penggalian -...

20
1 PENGGALIAN PENDAHULUAN Sebuah galian atau lubang besar di permukaan tanah adalah bukan situasi yang alami yang biasanya ditunjukkan dengan bentuk kemiringan permukaan tanahnya yang hampir vertikal atau bahkan vertikal. Kondisi alamiah biasanya menciptakan kemiringan yang cukup landai karena tergerus oleh aliran air hujan dari bagian atas ke bawah yang membawa partikel tanah di bagian atas ke bawah sehingga membentuk permukaan yang miring (slope). Sesungguhnya tanah merupakan materi yang sangat berat. Satu meter kubik (1 m 3 ) berat tanah padat dapat mencapai sekitar 1.826 kg atau kurang lebih seberat kendaraan. Jika diasumsikan volume rongga udara dalam tanah adalah 20% dan sekitar 30% nya mengandung air maka berat 1 m 3 tanah campuran ini berkisar 900 kg (berat tanah murni) + 300 kg (berat air) sehingga menjadi sekitar 1.200 kg. Ketika retakan terbentuk, berat tanah dalam tepian galian tidak lagi mempunyai penyokong karena telah digali. Kemudian bagian bawah tepi galian akan mengalami kegagalan dalam menopang beban diatasnya. Tidak ada tegangan lateral yang mencegah kegagalan ini. Ketika bagian bawah galian gagal atau longsor, penahan bagian atas tepian galian seperti berada pada posisi menggantung hanya karena tegangan geser dan tegangan permukaan. Inilah yang menyebabkan terjadinya kelongsoran. Longsoran berikutnya akan segera mengikutinya. Kelongsoran tanah adalah hal yang umum terjadi pada kecelakaan kerja galian dan saluran dalam tanah. Karena semua gaya akan saling terkait. untuk menyebabkan terjadinya kelongsoran tersebut. Kondisi cuaca, air, getaran, beban yang berlebih di atasnya akan menambah potensi bahaya pada pekerjaan galian yang berujung pada kelongsoran hingga terkubur dengan tanah yang longsor. Bahaya lain adalah bahaya karena terdapatnya instalasi di bawah tanah seperti misalnya pipa gas dan kabel yang apabila galian mengenai instalasi tersebut tidak saja merusak instalasi tersebut tapi dapat menimbulkan korban jiwa. Diperlukan orang yang kompeten untuk melakukan pekerjaan ini dari mulai misalnya Insinyur Sipil, Pimpinan Pekerja Lapangan, dan Manajemen Perusahaan. Pengendalian pekerjaan berbahaya ini harus dikendalikan oleh manajemen melalui sistem ijin kerja galian yang harus diikuti dari sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan perbaikan. KLASIFIKASI TANAH bab ini menjabarkan metoda mengklasifikasikan tanah dan deposit batuan berdasar kondisi lingkungan setempat, komposisi dan struktur deposit bumi. Bab ini juga membahas test yang digunakan untuk mengklasifikasikan tanah. Setiap tanah dan deposit batuan dapat diklasifikasikan sebagai kelas A, kelas B, atau kelas C sebagaimana yang akan didefinisikan di bawah ini. 2.1. Tanah Kelas A Tanah Kelas A adalah tanah kohesif dengan kekuatan tekan sebesar 1,5 ton/ft 2 (tsf) (144 kPa) atau lebih besar. Tanah Kelas A meliputi tanah liat, tanah liat rawa, tanah liat berpasir. Tanah- tanah yang bersemen seperti caliche dan hardpan juga dianggap tanah kelas A.

