mirolas nove adwas - sistem penguasaan laut adat (studi kasus - haruku)

128
IDENTIFIKASI SISTEM PENGUASAAN LAUT ADAT (STUDI KASUS: HARUKU) TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Oleh Mirolas Nove Adwas NIM: 15107024

Upload: mirolasnoveadwas

Post on 27-Dec-2015

126 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari skeitar 17.508 pulau. Luas daratan Indonesia sekitar 1,8 juta kilometer persegi, sementara luas lautan sekitar 6,1 juta kilometer persegi. Indonesia juga memiliki zona ekonomi ekslusif, sehingga total luas wilayah Indonesia menjadi sekitar 7,9 juta kilometer persegi. Kondisi geografis tersebut membuat Indonesia dikenal sebagai negara maritim terbesar di dunia (United Nations Environment Program, 2003). Oleh karena itu, aspek wilayah perairan harus menjadi pertimbangan dalam sistem penguasaan wilayah nasional.

TRANSCRIPT

Page 1: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

IDENTIFIKASI SISTEM PENGUASAAN LAUT ADAT

(STUDI KASUS: HARUKU)

TUGAS AKHIRKarya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

OlehMirolas Nove Adwas

NIM: 15107024

Program Studi Teknik Geodesi dan GeomatikaFakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG2012

Page 2: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Akhir Sarjana

IDENTIFIKASI SISTEM PENGUASAAN LAUT ADAT

(STUDI KASUS: HARUKU)

Adalah benar dibuat oleh saya sendiri dan belum pernah dibuat dan diserahkan

sebelumnya baik sebagian maupun seluruhnya, baik oleh saya maupun oleh orang

lain, baik di ITB maupun di instansi pendidikan lainnya.

Bandung, Juni 2012

Penulis

Mirolas Nove Adwas

NIM. 15107024

Bandung, Juni 2012

Dosen Pembimbing

Dosen Pembimbing I,

Dr. Andri Hernandi, ST, MT

NIP. 19710318 200912 1 001

Dosen Pembimbing II,

Dr. Ir. S. Hendriatiningsih, MT

NIP. 19510702 197603 2 002

Disahkan Oleh:

Ketua Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Institut Teknologi Bandung

Dr. Ir. Kosasih Prijatna, M.Sc

NIP. 19600702 198810 1 001

Page 3: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara maritim terluas di dunia dengan keanekaragaman etnis

terbesar di dunia. Oleh karena itu, sistem penguasaan laut adat perlu diidentifikasi

sebagai masukan dalam pengelolaan kadaster kelautan di Indonesia.

Identifikasi dilakukan di wilayah Haruku dengan berdasarkan pada 3 aspek, yaitu:

aspek wilayah, aspek unit sosial pemegang hak, dan aspek legal beserta

pelaksanaannya. Analisis penelitian ini dilakukan dengan membandingkan antara

sistem penguasaan laut adat Haruku dan sistem penguasaan laut nasional.

Kesimpulannya, bahwa pada aspek wilayah Haruku memiliki wilayah dengan

penentuan batas tertentu. Pada aspek unit sosial pemegang hak, hak pengelolaan

hanya warga dimiliki oleh Haruku. Sedangkan untuk aspek legal beserta

pelaksanaannya, Haruku memiliki aturan adat dan badan Kewang yang menjaga

jalannya peraturan adat tersebut.

Kata kunci : sistem penguasaan laut, identifikasi

i

Page 4: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

ABSTRACT

Indonesia is the largest maritime country in the world with the greatest ethnic

diversity in the world. Therefore, customary marine tenure systems need to be

identified as an input in managing marine cadastre in Indonesia.

Identification carried out in Haruku region based on 3 aspects, which is: aspect of

region, aspect of social unit holders of rights, and legal aspects and its

implementation. Analysis of the study was conducted to compare the customary

marine tenure systems Haruku and national marine tenure systems.

In conclusion, that the aspect of region in Haruku has a specific area and its

delimitation. In the aspect of social unit holders of rights, management rights are

owned by Haruku residents only. As for the legal aspects and its implementation,

Haruku own custom rules and the agency Kewang which keeping the customary

rules

Key words: marine tenure system, identification

ii

Page 5: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. atas limpahan rahmat, karunia,

serta kekuatan yang diberikan untuk menyelesaikan tugas akhir penulis yang

berjudul “Identifikasi Sistem Penguasaan Laut Adat (Customary Marine Tenure

System), Studi Kasus: Haruku,”. Tugas akhir ini merupakan karya tulis sebagai

salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana di ITB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu

kelancaran pengerjaan tugas akhir ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dorongan, arahan, dan semangat yang diberikan sangat berpengaruh bagi penulis

untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Orang tua, adik, para dosen, serta teman-teman

yang selalu ada, terima kasih atas dukungannya.

Penulis menyadari adanya keterbatasan kemampuan dan kendala yang dihadapi

dalam penyelesaian tugas akhir ini sehingga apa yang penulis kerjakan sesungguhnya

masih jauh dari sempurna. Besar harapan penulis semoga tugas akhir ini dapat

berguna untuk pengembangan ilmu geodesi dan geomatika di kemudian hari.

Bandung, Juni 2012

Penulis

iii

Page 6: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

LEMBAR PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam pengerjaan tugas akhir, penulis banyak mendapat bantuan baik berupa

dukungan moral maupun materi dari berbagai pihak. Penulis hanya bisa memberikan

penghargaan dan menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan tugas akhir ini, yaitu:

1. Allah S.W.T. atas kasih sayang dan ridho-Nya yang telah diberikan kepada

penulis.

2. Papa (Waslibar), Mama (Asmawati), adik (Yuni Insana Adwas dan Mella

Kepriyanti Adwas), dan juga seluruh sanak famili lainnya

3. Ir. Kosasih Prijatna, M.Sc selaku ketua Program Studi S1 Teknik Geodesi

dan Geomatika ITB

4. Dr. Andri Hernandi, ST, MT selaku pembimbing I dan Dr. Ir. S.

Hendriatiningsih, MS selaku pembimbing II dalam pengerjaan tugas akhir ini

5. Dr. Ir. Eka Djunarsjah, MT dan Ir. Didik Wihardi W. Soerowidjojo, MT

selaku dosen penguji

6. Rizqi Abdulharis, ST, M.Sc dan Aditya Nugroho Subyantoro, ST yang ikut

terlibat dalam proses pengambilan data selama di Haruku

7. Bapak Zefnat Ferdinandus selaku Raja Haruku dan Om Eliza Kisya sebagai

Kewang Haruku yang telah memberikan data-data untuk pengerjaan tugas

akhir ini

8. Dr. Deni Suwardhi, ST. MT selaku dosen wali penulis

9. Seluruh dosen dan staff Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika

10. Seluruh guru dan teman-teman selama saya bersekolah di TK Pertiwi

Tanjung Pinang Barat, SD 002 Tanjung Pinang Barat, SD 006 Tanjung Pinang

Timur, SD 003 Pasir Pengaraian, SMP 1 Pasir Pengaraian, SMA Plus Propinsi

Riau, Institut Teknologi Bandung.

iv

Page 7: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

LEMBAR PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

BAB I: PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Batasan Masalah 3

1.5 Metodologi 4

1.6 Sistematika Pembahasan 6

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Sistem Penguasaan Wilayah 7

2.2 Sistem Penguasaan Wilayah Laut 9

2.2.1 Sistem penguasaan wilayah laut internasional 9

2.2.2 Sistem penguasaan wilayah laut nasional 9

2.2.3 Sistem penguasaan wilayah laut Adat 10

v

Page 8: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

2.3 Penelitian Kualitatif 11

2.3.1 Data kualitatif 11

2.3.2 Teknik pengumpulan data kualitatif 12

2.3.3 Teknik analisis data kualitatif 14

BAB III: PELAKSANAAN PENELITIAN 17

2.4 Persiapan 17

2.4.1 Studi literatur 17

2.4.2 Tempat dan waktu penelitian 17

2.4.3 Pedoman pengambilan data di lapangan 17

2.5 Pengumpulan data 24

2.5.1 Data sistem penguasaan laut nasional 24

2.5.2 Data sistem penguasaan laut adat 25

2.6 Pengolahan data 37

2.6.1 Pengolahan data sistem penguasaan laut nasional 37

2.6.2 Pengolahan data sistem penguasaan laut adat 40

BAB IV: ANALISIS 44

4.1 Analisis Data 44

4.2 Analisis Perbandingan 44

4.3 Kesimpulan Analisis 47

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN 49

5.1 Kesimpulan 49

5.2 Saran 50

vi

Page 9: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

DAFTAR PUSTAKA 51

LAMPIRAN A: WAWANCARA 53

LAMPIRAN B: UNDANG-UNDANG 75

vii

Page 10: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1 Peta Indonesia dengan wilayah lautan yang lebih luas dibanding

daratan 1

Gambar 1-2 Diagram alur metodologi penelitian 4

Gambar 3-1 Peta wilayah adminisrasi Kabupaten Maluku Tengah 18

Gambar 3-2 Citra satelit wilayah Haruku, Kecamatan Haruku, di Pulau Haruku 18

Gambar 3-3 Wawancara dengan bapak Eliza Kissya, Kapala Kewang Haruku 27

Gambar 3-4 Wawancara dengan bapak Zefnat Ferdinandus, Raja Haruku 27

Gambar 3-5 Benteng Fort Nieuw Zeelandia 28

Gambar 3-6 Wilayah labuhan sasi lompa 28

Gambar 3-7 Tanjung Hi-I yang sudah nyaris hilang oleh abrasi 2 9

Gambar 3-8 Wilayah sasi lompa dengan latar belakang rumah bapak Eliza

Kissya 29

Gambar 3-9 Struktur masyarakat Haruku 32

Gambar 3-10 Peta Laut Pulau Haruku (Nomor lembar peta laut : 398) 35

Gambar 3-11 Sketsa peta kawasan sasi lompa di Haruku 35

Gambar 3-12 Peta zona 4 mil dan 12 mil wilayah Ambon Lease 39

Gambar 3-13 Pembagian zona labuan sasi laut dan labuan sasi lompa 42

viii

Page 11: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

DAFTAR TABEL

Tabel 3-1 Pertanyaan wawancara mendalam seputar aspek wilayah 19

Tabel 3-2 Pertanyaan wawancara mendalam seputar aspek unit sosial

pemegang hak 20

Tabel 3-3 Pertanyaan wawancara seputar aspek legalitas beserta

pelaksanaannya 20

Tabel 3-4 Dokumen undang-undang 22

Tabel 3-5 Dokumen peta 23

Tabel 3-6 Dokumen rencana tata ruang wilayah 24

Tabel 3-7 Pengumpulan data undang-undang 25

Tabel 3-8 Pengumpulan data peta 25

Tabel 3-9 Pengumpulan data dokumen tata ruang wilayah 25

Tabel 3-10 Hasil wawancara mendalam seputar aspek wilayah 30

Tabel 3-11 Hasil wawancara mendalam seputar aspek unit sosial pemegang

hak 30

Tabel 3-12 Hasil wawancara mendalam seputar aspek legalitas beserta

pelaksanaannya 30

Tabel 4-1 Analisis perbandingan untuk aspek wilayah 45

Tabel 4-2 Analisis perbandingan untuk aspek unit sosial pemegang hak 46

Tabel 4-3 Analisis perbandingan untuk aspek legalitas beserta pelaksanaannya 47

ix

Page 12: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Bab I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari skeitar

17.508 pulau. Luas daratan Indonesia sekitar 1,8 juta kilometer persegi, sementara

luas lautan sekitar 6,1 juta kilometer persegi. Indonesia juga memiliki zona ekonomi

ekslusif, sehingga total luas wilayah Indonesia menjadi sekitar 7,9 juta kilometer

persegi. Kondisi geografis tersebut membuat Indonesia dikenal sebagai negara

maritim terbesar di dunia (United Nations Environment Program, 2003). Oleh karena

itu, aspek wilayah perairan harus menjadi pertimbangan dalam sistem penguasaan

wilayah nasional.

Gambar 1-1 Peta Indonesia dengan wilayah lautan yang lebih luas dibanding daratan

Indonesia juga merupakan negara dengan keanekaragaman etnis dan budaya

terbanyak di dunia. Jika diklasifikasikan secara etnolinguistik, terdapat 350 etnis di

Indonesia, dimana 180 dari mereka terdapat di Papua. Ada 13 bahasa daerah yang

pengguna untuk tiap bahasa mencapai lebih dari 1 juta orang (Country profile :

Indonesia, December 2004). Oleh sebab itu, aspek etnis dan budaya juga harus

menjadi pertimbangan dalam sistem penguasaan wilayah nasional.

1

Page 13: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Sistem penguasaan wilayah (Tenure System) di Indonesia secara umum sudah

dirangkum di dalam undang-undang pokok agraria yang dikeluarkan pada tahun

1960. Pada pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria tersebut menyebutkan bahwa

hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat,

sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara. Hal ini

menjadi bukti bahwa sistem penguasaan adat menjadi salah satu unsur yang diakui

dalam sistem penguasaan wilayah nasional.

Hanya saja tidak mudah untuk mengambil sistem penguasaan wilayah adat sebagai

sumber hukum agraria untuk daerah kepulauan. Hal ini dikarenakan sebagian besar

dari etnis yang ada di Indonesia bermukim di pulau dengan wilayah daratan yang

relatif luas. Sedikitnya etnis yang mendiami wilayah kepulauan mengakibatkan tidak

banyak hukum adat yang mengatur mengenai sistem penguasaan wilayah lautan

(Customary Marine Tenure System) di daerahnya.

Untuk itulah perlu dilakukan identifikasi sistem penguasaan wilayah laut adat yang

berkaitan dengan penguasaan wilayah laut di Indonesia. Dengan identifikasi tersebut,

dapat diketahui pengaturan adat mengenai hukum, kelembagaan, dan teritorial laut

yang dikuasainya. Pada akhirnya hasil identifikasi tersebut akan digunakan sebagai

pembanding antara hukum penguasaan laut adat dan hukum nasional yang berlaku.

Bahkan tidak menutup kemungkinan untuk mengintegrasikan antara hukum

penguasaan laut adat tersebut dengan hukum nasional yang berlaku, sehingga dapat

dijadikan rujukan dalam pengembangan hukum agraria di Indonesia.

1.6 Rumusan Masalah

Dalam tugas akhir ini permasalahan pertama yang harus dibahas adalah mencari dan

mengkaji informasi tentang hukum-hukum adat di daerah yang sebagian besar

wilayahnya terdiri dari lautan dan pulau-pulau kecil. Dengan informasi hukum adat

di daerah tersebut, dapat diidentifikasi pengaturan sistem penguasaan wilayah laut

adat di daerah tersebut (Customary Marine Tenure System). Dari hasil identifikasi

tersebut dilakukan analisis perbandingan antara sistem penguasaan laut daerah

tersebut dengan sistem penguasaan laut yang berlaku secara nasional.

2

Page 14: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

1.7 Tujuan Penelitian

Hasil akhir yang diharapkan dari tugas akhir ini adalah:

1. Mengidentifikasi sistem penguasaan wilayah laut menurut hukum adat

(Customary Marine Tenure System) daerah kepulauan di Indonesia, khususnya di

daerah Haruku, Kecamatan Pulau Haruku, Provinsi Maluku.

2. Membandingkan kesesuaian batas penguasaan laut menurut adat dengan batas

penguasaan laut nasional menurut:

a. UU No. 5 tahun 1960 tentang: Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

b. UU No. 7 tahun 1985 tentang: Pengesahan United Nations Convention On The

Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang Hukum Laut)

c. UU No. 32 tahun 2004 tentang: Pemerintahan Daerah

d. UU No.27 tahun 2007 tentang: Pengelolaan Wialyah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil

1.8 Batasan Masalah

Hal-hal yang menjadi batasan masalah dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah:

1. Daerah yang dijadikan sebagai studi kasus adalah Haruku, Kecamatan Pulau

Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku, Indonesia.

2. Data yang diambil berupa informasi mengenai hukum nasional dan aturan yang

berlaku bagi masyarakat adat setempat, terutama peraturan adat mengenai

penguasaan wilayah laut.

3. Tugas akhir ini membahas identifikasi hukum adat di wilayah Haruku, dan

kesesuaiannya dengan hukum nasional yang diatur oleh undang-undang.

3

Page 15: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Tahap Pengumpulan Data

Tahap Pengolahan Data

STUDI LITERATUR

SISTEM PENGUASAAN LAUT ADAT

SISTEM PENGUASAAN LAUT NASIONAL

REDUKSI DATA

PENYAJIAN DATA

PENGAMATAN BERPERANSERTA

WAWANCARA MENDALAM

STUDI DOKUMENTER

Tahap Analisis

HASIL PENGOLAHAN DATA

STUDI DOKUMENTER

ANALISIS DATAANALISIS

PERBANDINGAN

KESIMPULAN

PEDOMAN PENGUMPULAN DATA

Tahap Persiapan

SARAN

Tahap Kesimpulan dan Saran

1.9 Metodologi

Metodologi yang akan digunakan dalam proses penyusunan tugas akhir ini adalah:

Gambar 1-2 Diagram alur metodologi penelitian

4

Page 16: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

Pada tahap ini dilakukan studi literatur dan membuat pedoman pengambilan data

di lapangan.

2. Tahap pengambilan data

Pengambilan data hukum Indonesia dilakukan dengan studi dokumenter.

Sedangkan pengambilan data hukum adat dilakukan dengan cara observasi,

wawancara, dan studi dokumenter di lapangan. Data diambil adalah data yang

berhubungan dengan aspek wilayah, unit sosial pemegang hak, dan aspek legalitas

beserta pelaksanaannya.

3. Tahap pengolahan data

Pengolahan data dilakukan agar dapat mengidentifikasi sistem penguasaan

wilayah laut adat Haruku. Identifikasi dilakukan dengan cara analisis data

kualitatif.

4. Tahap analisis

Pada tahap ini akan dilakukan analisis terhadap kualitas data dan analisis

perbandingan antara sistem penguasaan laut menurut adat dengan sistem

penguasaan laut secara nasional.

5. Tahap Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan diambil dari hasil identifikasi, analisis perbandingan, dan temuan-

temuan selama proses penelitian. Sementara saran ditujukan untuk masyarakat

Haruku dan peneliti yang ingin melanjutkan penelitian serupa di wilayah tersebut.

5

Page 17: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

1.6 Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penyusunan tugas akhir adalah sebagai berikut:

1. Bab I : PENDAHULUAN

Pada bab ini, dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah,

batasan masalah, tujuan penelitian, serta metodologi penelitian.

