a08mps

Upload: taslim904780478

Post on 30-Oct-2015

199 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO)

    DAN EVALUASI KINERJA KEMITRAAN PASCA KONVERSI

    (Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit Sei. Pagar,

    Kabupaten Kampar, Riau)

    Oleh:

    MORINTARA PUTRI SURBAKTI

    A14304072

    PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2008

  • 109

    RINGKASAN

    MORINTARA PUTRI SURBAKTI. Analisis Biaya Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Evaluasi Kinerja Kemitraan Pasca Konversi (Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit Sei. Pagar, Kabupaten Kampar, Riau). Di bawah Bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI. Sektor pertanian memiliki beberapa subsektor, salah satunya adalah subsektor perkebunan yang memegang peranan strategis dalam perekonomian Indonesia. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki arti penting bagi perkembangan pembangunan nasional. Areal kelapa sawit di Propinsi Riau sebagian besar adalah milik PT. Perkebunan Nusantara V (PTPN V) dibawah naungan BUMN, salah satunya yaitu Sei Pagar (SPA). PTPN V Pabrik Kelapa Sawit (PKS) SPA sebagai penanggung jawab terlaksananya pembangunan proyek perkebunan inti rakyat (PIR)-Trans. PTPN V PKS SPA mengembangkan kemitraan dengan petani plasma. Kemitraan PIR-Trans dilihat sebagai suatu sistem pengadaan bahan baku agroindustri, maka posisi petani plasma sebagai pemasok bahan baku tandan buah segar (TBS) ke perusahaan inti menjadi salah satu faktor yang menentukan keunggulan bersaing perusahaan dalam industri. Namun pada kenyataannya, kemitraan yang dilaksanakan tidak selalu berjalan sesuai harapan. Adanya penurunan volume pasokan bahan baku (TBS) dari petani plasma ke PKS SPA menunjukkan kemitraan pemasok sebagai sistem pengadaan bahan baku belum mencapai manfaat yang optimal. Tidak tercapainya jumlah pasokan TBS yang masuk ke PKS SPA juga berpengaruh kepada jumlah biaya pengolahan PKS SPA yang dikeluarkan.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) Mendeskripsikan perkembangan biaya pengolahan PKS SPA. (2) Menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi biaya pengolahan CPO PKS SPA. (3) Mengkaji kemitraan yang terjadi antara petani plasma dan PTPN V Sei. Pagar pada tahap pasca konversi.

    Penelitian dilaksanakan di PTPN V PKS SPA dan petani plasma di tingkat kebun. Perusahaan ini dipilih dengan sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Februari 2008.

    Data penelitian yang dikumpulkan menggunakan data primer dan data sekunder. Pengambilan data untuk evaluasi kemitraan yang terjadi antara petani plasma dan PTPN V SPA dilakukan dengan wawancara kepada pihak karyawan inti sebanyak 10 orang dan kepada petani plasma sebanyak 30 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling karena keterbatasan waktu dan kesulitan menyeleksi observasi. Analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitaf digunakan untuk mendeskripsikan perkembangan biaya pengolahan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pengolahan CPO, sedangkan analisis kualitatif digunakan untuk mengkaji evaluasi kemitraan PTPN V SPA.

    Komponen biaya tetap yang terbesar adalah gaji karyawan pimpinan dan pelaksana sedangkan komponen biaya variabel terbesar adalah pembelian bahan baku (TBS), pada tahun 2007 terjadi peningkatan harga TBS sebesar 44,25 persen

  • 110

    dibanding tahun 2006. Secara ekonomis belum efisien, sedangkan dari segi efisiensi teknis PTPN V SPA dapat disimpulkan sudah cukup baik. Tapi perlu dilakukan peningkatan jumlah produksi TBS agar sesuai dengan kapasitas terpasang pabrik yaitu 30 ton TBS/jam.

    Dari hasil analisis regresi diperoleh faktor biaya yang mempengaruhi biaya pengolahan CPO secara nyata yaitu gaji karyawan, biaya pemeliharaan bangunan pabrik, biaya pemeliharan mesin dan instalasi pabrik, premi asuransi pabrik, pembelian TBS, biaya listrik, biaya air, dan biaya angkut. Nilai elastisitas sebagian besar masing-masing variabel independen adalah positif menunjukkan bahwa kenaikan penggunaan faktor biaya memberikan pengaruh positif terhadap kenaikan jumlah biaya pengolahan CPO PTPN V PKS SPA.

    Saat ini kemitraan PIRTrans antara PTPN V SPA dan petani plasma telah memasuki tahap pasca konversi. Sepuluh indikator evaluasi kinerja kemitraan diperoleh kesimpulan bahwa kemitraan PTPN V SPA dan petani plasma masih dikategorikan pada tingkat sedang. Hal ini ditunjukkan oleh enam indikator dari sepuluh indikator menyatakan kinerja kemitraan PTPN V SPA tergolong sedang yaitu pengetahuan mengenai penyetoran TBS ke inti (80 persen), komunikasi yang dibangun pihak inti dan plasma (73,33 persen), harga beli TBS (70 persen), waktu pembayaran TBS (74,44 persen), ketanggapan inti dalam menyelesaikan keluhan petani (67,78 persen), dan sikap inti terhadap kesejahteraan petani (71,11).

    PT. Perkebunan Nusantara V SPA perlu mencari alternatif-alternatif untuk melakukan pendekatan kepada petani plasma misalkan melalui pengadaan pupuk dan pestisida kembali seperti pada tahap persiapan kemitraan yang pembayarannya dapat diberikan melalui kredit dari hasil panen petani plasma tersebut, memberikan penyuluhan, dan menjalin hubungan yang baik dengan petani plasma sehingga terjalin adanya ikatan persaudaraan yang kuat antara PTPN V SPA dengan petani plasma serta memberikan kemudahan kepada petani plasma dalam hal pembayaran hasil panen dengan sistem cash and carry.

  • 111

    ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO)

    DAN EVALUASI KINERJA KEMITRAAN PASCA KONVERSI

    (Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit Sei. Pagar,

    Kabupaten Kampar, Riau)

    Skripsi

    Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

    Pada

    Fakultas Pertanian

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh:

    MORINTARA PUTRI SURBAKTI

    A14304072

    PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2008

  • 112

    Judul : ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO)

    DAN EVALUASI KINERJA KEMITRAAN PASCA KONVERSI

    (Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit Sei. Pagar,

    Kabupaten Kampar, Riau)

    Nama : MORINTARA PUTRI SURBAKTI

    NRP : A14304072

    Menyetujui,

    Dosen Pembimbing

    Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS

    NIP: 131 918 659

    Mengetahui,

    Dekan Fakultas Pertanian

    Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr

    NIP. 131 124 019

    Tanggal Lulus:

  • 113

    PERNYATAAN

    DENGAN INI, SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG

    BERJUDUL ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL

    (CPO) DAN EVALUASI KINERJA KEMITRAAN PASCA KONVERSI

    (Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit Sei. Pagar,

    Kabupaten Kampar, Riau) BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI

    YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN

    ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH

    GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA

    SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK

    MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU

    DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN

    RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

    Bogor, Mei 2008

    Morintara Putri Surbakti

    A14304072

  • 114

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis bernama lengkap Morintara Putri Surbakti, dilahirkan

    pada tanggal 22 Februari 1986 di Jakarta dari pasangan Bapak

    M. K Surbakti dan Ibu Rosmariany Ginting. Penulis merupakan

    anak keempat dari empat bersaudara.

    Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD. YKPP I,

    Sungai Pakning, Riau. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di

    SLTP STRADA FX-1 Jakarta pada tahun 2001 dan menyelesaikan pendidikan

    menengah atas di SMAN 80 Jakarta pada tahun 2004. Penulis aktif di beberapa

    organisasi seperti OSIS serta kegiatan ekstrakurikuler.

    Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi

    Masuk IPB (USMI) tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut

    Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya (EPS),

    jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

    Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif diberbagai organisasi

    kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi

    Pertanian (MISETA) periode 2004/2005 departemen Pengembangan Ilmu Sosial

    dan Ekonomi, Asisten Dosen Mata Kuliah Agama Protestan pada tahun

    2005/2006 sampai 2006/2007, Koordinator Asisten Dosen Mata Kuliah Agama

    Protestan pada tahun 2007/2008, serta aktif dalam beberapa kegiatan kepanitian

    intern maupun ekstern kampus, yaitu kepanitian Agrocareer, PMK, panitia

    Retreat Angkatan, panitia MAPER, dan Ketua KAKR GBKP Bogor periode

    2007/2008 sampai 2008/2009.

  • 115

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

    rahmat dan karunia-Nya penulis diberikan kekuatan, hikmat dan pengetahuan

    untuk menyelesaikan skripsi ini.

    Sebuah kebanggaan bagi penulis ketika membuat skripsi yang berjudul

    Analisis Biaya Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Evaluasi Kinerja

    Kemitraan Pasca Konversi (Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik

    Kelapa Sawit Sei. Pagar, Kabupaten Kampar, Riau). Skripsi ini ditulis untuk

    memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Pertanian,

    Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

    Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak

    akan terselesaikan. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima

    kasih kepada semua pihak atas bantuan secara moril maupun material selama

    proses penyusunan skripsi ini.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan

    kelemahan, oleh karena itu penulis senantiasa menerima setiap saran dan kritik

    yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi

    ini berguna dan bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.

    Bogor, Mei 2008

    Penulis

  • 116

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Puji dan syukur atas segala berkat Tuhan yang senatiasa menyertai dan

    memberkati proses penulisan tugas akhir ini sehingga penulis dapat

    menyelesaikanya dengan baik. Terselesainya tugas akhir ini tidak terlepas dari

    bantuan dan dukungan dari pihakpihak yang telah membantu. Oleh karena itu,

    pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Keluarga tercinta: Papa, Mama yang penulis sayangi semua yang terbaik

    kupersembahkan untuk kedua orangtuaku, Bang ala dan keluarga, Bang

    Ijos dan keluarga, dan Bang Iman yang selalu mendoakan dan memberi

    dorongan setiap hari.

    2. Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing skripsi

    yang telah sabar membantu, meluangkan waktu dan mengarahkan penulis

    sampai selesainya penulisan skripsi ini.

    3. Bapak A. Faroby Falatehan, SP,ME selaku dosen penguji utama dan Ibu

    Ir. Meti Ekayani, M.Sc selaku dosen penguji wakil departemen yang telah

    bersedia untuk menguji penulis, serta atas saran, masukan dan

    perbaikannya dalam penyusunan skripsi ini.

    4. Bapak Ir. Arifin Saragih, selaku Manajer yang sudah memberikan izin

    untuk dapat melakukan penelitian di PTPN V Sei. Pagar.

    5. Bapak H. Khairulrizal, ST, selaku Masinis Kepala di PT. Perkebunan

    Nusantara PKS V Sei. Pagar.

    6. Bapak Indranof Tarigan, selaku KTU di PT. Perkebunan Nusantara V

    PKS Sei. Pagar. Terima kasih atas motivasi dan dukungan yang telah

    diberikan kepada penulis.

