a. kompetensi -...

35
MODUL 2. APAR MODUL AJAR SPPK 1 A. KOMPETENSI Memberikan keahlian kepada mahasiswa pemahaman standar pencegahan kebakaran pada bangunan dan lingkungan dalam hal ini sistem proteksi aktif yaitu Alat Pemadam Api Ringan (APAR). B. GAMBARAN UMUM MATERI Materi yang diajarkan melalui modul ini diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang jenis-jenis bahan pemadam kebakaran, tipe konstruksi APAR, perhitungan kebutuhan APAR, pengujian dan penempatan APAR berdasarkan peraturan yang berlaku. C. WAKTU Mata kuliah ini berbobot 2 sks atau 4 jam tatap muka setiap minggunya. Sehingga untuk bisa mencapai kompetensi yang telah ditentukan, mahasiswa harus mengikuti kegiatan tatap muka sebanyak 4 jam x 17 kali tatap muka. Atau sebesar 68 jam. D. PRASYARAT Untuk mempermudah pencapaian kompetensi yang diharapkan, mahasiswa harus mempunyai pemahaman dengan baik tentang Dasar-dasar K3. E. PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL AJAR Modul ajar Mekanika Teknik ini telah disusun secara sistematis dengan mengacu pada SAP yang berlaku. Untuk itu mahasiswa dalam menggunakan modul ajar ini harus memperhatikan beberapa hal berikut : 1. Membawa modul ajar ini setiap mengikuti perkuliahan. 2. Membaca dengan baik setiap isi yang ada di dalam modul ajar. 3. Membuat daftar catatan kecil untuk sesuatu hal yang belum dimengerti. Untuk kemudian ditanyakan kepada dosen. 4. Mengerjakan semua latihan soal yang terdapat di dalam modul.

Upload: lamliem

Post on 03-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 1

A. KOMPETENSI

Memberikan keahlian kepada mahasiswa pemahaman standar pencegahan kebakaran

pada bangunan dan lingkungan dalam hal ini sistem proteksi aktif yaitu Alat

Pemadam Api Ringan (APAR).

B. GAMBARAN UMUM MATERI

Materi yang diajarkan melalui modul ini diharapkan mahasiswa dapat memahami

tentang jenis-jenis bahan pemadam kebakaran, tipe konstruksi APAR, perhitungan

kebutuhan APAR, pengujian dan penempatan APAR berdasarkan peraturan yang

berlaku.

C. WAKTU

Mata kuliah ini berbobot 2 sks atau 4 jam tatap muka setiap minggunya. Sehingga

untuk bisa mencapai kompetensi yang telah ditentukan, mahasiswa harus mengikuti

kegiatan tatap muka sebanyak 4 jam x 17 kali tatap muka. Atau sebesar 68 jam.

D. PRASYARAT

Untuk mempermudah pencapaian kompetensi yang diharapkan, mahasiswa harus

mempunyai pemahaman dengan baik tentang Dasar-dasar K3.

E. PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL AJAR

Modul ajar Mekanika Teknik ini telah disusun secara sistematis dengan mengacu

pada SAP yang berlaku. Untuk itu mahasiswa dalam menggunakan modul ajar ini

harus memperhatikan beberapa hal berikut :

1. Membawa modul ajar ini setiap mengikuti perkuliahan.

2. Membaca dengan baik setiap isi yang ada di dalam modul ajar.

3. Membuat daftar catatan kecil untuk sesuatu hal yang belum dimengerti.

Untuk kemudian ditanyakan kepada dosen.

4. Mengerjakan semua latihan soal yang terdapat di dalam modul.

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 2

2.1. Sub Kompetensi Memberikan keahlian kepada mahasiswa pemahaman tentang :

• Memahami standar pencegahan kebakaran pada bangunan dan lingkungan

berdasarkan Kepmen PU No. 10/KPTS/2000.

• Memahami bahan-bahan pemadam kebakaran.

• Memahami jenis media APAR tipe konstruksi dan aplikasinya.

• Memahami pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian APAR

• Menghitung kebutuhan APAR berdasarkan NFPA 10

• Memahami penempatan APAR yang sesuai dengan standar

2.2. Uraian Materi 2.2.1. Pendahuluan

Pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan adalah segala

upaya yang menyangkut ketentuan dan persyaratan teknis yang diperlukan dalam

mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung,

termasuk dalam rangka proses perizinan, pelaksanaan dan pemanfaatan/pemeliharaan

bangunan gedung, serta pemeriksaan kelayakan dan keandalan bangunan gedung

terhadap bahaya kebakaran. Berdasarkan Kepmen PU Nomor : 10/KPTS/2000

standar pencegahan kebakaran pada bangunan dan lingkungan terdiri dari :

A. Sistem Kelengkapan Tapak

Bangunan tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sekitarnya, bangunan dibuat untuk

menampung dan mendukung berbagai kegiatan yang dilakukan manusia, untuk

pelaksanakan kegiatan sehari-hari dalam merespon kebutuhan sosial, ekonomi dan

budaya. Sistem kelengkapan tapak antara lain :

§ Kepadatan bangunan, jarak bangunan satu dengan bangunan yang lain, menjadi

salah satu tingkat kerawanan terhadap kebakaran. Tata letak bangunan seperti

penataan blok-blok bangunan

§ Jalan lingkungan yang digunakan untuk akses dari luar, seperti jalur pemadam

kebakaran, lebar jalan dan jenis perkerasan jalan.

§ Sistem penyediaan air hidran yang merupakan ketersediaan air dalam

memadamkan api.

§ Sumber air yang dapat dijadikan pemadaman seperti air kolam, water tank,

sungai maupun sumber yang lain.

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 3

Gambar 2.1. Sistem Pencegahan Kebakaran pada Kelengkapan Tapak

B. Sistem Sarana Penyelamatan

Sarana jalan keluar bangunan merupakan bagian dari bangunan yang digunakan

untuk penyelamatan manusia maupun kegiatan lain, agar terhindar dari ancaman

ebakaran. Fungsi sarana penyelamatan agar penghuni bangunan memiliki waktu

yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan aman, dalam keadaan darurat. Sarana

penyelamatan adalah akses yang diberikan pada bangunan untuk mempermudah

penyelamatan manusia keluar dari bangunan apabila terjadi kebakaran”, (Frick

dkk. 2008. 163-164). Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam sarana evakuasi

ini adalah :

§ Jalan keluar berupa tangga kebakaran dan jenisnya yang berhubungan dengan

kemudahan pencapaian, tanda/penunjuk arah ke tangga darurat, lebar tangga

darurat dan pintu kebakaran.

§ Konstruksi jalur keluar harus tahan api dan memberi kemudahan dalam evakuasi

untuk memberikan rasa aman kepada penghuni.

§ Landasan helikopter untuk penyelamatan, khusunya pada bangunan tinggi diatas

60 m, karena jangkauan penyelamatan sangat tinggi.

Gambar 2.2. Sarana penyelamatan pada bangunan

C. Sistem Proteksi Pasif

Sistem proteksi pasif kebakaran adalah sistem perlindungan bangunan terhadap

kebakaran melalui sifat termal bahan bangunan, penerapan sistem kompartemenisasi

dalam bangunan, serta persyaratan ketahanan api dalam struktur bangunan. Sistem

proteksi pasif dalam bangunan mempunyai tujuan untuk : melindungi bangunan dari

keruntuhan serentak, memberi waktu untuk menyelamatkan diri, menjamin

keberlangsungan fungsi gedung dan melindungi keselamatan petugas pemadam

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 4

kebakaran. Sistem proteksi pasif ditekankan pada aspek bahan bangunan, konstruksi

bangunan dan bentuk penataan ruang serta bukaan. Ada tiga hal yang berkaitan

dengan ketahanan bahan bangunan terhadap api yang harus dipenuhi sebagai bahan

konstruksi yaitu :

§ ketahanan memikul beban (kelayakan struktur) yaitu kemampuan untuk

memelihara stabilitas dan kelayakan kapasitas beban sesuai dengan standar yang

dibutuhkan.

