a09rsa1
DESCRIPTION
jTRANSCRIPT
-
PHYTOREMEDIASI GREYWATER DENGAN
TANAMAN KAYU APU (Pistia stratiotes) DAN TANAMAN KIAMBANG
(Salvinia molesta) SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK TANAMAN
SELADA (Lactuca sativa) SECARA HIDROPONIK
Oleh
Ratih Safitri
A24104076
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
-
RINGKASAN
Ratih Safitri. Phytoremediasi Greywater dengan Tanaman Kayu Apu (Pistia
stratiotes) dan Tanaman Kiambang (Salvinia molesta) serta Pemanfaatannya
untuk Tanaman Selada (Lactuca sativa) secara Hidroponik (dibimbing oleh
Oteng Haridjaja dan Wahyu Purwakusuma).
Limbah adalah sisa dari suatu usaha kegiatan manusia yang berupa bahan
padat, cair atau gas dan kurang memiliki nilai ekonomis. Limbah berbentuk cair
seringkali dibuang ke badan air sehingga menurunkan kualitas air. Limbah
domestik diketahui merupakan agen utama pencemar lingkungan perairan.
Penggunaan air untuk kegiatan rumah tangga sebagai penghasil limbah lebih
banyak dibandingkan industri dimana kandungan bahan organik dalam air limbah
rumah tangga pada dasarnya bersifat biodegradable. Limbah domestik dibagi menjadi dua jenis yaitu blackwater dan greywater. Blackwater merupakan limbah
toilet dan termasuk hasil limbah industri, sedangkan greywater merupakan limbah
yang berasal dari kamar mandi, bak cuci dan dapur. Penelitian ini lebih
dikhususkan pada greywater (hasil limbah kamar mandi) karena mengandung
sedikit unsur toksik dibandingkan blackwater. Tujuan dari penelitian ini yaitu
mengetahui efektivitas pengolahan limbah secara phytoremediasi menggunakan
tanaman air Pistia dan Salvinia dan untuk mempelajari pengaruh hasil
pengolahannya terhadap pertumbuhan tanaman selada.
Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian pendahuluan dimulai dengan penentuan konsentrasi limbah dan
biomasssa tanaman air yang digunakan, sedangkan penelitian utama dilakukan
dengan mengolah greywater dengan sistem sirkulasi menggunakan bak remediasi
dan tanaman air sebagai phytoremediator. Penelitian dirancang berdasarkan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial (SK = 95%) untuk dengan dua faktor
yaitu bak remediasi (B1 dan B2) dan tanaman air (Kontrol, Pistia dan Salvinia),
dimana setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali.
Hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik kimia greywater yaitu
Chemical Oxygen Demand (COD) melebihi kadar baku mutu air limbah. Kadar
COD berbeda nyata menurun (P
-
SUMMARY
Ratih Safitri. Phytoremediation Greywater With Water Lettuce (Pistia stratiotes)
and Aquarium Watermoss (Salvinia molesta) along with Use it for Lettuce
(Lactuca sativa L.) according to Hydroponic System (Supervised by Oteng
Haridjaja and Wahyu Purwakusuma).
Waste are residue from certain efforts of human activities in solid, liquid
or gas form and have less economical value. Liquid waste often dispose to sewage
water so it could decrease water quality. Domestic waste known as prominant
contaminant of water environments. Usage water for domestic requirement is
much higher than industrial where organic contents in domestic waste is basicly
biodegradable. Domestic wastewater is devided into blackwater and greywater. Blackwater is waste from toilets, faecal matter including industrial product,
whereas greywater is none industrial wastewater generated from domestic
processes such as bathing, dishing and kitchen washing. These research
particularly focuse on greywater (bath waste) because it much easy to treat and
recycle than blackwater, due to lower levels of contaminant. The aim of the
research were to find out the most effective treatment using phytoremediation
approach with Pistia and Salvinia and to study the influence of treatment on
lettuce growth.
The research consists of initial the research and main research. The initial
research begin with determined waste concentration and biomass water plant
used, while main managed greywater with circulation system using remediation
vessel and water plant as phytoremediator. These research were designed
according to Complete Randomized Factorial Experimental Design (SK = 95%)
with two factors including remediation vessel (B1 and B2) and water plant
(Control, Pistia and Salvinia), which every treatment were repeated for three
times.
The research result showed chemical characteristic that is Chemical
Oxygen Demand (COD) were exceed standard quality of level waste. COD level
significantly decrease (P
-
PHYTOREMEDIASI GREYWATER DENGAN
TANAMAN KAYU APU (Pistia stratiotes) DAN TANAMAN KIAMBANG
(Salvinia molesta) SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK TANAMAN
SELADA (Lactuca sativa) SECARA HIDROPONIK
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
Ratih Safitri
A24104076
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
-
Judul Skripsi : Phytoremediasi Greywater dengan Tanaman Kayu
Apu (Pistia stratiotes) dan Tanaman Kiambang
(Salvinia molesta) serta Pemanfaatannya untuk
Tanaman Selada (Lactuca sativa) secara
Hidroponik
Nama Mahasiswa : Ratih Safitri
Nomor Pokok : A24104076
Menyetujui,
Pembimbing I
Dr. Ir. Oteng Haridjaja, M.Sc.
NIP. 19490106 197403 1 002
Pembimbing II
Ir. Wahyu Purwakusuma M.Sc.
NIP. 19610122 198703 1 002
Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 19571222 198203 1 002
Tanggal Lulus :
-
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 17 Februari 1987, sebagai anak ketiga
dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Amir Sjarifuddin dan Ibu Rasini Aryani.
Pada tahun 1998 penulis lulus dari Sekolah Dasar Swasta Muhammadiyah
II di Jakarta Pusat, tahun 2001 penulis menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama Negeri 216 Jakarta dan pada tahun 2004 lulus Sekolah Menengah Umum
Negeri 77 Jakarta.
Tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas
Pertanian Departemen Tanah melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB). Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis
sempat aktif dalam UKM Agriaswara dan Kegiatan klub Daur Ulang (Recycle
Paper) pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) periode 2004-2005, aktif sebagai
Bendahara biro Lingkungan Hidup AZIMUTH (2005-2009), pada bulan
Juli-Agustus 2007 penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Profesi di Desa
Danasari Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal. Penulis juga pernah mendapatkan
kesempatan menerima beasiswa BBM (2007-2008).
Selain itu penulis aktif dalam beberapa kegiatan Himpunan Mahasiswa
Ilmu Tanah (HMIT) sebagai panitia dalam berbagai acara yang diselenggarakan
oleh HMIT, sebagai asisten Mata Kuliah Kartografi pada tahun 2007 dan Sistem
Informasi Geografis (SIG) pada tahun 2008, sebagai Panitia Seminar Nasional
MKTI dan tim pameran Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS XXI) di
Universitas Sultan Agung Semarang pada tahun 2008.
-
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji syukur kepada Allah S.W.T karena hanya dengan
rahmat dan berkah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Phytoremediasi Greywater dengan Tanaman Kayu Apu (Pistia stratiotes)
dan Kiambang (Salvinia molesta) serta Pemanfaatannya Terhadap Tanaman
Selada (Lactuca sativa) secara Hidroponik.
Skripsi ini berisi mengenai pencemaran yang diakibatkan dari limbah hasil
kegiatan manusia, salah satunya yaitu greywater (limbah kamar mandi) yang
sering kali dibuang ke badan air tanpa pengolahan atau penanganan terlebih
dahulu. Namun, pembersihan dan pengolahannya memerlukan biaya besar.
Salah satu upaya untuk mengolah limbah tersebut dengan teknologi
sederhana yaitu dengan memanfaatkan tanaman air sebagai penyerap dan
pengumpul bahan-bahan pencemar tertentu yang terdapat dalam limbah dengan
tujuan supaya air olahannya dapat dimanfaatkan untuk penggunaan tanaman
agriculture. Penerapan teknologi phytoremediasi dengan tanaman kayu apu
(Pistia statiotes) dan kiambang (Salvinia molesta) dapat mengurangi Chemical
Oxygen Demand (COD), menjernihkan air, mengurangi tingkat kesuburan air dan
meningkatkan O2 terlarut dalam air. Hasil limbah pengolahan sistem
phytoremediasi digunakan untuk tanaman selada yang ditanam secara hidroponik.
Namun, pertumbuhan tanaman selada kurang optimal dan tanaman tersebut
kurang memenuhi syarat standar untuk dipasarkan. Oleh karena itu, perlu
diadakan lebih lanjut mengenai penelitian ini dengan sistem pengolahan yang
berbeda.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Oteng Haridjaja M.Sc, sebagai pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan, nasehat dan dukungan moril dalam penulisan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Wahyu Purwakusuma M.Sc, pembimbing akademik sekaligus
pembimbing skripsi penulis yang telah memberikan banyak waktunya untuk
-
arahan dan nasehat serta dukungan moril maupun materil kepada penulis
dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Ir. Dyah Tj. Suryaningtyas Mappl.Sc, yang telah bersedia menjadi
dosen penguji dan saran-saran untuk perbaikan skripsi.
4. Mama dan Papa serta Kakak dan Abang yang selalu membantu penulis,
mendoakan, memberikan semangat dan kasih sayang serta motivator yang
tiada hentinya.
5. Staff Dosen dan Laboran di Laboratorium Fisika dan Kesuburan Tanah serta
Staff di Kebun Percobaan Cikabayan yang sedia membantu dalam
pelaksanaan penelitian.
6. Nji, yang selalu membantu penulis dalam doa, semangat dan kasih sayang.
7. Sahabat AZIMUTH 14, teman temanku di Lasapienza, Alma (Neng Nopi)
teman-teman di jurusan ilmu tanah angkatan 41 (PATAK) dan teman-teman
PIMNAS (Ceu Ima, Mang Bengkok, Holsim, Putli dan Sili) thanks for all
fren.
8. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam kelancaran penelitian
dan penulisan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat. Amien...