    7. Bapak Bantu Sembiring dan Bapak Fransisco Karo-Karo terima kasih atas

    motivasi dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

    8. Bapak Syahendra Lubis (Bang Lokot), selaku Ko. Anggaran di

    PT.Perkebunan Nusantara PKS V Sei. Pagar. Terima kasih atas dukungan

    yang diberikan dan banyak membantu penulis dalam kelangsungan

    penyusunan skripsi ini.

  • 117

    9. Natalia sebagai sahabat yang selalu memberi dukungan ketika penulis

    mulai lelah dan jatuh. Terima kasih untuk persahabatan kita selama ini.

    Teman-Teman EPS 41 yang banyak mendukung dan peduli: Owien, Tita,

    Deli, Nana, Yudie, Kevin, Bjay, Pipih, Rolas, Lenny, Yanthi, Mery, Lina,

    Rocky, Jimmy, Risti, Mayang, Ade, Maya, Aghiez, Mba sari, dan rekan-

    rekan EPS 41 seluruhnya serta teman-teman sepembimbingan penulis:

    Evie, Cecep, Gufron, Erfan kalian harus semangat ya teman.

    10. Keluarga kelompok kecilku, Kak Tience, Yenny, Rini, Dek Ade, Dek

    Conny, dan Dek Emta, kalian adalah salah satu sumber kekuatanku.

    Penulis mengasihi kalian semua.

    11. Bernardo Nababan terima kasih buat semuanya. Teman-teman Pondok

    Dame: Bang Supardi, Bang Landes, Bang Debi, Bang Mario, Bang

    Richard, serta partnerku yang lagi di Kalimantan Agus Manalu. Terima

    kasih untuk dukungan kalian.

    12. Adik-adikku PMK IPB yang kukasihi: Kade Putri, Yesika, Adit, Ati,

    Jenita, Ninis, Rico, Leonard, Wesly, Ferryaman, Okto, Jesika, Nico, Anta,

    Jhon, Cipta, Edwin, Nehemia, Desra, Hartip, Andi, buyung, Elsye, Nuah,

    Icha, Demak, Corry dan Anak-anak Kost Perwira 52: Lenny, Nina,

    Kezhia, Putri, Riska, dan semuanya yang tidak bisa satu per satu

    disebutkan. Terima kasih buat dukungan kalian.

    13. Guru KAKR GBKP Bogor: Kak Ana, Kak Yanti, Kak Ira, Kak Ika, Kak

    Leli, Kak Mila, Kak Ina, Kak Chicha, Bang Ago, Bang itor, Bang Yosi,

    Abed, Gandhi, Devi, Anita, Eva, Damenta, Cynthia, dan Permata GBKP

    Bogor: Indri, Bang Bremin, Kak Nia, Bang Budi, Bang Joy, Kak Elpita.

    Terima kasih untuk kebersamaan dan dukungan kalian semua, baik dalam

    pelayanan maupun dukungan doa dalam setiap pergumulan yang penulis

    alami.

    14. Teman-teman KKP Kecamatan Tonjong buat Citta, Mira, Indah, Adjiest,

    dan teman-temanku lainnya. Terima kasih untuk kebersamaan kita disana.

    Suka dan duka kita lalui, serta teman-teman penulis baik sekarang maupun

    masa lalu serta semua pihak yang telah membantu tetapi luput dari ingatan

    penulis untuk menyebutkannya. Terima kasih buat kalian semua.

  • 118

    DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR ISI .......................................................................................... i DAFTAR TABEL .................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR .............................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... v

    I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang .................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................. 8 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 11 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................ 11 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ........................ 12

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Sejarah Kelapa Sawit ............................................................ 13 2.2 Varietas Kelapa Sawit ........................................................... 15 2.3 Keunggulan Minyak Sawit.................................................... 15

    2.4 HasilHasil Olahan Minyak Kelapa Sawit............................. 16 2.5 Konsep Kemitraan ................................................................ 17 2.6 Penelitian Terdahulu ............................................................. 22 2.6.1 Studi Terdahulu Mengenai Biaya Pengolahan.............. 22 2.6.2 Studi Terdahulu Mengenai Pabrik Kelapa Sawit dan

    Perkebunan Inti Rakyat .............................................. 23 2.6.3 Studi Terdahulu Mengenai Crude Palm Oil (CPO)...... 25

    III. KERANGKA PEMIKIRAN

    3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis................................................ 28 3.1.1 Produksi dan Fungsi Produksi ..................................... 28 3.1.2 Biaya Produksi ............................................................ 29 3.1.3 Klasifikasi Biaya Produksi .......................................... 31 3.1.4 Indikator Evaluasi Kinerja Kemitraan......... .................. 31

    3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual .......................................... 33 3.3 Hipotesis Penelitian ............................................................. 36

    IV. METODE PENELITIAN

    4.1 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian................................ 37 4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data .................................... 37 4.3 Metode Analisis Data............................................................ 38 4.3.1 Analisis Biaya Pengolahan dan Efisiensi Teknis.......... 38 4.3.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO ......................................................... 40 4.3.3 Analisis Kinerja Kemitraan ......................................... 49 4.4 Definisi Operasional ............................................................ 50

  • 119

    Halaman

    V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN

    5.1 Gambaran Umum Perusahaan 5.1.1 Sejarah PTPN V PKS SPA ........................................ 51 5.1.2 Keadaan Kebun di PTPN V SPA............................... 53 5.1.3 Pengolahan dan Penanganan Limbah......................... 56 5.1.4 Proses Pengolahan TBS Menjadi CPO....................... 58 5.2 Karakteristik Responden ....................................................... 61

    5.2.1 Karakteristik Umum Petani Plasma .............................. 61 5.2.2 Karakteristik Usaha Petani Plasma ............................... 64

    VI. ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN TBS MENJADI CPO

    6.1 KomponenKomponen Biaya Pengolahan ........................... 67 6.2 Analisis Efisiensi Teknis...................................................... 72

    VII. ANALISIS FAKTORFAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIAYA PENGOLAHAN CPO

    7.1 Model Fungsi Linear Berganda ............................................ 76 7.2 Analisis Elastisitas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya

    Pengolahan CPO.................................................................. 80

    VIII. EVALUASI KINERJA KEMITRAAN PT.PERKEBUNAN NUSANTARA V SEI. PAGAR PASCA KONVERSI

    8.1 Perkembangan PIRTrans PT.Perkebunan Nusantara V SPA 84 8.2 Evaluasi Kemitraan Pihak Inti dan Petani Plasma............... .. 88

    IX. KESIMPULAN DAN SARAN

    7.1 Kesimpulan............................................................................ 102 7.2 Saran ..................................................................................... 103

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 105 LAMPIRAN................................................................................................ 108

  • 120

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    1. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1999 2005 ......................................................................... 2

    2. Perkembangan Produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1999 2005 .................................................................................... 3

    3. Perkembangan Ekspor CPO dan Minyak Sawit lainnya di Indonesia Tahun 1999 2005 ......................................................................... 4

    4. Perbandingan Produktivitas Komoditas Perkebunan Tahun 1990 - 2000..................................................................................... 5

    5. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Seluruh Indonesia, Tahun 2000 .................................................................... 6

    6. Produksi Enam Varietas Unggul Kelapa Sawit ................................ 15

    7. Daftar Indikator Kinerja Kemitraan................................................. 38

    8. Komponen Biaya Tetap PTPN V PKS SPA Tahun 2005 2007...... 68

    9. Komponen Biaya Variabel PTPN V PKS SPA Tahun 2005 2007.. 69

    10. Perkembangan Harga TBS PTPN V PKS SPA Tahun 2005 2007 . 70

    11. Komponen Biaya Pengolahan Tanpa Pembelian TBS PTPN V PKS SPA Tahun 2005 2007 ................................................................. 71

    12. Biaya Rata-Rata Tingkat Pabrik PTPN V SPA Tahun 2005 2007 . 72

    13. Perbandingan Jumlah TBS dan CPO Diolah PTPN V PKS SPA

    Tahun 2005 2007 ......................................................................... 73

    14. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO ............................................................................. 77

    15. Tahap-Tahap Kemitraan PTPN V SPA dan Petani Plasma .............. 86

    16. Evaluasi Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara V SPA....... 89

  • 121

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1. Pohon Industri Kelapa Sawit ........................................................... 17

    2. Kerangka Pemikiran Konseptual ..................................................... 35

    3. Persentase Jenis Kelamin ................................................................ 62

    4. Persentase Tingkat Umur ................................................................ 62

    5. Persentase Tingkat Pendidikan ........................................................ 64

    6. Persentase Jumlah Produksi CPO .................................................... 65

    7. Persentase Tingkat Pendapatan........................................................ 66

    8. Persentase Asal Daerah Petani Plasma ............................................ 84

    9. Persentase Pihak Penjualan TBS ..................................................... 99

  • 122

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1. Struktur Organisasi PTPN V PKS SPA ........................................... 109

    2. Data Jumlah TBS dan Produksi CPO PTPN V PKS SPA ................ 110

    3. Perkembangan Harga TBS PTPN V PKS SPA 2005 2007............ 111

    4. Perhitungan Rentang Skala.............................................................. 112

    5. Perbandingan Antara Realisasi dan Anggaran Biaya Pengolahan PTPN V PKS SPA Tahun 2005....................................................... 113

    6. Perbandingan Antara Realisasi dan Anggaran Biaya Pengolahan PTPN V PKS SPA Tahun 2006....................................................... 115

    7. Perbandingan Antara Realisasi dan Anggaran Biaya Pengolahan PTPN V PKS SPA Tahun 2007....................................................... 117

    8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO PTPN V PKS SPA ......................................................................... 119

    9. Hasil Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO PTPN V PKS SPA.................................................................. 121 10. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban dalam Kemitraan PTPN V SPA dengan Petani Plasma...................................................................... 122

  • 123

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Sektor pertanian memiliki beberapa subsektor, salah satunya adalah

    subsektor perkebunan. Perkebunan memegang peranan strategis dalam

    penyediaan pangan, seperti minyak goreng sawit dan gula yang merupakan salah

    satu pilar stabilitas ekonomi dan politik di Indonesia. Selain itu perkebunan juga

    berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari besar

    penyerapan tenaga kerja pada tahun 2003 yaitu sebesar 17 juta jiwa. Peran ini

    relatif konsisten, baik ketika Indonesia mengalami masa kritis maupun masa jaya.

    Kontribusi subsektor perkebunan terhadap pendapatan domestik bruto

    (PDB) secara nasional tanpa migas adalah sekitar 2,9 persen atau sekitar 2,6

    persen dari PDB total. Jika menggunakan PDB dengan harga konstan tahun 1993,

    pangsa subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah 17,6 persen,

    sedangkan terhadap PDB tanpa migas dan PDB nasional masing-masing adalah

    3,0 persen dan 2,8 persen (Badan Pusat Statistik, 2004).

    Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki arti

    penting bagi perkembangan pembangunan nasional. Selain mampu menciptakan

    kesempatan kerja, kontribusi lainnya adalah sebagai sumber devisa negara.

    Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit (Crude Palm Oil).

    Crude Palm Oil (CPO) yang dihasilkan kelapa sawit memiliki beberapa

    keunggulan dibandingkan minyak nabati tanaman lainnya, yaitu tahan lebih lama,

    tahan terhadap tekanan, dan memiliki toleransi suhu yang relatif tinggi. CPO

    dikenal sebagai produk primadona perkebunan Indonesia.

  • 124

    Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia selama tahun

    1999 2005 cenderung meningkat yakni sekitar 1,97 13,36 persen (Tabel 1).

    Pada tahun 2001 pertumbuhan luas areal perkebunan kelapa sawit paling besar

    yaitu sebesar 13,36 persen dikarenakan permintaan ekspor CPO Indonesia

    meningkat. Sementara pada tahun 2005 luas areal juga mengalami peningkatan

    sekitar 1,97 persen atau menjadi 5,51 juta hektar walaupun paling kecil

    dibandingkan peningkatan tahun sebelumnya, kelapa sawit merupakan komoditas

    andalan pertanian dalam negeri.

    Tabel 1. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia

    Tahun 1999 2005

    Tahun

    PR (ha)

    PBN (ha)

    PBS (ha)

    Jumlah (ha)

    Pertumbuhan (%)

    1999 1041046 576999 2283757 3901802 9,60

    2000 1166758 588125 2403194 4158077 6,57

    2001 1561031 609943 2542457 4713431 13,36

    2002 1808424 631566 2627068 5067058 7,50

    2003 1854394 662803 2766360 5283557 4,27

    2004 1904943 674983 2821705 5401631 2,23

    2005 1917038 676408 2914773 5508219 1,97 Sumber : BPS, 2005. Keterangan : PR : Perkebunan Rakyat

    PBN : Perkebunan Besar Negara PBS : Perkebunan Besar Swasta

    Produksi kelapa sawit berupa minyak sawit (CPO) di Indonesia selama

    tahun 1999 2005 juga mengalami peningkatan antara 8,44 19,94 persen

    (Tabel 2). Peningkatan produksi tersebut berfluktuasi dari tahun ke tahun. Adanya

    peningkatan produksi CPO setiap tahunnya mengindikasikan bahwa CPO

    memiliki potensi untuk dikembangkan.

  • 125

    Tabel 2. Perkembangan Produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1999 - 2005

    Tahun PR (ton)

    PBN (ton)

    PBS (ton)

    Jumlah (ton)

    Pertumbuhan (%)

    1999 1527811 1468949 3438830 6435590 8,86

    2000 1905653 1460954 3633901 7000508 8,44

    2001 2798032 1519289 4079151 8396472 19,94

    2002 3426739 1607734 4587871 9622344 14,60

    2003 3517324 1750651 5172859 10440834 8,51

    2004 3745264 2013130 6466132 12224526 17,08

    2005 3873677 2158684 7079579 13111940 7,26 Sumber : BPS, 2005. Keterangan : PR : Perkebunan Rakyat

    PBN : Perkebunan Besar Negara PBS : Perkebunan Besar Swasta

    Indonesia adalah negara net exporter minyak sawit. Produksinya sebagian

    besar di ekspor dan sisanya dipasarkan di dalam negeri. Pangsa pasar untuk

    produk minyak sawit telah menjangkau kelima benua yakni Asia, Afrika,

    Australia, Amerika dan Eropa. Namun demikian Asia masih merupakan pangsa

    pasar yang paling utama.

    Perkembangan ekspor minyak sawit tahun 1999 2005 selalu mengalami

    peningkatan (Tabel 3). Hal ini disebabkan harga internasional yang terus

    meninggi, sebagai dampak permintaan dunia akan CPO terus bertambah. Saat ini

    dunia sedang banyak mencari sumber energi baru pengganti minyak bumi yang

    cadangannya semakin menipis. Salah satu alternatif pengganti tersebut adalah

    energi biodiesel dimana bahan baku utamanya adalah minyak mentah kelapa sawit

    atau yang lebih dikenal dengan nama Crude Palm Oil (CPO). Biodiesel ini

    merupakan energi alternatif yang ramah lingkungan, selain itu sumber energinya

  • 126

    dapat terus dikembangkan, sangat berbeda dengan minyak bumi yang jika

    cadangannya sudah habis tidak dapat dikembangkan kembali.

    Tabel 3. Perkembangan Ekspor CPO dan Minyak Sawit Lainnya di

    Indonesia 1999 2005

    CPO (Crude Palm Oil)

    Minyak Sawit lainnya

    Jumlah Total

    Tahun Volume (000 ton)

    Nilai (000 ton)

    Volume (000 ton)

    Nilai (000 ton)

    Volume (000 ton)

    Nilai (000 ton)

    Pertum-buhan (%)

    1999 865 270 2434 844 3299 1114 123,01

    2000 1818 476 2292 611 4110 1087 24,58

    2001 1849 406 3054 674 4903 1081 19,30

    2002 2805 892 3529 1200 6334 2092 29,17

    2003 2892 1062 3494 1392 6386 2455 0,83

    2004 3820 1444 4842 1997 8662 3442 35,63

    2005 4566 1593 5810 2163 10376 3756 19,49 Sumber: BPS, 2005.

    Produktivitas kelapa sawit lebih tinggi bila dibandingkan dengan

    produktivitas komoditas perkebunan lain (Tabel 4). Banyak para investor yang

    menginvestasikan modalnya untuk membangun perkebunan dan pabrik

    pengolahan kelapa sawit. Berdasarkan produk yang dihasilkan, industri kelapa

    sawit dapat dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu hulu kelapa sawit

    (penghasil buah sawit) dan industri hilir kelapa sawit (industri ekstraksi minyak

    sawit dari buah sawit dan pengolahan lanjutan, termasuk limbah kelapa sawit).

    Skala industri perkebunan kelapa sawit Indonesia memiliki rentang yang luas

    mulai dari yang berskala kecil satu sampai lima hektar hingga ratusan ribu hektar.

    Industri hilir kelapa sawit memiliki karakteristik berupa padat teknologi dan

    padat modal. Industri hilir kelapa sawit Indonesia dapat dikelompokkan kedalam

  • 127

    tiga kelompok besar yaitu (a) Industri ekstraksi minyak sawit dari buah sawit

    (Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit / PKS), (b) Industri pengolahan minyak sawit,

    dan (c) Industri pemanfaatan limbah kelapa sawit.

    Tabel 4. Perbandingan Produktivitas Komoditas Perkebunan Tahun

    1990 2000

    Produktivitas (kg/ha) Komoditas

    PR PBN PBS

    Karet 659 1.071 1.31

    Kelapa Sawit 2.173 4.929 2.693

    Kelapa Dalam 1.037 1.141 934

    Kelapa Hibrida 997 1.031 920

    Kopi Robusta 583 633 604

    Kopi Arabika 830 830 581

    Cokelat 1.313 812 856 Sumber : Statistik Perkebunan dalam Fauzi,dkk, 2002. Keterangan : PR : Perkebunan Rakyat

    PBN : Perkebunan Besar Negara PBS : Perkebunan Besar Swasta

    Propinsi Riau merupakan propinsi dengan luas areal perkebunan rakyat (PR)

    kelapa sawit terluas di seluruh Indonesia pada tahun 2000 yaitu 205.361 ha

    dengan produksi 361.962 ton, sedangkan untuk perkebunan besar negara (PBN)

    Propinsi Riau memiliki luas areal kedua yang terluas setelah Sumatra Utara.

    Perkebunan besar swasta (PBS), Propinsi Riau yang terluas yaitu 389.690 ha

    dengan hasil produksinya 642.017 ton (Tabel 5). Propinsi Riau juga memiliki

    kapasitas produksi pengolahan kelapa sawit terbesar kedua setelah Sumatra Utara,

    yaitu 2.017 ton TBS/jam (Fauzi,dkk 2002). Hal ini didukung oleh letak geografis

    Propinsi Riau yang sesuai untuk ditanami kelapa sawit. Luas areal dan produksi

    kelapa sawit di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.

  • 128

    Tabel 5. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Seluruh

    Indonesia, Tahun 2000

    PR PBN PBS

    Propinsi Luas (ha)

    Produksi (ton)

    Luas (ha)

    Produksi (ton)

    Luas (ha)

    Produksi (ton)

    DI Aceh 60.188 48.759 41.645 83.541 117.549 263.203

    Sumatra Utara 105.330 256.986 257.434

    1.259.615 264.218 918.372

    Sumatra Barat 51.599 116.201 3.256 18.579 92.331 252.694

    Riau 205.361 361.962 63.088 303.307 389.690 642.017

    Jambi 159.947 185.367 8.326 37.105 90.842 104.188

    Sumatra Selatan 154.012 154.501 27.209 108.021 157.541 170.206

    Bengkulu 24.529 37.693 4.345 1.754 35.739 58.335

    Lampung 31.537 11.141 12.996 57.209 37.626 18.377

    Jawa Barat 6.296 12.587 11.071 6.068 4.135 7.914

    Kalimantan Barat 143.695 202.083 42.960 113.923 105.697 93.053

    Kalimantan Tengah 22.642 4.210 0 0 97.771 25.997

    Kalimantan Selatan 0 0 0 0 103.557 45.052

    Kalimantan Timur 32.816 40.848 9.360 19.736 43.653 15.910

    Sulawesi Tengah 10.638 13.643 4.349 0 23.440 13.258

    Sulawesi Selatan 27.206 30.476 9.887 21.846 47.360 28.935

    Irian Jaya (Papua) 17.000 26.956 5.217 25.815 9.638 0

    Sumber : Dirjen Perkebunan, 2000.

  • 129

    Areal kelapa sawit di Propinsi Riau sebagian besar merupakan milik

    PT.Perkebunan Nusantara V (PTPN V) yang berada dibawah naungan BUMN.

    Salah satu PTPN yang ada di Propinsi Riau adalah PTPN V Sei Pagar. PTPN V

    Pabrik Kelapa Sawit Sei Pagar (PKS SPA) merupakan salah satu dari 12 pabrik

    yang dimiliki oleh PTPN V yang bergerak dibidang perkebunan dan pengolahan

    kelapa sawit. PTPN V PKS SPA melakukan proyek perkebunan inti rakyat atau

    proyek PIR-Trans. PKS SPA mengolah Tandan Buah Segar (TBS) menjadi dua

    macam produk akhir yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK).

    Prosesnya dimulai dari pasokan tandan buah segar (TBS) yang berasal dari

    perkebunan inti dan perkebunan plasma kemudian diolah menjadi CPO dan

    kernel.

    PT. Perkebunan Nusantara V PKS SPA sebagai penanggung jawab

    terlaksananya pembangunan proyek PIR-Trans. Pelaksanaan program PIR-Trans

    dilaksanakan berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

    1986 tentang pengembangan perkebunan dengan pola PIR yang dikaitkan dengan

    program transmigrasi dan disusun jelas dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian

    Nomor 333/Kpts/KB.50/6/1986.