§ Ketahanan terhadap penjalaran api (integritas) yaitu kemampuan untuk menahan

penjalaran api dan udara panas sebagaimana ditentukan oleh standar.

§ Ketahanan terhadap penjalaran panas yaitu kemampuan untuk memelihara

temperatur pada permukaan yang tidak terkena panas langsung dari tungku

kebakaran pada temperatur dibawah 140o C sesuai dengan standar uji ketahanan

api.

Dikaitkan dengan ketahanan terhadap api, struktur bangunan mempunyai 3 (tiga) tipe

konstruksi, yaitu:

§ Tipe A: Konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu

menahan secara struktural terhadap beban bangunan. Pada konstruksi ini

terdapat komponen pemisah pembentuk kompartemen untuk mencegah

penjalaran api ke dan dari ruangan bersebelahan dan dinding yang mampu

mencegah penjalaran panas pada dinding bangunan yang bersebelahan.

§ Tipe B: Konstruksi yang elemen struktur pembentuk kompartemen penahan api

mampu mencegah penjalaran kebakaran ke ruang-ruang bersebelahan di dalam

bangunan, dan dinding luar mampu mencegah penjalaran kebakaran dari luar

bangunan.

§ Tipe C: Konstruksi yang komponen struktur bangunannya adalah dari bahan

yang dapat terbakar serta tidak dimaksudkan untuk mampu menahan secara

struktural terhadap kebakaran.

Jumlah lantai dan tipe konstruksi yang dipersyaratkan pada bangunan dapat dilihat

pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tipe Konstruksi yang dipersyaratkan

Jumlah lantai bangunan

Kelas bangunan/tipe konstruksi 2,3,9 5,6,7,8

4 atau lebih A A 3 A B 2 B C 1 C C

Sumber : SNI 03 – 1736 – 2000

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 5

Sistem proteksi pasif ditekankan pada aspek bahan bangunan, sikap bagian bangunan

yang terbakar tidak bisa dipisahkan dari ketahanan bahan bangunan terhadap api,

perubahan bahan bangunan oleh kebakaran dapat dilihat dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Ketahanan Material Terhadap Api

BAHAN SIFAT KETAHANAN TERHADAP API Baja Mengubah bentuknya oleh

pengaruh panas hal ini dapat dipengaruhi oleh jenis

campuran pembentuknya

Krom (Cr), Molibdan (Mo), Nikel (Ni) atau Vanadium (V) menghasilkan baja yang memiliki daya tahan yang lebih

tinggi terhadap panas. Beton Bahan bangunan yang tahan

api Ketahanan api tergantung pada bahan

tambahan yang digunakan dan apakah ada tulangan baja atau tidak

Kaca Bahan yang tidak menyala Bukan merupakan bahan yang tahan api karena kaca memungkinkan radiasi kalor

tembus, kaca sangat peka terhadap perubahan tegangan kalor, akibat

kebakaran kaca cukup cepat pecah Kayu Pembakaran kayu merupakan

oksidasi atas unsur asalnya yaitu H2Odan CO2 dengan O2

Bahan yang tahan api, bila tidak terkena api secara langsung

Bahan sintesis

Merupakan bahan yang mudah terbakar dan menyala

Dalam keadaan menyala, bahan sintesis mengakibatkan tetes cairan yang sulit untuk dipadamkan, menghasilkan asap tebal dan atau melepaskan gas beracun

Sumber : Koesmartadi, “Desain Bangunan yang mengantisipasi Bahaya Kebakaran”,2008.

Gambar 2.3. Konstruksi kompartemen sebagai upaya menghalangi penyebaran api

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 6

Gambar 2.4. Konstruksi kompartemen sebagai upaya menghalangi penyebaran api dan asap

D. Sistem Proteksi Aktif

Sistem proteksi kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang terdiri atas

sistem pendeteksian kebakaran baik manual ataupun otomatis. Sistem pemadam

kebakaran berbasis air seperti springkler, pipa tegak dan slang kebakaran, serta

sistem pemadam kebakaran berbasis bahan kimia, seperti APAR, pemadam khusus,

peralatan pengendali asap, sistem daya listrik, lift, pencahayaan darurat dan ruang

pengendali operasi.

Gambar 2.5. Beberapa contoh sistem proteksi aktif pada bangunan gedung

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 7

E. Pengawasan dan Pengendalian

Mengatur tentang pengawasan dan pengendalian mulai dari tahap perencanaan,

pelaksanaan, pemanfaatan/pemeliharaan.

Pada bab ini akan dibahas mengenai detail tentang APAR sebagai salah satu sistem

proteksi aktif dalam banguna bertingkat.

2.2.2. Bahan-Bahan Pemadam kebakaran

Bahan-bahan pemadam kebakaran yang paling umum adalah:

1). Air

2). Zat kimia kering (dry chemical)

3). Karbon Dioksida

4). Bahan-bahan berhalogen

5). Bahan-bahan pembusa (foam)

6). Bubuk kering (dry powder)

Setiap bahan tersebut memiliki ciri khas yang membuatnya lebih atau kurang sesuai

untuk situasi kebakaran atau bahan bakar tertentu. Pada beberapa kasus, satu bahan

sama baiknya dengan yang lain sehingga pilihan dapat bersifat subjektif. Untuk

memadamkan kebakaran, yang harus dilakukan adalah menghilangkan salah satu

elemen dari segitiga api. Metode untuk memadamkan api dapat dilakukan dengan

cara menghilangkan panas, menghilangkan oksigen, menghilangkan bahan bakar,

memutus reaksi rantai, atau kombinasi dari keseluruhannya.

A. Air

Pada intinya, air memadamkan api dengan menyerap panas dari bahan bakar dan

pendinginkannya. Ketika air mengenai permukaan panas atau atmosfir yang panas,

air akan menyerap panas tersebut. Perpindahan panas terjadi dari suhu yang lebih

tinggi ke yang lebih rendah. Oleh karena itu, suhu air meningkat dan secara

bersamaan suhu permukaan atau atmosfir yang panas menjadi turun.

Dalam kebakaran, air biasanya mengambil banyak panas dari bahan bakar sehingga

bahan bakar berhenti menguap dan menghentikan proses pembakaran. Ketika air

dipanaskan cukup tinggi, air akan berubah menjadi uap. Ketika hal tersebut terjadi,

uap memaksa udara keluar dari sekitar api yang berarti oksigen di sekitar api pun

berkurang, sekaligus menjadi pendingin untuk membantu pemadaman api.

Air seringkali diasosiasikan dengan kebakaran kelas A, namun air dapat digunakan

secara efektif pada banyak kebakaran kelas B untuk mendinginkan cairan yang dapat

terbakar hingga dibawah titik nyalanya. Efektivitas dari suatu bahan pemadam

ditentukan oleh cara pengaplikasiannya.

Air secara umum tidak dipertimbangkan untuk menangani kebakaran kelas C karena

air mengonduksikan listrik. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa orang-orang tidak

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 8

memiliki pengetahuan dan kemampuan yang yang dibutuhkan. Padahal, air dapat

juga digunakan untuk memadamkan kebakaran kelas C dengan teknik khusus dengan

syarat:

1. Aliran air ini dipecah sedemikian rupa sehingga meniadakan konduktivitas

elektriknya.

