makalah konsbang

56
TUGAS BESAR KONSTRUKSI BANGUNAN LAPORAN PERENCANAAN ULANG (REDESIGN) RUMAH TIDAK SEHAT disusun oleh : Amrina Rosyada 1306368034 Alfandi Kurnianto 1306368040 Eki Noerfitriyani 1306368053 DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

Upload: eki-noerfitriyani

Post on 04-Dec-2015

204 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

konstruksi bangunan

TRANSCRIPT

TUGAS BESAR

KONSTRUKSI BANGUNAN

LAPORAN

PERENCANAAN ULANG (REDESIGN)

RUMAH TIDAK SEHAT

disusun oleh :

Amrina Rosyada 1306368034

Alfandi Kurnianto 1306368040

Eki Noerfitriyani 1306368053

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2014

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat dan karunia-Nya, Laporan Tugas Besar Mata Kuliah Konstruksi Bangunan

Perencanaan Ulang (Redesign) Rumah Tidak Sehat ini dapat diselesaikan dengan baik.

Laporan ini disusun berdasarkan survei yang dilakukan oleh penulis untuk

memenuhi tugas besar mata kuliah Konstruksi Bangunan pada semester 3.

Dalam penyusunan laporan tugas besar ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai

pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah S.W.T

2. Ibu Ayomi Dita S.T. M.T. selaku dosen mata kuliah konstruksi bangunan.

3. Kak Tyas Putri Sativa selaku asisten Dosen yang dengan sabar membimbing kami

hingga laporan ini terselesaikan

4. Ibu Tatik selaku pemilik rumah.

5. Serta semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung

dalam survei dan penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan dalam

penyusunannya. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari

seluruh pihak yang paham dan lebih mengerti tentang laporan ini sehingga pada

kesempatan berikutnya penyusun dapat membuat laporan yang lebih baik.

Depok, Desember 2014

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

DAFTAR TABEL...............................................................................................v

DAFTAR GAMBAR.........................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

2. Tujuan Khusus

D. Batasan Masalah

E. Manfaat Penulisan Tugas

F. Sistematika Penulisan

BAB II RUMAH SEHAT

A. Definisi Rumah Sehat

B. Syarat- syarat dan Kriteria Rumah Sehat

C. Standar dan Peraturan

1. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)

2. Koefisien Luar Bangunan (KLB)

3. Garis Semapadan Bangunan (GSB)

4. Garis Semapadan Jalan (GSJ)

5. Garis Jarak Bebas Samping (GJBS)

6. Garis Jarak Bebas Belakang (GJBB)

7. Perbandingan Luas Bangunan Dengan Penghuni

8. Gambar tentang GSB, GSJ, GJBS, GJBB

D. Bangunan Tahan Gempa Untuk Rumah Tinggal

BAB III HASIL PENGAMATAN

A. Kondisi Rumah Hasil Survey

1. Lokasi Rumah Survey

2. Luas Tanah

3. Luas Bangunan

4. Jumlah Ruangan

5. Jumlah Penghuni

6. Denah Lokasi

7. Denah Rumah Eksisting

8. Tampak Depan dan Tampak Samping Rumah Eksisting

B. Perbandingan dengan Rumah Sehat

BAB IV ANALISIS DAN PERBAIKAN

A. Analisis Rumah Hasil Survey

1. Aspek Eksternal

2. Aspek Internal dan Fisik

3. Aspek Teknik

4. Aspek Ruang atau Hubungan Fungsi Kegiatan

B. Usulan Perbaikan Rumah

1. Aspek Eksternal

2. Aspek Internal dan Fisik

3. Aspek Teknik

4. Aspek Ruang atau Hubungan Fungsi Kegiatan

5. Denah Usulan atau Perbaikan

6. Tampak Usulan

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Daftar Pustaka

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Luasan dan penggunaan rumahTabel 3.2. Perbandingan rumah survey dan rumah sehat

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Ilustrasi gambar tentang GSB, GSJ, GJBS, GJBBGambar 3.1. Lokasi rumah survey

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting,

hamper separuh hidup manusia akan berada di rumah, sehingga kualitas rumah

akan berdampak terhadap kondisi kesehatannya, karena itu lingkungan rumah

sebaiknya terhindar dari faktor yang merugikan kesehatan (Hindarto, 2007).

Kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan

merupakan faktor resiko penularan berbagai penyakit, khususnya penyakit berbasis

lingkungan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kondisi rumah yang tidak

sehat mempunyai hubungan terhadap kejadian penyakit.

Pada dasarnya, kesehatan merupakan bagian yang sangat penting bagi

kehidupan manusia. Kesehatan memiliki peran yang sangat penting dalam

menunjang segala aktifitas yang dilakukan oleh manusia. Kesehatan terdapat

diberbagai hal, salah satunya adalah lingkungan, baik lingkungan dalam rumah

maupun lingkungan luar rumah. Rumah yang tidak sehat menyebabkan berbagai

dampak negatif,baik bagi orang yang tinggal didalamnya, maupun bagi lingkungan

sekitar. Beberapa jenis penyakit yang sering timbul akibat orang yang tinggal

dirumah dan dlingkungan yang tidak sehat adalah TBC, sesak napas, diare, dan

gatal-gatal pada kulit. Kebanyakan orang hanya mengetahui kriteria kesehatan di

luar lingkungan rumah tetapi tidak mengetahui kriteria kesehatan di dalam

lingkungan rumah.

Upaya pengendalian faktor resiko yang mempengaruhi timbulnya ancaman

kesehatan telah diatur dalam Kepmenkes RI No. 829/MenKes/SK/VII/1999 tentang

persyaratan kesehatan perumahan. Dalam penilaian rumah sehat menurut

Kepmenkes terdapat parameter rumah yang dinilai, meliputi 3 (tiga) kelompok

komponen penilaian, yaitu: kelompok komponen rumah, kelompok sanitasi, dan

kelompok perilaku penghuni.

Selai itu, bangunan-bangunan rumah yang ada pada saat ini khususnya

bangunan rumah sederhana sebagian besar tidak memenuhi syarat kesehatan, di

mana syarat kesehatan tersebut mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu pencahayaan,

penghawaan, serta suhu udara dan kelembapan dalam ruangan. Tiga aspek tersebut

merupakan aspek dasar dari syarat rumah sehat yang seharusnya terpenuhi dengan

baik dalam setiap bangunan rumah.

Melihat banyaknya efek negatif yang ditimbulkan dari rumah yang tidak

sehat dan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai rumah sehat, mendorong

kami menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya demi terciptanya rumah yang

sehat.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan rumah?

