a08mps
TRANSCRIPT
-
ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO)
DAN EVALUASI KINERJA KEMITRAAN PASCA KONVERSI
(Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit Sei. Pagar,
Kabupaten Kampar, Riau)
Oleh:
MORINTARA PUTRI SURBAKTI
A14304072
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
-
109
RINGKASAN
MORINTARA PUTRI SURBAKTI. Analisis Biaya Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Evaluasi Kinerja Kemitraan Pasca Konversi (Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit Sei. Pagar, Kabupaten Kampar, Riau). Di bawah Bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI. Sektor pertanian memiliki beberapa subsektor, salah satunya adalah subsektor perkebunan yang memegang peranan strategis dalam perekonomian Indonesia. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki arti penting bagi perkembangan pembangunan nasional. Areal kelapa sawit di Propinsi Riau sebagian besar adalah milik PT. Perkebunan Nusantara V (PTPN V) dibawah naungan BUMN, salah satunya yaitu Sei Pagar (SPA). PTPN V Pabrik Kelapa Sawit (PKS) SPA sebagai penanggung jawab terlaksananya pembangunan proyek perkebunan inti rakyat (PIR)-Trans. PTPN V PKS SPA mengembangkan kemitraan dengan petani plasma. Kemitraan PIR-Trans dilihat sebagai suatu sistem pengadaan bahan baku agroindustri, maka posisi petani plasma sebagai pemasok bahan baku tandan buah segar (TBS) ke perusahaan inti menjadi salah satu faktor yang menentukan keunggulan bersaing perusahaan dalam industri. Namun pada kenyataannya, kemitraan yang dilaksanakan tidak selalu berjalan sesuai harapan. Adanya penurunan volume pasokan bahan baku (TBS) dari petani plasma ke PKS SPA menunjukkan kemitraan pemasok sebagai sistem pengadaan bahan baku belum mencapai manfaat yang optimal. Tidak tercapainya jumlah pasokan TBS yang masuk ke PKS SPA juga berpengaruh kepada jumlah biaya pengolahan PKS SPA yang dikeluarkan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) Mendeskripsikan perkembangan biaya pengolahan PKS SPA. (2) Menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi biaya pengolahan CPO PKS SPA. (3) Mengkaji kemitraan yang terjadi antara petani plasma dan PTPN V Sei. Pagar pada tahap pasca konversi.
Penelitian dilaksanakan di PTPN V PKS SPA dan petani plasma di tingkat kebun. Perusahaan ini dipilih dengan sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Februari 2008.
Data penelitian yang dikumpulkan menggunakan data primer dan data sekunder. Pengambilan data untuk evaluasi kemitraan yang terjadi antara petani plasma dan PTPN V SPA dilakukan dengan wawancara kepada pihak karyawan inti sebanyak 10 orang dan kepada petani plasma sebanyak 30 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling karena keterbatasan waktu dan kesulitan menyeleksi observasi. Analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitaf digunakan untuk mendeskripsikan perkembangan biaya pengolahan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pengolahan CPO, sedangkan analisis kualitatif digunakan untuk mengkaji evaluasi kemitraan PTPN V SPA.
Komponen biaya tetap yang terbesar adalah gaji karyawan pimpinan dan pelaksana sedangkan komponen biaya variabel terbesar adalah pembelian bahan baku (TBS), pada tahun 2007 terjadi peningkatan harga TBS sebesar 44,25 persen
-
110
dibanding tahun 2006. Secara ekonomis belum efisien, sedangkan dari segi efisiensi teknis PTPN V SPA dapat disimpulkan sudah cukup baik. Tapi perlu dilakukan peningkatan jumlah produksi TBS agar sesuai dengan kapasitas terpasang pabrik yaitu 30 ton TBS/jam.
Dari hasil analisis regresi diperoleh faktor biaya yang mempengaruhi biaya pengolahan CPO secara nyata yaitu gaji karyawan, biaya pemeliharaan bangunan pabrik, biaya pemeliharan mesin dan instalasi pabrik, premi asuransi pabrik, pembelian TBS, biaya listrik, biaya air, dan biaya angkut. Nilai elastisitas sebagian besar masing-masing variabel independen adalah positif menunjukkan bahwa kenaikan penggunaan faktor biaya memberikan pengaruh positif terhadap kenaikan jumlah biaya pengolahan CPO PTPN V PKS SPA.
Saat ini kemitraan PIRTrans antara PTPN V SPA dan petani plasma telah memasuki tahap pasca konversi. Sepuluh indikator evaluasi kinerja kemitraan diperoleh kesimpulan bahwa kemitraan PTPN V SPA dan petani plasma masih dikategorikan pada tingkat sedang. Hal ini ditunjukkan oleh enam indikator dari sepuluh indikator menyatakan kinerja kemitraan PTPN V SPA tergolong sedang yaitu pengetahuan mengenai penyetoran TBS ke inti (80 persen), komunikasi yang dibangun pihak inti dan plasma (73,33 persen), harga beli TBS (70 persen), waktu pembayaran TBS (74,44 persen), ketanggapan inti dalam menyelesaikan keluhan petani (67,78 persen), dan sikap inti terhadap kesejahteraan petani (71,11).
PT. Perkebunan Nusantara V SPA perlu mencari alternatif-alternatif untuk melakukan pendekatan kepada petani plasma misalkan melalui pengadaan pupuk dan pestisida kembali seperti pada tahap persiapan kemitraan yang pembayarannya dapat diberikan melalui kredit dari hasil panen petani plasma tersebut, memberikan penyuluhan, dan menjalin hubungan yang baik dengan petani plasma sehingga terjalin adanya ikatan persaudaraan yang kuat antara PTPN V SPA dengan petani plasma serta memberikan kemudahan kepada petani plasma dalam hal pembayaran hasil panen dengan sistem cash and carry.
-
111
ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO)
DAN EVALUASI KINERJA KEMITRAAN PASCA KONVERSI
(Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit Sei. Pagar,
Kabupaten Kampar, Riau)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
MORINTARA PUTRI SURBAKTI
A14304072
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
-
112
Judul : ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO)
DAN EVALUASI KINERJA KEMITRAAN PASCA KONVERSI
(Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit Sei. Pagar,
Kabupaten Kampar, Riau)
Nama : MORINTARA PUTRI SURBAKTI
NRP : A14304072
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS
NIP: 131 918 659
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr
NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus:
-
113
PERNYATAAN
DENGAN INI, SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG
BERJUDUL ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL
(CPO) DAN EVALUASI KINERJA KEMITRAAN PASCA KONVERSI
(Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa Sawit Sei. Pagar,
Kabupaten Kampar, Riau) BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI
YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN
ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH
GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA
SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Mei 2008
Morintara Putri Surbakti
A14304072
-
114
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Morintara Putri Surbakti, dilahirkan
pada tanggal 22 Februari 1986 di Jakarta dari pasangan Bapak
M. K Surbakti dan Ibu Rosmariany Ginting. Penulis merupakan
anak keempat dari empat bersaudara.
Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD. YKPP I,
Sungai Pakning, Riau. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di
SLTP STRADA FX-1 Jakarta pada tahun 2001 dan menyelesaikan pendidikan
menengah atas di SMAN 80 Jakarta pada tahun 2004. Penulis aktif di beberapa
organisasi seperti OSIS serta kegiatan ekstrakurikuler.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya (EPS),
jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif diberbagai organisasi
kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian (MISETA) periode 2004/2005 departemen Pengembangan Ilmu Sosial
dan Ekonomi, Asisten Dosen Mata Kuliah Agama Protestan pada tahun
2005/2006 sampai 2006/2007, Koordinator Asisten Dosen Mata Kuliah Agama
Protestan pada tahun 2007/2008, serta aktif dalam beberapa kegiatan kepanitian
intern maupun ekstern kampus, yaitu kepanitian Agrocareer, PMK, panitia
Retreat Angkatan, panitia MAPER, dan Ketua KAKR GBKP Bogor periode
2007/2008 sampai 2008/2009.
-
115
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
rahmat dan karunia-Nya penulis diberikan kekuatan, hikmat dan pengetahuan
untuk menyelesaikan skripsi ini.
Sebuah kebanggaan bagi penulis ketika membuat skripsi yang berjudul
Analisis Biaya Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Evaluasi Kinerja
Kemitraan Pasca Konversi (Kasus PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik
Kelapa Sawit Sei. Pagar, Kabupaten Kampar, Riau). Skripsi ini ditulis untuk
memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Pertanian,
Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak
akan terselesaikan. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak atas bantuan secara moril maupun material selama
proses penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan
kelemahan, oleh karena itu penulis senantiasa menerima setiap saran dan kritik
yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi
ini berguna dan bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2008
Penulis
-
116
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur atas segala berkat Tuhan yang senatiasa menyertai dan
memberkati proses penulisan tugas akhir ini sehingga penulis dapat
menyelesaikanya dengan baik. Terselesainya tugas akhir ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan dari pihakpihak yang telah membantu. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Keluarga tercinta: Papa, Mama yang penulis sayangi semua yang terbaik
kupersembahkan untuk kedua orangtuaku, Bang ala dan keluarga, Bang
Ijos dan keluarga, dan Bang Iman yang selalu mendoakan dan memberi
dorongan setiap hari.
2. Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah sabar membantu, meluangkan waktu dan mengarahkan penulis
sampai selesainya penulisan skripsi ini.
3. Bapak A. Faroby Falatehan, SP,ME selaku dosen penguji utama dan Ibu
Ir. Meti Ekayani, M.Sc selaku dosen penguji wakil departemen yang telah
bersedia untuk menguji penulis, serta atas saran, masukan dan
perbaikannya dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Ir. Arifin Saragih, selaku Manajer yang sudah memberikan izin
untuk dapat melakukan penelitian di PTPN V Sei. Pagar.
5. Bapak H. Khairulrizal, ST, selaku Masinis Kepala di PT. Perkebunan
Nusantara PKS V Sei. Pagar.
6. Bapak Indranof Tarigan, selaku KTU di PT. Perkebunan Nusantara V
PKS Sei. Pagar. Terima kasih atas motivasi dan dukungan yang telah
diberikan kepada penulis.
7. Bapak Bantu Sembiring dan Bapak Fransisco Karo-Karo terima kasih atas
motivasi dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.
8. Bapak Syahendra Lubis (Bang Lokot), selaku Ko. Anggaran di
PT.Perkebunan Nusantara PKS V Sei. Pagar. Terima kasih atas dukungan
yang diberikan dan banyak membantu penulis dalam kelangsungan
penyusunan skripsi ini.
