a09rsa1

Upload: rika-rosmawaty

Post on 01-Mar-2016

41 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

j

TRANSCRIPT

  • PHYTOREMEDIASI GREYWATER DENGAN

    TANAMAN KAYU APU (Pistia stratiotes) DAN TANAMAN KIAMBANG

    (Salvinia molesta) SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK TANAMAN

    SELADA (Lactuca sativa) SECARA HIDROPONIK

    Oleh

    Ratih Safitri

    A24104076

    PROGRAM STUDI ILMU TANAH

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2009

  • RINGKASAN

    Ratih Safitri. Phytoremediasi Greywater dengan Tanaman Kayu Apu (Pistia

    stratiotes) dan Tanaman Kiambang (Salvinia molesta) serta Pemanfaatannya

    untuk Tanaman Selada (Lactuca sativa) secara Hidroponik (dibimbing oleh

    Oteng Haridjaja dan Wahyu Purwakusuma).

    Limbah adalah sisa dari suatu usaha kegiatan manusia yang berupa bahan

    padat, cair atau gas dan kurang memiliki nilai ekonomis. Limbah berbentuk cair

    seringkali dibuang ke badan air sehingga menurunkan kualitas air. Limbah

    domestik diketahui merupakan agen utama pencemar lingkungan perairan.

    Penggunaan air untuk kegiatan rumah tangga sebagai penghasil limbah lebih

    banyak dibandingkan industri dimana kandungan bahan organik dalam air limbah

    rumah tangga pada dasarnya bersifat biodegradable. Limbah domestik dibagi menjadi dua jenis yaitu blackwater dan greywater. Blackwater merupakan limbah

    toilet dan termasuk hasil limbah industri, sedangkan greywater merupakan limbah

    yang berasal dari kamar mandi, bak cuci dan dapur. Penelitian ini lebih

    dikhususkan pada greywater (hasil limbah kamar mandi) karena mengandung

    sedikit unsur toksik dibandingkan blackwater. Tujuan dari penelitian ini yaitu

    mengetahui efektivitas pengolahan limbah secara phytoremediasi menggunakan

    tanaman air Pistia dan Salvinia dan untuk mempelajari pengaruh hasil

    pengolahannya terhadap pertumbuhan tanaman selada.

    Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

    Penelitian pendahuluan dimulai dengan penentuan konsentrasi limbah dan

    biomasssa tanaman air yang digunakan, sedangkan penelitian utama dilakukan

    dengan mengolah greywater dengan sistem sirkulasi menggunakan bak remediasi

    dan tanaman air sebagai phytoremediator. Penelitian dirancang berdasarkan

    Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial (SK = 95%) untuk dengan dua faktor

    yaitu bak remediasi (B1 dan B2) dan tanaman air (Kontrol, Pistia dan Salvinia),

    dimana setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali.

    Hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik kimia greywater yaitu

    Chemical Oxygen Demand (COD) melebihi kadar baku mutu air limbah. Kadar

    COD berbeda nyata menurun (P

  • SUMMARY

    Ratih Safitri. Phytoremediation Greywater With Water Lettuce (Pistia stratiotes)

    and Aquarium Watermoss (Salvinia molesta) along with Use it for Lettuce

    (Lactuca sativa L.) according to Hydroponic System (Supervised by Oteng

    Haridjaja and Wahyu Purwakusuma).

    Waste are residue from certain efforts of human activities in solid, liquid

    or gas form and have less economical value. Liquid waste often dispose to sewage

    water so it could decrease water quality. Domestic waste known as prominant

    contaminant of water environments. Usage water for domestic requirement is

    much higher than industrial where organic contents in domestic waste is basicly

    biodegradable. Domestic wastewater is devided into blackwater and greywater. Blackwater is waste from toilets, faecal matter including industrial product,

    whereas greywater is none industrial wastewater generated from domestic

    processes such as bathing, dishing and kitchen washing. These research

    particularly focuse on greywater (bath waste) because it much easy to treat and

    recycle than blackwater, due to lower levels of contaminant. The aim of the

    research were to find out the most effective treatment using phytoremediation

    approach with Pistia and Salvinia and to study the influence of treatment on

    lettuce growth.

    The research consists of initial the research and main research. The initial

    research begin with determined waste concentration and biomass water plant

    used, while main managed greywater with circulation system using remediation

    vessel and water plant as phytoremediator. These research were designed

    according to Complete Randomized Factorial Experimental Design (SK = 95%)

    with two factors including remediation vessel (B1 and B2) and water plant

    (Control, Pistia and Salvinia), which every treatment were repeated for three

    times.

    The research result showed chemical characteristic that is Chemical

    Oxygen Demand (COD) were exceed standard quality of level waste. COD level

    significantly decrease (P

  • PHYTOREMEDIASI GREYWATER DENGAN

    TANAMAN KAYU APU (Pistia stratiotes) DAN TANAMAN KIAMBANG

    (Salvinia molesta) SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK TANAMAN

    SELADA (Lactuca sativa) SECARA HIDROPONIK

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

    Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh

    Ratih Safitri

    A24104076

    PROGRAM STUDI ILMU TANAH

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2009

  • Judul Skripsi : Phytoremediasi Greywater dengan Tanaman Kayu

    Apu (Pistia stratiotes) dan Tanaman Kiambang

    (Salvinia molesta) serta Pemanfaatannya untuk

    Tanaman Selada (Lactuca sativa) secara

    Hidroponik

    Nama Mahasiswa : Ratih Safitri

    Nomor Pokok : A24104076

    Menyetujui,

    Pembimbing I

    Dr. Ir. Oteng Haridjaja, M.Sc.

    NIP. 19490106 197403 1 002

    Pembimbing II

    Ir. Wahyu Purwakusuma M.Sc.

    NIP. 19610122 198703 1 002

    Mengetahui

    Dekan Fakultas Pertanian

    Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr

    NIP. 19571222 198203 1 002

    Tanggal Lulus :

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 17 Februari 1987, sebagai anak ketiga

    dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Amir Sjarifuddin dan Ibu Rasini Aryani.

    Pada tahun 1998 penulis lulus dari Sekolah Dasar Swasta Muhammadiyah

    II di Jakarta Pusat, tahun 2001 penulis menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat

    Pertama Negeri 216 Jakarta dan pada tahun 2004 lulus Sekolah Menengah Umum

    Negeri 77 Jakarta.

    Tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas

    Pertanian Departemen Tanah melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

    (SPMB). Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis

    sempat aktif dalam UKM Agriaswara dan Kegiatan klub Daur Ulang (Recycle

    Paper) pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) periode 2004-2005, aktif sebagai

    Bendahara biro Lingkungan Hidup AZIMUTH (2005-2009), pada bulan

    Juli-Agustus 2007 penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Profesi di Desa

    Danasari Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal. Penulis juga pernah mendapatkan

    kesempatan menerima beasiswa BBM (2007-2008).

    Selain itu penulis aktif dalam beberapa kegiatan Himpunan Mahasiswa

    Ilmu Tanah (HMIT) sebagai panitia dalam berbagai acara yang diselenggarakan

    oleh HMIT, sebagai asisten Mata Kuliah Kartografi pada tahun 2007 dan Sistem

    Informasi Geografis (SIG) pada tahun 2008, sebagai Panitia Seminar Nasional

    MKTI dan tim pameran Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS XXI) di

    Universitas Sultan Agung Semarang pada tahun 2008.

  • KATA PENGANTAR

    Alhamdulilah, puji syukur kepada Allah S.W.T karena hanya dengan

    rahmat dan berkah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

    Phytoremediasi Greywater dengan Tanaman Kayu Apu (Pistia stratiotes)

    dan Kiambang (Salvinia molesta) serta Pemanfaatannya Terhadap Tanaman

    Selada (Lactuca sativa) secara Hidroponik.

    Skripsi ini berisi mengenai pencemaran yang diakibatkan dari limbah hasil

    kegiatan manusia, salah satunya yaitu greywater (limbah kamar mandi) yang

    sering kali dibuang ke badan air tanpa pengolahan atau penanganan terlebih

    dahulu. Namun, pembersihan dan pengolahannya memerlukan biaya besar.

    Salah satu upaya untuk mengolah limbah tersebut dengan teknologi

    sederhana yaitu dengan memanfaatkan tanaman air sebagai penyerap dan

    pengumpul bahan-bahan pencemar tertentu yang terdapat dalam limbah dengan

    tujuan supaya air olahannya dapat dimanfaatkan untuk penggunaan tanaman

    agriculture. Penerapan teknologi phytoremediasi dengan tanaman kayu apu

    (Pistia statiotes) dan kiambang (Salvinia molesta) dapat mengurangi Chemical

    Oxygen Demand (COD), menjernihkan air, mengurangi tingkat kesuburan air dan

    meningkatkan O2 terlarut dalam air. Hasil limbah pengolahan sistem

    phytoremediasi digunakan untuk tanaman selada yang ditanam secara hidroponik.

    Namun, pertumbuhan tanaman selada kurang optimal dan tanaman tersebut

    kurang memenuhi syarat standar untuk dipasarkan. Oleh karena itu, perlu

    diadakan lebih lanjut mengenai penelitian ini dengan sistem pengolahan yang

    berbeda.

    Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari

    bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

    menyampaikan terima kasih kepada :

    1. Bapak Dr. Ir. Oteng Haridjaja M.Sc, sebagai pembimbing yang telah banyak

    memberikan arahan, nasehat dan dukungan moril dalam penulisan skripsi ini.

    2. Bapak Ir. Wahyu Purwakusuma M.Sc, pembimbing akademik sekaligus

    pembimbing skripsi penulis yang telah memberikan banyak waktunya untuk

  • arahan dan nasehat serta dukungan moril maupun materil kepada penulis

    dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

    3. Ibu Dr. Ir. Dyah Tj. Suryaningtyas Mappl.Sc, yang telah bersedia menjadi

    dosen penguji dan saran-saran untuk perbaikan skripsi.

    4. Mama dan Papa serta Kakak dan Abang yang selalu membantu penulis,

    mendoakan, memberikan semangat dan kasih sayang serta motivator yang

    tiada hentinya.

    5. Staff Dosen dan Laboran di Laboratorium Fisika dan Kesuburan Tanah serta

    Staff di Kebun Percobaan Cikabayan yang sedia membantu dalam

    pelaksanaan penelitian.

    6. Nji, yang selalu membantu penulis dalam doa, semangat dan kasih sayang.

    7. Sahabat AZIMUTH 14, teman temanku di Lasapienza, Alma (Neng Nopi)

    teman-teman di jurusan ilmu tanah angkatan 41 (PATAK) dan teman-teman

    PIMNAS (Ceu Ima, Mang Bengkok, Holsim, Putli dan Sili) thanks for all

    fren.

    8. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam kelancaran penelitian

    dan penulisan skripsi ini.

    Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat. Amien...