2. Apakah yang dimaksud dengan rumah sehat?

3. Bagaimanakah syarat dan kriteria rumah sehat?

4. Bagaimanakah standard dan peraturan mengenai rumah sehat?

5. Apakah yang dimaksud dengan bangunan tahan gempa untuk rumah tinggal?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi Tugas Makalah Rumah Tidak

Sehat Mata Kuliah Konstruksi Bangunan, dengan aspek:

a. Menjawab pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau

serta memenuhi persyaratan kenyamanan, kemanan, dan kesehatan.

b. Memberikan pengetahuan kepada kita akan pentingnya rumah sehat, dengan

adanya penjelasan mengenai kriteria rumah yang sehat, serta contoh

perbaikan rumah yang tidak sehat menjadi rumah yang sehat.

2. Tujuan Khusus

Memahami definisi, syarat, kriteria rumah sehat serta standard dan

peraturan yang digunakan dalam membangun rumah melalui pendekatan proses

desain yang meliputi:

a. Kemampuan menganalisa kondisi rumah yang berdasarkan hasil

pengukuran dan visualisasi bangunan, aspek eksternal (lingkungan dan

infrastruktur), aspek teknik (material, denah eksisting, tampak

bangunan, dll), dan aspek ruang atau hubungan fungsi kegiatan

(sirkulasi, penghawaan, pencahayaan, dll)

b. Kemampuan untuk mendesain rumah sehat dari kondisi yang kurang

layak.

D. Batasan Masalah

Permasalahan yang dihadapi sebagai berikut:

a. Definisi rumah sehat

b. Kriteria rumah sehat

c. Perbaikan yang dapat dilakukan terhadap sebuah rumah yang tidak sehat

menjadi rumah sehat.

E. Manfaat Penulisan Tugas

1. Bagi Penulis

Sebagai proses dalam menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang

rumah sehat dan berbagai aspeknya.

2. Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pentingnya memiliki

rumah yang sehat dan bagaimana kriteria rumah yang dikatakan sehat, sehingga

masyarakat mampu mengupayakan agar tempat tinggal mereka termasuk rumah

yang sehat.

3. Bagi Dinas Terkait

Diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan serta Lembaga

terkait untuk meningkatkan kegiatan penyuluhan tentang rumah sehat dan

sebagai pertimbangan dalam menyusun kebijakan guna meningkatkan

keberadaan rumah sehat.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah,

perumusan masalah, pembatasan ruang lingkup pembahasan masalah,

tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II RUMAH SEHAT

Pada agian ini berisi pembahasan mengenai hasil studi kepustakaan yang

digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis. Definisi mengenai

rumah sehat, syarat dan kriteria rumah sehat, standar dan peraturan

mengenai rumah sehat, dan bangunan tahan gempa untuk rumah tinggal.

BAB III HASIL PENGAMATAN

Di dalam bab ini akan dibahas rumah hasil survey yang meliputi kondisi

rumah, dan perbandingan dengan rumah sehat.

BAB IV ANALISIS DAN PERBAIKAN

Bab ini berisi analisis rumah hasil survey dan usulan perbaikan rumah yang

meliputi aspek aspek eksternal, internal dan fisik, teknik, ruang atau

hubungan fungsi kegiatan, serta denah usulan atau perbaikan dari rumah

hasil survey.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang merupakan jawaban terhadap

pertanyaan yang terdapat dalam latar belakang masalah, yang diperoleh

berdasarkan kajian teori dan analisis.

BAB II RUMAH SEHAT

A. Definisi Rumah Sehat

Rumah adalah tempat berlindung manusia yang merupakan kebutuhan

pokok dan harus dipenuhi dalam setiap individu.

Rumah merupakan investasi yang tidak saja harus dikejar aspek murahnya

(ekonomi), tetapi juga investasi sosial, lingkungan, dan budaya (MARTIEN de

VLETTER).

Rumah adalah struktur fisik atau bangunan sebagai tempat berlindung,

dimana lingkungan dari struktur tersebut berguna untuk kesehatan jasmani dan

rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu

(WHO dalam Keman, 2005).

Dalam pengertian yang luas, rumah bukan hanya sebuah bangunan

(struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat

kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat.

Rumah dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan, untuk menikmati

kehidupan, beristirahat dan bersuka ria bersama keluarga. Di dalam rumah,

penghuni memperoleh kesan pertama dari kehidupannya di dalam dunia ini.

Rumah harus menjamin kepentingan keluarga, yaitu untuk tumbuh, memberi

kemungkinan untuk hidup bergaul dengan tetangganya, dan lebih dari itu,

rumah harus memberi ketenangan, kesenangan, kebahagiaan, dan kenyamanan

pada segala peristiwa hidupnya. (Frick,2006:1).

Rumah sehat merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat

kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih,

tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang

baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat

dari tanah (Depkes RI, 2003).

Dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan tempat berlindung

dan beristirahat yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan

sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat memperoleh derajat kesehatan

yang optimal.Beberapa faktor yang mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar

rumah (Azwar, 1996):

1. Lingkungan di mana masyarakat itu berada, baik fisik, biologis,

sosial. Suatu daerah dengan lingkungan fisik pegunungan, tentu saja

perumahannya berbeda dengan perumahan di daerah pantai.

Selanjutnya masyarakat yang bertempat tinggal di daerah lingkungan

biologis yang banyak hewan buasnya tentu saja mempunyai bentuk

rumah yang lebih terlindung, dibanding dengan perumahan di

lingkungan biologis yang tidak ada hewan buasnya. Demikian pula

lingkungan sosial, seperti adat, kepercayaan dan lainnya, banyak

memberikan pengaruh pada bentuk rumah yang didirikan.

2. Tingkat sosial ekonomi masyarakat, ditandai dengan pendapatan yang

dipunyai, tersedianya bahan-bahan bangunan yang dapat

dimanfaatkan dan atau dibeli dan lain sebagainya. Jelaslah bahwa

suatu masyarakat yang lebih makmur, secara relatif akan mempunyai

perumahan yang lebih baik, dibanding dengan masyarakat miskin.

3. Tingkat kemajuan teknologi yang dimiliki, terutama teknologi

bangunan. Masyarakat yang telah maju teknologinya, mampu

membangun perumahan yang lebih komplek dibandingkan dengan

masyarakat yang masih sederhana.

4. Kebijaksanaan pemerintah tentang perumahan menyangkut tata-guna

tanah, program pembangunan perumahan (RumahSederhana, Rumah

Susun (Rusun), Rumah Toko (Ruko), Rumah Kantor (Rukan).

Rumah sehat menurut Winslow dan APHA (American Public Health

Association) harus memiliki syarat, antara lain:

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan

(ventilasi), ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan/suara

yang mengganggu.

2. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain cukup aman dan nyaman

bagi masing-masing penghuni rumah, privasi yang cukup, komunikasi

yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah, lingkungan

tempat tinggal yang memiliki tingkat ekonomi yang relatif sama.

3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni

rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah

rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang

berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan

minuman dari pencemaran.

4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang

timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah. Termasuk dalam

persyaratan ini antara lain bangunan yang kokoh, terhindar dari bahaya

kebakaran, tidak menyebabkan keracunan gas, terlindung dari

kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya

B. Syarat- syarat dan Kriteria Rumah Sehat

Parameter dan Indikator Penilaian Rumah Sehat Parameter yang

dipergunakan untuk menentukan rumah sehat adalah sebagaimana yang

tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan kesehatan perumahan. meliputi

3 lingkup kelompok komponen penilaian, yaitu:

1. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai,

ventilasi, sarana pembuangan asap dapur dan pencahayaan.

2. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, pembuangan

kotoran, pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah.

3. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela ruangan

dirumah, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja ke

jamban, membuang sampah pada tempat sampah.

Adapun aspek komponen rumah yang memenuhi syarat rumah sehat adalah:

1. Langit-langit

Adapun persayaratan untuk langit-langit yang baik adalah dapat

menahan debu dan kotoran lain yang jatuh dari atap, harus menutup rata

kerangka atap serta mudah dibersihkan.

2. Dinding

Dinding harus tegak lurus agar dapat memikul berat dinding sendiri,

beban tekanan angin dan bila sebagai dinding pemikul harus dapat

memikul beban diatasnya, dinding harus terpisah dari pondasi oleh 13

lapisan kedap air agar air tanah tidak meresap naik sehingga dinding

terhindar dari basah, lembab dan tampak bersih tidak berlumut.

3. Lantai

Lantai harus kuat untuk menahan beban diatasnya, tidak licin, stabil

waktu dipijak, permukaan lantai mudah dibersihkan. Menurut Sanropie

(1989), lantai tanah sebaiknya tidak digunakan lagi, sebab bila musim

hujan akan lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan/penyakit

terhadap penghuninya. Karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang

kedap air seperti disemen, dipasang tegel, keramik. Untuk mencegah

masuknya air ke dalam rumah, sebaiknya lantai ditinggikan ± 20 cm

dari permukaan tanah.

4. Pembagian ruangan / tata ruang

Setiap rumah harus mempunyai bagian ruangan yang sesuai dengan

fungsinya. Adapun syarat pembagian ruangan yang baik adalah:

a. Ruang untuk istirahat/tidur

Adanya pemisah yang baik antara ruangan kamar tidur orang

tua dengan kamar tidur anak, terutama anak usia dewasa.

Tersedianya jumlah kamar yang cukup dengan luas ruangan

sekurangnya 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang

agar dapat memenuhi kebutuhan penghuninya untuk melakukan

kegiatan.

b. Ruang dapur

Dapur harus mempunyai ruangan tersendiri, karena asap dari

hasil pembakaran dapat membawa dampak negatif terhadap

kesehatan. Ruang dapur harus memiliki ventilasi yang baik agar

udara/asap dari dapur dapat teralirkan keluar.

c. Kamar mandi dan jamban keluarga

Setiap kamar mandi dan jamban paling sedikit memiliki satu

lubang ventilasi untuk berhubungan dengan udara luar.

5. Ventilasi

Ventilasi ialah proses penyediaan udara segar ke dalam suatu

ruangan dan pengeluaran udara kotor suatu ruangan baik alamiah

maupun secara buatan. Ventilasi harus lancar diperlukan untuk

menghindari pengaruh buruk yang dapat merugikan kesehatan. Ventilasi

yang baik dalam ruangan harus mempunyai syarat-syarat, diantaranya:

a. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai

ruangan. Sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat

dibuka dan ditutup) minimum 5%. Jumlah keduanya menjadi

10% kali luas lantai ruangan.

b. Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh

asap kendaraan, dari pabrik, sampah, debu dan lainnya.

c. Aliran udara diusahakan Cross Ventilation dengan

menempatkan dua lubang jendela berhadapan antara dua

dinding ruangan sehingga proses aliran udara lebih lancar.

6. Pencahayaan

Cahaya yang cukup kuat untuk penerangan di dalam rumah

merupakan kebutuhan manusia. Penerangan ini dapat diperoleh dengan

pengaturan cahaya alami dan cahaya buatan. Yang perlu diperhatikan,

pencahayaan jangan sampai menimbulkan kesilauan.

a. Pencahayaan alamiah

Penerangan alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari

ke dalam ruangan melalui jendela, celah maupun bagian lain dari

rumah yang terbuka, selain untuk penerangan, sinar ini juga

mengurangi kelembaban ruangan, mengusir nyamuk atau

serangga lainnya dan membunuh kuman penyebab penyakit

tertentu (Azwar, 1996). Suatu cara sederhana menilai baik

tidaknya penerangan alam yang terdapat dalam sebuah rumah

adalah: baik, bila jelas membaca dengan huruf kecil, cukup; bila

samar-samar bila membaca huruf kecil, kurang; bila hanya huruf

besar yang terbaca, buruk; bila sukar membaca huruf besar.

b. Pencahayaan buatan

Penerangan dengan menggunakan sumber cahaya buatan,

seperti lampu minyak tanah, listrik dan sebagainya. (Azwar,

1996).

7. Luas Bangunan Rumah

Luas bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di

dalamnya, artinya luas bangunan harus disesuaikan dengan jumlah

penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah

penghuninya 16 akan menyebabkan kepadatan penghuni

(overcrowded). Hal ini tidak sehat, disamping menyebabkan kurangnya

konsumsi oksigen, bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit

infeksi akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Sesuai

kriteria Permenkes tentang rumah sehat, dikatakan memenuhi syarat jika

≥ 8 m2/ orang.Dilihat dari aspek sarana sanitasi, maka beberapa sarana

lingkungan yang berkaitan dengan perumahan sehat adalah sebagai

berikut:

a. Sarana Air Bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-

hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat

diminum apabila telah dimasak. Di Indonesia standar untuk air

bersih diatur dalam Permenkes RI No. 01/Birhubmas/1/1975

(Chandra, 2009). Dikatakan air bersih jika memenuhi 3 syarat

utama, antara lain:

1) Syarat fisik

Air tidak berwarna, tidak berbau, jernih dengan suhu

di bawah suhu udara sehingga menimbulkan rasa

nyaman.

2) Syarat kimia

Air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat

kimia, terutama yang berbahaya bagi kesehatan.