-
117
9. Natalia sebagai sahabat yang selalu memberi dukungan ketika penulis
mulai lelah dan jatuh. Terima kasih untuk persahabatan kita selama ini.
Teman-Teman EPS 41 yang banyak mendukung dan peduli: Owien, Tita,
Deli, Nana, Yudie, Kevin, Bjay, Pipih, Rolas, Lenny, Yanthi, Mery, Lina,
Rocky, Jimmy, Risti, Mayang, Ade, Maya, Aghiez, Mba sari, dan rekan-
rekan EPS 41 seluruhnya serta teman-teman sepembimbingan penulis:
Evie, Cecep, Gufron, Erfan kalian harus semangat ya teman.
10. Keluarga kelompok kecilku, Kak Tience, Yenny, Rini, Dek Ade, Dek
Conny, dan Dek Emta, kalian adalah salah satu sumber kekuatanku.
Penulis mengasihi kalian semua.
11. Bernardo Nababan terima kasih buat semuanya. Teman-teman Pondok
Dame: Bang Supardi, Bang Landes, Bang Debi, Bang Mario, Bang
Richard, serta partnerku yang lagi di Kalimantan Agus Manalu. Terima
kasih untuk dukungan kalian.
12. Adik-adikku PMK IPB yang kukasihi: Kade Putri, Yesika, Adit, Ati,
Jenita, Ninis, Rico, Leonard, Wesly, Ferryaman, Okto, Jesika, Nico, Anta,
Jhon, Cipta, Edwin, Nehemia, Desra, Hartip, Andi, buyung, Elsye, Nuah,
Icha, Demak, Corry dan Anak-anak Kost Perwira 52: Lenny, Nina,
Kezhia, Putri, Riska, dan semuanya yang tidak bisa satu per satu
disebutkan. Terima kasih buat dukungan kalian.
13. Guru KAKR GBKP Bogor: Kak Ana, Kak Yanti, Kak Ira, Kak Ika, Kak
Leli, Kak Mila, Kak Ina, Kak Chicha, Bang Ago, Bang itor, Bang Yosi,
Abed, Gandhi, Devi, Anita, Eva, Damenta, Cynthia, dan Permata GBKP
Bogor: Indri, Bang Bremin, Kak Nia, Bang Budi, Bang Joy, Kak Elpita.
Terima kasih untuk kebersamaan dan dukungan kalian semua, baik dalam
pelayanan maupun dukungan doa dalam setiap pergumulan yang penulis
alami.
14. Teman-teman KKP Kecamatan Tonjong buat Citta, Mira, Indah, Adjiest,
dan teman-temanku lainnya. Terima kasih untuk kebersamaan kita disana.
Suka dan duka kita lalui, serta teman-teman penulis baik sekarang maupun
masa lalu serta semua pihak yang telah membantu tetapi luput dari ingatan
penulis untuk menyebutkannya. Terima kasih buat kalian semua.
-
118
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................... i DAFTAR TABEL .................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR .............................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... v
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................. 8 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 11 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................ 11 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ........................ 12
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Kelapa Sawit ............................................................ 13 2.2 Varietas Kelapa Sawit ........................................................... 15 2.3 Keunggulan Minyak Sawit.................................................... 15
2.4 HasilHasil Olahan Minyak Kelapa Sawit............................. 16 2.5 Konsep Kemitraan ................................................................ 17 2.6 Penelitian Terdahulu ............................................................. 22 2.6.1 Studi Terdahulu Mengenai Biaya Pengolahan.............. 22 2.6.2 Studi Terdahulu Mengenai Pabrik Kelapa Sawit dan
Perkebunan Inti Rakyat .............................................. 23 2.6.3 Studi Terdahulu Mengenai Crude Palm Oil (CPO)...... 25
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis................................................ 28 3.1.1 Produksi dan Fungsi Produksi ..................................... 28 3.1.2 Biaya Produksi ............................................................ 29 3.1.3 Klasifikasi Biaya Produksi .......................................... 31 3.1.4 Indikator Evaluasi Kinerja Kemitraan......... .................. 31
3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual .......................................... 33 3.3 Hipotesis Penelitian ............................................................. 36
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian................................ 37 4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data .................................... 37 4.3 Metode Analisis Data............................................................ 38 4.3.1 Analisis Biaya Pengolahan dan Efisiensi Teknis.......... 38 4.3.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO ......................................................... 40 4.3.3 Analisis Kinerja Kemitraan ......................................... 49 4.4 Definisi Operasional ............................................................ 50
-
119
Halaman
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Perusahaan 5.1.1 Sejarah PTPN V PKS SPA ........................................ 51 5.1.2 Keadaan Kebun di PTPN V SPA............................... 53 5.1.3 Pengolahan dan Penanganan Limbah......................... 56 5.1.4 Proses Pengolahan TBS Menjadi CPO....................... 58 5.2 Karakteristik Responden ....................................................... 61
5.2.1 Karakteristik Umum Petani Plasma .............................. 61 5.2.2 Karakteristik Usaha Petani Plasma ............................... 64
VI. ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN TBS MENJADI CPO
6.1 KomponenKomponen Biaya Pengolahan ........................... 67 6.2 Analisis Efisiensi Teknis...................................................... 72
VII. ANALISIS FAKTORFAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIAYA PENGOLAHAN CPO
7.1 Model Fungsi Linear Berganda ............................................ 76 7.2 Analisis Elastisitas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya
Pengolahan CPO.................................................................. 80
VIII. EVALUASI KINERJA KEMITRAAN PT.PERKEBUNAN NUSANTARA V SEI. PAGAR PASCA KONVERSI
8.1 Perkembangan PIRTrans PT.Perkebunan Nusantara V SPA 84 8.2 Evaluasi Kemitraan Pihak Inti dan Petani Plasma............... .. 88
IX. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan............................................................................ 102 7.2 Saran ..................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 105 LAMPIRAN................................................................................................ 108
-
120
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1999 2005 ......................................................................... 2
2. Perkembangan Produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1999 2005 .................................................................................... 3
3. Perkembangan Ekspor CPO dan Minyak Sawit lainnya di Indonesia Tahun 1999 2005 ......................................................................... 4
4. Perbandingan Produktivitas Komoditas Perkebunan Tahun 1990 - 2000..................................................................................... 5
5. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Seluruh Indonesia, Tahun 2000 .................................................................... 6
6. Produksi Enam Varietas Unggul Kelapa Sawit ................................ 15
7. Daftar Indikator Kinerja Kemitraan................................................. 38
8. Komponen Biaya Tetap PTPN V PKS SPA Tahun 2005 2007...... 68
9. Komponen Biaya Variabel PTPN V PKS SPA Tahun 2005 2007.. 69
10. Perkembangan Harga TBS PTPN V PKS SPA Tahun 2005 2007 . 70
11. Komponen Biaya Pengolahan Tanpa Pembelian TBS PTPN V PKS SPA Tahun 2005 2007 ................................................................. 71
12. Biaya Rata-Rata Tingkat Pabrik PTPN V SPA Tahun 2005 2007 . 72
13. Perbandingan Jumlah TBS dan CPO Diolah PTPN V PKS SPA
Tahun 2005 2007 ......................................................................... 73
14. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO ............................................................................. 77
15. Tahap-Tahap Kemitraan PTPN V SPA dan Petani Plasma .............. 86
16. Evaluasi Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara V SPA....... 89
-
121
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pohon Industri Kelapa Sawit ........................................................... 17
2. Kerangka Pemikiran Konseptual ..................................................... 35
3. Persentase Jenis Kelamin ................................................................ 62
4. Persentase Tingkat Umur ................................................................ 62
5. Persentase Tingkat Pendidikan ........................................................ 64
6. Persentase Jumlah Produksi CPO .................................................... 65
7. Persentase Tingkat Pendapatan........................................................ 66
8. Persentase Asal Daerah Petani Plasma ............................................ 84
9. Persentase Pihak Penjualan TBS ..................................................... 99
-
122
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Struktur Organisasi PTPN V PKS SPA ........................................... 109
2. Data Jumlah TBS dan Produksi CPO PTPN V PKS SPA ................ 110
3. Perkembangan Harga TBS PTPN V PKS SPA 2005 2007............ 111
4. Perhitungan Rentang Skala.............................................................. 112
5. Perbandingan Antara Realisasi dan Anggaran Biaya Pengolahan PTPN V PKS SPA Tahun 2005....................................................... 113
6. Perbandingan Antara Realisasi dan Anggaran Biaya Pengolahan PTPN V PKS SPA Tahun 2006....................................................... 115
7. Perbandingan Antara Realisasi dan Anggaran Biaya Pengolahan PTPN V PKS SPA Tahun 2007....................................................... 117
8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO PTPN V PKS SPA ......................................................................... 119
9. Hasil Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO PTPN V PKS SPA.................................................................. 121 10. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban dalam Kemitraan PTPN V SPA dengan Petani Plasma...................................................................... 122
-
123
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian memiliki beberapa subsektor, salah satunya adalah
subsektor perkebunan. Perkebunan memegang peranan strategis dalam
penyediaan pangan, seperti minyak goreng sawit dan gula yang merupakan salah
satu pilar stabilitas ekonomi dan politik di Indonesia. Selain itu perkebunan juga
berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari besar
penyerapan tenaga kerja pada tahun 2003 yaitu sebesar 17 juta jiwa. Peran ini
relatif konsisten, baik ketika Indonesia mengalami masa kritis maupun masa jaya.
Kontribusi subsektor perkebunan terhadap pendapatan domestik bruto
(PDB) secara nasional tanpa migas adalah sekitar 2,9 persen atau sekitar 2,6
persen dari PDB total. Jika menggunakan PDB dengan harga konstan tahun 1993,
pangsa subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah 17,6 persen,
sedangkan terhadap PDB tanpa migas dan PDB nasional masing-masing adalah
3,0 persen dan 2,8 persen (Badan Pusat Statistik, 2004).
Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki arti
penting bagi perkembangan pembangunan nasional. Selain mampu menciptakan
kesempatan kerja, kontribusi lainnya adalah sebagai sumber devisa negara.
Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit (Crude Palm Oil).
Crude Palm Oil (CPO) yang dihasilkan kelapa sawit memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan minyak nabati tanaman lainnya, yaitu tahan lebih lama,
tahan terhadap tekanan, dan memiliki toleransi suhu yang relatif tinggi. CPO
dikenal sebagai produk primadona perkebunan Indonesia.