2. Drainase yang memadai disediakan sehingga muatan listrik yang terbawa tidak

membahayakan orang.

Berbagai jenis zat tambahan telah dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas

dari air sebagai bahan pemadam dalam aplikasi tertentu. Zat tambahan tersebut

dalam bentuk:

1. Bahan pembasah – ketika dicampurkan dengan air secara benar akan

mengurangi tegangan permukaan dari air itu sendiri dan akan membuat

larutan itu dengan mudah masuk ke bahan bakar padat.

2. Bahan penebal – ketika dicampurkan dengan air akan membentuk larutan

yang melekat pada permukaan. Bahan ini secara khusus sangat berguna untuk

memadamkan kebakaran hutan.

3. Bahan pendingin – ketika dicampurkan dengan air akan membentuk larutan

yang akan meningkatkan karakteristik pendinginan.

4. Bahan pembusa – ketika dicampurkan dengan air akan membentuk larutan

berbusa yang memiliki specific gravity yang rendah yang akan menyebabkan

bahan tersebut akan berada diatas cairan yang dapat terbakar. Bahan ini

merupakan yang paling banyak digunakan.

B. Zat kimia kering (dry chemical)

Zat kimia kering tak lebih hanyalah campuran bubuk-bubuk kimia yang menyerang

proses reaksi rantai dari proses pembakaran yang menyebabkan proses tersebut

terputus. Ada beberapa jenis zat kimia kering untuk memadamkan kebakaran, yang

dikategorikan sebagai BC untuk kebakaran kelas B dan C, serta kategori ABC untuk

kebakaran kelas A, B, dan C.

Bahan kimia kering awalnya dikembangkan untuk pemadaman kebakaran kelas B.

Campurannya pada intinya adalah Sodium Bikarbonat yang dicampur dengan bahan-

bahan lain untuk meningkatkan karakteristik penyimpanan dan alirannya. Saat ini

bahan tersebut dikenal sebagai zat kimia kering umum.

Selain zat kimia kering umum,terdapat juga zat kimia berbasis Kalium Bikarbonat

atau yang dikenal dengan Purple K yang dikembangan oleh Angkatan Laut Amerika

pada tahun 1950-an. Bahan ini sekitar 2,5 kali lipat lebih efektif dibandingkan zat

kimia kering umum. Selanjutnya zat kimia kering Kalium Bikarbonat yang berbasis

urea dan dikenal sebagai Monex, dikembangkan pada akhir 1960-an. Zat kimia

kering ini jauh lebih efektif dari zat kimia kering berbasis Kalium Bikarbonat. Hal ini

disebabkan karena setiap partikel dari bubuk terpecah menjadi banyak partikel yang

lebih kecil ketika kontak dengan jilatan api.

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 9

Sementara itu, zat kimia kering kategori BC ditujukan untuk digunakan pada

kebakaran cairan yang dapat terbakar dan kebakaran yang melibatkan peralatan

listrik. Zat kimia kering kategori ini dapat digunakan pada kebakaran kelas A jika

bahan pemadam lainnya tidak ada. Namun, api dapat muncul kembali karena zat

kering ini tidak memiliki kemampuan untuk mendinginkan.

Pada tahun 1950-an zat kimia kering berbasis Monoamonium Fosfat diperkenalkan

di Amerika. Zat multifungsi ini ditujukan untuk menangani kebakaran kelas A, B,

dan C.

Zat kimia kering kategori ABC mirip dengan zat kimia kering kategori BC dalam

memadamkan kebakaran dengan memutus reaksi rantai kimiawi. Pada zat kimia

kategori ABC terdapat zat yang ketika digunakan pada kebakaran kelas A, akan

melapisi bahan yang terbakar dengan residu yang mirip plastik yang nantinya akan

memutus suplai oksigen ke api. Namun, jika lapisan tersebut rusak dan udara

mencapai bahan bakar sebelum temperaturnya turun hingga dibawah titik uapnya, api

dapat timbul lagi.

Dalam berapa hal, zat kimia kering bersifat korosif. Oleh karena itu, zat tersebut

tidak cocok untuk perlindungan peralatan listrik yang mahal dan rentan.

Ide dibelakang pemadaman dengan bahan kimia kering adalah membungkus bahan

bakar dengan padatan “inert” mirip dengan penggunaan pasir. Sebagai contoh bubuk

yang sangat halus dari Sodium Bikarbonat (NaHCO3, baking soda) atau

monoamonium fosfat ((NH4)H2PO4). Membungkusbahan bakar sehingga

memperlemah atau memadamkan kobaran api karena terhalangnya kontak dengan

bahan bakar tersebut.

C. Karbon Dioksida

Karbon Dioksida (CO2) adalah gas inert yang disimpan dalam bentuk cairan di

tabung atau tangki yang didinginkan. Ketika dilepaskan ke atmosfir, karbon dioksida

akan menguap dan kembali ke fasa gas. Sebagai gas, karbon dioksida lebih berat

dibandingkan udara, dan kecepatan penguapannnya cukup untuk membuatnya efektif

memadamkan api melalui pengurangan kadar oksigen dengan pengenceran hingga ke

suatu titik oksigen tak lagi mampu mendukung pembakaran.

Meskipun cairan CO2 mempunyai temperatur yang rendah (-110oF), cairan ini

bukanlah bahan pendingin yang efektif. Faktanya, kapasitas pendinginan karbon

dioksida hanya 10% dari kapasitas pendinginan air. Selain itu, CO2 juga tidak

membasahi bahan bakar yang terbakar. Karbon dioksida hanya efektif selama

dilakukan pada ruangan tertutup untuk mempertahankan kondisi pemadaman. Untuk

pemadaman yang sempurna, pengenceran kadar oksigen harus berlangsung cukup

lama agar seluruh bahan bakar mendingin hingga ke titik yang tak akan menguap.

Karbon dioksida pada umumnya digunakan untuk perlindungan ruang komputer,

ruang pengendalian elektrik atau peralatan listrik. Untuk memadamkan api dengan

cepat dan efektif, konsentrasi karbon dioksida di ruang yang tertutup dibuat tinggi.

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 10

Tingkat konsentrasi tersebut dapat menyebabkan penipisan oksigen di ruangan yang

tentunya membahayakan keselamatan manusia.

D. Bahan-bahan berhalogen

Bahan berhalogen atau halon merupakan kelompok cairan yang mudah menguap dan

terbuat dari sejumlah tertentu Karbon, Fluorin, Bromine dan Iodine. Bahan ini tetap

sebagai cairan di tempat tertutup, namun menguap secara cepat ketika terekspos ke

pembakaran yang menyebabkan reaksi rantai terputus.

Halon sangat efektif untuk pemadaman kebakaran dengan cepat. Bahan ini juga tidak

menyebabkan korosi dan sangat efektif pada konsentrasi rendah.

Halon aman untuk peralatan dan manusia. Namun, penelitian menemukan bahwa

bahan ini menyebabkan penipisan lapisan ozon. Saat ini halon tidak digunakan lagi,

tetapi penggantinya yang sama efektif dengan halon namun lebih aman terhadap

lingkungan, masih dalam pengembangan.

E. Bahan-bahan pembusa (foam)

Foam / Busa pemadam kebakaran tak lebih dari campuran air dan zat kimia lain,

yang ketika dicampurkan menghasilkan kumpulan gelembung yang berisi udara atau

gas dan memiliki specific gravity yang lebih kecil dibandingkan dengan cairan yang

dapat terbakar. Zat ini membuat campuran terserbut mengapung di cairan yang dapat

terbakar dan meningkatkan kemampuan air untuk mengendalikan kebakaran untuk

jenis ini.

