repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68529... · bab ii tinjauan...

16
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ROTAN Salah satu sumber hayati terbesar yang terdapat di Indonesia yaitu rotan. Sebanyak 10 persen hutan di Indonesia terdiri dari rotan. Berdasarkan Direktorat Bina Produksi Kehutanan, luas hutan Indonesia yaitu sekitar 143 juta hektar, dimana sebanyak 13,40 juta hektar ditumbuhi oleh tanaman rotan [10]. Semakin tingginya ketersediaan limbah rotan, menjadikan sumber daya alam ini dapat direkayasa menjadi produk teknologi nasional menggunakan sistem nanoteknologi [11]. Kulit rotan terdiri atas selulosa 37,6%, hemiselulosa 41% dan lignin 22,6% [12]. Kandungan selulosa dari rotan inilah yang dapat dijadikan nanokristalin selulosa. Selulosa merupakan polimer alam dengan jumlah banyak yang mempunyai beberapa sifat unggul seperti densitas yang rendah, kaku dan dapat terdegradasi. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, selulosa dapat dijadikan bahan pengisi organik yang menjanjikan [13]. 2.2 KOMPOSIT Komposit adalah perpaduan bahan gabungan yang terdiri dari dua atau lebih bahan yang berlainan. Jadi komposit merupakan suatu bahan yang merupakan gabungan atau campuran dari dua material atau lebih pada skala makroskopis untuk menghasilkan material ketiga yang lebih bermanfaat [18]. Komposit memiliki keunggulan seperti kekuatan terhadap berat yang tinggi, sifat mekanik yang baik dan dapat dibuat dalam berbagai bentuk. Sedangkan kekurangan dari material komposit seperti tidak dapat digunakan pada temperatur lebih dari 400 o F dan kekakuan tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan logam maupun bahan baku lain yang mempunyai harga relative tinggi [9]. Komposit mempunyai dua komponen yaitu matriks dan pengisi. Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ROTAN

Salah satu sumber hayati terbesar yang terdapat di Indonesia yaitu rotan.

Sebanyak 10 persen hutan di Indonesia terdiri dari rotan. Berdasarkan Direktorat

Bina Produksi Kehutanan, luas hutan Indonesia yaitu sekitar 143 juta hektar, dimana

sebanyak 13,40 juta hektar ditumbuhi oleh tanaman rotan [10].

Semakin tingginya ketersediaan limbah rotan, menjadikan sumber daya alam

ini dapat direkayasa menjadi produk teknologi nasional menggunakan sistem

nanoteknologi [11]. Kulit rotan terdiri atas selulosa 37,6%, hemiselulosa 41% dan

lignin 22,6% [12]. Kandungan selulosa dari rotan inilah yang dapat dijadikan

nanokristalin selulosa. Selulosa merupakan polimer alam dengan jumlah banyak

yang mempunyai beberapa sifat unggul seperti densitas yang rendah, kaku dan dapat

terdegradasi. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, selulosa dapat dijadikan bahan pengisi

organik yang menjanjikan [13].

2.2 KOMPOSIT

Komposit adalah perpaduan bahan gabungan yang terdiri dari dua atau lebih

bahan yang berlainan. Jadi komposit merupakan suatu bahan yang merupakan

gabungan atau campuran dari dua material atau lebih pada skala makroskopis untuk

menghasilkan material ketiga yang lebih bermanfaat [18]. Komposit memiliki

keunggulan seperti kekuatan terhadap berat yang tinggi, sifat mekanik yang baik dan

dapat dibuat dalam berbagai bentuk. Sedangkan kekurangan dari material komposit

seperti tidak dapat digunakan pada temperatur lebih dari 400 oF dan kekakuan tidak

terlalu tinggi dibandingkan dengan logam maupun bahan baku lain yang mempunyai

harga relative tinggi [9]. Komposit mempunyai dua komponen yaitu matriks dan

pengisi.

Universitas Sumatera Utara

8

2.2.1 Matriks

Matriks berfungsi untuk memegang dan mempertahankan serat pada

posisinya, meneruskan beban sehingga serat harus bisa melekat pada matrik dan

kompatibel antara serat dan matrik artinya tidak ada reaksi yang mengganggu,

merubah bentuk dan mendistribusikan tegangan ke unsur utamanya yaitu serat pada

saat pembebanan dan memberikan sifat tertentu, misalnya ketahanan, kekuatan, dan

ketahanan listrik [19].

2.2.2 Pengisi (Reinforcement)

Bahan pengisi biasanya ditambahkan ke dalam matriks untuk meningkatkan

sifat mekanik dari komposit misalnya kekuatan atau kekakuan komposit,

peningkatan sifat fisik, penyerapan kelembapan yang rendah, pembasahan yang baik

dan ketahanan terhadap bahan kimia yang baik [20].

