92219104 dasar dasar kardiologi dan penyakit jantung koroner by ahimsa yoga anindita
DESCRIPTION
cardio basicTRANSCRIPT
-
1. PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah
Jantung terletak dalam ruangan mediastinum rongga dada, yaitu di antara paru. Perikardium yang
meliputi jantung terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan dalam (pericardium viseralis) dan lapisan luar
(pericardium parietalis). Kedua lapisan perikardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas, yang
mengurangi gesekan akibat gerakan pemompaan jantung. Perikardium parietalis melekat ke depan
sternum, ke belakang pada kolumna verterbralis, dan ke bawah pada diafragma. Perlekatan ini
menyebabkan jantung terletak stabil di tempatnya. Perikardium viseralis melekat secara langsung pada
permukaan jantung. Perikardium juga melindungi terhadap penyebaran infeksi atau neoplasma dari organ-
organ sekitarnya ke jantung. Jantung terdiri dari 3 lapisan. Lapisan terluar (epikardium), lapisan tengah
yang merupakan lapisan otot (miokardium), sedangkan lapisan terdalam adalah lapisan endotel
(endokardium).
Ruangan jantung bagian atas (atrium) dan pembuluh darah besar (arteria pulmonaris dan aorta)
membentuk dasar jantung. Atrium secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah (ventrikel)
oleh suatu annulus fibrosus (tempat terletaknya keempat katup jantung dan tempat melekatnya katup
maupun otot). Secara fungsional, jantung dibagi menjadi pompa sisi kanan dan sisi kiri, yang memompa
darah venosa ke sirkulasi paru, dan darah arterial ke peredaran darah sistemik. Pembagian fungsi ini
mempermudah konsep kita dalam mempelajari urutan aliran darah secara anatomi: vena kava, atrium
kanan, ventrikel kanan, arteria pulmonalis, paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria,
arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.
Dari skenario 1 Blok Kardiovaskular, ada beberapa masalah penting, yaitu :
Riwayat Penyakit Sekarang, berupa:
- Seorang laki-laki, 40 tahun, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan utama nyeri dada.
Riwayat Penyakit Dahulu, berupa:
- Pasien tersebut tidak menderita diabetes melitus (DM).
Riwayat Penyakit Keluarga, berupa:
- Ayah pasien adalah pengidap penyakit jantung koroner (PJK) dengan keluhan nyeri dada juga
dan pernah dirawat inap.
Keterangan Penunjang, berupa:
- Hasil anamnesis: tidak didapatkan sesak napas, tidak lekas lelah maupun dada berdebar-debar,
pasien merasa takut akan dirinya karena ayahnya pernah menderita PJK
- Habit pasien: kebiasaan merokok 2 bungkus sehari, jarang berolahraga (kadang-kadang
seminggu sekali)
1
-
- Pada pemeriksaan fisik didapatkan data: kesadaran compos mentis, takanan darah 120/80
mmHg, denyut nadi 80 kali/menit, irama nadi reguler dan isiannya cukup, RR 18 kali/menit,
JVP tidak meningkat.
- Pada inspeksi diperoleh hasil bahwa apeks tidak ada heaving dan nampak di linea
medioklavikularis sinistra saptium intercostale (SIC) IV.
- Pada palpasi diperoleh hasil apeks di SIC IV linea medioklavikularis sinistra, tidak ada thriil.
- Pada perkusi diperoleh hasil pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea
medioklavikularis sinistra.
- Pada auskultasi diperoleh hasil bunyi jantung I intensitas biasa, bunyi jantung II intensitas
biasa, normal splitting, tidak ada bisisng, tidak ada gallop, dan tidak ada ronkhi.
- Hasil pemeriksaan laboratorium normal.
- Pemeriksaan tambahan EKG normal.
- Pada foto thoraks, didaptkan hasil CTR adalah 0.49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak
menonjol, pinggang jantung normal, apeks tidak bergeser ke lateral atau lateral bawah.
- Pemeriksaan exercise stress test (treadmil test) normal.
- Pemeriksaan echocardiografi menunjukkan jantung dalam batas normal.
B. Rumusan MasalahDari masalah-masalah yang ada pada skenario di atas, dan hal-hal yang akan dibahas, antara lain :
a. Anatomi dan histologi sistem kardiovaskular
b. Elektrofisiologi jantung
c. Curah jantung dan sistem nutrisi jantung
d. Aliran darah ke perifer
e. Cadangan jantung
f. Pemeriksaan penunjang sistem kardiovaskular dalam rangka penegakan diagnosis
g. Bunyi jantung
C. Tujuan Penulisan
Mengetahui hal yang aneh dalam pemeriksaan fisik dan keterangan-keterangan mengenai pasien
tersebut.
Menegakkan diagnosis melalui berbagai pemeriksaan yang dilakukan.
Mengetahui gejala-gejalanya lebih lanjut dan penatalaksanaannya.
Pentingnya masalah tersebut untuk dibahas adalah agar kita lebih bisa menambah pengetahuan
kita tentang penyakit yang berhubungan dengan sistem jantung dan pembuluh darah (sistem
kardiovaskular) dan penyelesaiaannya.
D. Manfaat PenulisanManfaat penulisan ini adalah agar mahasiswa mampu menjelaskan:
2
-
a. Ilmu-ilmu dasar yang berhubungan dan melingkupi sistem kardiovaskular meliputi anatomi,
histologi dan fisiologi.
b. Sistem keseimbangan suplai oksigen di jantung dengan besarnya kebutuhan oksigen di
miokardium.
c. Klasifikasi macam-macam penyakit pada sistem kardiovaskular.
d. Penyebab-penyebab terjadinya gangguan pada sistem kardiovaskular beserta mekanismenya.
e. Faktor-faktor pencetus terjadinya gangguan pada sistem kardiovaskular.
f. Mekanisme terjadinya kelainan pada sel/organ pada penyakit-penyakit sistem kardiovaskular
meliputi patogenesis, patologi, dan patofisiologinya.
g. Mekanisme terjadinya gangguan/kelainan pada jantung yang dikarenakan ketidakseimbangan
suplai oksigen, aliran darah yang melalui katup jantung dalam keadaan normal dan abnormal,
kelainan irama, penyakit infeksi pada jantung, dan gangguan pada sistem vaskular perifer (arteri
dan vena).
h. Komplikasi yang ditimbulkan pada penyakit-penyakit di sistem kardiovaskular.
i. Manajemen/penatalaksanaan penyakit pada sistem kardiovaskular meliputi dasar-dasar terapi
meliputi medikamentosa, konservatif, diet, operatif, rehabilitasi, dll.