Busa memadamkan api dengan cara:

1) Mencekik api, mencegah udara dan uap yang dapat terbakar untuk bercampur.

2) Mengurangi uap yang dapat terbakar pada permukaan bahan bakar.

3) Memisahkan jilatan api dari permukaan bahan bakar.

4) Mendinginkan permukaan bahan bakar atau api dan benda yang berdekatan.

5) Menyelimuti bahan bakar untuk menutup kontak dengan udara.

Konsentrasi surfaktan (bubuk pembuat busa) kurang dari 1%. Komponen lainnya.

Pembentuk busa adalah larutan organik seperti trimethyl-trimethylene glycol dan

hexylene glycol, foam stabilizers seperti lauryl alcohol, dan bahan penghambat

korosi (corrosion inhibitor). Dari daya pengembangan busanya, busa terbagi atas:

1 Daya mengembang rendah (low expansion foam)

Low expansion foam mempunyai daya mengembang kurang dari 20 kalinya.

Busa dengan daya mengembang rendah seperti AFFF (Aqueous Film

Forming Foam) yakni busa pembentuk lapisan film berbasis air mempunyai

viskositas yang rendah, bersifat mobile (dengan mudah menyebar atau

memiliki daya sebar yang baik) yang menjadikannya mampu untuk menutupi

permukaan yang luas secara cepat. AFFF seringkali juga mengandung

surfaktan berbasis hidrokarbon seperti sodium alkyl sulfat dan

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 11

fluorosurfactant seperti fluorotelomers, perfluorooctanoic acid (PFOA), atau

perfluorooctanesulfonic acid (PFOS).

2 Daya mengembang menengah (medium expansion foam)

Medium expansion foam, mempunyai daya mengembang antara 20-200 kali.

3 Daya mengembang tinggi (high expansion foam)

High expansion foam mempunyai daya mengembang di atas 200 kali. Busa

ini cocok untuk ruang tertutup / terbatas seperti hanggar ketika dibutuhkan

pengisian ruang dengan busa dengan cepat.

Gambar 2.6. Mekanisme pemadaman oleh busa

Pada pemadaman kebakaran yang melibatkan cairan dapat terbakar, busa juga

memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai penekan uap yang ketika bekerja pada

permukaan tumpahan dapat mencegah pelepasan uap. Oleh karena itu, pemadam

kebakaran busa dapat digunakan dengan efektif untuk mencegah pengapian.

Pemadam kebakaran busa, dalam berbagai bentuk, telah ada sejak pertama kali bahan

berbusa dipatenkan di Inggris tahun 1870-an. Penggunaan busa meningkat secara

cepat seiring dengan perkembangan teknologi, terutama di industri perminyakan dan

turunannya. Sama halnya dengan penemuan kendaraan yang secara signifikan

meningkatkan permintaan akan bensin.

Pemadam kebakaran busa berdasarkan pembentukan busanya dapat dibagi menjadi

dua kategori:

Busa kimia – Ini adalah jenis pertama dari busa pemadam kebakaran. Busa ini

diproduksi dalam bentuk bubuk kimiawi yang kemudian dicampur dengan air untuk

menjadi busa. Busa ini memperoleh namanya dari cara pembuatannya. Ketika larutan

ini bersentuhan, sebuah reaksi kimia terjadi, menghasilkan Karbon Dioksida (CO2).

Kemudian, terbentuk gelembung berisi CO2 dalam jumlah yang sangat banyak

sehingga tekanan di dalam kontainer (tempat larutan dicampur) meningkat dan

membuat busa kimiawi mengalir melalui perangkat pelepasan. Busa kimiawi pada

dasarnya terdiri dari dua jenis:

1). Busa untuk penggunaan pada cairan yang dapat terbakar jenis hidrokarbon.

2). Busa untuk penggunaan pada cairan yang dapat terbakar jenis alkohol atau

larutan polar.

Karena batasan penggunaannya, busa pemadam kebakaran jenis ini sangat jarang

digunakan saat ini.

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 12

Gambar 2.7. Sistem proteksi bahaya kebakaran dengan busa pada tangki pengolahan

Busa mekanis – Pengenalan busa mekanis membuat produksi sejumlah besar busa

pada laju aplikasi yang tinggi. Pengembangan busa mekanis disebabkan oleh

tingginya permintaan untuk menghentikan kebakaran secara manual untuk fasilitas

angkatan udara. Busa mekanis membuat gelembung berisi udara yang dihasilkan dari

cara mekanis, biasanya agitasi atau turbulensi, untuk mencapai hasil dasar yang sama

dengan busa kimia. Karena pembentuk busa mekanis berada dalam bentuk cairan, hal

itu membuat operasi dan peralatan jauh lebih handal dibandingkan busa kimia. Tiga

komponen (air, konsentrat busa, dan udara) dibutuhkan untuk menghasilkan busa

pemadam kebakaran. Saat ini terdapat berbagai jenis busa mekanis:

a) Busa protein – konsentrat busa mekanis pertama yang dikembangkan. Busa

ini terbuat dari protein alami yang tidak larut dalam hidrokarbon.

Penggunaannya harus dengan perlahan jika tidak busa akan berada di bawah

permukaan cairan dan menyebabkan gelembung dilapisi permukaan bahan

bakar yang dapat menghancurkan gelembung. Busa ini juga tidak efektif

untuk larutan polar karena dapat larut dengannya.

b) Busa fluoroprotein – pengembangan busa protein dengan penambahan

larutan yang berfluorin. Busa ini ditujukan untuk penggunaan pada bahan

bakar hidrokarbon, memberikan kemampuan untuk membuka lapisan bahan

bakar ketika tercelup. Hal ini membuat busa dapat masuk ke tangki

penyimpanan melalui injeksi di bawah permukaan.

c) Busa alkohol – busa protein tidak efektif untuk larutan polar karena larutan

polar dapat bercampur dengan air dan busa pada dasarnya tidak larut dalam

bahan bakar. Oleh karena itu, konsentrat busa tahan alkohol dikembangkan.

Busa jenis ini harus diaplikasikan dengan penuh kehati-hatian dan jenis serta

susunan peralatan aplikasi busa sangatlah penting.

d) Busa sintetik – busa ini dibuat dari sintesis kimiawi. Dua jenis utama busa

sintetik adalah busa berbasis deterjen dan busa yang membentuk film (lapisan

tipis).

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 13

e) Busa deterjen – terbuat dari senyawa yang biasa digunakan untuk membuat

deterjen komersial. Jenis busa ini yang paling sering digunakan untuk

mengendalikan kebakaran kelas A.

f) Busa yang membentuk film – diformulasi secara sintetis untuk membuat air

membentuk lapisan tipis (film) yang mengapung di atas permukaan bahan

bakar tanpa memerlukan selimut kohesif dari gelembung busa. Konsentrat ini

menggunakan surfaktan Fluorocarbon yang mengubah sifat dari air dan

konsentrat dan biasanya disebut sebagai busa pembentuk film permukaan

atau busa pembentuk film air (bahan AFFF). Jenis busa ini dikembangkan

lebih jauh untuk memiliki karakteristik busa pembentuk film air dan busa

Fluoroprotein sehingga busa itu dapat digunakan pada hidrokarbon maupun

larutan polar. Namun, diperlukan kehati-hatian dalam penggunaan busa ini

pada kebakaran akibat larutan polar karena metode aplikasinya sangat kritis.

Tabel 2.3. Lembar Fakta Busa

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 14

Lanjutan tabel 2.3

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 15

Karakteristik penting lainnya dari busa pemadam kebakaran adalah rasio ekspansi.