3) Syarat bakteriologis

Air tidak boleh mengandung suatu mikroorganisme.

Misal sebagai petunjuk bahwa air telah dicemari oleh

faces manusia adalah adanya E. coli karena bakteri ini

selalu terdapat dalam faces manusia baik yang sakit,

maupun orang sehat serta relatif lebih sukar dimatikan

dengan pemanasan air.

b. Jamban (sarana pembuangan kotoran)

Pembuangan kotoran yaitu suatu pembuangan yang

digunakan oleh keluarga atau sejumlah keluarga untuk buang air

besar. Cara pembuangan tinja, prinsipnya yaitu:

1) Kotoran manusia tidak mencemari permukaan tanah.

2) Kotoran manusia tidak mencemari air permukaan / air

tanah.

3) Kotoran manusia tidak dijamah lalat.

4) Jamban tidak menimbulkan bau yang mengganggu.

5) Konstruksi jamban tidak menimbulkan kecelakaan.

Ada 4 cara pembuangan tinja (Azwar, 1996), yaitu:

1) Pembuangan tinja di atas tanah

Pada cara ini tinja dibuang begitu saja diatas

permukaan tanah, halaman rumah, di kebun, di tepi

sungai dan sebagainya. Cara demikian tentunya sama

sekali tidak dianjurkan, karena dapat mengganggu

kesehatan.

2) Kakus lubang gali (pit privy)

Dengan cara ini tinja dikumpulkan kedalam lubang

dibawah tanah, umumnya langsung terletak dibawah

tempat jongkok. Fungsi dari lubang adalah mengisolasi

tinja sehingga tidak memungkinkan penyebaran bakteri.

Kakus semacam ini hanya baik digunakan ditempat

dimana air tanah letaknya dalam.

3) Kakus Air (Aqua pravy)

Cara ini hampir mirip dengan kakus lubang gali,

hanya lubang kakus dibuat dari tangki yang kedap air

yang berisi air, terletak langsung dibawah tempat

jongkok. Cara kerjanya merupakan peralihan antara

lubang kakus dengan septic tank. Fungsi dari tank adalah

untuk menerima, menyimpan, mencernakan tinja serta

melindunginya dari lalat dan serangga lainnya.

4) Septic Tank

Septic Tank merupakan cara yang paling dianjurkan.

Terdiri dari tank sedimentasi yang kedap air dimana tinja

dan air masuk dan mengalami proses dekomposisi yaitu

proses perubahan menjadi bentuk yang lebih sederhana

(penguraian).

c. Pembuangan Air Limbah (SPAL)

Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah

tangga, industri, dan tempat umum lainnya dan biasanya

mengandungbahan atau zat yang membahayakan kehidupan

manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan (Chandra,

2007). Menurut Azwar (1996) air limbah dipengaruhi oleh

tingkat kehidupan masyarakat, dapat dikatakan makin tinggi

tingkat kehidupan masyarakat, makin kompleks pula sumber

serta macam air limbah yang ditemui. Air limbah adalah air

tidak bersih mengandung berbagai zat yang bersifat

membahayakan kehidupan manusia ataupun hewan, dan

lazimnya karena hasil perbuatan manusia.

Dalam kehidupan sehari-hari, sumber air limbah yang lazim

dikenal adalah:

1) Limbah rumah tangga, misalnya air dari kamar mandi

dan dapur.

2) Limbah perusahaan, misalnya dari hotel, restoran,

kolam renang.

3) Limbah industri.

4) Sampah

Sampah adalah semua produk sisa dalam bentuk

padat, sebagai akibat aktifitas manusia, yang dianggap

sudah tidak bermanfaat. Entjang (2000) berpendapat

agar sampah tidak membahayakan kesehatan manusia,

maka perlu pengaturan pembuangannya, seperti

tempat sampah yaitu tempat penyimpanan sementara

sebelum sampah tersebut dikumpulkan untuk dibuang

(dimusnahkan).

Syarat tempat sampah adalah:

a) Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat

sehingga tidak mudah bocor, kedap air.

b) Harus ditutup rapat sehinga tidak menarik

serangga atau binatangbinatang lainnya seperti

tikus, kucing dan sebagainya.

C. Standar dan Peraturan

Di bawah ini akan dijabarkan beberapa standar yang ditetapkan sebagai

dasar minimal dari pembuatan rumah sehat, khususnya di Indonesia.

1. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)

Koefisien Dasar Bangunan (KDB) merupakan angka prosentase

berdasarkan perbandingan jumlah luas lantai dasar bangunan terhadap luas

tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dilkuasai sesuai tata ruang kota.

2. Koefisien Luar Bangunan (KLB)

Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah besaran ruang yang

dihitung dari angka perbandingan jumlah seluruh lantai bangunan terhadap

luas tanah perpetakan/daerah yang dikuasai sesuai rencana tata ruang kota .

3. Garis Semapadan Bangunan (GSB)

Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah garis di atas permukaaan

tanah yang pada pendirian bangunan ke arah yang berbatasan tidak boleh

dilampaui. Ada beberapa garis sempadan menurut buku Peraturan

Bangunan asional yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum,

antara lain:

a. Garis sempadan muka bangunan, yaitu garis, yang pada

pendirian bangunan ke arah jalan yang berbatasan, di atas

permukaan tanah tidak boleh dilampaui, kecuali mengenai

pagar-pagar pekarangan.

b. Garis sempadan belakang, yaitu garis di belakang terhitung dari

jalan berbatasan, tidak diperkenankan mendirikan suatu

bangunan.

c. Garis sempadan belakang bangunan, yaitu garis di belakang

terhitung dari jalan yang berbatasan, tidak diperkenankan

didirikan sesuatu induk-bangunan.

d. Garis sempadan pagar, yaitu garis, di atas mana harus dipasang

bagian luar dari pinggir pagar persil atau pagar-pagar

pekarangan.

Garis sempadan bangunan (GSB) merupakan batas dinding

bangunan terdepan pada suatu persil tanah. Panjang jarak antara GSB

dengan GSJ ditentukan oleh persyaratan yang berlaku untuk masing-masing

jenis bangunan dan letak persil tanah setempat, serta mengacu pada rencana

tata ruang kota setempat. Adapun tujuan dari garis sempadan bangunan,

antara lain:

a. Upaya hunian/rumah tinggal memiliki pekarangan di depan

rumah yang cukup untuk penghijauan, pengudaraan alami dan

menambah daerah resapan air hujan serta mempercantik rumah.

b. Untuk keamanan rumah agar tidak dapat secara langsung

dimasuki tamu tak diundang/maling, dan sebagai tempat bermain

anak-anak supaya terhindar dari resiko kecelakaan selain itu juga

memperlancar lalu lintas.

c. Upaya hunian/rumah tinggal memiliki pekarangan di depan

rumah yang cukup untuk penghijauan, pengudaraan alami dan

menambah daerah resapan air hujan serta mempercantik rumah.