    Bogor, Agustus 2009

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR .................................................................................. x

    PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

    Latar Belakang ...................................................................................... 1

    Tujuan Penelitian .................................................................................. 2

    Hipotesis ................................................................................................ 2

    TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3

    Limbah .................................................................................................. 3

    Karakteristik Limbah ............................................................................ 4

    Analisis Air Limbah .............................................................................. 4

    Pengolahan Limbah dengan Tanaman (Phytoremediasi) ...................... 5

    Kayu Apu (Pistia stratiotes) ................................................................. 7

    Kiambang (Salvinia molesta) ................................................................ 8

    Selada (Lactuca sativa) ......................................................................... 9

    Hidroponik ............................................................................................ 10

    BAHAN DAN METODE ........................................................................... 11

    Waktu dan Tempat ................................................................................ 11

    Bahan dan Alat ...................................................................................... 11

    Metode Penelitian ................................................................................. 11

    Penelitian Pendahuluan .................................................................... 11

    Penelitian Utama .............................................................................. 12

    Rancangan Statistik .......................................................................... 14

    Analisis ................................................................................................. 16

    Analisis Statistik ............................................................................... 16

    HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 18

    Penelitian Pendahuluan ......................................................................... 18

    Penelitian Utama ................................................................................... 19

    Kadar COD dalam Air .................................................................. 19

    Kadar Fosfor dalam Air dan Tanaman .......................................... 21

    Kadar Nitrat dalam Air dan Tanaman ........................................... 23

    Pertumbuhan Tanaman Selada ...................................................... 26

    1. Tinggi dan Jumlah Daun ........................................................... 26

    2. Biomassa ................................................................................... 28

  • KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 30

    Kesimpulan ........................................................................................... 30

    Saran ..................................................................................................... 31

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 32

    LAMPIRAN ................................................................................................ 35

  • DAFTAR TABEL

    No. Teks Halaman

    1. Perbandingan Penggunaan Blackwater dan Greywater .................. 4

    2. Beberapa Penelitian Bioremediasi dalam

    Mengolah Limbah Organik ............................................................. 6

    3. Keuntungan dan Kerugian Bioremediasi ........................................ 7

    4. Percobaan Perlakuan Tumbuhan Air dan Bak Remediasi

    pada Variabel Tetap Konsentrasi Air Limbah ................................ 14

    5. Percobaan Perlakuan Tumbuhan Remediasi dan Kontainer

    Tanaman Selada .............................................................................. 15

    6. Parameter, Metode dan Peralatan untuk Analisis Air ..................... 16

    7. Rata-rata Nilai COD (Effluent 1) .................................................... 20

    8. Rata-rata Fosfor (Effluent 1) ........................................................... 22

    9. Rata-rata Nilai Nitrat (Effluent 1) ................................................... 24

    Lampiran

    1. Data Hasil Penggunaan Limbah ...................................................... 35

    2. Hasil Analisis Air sebelum digunakan untuk Penelitian ................. 35

    3 Analisis Limbah Awal .................................................................... 35

    4. Bahan Kimia dan Formula Produk Limbah .................................... 36

    5. Kriteria Standar Kualitas Air Limbah ............................................. 37

    6. Hasil Penentuan Doubling Time (DT) Penyetaraan Luas

    Penutupan Tumbuhan Uji ............................................................... 38

    7. Nilai Rata-rata Tanaman Selada per MST ...................................... 40

    8. Nilai Rata-rata Jumlah Daun Selada per MST ................................ 40

    9. Bobot Panen Tanaman Selada per Kontainer ................................. 41

    10. Nilai Analisis COD dalam Air (mg/l) ............................................. 41

    11. Nilai Analisis Fosfor dalam Air (ppm) ........................................... 42

    12. Nilai Analisis Nitrat dalam Air (ppm) ............................................ 43

    13. Sidik Ragam Anova pada Percobaan .............................................. 43

  • 14. Rekapitulasi Sidik Ragam ............................................................... 46

    15. Nilai Analisis Fosfor pada Tanaman Selada ................................... 47

    16. Nilai Analisis Nitrat pada Tanaman Selada .................................... 48

  • DAFTAR GAMBAR

    No. Teks Halaman

    1. Skema Kerangka Fikiran Metode Penelitian .................................. 12

    2. Skema Alat Pengolahan Limbah ..................................................... 15

    3. Denah Tempat Penelitian ................................................................ 15

    4. Keadaan Tanaman Air Sebelum dan Sesudah Penelitian ............... 19

    5. Kadar COD air (mg/l) pada Kombinasi

    Tanaman Air dan Bak Remediasi ................................................... 21

    6. Kadar Fosfor air (ppm) pada Kombinasi

    Tanaman Air dan Bak Remediasi ................................................... 22

    7. Kadar Nitrat air (ppm) pada Kombinasi

    Tanaman Air dan Bak Remediasi ................................................... 25

    8. Tinggi Tanaman pada Kombinasi Penggunaan Tanaman Air

    dan Kontainer Tanaman Selada ...................................................... 27

    9. Bobot Panen Selada Pada Kombinasi Tanaman Air

    dan Bak Remediasi ......................................................................... 28

    10. Hasil Panen Tanaman Selada pada Percobaan Umur 4 MST ......... 29

    Lampiran

    1. Kondisi awal dan kondisi akhir tanaman kayu apu

    (Pistia stratiotes) ............................................................................. 38

    2. Kondisi awal dan kondisi akhir tanaman kayu apu

    (Salvinia molesta) ........................................................................... 38

    3. Penentuan konsentrasi air limbah untuk penelitian pendahuluan ... 49

    4. Hasil Panen Tanaman Selada (4 MST) ........................................... 50

  • PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Air merupakan kebutuhan dasar manusia dan sumber daya yang perlu

    dijaga kelestariannya untuk kepentingan manusia dan lingkungan.

    Pemeliharaannya secara kualitas dan kuantitas secara berkelanjutan memerlukan

    perhatian dan penanganan yang serius. Salah satu permasalahannya terjadi akibat

    adanya ketidakseimbangan antara ketersediaan air dengan kebutuhan dan

    penggunaannya.

    Sering kali limbah dibuang begitu saja ke badan air atau dengan pengolahan

    dan penanganan yang kurang memadai, sehingga hal ini akan berdampak negatif

    bagi masyarakat dan lingkungan.

    Salah satu agen utama pencemar lingkungan perairan adalah limbah

    domestik (limbah rumah tangga). Limbah domestik (rumah tangga) dibagi

    menjadi dua yaitu blackwater dan greywater. Blackwater merupakan air limbah

    yang berasal dari kakus atau kotoran manusia dan pembuangan hasil industri,

    sedangkan greywater merupakan air limbah yang berasal dari kamar mandi, bak

    cuci, dan dapur. Greywater merupakan limbah yang mudah diolah dan

    didekomposisikan serta mengandung sedikit bahan berbahaya dibandingkan

    dengan blackwater. Namun demikian di dalam greywater terdapat bahan

    surfactants yang dapat mencemari air misalnya detergen.

    Salah satu upaya mengolah limbah dengan cara sederhana yaitu dengan

    memanfaatkan tanaman air untuk menanggulangi jumlah pencemar. Teknologi

    mengolah limbah dengan tanaman untuk memanfaatkan unsur hara dari limbah

    dikenal dengan sistem phytoremediasi. Limbah padat atau cair yang akan diolah

    ditanami dengan tanaman tertentu yang mampu menyerap, mengumpulkan,

    mendegradasi bahan-bahan pencemar tertentu yang terdapat di dalam limbah

    tersebut. Tanaman air dapat memfilter, mengadsorpsi partikel dan mengabsorpsi

    ion-ion logam yang terdapat dalam air limbah melalui akar.

    Kayu apu (Pistia stratiotes) dan kiambang (Salvinia molesta) merupakan

    tanaman air dimana akar tanaman tidak tertanam melainkan mengapung di

  • permukaan air karena itulah dinamakan floating plant. Tanaman ini hidup dari

    menyerap udara dan unsur hara yang terkandung di dalam air.

    Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik limbah greywater

    dari limbah pembuangan kamar mandi, mengetahui efektifitas pengolahan limbah

    dengan tanaman air dengan mempelajari pengaruhnya sebelum ataupun sesudah

    dilakukan percobaan dan pengaruh pengolahannya terhadap budidaya tanaman

    selada secara hidroponik.

    Hipotesis

    Pengolahan limbah dengan menggunakan tanaman air seperti kayu apu

    (Pistia stratiotes) dan kiambang (Salvinia molesta), diharapkan dapat mengurangi

    kadar zat-zat pencemar pada limbah kamar mandi dan hasil olahannya dapat

    dimanfaatkan untuk budidaya tanaman selada yang ditanam secara hidroponik.

  • TINJAUAN PUSTAKA

    Limbah

    Limbah adalah sisa dari suatu usaha atau hasil kegiatan manusia baik

    berupa padat, cair ataupun gas yang dipandang sudah tidak memiliki nilai

    ekonomis sehingga cenderung untuk dibuang (Hindarko, 2003).

    Pencemaran air limbah dibatasi dengan standar kualitas (baku mutu) air

    limbah. Menurut BAPPENAS (2003), baku mutu air limbah adalah ukuran batas

    atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang

    keberadaanya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber

    air suatu usaha atau kegiatan (Lampiran 6). Pemerintah melalui Departemen

    Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP), mengenai baku mutu

    air limbah yang dibuang ke badan air. Dalam PP No. 20 tahun 1990 tentang

    pengendalian pencemaran air, dimana badan air digolongkan ke dalam empat

    kelompok utama, yaitu :

    (i) Golongan A, air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung

    tanpa pengolahan terlebih dahulu

    (ii) Golongan B, air yang dapat digunakan sebagai bahan baku air minum

    (iii) Golongan C, air yang digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat

    dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri pembangkit listrik tenaga air

    (iv) Golongan D, air yang dapat dipakai untuk pelayaran dan lalu lintas air di

    sungai, danau dan laut.

    Ada dua tipe limbah cair di rumah tangga dimana keduanya berbeda

    perlakuan dan cara penggunaanya. Air limbah yang disebut blackwater

    merupakan air hasil campuran dengan limbah dari toilet dan hasil pembuangan

    industri. Blackwater ini harus diolah terlebih dahulu dengan cara biologi atau

    kimiawi maupun dengan disinfektan sebelum digunakan kembali. Limbah ini

    biasanya diolah dan didaur ulang di luar ruangan. Tipe limbah kedua disebut

    greywater, yaitu limbah cair bukan dari hasil buangan toilet contohnya seperti

    detergen, sisa mandi maupun sisa hasil wastafel rumah tangga. Penggunaan air

    untuk greywater lebih banyak dibandingkan blackwater seperti ditunjukkan pada

    Tabel 1.

  • Tabel 1. Perbandingan penggunaan air untuk blackwater dan greywater

    (liter/orang/hari)

    Blackwater Liter/Orang/Hari

    Toilet 22

    Greywater Liter/Orang/Hari

    Kamar mandi 56

    Westafel 6

    Dapur 12

    Cuci Piring 5

    Laundry 7

    Mesin Cuci 27

    Total Greywater 113

    Total 135 Sumber : (www.greenhouse.gov.au/yourhome/technical/fs23.htm/2005)

    Karakteristik Limbah

    Karakteristik air limbah yang biasanya diukur antara lain temperatur, pH,

    alkalinitas, padatan-padatan, kebutuhan oksigen, nitrogen, dan fosfor sehingga

    perlu diketahui karakter air limbah. Karakter air limbah meliputi sifat fisik, kimia,

    dan biologi. Dengan mengetahui jenis polutan maupun karakteristik air limbah,

    dapat ditentukan unit proses yang dibutuhkan.

    Karakter fisik air limbah meliputi temperatur, bau, warna dan padatan.

    Temperatur air limbah umumnya di atas suhu normal air, sekitar 25-50oC dimana

    tinggi rendahnya suhu tergantung aktifitas atau sumber penghasil limbah. Pada air

    limbah, warna biasanya disebabkan oleh kehadiran materi-materi dissolved,

    suspended dan senyawa koloidal yang dapat dilihat dari spektrum warna yang

    terjadi (Siregar, 2005).

    Analisis Air Limbah

    Keberadaan senyawa organik menyebabkan air memerlukan proses

    pengolahan air bersih yang lebih kompleks, menurunkan kandungan oksigen,

    serta menyebabkan terbentuknya substansi-substansi beracun. Selain itu akibat

    penumpukan bahan organik dan inorganik menyebabkan nilai Chemical Oxygen

    Demand (COD) umumnya tinggi (Agus, 1994). Nilai Chemical Oxygen Demand

    (COD) ditentukan dengan mengukur ekuivalen oksigen dari zat-zat organik dalam

  • sampel dengan oksidator kimia yang kuat. COD sama dengan BOD, yang

    menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi kimia oleh bakteri.

    Menurut Saeni (1989) Pengujian COD pada air limbah memiliki beberapa

    keunggulan dibandingkan pengujian BOD.

    Keunggulan COD dibandingkan BOD, antara lain :

    Sanggup menguji air limbah industri yang beracun yang tidak dapat diuji

    dengan BOD karena bakteri akan mati.