Larutan busa terdiri dari persentase konsentrat busa dalam air, serta diperlukan

penambahan udara untuk membentuk busa. Rasio volum busa yang sudah jadi

terhadap volum awal larutan busa disebut rasio ekspansi. Busa dipisahkan menjadi

tiga klasifikasi berdasarkan rasio ekspansi:

o Rasio ekspansi rendah = di bawah 20:1

o Rasio ekspansi menengah = antara 20:1 dan 200:1

o Rasio ekspansi tinggi = antara 200:1 dan 1.000:1

F. Bubuk kering (dry powder)

Bubuk kering (dry powder / DP) adalah nama yang diberikan kepada bahan yang

ditujukan untuk penggunaan pada kebakaran kelas D (yang melibatkan logam yang

dapat terbakar, seperti Magnesium, Sodium dan Titanium).

Beberapa DP yang tersedia secara komersial terdiri dari senyawa yang

diformulasikan khusus, sisanya adalah pasir kering atau grafit yang dijadikan bubuk.

Pemilihan DP yang tepat adalah berdasarkan jenis logam tertentu yang terlibat

dalam kebakaran. Karakteristik yang paling penting adalah bahwa bahan ini harus

kering dan sesuai dengan logam tersebut. Mekanisme pemadamannya adalah dengan

cara mengisolasi sisa bagian logam yang belum terbakar. Ketika DP digunakan pada

kebakaran logam, bubuknya akan membentuk lapisan seperti kerak disekitar logam

yang terbakar untuk mengisolasinya dan menjaga logam yang berdekatan agar tidak

ikut terbakar, sementara api lama kelamaan akan padam dengan sendirinya.

G. Bahan Kombinasi

Meskipun pada dasarnya bahan pemadam kebakaran digunakan secara individual,

namun jika diperlukan berbagai bahan pemadam dapat pula digunakan secara

kombinasi seperti misalnya menggunakan zat kimia kering dan busa, baik secara

individual, simultan, atau berurutan.

Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh militer beberapa tahun yang lalu, ketika

CO2 dan busa digunakan pada pemadaman kebakaran kecelakaan pesawat. Untuk

pemadaman yang cepat terhadap kebakaran akibat cairan yang dapat terbakar, CO2

diaplikasikan oleh truk yang dirancang khusus. Busa protein dari truk tipe lain

digunakan untuk menutup cairan yang dapat terbakar yang terekspos untuk

menghentikan uap dan mencegah api menyala kembali.

Kombinasi lain yang dikembangkan adalah zat kimia kering dan busa pembentuk

film air (bahan AFFF) dialirkan melalui dua mulut selang yang berasal dari satu

kendaraan. Zat kimia kering digunakan yang pertama untuk menghentikan api secara

cepat dan kemudian diikuti dengan segera oleh penggunaan bahan AFFF yang secara

cepat mengalir di permukaan cairan untuk mencegah timbulnya uap dan mencegah

api menyala kembali.

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 16

2.2.3. Standar Uji Penilaian Kemampuan Alat Pemadam Api Ringan

Uji coba kebakaran menunjukkan bahwa sejak api berkembang dari pengapian

hingga menjadi api yang menyala-nyala hanya membutuhkan waktu dua menit.

Namun, perlu diingat bahwa APAR bukanlah pengganti yang tepat dari perlindungan

otomatis yang dirancang sesuai dengan potensi kebakarannya.

Alat pemadam kebakaran telah digunakan dalam berbagai bentuk sejak akhir tahun

1800-an. Alat ini tersedia dalam berbagai ukuran dan desain serta tersedia dalam

berbagai kelas kebakaran. Isi dari alat ini adalah bahan pemadam kebakaran yang

telah disetujui dan telah dirancang untuk memadamkan kebakaran sampai pada batas

tertentu. Faktor penting dari alat pemadam kebakaran adalah tipe / desain,

perawatan, inspeksi serta distribusinya. Mekanisme pemadaman dengan APAR mirip

dengan mekanisme yang telah disebutkan sebelumnya.

Tingkatan alat pemadam kebakaran digunakan untuk kelas A dan kelas B dan

berdasarkan tes fisik yang dapat dilakukan berulang kali dan dilakukan oleh pihak

resmi yang telah ditunjuk oleh pemerintah setempat. Tes ini membantu menentukan

potensi pemadam untuk setiap ukuran dan jenis alat pemadam kebakaran. Tingkatan

yang ada dari 1-A hingga 40-A untuk alat pemadam kebakaran kelas A dan dari 1-B

hingga 80-B untuk alat pemadam kebakaran kelas B. Tabel 2.4. dan tabel 2.7.

memberikan syarat tingkatan alat pemadam kebakaran kelas A dan kelas B. Alat

pemadam kebakaran kelas C tidak memiliki tingkatan numerik karena

diklasifikasikan berdasarkan sifat kondutif elektriknya. Alat pemadam kebakaran

kelas D juga tidak memiliki tingkatan numerik karena jumlah dan jenis bahan

pemadam bervariasi bergantung pada logam yang dapat terbakar yang terlibat.

Jenis dari alat pemadam kebakaran berdasarkan bahan pemadam yang digunakan dan

mekanisme pelepasannya. Lihat gambar 2.8. yang menunjukkan berbagai jenis alat

pemadam kebakaran. Tabel 2.8. memberikan ukuran yang tersedia untuk alat

pemadam kebakaran.

Beban tingkatan bahaya dalam NFPA diklasifikasikan sebagai berikut :

Tingkat Bahaya Rendah (Low Hazard) dimana hanya sedikit bahan bakar

yang dapat terbakar dalam Klas A, seperti kantor, ruang Klas, ruang pertemuan,

ruang tamu hotel dll.

Tingkat Bahaya Sedang (Ordinary Hazard) dimana jumlah bahan bakar

yang dapat terbakar dalam Klas A dan Klas B lebih banyak dibandingkan

Tingkat bahaya rendah seperti pada penyimpanan barang-barang dagangan,

ruang pamer mobil, gudang dll.

Tingkat Bahaya Tinggi (High Hazard) dimana jumlah bahan bakar yang

dapat terbakar dalam Klas A dan Klas B lebih banyak dibandingkan tingkat

bahaya sedang seperti pada bengkel, dapur, toko mebel, gudang penimbunan,

pabrik dll.

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 17

Tabel 2.4. Alat Pemadam Kebakaran Kelas A

Area yang harus dilindungi per Alat Pemadam

Tingkatan

minimum

dasar dari

Alat

Pemadam

Jarak

Maksimum

ke Alat

Pemadam

ft

Beban

Bahaya

Ringan

Light Hazard

Occupancy

ft2

Beban

Bahaya Biasa

Ordinary

Hazard

Occupancy

ft2

Beban

Bahaya Berat

Extra Hazard

Occupancy

ft2

1-A 75 - - -

2-A 75 6000 3000 -

3-A 75 9000 4500 -

4-A 75 11250 6000 4000

6-A 75 11250 9000 6000

10-A 75 11250 11250 10000

20-A 75 11250 11250 11250

30-A 75 11250 11250 11250

40-A 75 11250 11250 11250 Untuk satuan SI, 1 ft2 = 0,0929 m2

Catatan 11250 ft2 dipertimbangkan sebagi batas praktis

adalah batas praktis area yang dapat dilindungi oleh alat pemadam kebakaran yang ditempatkan

pada jarak 23 m dengan 75 ft (23 m) dari alat pemadam kebakaran dalam lingkaran.