Upload: trandang

Post on 01-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

PENGGALIAN PENDAHULUAN Sebuah galian atau lubang besar di permukaan tanah adalah bukan situasi yang alami yang biasanya ditunjukkan dengan bentuk kemiringan permukaan tanahnya yang hampir vertikal atau bahkan vertikal. Kondisi alamiah biasanya menciptakan kemiringan yang cukup landai karena tergerus oleh aliran air hujan dari bagian atas ke bawah yang membawa partikel tanah di bagian atas ke bawah sehingga membentuk permukaan yang miring (slope). Sesungguhnya tanah merupakan materi yang sangat berat. Satu meter kubik (1 m3) berat tanah padat dapat mencapai sekitar 1.826 kg atau kurang lebih seberat kendaraan. Jika diasumsikan volume rongga udara dalam tanah adalah 20% dan sekitar 30% nya mengandung air maka berat 1 m3 tanah campuran ini berkisar 900 kg (berat tanah murni) + 300 kg (berat air) sehingga menjadi sekitar 1.200 kg. Ketika retakan terbentuk, berat tanah dalam tepian galian tidak lagi mempunyai penyokong karena telah digali. Kemudian bagian bawah tepi galian akan mengalami kegagalan dalam menopang beban diatasnya. Tidak ada tegangan lateral yang mencegah kegagalan ini. Ketika bagian bawah galian gagal atau longsor, penahan bagian atas tepian galian seperti berada pada posisi menggantung hanya karena tegangan geser dan tegangan permukaan. Inilah yang menyebabkan terjadinya kelongsoran. Longsoran berikutnya akan segera mengikutinya. Kelongsoran tanah adalah hal yang umum terjadi pada kecelakaan kerja galian dan saluran dalam tanah. Karena semua gaya akan saling terkait. untuk menyebabkan terjadinya kelongsoran tersebut. Kondisi cuaca, air, getaran, beban yang berlebih di atasnya akan menambah potensi bahaya pada pekerjaan galian yang berujung pada kelongsoran hingga terkubur dengan tanah yang longsor. Bahaya lain adalah bahaya karena terdapatnya instalasi di bawah tanah seperti misalnya pipa gas dan kabel yang apabila galian mengenai instalasi tersebut tidak saja merusak instalasi tersebut tapi dapat menimbulkan korban jiwa. Diperlukan orang yang kompeten untuk melakukan pekerjaan ini dari mulai misalnya Insinyur Sipil, Pimpinan Pekerja Lapangan, dan Manajemen Perusahaan. Pengendalian pekerjaan berbahaya ini harus dikendalikan oleh manajemen melalui sistem ijin kerja galian yang harus diikuti dari sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan perbaikan. KLASIFIKASI TANAH bab ini menjabarkan metoda mengklasifikasikan tanah dan deposit batuan berdasar kondisi lingkungan setempat, komposisi dan struktur deposit bumi. Bab ini juga membahas test yang digunakan untuk mengklasifikasikan tanah. Setiap tanah dan deposit batuan dapat diklasifikasikan sebagai kelas A, kelas B, atau kelas C sebagaimana yang akan didefinisikan di bawah ini. 2.1. Tanah Kelas A Tanah Kelas A adalah tanah kohesif dengan kekuatan tekan sebesar 1,5 ton/ft2 (tsf) (144 kPa) atau lebih besar. Tanah Kelas A meliputi tanah liat, tanah liat rawa, tanah liat berpasir. Tanah- tanah yang bersemen seperti caliche dan hardpan juga dianggap tanah kelas A.

2

Gambar 2.1a. Tanah liat

Gambar 2.1b. Tanah bersemen – Caliche

Gambar 2.2. Tanah Hardpan.

Tanah tidak dapat digolongkan dalam kelas A apabila:

tanah tersebut retak / pecah-pecah. Tanah yang menerima getaran yang disebabkan oleh lalu lintas yang cukup berat, pergerakan tumpukan atau pengaruh-pengaruh serupa tanah yang sebelumnya telah ”terganggu” atau memiliki air yang merembes. Tanah yang merupakan bagian dari sistem berlapis dan melandai, dimana lapisan-lapisan tersebut masuk ke dalam penggalian dengan kemiringan faktor horizontal sebesar 4 kali faktor vertikal (4H : 1V) atau lebih besar. Tanah lainnya yang digolongkan sebagai material yang kurang stabil.

3

2.2. Tanah Kelas B Tanah Kelas B adalah tanah kohesif dengan kekuatan tekan yang lebih besar 0,5 tsf (48 kPa) tetapi kurang dari 1,5 tsf (144 kPa). Tanah Kelas B meliputi tanah yang tak berperekat dan berbentuk granular (berbutiran) seperti batu kerikil (sama dengan batu yang telah hancur lebur) , lempung berpasir, dan kadang-kadang lempung liat berlumpur, lempung berlumpur, dan lempung liat berpasir.

Gambar 2.3. Tanah lempung berpasir.- Class B

Tanah kelas B juga termasuk tanah yang memenuhi kekuatan kompresif (pemadatan) yang diklasifikasikan dalam tanah kelas A, tetapi memiliki retakan atau terkena getaran yang disebabkan oleh lalu lintas yang cukup berat. Tanah kelas B juga dapat berupa batu karang yang tidak stabil, dan tanah yang merupakan bagian dari sistem berlapis dengan kemiringan dimana lapisan-lapisan itu masuk ke dalam kemiringan kurang dari empat horisontal berbanding satu vertikal yaitu (4H : 1V). 2.3. Tanah Kelas C Tanah Kelas C adalah tanah kohesif dengan kekuatan tekan yang tidak lebih dari 0,5 tsf (48 kPa) atau kurang. Tanah Kelas C meliputi: Tanah berbutiran seperti tanah kerikil, pasir, dan pasir lempung,