j. Tanda dan gejala penyakit-penyakit pada sistem kardiovaskular.
k. Penegakan diagnosis penyakit pada sistem kardiovaskular.
l. Patogenesis, patologi, dan patofisiologi pada sistem kardiovaskular.
m. Prognosis secara umum tentang penyakit pada sistem kardiovaskular.
n. Penyususnan data dari tanda dan gejala, pemeriksaan fisik, prosedur klinik, dan pemeriksaan
laboratorium untuk mengambil kesimpulan suatu diagnosis sementara dan diagnosis banding
pada penyakit sistem kardiovaskular.
o. Prosedur klinik penunjang diagnosis penyakit sistem kardiovaskular, meliputi: EKG,
Ekokardiogram, Radiologi Sinar-X, Venografi, USG, Pengukuran Impedansi, Kateterisasi
Jantung, Radionucleotide Scanning.
p. Pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosis penyakit sistem kardiovaskular meliputi kimia
darah: kreatin fosfokinase (CPK/CK), glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT/GOT), laktat
dehidrogenase (LDH), dll.
q. Prosedur keterampilan klinik untuk mendiagnosis penyakit pada sistem kardiovaskular, meliputi:
pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi dan auskultasi: bunyi jantung), tes jasmani/treadmill test.
r. Perancangan tindakan promotif dan preventif penyakit pada sistem kardiovaskular dengan
mempertimbangkan faktor-faktor pencetus.
s. Perancangan penatalaksanaan penyakit-penyakit pada sistem kardiovaskular.
3
-
2. TINJAUAN PUSTAKAA. Anatomi dan Histologi Sistem Kardiovaskular
Atrium kanan jantung (atrium cordis dextrum) merupakan ruangan yang berdinding tipis dan
berfungsi sebagai tempat menyimpan darah, dan sebagai penyalur darah dari vena-vena sirkulasi
sistemik yang mengalir ke ventrikel kanan. Darah yang berasal dari pembuluh vena ini masuk ke dalam
atrium kanan melalui vena akva superior, vena kava inferior dan sinus koronarius. Dalam muara vena
akva tidak terdapat katup-katup sejati. Yang memisahkan vena dengan atrium adalah lipatan katup atau
pita otot yang rudimenter. Oleh karena itu peningkatan tekanan atrium kanan akibat bendungan darah di
sisi kanan jantung akan dibalikkan kembali ke dalam vena sirkulasi sistemik. Sekitar 75% aliran balik
vena ke dalam atrium kanan akan mengalir secara pasif ke dalam ventrikel kanan melalui kaup
trikuspidalis. Sedangkan 25% sisanya akan mengisi ventrikel selama kontraksi atrium. Pengisian
ventrikel secara aktif ini disebut dengan atrial kick. Ventrikel kanan (ventrikulus cordis dexter) akan
menghasilkan kekuatan yang cukup besar untuk dapat memompa darah yang diterima dari atrium ke
sirkulasi pulmonar. Ventrikel kana berbentuk bulan sabit yang unik untuk menghasilkan kontraksi
berteknan rendah yang cukup untuk mengalirkan darah ke dalam arteria pulmonalis. Sirkulasi paru
merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah dengan resistensi yang jauh lebih kecil terhadap aliran
darah dari ventrikel kanan, dibandingkan tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap aliran darah dari
ventrikel kiri. Oleh karena itu, beban kerja ventrikel kana jauh lebih ringan daripada ventrikel kiri.
Akibatnya, tebal dinding ventrikel kanan hanya sepertiga dari tebal dinidng ventrikel kiri. Untuk
menghadapi tekanan paru yang meningkat secara akut (seperti pada emboli paru masif) maka
kemampuan pemompaan ventrikel kanan tidak cukup kuat sehingga dapat terjadi kematian. Atrium kiri
(atrium cordis sinistrum) menerima darah arterial (teroksigenasi0 dari paru-paru melalui keempat vena
pulmonalis. Antara vena pulmonalis dan atrium kiri tidak terdapat katup sejati. Oleh karena itu,
perubahan tekanan atrium kiri mudah membalik secara retrogard ke dalam pembuluh paru-paru.
Peningkatan akut tekanan atrium kiri akan menyebabkan bendungan apru. Atrium kiri memiliki dinding
tipis dan bertekanan rendah. Darah menglair dari atrium kiri ke ventrikel kiri melalui katup mitralis.
Ventrikel kiri (ventrikulus cordis sinister) akan menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk
mengatasi tahanan sirkulasi sitemik, dan mempertahankan aliran darah ke jaringan perifer. Ventrikel kiri
memiliki otot-otot yang tebal (paling tebal) dengan bentuk yang menyerupai lingkaran sehingga
mempermudah pembentukan tekanan yang tinggi selama berkontraksi. Bahkan septum interventrikular
pun juga ikut membantu pembentukan tekanan yang tinggi ini. Pada saat kontraksi, tekanan ventrikel
kiri meningkat sekitar lima kali lebih tinggi daripada tekanan ventrikel kanan. Bila ada hubungan
abnormal antara kedua ventrikel (misalnya robek pada septum interventrikularnya), maka darah akan
mengalir dari kiri ke kanan melalui robekan tersebut. Akibatnya terjadi penurunan jumlah aliran darah
dari ventrikel kiri melalui katup aorta ke dalam aorta. (DeBeasi, 2007)
4
-
Katup atrioventrikularis adalah katup yang terletak antara atrium dan ventrikel, baik kanan (katup
trikuspidalis/valvula trikuspidalis) maupun kiri (katup mitralis/valvula mitralis). Katup trikuspidalis
memiliki 3 daun katup, sedangkan katup mitralis memiliki 2 daun katup. Daun katup dari kedua katup
itu tertambat melalui berkas-berkas tipis karingan fibrosa yang disebut chordae tendineae. Korda
tendinea ini akan meluas menjadi musculus papillaris (tonjolan otot pada dinding ventrikel). Korda
tendinea ini akan menyokong katup pada waktu kontraksi ventrikel untuk mencegah membaliknya daun
katup ke dalam atrium. Apabila korda tendinea dan muskulus papilaris mengalami gangguan (ruptur atau
iskemia), darah akan kembali ke dalam atrium sewaktu ventrikel berkontraksi. Katup semilunaris
(valvula semilunaris) terdiri dari 3 daun katup yang tertambat kuat pada anulus fibrosus. Katup ini
berfungsi untuk mencegah aliran kembali darah dari aorta atau arteria pulmonalis ke dalam ventrikel,
sewaktu ventrikel dalam keadaan istirahat. Katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta, sedangkan
katup pulmonalis terletak antara ventrikel kanan dan arteria pulmonalis. Tepat di atas daun katup aorta,
terdapat kantung menonjol dari dinding aorta dan arteria pulmonalis, yang disebut sinus Valsava. Sinus
ini merupakan muara dari arteria koronaria dan melindunginya dari penyumbatan oleh daun katup pada
waktu katup aorta terbuka. (DeBeasi, 2007)
