a. asas-asas perlindungan hukum acara perdata

15
12 BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab dua ini Penulis berfokus untuk memaparkan teori-teori yang digunkan dalam melakukan analisis terhadap isu penerapan sistem E-Court di Mahkamah Agung, khususnya diwilayah hukum Pengadilan Negeri Jombang. Dengan itu penulis mencantukan beberapa sub bab sebagai landasan untuk menganalisis beberapa data yang sudah didapatkan oleh Penulis. Yaitu asas-asas perlindungan Hukum Acara Perdata, Pentingnya sistem E-Court, dan Teori Efektifitas. A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata Pada hakikatnya terdapat asas-asas dalam hukum acara perdata yang mendasari pelaksanaan sebuah peradilan. Asas-asas berikut meliputi : a. Hakim bersifat menunggu. b. Hakim bersifat pasif . c. Persidangan yang terbuka. d. Hakim mendengar kedua belah pihak (“audi et alteram partem” atau “lines mannes redeist keines mannes rede, man soll sie horen alle beide”). e. Putusan yang disertai alasan-alasan. f. Beracara yang dikenakan biaya-biaya. g. Pihak tidak harus diwakilkan. h. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.

Upload: others

Post on 25-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata

12

BAB II

Tinjauan Pustaka

Dalam bab dua ini Penulis berfokus untuk memaparkan teori-teori yang

digunkan dalam melakukan analisis terhadap isu penerapan sistem E-Court di

Mahkamah Agung, khususnya diwilayah hukum Pengadilan Negeri Jombang. Dengan

itu penulis mencantukan beberapa sub bab sebagai landasan untuk menganalisis

beberapa data yang sudah didapatkan oleh Penulis. Yaitu asas-asas perlindungan

Hukum Acara Perdata, Pentingnya sistem E-Court, dan Teori Efektifitas.

A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata

Pada hakikatnya terdapat asas-asas dalam hukum acara perdata yang mendasari

pelaksanaan sebuah peradilan. Asas-asas berikut meliputi :

a. Hakim bersifat menunggu.

b. Hakim bersifat pasif .

c. Persidangan yang terbuka.

d. Hakim mendengar kedua belah pihak (“audi et alteram partem” atau “lines

mannes redeist keines mannes rede, man soll sie horen alle beide”).

e. Putusan yang disertai alasan-alasan.

f. Beracara yang dikenakan biaya-biaya.

g. Pihak tidak harus diwakilkan.

h. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.

Page 2: A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata

13

Dari kedelapan asas diatas penulis hanya befokus pada pembahasan asas

peradilan dilakukan dengan sederhana cepat dan biaya ringan.

Dalam hal ini keberadaan asas ini didasarkan pada Pasal 2 ayat (4) Undang-

Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan

“Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan”, yang dalam

penjelasan umum undang-undang ini menyatakan bahwa :

Pasal 2 :

……….

Ayat (4) :

Yang dimaksud dengan “sederhana” adalah pemeriksaan dan

penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efesien dan efektif.

Yang dimaksud dengan “biaya ringan” adalah biaya perkara yang

dapat dijangkau oleh masyarakat.

Namun demikian, asas sederhana, cepat, dan biaya ringan dalam

pemeriksaan dan penyelesaian perkara di pengadilan tidak

mengesampingkan ketelitian dan kecermatan dalam mencari

kebenaran dan keadilan.

Menurut Zaenal Asikin makna dari asas sederhana adalah hukum acara yang

jelas mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Semakin sedikit dan sederhana sebuah

formalitas dalam beracara maka akan semakin baik. Sebaliknya apabila terlalu banyak

formalitas atau peraturan, maka akan akan sulit dipahami dan memimbulkan berbagai

Page 3: A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata

14

ragam menafsiran, sehingga kurang menjamin adanya kepastian hukum. Sedangkan

asas cepat menunjuk pada cepatnya proses peradilan dimana dalam penyelesaian

sengketa tidak berlarut-larut yang terkadang harus dilanjutkan oleh ahli warisnya. dan

asas biaya ringan merupakan asas yang menekankan bahwa biaya perkara dalam

persidangan sebisa mungkin dapat dijangkau oleh masyarakat umum. mengingat bila

biaya perkara yang tinggi akan membuat masyarakat enggan beracara di pengadilan.1