Gambar 2.4. Tanah berbutiran – Class C

Tanah yang terendam oleh air, tanah yang airnya bebas merembes, batuan di bawah air yang tidak stabil. Tanah di dalam sistem berlapis dan melereng dimana lapisan-lapisan masuk ke dalam penggalian dengan gradian kemiringan lebih curam dari empat horizontal terhadap satu vertikal sampai satu vertikal (4 H : 1 V). Strata geologis berlapis (dimana tanah terkonfigurasi di dalam lapisan-lapisan). Tanah harus digolongkan dengan dasar penggolongan tanah pada lapisan tanah paling lemah. Tiap lapisan dapat digolongkan secara individual apabila lapisan yang lebih stabil terletak di bawah lapisan yang kurang stabil, misalnya dimana Tanah Kelas C bergantung pada puncak batuan yang stabil. Penggolongan ulang. Jika, setelah penggolongan awal terjadi perubahan terhadap kandungan, sifat, faktor-faktor, atau kondisi-kondisi lainnya, maka perubahan-perubahan itu akan dievaluasi oleh orang yang berkompeten dan tanah akan digolongkan kembali untuk menggambarkan keadaan-keadaan yang telah berubah tersebut.

4

ANALISA TANAH klasifikasi dari deposit dibuat berdasarkan hasil analisa visual dan uji manual. Analisa tersebut harus dilakukan oleh ahli dibidangnya sesuai dengan pedoman testing yang berlaku. Pedoman testing yang diulas disini adalah yang mengacu pada “American Society for Testing Materials” atau “US Department of Agriculture Textural Classification System”. 3.1. Analisa Visual Analisa visual dilakukan untuk menentukan atau memperoleh informasi kualitatif berkenaan dengan situasi umum pekerjaan galian, kondisi tanah di sekitar galian, tanah yang membentuk tepian dari suatu galian, dan tanah yang diambil sampelnya dari bahan galian. Amati sampel tanah yang digali dan tanah yang berada di tepian (lerengan) galian. Perkirakan rentang ukuran partikel dan jumlahnya untuk ukuran-ukuran tersebut. Tanah yang tetap menggumpal ketika digali adalah bersifat kohesif (melekat). Tanah yang pecah / merengkah dengan mudah dan tidak tetap menggumpal disebut “granular” (berbutir-butir kecil).

• Amati tanah ditepi galian yang terbuka dan area permukaan dekat dengan galian. Rengkahan (crack) seperti rengkahan tegangan permukaan dapat diindikasikan sebagai materi belahan atau retakan. Jika tanah digali dengan sekop dan menunjukan pecah-pecah / celah-celah (spall-off) secara vertikal, tanah tersebut rentan terhadap keretakan. “Spall” yang kecil adalah bukti dari tanah yang bergerak dan merupakan indikasi situasi yang sangat berbahaya.

• Amati area-area yang berdekatan dengan penggalian dan pada penggalian itu sendiri untuk mengidentifikasikan tanah yang terganggu sebelumnya.

• Amati sesi yang terbuka dari galian untuk mengidentifikasikan lapisan-lapisan pada tanah. Mengkaji sistem yang berlapis untuk mengidentifikasikan jika lapisan-lapisan miring ke arah penggalian. Estimasikan kadar kemiringan dari lapisan-lapisannya.

• Amati area yang berdekatan dengan penggalian dan sisi-sisi penggalian yang terbuka untuk melihat air permukaan yang merembes dari samping penggalian, dan mengetahui tinggi air permukaan (water table).

• Amati area yang berdekatan dengan penggalian untuk mengetahui sumber-sumber getaran yang bisa mempengaruhi stabilitas muka penggalian.

3.2. Uji Manual Uji manual dari sampel tanah dilakukan untuk menentukan sifat kuantitatif serta kualitatif dari tanah dan dapat memberikan banyak informasi yang diperlukan untuk dapat menggolongkan sifat tanah. Beberapa metode uji manual adalah plastisitas, Uji Kekuatan Kering, dan Uji Penetrasi Induk. Pengujian dan analisa harus dilakukan oleh orang yang berkompeten. Estimasi dari kekuatan tanah juga dapat diperoleh melalui penggunaan penetrometer kantong atau dengan menggunakan “shearvane”. Gambar di bawah adalah salah satu contoh Penetrometer.

5

Gambar 3.1. Contoh Penetrometer untuk memberikan estimasipengukuran kekuatan tekanan tanah dalam TSF

(ton/ft2) atau kg/cm2

SISTEM PROTEKSI PENDUKUNG OSHA mensyaratkan bahwa tiap pekerja di dalam penggalian harus dilindungi dari perangkap galian melalui sistem proteksi yang memadai dan dirancang sesuai dengan standard OSHA. Pilihan sistem proteksi untuk mencegah kelongsoran yang dapat menyebabkan tertimbunnya pekerja, meliputi:

• Pelerengan atau kemiringan pada pinggir-pinggir penggalian; • Penopang / penyanggah kayu (Timber Shoring) atau penopang aluminium yang

mendukung/menahan pinggir-pinggir tanah galian; • Kotak perisai / pelindung (Box Shielding) di antara sisi tanah galian dan area kerja.