Bogor, Agustus 2009
Penulis
-
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. x
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
Latar Belakang ...................................................................................... 1
Tujuan Penelitian .................................................................................. 2
Hipotesis ................................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
Limbah .................................................................................................. 3
Karakteristik Limbah ............................................................................ 4
Analisis Air Limbah .............................................................................. 4
Pengolahan Limbah dengan Tanaman (Phytoremediasi) ...................... 5
Kayu Apu (Pistia stratiotes) ................................................................. 7
Kiambang (Salvinia molesta) ................................................................ 8
Selada (Lactuca sativa) ......................................................................... 9
Hidroponik ............................................................................................ 10
BAHAN DAN METODE ........................................................................... 11
Waktu dan Tempat ................................................................................ 11
Bahan dan Alat ...................................................................................... 11
Metode Penelitian ................................................................................. 11
Penelitian Pendahuluan .................................................................... 11
Penelitian Utama .............................................................................. 12
Rancangan Statistik .......................................................................... 14
Analisis ................................................................................................. 16
Analisis Statistik ............................................................................... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 18
Penelitian Pendahuluan ......................................................................... 18
Penelitian Utama ................................................................................... 19
Kadar COD dalam Air .................................................................. 19
Kadar Fosfor dalam Air dan Tanaman .......................................... 21
Kadar Nitrat dalam Air dan Tanaman ........................................... 23
Pertumbuhan Tanaman Selada ...................................................... 26
1. Tinggi dan Jumlah Daun ........................................................... 26
2. Biomassa ................................................................................... 28
-
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 30
Kesimpulan ........................................................................................... 30
Saran ..................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 32
LAMPIRAN ................................................................................................ 35
-
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Perbandingan Penggunaan Blackwater dan Greywater .................. 4
2. Beberapa Penelitian Bioremediasi dalam
Mengolah Limbah Organik ............................................................. 6
3. Keuntungan dan Kerugian Bioremediasi ........................................ 7
4. Percobaan Perlakuan Tumbuhan Air dan Bak Remediasi
pada Variabel Tetap Konsentrasi Air Limbah ................................ 14
5. Percobaan Perlakuan Tumbuhan Remediasi dan Kontainer
Tanaman Selada .............................................................................. 15
6. Parameter, Metode dan Peralatan untuk Analisis Air ..................... 16
7. Rata-rata Nilai COD (Effluent 1) .................................................... 20
8. Rata-rata Fosfor (Effluent 1) ........................................................... 22
9. Rata-rata Nilai Nitrat (Effluent 1) ................................................... 24
Lampiran
1. Data Hasil Penggunaan Limbah ...................................................... 35
2. Hasil Analisis Air sebelum digunakan untuk Penelitian ................. 35
3 Analisis Limbah Awal .................................................................... 35
4. Bahan Kimia dan Formula Produk Limbah .................................... 36
5. Kriteria Standar Kualitas Air Limbah ............................................. 37
6. Hasil Penentuan Doubling Time (DT) Penyetaraan Luas
Penutupan Tumbuhan Uji ............................................................... 38
7. Nilai Rata-rata Tanaman Selada per MST ...................................... 40
8. Nilai Rata-rata Jumlah Daun Selada per MST ................................ 40
9. Bobot Panen Tanaman Selada per Kontainer ................................. 41
10. Nilai Analisis COD dalam Air (mg/l) ............................................. 41
11. Nilai Analisis Fosfor dalam Air (ppm) ........................................... 42
12. Nilai Analisis Nitrat dalam Air (ppm) ............................................ 43
13. Sidik Ragam Anova pada Percobaan .............................................. 43
-
14. Rekapitulasi Sidik Ragam ............................................................... 46
15. Nilai Analisis Fosfor pada Tanaman Selada ................................... 47
16. Nilai Analisis Nitrat pada Tanaman Selada .................................... 48
-
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Skema Kerangka Fikiran Metode Penelitian .................................. 12
2. Skema Alat Pengolahan Limbah ..................................................... 15
3. Denah Tempat Penelitian ................................................................ 15
4. Keadaan Tanaman Air Sebelum dan Sesudah Penelitian ............... 19
5. Kadar COD air (mg/l) pada Kombinasi
Tanaman Air dan Bak Remediasi ................................................... 21
6. Kadar Fosfor air (ppm) pada Kombinasi
Tanaman Air dan Bak Remediasi ................................................... 22
7. Kadar Nitrat air (ppm) pada Kombinasi
Tanaman Air dan Bak Remediasi ................................................... 25
8. Tinggi Tanaman pada Kombinasi Penggunaan Tanaman Air
dan Kontainer Tanaman Selada ...................................................... 27
9. Bobot Panen Selada Pada Kombinasi Tanaman Air
dan Bak Remediasi ......................................................................... 28
10. Hasil Panen Tanaman Selada pada Percobaan Umur 4 MST ......... 29
Lampiran
1. Kondisi awal dan kondisi akhir tanaman kayu apu
(Pistia stratiotes) ............................................................................. 38
2. Kondisi awal dan kondisi akhir tanaman kayu apu
(Salvinia molesta) ........................................................................... 38
3. Penentuan konsentrasi air limbah untuk penelitian pendahuluan ... 49
4. Hasil Panen Tanaman Selada (4 MST) ........................................... 50
-
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan dasar manusia dan sumber daya yang perlu
dijaga kelestariannya untuk kepentingan manusia dan lingkungan.
Pemeliharaannya secara kualitas dan kuantitas secara berkelanjutan memerlukan
perhatian dan penanganan yang serius. Salah satu permasalahannya terjadi akibat
adanya ketidakseimbangan antara ketersediaan air dengan kebutuhan dan
penggunaannya.
Sering kali limbah dibuang begitu saja ke badan air atau dengan pengolahan
dan penanganan yang kurang memadai, sehingga hal ini akan berdampak negatif
bagi masyarakat dan lingkungan.
Salah satu agen utama pencemar lingkungan perairan adalah limbah
domestik (limbah rumah tangga). Limbah domestik (rumah tangga) dibagi
menjadi dua yaitu blackwater dan greywater. Blackwater merupakan air limbah
yang berasal dari kakus atau kotoran manusia dan pembuangan hasil industri,
sedangkan greywater merupakan air limbah yang berasal dari kamar mandi, bak
cuci, dan dapur. Greywater merupakan limbah yang mudah diolah dan
didekomposisikan serta mengandung sedikit bahan berbahaya dibandingkan
dengan blackwater. Namun demikian di dalam greywater terdapat bahan
surfactants yang dapat mencemari air misalnya detergen.
Salah satu upaya mengolah limbah dengan cara sederhana yaitu dengan
memanfaatkan tanaman air untuk menanggulangi jumlah pencemar. Teknologi
mengolah limbah dengan tanaman untuk memanfaatkan unsur hara dari limbah
dikenal dengan sistem phytoremediasi. Limbah padat atau cair yang akan diolah
ditanami dengan tanaman tertentu yang mampu menyerap, mengumpulkan,
mendegradasi bahan-bahan pencemar tertentu yang terdapat di dalam limbah
tersebut. Tanaman air dapat memfilter, mengadsorpsi partikel dan mengabsorpsi
ion-ion logam yang terdapat dalam air limbah melalui akar.
Kayu apu (Pistia stratiotes) dan kiambang (Salvinia molesta) merupakan
tanaman air dimana akar tanaman tidak tertanam melainkan mengapung di
-
permukaan air karena itulah dinamakan floating plant. Tanaman ini hidup dari
menyerap udara dan unsur hara yang terkandung di dalam air.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik limbah greywater
dari limbah pembuangan kamar mandi, mengetahui efektifitas pengolahan limbah
dengan tanaman air dengan mempelajari pengaruhnya sebelum ataupun sesudah
dilakukan percobaan dan pengaruh pengolahannya terhadap budidaya tanaman
selada secara hidroponik.
Hipotesis
Pengolahan limbah dengan menggunakan tanaman air seperti kayu apu
(Pistia stratiotes) dan kiambang (Salvinia molesta), diharapkan dapat mengurangi
kadar zat-zat pencemar pada limbah kamar mandi dan hasil olahannya dapat
dimanfaatkan untuk budidaya tanaman selada yang ditanam secara hidroponik.
-
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah
Limbah adalah sisa dari suatu usaha atau hasil kegiatan manusia baik
berupa padat, cair ataupun gas yang dipandang sudah tidak memiliki nilai
ekonomis sehingga cenderung untuk dibuang (Hindarko, 2003).
Pencemaran air limbah dibatasi dengan standar kualitas (baku mutu) air
limbah. Menurut BAPPENAS (2003), baku mutu air limbah adalah ukuran batas
atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang
keberadaanya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber
air suatu usaha atau kegiatan (Lampiran 6). Pemerintah melalui Departemen
Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP), mengenai baku mutu
air limbah yang dibuang ke badan air. Dalam PP No. 20 tahun 1990 tentang
pengendalian pencemaran air, dimana badan air digolongkan ke dalam empat
kelompok utama, yaitu :
(i) Golongan A, air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung
tanpa pengolahan terlebih dahulu
(ii) Golongan B, air yang dapat digunakan sebagai bahan baku air minum
(iii) Golongan C, air yang digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat
dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri pembangkit listrik tenaga air
(iv) Golongan D, air yang dapat dipakai untuk pelayaran dan lalu lintas air di
sungai, danau dan laut.
Ada dua tipe limbah cair di rumah tangga dimana keduanya berbeda
perlakuan dan cara penggunaanya. Air limbah yang disebut blackwater
merupakan air hasil campuran dengan limbah dari toilet dan hasil pembuangan
industri. Blackwater ini harus diolah terlebih dahulu dengan cara biologi atau
kimiawi maupun dengan disinfektan sebelum digunakan kembali. Limbah ini
biasanya diolah dan didaur ulang di luar ruangan. Tipe limbah kedua disebut
greywater, yaitu limbah cair bukan dari hasil buangan toilet contohnya seperti
detergen, sisa mandi maupun sisa hasil wastafel rumah tangga. Penggunaan air
untuk greywater lebih banyak dibandingkan blackwater seperti ditunjukkan pada
Tabel 1.
-
Tabel 1. Perbandingan penggunaan air untuk blackwater dan greywater
(liter/orang/hari)
Blackwater Liter/Orang/Hari
Toilet 22
Greywater Liter/Orang/Hari
Kamar mandi 56
Westafel 6
Dapur 12
Cuci Piring 5
Laundry 7
Mesin Cuci 27
Total Greywater 113
Total 135 Sumber : (www.greenhouse.gov.au/yourhome/technical/fs23.htm/2005)
Karakteristik Limbah
Karakteristik air limbah yang biasanya diukur antara lain temperatur, pH,
alkalinitas, padatan-padatan, kebutuhan oksigen, nitrogen, dan fosfor sehingga
perlu diketahui karakter air limbah. Karakter air limbah meliputi sifat fisik, kimia,
dan biologi. Dengan mengetahui jenis polutan maupun karakteristik air limbah,
dapat ditentukan unit proses yang dibutuhkan.
Karakter fisik air limbah meliputi temperatur, bau, warna dan padatan.
Temperatur air limbah umumnya di atas suhu normal air, sekitar 25-50oC dimana
tinggi rendahnya suhu tergantung aktifitas atau sumber penghasil limbah. Pada air
limbah, warna biasanya disebabkan oleh kehadiran materi-materi dissolved,
suspended dan senyawa koloidal yang dapat dilihat dari spektrum warna yang
terjadi (Siregar, 2005).
Analisis Air Limbah
Keberadaan senyawa organik menyebabkan air memerlukan proses
pengolahan air bersih yang lebih kompleks, menurunkan kandungan oksigen,
serta menyebabkan terbentuknya substansi-substansi beracun. Selain itu akibat
penumpukan bahan organik dan inorganik menyebabkan nilai Chemical Oxygen
Demand (COD) umumnya tinggi (Agus, 1994). Nilai Chemical Oxygen Demand
(COD) ditentukan dengan mengukur ekuivalen oksigen dari zat-zat organik dalam
-
sampel dengan oksidator kimia yang kuat. COD sama dengan BOD, yang
menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi kimia oleh bakteri.
Menurut Saeni (1989) Pengujian COD pada air limbah memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan pengujian BOD.
Keunggulan COD dibandingkan BOD, antara lain :
Sanggup menguji air limbah industri yang beracun yang tidak dapat diuji
dengan BOD karena bakteri akan mati.
Waktu pengujian yang lebih singkat, kurang lebih hanya 3 jam
Air limbah mengandung nitrogen dalam bentuk yang berbeda-beda, baik
organik maupun anorganik. Nitrogen terdapat dalam limbah organik dalam
berbagai bentuk yang meliputi empat spesifikasi, yaitu nitrogen organik, nitrogen
amonia (ion amonia dan amonia bebas), nitrogen nitrit dan nitrogen nitrat. Total
dari seluruh senyawa ini disebut total nitrogen (TN). Nitrogen organik terikat pada
unsur pokok sel dari makhluk hidup yang masih hidup, sebagai contoh, purin,
peptida dan asam amino, sedangkan nitrogen anorganik, sebagai contoh, amonia,
nitrit, nitrat, dan gas nitrogen yang terlarut dalam massa air.