Dengan kata lain makna dari asas peradilan yang sederhana adalah adanya

mekanisme pemeriksaan yang efisien (tidak berbelit-belit) dalam jalanya proses

pemeriksaan sedangakan asas cepat dalam proses peradilan artinya penyelesaian

perkara memakan waktu tidak terlalu lama, peradilan cepat ini bukan bertujuan untuk

menyuruh Hakim memeriksa dan memutuskan perkara misalnya dalam tempo satu jam

atau setengah jam, yang dicita-citakan ialah suatu proses pemeriksaan yang relatif tidak

memakan jangka waktu yang lama sampai bertahuntahun sesuai dengan kederhanaan

peradilan itu sendiri dan asas biaya ringan menekankan bahwa tidak dibutuhkan biaya

lain kecuali benar-benar diperlukan secara rill untuk penyelesaian perkara. Biaya harus

ada tarif yang jelas dan seringan-ringannya. Segala pembayaran di pengadilan harus

jelas kegunaannnya dan diberi tanda terima uang.2

1 Zainal Asikin, Hukum Acara Perdata, edisi pertama, Penerbit Kencana, Jakarta, 2015,

Hlm.14. 2 Nia Sari Sihotang, Penerapan Asas Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan Di Pengadilan

Negeri Pekanbaru Berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman, Jom Fakultas Hukum Volume III Nomor 2, Oktober 2016, Hlm.6.

Page 4: A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata

15

B. Sistem E-Court

a. Pengertian Sistem E-Court

Dalam melaksanakan asas peradilan sederhana, cepat dan murah diatas, maka

diperlukannya pembaruan administrasi dan persidangan guna mengatasi kendala dan

hambatan dalam proses penyelenggaraan peradilan, serta untuk menjawab

perkembangan zaman mengharuskan adanya pelayanan administrasi perkara dan

persidangan di pengadilan yang lebih efektif dan efisien dengan memanfaatkan

perkembangan teknogi informasi . Maka, Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan

kehakiman yang membawahi peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan

militer, peradilan agama, lingkungan peradilan tata usaha Negara, telah menetapkan

penggunaan sistem E-Court sebagai perangkat yang disediakan untuk membantu

mempercepat masyarakat dalam proses administrasi perkara di pengadilan, yang

meliputi pendaftaran perkara (e-filing), pembayaran (e-payment), dan

panggilan/pemberitahuan (e-summons) secara elektronik (online). Maka, dengan kata

lain, E-Court merupakan aplikasi yang digunakan untuk memproses, gugatan atau

permohonan, pembayaran biaya perkara secara elektronik, melakukan panggilan

sidang dan pemberitahuan secara elektronik serta aplikasi layanan perkara lainnya yang

bersifat elektronik.

Penerapan sistem E-Court di Indonesia dilatarbelakangi oleh keinginan

Mahkamah Agung RI untuk mewujudkan badan peradilan Indonesia yang agung,

dimana visi tersebut dimanifestasikan dalam bentuk peradilan yang modern berbasis

teknologi informasi dalam melayani masyarakat dimana tidak hanya terbatas pada

Page 5: A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata

16

administrasi perkara secara elektronik, namun dengan persidangan secara elektronik.

Dengan adanya sistem E-Court yang telah diluncurkan sejak tahun 2018 ini telah

merubah paradigma berperkara selama ini yang mengharuskan para pihak datang ke

pengadilan untuk mendaftarkan perkaranya. Hanya dengan bermodalkan perangkat

teknologi informasi yang dimiliki, seperti ponsel pintar (smart phone), pengguna

terdaftar dapat mendaftarkan perkara kliennya, tanpa perlu mendatangi ke pengadilan

secara langsung .

Landasan hukum tentang penerapan E-Court sudah cukup kuat dilihat dari

terbitnya beberapa aturan hukum yang terkait dengan penerapan E-Court dalam proses

peradilan di Indonesia antara lain :

a. Peraturan Mahkamah Agung R.I No.3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara

di Pengadilan Secara Elektronik

b. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi

Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik

c. Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia

No.26/KMA/SK/II/2012 tentang Standar Pelayanan Peradilan.

d. Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum

No.77/DJU/SK/HM.02.3/2/2018 tentang Standar Pedoman Pelayanan Terpadu

Satu Pintu (PTSP) pada Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.

e. Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung

Republik Indonesia No 271/DJU/SK//PS01/4/2018 tanggal 17 April 2018 tentan

Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung R.I No.3 Tahun 2018 tentang

Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik.