Pekerja bebas untuk memilih proteksi yang paling praktis dan sesuai untuk suatu keadaan. Setelah pilihan system proteksi diseleksi, maka kriteria performa yang diperlukan harus dijalankan. Pengecualian satu-satunya adalah ketika penggalian dilakukan pada batu yang stabil atau penggalian yang dalamnya kurang dari 5 ft dan pengawas tidak melihat adanya indikasi kemungkinan/potensi tanah longsor atau tertimbunnya pekerja galian. Sistem proteksi tidak perlu dilakukan atau diadakan jika penggalian dilakukan seluruhnya pada batuan yang stabil, atau penggalian yang dalamnya kurang dari 5 ft yang tidak memberi adanya indikasi tanah labil. Gambar 4.1 dibawah ini adalah bagan pembuatan keputusan untuk dapat menentukan sistem proteksi yang dibutuhkan untuk penggalian sampai dengan kedalaman 20 ft. Sistem proteksi yang dipakai untuk penggalian dengan kedalaman lebih dari 20 ft harus dirancang oleh tenaga ahli profesional. Trotoar atau pavemen tidak boleh dipasang diatas galian kecuali kalau ada sistem penopang tambahan yang dapat melindungi para pekerja dari keruntuhan.

6

Gambar 4.1. Bagan keputusan untuk menentukan sistem proteksi galian.

Jika tanah tidak diklasifikasikan, maka penggalian harus dilerengkan / dimiringkan dengan sudut maksimal satu setengah horisontal per satu vertikal (1,5 H : 1 V) atau dianggap bertanah kelas C. 4.1. Kemiringan dan Pelerengan Pengamanan galian dengan metoda pelerengan (sloping) atau dengan metoda pelerengan (benching) dapat digunakan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a. Kemiringan Kemiringan (sloping) maksimal yang diizinkan untuk penggalian dengan kedalaman kurang dari 20 kaki berdasarkan pada kelas tanah tertentu :

Tabel 4.1 Kemiringan maksimum yang diizinkan untuk kelas tanah tertentu.

Gambar 4.2 berikut ini memberikan contoh tentang penggalian dengan system proteksi kemiringan pada tanah

kelas A.

7

Gambar 4.2. Penggalian (kemiringan lerengan sederhana) pada tanah Kelas A dengan lerengan ¾ H: 1 V.

Gambar 4.3 berikut ini memberikan contoh tentang penggalian dengan proteksi kemiringan pada tanah Kelas B.

Gambar 4.3. Penggalian (kemiringan lerengan sederhana) pada tanah Kelas B dengan lerengan 1 H:1 V

Gambar 4.4 berikut ini memberikan contoh tentang penggalian dengan sistem proteksi kemiringan pada tanah Kelas C atau jika tanah tidak diklasifikasikan atau tidak dapat ditentukan kelasnya.

Gambar 4.4 Lerengan yang sederhana dari 1½ H: 1V dapat digunakan pada semua Kelas tanah di dalam

penggalian dengan kedalaman kurang dari 20 ft.

b. Pelerengan Sistem proteksi pelerengan (benching) adalah dengan membuat suatu lereng pada dasar dinding galian yang dimiringkan. Ada dua kelas benching yaitu : a. Tunggal. Benching satu tingkat atau satu tahap, dengan ketinggian tidak melebihi 4 ft.

8

Gambar 4.5 Benching Tunggal

b. Berganda. Lebih dari satu tingkat, dengan ketinggian tidak lebih dari ketinggian 4 ft pada masing-masing tingkat/tahapannya.

Gambar 4.6 Benching Berganda

Metoda Pelerengan tidak diizinkan pada tanah Kelas C Ada banyak pengecualian pada pedoman kemiringan dan benching umum ini. Diantaranya diuraikan di bawah ini. :

• Pada tanah Kelas A, penggalian lerengan yang sederhana yang terbuka selama 24 jam atau kurang (jangka pendek) dan yang tingginya 12 ft atau kurang, dapat mempunyai lerengan maksimal yang diizinkan sebesar ½ horizontal : 1 vertikal (½H : 1V) .

• Pada tanah Kelas A, semua penggalian dengan kedalaman 8 ft atau kurang, yang tidak dilengkapi penguat vertikal, harus memiliki kemiringan maksimal yang diizinkan sebesar ¾H : 1V dan ketinggian dari dinding vertikal tidak boleh lebih dari 3.5 ft.

• Pada tanah Kelas A, penggalian yang lebih dari 8 ft dan kurang dari 12 ft, yang tidak dilengkapi oleh penguat vertikal harus memiliki kemiringan maksimal yang diizinkan sebesar 1H : 1V dan ketinggian sisi vertikal maksimal sebesar 3.5 ft.