-
124
Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia selama tahun
1999 2005 cenderung meningkat yakni sekitar 1,97 13,36 persen (Tabel 1).
Pada tahun 2001 pertumbuhan luas areal perkebunan kelapa sawit paling besar
yaitu sebesar 13,36 persen dikarenakan permintaan ekspor CPO Indonesia
meningkat. Sementara pada tahun 2005 luas areal juga mengalami peningkatan
sekitar 1,97 persen atau menjadi 5,51 juta hektar walaupun paling kecil
dibandingkan peningkatan tahun sebelumnya, kelapa sawit merupakan komoditas
andalan pertanian dalam negeri.
Tabel 1. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia
Tahun 1999 2005
Tahun
PR (ha)
PBN (ha)
PBS (ha)
Jumlah (ha)
Pertumbuhan (%)
1999 1041046 576999 2283757 3901802 9,60
2000 1166758 588125 2403194 4158077 6,57
2001 1561031 609943 2542457 4713431 13,36
2002 1808424 631566 2627068 5067058 7,50
2003 1854394 662803 2766360 5283557 4,27
2004 1904943 674983 2821705 5401631 2,23
2005 1917038 676408 2914773 5508219 1,97 Sumber : BPS, 2005. Keterangan : PR : Perkebunan Rakyat
PBN : Perkebunan Besar Negara PBS : Perkebunan Besar Swasta
Produksi kelapa sawit berupa minyak sawit (CPO) di Indonesia selama
tahun 1999 2005 juga mengalami peningkatan antara 8,44 19,94 persen
(Tabel 2). Peningkatan produksi tersebut berfluktuasi dari tahun ke tahun. Adanya
peningkatan produksi CPO setiap tahunnya mengindikasikan bahwa CPO
memiliki potensi untuk dikembangkan.
-
125
Tabel 2. Perkembangan Produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1999 - 2005
Tahun PR (ton)
PBN (ton)
PBS (ton)
Jumlah (ton)
Pertumbuhan (%)
1999 1527811 1468949 3438830 6435590 8,86
2000 1905653 1460954 3633901 7000508 8,44
2001 2798032 1519289 4079151 8396472 19,94
2002 3426739 1607734 4587871 9622344 14,60
2003 3517324 1750651 5172859 10440834 8,51
2004 3745264 2013130 6466132 12224526 17,08
2005 3873677 2158684 7079579 13111940 7,26 Sumber : BPS, 2005. Keterangan : PR : Perkebunan Rakyat
PBN : Perkebunan Besar Negara PBS : Perkebunan Besar Swasta
Indonesia adalah negara net exporter minyak sawit. Produksinya sebagian
besar di ekspor dan sisanya dipasarkan di dalam negeri. Pangsa pasar untuk
produk minyak sawit telah menjangkau kelima benua yakni Asia, Afrika,
Australia, Amerika dan Eropa. Namun demikian Asia masih merupakan pangsa
pasar yang paling utama.
Perkembangan ekspor minyak sawit tahun 1999 2005 selalu mengalami
peningkatan (Tabel 3). Hal ini disebabkan harga internasional yang terus
meninggi, sebagai dampak permintaan dunia akan CPO terus bertambah. Saat ini
dunia sedang banyak mencari sumber energi baru pengganti minyak bumi yang
cadangannya semakin menipis. Salah satu alternatif pengganti tersebut adalah
energi biodiesel dimana bahan baku utamanya adalah minyak mentah kelapa sawit
atau yang lebih dikenal dengan nama Crude Palm Oil (CPO). Biodiesel ini
merupakan energi alternatif yang ramah lingkungan, selain itu sumber energinya
-
126
dapat terus dikembangkan, sangat berbeda dengan minyak bumi yang jika
cadangannya sudah habis tidak dapat dikembangkan kembali.
Tabel 3. Perkembangan Ekspor CPO dan Minyak Sawit Lainnya di
Indonesia 1999 2005
CPO (Crude Palm Oil)
Minyak Sawit lainnya
Jumlah Total
Tahun Volume (000 ton)
Nilai (000 ton)
Volume (000 ton)
Nilai (000 ton)
Volume (000 ton)
Nilai (000 ton)
Pertum-buhan (%)
1999 865 270 2434 844 3299 1114 123,01
2000 1818 476 2292 611 4110 1087 24,58
2001 1849 406 3054 674 4903 1081 19,30
2002 2805 892 3529 1200 6334 2092 29,17
2003 2892 1062 3494 1392 6386 2455 0,83
2004 3820 1444 4842 1997 8662 3442 35,63
2005 4566 1593 5810 2163 10376 3756 19,49 Sumber: BPS, 2005.
Produktivitas kelapa sawit lebih tinggi bila dibandingkan dengan
produktivitas komoditas perkebunan lain (Tabel 4). Banyak para investor yang
menginvestasikan modalnya untuk membangun perkebunan dan pabrik
pengolahan kelapa sawit. Berdasarkan produk yang dihasilkan, industri kelapa
sawit dapat dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu hulu kelapa sawit
(penghasil buah sawit) dan industri hilir kelapa sawit (industri ekstraksi minyak
sawit dari buah sawit dan pengolahan lanjutan, termasuk limbah kelapa sawit).
Skala industri perkebunan kelapa sawit Indonesia memiliki rentang yang luas
mulai dari yang berskala kecil satu sampai lima hektar hingga ratusan ribu hektar.
Industri hilir kelapa sawit memiliki karakteristik berupa padat teknologi dan
padat modal. Industri hilir kelapa sawit Indonesia dapat dikelompokkan kedalam
-
127
tiga kelompok besar yaitu (a) Industri ekstraksi minyak sawit dari buah sawit
(Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit / PKS), (b) Industri pengolahan minyak sawit,
dan (c) Industri pemanfaatan limbah kelapa sawit.
Tabel 4. Perbandingan Produktivitas Komoditas Perkebunan Tahun
1990 2000
Produktivitas (kg/ha) Komoditas
PR PBN PBS
Karet 659 1.071 1.31
Kelapa Sawit 2.173 4.929 2.693
Kelapa Dalam 1.037 1.141 934
Kelapa Hibrida 997 1.031 920
Kopi Robusta 583 633 604
Kopi Arabika 830 830 581
Cokelat 1.313 812 856 Sumber : Statistik Perkebunan dalam Fauzi,dkk, 2002. Keterangan : PR : Perkebunan Rakyat
PBN : Perkebunan Besar Negara PBS : Perkebunan Besar Swasta
Propinsi Riau merupakan propinsi dengan luas areal perkebunan rakyat (PR)
kelapa sawit terluas di seluruh Indonesia pada tahun 2000 yaitu 205.361 ha
dengan produksi 361.962 ton, sedangkan untuk perkebunan besar negara (PBN)
Propinsi Riau memiliki luas areal kedua yang terluas setelah Sumatra Utara.
Perkebunan besar swasta (PBS), Propinsi Riau yang terluas yaitu 389.690 ha
dengan hasil produksinya 642.017 ton (Tabel 5). Propinsi Riau juga memiliki
kapasitas produksi pengolahan kelapa sawit terbesar kedua setelah Sumatra Utara,
yaitu 2.017 ton TBS/jam (Fauzi,dkk 2002). Hal ini didukung oleh letak geografis
Propinsi Riau yang sesuai untuk ditanami kelapa sawit. Luas areal dan produksi
kelapa sawit di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.
-
128
Tabel 5. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Seluruh
Indonesia, Tahun 2000
PR PBN PBS
Propinsi Luas (ha)
Produksi (ton)
Luas (ha)
Produksi (ton)
Luas (ha)
Produksi (ton)
DI Aceh 60.188 48.759 41.645 83.541 117.549 263.203
Sumatra Utara 105.330 256.986 257.434
1.259.615 264.218 918.372
Sumatra Barat 51.599 116.201 3.256 18.579 92.331 252.694
Riau 205.361 361.962 63.088 303.307 389.690 642.017
Jambi 159.947 185.367 8.326 37.105 90.842 104.188
Sumatra Selatan 154.012 154.501 27.209 108.021 157.541 170.206
Bengkulu 24.529 37.693 4.345 1.754 35.739 58.335
Lampung 31.537 11.141 12.996 57.209 37.626 18.377
Jawa Barat 6.296 12.587 11.071 6.068 4.135 7.914
Kalimantan Barat 143.695 202.083 42.960 113.923 105.697 93.053
Kalimantan Tengah 22.642 4.210 0 0 97.771 25.997
Kalimantan Selatan 0 0 0 0 103.557 45.052
Kalimantan Timur 32.816 40.848 9.360 19.736 43.653 15.910
Sulawesi Tengah 10.638 13.643 4.349 0 23.440 13.258
Sulawesi Selatan 27.206 30.476 9.887 21.846 47.360 28.935
Irian Jaya (Papua) 17.000 26.956 5.217 25.815 9.638 0
Sumber : Dirjen Perkebunan, 2000.
-
129
Areal kelapa sawit di Propinsi Riau sebagian besar merupakan milik
PT.Perkebunan Nusantara V (PTPN V) yang berada dibawah naungan BUMN.
Salah satu PTPN yang ada di Propinsi Riau adalah PTPN V Sei Pagar. PTPN V
Pabrik Kelapa Sawit Sei Pagar (PKS SPA) merupakan salah satu dari 12 pabrik
yang dimiliki oleh PTPN V yang bergerak dibidang perkebunan dan pengolahan
kelapa sawit. PTPN V PKS SPA melakukan proyek perkebunan inti rakyat atau
proyek PIR-Trans. PKS SPA mengolah Tandan Buah Segar (TBS) menjadi dua
macam produk akhir yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK).
Prosesnya dimulai dari pasokan tandan buah segar (TBS) yang berasal dari
perkebunan inti dan perkebunan plasma kemudian diolah menjadi CPO dan
kernel.
PT. Perkebunan Nusantara V PKS SPA sebagai penanggung jawab
terlaksananya pembangunan proyek PIR-Trans. Pelaksanaan program PIR-Trans
dilaksanakan berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1986 tentang pengembangan perkebunan dengan pola PIR yang dikaitkan dengan
program transmigrasi dan disusun jelas dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 333/Kpts/KB.50/6/1986.
