3. ftir standar

13
Contoh FTIR Standar

Upload: praden-prandra-ii

Post on 16-Feb-2016

377 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

standar ftir

TRANSCRIPT

Page 1: 3. Ftir Standar

Contoh FTIR Standar

Page 2: 3. Ftir Standar

Figure 1. Mid-IR spectra of common polymers.

Page 3: 3. Ftir Standar
Page 5: 3. Ftir Standar
Page 7: 3. Ftir Standar
Page 8: 3. Ftir Standar

4. GAMBAR FTIR POLIMER DAN PEMBAHASANNYA

Serapan-serapan pada spektrum menunjukkan serapan khas eugenol murni. Gugus OH

ditunjukkan pada serapan 3520,33 cm-1 yang lebar, gugus C-C ditunjukkan pada serapan 2969,90

cm-1 dan 2840,96 cm-1 yang tajam, gugus C=C ditunjukkan pada serapan 1607,35 cm-1, gugus

cincin aromatik pada serapan 1513,10 dan 1459,10 cm-1 yang diperkuat dengan gugus aromatik

tersubtitusi pada serapan 817,86 cm-1, gugus CH2 pada serapan 1435,38 cm-1, serta gugus vinil

ditunjukkan pada serapan kuat 996,95 dan 914,22 cm-1. Puncak serapan pada 2361,41 cm-1

menandakan gugus C≡N yang merupakan pengotor karena dalam struktur eugenol tidak terdapat

gugus tersebut.

Spektrum FTIR polieugenol sebelum biodegradasi dapat dilihat pada Gambar 5.

Page 9: 3. Ftir Standar

Gambar 5. Spektrum FTIR Polieugenol Sebelum Biodegradasi

Berdasarkan spektrum tersebut dapat dilihat bahwa persen transmitansi serapan gugus olefin

(1606,35 cm-1) menurun dan serapan gugus vinil (996,95 dan 914,22 cm-1) hilang. Menurut

Handayani (2001), hal ini berarti telah terjadi reaksi polimerisasi yakni reaksi adisi terhadap ikatan

rangkap yang Pemanfaatan Bakteri Hasil…(Lestari dkk.) 61

Page 10: 3. Ftir Standar

terdapat dalam senyawa eugenol. Secara fisik dapat dilihat bahwa polimer yang dihasilkan

berwujud padat. Puncak serapan pada 2360,05 cm-1 masih muncul sampel yang masih

mengandung pengotor.

Karakterisasi polieugenol dilakukan lagi menggunakan FTIR setelah biodegradasi selama 30

hari. Puncak-puncak yang muncul hampir sama dengan puncak-puncak polieugenol sebelum

biodegradasi seperti terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Spektrum FTIR Polieugenol Terbiodegradasi

Perbedaannya adalah pada nilai persen transmitansi gugus karbon jenuh, gugus olefin, gugus

metilen, serta gugus aromatik menurun. Jika dibandingkan dengan polieugenol sebelum

biodegradasi terjadi penurunan persen transmitan pada puncak-puncak khas polieugenol.

Menurut Andriyani (2001), menurunnya persen transmitansi menunjukkan ada sejumlah

ikatan dalam polieugenol yang terputus dan menandakan terjadinya proses biodegradasi.

Puncak serapan pada 2360, 05 cm-1 tidak muncul, hal ini berarti sudah tidak terdapat

pengotor.

biodegradasi memiliki kisaran titik leleh 135-137oC serta bobot molekul 61.472.882,91

g/mol. Polieugenol setelah biodegradasi memiliki kisaran titik leleh yang lebih rendah yaitu

Page 11: 3. Ftir Standar

98-100oC dan bobot molekul 5.542.915,484 g/mol. Persentase kehilangan bobot rata-rata

adalah 0,5637 % (b/v). Spektrum FTIR polieugenol sebelum biodegradasi berbeda dengan

spektrum FTIR polieugenol sesudah biodegradasi.