    Waktu pengujian yang lebih singkat, kurang lebih hanya 3 jam

    Air limbah mengandung nitrogen dalam bentuk yang berbeda-beda, baik

    organik maupun anorganik. Nitrogen terdapat dalam limbah organik dalam

    berbagai bentuk yang meliputi empat spesifikasi, yaitu nitrogen organik, nitrogen

    amonia (ion amonia dan amonia bebas), nitrogen nitrit dan nitrogen nitrat. Total

    dari seluruh senyawa ini disebut total nitrogen (TN). Nitrogen organik terikat pada

    unsur pokok sel dari makhluk hidup yang masih hidup, sebagai contoh, purin,

    peptida dan asam amino, sedangkan nitrogen anorganik, sebagai contoh, amonia,

    nitrit, nitrat, dan gas nitrogen yang terlarut dalam massa air.

    Fosfor terdapat dalam suatu keadaan oksidasi tunggal sebagai fosfor

    organik atau fosfor anorganik. Bentuk anorganik terutama adalah ortofosfat

    (PO43-

    ) dan polifosfat. Bentuk organik selalu digabungkan dengan senyawaan zat

    selular dan sebagian besar fosfor dalam air alamiah adalah dalam bentuk organik.

    Bentuk anorganik, khususnya ortofosfat, siap diasimilasi selama proses

    fotosintesis. Total fosfat dalam air limbah merupakan penjumlahan dari seluruh

    fosfat organik, fosfat polimer, dan orthofosfat (Alaerts dan Santika, 1987).

    Pengolahan Limbah dengan Tanaman (Phytoremediasi)

    Teknologi mengolah limbah dengan sistem phytoremediasi, menggunakan

    tanaman sebagai alat pengolah bahan pencemar. Limbah padat atau cair yang akan

    diolah ditanami dengan tanaman tertentu yang dapat menyerap, mengumpulkan,

    mendegradasi bahan-bahan pencemar tertentu yang terdapat di dalam limbah

    tersebut. Aplikasi phytoremediasi umumnya digunakan untuk pengolahan air

    limbah dengan tingkat pencemaran sedang dengan nilai BOD < 300 mg/l.

  • Banyak istilah yang diberikan pada sistem ini sesuai dengan mekanisme

    yang terjadi pada prosesnya. Phytostabilization: polutan distabilkan di dalam

    tanah oleh pengaruh tanaman. Phytostimulation: akar tanaman menstimulasi

    penghancuran polutan dengan bantuan bakteri rhizosfere. Phytodegradation:

    tanaman mendegradasi polutan dengan atau tanpa menyimpannya di dalam daun,

    batang, atau akarnya untuk sementara waktu. Phytoextraction: polutan

    terakumulasi di jaringan tanaman, terutama daun. Phytovolatilization: polutan

    oleh tanaman diubah menjadi senyawa yang mudah menguap sehingga dapat

    dilepaskan ke udara. Rhizofiltration: polutan diambil dari air oleh akar tanaman

    pada sistem hidroponik (Gerloff, 1975). Beberapa penelitian bioremediasi dalam

    mengolah limbah organik disajikan pada Tabel 2.

    Tabel 2. Beberapa penelitian bioremediasi dalam mengolah limbah organik.

    No. Sumber Limbah Agen Biologi

    Penurunan

    Bahan Organik

    (%)

    Waktu

    retensi

    (hari)

    Peneliti

    BOD COD

    1. Deasidifikasi nata

    de coco Eceng gondok 81.20 69.90 9

    Rudiyanto

    (2004)

    2. Rumah Potong

    Hewan Kayu apu 81.70 73.53 6

    Sirait

    (2005)

    3. Limbah cair

    tapioka Kangkung 87.99 73.53 10

    Siswoyo dan

    Kasam

    (2005)

    4. Limbah kantin

    Eceng gondok

    Kayu apu

    Kangkung

    46.79

    26.92

    22.69

    68.04

    32.22

    31.69

    3 Ismanto

    (2005)

    5. Limbah kantin

    Kayu apu

    Kiambang

    Gulma itik

    -

    -

    -

    91.00

    92.00

    89.00

    6 Mursalin

    (2007)

    6. Limbah kantin

    Alcagines sp.

    Bacillus sp.

    Chromabacterium sp.

    55.73

    59.71

    54.45

    63.09

    66.44

    63.08

    3 Muchtar

    (2007)

    Sumber : Tri (2008)

    Proses remediasi polutan dari dalam tanah atau air terjadi karena jenis

    tanaman tertentu dapat melepaskan zat carriers, yang biasanya berupa senyawaan

    kelat, protein, glukosida, yang berfungsi mengikat zat polutan tertentu kemudian

    dikumpulkan di jaringan tanaman, misalnya pada daun atau akar (Fahrizal, 2004).

    Bioremediasi merupakan salah satu alternatif pengolahan limbah yang telah lama

    dikenal dalam masyarakat. Tabel 3 menggambarkan keuntungan dan kerugian dari

    bioremediasi.

  • Tabel 3. Keuntungan dan kerugian bioremediasi

    Keuntungan Kerugian

    Dapat dilaksanakan di lokasi Padat ilmiah

    Memanfaatkan agen biologi yang ada di alam

    Tidak semua bahan kimia dapat diolah secara bioremediasi

    Mencegah kerusakan lingkungan seminimal mungkin

    Adanya batasan konsentrasi polutan yang dapat ditolerir oleh organisme

    Menghemat biaya Pengotoran toksik

    Masyarakat dapat menerima dengan baik Membutuhkan pemantauan yang ekstensif

    Penyisihan buangannya permanen Membutuhkan lokasi tertentu

    Menghapus biaya transportasi dan kendalanya

    Berpotensi menghasilkan produk yang tidak dikenal

    Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain

    Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji

    Menghapus resiko jangka panjang

    Sumber : Citrireksono (1996), Wisjnuprapto (1996), dan Subroto (1996) dalam Tri (2008)

    Kayu Apu (Pistia stratiotes)

    Taksonomi Kayu apu

    Kerajaan : Plantae (tumbuhan)

    Subkerajaan : Tracheobionta (berpembuluh)

    Superdivisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

    Divisi : Magnoliophyta (berbunga)

    Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

    Sub-kelas : Arecidae

    Ordo : Arales

    Famili : Araceae (suku talas-talasan)

    Genus : Pistia

    Spesies : Pistia stratiotes L.

    Nama lokal tumbuhan ini adalah kayu apu. Bentuknya mirip dengan

    sayuran kol atau kubis yang berukuran kecil. Banyak tumbuh di daerah tropis,

    terapung pada genangan air yang tenang dan mengalir dengan lambat. Kayu apu

    mempunyai banyak akar tambahan yang penuh dengan bulu-bulu akar yang halus,

    panjang dan lebat. Bentuk dan ukuran daunnya sangat bervariasi, dapat

    menyerupai sendok, lidah atau rompong dengan ujung daun yang melebar. Warna

    daunnya hijau muda makin ke pangkal makin putih. Susunan daun terpusat

  • berbentuk roset. Batangnya sangat pendek, bahkan terkadang tidak tampak sama

    sekali. Buah buninya bila telah masak pecah sendiri serta berbiji banyak. Selain

    dengan biji, kayu apu berkembang biak dengan selantar atau stolonnya

    (Sastrapradja dan Bimantoro,1981).

    Tanaman air ini termasuk floating aquatic plant seperti tanaman eceng

    gondok. Pada mulanya tumbuhan kayu apu hanya dikenal sebagai tumbuhan

    pengganggu di danau, karena tanaman tersebut biasanya tumbuh dan berkembang

    biak dengan cepat. Tanaman kayu apu banyak dijumpai pada kolam-kolam air

    tawar, menempati permukaan dari perairan tersebut, karena tanaman ini tergolong

    floating aquatic plant. Akar tanaman berupa akar serabut, terjurai pada lapisan

    atas perairan dan sangat potensial untuk menyerap bahan-bahan yang terlarut pada

    bagian itu (Yusuf, 2001).

    Banyak kelebihan yang dimiliki oleh tumbuhan air ini, seperti sebagai

    pakan ternak, obat dan pupuk. Kayu apu banyak ditumbuhkan di kolam-kolam

    ikan, karena udang dan anak-anak ikan sangat senang hidup dan berlindung di

    bawah tanaman ini. Selain itu, karena kayu apu mempunyai daya mengikat

    butiran-butiran lumpur yang halus maka dapat digunakan untuk menjernihkan air

    bagi industri maupun keperluan sehari-hari.

    Menurut Pusat Litbang PU Sumberdaya Air (2008), Tanaman kayu apu

    (Pistia stratiotes) mampu menurunkan unsur N dan P secara berturut turut yaitu

    25% dan 12% per minggu dengan penyerapan kadar awal 0,847 mg/l dan 0,493

    mg/l setiap minggunya.

    Kiambang (Salvinia molesta)

    Taksonomi Kiambang

    Kerajaan : Plantae

    Divisi : Pteridophyta

    Kelas : Pteridopsida

    Orde : Salviniales

    Famili : Salviniaceae

    Genus : Salvinia

    Species : S. molesta D.mitch.

  • Salvinia molesta adalah jenis tumbuhan yang hidup setahun. Pembiakannya

    dilakukan dengan spora (Sundaru, 1979). Salvinia molesta termasuk tumbuhan air

    yang hidup mengapung. Daunnya berupa karangan, terdiri dari 3 bagian, yaitu 2

    bagian terapung yang berfungsi sebagai daun dan 1 bagian menggantung dalam

    air berbentuk serabut seperti akar. Pangkal daun berbentuk jantung, panjang dan

    lebar daun antara 1-2 cm, dengan rambut-rambut pada permukaannya.

    Fase generatif dari tanaman ini dicirikan oleh adanya daun yang

    melengkung. Setelah menghasilkan sporangia, pembentukkan sporokarp terjadi

    dengan cepat pada waktu populasi padat. Sporokarp pertama atau dua yang

    pertama dari masing-masing kelompok merupakan mikrosporokarp. Dari satu

    mikrosporokarp, sporangia yang matang adalah 1-5 buah, sedang mikrosporokarp

    yang matang antara 30-90 buah dari sebuah makrosporokarp (Pancho, 1978).

    Selada (Lactuca sativa)

    Menurut Eko Haryanto, 2003 klasifikasi Selada yaitu :

    Kerajaan : Plantae

    Divisi : Magnoliophyta

    Kelas : Magnoliopsida

    Ordo : Asterales

    Famili : Asteraceae

    Genus : Lactuca

    Spesies : L. sativa

    Selada daun toleran untuk dataran rendah. Suhu optimum untuk

    pertumbuhannya adalah antara 15-20oC. Daerah-daerah yang dapat ditanami

    selada terletak pada ketinggian antara 50-2200 m dpl. Jenis selada daun dan

    selada batang baik beradaptasi pada ketinggian tersebut.

    Tanaman tumbuh baik pada tanah yang subur dan banyak mengandung

    humus. Tanah yang banyak mengandung pasir dan lumpur baik sekali

    pertumbuhannya. Derajat kemasaman tanah (pH) yang ideal untuk pertumbuhan

    selada adalah berkisar antara 6,5-7. Pada tanah yang terlalu asam tanaman ini

    akan kerdil dan pucat karena kekurangan unsur Mg dan Fe.

  • Sebagai salah satu bahan makanan, sayuran menjadi salah satu unsur

    makanan yang sangat penting bagi tubuh dan bukan sekedar sebagai pelengkap

    saja. Sayuran yang kaya gizi ini dapat menjadi penyeimbang (balancing agent)

    penting dalam diet menu karena bahan pangan ini akan memasok protein, vitamin,

    mineral, energi, dan serat yang dibutuhkan oleh seluruh kalangan (Anonim, 2006).

    Hidroponik

    Istilah hidroponik berasal dari bahasa latin yang terdiri dari dua kata yaitu

    hydros yang berarti air dan ponos yang berarti pengerjaan, sehingga arti dari

    hidroponik adalah bercocok tanam dalam media air. Hidroponik dibedakan

    berdasarkan media tanam yang digunakan yaitu kultur air dan kultur media.

    Penanaman kultur air dilakukan langsung dalam larutan hara tanpa media tanam,

    sedangkan penanaman kultur media perakaran berupa media organik, anorganik

    atau campuran keduanya. larutan diberikan dengan cara mengairi, manyiram atau

    dengan irigasi tetes. Hidroponik merupakan teknik budidaya tanaman yang

    menggunakan larutan nutrisi (air yang mengandung unsur hara) dengan atau tanpa

    menggunakan media buatan (pasir, kerikil, gambut, serbuk gergaji dan rockwall)

    sebagai penunjang mekanik (Jensen, 1997 dalam Jones, 2008).