4. Garis Semapadan Jalan (GSJ)

Garis sempadan jalan (GSJ) adalah garis batas pekarangan terdepan.

GSJ merupakan batas terdepan pagar halaman yang boleh didirikan. Oleh

karena itu biasanya di muka GSJ terdapat jalur untuk instalasi air, listrik,

gas, serta saluran-saluran pembuangan.

Pada GSJ tidak boleh didirikan bangunan rumah, terkecuali jika GSJ

berimpit dengan garis sempadan bangunan (GSB). Ketentuan mengenai

GSJ biasanya sudah terdapat dalam dokumen rencana tata ruang kota

setempat, bisa didapat di dinas tata kota atau Bappeda. GSJ dimaksudkan

mengatur lingkungan hunian memiliki kualitas visual yang baik, selain itu

juga mengatur jarak pandang yang cukup antara lalu lintas di jalan dan

bangunan.

5. Garis Jarak Bebas Samping (GJBS)

Pada bangunan berbentuk tunggal/lepas dan renggang, induk

bangunan harus memiliki jarak bebas terhadap batas pekarangan yang

terletak di samping (sisi). Pada bangunan turutan/anak/tambahan boleh

dibangun rapat dengan batas pekarangan samping dimana dinding terdepan

berada pada jarak minimal 2 kali jarak antara GSB dan GSJ sesuai dengan

persyaratan yang berlaku.

Sedangkan lebar jarak garis bebas samping antara bangunan dengan

batas pekarangan ditentukan berdasarkan jenis bangunan dan persil tanah

setempat. Luas areal bebas samping adalah lebar jarak bebas samping x

panjang jarak antara GSB dan GSJ yang ditentukan.

Tujuan garis jarak bebas samping ini dimaksudkan untuk memenuhi

persyaratan kesehatan, kenyamanan, dan keindahan mengingat faktor iklim

tropis lembab di Indonesia dengan ciri-ciri temperature udara cukup tinggi,

curah hujan besar, sudut datang sinar matahari yang besar dan lain-lain.

Maka dengan adanya jarak bebas samping memungkinkan:

a. Sirkulasi udara yang baik ke dalam ruangan untuk mengurangi

panas dan lembab.

b. Sinar matahari langsung ke dalam rumah (pada pagi hari) untuk

kesehatan.

c. Lebar teritis atap yang cukup untuk melindungi bangunan dari

panas matahari dan tempias air hujan.

6. Garis Jarak Bebas Belakang (GJBB)

Garis jarak bebas belakang adalah garis batas bangunan yang boleh

didirikan pada bagian belakang terhadap batas pekarangan bagian belakang.

Panjang garis bebas belakang ditentukan sesuai dengan jenis bangunan dan

lingkungan persil tanah setempat.

Pada halaman belakang suatu persil tanah boleh didirikan bangunan

turutan/tambahan, asal tidak memenuhi seluruh pekarangan belakang.

Halaman kosong di belakang rumah minimal mempunyai lebar sama

dengan panjang garis bebas belakang yang ditentukan. Tujuan adanya garis

jarak bebas belakang adalah:

a. Memungkinkan sirkulasi udara dan pencahayaan alami ke dalam

ruangan.

b. Memungkinkan adanya taman belakang rumah untuk kesejukan

dan menambah volume oksigen bagi penghuni rumah.

c. Menghindari atau mencegah bahaya kebakaran.

d. Sebagai area service seperti tempat cuci, jemuran, yang tidak

merusak tampilan rumah bagian depan.

e. Sebagai tempat rekreasi mini/bercengkerama bagi penghuni

rumah.

7. Perbandingan Luas Bangunan Dengan Penghuni

Setiap 9 m2 tanah maksimal didiami oleh satu orang penghuni

dengan ketinggian bangunan dari tanah minimal 2.8 m2 (Departemen

Pemukiman dan Prasarana Wilayah).

8. Gambar tentang GSB, GSJ, GJBS, GJBB

Daerah sempadan jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang

dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan

dengan suatu hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku dan diperuntukkan bagi daerah manfaat jalan dan pelebaran

jalan maupun penambahan jalur lalu lintas dikemudian hari serta kebutuhan

ruang untuk pengamanan jalan. Bangunan adalah batas terluar dari sebuah

bangunan dan biasanya setengah dari lebar jalan yang ada di depan rumah

atau suatu bangunan yang akan dibangun.

Gambar 2.1. Ilustrasi gambar tentang GSB, GSJ, GJBS, GJBB

Sumber: bphn.go.id

D. Bangunan Tahan Gempa Untuk Rumah Tinggal

1. Prinsip Dasar

Konsep hunian tahan gempa adalah bangunan yang dapat bertahan dari

keruntuhan akibat getaran gempa, serta memiliki fleksibilitas untuk

meredam getaran. Prinsipnya pada dasarnya ada dua, yaitu kekakuan

struktur dan fleksibilitas peredaman.

a. Prinsip dasar kekakuan strukur rumah

Prinsip kekakuan struktur rumah menjadikan struktur lebih

solid terhadap goncangan. Terbukti, struktur kaku seperti beton

bertulang jika dibuat dengan baik dapat meredam getaran gempa

dengan baik. Hal ini berarti perlu diperhatikan dengan sungguh-

sungguh struktur yang dibuat pada saat pembangunan agar dapat

lebih kuat dan lebih kaku. Kekakuan struktur dapat menghindarkan

kemungkinan bangunan runtuh saat gempa terjadi. Kolom-kolom

dan balok pengikat harus kuat dan ditopang oleh pondasi yang baik

pula.

a. Prinsip flexibilitas

Adanya kemungkinan struktur bangunan dapat bergerak

dalam skala kecil, misalnya dengan menggunakan prinsip hubungan

roll pada tumpuan-tumpuan beban. Yang dimaksud dengan roll

adalah jenis hubungan pembebanan yang dapat bergerak dalam skala

kecil untuk meredam getaran.

b. Prinsip penggunaan bahan material yang ringan dan “kenyal”

Prinsip penggunaan bahan material yang ringan dan

“kenyal”, yaitu menggunakan bahan-bahan material ringan yang

tidak lebih membahayakan jika runtuh dan lebih ringan sehingga

tidak sangat membebani struktur yang ada. Contohnya : struktur

kayu dapat menerima perpindahan hubungan antar kayu dalam skala

gempa sedang.

c. Prinsip massa yang terpisah-pisah

Prinsip massa yang terpisah-pisah, yaitu memecah bangunan

dalam beberapa bagian menjadi struktur yang lebih kecil sehingga

struktur ini tidak terlalu besar dan terlalu panjang karena jika terkena

gempa harus meredam getaran lebih besar.