    PT. Perkebunan Nusantara V PKS SPA mengembangkan kemitraan dengan

    petani plasma dalam hal pengadaan bahan baku. Berdasarkan konsep PIR-Trans

    maka perusahaan berperan sebagai inti, sedangkan perkebunan rakyat berperan

    sebagai plasma (peserta). Adanya kerjasama antara pengusaha dengan petani

    diharapkan dapat menciptakan hubungan yang saling menguntungkan bagi

    keduanya. Kontinuitas hubungan antara perkebunan sebagai penyedia bahan baku

  • 130

    dengan pabrik pengolahannya sebagai pihak yang membutuhkan bahan baku

    menjadi salah suatu hal yang penting untuk dikaji.

    1.2 Perumusan Masalah

    Pembangunan PKS SPA merupakan langkah strategis dalam pengembangan

    industri kelapa sawit. Sifat alami buah sawit yang tidak dapat disimpan lama

    mengharuskan adanya pembangunan PKS. Tanpa PKS buah kelapa sawit tidak

    dapat dimanfaatkan.

    Menurut SK Menteri Pertanian No 357/Kpts/HK.350/5/2002, pembangunan

    pabrik pengolahan hasil perkebunan wajib secara terpadu dengan jaminan pasokan

    bahan baku dari kebun sendiri. Apabila pasokan bahan baku dari kebun sendiri

    tidak mencukupi dapat dipenuhi dari sumber lain melalui perusahaan patungan

    dengan menempuh salah satu pola pengembangan dari pihak luar. Oleh karena itu,

    kebunkebun yang luas akan lebih aman apabila memiliki PKS sendiri.

    PT. Perkebunan Nusantara V PKS SPA berlokasi di Kecamatan Perhentian

    Raja, Desa Hangtuah, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Pertama kali dilakukan

    penanaman pada lahan perkebunan PTPN V SPA adalah tahun 1986. PKS SPA

    memiliki kapasitas pabrik 30 ton TBS/jam, secara pedoman umum pabrik dengan

    kapasitas 30 ton TBS/jam memerlukan lahan kelapa sawit seluas 6000 ha. PKS

    SPA saat ini sudah memiliki lahan seluas 8000 ha dengan sistem pengembangan

    kemitraan pola perkebunan inti rakyat transmigrasi (PIR-Trans). Berdasarkan

    konsep PIR-Trans maka perusahaan sebagai inti, sedangkan perkebunan rakyat

    berperan sebagai plasma.

  • 131

    PT. Perkebunan Nusantara V sebagai penanggung jawab pelaksanaan

    proyek kemitraan PIR-Trans dengan memberikan areal seluas 6000 ha kebun

    plasma kepada 3000 KK petani, sedangkan luas areal kebun inti seluas 2.752,68

    ha. PTPN V SPA memiliki empat pasokan TBS yaitu kebun inti, kebun plasma,

    titip olah, dan pembelian tandan buah segar (TBS). Kapasitas PKS adalah 30 ton

    TBS/jam, maka kapasitas olah ideal yang dicapai perbulan adalah 10.000 ton TBS

    dengan masa operasi 20 jam. Apabila dipaksa untuk beroperasi 22 jam/hari, maka

    kapasitas olah bulanan adalah 11.000 ton TBS. Dalam keadaan terpaksa, PKS

    dapat dioperasikan selama 24 jam/hari untuk beberapa hari saja.

    Pada tahun 2006 PKS Sei. Pagar membuat anggaran TBS yang diolah

    169.200.000 kg, sedangkan yang terealisasi jumlah TBS sampai dengan bulan

    Desember 2006 adalah 107.175.110 kg TBS. Berarti tidak tercapainya TBS yang

    akan diolah sebesar 62.024.890 kg dibandingkan dengan anggaran. Tidak

    tercapainya TBS yang masuk ke PKS Sei. Pagar akan berpengaruh kepada jumlah

    biaya pengolahan yang dikeluarkan. Walaupun jumlah TBS yang dipasok tidak

    memenuhi target sehingga pabrik sering tidak mengolah atau dalam keadaan idle

    capacity tapi biaya tetap pengolahan seperti gaji karyawan pimpinan, gaji

    karyawan pelaksana, biaya listrik, biaya pemeliharaan bangunan pabrik, dan,

    biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik tetap saja dikeluarkan. Semakin

    tinggi biaya pengolahan akan berakibat semakin tinggi harga pokok pengolahan

    yang terjadi sehingga pabrik tidak efisien. Pengoperasian pabrik dikatakan efisien

    apabila biaya untuk menghasilkan keluaran lebih kecil dari nilai keluarannya.

    Biaya pengolahan termasuk kedalam biaya terbesar yang dikeluarkan oleh

    PKS SPA. Oleh karena itu, analisis biaya pengolahan sangat perlu dilakukan.

  • 132

    Biaya pengolahan digunakan untuk melihat perkembangan total biaya pengolahan

    selama ini terutama tiga tahun terakhir, komponenkomponen apa saja yang

    memiliki pengaruh terhadap biaya pengolahan, serta mengetahui komponen yang

    memiliki biaya terbesar dan terkecil. Biaya pengolahan yang dikeluarkan terdiri

    dari beberapa komponen seperti pembelian bahan baku, gaji karyawan, biaya

    pemeliharaan bangunan pabrik, biaya listrik, biaya air, dan lain-lain.

    Salah satu penyebab pabrik tidak efisien adalah pasokan TBS yang tidak

    masuk ke PTPN V PKS SPA. Kontinuitas pasokan hasil produksi petani plasma

    ke inti merupakan kunci kelanggengan kemitraan dimana terdapat manfaat yang

    dapat dirasakan oleh kedua belah pihak. Manfaat tersebut adalah terpenuhinya

    pasokan bahan baku bagi inti dan adanya jaminan pemasaran hasil produksi bagi

    petani plasma. Namun pada kenyataannya, kemitraan yang dilaksanakan tidak

    selalu berjalan sesuai harapan. Adanya penurunan volume pasokan bahan baku

    (TBS) dari petani plasma ke PKS SPA menunjukkan kemitraan pemasok sebagai

    sistem pengadaan bahan baku belum mencapai manfaat yang optimal.

    Jika kemitraan PIR-Trans dilihat sebagai suatu sistem pengadaan bahan

    baku agroindustri, maka posisi petani plasma sebagai pemasok ke perusahaan inti

    menjadi salah satu faktor yang menentukan keunggulan bersaing perusahaan

    dalam industri. Berdasarkan hal ini perlu dilakukan suatu kajian terhadap kinerja

    pola kemitraan yang terjadi antara petani plasma dan PTPN V SPA.

  • 133

    Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang akan diteliti dapat

    dirumuskan sebagai berikut :

    1. Bagaimana perkembangan biaya pengolahan CPO PKS Sei. Pagar?

    2. Faktorfaktor apa saja yang berpengaruh terhadap biaya pengolahan CPO

    PKS Sei. Pagar?

    3. Bagaimana kinerja kemitraan yang terjadi antara petani plasma dan PTPN

    V Sei. Pagar?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

    1. Mendeskripsikan perkembangan biaya pengolahan CPO PKS Sei. Pagar.

    2. Menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi biaya pengolahan CPO

    PKS Sei. Pagar.

    3. Mengkaji kemitraan yang terjadi antara petani plasma dan PTPN V Sei.

    Pagar.

    1.4 Kegunaan Penelitian

    Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:

    1. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman

    tentang analisis biaya pengolahan dan pengkajian mengenai evaluasi

    kemitraan.

    2. Bagi pihak perusahaan, dapat memberikan masukan untuk mengupayakan

    peningkatan pasokan TBS, serta mengenai perkembangan biayabiaya

    pengolahan yang terjadi.

  • 134

    3. Bagi pemerintah, dapat mempertimbangkan masukan dalam menetapkan

    kebijakan mengenai pembangunan pabrik kelapa sawit, terutama yang ada

    di Kabupaten Kampar, Riau.

    1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

    PTPN V terdiri dari 12 pabrik yaitu Tanjung Medan, Tanah Putih, Sei.

    Buatan, Lubuk Dalam, Sei. Pagar, Sei. Galuh, Sei. Garo, Terantam, Tandun, Sei.

    Intan, Sei. Rokan, dan Sei. Tapung. Namun pada penelitian ini yang akan dibahas

    adalah salah satu pabrik dari PTPN V ini yaitu PKS Sei. Pagar. Oleh karena itu,

    hasil dari penelitian ini tidak dapat digeneralisasi terhadap kondisi PTPN V secara

    keseluruhan karena ada keterbatasan penelitian.

  • 135

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2. 1 Sejarah Kelapa Sawit

    Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika

    Barat. Kelapa sawit (Palm oil) termasuk dalam ordo: Palmales, famili:

    Palmaceae, sub-famili: Palminae, genus: Elaeia. Walaupun demikian, ada yang

    menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena

    lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan

    Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit dapat hidup subur di luar daerah

    asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu

    memberikan hasil produksi yang lebih tinggi.

    Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali diusahakan dan dibudidayakan

    secara komersial pada tahun 1911 oleh Adrien Hallet, seorang Belgia yang banyak

    belajar tentang kelapa sawit di Afrika. Perkebunan kelapa sawit pertama kali di

    Indonesia berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal

    perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit

    (CPO) pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara Eropa, kemudian tahun

    1923 mulai mengekspor minyak inti sawit (kernel) sebesar 850 ton (Setyamidjaja,

    1991).

    Memasuki masa penguasaan pemerintahan Jepang, perkembangan kelapa

    sawit di Indonesia mengalami kemunduran. Secara keseluruhan produksi

    perkebunan kelapa sawit terhenti. Lahan perkebunan mengalami penyusutan

    sebesar 16 persen dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit

    hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948/1949. Padahal pada tahun 1940

  • 136

    Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit. Setelah Belanda dan Jepang

    meninggalkan Indonesia, pada tahun 1957, pemerintah mengambil alih

    perkebunan dengan alasan politik dan keamanan. Perubahan manajemen dalam

    perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan dalam negeri yang tidak

    kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit mengalami penurunan. Pada

    periode tersebut posisi Indonesia sebagai pemasok minyak dunia tergeser oleh

    Malaysia. Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan

    diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan

    kesejahteraan masyarakat, dan sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus

    mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980

    luas lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak

    saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama

    perkebunan rakyat dan juga didukung oleh kebijakan pemerintah yang

    melaksanakan program PIR. Pada tahun 1990-an, luas perkebunan kelapa sawit

    mencapai lebih dari 1,6 juta hektar yang tersebar diberbagai sentra produksi

    seperti Sumatra dan Kalimantan (Setyamidjaja, 1991).