PT. Perkebunan Nusantara V PKS SPA mengembangkan kemitraan dengan
petani plasma dalam hal pengadaan bahan baku. Berdasarkan konsep PIR-Trans
maka perusahaan berperan sebagai inti, sedangkan perkebunan rakyat berperan
sebagai plasma (peserta). Adanya kerjasama antara pengusaha dengan petani
diharapkan dapat menciptakan hubungan yang saling menguntungkan bagi
keduanya. Kontinuitas hubungan antara perkebunan sebagai penyedia bahan baku
-
130
dengan pabrik pengolahannya sebagai pihak yang membutuhkan bahan baku
menjadi salah suatu hal yang penting untuk dikaji.
1.2 Perumusan Masalah
Pembangunan PKS SPA merupakan langkah strategis dalam pengembangan
industri kelapa sawit. Sifat alami buah sawit yang tidak dapat disimpan lama
mengharuskan adanya pembangunan PKS. Tanpa PKS buah kelapa sawit tidak
dapat dimanfaatkan.
Menurut SK Menteri Pertanian No 357/Kpts/HK.350/5/2002, pembangunan
pabrik pengolahan hasil perkebunan wajib secara terpadu dengan jaminan pasokan
bahan baku dari kebun sendiri. Apabila pasokan bahan baku dari kebun sendiri
tidak mencukupi dapat dipenuhi dari sumber lain melalui perusahaan patungan
dengan menempuh salah satu pola pengembangan dari pihak luar. Oleh karena itu,
kebunkebun yang luas akan lebih aman apabila memiliki PKS sendiri.
PT. Perkebunan Nusantara V PKS SPA berlokasi di Kecamatan Perhentian
Raja, Desa Hangtuah, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Pertama kali dilakukan
penanaman pada lahan perkebunan PTPN V SPA adalah tahun 1986. PKS SPA
memiliki kapasitas pabrik 30 ton TBS/jam, secara pedoman umum pabrik dengan
kapasitas 30 ton TBS/jam memerlukan lahan kelapa sawit seluas 6000 ha. PKS
SPA saat ini sudah memiliki lahan seluas 8000 ha dengan sistem pengembangan
kemitraan pola perkebunan inti rakyat transmigrasi (PIR-Trans). Berdasarkan
konsep PIR-Trans maka perusahaan sebagai inti, sedangkan perkebunan rakyat
berperan sebagai plasma.
-
131
PT. Perkebunan Nusantara V sebagai penanggung jawab pelaksanaan
proyek kemitraan PIR-Trans dengan memberikan areal seluas 6000 ha kebun
plasma kepada 3000 KK petani, sedangkan luas areal kebun inti seluas 2.752,68
ha. PTPN V SPA memiliki empat pasokan TBS yaitu kebun inti, kebun plasma,
titip olah, dan pembelian tandan buah segar (TBS). Kapasitas PKS adalah 30 ton
TBS/jam, maka kapasitas olah ideal yang dicapai perbulan adalah 10.000 ton TBS
dengan masa operasi 20 jam. Apabila dipaksa untuk beroperasi 22 jam/hari, maka
kapasitas olah bulanan adalah 11.000 ton TBS. Dalam keadaan terpaksa, PKS
dapat dioperasikan selama 24 jam/hari untuk beberapa hari saja.
Pada tahun 2006 PKS Sei. Pagar membuat anggaran TBS yang diolah
169.200.000 kg, sedangkan yang terealisasi jumlah TBS sampai dengan bulan
Desember 2006 adalah 107.175.110 kg TBS. Berarti tidak tercapainya TBS yang
akan diolah sebesar 62.024.890 kg dibandingkan dengan anggaran. Tidak
tercapainya TBS yang masuk ke PKS Sei. Pagar akan berpengaruh kepada jumlah
biaya pengolahan yang dikeluarkan. Walaupun jumlah TBS yang dipasok tidak
memenuhi target sehingga pabrik sering tidak mengolah atau dalam keadaan idle
capacity tapi biaya tetap pengolahan seperti gaji karyawan pimpinan, gaji
karyawan pelaksana, biaya listrik, biaya pemeliharaan bangunan pabrik, dan,
biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik tetap saja dikeluarkan. Semakin
tinggi biaya pengolahan akan berakibat semakin tinggi harga pokok pengolahan
yang terjadi sehingga pabrik tidak efisien. Pengoperasian pabrik dikatakan efisien
apabila biaya untuk menghasilkan keluaran lebih kecil dari nilai keluarannya.
Biaya pengolahan termasuk kedalam biaya terbesar yang dikeluarkan oleh
PKS SPA. Oleh karena itu, analisis biaya pengolahan sangat perlu dilakukan.
-
132
Biaya pengolahan digunakan untuk melihat perkembangan total biaya pengolahan
selama ini terutama tiga tahun terakhir, komponenkomponen apa saja yang
memiliki pengaruh terhadap biaya pengolahan, serta mengetahui komponen yang
memiliki biaya terbesar dan terkecil. Biaya pengolahan yang dikeluarkan terdiri
dari beberapa komponen seperti pembelian bahan baku, gaji karyawan, biaya
pemeliharaan bangunan pabrik, biaya listrik, biaya air, dan lain-lain.
Salah satu penyebab pabrik tidak efisien adalah pasokan TBS yang tidak
masuk ke PTPN V PKS SPA. Kontinuitas pasokan hasil produksi petani plasma
ke inti merupakan kunci kelanggengan kemitraan dimana terdapat manfaat yang
dapat dirasakan oleh kedua belah pihak. Manfaat tersebut adalah terpenuhinya
pasokan bahan baku bagi inti dan adanya jaminan pemasaran hasil produksi bagi
petani plasma. Namun pada kenyataannya, kemitraan yang dilaksanakan tidak
selalu berjalan sesuai harapan. Adanya penurunan volume pasokan bahan baku
(TBS) dari petani plasma ke PKS SPA menunjukkan kemitraan pemasok sebagai
sistem pengadaan bahan baku belum mencapai manfaat yang optimal.
Jika kemitraan PIR-Trans dilihat sebagai suatu sistem pengadaan bahan
baku agroindustri, maka posisi petani plasma sebagai pemasok ke perusahaan inti
menjadi salah satu faktor yang menentukan keunggulan bersaing perusahaan
dalam industri. Berdasarkan hal ini perlu dilakukan suatu kajian terhadap kinerja
pola kemitraan yang terjadi antara petani plasma dan PTPN V SPA.
-
133
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang akan diteliti dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan biaya pengolahan CPO PKS Sei. Pagar?
2. Faktorfaktor apa saja yang berpengaruh terhadap biaya pengolahan CPO
PKS Sei. Pagar?
3. Bagaimana kinerja kemitraan yang terjadi antara petani plasma dan PTPN
V Sei. Pagar?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan perkembangan biaya pengolahan CPO PKS Sei. Pagar.
2. Menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi biaya pengolahan CPO
PKS Sei. Pagar.
3. Mengkaji kemitraan yang terjadi antara petani plasma dan PTPN V Sei.
Pagar.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:
1. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman
tentang analisis biaya pengolahan dan pengkajian mengenai evaluasi
kemitraan.
2. Bagi pihak perusahaan, dapat memberikan masukan untuk mengupayakan
peningkatan pasokan TBS, serta mengenai perkembangan biayabiaya
pengolahan yang terjadi.
-
134
3. Bagi pemerintah, dapat mempertimbangkan masukan dalam menetapkan
kebijakan mengenai pembangunan pabrik kelapa sawit, terutama yang ada
di Kabupaten Kampar, Riau.
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
PTPN V terdiri dari 12 pabrik yaitu Tanjung Medan, Tanah Putih, Sei.
Buatan, Lubuk Dalam, Sei. Pagar, Sei. Galuh, Sei. Garo, Terantam, Tandun, Sei.
Intan, Sei. Rokan, dan Sei. Tapung. Namun pada penelitian ini yang akan dibahas
adalah salah satu pabrik dari PTPN V ini yaitu PKS Sei. Pagar. Oleh karena itu,
hasil dari penelitian ini tidak dapat digeneralisasi terhadap kondisi PTPN V secara
keseluruhan karena ada keterbatasan penelitian.
-
135
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Sejarah Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika
Barat. Kelapa sawit (Palm oil) termasuk dalam ordo: Palmales, famili:
Palmaceae, sub-famili: Palminae, genus: Elaeia. Walaupun demikian, ada yang
menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena
lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan
Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit dapat hidup subur di luar daerah
asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu
memberikan hasil produksi yang lebih tinggi.
Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali diusahakan dan dibudidayakan
secara komersial pada tahun 1911 oleh Adrien Hallet, seorang Belgia yang banyak
belajar tentang kelapa sawit di Afrika. Perkebunan kelapa sawit pertama kali di
Indonesia berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal
perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit
(CPO) pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara Eropa, kemudian tahun
1923 mulai mengekspor minyak inti sawit (kernel) sebesar 850 ton (Setyamidjaja,
1991).
Memasuki masa penguasaan pemerintahan Jepang, perkembangan kelapa
sawit di Indonesia mengalami kemunduran. Secara keseluruhan produksi
perkebunan kelapa sawit terhenti. Lahan perkebunan mengalami penyusutan
sebesar 16 persen dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit
hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948/1949. Padahal pada tahun 1940
-
136
Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit. Setelah Belanda dan Jepang
meninggalkan Indonesia, pada tahun 1957, pemerintah mengambil alih
perkebunan dengan alasan politik dan keamanan. Perubahan manajemen dalam
perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan dalam negeri yang tidak
kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit mengalami penurunan. Pada
periode tersebut posisi Indonesia sebagai pemasok minyak dunia tergeser oleh
Malaysia. Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan
diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dan sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus
mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980
luas lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak
saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama
perkebunan rakyat dan juga didukung oleh kebijakan pemerintah yang
melaksanakan program PIR. Pada tahun 1990-an, luas perkebunan kelapa sawit
mencapai lebih dari 1,6 juta hektar yang tersebar diberbagai sentra produksi
seperti Sumatra dan Kalimantan (Setyamidjaja, 1991).
Kelapa sawit biasanya berbuah setelah berumur 2,5 tahun. Buahnya masak
5,5 bulan setelah penyerbukan. Dalam memanen, perlu diperhatikan beberapa
ketentuan umum agar buah yang dihasilkan baik mutunya, sehingga minyak yang
dihasilkan juga bermutu baik. Buah yang akan dipenen adalah buah yang telah
matang panen. Tanaman telah berumur 31 bulan, berat janjangan (tandan) telah
mencapai tiga kg atau lebih, dan penyebaran panen telah mencapai satu banding
lima, yaitu setiap lima pohon terdapat satu tandan buah yang matang panen.