Anulus fibrosus di antara atrium dan ventrikel memisahkan ruangan-ruangan ini secara anatomis
dan elektris. Untuk memastikan rangsangan ritmik dan sinkron, serta konraksi otot jantung, terdapat
jalur konduksi khusus dalam miokardium. Jalur ini memiliki sifat-sifat tertentu, antara lain otomatisasi
(kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan), ritmisasi (pembangkitan impuls yang teratur),
konduktivitas (kemampuan menghantarkan impuls), dan daya rangsang (kemmapuan berespons terhadap
stimulasi). Jantung memiliki sifat-sifat ini sehingga mampu menghasilkan impuls secara spontan dan
ritmis yang disalurkan melalui sistem konduksi untuk merangsang niokardium dan menstimulasi
kontraksi otot. Impuls jantung biasanya berasal dari nodus sinoatrialis (SA). Nodus SA ini disebut pace
maker atau pemacu alami jantung. Nodus SA terletak di dinding posterior atrium kanan dekat muara
vena kava superior. Impuls jantung kemudian menyebar dari nodus SA menuju jalur konduksi khusus
atrium dan ke otot atrium. Suatu jalur antaratrium (yaitu berkas Brachmann) mempermudah penyebaran
impuls dari atrium kananke atrium kiri. Jalur internodal (jalur anterior, tengah, dan posterior)
menghubungkan nodus SA dengan nodus atrioventrikularis (AV). Impuls listrik kemudian mencapai
nodus AV yang terletak di sebelah kanan interatrial dalam atrium kanan dekat muara sinus koronaria.
Nodus AV merupakan jalur normal transmisi impuls antara atrium dan ventrikel. Penghantaran impuls
terjadi relatif lambat melewati nodus AV karena tipisnya serat di daerah ini dan konsentrasi taut selisih
(merupakan mekanisme komunikasi antarsel yang memepermudah konduksi impuls) yang rendah.
Hasilnya adalah hambatan konduksi impuls selama 0,9 detik melalui nodus AV. Hambatan hantaran
melalui nodus AV menyebabkan sinkronisasi kontraksi atrium sebelum kontraksi ventrikel sehingga
pengisian ventrikel menjadi optimal. Hilangnya sinkronisasi ini yang disertai dengan aritmia jantung
(misalnya fibrilasi atrium) dapat mengurangi curah jantung sebesar 25 hinga 30%. Hambatan AV juga 5
-
melindungi ventrikel dari banyaknya impuls atrial abnormal. Normalnya, tidak lebih dari 180 impuls per
menit yang dapat mencapai ventrikel. Hal ini sangat penting dalam kelainan irama jantung tertentu
seperti fibrilasi atrium, yaitu ketika denyutan atrium dapat mencapai 400 denyut per menitnya. Jadi
nodus AV mempunyai 2 fungsi penting, yaitu pengoptimalan waktu pengisian ventrikel dan pembatasan
jumlah impuls yang dapat dihantarkan ke ventrikel. Berkas His menyebar dari nodus AV, yang
memasuki selubung fibrosa yang memisahkan atrium dari ventrikel. Normalnya, nodus AV-berkas His
adalah satu-satunya rute penyebaran impuls dari atrium ke ventrikel dan biasanya hanya dalam arah
anterior (yaitu dari atrium ke ventrikel). Berkas His berjalan ke bawah di sisi kana septum
interventrikular sekitar 1 cm dan kemudian bercabang menjadi serabut berkas kanan dan kiri (crus
dextrum dan crus sinistrum). Serabut berkas kiri berjalan secara vertikal melalui septum interventrikular
dan kemudian bercabang menjadi bagian anterior dan bagian posterior yang lebih tebal. Berkas serabut
kanan dan kiri kenudian menjadi serabut Purkinje. Hantaran impuls dari serabut Purkinje berjalan cepat
sekali. Serabut ini berdiameter relatif besar dan memberikan sedikit reisitensi terhadap penyebaran
hantaran. Serabut Purkinje juga memiliki potensial aksi yang dicirikan dengan ledakan cepat pada fase
nol. Yang terkahir, serabut Purkinje mengandung taut selisih dalam konsentrasi besar yang disesuikan
secara maksimal sehingga menyebabkan hantaran impuls yang cepat. Waktu hantaran melalui sistem
Purkinje 150 kali lebih cepat dibandingkan dengan hantaran melalui nodus AV. Penyebaran hantaran
melalui serabut Purkinje dimulai dari permukaan endokardium jantung sebelum berjalan ke sepertiga
jalur menuju miokardium. Pada miokardium ini, impuls dihantarkan ke serabut otot ventrikel. Impuls
kemudian berlanjut menyebar dengan cepat ke epikardium. Dan hal ini menyebabkan aktivasi segera dan
kontraksi ventrikel yang terjadi hampir bersamaan. (DeBeasi, 2007)
Eksitasi biasanya dimulai dari nodus SA karena nodus ini memiliki kecepatan pembangkitan impuls
yang terbesar, sekitar 60 dampai 100 denyut per menit. Namun pada saat nodus SA tidak bisa
menghasilkan impuls dalam kecepatan yang memadai, maka bagian-bagian lain dapat mengambil alih
peranannya sebagai pemacu. Nodus AV sanggup menghasilkan impuls dengan kecepatan 40-60 per
menit, sedangkan daerah ventrikel dalam sistem Purkinje dapat menghasilkan kecepatan sekitar 15
sampai 40 denyut per menit. Pemacu-pemacu cadangan ini mempunyai fungsi penting untuk mencegah
jantung berhenti berdenut (asistolik) bila pemacu alaminya gagal bekerja akibat penyakit atau gagal
akibat efek merugikan dari pengobatan tertentu. (DeBeasi, 2007)
Dinding aorta dan arteria besar lainnya mengandung banyak jaringan elastis dan sebagian otot
polos. Ventrikel kiri memompa darah masuk ke dalam aorta dengan tekanan tinggi. Dorongan darah
secara mendadak ini meregang dinding arteria yang elastis tersebut, pada saat ventrikel beristirahat maka
dinding yang elastis tersebut akan kembali pada keadaan semula dan memompa darah ke depan, ke
seluruh sistem sirkulasi. Di daerah perifer, cabang-cabang sistem arteria berproliferasi dan terbagi lagi
menjadi pembuluh darah kecil. Jaringan arterial ini terisi sekitar 15% volume total darah. Oleh karen itu,
sistem arteria ini dianggap merupakan sirkuit bervolume rendah tetapi bertekanan tinggi. Cabang-6
-
cabangnya disebut sebagai sirkuit resistensi karena memiliki sifat khas volume-tekanan ini. Dinding
pembuluh darah arteriola terutama terdiri dari otot polos dengan sedikit serabut elastis. Dinding otot
arteriola ini sangat peka dan dapat berdilatasi atau berkontraksi. Bila berkontraksi, arteriola merupakan
tempat resistensi utama aliran darah dalam cabang arterial. Saat berdilatasi penuh, arteriola hampir tidak
memberikan resistensi terhadap aliran darah. Pada persambungan antara arteriola dan kapiler terdapat
sfingter prekapiler. Pembuluh darah kapiler memiliki dinding tipis yang terdiri dari satu lapis sel