2. Bab II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi sumber acuan yang digunakan berupa tulisan-tulisan ilmiah yang

berkaitan dengan tugas akhir yang dikerjakan.

3. Bab III : PELAKSANAAN PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tahapan yang dilakukan dalam pembuatan tugas akhir.

Dimulai dari persiapan, pengambilan data, data yang diperoleh, pengolahan data,

hingga hasil dari pengolahan data

4. Bab IV : ANALISIS

Bab ini akan menjelaskan analisis mengenai kualitas data dan analisis

perbandingan antara sistem penguasaan wilayah laut adat dan sistem penguasaan

wilayah laut nasional.

5. Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari tugas akhir beserta saran bagi pihak-pihak yang

terkait dengan tugas akhir.

6

Page 18: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Bab II

TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Sistem Penguasaan Wilayah

Sistem penguasaan wilayah lebih dikenal sebagai tenure system. Tenure system

terdiri dari dua kata yang dapat diartikan secara terpisah, yaitu kata tenure yang

berarti the conditions under which land or buildings are held or occupied, dan kata

system berarti an organized scheme or method (Oxford Dictionary, 10th edition). Dari

definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa tenure system berarti suatu cara atau

metode yang mengatur tentang tanah atau bangunan yang sedang dimiliki atau

dikuasai.

Secara umum, tenure system dibagi kedalam dua jenis, yaitu freehold dan leasehold

(Economic Commission for Africa, 2004), adapun pengertiannya adalah sebagai

berikut:

1. Freehold

Freehold berarti permanent and absolute tenure of land or property with freedom

to dispose of it at will. Jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, freehold

berarti penguasaan terhadap wilayah yang bersifat kekal dan absolut dengan

kebebasan untuk melepaskannya sesuai keinginan.

Konsep freehold berasal dari barat kuno. Karena sudah kuno dan tidak relevan

dengan perkembangan zaman, tidak ditemukan lagi negara yang benar-benar

masih menggunakan konsep ini.

2. Leasehold

Leasehold berarti the holding of property by a lease. Lease sendiri berarti contract

by which one party conveys land, property, services, etc. to another for a specified

time. Jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, leasehold berarti kepemilikan

lahan atau bangunan dengan mengikuti kontrak/syarat yang telah ditentukan

waktunya.

7

Page 19: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Konsep inilah yang menjadi acuan tenure system di setiap negara pada saat ini.

Bentuk kontrak (leasehold) yang digunakan bisa berbeda-beda untuk setiap

negara. Beberapa tipe leasehold adalah:

a. Fee simple

Merupakan sebuah kondisi dimana setiap orang atau kelompok bisa memiliki

atau menguasai suatu wilayah nyaris sepenuhnya selama dia membayar

sejumlah pajak yang telah ditetapkan. Tipe seperti inilah yang paling banyak

diadopsi di negara-negara di dunia.

b. Wadaa al-yad

Merupakan sebuah kondisi dimana setiap orang atau kelompok bisa memiliki

atau menguasai suatu wilayah dengan syarat agar memanfaatkan wilayah

tersebut sebaik-baiknya. Tipe ini terdapat di Mesir, dengan tipe serupa terdapat

Senegal.

c. Life estate

Merupakan sebuah kondisi dimana kepemilikan wilayah hanya berlangsung

selama orang tersebut masih hidup. Hak kepemilikan tidak dapat dipindahakan

ke orang lain, baik itu dengan cara jual beli maupun warisan.

d. Fee tail

Merupakan sebuah kondisi dimana kepemilikan wilayah hanya bisa didapat

melalui garis keturunan. Konsep serupa diterapkan di Roman (keRajaan

Romawi)

e. Rental

Merupakan kondisi dimana kepemilikan wilayah bisa didapat dengan menyewa

dari pihak yang pada awalnya memiliki hak terhadap wilayah tersebut.

Indonesia sendiri menganut paham leasehold, hal ini dapat dilihat dari UU No. 5

Tahun 1960, Bab 2: Hak-hak atas tanah, air dan ruang angkasa serta pendaftaran

tanah. Dari Bab 2 tersebut diketahui bahwa kepemilikan tanah di Indonesia tidak

8

Page 20: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

bersifat permanent, dan dapat diambil alih oleh negara seperti tertera dalam pasal 27

UU No. 5 Tahun 1960.

2.8 Sistem Penguasaan Wilayah Laut

Sistem penguasaan wilayah laut, atau lebih dikenal dengan istilah marine tenure

system adalah suatu sistem, dimana beberapa orang atau kelompok sosial

memanfaatkan wilayah laut, mengatur tingkat eksploitasi terhadap wilayah tersebut,

yang berarti juga melindunginya dari eksploitasi yang berlebihan (Wahyono, A., et

al, 2000)

2.8.1 Sistem penguasaan wilayah laut internasional

Marine tenure system yang mengatur hak-hak penguasaan laut internasional, tercatat

sudah ada sejak abad ke 15. Salah satunya adalah piagam Inter Caetera (1493) yang

mengatur tentang pembagian wilayah laut antara Spanyol dan Portugal. Sedangkan

konsep yang paling terkenal pada masa lalu adalah konsep laut bebas. Konsep ini

tertulis dalam buku Mare Liberum (Grotius, 1609). Hingga hari ini konsep

penguasaan wilayah laut terus berkembang sesuai kebutuhan umat manusia.

Pada masa sekarang, marine tenure system yang berlaku secara Internasional sudah

diatur dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.

Tercatat pada Desember 2005, sudah ada 149 negara yang meratifikasi konvensi

tersebut. Berarti pada waktu itu ada 149 negara yang menjadikan UNCLOS 1982

sebagai rujukan dalam pembuatan marine tenure system di wilayahnya.

2.8.2 Sistem penguasaan wilayah laut nasional

Indonesia termasuk salah satu negara di dunia yang meratifikasi UNCLOS 1982.

Bentuk ratifikasi tersebut tertuang didalam UU No.17 tahun 1985 tentang

pengesahan UNCLOS. Pada undang-undang ini dijelaskan secara umum tentang

marine tenure yang berlaku di Indonesia.

Marine tenure system di Indonesia juga mengakui adanya kekuasaan daerah untuk

wilayah laut. Pada UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah disebutkan

tentang kewenangan daerah/provinsi terhadap laut di wilayahnya. Hanya saja

penetapan kewenangan daerah di wilayah laut selebar 12 mil laut tidak diartikan

9

Page 21: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

sebagai pengkaplingan laut, tetapi lebih kepada penetapan batas kewenangan dalam

melaksanakan desentralisasi untuk pengelolaan, antara lain untuk eksplorasi,

eksploitasi, konservasi, pengaturan pemanfaatan, penataan ruang dan penegakan

hukum dalam wilayah laut tersebut (Rais, J., 2003)

2.8.3 Sistem penguasaan wilayah laut adat

Sistem penguasaan laut adat (customary marine tenure system) dapat diartikan

sebagai situasi dimana sekelompok orang yang memiliki hak formal atau informal

untuk area laut dimana mereka memiliki hak sejarah untuk menggunakan dan

mengakses sumber daya laut dalam aturan, pelarangan, pemindahan, dan kepatuhan,

baik itu dalam kondisi tertentu ataupun secara permanen (Ruddle, 1996, dalam

Aswani, S., 2003)

Berdasarkan beberapa sumber literatur yang membahas Customary marine tenure

system, Wahyono, et al (2000), menyimpulkan aspek-aspek pokok sistem

penguasaan laut adat meliputi:

1. Wilayah

Variabel pokok pertama dalam Customary Marine Tenure System ialah harus ada

suatu wilayah. Wilayah dalam suatu pengaturan hak wilayah laut juga tidak hanya

terbatas pada pembatasan luas wilayah, tetapi juga ekslusivitas wilayah.

Ekslusivitas ini dapat berlaku juga untuk sumber daya laut, teknologi yang

digunakan, tingkat eksploitasi maupun batasan-batasan yang bersifat temporal.

2. Unit sosial pemegang hak (right-holding unit)

Sementara mengenai unit pemegang hak (right-holding unit), sifatnya beragam

mulai dari individual, kelompok kekerabatan, komunitas desa sampai ke Negara.

Hal yang menarik mengenai unit pemegang hak ini adalah masalah

transferability, yaitu bagaimana hak eksploitasi dialihkan dari satu pihak ke pihak

lain, dan pemerataan (equity) yaitu pembagian hak ke dalam satu unit pemegang

hak.

10

Page 22: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

3. Legalitas (legality) beserta pelaksanaannya (enforcement).

Dalam kaitannya dengan masalah legalitas, hal yang menjadi pokok bahasan

adalah sesuatu yang menjadi sumber peraturan yang melandasi berlakunya

Customary Marine Tenure System, yaitu dalam beberapa kasus berupa aturan

tertulis. Sementara pada kasus-kasus yang lain menunjukkan bahwa pelaksanaan

Customary marine tenure merupakan praktek yang ekstra legal karena didasarkan

atas kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan masyarakat, tidak menurut hukum

formal. Meskipun demikian, jika dilihat pada masyarakat pendukungnya, pada

kenyataannya selalu mempunyai dasar, seperti halnya suatu sistem kepercayaan.

2.9 Penelitian Kualitatif

Menurut Strauss dan Corbin (dalam Santosa, 2006), yang dimaksud dengan

penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan

yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur

statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).

Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk penelitian tentang

kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, aktivitas

sosial, dan lain-lain. Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah

pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan

memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan

sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan.

2.9.1 Data kualitatif

Data kualitatif berbentuk deskriptif, berupa kata-kata lisan atau tulisan tentang

tingkah laku manusia yang dapat diamati (Taylor dan Bogdan, 1984, dalam Agusta,

I., 2003). Menurut sumbernya, data kualitatif dapat dibagi menjadi:

1. Data primer

Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli

(tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang)

secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik),

kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian (Poerwandari, E.K., 1998)

11

Page 23: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara

tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).

Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah

tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak

dipublikasikan. (Poerwandari, E.K., 1998)

2.9.2 Teknik pengumpulan data kualitatif

1. Pengamatan berperanserta

Peneliti kualitatif otomatis akan melakukan pengamatan berperanserta (observasi)

terhadap subyek penelitiannya. Pengamatan berperanserta merujuk pada proses

studi yang mempersyaratkan interkasi sosial antara peneliti dan subyek

penelitiannya dalam lingkungan subyek penelitian itu sendiri, guna memperoleh

data melalui teknis yang sistematis.

Berdasarkan sejumlah aspek, teknik pengamatan terbagi sebagai berikut (Patton,

1990, dalam Agusta, I., 2003)

1. Berdasarkan tingkat peranserta peneliti: peranserta penuh, peranserta terbatas,

dan tanpa berperanserta (peneliti bertindak sebagai penonton)

2. Berdasarkan tingkat keterbukaan peneliti: keterbukaan penuh (semua subyek

mengemal peneliti dan mengetahui kegiatan pengamatannya), keterbukaan

terbatas (hanya sebagian subyek penelitian mengenal peneliti dan mengetahui

kegiatan pengamatannya), tertutup penuh (subyek penelitian tidak mengenal

peneliti dan tidak tahu-menahu tentang kegiatan pengamatannya)

3. Berdasarkan tingkat keterbukaan tujuan penelitian: terbuka penuh (dijelaskan

seluruhnya kepada subyek penelitian), keterbukaan terbatas (dijelaskan

sebagian kepada sebagian subyek penelitian), tertutup penuh (tanpa penjelasan

kepada subyek penelitian), dan pemalsuan (memberikan penjelasan palsu atau

bohong kepada subyek peneliti)

12

Page 24: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

4. Berdasarkan tingkat kedalaman dan keluasan atau jangka waktu pengamatan:

jangka pendek (pengamatan tunggal dalam waktu singkat), dan jangka panjang

(pengamatan dalam waktu lama)

5. Berdasarkan himpunan pengamatan: himpunan sempit (terhimpun pada suatu

unsur saja), dan himpunan luas (tinjauan yang mencakup semua unsur)

2. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam ialah temu muka berulang atara peneliti dan subyek

penelitian, dalam rangka memahami pandangan subyek penelitian mengenai

hidupnya, pengalamannya, ataupun situasi sosial sebagaimana diungkapkan dalam

bahasanya sendiri (Taylor dan Bogdan, 1984, dalam Agusta, I., 2003).

Wawancara mendalam bisa juga diartikan sebagai percakapan dua arah dalam

susana kesetaraan, akrab dan informal.

Berdasarkan substansinya, wawancara mendalam dibedakan menjadi tiga jenis:

a. Wawancara untuk menggali riwayat hidup sosiologis, terutama pandangannya

mengenai kehidupannya dalam dalam bahasanya sendiri.

b. Wawancara untuk mempelajari kejadian dan kegiatan, yang tak dapat diamati

secara langsung.

c. Wawancara untuk menghasilkan gambaran luas mengenai sejumlah ajang,

situasi atau orang.

Pewawancara juga harus memiliki pedoman pertanyaan untuk mempermudah

pewawancara dalam menggali topik-topik kunci yang sama dari

responden/informan. Pedoman pertanyaan bukalah daftar pertanyaan terstruktur,

melainkan berupa aspek-aspek yang hendak digali dari responden/informan.

Syarat penyusunan pedoman wawancara mendalam ialah pengetahuan awal

perihal topik wawancara (misalnya dari literatur), dan orang/narasumber yang

hendak diwawancarai.

Dalam penelitian kualitatif, wawancara dilakukan dengan narasumber yang

diambil secara non probability sampling. Sampling atau penentuan sampel

13

Page 25: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

dilakukan dengan purposive sampling, sehingga yang menjadi narasumber adalah

orang-orang yang diperkirakan memiliki pengetahuan lebih tentang permasalahan.

3. Triangulasi dan catatan harian

Triangulasi adalah kombinasi beragam sumber data, tenaga peneliti, teori, dan

teknis metodologis dalam suatu penelitian atas gejala sosial. Triangulasi

diperlukan karena setiap teknik memiliki keunggulan dan kelemahannya sendiri.

Dengan demikian triangulasi memungkinkan tangkapan realitas secara lebih valid.

Terdapat empat tipe triangulasi (Denzin, 1978, dalam Agusta, I., 2003)

a. Triangulasi data: penggunaan beragam sumber data dalam suatu penelitian

b. Triangulasi peneliti, penggunaan beberapa peneliti yang berbeda disiplin

ilmunya dalam suatu penelitian

c. Triangulasi teori: penggunaan sejumlah perspektif dalam menafsir satu set data

d. Triangulasi teknik metodologis, penggunaan sejumlah teknik dalam suatu

penelitian

Catatan harian atau catatan lapangan merupakan instrumen utama yang melekat

pada beragam teknik pengumpulan data kualitatif. Terdapat tiga jenis catatan

harian (Agusta, I., 2003):

a. Catatan fakta: data kualitatif hasil pengamatan dan wawancara dalam bentuk

uraian rinci maupun kutipan langsung

b. Catatan teori: hasil peneliti di lapangan untuk menyimpulkan struktur

masyarakat yang ditelitinya, serta merumuskan hubungan atara topik-topik

penting penelititannya secra induktif sesuai fakta-fakta di lapangan

c. Catatan metodologis: pengalaman peneliti ketika berupaya menerapkan metode

kualitatif di lapangan

14

Page 26: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

2.9.3 Teknik analisis data kualitatif

Terdapat tiga jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992, dalam Agusta, I., 2003)

a. Reduksi data

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan

tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama penelitian

berlangsung, bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sebagaimana terlihat

dari kerangka konseptual penelitian, permasalahan studi, dan pendekatan

pengumpulan data yang dipilih peneliti.

Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara

sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. Reduksi tidak perlu

diartikan sebagia kuantifikasi data. Cara untuk mereduksi data adalah:

a. Seleksi ketat atas data

b. Ringkasan atau uraian singkat

c. Menggolongkannya dalam pola yang lebih luas

Keseluruhan cara tersebut dilakukan melalui proses meringkas data, mengkode,

menelusuri tema, dan membuat gugus-gugus.

b. Penyajian data

Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga

memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Bentuk penyajian data kualitatif adalah:

a. Teks naratif yang berbentuk catatan lapangan

b. Matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Bentuk-bentuk ini menggabungkan

informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih,

sehingga memudahkan untuk melihat apa yang sedang terjadi, apakah

15

Page 27: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

kesimpulan sudah tepat atau sebaliknya, sehingga harus melakukan analisis

kembali.

c. Penarikan kesimpulan

Upaya penarikan kesimpulan dilakukan peneliti secara terus-menerus selama

berada di lapangan. Dari permulaan pengumpulan data, peneliti kualitatif mulai

mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan pola-pola (dalam catatan teori),

penjelasan-penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat,

dan proposisi. Kesimpulan-kesimpulan ini ditangani secara longgar, tetap terbuka

dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah disediakan. Mula-mula belum jelas, namun

kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh.

Kesimpulan-kesimpulan itu juga diverifikasi selama penelitian berlangsung,

dengan cara:

a. Memikirkan kembali selama penulisan

b. Tinjauan ulang catatan lapangan

c. Tinjauan kembali dan tukar pikiran antar teman sejawat untuk

mengembangkan kesepakatan intersubyektif

d. Upaya-upaya yang luas untuk menempakan salinan suatu temuan dalam

seperangkat data yang lain

16

Page 28: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Bab III

PELAKSANAAN PENELITIAN

2.10 Persiapan

2.10.1 Studi literatur

Penelitian dimulai dengan melakukan studi literatur terlebih dahulu. Studi literatur

dilakukan terhadap hal-hal yang terkait dengan:

1. Sistem penguasaan wilayah laut nasional

2. Sistem penguasaan wilayah laut adat di daerah Haruku

3. Pelaksanaan metode penelitian kualitatif

Untuk sistem penguasaan wilayah laut nasional, sebagian besar literatur diambil dari

undang-undang yang mengatur tentang sistem penguasaan wilayah laut nasional.

Sedangkan sistem penguasaan wilayah laut adat di daerah Haruku, studi literatur

dilakukan terhadap tulisan dan dokumen yang terkait dengan sistem penguasaan

wilayah laut adat di daerah Haruku.

2.10.2 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di daerah Haruku, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten

Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Indonesia. Survei dimulai pada hari Senin

tanggal 6 Juni 2011 hingga hari Sabtu tanggal 10 Juni 2011. Peta administrasi

Kabupaten Maluku Tengah dapat dilihat pada gambar 3-1, sedangkan citra satelit

wilayah Haruku dapat dilihat pada gambar 3-2 sebagai berikut:

17

Page 29: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Gambar 3-1 Peta wilayah adminisrasi Kabupaten Maluku Tengah

Gambar 3-2 Citra satelit wilayah Haruku, Kecamatan Pulau Haruku, di Pulau Haruku

18

Page 30: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

2.10.3 Pedoman pengambilan data di lapangan

Pengambilan data dilapangan dilakukan dengan cara pengamatan berperanserta,

wawancara mendalam, dan triangulasi data dari dokumen serta catatan harian.