-
137
2.2 Varietas Kelapa Sawit
Dewasa ini dikenal beberapa varietas unggul yang telah ditanam
diperkebunan kelapa sawit. Varietas unggul ini merupakan hasil persilangan
buatan atau hibridisasi antara tipe Delidura dengan tipe Pisifera. Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pertanian RI No.312, 313, 314, 315, 316 dan
317/Kpts/TP.240/4/1985 telah dilepas enam varietas unggul kelapa sawit baru.
Adapun nama dan daya produksinya terdapat pada Tabel 6. Varietas kelapa sawit
unggul ini dianjurkan untuk ditanam dengan kerapatan tanaman 130 pohon per
hektar, kecuali DP Marihat dan DP Lame sebaiknya 143 pohon per hektar
(Setyamidjaja,1991).
Tabel 6. Produksi Enam Varietas Unggul Kelapa Sawit
No Induk Asal Nama Varietas (*) Produksi Minyak Kelapa Sawit (ton/ha/tahun)
1 Delidura X Pisifera DP Dolok Sinumbah 7,1
2 Delidura X Pisifera DP Lame 7,0
3 Delidura X Pisifera DP Yangambi 7,0
4 Delidura X Pisifera DP Bah Jambi 6,9
5 Delidura X Pisifera DP Marihat 6,7
6 Delidura X Pisifera DP Avros 6,4
Sumber: Setyamidjaja, 1991. (*) DP berarti hasil silang antara Delidura dengan Pisifera; nama dibelakang huruf DP diambil dari nama tempat asal kelapa sawit Pisifera (sumber tepung sari) tersebut
2.3 Keunggulan Minyak Sawit
Minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri karena memiliki
susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri banyak menggunakan
minyak sawit sebagai bahan baku seperti industri pangan serta industri non
-
138
pangan seperti kosmetik dan farmasi. Bahkan minyak sawit telah dikembangkan
sebagai salah satu bahan bakar. Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa
minyak sawit memiliki keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.
Beberapa keunggulan minyak sawit antara lain sebagai berikut (Fauzi, dkk, 2004):
a. Tingkat efisiensi minyak sawit tinggi sehingga mampu menempatkan CPO
menjadi sumber minyak nabati termurah.
b. Produktivitas minyak sawit tinggi yaitu 3,2 ton/ha, sedangkan minyak kedelai,
lobak, kopra, dan minyak bunga matahari masingmasing 0.34, 0.51, 0.57,
dan 0.53 ton/ha.
c. Sifat intercgeable-nya cukup menonjol dibanding dengan minyak nabati
lainnya, karena memiliki keluwesan dan keluasan dalam ragam kegunaan baik
di bidang pangan maupun non pangan.
d. Sekitar 80 persen dari penduduk dunia, khususnya di negara berkembang
masih berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita untuk minyak dan lemak
terutama minyak yang harganya murah (minyak sawit).
e. Terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan baku minyak
bumi ke bahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yaitu oleokimia yang
berbahan baku CPO, terutama di beberapa negara maju seperti Amerika
Serikat, Jepang, dan Eropa Barat.
2.4 Hasil Hasil Olahan Minyak Kelapa Sawit
Produkproduk yang dapat dihasilkan dari minyak sawit sangat banyak,
dapat dilihat pada Gambar 1 antara lain:
-
139
1. Produk turunan CPO selain minyak goreng dapat dihasilkan margarin,
vanaspati, es krim, shortening, dan lainnya seperti instant noodle, sabun dan
detergent, chocolate dan coatings, specialty fats, dry soap mixes, textiles oils
dan biodiesel (Dirjen Bina Produksi, 2004).
2. Produk turunan PKO yaitu margarin, confectionary, krim biskuit, es krim,
susu isian, dan lainnya seperti cocoa butter substitute, fikked mild, imiation
cream, shampo dan kosmetik (Dirjen Bina Produksi, 2004).
3. Limbah cair bisa digunakan sebagai pupuk, dan limbah padat dapat digunakan
sebagai kompos, serat dan rayon.
Gambar 1. Pohon Industri Kelapa Sawit
Sumber : Kurniawan, dkk, 2004.
2.5 Konsep Kemitraan
Berdasarkan pelaku usahanya, usaha pertanian di Indonesia dapat dibedakan
atas pengusaha pertanian besar (agribisnis besar) dan pengusaha kecil (agribisnis
kecil). Agribisnis kecil di Indonesia umumnya bergerak pada sektor usahatani
untuk menghasilkan komoditas pertanian tanpa olahan lebih lanjut dan langsung
-
140
dipasarkan. Agribisnis besar umumnya bergerak pada sektor pengembangan
bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Kedua pelaku usaha ini
bergerak pada sektor yang berbeda, namun masih dalam cakupan suatu sistem
agribisnis. Kondisi yang berbeda tersebut dapat dimanfaatkan dalam rangka
mencapai efisiensi yang lebih besar, yaitu dengan mengadakan kerjasama.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil
bahwa kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah
atau dengan usaha besar disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh
usaha menengah atau usaha besar yang berkelanjutan dengan memperhatikan
prinsip saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa
dalam kemitraan tidak ada pihak yang merasa lebih besar atau lebih kuat daripada
yang lain, namun saling bergantung antara satu dengan yang lain untuk mencapai
tujuan bersama.
Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan
kemitraan secara lebih konkret, antara lain (Hafsah, 2000):
1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat.
2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan.
3. Meningkatkan pemerataan, pemberdayaan masyarakat, dan usaha kecil.
4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah, dan nasional.
5. Memperluas kesempatan kerja.
6. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.
-
141
Dalam melaksanakan kemitraan, semua pihak yang terlibat harus merasakan
keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari kemitraan. Secara garis besar
manfaat dilaksanakannya kemitraan yang dapat diperoleh petani, yaitu
(Nurdiniayati,1996) :
1. Merangsang petani untuk lebih bergairah dalam kegiatan produksi karena
adanya jaminan pemasaran, yang meliputi jaminan pasar pembelian, pasar
penjualan, harga pasar, dan harga pembelian.
2. Tersedianya modal dan sarana produksi.
3. Terjadi transfer teknologi tepat guna sehingga dapat meningkatkan
produktivitas.
4. Memungkinkan petani untuk memperluas usaha.
Manfaat dilaksanakannya kemitraan bagi perusahaan diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Mendapat jaminan pasokan bahan baku.
2. Resiko kerugian jauh lebih kecil dibandingkan jika usaha tersebut dilakukan
sendiri.
3. Investasi yang dikeluarkan jauh lebih kecil dibandingkan jika usaha tersebut
dilakukan sendiri.
4. Kegiatan produksi dapat diarahkan kepada industri yang berskala ekonomi
tinggi, efisien, efektif, yang berorientasi pada pasar dan memiliki daya saing
dalam pemasaran.
-
142
Menurut Hafsah (2000), pola kemitraan yang dapat dikembangkan di
Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Pola kemitraan sederhana
Pada pola kemitraan ini, menempatkan pengusaha besar pada peranan dalam
(a) memberikan bantuan atau kemudahan perolehan modal untuk
mengembangkan usaha, (b) penyediaan sarana produksi yang dibutuhkan, (c)
bantuan teknologi. Pengusaha kecil mempunyai kewajiban memasokkan hasil
produksinya kepada pengusaha besar (mitranya) sesuai jumlah dan standar
mutu yang telah disepakati bersama. Pembina (pemerintah) berperan dalam
pemberian fasilitas dan kemudahan dalam berinvestasi, penyediaan sarana
transportasi, telekomunikasi, listrik, serta perangkat perundang undangan
yang mendukung kemitraan usaha.
b. Pola Kemitraan Tahap Madya
Pada pola kemitraan ini, peran usaha besar terhadap usaha kecil mitranya
semakin berkurang. Dalam tahapan ini, usaha kecil telah mampu
mengembangkan usaha, terutama dalam pengadaan sarana produksi,
permodalan, dan manajemen. Usaha besar lebih terfokus pada aspek
pengolahan dan pemasaran hasil.
c. Pola Kemitraan Tahap Utama
Pola kemitraan ini adalah yang paling ideal untuk dikembangkan, namun
dibutuhkan persyaratan yang cukup berat, diantaranya kemampuan
manajemen dan pengetahuan bisnis yang luas. Dalam pola ini pengusaha kecil
turut terlibat dalam pengembangan usaha perusahaan besar mulai dari tahap
perencanaan pengembangan usaha sampai dengan pemasaran hasil. Pembina
-
143
(pemerintah) tetap dibutuhkan peranannya agar dapat terwujud kemitraan
yang diharapkan.
Berdasarkan sifat / kondisi dan tujuan usaha yang dimitrakan, terdapat
beberapa pola kemitraan yang saat ini telah banyak dilaksanakan, yaitu (Hafsah,
2000):
1. Pola Inti Plasma, merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra
usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Perusahaan inti
menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen,
menampung, mengolah, dan memasarkan hasil produksi, selain tetap
memproduksi kebutuhan perusahaan. Pihak plasma (petani) harus dapat
memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah
disepakati.
2. Pola Subkontrak, merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahaan
mitra dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang
diperlukan perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas
dari bentuk kemitraan ini adalah adanya kontrak bersama yang mencantumkan
volume, harga, dan waktu.
3. Pola Dagang Umum, merupakan pola hubungan kemitraan antara mitra usaha
yang memasarkan hasil dengan kelompok usaha yang mensuplai kebutuhan
yang diperlukan oleh perusahaan.
4. Pola keagenan, merupakan pola hubungan kemitraan dimana usaha kecil
diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha menengah
atau usaha besar sebagai mitranya.
-
144
5. Waralaba, merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha
dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak lisensi dan merek
dagang saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usaha
sebagai penerima waralaba yang disertai dengan bantuan bimbingan
manajemen.
2. 6 Penelitian Terdahulu
2.6.1 Studi Terdahulu Mengenai Biaya Pengolahan
Kamilla (2004) melakukan penelitian Analisis Biaya Produksi Pengolahan
Getah Pinus di Pabrik Gondorukem dan Terpetin Cimanggu, KPH Banyumas
Barat menggunakan metode perhitungan biaya dan analisis break even point.