endotel. Nutrisi dan metabolit berdifusi dari daerah berkonsentrasi tinggi ke rendah melalui membran
yang tipis dan semipermeabel. Dengan demikian oksigen dan nutrisi akan meninggalkan pembuluh
darah dan masuk ke dalam ruang interstitial dan sel. Karbondioksida dan metabolit berdifusi ke arah
yang berlawanan. Pergerakan cairan antara pembuluh darah dan ruangan interstitial bergantung pada
keseimbangan relatif antara tekanan hidrostatik dan osmotik jaringan kapiler. Venula berfungsi sebagai
saluran pengumpul dan terdiri atas sel-sel endotel dan jaringan fibrosa. Vena adalah saluran yang
berdinidng relatif tipis dan berfungsi menyalurkan darah dari jaringan kapiler melalui sistem vena,
masuk ke atrium kanan. Aliran vena ke jantung hanya searah karena katup-katunya terletak strategis di
dalam vena. Vena merupakan pembuluh darah dalam sirkulasi sistemik yang paling dapat meregang,
pembuluh ini dapat menampung darah dalam jumlah banyak dengan tekanan yang relatif rendah. Sifat
aliran vena yang bertekanan rendah dan bervolume tinggi ini menyebabkan sistem vena ini disebut
sistem kapasitas. Sekitar 64% volume darah total terdapat dalam sistem vena. Kapasitas jaringan vena
dapat berubah. Venokonstriksi dapat menurunkan kapasitas jaringan vena, memaksa darah bergerak
maju menuju jantung seperlunya. Pergerakan darah menuju jantung juga dipengaruhi oleh kompresi
vena oleh otot rangka dan perubahan tekanan rongga dada dan perut selama pernapasan. Sistem vena
berakhir pada vena kava inferior dan superior. Dari situlah semua aliran darah vena mengalir ke dalam
atrium. Tekanan dalam atrium kanan sering disebut sebagai tekanan vena sentralis (central venous
pressure, CVP) atau tekanan atrium kanan (right atrial pressure, RAP). (DeBeasi, 2007)
Komponen dinding pembuluh darah meliputi lapisan intima, media, dan adventitia. Lapisan intima
adalah bagian terdalam dinding arteri yang mengalami kontak langsung dengan suplai darah. Intima
terdiri atas selapis sel endotel. Sel endotel dianggap sebagai sel inert yang menungkinkan pergerakan zat
ke dalam dan ke luar dinding sel arteri. Namun sekarang diartikan bahwa sel endotel agak dinamis dan
memiliki berbagai fungsi. Fungsi sel endotel akan berubah bila terjadi cedera endotel. Salah satu fungsi
utama endotel adalah sebagai sawar antara aliran darah dan dinding pembuluh darah bagian dalam. Taut
yang erat dan taut selisih yang mengendalikan secara selektif pergerakan zat ke dalam dan ke luar
dinding pembuluh darah, menghubungkan sel-sel endotel. Zat-zat juga dapat meningkatkan hubungan ke
daerah subintima melalui proses endositosis atau jika larut dalam lemak, melalui membran lipid. Endotel
juga memberikan permukaan nontrombotik sehingga mencegah oklusi pembuluh darah. Endotel
melakukan fungsi ini dengan menyekresi 2 zat, yaitu prostasiklin (PGI2) dan nitrogen oksida (NO). PGI2 menghambat agregasi trombosit, sedangkan NO menghambat adhesi maupun agregasi trombosit. Selain
7
-
itu sel endotel bermuatan negatif sehingga secara alamiah akan menolak partikel-partikel yang
bermuatan sama. Heparin sulfat melapisi permukaan sel endotel sehingga menghambat terbentuknya
bekuan darah. Sel-sel endotel juga menyekresi zat vasoaktif yang mempengaruhi vasodilatasi dan
vasokonstriksi. PGI2 dan NO mencegah pembentukan bekuan darah dan juga merupakan vasodilator kuat
(NO merupakan vasodilator terkuat sehingga ditemukan dalam waktu lama). Sel-sel endotel juga
menyekresi vasokonstriktor yang paling kuat, yaitu endotheelin I. Zat-zat lain yang disekresi oleh sel-sel
endotel adalah vasokonstriktor, tromboksan A2, prostaglandin H2, dan angiotensin-2, serta faktor
pertumbuhan yang berasal dari platelet (platelet-derived growth faktor, PDGF). Sel-sel endotel mampu
beregenerasi setelah cedera. Namun demikian, hanya sel endotel di tepi cedera yang mampu
beregenerasi. Sel-sel endotel yang terletak di membrana basalis berdifusi dengan berbagai protein dan
sebagian sel-sel otot polos. Daerah ini dikenal sebagai lamina elastika interna dan mambentuk ikatan
sebelah luar lapisan media. Lapisan media terletak di bagian tengahdinding arteria dan terdiri atas
jalinan lapisan sel otot polos. Setiap sel otot polos dikelilingi oleh membran basalis yang tidak kontinu,
sma seperti dengan yang terdapat pada sel endotel. Sel-sel otot polos memberikan integritas struktur
pembuluh darah, sel ini juga bertanggung jawab dalam mempertahankan tonus dinding arteri melalui
kontraksi yang lambat dan kontinu. Sel-sel otot polos berespons terhadap berbagai zat vasoaktif dengan
berdilatasi maupun berkontraksi, yang menyebabkan vasodilatas dan vasokonstriksi. Saat ini telah
ditemukan sel-sel reseptoruntuk berbagai zat (LDL, insulin, stimulator pertimbuhan) sehingga sel-sel
otot polos mungkin terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan. Lapisan adventitia terletak di
bagian terluar dinding arteria yang memberikan kekuatan utama pada pembuluh darah dan terdiri atas
berkas fibril kolagen, serabut elastis, fibroblas, dan beberapa sel otot polos. Lapisan adventitia juga
mengandung serabut saraf dan pembuluh-pembuluh darah. (DeBeasi, 2007)
Jantung dipersarafi oleh serabut simpatis dan parasimpatis susunan saraf otonom melalui plexus
cardiacus yang terletak di bawah arkus aorta. Saraf simpatis berasal dari bagian cervicale dan thoracale
bagian atas truncus sympathycus, dan persarafan parasimpatis berasal dari nervus vagus. Serabut-serabut
postganglionik simpatis berakhir di nodus sinusatrial dan nodus atrioventrikular, serabut-serabut otot
jantung dan arteria koronaria. Perangsangan saraf simpatis mengakibatkan akselerasi jantung,
meningkatkan denyut jantung (daya kontraksi otot jantung) dan dilatasi arteria koroner. Serabut-serabut
postganglionik parasimpatis berakhir di nodus sinoatrial dan nodus atrioventrikular dan arteria
koronaria. Perangsangan saraf parasimpatis mengakibatkan berkurangnya denyut jantung (daya
kontraksi otot jantung) dan konstriksi arteria koroner. Serabut-serabut aferen yang berjalan bersama
saraf simpatis membawa implus saraf yang biasanya tidak dapat disadari. Akan tetapi bilai pasokan
darah kurang ke otot jantung terganggu maka implus rasa nyeri dapat dirasakan melalui lintasan tersebut.