2.3 BIOKOMPOSIT

Biokomposit adalah material komposit yang terdiri dari gabungan polimer

alami sebagai fasa organik dan penguat sebagai fasa anorganiknya. Pengisi yang

berskala nano sangat mempengaruhi sifat-sifat komposit yang dihasilkan dan

menunjukkan perbaikan pada sifat fisik dan mekanik kekuatan tarik dan ketahanan

termal jika dibandingkan dengan material konvensional lainnya.

Peran biokomposit tersebut menjadikan biokomposit sebagai generasi baru dari

material komposit yang turut mengembangkan ilmu pengetahuan tentang material

dan nanoteknologi. Biokomposit menjadi salah satu alternatif untuk menghasilkan

produk yang dapat terdegradasi dengan peran yang lebih bermutu dibandingkan

dengan material yang tidak dapat diperbaharui [9].

2.4 BIOPLASTIK

Salah satu produk yang sangat banyak digunakan oleh masyarakat yaitu

plastik. Pemakaian plastik biasanya digunakan sebagai bahan kemasan, produk

rumah tangga hinga peralatan kantor dan fasilitas umum. Plastik yang biasa

digunakan saat ini sangat sulit diuraikan secara hayati ketika dibuang ke lingkungan

karena merupakan plastik sintetis yang berbasis petrokimia [21].

Universitas Sumatera Utara

9

Upaya dan inovasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi penggunaan

plastik yaitu dengan cara pengaplikasian plastik ramah lingkungan yang berasal dari

bahan alam seperti pati, selulosa, kolagen, kasein atau protein yang terdapat dalam

hewan. Plastik ini bersifat dapat terdegradasi dengan mudah oleh mikroba pengurai

[2].

Bioplastik adalah sebuah plastik yang berasal atau diperoleh dari sumber

tanaman seperti kentang, minyak kacang kedelai dan juga pati kentang. Bioplastik ini

secara alami akan terdegradasi dengan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri,

jamur dan alga. Bioplastik dapat meringankan krisis energi dengan mengurangi

ketergantungan masyarakat akan bahan bakar fossil [22].

Beberapa aplikasi dari bioplastik diantaranya seperti piring, gelas, dan

bungkus film pembotolan plastik dan sebagai pelapis kertas oleh perusahaan

makanan cepat saji, di bidang biomedis, dan lain-lain.

Keuntungan penggunaan bioplastik yaitu [22]

1. Mengurangi emisi CO2 : Bioplastik menghasilkan 0,8 dan 3,2 metrik

karbon dioksida dalam satu metrik ton, lebih sedikit dibandingkan plastik

konvensional yang berbasis minyak bumi.

2. Alternatif yang murah : Bioplastik menjadi lebih layak dengan volatilitas

harga minyak.

3. Limbah : Bioplastik dapat mengurangi jumlah racun yang dihasilkan oleh

plastik konvensional yang berbasis minyak bumi.

2.5 SAGU (Metroxylon sp)

Sagu merupakan tumbuhan monokotil dari keluarga Palmae, genus

Metroxylon dari ordo Spadiciflorae dan pati sagu merupakan hasil ekstraksi pati dari

batang tanaman sagu. Di Indonesia tanaman utama penghasil pati sagu adalah

Metroxylon yang tumbuh di lahan basah dan sagu baruk (Arenga microcarpha) yang

tumbuh di lahan kering. Setiap batang sagu mengandung sekitar 200 kg sagu,

sehingga setiap hektar tanaman sagu mampu memproduksi 20-25 ton per hektar.

Menurut Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Bidang

Agroindustri dan Bioteknologi Wahono Sumaryono, kadar pati kering dalam sagu

Universitas Sumatera Utara

10

mampu mencapai 25 ton per hektar, yakni jauh diatas kandungan pati beras yang

hanya 6 ton per hektar dan pati jagung yang hanya 5,5 ton per hektar.

Berdasarkan data Perhimpunan Pendayagunaan Sagu Indonesia (PPSI),

produksi sagu nasional saat ini (2006) mencapai 200.000 ton per tahun atau baru

mencapai sekitar 5 persen dari potensi sagu nasional [21].

Berikut komposisi kimia dan sifat fungsional pati sagu dapat dilihat pada tabel

berikut [3].