Fosfor terdapat dalam suatu keadaan oksidasi tunggal sebagai fosfor
organik atau fosfor anorganik. Bentuk anorganik terutama adalah ortofosfat
(PO43-
) dan polifosfat. Bentuk organik selalu digabungkan dengan senyawaan zat
selular dan sebagian besar fosfor dalam air alamiah adalah dalam bentuk organik.
Bentuk anorganik, khususnya ortofosfat, siap diasimilasi selama proses
fotosintesis. Total fosfat dalam air limbah merupakan penjumlahan dari seluruh
fosfat organik, fosfat polimer, dan orthofosfat (Alaerts dan Santika, 1987).
Pengolahan Limbah dengan Tanaman (Phytoremediasi)
Teknologi mengolah limbah dengan sistem phytoremediasi, menggunakan
tanaman sebagai alat pengolah bahan pencemar. Limbah padat atau cair yang akan
diolah ditanami dengan tanaman tertentu yang dapat menyerap, mengumpulkan,
mendegradasi bahan-bahan pencemar tertentu yang terdapat di dalam limbah
tersebut. Aplikasi phytoremediasi umumnya digunakan untuk pengolahan air
limbah dengan tingkat pencemaran sedang dengan nilai BOD < 300 mg/l.
-
Banyak istilah yang diberikan pada sistem ini sesuai dengan mekanisme
yang terjadi pada prosesnya. Phytostabilization: polutan distabilkan di dalam
tanah oleh pengaruh tanaman. Phytostimulation: akar tanaman menstimulasi
penghancuran polutan dengan bantuan bakteri rhizosfere. Phytodegradation:
tanaman mendegradasi polutan dengan atau tanpa menyimpannya di dalam daun,
batang, atau akarnya untuk sementara waktu. Phytoextraction: polutan
terakumulasi di jaringan tanaman, terutama daun. Phytovolatilization: polutan
oleh tanaman diubah menjadi senyawa yang mudah menguap sehingga dapat
dilepaskan ke udara. Rhizofiltration: polutan diambil dari air oleh akar tanaman
pada sistem hidroponik (Gerloff, 1975). Beberapa penelitian bioremediasi dalam
mengolah limbah organik disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Beberapa penelitian bioremediasi dalam mengolah limbah organik.
No. Sumber Limbah Agen Biologi
Penurunan
Bahan Organik
(%)
Waktu
retensi
(hari)
Peneliti
BOD COD
1. Deasidifikasi nata
de coco Eceng gondok 81.20 69.90 9
Rudiyanto
(2004)
2. Rumah Potong
Hewan Kayu apu 81.70 73.53 6
Sirait
(2005)
3. Limbah cair
tapioka Kangkung 87.99 73.53 10
Siswoyo dan
Kasam
(2005)
4. Limbah kantin
Eceng gondok
Kayu apu
Kangkung
46.79
26.92
22.69
68.04
32.22
31.69
3 Ismanto
(2005)
5. Limbah kantin
Kayu apu
Kiambang
Gulma itik
-
-
-
91.00
92.00
89.00
6 Mursalin
(2007)
6. Limbah kantin
Alcagines sp.
Bacillus sp.
Chromabacterium sp.
55.73
59.71
54.45
63.09
66.44
63.08
3 Muchtar
(2007)
Sumber : Tri (2008)
Proses remediasi polutan dari dalam tanah atau air terjadi karena jenis
tanaman tertentu dapat melepaskan zat carriers, yang biasanya berupa senyawaan
kelat, protein, glukosida, yang berfungsi mengikat zat polutan tertentu kemudian
dikumpulkan di jaringan tanaman, misalnya pada daun atau akar (Fahrizal, 2004).
Bioremediasi merupakan salah satu alternatif pengolahan limbah yang telah lama
dikenal dalam masyarakat. Tabel 3 menggambarkan keuntungan dan kerugian dari
bioremediasi.
-
Tabel 3. Keuntungan dan kerugian bioremediasi
Keuntungan Kerugian
Dapat dilaksanakan di lokasi Padat ilmiah
Memanfaatkan agen biologi yang ada di alam
Tidak semua bahan kimia dapat diolah secara bioremediasi
Mencegah kerusakan lingkungan seminimal mungkin
Adanya batasan konsentrasi polutan yang dapat ditolerir oleh organisme
Menghemat biaya Pengotoran toksik
Masyarakat dapat menerima dengan baik Membutuhkan pemantauan yang ekstensif
Penyisihan buangannya permanen Membutuhkan lokasi tertentu
Menghapus biaya transportasi dan kendalanya
Berpotensi menghasilkan produk yang tidak dikenal
Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain
Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji
Menghapus resiko jangka panjang
Sumber : Citrireksono (1996), Wisjnuprapto (1996), dan Subroto (1996) dalam Tri (2008)
Kayu Apu (Pistia stratiotes)
Taksonomi Kayu apu
Kerajaan : Plantae (tumbuhan)
Subkerajaan : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub-kelas : Arecidae
Ordo : Arales
Famili : Araceae (suku talas-talasan)
Genus : Pistia
Spesies : Pistia stratiotes L.
Nama lokal tumbuhan ini adalah kayu apu. Bentuknya mirip dengan
sayuran kol atau kubis yang berukuran kecil. Banyak tumbuh di daerah tropis,
terapung pada genangan air yang tenang dan mengalir dengan lambat. Kayu apu
mempunyai banyak akar tambahan yang penuh dengan bulu-bulu akar yang halus,
panjang dan lebat. Bentuk dan ukuran daunnya sangat bervariasi, dapat
menyerupai sendok, lidah atau rompong dengan ujung daun yang melebar. Warna
daunnya hijau muda makin ke pangkal makin putih. Susunan daun terpusat
-
berbentuk roset. Batangnya sangat pendek, bahkan terkadang tidak tampak sama
sekali. Buah buninya bila telah masak pecah sendiri serta berbiji banyak. Selain
dengan biji, kayu apu berkembang biak dengan selantar atau stolonnya
(Sastrapradja dan Bimantoro,1981).
Tanaman air ini termasuk floating aquatic plant seperti tanaman eceng
gondok. Pada mulanya tumbuhan kayu apu hanya dikenal sebagai tumbuhan
pengganggu di danau, karena tanaman tersebut biasanya tumbuh dan berkembang
biak dengan cepat. Tanaman kayu apu banyak dijumpai pada kolam-kolam air
tawar, menempati permukaan dari perairan tersebut, karena tanaman ini tergolong
floating aquatic plant. Akar tanaman berupa akar serabut, terjurai pada lapisan
atas perairan dan sangat potensial untuk menyerap bahan-bahan yang terlarut pada
bagian itu (Yusuf, 2001).
Banyak kelebihan yang dimiliki oleh tumbuhan air ini, seperti sebagai
pakan ternak, obat dan pupuk. Kayu apu banyak ditumbuhkan di kolam-kolam
ikan, karena udang dan anak-anak ikan sangat senang hidup dan berlindung di
bawah tanaman ini. Selain itu, karena kayu apu mempunyai daya mengikat
butiran-butiran lumpur yang halus maka dapat digunakan untuk menjernihkan air
bagi industri maupun keperluan sehari-hari.
Menurut Pusat Litbang PU Sumberdaya Air (2008), Tanaman kayu apu
(Pistia stratiotes) mampu menurunkan unsur N dan P secara berturut turut yaitu
25% dan 12% per minggu dengan penyerapan kadar awal 0,847 mg/l dan 0,493
mg/l setiap minggunya.
Kiambang (Salvinia molesta)
Taksonomi Kiambang
Kerajaan : Plantae
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Pteridopsida
Orde : Salviniales
Famili : Salviniaceae
Genus : Salvinia
Species : S. molesta D.mitch.
-
Salvinia molesta adalah jenis tumbuhan yang hidup setahun. Pembiakannya
dilakukan dengan spora (Sundaru, 1979). Salvinia molesta termasuk tumbuhan air
yang hidup mengapung. Daunnya berupa karangan, terdiri dari 3 bagian, yaitu 2
bagian terapung yang berfungsi sebagai daun dan 1 bagian menggantung dalam
air berbentuk serabut seperti akar. Pangkal daun berbentuk jantung, panjang dan
lebar daun antara 1-2 cm, dengan rambut-rambut pada permukaannya.
Fase generatif dari tanaman ini dicirikan oleh adanya daun yang
melengkung. Setelah menghasilkan sporangia, pembentukkan sporokarp terjadi
dengan cepat pada waktu populasi padat. Sporokarp pertama atau dua yang
pertama dari masing-masing kelompok merupakan mikrosporokarp. Dari satu
mikrosporokarp, sporangia yang matang adalah 1-5 buah, sedang mikrosporokarp
yang matang antara 30-90 buah dari sebuah makrosporokarp (Pancho, 1978).
Selada (Lactuca sativa)
Menurut Eko Haryanto, 2003 klasifikasi Selada yaitu :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Lactuca
Spesies : L. sativa
Selada daun toleran untuk dataran rendah. Suhu optimum untuk
pertumbuhannya adalah antara 15-20oC. Daerah-daerah yang dapat ditanami
selada terletak pada ketinggian antara 50-2200 m dpl. Jenis selada daun dan
selada batang baik beradaptasi pada ketinggian tersebut.
Tanaman tumbuh baik pada tanah yang subur dan banyak mengandung
humus. Tanah yang banyak mengandung pasir dan lumpur baik sekali
pertumbuhannya. Derajat kemasaman tanah (pH) yang ideal untuk pertumbuhan
selada adalah berkisar antara 6,5-7. Pada tanah yang terlalu asam tanaman ini
akan kerdil dan pucat karena kekurangan unsur Mg dan Fe.
-
Sebagai salah satu bahan makanan, sayuran menjadi salah satu unsur
makanan yang sangat penting bagi tubuh dan bukan sekedar sebagai pelengkap
saja. Sayuran yang kaya gizi ini dapat menjadi penyeimbang (balancing agent)
penting dalam diet menu karena bahan pangan ini akan memasok protein, vitamin,
mineral, energi, dan serat yang dibutuhkan oleh seluruh kalangan (Anonim, 2006).
Hidroponik
Istilah hidroponik berasal dari bahasa latin yang terdiri dari dua kata yaitu
hydros yang berarti air dan ponos yang berarti pengerjaan, sehingga arti dari
hidroponik adalah bercocok tanam dalam media air. Hidroponik dibedakan
berdasarkan media tanam yang digunakan yaitu kultur air dan kultur media.
Penanaman kultur air dilakukan langsung dalam larutan hara tanpa media tanam,
sedangkan penanaman kultur media perakaran berupa media organik, anorganik
atau campuran keduanya. larutan diberikan dengan cara mengairi, manyiram atau
dengan irigasi tetes. Hidroponik merupakan teknik budidaya tanaman yang
menggunakan larutan nutrisi (air yang mengandung unsur hara) dengan atau tanpa
menggunakan media buatan (pasir, kerikil, gambut, serbuk gergaji dan rockwall)
sebagai penunjang mekanik (Jensen, 1997 dalam Jones, 2008).