    Biasanya pada tanaman sayuran daun, seperti selada, pakcoi atau kailan,

    dengan kecepatan aliran nutrisi di dalam talang berkisar 0,75-1 liter/menit pada

    kemiringan 3%. Jika akar tanaman semakin banyak, kecepatan aliran nutrisi

    otomatis akan berkurang. Untuk meminimalkan efek negatif tersebut panjang

    talang sebaiknya tidak lebih dari 12 m dan kemiringan tidak lebih dari 5%.

    (Untung, 2003).

    Tingkat EC yang digunakan dalam hidroponik tanaman daun seperti selada

    yang ditanam di dataran rendah adalah 0,5-2,5 mScm-1

    . Total konsentrasi elemen

    dalam larutan nutrisi antara 1000-1500 ppm (Morgan, 1999), sedangkan pada

    penelitian Koerniawati (2003), selada dapat tumbuh baik pada TDS 250-300 ppm

    atau 400-500 cm-1

    dan dari penelitian Nurfinayati (2004) menyatakan bahwa

    selada masih bisa tumbuh baik sampai EC 1550 cm-1

    .

  • BAHAN DAN METODE

    Waktu dan Tempat

    Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan

    penelitian utama. Penelitian dilakukan pada bulan Desember hingga April 2009

    bertempat di rumah kaca Cikabayan, Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah

    dan Air dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah

    dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

    Alat dan Bahan

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah penampung air

    untuk limbah, wadah pengolahan limbah, wadah penampung hasil olahan limbah,

    wadah (kontainer) media tanam yang terbuat dari talang PVC berbentuk kotak

    berukuran 75X12X10 cm3, pipa PVC, dop talang, dop pipa PVC, knee dan soket

    lem PVC, sedangkan alat analisis yang digunakan di laboratorium antara lain alat-

    alat gelas, kertas saring Millipore, pH meter, spektrofotometer, botol sampel,

    sentrifuse dan timbangan.

    Bahan-bahan yang digunakan adalah air limbah buatan (Lampiran 1),

    tumbuhan air yaitu kayu apu (Pistia stratiotes), dan kiambang (Salvinia molesta),

    pasir kuarsa, sebagai media tanam selada (Lactuca sativa), benih tanaman selada

    dan bahan-bahan kimia untuk analisis di laboratorium.

    Metode Penelitian

    Penelitian ini terdiri dari dua penelitian yaitu penelitian pendahuluan dan

    penelitian utama.

    Penelitian Pendahuluan

    Penelitian ini dimulai dengan pembuatan simulasi limbah (Lampiran 1) dan

    penentuan biomassa. Kemudian dilakukan analisis pendahuluan air limbah, hal ini

    dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya kandungan unsur yang ada di dalam

    air limbah tersebut.

    Penentuan biomassa diawali dengan menghitung waktu penggandaan

    (doubling time) yaitu menyetarakan luas penutupan tumbuhan air dengan

  • biomassa yang akan digunakan serta membantu menentukan lama waktu

    pengamatan. Menurut Mursalin (2007) luas penutupan tanaman kayu apu yang

    digunakan sebesar 40% dari luas limbah pada wadah untuk mengolah air limbah

    kantin konsentrasi 75%, sedangkan dalam penentuan doubling time pada pistia

    dan salvinia digunakan laju pertumbuhan relatif (Relative Growth Rate/RGR) dan

    doubling time (DT) atau waktu berganda tumbuhan air untuk menggandakan

    bobotnya (Gaudett in Mitchell, 1974)

    RGR = t

    XXt 0lnln

    Ket : Xo = Berat Basah awal (gr)

    Xt = Berat basah akhir (gr)

    t = waktu (hari)

    Doubling time (DT) :

    DT = RGR

    2ln

    Penelitian Utama

    Secara skematis, kerangka fikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.

    Gambar 1. Skema kerangka fikiran metode penelitian

    Air limbah yang digunakan dalam penelitian yaitu greywater buatan yang

    komposisinya mendekati limbah greywater rumah tangga (Lampiran 1). Wadah

    kualitas air

    limbah

    Greywater

    mudah di

    dekomposisi dan

    sedikit unsur toksik

    dapur

    domestik

    industri

    buangan mandi

    laundri

    tinja

    Blackwater

    sulit di dekomposisi

    dan banyak unsur

    toksik dan patogen

    dimanfaatkan untuk

    unsur hara ataupun

    pupuk

    phytoremediasi

    digunakan untuk

    tanaman air (Pistia

    dan Salvinia)

    penggunaan untuk

    agrikultur (tanaman

    selada)

  • penampung limbah berfungsi sebagai penampung dan penyeragaman air limbah

    yang akan diolah. Limbah dalam wadah penampung akan diisi ulang setiap dua

    kali dalam sehari (menyerupai waktu mandi) hingga pemanenan selada (4 MST).

    Pada wadah pengolahan (bak remediasi) terdapat satu atau tiga unit ruang

    pengolahan. Masing-masing unit pengolahan diisi oleh air limbah dan tanaman air

    yang berbeda (Gambar 2). Pengolahan limbah dimulai dari wadah penampung

    kemudian melalui wadah pengolahan hingga ke tanaman selada dimana air akan

    mengalir dari talang PVC (untuk media tanam) yang dibuat secara horizontal, di

    dalam talang PVC terdapat filter mekanik pasir dan filter vegetasi selada.

    Wadah penampung hasil olahan limbah berfungsi untuk menampung hasil

    olahan air limbah yang sudah melewati filter tanaman air dan filter tanaman

    selada. Dari hasil olahan limbah tersebut dianalisis parameter fisika dan kimia

    untuk melihat penurunan konsentrasi bahan pencemar.

    Pengolahan limbah terdiri dari tiga lokasi, yaitu :

    a. Influen (wadah penampung limbah)

    b. Effluen I (hasil keluaran pengolahan tumbuhan remediasi)

    c. Effluen II (hasil limbah olahan filter mekanik dan vegetasi)

    Penyemaian benih selada dilakukan dalam tray, wadah plastik maupun baki.

    Media semai dapat berupa tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1.

    Benih selada disemai dengan cara disebarkan di atas permukaan media semai lalu

    ditutup dengan lapisan tanah tipis Kemudian media ini dimasukkan ke dalam

    wadah penyemaian yang diatur drainasenya, dalam waktu 3-5 hari benih yang

    baik memunculkan kecambahannya. Bibit dapat dipindahkan ke tempat

    penanamannya yang tetap setelah berdaun 3-5 helai atau sekitar 2-3 minggu sejak

    benih disemaikan.

    Analisis air dilakukan setelah tanaman air dimasukkan sebagai filter dan

    0 MST tanaman selada, kemudian dilakukan analisis selama empat kali analisis

    (0, 1, 2 dan 3 MST), sedangkan pengambilan contoh pasir setelah panen

    dilakukan pada masing-masing kontainer secara komposit.

    Pengukuran karakter tanaman selada pada 1, 2 dan 3 MST meliputi tinggi

    tanaman dan jumlah daun. Tanaman selada dipanen setelah 4 MST (Minggu

    Setelah Tanam). Bersamaan dengan waktu panen dilakukan pengukuran tinggi

  • tanaman, jumlah daun, bobot total tiap kontainer, bobot akar, dan bobot tajuk tiap

    kontainer.

    Rancangan Statistik

    Rancangan penelitian ini terdiri dari dua rancangan percobaan yaitu

    rancangan percobaan untuk limbah hasil remediasi dan rancangan percobaan

    variabel tetap bobot tanaman selada.

    Rancangan perlakuan percobaan untuk air limbah terdiri dari dua faktor

    perlakuan percobaan yaitu bak remediasi dan tumbuhan air remediasi. Perlakuan

    tanaman air dilakukan dengan tiga taraf yaitu tanpa tumbuhan (kontrol), tanaman

    kayu apu dan tanaman kiambang, sedangkan perlakuan bak remediasi dilakukan

    dengan dua taraf yaitu 1 bak remediasi dan 3 bak remediasi. Setiap satuan

    percobaan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali sehinggga terdapat 18

    percobaan, seperti pada Tabel 4.

    Tabel 4. Percobaan perlakuan tumbuhan air dan bak remediasi pada variabel

    tetap konsentrasi air limbah

    Perlakuan Bak Remediasi (B)

    B1 B2

    Tumbuhan Air 1 2 3 1 2 3

    P PB11 PB12 PB13 PB21 PB22 PB23

    S SB11 SB12 SB13 SB21 SB22 SB23

    K KB11 KB12 KB13 KB21 KB22 KB23

    Perlakuan P, S dan K adalah Pistia, Salvinia dan Kontrol, sedangkan

    perlakuan B1 adalah 1 bak remediasi dan B2 yaitu perlakuan dengan

    menggunakan 3 bak remediasi.

    Rancangan untuk variabel tetap bobot tanaman selada yaitu antara

    tumbuhan remediasi dan kontainer (talang) tanaman selada. Kontainer (T)

    tanaman selada memiliki tiga taraf yaitu kontainer I, kontainer II dan kontainer III

    dengan masing-masing memiliki tiga ulangan, sehingga terdapat 54 satuan yang

    disajikan pada Tabel 5. Dimana perlakuan P1T11 adalah perlakuan pistia dengan

    1 bak remediasi kontainer 1, ulangan ke-1dan P2T21 adalah perlakuan pistia

    dengan 3 bak remediasi kontainer 2 ulangan ke-2, dan seterusnya.

  • Tabel 5. Percobaan perlakuan tumbuhan remediasi dan kontainer tanaman selada

    Perlakuan

    Kontainer (T)

    T1 T2 T3

    1 2 3 1 2 3 1 2 3

    P1 P1T11 P1T12 P1T12 P1T21 P1T22 P1T23 P1T31 P1T32 P1T33

    P2 P2T11 P2T12 P2T12 P2T21 P2T22 P2T23 P2T31 P2T32 P2T33

    S1 S1T11 S1T12 S1T12 S1T21 S1T22 S1T23 S1T31 S1T32 S1T33

    S2 S2T11 S2T12 S2T12 S2T21 S2T22 S2T23 S2T31 S2T32 S2T33

    K1 K1T11 K1T12 K1T12 K1T21 K1T22 K1T23 K1T31 K1T32 K1T33

    K2 K2T11 K2T12 K2T12 K2T21 K2T22 K2T23 K2T31 K2T32 K2T33

    Gambar 2. Skema alat pengolahan limbah

    KB22 PB12

    PB11

    SB21 PB22 KB13

    KB21 PB21 SB22 KB12

    SB12

    SB13

    KB11

    SB23 SB11

    KB23 PB23 PB13

    Gambar 3. Denah tempat penelitian; P = pistia, S = salvinia, K = kontrol, B1 = 1

    bak remediasi dan B2 = 3 bak remediasi

  • Analisis

    Analisis air limbah dilakukan mulai awal penelitian dan dilakukan setiap

    minggu (0, 1, 2, 3, MST), analisis air dilakukan pada effluen 1 dan effluen 2,

    sedangkan analisis jaringan tanaman dilakukan setelah panen tanaman selada,

    untuk mengetahui kadar P dan Nitrat pada uptake tanaman selada dan yang

    tertinggal dalam media tanam (pasir). Analisis ini digunakan metode pengabuan

    basah.

    Tabel 6. Parameter, metode dan peralatan untuk analisis penelitian

    Parameter Metode Analisis Peralatan

    Tanaman

    1. Fosfor Spektrofotometrik Spektrofotometer

    2. Nitrat Spektrofotometrik Spektrofotometer

    Air

    Kimia

    1. COD (mg/l) Titrimetrik Buret

    2. Fosfor (mg/l) Spektrofotometrik Spektrofotometer

    3. Nitrat (mg/l) Spektrofotometrik Spektrofotometer

    Biologi

    4. Biomassa (g) Timbangan Timbangan

    Analisis Statistik

    Analisis statistik yang digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan

    digunakan model rancangan sebagai berikut :

    Yij = + i + j + ij + k + ijk

    Keterangan :

    Yij = Respon pada perlakuan ke-i dan ke-j ulangan ke-k

    = Rataan umum

    i = Perlakuan taraf ke-i

    j = Perlakuan taraf ke-j

    ij= Interaksi perlakuan ke-i dan ke-j

    k = Rataan perlakuan ulangan ke-k

    ijk = Galat pada perlakuan i ulangan ke-k

  • Untuk mengetahui efek bioremediasi terhadap kualitas kimia air dan tanaman

    selada setiap tingkat perlakuan terhadap peubah yang diuji, digunakan uji Tukey

    (HSD) dengan selang kepercayaan 95%. Pada uji tersebut dapat diketahui

    kemampuan setiap komposisi dan jenis tanaman air dalam menurunkan atau

    meningkatkan setiap peubah yang diuji.