    Kelapa sawit biasanya berbuah setelah berumur 2,5 tahun. Buahnya masak

    5,5 bulan setelah penyerbukan. Dalam memanen, perlu diperhatikan beberapa

    ketentuan umum agar buah yang dihasilkan baik mutunya, sehingga minyak yang

    dihasilkan juga bermutu baik. Buah yang akan dipenen adalah buah yang telah

    matang panen. Tanaman telah berumur 31 bulan, berat janjangan (tandan) telah

    mencapai tiga kg atau lebih, dan penyebaran panen telah mencapai satu banding

    lima, yaitu setiap lima pohon terdapat satu tandan buah yang matang panen.

  • 137

    2.2 Varietas Kelapa Sawit

    Dewasa ini dikenal beberapa varietas unggul yang telah ditanam

    diperkebunan kelapa sawit. Varietas unggul ini merupakan hasil persilangan

    buatan atau hibridisasi antara tipe Delidura dengan tipe Pisifera. Berdasarkan

    Surat Keputusan Menteri Pertanian RI No.312, 313, 314, 315, 316 dan

    317/Kpts/TP.240/4/1985 telah dilepas enam varietas unggul kelapa sawit baru.

    Adapun nama dan daya produksinya terdapat pada Tabel 6. Varietas kelapa sawit

    unggul ini dianjurkan untuk ditanam dengan kerapatan tanaman 130 pohon per

    hektar, kecuali DP Marihat dan DP Lame sebaiknya 143 pohon per hektar

    (Setyamidjaja,1991).

    Tabel 6. Produksi Enam Varietas Unggul Kelapa Sawit

    No Induk Asal Nama Varietas (*) Produksi Minyak Kelapa Sawit (ton/ha/tahun)

    1 Delidura X Pisifera DP Dolok Sinumbah 7,1

    2 Delidura X Pisifera DP Lame 7,0

    3 Delidura X Pisifera DP Yangambi 7,0

    4 Delidura X Pisifera DP Bah Jambi 6,9

    5 Delidura X Pisifera DP Marihat 6,7

    6 Delidura X Pisifera DP Avros 6,4

    Sumber: Setyamidjaja, 1991. (*) DP berarti hasil silang antara Delidura dengan Pisifera; nama dibelakang huruf DP diambil dari nama tempat asal kelapa sawit Pisifera (sumber tepung sari) tersebut

    2.3 Keunggulan Minyak Sawit

    Minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri karena memiliki

    susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri banyak menggunakan

    minyak sawit sebagai bahan baku seperti industri pangan serta industri non

  • 138

    pangan seperti kosmetik dan farmasi. Bahkan minyak sawit telah dikembangkan

    sebagai salah satu bahan bakar. Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa

    minyak sawit memiliki keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.

    Beberapa keunggulan minyak sawit antara lain sebagai berikut (Fauzi, dkk, 2004):

    a. Tingkat efisiensi minyak sawit tinggi sehingga mampu menempatkan CPO

    menjadi sumber minyak nabati termurah.

    b. Produktivitas minyak sawit tinggi yaitu 3,2 ton/ha, sedangkan minyak kedelai,

    lobak, kopra, dan minyak bunga matahari masingmasing 0.34, 0.51, 0.57,

    dan 0.53 ton/ha.

    c. Sifat intercgeable-nya cukup menonjol dibanding dengan minyak nabati

    lainnya, karena memiliki keluwesan dan keluasan dalam ragam kegunaan baik

    di bidang pangan maupun non pangan.

    d. Sekitar 80 persen dari penduduk dunia, khususnya di negara berkembang

    masih berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita untuk minyak dan lemak

    terutama minyak yang harganya murah (minyak sawit).

    e. Terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan baku minyak

    bumi ke bahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yaitu oleokimia yang

    berbahan baku CPO, terutama di beberapa negara maju seperti Amerika

    Serikat, Jepang, dan Eropa Barat.

    2.4 Hasil Hasil Olahan Minyak Kelapa Sawit

    Produkproduk yang dapat dihasilkan dari minyak sawit sangat banyak,

    dapat dilihat pada Gambar 1 antara lain:

  • 139

    1. Produk turunan CPO selain minyak goreng dapat dihasilkan margarin,

    vanaspati, es krim, shortening, dan lainnya seperti instant noodle, sabun dan

    detergent, chocolate dan coatings, specialty fats, dry soap mixes, textiles oils

    dan biodiesel (Dirjen Bina Produksi, 2004).

    2. Produk turunan PKO yaitu margarin, confectionary, krim biskuit, es krim,

    susu isian, dan lainnya seperti cocoa butter substitute, fikked mild, imiation

    cream, shampo dan kosmetik (Dirjen Bina Produksi, 2004).

    3. Limbah cair bisa digunakan sebagai pupuk, dan limbah padat dapat digunakan

    sebagai kompos, serat dan rayon.

    Gambar 1. Pohon Industri Kelapa Sawit

    Sumber : Kurniawan, dkk, 2004.

    2.5 Konsep Kemitraan

    Berdasarkan pelaku usahanya, usaha pertanian di Indonesia dapat dibedakan

    atas pengusaha pertanian besar (agribisnis besar) dan pengusaha kecil (agribisnis

    kecil). Agribisnis kecil di Indonesia umumnya bergerak pada sektor usahatani

    untuk menghasilkan komoditas pertanian tanpa olahan lebih lanjut dan langsung

  • 140

    dipasarkan. Agribisnis besar umumnya bergerak pada sektor pengembangan

    bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Kedua pelaku usaha ini

    bergerak pada sektor yang berbeda, namun masih dalam cakupan suatu sistem

    agribisnis. Kondisi yang berbeda tersebut dapat dimanfaatkan dalam rangka

    mencapai efisiensi yang lebih besar, yaitu dengan mengadakan kerjasama.

    Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil

    bahwa kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah

    atau dengan usaha besar disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh

    usaha menengah atau usaha besar yang berkelanjutan dengan memperhatikan

    prinsip saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa

    dalam kemitraan tidak ada pihak yang merasa lebih besar atau lebih kuat daripada

    yang lain, namun saling bergantung antara satu dengan yang lain untuk mencapai

    tujuan bersama.

    Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan

    kemitraan secara lebih konkret, antara lain (Hafsah, 2000):

    1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat.

    2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan.

    3. Meningkatkan pemerataan, pemberdayaan masyarakat, dan usaha kecil.

    4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah, dan nasional.

    5. Memperluas kesempatan kerja.

    6. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.

  • 141

    Dalam melaksanakan kemitraan, semua pihak yang terlibat harus merasakan

    keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari kemitraan. Secara garis besar

    manfaat dilaksanakannya kemitraan yang dapat diperoleh petani, yaitu

    (Nurdiniayati,1996) :

    1. Merangsang petani untuk lebih bergairah dalam kegiatan produksi karena

    adanya jaminan pemasaran, yang meliputi jaminan pasar pembelian, pasar

    penjualan, harga pasar, dan harga pembelian.

    2. Tersedianya modal dan sarana produksi.

    3. Terjadi transfer teknologi tepat guna sehingga dapat meningkatkan

    produktivitas.

    4. Memungkinkan petani untuk memperluas usaha.

    Manfaat dilaksanakannya kemitraan bagi perusahaan diantaranya adalah

    sebagai berikut :

    1. Mendapat jaminan pasokan bahan baku.

    2. Resiko kerugian jauh lebih kecil dibandingkan jika usaha tersebut dilakukan

    sendiri.

    3. Investasi yang dikeluarkan jauh lebih kecil dibandingkan jika usaha tersebut

    dilakukan sendiri.

    4. Kegiatan produksi dapat diarahkan kepada industri yang berskala ekonomi

    tinggi, efisien, efektif, yang berorientasi pada pasar dan memiliki daya saing

    dalam pemasaran.

  • 142

    Menurut Hafsah (2000), pola kemitraan yang dapat dikembangkan di

    Indonesia adalah sebagai berikut :

    a. Pola kemitraan sederhana

    Pada pola kemitraan ini, menempatkan pengusaha besar pada peranan dalam

    (a) memberikan bantuan atau kemudahan perolehan modal untuk

    mengembangkan usaha, (b) penyediaan sarana produksi yang dibutuhkan, (c)

    bantuan teknologi. Pengusaha kecil mempunyai kewajiban memasokkan hasil

    produksinya kepada pengusaha besar (mitranya) sesuai jumlah dan standar

    mutu yang telah disepakati bersama. Pembina (pemerintah) berperan dalam

    pemberian fasilitas dan kemudahan dalam berinvestasi, penyediaan sarana

    transportasi, telekomunikasi, listrik, serta perangkat perundang undangan

    yang mendukung kemitraan usaha.

    b. Pola Kemitraan Tahap Madya

    Pada pola kemitraan ini, peran usaha besar terhadap usaha kecil mitranya

    semakin berkurang. Dalam tahapan ini, usaha kecil telah mampu

    mengembangkan usaha, terutama dalam pengadaan sarana produksi,

    permodalan, dan manajemen. Usaha besar lebih terfokus pada aspek

    pengolahan dan pemasaran hasil.

    c. Pola Kemitraan Tahap Utama

    Pola kemitraan ini adalah yang paling ideal untuk dikembangkan, namun

    dibutuhkan persyaratan yang cukup berat, diantaranya kemampuan

    manajemen dan pengetahuan bisnis yang luas. Dalam pola ini pengusaha kecil

    turut terlibat dalam pengembangan usaha perusahaan besar mulai dari tahap

    perencanaan pengembangan usaha sampai dengan pemasaran hasil. Pembina

  • 143

    (pemerintah) tetap dibutuhkan peranannya agar dapat terwujud kemitraan

    yang diharapkan.

    Berdasarkan sifat / kondisi dan tujuan usaha yang dimitrakan, terdapat

    beberapa pola kemitraan yang saat ini telah banyak dilaksanakan, yaitu (Hafsah,

    2000):

    1. Pola Inti Plasma, merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra

    usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Perusahaan inti

    menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen,

    menampung, mengolah, dan memasarkan hasil produksi, selain tetap

    memproduksi kebutuhan perusahaan. Pihak plasma (petani) harus dapat

    memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah

    disepakati.

    2. Pola Subkontrak, merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahaan

    mitra dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang

    diperlukan perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas

    dari bentuk kemitraan ini adalah adanya kontrak bersama yang mencantumkan

    volume, harga, dan waktu.

    3. Pola Dagang Umum, merupakan pola hubungan kemitraan antara mitra usaha

    yang memasarkan hasil dengan kelompok usaha yang mensuplai kebutuhan

    yang diperlukan oleh perusahaan.

    4. Pola keagenan, merupakan pola hubungan kemitraan dimana usaha kecil

    diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha menengah

    atau usaha besar sebagai mitranya.

  • 144

    5. Waralaba, merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha

    dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak lisensi dan merek

    dagang saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usaha

    sebagai penerima waralaba yang disertai dengan bantuan bimbingan

    manajemen.