Page 6: A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata

17

f. Surat Direktur Jendral Badan Peradilan Umum No.272/DJU/HM02.3/3/2019

tanggal 8 Maret 2019 tentang Akselerasi Pendaftaran Perkara Melalui E-Court.

Dalam mekanisme E-Court pengguna yang telah terdaftar harus mendaftar dan

mendapatkan Akun, melalui mekanisme validasi Advokat oleh Pengadilan Tinggi

tempat dimana Advokat disumpah, sedangkan pendaftaran dari Perseorangan atau

Badan Hukum akan diatur lebih lanjut. Layanan dan Penjelasan singkat Pendaftaran

Perkara Online. Untuk lebih jelasnya mekanisme E-Court.

b. Ruang Lingkup Sistem E-Court

Dalam penerapannya, sistem E-Court tidak hanya digunakan oleh pengguna

terdaftar (advokat) saja tetapi juga untuk pengguna insidentil (pengguna non

advokat). Pengguna insidentil ini terdiri dari perseorangan, pemerintahan, dan badan

hukum Dalam hal ini berkaitan dengan ruang lingkup sistem E-Court diawali dari

pendataran perkara hingga acara persidangan. Dalam hal ini Mahkamah Agung lebih

mengutamakan sistem ini diakses oleh Advokat dikarenakan Advokat diangap dan

diharapkan lebih siap untuk merespon dan membiasakan diri dengan penggunaan

aplikasi ini sebagai bagian dari manajemen perubahan yang bertahap pada bidang

manajemen perkara dari manual ke elektronik. Untuk saat ini pengguna yang bisa

melakukan akses pendaftaran perkara sampai saat ini hanya advokat yang telah

mendapat validasi oleh Mahkamah Agung, dan aplikasi e-court tersebut baru akan

bisa terlaksana secara efektif apabila seluruh advokat di Indonesia telah terdaftar dam

memiliki akun nya sendiri.

Page 7: A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata

18

Berikut merupakan beberapa hal singkat tentang mekanisme dalam

penggunaan sistem E-Court itu sendiri :

1. Pendaftaran Perkara Online (E-Filing)

Pendaftaran Perkara Online dalam aplikasi e-Court untuk saat ini baru dibuka

jenis pendaftaran untuk perkara gugatan, bantahan, gugatan sederhana, dan

permohonan. Pendaftaran Perkara ini adalah jenis perkara yang didaftarkan di

Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan TUN yang dalam pendaftarannya

memerlukan effort atau usaha yang lebih, dan hal ini yang menjadi alasan untuk

membuat e-Court salah satunya adalah kemudahan berusaha.

Keuntungan Pendaftaran Perkara secara online melalui Aplikasi E-Court

yang bisa diperoleh dari aplikasi ini adalah :

1. Menghemat Waktu dan Biaya dalam proses pendaftaran perkara.

2. Pembayaran Biaya Panjar yang dapat dilakukan dalam saluran multi chanel atau

dari berbagai metode pembayaran dan bank.

3. Dokumen terarsip secara baik dan dapat diakses dari berbagai lokasi dan media.

4. Proses Temu Kembali Data yang lebih cepat

2. Pembayaran Panjar Biaya Online (E-Payment)

Dalam pendaftaran perkara, pengguna terdaftar akan langsung mendapatkan

SKUM yang digenerate secara elektronik oleh aplikasi e-Court. Dalam proses generate

tersebut sudah akan dihitung berdasarkan Komponen Biaya apa saja yang telah

ditetapkan dan dikonfigurasi oleh Pengadilan, dan Besaran Biaya Radius yang juga

Page 8: A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata

19

ditetapkan oleh Ketua Pengadilan sehingga perhitungan taksiran biaya panjar sudah

diperhitungkan sedemikian rupa dan menghasilkan elektronik SKUM atau eSKUM.

Pengguna Terdaftar setelah mendapatkan Taksiran Panjar atau e-SKUM akan

mendapatkan Nomor Pembayaran (Virtual Account) sebagai rekening virtual untuk

pembayaran Biaya Panjar Perkara.