• Pada tanah Kelas A, penggalian 20 ft atau kurang yang dilengkapi dengan penguat vertikal, harus memiliki kemiringan maksimal yang diizinkan sebesar 3/4H : 1V. Penguat vertikal ini harus mencapai ketinggian kurang lebih 18 inchi dari batas bawah kemiringan.

• Pada tanah Kelas B, semua penggalian 20 ft atau kurang yang dilengkapi penguat vertikal, harus memiliki kemiringan maksimal yang diizinkan sebesar 1H : 1V. Penguat vertikal ini harus mencapai ketinggian kurang lebih 18 inchi dari batas bawah kemiringan.

9

• Pada tanah Kelas C, semua penggalian 20 ft atau kurang yang dilengkapi penguat vertikal, harus memiliki kemiringan maksimal yang diizinkan sebesar 1½ H : 1 V. Penguat vertikal ini harus mencapai ketinggian kurang lebih 18 inchi dari batas bawah kemiringan. Lihat Gambar 4.7 untuk contoh penggalian kelas ini.

Gambar 4.7 Penggalian pada tanah Kelas C dengan sisi bawah terlindungi secara vertikal. Penggalian

dilerengkan pada 1½ H: 1 V

4.2. Penguat Vertikal (Shoring) Penguat vertikal (shoring) digunakan untuk memperkuat galian yang telah dibuat dan mencegah keruntuhan. Penggunaan penguat vertikal ini diperlukan khususnya apabila struktur kemiringan/lereng telah mencapai kondisi maksimal akan tetapi galian belum mencapai kedalaman yang diinginkan. Ada dua jenis shoring berdasarkan materialnya yaitu: penyangga kayu dan penyangga aluminium. a. Penopang / Penyangga Kayu (Timber Shoring) Desain untuk shoring kayu pada galian-galian dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu:

• Menggunakan persyaratan yang tercantum pada OSHA mengenai Standard Penggalian; • Menggunakan data yang diberikan oleh produsen sistem penyangga; • Menggunakan tabulasi data lainnya yang disetujui oleh orang yang kompeten.

Bagian-bagian sistem penyangga yang akan ditentukan dengan menggunakan tabel- tabel tersebut adalah palang penguat yang menyilang, penguat vertikal, dan penguat horizontal (wales) jika diperlukan. Pengawas yang ditunjuk harus menyeleksi ukuran dan jarak dari bagian-bagian penyangga atau penopang dengan menggunakan tabel yang tepat. Pemilihan didasarkan pada kedalaman dan lebar dari galian dimana bagian-bagian ini akan dipasang. Pada banyak contoh, pemilihan juga didasarkan pada jarak horizontal dari brace (palang penguat) menyilang. Jarak horizontal dari brace silang harus dipilih sebelum ukuran dari bagian-bagian penopang tertentu dapat ditentukan. Spesifikasi desain OSHA hanya boleh diterapkan pada galian-galian yang tidak lebih dari 20 ft (6,1 m). Kelas tanah tempat dilakukannya penggalian harus ditentukan agar dapat menggunakan data OSHA.

10

Gambar 4.8 Ilustrasi penggunaan penahan kayu (timber shoring) sebagai sistem pengaman galian

Tabel 4.2 Persyaratan Minimum Penyangga Kayu “Timber Shoring”Tanah Kelas A.

Lanjutan tabel 4.2.

11

Tanah Kelas A Pa = 25 X H + 72 psf (tambahan 2 kaki). * Kayu dengan kekuatan lengkungan tidak kurang dari 850 psi. ** Alat produksi pada kekuatan yang setara dapat digantikan dengan kayu.

Tabel 4.3 Persyaratan Minimum Penyangga Kayu “Timber Shoring”Tanah Kelas B.

Lanjutan Tabel 4.3

12

Tanah Kelas B Pa = 45 X H + 72 psf (tambahan 2 kaki) * Kayu dengan kekuatan lengkungan yang tidak kurang dari 850 psi. ** Alat produksi pada kekuatan yang setara dapat digantikan dengan kayu.

Tabel 4.4. Persyaratan Minimum Penyangga Kayu “Timber Shoring”Tanah Kelas C.