    2. 6 Penelitian Terdahulu

    2.6.1 Studi Terdahulu Mengenai Biaya Pengolahan

    Kamilla (2004) melakukan penelitian Analisis Biaya Produksi Pengolahan

    Getah Pinus di Pabrik Gondorukem dan Terpetin Cimanggu, KPH Banyumas

    Barat menggunakan metode perhitungan biaya dan analisis break even point.

    Menyimpulkan secara garis besar biaya produksi total gondorukem dan terpentin

    pada bulan November 2003 mencapai Rp.2.122.403.993,10. Break even point

    Pabrik Gondoruken dan Terpetin Cimanggu atas dasar unit barang yang

    digunakan dalam proses, atau jumlah getah minimal yang harus dimasak adalah

    Rp.790.682 kg per bulan agar KPH Banyumas tidak rugi.

    Artiyanto (2006) melakukan penelitian berjudul Analisis Biaya Pengolahan

    Gondorukem dan Terpetin di PGT. Sindangwangi, KPH Bandung Utara, Perum

    Perhutani Unit III Jawa barat menggunakan metode analisis biaya produksi,

    analisis RugiLaba dan analisis break even point. Menyimpulkan PGT

    Sindangwangi mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp.16,9 milyar dan

    mendapatkan keuntungan sebesar Rp.6,32 milyar pada tahun 2005. Keuntungan

    dapat ditingkatkan dengan menaikkan harga jual dan menambah jumlah produksi.

  • 145

    2.6.2 Studi Terdahulu Mengenai Pabrik Kelapa Sawit dan Perkebunan Inti

    Rakyat

    Ekaprasetya (2006) melakukan penelitian mengenai FaktorFaktor yang

    Berhubungan dengan Motivasi Kerja Karyawan Pabrik Kelapa Sawit (studi kasus:

    PKS PT. Milano Aek Batu Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara). Analisis

    statistik yang digunakan adalah koefisien korelasi Rank Sperman untuk

    mengetahui hubungan faktor internal dan faktor eksternal terhadap motivasi kerja

    karyawan bagian proses dan karyawan bagian non proses serta seluruh karyawan

    dalam faktor eksternal.

    Sedangkan untuk mengidentifikasi lingkungan kerja perusahaan menurut

    karakteristik responden dan tingkat motivasi kerja karyawan dianalisis secara

    deskriptif dan diberi skor. Berdasarkan hasil uji korelasi, upaya peningkatan

    motivasi kerja karyawan hendaknya perusahaan memperhatikan faktor internal

    terutama usia, masa kerja, dan jumlah tanggungan keluarga untuk karyawan

    bagian non proses. Pada karyawan bagian non proses, urutan variabel yang paling

    berhubungan dengan tingkat motivasi kerja karyawan adalah variabel kompensasi,

    variabel peraturan dan kebijakan perusahaan, variabel kondisi kerja, dan variabel

    hubungan sesama rekan kerja.

    Novianti (1999) meneliti tentang Evaluasi Manfaat Kemitraan PT.Sinar

    Inesco dengan Petani Teh. Lokasi penelitian adalah di kecamatan Taraju,

    Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji

    pola pelaksanaan kemitraan agribisnis teh, mengkaji manfaat kemitraan terhadap

    produksi dan pendapatan petani.

  • 146

    Kemitraan yang dilaksanakan berpola inti plasma, dimana PT.Sinar Inesco

    berperan sebagai inti dan petani teh berperan sebagai plasma. Untuk mengetahui

    manfaat kemitraan terhadap perusahaan inti dapat dilihat dari tingkat kemampuan

    memasok kebutuhan bahan baku bagi pabrik pengolahan yang ada. Manfaat

    kemitraan terhadap petani plasma dapat dilihat dengan cara membandingkan

    pendapatan usahatani peserta PIR teh dengan petani yang bukan peserta PIR teh.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Sinar Inesco dapat memperoleh

    pucuk teh untuk memenuhi kebutuhan pabrik pengolahan secara kontinu. Bagi

    petani plasma, dengan mengikuti kemitraan terjadi peningkatan produksi dan

    pendapatan usahatani. Hal ini terlihat dari adanya perbedaan produksi dan

    pendapatan yang signifikan antara petani peserta PIR dan petani bukan peserta

    PIR. Namun, tujuan kemitraan ini belum sepenuhnya dicapai karena tingkat

    produktivitas kebun petani plasma yang relatif rendah dibandingkan kebun inti.

    Oleh karena itu, perlu diadakan pembinaan terhadap kelompok tani dan penerapan

    teknologi untuk meningkatkan produktivitas kebun petani plasma.

    Widyastuti (2006) melakukan penelitian dengan judul Evaluasi

    Pelaksanaan PIR pada PT.Inti Indosawit Subur. Lokasi penelitian adalah di

    Pabrik Kelapa Sawit Buatan, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. Tujuan

    penelitian adalah mengkaji gambaran pelaksanaan PIR di pabrik minyak kelapa

    sawit PT.Intisawit, mengukur tingkat kepuasan petani plasma terhadap

    pelaksanaan PIR, menganalisis dampak PIR terhadap pendapatan usahatani petani

    plasma jika dibandingkan dengan petani nonplasma, dan merumuskan alternatif

    strategi perbaikan kinerja PIR antara PT.Inti Indosawit SuburBuatan dengan

    petani plasma.

  • 147

    Hasil penelitian menunjukkan kemitraan yang dikembangkan oleh PT.IIS

    adalah pola PIR-Trans yang telah memasuki tahap pasca konversi. Kemitraan

    mencakup kegiatan pembinaan, pemeliharaan tanaman, dan pengolahan kebun

    petani plasma. Berdasarkan matriks pelaksanaan hak dan kewajiban kemitraan

    belum sepenuhnya sesuai dengan petunjuk inti, kurang perhatian petani plasma

    terhadap pemeliharaan jalan, dan keterlambatan pembayaran hasil produksi

    kepada petani. Berdasarkan tingkat kepuasan maka atribut penetapan denda

    sortasi merupakan atribut terpenting dan memiliki nilai kepuasan terendah.

    Berdasarkan hasil uji statistik dengan metode uji-T terlihat pendapatan

    usahatani petani plasma dan non plasma berbeda nyata. Analisis pendapatan

    usahatani petani plasma dan non plasma menunjukkan bahwa petani plasma

    memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan petani non plasma.

    2.6.3 Studi Terdahulu Mengenai Crude Palm Oil (CPO)

    Esron (2005) meneliti mengenai peramalan produksi CPO dan Palm Kernel

    Oil PT. Panamtama Kebun Dalam, Asahan, Sumut dengan metode kausal yaitu

    regresi berganda model linier dan regresi berganda model non linier dengan

    variabel independen produksi TBS dan faktor musiman.

    Penelitian di PTPN V PKS SPA juga sudah pernah dilakukan oleh peneliti

    terdahulu yaitu Yusuf (2001) dan Sari (2004). Yusuf (2001) mengemukakan

    bahwa produksi TBS dan CPO PTPN V SPA mengalami kenaikan selama periode

    tahun 1996 1999, sehingga pada tahun tersebut perusahaan mencapai profit yang

    cukup besar. Dengan menggunakan analisis harga pokok (biaya rata-rata

    produksi), pendekatan garis lurus, analisis titik impas dan analisis

    kemampulabaan (profitabilitas), Yusuf menyarankan agar perusahaan menekan

  • 148

    harga pokok terutama biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) dan biaya

    bahan baku TBS sehingga Margin of Safety (MOS) dan Marginal Income Ratio

    (MIR) yang didapat juga tinggi.

    Sari (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Efisiensi Faktor-

    Faktor Produksi CPO dianalisis dengan menggunakan model fungsi produksi

    Cobb-Douglas yang diolah dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

    Menyimpulkan dari analisis efisiensi produksi bahwa kenaikan penggunaan faktor

    produksi memberikan pengaruh positif terhadap jumlah produksi CPO PKS SPA.

    Di lain sisi ternyata kenaikan pada harga jual tidak berpengaruh besar terhadap

    tingkat keuntungan, karena tidak dapat mengimbangi kenaikan biaya produksi

    berupa pembelian bahan baku dan kompensasi untuk karyawan (biaya gaji dan

    upah).

    Naibaho M dan Manurung A (1994) dalam jurnal dengan judul Studi

    Efisiensi Pengolahan dan Produktivitas Pabrik Kelapa Sawit (PKS) melakukan

    penelitian dengan cara survei pada PKS yang ditentukan dengan purposive

    sampling pada PKS BUMN dan PT. Perkebunan Swasta Nasional di Sumatra

    Utara dan Aceh. Data diolah dengan cara statistik deskriptif. Menyimpulkan

    panen yang tidak terkendali akan menyebabkan kehilangan minyak dan inti sawit

    serta penurunan sawit serta penurunan kualitas produksi. Produktivitas pabrik

    rata-rata mencapai 84,12 persen (Indeks Produktivitas Pabrik = 2,42) Unit

    pengolahan screw press, klarifikasi, boiler, dan thressher mendominasi

    penyerapan sumberdaya pengolahan yang menjadi pusat perhatian dalam

    pengolaan PKS untuk mencapai efisiensi, efektivitas, dan produktivitas.

  • 149

    Kelebihan penelitian ini adalah belum banyak penelitian mengenai analisis

    biaya pengolahan khusus pabrik yaitu pabrik kelapa sawit dan evaluasi kinerja

    kemitraan yang terjadi di PTPN V SPA. Kemudian saat ini PTPN V PKS SPA

    dapat dikatakan pengoperasiannya belum maksimal baik secara ekonomi maupun

    teknis. Oleh karena itu, penting dilakukan penelitian mengenai perkembangan

    biaya pengolahan yang terjadi beberapa tahun kebelakang (tahun 2005 sampai

    2007) dan evaluasi kinerja kemitraan PTPN V SPA sebagai masukkan kepada

    perusahaan dalam meningkatkan kinerja PTPN V SPA.

  • 150

    BAB III

    KERANGKA PEMIKIRAN

    3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

    3.1.1 Produksi dan Fungsi Produksi

    Pada umumnya suatu sistem produksi adalah proses pengubahan masukan

    masukan menjadi barang atau jasa yang lebih berguna atau mempunyai nilai yang

    lebih tinggi. Masukanmasukan kedalam sistem ini adalah bahan mentah, tenaga

    kerja, modal, energi, dan informasi. Masukan ini diubah menjadi barangbarang

    dan jasajasa oleh teknologi proses yang merupakan metode atau cara tertentu

    yang digunakan untuk transformasi. Perubahan teknologi akan merubah cara satu

    masukkan yang digunakan dalam hubungannya dengan masukan yang lain, dan

    mungkin juga merubah keluarankeluaran yang diproduksi (Rony, 1990).

    Dalam rangka kegiatan produksi, perusahaan memerlukan modal investasi

    dari modal kerja meliputi antara lain (Rony, 1990):

    1. Sarana produksi seperti tanah untuk gudang penyimpanan bahan baku dan

    produksi akhir, pabrik, mesinmesin serta peralatannya, penerang listrik, alat

    transportasi, air dan lainnya yang berkaitan dengan berbagai sarana penunjang

    untuk kelancaran aktifitas produksi.