Tabel 2.1 Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional Pati Sagu

Parameter Pati Sagu

Kadar Air (%) 11,58

Kadar Pati (%) 82,94

Kadar Amilosa (%) 28,11

Kadar Amilopektin (%) 71,89

WHC (g/g) 2,15

OHC (g/g) 2,41

Sagu merupakan salah satu tanaman yang memiliki kadar pati yang tinggi. Pati

merupakan komponen paling besar yang terdapat didalam sagu. Yuniarty, dkk.

(2014) dalam penelitiannya yang berjudul sintesis dan karakterisasi bioplastik

berbasis pati sagu (Metroxylon sp) mendapat kadar pati sagu sebesar 82,94%[3].

Kandungan pati yang tinggi inilah yang dapat menjadi bahan baku untuk pembuatan

bioplastik.

2.6 PATI

Pati banyak dihasilkan oleh negara Brazil, Thailand, Malaysia, Indonesia dan

Nigeria. Salah satu contohnya yaitu umbi singkong (Manihot esculanta) yang

diambil patinya melalui proses penggilingan umbi singkong, dekantasi, pemisahan

ampas dengan konsentrat, pengendapan dan pengeringan [23].

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik yang terdiri

dari dua fraksi yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa mempunyai struktur rantai

lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sedangkan amilopektin selain mempunyai

rantai lurus juga mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa sebanyak 4-

5% dari bobot total [21].

Universitas Sumatera Utara

11

Berikut merupakan struktur molekul pati [24].

Gambar 2.1 Struktur Molekul Pati

Pati mempunyai Granula pati yang terdiri dari kawasan amorf dan Kristal.

Daerah kristalin pada pati terdiri dari amilopektin, sedangkan amilosa terdapat di

daerah amorf. Di dalam pati, amilopektin juga merupakan komponen yang paling

penting dari daerah kristalin. Amilosa yang terdapat dalam pati bergabung dengan

lipid dari struktur kristal yang lemah dan memperkuat granula tersebut. Sementara

amilopektin larut dalam air, amilosa dan granula pati sendiri tidak larut dalam air

dingin. Hal ini meyebabkan relatif mudah untuk mengekstrak granula pati dari

sumber tanaman. Ketika suspensi pati dalam air dipanaskan, butiran pertama

membengkak sampai tercapai suatu titik di mana pembengkakan tidak dapat kembali

ke bentuk semula. Proses pembengkakan ini disebut gelatinisasi. Selama proses ini,

amilosa akan terekstrak keluar dari granul yang menyebabkan peningkatan viskositas

suspensi. Peningkatan suhu lebih lanjut akan menyebabkan pembengkakan

maksimum butiran dan meningkatkan viskositas. Hasilnya, butiran pecah akan

menghasilkan dispersi koloid kental. Kemudian, pendinginan pada koloid hasil

dispersi pati tersebut menghasilkan bentuk gel yang elastik [25].

Beberapa penelitian terbaru yang telah dilakukan untuk menghasilkan bioplastik

dengan bahan baku pati, seperti : pisang [4], beras [5], sagu [6] dan sebagainya.

Menurut penelitian Darni, et.al. (2010), yaitu pengaruh konsentrasi

plasticizer dan formulasi pati pisang dengan kitosan terhadap kekuatan mekanik dan

daya serap air dari bioplastik dengan hasil terbaik perbandingan pati : kitosan adalah

6 : 4 dengan konsentrasi gliserol 35 % [4]. Selanjutnya yaitu penelitian Bourtoom

(2008), tentang efek plasticizer pada sifat campuran film biodegradable dari pati

Universitas Sumatera Utara

12

beras dengan kitosan dengan variasi plasticizer sorbitol, gliserol dan polietilen glikol

dengan hasil plasticizer sorbitol memberikan tahanan mekanik yang tinggi dan

fleksibilitas yang rendah sedangkan gliserol dan polietilen glikol memberikan

tahanan mekanik yang rendah dan fleksibilitas yang tinggi [5]. Selanjutnya yaitu

penelitian Ahmad, et.al. (2011), tentang studi biodegradable dari pati sagu dengan

plasticizer gliserol dan citric acid didapat hasil terbaik terhadap kekuatan mekanik

yaitu pada konsentrasi gliserol 30% [6].

2.7 SELULOSA

Selulosa merupakan salah satu polimer yang tersedia melimpah di alam.

Produksi selulosa sekitar 100 milyar ton setiap tahunnya. Selulosa tersusun dari unit-

unit anhidroglukopiranosa yang tersambung dengan ikatan β-1,4-glikosidik

membentuk suatu rantai makromolekul tidak bercabang. Setiap unit

anhidroglukopiranosa memiliki tiga gugus hidroksil, seperti yang terlihat pada

gambar 2.2. Selulosa mempunyai rumus empirik (C6H10O5)n dengan n ~ 1500 dan

berat molekul ~ 243.000 [26].