Lanjutan tabel 4.4

13

Tanah Kelas C Pa = 80 X H + 72 psf (tambahan 2 kaki) * Kayu dengan kekuatan lengkungan yang tidak kurang dari 850 psi. ** Alat produksi pada kekuatan yang setara dapat digantikan dengan kayu.

b. Penyangga (Shoring) / Penopang Hidrolik Aluminium. Penyanggah hidrolik memberikan keunggulan yang lebih baik dibanding penyangga kayu karena para pekerja tidak perlu memasuki galian untuk memasangnya, cukup ringan untuk dipasang oleh seorang pekerja dan dapat dipakai dengan mudah pada berbagai kedalaman dan lebar galian. Penyangga aluminium ini dipasang secara teratur untuk memastikan distribusi tekanan yang merata dari pinggiran/dinding galian sepanjang jalur galian. Sistem penyangga (shoring) hidrolik harus dikonstruksi dan digunakan sesuai dengan spesifikasi, rekomendasi dan batas-batas yang dikeluarkan oleh produsennya. Penyangga hidrolik harus dipasang sesuai dengan 29 CFR 1926 Sub bagian P Lampiran D – Shoring Hidrolik Aluminium untuk Galian-galian. Pengawas yang ditunjuk harus menggunakan tabel-tabel di dalam standar ini untuk menentukan spasi vertikal dan horisontal maksimal yang dapat dipakai dengan merujuk pada berbagai ukuran bagian-bagian aluminium dan berbagai ukuran silinder hidrolik. Semua penyangga harus dipasang dari atas ke bawah dan dilepas (dibongkar) dari bawah ke atas. Penyangga hidrolik harus diinspeksi paling tidak sekali per shift untuk memeriksa kebocoran pada hose dan atau silinder-silinder, koneksi yang rusak, nipple yang retak, dasar yang melengkung atau kerusakan lainnya. Silinder atas dari shoring hidrolik tidak boleh lebih dalam dari dua kaki dari ujung atas penggalian. Penyangga vertikal ini, jarak antara penyangga vertikal harus sedemikian rupa hingga membentuk sebuah sistem. Wales yang dipasang berada tidak lebih dari dua kaki dari bagian atasnya, tidak lebih dari empat kaki dari bagian bawah, dan tidak lebih dari empat kaki terpisah secara vertikal. Penyangga hidrolik harus dipasang sesuai dengan tanah Kelas B. Penyangga hidrolik harus dipasang dengan lembaran kayu sesuai dengan tanah Kelas C. Berikut ini adalah beberapa kelas penyangga hidrolik aluminium:

14

Gambar 4.9 Contoh Penyangga Aluminium Vertikal dalam galian dengan tanah kelas B. Kayu “Plywood” atau tripleks dipasang dibelakangnya untuk mencegang keruntuhan antara penyanggah.

Gambar 4.10 Contoh Sistem Horizontal Wales. Pada galian dengan tanah Kelas C. Wales dijarakkan pada

setiap 4 kaki dan menggunakan pasangan kayu.

15

Gambar 4.11 Penyangga hidrolik alumunium vertikal (spot bracing)

Gambar 4.12 Penyangga hidrolik alumunium vertikal (dengan plywood).

Gambar 4.13 Penyangga hidrolik alumunium vertikal

(ditumpuk).

Gambar 4.14 Penyangga hidrolik aluminium

horizontal

4.3. Kotak Pelindung Kotak pelindung (box shielding) galian berbeda dengan shoring, tidak seperti pada shoring tegak atau sebaliknya yang digunakan sebagai penopang muka galian, shielding ini dimaksudkan terutama untuk melindungi para pekerja dari perangkap galian dan insiden serupa. Kotak-kotak galian umumnya dipakai di area terbuka, tetapi dapat dipakai pula digabungkan dengan kemiringan (sloping) dan benching pelerengan. Pengawas yang ditunjuk harus memastikan bahwa langkah-langkah keselamatan berikut ini dilakukan:

• Periksa data tabulasi dari pabrik pembuat kotak galian untuk maksimum kedalaman kotak tersebut dapat digunakan. Data ini harus selalu berada di tempat galian.

• Kotak galian harus diperiksa dalam kondisi yang baik sebelum penggunaan. • Ruangan antara bagian luar dari kotak galian dan permukaan galian harus

diminimalkan. Ruang antara kotak galian dan sisi penggalian ini harus diurug kembali guna mencegah adanya gerakan lateral pada kotak itu.

• Kotak galian harus diperluas paling tidak 18 inchi di atas area sekitarnya jika ada kemiringan terhadap penggalian. Ini dapat dilakukan dengan memberikan area yang melereng berdekatan dengan kotaknya.

• Modifikasi apapun pada kotak galian harus seijin produsen. • Para pekerja harus memasuki dan meninggalkan kotak galian dengan melalui akses

yang aman seperti melalui sebuah tangga atau jalur yang melandai. Para pekerja tidak boleh bertahan dikotak galian bila kotaknya pada bergerak.

16

• Kotak galian harus dipasang secara sistematis sehingga dapat membatasi gerakan lateral atau gerakan berbahaya lainnya pada kotak galian jika ada tekanan-tekanan lateral mendadak. Para pekerja tidak boleh berada di dalam shield ketika sedang dipasang, dipindahkan atau bergerak secara vertikal.

Gambar 4.15 Contoh penggunaan kotak pelindung (Shield Box) pada kerja galian.