Sedangkan pedoman pengambilan data, dibuat sesuai dengan teknik pengambilan

data yang digunakan. Bentuk pedoman tersebut adalah:

1. Pedoman pengamatan berperan serta

Pengamatan berperanserta dilakukan terhadap kegiatan dan wilayah pelaksanaan

hukum adat untuk penguasaan wilayah laut.

2. Pedoman wawancara mendalam

Wawancara dilakukan dengan membagi pertanyaan sesuai aspek-aspek sistem

penguasaan wilayah laut adat. Bentuk pedoman wawancaranya adalah sebagai

berikut:

a. Aspek wilayah

Pertanyaan yang diajukan adalah tentang cara mengidentifikasi batas wilayah.

Bentuk pertanyaan tersebut dapat dilihat pada tabel 3-1.

Tabel 3-1 Pertanyaan wawancara mendalam seputar aspek wilayah

NO PERTANYAAN TUJUAN PERTANYAAN EKSPEKTASI PERTANYAAN

1

Bagaimana cara

mengidentifikasi batas

fisik zona laut dan

darat?

Mengetahui batas fisik zona laut

dan darat

Dapat diketahui batas-batas fisik zona laut

dan darat di negeri Haruku untuk

menentukan area

2

Bagaimana cara

mengidentifikasi batas

persil laut dan darat?

Mengetahui batas persil laut dan

darat

Dapat diketahui batas-batas persil laut dan

darat

b. Aspek unit sosial pemegang hak

Pertanyaan yang diajukan adalah tentang pihak-pihak yang terlibat dalam

sistem penguasaan wilayah. Bentuk pertanyaan tersebut dapat dilihat pada tabel

3-2.

19

Page 31: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Tabel 3-2 Pertanyaan wawancara mendalam seputar aspek unit sosial pemegang hak

NO PERTANYAAN TUJUAN PERTANYAAN EKSPEKTASI PERTANYAAN

1

Bagaimana struktur

pemerintahan Negeri

adat yang sekarang?

Mengetahui struktur

pemerintahan Negeri adat yang

sekarang

Didapat struktur pemerintahan Negeri adat

yang sekarang

2

Bagaimana struktur

pemerintahan Formal

Desa yang sekarang?

Mengetahui struktur

pemerintahan formal desa yang

sekarang

Didapat struktur pemerintahan Formal

Desa yang sekarang

3

Bagaimana hubungan

antara struktur

pemerintahan negeri

adat dan formal desa?

Mengetahui hubungan antara

struktur pemerintahan negeri adat

dan formal desa

Dapat diketahui dengan jelas hubungan

antar struktur pemerintahan negeri adat

dan desa formal, apakah ada tumpang

tindih kekuasaan

c. Aspek legalitas beserta pelaksanaannya

Pertanyaan yang diajukan adalah tentang asal/dasar hukum adat penguasaan

wilayah laut, aturan-aturan dalam pelaksanaan adat yang berkaitan dengan

penguasaan wilayah laut, dan pelaksanaan hukum adat penguasaan wilayah

laut. Bentuk pertanyaan tersebut dapat dilihat pada tabel 3-3.

Tabel 3-3 Pertanyaan wawancara seputar aspek legalitas beserta pelaksanaannya

NO PERTANYAAN TUJUAN PERTANYAAN EKSPEKTASI PERTANYAAN

1

Bagaimana hukum adat

yang berlaku pada tiap

zona adat laut dan darat?

Mengetahui hukum adat yang

berlaku pada tiap zona adat laut

dan darat

Diketahui hukum adat yang berlaku di tiap

zona adat baik laut maupun darat

2

Bagaimana penegakan

hukum adat terkait

pengelolaan sumber

daya laut dan darat?

Mengetahui penegakan hukum

adat terkait pengelolaan sumber

daya laut dan darat

Diketahui berbagai proses maupun

tindakan penegakan hukum adat terkait

dengan pengelolaan sumber daya laut dan

darat

3

Bagaimana skema

pendanaan pelaksanaan

sistem pengelolaan

sumber daya laut dan

darat?

Mengetahui skema pendanaan

pelaksanaan sistem pengelolaan

sumber daya laut dan darat

Didapat suatu alur pendanaan untuk

pembiayaan pelaksanaan sistem

pengelolaan sumber daya laut dan darat

4

Bagaimana sejarah

pemberlakuan Hukum

Adat Pengelolaan

Sumber Daya Laut dan

Darat?

Mengetahui sejarah

pemberlakuan Hukum Adat

Pengelolaan Sumber Daya Laut

dan Darat

Dapat diketahui sejarah asal mula

pemberlakuan hukum adat untuk

pengelolaan sumber daya laut dan darat

20

Page 32: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

NO PERTANYAAN TUJUAN PERTANYAAN EKSPEKTASI PERTANYAAN

5

Bagaimana

pengorganisasian sistem

pengelolaan sumber

daya laut dan darat

secara adat?

Mengetahui bentuk organisasi

sistem pengelolaan sumber daya

laut dan darat secara adat

Diketahui bentuk pengorganisasian adat

dalam pengelolaan sumber daya laut dan

adat

6

Apa saja permasalahan

dalam pelaksanaan dan

penegakan hukum adat

pengelolaan sumber

daya laut dan darat?

Mengetahui permasalahan dalam

pelaksanaan dan penegakan

hukum adat pengelolaan sumber

daya laut dan darat

Dapat teridentifikasi berbagai

permasalahan dan penanganannya dalam

penegakkan hukum adat pengelolaan

sumber daya laut dan darat

7

Apa saja permasalahan

dalam pelaksanaan dan

penegakan hukum adat

pengelolaan sumber

daya laut dan darat

terkait dengan sistem

formal, desentralisasi,

UU no.27 tahun 2007?

Mengetahui permasalahan dalam

pelaksanaan dan penegakan

hukum adat pengelolaan sumber

daya laut dan darat terkait dengan

sistem formal, desentralisasi, UU

no.27 tahun 2007

Dapat teridentifikasi permasalahan dalam

pelaksanaan dan penegakan hukum adat

pengelolaan sumber daya laut dan darat

terkait dengan sistem formal,

desentralisasi, UU no.27 tahun 2007

mengenai tumpang tindih kepentingan

maupun aturan

8

Apa tujuan pelaksanaan

Hukum Adat

Penguasaan ruang laut

dan darat?

Mengetahui tujuan pelaksanaan

Hukum Adat Penguasaan ruang

laut dan darat

Diketahui tujuan-tujuan dilaksanakannya

Hukum Adat Penguasaan ruang laut dan

darat

9Sebutkan hak atas tanah

adat yang ada?

Mengetahui hak atas tanah adat

yang ada di Haruku

Dapat diketahui bentuk-bentuk hak atas

tanah adat yang berlaku di Haruku

10

Bagaimana proses

delivery hak atas tanah

dan ruang laut adat?

Mengetahui proses delivery hak

atas tanah dan ruang laut adat

Diketahui proses-proses delivery hak atas

tanah dan ruang laut adat yang ada di

Haruku

11

Bagaimana right,

restriction and

responsibility terkait hak

atas tanah dan ruang laut

adat yang ada?

Mengetahui right, restriction and

responsibility terkait hak atas

tanah dan ruang laut adat yang

ada

Dapat diidentifikasi right, restriction and

responsibility terkait hak atas tanah dan

ruang laut adat yang ada di Haruku

12

Bagaimana pendaftaran

hak atas tanah dan ruang

laut secara adat?

Mengetahui proses pendaftaran

hak atas tanah dan ruang laut

secara adat

Dapat diketahui proses pendaftaran hak

atas tanah dan ruang laut secara adat

13

Bagaimana sejarah

pemberlakuan hukum

adat penguasaan ruang

laut dan darat?

Mengetahui sejarah

pemberlakuan hukum adat

penguasaan ruang laut dan darat

Dapat diketahui sejarah asal mula

pemberlakuan hukum adat untuk

penguasaan ruang laut dan darat

14

Bagaimana skema

pendanaan pelaksanaan

sistem penguasaan persil

laut dan darat?

Mengetahui skema pendanaan

pelaksanaan sistem penguasaan

persil laut dan darat

Didapat suatu alur pendanaan untuk

pembiayaan pelaksanaan sistem

penguasaan persil laut dan darat

21

Page 33: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

15

Bagaimana

pengorganisasian sistem

penguasaan ruang laut

dan darat secara adat?

Mengetahui organisasi sistem

penguasaan ruang laut dan darat

secara adat

Diketahui bentuk pengorganisasian adat

dalam sistem penguasaan ruang laut

NO PERTANYAAN TUJUAN PERTANYAAN EKSPEKTASI PERTANYAAN

16

Bagaimana pelaksanaan

dan penegakan hukum

adat penguasaan persil

laut dan darat?

Mengetahui pelaksanaan dan

penegakan hukum adat

penguasaan persil laut dan darat

Dapat diketahui kegiatan pelaksanaan dan

penegakkan hukum adat terkait dengan

penguasaan persil laut dan darat

17

Apa saja permasalahan

dalam pelaksanaan dan

penegakan hukum adat

penguasaan persil laut

dan darat?

Mengetahui permasalahan dalam

pelaksanaan dan penegakan

hukum adat penguasaan persil

laut dan darat

Dapat teridentifikasi berbagai

permasalahan dan penanganannya dalam

penegakkan hukum penguasaan persil laut

dan darat

18

Apa saja permasalahan

dalam pelaksanaan dan

penegakan hukum adat

penguasaan persil laut

dan darat terkait sistem

formal, desentralisasi,

UU no. 27 tahun 2007?

Mengetahui permasalahan dalam

pelaksanaan dan penegakan

hukum adat penguasaan persil

laut dan darat terkait sistem

formal, desentralisasi, UU no. 27

tahun 2007

Dapat teridentifikasi permasalahan dalam

pelaksanaan dan penegakan hukum adat

penguasaan persil laut dan darat terkait

dengan sistem formal, desentralisasi, UU

no.27 tahun 2007 mengenai tumpang

tindih kepentingan maupun aturan

Sementara untuk pemilihan narasumber dalam purposive sampling, dipilih Raja

dan Kewang sebagai narasumber. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa

merekalah yang diyakini memiliki pengetahuan lebih tentang sistem penguasaan

wilayah laut di daerahnya.

3. Pedoman studi dokumenter untuk triangulasi data

Dokumen yang diambil adalah dokumen yang terkait dengan sistem penguasaan

wilayah laut nasional dan dokumen sistem penguasaan laut adat.

Dokumen yang terkait dengan sistem penguasaan wilayah laut adat bisa

berbentuk catatan, buku, aturan adat tertulis, dan peta. Sedangkan dokumen yang

terkait dengan sistem penguasaan wilayah laut nasional berupa dokumen undang-

undang, dokumen peta, dan dokumen mengenai informasi tata ruang wilayah

Kabupaten Maluku Tengah dapat dilihat pada dapat dilihat pada tabel 3-4, tabel 3-

5, dan tabel 3-6.

Tabel 3-4 Dokumen undang-undang

22

Page 34: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

N

OUNDANG-UNDANG TUJUAN EKSPEKTASI

1

Undang Undang No. 5

Tahun 1960 Tentang

Peraturan Dasar Pokok-

pokok Agraria

Sebagai dasar-dasar hukum

agraria nasional yang mengatur

segala pemanfaatan ruang darat,

laut, dan udara

Mengetahui segala ketentuan mengenai

penguasaan maupun pemanfaatan ruang

darat, laut, dan udara di Indonesia secara

hukum

N

OUNDANG-UNDANG TUJUAN EKSPEKTASI

2

Undang Undang No. 27

Tahun 2007 Tentang

Pengelolaan Pesisir dan

Pulau-Pulau Terpencil

Sebagai dasar peraturan mengenai

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil di Indonesia

Memahami peraturan mengenai Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di

Indonesia khususnya yang menyangkut

perencanaan, pemanfaatan, hak, dan akses

masyarakat

3

Undang Undang No. 32

Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah

Sebagai dasar peraturan mengenai

penetapan aturan-aturan yang

ditetapkan Pemerintahan Daerah,

dalam hal ini ialah penetapan

wilayah laut daerah

Mengetahui penetapan batas-batas wilayah laut

daerah, dalam hal ini di Propinsi Maluku,

sesuai ketentuan

5

Undang Undang No. 17

Tahun 1985 Tentang

rativikasi UNCLOS

Sebagai dasar pengesahan United

Nations Convention on the Law

of the Sea dengan Undang-

Undang Indonesia mengenai

penguasaan wilayah laut nasional

Mengetahui penetapan batas-batas wilayah laut

nasional yang mengacu pada penetapan batas

wilayah laut internasional

Tabel 3-5 Dokumen peta

N

O PETA TUJUAN EKSPEKTASI

1

Peta rencana tata ruang

wilayah Propinsi

Maluku

Sebagai ilustrasi untuk

mengetahui batas-batas

perencanaan tata ruang dan

pemanfaatan ruang di pesisir, laut

dan pulau-pulau kecil yang

terintegrasi dengan rencana tata

ruang

Mengetahui batas-batas wilayah mengenai

perencanaan dan pengintegrasian tata ruang

laut dan darat Propinsi Maluku

2

Peta wilayah

administrasi Kabupaten

Maluku Tengah

Sebagai ilustrasi untuk

mengetahui batas-batas

administrasi wilayah di

Kabupaten Maluku Tengah

Mengetahui batas-batas administrasi wilayah

di Kabupaten Maluku Tengah, khususnya Desa

Haruku

3

Peta batimetrik

Kabupaten Maluku

Tengah

Sebagai ilustrasi untuk

mengetahui kedalaman wilayah

perairan di Kabupaten Maluku

Tengah

Mengetahui kedalaman wilayah perairan

wilayah perairan Kabupaten Maluku Tengah

agar dapat mengetahui batas laut dangkal dan

laut dalam dalam penguasaan wilayah laut adat

di Haruku

4 Peta rencana zonasi

pulau-pulau lease

Kabupaten Maluku

Sebagai ilustrasi untuk

mengetahui zonasi peruntukan

lahan di Kabupaten Maluku

Mengetahui peruntukan wilayah dan potensi-

potensi di Kabupaten Maluku Tengah

23

Page 35: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Tengah Tengah khususnya negeri Haruku

5

Peta perikanan Kota

Ambon pulau ambon

dan pulau-pulau lease

Kabupaten Maluku

Tengah

Sebagai ilustrasi untuk

mengetahui potensi perikanan di

wilayah perairan Kabupaten

Maluku Tengah

Mengetahui potensi perikanan di wilayah

perairan negeri Haruku terkait dengan

customary marine tenure system di wilayah

tersebut

N

ODOKUMEN TUJUAN EKSPEKTASI

6

Peta wilayah

administrasi Desa

Haruku

Sebagai ilustrasi untuk

mengetahui batas-batas

administrasi wilayah Desa

Haruku

Mengetahui batas-batas wilayah administrasi

Desa Haruku terkait dengan pemerintahan desa

secara nasional

7

Struktur pemerintahan

formal Desa Haruku

Sebagai ilustrasi untuk

mengetahui struktural

pemerintahan Desa Haruku

Mengetahui struktural pemerintahan Desa

Haruku secara formal berdasarkan peraturan

daerah

Tabel 3-6 Dokumen rencana tata ruang wilayah

N

ODOKUMEN TUJUAN EKSPEKTASI

1

Dokumen Rencana Tata

Ruang Wilayah Propinsi

Maluku

Sebagai dasar perencanaan tata

ruang dan pemanfaatan ruang di

pesisir, laut dan pulau-pulau kecil

yang terintegrasi dengan rencana

tata ruang daratan di Propinsi

Maluku

Mengetahui perencanaan dan pengintegrasian

tata ruang laut dan darat Propinsi Maluku

2

Dokumen Rencana Tata

Ruang Pesisir, Laut, dan

Pulau Kecil Kabupaten

Maluku Tengah

Sebagai dasar perencanaan tata

ruang dan pemanfaatan ruang di

pesisir, laut dan pulau-pulau kecil

di Kabupaten Maluku Tengah

Mengetahui perencanaan dan pemanfaatan

ruang laut Kabupaten Maluku Tengah

2.11 Pengumpulan data

2.11.1 Data sistem penguasaan laut nasional

Tidak dilakukan pengumpulan data primer sistem penguasaan laut nasional, karena

semua data sistem penguasaan laut nasional sudah berbentuk dokumen. Data

dikumpulkan hanyalah data sekunder berupa hasil studi dokumenter. Studi

dokumenter dilakukan dengan mencari dokumen-dokumen yang terdapat pada

pedoman studi dokumenter untuk sistem penguasaan wilayah laut nasional. Untuk

24

Page 36: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

data undang-undang menggunakan softcopy undang-undang yang diperoleh melalui

media internet, sedangkan data dokumen informasi tata ruang daerah dicari di kantor

pemerintahan setempat.