Serabut-serabut aferen yang berjalan bersama nervus vagus mengambil bagian dalam refleks
kardiovaskular. (Tortora dan Anagnostaskos, 2007)
8
-
Sekali lagi dijelaskan bahwa sistem kardiovaskular diinervasi oleh sistem saraf parasimpatis dan
simpatis. Dua sistem ini memperlihatkan efek yang berlawanan dan beroperasi secara terbalik untuk
memberikan perubahan pada fungsi kardiovaskular. Stimulasi parasimpatis melalui nervus vagus
menurunkan pembakaran nodus SA, menurunkan kecepatan konduksi melewati nodus AV dan
menurunkan daya kontraksi atrium. Inhibisi sistem saraf parasimpatis menimbulkan efek yang
berlawanan. Serat simpatis meluas ke sistem konduksi, miokardium dan sel otot polos pembuluh darah.
Stimulasi sistem saraf simpatis ini menyebabkan pelepasan norepinefrin dan epinefrin dari medula
adrenal. Zat ini secara selektif terikat pada reseptor dan reseptor 1 dan 2 untuk menimbulkan
vasokonstriksi pembuluh darah, peningkatan pembakaran nodus SA, peningktan kecepatan konduksi
melalui nodus AV, dan peningkatan daya kontraksi ventrikel. Inhibisi sistem saraf simpatis ini
menimbulkan efek yang berlawanan. (DeBeasi, 2007)
B. Elektrofisiologi JantungAktivitas listrik jantung terjadi akibat aliran ion-ion natrium, kalium, dan kalsium (Na+, K+, dan Ca+
+) melewati membran sel jantung. Seperti semua sel dalam tubuh, natrium dan kalsium, terutama
merupakan ion ekstrasel, dan kalium terutama merupakan ion intrasel. Perpindahan ion-ion ini membran
sel jantung dikendalikan oleh berbagai hal, termasuk difusi pasif, sawar yang bergantung pada waktu
dan voltase, serta pompa Na+, K+-ATPase. Hasil perpindahan ion antarmembran merupakan suatu
perbedaan listrik melewati membran sel sebagai potensial aksi. Potensial aksi yang menggambarkan
muatan listrik bagian dalam sel dalam hubungannya dengan muatan listrik bagian luar sel disebut
potensial transmembran. Perubahan potensial transmembran akibat perpindahan ion dsebutkan sebagai
fase 0 hingga fase 4. Dua tipe utama potensial aksi merupakan potensial aksi respons cepat dan respons
lambat. Dua tipe ini diklasifikasikan menurut penyebab depolarisasi primer, yaitu saluran Na+ cepat dan
saluran Ca++ lambat. Potensial aksi respons cepat terdapat dalam sel-sel otot ventrikel dan atrium, serta
serabut Purkinje. Potensial transmembran dalam sel ini saat istirahat adalah -90 mV, potensial
transmembran saat istirahat (disebut sebagai RP, resting potential). Terdapat beberapa faktor yang
mempertahankan potensial transmembran saat istirahat yang negatif. Faktor yang pertama adalah
permeabilitas selektif membran sel terhadap kalium dibandingkan dengan ion natrium. Kalium dapat
bergerak secara bebas bila terdapat perbedaan konsentrasi dengan bagian luar sel. Pada waktu yang
sama, meskipun perbedaan konsentrasi dan listrik menyebabkan perpindahan natrium ke bagian dalam
sel, permeabilitas sel membran menyebabkan hanya sejumlah kecil natrium yang dapat masuk ke dalam
sel. Penyebab kedua potensial aksi transmembran yang negatif adalah pompa Na+, K+-ATPase. Pompa
metabolik ini terletak dalam membran sel dan secara kontinu memompa natrium dan kalium apabila
terdapat perbedaan konsentrasi. Natrium berpndah ke luar sel dan kalium ke dalam sel dalam rasio 3:2
sehingga memperkuat perbedan listrik melewati membran sel. (Tortora dan Anagnostaskos, 2007)
9
-
Rangsangan yang meningkatkan potensial transmembran menjadi -65 mV disebut juga potensial
ambang, berperan dalam memulai depolarisasi. Diperlukan potensial transmembran -65 mV untuk
mengaktivasi saluran Na+ cepat. Dengan terjadinya aktivasi, natrium tercurah ke dalam sel sesuai dengan
perbedaan listrik dan konsentrasi. Perubahan positif cepat dalam potensial transmembran berhubungan
dengan depolarisasi, atau fase 0 potensial aksi. Perubahan positif pada potensial transmembran menjadi
0 mV menyebabkan inaktivasi saluran Na+ menjadi menutup tetapi tidak terjadi sebelum voltase
menurun ringan. Dalam pemeriksaan potensial aksi terlihat jelas adanya peningkatan tajam fase 0, yang
memperlihatkan begitu cepatnya aktivasi saluran Na+ cepat. Amplitudo dan kecepatan fase 0 berkaitan
dengan kecepatan ketika potensial aksi dihasilkan oleh sel-sel lain. Setelah depolarisasi, terjadi