4.4. Tanah Berlapis Ketika pada penggalian menemui beberapa lapis kelas tanah, penggalian harus dilerengkan sesuai dengan Tabel 4.5. Gambar 4.16 dan 4.17 dapat memberi contoh penggalian yang dibuat di dalam tanah berlapis.

Tabel 4.5 Persyaratan kemiringan pada tanah berlapis

Gambar 4.16 Penggalian tanah berlapis (Kelas C ke Kelas A). Lapisan tanah Kelas C dilerengkan pada 1 ½ :1,

sedangkan lapisan tanah Kelas A dilerengkan/dimiringkan pada ¾ :1.

17

Gambar 4.17 Penggalian tanah berlapis dimana tanah Kelas A berada di atas tanah Kelas C. Baik tanah Kelas

A maupun Kelas C di dalam penggaliannya harus dilerengkan pada 1 ½ :1

PELAKSANAAN PENGGALIAN 5.1. Sebelum Menggali

Menghubungi bagian Utility atau para pemilik instalasi dalam tanah (saluran listrik bawah tanah, saluran telepon, pipa gas, pipa air, dan lain sebagainya) untuk mendapatkan lokasi yang tepat dari instalasi bawah tanah yang ada pada tempat yang akan digali. Jika bagian Utility atau para pemilik tidak merespons dalam waktu 24 jam atau periode yang ditetapkan menurut hukum atau ordinansi, atau jika mereka tidak dapat memastikan lokasi jalur utilitasnya, maka penggalian dapat diteruskan dengan menggunakan peralatan detektor bawah tanah (underground detector).

Gambar 5.1 Peralatan Detektor Bawah Tanah.

Mengangkat dan menghilangkan segala objek di area galian bila dianggap berpotensi bahaya atau beresiko bagi para pekerja. Ini dapat meliputi pepohonan, bebatuan, trotoar dan benda-benda lain. Menggolongkan kelas tanah dan kandungan batuan di lokasi penggalian seperti batu stabil, tanah kelas A, kelas B atau kelas C. (Catatan : penggolongan tanah tidak perlu jika penggalian akan dilerengkan pada sudut 1 ½ H : 1 V). 5.2. Ketentuan-Ketentuan Penggalian

• Orang yang kompeten harus memeriksa lokasi penggalian dan area-area yang

berdekatan dengannya setiap hari memeriksa kemungkinan terjadinya perangkap galian, kerusakan pada sistem perlindungan perlengkapan dan situasi yang berbahaya, atau kondisi berbahaya lainnya. Pemeriksaan juga diperlukan setelah terjadinya

18

kejadian natural (seperti hujan) atau kejadian yang dibuat manusia (seperti peledakan) yang dapat meningkatkan potensi bahaya.

• Sistem peringatan harus dipasang pada ujung atau tepi penggalian untuk memberitahu pekerja.

• Perlindungan yang memadai harus diberikan untuk melindungi pekerja dari kejatuhan batu, tanah atau material lain.

• Bahaya terkait dengan penggenangan air. Para pekerja tidak diizinkan untuk bekerja di penggalian dimana terdapat air yang menggenang, kecuali bila langkah pencegahan yang memadai telah diambil atau keadaannya terjamin dan disetujui melalui sistem izin kerja penggalian.

Metode untuk mengontrol air yang menggenang atau mengalir harus ditetapkan dan harus terdiri dari hal-hal berikut ini:

• Penggunaan pendukung yang khusus atau sistem shield (perisai) yang disetujui oleh orang yang kompeten.

• Pembuatan parit, tanggul, atau cara lain yang dipakai untuk mencegah masuknya air ke lokasi penggalian.

• Pengadaan peralatan pemindahan air, seperti pompa, yang dioperasikan oleh orang yang berkompeten.

• Galian parit diperiksa secara seksama setelah hujan sebelum para pekerja diizinkan untuk memasuki kembali lokasi penggalian.

• Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai dengan bahaya yang ada. • Pagar harus dipasang jika terdapat gang tempat berjalan atau jembatan yang

menyeberangi galian untuk akses para pekerja. Pagar harus dipasang apabila gang tempat berjalan mempunyai tinggi diatas 1,8 m diatas permukaan tanah.

• Semua rintangan dan beban yang berada pada lokasi yang dapat menimbulkan bahaya bagi para pekerja harus dipindahkan atau ditopang bilamana perlu untuk melindungi para pekerja.