Biasanya pada tanaman sayuran daun, seperti selada, pakcoi atau kailan,
dengan kecepatan aliran nutrisi di dalam talang berkisar 0,75-1 liter/menit pada
kemiringan 3%. Jika akar tanaman semakin banyak, kecepatan aliran nutrisi
otomatis akan berkurang. Untuk meminimalkan efek negatif tersebut panjang
talang sebaiknya tidak lebih dari 12 m dan kemiringan tidak lebih dari 5%.
(Untung, 2003).
Tingkat EC yang digunakan dalam hidroponik tanaman daun seperti selada
yang ditanam di dataran rendah adalah 0,5-2,5 mScm-1
. Total konsentrasi elemen
dalam larutan nutrisi antara 1000-1500 ppm (Morgan, 1999), sedangkan pada
penelitian Koerniawati (2003), selada dapat tumbuh baik pada TDS 250-300 ppm
atau 400-500 cm-1
dan dari penelitian Nurfinayati (2004) menyatakan bahwa
selada masih bisa tumbuh baik sampai EC 1550 cm-1
.
-
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Penelitian dilakukan pada bulan Desember hingga April 2009
bertempat di rumah kaca Cikabayan, Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah
dan Air dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah penampung air
untuk limbah, wadah pengolahan limbah, wadah penampung hasil olahan limbah,
wadah (kontainer) media tanam yang terbuat dari talang PVC berbentuk kotak
berukuran 75X12X10 cm3, pipa PVC, dop talang, dop pipa PVC, knee dan soket
lem PVC, sedangkan alat analisis yang digunakan di laboratorium antara lain alat-
alat gelas, kertas saring Millipore, pH meter, spektrofotometer, botol sampel,
sentrifuse dan timbangan.
Bahan-bahan yang digunakan adalah air limbah buatan (Lampiran 1),
tumbuhan air yaitu kayu apu (Pistia stratiotes), dan kiambang (Salvinia molesta),
pasir kuarsa, sebagai media tanam selada (Lactuca sativa), benih tanaman selada
dan bahan-bahan kimia untuk analisis di laboratorium.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua penelitian yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama.
Penelitian Pendahuluan
Penelitian ini dimulai dengan pembuatan simulasi limbah (Lampiran 1) dan
penentuan biomassa. Kemudian dilakukan analisis pendahuluan air limbah, hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya kandungan unsur yang ada di dalam
air limbah tersebut.
Penentuan biomassa diawali dengan menghitung waktu penggandaan
(doubling time) yaitu menyetarakan luas penutupan tumbuhan air dengan
-
biomassa yang akan digunakan serta membantu menentukan lama waktu
pengamatan. Menurut Mursalin (2007) luas penutupan tanaman kayu apu yang
digunakan sebesar 40% dari luas limbah pada wadah untuk mengolah air limbah
kantin konsentrasi 75%, sedangkan dalam penentuan doubling time pada pistia
dan salvinia digunakan laju pertumbuhan relatif (Relative Growth Rate/RGR) dan
doubling time (DT) atau waktu berganda tumbuhan air untuk menggandakan
bobotnya (Gaudett in Mitchell, 1974)
RGR = t
XXt 0lnln
Ket : Xo = Berat Basah awal (gr)
Xt = Berat basah akhir (gr)
t = waktu (hari)
Doubling time (DT) :
DT = RGR
2ln
Penelitian Utama
Secara skematis, kerangka fikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema kerangka fikiran metode penelitian
Air limbah yang digunakan dalam penelitian yaitu greywater buatan yang
komposisinya mendekati limbah greywater rumah tangga (Lampiran 1). Wadah
kualitas air
limbah
Greywater
mudah di
dekomposisi dan
sedikit unsur toksik
dapur
domestik
industri
buangan mandi
laundri
tinja
Blackwater
sulit di dekomposisi
dan banyak unsur
toksik dan patogen
dimanfaatkan untuk
unsur hara ataupun
pupuk
phytoremediasi
digunakan untuk
tanaman air (Pistia
dan Salvinia)
penggunaan untuk
agrikultur (tanaman
selada)
-
penampung limbah berfungsi sebagai penampung dan penyeragaman air limbah
yang akan diolah. Limbah dalam wadah penampung akan diisi ulang setiap dua
kali dalam sehari (menyerupai waktu mandi) hingga pemanenan selada (4 MST).
Pada wadah pengolahan (bak remediasi) terdapat satu atau tiga unit ruang
pengolahan. Masing-masing unit pengolahan diisi oleh air limbah dan tanaman air
yang berbeda (Gambar 2). Pengolahan limbah dimulai dari wadah penampung
kemudian melalui wadah pengolahan hingga ke tanaman selada dimana air akan
mengalir dari talang PVC (untuk media tanam) yang dibuat secara horizontal, di
dalam talang PVC terdapat filter mekanik pasir dan filter vegetasi selada.
Wadah penampung hasil olahan limbah berfungsi untuk menampung hasil
olahan air limbah yang sudah melewati filter tanaman air dan filter tanaman
selada. Dari hasil olahan limbah tersebut dianalisis parameter fisika dan kimia
untuk melihat penurunan konsentrasi bahan pencemar.
Pengolahan limbah terdiri dari tiga lokasi, yaitu :
a. Influen (wadah penampung limbah)
b. Effluen I (hasil keluaran pengolahan tumbuhan remediasi)
c. Effluen II (hasil limbah olahan filter mekanik dan vegetasi)
Penyemaian benih selada dilakukan dalam tray, wadah plastik maupun baki.
Media semai dapat berupa tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1.
Benih selada disemai dengan cara disebarkan di atas permukaan media semai lalu
ditutup dengan lapisan tanah tipis Kemudian media ini dimasukkan ke dalam
wadah penyemaian yang diatur drainasenya, dalam waktu 3-5 hari benih yang
baik memunculkan kecambahannya. Bibit dapat dipindahkan ke tempat
penanamannya yang tetap setelah berdaun 3-5 helai atau sekitar 2-3 minggu sejak
benih disemaikan.
Analisis air dilakukan setelah tanaman air dimasukkan sebagai filter dan
0 MST tanaman selada, kemudian dilakukan analisis selama empat kali analisis
(0, 1, 2 dan 3 MST), sedangkan pengambilan contoh pasir setelah panen
dilakukan pada masing-masing kontainer secara komposit.
Pengukuran karakter tanaman selada pada 1, 2 dan 3 MST meliputi tinggi
tanaman dan jumlah daun. Tanaman selada dipanen setelah 4 MST (Minggu
Setelah Tanam). Bersamaan dengan waktu panen dilakukan pengukuran tinggi
-
tanaman, jumlah daun, bobot total tiap kontainer, bobot akar, dan bobot tajuk tiap
kontainer.
Rancangan Statistik
Rancangan penelitian ini terdiri dari dua rancangan percobaan yaitu
rancangan percobaan untuk limbah hasil remediasi dan rancangan percobaan
variabel tetap bobot tanaman selada.
Rancangan perlakuan percobaan untuk air limbah terdiri dari dua faktor
perlakuan percobaan yaitu bak remediasi dan tumbuhan air remediasi. Perlakuan
tanaman air dilakukan dengan tiga taraf yaitu tanpa tumbuhan (kontrol), tanaman
kayu apu dan tanaman kiambang, sedangkan perlakuan bak remediasi dilakukan
dengan dua taraf yaitu 1 bak remediasi dan 3 bak remediasi. Setiap satuan
percobaan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali sehinggga terdapat 18
percobaan, seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Percobaan perlakuan tumbuhan air dan bak remediasi pada variabel
tetap konsentrasi air limbah
Perlakuan Bak Remediasi (B)
B1 B2
Tumbuhan Air 1 2 3 1 2 3
P PB11 PB12 PB13 PB21 PB22 PB23
S SB11 SB12 SB13 SB21 SB22 SB23
K KB11 KB12 KB13 KB21 KB22 KB23
Perlakuan P, S dan K adalah Pistia, Salvinia dan Kontrol, sedangkan
perlakuan B1 adalah 1 bak remediasi dan B2 yaitu perlakuan dengan
menggunakan 3 bak remediasi.
Rancangan untuk variabel tetap bobot tanaman selada yaitu antara
tumbuhan remediasi dan kontainer (talang) tanaman selada. Kontainer (T)
tanaman selada memiliki tiga taraf yaitu kontainer I, kontainer II dan kontainer III
dengan masing-masing memiliki tiga ulangan, sehingga terdapat 54 satuan yang
disajikan pada Tabel 5. Dimana perlakuan P1T11 adalah perlakuan pistia dengan
1 bak remediasi kontainer 1, ulangan ke-1dan P2T21 adalah perlakuan pistia
dengan 3 bak remediasi kontainer 2 ulangan ke-2, dan seterusnya.
-
Tabel 5. Percobaan perlakuan tumbuhan remediasi dan kontainer tanaman selada
Perlakuan
Kontainer (T)
T1 T2 T3
1 2 3 1 2 3 1 2 3
P1 P1T11 P1T12 P1T12 P1T21 P1T22 P1T23 P1T31 P1T32 P1T33
P2 P2T11 P2T12 P2T12 P2T21 P2T22 P2T23 P2T31 P2T32 P2T33
S1 S1T11 S1T12 S1T12 S1T21 S1T22 S1T23 S1T31 S1T32 S1T33
S2 S2T11 S2T12 S2T12 S2T21 S2T22 S2T23 S2T31 S2T32 S2T33
K1 K1T11 K1T12 K1T12 K1T21 K1T22 K1T23 K1T31 K1T32 K1T33
K2 K2T11 K2T12 K2T12 K2T21 K2T22 K2T23 K2T31 K2T32 K2T33
Gambar 2. Skema alat pengolahan limbah
KB22 PB12
PB11
SB21 PB22 KB13
KB21 PB21 SB22 KB12
SB12
SB13
KB11
SB23 SB11
KB23 PB23 PB13
Gambar 3. Denah tempat penelitian; P = pistia, S = salvinia, K = kontrol, B1 = 1
bak remediasi dan B2 = 3 bak remediasi
-
Analisis
Analisis air limbah dilakukan mulai awal penelitian dan dilakukan setiap
minggu (0, 1, 2, 3, MST), analisis air dilakukan pada effluen 1 dan effluen 2,
sedangkan analisis jaringan tanaman dilakukan setelah panen tanaman selada,
untuk mengetahui kadar P dan Nitrat pada uptake tanaman selada dan yang
tertinggal dalam media tanam (pasir). Analisis ini digunakan metode pengabuan
basah.
Tabel 6. Parameter, metode dan peralatan untuk analisis penelitian
Parameter Metode Analisis Peralatan
Tanaman
1. Fosfor Spektrofotometrik Spektrofotometer
2. Nitrat Spektrofotometrik Spektrofotometer
Air
Kimia
1. COD (mg/l) Titrimetrik Buret
2. Fosfor (mg/l) Spektrofotometrik Spektrofotometer
3. Nitrat (mg/l) Spektrofotometrik Spektrofotometer
Biologi
4. Biomassa (g) Timbangan Timbangan
Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan
digunakan model rancangan sebagai berikut :
Yij = + i + j + ij + k + ijk
Keterangan :
Yij = Respon pada perlakuan ke-i dan ke-j ulangan ke-k
= Rataan umum
i = Perlakuan taraf ke-i
j = Perlakuan taraf ke-j
ij= Interaksi perlakuan ke-i dan ke-j
k = Rataan perlakuan ulangan ke-k
ijk = Galat pada perlakuan i ulangan ke-k
-
Untuk mengetahui efek bioremediasi terhadap kualitas kimia air dan tanaman
selada setiap tingkat perlakuan terhadap peubah yang diuji, digunakan uji Tukey
(HSD) dengan selang kepercayaan 95%. Pada uji tersebut dapat diketahui
kemampuan setiap komposisi dan jenis tanaman air dalam menurunkan atau
meningkatkan setiap peubah yang diuji.