Hasil dari pengumpulan data undang-undang, peta, dan dokumen mengenai

informasi tata ruang wilayah Kabupaten Maluku Tengah dapat dilihat pada tabel 3-7,

tabel 3-8, dan tabel 3-9

Tabel 3-7 Pengumpulan data undang-undang

NO DATA UNDANG-UNDANG HASIL

1 Undang Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Didapat

2 Undang Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Terpencil Didapat

3 Undang Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Didapat

5 Undang Undang No. 17 Tahun 1985 Tentang rativikasi UNCLOS Didapat

Tabel 3-8 Pengumpulan data peta

NO DATA PETA HASIL

1 Peta rencana tata ruang wilayah Propinsi MalukuTidak

didapat

2 Peta wilayah administrasi Kabupaten Maluku Tengah Didapat

3 Peta batimetrik Kabupaten Maluku Tengah Didapat

4 Peta rencana zonasi pulau-pulau lease Kabupaten Maluku Tengah Didapat

5 Peta perikanan Kota Ambon pulau ambon dan pulau-pulau lease Kabupaten Maluku Tengah Didapat

6 Peta wilayah administrasi Desa Haruku Didapat

7 Struktur pemerintahan formal Desa Haruku Didapat

Tabel 3-9 Pengumpulan data dokumen tata ruang wilayah

NO DATA DOKUMEN HASIL

1 Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi MalukuTidak

didapat

2 Dokumen Rencana Tata Ruang Pesisir, Laut, dan Pulau Kecil Kabupaten Maluku Tengah Didapat

2.11.2 Data sistem penguasaan laut adat

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder yang terkait dengan sistem

penguasaan laut adat. Data primer didapatkan melalui proses pengamatan

25

Page 37: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

berperanserta dan wawancara mendalam, sedangkan data sekunder didapatkan dari

hasil studi dokumenter. Rincian kegiatan pengumpulan data dilakukan sebagai

berikut:

1. Pengamatan berperanserta

Berdasarkan aspek pengamatan, penelitian dilakukan sebagai berikut:

a. Peneliti tidak berperanserta

Peneliti tidak berperanserta karena peneliti bukan warga setempat yang harus

menjalankan seluruh peraturan adat di wilayah tersebut.

b. Peneliti bekerja dengan keterbukaan penuh

Sebelum penelitian dilakukan, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri

dan menjelaskan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh peneliti

(mewawancara dan mendokumentasi) sehingga subyek penelitian (Raja

Haruku dan Kewang Haruku) mengenal peneliti dan mengetahui kegiatan

pengamatannya

c. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian secara penuh

Sebelum dilakukan penelitian (terutama wawancara), peneliti terlebih dahulu

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada subyek penelitian (Raja

Haruku dan Kewang Haruku). Maksud dan tujuan penelitian dijelaskan secara

penuh tanpa ada yang ditutup-tutupi.

d. Peneliti melakukan pengamatan dalam jangka pendek

Peneliti bertemu subyek selama beberapa jam saja. Pada umumnya pertemuan

dilakukan hanya sebatas untuk mewawancara subyek.

e. Peneliti melakukan pengamatan dengan himpunan sempit

Hal ini dilakukan karena peneliti hanya mengamati sistem penguasaan wilayah

laut adat di Haruku.

Dari pengamatan berperanserta, didapatkan hasil sebagai berikut:

26

Page 38: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

a. Pada gambar 3-3, dapat dilihat situasi saat wawancara dilakukan di rumah

Kepala Kewang Haruku, Bapak Eliza Kissya. Beliau memberikan banyak

informasi mengenai penyelenggaraan sistem penguasaan laut di Haruku,

terutama mengenai sasi laut dan sasi lompa.

Gambar 3-3 Wawancara dengan bapak Eliza Kissya, kapala Kewang Haruku

b. Pada gambar 3-4, dapat dilihat situasi saat wawancara dilakukan di rumah Raja

Haruku, Bapak Zefnat Ferdinandus. Beliau memberikan informasi sistem

penguasaan laut adat di Haruku, terutama masalah unit sosial pemegang hak.

27

Page 39: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Gambar 3-4 Wawancara dengan bapak Zefnat Ferdinandus, Raja Haruku

c. Pada gambar 3-5, merupakan Benteng Fort Nieuw Zeelandia yang menjadi

batas pertuanan antara labuhan sasi laut dan labuhan sasi lompa.

Gambar 3-5 Benteng Fort Nieuw Zeelandia

d. Pada gambar 3-6, dapat dilihat daerah labuhan sasi lompa. Objek yang

berbentuk seperti pagar tersebut adalah pemecah ombak yang dibangun untuk

menahan laju abrasi.

28

Page 40: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Gambar 3-6 Wilayah labuhan sasi lompa

e. Pada gambar 3-7 tampak bahwa Tanjung Hi-I yang menjadi batas labuhan sasi

lompa sudah nyaris hilang oleh abrasi.

Gambar 3-7 Tanjung Hi-I yang sudah nyaris hilang oleh abrasi

f. Pada gambar 3-8, merupakan situasi daerah labuhan sasi lompa dengan rumah

Kepala Kewang Haruku, Bapak Eliza Kissya terlihat dari kejauhan

29

Page 41: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Gambar 3-8 Wilayah sasi lompa dengan latar belakang rumah bapak Eliza Kissya

2. Wawancara mendalam

Wawancara dilakukan terhadap narasumber Raja Haruku dan Kewang Haruku.

Proses wawancara dimulai dengan terlebih dahulu memperkenalkan diri serta

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Setelah menjelaskan maksud dan

tujuan penelitian, peneliti mulai menanyakan pertanyaan-pertanyaan sesuai

dengan pedoman wawancara pada Bab 3.1.3 mengenai: Pedoman pengambilan

data di lapangan

Selama wawancara juga dilakukan dokumentasi berupa merekam percakapan,

memotret situasi wawancara, dan membuat catatan transkrip wawancara. Dari

wawancara mendalam didapatkan hasil seperti pada tabel 3-10, tabel 3-11, dan

tabel 3-12:

Tabel 3-10 Hasil wawancara mendalam seputar aspek wilayah

N

OPERTANYAAN ASPEK WILAYAH JAWABAN

1 Bagaimana cara mengidentifikasi batas fisik zona laut dan darat? didapat

2 Bagaimana cara mengidentifikasi batas persil laut dan darat? didapat

30

Page 42: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Tabel 3-11 Hasil wawancara mendalam seputar aspek unit sosial pemegang hak

NO PERTANYAAN ASPEK UNIT SOSIAL PEMEGANG HAK JAWABAN

1 Bagaimana struktur pemerintahan Negeri adat yang sekarang? didapat

2 Bagaimana struktur pemerintahan Formal Desa yang sekarang? didapat

3 Bagaimana hubungan antara struktur pemerintahan negeri adat dan formal desa? didapat

Tabel 3-12 Hasil wawancara mendalam seputar aspek legalitas beserta pelaksanaannya

NO PERTANYAAN ASPEK LEGAL BESERTA PELAKSANAANNYA JAWABAN

1 Bagaimana hukum adat yang berlaku pada tiap zona adat laut dan darat? didapat

2 Bagaimana penegakan hukum adat terkait pengelolaan sumber daya laut dan darat? didapat

3 Bagaimana skema pendanaan pelaksanaan sistem pengelolaan sumber daya laut dan darat?tidak

didapat

4 Bagaimana sejarah pemberlakuan Hukum Adat Pengelolaan Sumber Daya Laut dan Darat?tidak

didapat

5 Bagaimana pengorganisasian sistem pengelolaan sumber daya laut dan darat secara adat? didapat

6Apa saja permasalahan dalam pelaksanaan dan penegakan hukum adat pengelolaan sumber daya

laut dan darat?didapat

7Apa saja permasalahan dalam pelaksanaan dan penegakan hukum adat pengelolaan sumber daya

laut dan darat terkait dengan sistem formal, desentralisasi, UU no.27 tahun 2007?

tidak

didapat

NO PERTANYAAN ASPEK LEGAL BESERTA PELAKSANAANNYA JAWABAN

8 Apa tujuan pelaksanaan Hukum Adat Penguasaan ruang laut dan darat? didapat

9 Sebutkan hak atas tanah adat yang ada? didapat

10 Bagaimana proses delivery hak atas tanah dan ruang laut adat? didapat

11Bagaimana right, restriction and responsibility terkait hak atas tanah dan ruang laut adat yang

ada?didapat

12 Bagaimana pendaftaran hak atas tanah dan ruang laut secara adat? didapat

13 Bagaimana sejarah pemberlakuan hukum adat penguasaan ruang laut dan darat?tidak

didapat

14 Bagaimana skema pendanaan pelaksanaan sistem penguasaan persil laut dan darat?tidak

didapat

15 Bagaimana pengorganisasian sistem penguasaan ruang laut dan darat secara adat? didapat

16 Bagaimana pelaksanaan dan penegakan hukum adat penguasaan persil laut dan darat? didapat

17Apa saja permasalahan dalam pelaksanaan dan penegakan hukum adat penguasaan persil laut dan

darat?didapat

18Apa saja permasalahan dalam pelaksanaan dan penegakan hukum adat penguasaan persil laut dan

darat terkait sistem formal, desentralisasi, UU no. 27 tahun 2007?

tidak

didapat

Wawancara yang dilakukan terhadap Raja Haruku dan Kewang Haruku,

menghasilkan jawaban-jawaban yang menjadi data dalam identifikasi sistem

31

Page 43: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

RAJA

MARINYO

SOARAJA

SOARUMALE

SI

SOALESIRO

HIHI

SOAMON

I

SOASUNET

H

WARGA MASYARAKAT ADAT HARUKU

KAPITANG

KEWANG

TUAN TANAH

SANIRI BESAR

SANIRI NEGERI

LATUPATI

Keterangan:=Bagian dari struktur pemerintahan adat Haruku

=Bukan bagian dari struktur pemerintahan adat Haruku, tetapi pelaksanaannya diawasi oleh Raja

penguasaan wilayah laut adat Haruku. Dari pertanyaan aspek wilayah, dapat

diketahui batas-batas wilayah yang berlaku. Dari pertanyaan seputar unit sosial

pemegang hak, dapat diketahui struktur pemerintahan yang berlaku dalam sistem

penguasaan wilayah laut adat. Dari pertanyaan aspek legal beserta

pelaksanaannya, dapat diketahui aturan-aturan yang berlaku di wilayah laut adat

Haruku.

3. Triangulasi data dan catatan harian

Data yang digunakan untuk triangulasi data adalah data dari hasil studi

dokumenter. Pada saat melakukan studi dokumenter, terlebih dahulu narasumber

ditanya tentang keberadaan data yang terkait dengan sistem penguasaan wilayah

laut adat di Haruku. Lalu peneliti meminta izin untuk meminjam data tersebut

agar bisa dibuat salinannya. Namun terkadang subyek penelitian memberikan data

tersebut secara sukarela. Dari hasil studi dokumenter, didapatkan data-data

sebagai berikut:

a. Data struktur masyarakat Haruku

Gambar 3-9 Struktur masyarakat Haruku

Gambar 3.9 adalah struktur masyarakat Haruku, dengan penjelasan sebagai

berikut:

32

Page 44: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

o Latu-Pati; adalah Dewan Raja Pulau Haruku, yakni badan kerapatan adat

antar para Raja seluruh Pulau Haruku. Tugas utama lembaga ini adalah

mengadakan pertemuan apabila ada keretakan antar negeri (kampung/desa)

mengenai batas-batas tanah atau hal-hal lain yang dianggap sangat penting.

Tetapi, para Raja ini tidak boleh memaksakan kehendaknya sendiri dan

harus mengambil keputusan atas dasar asas kebersamaan dan dengan cara

damai.

o Raja; adalah pucuk pimpinan pemerintahan negeri (pimpinan masyarakat

adat). Tugas-tugas utamanya adalah:

menjalankan roda pemerintahan negeri;

memimpin pertemuan-pertemuan dengan tokoh-tokoh adat & tokoh-

tokoh masyarakat;

melaksanakan sidang pemerintahan negeri;

menyusun program pembangunan negeri.

o Saniri Besar; adalah Lembaga Musyawarah Adat Negeri, terdiri dari staf

pemerintahan negeri, para tetua adat dan tokoh-tokoh masyarakat. Tugas

utamanya adalah sewaktu-waktu mengadakan pertemuan atau persidangan

adat lengkap kalau dianggap perlu dengan para anggotanya (tokoh adat dan

tokoh masyarakat).

o Kewang; adalah lembaga adat yang dikuasakan sebagai pengelola

sumberdaya alam dan ekonomi masyarakat, sekaligus sebagai pengawas

pelaksanaan aturan-aturan atau disiplin adat dalam masyarakat. Tugas-tugas

utamanya adalah:

menyelenggarakan sidang adat sekali seminggu (pada hari Jumat

malam);

mengatur kehidupan perekonomian masyarakat;

mengamankan pelaksanaan peraturan sasi;

33

Page 45: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

meninjau batas-batas tanah dengan desa atau negeri tetangga;

memberikan sanksi kepada yang melanggar peraturan Sasi Negeri;

menjaga serta melindungi semua sumberdaya alam, baik di laut, kali dan

hutan sebelum waktu buka sasi;

melaporkan hal-hal yang tidak dapat terselesaikan pada sidang adat

(Kewang) kepada Raja dan meminta agar disidangkan dalam Sidang

Saniri Besar.

o Saniri Negeri; adalah Badan Musyawarah Adat tingkat negeri yang terdiri

dari perutusan setiap soa yang duduk dalam pemerintahan negeri. Tugas

utamanya adalah:

membantu menyusun dan melaksanakan program kerja pemerintah

negeri;

hadir dalam sidang-sidang pemerintahan negeri;

membantu Kepala Soa dalam melaksanakan pekerjaan negeri yang

ditugaskan kepada soa.

o Kapitang; adalah Panglima Perang Negeri. Tugas utamanya adalah

mengatur strategi dan memimpin perang pada saat ada perang.

o Tuan Tanah; adalah kuasa pengatur hak-hak tanah petuanan negeri. Tugas

utamanya adalah mengatur dan menyelesaikan masalah-masalah dengan

desadesa tetangga yang menyangkut batas-batas tanah serta sengketa tanah

petunanan yang terjadi dalam masyarakat.

o Kepala Soa; adalah pemimpin tiap soa yang dipilih oleh soa masing-masing

untuk duduk dalam staf pemerintahan negeri. Tugas-tugas utamanya adalah:

membantu menjalankan tugas pemerintahan negeri apabila Raja tidak

berada di tempat;

memimpin pekerjaan negeri yang dilaksanakan oleh soa;

34

Page 46: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

sebagai wakil soa yang duduk dalam badan pemerintahan negeri; dan

menangani acara-acara adat perkawinan dan kematian.

o Soa; adalah kumpulan beberapa marga (clan) yang menjalankan tugas:

melaksanakan pekerjaan negeri bila ada titah (perintah) dari Raja melalui

Kepala Soa masingmasing;

membantu Kepala Soa menangani dan mempersiapkan semua keperluan

bagi keluarga keluarga anggota soa dalam upacara-upacara perkawinan

dan kematian.

o Marinyo; adalah pesuruh/pembantu Raja, sebagai penyampai berita dan titah

melalui tabaos (pembacaan maklumat) di seluruh negeri kepada seluruh

warga masyarakat.

b. Peta laut Pulau Haruku dan sketsa wilayah Haruku

Gambar 3-10 Peta Laut Pulau Haruku (Nomor lembar peta laut : 398)

35

Page 47: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Gambar 3.10 adalah peta laut wilayah Haruku, yang didapat dari peta laut

nomor 398.

Gambar 3-11 Sketsa peta kawasan sasi lompa di Haruku

Gambar 3.11 adalah sketsa kawasan sasi lompa di Haruku. Dari sketsa diatas

tampak pembagian wilayah untuk labuhan sasi lompa dan labuhan sasi laut.

Hanya saja pada saat sekarang ini, sketsa kurang bisa dijadikan acuan. Hal ini

disebabkan laju abrasi yang sangat tinggi dan kenaikan muka air laut global

telah mengubah struktur daerah pesisir Haruku.

c. Aturan sasi laut wilayah Haruku

Sasi laut merupakan peraturan yang mengatur pengelolaan wilayah laut adat.

Isi dari sasi laut adalah sebagai berikut:

o Batas-batas sasi laut adalah mulai dari sudut Balai Desa bagian utara, 200

meter ke laut arah barat dan ke selatan sampai ke Tanjung Wairusi.

o Batas sasi untuk ikan lompa (Thryssa baelama) di laut: mulai dari labuhan

Vetor (atau Tanjung Wairusi), 200 meter ke laut arah barat dan ke selatan

sampai ke Tanjung Hi-I.

36

Page 48: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

o Terlarang menangkap ikan yang berada dalam daerah sasidengan

menggunakan jenis alat tangkap apapun, terkecuali dengan jala, tetapi harus

dengan cara berjalan kaki dan tidak boleh berperahu. Persyaratan bagi orang

yang mempergunakan jala adalah hanya pada batas kedalaman air setinggi

pinggang orang dewasa. 

o Daerah labuhan bebas adalah mulai dari sudut Balai Desa bagian utara

sampai ke Tanjung Waimaru. Pada daerah labuhan bebas ini, orang boleh

menangkap ikan dengan jaring, tetapi tidak boleh bersengketa. Jika ternyata

ada yang bersengketa, maka labuhan bebas akan disasi juga. 

o Bila ada ikan lompa (Thryssa baelama) yang masuk ke daerah labuhan

bebas, maka dilarang ditangkap dengan jaring. 

o Pada daerah sasi maupun pada daerah labuhan bebas, dilarang menangkap

ikan dengan mempergunakan jaring karoro.

2.12 Pengolahan data

2.12.1 Pengolahan data sistem penguasaan laut nasional

a. Menelusuri tema undang-undang di Indonesia

Undang-undang yang diambil adalah undang-undang yang temanya terkait dengan

sistem penguasaan laut nasional. Dari hasil penelusuran tema dapat diketahui

undang-undang yang membahas sistem penguasaan wilayah laut nasional, yaitu:

a. UU No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria

b. UU No. 27 Tahun 2007 tentang pengolahan pesisir dan pulau-pulau terpencil

c. UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

d. UU No. 17 Tahun 1985 tentang rativikasi UNCLOS

2. Menelusuri tema pasal dalam setiap undang-undang

37

Page 49: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Pada tahap ini, diilakukan penelusuran tema terhadap pasal-pasal yang ada

didalam undang-undang tersebut. Pasal-pasal yang temanya secara membahas

tentang sistem penguasaan wilayah laut nasional adalah:

a. UU No. 5 Tahun 1960 pasal 5 mengakui adanya hukum adat sebagai dasar

hukum agraria. Pada bab 2 pasal 16-51 dijelaskan tentang hak-hak atas tanah,

air, dan ruang angkasa.

b. UU No. 32 Tahun 2004 pasal 18, menjelaskan tentang sistem penguasaan

wilayah laut daerah. Pada bab 11 pasal 200-216, dijelaskan tentang desa.

c. UU No. 27 Tahun 2007, keseluruhan pasalnya menjelaskan pelaksanaan

pengelolaan wilayah pesisir.

d. UU No. 17 Tahun 1985 pasal 1, menjelaskan tentang hasil rativikasi UNCLOS

dalam penentuan sistem penguasaan wilayah laut nasional.

Pasal dan undang-undang yang digunakan, dapat dilihat pada lembar lampiran B

(undang-undang)

3. Penyusunan berdasarkan aspek-aspek

Setelah didapatkan pasal-pasal yang secara spesifik membahas tentang sistem

penguasaan wilayah laut nasional, dilakukan penyusunan kembali berdasarkan

aspek wilayah, unit sosial pemegang hak, dan aspek legal.