3. Pemanggilan Elektronik (E-Summons)

Sesuai dengan Perma No.3 Tahun 2018 bahwa Pemanggilan yang

pendaftarannya dilakukan dengan menggunakan e-Court, maka pemanggilan kepada

Pengguna Terdaftar dilakukan dilakukan secara elektronik yang dikirimkan ke alamat

domisili elektronik pengguna terdaftar. Akan tetapi untuk pihak tergugat untuk

pemanggilan pertama dilakukan dengan manual dan pada saat tergugat hadir pada

persidangan yang pertama akan diminta persetujuan apakah setuju dipanggilan secara

elektronik atau tidak, jika setuju maka akan pihak tergugat akan dipanggil secara

elektronik sesuai dengan domisili elektronik yang diberikan dan apabila tidak setuju

pemanggilan dilakukan secara manual seperti biasa.

4. Persidangan Elektronik (E-Litigasi)

Aplikasi E-Court juga mendukung dalam hal persidangan secara elektronik

sehingga dapat dilakukan pengiriman dokumen persidangan seperti Replik, Duplik,

Kesimpulan dan atau Jawaban secara elektronik yang dapat diakses oleh Pengadilan

dan para pihak.

Page 9: A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata

20

C. Teori Efektivitas

Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan keberhasilan kerja yang telah

ditetapkan. Sarwoto mengistilahkan efktifitas dengan “berhasil guna” yaitu pelayanan

yang baik corak dan mutunya benar-benar sesuai kebutuhan dalam pencapaian tujuan

suatu organisasi.3

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau

sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan

efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif adalah sesuatu yang ada efeknya (akibatnya,

pengaruhnya, kesannya) sejak dimulai berlakunya suatu Undang-Undang atau

peraturan.4

Sedangkan efektivitas itu sendiri adalah keadaan dimana dia diperankan untuk

memantau.5 Jika dilihat dari sudut hukum, yang dimaksud dengan “dia” disini adalah

pihak yang berwenang yaitu polisi. Kata efektifitas sendiri berasal dari kata efektif,

yang berarti terjadi efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Setiap

pekerjaan yang efisien berarti efektif karena dilihat dari segi hasil tujuan yang hendak

dicapai atau dikehendaki dari perbuatan itu. Pada dasarnya efektivitas merupakan

tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Efektivitas adalah pengukuran dalam

arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi

3 Sarwoto, Dasar-Dasar organisasi dan Manegemen, ghala Indonesia, Jakarta,1990, Hlm.126. 4 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.2002, Hlm.284. 5 Ibid, Hlm.290.

Page 10: A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata

21

hukum, hukum memiliki fungsi sebagai a tool of social control yaitu upaya untuk

mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan terciptanya suatu

keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Selain itu

hukum juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai a tool of social engineering yang

maksudnya adalah sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat

berperan dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang

tradisional ke dalam pola pemikiran yang rasional atau modern. Efektivikasi hukum

merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif.

Efektifitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

(kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai, maka dapat disimpulkan bahwa semakin

besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya.6 Selain itu efektivitas

juga dapat diartikan sebagai pencapaian tujuan dan sasaran yang telah disepakati untuk

mencapai tujuan usaha bersama. Tingkat tujuan dan sasaran itu menunjukkan tingkat

efektivitas. Tercapainya tujuan dan sasaran itu akan ditentukan oleh tingkat

pengorbanan yang telah dikeluarkan.7

6 Hidayat, Teori Efektifitas Dalam Kinerja Karyawan. Gajah Mada University Press.,

Yogyakarta, 1986,Hlm30. 7 Apsari, Ajeng Dwi Efektivitas Pelayanan Publik Satuan Penyelenggara Administrasi Sim

Dalam Pelayanan Sim Online Di Kota Tarakan. Undergraduate (S1) Thesis, Universitas Of

Muhammadiyah Malang.,2020. Hlm 27.

Page 11: A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata

22

a. Indikator Teori Efektivitas

Menurut Soerjono Soekanto menggunakan tolak ukur efektivitas dalam penegakan

hukum ada lima hal yakni :8

1. Faktor Hukum

Hukum berfungsi untuk memastikan tercapainya keadilan, kepastian dan

kemanfaatan. Untuk mencapai ketiga hal tersebut diperlukan kesesuaian agar semua

peraturan perundang-undang dapat harmonis dan tidak bertentangan dengan undang-

undang lain. Namun dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya

terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan.