2. Kesatuan Struktur (struktur Atap, struktur dinding, struktur pondasi)

Prinsip dasar dari bangunan tahan gempa adalah membuat seluruh

struktur menjadi satu kesatuan sehingga beban dapat ditanggung dan

disalurkan bersama-sama dan proporsioanal. Bangunan juga harus bersifat

daktail, sehingga dapat bertahan apabila mengalami perubahan bentuk yang

diakibatkan oleh gempa.

a. Pondasi

Pondasi merupakan bagian dari struktur yang paling bawah dan

berfungsi untuk menyalurkan beban ke tanah. Untuk itu pondasi harus

diletakkan pada tanah yang keras. Kedalaman minimum untuk

pembuatan pondasi adalah 6-75 cm. Lebar pondasi bagian bawah 0,4 m,

sedangkan lebar bagian atas pondasi 0,3 m. Seluruh pekerjaan pasangan

batu gunung ini menggunakan adukan campuran 1 semen : 4 pasir.

Pasangan batu gunung untuk pondasi dikerjakan setelah lapisan urug

dan aanstamping selesai dipasang.Pondasi juga harus mempunyai

hubungan yang kuat dengan sloof. Hal ini dapat dilakukan dengan

pembuatan angkur antara sloof dan pondasi dengan jarak 1 m. Angkur

dapat dibuat dari besi berdiameter 12 mm dengan panjang 20-25 cm.

b. Beton

Beton yang digunakan untuk beton bertulang dapat menggunakan

perbandingan 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil. Air yang digunakan adalah ½

dari berat semen (FAS 0,5). Mutu yang diharapkan dapat tercapai dari

perbandingan ini adalah 150 kg/cm.

c. Cetakan beton (bekisting)

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan cetakan beton

adalah sbb:

1) Pemasangan bekisting harus kokoh dan kuat sehingga tahan

terhadap getaran yang ditimbulkan pada saat pengecoran.

2) Setiap selesai pemasangan, harus diteliti ulang baik kekuatan

maupun bentuknya.

3) Cetakan beton terbuat dari bahan yang baik sehingga mudah

pada saat dilepaskan tanpa mengakibatkan kerusakan beton.

4) Bekisting boleh dibuka setelah 28 hari. Selama beton belum

mengeras harus dilakukan perawatan beton (curing).

d. Beton bertulang

Beton bertulang merupakan bagian terpenting dalam membuat

rumah menjadi tahan gempa. Pengerjaan dan kualitas dari beton

bertulang harus sangat diperhatikan karena dapat melindungi besi dari

pengaruh luar, misalnya korosi. Para pekerja atau tukang suka

menganggap remeh fungsinya. Penggunaan alat bantu seperti molen

atau vibrator sangat disarankan untuk menghasilkan beton dengan

kualitas tinggi. Untuk membuat struktur beton bertulang

(balok,sloof,dan ring balk) menjadi satu kesatuan system pengakuran

yang baik dan penerusan tulangan harus dilakukan dengan baik.

Tulangan yang digunakan untuk beton bertulang mempunyai diameter

minimum Æ10 mm dengan jarak sengkang bervariasi. Secara garis

besar beton bertulang dapat dibagi 2, kolom dan balok.

BAB III HASIL PENGAMATAN

A. Kondisi Rumah Hasil Survey

1. Lokasi Rumah Survey

Rumah survey merupakan kediaman milik keluarga ibu Tatik yang

berlokasi di .

2. Luas Tanah

Rumah survey memiliki total luas tanah sebesar 52 m2.

3. Luas Bangunan

Rumah survey memiliki total luas bangunan sebesar yang telah

memenuhi standar luas lantai per orang, yaitu 9 m2.

4. Jumlah Ruangan

Rumah survey memiliki 8 buah ruangan yang terdiri dari ruang

tamu, 3 buah kamar tidur, 2 buah kamar mandi, dapur, dan ruang

keluarga.

Berikut adalah luasan dan penggunaan ruang:

Tabel 3.1. Luasan dan penggunaan rumah

Penggunaan ruang Luasan

Ruang tamu

Kamar tidur

Kamar mandi

Ruang keluarga

Dapur

Sumber: Dokumentasi survey

5. Jumlah Penghuni

Rumah survey dihuni oleh 4 orang, yaitu ibu dan tiga orang anak, 1

perempuan, 2 laki-laki.

6. Denah Lokasi

Gambar 3.1. Lokasi rumah survey

upster, 12/04/14,
upster, 12/04/14,

Sumber: Google Maps

Lokasi rumah survey berada di kawasan pemukiman warga. Daerah

pemukiman tersebut merupakan kawasan lahan yang jelas status

kepemilikannya, dan memenuhi persyaratan administratif, teknis dan

ekologis. Lokasi rumah survey berada tidak jauh dari jalan utama

sehingga akses menuju rumah survey cukup mudah karena dilalui

kendaraan-kendaraan umum. Lokasi rumah ini tergolong strategis

terutama dari segi pencapaian akses dan juga keterjangkauan terhadap

fasilitas-fasilitas umum seperti sekolah, instansi pemerintahan, dan

masjid. Batasan-batasan rumah survey yaitu sebelah kanan dan kiri

berbatasan dengan rumah tetangga, sebelah depan merupakan jalan kecil

yang hanya bisa dilalui sepeda motor dan pejalan kaki, dan sebelah

belakang rumah merupakan tembok lapangan sepak bola.

7. Denah Rumah Eksisting

8. Tampak Depan dan Tampak Samping Rumah Eksisting

B. Perbandingan dengan Rumah Sehat

Tabel 3.2. Perbandingan rumah survey dan rumah sehat

No Faktor

Pembanding

Rumah Hasil Survey Rumah Sehat

1 Konstruksi dan

perencanaan

a Atap rumah terbuat dari

asbes dengan sudut

kemiringan sekitar 25

derajat.

Atap yang baik terbuat dari

genting, bukan asbes. Atap juga

sebaiknya mempunyai sudut

kemiringan antara 30-40 derajat,

dengan sudut ideal 39 derajat.

b Penataan perabotan

rumah kurang

diperhatikan, contoh

utama adalah tidak

Penataan perabotan juga menjadi

perhitungan penting dalam

pembuatan rumah sehat.

Bagaimana barang-barang diatur

adanya tempat mencuci

piring dan mencuci

pakaian

dengan tetap memperhatikan unsur

estetika.

c Kamar mandi tidak

berkeramik.