4. Hasil pengolahan data

a. Aspek wilayah

o Terdapat pembagian zona sebagai berikut:

laut daerah tingkat kabupaten/kota sejauh 4 mil laut dari garis pantai

laut daerah tingkat propinsi, sejauh 12 mil laut dari garis pantai

laut teritorial, sejauh 12 mil laut dari garis pantai

zona tambahan, maksimum 24 mil laut dari garis pantai

38

Page 50: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

zona ekonomi ekslusif, maksimum 200 mil laut dari garis pantai

landas kontinen, maksimum 350 mil laut dari tepi pantai atau 100 mil

dari garis kedalaman 2500 meter

o Terdapat penentuan batas untuk antar negara, dan antar daerah/propinsi.

antar negara dilakukan dengan menarik garis batas dari titik-titik batas

yang tersebar di garis pantai terluar Indonesia.

antar daerah dilakukan dengan cara menarik garis batas dari titik-titik

batas pada pantai masing-masing daerah.

o Pada saat penentuan posisi, dibuat titik dasar sebagai acuan fix. Sehingga

jika nanti garis pantai berubah, batas wilayah laut akan mengacu pada titik

dasar tersebut.

o Sebagai ilustrasi pembagian zona, pada gambar 3-12 digambarkan mengenai

pembagian zona 4 mil dan 12 mil di wilayah Ambon Lease.

39

Page 51: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Gambar 3-12 Peta zona 4 mil dan 12 mil wilayah Ambon Lease

b. Aspek unit sosial pemegang hak

o Hak untuk penguasaan wilayah laut ada pada pihak pemerintah, baik itu

pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah.

o Undang-undang di Indonesia belum mengatur mengenai hak perseorangan

dalam penguasaan wilayah laut

o Pengelolaan sumber daya wilayah pantai dan pesisir diatur dalam undang-

undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan

pulau-pulau kecil.

o Hak pengelolaan bisa diberikan oleh menteri, gubernur, dan bupati atau

walikota. Hak pengelolaan tersebut bisa diberikan kepada pihak lain diluar

masyarakat setempat.

c. Aspek legalitas beserta pelaksanaannya

40

Page 52: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

o Seluruh aspek legal diatur dalam undang-undang.

o Penjagaan wilayah dilakukan oleh aparat pemerintahan. Salah satunya

adalah polisi militer angkatan laut.

o Didalam undang-undang yang berkaitan dengan penguasaan wilayah laut,

tidak ditemukan sanksi bagi setiap tipe pelanggaran. Keputusan mengenai

hukuman ditentukan di pengadilan.

3.3.2 Pengolahan data sistem penguasaan laut adat

1. Penelusuran tema

Penelusuran tema dilakukan terhadap data dari pengamatan berperanserta,

wawancara mendalam, catatan harian, dan data untuk triangulasi data. Proses

penelusuran tema dilakukan secara terpisah untuk setiap metode pengumpulan

data, yaitu:

a. Data dari pengamatan berperan serta

Hanya diambil data foto ataupun dokumentasi lainnya yang terkait sistem

penguasaan wilayah laut adat di wilayah Haruku.

b. Data wawancara mendalam

Hanya diambil jawaban narasumber yang menjawab pertanyaan-pertanyaan

mengenai sistem penguasaan laut adat.

c. Data catatan harian dan data untuk triangulasi data

Untuk catatan harian, hanya diambil point yang membahas tentang sistem

penguasan wilayah laut adat. Sedangkan pada data untuk triangulasi data,

hanya diambil data dokumen tentang sistem penguasaan wilayah laut adat.

2. Penyajian data

Data dari pengamatan berperanserta, wawancara mendalam, catatan penelitian,

dan data untuk triangulasi data disajikan pada subbab 3.2.2 - Data Sistem

Penguasaan Laut Adat. Sedangkan data transkrip wawancara mendalam disajikan

pada lampiran A (wawancara).

41

Page 53: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

3. Peringkasan dan penyusunan data

Setelah melakukan penelusuran tema, dilakukan peringkasan, penyusunan dan

penggabungan data dari setiap metode pengambilan data. Penyusunan dan

penggabungan dilakukan berdasarkan aspek wilayah, unit sosial pemegang hak,

dan aspek legal.

a. Aspek wilayah

o Tidak ditemukan acuan fix untuk penentuan batas wilayah laut antar desa

tetangga. Pada wilayah Haruku, pal/pilar batas hanya terdapat pada wilayah

darat sebagai batas darat antar desa. Tidak didapatkan informasi tentang

adanya pal/pilar untuk menentukan batas wilayah laut antar desa. Karena

tidak memiliki acuan fix, wilayah kekuasaan laut bisa berubah. Terutama

jika struktur pantai atau tanjung berubah.

o Wilayah laut adat mengikuti batas “putih dan biru”. Batas tersebut

merupakan batas imajiner yang terbentuk akibat perbedaan tingkat

kecerahan warna laut. Umumnya karena beda kedalaman.

o Menurut peta laut no. 398, diketahui bahwa wilayah laut Haruku merupakan

wilayah terumbu karang dengan kedalaman ≤ 53 m.

o Terdapat juga wilayah labuhan (batas petuanan) sasi yang terbagi menjadi 2

bagian, yaitu :

Labuan sasi laut, dimana areanya dibentuk dari garis imajiner yang

dimulai dari balai desa (3o36’14.26” LS–128o25’1.95” BT) sampai ke

Tanjung Wairusi (3o36’23.35” LS–128o25’1.86” BT) di dekat Benteng

Fort Nieuw Zeelandia (+/- 600m). Dengan jarak dari tepi pantai sekitar

200 meter.

Labuan sasi lompa, dimana areanya dibentuk dari garis imajiner yang

dimulai dari Tanjung Wairusi sampai ke Tanjung Hi-I. (3o36’40.29” LS–

128o25’1.98” BT) (+/- 1500m). Dengan jarak dari tepi pantai sekitar 200

meter.

42

Page 54: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Gambar 3-13 Pembagian zona labuan sasi laut dan labuan sasi lompa

b. Aspek unit sosial pemegang hak

o Wilayah laut adat adalah milik masyarakat adat yang dikoordinir oleh Raja

setempat. Raja sendiri merupakan pemimpin tertinggi dalam struktur

pemerintahan masyarakat adat Haruku.

o Sistem penguasaan laut adat di Maluku belum mengatur mengenai hak

perseorangan dalam penguasaan wilayah laut.

o Dalam hak pengelolaan, diberikan hanya kepada anggota masyarakat selama

tidak melanggar aturan-aturan adat. Aturan yang digunakan untuk wilayah

laut lebih dikenal dengan sebutan sasi laut.

43

Tanjung Hi-I

Balai Desa

Benteng Fort Nieuw Zeelandia

Page 55: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

o Masyarakat Haruku menggunakan perbandingan 60:40 dalam pembagian

hasil sasi. 60% untuk masyarakat, dan 40% untuk pemilik jaring.

o Tidak seperti masyarakat adat di beberapa tempat di Maluku, masyarakat

adat Haruku tidak mengenal sistem sewa-pakai untuk memberikan hak

pengelolaan kepada pihak diluar masyarakat adatnya.

c. Aspek legalitas beserta pelaksanaannya

o Menurut sejarah terdapat aturan tertulis tentang penguasaan wilayah laut

yang ditulis berdasarkan hasil rapat Saniri Aloosi Aman Haru (saniri

lengkap Negeri Haruku) pada tanggal 10 Juni 1985. Peraturan itu

dikukuhkan oleh Berty Ririmase (Raja), Eliza Kissya (kepala Kewang

darat), dan Eli Ririmase (kepala Kewang laut). Hanya saja aturan tertulis

tersebut diduga ikut hancur pada saat tragedi Ambon di akhir tahun 90an.

o Masyarakat adat Haruku sekarang menggunakan aturan tidak tertulis yang

sudah dipahami oleh anggota masyarakat.

o Terdapat sistem Kewang yang dipimpin oleh seorang kepala Kewang.

Kepala Kewang yang bertanggung jawab dalam menjaga aturan adat,

terutama yang berkaitan dengan eksploitasi pada wilayah adat. Anggota

dalam sistem Kewang ini bisa mencapai 40 anggota.

o Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan penguasaan

wilayah laut adat, akan dibawa kepada kepala Kewang untuk dirapatkan

dalam rapat Kewang. Hasil rapat tersebut yang menentukan sanksi kepada

pelanggar. Biasanya berupa sanksi denda atau cambuk.

Bab IV

ANALISIS

44

Page 56: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

4.4 Analisis Data

Analisis dilakukan berdasarkan kelengkapan data yang di dapat selama penelitian

dilakukan.

a. Data sistem penguasaan laut nasional

a. Data undang-undang didapat secara lengkap dengan menggunakan internet

sebagai sumber data.

b. Data dokumen dari pemerintahan daerah sudah mencukupi, karena mereka

memiliki arsip yang lengkap untuk peraturan daerah, peta, dan dokumen-

dokumen terkait lainnya.

b. Data sistem penguasaan laut adat

a. Data dari proses wawancara mendalam sudah lengkap. Hal ini dikarenakan

dalam proses wawancara mendalam, para narasumber memahami

permasalahan mengenai sistem penguasaan wilayah laut adat di daerahnya.

b. Data dari proses pengamatan berperan serta sudah mencukupi. Proses

pengamatan berperan serta dilakukan selama 5 hari, walaupun target awalnya

selama 6 hari. Hal ini disebabkan oleh kendala cuaca yang kurang bersahabat

di Maluku.

c. Data dokumen dari pemerintahan adat tidak lengkap. Hal ini dikarenakan

banyaknya buku-buku dan dokumen penting yang ikut terbakar pada saat

kerusuhan di Ambon.

4.5 Analisis Perbandingan

Analisis dilakukan dengan membandingkan sistem penguasaan laut adat dan sistem

penguasaan laut nasional. Perbandingan dilakukan berdasarkan aspek-aspek sebagai

berikut:

1. Aspek wilayah

Tabel 4-1 Analisis perbandingan untuk aspek wilayah

45

Page 57: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

INDIKATOR SISTEM PENGUASAAN

LAUT ADAT

SISTEM PENGUASAAN

LAUT NASIONAL

KESIMPULAN

Batas wilayah sejajar

pantai

Wilayah laut adat mengikuti

batas “putih dan biru”. Batas

tersebut merupakan batas

imajiner yang terbentuk

akibat perbedaan tingkat

kecerahan di laut. Tingkat

kecerahan ini umumnya

diakibatkan oleh beda

kedalaman.

Jika merujuk kepada peta

laut no. 398, wilayah laut

Haruku merupakan wilayah

terumbu karang dengan

kedalaman ≤ 53 meter.

Terdapat pembagian zona

sebagai berikut:

laut daerah tingkat

kabupaten/ kota sejauh 4

mil laut dari garis pantai

laut daerah tingkat

propinsi, sejauh 12 mil

laut dari garis pantai

laut teritorial, sejauh 12

mil laut dari garis pantai

zona tambahan,

maksimum 24 mil laut

dari garis pantai

zona ekonomi ekslusif,

maksimum 200 mil laut

dari garis pantai

landas kontinen,

maksimum 350 mil laut

dari tepi pantai atau 100

mil dari garis kedalaman

2500 meter

Sistem penguasaan laut

nasional memiliki

pembagian wilayah/zona

yang lebih lengkap dan

menggunakan satuan metrik

yang lebih umum digunakan

Batas antar wilayah

tegak lurus pantai

Terdapat wilayah labuhan

(batas petuanan) sasi yang

terbagi menjadi 2, yaitu :

o Labuan sasi laut, dimana

areanya dibentuk dari

garis imajiner yang

dimulai dari balai desa

sampai ke Tanjung

Wairusi di dekat Benteng

Fort Nieuw Zeelandia

(+/- 600m). Dengan jarak

dari tepi pantai sekitar

200 meter.

o Labuan sasi lompa,

dimana areanya dibentuk

dari garis imajiner yang

dimulai dari Tanjung

Wairusi sampai Tanjung

Hi-I. (+/- 1500m).

Dengan jarak dari tepi

pantai sekitar 200 meter.

Terdapat penentuan batas

untuk antar negara, dan

antar daerah/propinsi.

o Penentuan batas wilayah

laut antar negara

dilakukan dengan

menarik garis batas dari

titik-titik batas yang

tersebar di garis pantai

terluar Indonesia,

hingga bisa membentuk

garis polyline imajiner

kearah laut lepas.

o Penentuan batas wilayah

laut antar daerah

dilakukan dengan cara

yang sama dengan

penentuan batas antar

negara. Titik batas yang

digunakan adalah titik

batas antar daerah.

Dalam penentuan batas antar

wilayah tegak lurus pantai,

Haruku hanya menganggap

batas wilayahnya tegak lurus

terhadap pantai.

Berbeda dengan sistem

nasional, dimana batasnya

bisa berbentuk polyline,

tergantung posisi titik batas

antar wilayah.

INDIKATOR SISTEM PENGUASAAN

LAUT ADAT

SISTEM PENGUASAAN

LAUT NASIONAL

KESIMPULAN

46

Page 58: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Diluar batasan tersebut

merupakan area penguasaan

desa lain.

Masalah jarak batas laut

antar negara, pada

umumnya ditentukan

melalui perjanjian bilateral.

Metode penentuan

batas

Tidak ditemukan acuan fix

untuk penentuan batas

wilayah laut antar desa. Pada

wilayah Haruku, pal/pilar

batas hanya terdapat pada

wilayah darat sebagai batas

darat antar desa.

Pada saat penentuan posisi,

dibuat titik dasar sebagai

acuan fix.

Karena tidak memiliki acuan

fix, wilayah kekuasaan laut

adat antar desa bisa berubah.

Terutama jika terjadi

perubahan terhadap struktur

pantai atau tanjung yang

menjadi batas wilayah.

2. Aspek unit sosial pemegang hak

Tabel 4-2 Analisis perbandingan untuk aspek unit sosial pemegang hak

INDIKATOR SISTEM PENGUASAAN

LAUT ADAT

SISTEM PENGUASAAN

LAUT NASIONAL

KESIMPULAN

Hak penguasaan

wilayah

Wilayah laut adat adalah

milik masyarakat adat yang

dikoordinir oleh Raja

setempat. Raja sendiri

merupakan pemimpin

tertinggi dalam struktur

pemerintahan masyarakat

adat Haruku.

Hak untuk penguasaan

wilayah laut ada pada

pihak pemerintah, baik itu

pemerintahan pusat

maupun pemerintahan

daerah.

Hak penguasaan wilayah dan

juga pemberian hak

pengelolaan diatur oleh

pemerintahan setempat.

Hak perseorangan Sistem penguasaan laut adat

di Maluku tidak mengatur

mengenai hak perseorangan

dalam penguasaan wilayah

laut.

Undang-undang di

Indonesia tidak mengatur

mengenai hak

perseorangan dalam

penguasaan wilayah laut

Hak perseorangan masih

belum menjadi perhatian

dalam sistem penguasaan

wilayah laut

Hak pengelolaan Hak pengelolaan wilayah laut

diatur dalam peraturan adat,

yaitu sasi laut.

Pengelolaan sumber daya

wilayah pantai dan pesisir

diatur dalam undang-

undang nomor 27 tahun

2007 tentang pengelolaan

wilayah pesisir dan pulau-

pulau kecil.

Sistem penguasaan laut

nasional memiliki metode

pengelolaan dan pemanfaatan

yang lebih lengkap

Pemberian hak

pengelolaan kepada

masyarakat diluar

daerah

Tidak seperti masyarakat

adat di beberapa tempat di

Maluku, masyarakat adat

Haruku tidak mengenal

sistem sewa-pakai untuk

memberikan hak pengelolaan

kepada pihak diluar

masyarakat adatnya.

Hak pengelolaan bisa

diberikan oleh menteri,

gubernur, dan bupati atau

walikota. Hak pengelolaan

tersebut bisa diberikan

kepada pihak lain diluar

masyarakat setempat.

Sistem penguasaan laut

nasional memberikan hak

kepada masyarakat diluar

wilayah untuk mengelola

sumber daya.

3. Aspek legalitas beserta pelaksanaannya

47

Page 59: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Tabel 4-3 Analisis perbandingan untuk aspek legalitas beserta pelaksanaannya

INDIKATOR SISTEM PENGUASAAN

LAUT ADAT

SISTEM PENGUASAAN

LAUT NASIONAL

KESIMPULAN

Aspek legal yang

digunakan

Aspek legal diatur dalam

aturan mengenai penguasaan

wilayah laut.

Aspek legal diatur dalam

undang-undang.

Menggunakan aturan baku

sebagai dasar dalam aspek

legal

Pengawasan terhadap

jalannya peraturan

Terdapat sistem Kewang

yang dipimpin oleh seorang

kepala Kewang. Kepala

Kewang yang bertanggung

jawab dalam menjaga aturan

adat, terutama yang berkaitan

dengan eksploitasi pada

wilayah adat.

Penjagaan wilayah

dilakukan oleh aparat

pemerintahan. Salah

satunya adalah polisi laut.

Sistem Kewang secara

hierarki lebih sederhana,

sehingga koordinasi dan

pengawasan anggotanya

lebih mudah dibanding

sistem polisi laut

Sanksi terhadap

pelanggaran

Setiap pihak yang melakukan

pelanggaran terhadap

peraturan penguasaan

wilayah laut adat, akan

dibawa kepada kepala

Kewang untuk dirapatkan

dalam rapat Kewang. Hasil

rapat tersebut yang

menentukan sanksi kepada

pelanggar.

Sanksi yang diberikan pada

umumnya berupa hukuman

cambuk atau denda.

Setiap pelanggaran terkait

dengan penguasan wilayah

laut, dibawa ke pengadilan.

Penentuan bentuk sanksi

yang diberikan ditentukan

di pengadilan.

Hanya saja, tidak ada nilai

pasti terhadap sanksi jika

berupa denda atau masa

tahanan. Sangat tergantung

pada putusan pengadilan

Masyarakat adat, sudah

memiliki sanksi yang baku

untuk setiap pelanggaran.

Sehingga tidak ada proses

tawar-menawar hukuman

seperti naik banding seperti

pada proses pengadilan.

4.6 Kesimpulan Analisis

Dari analisis data dapat disimpulkan bahwa data sistem penguasaan laut nasional

lebih lengkap dan mudah diperoleh dibanding dengan sistem penguasaan laut

nasional. Hal ini lebih diakibatkan karena pengarsipan sistem penguasaan laut

nasional lebih baik dibanding data sistem penguasaan laut adat.

Dari analisis perbandingan dapat disimpulkan bahwa sistem penguasaan laut adat

dan sistem penguasaan laut nasional dapat dibagi kedalam tiga aspek. Untuk setiap

aspek, terdapat indikator-indikator yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan

perbandingan. Dari hasil perbandingan dengan menggunakan indikator-indikator

tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat banyak kesamaan antara sistem penguasaan

laut adat dan sistem penguasaan laut nasional, dan tidak terdapat pertentangan antara

48

Page 60: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

sistem penguasaan laut adat dan sistem penguasaan laut nasional. Hanya saja untuk

beberapa indikator, sistem penguasaan laut nasional memiliki peraturan yang lebih

luas.

