecamatan Haruku. 3.2. Teknik Pengambilan DataData yang diambil dalam penelitian diklasifikasikan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berupa data alat tangkap dan produksi per satuan alat tangkap diperoleh dengan cara melakukan pengamatan secara langsung, pengisian lembar pertanyaan (kuesioner), dan wawancara mendalam dengan para responden.Data sekunder diperoleh dari instansi Dinas Perikanan dan Kelautan baik yang berada di tingkat kabupaten maupun di tingkat provinsi, serta di desa-desa para responden.Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:1) Metode wawancaraMetode wawancara yaitu usaha mengumpulkan informasi dengan menggunakan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula (Nawawi, 1993). Dalam penelitian ini metode wawancara yang dilakukan dengan bertanya langsung kepada responden yang tersebar di desa untuk mendapatkan informasi.2) Metode angket atau kuisionerKuesioner atau angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan dalam memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 1996). Metode ini digunakan untuk memperoleh data mengenai alat tangkap yang digunakan, cara pengoperasiannya, armada tangkap yang digunakan, musim penangkapan dan hasil tangkapan. 3) Metode DokumentasiMetode dokumentasi adalah suatu cara untuk memperoleh data atau informasi tentang hal-hal yang ada kaitannya dengan penelitian dengan jalan melihat kembali sumber tertulis yang lalu baik berupa angka atau keterangan (tulisan, paper, tempat, dan kertas atau orang) (Arikunto, 1996). Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data mengenai laporan perikanan tangkap perikanan di Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah.4) Metode ObservasiDalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi (Arikunto, 1996). Metode ini digunakan untuk mengetahui secara langsung alat tangkap yang dioperasikan dan produksi per alat tangkap di Selat Haruku Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah.

BAB VI. BIAYA PENELITIAN DAN JADWAL PELAKSANAAN

4.1. Biaya PenelitianRencana biaya penelitian adalah sebesar Rp 5.000.000 (lima juta rupiah), perinciannya ditampilkan dalam Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Biaya PenelitianNoUraianJumlah(Rp)

1.Biaya adminstrasi1.151.000

2.Biaya rapat330.000

3.Biaya pengambilan data1.050.000

4.Biaya seminar sehari 925.000

5.Biaya pelaporan244.000

6.Publikasi ilmiah/jurnal350.000

7.Lunpsum personil950.000

Jumlah Total5.000.000

(lima juta rupiah)

4.2. Jadwal PenelitianPenelitian ini dijadwalkan selama 3 (tiga) bulan, dari bulan April sampai dengan bulan Juni 2014. Adapun jadwal penelitian dirinci dan ditampilkan pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Jadwal Pelaksaan PenelitianNo.KegiatanWaktu

AprilMeiJuni

1.Persiapan instrumen penelitian

2.Penentuan responden berdasarkan jumlah contoh

3.Pengambilan data primer dan sekunder

4.Pengolahan dan analisis data

5.Penulisan draf hasil penelitian

6.Seminar

7.Penulisan laporan hasil penelitian (final draft)

8.Publikasi ilmiah

DAFTAR PUSTAKAArikunto S. 1996. Prosedur Penilaian. Rineka Cipta, Jakarta.Dahuri R., Rais J., Ginting S.P., dan Sitepu M.J. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu. PT Pradnya Paramita. Jakarta.Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP. 2006. Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan. Jakarta. Fandeli C. 2012. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Pembangunan Pelabuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Kinseng R.A. 2011. Konflik Kelas Nelayan di Indonesia. Tinjauan Kasus Balikpapan. IPB Press. Bogor.Mukhtasor. 2006. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jurusan Teknik Kelautan. Fakultas Teknologi Kelautan. Institut Sepuluh Nopember Surabaya. Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. Nybakken J.W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta. Sudjana. 1992. Metode statistika. Tarsito. Bandung.