-
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Pendahuluan
Pengamatan hari ke-6 pada konsentrasi 25 % keadaan tanaman kayu apu
mulai layu, ujung daun agak kering, terdapat lapisan putih pada air limbah dan
effluen berwarna keruh, sedangkan pada konsentrasi 50% tidak terdapat lapisan
yang tipis pada air limbah dan effluennya berwarna lebih bening. Pada konsentrasi
75% tanaman mengalami pertumbuhan yang pesat tetapi akar tanaman kayu apu
mengalami kerontokan dan effluennya berwarna keruh dan pada konsentrasi
100% semua daun tanaman kayu apu mati serta akar mengalami kerontokan, pada
effluennya berwarna sangat keruh dan pekat (Gambar lampiran 3). Oleh karena itu
untuk penelitian ini digunakan konsentrasi limbah 50% yang memiliki hasil paling
baik karena sangat adaptif terhadap pertumbuhan tanaman air.
Tanaman air melakukan proses fotosintesa menggunakan CO2, H2O, hara
makro dan mikro kemudian melepaskan O2 ke dalam air, sehingga tanaman air
dapat menjernihkan air, mengurangi tingkat kesuburan air dan meningkatkan O2
terlarut air (LBN-LIPI, 1981).
Pengukuran biomassa tanaman kayu apu dilakukan untuk mengetahui
waktu penggandaan (doubling time) dan luas penutupan yang akan digunakan
pada penelitian, selain itu Doubling Time dan Relative Grow Rate digunakan
untuk menghitung biomassa tumbuhan air untuk menggandakan bobotnya. Luas
penutupan kayu apu yang digunakan untuk penelitian sebesar 40% dari luas air
limbah pada wadah. Hasil metode penyetaraan luas penutupan didapatkan luas
penutupan untuk kiambang sebesar 33% yaitu sekitar 282,105 cm2
dari luas bak
remediasi (Lampiran 6). Tanaman kayu apu memerlukan waktu selama 6 hari
untuk menggandakan bobotnya sedangkan salvinia membutuhkan waktu 5 hari.
Dalam keadaan optimum maka kayu apu dapat berlipat ganda populasinya setelah
10-15 hari (Dhahiyat, 1989 dalam Aphrodhayanti, 2006).
Berdasarkan Gambar 3, tanaman kayu apu yang diujikan menunjukan
peningkatan luas penutupan awal sebesar 40%, pada pengamatan akhir luas
penutupannya meningkat menjadi 70-75%, sedangkan pada kiambang luas
penutupan awal sebesar 33%, dan pada akhir pengamatan luas penutupannya
-
meningkat hingga menuju 100%. Menurut Mursalin (2007) peningkatan luas
penutupan tanaman air mempengaruhi peningkatan biomassa yang dihasilkan dan
seiring dengan waktu.
(a)
(b)
Gambar 4. Keadaan tanaman air sebelum dan sesudah penelitian
(a) Kayu apu (Pistia stratiotes),
(b) Kiambang (Salvinia molesta)
Penelitian Utama
Parameter kualitas kimia greywater secara umum memiliki nilai BOD dan
COD melebihi baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah berdasarkan
Keputusan Gubernur Jabar No.6 tahun 1999 (Lampiran 3) dan jika air limbah ini
dibuang langsung tanpa diolah terlebih dahulu, maka akan menimbulkan
pencemaran di lingkungan perairan.
Kadar COD dalam Air
Berdasarkan Tabel 7 penurunan kadar COD pada 0 MST dan 1 MST
menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Pr>F memiliki nilai 0,05) dengan perlakuan
kontrol. Nilai COD pada 2 MST mengalami peningkatan, kenaikan tersebut
-
terjadi karena terdapat tambahan bahan organik yang berasal dari mikroorganisme
mati dan daun tanaman air yang gugur (Priyono, 1994). Berdasarkan Tabel 7
terlihat tidak ada pengaruh kombinasi antara tanaman air dan bak remediasi,
sedangkan pada 3 MST terdapat pengaruh penurunan kadar COD yang nyata
terhadap perlakuan bak remediasi.
Tabel 7. Rata-rata nilai COD (effluen 1)
Perlakuan 0 MST 1 MST 2 MST 3 MST
-------------------- mg/l --------------------
Tanaman Air
P 228,0 b 1)
147,4 a 196,5 55,1 a
S 248,3 ab 107,6 b 91,5 62,0 a
K 329,3 a 143,4 ab 102,9 89,6 a
Bak Remediasi B1 278,7 a
2) 134,6 a 144,7 92,3 a
B2 258,4 a 131,0 a 116,0 45,5 b
Kombinasi
Tanaman air
dan Bak
remediasi
PB1 238,1 143,4 231,1 81,3
PB2 217,9 151,4 162,0 28,9
SB1 248,3 95,6 134,1 100,5
SB2 248,3 79,7 71,7 23,4
KB1 349,6 164,7 68,9 95,0
KB2 309,1 122,2 114,2 84,1 1) 2)
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukan perbedaan yang nyata menurut
uji tukey 5% ; P = Pistia, S = Salvinia, K = Kontrol, 1 = 1 Bak remediasi, 2 = 3 Bak
remediasi
Nilai rata-rata COD 0 MST berkisar antara 217,9-349,6 mg/l dan pada
4 MST berkisar antara 23,4-100,5 mg/l (Lampiran 11), sedangkan pada effluent 2
kadar COD awal berkisar 111,5-324,3 mg/l dan kadar COD akhir yaitu 15,1-37,2
mg/l. Dengan melihat hasil data di atas, kadar COD memenuhi baku mutu air
limbah sedang hingga baik menurut Kriteria dan standard kualitas air nasional,
Direktorat Penyelidikan masalah Air, Jakarta, Maret 1981 (241/LA-18/1981)
(Lampiran 5).
Gambar 5 menunjukkan grafik rata-rata kadar COD pada effluen 1 dan
effluen 2 tidak berbeda nyata. Kadar COD akan menurun pada 1 MST kemudian
naik kembali pada 2 MST dan menurun kembali pada 3 MST. Penurunan COD
dapat disebabkan oleh proses penguraian atau perubahan bentuk senyawa yang
kurang stabil karena pengaruh radiasi sinar ultraviolet, oksidasi, reduksi
(Stowellet et al,. 1980 dalam Khiatuddin, 2003).
-
(a)
(b)
Gambar 5. Rata-rata kadar COD air (mg/l) pada kombinasi tanaman air
dan bak remediasi ; (a) Effluen 1, (b) Effluen 2, P = pistia, S
= salvinia, K = kontrol, B1 = 1 bak remediasi, B2 = 3 bak
remediasi
Kadar Fosfor dalam Air dan Tanaman
Fosfor merupakan salah satu bahan yang paling banyak digunakan dalam
pembuatan detergen dan salah satu unsur yang menyebabkan eutrofikasi, oleh
karena itu unsur ini harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan.
Kadar Fosfor (P) dalam air berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman selada
secara konvensional maupun secara hidroponik.
Tabel 8 menunjukkan hasil uji perlakuan tanaman air tidak berpengaruh
nyata menurun (P>0,05) pada semua waktu MST tetapi perlakuan bak remediasi
berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar fosfor pada 0, 2 dan 3 MST. Secara
umum kadar P (effluen 1) hasil olahan tanaman air berkisar antara 1,00-1,87 mg/l
oleh karena itu kadar ini masih tergolong kurang baik untuk pertumbuhan
tanaman selada secara hidroponik. Menurut Morgan (1999) kadar nutrisi
hidroponik untuk tanaman selada sebesar 15-90 mg/l.
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0 1 2 3
Kad
ar C
OD
Air
(m
g/l)
Minggu Setelah Tanam
PB1
PB2
SB1
SB2
KB1
KB2
0
50
100
150
200
250
300
350
0 1 2 3
Kad
ar C
OD
Air
(m
g/l)
Minggu Setelah Tanam
PB1
PB2
SB1
SB2
KB1
KB2
-
Tabel 8. Rata-rata nilai fosfor (effluen 1)
Perlakuan 0 MST 1 MST 2 MST 3 MST
-------------------- ppm --------------------
Tanaman Air
P 0,55 a 1) 1,27 2,17 a 1,66 a
S 0,68 a 1,35 2,79 a 1,43 a
K 0,55 a 1,69 2,57 a 1,27 a
Bak Remediasi B1 0,75 a 2) 1,34 2,95 a 1,68 a
B2 0,43 b 1,53 2,06 b 1,22 b
Kombinasi Tanaman air
dan Bak remediasi
PB1 0,75 1,15 2,77 1,87
PB2 0,35 1,38 1,56 1,44
SB1 0,88 1,46 3,32 1,85
SB2 0,47 1,24 2,25 1,00
KB1 0,62 1,41 2,76 1,31
KB2 0,47 1,96 2,38 1,23 1) 2)
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukan perbedaan yang nyata menurut
uji tukey 5% ; P = Pistia, S = Salvinia, K = Kontrol, 1 = 1 Bak remediasi, 2 = 3 Bak
remediasi
(a)
(b)
Gambar 6. Rata-rata kadar fosfor air (ppm) pada kombinasi tanaman air
dan bak remediasi ; a) Effluen 1, (b) Effluen 2, P = pistia, S =
salvinia, K = kontrol, B1 = 1 bak remediasi, B2 = 3 bak
remediasi
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
0 1 2 3
Kad
ar F
osf
or
Air
(p
pm
)
Minggu Setelah Tanam
PB1
PB2
SB1
SB2
KB1
KB2
0.0
0.3
0.6
0.9
1.2
1.5
1.8
0 1 2 3
Kad
ar F
osf
or
Air
(p
pm
)
Minggu Setelah Tanam
PB1
PB2
SB1
SB2
KB1
KB2
-
Gambar 6 menunjukkan kadar P rata-rata pada effluen 2 memiliki kadar
fosfor terendah yaitu pada 0 MST perlakuan PB2 dengan 0,44 ppm, pada 1 MST
perlakuan KB2 memiliki kadar P terendah yaitu 1,07 ppm, sedangkan pada 2
MST kadar P terendah pada perlakuan KB1 dengan 1,02 ppm dan perlakuan
perlakuan PB1 memiliki kadar P terendah pada 4 MST yaitu 0,85 ppm.
Menurut Morgan (1999) kadar fosfor ramuan pupuk untuk tanaman selada
hidroponik dibutuhkan sekitar 45 ppm, namun unsur hara pada air effluent 1
masih kurang untuk pertumbuhan tanaman selada sehingga menyebabkan
terjadinya kahat P pada tanaman selada. Tanaman memerlukan suplai fosfor pada
semua tingkat pertumbuhan terutama pada awal pertumbuhan. Fosfor umumnya
diserap tanaman sebagai ortofosfat (H2PO4) atau fosfat sekunder (HPO42-
). Sel
tanaman dapat mengakumulasi hara dalam konsentrasi yang lebih tinggi daripada
fosfor larutan tanah (Ismunadji, 1991). Kadar P dalam jaringan tanaman selada
pada perlakuan PB1, PB2, SB1, SB2, KB1 dan KB2 yaitu sekitar 0,04-0,068,
0,048-0,101, 0,07-0,79, 0,064-0,103, 0,069-0,099, 0.062-0,093% (Lampiran 15).