repolarisasi awal membran sel yang digambarkan oleh fase 1 potensial aksi. Fase 1 memperlihatkan
kembalinya negativitas sebagai perpindahan kalium ke luar sel sesuai dengan perbedaan listrik dan
kimiawi. Perpindahan listrik tidak hanya berlangsung dalam waktu pendek hingga saluran Ca++ lambat
bergantung voltase sempat terbuka. Saluran ini disebut saluran Ca++ lambat karena walaupun teraktivasi
selama fase 0 (apabila potensial transmembran mencapai sekitar -10 mV), perpindahan kalsium ke
dalam sel tidak terjadi jelas hingga fase 2. Selama fase 2, terjadi suatu plateau dalam potensial
transmembran karena kalsium berpindah ke dalam sel dan menetralkan secara listrik perpindahan kalium
ke luar sel. Plateau berlangsung dalam waktu relatif lama karena saluran Ca++ lambat membuka dan
lambat menutup. Kalsium memasuki sel jantung pada periode ini juga terlibat dalam kontraksi jantung
(gabungan eksitasi-kontraksi). Begitu saluran Ca++ menutup, K+ terus berpindah ke luar sel. Aksi ini
menyebabkan kembalinya negativitas potensial transmembran (pada fase 3), yang disebut juga sebagai
repolarisasi akhir. Potensial transmembran terus menurun hingga tercapai potensial saat isitrahat (-90
mV), yang disebut sebagi fase 4. Periode refrakter, sejak awitan fase 0 hingga pertengahan fase 3, sel
jantung tidak dapat distimulasi ulang. Periode ini disebut sebagai periode refrakter absolut atau efektif.
Pada periode ini, saluran Na+ cepat diinaktivasi dan tidak dapat diaktifkan ulang walaupun
diberstimulasi kuat. Menuju pertengahan fase 3 dan tepat sebelum fase 4, stimulus yang lebih kuat
daripada stimulus normal akan menyebabkan terbentuknya potensial aksi karena saluran Na+ cepat mulai
pulih dari inaktivasi. Periode ini disebut juga sebagai periode refrakter relatif. Setelah tercapai fase 4,
setiap stimulus yang mampu mencapai ambang dapat menghasilkan suatu potensial aksi (fenomena all
or nothing). (Guyton dan Hall, 2007)
Nodus SA maupun AV memperlihatkan potensial aksi respons lambat. Sel-sel nodus ini memiliki
lebih sedikit saluran K+ dan lebih bocor terhadap Na+. Oleh karena itu potensial transmembran saat
istirahat tidak begitu negatif (-60 mV). Pada potensial transmembran ini, saluran Na+ cepat yang
bergantung voltase tetap tidak teraktivasi. Selain keadaan ini, saluran lain dalam membran sel secara
herediter mengalami kebocoran terhadap natrium menyebabkan sejumlah natrium bocor ke dalam sel.
Potensial membran akhirnya mencapai -40 mV yang merupakan potensial ambang dalam respons
lambat. Saluran Ca++ respons lambat yang bergantung voltase menjadi teraktivasi dan influks kalsium 10
-
menyebabkan depolarisasi sel. Bentuk potensial aksi respons lambat berbeda dari yang terdapat pada
potensial aksi repons cepat. Depolarisasi (atau fase 0) terjadi lebih lambat pada sel-sel yang berespons
lambat. Tidak terjadi fase 1, fase 2 tidak jauh dari fase 3, dan fase 3 timbul segera setelah fase 0 karena
saluran Ca++ lambat menjadi tidak teraktivasi. Pada waktu bersamaan sejumlah besar kalium berpindah
ke luar sel, menyebabkan potensial membran saat istirahat kembali menjadi -55 hingga -60 mV (fase 4),
yaitu titik ketika saluran K+ menjadi kurang permeabel terhadap kalium. Kemudian natrium terus bocor
ke dalam sel, menyebabkan meningkatnya potensial transmembran hingga -40 mV, dan siklus ini akan
dimulai lagi. (DeBeasi, 2007)
Serabut sistem hantaran khusus jantung (nodus SA, nodus AV, dan serabut Purkinje) memiliki ciri
khas automatisasi, yang berarti bahwa serabut ini dapat mengeksitasi diri sendiri, atau menghasilkan
potensial aksi secara spontan. Nodus SA adalah pace maker dominan pada jantung karena mampu
mengeksitasi diri sendiri dengan laju lebih cepat daripada nodus AV dan serabut Purkinje. Namun
demikian, apabila nodus SA mengalami cedera, nodus AV dan serabut Purkinje kemudian dapat
mengambil alih peran pace maker tersebut tetapi dengan laju yang lebih perlahan. Perpindahan ion
selama fase 4 menentukan automatisasi nodus SA dan nodus AV. Terjadi depolarisasi lambat pada fase
4 karena natrium berpindah ke dalam sel, yang secara relatif juga terjadi pada kalium. Perpindahan ini
meningkatkan potensial transmembran ke nilai ambang, dan kemudian timbul suatu potensial aksi.