    2. Tenaga kerja yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan

    produksi seperti buruh pabrik, mandor, tenaga operator, penjaga, tenaga

    pembersih gedung, dan peralatan pabrik lainnya.

    3. Bahanbahan yang meliputi bahan baku utama, bahan pembantu dan

    penunjang lainnya seperti olie, solar, bensin, minyak pelumnas, dan lainnya.

  • 151

    Hubungan antara input dan output disusun dalam fungsi produksi

    (production function) yang berbentuk

    Q = f (K,L,M,...)

    Dimana Q mewakili output barang tertentu selama satu periode, K mewakili

    mesin (yaitu, modal) yang digunakan selama periode tersebut, L mewakili input

    jam tenaga kerja, dan M mewakili bahan mentah yang digunakan. Bentuk dari

    notasi ini menunjukkan adanya kemungkinan variabel-variabel lain yang

    mempengaruhi proses produksi. Fungsi produksi dengan demikian, menghasilkan

    kesimpulan tentang apa yang diketahui perusahaan mengenai bauran berbagai

    input untuk menghasilkan output.

    3.1.2 Biaya Produksi

    Setiap kegiatan usaha pada umumnya akan berhadapan dengan persoalan

    biaya, baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan produksi

    atau tujuan yang hendak diwujudkan. Sebelum membahas masalah biaya

    produksi, perlu kiranya disorot dahulu pengertian dari biaya dan produksi itu

    sendiri. Gittinger (1986) menyatakan apa pun yang mengurangi pendapatan

    adalah suatu biaya dan apa pun yang langsung mengurangi jumlah barang dan jasa

    akhir jelas adalah suatu biaya. Prawirosentono (1997) dalam Kamilla,

    mendefinisikan produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan

    menambah manfaat dari suatu barang atau jasa. Untuk menjalankan kegiatan

    produksi tersebut dibutuhkan faktorfaktor produksi, yang dalam ilmu ekonomi

    faktorfaktor produksi yang dimaksud adalah tanah, modal, tenaga kerja, dan skill

    (organizational and managerial skill).

  • 152

    Berdasarkan pengertianpengertian mengenai biaya dan produksi, Somarso

    (1996) dalam Kamilla mendefinisikan biaya produksi adalah biaya yang

    dibebankan dalam proses produksi selama suatu periode. Biaya ini terdiri dari

    persediaan dalam proses awal ditambah biaya pabrik (manufacturing cost). Yang

    dimaksud biaya pabrik adalah biayabiaya yang terjadi dalam pabrik selama suatu

    periode. Pada dasarnya biaya pabrik dapat dikelompokkan menjadi biaya bahan

    baku (raw material), biaya buruh langsung (dirrect labor), dan biaya pabrikase

    (overhead) termasuk dalam biaya produksi adalah biayabiaya yang dibebankan

    pada persediaan dalam proses pada akhir periode.

    Biaya produksi didefinisikan sebagai semua pengeluaran yang dilakukan

    oleh perusahaan untuk memperoleh faktorfaktor produksi dan bahan-bahan

    mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang

    diproduksikan perusahaan tersebut. Biaya produksi meliputi biaya tanaman dan

    biaya pengolahan. Biaya pengolahan meliputi gaji dan biaya sosial karyawan

    pimpinan, gaji dan biaya sosial karyawan pelaksana, alat dan inventaris kecil,

    bahan kimia dan bahan pelengkap, biaya analisis, bahan bakar dan pelumnas,

    biaya penerangan listrik, biaya air, biaya langsir, biaya angkat sampah, biaya

    pemeliharaan bangunan pabrik, biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik,

    premi asuransi pabrik, dan penyusutan.

    Biaya produksi yang dikeluarkan setiap perusahaan dapat dibedakan kepada

    dua jenis biaya, yaitu biaya eksplisit dan biaya tersembunyi. Biaya eksplisit adalah

    pengeluaranpengeluaran perusahaan yang berupa pembayaran dengan uang (atau

    cek) untuk memperoleh faktorfaktor dan bahan mentah yang dibutuhkan

    perusahaan. Sedangkan biaya tersembunyi adalah taksiran pengeluaran ke atas

  • 153

    faktorfaktor produksi yang dimiliki oleh perusahaan itu sendiri (Somarso, 1996

    dalam Kamilla).

    3.1.3 Klasifikasi Biaya Produksi

    Biaya produksi merupakan salah satu unsur biaya dalam menentukan

    besarnya harga jual suatu produk, sehingga pada akhirnya keuntungan perusahaan

    dapat diketahui. Untuk kebanyakan produksi, ada dua macam biaya yang dapat

    dibedakan yaitu biaya tetap dan biaya variabel.

    Biaya dari macam pertama biasanya disebut fixed (tetap) atau overhead dan

    macam yang kedua dinamakan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang

    relatif tetap (konstan) dan tidak tergantung volume produksi, sedangkan biaya

    tidak tetap (biaya variabel) adalah biaya yang berubah sesuai dengan besarnya

    produksi, biaya yang akan bertambah atau berkurang proposional dengan volume

    kegiatan. Biaya tetap terdiri dari elemenelemen biaya: upah, penyusutan,

    overhead tetap dan sebagainya, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang

    jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Apabila

    biayabiaya tersebut digabungkan, dapat terjadi bahwa satu atau lebih banyak

    biaya variabel akan menjadi tetap dalam hubungannya dengan yang lain (biaya

    campuran). Biaya variabel diklasifikasikan menjadi biaya bahan baku, upah

    langsung, bahan bakar, bahan penolong, bahan pengepakan dan sebagainya.

    Overhead variabel terdiri dari bahan perlengkapan, pemeliharaan instalasi,

    pemeliharaan bangunan dan sebagainya (Rony, 1990).

  • 154

    3.1.4 Indikator Evaluasi Kinerja Kemitraan

    Evaluasi pelaksanaan kemitraan perlu dilakukan dengan tujuan untuk (1)

    meningkatkan tingkat pelaksanaan hak dan kewajiban antara kedua pihak yang

    bermitra, (2) menilai besarnya manfaat yang diperoleh masing-masing pihak, (3)

    mengidentifikasi faktor-faktor yang menunjang dan menghambat pelaksanaan

    kemitraan, (4) mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi.

    Kualitas pelayanan dapat dinilai dengan menggunakan konsep Servqual.

    Berdasarkan konsep ini, kualitas pelayanan yang mempengaruhi kepuasan

    pelanggan diyakini mempunyai lima dimensi, yaitu (Rangkuti, 2003):

    1. Tangible (bukti langsung), pelayanan merupakan sesuatu yang tidak bisa

    dilihat, tidak bisa dicium, dan tidak bisa diraba, maka pelanggan akan

    menggunakan bukti langsung untuk menilai kualitas pelayanan. Dimensi

    tangible meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, dan sarana komunikasi.

    2. Reliability (keandalan), merupakan dimensi yang mengukur kemampuan

    perusahaan dalam memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan.

    3. Responsiveness (ketanggapan), merupakan dimensi yang mengukur

    kemampuan untuk menolong pelanggan dan ketersediaan untuk melayani

    dengan baik

    4. Assurance (jaminan), merupakan dimensi kualitas yang berhubungan dengan

    kemampuan dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para

    pelanggannya.

    5. Empathy (empati), yaitu kepedulian untuk memberikan perhatian dan

    memahami kebutuhan pelanggan

  • 155

    3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual

    Pengembangan industri kelapa sawit saat ini memiliki peluang yang baik.

    Produksi adalah suatu kegiatan ekonomi suatu perusahaan untuk memproses dan

    merubah bahan baku (raw material) menjadi barang setengah jadi atau barang jadi

    melalui penggunaan tenaga kerja dan fasilitas produksi lainnya (Rony, 1990).

    Tandan Buah Segar (TBS) merupakan produk awal yang merupakan input

    bagi PTPN V PKS SPA. PTPN V PKS SPA hanya menghasilkan produk setengah

    jadi yaitu CPO dan PK. Untuk menghasilkan produk, perusahaan memerlukan

    biayabiaya dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada. Biaya yang

    dikeluarkan untuk proses produksi disebut biaya produksi. Biaya produksi pada

    pengolahan kelapa sawit terdiri dari biaya tanaman menghasilkan dan biaya

    pengolahan.

    Biaya pengolahan merupakan biaya yang paling dominan dalam proses

    produksi di PKS SPA, namun saat ini PTPN V PKS SPA dapat dikatakan

    pengoperasiannya kurang efisien. Jumlah pasokan TBS yang masuk ke PTPN V

    PKS SPA yang belum sesuai target atau anggaran juga berpengaruh kepada

    jumlah biaya pengolahan yang dikeluarkan. Hal ini dapat dilihat dari masih

    tingginya biaya pengolahan PTPN V PKS SPA. Pengoperasian pabrik dikatakan

    efisien apabila biaya untuk menghasilkan keluaran lebih kecil dari nilai keluaran.

    Ukuran efisiensi adalah penggunaan biaya pengolahan PTPN V PKS SPA.

    Analisis biaya pengolahan bertujuan untuk mengkaji komponenkomponen yang

    termasuk dalam biaya pengolahan dan menganalisis biaya terbesar sampai terkecil

    dalam proses pengolahan serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

    biaya pengolahan CPO PTPN V PKS SPA, sehingga penggunaan biaya

  • 156

    pengolahan lebih efisien dan diharapkan mampu untuk memperbaiki struktur

    biaya pengolahan di PTPN V PKS SPA.

    Salah satu penyebab pabrik tidak efisien adalah pasokan TBS yang tidak

    masuk ke PTPN V PKS SPA. Kontinuitas pasokan hasil produksi petani plasma

    ke inti merupakan kunci kelanggengan kemitraan dimana terdapat manfaat yang

    dapat dirasakan oleh kedua belah pihak. Manfaat tersebut adalah terpenuhinya

    pasokan bahan baku bagi inti dan adanya jaminan pemasaran hasil produksi bagi

    petani plasma. Namun pada kenyataannya, kemitraan yang dilaksanakan tidak

    selalu berjalan sesuai harapan. Adanya penurunan volume pasokan bahan baku

    (TBS) dari petani plasma ke PKS SPA menunjukkan kemitraan pemasok sebagai

    sistem pengadaan bahan baku belum mencapai manfaat yang optimal.

    Berdasarkan hal ini dilakukan pula suatu kajian terhadap kinerja pola kemitraan

    yang terjadi antara petani plasma dan PTPN V SPA. Pemikiran Konseptual

    penelitian ini diilustrasikan pada Gambar 2.