Kamar mandi sebaiknya dialaskan

keramik agar lebih bersih dan

membuat laju air semakin

membaik masuk ke floor drain.

Selain itu dapat mengurangi

kemungkinan tumbuhnya lumut.

2 Pencahayaan a Hanya memiliki

jendela utama yang

terletak di depan rumah

Penempatan jendela seharusnya

terletak di posisi-posisi yang dapat

mendistribusikan cahaya secara

merata ke seluruh ruangan

b Sumber pencahayaan

dalam rumah hanya

berasal dari lampu

listrik meskipun siang

hari

Sumber pencahayaan seharusnya

berasal dari sumber alami dan

meminimalisasi penggunaan

energi, bisa dengan menggunakan

atap transparan

3 Penghawaan a Jumlah jendela tidak

sesuai dengan luas

bangunan.

Jumlah jendela yang ada

hendaknya disesuaikan dengan

luas bangunan serta arah angin

masuk dan keluar. Dengan

demikian bisa terbentuk rumah

yang ideal penghawaannya.

b Semua jendela tidak

dapat dibuka.

Jendela sebaiknya dapat dibuka

agar laju penghawaan keluar dari

ruangan lancar.

c Tidak terdapat pintu

atau jendela di sisi

belakang rumah

sehingga tidak terjadi

Pergantian hawa udara dengan

bukaan baik pintu atau jendela

yang bisa dibuka tutup agar

pergantian hawa udara penghawaan berjalan dengan baik.

4 Sanitasi a Jarak septic tank dan

sumur air kurang dari

10 meter.

Jarak septic tank dan sumur air

idealnya adalah 10 meter untuk

menghindari terkotaminasinya

sumber air bersih dari

mikroorganisme patogen

b Tidak ada sumur

resapan.

Rumah harus memiliki sumur

resapan sebagai penampung air

kotor agar meresap ke tanah dan

dapat digunakan lagi sebagai

sumber air.

Sumber: Dokumentasi survey

BAB IV ANALISIS DAN PERBAIKAN

A. Analisis Rumah Hasil Survey

Terdapat 4 aspek dalam menganalisis rumah hasil survey, yaitu aspek internal,

aspek eksternal, aspek teknik dan aspek fungsi ruang.

1. Aspek Eksternal

Aspek eksternal rumah membahas tentang lingkungan sekitar dan

infrastruktur. Lingkungan rumah berada di kawasan yang diperuntukkan untuk

pemukiman, dan memiliki kemudahan aksesibilitas. Lokasi rumah ini tergolong

strategis terutama dari segi pencapaian akses dan juga keterjangkauan terhadap

fasilitas-fasilitas umum seperti sekolah, instansi pemerintahan, dan masjid.

Keadaan eksisting rumah yang samping kanan kirinya berbatasan dengan

rumah warga mempengaruhi intensitas dan kualitas cahaya alami yang dapat

masuk ke dalam ruangan, karena semakin dekat jarak antar bangunannya

semakin kecil kemungkinan cahaya alami yang dapat masuk ke dalam ruangan.

Daerah sekitar rumah minim lahan untuk ruang terbuka hijau sehingga akan

mempengaruhi radiasi, intensitas, dan terang langit. Tanaman juga dapat

memberi pembayangan dan mengurangi panas yang didapat. Tanaman,

semaksemak,dan pohon menyerap radiasi pada proses fotosintesis. Orientasi

bangunan yang menghadap ke arah sangat menentukan banyaknya cahaya yang

masuk kedalam ruangan.

2. Aspek Internal dan Fisik

Hal-hal yang akan dibahas dalam aspek internal dan fisik rumah adalah

organisasi bangunan, kualitas, dan utilitas bangunan. Rumah survey dihuni oleh

satu keluarga, terdiri dari satu lantai, dengan organisasi ruang untuk kegiatan

keluarga, yaitu ruang tamu, ruang keluarga, kamar mandi dan kakus, dapur,

serta kamar tidur. Rumah survey tidak memiliki halaman sehingga akses ke

dalam rumah hanya dibatasi oleh teras kecil dan tidak ada lahan untuk vegetasi

dan parkir. Pencapaian dari ruang ke ruang belum baik dan efisien karena

pengaturan perabot rumah, peralatan, dan perlengkapan lain yang diperlukan

belum terencanakan penempatannya sehingga akses dari ruang tamu menuju

upster, 12/04/14,

ruang lainnya sedikit terganggu karena banyaknya barang-barang tersebut.

Rumah belum mempunyai lahan parkir karena terbatasnya lahan.

Sistem plumbing belum lengkap dalam rumah ini, dimana belum ada

penampungan air, pembuangan air limbah ke got, dan pembuangan air hujan

langsung jatuh ke tanah. Rumah belum dilengkapi dengan tempat khusus

pembuangan sampah rumah tangga. Sampah yang dihasilkan biasanya langsung

dibuang ke tempat pembuangan sampah. Instalasi listrikdalam rumah sudah

memadai dimana hubungan antara titik lampu, sakelar, kontak-kontak,

perlengkapan hubung bagi dikerjakan oleh PLN.

3. Aspek Teknik

Kebutuhan luas lantai setiap orang sudah memenuhi standar 9 m2, yaitu .

Pondasi rumah menggunakan pasangan batu kali yang stabil. Tiang rumah

sudah permanen sehingga memungkinkan untuk dapat mendukung semua

beban diatasnya dan semua gaya termasuk gempa bumi. Balok dinding bisa

berlaku sebagai pengikat kolom. Lantai rumah sudah menggunakan keramik

sehingga rapat air dan tidak lembab kecuali lantai kamar mandi yang masih

menggunakan semen. Dinding meggunakan pasangan batu bata dan sudah

diplester sehingga meminimalisasi kontaminasi debu dari dinding. Langit-langit

rumah digunakan untuk penghambat sinar matahari.Penutup atap menggunakan

asbes, penggunaan asbes harus diganti karena dapat mempengaruhi kesehatan

penghunidengan kandungan bahan berbahaya di dalamnya.

Berdasarkan Perda No.14 Tahun 2011 tentang RDTRK 2011-2031 dengan

ketentuan sesuai fungsi jalan, garis semapadan jalan rumah survey sudah

memenuhi standar dimana letak rumah lebih dari 23 meter dari jalan arteri

sekunder. Garis semapadan bangunan rumah belum memenuhi, karena rumah

berbatasan langsung dengan badan jalan dan tidak memiliki halaman.