  • HASIL DAN PEMBAHASAN

    Penelitian Pendahuluan

    Pengamatan hari ke-6 pada konsentrasi 25 % keadaan tanaman kayu apu

    mulai layu, ujung daun agak kering, terdapat lapisan putih pada air limbah dan

    effluen berwarna keruh, sedangkan pada konsentrasi 50% tidak terdapat lapisan

    yang tipis pada air limbah dan effluennya berwarna lebih bening. Pada konsentrasi

    75% tanaman mengalami pertumbuhan yang pesat tetapi akar tanaman kayu apu

    mengalami kerontokan dan effluennya berwarna keruh dan pada konsentrasi

    100% semua daun tanaman kayu apu mati serta akar mengalami kerontokan, pada

    effluennya berwarna sangat keruh dan pekat (Gambar lampiran 3). Oleh karena itu

    untuk penelitian ini digunakan konsentrasi limbah 50% yang memiliki hasil paling

    baik karena sangat adaptif terhadap pertumbuhan tanaman air.

    Tanaman air melakukan proses fotosintesa menggunakan CO2, H2O, hara

    makro dan mikro kemudian melepaskan O2 ke dalam air, sehingga tanaman air

    dapat menjernihkan air, mengurangi tingkat kesuburan air dan meningkatkan O2

    terlarut air (LBN-LIPI, 1981).

    Pengukuran biomassa tanaman kayu apu dilakukan untuk mengetahui

    waktu penggandaan (doubling time) dan luas penutupan yang akan digunakan

    pada penelitian, selain itu Doubling Time dan Relative Grow Rate digunakan

    untuk menghitung biomassa tumbuhan air untuk menggandakan bobotnya. Luas

    penutupan kayu apu yang digunakan untuk penelitian sebesar 40% dari luas air

    limbah pada wadah. Hasil metode penyetaraan luas penutupan didapatkan luas

    penutupan untuk kiambang sebesar 33% yaitu sekitar 282,105 cm2

    dari luas bak

    remediasi (Lampiran 6). Tanaman kayu apu memerlukan waktu selama 6 hari

    untuk menggandakan bobotnya sedangkan salvinia membutuhkan waktu 5 hari.

    Dalam keadaan optimum maka kayu apu dapat berlipat ganda populasinya setelah

    10-15 hari (Dhahiyat, 1989 dalam Aphrodhayanti, 2006).

    Berdasarkan Gambar 3, tanaman kayu apu yang diujikan menunjukan

    peningkatan luas penutupan awal sebesar 40%, pada pengamatan akhir luas

    penutupannya meningkat menjadi 70-75%, sedangkan pada kiambang luas

    penutupan awal sebesar 33%, dan pada akhir pengamatan luas penutupannya

  • meningkat hingga menuju 100%. Menurut Mursalin (2007) peningkatan luas

    penutupan tanaman air mempengaruhi peningkatan biomassa yang dihasilkan dan

    seiring dengan waktu.

    (a)

    (b)

    Gambar 4. Keadaan tanaman air sebelum dan sesudah penelitian

    (a) Kayu apu (Pistia stratiotes),

    (b) Kiambang (Salvinia molesta)

    Penelitian Utama

    Parameter kualitas kimia greywater secara umum memiliki nilai BOD dan

    COD melebihi baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah berdasarkan

    Keputusan Gubernur Jabar No.6 tahun 1999 (Lampiran 3) dan jika air limbah ini

    dibuang langsung tanpa diolah terlebih dahulu, maka akan menimbulkan

    pencemaran di lingkungan perairan.

    Kadar COD dalam Air

    Berdasarkan Tabel 7 penurunan kadar COD pada 0 MST dan 1 MST

    menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Pr>F memiliki nilai 0,05) dengan perlakuan

    kontrol. Nilai COD pada 2 MST mengalami peningkatan, kenaikan tersebut

  • terjadi karena terdapat tambahan bahan organik yang berasal dari mikroorganisme

    mati dan daun tanaman air yang gugur (Priyono, 1994). Berdasarkan Tabel 7

    terlihat tidak ada pengaruh kombinasi antara tanaman air dan bak remediasi,

    sedangkan pada 3 MST terdapat pengaruh penurunan kadar COD yang nyata

    terhadap perlakuan bak remediasi.

    Tabel 7. Rata-rata nilai COD (effluen 1)

    Perlakuan 0 MST 1 MST 2 MST 3 MST

    -------------------- mg/l --------------------

    Tanaman Air

    P 228,0 b 1)

    147,4 a 196,5 55,1 a

    S 248,3 ab 107,6 b 91,5 62,0 a

    K 329,3 a 143,4 ab 102,9 89,6 a

    Bak Remediasi B1 278,7 a

    2) 134,6 a 144,7 92,3 a

    B2 258,4 a 131,0 a 116,0 45,5 b

    Kombinasi

    Tanaman air

    dan Bak

    remediasi

    PB1 238,1 143,4 231,1 81,3

    PB2 217,9 151,4 162,0 28,9

    SB1 248,3 95,6 134,1 100,5

    SB2 248,3 79,7 71,7 23,4

    KB1 349,6 164,7 68,9 95,0

    KB2 309,1 122,2 114,2 84,1 1) 2)

    Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukan perbedaan yang nyata menurut

    uji tukey 5% ; P = Pistia, S = Salvinia, K = Kontrol, 1 = 1 Bak remediasi, 2 = 3 Bak

    remediasi

    Nilai rata-rata COD 0 MST berkisar antara 217,9-349,6 mg/l dan pada

    4 MST berkisar antara 23,4-100,5 mg/l (Lampiran 11), sedangkan pada effluent 2

    kadar COD awal berkisar 111,5-324,3 mg/l dan kadar COD akhir yaitu 15,1-37,2

    mg/l. Dengan melihat hasil data di atas, kadar COD memenuhi baku mutu air

    limbah sedang hingga baik menurut Kriteria dan standard kualitas air nasional,

    Direktorat Penyelidikan masalah Air, Jakarta, Maret 1981 (241/LA-18/1981)

    (Lampiran 5).

    Gambar 5 menunjukkan grafik rata-rata kadar COD pada effluen 1 dan

    effluen 2 tidak berbeda nyata. Kadar COD akan menurun pada 1 MST kemudian

    naik kembali pada 2 MST dan menurun kembali pada 3 MST. Penurunan COD

    dapat disebabkan oleh proses penguraian atau perubahan bentuk senyawa yang

    kurang stabil karena pengaruh radiasi sinar ultraviolet, oksidasi, reduksi

    (Stowellet et al,. 1980 dalam Khiatuddin, 2003).

  • (a)

    (b)

    Gambar 5. Rata-rata kadar COD air (mg/l) pada kombinasi tanaman air

    dan bak remediasi ; (a) Effluen 1, (b) Effluen 2, P = pistia, S

    = salvinia, K = kontrol, B1 = 1 bak remediasi, B2 = 3 bak

    remediasi

    Kadar Fosfor dalam Air dan Tanaman

    Fosfor merupakan salah satu bahan yang paling banyak digunakan dalam

    pembuatan detergen dan salah satu unsur yang menyebabkan eutrofikasi, oleh

    karena itu unsur ini harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan.

    Kadar Fosfor (P) dalam air berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman selada

    secara konvensional maupun secara hidroponik.

    Tabel 8 menunjukkan hasil uji perlakuan tanaman air tidak berpengaruh

    nyata menurun (P>0,05) pada semua waktu MST tetapi perlakuan bak remediasi

    berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar fosfor pada 0, 2 dan 3 MST. Secara

    umum kadar P (effluen 1) hasil olahan tanaman air berkisar antara 1,00-1,87 mg/l

    oleh karena itu kadar ini masih tergolong kurang baik untuk pertumbuhan

    tanaman selada secara hidroponik. Menurut Morgan (1999) kadar nutrisi

    hidroponik untuk tanaman selada sebesar 15-90 mg/l.

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    350

    400

    0 1 2 3

    Kad

    ar C

    OD

    Air

    (m

    g/l)

    Minggu Setelah Tanam

    PB1

    PB2

    SB1

    SB2

    KB1

    KB2

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    350

    0 1 2 3

    Kad

    ar C

    OD

    Air

    (m

    g/l)

    Minggu Setelah Tanam

    PB1

    PB2

    SB1

    SB2

    KB1

    KB2

  • Tabel 8. Rata-rata nilai fosfor (effluen 1)

    Perlakuan 0 MST 1 MST 2 MST 3 MST

    -------------------- ppm --------------------

    Tanaman Air

    P 0,55 a 1) 1,27 2,17 a 1,66 a

    S 0,68 a 1,35 2,79 a 1,43 a

    K 0,55 a 1,69 2,57 a 1,27 a

    Bak Remediasi B1 0,75 a 2) 1,34 2,95 a 1,68 a

    B2 0,43 b 1,53 2,06 b 1,22 b

    Kombinasi Tanaman air

    dan Bak remediasi

    PB1 0,75 1,15 2,77 1,87

    PB2 0,35 1,38 1,56 1,44

    SB1 0,88 1,46 3,32 1,85

    SB2 0,47 1,24 2,25 1,00

    KB1 0,62 1,41 2,76 1,31

    KB2 0,47 1,96 2,38 1,23 1) 2)

    Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukan perbedaan yang nyata menurut

    uji tukey 5% ; P = Pistia, S = Salvinia, K = Kontrol, 1 = 1 Bak remediasi, 2 = 3 Bak

    remediasi

    (a)

    (b)

    Gambar 6. Rata-rata kadar fosfor air (ppm) pada kombinasi tanaman air

    dan bak remediasi ; a) Effluen 1, (b) Effluen 2, P = pistia, S =

    salvinia, K = kontrol, B1 = 1 bak remediasi, B2 = 3 bak

    remediasi

    0.0

    0.5

    1.0

    1.5

    2.0

    2.5

    3.0

    3.5

    0 1 2 3

    Kad

    ar F

    osf

    or

    Air

    (p

    pm

    )

    Minggu Setelah Tanam

    PB1

    PB2

    SB1

    SB2

    KB1

    KB2

    0.0

    0.3

    0.6

    0.9

    1.2

    1.5

    1.8

    0 1 2 3

    Kad

    ar F

    osf

    or

    Air

    (p

    pm

    )

    Minggu Setelah Tanam

    PB1

    PB2

    SB1

    SB2

    KB1

    KB2

  • Gambar 6 menunjukkan kadar P rata-rata pada effluen 2 memiliki kadar

    fosfor terendah yaitu pada 0 MST perlakuan PB2 dengan 0,44 ppm, pada 1 MST

    perlakuan KB2 memiliki kadar P terendah yaitu 1,07 ppm, sedangkan pada 2

    MST kadar P terendah pada perlakuan KB1 dengan 1,02 ppm dan perlakuan

    perlakuan PB1 memiliki kadar P terendah pada 4 MST yaitu 0,85 ppm.

    Menurut Morgan (1999) kadar fosfor ramuan pupuk untuk tanaman selada

    hidroponik dibutuhkan sekitar 45 ppm, namun unsur hara pada air effluent 1

    masih kurang untuk pertumbuhan tanaman selada sehingga menyebabkan

    terjadinya kahat P pada tanaman selada. Tanaman memerlukan suplai fosfor pada

    semua tingkat pertumbuhan terutama pada awal pertumbuhan. Fosfor umumnya

    diserap tanaman sebagai ortofosfat (H2PO4) atau fosfat sekunder (HPO42-

    ). Sel

    tanaman dapat mengakumulasi hara dalam konsentrasi yang lebih tinggi daripada

    fosfor larutan tanah (Ismunadji, 1991). Kadar P dalam jaringan tanaman selada

    pada perlakuan PB1, PB2, SB1, SB2, KB1 dan KB2 yaitu sekitar 0,04-0,068,

    0,048-0,101, 0,07-0,79, 0,064-0,103, 0,069-0,099, 0.062-0,093% (Lampiran 15).