Nilai ini dikatakan rendah dan belum memenuhi konsentrasi nutrisi P dalam
jaringan tanaman selada sehat yaitu 0,50,9% (Gerber, 1985 dalam Napitupulu,
2003). Menurut Ismunadji (1991) tanpa fosfor, berbagai proses dalam tanaman
terhambat. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak dapat berjalan secara
optimal.
Kekurangan unsur fosfor menyebabkan pertumbuhan bagian tanaman
menjadi terhambat atau kerdil dan tanaman berwarna hijau tua. Hal ini disebabkan
sebagian fosfor terkonsentrasi dalam akar sehingga pemanfaatan karbohidrat
terhambat.
Kadar Nitrat dalam Air dan Tanaman
Tabel 9 menunjukkan adanya penurunan kadar nitrat yang berbeda nyata
(P
-
Tabel 9. Rata-rata nilai nitrat (effluent 1)
Perlakuan 0 MST 1 MST 2 MST 3 MST
-------------------- ppm --------------------
Tanaman Air
P 0,13 1) 0,11 b 0,28 a 0,12
S 0,15 0,44 a 0,14 a 0,20
K 0,14 0,04 b 0,18 a 0,15
Bak Remediasi B1 0,19 2) 0,32 a 0,29 a 0,17
B2 0,09 0,06 b 0,11 b 0,13
Kombinasi Tanaman air
dan Bak remediasi
PB1 0,59 3) 0,10 a 0,41 a 0,37
PB2 0,33 0,05 b 0,17 b 0,18
SB1 0,40 0,02 a 0,48 a 0,19
SB2 0,18 0,08 b 0,23 b 0,16
KB1 0,20 0,04 a 0,19 a 0,15
KB2 0,37 0,27 b 0,37 b 0,14 1) 2) 3)
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukan perbedaan yang nyata menurut
uji tukey 5% ; P = Pistia, S = Salvinia, K = Kontrol, 1 = 1 Bak remediasi, 2 = 3 Bak
remediasi
Filter Biologi berfungsi untuk mengubah amoniak menjadi nitrat (proses
nitrifikasi). Proses tersebut bekerja dengan bantuan bakteri aerob dari golongan
pengurai amoniak (Nitrosomonas sp. dan Nitrobacer sp.). Bakteri Nitrosomonas
sp. berguna dalam proses pengubahan amoniak menjadi nitrat, sedangkan
Nitrobacer sp. mengoksidasi nitrit menjadi nitrat kemudian bakteri tertentu
mengubah nitrat menjadi nitrogen (N2).
Reaksi proses nitrifikasi yang terjadi menurut Spotte (1970) sebagai
berikut :
NH4+ + OH
- + 1.5 O2 H
+ + NO2
- + 2 H2O (Nitrosomonas sp.)
NO2- + 0.5 H2O NO3
- (Nitrobacer sp.)
Nitrat dapat melakukan proses dentrifikasi yang dapat menyebabkan
hilangnya gas nitrogen dan masuk ke atmosfer. Reaksi proses denitrifikasi yang
terjadi menurut Spotte (1970) sebagai berikut :
4 NO3- + 3 CH4 2 N2 + 3 CO2 + 6 H2O
-
(a)
(b)
Gambar 7. Rata-rata kadar nitrat air (ppm) pada kombinasi tanaman air
dan bak remediasi ; a) Effluent 1, (b) Effluent 2, P = pistia, S
= salvinia, K = kontrol, B1 = 1 bak remediasi, B2 = 3 bak
remediasi
Berdasarkan Gambar 7 perubahan kadar NO32-
menurut waktu pengamatan
0 MST dan 1 MST menurun drastis kemudian meningkat kembali pada 2 MST
dan menurun kembali pada akhir percobaan. Menurut Lewis (1986), lebih
tingginya kadar nitrat yang terukur disebabkan penggunaan nitrat sebagai
penghilang nitrogen pada proses pengolahan air buangan. Reaksi N dalam air
akan terjadi seperti berikut ini :
5 CH3OH + 6 NO3- + 6H
+ 5 CO2 +3 N2 + 12 H2O
Kadar NO3 pada effluent 1 lebih rendah dibandingkan effluent 2, dan pada
semua perlakuan terdapat pertambahan unsur hara nitrat pada effluent 2
(Lampiran 12).
Sistem perakaran selada agak dangkal dan kecil menyebabkan tanaman
selada peka terhadap cekaman air sehingga memerlukan pasokan hara yang
0.000.100.200.300.400.500.600.700.800.90
0 1 2 3
Kad
ar N
itra
t A
ir (
mg/
l)
Minggu setelah Tanam
PB1
PB2
SB1
SB2
KB1
KB2
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0 1 2 3
Kad
ar N
itra
t A
ir (
pp
m)
Minggu Setelah Tanam
PB1
PB2
SB1
SB2
KB1
KB2
-
mudah terjangkau. Sumber hara nitrogen amat penting bagi tanaman, campuran
nitrogen nitrat dan nitrogen amonium dianggap lebih baik dibandingkan kedua
komponen tersebut secara mandiri. Tanaman selada menyerap nitrogen dan
kalium sangat rendah selama bulan pertama setelah penanaman dan sangat tinggi
pada minggu terakhir sebelum panen (Rubatzky dan Yamaguchi, 1990). Kadar
nitrat pada tanaman pada masing-masing perlakuan PB1, PB2, SB1, SB2, KB1
dan KB2 yaitu berkisar antara 0,040-0,136%, 0,023-0,072%, 0,104-0,150%,
0,075-0,135% 0,021-0,071 dan 0,073-0,106% (Lampiran 16).
Pertumbuhan Tanaman Selada
1. Tinggi dan Jumlah Daun
Keadaan yang kurang optimal pada tanaman selada di kontainer I
perlakuan PB1 disebabkan oleh adanya genangan air pada media pasir. Genangan
air ini mengakibatkan kondisi anaerob di sekitar perakaran tanaman. Bradford dan
Yang (1981) menyatakan bahwa kondisi tergenang menyebabkan terbatasnya
difusi oksigen pada zona akar.
Selain kondisi anaerob disekitar perakaran tanaman, temperatur yang
tinggi di rumah kaca sekitar 26-35oC menyebabkan tanaman selada mengalami
stress dan kelayuan. Temperatur yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan yang
berat pada daun-daun tanaman dan kerusakan jaringan tanaman akibat gangguan
metabolisme sel (Fitter, 1991). Menurut Morgan (1999) saat temperatur tinggi
jumlah oksigen yang terkandung dalam larutan hara akan menurun cepat dan
meningkatkan laju respirasi dari sistem akar.
Tinggi tanaman selada mengalami kenaikan seiringnya dengan masa
tanam tetapi tingkat kematian pada tanaman selada yang ditanam pada percobaan
sangat besar ( 32%) yaitu pada perlakuan kontrol tanaman yang mati sebanyak
22% dan pada perlakuan kayu apu sekitar 10% sedangkan pada perlakuan
remediasi tanaman kiambang, tanaman selada tidak mengalami kematian.
Pertumbuhan tanaman akan terhambat bahkan mengalami kematian jika akar
mengalami kekurangan oksigen yang cukup berat dan berlangsung dalam waktu
yang lama (Prawinata et.al., 1981).
Nilai rata-rata tinggi tanaman selada pada perlakuan P1T1, P1T2, P1T3,
P2T1, P2T2, P2T3, S1T1, S1T2, S1T3, S2T1, S2T2, S2T3, K1T1, K1T2, K1T3,
-
K2T1, K2T2 dan K2T3 hingga akhir pengamatan yaitu 8,14; 14,86; 7,08; 14,27;
13,09; 15,80; 19,27; 18,20; 19,16; 19,92; 21,03; 19,81; 19,07; 16,61; 20,77;
21,12; 22,33 dan 22,38 seperti disajikan pada Lampiran 8 namun tinggi tanaman
selada pada percobaan belum memenuhi kriteria standar. Menurut Iqbal (2006)
tanaman selada yang memenuhi kriteria standar layak pasar PT. Parung Farm
Hidroponik yaitu berkisar 2730 cm.
Kurang optimalnya pertumbuhan tanaman selada dipengaruhi oleh
banyaknya daun yang mati akibat terendam air larutan dan kurangnya hara yang
diberikan oleh larutan air limbah effluen 1. Menurut Morgan (1999) pengaruh
terhadap bagian daun yang terendam air adalah episnati atau penurunan
lengkungan pada daun yang mengakibatkan tanaman terlihat kering, klorosis,
begitu pula dengan gugurnya daun dan bunga secara prematur.
(a)
(b)
Gambar 8. Grafik rata-rata (a) tinggi tanaman, (b) jumlah daun tanaman
selada pada kombinasi penggunaan tanaman air dan kontainer
tanaman selada; P1 = pistia (bak 1), P2 = pistia (bak 3),
S1 = salvinia (bak 1), S2 = salvinia (bak 3), K1 = kontrol
(bak 1), K2 = kontrol (bak 3), T1 = talang (kontainer 1),
T2 = talang 2 (kontainer 2).
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
Tin
ggi T
anam
an (
cm)
Perlakuan
0 MST
1 MST
2 MST
3 MST
4 MST
0
2
4
6
8
Jum
lah
Dau
n
Perlakuan
0 MST
1 MST
2 MST
3 MST
4 MST
-
Berdasarkan penelitian, tanaman selada memiliki helaian daun yang buruk
karena banyak daun selada yang memiliki ciri-ciri berwarna kuning, klorosis, dan
ukurannya kecil-kecil. Hal ini disebabkan adanya genangan air dalam waktu yang
cukup lama. Jumlah daun selada pada perlakuan P1T1, P1T2, P1T3, P2T1, P2T2,
P2T3, S1T1, S1T2, S1T3, S2T1, S2T2, S2T3, K1T1, K1T2, K1T3, K2T1, K2T2
dan K2T3 hingga akhir pengamatan yaitu 4, 5, 6, 5, 6, 5, 4, 5, 5, 5, 6, 6, 5, 5, 6, 5,
6 dan 6 helai (Gambar 8). Kawase (1981) menyatakan bahwa tanaman yang
kekurangan oksigen akan mengalami klorosis pada daun, penurunan pertumbuhan
akar dan batang, kematian akar, peningkatan serangan hama dan penyakit,
kehilangan hasil dan akhirnya tanaman akan mati.
2. Biomassa
Hasil panen tanaman selada pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata
(P>0,05) (Lampiran 13) namun tidak layak untuk dipasarkan karena belum
mencapai bobot ideal panen selada. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998)
bobot ideal tanaman selada adalah berkisar antara 100-400 g.
Bobot basah (utuh) rata-rata tanaman selada perlakuan PB1, PB2, SB1,
SB2, KB1 dan KB2 yang dipanen pada 4 MST berturut-turut adalah 3,22; 4,94;
3,38; 4,71; 3,72 dan 4,15 gram (Gambar 9).