Menyimpulkan secara garis besar biaya produksi total gondorukem dan terpentin
pada bulan November 2003 mencapai Rp.2.122.403.993,10. Break even point
Pabrik Gondoruken dan Terpetin Cimanggu atas dasar unit barang yang
digunakan dalam proses, atau jumlah getah minimal yang harus dimasak adalah
Rp.790.682 kg per bulan agar KPH Banyumas tidak rugi.
Artiyanto (2006) melakukan penelitian berjudul Analisis Biaya Pengolahan
Gondorukem dan Terpetin di PGT. Sindangwangi, KPH Bandung Utara, Perum
Perhutani Unit III Jawa barat menggunakan metode analisis biaya produksi,
analisis RugiLaba dan analisis break even point. Menyimpulkan PGT
Sindangwangi mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp.16,9 milyar dan
mendapatkan keuntungan sebesar Rp.6,32 milyar pada tahun 2005. Keuntungan
dapat ditingkatkan dengan menaikkan harga jual dan menambah jumlah produksi.
-
145
2.6.2 Studi Terdahulu Mengenai Pabrik Kelapa Sawit dan Perkebunan Inti
Rakyat
Ekaprasetya (2006) melakukan penelitian mengenai FaktorFaktor yang
Berhubungan dengan Motivasi Kerja Karyawan Pabrik Kelapa Sawit (studi kasus:
PKS PT. Milano Aek Batu Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara). Analisis
statistik yang digunakan adalah koefisien korelasi Rank Sperman untuk
mengetahui hubungan faktor internal dan faktor eksternal terhadap motivasi kerja
karyawan bagian proses dan karyawan bagian non proses serta seluruh karyawan
dalam faktor eksternal.
Sedangkan untuk mengidentifikasi lingkungan kerja perusahaan menurut
karakteristik responden dan tingkat motivasi kerja karyawan dianalisis secara
deskriptif dan diberi skor. Berdasarkan hasil uji korelasi, upaya peningkatan
motivasi kerja karyawan hendaknya perusahaan memperhatikan faktor internal
terutama usia, masa kerja, dan jumlah tanggungan keluarga untuk karyawan
bagian non proses. Pada karyawan bagian non proses, urutan variabel yang paling
berhubungan dengan tingkat motivasi kerja karyawan adalah variabel kompensasi,
variabel peraturan dan kebijakan perusahaan, variabel kondisi kerja, dan variabel
hubungan sesama rekan kerja.
Novianti (1999) meneliti tentang Evaluasi Manfaat Kemitraan PT.Sinar
Inesco dengan Petani Teh. Lokasi penelitian adalah di kecamatan Taraju,
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji
pola pelaksanaan kemitraan agribisnis teh, mengkaji manfaat kemitraan terhadap
produksi dan pendapatan petani.
-
146
Kemitraan yang dilaksanakan berpola inti plasma, dimana PT.Sinar Inesco
berperan sebagai inti dan petani teh berperan sebagai plasma. Untuk mengetahui
manfaat kemitraan terhadap perusahaan inti dapat dilihat dari tingkat kemampuan
memasok kebutuhan bahan baku bagi pabrik pengolahan yang ada. Manfaat
kemitraan terhadap petani plasma dapat dilihat dengan cara membandingkan
pendapatan usahatani peserta PIR teh dengan petani yang bukan peserta PIR teh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Sinar Inesco dapat memperoleh
pucuk teh untuk memenuhi kebutuhan pabrik pengolahan secara kontinu. Bagi
petani plasma, dengan mengikuti kemitraan terjadi peningkatan produksi dan
pendapatan usahatani. Hal ini terlihat dari adanya perbedaan produksi dan
pendapatan yang signifikan antara petani peserta PIR dan petani bukan peserta
PIR. Namun, tujuan kemitraan ini belum sepenuhnya dicapai karena tingkat
produktivitas kebun petani plasma yang relatif rendah dibandingkan kebun inti.
Oleh karena itu, perlu diadakan pembinaan terhadap kelompok tani dan penerapan
teknologi untuk meningkatkan produktivitas kebun petani plasma.
Widyastuti (2006) melakukan penelitian dengan judul Evaluasi
Pelaksanaan PIR pada PT.Inti Indosawit Subur. Lokasi penelitian adalah di
Pabrik Kelapa Sawit Buatan, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. Tujuan
penelitian adalah mengkaji gambaran pelaksanaan PIR di pabrik minyak kelapa
sawit PT.Intisawit, mengukur tingkat kepuasan petani plasma terhadap
pelaksanaan PIR, menganalisis dampak PIR terhadap pendapatan usahatani petani
plasma jika dibandingkan dengan petani nonplasma, dan merumuskan alternatif
strategi perbaikan kinerja PIR antara PT.Inti Indosawit SuburBuatan dengan
petani plasma.
-
147
Hasil penelitian menunjukkan kemitraan yang dikembangkan oleh PT.IIS
adalah pola PIR-Trans yang telah memasuki tahap pasca konversi. Kemitraan
mencakup kegiatan pembinaan, pemeliharaan tanaman, dan pengolahan kebun
petani plasma. Berdasarkan matriks pelaksanaan hak dan kewajiban kemitraan
belum sepenuhnya sesuai dengan petunjuk inti, kurang perhatian petani plasma
terhadap pemeliharaan jalan, dan keterlambatan pembayaran hasil produksi
kepada petani. Berdasarkan tingkat kepuasan maka atribut penetapan denda
sortasi merupakan atribut terpenting dan memiliki nilai kepuasan terendah.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan metode uji-T terlihat pendapatan
usahatani petani plasma dan non plasma berbeda nyata. Analisis pendapatan
usahatani petani plasma dan non plasma menunjukkan bahwa petani plasma
memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan petani non plasma.
2.6.3 Studi Terdahulu Mengenai Crude Palm Oil (CPO)
Esron (2005) meneliti mengenai peramalan produksi CPO dan Palm Kernel
Oil PT. Panamtama Kebun Dalam, Asahan, Sumut dengan metode kausal yaitu
regresi berganda model linier dan regresi berganda model non linier dengan
variabel independen produksi TBS dan faktor musiman.
Penelitian di PTPN V PKS SPA juga sudah pernah dilakukan oleh peneliti
terdahulu yaitu Yusuf (2001) dan Sari (2004). Yusuf (2001) mengemukakan
bahwa produksi TBS dan CPO PTPN V SPA mengalami kenaikan selama periode
tahun 1996 1999, sehingga pada tahun tersebut perusahaan mencapai profit yang
cukup besar. Dengan menggunakan analisis harga pokok (biaya rata-rata
produksi), pendekatan garis lurus, analisis titik impas dan analisis
kemampulabaan (profitabilitas), Yusuf menyarankan agar perusahaan menekan
-
148
harga pokok terutama biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) dan biaya
bahan baku TBS sehingga Margin of Safety (MOS) dan Marginal Income Ratio
(MIR) yang didapat juga tinggi.
Sari (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Efisiensi Faktor-
Faktor Produksi CPO dianalisis dengan menggunakan model fungsi produksi
Cobb-Douglas yang diolah dengan metode Ordinary Least Square (OLS).
Menyimpulkan dari analisis efisiensi produksi bahwa kenaikan penggunaan faktor
produksi memberikan pengaruh positif terhadap jumlah produksi CPO PKS SPA.
Di lain sisi ternyata kenaikan pada harga jual tidak berpengaruh besar terhadap
tingkat keuntungan, karena tidak dapat mengimbangi kenaikan biaya produksi
berupa pembelian bahan baku dan kompensasi untuk karyawan (biaya gaji dan
upah).
Naibaho M dan Manurung A (1994) dalam jurnal dengan judul Studi
Efisiensi Pengolahan dan Produktivitas Pabrik Kelapa Sawit (PKS) melakukan
penelitian dengan cara survei pada PKS yang ditentukan dengan purposive
sampling pada PKS BUMN dan PT. Perkebunan Swasta Nasional di Sumatra
Utara dan Aceh. Data diolah dengan cara statistik deskriptif. Menyimpulkan
panen yang tidak terkendali akan menyebabkan kehilangan minyak dan inti sawit
serta penurunan sawit serta penurunan kualitas produksi. Produktivitas pabrik
rata-rata mencapai 84,12 persen (Indeks Produktivitas Pabrik = 2,42) Unit
pengolahan screw press, klarifikasi, boiler, dan thressher mendominasi
penyerapan sumberdaya pengolahan yang menjadi pusat perhatian dalam
pengolaan PKS untuk mencapai efisiensi, efektivitas, dan produktivitas.
-
149
Kelebihan penelitian ini adalah belum banyak penelitian mengenai analisis
biaya pengolahan khusus pabrik yaitu pabrik kelapa sawit dan evaluasi kinerja
kemitraan yang terjadi di PTPN V SPA. Kemudian saat ini PTPN V PKS SPA
dapat dikatakan pengoperasiannya belum maksimal baik secara ekonomi maupun
teknis. Oleh karena itu, penting dilakukan penelitian mengenai perkembangan
biaya pengolahan yang terjadi beberapa tahun kebelakang (tahun 2005 sampai
2007) dan evaluasi kinerja kemitraan PTPN V SPA sebagai masukkan kepada
perusahaan dalam meningkatkan kinerja PTPN V SPA.
-
150
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Produksi dan Fungsi Produksi
Pada umumnya suatu sistem produksi adalah proses pengubahan masukan
masukan menjadi barang atau jasa yang lebih berguna atau mempunyai nilai yang
lebih tinggi. Masukanmasukan kedalam sistem ini adalah bahan mentah, tenaga
kerja, modal, energi, dan informasi. Masukan ini diubah menjadi barangbarang
dan jasajasa oleh teknologi proses yang merupakan metode atau cara tertentu
yang digunakan untuk transformasi. Perubahan teknologi akan merubah cara satu
masukkan yang digunakan dalam hubungannya dengan masukan yang lain, dan
mungkin juga merubah keluarankeluaran yang diproduksi (Rony, 1990).
Dalam rangka kegiatan produksi, perusahaan memerlukan modal investasi
dari modal kerja meliputi antara lain (Rony, 1990):
1. Sarana produksi seperti tanah untuk gudang penyimpanan bahan baku dan
produksi akhir, pabrik, mesinmesin serta peralatannya, penerang listrik, alat
transportasi, air dan lainnya yang berkaitan dengan berbagai sarana penunjang
untuk kelancaran aktifitas produksi.