    Nilai ini dikatakan rendah dan belum memenuhi konsentrasi nutrisi P dalam

    jaringan tanaman selada sehat yaitu 0,50,9% (Gerber, 1985 dalam Napitupulu,

    2003). Menurut Ismunadji (1991) tanpa fosfor, berbagai proses dalam tanaman

    terhambat. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak dapat berjalan secara

    optimal.

    Kekurangan unsur fosfor menyebabkan pertumbuhan bagian tanaman

    menjadi terhambat atau kerdil dan tanaman berwarna hijau tua. Hal ini disebabkan

    sebagian fosfor terkonsentrasi dalam akar sehingga pemanfaatan karbohidrat

    terhambat.

    Kadar Nitrat dalam Air dan Tanaman

    Tabel 9 menunjukkan adanya penurunan kadar nitrat yang berbeda nyata

    (P

  • Tabel 9. Rata-rata nilai nitrat (effluent 1)

    Perlakuan 0 MST 1 MST 2 MST 3 MST

    -------------------- ppm --------------------

    Tanaman Air

    P 0,13 1) 0,11 b 0,28 a 0,12

    S 0,15 0,44 a 0,14 a 0,20

    K 0,14 0,04 b 0,18 a 0,15

    Bak Remediasi B1 0,19 2) 0,32 a 0,29 a 0,17

    B2 0,09 0,06 b 0,11 b 0,13

    Kombinasi Tanaman air

    dan Bak remediasi

    PB1 0,59 3) 0,10 a 0,41 a 0,37

    PB2 0,33 0,05 b 0,17 b 0,18

    SB1 0,40 0,02 a 0,48 a 0,19

    SB2 0,18 0,08 b 0,23 b 0,16

    KB1 0,20 0,04 a 0,19 a 0,15

    KB2 0,37 0,27 b 0,37 b 0,14 1) 2) 3)

    Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukan perbedaan yang nyata menurut

    uji tukey 5% ; P = Pistia, S = Salvinia, K = Kontrol, 1 = 1 Bak remediasi, 2 = 3 Bak

    remediasi

    Filter Biologi berfungsi untuk mengubah amoniak menjadi nitrat (proses

    nitrifikasi). Proses tersebut bekerja dengan bantuan bakteri aerob dari golongan

    pengurai amoniak (Nitrosomonas sp. dan Nitrobacer sp.). Bakteri Nitrosomonas

    sp. berguna dalam proses pengubahan amoniak menjadi nitrat, sedangkan

    Nitrobacer sp. mengoksidasi nitrit menjadi nitrat kemudian bakteri tertentu

    mengubah nitrat menjadi nitrogen (N2).

    Reaksi proses nitrifikasi yang terjadi menurut Spotte (1970) sebagai

    berikut :

    NH4+ + OH

    - + 1.5 O2 H

    + + NO2

    - + 2 H2O (Nitrosomonas sp.)

    NO2- + 0.5 H2O NO3

    - (Nitrobacer sp.)

    Nitrat dapat melakukan proses dentrifikasi yang dapat menyebabkan

    hilangnya gas nitrogen dan masuk ke atmosfer. Reaksi proses denitrifikasi yang

    terjadi menurut Spotte (1970) sebagai berikut :

    4 NO3- + 3 CH4 2 N2 + 3 CO2 + 6 H2O

  • (a)

    (b)

    Gambar 7. Rata-rata kadar nitrat air (ppm) pada kombinasi tanaman air

    dan bak remediasi ; a) Effluent 1, (b) Effluent 2, P = pistia, S

    = salvinia, K = kontrol, B1 = 1 bak remediasi, B2 = 3 bak

    remediasi

    Berdasarkan Gambar 7 perubahan kadar NO32-

    menurut waktu pengamatan

    0 MST dan 1 MST menurun drastis kemudian meningkat kembali pada 2 MST

    dan menurun kembali pada akhir percobaan. Menurut Lewis (1986), lebih

    tingginya kadar nitrat yang terukur disebabkan penggunaan nitrat sebagai

    penghilang nitrogen pada proses pengolahan air buangan. Reaksi N dalam air

    akan terjadi seperti berikut ini :

    5 CH3OH + 6 NO3- + 6H

    + 5 CO2 +3 N2 + 12 H2O

    Kadar NO3 pada effluent 1 lebih rendah dibandingkan effluent 2, dan pada

    semua perlakuan terdapat pertambahan unsur hara nitrat pada effluent 2

    (Lampiran 12).

    Sistem perakaran selada agak dangkal dan kecil menyebabkan tanaman

    selada peka terhadap cekaman air sehingga memerlukan pasokan hara yang

    0.000.100.200.300.400.500.600.700.800.90

    0 1 2 3

    Kad

    ar N

    itra

    t A

    ir (

    mg/

    l)

    Minggu setelah Tanam

    PB1

    PB2

    SB1

    SB2

    KB1

    KB2

    0.00

    0.10

    0.20

    0.30

    0.40

    0.50

    0.60

    0.70

    0 1 2 3

    Kad

    ar N

    itra

    t A

    ir (

    pp

    m)

    Minggu Setelah Tanam

    PB1

    PB2

    SB1

    SB2

    KB1

    KB2

  • mudah terjangkau. Sumber hara nitrogen amat penting bagi tanaman, campuran

    nitrogen nitrat dan nitrogen amonium dianggap lebih baik dibandingkan kedua

    komponen tersebut secara mandiri. Tanaman selada menyerap nitrogen dan

    kalium sangat rendah selama bulan pertama setelah penanaman dan sangat tinggi

    pada minggu terakhir sebelum panen (Rubatzky dan Yamaguchi, 1990). Kadar

    nitrat pada tanaman pada masing-masing perlakuan PB1, PB2, SB1, SB2, KB1

    dan KB2 yaitu berkisar antara 0,040-0,136%, 0,023-0,072%, 0,104-0,150%,

    0,075-0,135% 0,021-0,071 dan 0,073-0,106% (Lampiran 16).

    Pertumbuhan Tanaman Selada

    1. Tinggi dan Jumlah Daun

    Keadaan yang kurang optimal pada tanaman selada di kontainer I

    perlakuan PB1 disebabkan oleh adanya genangan air pada media pasir. Genangan

    air ini mengakibatkan kondisi anaerob di sekitar perakaran tanaman. Bradford dan

    Yang (1981) menyatakan bahwa kondisi tergenang menyebabkan terbatasnya

    difusi oksigen pada zona akar.

    Selain kondisi anaerob disekitar perakaran tanaman, temperatur yang

    tinggi di rumah kaca sekitar 26-35oC menyebabkan tanaman selada mengalami

    stress dan kelayuan. Temperatur yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan yang

    berat pada daun-daun tanaman dan kerusakan jaringan tanaman akibat gangguan

    metabolisme sel (Fitter, 1991). Menurut Morgan (1999) saat temperatur tinggi

    jumlah oksigen yang terkandung dalam larutan hara akan menurun cepat dan

    meningkatkan laju respirasi dari sistem akar.

    Tinggi tanaman selada mengalami kenaikan seiringnya dengan masa

    tanam tetapi tingkat kematian pada tanaman selada yang ditanam pada percobaan

    sangat besar ( 32%) yaitu pada perlakuan kontrol tanaman yang mati sebanyak

    22% dan pada perlakuan kayu apu sekitar 10% sedangkan pada perlakuan

    remediasi tanaman kiambang, tanaman selada tidak mengalami kematian.

    Pertumbuhan tanaman akan terhambat bahkan mengalami kematian jika akar

    mengalami kekurangan oksigen yang cukup berat dan berlangsung dalam waktu

    yang lama (Prawinata et.al., 1981).

    Nilai rata-rata tinggi tanaman selada pada perlakuan P1T1, P1T2, P1T3,

    P2T1, P2T2, P2T3, S1T1, S1T2, S1T3, S2T1, S2T2, S2T3, K1T1, K1T2, K1T3,

  • K2T1, K2T2 dan K2T3 hingga akhir pengamatan yaitu 8,14; 14,86; 7,08; 14,27;

    13,09; 15,80; 19,27; 18,20; 19,16; 19,92; 21,03; 19,81; 19,07; 16,61; 20,77;

    21,12; 22,33 dan 22,38 seperti disajikan pada Lampiran 8 namun tinggi tanaman

    selada pada percobaan belum memenuhi kriteria standar. Menurut Iqbal (2006)

    tanaman selada yang memenuhi kriteria standar layak pasar PT. Parung Farm

    Hidroponik yaitu berkisar 2730 cm.

    Kurang optimalnya pertumbuhan tanaman selada dipengaruhi oleh

    banyaknya daun yang mati akibat terendam air larutan dan kurangnya hara yang

    diberikan oleh larutan air limbah effluen 1. Menurut Morgan (1999) pengaruh

    terhadap bagian daun yang terendam air adalah episnati atau penurunan

    lengkungan pada daun yang mengakibatkan tanaman terlihat kering, klorosis,

    begitu pula dengan gugurnya daun dan bunga secara prematur.

    (a)

    (b)

    Gambar 8. Grafik rata-rata (a) tinggi tanaman, (b) jumlah daun tanaman

    selada pada kombinasi penggunaan tanaman air dan kontainer

    tanaman selada; P1 = pistia (bak 1), P2 = pistia (bak 3),

    S1 = salvinia (bak 1), S2 = salvinia (bak 3), K1 = kontrol

    (bak 1), K2 = kontrol (bak 3), T1 = talang (kontainer 1),

    T2 = talang 2 (kontainer 2).

    0.0

    5.0

    10.0

    15.0

    20.0

    25.0

    Tin

    ggi T

    anam

    an (

    cm)

    Perlakuan

    0 MST

    1 MST

    2 MST

    3 MST

    4 MST

    0

    2

    4

    6

    8

    Jum

    lah

    Dau

    n

    Perlakuan

    0 MST

    1 MST

    2 MST

    3 MST

    4 MST

  • Berdasarkan penelitian, tanaman selada memiliki helaian daun yang buruk

    karena banyak daun selada yang memiliki ciri-ciri berwarna kuning, klorosis, dan

    ukurannya kecil-kecil. Hal ini disebabkan adanya genangan air dalam waktu yang

    cukup lama. Jumlah daun selada pada perlakuan P1T1, P1T2, P1T3, P2T1, P2T2,

    P2T3, S1T1, S1T2, S1T3, S2T1, S2T2, S2T3, K1T1, K1T2, K1T3, K2T1, K2T2

    dan K2T3 hingga akhir pengamatan yaitu 4, 5, 6, 5, 6, 5, 4, 5, 5, 5, 6, 6, 5, 5, 6, 5,

    6 dan 6 helai (Gambar 8). Kawase (1981) menyatakan bahwa tanaman yang

    kekurangan oksigen akan mengalami klorosis pada daun, penurunan pertumbuhan

    akar dan batang, kematian akar, peningkatan serangan hama dan penyakit,

    kehilangan hasil dan akhirnya tanaman akan mati.

    2. Biomassa

    Hasil panen tanaman selada pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata

    (P>0,05) (Lampiran 13) namun tidak layak untuk dipasarkan karena belum

    mencapai bobot ideal panen selada. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998)

    bobot ideal tanaman selada adalah berkisar antara 100-400 g.

    Bobot basah (utuh) rata-rata tanaman selada perlakuan PB1, PB2, SB1,

    SB2, KB1 dan KB2 yang dipanen pada 4 MST berturut-turut adalah 3,22; 4,94;

    3,38; 4,71; 3,72 dan 4,15 gram (Gambar 9).