Akses dan jalan keluar Parit dengan kedalaman lebih dari 4 ft harus dilengkapi dengan akses keluar/masuk yang aman seperti stairway (tangga miring), ladder (tangga vertikal) atau jalur yang melandai atau cara-cara lainnya yang aman. Jarak antara tangga atau peralatan lain yang digunakan untuk jalan keluar harus sedemikian rupa sehingga seorang pekerja tidak perlu berjalan lebih dari 25 ft secara lateral menuju jalan keluar terdekat. Tangga harus aman dan mempunyai lebar minimum 36 inchi serta diletakan di atas landasan. Tangga logam tidak boleh dipakai bila ada instalasi listrik. Struktur Ramp (jalan melandai) yang dipakai harus dibuat sedemikian rupa mencegah pekerja tergelincir (slip). Perlindungan pekerja dari objek jatuh Pengawas harus memastikan bahwa para pekerja terlindung dari lepasnya batu atau tanah yang dapat jatuh atau bergulir dari permukaan penggalian. Tanah Urugan (Spoil) Tanah hasil urugan (spoil) sementara harus ditempatkan tidak lebih dekat dari 2 ft dariujung permukaan penggalian yang diukur dari dasar dari spoil yang terdekat. Persyaratan jarak ini memastikan bahwa batu atau tanah yang lepas dari spoil tidak akan jatuh menimpa para pekerja di dalam galian. Spoil permanen harus ditempatkan pada jarak yang cukup jauh dari penggalian.

19

Gambar 5.2 Spoil (tanah urugan)

Sistem peringatan untuk alat berat bergerak (mobile equipment) Bilamana peralatan berat bergerak (mobile equipment) seperti truk, excavator, forklift, dan lain sebagainya dioperasikan berdekatan dengan penggalian, atau ketika peralatan tersebut mendekati ujung penggalian, dan operator alat berat tersebut tidak mempunyai pandangan yang jelas atau langsung ke ujung penggalian, maka barikade dan tanda-tanda peringatan harus dipasang, seperti misalnya tanda ”stop”, tanda mekanis dll. Galian yang dibiarkan tetap terbuka semalaman harus dipagari dan dibarikade. Pengujian dan pengendalian untuk zat beracun Para pekerja tidak diizinkan untuk bekerja dalam situasi yang berbahaya atau situasi yang beracun. Contoh situasi tersebut meliputi :

• Kadar oksigen kurang dari 19,5% atau di atas 23,5% • Konsentrasi combustible gas lebih besar dari 20% dari Lower Explosive Limit (LEL) • Konsentrasi substansi atau zat yang berbahaya yang melebihi konsentrasi substansi

yang ditetapkan pada Nilai Ambang Batas untuk zat pencemar di udara yang ditetapkan oleh ACGIH.

Perlindungan dari hal Umum Barikade, gang tempat jalan, penerangan dan tanda- tanda keselamatan harus dipasang sebelum dimulainya pekerjaan penggalian. Guardrail, pagar, atau barikade harus dipasang berdekatan dengan gang tempat berjalan dan jalan untuk mobil atau kendaraan lainnya. Para pekerja yang terekspos pada lalu lintas kendaraan umum harus mengenakan rompi kerja dengan visibilitas tinggi atau menggunakan reflektor cahaya.

Alat Pelindung Diri (PPE: Personal Protective Equipment). Pengawas yang ditunjuk harus memastikan bahwa semua pekerja mengenakan semua peralatan keselamatan yang diperlukan seperti misalnya helm, kacamata keselamatan, sarung tangan, pelindung pendengaran dan alat pelindung jatuh sesuai dengan resiko atau bahaya yang mengintai pekerja

20

STUDI KASUS

Gambar 3.1 Kejadian Kecelakaan Kerja di Gorong-Gorong ITC Cempaka Mas Jakarta

Kejadian tersebut terjadi pada tanggal 1 Februari 2005. Kejadian tersebut bermula pada saat salah satu pekerja melihat ada kayu didalam saluran pembuangan limbah. Kemudian pekerja tersebut mengajak temannya untuk membersihkan saluran pembuangan limbah tersebut. Kemudian pekerja tersebut turun terlebih dahulu kedalam saluran pembuangan limbah sedalam 3 meter dan luas jalan masuk hanya 75cm x 100cm. Sedangkan didalam saluran tersebut terdapat air yang bercampur dengan limbah setinggi 20cm. Tidak lama setelah pekerja pertama turun, tiba-tiba pekerja pertama menjadi lemas dan akhirnya terjatuh kebawah. Sialnya pada saat pekerja kedua hendak menolong temannya yang terjatuh, dia juga ikut lemas dan terjatuh saat memasuki saluran pembuangan limbah tersebut. Tidak lama setelah itu kemudian 5 rekan pekerja itu ikut turun untuk membantu mengevakuasi 2 pekerja tersebut. Namun lagi-lagi kelima pekerja tersebut tidak sadarkan diri karena kekurangan oksigen. Akhirnya ketujuh pekerja tersebut dievakuasi oleh regu penolong dan dibawa ke RS Islam Jakarta. Namun nyawa bambang dan Bukhori tidak tertolong pada saat dilakukan pertolongan di rumah sakit. Sedangkan kelima korban lainnya ada yang pulang dan ada yang masih dirawat di rumah sakit.