2. Tenaga kerja yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan
produksi seperti buruh pabrik, mandor, tenaga operator, penjaga, tenaga
pembersih gedung, dan peralatan pabrik lainnya.
3. Bahanbahan yang meliputi bahan baku utama, bahan pembantu dan
penunjang lainnya seperti olie, solar, bensin, minyak pelumnas, dan lainnya.
-
151
Hubungan antara input dan output disusun dalam fungsi produksi
(production function) yang berbentuk
Q = f (K,L,M,...)
Dimana Q mewakili output barang tertentu selama satu periode, K mewakili
mesin (yaitu, modal) yang digunakan selama periode tersebut, L mewakili input
jam tenaga kerja, dan M mewakili bahan mentah yang digunakan. Bentuk dari
notasi ini menunjukkan adanya kemungkinan variabel-variabel lain yang
mempengaruhi proses produksi. Fungsi produksi dengan demikian, menghasilkan
kesimpulan tentang apa yang diketahui perusahaan mengenai bauran berbagai
input untuk menghasilkan output.
3.1.2 Biaya Produksi
Setiap kegiatan usaha pada umumnya akan berhadapan dengan persoalan
biaya, baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan produksi
atau tujuan yang hendak diwujudkan. Sebelum membahas masalah biaya
produksi, perlu kiranya disorot dahulu pengertian dari biaya dan produksi itu
sendiri. Gittinger (1986) menyatakan apa pun yang mengurangi pendapatan
adalah suatu biaya dan apa pun yang langsung mengurangi jumlah barang dan jasa
akhir jelas adalah suatu biaya. Prawirosentono (1997) dalam Kamilla,
mendefinisikan produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan
menambah manfaat dari suatu barang atau jasa. Untuk menjalankan kegiatan
produksi tersebut dibutuhkan faktorfaktor produksi, yang dalam ilmu ekonomi
faktorfaktor produksi yang dimaksud adalah tanah, modal, tenaga kerja, dan skill
(organizational and managerial skill).
-
152
Berdasarkan pengertianpengertian mengenai biaya dan produksi, Somarso
(1996) dalam Kamilla mendefinisikan biaya produksi adalah biaya yang
dibebankan dalam proses produksi selama suatu periode. Biaya ini terdiri dari
persediaan dalam proses awal ditambah biaya pabrik (manufacturing cost). Yang
dimaksud biaya pabrik adalah biayabiaya yang terjadi dalam pabrik selama suatu
periode. Pada dasarnya biaya pabrik dapat dikelompokkan menjadi biaya bahan
baku (raw material), biaya buruh langsung (dirrect labor), dan biaya pabrikase
(overhead) termasuk dalam biaya produksi adalah biayabiaya yang dibebankan
pada persediaan dalam proses pada akhir periode.
Biaya produksi didefinisikan sebagai semua pengeluaran yang dilakukan
oleh perusahaan untuk memperoleh faktorfaktor produksi dan bahan-bahan
mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang
diproduksikan perusahaan tersebut. Biaya produksi meliputi biaya tanaman dan
biaya pengolahan. Biaya pengolahan meliputi gaji dan biaya sosial karyawan
pimpinan, gaji dan biaya sosial karyawan pelaksana, alat dan inventaris kecil,
bahan kimia dan bahan pelengkap, biaya analisis, bahan bakar dan pelumnas,
biaya penerangan listrik, biaya air, biaya langsir, biaya angkat sampah, biaya
pemeliharaan bangunan pabrik, biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik,
premi asuransi pabrik, dan penyusutan.
Biaya produksi yang dikeluarkan setiap perusahaan dapat dibedakan kepada
dua jenis biaya, yaitu biaya eksplisit dan biaya tersembunyi. Biaya eksplisit adalah
pengeluaranpengeluaran perusahaan yang berupa pembayaran dengan uang (atau
cek) untuk memperoleh faktorfaktor dan bahan mentah yang dibutuhkan
perusahaan. Sedangkan biaya tersembunyi adalah taksiran pengeluaran ke atas
-
153
faktorfaktor produksi yang dimiliki oleh perusahaan itu sendiri (Somarso, 1996
dalam Kamilla).
3.1.3 Klasifikasi Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan salah satu unsur biaya dalam menentukan
besarnya harga jual suatu produk, sehingga pada akhirnya keuntungan perusahaan
dapat diketahui. Untuk kebanyakan produksi, ada dua macam biaya yang dapat
dibedakan yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya dari macam pertama biasanya disebut fixed (tetap) atau overhead dan
macam yang kedua dinamakan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang
relatif tetap (konstan) dan tidak tergantung volume produksi, sedangkan biaya
tidak tetap (biaya variabel) adalah biaya yang berubah sesuai dengan besarnya
produksi, biaya yang akan bertambah atau berkurang proposional dengan volume
kegiatan. Biaya tetap terdiri dari elemenelemen biaya: upah, penyusutan,
overhead tetap dan sebagainya, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang
jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Apabila
biayabiaya tersebut digabungkan, dapat terjadi bahwa satu atau lebih banyak
biaya variabel akan menjadi tetap dalam hubungannya dengan yang lain (biaya
campuran). Biaya variabel diklasifikasikan menjadi biaya bahan baku, upah
langsung, bahan bakar, bahan penolong, bahan pengepakan dan sebagainya.
Overhead variabel terdiri dari bahan perlengkapan, pemeliharaan instalasi,
pemeliharaan bangunan dan sebagainya (Rony, 1990).
-
154
3.1.4 Indikator Evaluasi Kinerja Kemitraan
Evaluasi pelaksanaan kemitraan perlu dilakukan dengan tujuan untuk (1)
meningkatkan tingkat pelaksanaan hak dan kewajiban antara kedua pihak yang
bermitra, (2) menilai besarnya manfaat yang diperoleh masing-masing pihak, (3)
mengidentifikasi faktor-faktor yang menunjang dan menghambat pelaksanaan
kemitraan, (4) mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi.
Kualitas pelayanan dapat dinilai dengan menggunakan konsep Servqual.
Berdasarkan konsep ini, kualitas pelayanan yang mempengaruhi kepuasan
pelanggan diyakini mempunyai lima dimensi, yaitu (Rangkuti, 2003):
1. Tangible (bukti langsung), pelayanan merupakan sesuatu yang tidak bisa
dilihat, tidak bisa dicium, dan tidak bisa diraba, maka pelanggan akan
menggunakan bukti langsung untuk menilai kualitas pelayanan. Dimensi
tangible meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, dan sarana komunikasi.
2. Reliability (keandalan), merupakan dimensi yang mengukur kemampuan
perusahaan dalam memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan.
3. Responsiveness (ketanggapan), merupakan dimensi yang mengukur
kemampuan untuk menolong pelanggan dan ketersediaan untuk melayani
dengan baik
4. Assurance (jaminan), merupakan dimensi kualitas yang berhubungan dengan
kemampuan dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para
pelanggannya.
5. Empathy (empati), yaitu kepedulian untuk memberikan perhatian dan
memahami kebutuhan pelanggan
-
155
3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual
Pengembangan industri kelapa sawit saat ini memiliki peluang yang baik.
Produksi adalah suatu kegiatan ekonomi suatu perusahaan untuk memproses dan
merubah bahan baku (raw material) menjadi barang setengah jadi atau barang jadi
melalui penggunaan tenaga kerja dan fasilitas produksi lainnya (Rony, 1990).
Tandan Buah Segar (TBS) merupakan produk awal yang merupakan input
bagi PTPN V PKS SPA. PTPN V PKS SPA hanya menghasilkan produk setengah
jadi yaitu CPO dan PK. Untuk menghasilkan produk, perusahaan memerlukan
biayabiaya dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada. Biaya yang
dikeluarkan untuk proses produksi disebut biaya produksi. Biaya produksi pada
pengolahan kelapa sawit terdiri dari biaya tanaman menghasilkan dan biaya
pengolahan.
Biaya pengolahan merupakan biaya yang paling dominan dalam proses
produksi di PKS SPA, namun saat ini PTPN V PKS SPA dapat dikatakan
pengoperasiannya kurang efisien. Jumlah pasokan TBS yang masuk ke PTPN V
PKS SPA yang belum sesuai target atau anggaran juga berpengaruh kepada
jumlah biaya pengolahan yang dikeluarkan. Hal ini dapat dilihat dari masih
tingginya biaya pengolahan PTPN V PKS SPA. Pengoperasian pabrik dikatakan
efisien apabila biaya untuk menghasilkan keluaran lebih kecil dari nilai keluaran.
Ukuran efisiensi adalah penggunaan biaya pengolahan PTPN V PKS SPA.
Analisis biaya pengolahan bertujuan untuk mengkaji komponenkomponen yang
termasuk dalam biaya pengolahan dan menganalisis biaya terbesar sampai terkecil
dalam proses pengolahan serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
biaya pengolahan CPO PTPN V PKS SPA, sehingga penggunaan biaya
-
156
pengolahan lebih efisien dan diharapkan mampu untuk memperbaiki struktur
biaya pengolahan di PTPN V PKS SPA.
Salah satu penyebab pabrik tidak efisien adalah pasokan TBS yang tidak
masuk ke PTPN V PKS SPA. Kontinuitas pasokan hasil produksi petani plasma
ke inti merupakan kunci kelanggengan kemitraan dimana terdapat manfaat yang
dapat dirasakan oleh kedua belah pihak. Manfaat tersebut adalah terpenuhinya
pasokan bahan baku bagi inti dan adanya jaminan pemasaran hasil produksi bagi
petani plasma. Namun pada kenyataannya, kemitraan yang dilaksanakan tidak
selalu berjalan sesuai harapan. Adanya penurunan volume pasokan bahan baku
(TBS) dari petani plasma ke PKS SPA menunjukkan kemitraan pemasok sebagai
sistem pengadaan bahan baku belum mencapai manfaat yang optimal.
Berdasarkan hal ini dilakukan pula suatu kajian terhadap kinerja pola kemitraan
yang terjadi antara petani plasma dan PTPN V SPA. Pemikiran Konseptual
penelitian ini diilustrasikan pada Gambar 2.