Bab V

49

Page 61: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.3 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh tugas akhir ini bahwa Customary Marine Tenure System

di daerah Haruku dapat diidentifikasi. Identifikasi dilakukan berdasarkan tiga

parameter Customary Marine Tenure System, yaitu:

1. Aspek wilayah

Mempunyai wilayah laut dengan batas tegak lurus pantai ditentukan melalui

kesepakatan antar desa dan batas sejajar pantai ditentukan dengan menggunakan

perbedaan warna putih biru pada wilayah laut (beda warna merupakan indikator

beda kedalaman) yang jaraknya sekitar 200 meter dari pantai. Untuk aspek

wilayah, masyarakat Haruku tidak membuat acuan fix dalam penentuan titik batas.

2. Aspek unit sosial pemegang hak

Hak pengelolaan diberikan hanya kepada masyarakat adat dengan dikoordinir

oleh pemerintahan adat setempat.

3. Aspek legalitas dan pelaksanaannya

Aspek legal berupa aturan tertulis yang diketahui dan diterima oleh setiap anggota

masyarakat sebagai peraturan dalam penguasaan wilayah laut adat Haruku. Untuk

pelaksanaan aspek legal yang digunakan, sistem penguasaan laut adat di Haruku

memiliki keunggulan dibanding sistem penguasaan laut nasional. Keunggulan

tersebut dapat dilihat dalam hal:

a. Masyarakat Haruku melaksanakan peraturan adat dengan baik. Hal ini bisa

diakibatkan oleh kedekatan antara lembaga pemerintahan adat dan masyarakat

adat, sehingga pemerintahan adat lebih mudah dalam mengkomunikasikan dan

mengawasi jalannya peraturan adat.

b. Setiap anggota badan di lembaga pemerintahan adat dan anggota di lembaga

Kewang bekerja tanpa menerima gaji tetap atau upah bulanan. Mereka bekerja

50

Page 62: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

lebih dikarenakan oleh unsur suka rela dalam menjaga adat-istiadat yang telah

ada sejak zaman leluhur mereka, dan juga kesadaran mereka untuk menjaga

kelestarian lingkungan dan sumber daya alam.

5.4 Saran

1. Untuk penelitian yang serupa di wilayah Haruku, hendaknya lebih menekankan

pengumpulan data primer. Sebab data primer (hasil pengamatan dan wawancara

mendalam) merupakan data terbaru yang paling sesuai dengan kondisi saat

dilakukan penelitian. Sementara data sekunder sendiri (hasil studi dokumenter)

merupakan data dokumen yang ditulis sebelum penelitian dilakukan.

Faktor lain yang mengakibatkan pentingnya penekanan pada pengumpulan data

primer adalah sulitnya mengumpulkan data sekunder yang lengkap. Hal ini

diakibatkan karena data sekunder biasanya berbentuk dokumen-dokumen yang

bisa saja hilang atau rusak. Sementara data primer sendiri dapat diambil dengan

menggunakan kondisi terbaru dilapangan.

2. Dokumentasi data sebaiknya dilakukan kedalam bentuk digital, agar

mempermudah penyimpanan data, penyalinan data ataupun backup disaat terjadi

kerusakan pada data yang tertulis.

3. Perlu dilakukan pemetaan partisipatif untuk daerah-daerah yang kualitas petanya

masih belum memenuhi standard.

DAFTAR PUSTAKA

51

Page 63: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Agusta, I. (2003), Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data Kualitatif, Makalah

disampaikan dalam pelatihan metode kualitatif di pusat penelitian sosial

ekonomi. Litbang pertanian, Bogor

Aswani, S. (2005), Customary Sea Tenure In Oceania As A Case Of Rights-Based

Fishery Management: Does It Work?, Department of Anthropology and

Interdepartmental Graduate Program in Marine Science, University of

California, Santa Barbara, CA 93106.

Concise Oxford Dictionary, 10th edition, Oxford University Press 1999, 2000

Djunarsjah, E. (2004), Aspek Teknis dan Hukum Laut, Institut Teknologi Bandung

ECA/SDD/05/09 - Land Tenure Systems and their Impacts on Food Security and

Sustainable Development in Africa, Economic Commissions for Africa.

Grotius, H. (1608), The Freedom of the Seas (Latin and English version, Magoffin

trans), ISBN 1-55273-048-4 

Novaczek, I., Harkes, I.H.T., Sopacua, J., Tatuhey, M.D.D. (2009), An Institutional

Analysis of Sasi Laut in Maluku, Indonesia, ICLARM-The World Fish Center.

Onsrud, H. J. (1989), The Land Tenure System of the United States, Forum:

Zeitschrift des Bundes der Offentlich Bestellten Vermessungsingenieure

Poerwandari, E. K. (1998), Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi,

Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Rais, J. (2003), Pedoman Penentuan Batas Wilayah Laut Kewenangan Daerah

Menurut UU No. 22/1999, dalam Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003,

Seri Reformasi Hukum, M. Knight, S. Tighe (editor), University of Rhode

Island, Coastal Resources Center, Narragansett, Rhode Island.

Santosa, P. B. (2006), Paradigma Penelitian Kualitatif

Siregar, C.N. (2011), Slide Kuliah: Metode Penelitian, Institut Teknologi Bandung.

Sudo, K-I. (1984), Social organization and types of sea tenure in Micronesia. In:

Ruddle, K. and T. Akimichi (Eds) MARITIME INSTITUTIONS IN THE

52

Page 64: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

WESTERN PACIFIC. Send Ethnobiological Studies No. 17:203-230. National

Museum of Ethnology: Osaka.

Wahyono, A. (2000), Hak Ulayat Laut Di Kawasan Timur Indonesia, Yogyakarta:

Media Pressindo, ISBN 979-9222-30-3

UU No. 27 Tahun 2007 tentang : Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau

Kecil.

UU No. 32 Tahun 2004 tentang : Pemerintahan Daerah.

UU No. 5 Tahun 1960 tentang : Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

UU No. 7 Tahun 1985 tentang : Pengesahan United Nations Convention On The Law

Of The Sea.

http://www.bentengIndonesia.org/benteng.php?id=94 (Mei 2012)

http://en.wikipedia.org/wiki/Land_tenure (Mei 2011)

http://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_kualitatif (Oktober 2011)

http://id.wikipedia.org/wiki/Polisi_Militer_Angkatan_Laut (Oktober 2011)

http://mpi2009.wordpress.com/2009/10/10/metodologi-penelitian-sebuah-pengantar-

bag-1/ (Oktober 2011)

http://mpi2009.wordpress.com/2009/10/10/metodologi-penelitian-sebuah-pengantar-

bag-2-selesai/ (Oktober 2011)

http://www.Indonesia.go.id/in/potensi-daerah/sosial-budaya.html (Mei 2011)

http://www.Indonesia.go.id/in/sekilas-Indonesia/geografi-Indonesia.html(Mei 2011)

http://www.Kewang-Haruku.org (Juni 2011)

Peta laut Indonesia, nomor 398 : Pulau-Pulau Maluku, Pulau Seram Bagian Barat.

LAMPIRAN A

53

Page 65: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

WAWANCARA

1. Narasi wawancara dengan Om Eliza Kisya, Kewang Haruku

o Maksud tujuan saya datang kesini,bisa dibaca om..

Saya ambil kacamata dulu ya..

o Pemanfaatannya di daerah ya om?

Perjuangannya itu lewat jalan mana aja bisa, Om Eli berjuang selama 32 tahun

lewat jalan simpang terus, tapi toh ketemu juga kan balik ke pemerintahan adat,

harusnya mereka malu sama om, karena buku om ada situ, bang mungkin

pernah baca bukunya Om Eli kan? Tugas Raja apa, tugas kepala soa apa, tugas

tuan tanah apa, tugas kapitang apa, tugas marino apa? Itu kan semua udah ada

disitu, saniri besar itu berbeda dengan saniri negri, kalo pemerintah punya

jenjang-jenjang peradilan, maka masyarakat adat juga punya jenjang-jenjang

peradilan juga, kalo segala sesuatu diusahakan oleh Raja atau Kewang tidak

selesai dinaikan ke saniri besar, saniri besar itu Raja, tuan tanah, kapitang, dan

kepala Kewang dan tokoh adat yang ada. Kalo tidak selesai juga naik ke

latupati, kumpulan tiap Raja yang ada di tiap pulau. Mereka punya adat kita

juga punya kok. Mengapa harus malu justru hukum positif ini diangkat dari

hukum adat. Mereka mau belajar hak asasi, demokrasi, gender, demokrasi,

pembangunan berkelanjutan, belajarlah dari adat. Ya kenapa harus ngomong-

ngomong doank di Jakarta kalo mau pemerataan hidup di Indonesia, sini lihat

sasi lompa sasi ikan di Haruku. Orang bagi ikan bertumpuk-tumpuk di jalanan

sama rata tiada lain, hanya yang mendapat prioritas perempuan janda dan anak

yatim. Sebarnya kalo ngomong soal ini gampang-gampang susah. Setiap syair

Maluku itu ada artinya bang. Bang pernah dengar lagu Maluku yang ikan

makan ikan, orang menjadi Raja itu lain makan lain, walaupun si ose ini tidak

punya keturunan, mau jadi bupati lain makan lain, mau jadi gubernur lain

makan lain. Ada lagunya.

o Bukan jeruk makan jeruk?

54

Page 66: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Ooh sama sama, (Om Eli main ukulele, nyanyi ‘ikan makan ikan’)

(Lanjut nyanyi lagu ‘sasi lompa’)

Tadi itu lagu-lagu kampong mengangkat sejarah-sejarah masa lalu… (cerita

tentang lagu-lagu)

Kalo buku sasi pernah baca?

o Pernah

Yang bisa disampaikan itu, sederhana, tapi di Maluku ini larisnya ampun.

(belajar main ukulele)

Ini LSM saya, Nusa Marina

Disini kalo buka sasi lompa, acaranya ramenya minta ampun, semalam suntuk

o Itu biasanya bulan apa ya om?

Bulan November-desember, baru baru sudah januari baru ikan keliatan, tapi

muara sudah tertutup, ikan tidak bisa lagi masuk, biasanya hujan-hujan begini

dia kelihatan di belakang benteng.

(nyanyi lagi..)

Cerita tentang abrasi di depan rumah Om Eli.

Kampong kelolo gudang pembom, mereka suka bom ikan disini

o Kan dilarang?

Iya, nah kita ngomong disini kita ga bisa jelasinnya

o Polisinya gimana?

Mereka buat surat ke saya katanya kalo ketangkap hukumannya segini, namun

apa buktinya, tidak ada apa-apa, mereka pikir mungkin saya yang harus

menangkap pelaku pemboman? Memangnya menangkap pembom resiko

gampang? Susah di desa sana biasanya pembomannya paling hebat. Dorang

55

Page 67: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

tidak takut sama polisi. Makanya sekarang saya bantu kampung dua ini saja,

makanya untuk rumput laut ini kan harusnya hanya untuk Kewang Haruku

saja, tapi waktu hasil pertemuan disini revitalisasi kalpataru saya ngusulin ke

kementrian agar dibagi ke desa samed, Haruku, romoni, teilolo supaya

mempersempit ruang gerak mereka kan?

Waktu diusulkan mendapat Coastal Award 2010 kan Om Eli tidak mau dari

pemerintah yang usul, usulnya dari Unpatti, satya lencana itu kan, Om Eli

masalah besar itu, Om Eli bilang lebih baik ga usah dapat sama sekali daripada

Om Eli harus kecewa dengan usulan mereka.

Kongres kemarin itu di Pontianak, jadi kongres yang di Maluku Utara ini yang

ramai, sail Morotai juga, jadi dia baku ikut itu, jadi ada festival masyarakat

adat seluruh Indonesia itu, wah itu rame itu. Nanti pun kita pertemuan

kelompok-kelompok itu juga di pulau-pulau kecil, yah seperti berwisata saja,

mereka sudah persiapkan pulau-pulau untuk pertemuan terpisah masing-

masing kelompok.

Sekarang masyarakat adat terjepit oleh perusahaan-perusahaan besar

o Betul om

Sasi hanya 200 m arah ke laut lalu memanjangnya begini, nah itu dia berbeda

antara hak petuanan dan ulayat sasi pasti berbeda kalo petuanan itu kan sampai

berbatasan dengan desa tetangga, sedangkan kalo wilayah sasi kan daerah yang

dilindungi, ada juga daerah bebas sasi kan? 200 m untuk daerah sasi,

menggunakan alat tangkap tradisional, daerah bebas tangkap untuk masyarakat.

o Kalau meti sampai kedalaman berapa ya?

Meti ya sampai ini sampai ombaknya kering semua itu yang disebut meti, nah

kalo Meti kei lebih jauh lagi, itu kalo kita pergi dan keburu surut kita bisa mati

di tengah laut, itu bisa jauhnya minta ampun lewat perahu sana lebih jauh lagi,

jadi kalo orang sini bilang kalo keringnya sangat besar disebut meti kei.

56

Page 68: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

o Itu waktu surut ya?

Iya waktu surut jauh sekali, jadi di dalam itu ada kolam-kolam jadi kalo udah

disana sudah tidak bisa balik lagi, batasny besar sekali, jauh sekali. Jadi orang

sering salah paham mengenai daerah sasi dan petuanan. Daerah sasi adalah

daerah yang dilindingi, sedangkan daerah petuanan adalah daerah hak hak

petuanannya, hak dimana petuanan desa ini di laut.

o Sejauh apa? Sejauh mata memandang?

Jadi kalo disini perbatasan sama Tengah-Tengah ya pas perbatasannya, terus

Tengah-Tengah dengan Tulehu juga ada batasnya.

o Itu batas daerah petuanan.

Jadi diantara dua pulau selat bagi dua. Misal 4 mil ya 2 mil punya sana, 2 mil

punya sini. Kalo yang pemerintah buat ini sejauh 2 mil berdasarkan UU lalu

dimana hak masyarakat adat? Berarti semuanya punya pemerintah, nah ini kita

salah paham terus nih masyarakat adat.

o Kalo itu kan seperempat 12 mil

Ada yang punya kabupaten, propinsi, seng ada lagi punya masyarakat adat,

habis sudah sini ke tengah-tengah kan jarak berapa itu? Dekat kan? Nah kalo

untuk pulau-pulau kecil seperti ini berpengaruh, kalau pulau-pulau besar ya

tidak apa-apa, seperti kita disini berarti sudah tidak ada lagi wilayah, makanya

bila ada kapal-kapal mencari ikan disini kan berbahaya, daerah mencari ikan

tradisional.

(Cerita tentang burung maleo)

Kan daerah sini aja dibagi 2, daerah sasi dan daerah bebas sasi, hanya daerah

sasi dinyatakan tertutup selama beberapa waktu tidak boleh ada kegiatan disitu

o Perbedaan itu apa karena ada batas desa?

Bukan, batas kita ada disitu dari sana ke sana, kita dengan sameth ini dia punya

kampung di belakang itu negeri lamanya dibalik lepas tanjung disana. Mereka

57

Page 69: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

dulu disana gak berkembang lalu dipindhkan ke kampung ini, jadi mereka

hanya sebatas kampung itu tidak punya belakang kampung, dan mereka padat.

Jadi dilepas orang dikampung itu Haruku, kuburan Haruku, jadi mereka hanya

sebesar kampungnya, beribadah di gereja Haruku punya tanah, pendidikan

Haruku punya tanah, lapangan bola Haruku punya tanah, semuanya Haruku

punya tanah. Puskesmasnya juga Haruku punya tanah, mereka tidak punya

tanah, hanya sebesar kampungnya saja, tapi kalo kita Kewang Haruku yang

jaga yang nikmati ya dua kampung itu, jadi itulah nikmatnya nilai nilai

sosialnya dan budayanya.

o Itu yang di depan mau dibuat gereja ya?

Itu dulu gereja yang lama hancur waktu kerusuhan, dulu kampung ini habis,

hanya 1/3 saja sisanya rata dengan tanah, pada waktu kerusuhan itu, rumah ini,

rumah adat, rumah baileo, rumah-rumah adat tidak kena dibakar, sasaran

mereka gereja dan rumah rakyat.

o Itu kejadiannya berapa lama?

4 tahun kalo ga salah, 1999 sampai 2004 baru selesai. Tapi pelakunya siapa?

Ga ada yang tau kan? Di Jakarta pada teriak hapus dwifungsi ABRI.

Kerusuhan Maluku kan televisinya saja di Ambon, remote nya dipegang dari

Jakarta. Bayangkan Haruku sudah terbakar tiba-tiba ada pengumuman bantuan

akan dating, tapi helicopter lewat hanya mondar-mandir tidak ada bantuan tiba-

tiba ada pasukan dari kampung tetangga. Bayangkan itu sebuah cerita yang

hebat. Karena saya tim relawan kemanusiaan jadi saya tahu banyak. (cerita

tentang kerusuhan)

Yang garis-garis keras suka berbuat macam-macam kan? Itulah harus dijaga

o Tapi kan pemerintah membuat forum FIB, eh FKUB Forum Kerukunan

Umat Beragama

Kalo saya lebih minta adat dai, saya rencana cetak kaos ini, dari “Maluku

katong sama-sama, dirantau orang jangan baku marah, beda suku beda agama,

katong semua orang saudara”

58

Page 70: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Jadi setiap ada kejadian apa disana Om Eli harus antisipasi sedini mungkin,

daripada menolong waktu keadaan sudah parah lebih baik antisipasi.

o Dari umur berapa itu pak 32 th?

Saya jadi kepala Kewang itu umur 30 th, mustinya saya diminta umur 19 tahun

tapi waktu itu saya tunda-tunda terus karena saya belum menikah, kalo

kedapatan berdua sama cewek kan pamali, kalo jadi ketua Kewang kan harus

jaga wibawa. dari kecil dipersiapkan. (cerita masa kecil)

Tidak terlalu ke tengah laut kan, ada batu itu batu lompa, itu cerita rakyatnya

ada pun.

o Kadang-kadangkan kami di institusi ITB itu kan teknologi, kepekaan sosial

kan kurang, kenapa saya mengajak mahasiswa.. (ngobrol mengenai

kepekaan sosial)

Jadi ini yang saya bilang ke abang dorang ini masalah lingkungan ini ya saya

belajar dai pengalaman saja, 32 tahun ini saya ikut seminar sana-sini dengar

ceramah sana sini, baca buku sana-sini sampai kasus minamata saya ikuti

berbahaya juga ini ternyata. 20 tahun? Kalau semuanya sudah jadi korban mau

jadi apa? Kalo ngomong kepemda mereka tidak tahu kasus minamata, jadi

dibuat seenaknya saja, susah pecinta lingkungan seperti kita ini korban

perasaan terus.