Berikut merupakan struktur molekul selulosa [27].

Gambar 2.2 Struktur Selulosa

Selulosa merupakan polimer yang relatif stabil dikarenakan adanya ikatan

hidrogen. Selulosa tidak larut dalam pelarut air dan tidak memiliki titik leleh. Serat

selulosa juga memiliki fleksibilitas dan elastisitas yang baik sehingga dapat

mempertahankan perbandingan panjang terhadap diameter (P/d) (aspect ratio) yang

tinggi selama proses produksi. Selulosa nanoserat memiliki beberapa keuntungan

seperti: densitas rendah, sumber yang dapat diperbaharui, dapat terdegradasi,

mengurangi emisi karbondioksida di alam, kekuatan dan modulus yang tinggi,

permukaan yang relatif reaktif sehingga dapat digunakan untuk pemutusan beberapa

gugus kimia, dan harga yang murah [26].

Universitas Sumatera Utara

13

Bagian mikrofibril yang banyak mengandung jembatan hidrogen antar molekul

selulosa bersifat sangat kuat dan tidak dapat ditembus dengan air. Bagian ini disebut

sebagai bagian berkristal dari selulosa, sedangkan bagian lainnya yang sedikit atau

sama sekali tidak mengandung jembatan hidrogen disebut bagian amorf. Menurut

Tsao (1978) perbandingan bagian kristal dan bagian amorf adalah 85 persen dan 15

persen. Struktur berkristal dari selulosa merupakan hambatan utama dalam proses

hidrolisis.

Menurut Sjostrom (1981), selulosa dapat dibedakan berdasarkan derajat

polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%

yaitu [28]:

1. Selulosa α (Alpha cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam

larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi)

600-1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat

kemurnian selulosa.

2. Selulosa β (Betha cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam

larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15-90, dapat mengendap bila

dinetralkan.

3. Selulosa µ (Gamma cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam

larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP nya kurang dari 15.

Selulosa terdiri dari dua bagian yaitu amorf dan kristal. Selulosa dapat

ditemukan dalam bentuk mikrofibril kristalin selulosa I, II, III, dan IV. Fraksi kristal

dinyatakan dalam persentase sebagai indeks kristalinitas. Penentuan struktur selulosa

bisa dilakukan dengan difraksi X-Ray, NMR, dan FTIR [29,30].

Selulosa I merupakan bentuk asli selulosa yang terdiri dari dua Kristal

allomorf, yaitu Iα dan Iβ. Berdasarkan pengujian difraksi elektron selulosa Iα

memiliki satu unit sel triklinik, sedangkan selulosa Iβ memiliki dua unit sel

monoklinik, keduanya tersusun dalam satu susunan rantai paralel, dengan rasio

berbeda dalam satu serat, tergantung pada asalnya. Selulosa Iα banyak terdapat pada

selulosa bakteri dan valonia, sedangkan Iβ pada selulosa kapas atau kayu [29].

Selain selulosa I, terdapat selulosa II yang terbentuk dengan pengendapan

selulosa dari larutan ke dalam medium air pada suhu kamar atau sedikit lebih tinggi

dari suhu kamar pada proses pemintalan serat selulosa buatan manusia secara teknis.

Universitas Sumatera Utara

14

Selulosa II ini juga diperoleh dari proses merserisasi kapas, yang terjadi melalui

pembentukan natrium selulosa melalui interaksi polimer dengan cairan natrium

hidroksida dan peruraian dengan netralisasi atau penghilangan natrium hidroksida.

Proses transformasi dari selulosa I menjadi selulosa II biasanya tidak dapat kembali

ke bentuk semula, walaupun ada yang menyatakan bahwa natrium selulosa dapat

dirubah kembali sebagian menjadi selulosa I. Sistem ikatan hidrogen selulosa II lebih

rumit daripada selulosa I dan menghasilkan densitas tautan silang intermolekul yang

lebih tinggi [26,29].

2.8 SELULOSA NANOKRISTAL (NCC)

Selulosa nanokristal (NCC) merupakan nanopartikel kristalin yang terbuat dari

selulosa yang mempunyai beberapa kelebihan seperti berdimensi nano, mempunyai

modulus yang tinggi dan juga luas permukaan yang besar [14]

Beberapa metode umum yang digunakan untuk mendapatkan selulosa

nanokristal yaitu [88]:

1. Metode kimia, yaitu dengan menggunakan metode hidrolisis asam

menggunakan asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4) untuk menghilangkan sisi

amorf yang terdapat pada selulosa dan metode pelarut alkali yang bertujuan

untuk menghilangkan lignin dan hemiselulosa yang terdapat pada selulosa.