Gambar 9. Rata-rata Bobot panen selada pada kombinasi tanaman air
dan bak remediasi; a) Effluent 1, (b) Effluent 2, P = pistia,
S = salvinia, K = kontrol, B1 = 1 bak remediasi, B2 = 3 bak
remediasi
Pertumbuhan tanaman selada pada percobaan memiliki ukuran tinggi
batang, daun dan akar yang kecil (Gambar 10). Kurang optimalnya pertumbuhan
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
PB1 PB2 SB1 SB2 KB1 KB2
3.22
4.94
3.38
4.713.72
4.15
2.70
4.51
2.89
4.293.41
3.83
0.33 0.36 0.23 0.34 0.18 0.28
Rat
a-ra
taB
ob
ot
Pan
en
(gr
)
Perlakuan
Bobot Basah Bobot Tajuk Bobot Akar
-
tanaman selada disebabkan tergenangnya wadah media tanaman selada
(kontainer) dengan air larutan limbah dalam waktu yang cukup lama, sehingga
perakaran tanaman tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk menyerap unsur
hara.
Gambar 10. Hasil panen tanaman selada pada percobaan umur 4 MST
Oksigen yang kurang mencukupi dapat mengurangi kemampuan daya
serap akar terhadap air dan akan terjadi akumulasi racun akibat nitrifikasi yang
menghasilkan nitrat, sehingga air dan mineral-mineral tidak dapat diserap dengan
jumlah yang mencukupi untuk menjaga perkembangan tanaman terutama pada
saat stress (Dwijoseputro, 1980). Hal ini akan mulai terlihat yaitu pada akar-akar
yang mati, dan ukuran tanaman menjadi kecil.
Selain itu terjadi pertambahan pada tinggi tanaman saat panen dan batang
tanaman terlihat lebih kurus (Gambar lampiran 4), hal ini dikarenakan tanaman
selada pada saat percobaan mengalami kekurangan cahaya akibat adanya naungan
pada atap rumah kaca. Menurut Tjitrosomo (1980) naungan akan menurunkan
intensitas cahaya, meningkatkan kelembaban dan mengurangi laju transpirasi
persatuan luas daun. Faktor-faktor ini menyebabkan daun-daun yang tumbuh
menjadi panjang, lebar dan tipis dengan tulang daun lebih kecil. Lignin yang
menyebabkan kerapuhan dalam jaringan kering menjadi berkurang dalam daun-
daun yang dinaungi, karena itu daun-daun lebih lemas atau seperti lebih mudah
melentur. Oleh karena itu bobot panen tanaman selada tidak ideal akibat tanaman
mengalami etiolasi, sehingga menyebabkan batangnya tinggi dan kurus, daunnya
tidak berkembang baik, batang maupun daunnya tidak mempunyai klorofil dan
berwarna kuning pucat.
PB1 PB2 SB1 SB2 KB1 KB2
-
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Karakteristik fisik greywater yaitu zat padat terlarut dan tersuspensi memiliki
nilai yang tidak melebihi kadar baku mutu air limbah, sedangkan karakteristik
kimia greywater yang ditandai dengan Chemical Oxygen Demand (COD)
memiliki nilai yang tinggi dan melebihi kadar baku mutu air limbah.
2. Kadar COD air limbah effluent 1 pada 0 MST menunjukan hasil yang berbeda
nyata (P
-
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, perlu adanya beberapa saran yang perlu
ditambahkan, yaitu :
1. Menggunakan konsentrasi limbah yang lebih tinggi.
2. Menggunakan sistem hidroponik dengan media yang berbeda maupun dengan
metode yang berbeda.
3. Perlu diperhitungkan mengenai bahan terlarut yang mengendap dalam proses
pengolahan sistem untuk mengurangi drainase yang buruk.
3. Temperatur mempengaruhi pertumbuhan tanaman kayu apu, kiambang dan
selada, sehingga diperlukan temperatur yang sesuai dengan kondisi lingkungan
lapangan untuk tanaman selada.
4. Bila tanaman air sudah menutupi bak, perlu dilakukan pemanenan secara
teratur. Hasil tanaman air tersebut dapat bermanfaat untuk kegiatan lain,
misalnya penggunaan untuk pakan ternak dan bahan pembuatan kompos.
-
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Bertanaman Sayuran di Lahan Sempit/Redaksi Trubus. Penebar
Swadaya. Jakarta. 39 hal.
Anonim. 2003. Draft Final Sekretariat TKPSDA 2003.
http://air.bappenas.go.id/modules/doc/pdf/2003. (diakses Juni 2008)
Anonim. 2005.Greywater.http://greenhouse.gov.au/yourhome/technical/fs23.htm.
(diakses Juli 2008).
Anonim. 2008. Penyerapan limbah dengan bioremediasi.
http://www.ecoton.or.id.htm/2001. Pusat Litbang PU Sumberdaya Air
(2008)
Anononim. You Measure Soil Salinity ?. 2005. http://www.knowledgebank.irri.org/TsunamisAndRice/How_Do_You_
Measure_Soil_Salinity_.htm/2005
Apriadi, Tri. 2008. Kombinasi bakteri dan tumbuhan air sebagai bioremediator
dalam mereduksi kandungan bahan organik limbah kantin. Skripsi.
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Aphrodiyanti, Iyswiana. 2007. Spodoptera pectinicornis (Hampson) (Lepidoptera
: Noctuidae) sebagai agens hayati kayu apu (Pistia stratiotes) kajian hidup
kemampuan merusak dan kisaran inang. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Alaerts, G dan SS. Santika. 1987. Metode penelitian air. Penerbit Usaha Nasional
Surabaya.
Bradford, k. j. and S. F. Yang. 1981. Physiological responses of plant to water
logging. Hortscirnce. 6 (1) : 25.29.
Dwijoseputro, D. 1980. Pengantar fisiologi tumbuhan. Gramedia, Jakarta. 200 hal
Fahrizal. 2004. http://www.ecoton.or.id.htm/2004. (diakses September2008)
Fitter, A. H dan R. K. M. Hay. 1991. Fisiologi lingkungan tanaman. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Gerloff GC. 1975. Nutritional ecology of nuisance aquatic plants. National
Environmental Research Center (Corvallis OR), 78 pp.
-
Grodowitz, M.J. 1998. an active approach to the use of insect biological control
for the management of non-naive aquatic plants. Journal of Aquatic Plant
Management. 36:57-61.
Jones, J. B. 2005. Hydroponics; A Practical Guide for Soilless Grower. 2nd
ed.
CRC Press. London
Haryanto, Eko. 2003. Sawi dan selada. Penebar Swadaya . Jakarta. 112 hal.
Hindarko, S. 2003. Mengolah air limbah supaya tidak mencemari orang lain.
Penerbit ESHA. Jakarta.
Ismunadji, M., S. Partohardjono dan A. S. Karama. 1991. Fosfor peranan dan
penggunaannya dalam bidang pertanian. Balai Penelitian Tanaman
Pengan. Bogor.
Kawase, M. 1981. Anatomical and morphological adaptation of plant to water
logging. Hortscience. 16 (1) : 30-33.
KLH. 1988. Keputusan menteri negara kependudukan dan lingkungan hidup
Nomor: Kep.02/Men-KLH/1988, tentang pedoman penetapan baku mutu
lingkungan. Sekretariat Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup. Jakarta.
Koerniawati, Yuni. 2003. Disain panel dan jenis media pada teknologi hidroponik
sistem terapung tanaman selada (Lactuca sativa var. Grand Rapids).
Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
LBN LIPI. 1981. Tumbuhan air. Lembaga Biologi NasionalLIPI. Bogor. 83 p.
Lewis, O. A. M. 1986. Plants and nitrogen. Southampon. The Camelot Press, Ltd.
Morgan, L. 1999. Hydroponics lettuce production. Casper Publ, Ltd. Narrabean.
Australia. 102 p.
MS. Saeni. Kimia lingkungan (Bahan pengajaran). 1989. DEPDIKBUD.
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Ilmu Hayat.
IPB.
Mursalin. 2007. Pemanfaatan kayu apu (Pistia stratiotes), kiambang (Salvinia
molesta) dan gulma itik (Lemna perpusilla) dalam memperbaiki kondisi
air limbah kantin. Departemen Menejemen Sumberdaya Perairan. Fakultas
Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Napitupulu, L. 2003. Pengaruh aplikasi pupuk daun dalam sumber nutrisi berbeda
pada teknologi hidroponik sistem terapung tanaman selada (Lactuca sativa
L. Var Grand Raphids). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
-
Nurfinayati. 2004. Pemanfaatan berulang larutan nutrisi pada budidaya selada
(Lactuca sativa L.) dengan teknologi hidroponik sistem terapung (THST).
Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Prawinata, W., S. Harran dan D. Tjondronegoro. 1981. Dasar-dasar fisiologi
tumbuhan. Jilid 1. Departemen Botani. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Priyono, Agus. 1994. Efektivitas pengolahan limbah tahu dengan eceng gondok
(Eichhornia crassipes (Mart) Solms.A. Tesis. PPLH. Bogor.
Rubatzky , E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran dunia: prinsip, produksi, dan
gizi, jilid 2. Penerbit ITB. Bandung.
Siregar Sakti, A. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Kanisius. Yogyakarta.
112 hal.
Sastrapradja, S dan R. Bimantoro. 1981. Tumbuhan air. Lembaga LIPI. Bogor.
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar pengelolaan air limbah. UI Press. Jakarta.
Spotte, S. 1970. Fish and Invertebrate Culture; Water Management in Closed
System. Wiley Intersience. Pub., New York.
Sundaru. 1979. Lembaga Biologi Nasional LIPI. Bogor.
Tjitrosomo, S. S., S. Harran, M. Djaelani dan A. Sudiarto. 1980. Botani umum.
Jilid 2. Departemen Botani. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Triyatmo, Bambang dan N. Probosunu. 1999. Budidaya terpadu lele dumbo
dengan tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes), kangkung air
(Ipomea acuatica) dan kapu-kapu (Pistia stratiotes). Jurnal Perikanan
UGM (GMU J. Fish, Sci) IV (2). Yogyakarta. 30-36.
Untung, Onny. Hidroponik sayuran system NFT. Cetakan 3. 2003. Penebar
Swadaya. Jakarta. 96 hal.
Widyanto, L.S. dan H. Susilo. 1977. Pencemaran air oleh logam berat dan
hubungannya dengan eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms).
Biotrop. Bogor.
Yusuf, Guntur. 2001. Proses bioremediaasi limbah rumah tangga dalam skala
kecil dengan kemampuan tanaman air pada sistem simulasi. Tesis. Institut
Pertanian Bogor.