Sering ada PETI, penambang emas tanpa izin, itu air raksanya kan dibuang ke

laut

Iya air raksa kan dibuang kelaut, itu berapa tahun tidak dibuka sasi kan karena

pengaruh itu juga, mereka sebenernya sudah explorasi waktu itu, tapi mereka

bilang hanya penelitian, tapi buat apa mereka bawa tanah sebanyak itu pake

speedboat ditampung ke gudang. Tidak masuk akal kan tanah beron ton itu

dibawa, padahal itu sudah eksplorasi, tapi mereka bilang itu penelitian untuk

mengambil tanahnya saja untuk sampel. Itu kan tidak mungkin, jadi saya terus

berteriak, meski pribadi saya terancam. Makanya itu saya akhirnya berpikir

mati hari ini dan besok sama kok, namanya mati ya mati.

59

Page 71: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Saya juga pernah diundang wawancara JakTV dengan pengamat tata kota dan

satu pengacara di ibu kota bagaimana tanah menurut pandangan masyarakat

adat, bagaimana tanah menurut pandangan masyarakat kota, bagaimana tanah

menurut pandangan orang-orang pengambil kebijakan.

Dulu muara itu disana, yang sungai, tapi karena air pasang, dia hantam air

masuk ke sungai, pasirnya masuk ke sungai, rendah kebawah akhirnya

muaranya pindah, aslinya muaranya diujung sana jauh sekali.

Karena itu mereka ditempatkan, sekarang misalnya dengan KTP. KTP itu kan

dibuat untuk menunjukan jati dirinya kan, nah sekarang ada yang tidak

memiliki KTP, siapa yang dipersalahkan? Apakah dia memang pengacau

dalam negara? Atau dia bukan warga negara? Ya Cuma ada KTP, kan sama

saja dengan SIM saja kan? Kenapa sih? Itu harus dihapus, kalo menurut

masyarakat adat itu harus dihapus, karena ada agama adat kok. Dimana-mana

tuhan itu ada kok. Dia menyembah apapun dia tahu Tuhan ada disitu. Buktinya

dia masih hidup kok.

o Kalo saya menganut agama adat

(Cerita tentang agama dan keyakinan menurut keyakinan Kristen)

Tarik ulur kearifan tradisional dari situ sasi dimulai. Apa itu sasi? Sasi itu

larangan.

o Untuk menjaga dari kerakusan?

Nah, benar, karena mengambil yang berlebihan itu berdampak pada alam itu

sendiri, dan pada dirimu sendiri, maka kamu akan susah sendiri. Semua kamu

boleh kamu makan kecuali satu itu.

60

Page 72: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

2. Narasi wawancara dengan Bapak Zefnat Ferdinandus, Raja Haruku

o Kedatangan kami kesini mengenai bapak sebagai Raja negri ini, kebetulan

kami kesini saya sebagai peneliti di ITB kebetulan dalam rangka penelitian

kami terkait dengan wilayah sasi, tadi memang sudah panjang lebar dengan

Om Eli seperti apa, kalau seandainya berkehendak, saya ingin mengetahui

struktur organisasi keRajaan disini seperti apa

Jadi struktur pemerintahan disini kan dia berbasis dari apa yang sudah diatur

dari dulu, jadi Raja, sekertaris, lalu kepala SOA, disini ada 5 SOA masing

masing SOA ada kepalanya, lalu Kaur Pemerintahan, Kaur Pembangunan, dan

Kaur Umum serta Saniri Negeri, itu dia punya staf pemerintah negeri. Itu aja

o Trus kalo dengan ini pak, tapi ini tidak mengganggu?

Oh tidak tidak

o Terkait dengan ini pak dengan kegiatan sasi itu peranan Raja sendiri itu

seperti apa?

Artinya peranan sasi sejak dari dulu seperti yang dikemukakan Om Eli sebagai

kepala Kewang dari dulu memang sudah jelas sebagai pemerintah negeri dan

tetap mendukung apa yang dilakukan Kewang, tetap mengawasi dan memback

up peraturan-peraturan sasi yang dibentuk Kewang. Misalnya ada pelanggaran

itu Kewang yang urus, apabila sudah tidak bisa, dioper ke saniri besar berarti

staf untuk mengurusi segala pelanggaran masyarakat tentang sasi-sasi yang

dibuat Kewang. Jadi itu peranan Raja itu tetap memback up segala peraturan

Kewang, segala yang diatur Kewang staff ini memback up, apabila ada

pelanggaran itu diurus oleh Kewang. Kalo itu dia lebih besar dilempar ke

badan pemerintahan, saniri besar.

o Apakah misalnya Raja itu memiliki kewenangan mendekati kewenangan

mutlak, kalo dari struktur tadi Kewang itu kan dibawah Raja pak

Iya, Kewang itu lembaga sendiri, kepala Kewang ada dan ada 40 anggota.

Dikepalai kepala Kewang ada kepala Kewang laut dan kepala Kewang darat.

Jadi mereka punya organisasi sendiri yang disebut sebagai lembaga adat yang

61

Page 73: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

mengawasi segala sesuatu yang dinyatakan sasi. Sasi itu sebuah peraturan yang

tidak bisa dilanggar, misalnya sasi ikan, jika belum waktunya orang tidak boleh

tangkap, tidak boleh ganggu. Sasi buah-buahan seperti yang muda-muda itu

tidak bisa diambil. Yang banyak itu di laut dan di hutan, selain ikan lompa ada

juga yang lain, tapi yang lebih dominan adalah ikan lompa karena dia masuk di

kali dan malamnya keluar lagi, itu disasi sampai pada waktu panen baru

masyarakat boleh mengambilnya, tapi semetara dijaga itu diganggu pun tidak

boleh , apalagi kalo sampai ketangkap, itu urusannya Kewang. Kalo anak-anak

kecil itu biasanya dicambuk, sanksi, kalo dewasa itu tergantung dibayar denda

berapa rupiah.

o Tapi tadi ada yg fisik juga ya?

Iya fisik, itu biasanya anak sekolah pelanggaran-pelanggaran kalo ikan masuk

ke kali, mereka berenang di kali mengganggu bisanya dipanggil dan dicambuk

Kewang. Ada peraturan dari yang kecil sampai yang besar, ada cambuk dari

yang kecil sampai yang besar, jadi tinggal pilih aja mau yang mana.jadi

semata-mata bahwa apa yang dilakukan Kewang itu bukan pada sekarang, tapi

sejak peraturan datuk-datuk atau struktur Kewang sudah ada di negeri ini, itu

kalo di negeri-negeri lain diikuti apa yang dilaksanakan di Haruku, jadi ketika

peraturan peraturan sasi itu diberlakukan dulu ketika Pak Emil Salim menteri

lingkungan hidup datang kesini, beliau kaget dengan peraturan tersebut karena

dari ikan lompa dari zaman purbakala sudah ada. Ada sejenis ikan lompa juga

dilaut, itu juga disasi, pada saat dipanen, baru masyarakat boleh mengambilnya

ramai-ramai, tapi sementara itu orang boleh making boleh untuk makan boleh

tapi tidak boleh menjala.

o Kalo terkait dengan masalah batas petuanan apakah yang berwenang

menentukan batas petuanan itu Raja sendiri atau yang lain?

Batas petuanan negeri ini sudah dari kemari katong selesai pemetaan karena

pal pal yang sudah dipatok dari dulu sbagian ada sebagian sudah rusak karena

batas pemetaan ini dia sudah dari dulu. Kalo daerah di selatan berbatasan

dengan negeri Oma itu berbatasan dari pal nomer 1 sampai 36 itu ada, katong

baru sementara pemetaan sedang dibuat di AMAN, Aliansi Masyarakat Adat

62

Page 74: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Nusantara, dorang yang turun kesini sama-sama bekerja sama dengan

pemerintahan negeri untuk pemetaan ulang batas wilayah karena sebenarnya

sudah ada pemetaan api karena kerusuhan kemarin negeri ini terbakar jadi

terbakar semua lalu dorang bikin pemetaan baru. Tapi batas-batas itu sdah ada

dari dulu

o Bentuk pal nya seperti apa?

Dari semen atau dulu mungkin kapur, tinggi ukuran setengah meter dari batas

batu nomor 1 ke nomor 36 itu ada berapa kilo jauhnya. Batas nomor 36 itu

antar Haruku berbatasan dengan Oma dan Sameth.

o Itu di darat?

Iya

o Untuk batas petuanan di laut pak?

Untuk wilayah laut ini, Cuma hanya sebatas, tapi untuk wilayah pencarian

tatap ada negeri-negeri tetangga sebelah sana berdekatan dengan Tulehu,

Tengah-tengah, sebelah selatan dengan Oma, sebelah Utara dengan Rohomoni

o Pengaturannya bagaimana pak?

Pengaturannya tetap dengan dimana batas negeri itu berada, sedangkan kalo di

laut lepas itu bebas, sebab katong mengatur sasi sebatas tohor, putih dan biru,

itu saja. Karena batasan laut lepas dan biru

o Kalo meti?

Kalo air meti tetap dia batas wilayah, jadi dimana itu meti dimana itu

perbatasna negeri itu, tetap punya negeri itu. Kalo yang disebut meti itu dimana

air surut dia kering, dimana orang bisa mencari kerang, tapi disaat air pasang

berarti dia sudah kembali ke darat. Sedangkan kalo tohor batas laut putih dan

biru katong hanya punya kuasa sampai disitu tidak boleh lebih, sebab kalo

lebih katong mungkin sasi lautan biru karena itu laut lepas

63

Page 75: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

o Kalo laut lepas itu boleh siapa saja ya?

Iya orang boleh mencari bebas tapi karena kalo ikan lompa dan ikan yang

disasi biar dia di air biru itu tidak boleh diangkat, bila menjaring kedapatan

ikan lompa jaringnya harus diangkat ulang. Tidak boleh sama sekali.

o Mengenai kejadian penanganan masalah.. saya sebenernya ingin mengetahui

fungsi kedudukan bapak sebagai Raja

Pertama negri ini negeri adat, berarti ketika seorang Raja dilantik berarti

sebelum dia dilantik secara pemerintahan dia harus dilantik secara adat dulu,

akibat itu dia disebut..

o Ini akibat yang dari perda masalah negeri

Memang sebelumnya itu udah ada ketika peraturan no 5 tahun 79 setelah perda

Maluku tengah negeri negeri kembali kepada struktur adat berarti pada posisi

yang tetap ada, jadi ketika seorang Raja dilantik, dia adlah seorang kepala adat

negeri itu, selain kepala adt dia harus mengetahui struktur adat negeri, karena

sudah dilantik sebagai pemerintah yang bekerja sama dengan seluruh instansi

berate dia harus bertanggung jawab mengenai segala urusan pemerintahan,

urusan dalam negeri, itu tanggung jawab Raja, juga kita bagi dengan bidang-

bidang kaur tadi, ada kau pemerintahan, kaur pembangunan, kaur umum.

o Satu Maluku sama ya pak?

Sama satu Maluku sama, tapi ada yang tidak misalnya ada desa desa yang baru

misalnya transmigrasi itu negeri baru tidak dibilang negeri adat memang di

Maluku Tengah banyak yang transmigrasi dari jawa dll di Seram bag barat dan

timur. Masing-masing negeri ada ketentuan yg tidak sama, tapi dari struktur

sama.

o Kalo kedudukan Raja dalam pemerintahan, apakah statusnya Pegawai

Negeri?

Iya statusnya pegawai negeri , karena kita dilantik secara pemerintahan secara

kenegaraan sebagai pegawai negeri tetapi pegawai negeri yang berfungsi pada

64

Page 76: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

negeri masing-masing jadi kalau ada rapat-rapat teknis kita harus memakai

seragam seperti pegawai negeri lainnya.

o Kalau dulu kan ada konsep Musbangdes Musyawarah pembangunan desa,

struktur desa pak, kalo rapat koordinasi di tingkat kecamatan?

Itu misalnya kalo sekarang Musrembang tiap tahun mengalir, ada musrembang

tingkat kecamatan dan kabupaten dan setiap tahun ada, dan ini kan dia untuk

penentuan juga PMPM Mandiri kemarin katong baru selesai 2010 yang 2011

mau keluar nih, kalo ga salah untuk pulau Haruku ada 11 negeri ada 3 M

untuk kawasan Pulau Haruku, itu dilihat berdasrkan hasil perangkingan,

misalnya dia punya APBD besar dia yang rangking 1.

o Di pulau Haruku kan tadi ada 11 negeri, bapak berarti hanya untuk 1

negeri?

Masing-masing negeri punya 1 Raja, kita punya persekutuan Lattupati,

persekutuan Raja Raja pulau Haruku, katong lagi berembuk ini belum ada

bulan apa ini mau angkat semua baru, baru dilantik 2010 kemarin, beta baru

dilantik September 2010 kemarin, tanggal 27.

o Kalo boleh tau pemilihan Raja seperti apa?

Ketika dia kembali ke negeri adat, berarti dia harus kembali ke matarumah

perintah, disini marga matarumah perintahnya Ferdinandus mata rumahnya

Sahumahu. Dikembalikan ke matarumah, kalo matarumah menentukan 2,

silahkan masyarakat yang pilih, jika matarumah cuma menetukan satu, berarti

dia calon tungga berkasnya disampaikan ke camat, disampaikan ke bupati,

langsung dilanjtkan ke proses pelantikan, jadi disini marga Ferdinandus saja

yang matarumah perintah.

o Kalo saniri negri sendiri seperti apa?

Saniri itu diambil dari soa< dari masing-masing soa diambil 2 utusan dalam

berembuk soa, soa yang mau tunjuk siapa-siapa.

65

Page 77: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

o Tadikan misalkan matarumah

Itu tidak kembali ke matarumah, saniri itu kan dari masyarakat siapa saja yang

penting dia cerdas punya kemampuan, nanti dari masing-masing soa

mengusulkan 2 orang untuk menjadi saniri negeri. Setelah Saniri negeri

diproses baru nanti saniri negeri yang bertanggung jawab untuk memproses

Raja, jadi saniri negeri setelah dilantik dia kumpul tetua adat untuk berembuk

lagi untuk dikemablikan lagi ke matarumah, itu tanggung jawab saniri tapi

saniri tidak bisa mencampuri urusan matarumah. Dia hanya dengar, fasilitas,

apa yang ditentukan matarumah, dia dengar siapa, baru calonnya dikembalikan

ke saniri negeri,baru saniri negeri proses.

Jika calonnya tiga, saniri hanya sebagai fasilitas, mengantar, penentuan

calonnya tetap di masyarakat. Dia mengantar berkas 3 calon tsb ke kecamatan,

lau kecamatan yang mengantar ke bupati.

o Tapi bukan dianalogikan dengan KPU kan ya?

Oh tidak,ini bukan pilkada, saniri negeri itu penya peranan penting dalam Raja

negeri. Karena ini dia adat yang menentukan tetap matarumah, tidak ada yang

bisa mencampuri. Jadi calon siapapun pasti diterima asal dia mampu, asal

serendah-rendahnya ijazah SMP

o Yang menetukan ijazah SMP itu siapa?

Itu peraturan perda

Jika seburuk-buruknya 3 calon SD semua, tapi dari matarumah ferdinandus, itu

bagaimana?

Yang penting dia punya kemampuan dalam perjuangannya dalam

pemerintahan negeri, dia punya daya pikir, kesehatan, itu terjamin dia

lolos,tetapi jangan sampai seng bisa apa-apa yg dipersalahkan matarumah.

Camat, Bupati, Presiden pun tidak bisa mencampuri urusan matarumah,

Bisa diusung calon tunggal, kemarin saya sendiri, jadi langsung diusul,

ditentukan tanggal pelantikannya, dibuat panitia pelantikan, tanggal ditetapkan,

66

Page 78: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

panitia bekerja, yasudah dilantik, yang penting segala sesuatu yang

menyangkut tentang surat keterangan itu disiapkan oleh calon berarti langsung

dibawa sama berkasnya itu, langsung diproses ke kabupaten , seng terlalu lama

kalo jalan, langsung pelantikan.

o Jadi ada perubahan di struktur pemerintahan di desa saja ya pak, tapi kalo

struktur kecamatan kan sama kan ya?

Struktur kecamatan saya kira masih sama

o Struktur yang di desa perubahan jadi negeri

Tapi kecamatan tetap sama karena kecamatan melaksanakan sistem nasional

o Berarti desa sudah tidak ada ya?

Desa seng ada lagi, dikembali ke negeri. Desa tetap desa karena dia bukan lagi

kepala desa, tapi Raja. Jadi karena dari dulu kan negeri, tapi peraturan

pemerintah no 5 tahun 79 itu dari negeri dia kembali ke desa, jadi dia punya

segala macam itu ada, jadi ada perubahan struktur, sehingga ada di Maluku ini

dia hampir hilang, jadi DPR memikirkan lagi untuk mengembalikan Maluku

kembali ke tatanan ada yang sebenarnya desa ke negeri, maka keluarlah perda

yang baru, adat dalam posisi yang sebenarnya.

o Tapi pernah ini pak, mungkin punya informasi tentang Raja sebelum

peraturan pemerintah no 5 tahun 79 kira-kira struktur negeri itu sama gak

pak?

Untuk struktur pemerintahan dimasa lalu tetap sama, yang berubah setelah PP

5 th 9 itu dia punya struktur berbeda. Tapi kalo sekarang dengan yang dulu

sebelum PP sama karena dia kembali ke pemerintahan yang masa lalu itu, jadi

tetap sama.

o Terus mengenai pertanggung jawaban pak, artinya apakah Raja itu

bertanggung jawab atau melaporkan kepada pihak kecamatan atau

misalkan hirarki jalur koordinasi secara vertikal seperti apa?