Sumber : NFPA 10 edisi 2013

Tabel 2.5. Alat Pemadam Kebakaran Kelas A dan penempatannya

Kriteria

Tingkat Bahaya Beban Bahaya

Ringan Light Hazard Occupancy

Beban Bahaya Biasa Ordinary Hazard

Occupancy

Beban Bahaya Berat Extra Hazard

Occupancy

US SI US SI US SI Daya padam minimum APAR tunggal

2-A 2-A 4-A

Luas lantai maksimum per unit A

3000 ft2 278 m2 1500 ft2 193 m2 1000 ft2 93 m2

Luas lantai maksimum untuk APAR

11250 ft2 100 m2 11250 ft2 100 m2 11250 ft2 100 m2

Jarak tempuh maksimum ke APAR

75 ft 23 m 75 ft 23 m 75 ft 23 m

(sumber: NFPA10, Tahun 2013, Tabel 6.2.1.1)

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 18

Tabel 2.6. Jumlah Alat Pemadam Kebakaran Kelas A

Area (ft2)

Light Hazard Ordinary Hazard Extra Hazard

2-A 3-A 4-A 2-A 3-A 4-A 6-A 10-A and up

4-A 6-A 10-A 20-A and up

6000 9000 11.250 3000 4500 6000 9000 11.250 4000 6000 10.000 11.250

10.000 2 2 1 4 3 2 2 1 3 2 1 1

20.000 4 3 2 7 5 4 3 2 5 4 2 2

30.000 5 4 3 10 7 5 4 3 8 5 3 3

40.000 7 5 4 14 9 7 5 4 10 7 4 4

50.000 9 6 5 17 12 9 6 5 13 9 5 5

60.000 10 7 6 20 14 10 7 6 15 10 6 6

70.000 12 8 7 24 16 12 8 7 18 12 7 7

80.000 14 9 8 27 18 14 9 8 20 14 8 8

90.000 15 10 8 30 20 15 10 8 23 15 9 8

100.000 17 12 9 34 23 17 12 9 25 17 10 9

(sumber: NFPA 10, Tahun 2013, Tabel E.3.6)

Tabel 2.7. Alat Pemadam Kebakaran Kelas B, untuk Kebakaran Cairan Yang Dapat Terbakar pada

Kedalaman Kurang dari ¼ inch.

Jenis Bahaya Kebakaran

Tingkatan Dasar Minimum dari Alat Pemadam

Jarak Maksimum

ft m

Ringan 5-B 30 9

10-B 50 15

Biasa 10-B 30 9 20-B 50 15

Berat (Ekstra) 40-B 30 9 80-B 50 15

(sumber: NFPA10, Tahun 2013, Tabel 6.3.1.1)

Catatan: untuk bahaya cairan yang dapat terbakar lebih dalam dari ¼ inch (6 mm),

alat pemadam kebakaran kelas B perlu disediakan pada basis salah satu unit numerik

dari pemadam kelas B potensial per ft2 dari permukaan cairan tersebut dari bahaya

tangki terbesar di suatu area.

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 19

Tabel 2.8. Ukuran yang Tersedia untuk Alat Pemadam Kebakaran

a. APAR dengan air bertekanan

Alat pemadam kebakaran ini berisi air dengan zat tambahan dan udara bertekanan

untuk meningkatkan kemampuannya. Air dan zat tersebut disimpan dalam tekanan

dan gas pelepasnya adalah udara. Sebuah alat pengukur tekanan (gauge)

dihubungkan di atas alat ini untuk mempermudah inspeksi dari operasional alat

pemadam. Sebuah tuas dihubungkan dengan katup di atas alat pemadam. Dengan

mengoperasikan pegangan dan tuas secara bersamaan, katup akan terbuka dan air

akan keluar. Nozzle dan pipa fleksibel memungkinkan pengguna untuk mengarahkan

aliran air pada sumber kebakaran.

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 20

Versi lain dari jenis alat pemadam ini adalah tangki berpompa. Konstruksinya mirip

dengan alat pemadam bertekanan, namun mekanisme pelepasannya dengan pompa

yang dioperasikan dengan tangan. Tabung APAR dengan air bertekanan biasanya

diwarnai perak dengan ukuran ketinggian 2 feet dan berat 25 lb ketika penuh.

Biasanya ditandakan dengan APW “Air Pressurized Water”, dilengkapi dengan

ujung yang melebar (“large squirt guns”)

Gambar 2.8. APAR Air Bertekanan

b. APAR dengan karbon dioksida

Alat pemadam ini disetujui untuk digunakan pada kebakaran kelas B dan kelas C.

Bahan pemadam tersimpan dalam tekanan tinggi sehingga dapat keluar dengan

sendirinya pada temperatur operasi normal. Pemasangan katup dilakukan pada leher

tabung. Sebuah tuas pengeluaran diatas katup digunakan untuk mengendalikan

keluaran dari tabung. Dengan menekan tuas dan memegang pegangan secara

bersamaan, CO2 cair keluar dari tabung melalui lubang kecil pada nozzle

pengeluaran. Susunan ini untuk mencegah tercipratnya CO2 cair sehingga dapat

meminimalisasi turbulensi dan masuknya udara.

Gambar 2.9. APAR CO2

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 21

c. APAR dengan zat kimia kering

Alat pemadam bubuk kimia kering tersedia dalam tipe tabung bertekanan dan yang

menggunakan cartridge nitrogen.

• APAR bubuk kimia kering bertekanan.

Jenis APAR bubuk kimia kering yang tersimpan dalam keadaan bertekanan

menyimpan bahan pemadam bubuk kimia dan gas pelepas bertekanan (udara kering,

karbon dioksida, atau nitrogen) dalam ruang penyimpan (shell) yang sama. Gas

pelepas bertekanan tersebut dipakai sebagai pendorong bubuk kimia kering

didalamnya ketika tuas yang berada di atas tabung diaktifkan. Tuas pengaktif

tersebut berhubungan dengan katup keluaran sehingga bubuk kimia kering dapat

keluar terdorong oleh tekanan gas pelepas tersebut. Sebuah cincin pin tarik dipasang

pada tuas keluaran untuk mencegah pelepasan secara tak sengaja selama

penyimpanan dan transportasi.

Sebuah alat pengukur tekanan dihubungkan dengan ruang penyimpan tadi untuk

menunjukkan tekanan di dalam unit tersebut. Unit ini dioperasikan dengan

melepaskan pin dan menekan tuas keluaran dan pegangan. Diperlukan kehati-hatian

dalam membawa unit pada posisi vertical untuk mencegah lepasnya udara tekan atau

nitrogen.

Gambar 2.10. APAR Bubuk Kimia Kering Bertekanan

• APAR bubuk kimia kering dengan cartridge.

Jenis APAR bubuk kimia kering dengan cartridge ini menyimpan bahan pemadam

bubuk kimia kering di ruang penyimpan (shell) dalam kondisi tidak bertekanan dan

gas pelepas bertekanan (biasanya CO2 atau N2) di cartridge terpisah. Cartridge untuk

APAR bubuk kimia kering ini tersedia dalam ukuran kecil yang dapat langsung

dibuang setelah pemakaian. Di atas Cartridge ini terdapat tuas penusuk membuat

gas pelepas dari cartridge masuk ke shell dan memberi tekanan di dalamnya.

Pelepasan bahan pemadam dikendalikan melalui penekanan tuas operasi dari mulut

selang pengeluaran.

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 22

Gambar 2.11. APAR Bubuk Kimia Kering dengan Catridge

d. Alat pemadam kebakaran dengan halon

Unit ini disetujui untuk kebakaran kelas B dan kelas C. Kemiripan unit ini dengan

alat pemadam kebakaran tipe karbon dioksida adalah bahan pemadam disimpan

dalam tekanan tinggi, sehingga pelepasannya terjadi ketika terbuka kontak dengan

atmosfir melalui penekanan pada tuas operasi. Seperti yang telah dibahas

sebelumnya, alat pemadam ini digantikan dengan bahan pemadam yang lebih ramah

terhadap lingkungan.