Potensial aksi ini timbul secara berulang dalam suatu pola siklik teratur yang menunjukkan karakteristik
lain dari kerja nodus SA dan nodus AV, sering disebut sebagai ritmisitas. (Tortora dan Anagnostaskos,
2007)
C. Curah Jantung dan Sistem Nutrisi JantungKontraksi miokardium yang berirama dan sinkron menyebabkan darah dipompa masuk ke dalam
sirkulasi paru dan sistemik. Volume darah yang dipompa oleh tiap ventrikel per menit disebut dengan
curah jantung. Curah jantung rata-rata adalah 5L/menit. Namun demikian, curah jantung bervariasi
untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi bagian jaringan perifer. Kebutuhan curah jantung
bervariasi sesuai ukuran tubuh sehingga indikator yang lebih akurat untuk fungsi jantung adalah indeks
jantung (cardiac index). Indeks jantung diperoleh dengan membagi curah jantung dengan luas
permukaan tubuh, yaitu sekitar 3 L/menit/m2 permukaan tubuh. Volume sekuncup adalah volume darah
yang dipompa oleh setiap ventrikel per detik. Sekitar dua per tiga dari volume darah dalam ventrikel
pada akhir diastolik (volume akhir diastolik) dikeluarkan selama sistolik. Jumlah darah yang dikeluarkan
disebut fraksi ejeksi, sedangkan volume darah yag tersisa di dalam ventrikel pada akhir sistolik disebut
sebagai volume akhir sistolik. Penekanan fungsi ventrikel menghambat pengosongna ventrikel sehingga
mengurangi volume sekuncup dan fraksi ejeksi, yang berakibat pada peningkatan volume sisa pada
ventrikel. Curah jantung tergantung dari hubungan yang terdapat antara dua buah variabel: frekuensi
jantung dan volume sekuncup. Curah jantung adalah frekuensi jantung dikalikan dengan volume
11
-
sekuncup. Meskipun terjadi perubahan pada salah satu variabel, curah jantung dapat tetap dipertahankan
konstan melalui penyesuaian kompensatorik dalam variabel lainnya. Misalnya, bila denyut jantung
melambat, maka periode relaksasi vebtrikel di antra denyut jantung lebih lama sehingga meningkatkan
waktu pengisian ventrikel. Dengan sendirinya volume ventrikel menjadi lebih besar dan darah yang
dapat dikeluarkan per denyut nadi menjadi lebih banyak. Sebaliknya, jika volume sekuncup menurun
maka curah jantung dapat distabilkan dengan meningkatkan kecepatan denyut jantung. Namun,
penyesuaian kompensasi ini hanya dapat mempertahankan curah jantung dalam batas-batas tertentu.
Perubahan dan stabilisasi curah jantung bergantung pada mekanisme yang mengatur kecepatan denyut
jantung dan volume sekuncup. Pengaturan ini akan dilakukan oleh komponen-komponen tertentu.
(Tortora dan Anagnostaskos, 2007)
Frrkuensi jantung sebagian besar berada di bawah pengaturan ekstrinsik sistem saraf autonom, yang
mana serabut saraf parasimpatis dan simpatis mempersarafi nodus SA dan AV, mempengaruhi
kecepatan dan frekuensi penghantaran impuls. Stimulasi serabut saraf simpatis akan mempercepat
denyut jantung. Pada saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistem parasimpatis
akan dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung sekitar 60 hingga 80 denyut per menit.
Apabila dipengaruhi oleh hormonal dan saraf pada jantung dihambat, kecepatan intrinsiknya menjadi
sekitar 100 denyut per menit (DeBeasi, 2007)
Untuk pengaturan volume sekuncup, diatur oleh preload (beban awal), afterload (beban akhir), dan
kontraktilitas jantung. Beban awal (preload) adalah derajat peregangan serabut miokardium segera
sebelum kontraksi. Peregangan serabut miokardium bergantung pada volume darah yang meregangkan
ventrikel pada akhir diastolik. Aliran balik darah vena ke jantung menentukan volume akhir diastolik
ventrikel, yang kemudian memperkuat peregangan serabut miokardium. Mekanisme Frank-Starling
menyatakan bahwa dalam batas fisiologis, semakin besar peregangan serabut miokardium pada akhir
diastolik, semakin besar kekuatan kontraksi pada saat sistolik. Peragangan serabut miokardium pada
akhir diastolik menyebabkan tumpang tindih antara miofilamen aktin dan miosin, memperkuat hubungan
jembatan penghubung pada saat sistolik. Jadi, bisa dikatakan bahwa pertambahan beban awal akan
meningkatkan kekuatan kontraksi sampai batas tertentu dan dengan demikian juga akan meningkatkan
volume darah yang dikeluarkan dari ventrikel. Beban akhir (after load) adalah tegangan serabut
miokardium yang harus terbentuk untuk kontraksi dan pemompaan darah. Faktor-faktor yang
mempengaruhi beban akhir jantung dapat dirumuskan sesuai dengan persamaan Laplace, yaitu
tegangan dinding adalah hasil perkalian antara tekanan intraventrikel dan ukuran, yang kemudian
dibagi dengan ketebalan dinding ventrikel. Dari rumus tersebut dapat dilihat suatu hubungan bahwa
tegangan dinding akan berbanding lurus dengan tekanan intraventrikel dan ukuran ventrikel, sedangkan
akan berbanding terbalik dengan ketebalan dinding ventrikel. Kontraktilitas adalah perubahan kekuatan
kontraksi yang terbentuk yang terjadi tanpa tergantung pada perubahan panjang serabut miokardium.
Peningkatan kontraktilitas merupakan hasil intensifikasi hubungan jembatan penghubung pada 12
-
sarkomer. Kekuatan ini berkaitan dengan konsentrasi ion kalsium bebas intrasel. Kontraksi miokardium
secara langsung sebanding dengan jumlah kalsium intrasel. Peningkatan frekuensi denyut jantung dapat
meningkatkan kekuatan kontraksi. Apabila jantung berdenyut lebih sering, kalsium tertimbun dalam sel
jantung, menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi. Stimulasi jantung melalui sistem saraf simpatis,
pengikatan norepinefrin terhadap reseptor beta-1, membebaskan kalsium intrasel dan meningkatkan
kekuatan kontraksi. Peningkatan kontraksi, tanpa memandang berbagai penyebabnya, akan
meningkatkan volume sekuncup yang memperkuat curah jantung. Sebaliknya, penurunan kontraktilitas,
seperti yang dapat terjadi pada infark miokardium, terapi penyekat beta, atau asidosis, akan menurunkan
volume sekuncup dan mempengaruhi curah jantung. Sekali lagi, volume sekuncup dipengaruhi oleh 3
hal tersebut dan masing-masing saling mempengaruhi serta tidak bisa berdiri sendiri-sendiri. Misalnya,
peningkatan beban akhir dapat menyebabkan lebih sedikitnya darah yang dipompa dari jantung pada saat
sistolik. Volume darah yang tetap terdapat dalam jantung setelah sistolik berperan dalam beban awal
kontraksi jantung berikutnya. Sesuai dengan mekanisme Frank-Starling, peningkatan beban awal
meregangkan serabut miokardium sehingga kontraksi menjadi lebih kuat. Peningkatan kekuatan
kontraksi (dalam hal kontraktilitas) yang meningkatkan volume sekuncup tercapai dalam denyutan
berikutnya. (Tortora dan Anagnostaskos, 2007)
Untuk sistem nutrisi jantung dilakukan oleh sistem koroner dan sistem kolateral. Efisiensi jantung
sebagai pompa bergantung pada nutrisi dan oksigenasi otot jantung terutama melalui sirkulasi koroner.