2. Metode mekanik, yaitu dengan menggunakan proses ultrasonikasi untuk

mendapatkan selulosa yang berukuran nano.

3. Metode biologis, yaitu dengan menggunakan enzim dan bakteri seperti

trichoderma ressei maupun bakteri acetobacter xylinum yang digunakan untuk

mengurangi ukuran dari selulosa yang dihasilkan.

Pada penelitian ini digunakan metode kimia dan metode mekanik seperti yang

dilakukan oleh Fenny, et. al. (2013), menggunakan asam sulfat (H2SO4) 45% dan

proses ultrasonikasi. Prosedur khas yang dilakukan untuk menghasilkan selulosa

nanokristal adalah menghidrolisis selulosa murni dengan asam kuat dalam kondisi

temperatur, pengadukan, dan waktu yang terkendali. Proses kimia dimulai dengan

penghilangan ikatan antar polisakarida pada permukaan serat selulosa dan diikuti

dengan pecah dan rusaknya bagian amorf sehingga melepaskan bagian kristal

selulosa. Setelah hidrolisis dilakukan, suspensi yang dihasilkan diencerkan dengan

Universitas Sumatera Utara

15

air, dan dicuci dengan beberapa kali sentrifugasi. Kemudian dialisis dilakukan untuk

menghilangkan molekul asam bebas dari dispersi dan memisahkan partikel yang

berukuran lebih kecil dan lebih besar dari pori-pori membran dialisis yang

digunakan. Tahap selanjutnya adalah proses mekanik seperti ultrasonikasi yang akan

menghilangkan pengotor yang masih melekat pada selulosa nanokristal sehingga

diperoleh nanokristal yang terdispersi dalam suspensi yang stabil. Struktur, sifat, dan

tahap pemisahan tergantung pada asam mineral dan konsentrasi yang digunakan,

temperatur dan waktu hidrolisis, serta intensitas ultrasonikasi [26,31].

Menurut penelitian Fenny, et.al. (2013), yaitu studi penyediaan nanokristal

selulosa dari tandan kosong sawit (TKS) diperoleh isolasi nanokristal selulosa dari α-

selulosa melalui proses hidrolisis berupa kristal jarum bening dan berdasarkan

analisa struktur permukaan nanokristal selulosa menggunakan analisa SEM

(Scanning Electron Microscopy) nanokristal selulosa yang dihasilkan berukuran 79

nm [32].

2.9 GLISEROL

Cairan yang tidak berwarna, tidak berbau, cairan kental dengan rasa manis

biasanya dikenal dengan Gliserol (1,2,3-propanetriol). Gliserol berasal dari kata

Yunani yang berarti '’manis’,' glykys, dan istilah gliserin, gliserin, dan gliserol.

Gliserin pada umumnya merujuk kepada solusi komersial gliserol dalam air yang

komponen utamanya adalah gliserol. Gliserol mentah adalah 70-80% murni dan

sering terkonsentrasi dan dimurnikan sebelum penjualan secara komersial dengan

kemurnian 95,5-99% [33]. Gliserol dapat diproduksi baik oleh fermentasi mikroba

atau sintesis kimia dari bahan baku petrokimia [34].

Gliserol diidentifikasi pada tahun 1779 oleh kimiawan Swedia Carl W

Scheele yang menemukan cairan transparan, cairan baru yang manis dengan

memanaskan minyak zaitun dengan litharge (PbO, digunakan dalam glasir timbal

pada keramik). Penelitiannya menunjukkan bahwa gliserol larut dalam air dan

alkohol, sedikit larut dalam banyak pelarut umum seperti eter dan dioksan, tetapi

tidak larut dalam hidrokarbon. Dalam kondisi anhidrat murni, gliserol memiliki berat

jenis 1,261 g/mL, titik leleh 18,2 oC dan titik didih 290 oC di bawah tekanan atmosfer

Universitas Sumatera Utara

16

normal, disertai dengan dekomposisi. Pada suhu rendah, gliserol dapat membentuk

kristal yang meleleh pada 17,9 oC.

Gliserol telah dikenal dan digunakan lebih dari 1500 tahun, termasuk aplikasi

sebagai bahan atau pengisi dalam kosmetik, perlengkapan mandi, produk perawatan

pribadi, formulasi farmasi dan bahan makanan. Selain itu, gliserol sangat stabil di

bawah kondisi penyimpanan yang normal, kompatibel dengan banyak bahan kimia

lainnya, hampir non-iritasi dalam berbagai penggunaannya, dan tidak berdampak

negatif pada lingkungan [33].