67

Page 79: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Ya tentu saja kita harus bertanggung jawab kita buat Laporan Pertanggung

Jawaban, tapi tidak bertanggung jawab ke kecamatan, tapi bertanggung jawab

ke kabupaten, ke bupati, tapi harus diketahui oleh camat. Laporan pertanggung

jawaban ditanda tangani camat baru dilanjutkan ke Bupati, sebab kalo dulu kan

subsidi desa itu ada, sekarang tidak lagi, sudah dialihkan ke DNK, Dana

Alokasi Desa, sekarang kecil, untung ada PMPM Mandiri karena dia

strukturnya pembangunan, jadi dia besar untuk membuat apa di negeri boleh

asal benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Tapi dana AND ADD ini dia

kecil Cuma 25jt per tahun. Kalo dulu itu sebelum beta dilantik ada 100 jt tapi

kenapa tahun 2010 2011 itu kecil, seng tahu anggaran di daerah minim lagi

keluarnya gitu, yang tahun 2008 2009 keluarnya sampai 100 jt dana ADD jadi

kitorang bisa manfaatkan untuk pengembangan dan ekonomi masyarakat. Tapi

dengan dana sekecil ini ya kita mau bikin apa ke masyarakat, tapi ya kita kasi

pengertian. Tapi untung kitorang ini banyak lobby bantuan-bantuan itu, ada

bantuan pertanian ada bantuan perikanan jadi ada beberapa kelompok-

kelompok itu katong sudah usahakan untuk pengembangan ekonominya sudah

mulai bagus itu pengembangan pertanian, perikanan.

o Trus mengenai status kepemilikan, misalnya ini rumah yang bapak tinggali,

status kepemilikannya gimana pak?

Status kepemilikannnya masih masing-masing orang karena tanah ini tetap dia

punya, karena ini ada dikatakannya ada tanah pembelian, tapi sejak dari dulu

itu masing-masing orang yang mendiami tempat tinggalnya itu rumah milik

dia, misalnya di hutan misalnya, di hutan di petuanan batas wilayah ini, tanah

kosong itu kurang tanah negeri itu kurang, tapi lebih banyak itu milik

masyarakat yang disebut tanah dati tanah pusaka,itu dia sudah ada.jadi masing-

masing orang itu di hutan itu ada tanah-tanah mereka.

o Sudah ada kapling-kaplingnya?

Bukan udah kapling, tapi masing-masing orang sudah tau batas-batasnya,ada

juga Pronas, apa dibuat serifikat, jadi baru-baru itu di Haruku berapa dibuat

sertifikat, siapa yang sertifikat dia yang untungnya.

68

Page 80: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

o Daerah sini udah ada yang disertifikat?

Banyak yang sudah disertifikat, tapi tetap yang terbanyak di wilayah Haruku

ini yang disebut dati pusaka, pernah dengar? Kalo disebut dati itu bisa diteliti,

tapi kalo disebut pusaka berarti keluarga perempuan yang pela kawin semua

bisa berusaha disitu, tapi kalo yang namanya dati perempuan tidak punya hak

di dati, barangkali pun seng ada saudara laki-laki itu baru haknya dia.tapi

kebanyakan disini orang punya dusun-dusun itu cengkeh yang banyak,

pokoknya disini orang-orang punya dusun apa dusun apa masing masing tahu

batas batasnya, dati pusaka, namanya apa apa gitu masing-masing namanya.

o Misalnya beranak pinak pak, artinya dia butuh tempat, artinya kalo dia

sudah besar, menikah, dia butuh tempat tinggal rumah, dia punya hak

nggak terhadap dari tanah dati segala macem?

Dia punya hak tetap ada, misalnya disebuah rumah ada adik kakak berapa, kalo

dia sudah kawin berarti dia harus berusaha sendiri untuk kemampuannya dia

ada untuk berusaha untuk buat rumah sendiri dia berusaha, namun kalo sudah

gak punya kemampuan lagi untuk tampung keluarga, berarti dia harus keluar,

entah dia beli tanah kek nah itu dia berusaha. Tapi misalnya kalo mau

tinggalkan misalnya kita berempat, adik kakak berempat, terus tidur sama-

sama dalam rumah, berarti dia mau tidur dimana, makan dimana, tinggal

dimana? Berarti dia harus keluar sebab kebanyakan di Haruku ini ada sekolah

dia berusaha untuk mencari hidupnya di rantau anak-anak sekarang, sebab

dorang tidak berpikir lagi ke masa lalu, mau tingga di negeri, kadang-kadang

orang bilang kalo tinggal di kampung itu mau jadi apa? Untuk yang ada di

rumah itu yah orang bilang yang seng bisa kerja, bertani sajalah yang ada di

Haruku, memang pegawai negeri itu ada, guru, tapi ya kebanyakan yang di

Haruku ini petani dan nelayan, peternakan sangat kurang karena orang lebih

hobi bertani dan nelayan daripada beternak

69

Page 81: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

o Kalo mengenai tadi tanah, seandainya kalo tanah ini dijual ke oran lain bisa

pak?

Bisa dijual tanah ini asal ada persetujuan keluarga, itu bisa

o Tapi kewenangan Raja itu sendiri bagaimana pak karena tekait dengan ada

wilayah kewenangan terhadap tanah ini bagaimana pak?

Raja hanya sebatas mengetahui surat persetujuan penjualan, karena tanah ini

milik keluarga bukan milik Raja. Sebatas mengetahui tanah ini sudah dijual,

kalo tanah dijual tanpa ditanda tangani oleh Raja, tanah itu tidak sah. Sampai

diamanapun ada masalah kalo ada masalah walaupun sudah beli kalo tidak ada

tanda tangan Raja tetap tidak sah.

o Kalo dari aturan adat sendiri apakah tanah disini bisa dijual ke orang lain

selain masyarakat disini? Misalkan saya dari Bandung atau Jakarta, beli

tanah disini boleh nggak?

Bisa asal yang punya tanah bersedia menjualnya

o Kami menemukan beberapa daerah yang melarang..

Oh disini tidak, disini bebas kalo orang yang punya tanah luas siapa aja bebas

kalo mau liat itu, kalo punya tanah luas mau dijual silahkan, disini seng ada

larang-larangan, yang penting yang punya tanah bersedia menjual.

o Tapi selama ini tingkat keragaman masyarakat disini bagaimana pak?

Mungkin pendatang, dari Sulawesi..

Disini pendatang seng ada, dsini yang ada yang dari dulu sudah lama menetap.

Disini yang banyak dari tenggara, Maluku tenggara, tapi dari Sulawesi seng

ada. Dulu ada dib au-bau buton jadi kampung buton jadi dulu sekilo dari

kampung ini tapi pas kerusuhan pindah jadi seng ada lagi. Emang dorang

tinggal satu kampung mereka berkebun di tanah Haruku. Tapi karena peristiwa

99 dorang menyingkir semua karena dorang tinggal di tatanan tanah milik

orang, mereka tidak punya tanah.

70

Page 82: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

o Itu waktu kerusuhan 99 itu ada kemungkinan masyarakat tinggal di bukan

pada miliknya pak?

Gak, seng ada itu, masyarakat sini tinggal di milik sendiri seperti yang tadi beta

bilang bahwa yang orang buton satu kampung ini kampungnya kecil saja ada

sekitar 20 KK tidak kembali lagi karena dorang tinggal di tanah milik orang.

Dorang Cuma minta izin untuk tinggal, dibuat surat izin tinggalnya untuk

tinggal sementara, emang dorang sudah dari puluhan tahun tapi tetap di tanah

milik orang, jadi dorang tinggal disana berkebun sampai disini-sini dorang

minta izin berkebun ke orang yang punya tanah. Untuk pendatang dari

Sulawesi itu seng ada, yang ada pendatang dari Maluku tenggara yang sudah

dari dulu sudah jadi penduduk disini. Jadi dorang yang kebanyakan disini

untuk bikin ruamh dorang beli tanah. Sedangkan kalo di hutan doarang

berusaha di dusun milik negeri yang kosong, jadi su jadi milik dorang.

o Jadi kalo, tidak ada kekhawatiran pak nanti terkait pada setiap orang bebas

memasuki negeri terhadap mempertahankan eksistensi adat itu sendiri pak?

Saya kira seng ada, seng ada gangguan sampai kesitu, sebab seluruh tanah adat

di negeri ini sangat kental sehingga pengaruh-pengaruh dari luar itu desa

enggak akan masuk kesini dan tidak akan diterima di negeri itu sendiri. Jadi

misal dorang orang-orang tenggara sini ada sekitar satu bulan sekali dorang itu

beribadah, persekutuan Maluku tenggara yang di Haruku, cuma sebatas itu

saja,karena mereka sudah lama disini adat asal mereka sudah hilang. Jadi

dorang sudah menyatu dengan negeri Haruku sehingga untuk melakukan suatu

adat itu seng ada, jadi apa yang dilakukan oleh negeri ini, apa yang akan

dilaksanakan, tetap dorang harus ikuti karena dorang sudah dianggap anak

negeri sendiri orang Haruku.

o Mengenai batas laut, tadi sebatas putih dan biru aja kan? Apakah ada

petuanan dengan alat tangkap tradisional di laut?

Di laut ini karena disini kan dia selat saja, kalo disana kan lautan luas. Selat

saja. Jadi masyarakat baik yang di pulau ini maupun yang di pulau Ambon sana

memang dong pencarian di sekitar sini, memang dong berusaha mencarinya

71

Page 83: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

pake alat-alat tradisional masih mincing biasa tapi kapal-kapal yang beroperasi

seng ada disini.

o Untuk yang menghadap ke laut lepas itu gimana?

Kesana yang ke laut lepas juga motor ikan dia tidak boleh mancing disekitar

ada bagan-bagan yang ditaruh ada rumpon-rumpon yang ditaruh di laut sana

tidak boleh dekat situ harus jauh dari rumpon-rumpon.itu bukan milik orang

Haruku karena itu sudah milik orang Oma. Jadi orang Haruku pencarian sering

ke daerah sana, jadi tidak ada larangan mencari kesana, bebas untuk seluruh

masyarakat yang bisa mincing, seng ada batasan-batasan. Mungkin di tempat

laun ada batasan-batasan, tapi disini seng ada, bahkan sampai di pulau Ambon

sana seng ada. Sebab kadangkadang kita ada yang menjaring sampai ke

seberang pulau Ambon itu Pulau Seram itu seng ada yang larang, bebas dia

mau menjaring bebas asal yang mincing di tohor karena tohor itu menjaringnya

di laut lepas, itu boleh.

o Kalo jumlah penduduk disini itu berapa?

Aduh beta. mungkin kalo ditanya ke sekertasris ada datanya, mungkin ada

sekitar 1000 lebih, itu untuk negeri Haruku, Haruku kan berbatasan dengan

sameth, baku sambung saja. Nanti kesana lagi itu negeri Haruku lagi

o Jadi di pulau Haruku ada 11 negeri ya, tadi 1000 penduduk hanya untuk 1

negeri

Ini yang termasuk besar, ada lagi yang tidak sampai 1000 misal sameth yang

hanya 500-600

o Kami sih butuh data kependudukan

Nanti kita bisa ke sekertaris untuk data kependudukan.

(cerita tentang mati lampu)

Orang harus tahu, bahwa ini sudah bersertifikat, karena kalo sudah bersertifikat

itu dia lebih kuat dia kalo digugat dimanapun itu sudah tidak bisa lagi, tetapi

sering kalo orang punya dusun dati itu tergugat itu susah, disini jarang

72

Page 84: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

pertengkaran soal dusun karena masing-masing orang sudah punya, itu paling

masalah kenapa su masuk sedikit, kenapa ada batasan, makanya kalo sudah

diserifikat ada gambarnya sebab kalo di surat dati itu tidak ada gambarnya.

o Dati itu ada suratnya pak?

Dati itu harus ada surat dati, harus ada suratnya, persoalan tentang dusun

tentang negeri katong harus liat surat dati ini apa betul ini kalo dati panjang

sekian lebar sekian

o Tapi di dati itu apa ada gambar semacam peta yang terlihat gitu?

Orang punya dusun dati itu dia punya gambar itu ada sebab dia harus

menentukan panjang lebarnya dusun, dusun dati itu andaikata dengan rumah,

orang Maluku itu bilang yang punya dati keturunan Sapsapa, jadi kalo hidup

adik kakak itu dalam keluarga ada makan dari dusun itu karena dia turun dati

dari keluarga itu. Sebab dia dusun dati ini untuk bertengkar seng ada, karena

sudah punya masing-masing tanaman, paling banyak itu cengkeh, kelapa, pala,

kenari, durian, itu di dati. Cengkeh hasil utama di Maluku.

o Kalo hasil komoditas utama di Haruku itu apa ya?

Pertanian, cengkeh.

o Pak kalau batas laut itu ada tanda-tanda gak menentukan batas lautnya?

Tidak ada tanda-tandanya

Jadi penentuan petuanan wilayah laut itu hanya batas air dangkal-air dalam,

atau merupakan tengah-tengah dari antar pulau.

Batas tengah-tengah antar pulau itu seng ada, orang bebas untuk mencari,

orang bebas menangkap, orang dari sana bebas mencari sampai disini,orang

disini bebas mencari sampai disana, kalau ikan disini mati ramai-ramai orang

disini mencari kesana, ikan cakalang dan sebagainya, jadi itu dia tidak terbatas.

73

Page 85: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Jadi di selat ini yang dilarang yang pake motor ikan, kalo orang sini dilempari

pake batu. Memang perturan perikanan ada untuk batas wilayah itu berapa mil

dari laut untuk kapal-kapal pemancing ikan ini ada, tapi sering kalau sering

dorang tangkap bersama dengan nelayan-nelayan tradisional, itu kan tidak

boleh tangkap bersama-sama nelayan tradisional. Disini memang ikan dasar

tiap saat tapi yang sering disini kan ada cakalang, tuna, kalo tuna itu disebelah

lautan lepas. Sehingga di perbatasan luas itu ga ada batasnya, orang siapa yang

mau menentukan batas wilayah mungkin kalo peraturan misalnya kalau dia

sudah masuk daerah mungkin peraturan batas wilayah daerahnya ada, tapi kalo

udah masuk daerah negeri sendiri orang bebas mencari, karena ini kan perairan

Maluku, kita bebas mencari.

o Tapi kalau di darat ada pak?

Di darat ada, batasnya antara Haruku dan romone itu ada batas alam, orang

bilang dia kali mati, kalinya hanya hidup saat musim hujan. Jadi dia hanya

berbatasan dengan batas alam.

o Itu hampir keseluruhan di batas alam?

Dia berbeda, karena dia naik turun, karenanya da batas-batasnya itu berupa Pal

dari nomor 1-36 bentuknya beton, dari jaman dulu

o Kalo dekat sini ada contohnya pak?

Ada sekitar 3 kilo harus jalan kaki, itu dihutan, batasnya dari sana sampai ke

batas sana jauh, turun gunung, orang zaman dahulu sangat kuat bikin pal batas

wilayah

o Kalo petanya batas tiap negeri ada ga?

Beta kurang tau, beta tau batas wilayah negeri saja. Karena kalo di Haruku ini

kalo menurut AMAN, pemetaan yang baru dibuat ini ada 2 negeri saja, hruku

dan negeri di selatan sana, Wasu. 2 negeri yang membuat penataan wilayah,

kalo Haruku sejak tahun 87 katong su buat terus pas kerusuhan dia terbakar,

yang terbakar yayasan walopu terbakar, itu dia punya data disana su terbakar

lagi, makanya kebetulan AMAN mau membuat penataan orang, katong amat

74

Page 86: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

bersyukur kalo sudah selesai nanti dikembalikan kesini nanti ditandatangan

nanti saya minta tanda tangan untuk disahkan ke kabupaten.

o Boleh minta identitas pak?

Nama Zefnat Ferdinandus, latar belakang ijazah SMP, sampai STM kelas 3 tp

gak lulus. Usia 56. Lahir tahun 1954.

(menjelaskan hubungan pela)

Hubungan pela di Maluku ini apabila kakaknya muslim, pela kampung adiknya

Kristen itu berbeda kampung, itu banyak di Maluku ini, sehingga dorang

karena kebiasaan itu. Karena yang bikin rusak Maluku ini orang-orang dari luar

karena sebenarnya hubungan pela ini kan sangat kuat. Haruku-Nolloth ini pela

kawin karena pada zaman dulu tahun 500an Raja Nolloth itu belum kawin dia

masih muda dia terpikat dengan bapaRaja Haruku punya anak perempuan,

terus karena jatuh hati waktu itu ada rapat lattupati di lease di Ambon, Cuma

dorang mampir di Haruku tidak punya hubungan apa-apa. Cuma mampir di

Haruku waktu itu Raja Nolloth masih muda dia jatuh hati dengan bapaRaja

Haruku punya anak perempuan. Kembali dari Ambon saling itu hubungannya

jalan suatu ketika untuk dilakukan pernikahan, setelah persetujuan antara 2

keluarga dari Nolloth maupun Haruku, setelah ada persetujuan rombongan dari

Nolloth datang menjemput mempelai perempuan, di tengah jalan, calon

mempelai perempuan meninggal, utusan yang disebut pesuruh negeri itu, kalo

di Maluku disebut Marinyo, pesuruh negeri, disuruh memberitahu rombongan

dari Nolloth bahwa anaknya telah meninggal, tapi bapa Raja Nolloth bersikeras

datang saja ke Haruku. Jadi BapaRaja tetap berniat, walaupuns udah menjadi

mayat, tetap dilangsungkan pernikahan, tukar cincin segala macam, lau sampai

meninggal bapa Raja seng kawin. Sampai akhir hayat Raja seng kawin, dari

sini keterikatan 2 negeri ini Haruku dan Nolloth, yang disebut pela, jadi

Haruku-nolloth ini dimanamana persekutuannya kuat. Di Jakarta ada

persekutuan pemuda Nolloth-Maluku-Sameth.

75

Page 87: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

LAMPIRAN B

UNDANG-UNDANG

e. UU No. 5 Tahun 1960 pasal 5 mengakui adanya hukum adat sebagai dasar hukum

agraria.

Pasal 5:

Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat,

sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang

berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan

peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan

peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur

yang bersandar pada hukum agama

f. UU No. 32 Tahun 2004 pasal 18, menjelaskan tentang sistem penguasaan wilayah

laut daerah.

Pasal 18:

(1) Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola

sumber daya di wilayah laut

(2) Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah

dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

76

Page 88: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

(3) Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;

b. pengaturan administratif;

c. pengaturan tata ruang;

d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau

yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;

e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan

f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.

(4) Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis

pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi

dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.

(5) Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh

empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya. Di wilayah laut

dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2

(dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga)

dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud.

(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak berlaku

terhadap penangkapan ikan oleh neIayan kecil.

(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat

(4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundangperundangan.

g. UU No. 27 Tahun 2007, keseluruhan pasalnya menjelaskan pelaksanaan

pengelolaan wilayah pesisir.

h. UU No. 17 Tahun 1985 pasal 1, menjelaskan tentang hasil rativikasi UNCLOS

dalam penentuan sistem penguasaan wilayah laut nasional.

Pasal 1:

77

Page 89: Mirolas Nove Adwas - Sistem Penguasaan Laut Adat (Studi Kasus - Haruku)

Mengesahkan United Nations Convention the Law of the Sea (Konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut), yang salinan naskah aslinya

dalam bahasa inggeris dilampirkan pada Undang-undang ini.

78