    Gambar 9. Rata-rata Bobot panen selada pada kombinasi tanaman air

    dan bak remediasi; a) Effluent 1, (b) Effluent 2, P = pistia,

    S = salvinia, K = kontrol, B1 = 1 bak remediasi, B2 = 3 bak

    remediasi

    Pertumbuhan tanaman selada pada percobaan memiliki ukuran tinggi

    batang, daun dan akar yang kecil (Gambar 10). Kurang optimalnya pertumbuhan

    0.00

    1.00

    2.00

    3.00

    4.00

    5.00

    PB1 PB2 SB1 SB2 KB1 KB2

    3.22

    4.94

    3.38

    4.713.72

    4.15

    2.70

    4.51

    2.89

    4.293.41

    3.83

    0.33 0.36 0.23 0.34 0.18 0.28

    Rat

    a-ra

    taB

    ob

    ot

    Pan

    en

    (gr

    )

    Perlakuan

    Bobot Basah Bobot Tajuk Bobot Akar

  • tanaman selada disebabkan tergenangnya wadah media tanaman selada

    (kontainer) dengan air larutan limbah dalam waktu yang cukup lama, sehingga

    perakaran tanaman tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk menyerap unsur

    hara.

    Gambar 10. Hasil panen tanaman selada pada percobaan umur 4 MST

    Oksigen yang kurang mencukupi dapat mengurangi kemampuan daya

    serap akar terhadap air dan akan terjadi akumulasi racun akibat nitrifikasi yang

    menghasilkan nitrat, sehingga air dan mineral-mineral tidak dapat diserap dengan

    jumlah yang mencukupi untuk menjaga perkembangan tanaman terutama pada

    saat stress (Dwijoseputro, 1980). Hal ini akan mulai terlihat yaitu pada akar-akar

    yang mati, dan ukuran tanaman menjadi kecil.

    Selain itu terjadi pertambahan pada tinggi tanaman saat panen dan batang

    tanaman terlihat lebih kurus (Gambar lampiran 4), hal ini dikarenakan tanaman

    selada pada saat percobaan mengalami kekurangan cahaya akibat adanya naungan

    pada atap rumah kaca. Menurut Tjitrosomo (1980) naungan akan menurunkan

    intensitas cahaya, meningkatkan kelembaban dan mengurangi laju transpirasi

    persatuan luas daun. Faktor-faktor ini menyebabkan daun-daun yang tumbuh

    menjadi panjang, lebar dan tipis dengan tulang daun lebih kecil. Lignin yang

    menyebabkan kerapuhan dalam jaringan kering menjadi berkurang dalam daun-

    daun yang dinaungi, karena itu daun-daun lebih lemas atau seperti lebih mudah

    melentur. Oleh karena itu bobot panen tanaman selada tidak ideal akibat tanaman

    mengalami etiolasi, sehingga menyebabkan batangnya tinggi dan kurus, daunnya

    tidak berkembang baik, batang maupun daunnya tidak mempunyai klorofil dan

    berwarna kuning pucat.

    PB1 PB2 SB1 SB2 KB1 KB2

  • KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    1. Karakteristik fisik greywater yaitu zat padat terlarut dan tersuspensi memiliki

    nilai yang tidak melebihi kadar baku mutu air limbah, sedangkan karakteristik

    kimia greywater yang ditandai dengan Chemical Oxygen Demand (COD)

    memiliki nilai yang tinggi dan melebihi kadar baku mutu air limbah.

    2. Kadar COD air limbah effluent 1 pada 0 MST menunjukan hasil yang berbeda

    nyata (P

  • Saran

    Berdasarkan hasil penelitian, perlu adanya beberapa saran yang perlu

    ditambahkan, yaitu :

    1. Menggunakan konsentrasi limbah yang lebih tinggi.

    2. Menggunakan sistem hidroponik dengan media yang berbeda maupun dengan

    metode yang berbeda.

    3. Perlu diperhitungkan mengenai bahan terlarut yang mengendap dalam proses

    pengolahan sistem untuk mengurangi drainase yang buruk.

    3. Temperatur mempengaruhi pertumbuhan tanaman kayu apu, kiambang dan

    selada, sehingga diperlukan temperatur yang sesuai dengan kondisi lingkungan

    lapangan untuk tanaman selada.

    4. Bila tanaman air sudah menutupi bak, perlu dilakukan pemanenan secara

    teratur. Hasil tanaman air tersebut dapat bermanfaat untuk kegiatan lain,

    misalnya penggunaan untuk pakan ternak dan bahan pembuatan kompos.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 2006. Bertanaman Sayuran di Lahan Sempit/Redaksi Trubus. Penebar

    Swadaya. Jakarta. 39 hal.

    Anonim. 2003. Draft Final Sekretariat TKPSDA 2003.

    http://air.bappenas.go.id/modules/doc/pdf/2003. (diakses Juni 2008)

    Anonim. 2005.Greywater.http://greenhouse.gov.au/yourhome/technical/fs23.htm.

    (diakses Juli 2008).

    Anonim. 2008. Penyerapan limbah dengan bioremediasi.

    http://www.ecoton.or.id.htm/2001. Pusat Litbang PU Sumberdaya Air

    (2008)

    Anononim. You Measure Soil Salinity ?. 2005. http://www.knowledgebank.irri.org/TsunamisAndRice/How_Do_You_

    Measure_Soil_Salinity_.htm/2005

    Apriadi, Tri. 2008. Kombinasi bakteri dan tumbuhan air sebagai bioremediator

    dalam mereduksi kandungan bahan organik limbah kantin. Skripsi.

    Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan Ilmu Kelautan. Institut

    Pertanian Bogor. Bogor.

    Aphrodiyanti, Iyswiana. 2007. Spodoptera pectinicornis (Hampson) (Lepidoptera

    : Noctuidae) sebagai agens hayati kayu apu (Pistia stratiotes) kajian hidup

    kemampuan merusak dan kisaran inang. Tesis. Institut Pertanian Bogor.

    Bogor.

    Alaerts, G dan SS. Santika. 1987. Metode penelitian air. Penerbit Usaha Nasional

    Surabaya.

    Bradford, k. j. and S. F. Yang. 1981. Physiological responses of plant to water

    logging. Hortscirnce. 6 (1) : 25.29.

    Dwijoseputro, D. 1980. Pengantar fisiologi tumbuhan. Gramedia, Jakarta. 200 hal

    Fahrizal. 2004. http://www.ecoton.or.id.htm/2004. (diakses September2008)

    Fitter, A. H dan R. K. M. Hay. 1991. Fisiologi lingkungan tanaman. Gajah Mada

    University Press. Yogyakarta.

    Gerloff GC. 1975. Nutritional ecology of nuisance aquatic plants. National

    Environmental Research Center (Corvallis OR), 78 pp.

  • Grodowitz, M.J. 1998. an active approach to the use of insect biological control

    for the management of non-naive aquatic plants. Journal of Aquatic Plant

    Management. 36:57-61.

    Jones, J. B. 2005. Hydroponics; A Practical Guide for Soilless Grower. 2nd

    ed.

    CRC Press. London

    Haryanto, Eko. 2003. Sawi dan selada. Penebar Swadaya . Jakarta. 112 hal.

    Hindarko, S. 2003. Mengolah air limbah supaya tidak mencemari orang lain.

    Penerbit ESHA. Jakarta.

    Ismunadji, M., S. Partohardjono dan A. S. Karama. 1991. Fosfor peranan dan

    penggunaannya dalam bidang pertanian. Balai Penelitian Tanaman

    Pengan. Bogor.

    Kawase, M. 1981. Anatomical and morphological adaptation of plant to water

    logging. Hortscience. 16 (1) : 30-33.

    KLH. 1988. Keputusan menteri negara kependudukan dan lingkungan hidup

    Nomor: Kep.02/Men-KLH/1988, tentang pedoman penetapan baku mutu

    lingkungan. Sekretariat Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan

    Hidup. Jakarta.

    Koerniawati, Yuni. 2003. Disain panel dan jenis media pada teknologi hidroponik

    sistem terapung tanaman selada (Lactuca sativa var. Grand Rapids).

    Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

    LBN LIPI. 1981. Tumbuhan air. Lembaga Biologi NasionalLIPI. Bogor. 83 p.

    Lewis, O. A. M. 1986. Plants and nitrogen. Southampon. The Camelot Press, Ltd.

    Morgan, L. 1999. Hydroponics lettuce production. Casper Publ, Ltd. Narrabean.

    Australia. 102 p.

    MS. Saeni. Kimia lingkungan (Bahan pengajaran). 1989. DEPDIKBUD.

    Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Ilmu Hayat.

    IPB.

    Mursalin. 2007. Pemanfaatan kayu apu (Pistia stratiotes), kiambang (Salvinia

    molesta) dan gulma itik (Lemna perpusilla) dalam memperbaiki kondisi

    air limbah kantin. Departemen Menejemen Sumberdaya Perairan. Fakultas

    Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Napitupulu, L. 2003. Pengaruh aplikasi pupuk daun dalam sumber nutrisi berbeda

    pada teknologi hidroponik sistem terapung tanaman selada (Lactuca sativa

    L. Var Grand Raphids). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas

    Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

  • Nurfinayati. 2004. Pemanfaatan berulang larutan nutrisi pada budidaya selada

    (Lactuca sativa L.) dengan teknologi hidroponik sistem terapung (THST).

    Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

    Prawinata, W., S. Harran dan D. Tjondronegoro. 1981. Dasar-dasar fisiologi

    tumbuhan. Jilid 1. Departemen Botani. Fakultas Pertanian. Institut

    Pertanian Bogor. Bogor.

    Priyono, Agus. 1994. Efektivitas pengolahan limbah tahu dengan eceng gondok

    (Eichhornia crassipes (Mart) Solms.A. Tesis. PPLH. Bogor.

    Rubatzky , E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran dunia: prinsip, produksi, dan

    gizi, jilid 2. Penerbit ITB. Bandung.

    Siregar Sakti, A. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Kanisius. Yogyakarta.

    112 hal.

    Sastrapradja, S dan R. Bimantoro. 1981. Tumbuhan air. Lembaga LIPI. Bogor.

    Sugiharto. 1987. Dasar-dasar pengelolaan air limbah. UI Press. Jakarta.

    Spotte, S. 1970. Fish and Invertebrate Culture; Water Management in Closed

    System. Wiley Intersience. Pub., New York.

    Sundaru. 1979. Lembaga Biologi Nasional LIPI. Bogor.

    Tjitrosomo, S. S., S. Harran, M. Djaelani dan A. Sudiarto. 1980. Botani umum.

    Jilid 2. Departemen Botani. Institut Pertanian Bogor. Bogor

    Triyatmo, Bambang dan N. Probosunu. 1999. Budidaya terpadu lele dumbo

    dengan tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes), kangkung air

    (Ipomea acuatica) dan kapu-kapu (Pistia stratiotes). Jurnal Perikanan

    UGM (GMU J. Fish, Sci) IV (2). Yogyakarta. 30-36.

    Untung, Onny. Hidroponik sayuran system NFT. Cetakan 3. 2003. Penebar

    Swadaya. Jakarta. 96 hal.

    Widyanto, L.S. dan H. Susilo. 1977. Pencemaran air oleh logam berat dan

    hubungannya dengan eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms).

    Biotrop. Bogor.

    Yusuf, Guntur. 2001. Proses bioremediaasi limbah rumah tangga dalam skala

    kecil dengan kemampuan tanaman air pada sistem simulasi. Tesis. Institut

    Pertanian Bogor.