Gambar 2.13. APAR Halon

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 23

e. Alat pemadam kebakaran dengan busa

Alat pemadam kebakaran ini biasanya digunakan ketika kebakaran atau tumpahan

cairan yang dapat terbakar dapat diperkirakan. Seperti yang telah dibahas

sebelumnya, bahan pemadam jenis busa yang paling efektif adalah AFFF. Unit ini

memiliki shell yang berisi larutan (yang belum mencampur sepenuhnya) yang

ditekan dengan udara. Jenis alat pemadam ini juga dilengkapi dengan pegangan, tuas

operasi, dan tabung penyedot yang sama. Selain itu, terdapat selang dan nozzle yang

dirancang khusus yang memungkinkan udara masuk ke larutan busa melalui celah

khusus sehingga proses agitasi yang terjadi menghasilkan busa yang siap digunakan.

Bentuk-bentuknya ada yang menggunakan selang dan tidak serta ada yang

menggunakan bahan stainless steel untuk beberapa jenis dari AFFF.

Gambar 2.14. APAR Busa

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 24

Tabel 2.9. Jenis APAR, Kelas dan Fungsinya

Kelas Kebakaran Jenis Material yang

terlibat

Jenis Alat Pemadam Api

yang tepat

Kelas A

Material biasa yang dapat

terbakar seperti kayu,

kertas, kain, karet dan

berbagai plastik.

Alat pemadam Jenis A

§ Alat pemadam yang

menggunakan air.

§ Alat pemadam yang

penggunakan busa.

§ Bahan kimia kering

(ABC).

Kelas B

Cairan yang tidak dapat

bercampur dengan air,

seperti pelarut, gemuk, ter,

minyak dan bahan bakar

yang dapat menyala dan

dapat terbakar.

Alat pemadam Jenis B

§ Bahan kimia kering (BC

atau ABC).

§ Alat pemadam yang

menggunakan karbon

dioksida.

§ Alat pemadam yang

menggunakan busa.

§ Alat pemadam yang

menggunakan Air +

Aditif.

Kelas B

Gas dan cairan yang dapat

menyala bertekanan

(misalnya hidrogen,

asetilena, propana

Alat pemadam yang

menggunakan bahan kimia

kering (BC atau ABC)

Kelas C

Material Kelas A atau B

yang terlibat dengan

peralatan listrik

bertegangan.

Alat pemadam Jenis C

§ Bahan kimia kering (BC

atau ABC)

§ Alat pemadam jenis

bahan halon tertentu

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 25

Kelas D

Logam seperti aluminium,

litium, magnesium,

titanium, natrium,

zirkonium dan kalium.

Alat pemadam Jenis D

§ Serbuk kering (D)

Kelas F/K

Media untuk memasak

yang dapat terbakar

(minyak dan lemak

hewani dan nabati).

Alat pemadam Jenis K

§ Bahan kimia kering K)

§ Bahan kimia basah

(F/K)

Sumber : Panduan Kesehatan dan Keselamatan, Adidas Group, diakses tanggal 16 Februari 2016.

2.2.4. Pemeriksaan, Pemeliharaan dan Pengisian Ulang APAR

Pemeliharaan, perawatan dan pengisian ulang harus dilakukan oleh petugas yang

terlatih, mempunyai manual perawatan menyeluruh, alat perkakas dari jenis yang

cocok, bahan isi ulang, pelumas, dan rekomendasi manufaktur untuk penggantian

bagian –bagian atau bagian yang khusus terdaftar untuk digunakan dalam APAR.

Label yang menunjukkan penggunaan APAR atau klasifikasi atau keduanya

diizinkan untuk ditempatkan pada bagian depan APAR.

Inspeksi

APAR harus diinspeksi sejak awal ditempatkan dan difungsikan, selanjutnya pada

setiap interval waktu kira-kira 30 hari. APAR harus diinspeksi secara manual atau

dimonitor secara elektronik, pada interval waktu yang lebih jika keadaan

membutuhkan. Sekurang-kurangnya sebulan sekali pemeriksaan dilakukan dan

tanggal, nama petugas yang melakukan pemerikaan harus tercatat.

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 26

Pemeliharaan

Terhadap APAR harus dilakukan pemeliharaan pada jangka waktu tidak lebih dari 1

tahun, pada waktu pengujian hidrostatik, atau jika secara khusus ditunjukkan melalui

inspeksi atau pemberitahuan elektronik.

Pengisian Ulang

Semua APAR yang dapat diisi ulang harus diisi ulang setelah setiap penggunaan atau

sebagaimana yang ditunjukkan saat inspeksi atau ketika dilakukan pemeliharaan.

Pengujian Hidrostatik

Apabila silinder atau kerangka (shell) APAR mempunyai satu atau lebih kondisi

berikut, maka tidak harus dilakukan pengujian hidrostatik, tetapi harus dibuang atau

dihancurkan oleh pemilik atau atas pengarahan pemilik:

(1) Apabila terdapat bekas perbaikan dengan solder, pengelasan, patri, atau

menggunakan bahan tambalan.

(2) Apabila ulir silinder aus, berkarat, patah, retak atau cacat.

(3) Apabila terdapat korosi yang dapat menyebabkan lubang, termasuk lubang di

bawah plat nama atau rakitan sabuk nama.

(4) Apabila APAR terbakar pada suatu kejadian kebakaran.

(5) Apabila APAR jenis kalsium khlorida telah digunakan dalam APAR dari baja

tahan karat

(6) Apabila tabung (shell) dari tembaga atau perunggu konstruksi sambungannya

dengan solder lunak atau paku keling.

(7) Apabila kedalaman penyok melebihi 1/10 dari dimensi terbesar dari

kepenyokan jika tidak di las, atau melebihi 0,6 cm jika penyok termasuk las.

(8) Apabila terjadi korosi setempat atau secara umum, sehingga potongan,

cungkilan, atau bagian yang dibuang telah mengikis lebih dari 10 persen tebal

minimum dinding silinder.

(9) Apabila APAR telah digunakan untuk suatu tujuan selain untuk alat

pemadam api.

Apabila silinder tersebut akan dibuang, petugas penguji ulang harus memberitahukan

pemilik secara tertulis bahwa silinder tersebut dibuang dan tidak dapat digunakan

lagi. Silinder yang dibuang diberi stempel ”DIBUANG” pada bagian atas, kepala,

pinggiran, atau leher dengan stempel baja. Tinggi huruf minimum harus 0,3 cm.

Silinder yang dibuang harus tidak diperbaiki. Tidak boleh ada orang yang membuang

atau menghapus stempel ”DIBUANG”.

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 27

Tabel 2.10. Jangka waktu pengujian hidrostatik untuk APAR

Jenis Pemadam Jangka waktu

pengujian (tahun)

Air bertekanan tersimpan, aliran terbebani, dan/atau anti beku 5

Media basah 5

AFFF(Aqueous Film Forming Foam) 5

FFFP (Film Forming Fluoroprotein Foam) 5

Kimia kering dengan kerangka baja tahan karat 5

Karbon dioksida 5

Kimia basah 5

Kimia kering, disimpan bertekanan, dengan kerangka perunggu

kuningan, atau kerangka aluminium

12

Kimia kering, catridge atau silinder, dengan kerangka dari baja

ringan

12

Zat halogen 12

Bubuk kering, disimpan bertekanan, catridge atau silinder, dengan

kerangka baja ringan

12

Sumber : PERMEN PU No. 26/PRT/M/2008

Gambar 2.15. Desain label pengujian hidrostatis

Sumber : NFPA 10 edisi 2013

Tabel 2.11. Contoh Panduan mengenai Distribusi dan Penggunaan Alat Pemadam Kebakaran (APAR) Adidas Group

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 28

2.2.5. Perhitungan Jumlah APAR

Jarak tempuh adalah jarak yang dapat ditempuh oleh seseorang untuk mencapai

APAR tanpa terhalang oleh batasan apapun seperti pada gambar berikut:

Gambar 2.16. Coverage area dari APAR

Gambar lingkaran menunjukkan radius jarak tempuh APAR dan area yang berwarna

hitam adalah area yang tidak terjangkau oleh jarak tempuh APAR.