Berikut merupakan struktur gliserol dan sifat fisikokimia gliserol pada suhu 20

0C dapat dilihat pada gambar dan tabel berikut [33].

Gambar 2.3 Struktur Gliserol

Tabel 2.2 Sifat Fisikokimia Gliserol Pada Suhu 20 oC

Parameter Unit Nilai

Chemical Formula C3H5(OH)3 -

Molecular Mass g mol-1 60,05

Density g cm-3 1,051

Viscosity Pa.s 1,2

Melting Point oC 18,2

Boiling Point oC 290

Food Energy kcal g-1 4,32

Flash Point oC 160

Surface Tension mN m-1 64,00

Temperature Coefficient mN (mK)-1 -0,0598

Penggunaan gliserol ini sendiri diaplikasikan dalam pembuatan bioplastik

seperti yang dilakukan Utomo, et.al. (2013), yang melakukan penelitian tentang

pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap karakteristik fisikokimiawi plastik

biodegradable dari komposit pati lidah buaya (Aloe vera) – kitosan dengan hasil

terbaik pada perlakuan suhu 50 °C dan waktu pengeringan 2 jam konsentrasi gliserol

8% [35]. Menurut penelitian Yuniarty, et.al. (2014), yaitu sintesis dan karakterisasi

bioplastik berbasis pati sagu (Metroxylon sp) dengan asam asetat dan gliserol

Universitas Sumatera Utara

17

menunjukkan bahwa perlakuan dengan penambahan asam asetat dan gliserol dapat

meningkatkan sifat fisik dan mekanik bioplastik [3]. Selanjutnya yaitu penelitian

Ahmad, et.al. (2011), tentang studi biodegradable dari pati sagu dengan plasticizer

gliserol dan citric acid didapat hasil terbaik terhadap kekuatan tarik yaitu pada

konsentrasi gliserol 30%, [6].

2.10 ASAM ASETAT

Asam asetat adalah cairan tak berwarna yang mempunyai rasa dan aroma

tajam seperti cuka. Asam asetat dapat larut dalam air, etil alkohol dan eter, tetapi

tidak dapat larut pada karbon disulfida. Kegunaan utama asam asetat adalah sebagai

bahan baku untuk produksi vinil asetat, pembuatan resin yang digunakan sebagai cat,

pelekat, plastik dan tekstil [36].

Asam asetat dapat dimanfaatkan sebagai bahan pendamping plasticizer (co-

plasticizer). Dimana, gugus karboksil dari asam asetat akan membentuk ikatan

hidrogen yang kuat dengan gugus hidroksil dari pati. Penggunaan asam asetat dan

gliserol akan mempengaruhi kristalinitas bioplastik. Semakin tinggi kristalinitas

menunjukkan bahwa asam asetat dan gliserol berikatan baik dengan pati [3].

Berikut merupakan struktur asam asetat dan sifat fisikokimia asam asetat dapat

dilihat pada gambar dan tabel berikut [36].

Gambar 2.4 Struktur Asam Asetat

Tabel 2.3 Sifat Fisikokimia Asam Asetat

Parameter Unit Nilai

Chemical Formula CH3COOH -

Molecular Mass g mol-1 92,09382

Density g cm-3 1,261

Viscosity Pa.s 1,5

Boiling Point oC 118

Flash Point oF 109

Critical Pressure atm 57,2

Universitas Sumatera Utara

18

Penggunaan asam asetat ini sendiri diaplikasikan dalam pembuatan bioplastik

seperti yang dilakukan Yuniarty, et.al. (2014), yaitu sintesis dan karakterisasi

bioplastik berbasis pati sagu (Metroxylon sp) dengan asam asetat dan gliserol

menunjukkan bahwa perlakuan dengan penambahan asam asetat dan gliserol dapat

meningkatkan sifat fisik dan mekanik bioplastik [3]. Selanjutnya yaitu penelitian

Harrison Situmorang (2014), yaitu kajian awal pembuatan film plastik (bahan plastik

pengemas) dari pati batang ubi kayu menunjukkan kekuatan tarik maksimum dan

pemanjangan saat putus diperoleh pada penambahan asam asetat 3 ml [37].

2.11 METODE PEMBUATAN BIOPLASTIK

Pembuatan bioplastik dengan memanfaatkan sumber daya pati Indonesia

dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu [7]:

1. Pencampuran (blending) antara polimer plastik dengan pati, dimana pati

yang digunakan dapat berupa pati mentah berbentuk granular maupun pati

yang sudah tergelatinisasi, dan plastik yang digunakan adalah PCL, PBS,

atau PLA maupun plastik konvensional (polietilen). Pencampuran

dilakukan dengan menggunakan extruder atau dalam mixer berkecepatan

tinggi (high speed mixer) yang dilengkapi pemanas untuk melelehkan

polimer plastik.