  • LAMPIRAN

  • Tabel lampiran 1. Data hasil penggunaan limbah

    No. Produk Limbah Banyaknya limbah/satu kali mandi*

    1 Sabun (lifebouy) 8,970 gram

    2 Pasta Gigi (Pepsodent) 15,875 ml

    3 Shampoo (Sunsilk) 5,460 ml

    Pembuatan air limbah yang menyerupai limbah asli

    *Banyaknya penggunaan air limbah satu kali mandi per satu keluarga

    Tabel lampiran 2. Hasil analisis air sebelum digunakan untuk penelitian

    Parameter Satuan Nilai

    pH - 7

    N ppm 14,00

    P ppm 0,25

    K ppm 2,16

    Ca ppm 3,33

    Mg ppm 1,01

    Tabel lampiran 3. Analisis limbah awal*

    No. Parameter Nama Satuan Hasil Analisis Baku Mutu Limbah Cair

    Gol I Gol II

    Fisika

    1 Zat padat terlarut - mg/l 1010 2000 4000

    2 Zat padat tersuspensi - mg/l 550 200 400

    Kimia

    3 pH - - 9,07 6,0-9,0 6,0-9,0

    4 Besi terarut Fe mg/l 0,098 5 10

    5 Mangan terlarut Mn mg/l 0,045 2 5

    6 Seng Zn mg/l 0,12 5 10

    7 Cadmium Cd mg/l

  • Tabel lampiran 4. Bahan kimia dan formula produk limbah

    Produk Bahan Kimia Formula

    Sabun

    (lifebuoy)

    Sodium soap

    Fragrance

    Glycerin

    Titanium Dioxide

    Trichlorohydroxy diphenyl ether

    Tetrasodium EDTA

    Triclocarban

    Etidronic Acid

    Cl 11710

    Cl 74260

    Water

    -

    -

    C3H5(OH)3

    -

    2, 4, 4'-trichloro-2'-hydroxy-diphenyl

    ether

    C10H16N2O8

    C13H9Cl3N2O

    C2H8O7P2

    Cl

    Cl

    H2O

    Pasta Gigi

    (Pepsodent)

    Calcium Carbonat

    Sorbitol

    Hydrated sillicone Dioxide

    Precipitated

    Sodium Monoflourophosphate

    Sodium Carboxy Methyl cellulose

    Saccharin

    Formaldehyde

    Sodium Lauyl Sulfate

    Sodium Sillicate

    Flavour

    Titanium Dioxide

    Potassium Citrate Trihydrate

    Calcium Glycerophosphate

    Water

    CaCO3

    C6H14O6

    -

    FNa2O3P

    -

    C7H5NO3S

    CH2O

    C11+nH23+4nNaO4+nS

    Na2SiO3

    -

    TiO2

    -

    -

    H2O

    Shampo

    (Sunsilk)

    Sodium Laureth Sulphate

    Sodium Chloride

    Carbomer

    Disodium Disulfonate

    Sodium Hydroxide

    Lactic Acid

    Panthenol

    Cocoamidopropyl Betaine

    Dimethiconol

    Alkyl Ether sulfates

    Methylchloroisothiazoline

    Water

    CH3(CH2)10CH2(OCH2CH2)nOSO3Na

    NaCl

    C30H6 Dinatrium-2,2'-([1,1'-biphenyl]-4,4'-

    diyldivinylen)bis(benzolsulfonat) NaOH C3H6O3 C9H19NO4 C19H38N2O3

    -

    R--O--(Cn H2n O)x --SO3

    -

    H2O

    Sumber : www. komposisi.blogsome.com

  • Tabel lampiran 5. Kriteria standard kualitas air limbah

    Parameter

    Satuan I II III IV

    Mutu Air Baik Sedang Kurang Kurang

    Sekali

    Fisika

    Temperatur 0C 45 45 45 45

    Residu terlarut mg/l 1000 3000 3000 50000

    Residu terlarut mg/l 100 200 400 500

    Kimia

    pH 6,0-9,0 5,0-9,0 4,5-9,5 4,0-10

    Besi (Fe) mg/l 5 7 9 10

    Mangan (mn) mg/l 0,5 1 3 5

    Tembaga (Cu) mg/l 0,5 2 3 5

    Seng (Zn) mg/l 5 7 10 15

    Krom heksavalen (Cr(VI)) mg/l 0,1 1 3 5

    Kadmium (Cd) mg/l 0,01 0,1 0,5 1

    Raksa total (Hg) mg/l 0,005 0,01 0,05 0,1

    Timbal (Pb) mg/l 0,1 0,5 1 5

    Arsen (Ar) mg/l 0,05 0,3 0,7 1

    Aselenium (Se) mg/l 0,01 0,05 0,5 1

    Sianida (CN) mg/l 0,02 0,05 0,5 1

    Sulfida (S) mg/l 0,01 0,05 0,1 1

    Flourida (F) mg/l 1,5 2 3 5

    Klor aktif (Cl2) mg/l 1 2 3 5

    Klorida (Cl) mg/l 600 1000 1500 2000

    Sulfat (SO4) mg/l 400 600 800 1000

    N-Kjehdahl (N) mg/l 7 - - 80

    Amoniak Bebas ( NH3-N) mg/l 0,5 1 2 5

    Nitrat (NO3-N) mg/l 10 20 30 50

    Nitrit (NO2-N) mg/l 1 2 3 5

    Kebutuhan oksigen (BOD) mg/l 20 100 300 500

    Biologi

    Kebutuhan oksigen kimiawi

    (COD) mg/l 40 200 500 1000

    Senyawa aktip biru metilen mg/l 0,5 1 3 5

    Fenol mg/l 0,002 0,05 0,5 1

    Minyak nabati mg/l 10 30 70 100

    Minyk mineral mg/l 10 30 70 100

    Radioaktifitas*) Sumber : Kriteria dan standard kualitas air nasional, Dir. Penyelidikan masalah Air, Jakarta, Maret 1981

    (241/LA-18/1981).

  • Lampiran 6. Hasil penentuan Doubling Time (DT) penyetaraan luas penutupan

    tumbuhan uji.

    Kondisi Awal : Kondisi Akhir :

    Berat (gram) Berat (gram)

    Rumpun 1 6,5 Rumpun 1 10,1

    Rumpun 2 7,8 Rumpun 2 10,7

    Rumpun 3 8,0 Rumpun 3 11,0

    Jumlah 22,3 Jumlah 31,8

    Gambar Lampiran 1. Kondisi awal dan kondisi akhir tanaman kayu apu

    (Pistia stratiotes)

    Kondisi Awal Kondisi Akhir

    Gambar Lampiran 2. Kondisi awal dan kondisi akhir tanaman kiambang

    (Salvinia molesta)

    Biomassa awal = 14,0 gram

    Biomassa akhir = 17,5 gram

    Rumus Pistia stratiotes Salvinia molesta

    RGR t

    XXt 0lnln 0,1183 0,1383

    DT RGR

    2ln 6 hari 5 hari

  • Lampiran 6. Lanjutan

    Diketahui :

    Luas Penutupan Pistia sebesar 40 % (0,4) (Mursalin, 2007)

    Doubling Time Pistia = 6 hari

    Doubling Time Salvinia = 5 hari

    Metode Penyetaraan luas penutupan Salvinia terhadap Pistia :

    Luas penutupan Salvinia

    Luas penutupan Pistia=

    Doubling time Salvinia

    Doubling time Pistia

    Luas penutupan Salvinia

    0,4= 5

    6

    Sehingga luas penutupan Salvinia sebesar 33 % yaitu sekitar 282,105 cm2 dari

    luas bak remediasi.

  • Tabel lampiran 7. Nilai rata-rata tinggi tanaman selada per MST

    Perlakuan Waktu tanam

    0 MST 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST

    P1T1 4,98 5,11 6,48 7,11 8,14

    P2T1 5,98 7,45 11,71 13,15 14,86

    S1T1 4,78 5,95 5,93 6,79 7,08

    S2T1 5,18 6,72 12,33 13,13 14,27

    K1T1 4,38 5,14 10,68 12,47 13,09

    K2T1 5,65 7,95 13,44 14,78 15,80

    P1T2 5,83 8,75 15,86 18,38 19,27

    P2T2 5,23 7,75 14,66 16,13 18,20

    S1T2 5,89 9,20 14,47 16,44 19,16

    S2T2 6,24 9,48 16,58 18,38 19,92

    K1T2 5,37 8,23 15,86 19,07 21,03

    K2T2 5,71 9,74 16,62 18,21 19,81

    P1T3 5,59 9,64 16,26 17,86 19,07

    P2T3 5,62 8,49 14,13 16,13 16,61

    S1T3 7,08 11,22 16,94 19,86 20,77

    S2T3 7,08 10,76 17,21 19,15 21,12

    K1T3 5,27 9,91 17,66 20,24 22,33

    K2T3 5,88 9,61 16,83 20,49 22,38

    Tabel lampiran 8. Nilai rata-rata jumlah daun tanaman selada per MST

    Perlakuan Waktu tanam

    0 MST 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST

    P1T1 4 5 6 5 4

    P2T1 4 5 5 4 5

    S1T1 4 5 5 4 4

    S2T1 4 5 6 6 5

    K1T1 4 4 5 5 5

    K2T1 4 5 6 6 5

    P1T2 4 4 4 4 5

    P2T2 4 5 5 6 6

    S1T2 4 4 5 4 5

    S2T2 4 5 6 6 6

    K1T2 4 5 6 6 5

    K2T2 4 5 6 5 6

    P1T3 4 4 4 4 6

    P2T3 4 5 5 5 5

    S1T3 4 5 5 5 5

    S2T3 4 5 5 5 6

    K1T3 4 5 5 5 6

    K2T3 4 5 5 5 6

  • Tabel lampiran 9. Bobot panen tanaman selada per kontainer

    Perlakuan

    Bobot Basah Bobot Akar Bobot Tajuk Bobot Kering

    Kontainer Kontainer Kontainer Kontainer

    T1 T2 T3 T1 T2 T3 T1 T2 T3 T1 T2 T3

    P11 4,55 7,85 3,22 0,46 0,52 0,67 3,22 7,45 2,52 0,17 0,31 0,19

    P12 1,78 1,97 3,55 0,31 0,26 0,29 1,39 1,65 3,12 0,13 0,08 0,11

    P13 1,33 2,99 1,78 0,18 0,15 0,12 0,87 2,57 1,54 0,25 0,16 0,59

    P21 1,7 2,74 3,32 0,35 0,16 0,16 1,26 2,53 3,08 0,12 0,13 0,19

    P22 4,77 4,65 5,13 0,58 0,38 0,32 4,15 3,87 4,69 0,22 0,18 0,19

    P23 1,66 3,78 5,69 0,95 0,14 0,2 12,05 3,52 5,45 0,80 0,13 0,07

    S11 1,26 1,86 3,76 0,17 0,17 0,27 1,05 1,59 3,22 0,08 0,07 0,15

    S12 1,98 4,3 2,53 0,34 0,17 0,16 1,6 4,01 2,27 0,14 0,19 0,14

    S13 5,2 4,05 5,5 0,25 0,17 0,34 4,95 3,96 3,32 0,23 0,21 0,13

    S21 7 6,73 5,79 0,62 0,42 0,25 5,93 5,98 6,12 0,29 0,38 0,28

    S22 1,41 3,75 5,26 0,42 0,24 0,32 0,94 3,3 5,11 0,08 0,17 0,23

    S23 8,13 2,48 1,8 0,54 0,14 0,13 7,19 1,62 2,41 0,38 0,09 0,16

    K11 4,5 5,32 2,22 0,16 0,2 0,1 4,26 5,12 2,08 0,18 0,22 0,09

    K12 6,67 2,85 3,09 0,28 0,19 0,1 6,39 2,7 2,9 0,30 0,12 0,20

    K13 2,58 2,69 3,58 0,08 0,13 0,42 1,86 2,18 3,16 0,11 0,11 0,21

    K21 2,7 6,44 6,09 0,11 0,18 0,51 2,31 6,29 5,25 0,13 0,32 0,29

    K22 3,02 3,65 5,98 0,16 0,29 0,35 2,61 3,75 5,63 0,25 0,21 0,13

    K23 1,97 2,81 4,69 0,33 0,21 0,34 1,61 2,64 4,35 0,13 0,11 0,12

    Tabel lampiran 10. Kadar analisis COD dalam air (mg/l)

    Perlakuan Effluent 1 Effluent 2

    0 MST 1 MST 2 MST 3 MST 0 MST 1 MST 2 MST 3 MST

    P11 243,2 87,6 119,5 119,8 334,4 47,8 87,6 12,4

    P12 228,0 191,2 119,5 78,5 273,6 39,8 103,6 20,7

    P13 243,2 151,4 454,2 45,5 364,8 63,7 239,0 12,4

    Rata-rata 238,1 143,4 231,1 81,3 324,3 50,5 143,4 15,1

    P21 258,4 135,5 270,9 28,9 106,4 63,7 111,6 28,9

    P22 288,8 191,2 103,6 37,2 258,4 55,8 87,6 20,7

    P23 106,4 127,5 111,6 20,7 304,0 47,8 15,9 20,7

    Rata-ra