Contoh 1. deasetilasi khitin dari kulit udang

Gambar 1. Spektrum FT-IR Khitosan hasil deasetilasi khitin dari kulit udang

Derajat deasetilasi khitosan dapat ditentukan dengan spektrum FT-IR seperti yang terdapat

pada Gambar 1.Penentuan derajat deasetilasi khitosan dapat dilakukan dengan

membandingkan absorbansi C=O (karbonil) dari gugus asetil dan absorbansi N-H dari gugus

amina (Robert,1992). Amina (N-H) menunjukkan serapan yang jelas pada 3000-3700 cm-1

dŠ9iri absorpsi CH. Karbonil menunjukkan serapan yang kuat pada 1640-1820 cm-1. Nilai

absorbansi dapat

diketahui dengan menggunakan persamaan A = 2 – log %T. Serapan N-H terdapat pada

panjang gelombang (λ) 3444,6 cm-1 dengan transmitan (% T) sebesar 11% sehingga

diperoleh absorbansi sebesar 0,96, sedangkan serapan untuk C=O terdapat pada panjang

gelombang 1658,7 cm-1 dengan transmitan sebesar 42% sehingga diperoleh absorbansi

sebesar 0,38. Berdasarkan data di atas diperoleh derajat deasetilasi khitosan sebesar

70,23%.daya serap membran khitosan, hal ini disebabkan oleh sifat PVP yang hidrofilik, dan

Page 12: 3. Ftir Standar

penambahan pori akibat terbentuknya ikatan silang, namun ketika komposisi melebihi 0,1:2

(g/g) daya serap membran menjadi turun. Hal ini disebabkan karena komposisi PVP menjadi

lebih besar sehingga mengganggu interaksi antara khitosan dengan fenol, karena yang sangat

berperan pada adsoprsi adalah khitosan.

Contoh 3. Spektrum inframerah bensin

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 3. Spektrum inframerah bensin

Bensin merupakan senyawa yang tersusun dari rantai hidrokarbon mulai dari C7 sampai

dengan C11 yang dapat mempunyai susunan rantai lurus maupun aromatik. Salah satu rumus

kimia bensin Dari rumus tersebut kemungkinan–

kemungkinan vibrasi yang dapat terjadi adalah uluran dan tekukan C–H dari gugus alkil atau

alkana, sedangkan dari rumus aromatik memberikan kemungkinan uluran C=C cincin

aromatik dan vibrasi dari gugus lain yang mungkin timbul. Dalam menganalisa spektrum

Page 13: 3. Ftir Standar

inframerah dari sampel bensin, pembahasan yang pertama lakukan adalah pada kerangka

karbon. Karena bensin tersusun atas rantai hidrokarbon sehingga dalam spektrum inframerah

bensin akan

muncul berbagai macam penyerapan yang ditimbulkan oleh adanya ikatan karbon.

Dalam menentukan sifat-sifat dari kerangka karbon dalam molekul organik dengan

spektroskopi inframerah perlu diperhatikan bahwa gugus aromatik sangat

mudah dideteksi dari serapan C–C str dan C–H def, gugus alkena sangat mudah

dideteksi dari serapan C=C str kecuali jika aromatik juga ada. Alkana dapat dideteksi dari

serapan-serapan C–H str dan C–H def. Sedangkan alkuna sangat mudah didetaksi dari

serapan C≡C str dan C–H str. Pada spektrum bensin tersebut

kerangka karbon dapat langsung dilihat pada daerah bilangan gelombang 3000– 2700 cm-1

yang merupakan karakteristik penyerapan untuk gugus alkana dan alkil. Kedua serapan C–H

str dan C–H def dalam gugus alifatik jenuh ditandai dengan serapan yang sangat kuat dan

jarang menemui kesukaran dalam menentukan serapan-serapan tersebut. Kenampakan yang

paling umum dari serapan C–H str adalah munculnya tiga buah pita kuat di bawah 3000 cm-

1. Pada spektrum di atas ketiga pita tersebut adalah pada bilangan gelombang 2923,9, 2958,4

dan 2869,9 cm- 1. Pita dengan intensitas penyerapan paling kuat yaitu pada bilangan

gelombang 2923,9 cm-1 disebabkan oleh adanya penyerapan dari gugus CH2, yaitu dari dari

jenis uluran taksimetri CH2(VasCH2). Dalam cara tersebut dua buah ikatan C–H saling

memanjang tidak bersamaan atau tidak sefase, sehingga mempunyai momendipol listrik dan

aktif dalam spektrum inframerah.