2. Modifikasi kimiawi pati, dimana untuk menambahkan sifat plastisitas pada

pati, metode grafting sering digunakan. Sifat biodegradabilitas dari produk

plastik yang dihasilkan tergantung daripada jenis polimer yang

dicangkokkan pada pati.

3. Penggunaan pati sebagai bahan baku fermentasi menghasilkan

monomer/polimer plastik biodegradabel.

Metode yang dilakukan dalam pembuatan bioplastik pada penelitian ini

merujuk pada metode Weiping Band (2005). Proses pencampuran antara pati, pengisi

dan plasticizer dilakukan bertahap sambil dipanaskan dan diaduk. Pencampuran yang

dilakukan dapat menggunakan pengaduk (stirrer) dengan pemanasan menggunakan

water batch. Dapat juga menggunakan alat hot plate magnetic stirrer. Campuran

yang sudah homogen membentuk larutan bioplastik yang kemudian dicetak dan

dikeringkan. Pengeringan menggunakan oven dengan temperatur 60 oC. Pengeringan

Universitas Sumatera Utara

19

dilakukan hingga plastik mengeras dan dapat dikeluarkan dari cetakan, waktu yang

digunakan yaitu ±24 jam [4].

2.12 KARAKTERISASI HASIL PENELITIAN

2.12.1 Karakterisasi Biokomposit dan Selulosa Nanokristal

Beberapa pengujian/karakterisasi yang dilakukan pada biokomposit dan

selulosa nanokristal adalah sebagai berikut:

A. Analisis TEM (Transmission Electron Microscopy)

Analisis TEM (Transmission Electron Microscopy) dilakukan untuk

menyelidiki ukuran dan morfologi pada selulosa nanokristal (NCC). Pengujian

dilakukan dengan menggunakan mikroskop Philips yang beroperasi pada tegangan

100 kV. Tetesan suspensi yang telah diencerkan kemudian diendapkan pada

lempengan tembaga yang ditutupi dengan film karbon tipis. Untuk meningkatkan

kontras, selulosa nanokristal ditetesi dengan larutan uranyl acetate 2 wt%

(organologram) pada air deionisasi selama 1 menit lalu dikeringkan pada suhu kamar

[56].

B. Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy)

Analisi SEM (Scanning Electron Microscopy) dilakukan untuk mengetahui

bentuk permukaan bioplastik, besar pori yang terbentuk pada lembaran bioplastik.

Pengujian dilakukan dengan melakukan pemotongan sampel dengan ukuran 5 mm x

5 mm, kemudian diletakkan di kaca preparasi, selanjutnya di letakkan di bawah lensa

pengamatan yang ada di dalam alat uji SEM [38].

C. Analisis XRD (X-Ray Diffraction)

Analisis XRD (X-Ray Diffraction) bertujuan untuk menganalisis struktur

kristal. Prinsip kerja dari XRD adalah difraksi sinar X yang disebabkan adanya

hubungan fasa tertentu antara dua gerak gelombang atau lebih sehingga paduan

gelombang tersebut saling menguatkan. Sinar X dihamburkan oleh atom-atom dalam

zat padat material. Ketika sinar X jatuh pada kristal dari material maka akan terjadi

hambura ke segala arah yang bersifat koheren. Sifat hamburan sinar X yang koheren

Universitas Sumatera Utara

20

mengakibatkan sifat saling menguatkan atau saling melemahkan pada paduan

gelombang [9]. Rumus perhitungan indeks kristalinitas dari sampel adalah sebagai

berikut [51]:

CrI = [I002-IAM

I002

] x 100 (2.1)

Keterangan:

Crl = Derajat relatif kristalinitas

I002 = Intensitas maksimum dari difraksi pola 0 0 2

IAM = Intensitas dari difraksi dalam unit yang sama pada 12-18o

D. Analisis FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Analisis FTIR (Fourier Transform Infra Red) merupakan metode yang

digunakan spektroskopi inframerah. Dalam spektroskopi inframerah, radiasi IR

dilewatkan melalui sampel. Beberapa radiasi inframerah diserap oleh sampel dan

sebagian melewati (ditransmisikan). Spektrum yang dihasilkan merupakan

penyerapan molekul dan transmisi, menciptakan sidik jari molekul sampel. Seperti

sidik jari tidak ada dua struktur molekul yang unik menghasilkan spektrum

inframerah yang sama. Hal ini membuat spektroskopi inframerah berguna untuk

beberapa jenis analisis. Spektroskopi inframerah telah menjadi teknik untuk analisis