-
LAMPIRAN
-
Tabel lampiran 1. Data hasil penggunaan limbah
No. Produk Limbah Banyaknya limbah/satu kali mandi*
1 Sabun (lifebouy) 8,970 gram
2 Pasta Gigi (Pepsodent) 15,875 ml
3 Shampoo (Sunsilk) 5,460 ml
Pembuatan air limbah yang menyerupai limbah asli
*Banyaknya penggunaan air limbah satu kali mandi per satu keluarga
Tabel lampiran 2. Hasil analisis air sebelum digunakan untuk penelitian
Parameter Satuan Nilai
pH - 7
N ppm 14,00
P ppm 0,25
K ppm 2,16
Ca ppm 3,33
Mg ppm 1,01
Tabel lampiran 3. Analisis limbah awal*
No. Parameter Nama Satuan Hasil Analisis Baku Mutu Limbah Cair
Gol I Gol II
Fisika
1 Zat padat terlarut - mg/l 1010 2000 4000
2 Zat padat tersuspensi - mg/l 550 200 400
Kimia
3 pH - - 9,07 6,0-9,0 6,0-9,0
4 Besi terarut Fe mg/l 0,098 5 10
5 Mangan terlarut Mn mg/l 0,045 2 5
6 Seng Zn mg/l 0,12 5 10
7 Cadmium Cd mg/l
-
Tabel lampiran 4. Bahan kimia dan formula produk limbah
Produk Bahan Kimia Formula
Sabun
(lifebuoy)
Sodium soap
Fragrance
Glycerin
Titanium Dioxide
Trichlorohydroxy diphenyl ether
Tetrasodium EDTA
Triclocarban
Etidronic Acid
Cl 11710
Cl 74260
Water
-
-
C3H5(OH)3
-
2, 4, 4'-trichloro-2'-hydroxy-diphenyl
ether
C10H16N2O8
C13H9Cl3N2O
C2H8O7P2
Cl
Cl
H2O
Pasta Gigi
(Pepsodent)
Calcium Carbonat
Sorbitol
Hydrated sillicone Dioxide
Precipitated
Sodium Monoflourophosphate
Sodium Carboxy Methyl cellulose
Saccharin
Formaldehyde
Sodium Lauyl Sulfate
Sodium Sillicate
Flavour
Titanium Dioxide
Potassium Citrate Trihydrate
Calcium Glycerophosphate
Water
CaCO3
C6H14O6
-
FNa2O3P
-
C7H5NO3S
CH2O
C11+nH23+4nNaO4+nS
Na2SiO3
-
TiO2
-
-
H2O
Shampo
(Sunsilk)
Sodium Laureth Sulphate
Sodium Chloride
Carbomer
Disodium Disulfonate
Sodium Hydroxide
Lactic Acid
Panthenol
Cocoamidopropyl Betaine
Dimethiconol
Alkyl Ether sulfates
Methylchloroisothiazoline
Water
CH3(CH2)10CH2(OCH2CH2)nOSO3Na
NaCl
C30H6 Dinatrium-2,2'-([1,1'-biphenyl]-4,4'-
diyldivinylen)bis(benzolsulfonat) NaOH C3H6O3 C9H19NO4 C19H38N2O3
-
R--O--(Cn H2n O)x --SO3
-
H2O
Sumber : www. komposisi.blogsome.com
-
Tabel lampiran 5. Kriteria standard kualitas air limbah
Parameter
Satuan I II III IV
Mutu Air Baik Sedang Kurang Kurang
Sekali
Fisika
Temperatur 0C 45 45 45 45
Residu terlarut mg/l 1000 3000 3000 50000
Residu terlarut mg/l 100 200 400 500
Kimia
pH 6,0-9,0 5,0-9,0 4,5-9,5 4,0-10
Besi (Fe) mg/l 5 7 9 10
Mangan (mn) mg/l 0,5 1 3 5
Tembaga (Cu) mg/l 0,5 2 3 5
Seng (Zn) mg/l 5 7 10 15
Krom heksavalen (Cr(VI)) mg/l 0,1 1 3 5
Kadmium (Cd) mg/l 0,01 0,1 0,5 1
Raksa total (Hg) mg/l 0,005 0,01 0,05 0,1
Timbal (Pb) mg/l 0,1 0,5 1 5
Arsen (Ar) mg/l 0,05 0,3 0,7 1
Aselenium (Se) mg/l 0,01 0,05 0,5 1
Sianida (CN) mg/l 0,02 0,05 0,5 1
Sulfida (S) mg/l 0,01 0,05 0,1 1
Flourida (F) mg/l 1,5 2 3 5
Klor aktif (Cl2) mg/l 1 2 3 5
Klorida (Cl) mg/l 600 1000 1500 2000
Sulfat (SO4) mg/l 400 600 800 1000
N-Kjehdahl (N) mg/l 7 - - 80
Amoniak Bebas ( NH3-N) mg/l 0,5 1 2 5
Nitrat (NO3-N) mg/l 10 20 30 50
Nitrit (NO2-N) mg/l 1 2 3 5
Kebutuhan oksigen (BOD) mg/l 20 100 300 500
Biologi
Kebutuhan oksigen kimiawi
(COD) mg/l 40 200 500 1000
Senyawa aktip biru metilen mg/l 0,5 1 3 5
Fenol mg/l 0,002 0,05 0,5 1
Minyak nabati mg/l 10 30 70 100
Minyk mineral mg/l 10 30 70 100
Radioaktifitas*) Sumber : Kriteria dan standard kualitas air nasional, Dir. Penyelidikan masalah Air, Jakarta, Maret 1981
(241/LA-18/1981).
-
Lampiran 6. Hasil penentuan Doubling Time (DT) penyetaraan luas penutupan
tumbuhan uji.
Kondisi Awal : Kondisi Akhir :
Berat (gram) Berat (gram)
Rumpun 1 6,5 Rumpun 1 10,1
Rumpun 2 7,8 Rumpun 2 10,7
Rumpun 3 8,0 Rumpun 3 11,0
Jumlah 22,3 Jumlah 31,8
Gambar Lampiran 1. Kondisi awal dan kondisi akhir tanaman kayu apu
(Pistia stratiotes)
Kondisi Awal Kondisi Akhir
Gambar Lampiran 2. Kondisi awal dan kondisi akhir tanaman kiambang
(Salvinia molesta)
Biomassa awal = 14,0 gram
Biomassa akhir = 17,5 gram
Rumus Pistia stratiotes Salvinia molesta
RGR t
XXt 0lnln 0,1183 0,1383
DT RGR
2ln 6 hari 5 hari
-
Lampiran 6. Lanjutan
Diketahui :
Luas Penutupan Pistia sebesar 40 % (0,4) (Mursalin, 2007)
Doubling Time Pistia = 6 hari
Doubling Time Salvinia = 5 hari
Metode Penyetaraan luas penutupan Salvinia terhadap Pistia :
Luas penutupan Salvinia
Luas penutupan Pistia=
Doubling time Salvinia
Doubling time Pistia
Luas penutupan Salvinia
0,4= 5
6
Sehingga luas penutupan Salvinia sebesar 33 % yaitu sekitar 282,105 cm2 dari
luas bak remediasi.
-
Tabel lampiran 7. Nilai rata-rata tinggi tanaman selada per MST
Perlakuan Waktu tanam
0 MST 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST
P1T1 4,98 5,11 6,48 7,11 8,14
P2T1 5,98 7,45 11,71 13,15 14,86
S1T1 4,78 5,95 5,93 6,79 7,08
S2T1 5,18 6,72 12,33 13,13 14,27
K1T1 4,38 5,14 10,68 12,47 13,09
K2T1 5,65 7,95 13,44 14,78 15,80
P1T2 5,83 8,75 15,86 18,38 19,27
P2T2 5,23 7,75 14,66 16,13 18,20
S1T2 5,89 9,20 14,47 16,44 19,16
S2T2 6,24 9,48 16,58 18,38 19,92
K1T2 5,37 8,23 15,86 19,07 21,03
K2T2 5,71 9,74 16,62 18,21 19,81
P1T3 5,59 9,64 16,26 17,86 19,07
P2T3 5,62 8,49 14,13 16,13 16,61
S1T3 7,08 11,22 16,94 19,86 20,77
S2T3 7,08 10,76 17,21 19,15 21,12
K1T3 5,27 9,91 17,66 20,24 22,33
K2T3 5,88 9,61 16,83 20,49 22,38
Tabel lampiran 8. Nilai rata-rata jumlah daun tanaman selada per MST
Perlakuan Waktu tanam
0 MST 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST
P1T1 4 5 6 5 4
P2T1 4 5 5 4 5
S1T1 4 5 5 4 4
S2T1 4 5 6 6 5
K1T1 4 4 5 5 5
K2T1 4 5 6 6 5
P1T2 4 4 4 4 5
P2T2 4 5 5 6 6
S1T2 4 4 5 4 5
S2T2 4 5 6 6 6
K1T2 4 5 6 6 5
K2T2 4 5 6 5 6
P1T3 4 4 4 4 6
P2T3 4 5 5 5 5
S1T3 4 5 5 5 5
S2T3 4 5 5 5 6
K1T3 4 5 5 5 6
K2T3 4 5 5 5 6
-
Tabel lampiran 9. Bobot panen tanaman selada per kontainer
Perlakuan
Bobot Basah Bobot Akar Bobot Tajuk Bobot Kering
Kontainer Kontainer Kontainer Kontainer
T1 T2 T3 T1 T2 T3 T1 T2 T3 T1 T2 T3
P11 4,55 7,85 3,22 0,46 0,52 0,67 3,22 7,45 2,52 0,17 0,31 0,19
P12 1,78 1,97 3,55 0,31 0,26 0,29 1,39 1,65 3,12 0,13 0,08 0,11
P13 1,33 2,99 1,78 0,18 0,15 0,12 0,87 2,57 1,54 0,25 0,16 0,59
P21 1,7 2,74 3,32 0,35 0,16 0,16 1,26 2,53 3,08 0,12 0,13 0,19
P22 4,77 4,65 5,13 0,58 0,38 0,32 4,15 3,87 4,69 0,22 0,18 0,19
P23 1,66 3,78 5,69 0,95 0,14 0,2 12,05 3,52 5,45 0,80 0,13 0,07
S11 1,26 1,86 3,76 0,17 0,17 0,27 1,05 1,59 3,22 0,08 0,07 0,15
S12 1,98 4,3 2,53 0,34 0,17 0,16 1,6 4,01 2,27 0,14 0,19 0,14
S13 5,2 4,05 5,5 0,25 0,17 0,34 4,95 3,96 3,32 0,23 0,21 0,13
S21 7 6,73 5,79 0,62 0,42 0,25 5,93 5,98 6,12 0,29 0,38 0,28
S22 1,41 3,75 5,26 0,42 0,24 0,32 0,94 3,3 5,11 0,08 0,17 0,23
S23 8,13 2,48 1,8 0,54 0,14 0,13 7,19 1,62 2,41 0,38 0,09 0,16
K11 4,5 5,32 2,22 0,16 0,2 0,1 4,26 5,12 2,08 0,18 0,22 0,09
K12 6,67 2,85 3,09 0,28 0,19 0,1 6,39 2,7 2,9 0,30 0,12 0,20
K13 2,58 2,69 3,58 0,08 0,13 0,42 1,86 2,18 3,16 0,11 0,11 0,21
K21 2,7 6,44 6,09 0,11 0,18 0,51 2,31 6,29 5,25 0,13 0,32 0,29
K22 3,02 3,65 5,98 0,16 0,29 0,35 2,61 3,75 5,63 0,25 0,21 0,13
K23 1,97 2,81 4,69 0,33 0,21 0,34 1,61 2,64 4,35 0,13 0,11 0,12
Tabel lampiran 10. Kadar analisis COD dalam air (mg/l)
Perlakuan Effluent 1 Effluent 2
0 MST 1 MST 2 MST 3 MST 0 MST 1 MST 2 MST 3 MST
P11 243,2 87,6 119,5 119,8 334,4 47,8 87,6 12,4
P12 228,0 191,2 119,5 78,5 273,6 39,8 103,6 20,7
P13 243,2 151,4 454,2 45,5 364,8 63,7 239,0 12,4
Rata-rata 238,1 143,4 231,1 81,3 324,3 50,5 143,4 15,1
P21 258,4 135,5 270,9 28,9 106,4 63,7 111,6 28,9
P22 288,8 191,2 103,6 37,2 258,4 55,8 87,6 20,7
P23 106,4 127,5 111,6 20,7 304,0 47,8 15,9 20,7
Rata-ra