4. Aspek Ruang atau Hubungan Fungsi Kegiatan

Aspek ini membahas sirkulasi, penghawaan, dan pencahayaan. Pada rumah

survey, tidak terjadi pertukaran udara bersih dalam ruang karena tidak adanya

bukaan pada area belakang rumah. Rumah belum mendapat penerangan alami

karena minimnya jendela dalam setiap ruang. Jendela kaca hanya terdapat di

bagian depan rumah yang belum cukup untuk mendistribusikan pencahayaan

upster, 2014-12-04,

ke setiap ruang sehingga penghui membutuhkan lebih banyak energi untuk

lampu listrik yang tetap digunakan pada siang hari. Ruang sirkulasi yang

menghubungkan fungsi-fungsi dalam rumah belum efektif karena akses dari

pintu utama tidak langsung berhubungan ke ruangan lainnya.

B. Usulan Perbaikan Rumah

1. Aspek Eksternal

Orientasi bangunan yang baik yaitu mengarah pada arah utara - selatan

karena ruangan tidak akan mendapatkan cahaya yang berlebih. Dibuat ruang

terbuka hijau di bagian belakang rumah untuk memenuhi krietria sehat harus

ada perbandingan yang proposional antara luas bangunan dengan luas ruang

terbuka. Taman yang diisi tanaman akan dapat menghasilkan oksigen dan

menyerap karbondioksida, dan berfungsi menyerap polusi udara. Selain itu,

RTH ini berfungsi sebagai daerah resapan air dan ruang untuk menjemur

pakaian. RTH ini menggunakan batu koral sikat sehingga dapat terjaga

kebersihannya dan tetap meresap air hujan.

2. Aspek Internal dan Fisik

Untuk mengakomodasi ruang gerak maka dilakukan pengelompokan

penempatan barang antar ruang satu dengan ruang lainnya sesuai dengan

fungsi setiap ruang. Ruang hunian dipisahkan dengan dapur yang berbahaya,

serta kamar mansi dan kakus yang terletak di daerah basah dan bersifat mudah

lembab dan mudah kotor. Untuk mencegah penyebaran mikroorganisme

patogen dari septic tank yang letaknya kurang dari 10 meter dengan sumur air,

maka dibuat sumur resapan agar limbah blak water dari septic tank dapat diolah

terlebih dahulu sebelum kembali menyerap ke dalam tanah. Limbah grey water

dari wastafel dan lubang air di kamar mand dan ruang cuci pakaian dialirkan ke

sumur resapan dan melalui bak kontrol untuk menghindari banyaknya belokan

yang dapat menyebabkan aliran mampet karena endapan. Air hujan dialirkan

dari atap menggunakan pipa penampung dan dialirkan ke daerah resapan di

RTH.

3. Aspek Teknik

Penutup atap yang semula menggunakan asbes diganti dengan

menggunakan genting. Dengan demikian rumah menjadi sehat dan aman bagi

penghuninya. Menggunakan keramik pada lantai kamar mandi agar laju air

lebih mudah masuk ke lubang air dan menghindari permbesan langsung ke

tanah.

4. Aspek Ruang atau Hubungan Fungsi Kegiatan

Dibuat rencana ventilasi silang agar terjadi pertukaran udara bersih dalam

ruang, pertukaran udara dapat melalui bukaan pintu utama dengan pintu

belakang rumah menuju RTH. Untuk menambah kesehatn ruangan setidaknya

sinar matahari harus dapat masuk ke dalam ruangan minimum 1 jam sehari.

Maka dari itu dibuat tambahan jendela kaca di sampig pintu utama dan kamar

tidur dan RTH di sisi belakang rumah yang dihubungkan melalui pintu dapur

sehingga memungkinkan cahaya masuk ke ruangan melalui bukaan tersebut.

Untuk mengefisienkan dan meminimumkan ruang sirkulasi maka dari pintu

utama dihubungkan langsung ke ruang tamu dan ruang keluarga dan

memudahkan penghuni untuk ke ruang huni lainnya seperti kamar tidur.

5. Denah Usulan atau Perbaikan

6. Tampak Usulan

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Rumah atau tempat tinggal merupakan kebutuhan utama bagi setiap individu.

Hal itu dikarenakan rumah merupakan tempat untuk berteduh dan beristirahat

bersama keluarga. Oleh sebab itulah rumah harus memenuhi syarat-syarat rumah

sehat untuk menjaga kesehatan dari penghuninya. Syarat-syarat itu meliputi aspek

internal dan eksternal. Aspek-aspek itu dijabarkann kembali kedalam konstruksi pada

bangunan rumah, penghawaan, pencahayaan, dan sanitasi. Dengan memperhatikan

aspek-aspek itu, penghuni rumah pun akan terlindungi kesehatannya baik jiwa

maupun raga. Sehingga pada akhirnya dapat terciptanya suatu kesinambungan antara

bangunan rumah dengan penghuni rumah itu sendiri.

B. Saran

Dalam proses pembangunan dan renovasi rumah atau tempat tinggal harus

memenuhi syarat-syarat rumah sehat yang meliputi konstruksi, penghawaan,

pencahayaan, dan sanitasi. Syarat itu dapat disesuaikan dengan peraturan

pemerintah daerah setempat, Standar Nasional Indonesia, maupun standar yang

telah ditetapkan secara Global. Karena, setiap syarat memiliki peranan penting

dalam menciptakan rumah yang sehat yanng nantinya dapat menyehatkan penghuni

rumah itu pula.

Daftar Pustaka

Badan Standarisasi Nasional. 1991. Tata Cara Perancangan Penerangan Alami Siang

Hari Untuk Rumah dan Gedung Tim Penyusun Dewan Standarisasi Nasional SNI 03 –

2396 –1991. Jakarta:

http://www.pu.go.id/uploads/services/infopublik20120329160156.pdf(diakses

tanggal 28 November 2014)

http://www.ideaonline.co.id/iDEA2013/Tips-Trik/Mencegah-Aliran-Air-Kotor-

Lambat-Pampat-2 (diakses tanggal 28 November 2014)

http://www.desainrumahkita.com/?Forum_Rumah_Kita:Sekelumit_Aspek_-

_Aspek_Yang_Harus_Diperhatikan_Dalam_Perencanaan_Rumah (diakses tanggal 28

November 2014)

Kepmen PU Nomor 20/KPTS/1986, pedoman teknik pembangunan perumahan

sederhana tidak bersusun. 

Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat (Jakarta: 2002)

www.bphn.go.id/data/documents/91pddki007.pdf (diakses tanggal 28 November

2014)

LAMPIRAN

Ruang Tamu

Tampak Depan

Dapur

Kamar Tidur 1

Kamar Tidur 3

Kamar Tidur 2

Ruang Tamu

Kamar Mandi