bahan di laboratorium selama lebih dari tujuh puluh tahun. Spektrum inframerah

merupakan sidik jari dari sampel dengan puncak serapan yang sesuai dengan

frekuensi getaran antara obligasi atom yang membentuk materi. Karena setiap bahan

yang berbeda adalah kombinasi unik dari atom, ada dua senyawa menghasilkan

persis spektrum inframerah yang sama. Oleh karena itu, spektroskopi inframerah

dapat menghasilkan identifikasi positif (analisis kualitatif) dari setiap jenis bahan

yang berbeda. Selain itu, ukuran puncak di spektrum adalah indikasi langsung dari

jumlah material. Dengan algoritma perangkat lunak modern, inframerah adalah alat

yang sangat baik untuk analisis kuantitatif [39].

Universitas Sumatera Utara

21

E. Uji Densitas

Kepadatan adalah salah satu sifat mekanik yang paling penting dan begitu

juga banyak digunakan dalam perhitungan proses. Hal ini didefinisikan sebagai

massa per unit volume. Satuan SI densitas adalah kg / m3. Rumus perhitungan

densitas dari sampel adalah sebagai berikut [67]:

densitas (ρ) =m

v (2.2)

Keterangan:

m = massa (gram)

v = volume (cm3)

Penentuan rapat massa (densitas) lembaran (film) dilakukan dengan cara

lembaran (film) dipotong dengan ukuran 5 x 5 dan tebal tertentu, kemudian dihitung

volumenya. Potongan film ditimbang dan rapat massa lembaran (film) ditentukan

dengan membagi rapat potongan uji dengan volumenya (g/cm3). Pada pengujian

densitas plastik sampel film diuji berdasarkan standar ASTM D792-91, 1991 [40].

F. Sifat Kekuatan Tarik dan Pemanjangan Saat Putus

Uji Kekuatan Mekanik yang diberikan pada bahan adalah uji kekuatan tarik

(tensile strength), pemanjangan pada saat putus (elongation at break). Sampel film

plastik diuji berdasarkan pada ASTM D-638. Metode pengujian ini mencakup

penentuan tarik yang sifat plastik diperkuat dalam bentuk standar dumbel (dumbbell

shaped) yang ketika diuji di bawah kondisi yang ditentukan dari perlakuan awal

(pretreatment), suhu, kelembaban, dan kecepatan mesin uji. Metode uji ini dapat

digunakan untuk pengujian bahan dari setiap ketebalan sampai 14 mm (0,55 in.).

Namun, untuk pengujian spesimen dalam bentuk lembaran tipis, termasuk film yang

kurang dari 1,0 mm (0.04 in.) Ketebalan, Metode Uji D 882 adalah metode yang

paling tepat. Bahan dengan ketebalan lebih besar dari 14 mm (0,55 in.) harus

dikurangi oleh mesin [41]. Rumus perhitungan terhadap hasil pengujian kekuatan

tarik (tensile strength) dari sampel adalah sebagai berikut [67] :

Universitas Sumatera Utara

22

a. Kekuatan Tarik (Tensile Strength) adalah gaya per unit luas dari material yang

menerima gaya tersebut. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut :

Ao

Fmaksσ (2.3)

Keterangan :

σ = Engineering Stress (N/m2)

Fmaks = Gaya tarik yang diberikan kepada penampang spesimen (N)

Ao = Luas penampang mula-mula spesimen sebelum diberikan

pembebanan (m2)

b. Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) adalah peningkatan panjang

material saat diuji dengan beban tarik. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

Elongasi(%) = ∆l

l0 × 100% (2.4)

Keterangan :

∆l = Perubahan panjang (cm)

l0 = Panjang awal (cm)

G. Penyerapan Air (Water Absorption)

Partikel yang terlarut dalam air adalah karbohidrat yang memiliki berat

molekul besar dan mengembang yang merupakan pecahan dari molekul pati. Proses

ekstrusi menyebabkan penurunan ukuran molekul pati. Penyerapan Air (Water

absorption) tergantung pada ketersediaan gugus hidrofilik untuk dapat mengikat air.

Pati yang mengalami gelatinisasi memiliki kemampuan penyerapan air yang sangat

besar dan cepat. Penyerapan air tergantung pada ketersediaan gugus hidrofilik yang

mengikat molekul air pada kapasitas pembentukan gel dari makromolekul (Andy,

dkk. 2013). Rumus perhitungan penyerapan air dari sampel adalah sebagai berikut

[67]:

Penyerapan Air (%) = W-Wo

Wo x 100 % (2.5)

Keterangan:

Wo = berat sampel kering

W = berat sampel setelah direndam air

Universitas Sumatera Utara