Berikut ini contoh perhitungan APAR menurut NFPA 10 edisi 2013 dan PERMEN

PU No. 26/PRT/M/2008 sebagai berikut :

Contoh 1. Suatu bangunan dengan luas area 67500 ft2 (6271 m2 ) atau lebar 150 ft

(45.7 m) dan panjang 450 ft (137.2 m ). Berapa jumlah APAR yang dibutuhkan ?

Jawab:

Untuk estimasi jumlah APAR dapat digunakan maximum luas area yang dapat

diproteksi oleh APAR yaitu 11250 ft2 (1045 m2)

Berdasarkan estimasi diatas penyebaran APAR pada ruangan akan seperti pada

gambar berikut :

Gambar 2.17. Perletakan APAR pada bangunan 450 ft × 150 ft (137.2 m × 45.7 m)

APAR seperti gambar diatas tidak memenuhi persyaratan jarak tempuh sehingga

harus diestimasi kembali.

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 29

Contoh 2. Estimasi jumlah APAR dengan menggunakan luas area yang diproteksi

APAR sebesar 6000 ft2

dan penyebaran APAR seperti pada gambar berikut :

Gambar 2.18. Perletakan APAR pada bangunan 450 ft × 150 ft (137.2 m × 45.7 m) dengan jumlah 12 buah

untuk resiko rendah 2-A, sedang 4-A dan tinggi 6-A

APAR dapat ditempatkan pada dinding, kolom atau lainnya disesuiakan persyaratan

jarak tempuh.

Contoh 3. Estimasi jumlah APAR dengan menggunakan Rating minimum

Penyebarandan APAR untuk resiko sedang dapat dikelompokkan pada tiang

bangunan atau dinding sesuai dengan persyaratan seperti dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.19. Perletakan APAR pada bangunan 450 ft × 150 ft (137.2 m × 45.7 m) dengan jumlah 24 buah

untuk resiko sedang 2-A

Contoh 4

Sebuah bangunan kantor dengan tingkat bahaya hunian ringan perlu dilindungi

APAR dengan luas lantai 11000 ft2 (1031 m2) Adapun Jenis APARnya Stored-

Pressure Water rating 2A dengan berat 2,5 Gal (9,46 lt) dengan bentuk bangunan

seperti pada gambar berikut dimana pada area A terdapat Klas B.

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 30

Gambar 2.20. Perletakan APAR pada bangunan yang memiliki tingkat resiko ringan kelas B

Estimasi jumlah APAR adalah sebagai berikut :

Dengan mempertimbangkan area A merupakan ruang percetakan dan penggandaan

berisikan cairan mudah terbakar (flammable liquids) sehingga area A, perlu APAR

Klas B dengan rating 10-B:C atau 20-B:C

Jumlah APAR yang dibutuhkan adalah : 11000 / 6000 = 2 buah APAR

Sehingga penempatannya adalah pada titik 1 dan 2, tetapi tidak memenuhi

persyaratan jarak tempuh (>75 ft), oleh karena itu perlu 2 buah APAR tambahan

dengan penempatan pada titik 1,2,3 dan 4. Dengan tetap memperhatikan jarak antar

APAR untuk kelas A (75 ft) sedangkan untuk kelas B yaitu (30 dan 50 ft).

Dimana dapat digunakan 2 alternatif untuk menyelesaikan yaitu:

1. Empat buah APAR berjenis Karbon dioksida atau Dry Chemical dengan rating

10-B:C atau 20-B:C dapat digunakan.

2. APAR Stored-Pressure Water di titik 2 diganti dengan Dry Chemical rating paling

sedikit 2-A:10-B:C dengan menempatkan sejarak 75 ft untuk rating 2-A dan

dengan jarak 30 ft atau 50 ft untuk proteksi kelas B.

2.2.6. Tanda APAR

Standar tanda untuk menyatakan tempat alat pemadam api ringan yang dipasang

pada dinding sesuai Permenaker No : PER.04/MEN/1980 tentang syarat-syarat

pemasangan dan pemeliharan alat pemadam api ringan.

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 31

Gambar 2.21. Standar Simbol APAR

CATATAN:

1. Segi tiga sama sisi dengan warna dasar merah.

2. Ukuran sisi 35 cm.

3. Tinggi huruf 3 cm. berwarna putih.

4. Tinggi tanda panah 7,5 cm warna putih

Standar tanda tanda untuk menyatakan tempat alat pemadam yang dipasang pada

tiang kolom adalah sebagai berikut :

Gambar 2.22. Bentuk kolom segi empat dan lingkaran

CATATAN:

1. Warna dasar tanda pemasangan merah.

2. Lebar BAN pada kolom 20 cm sekitar kolom.

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 32

Gambar 2.23. Penerapan persyaratan alat pemadam kebakaran pada perusahaan

2.3. Referensi 1). Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan,

PerMenaker 04/1980.

2). Instalasi Alarm Kebakaran Automatik, PerMenaker 02/1983.

3). Fire Protection Handbook, 16th Edition, National Fire Protection Association

4). Standard for Portable Fire Extinguisher, NFPA 10, 2013 Edition.

5). Standard for Low, Medium, and High Expansion Foam, NFPA 11, 2005 Edition.

6). Standard for CO2 Extinguishing System, NFPA 12, 2002 Edition.

7). Fire Fighting Training Manual, Education and Culture Leonardo Da Vinci.

8). Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan

Lingkungan, PERMEN PU No. 26/PRT/M/2008, Tanggal 30 Desember 2008.

9). Panduan Kesehatan dan Keselamatan, Adidas Group, diakses tanggal 16

Februari 2016.

10). Menteri Negara Pekerjaan umum. Keputusan Menteri No.10/KPTS/2000 tentang

ketentuan persyaratan teknis pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada

bangunan gedung dan lingkungan. Jakarta, 2000.

Tanda untuk mencegah

penghalang

Jarak perjalanan kurang dari 25 muntuk

tiap pekerja ke alat pemadam

0,8 – 1,25 m

Instruksi mengenai alat

pemadam dalam

bahasa setempat

Cincin merah

disekitar tiang

Tag pencataan pada alat

pemadam

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 33

2.4. Latihan Soal 1). Sebutkan dan jelaskan 3 (tiga) tipe struktur konstruksi bangunan terhadap

ketahanan api !

2). Jelaskan pengertian proteksi aktif dan proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran!

3). Jelaskan bahan pemadam kebakaran pada tabung APAR !

4). Jelaskan apakah yang Saudara ketahui tentang AFFF beserta 3 daya

pengembangannya !

5). Jelaskan tingkat klasifikasi bahaya kebakaran menurut NFPA !

6). Mengapa diperlukan pengujian hidrostatis dan kapan dilaksanakannya ?

7). Jelaskan syarat pemasangan tanda APAR menurut Permenaker No:

PER.04/MEN/1980 !

8). Hitunglah kebutuhan dan penempatan APAR pada bangunan di bawah ini :

2.5. Lembar Kerja .........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 34

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

MODUL 2. APAR

MODUL AJAR SPPK 35

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

2.6. Jawaban

Selamat mengerjakan