-
157
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual
Biaya pengolahan PTPN V tidak
efisien
Perkembangan biaya pengolahan
Kinerja kemitraan PTPN V Sei. Pagar dan petani plasma
Ada Perbedaan antara anggaran dan realisasi
Memberi rekomendasi kepada PTPN V Sei. Pagar
Faktor-faktor biaya yang mempengaruhi biaya
pengolahan
Biaya ratarata pabrik
Regresi OLS
Evaluasi kinerja
kemitraan
Penggunaan kapasitas
terpasang pabrik belum optimal
Sebagian besar petani plasma tidak memberikan TBS kepada PTPN V Sei. Pagar
-
158
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Biaya pengolahan PTPN V PKS Sei. Pagar pada tahun 2005 2007
mengalami peningkatan setiap tahunnya.
2. Komponen faktor-faktor biaya tetap dan biaya variabel mempengaruhi biaya
pengolahan PTPN V PKS SPA.
3. Elastisitas antara faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pengolahan PTPN V
PKS SPA adalah positif.
4. Harga TBS yang ditawarkan oleh PTPN V PKS SPA mempengaruhi
kemitraan antara PTPN V SPA dengan petani plasma.
-
159
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara V Pabrik Kelapa
Sawit Sei. Pagar (PTPN V PKS SPA) dan petani plasma di tingkat kebun.
Perusahaan ini dipilih dengan sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan
bahwa perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang
perkebunan dan pengolahan kelapa sawit. Pengumpulan data dilaksanakan pada
bulan Desember 2007 sampai dengan Februari 2008.
4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Data penelitian yang dikumpulkan menggunakan data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui metode wawancara langsung kepada
Masinis Kepala, Kepala Tata Usaha, karyawan PTPN V PKS SPA, dan petani
plasma. Selain itu juga dilakukan pengamatan langsung di lapangan untuk
memperoleh informasi proses pengolahan TBS dan informasi tambahan yang lain
untuk mendukung data yang diperoleh. Data sekunder diperoleh dari bagian
keuangan dan administrasi produksi. Data yang dikumpulkan meliputi laporan
manajemen, neraca percobaan, data produksi, capaian produksi, harga TBS dan
biaya pengolahan tahun 2005 sampai 2007 serta informasi dari bahan-bahan
pustaka yang mendukung penelitian.
Pengambilan data untuk evaluasi kemitraan yang terjadi antara petani
plasma dan PTPN V SPA dilakukan dengan wawancara kepada pihak karyawan
-
160
inti sebanyak 10 orang dan kepada petani plasma sebanyak 30 orang.
Pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling karena keterbatasan
waktu dan kesulitan menyeleksi observasi.
Data kinerja kemitraan PTPN V SPA diperoleh dengan melakukan
wawancara terhadap 30 responden petani plasma. Kinerja kemitraan ditentukan
dengan memberikan beberapa indikator seperti pada Tabel 7.
Tabel 7. Daftar Indikator Kinerja Kemitraan
No Indikator Buruk Baik Sedang Dimensi Tangible 1 Daya tampung inti Dimensi Reliability
2 Komunikasi yang dibangun pihak inti dan plasma
3 Harga Beli TBS 4 Waktu pembayaran TBS Dimensi Responsiveness
5 Ketanggapan inti dalam menyelesaikan keluhan petani
6 Layanan pinjaman dana Dimensi Assurance 7 Disiplin inti dalam menaati perjanjian 8 Pengetahuan proyek PIR-Trans 9 Pengetahuan mengenai penyetoran TBS ke inti Dimensi Empathy
10 Sikap inti terhadap kesejahteraan petani plasma
4.3 Metode Analisis Data
4.3.1 Analisis Biaya Pengolahan dan Efisiensi Teknis
Analisis yang digunakan dalam penelitian perhitungan biaya pengolahan
adalah analisis harga pokok. Perkebunan perusahaan memproduksi minyak sawit
(CPO) sebagai produk utama dan inti sawit (PK) sebagai produk sampingan.
Berdasarkan sifat pengolahannya, CPO dan PK termasuk dalam sifat pengolahan
-
161
produk massa dan proses produksinya dilakukan secara kontinyu. Dengan
demikian harga pokok yang digunakan adalah metode harga pokok proses, yaitu
cara penentuan harga pokok produk yang membebankan biaya produksi selama
periode tertentu kepada proses atau kegiatan produksi dan membaginya sama rata
kepada produk yang dihasilkan dalam periode tertentu. Pembebanan biaya kepada
produk yang dilakukan adalah berdasarkan full costing method, karena biaya yang
digunakan dalam penelitian ini adalah total biaya (biaya penuh) yang dikeluarkan
perusahaan untuk menghasilkan CPO baik biaya tetap maupun biaya variabel.
Menurut Mulyadi (1993), full costing method adalah metode penentuan harga
pokok yang memasukkan semua komponen biaya produksi (biaya tetap maupun
variabel) sebagai komponen harga pokok produksi. Rumus yang digunakan adalah
(Mulyadi, 1993):
tertentuperiodepadaproduksiJumlahtertentuperiodepadabiayaTotal
PokokaH =arg
Dalam penelitian ini perhitungan harga pokok yang dilakukan adalah harga pokok
pengolahan tingkat pabrik, yaitu komponen biaya yang dikeluarkan di tingkat
pabrik dan membagi dengan rata produksi yang dihasilkan.
Efisiensi teknis/fisik berkaitan dengan jumlah semua faktor produksi fisik
yang digunakan dalam proses produksi. Jumlah produksi CPO yang dihasilkan
oleh PKS jumlahnya tergantung dari produksi TBS yang dihasilkan oleh kebun,
dan kualitas dari rendemennya. Pengolahan efisien secara teknis jika produksi
TBS yang dihasilkan lebih besar dari produksi kapasitas idealnya dan jika kualitas
rendemen yang dihasilkan berada pada selang yang ditentukan oleh Balai
Penelitian Marihat dan Balai Penelitian Perkebunan Medan tahun 2004 untuk
-
162
jenis Tenera adalah 2224 persen. Rumus untuk mencari kapasitas pabrik ideal
adalah sebagai berikut:
4.3.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengolahan CPO
1. Fungsi Cobb - Douglas
Dalam menduga parameter-parameter yang mempengaruhi produksi ada
beberapa macam bentuk fungsi produksi yang digunakan, seperti fungsi linear
biasa, fungsi transendental dan fungsi Cobb-Douglas (Beattie dan Taylor, 1994).
Dari semua bentuk fungsi produksi tersebut fungsi Cobb-Douglas merupakan
salah satu bentuk yang paling banyak digunakan karena memiliki beberapa
kelebihan (Doll dan Orazem, 1984), yaitu:
1. Mengurangi heteroskedastisitas, karena bentuk linear fungsi produksi
ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma sehingga varians data menjadi
lebih kecil.
2. Koefisien pangkat dari masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam
fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus menyatakan besarnya elastisitas
produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output.
3. Jumlah elastisitas produksi masing-masing faktor produksi merupakan
pendugaan terhadap skala usaha dari proses produksi.
4. Perhitungan sederhana dan dapat dimanipulasi menjadi bentuk linear dan
dapat dilakakukan dengan program komputer.
-
163
Namun fungsi produksi Cobb-Douglas juga memiliki beberapa kelemahan,
yaitu:
1. Model menganggap elastisitas produksi tetap sehingga tidak mencakup tiga
tahap yang biasa dikenal dalam proses produksi, yaitu tahap kenaikan hasil
bertambah, tahap kenaikan hasil tetap, dan tahap kenaikan hasil berkurang.
2. Nilai duga elastisitas produksi yang dihasilkan akan berbias bila faktorfaktor
produksi yang digunakan tidak lengkap.
3. Model tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf
penggunaan faktor sama dengan nol.
4. Bila digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf faktor produksi
yang jauh di atas rata-rata akan menghasilkan nilai duga yang berbias ke atas.
Fungsi produksi Cobb-Douglas menggunakan cara regresi berganda atau
regresi sederhana. Fungsi produksi Cobb-Douglas, dapat ditransfomasikan
menjadi fungsi biaya (Rahim dan Hastuti, 2007). Produksi hasil komoditas
pertanian (onfarm) sering disebut korbanan produksi karena faktor produksi
tersebut dikorbankan untuk menghasilkan komoditas pertanian. Oleh karena itu,
untuk menghasilkan suatu produk diperlukan hubungan antara faktor produksi
(input) dan komoditas (output). Menurut Soekartawi (1994:3), hubungan antara
input dan output disebut factor relationship (FR). Fungsi produksi CobbDouglas
adalah suatu fungsi persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel (variabel
bebas/independent variable dan variabel tidak bebas/dependent variable).
Y = a X1b1X2b2X3b3X4b4 X5b5X6b6X7b7X8b8X9b9X10b10X11b11X12b12 eu
-
164
Keterangan:
Y = Biaya Pengolahan (Rp)
a,b = besaran yang diduga
X1 = Gaji karyawan (Rp)
X2 = Alat dan inventaris (Rp)
X3 = Biaya pemeliharaan bangunan pabrik (Rp)
X4 = Biaya pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik (Rp)
X5 = Premi asuransi pabrik (Rp)
X6 = Pembelian TBS (Rp)
X7 = Bahan kimia dan pelengkap (Rp)
X8 = Bahan bakar dan pelumnas (Rp)
X9 = Biaya listrik (Rp)
X10 = Biaya air (Rp)
X11 = Biaya angkut (Rp)
X12 = Biaya pengepakan (Rp)
u = kesalahan (disturbance term)
e = logaritma natural, e =2,718
Untuk menaksir parameter-parameter maka harus ditransformasikan dalam
bentuk double logaritma natural (ln) sehingga merupakan linier berganda
(multiple linear) yang kemudian dianalisis dengan metode kuadrat terkecil
(ordinary least square) dengan menggunakan software E-views 4.1.
Ln Y = Ln a + b1LnX1 + b2LnX2 + b3LnX3 + b4LnX4 + b5LnX5 + b6LnX6,......... + e
-
165
Karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritma naturalkan dan
diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, maka ada beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi, antara lain:
a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari bilangan
nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).
b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi
pada setiap pengamatan.
c. Tiap variabel X adalah perfect competition.
d. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup
pada faktor kesalahan, u.
2. Asumsi Model Regresi OLS
1. Hubungan antara yi dan x1i dan x2i bersifat linear (dalam parameter).
2. x1i dan x2i bersifat tetap pada setiap observasi, atau dengan kata lain nilainya
tidak berubah-ubah (tidak stokastik).
3. Nilai x harus bervariasi.
4. Nilai ei yang diharapkan (expected value) adalah nol, yaitu E(eixi) = 0,
karena nilai y yang diharapkan hanya dipengaruhi oleh variabel independen,
E(