  • 157

    Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual

    Biaya pengolahan PTPN V tidak

    efisien

    Perkembangan biaya pengolahan

    Kinerja kemitraan PTPN V Sei. Pagar dan petani plasma

    Ada Perbedaan antara anggaran dan realisasi

    Memberi rekomendasi kepada PTPN V Sei. Pagar

    Faktor-faktor biaya yang mempengaruhi biaya

    pengolahan

    Biaya ratarata pabrik

    Regresi OLS

    Evaluasi kinerja

    kemitraan

    Penggunaan kapasitas

    terpasang pabrik belum optimal

    Sebagian besar petani plasma tidak memberikan TBS kepada PTPN V Sei. Pagar

  • 158

    3.3 Hipotesis Penelitian

    1. Biaya pengolahan PTPN V PKS Sei. Pagar pada tahun 2005 2007

    mengalami peningkatan setiap tahunnya.

    2. Komponen faktor-faktor biaya tetap dan biaya variabel mempengaruhi biaya

    pengolahan PTPN V PKS SPA.

    3. Elastisitas antara faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pengolahan PTPN V

    PKS SPA adalah positif.

    4. Harga TBS yang ditawarkan oleh PTPN V PKS SPA mempengaruhi

    kemitraan antara PTPN V SPA dengan petani plasma.

  • 159

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    4.1 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa

    Sawit Sei. Pagar (PTPN V PKS SPA) dan petani plasma di tingkat kebun.

    Perusahaan ini dipilih dengan sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan

    bahwa perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang

    perkebunan dan pengolahan kelapa sawit. Pengumpulan data dilaksanakan pada

    bulan Desember 2007 sampai dengan Februari 2008.

    4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

    Data penelitian yang dikumpulkan menggunakan data primer dan data

    sekunder. Data primer diperoleh melalui metode wawancara langsung kepada

    Masinis Kepala, Kepala Tata Usaha, karyawan PTPN V PKS SPA, dan petani

    plasma. Selain itu juga dilakukan pengamatan langsung di lapangan untuk

    memperoleh informasi proses pengolahan TBS dan informasi tambahan yang lain

    untuk mendukung data yang diperoleh. Data sekunder diperoleh dari bagian

    keuangan dan administrasi produksi. Data yang dikumpulkan meliputi laporan

    manajemen, neraca percobaan, data produksi, capaian produksi, harga TBS dan

    biaya pengolahan tahun 2005 sampai 2007 serta informasi dari bahan-bahan

    pustaka yang mendukung penelitian.

    Pengambilan data untuk evaluasi kemitraan yang terjadi antara petani

    plasma dan PTPN V SPA dilakukan dengan wawancara kepada pihak karyawan

  • 160

    inti sebanyak 10 orang dan kepada petani plasma sebanyak 30 orang.

    Pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling karena keterbatasan

    waktu dan kesulitan menyeleksi observasi.

    Data kinerja kemitraan PTPN V SPA diperoleh dengan melakukan

    wawancara terhadap 30 responden petani plasma. Kinerja kemitraan ditentukan

    dengan memberikan beberapa indikator seperti pada Tabel 7.

    Tabel 7. Daftar Indikator Kinerja Kemitraan

    No Indikator Buruk Baik Sedang Dimensi Tangible 1 Daya tampung inti Dimensi Reliability

    2 Komunikasi yang dibangun pihak inti dan plasma

    3 Harga Beli TBS 4 Waktu pembayaran TBS Dimensi Responsiveness

    5 Ketanggapan inti dalam menyelesaikan keluhan petani

    6 Layanan pinjaman dana Dimensi Assurance 7 Disiplin inti dalam menaati perjanjian 8 Pengetahuan proyek PIR-Trans 9 Pengetahuan mengenai penyetoran TBS ke inti Dimensi Empathy

    10 Sikap inti terhadap kesejahteraan petani plasma

    4.3 Metode Analisis Data

    4.3.1 Analisis Biaya Pengolahan dan Efisiensi Teknis

    Analisis yang digunakan dalam penelitian perhitungan biaya pengolahan

    adalah analisis harga pokok. Perkebunan perusahaan memproduksi minyak sawit

    (CPO) sebagai produk utama dan inti sawit (PK) sebagai produk sampingan.

    Berdasarkan sifat pengolahannya, CPO dan PK termasuk dalam sifat pengolahan

  • 161

    produk massa dan proses produksinya dilakukan secara kontinyu. Dengan

    demikian harga pokok yang digunakan adalah metode harga pokok proses, yaitu

    cara penentuan harga pokok produk yang membebankan biaya produksi selama

    periode tertentu kepada proses atau kegiatan produksi dan membaginya sama rata

    kepada produk yang dihasilkan dalam periode tertentu. Pembebanan biaya kepada

    produk yang dilakukan adalah berdasarkan full costing method, karena biaya yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah total biaya (biaya penuh) yang dikeluarkan

    perusahaan untuk menghasilkan CPO baik biaya tetap maupun biaya variabel.

    Menurut Mulyadi (1993), full costing method adalah metode penentuan harga

    pokok yang memasukkan semua komponen biaya produksi (biaya tetap maupun

    variabel) sebagai komponen harga pokok produksi. Rumus yang digunakan adalah

    (Mulyadi, 1993):

    tertentuperiodepadaproduksiJumlahtertentuperiodepadabiayaTotal

    PokokaH =arg

    Dalam penelitian ini perhitungan harga pokok yang dilakukan adalah harga pokok

    pengolahan tingkat pabrik, yaitu komponen biaya yang dikeluarkan di tingkat

    pabrik dan membagi dengan rata produksi yang dihasilkan.

    Efisiensi teknis/fisik berkaitan dengan jumlah semua faktor produksi fisik

    yang digunakan dalam proses produksi. Jumlah produksi CPO yang dihasilkan

    oleh PKS jumlahnya tergantung dari produksi TBS yang dihasilkan oleh kebun,

    dan kualitas dari rendemennya. Pengolahan efisien secara teknis jika produksi

    TBS yang dihasilkan lebih besar dari produksi kapasitas idealnya dan jika kualitas

    rendemen yang dihasilkan berada pada selang yang ditentukan oleh Balai

    Penelitian Marihat dan Balai Penelitian Perkebunan Medan tahun 2004 untuk

  • 162

    jenis Tenera adalah 2224 persen. Rumus untuk mencari kapasitas pabrik ideal

    adalah sebagai berikut:

    4.3.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO

    1. Fungsi Cobb - Douglas

    Dalam menduga parameter-parameter yang mempengaruhi produksi ada

    beberapa macam bentuk fungsi produksi yang digunakan, seperti fungsi linear

    biasa, fungsi transendental dan fungsi Cobb-Douglas (Beattie dan Taylor, 1994).

    Dari semua bentuk fungsi produksi tersebut fungsi Cobb-Douglas merupakan

    salah satu bentuk yang paling banyak digunakan karena memiliki beberapa

    kelebihan (Doll dan Orazem, 1984), yaitu:

    1. Mengurangi heteroskedastisitas, karena bentuk linear fungsi produksi

    ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma sehingga varians data menjadi

    lebih kecil.

    2. Koefisien pangkat dari masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam

    fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus menyatakan besarnya elastisitas

    produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output.

    3. Jumlah elastisitas produksi masing-masing faktor produksi merupakan

    pendugaan terhadap skala usaha dari proses produksi.

    4. Perhitungan sederhana dan dapat dimanipulasi menjadi bentuk linear dan

    dapat dilakakukan dengan program komputer.

  • 163

    Namun fungsi produksi Cobb-Douglas juga memiliki beberapa kelemahan,

    yaitu:

    1. Model menganggap elastisitas produksi tetap sehingga tidak mencakup tiga

    tahap yang biasa dikenal dalam proses produksi, yaitu tahap kenaikan hasil

    bertambah, tahap kenaikan hasil tetap, dan tahap kenaikan hasil berkurang.

    2. Nilai duga elastisitas produksi yang dihasilkan akan berbias bila faktorfaktor

    produksi yang digunakan tidak lengkap.

    3. Model tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf

    penggunaan faktor sama dengan nol.

    4. Bila digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf faktor produksi

    yang jauh di atas rata-rata akan menghasilkan nilai duga yang berbias ke atas.

    Fungsi produksi Cobb-Douglas menggunakan cara regresi berganda atau

    regresi sederhana. Fungsi produksi Cobb-Douglas, dapat ditransfomasikan

    menjadi fungsi biaya (Rahim dan Hastuti, 2007). Produksi hasil komoditas

    pertanian (onfarm) sering disebut korbanan produksi karena faktor produksi

    tersebut dikorbankan untuk menghasilkan komoditas pertanian. Oleh karena itu,

    untuk menghasilkan suatu produk diperlukan hubungan antara faktor produksi

    (input) dan komoditas (output). Menurut Soekartawi (1994:3), hubungan antara

    input dan output disebut factor relationship (FR). Fungsi produksi CobbDouglas

    adalah suatu fungsi persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel (variabel

    bebas/independent variable dan variabel tidak bebas/dependent variable).

    Y = a X1b1X2b2X3b3X4b4 X5b5X6b6X7b7X8b8X9b9X10b10X11b11X12b12 eu

  • 164

    Keterangan:

    Y = Biaya Pengolahan (Rp)

    a,b = besaran yang diduga

    X1 = Gaji karyawan (Rp)

    X2 = Alat dan inventaris (Rp)

    X3 = Biaya pemeliharaan bangunan pabrik (Rp)

    X4 = Biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik (Rp)

    X5 = Premi asuransi pabrik (Rp)

    X6 = Pembelian TBS (Rp)

    X7 = Bahan kimia dan pelengkap (Rp)

    X8 = Bahan bakar dan pelumnas (Rp)

    X9 = Biaya listrik (Rp)

    X10 = Biaya air (Rp)

    X11 = Biaya angkut (Rp)

    X12 = Biaya pengepakan (Rp)

    u = kesalahan (disturbance term)

    e = logaritma natural, e =2,718

    Untuk menaksir parameter-parameter maka harus ditransformasikan dalam

    bentuk double logaritma natural (ln) sehingga merupakan linier berganda

    (multiple linear) yang kemudian dianalisis dengan metode kuadrat terkecil

    (ordinary least square) dengan menggunakan software E-views 4.1.

    Ln Y = Ln a + b1LnX1 + b2LnX2 + b3LnX3 + b4LnX4 + b5LnX5 + b6LnX6,......... + e

  • 165

    Karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritma naturalkan dan

    diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, maka ada beberapa persyaratan

    yang harus dipenuhi, antara lain:

    a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari bilangan

    nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).

    b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi

    pada setiap pengamatan.

    c. Tiap variabel X adalah perfect competition.

    d. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup

    pada faktor kesalahan, u.

    2. Asumsi Model Regresi OLS

    1. Hubungan antara yi dan x1i dan x2i bersifat linear (dalam parameter).

    2. x1i dan x2i bersifat tetap pada setiap observasi, atau dengan kata lain nilainya

    tidak berubah-ubah (tidak stokastik).

    3. Nilai x harus bervariasi.

    4. Nilai ei yang diharapkan (expected value) adalah nol, yaitu E(eixi) = 0,

    karena nilai y yang diharapkan hanya dipengaruhi oleh variabel independen,

    E(