Kepastian Hukum sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat

abstrak sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara penerapan

undang-undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Maka ketika

melihat suatu permasalahan mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas

utama. Karena hukum tidaklah semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja.9

2. Faktor Penegakan Hukum

Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum

memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang

baik, ada masalah. Selama ini ada kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat

untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum, artinya hukum

8 Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta.

Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.2007, Hlm.5. 9 Ibid, Hlm8.

Page 12: A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata

23

diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak hukum. Sayangnya

dalam melaksanakan wewenangnya sering timbul persoalan karena sikap atau

perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau perbuatan lainnya yang

dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak hukum. Hal ini disebabkan oleh

kualitas yang rendah dari aparat penegak hukum tersebut.10

3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan

perangkat keras, Menurut Soerjono Soekanto bahwa para penegak hukum tidak dapat

bekerja dengan baik, apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat

komunikasi yang proporsional. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai

peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau

fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang

seharusnya dengan peranan yang aktual.11

4. Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai

kedamaiandi dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit

banyaknya mempunyai kesadaran hukum. Persoalan yang timbul adalah taraf

kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya

derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator

berfungsinya hukum yang bersangkutan.

10 Ibid Hlm 21. 11 Ibid Hlm.37.

Page 13: A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata

24

5. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang

berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsikonsepsi yang abstrak mengenai

apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa yang dianggap buruk (sehinga

dihindari). Maka, kebudayaan Indonesia merupakan dasar atau mendasari hukum adat

yang berlaku. Disamping itu berlaku pula hukum tertulis (perundangundangan), yang

dibentuk oleh golongan tertentu dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan

wewenang untuk itu. Hukum perundang-undangan tersebut harus dapat mencerminkan

nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum adat, agar hukum perundangundangan

tersebut dapat berlaku secara aktif.12

Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok

dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur dari efektifitas penegakan hukum.

Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor penegakan hukumnya sendiri

merupakan titik sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang-undangnya disusun

oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak hukum dan

penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan oleh masyarakat luas.13

Selain itu juga terdapat teori dari P. Siagian yang menyatakan terdapat 5 indikator

yang dapat digunakan sebagai tolak ukur keefektivan yaitu:14

12 Iffa Rohmah. 2016. Penegakkan Hukum. http://pustakakaryaifa.blogspot.com. Diakses

Tanggal 16 Juni 2020, Pukul 16.30 WIB. 13 Ibid Hlm. 53. 14 Sondang P. Siagian, Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja., PT. Rineka Cipta, 2002,

Jakarta ,Hlm 24.

Page 14: A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata

25

a) Kejelasan dari tujuan yang ingin dicapai

Dimaksudkan agar karyawan dalam melaksanaan tugas tugasnya dapat mencapai

sasaran yang terarah dan tujuan organisasi dapat tercapai sesuai rencana.

b) Kejelasan dari strategi pencapaian tujuan strategi

Adalah usaha dalam mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan agar para

implementer tidak tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi.

c) Proses analisa dan perumusan kebijakan yang mantap

Berhubungan dengan kejelasan tujuan yang ingin dicapai dan kejelasan strategi yang

telah di tetapkan artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan –tujuan dengan

usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional.

d) Perencanaan yang matang

Perencanaan yang matang berarti memutuskan sekarang apa yang direncanakan ingin

di capai oleh organisasi di masa yang akan datang.

e) Penyusunan program yang tepat

Dalam penyusunan program yang tepat, suatu rencana yang baik masih perlu

dijabarkan dan dijelaskan dalam program-program pelaksanaan yang tepat, karena

bila tidak dilakukan, maka para pelaksana kurang memiliki pedoman dalam bertindak

dan bekerja.

f) Tersedianya sarana dan prasarana

Page 15: A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata

26

Salah satu indikator efektivitas organisasi adalah kemampuan bekerja secara

produktif dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh

organisasi.

g) Pelaksanaan yang efektif dan efisien

Efektivitas secara langsung dihubungkan dengan pencapaian tujuan. Sedangkan

efisiensi mengandung pengertian perbandingan antara biaya dan hasil.

h) Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik

Mengingat bahwa sifat manusia yang tidak sempurna, maka efektivitas organisasi

menuntut adanya sistem pengawasan dan pengendalian, agar semua kegiatan

operasional berjalan sesuai standar yang telah ditentukan