Sirkulasi koroner meliputi seluruh pemurkaan epikardium jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke
miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil. Arteria koronaria sendiri adalah
percabangan pertama sirkulasi sistemik. Muara arteria koronaria ini terdapat di balik daun katup aorta
kanan dan kiridi dalam sinus valsava. Sirkulasi koroner terdiri dari arteria koronaria kanan dan kiri.
Arteria koronaria kiri mempunyai dua cabang besar, yaitu arteria descendens anterior kiri dan arteria
sirkumfleksa kiri. Arteria descendens anterior kiri memvaskularisasi dinding anterior ventrikel kiri,
sedangkan arteria sirkumfleksa kiri memvaskularisasi dinding lateral ventrikel kiri. Arteria koronaria
kanan memvaskularisasi ventrikel dan atrium kanan. Sebesar 85%, arteria koronaria kanan
mempercabangkan cabang arteria descendens posterior dan ventrikular kanan posterior. Pembuluh
darah ini memvaskularisasi dinding posterior dan inferior ventrikel kiri, secara beurutan. Sistem ini
disebut dengan sistem dominan kanan. Dan 15% sisanya, separuhnya memiliki sistem dominan kiri atau
dominan campuran. Pada orang yang memiliki sistem dominan kiri, arteria sirkumfleksa kiri
mempercabangkan arteria descendens posterior dan ventrikular kiri posterior. Pada sistem dominan
campuran, arteria koronaria kanan mempercabangkan arteria descendens posterior dan arteria
sirkumfleksa kiri mempercabangkan ventrikular kiri posterior. Setiap pembuluh darah koroner besar
memiliki cabang epikardium dan intramiokardium yang khas. Arteria descendens anterior kiri
mempercabangkan cabang-cabang septal yang memvaskularisasi dua per tiga anterior septum dan
cabang diagonal yang berjalan di atas permukaan anterolateral ventrikel kiri. Cabang marginal arteria 13
-
sirkumfleksa kiri memvaskularisasi permukaan lateral ventrikel kiri. Daerah sistem hantaran juga
disuplai oleh arteria koronaria yang berbeda. Sekitar 60% nodus SA disuplai oleh arteria koronaria
kanan dan 40% sisanya oleh arteria sirkumfleksa kiri. Sedangkan 90% nodus AV disuplai oleh arteria
koronaria kanan dan 10% sisanya oleh arteria sirkumfleksa kiri. Berkas cabang kanan dan bagian
posterior berkas cabang kiri oleh arteria descendens anterior kiri dan arteria korornaria kanan. Bagian
anterior berkas cabang kiri menerima nutrisi dari cabang septum arteria descendens anterior kiri.
(Tortora dan Anagnostaskos, 2007)
Terdapat anastomosis antara cabang arteria yang sangat kecil dalam sirkulasi koronaria. Walaupun
saluran antarkoroner tidak berfungsi dalam sirkulasi normal, tetapi menjadi sangat penting sebagai rute
alternatif atau sirkulasi kolateral untuk mendukung miokardium melalui aliran darah. Setelah terjadi
oklusi mendadak, sistem ini akan berfungsi dalam beberapa hari atau lebih dari itu. Jadi sistem kolateral
ini sering berperan penting dalam mempertahankan fungsi miokardium saat terdapat oklusi pembuluh
darah. (Tortora dan Anagnostaskos, 2007)
Tiga pembagian sistem vena jantung meliputi sinus koronarius, vena koronaria anterior, dan vena
thebesia. Sinus koronarius dan cabang-cabangnya merupakan sistem vena yang terbesar dan terpenting,
berfungsi mengalirkan sebagian besar darah vena melalui ostium sinus koronarius dan ke dalam atrium
kanan. Vena-vena jantung anterior mengalirkan sebagian besar darah vena ventrikel kanan secara
langsung ke dalam atrium kanan. Vena thebesia mengalirkan sebagian kecil darah vena dari semua
daerah miokardium secara langsung ke dalam bilik jantung. (Tortora dan Anagnostaskos, 2007)
D. Aliran Darah ke PeriferDinamika aliran darah perifer mungkin merupakan unsur fisiologi sirkulasi yang paling penting
karena 2 alasan. Pertama, distribusi dari curah jantung di perifer bergantung pada sifat jaringan vaskular.
Kedua, volume curah jantung bergantung pada jumlah darah yang kembali menuju jantung.
Sesungguhnya, jantung mengeluarkan volume darah yang sebanding dengan aliran balik melalui
pembuluh vena. Aliran darah melalui pembuluh darah bergantung pada dua variabel yang saling
berlawanan, yaitu tekanan antara kedua ujung pembuluh darah dan resistensi terhadap aliran darah. Hal
ini dijelaskan melalui hukum Ohm, yaitu: RPQ = , di mana Q adalah aliran darah, P adalah perbedaan
tekanan, dan R adalah resistensi aliran. Aliran darah akan berbanding lurus dengan perbedaan tekanan,
dan akan berbanding terbalik dengan resistensi aliran. Dan semua aliran darah dalam sirkulasi bisa juga
dikatakan sebagai curah jantung. Darah mengalir melalui seluruh sirkulasi dari arteri ke ujung pembuluh
vena sebagai respons terhadap perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan ditentukan melalui tekanan darah
arteri rata-rata (mean arterial pressure, MAP) dan tekanan atrium kanan (right atrial pressure, RAP)
atau tekanan vena sentral (central venous pressure, CVP). MAP adalah tekanan yang terbentuk dalam
pembuluh arteri besar sepanjang waktu dan merupakan cerminan komplians dan volume darah rata-rata
14
-
dalam sistem arteri. RAP bergantung pada keseimbangan antara aliran balik vena dan fungsi
pemompaan atrium kanan. MAP normalnya adalah 100 mmHg dan dapat diperkirakan dari tekanan daah
sistolik (SBP, systolic blood pressure) dan diastolik (DBP, diastolic blood pressure). Rumus yang
digunakan adalah:
MAP = (SBP + 2 x DBP) : 3
MAP = DBP + [(SBP-DBP) : 3]
RAP akan mendekati 0 mmHg. Perbedaan tekanan antara ujung arteri dan vena sirkulasi sistemik adalah
sekitar 100 mmHg (hasil dari MAP dikurangi RAP). Perubahan MAP atau RAP mempengaruhi aliran
darah melalui perubahan perbedaan tekanan antara kedua titik ini, dan semakin besar perbedaan tekanan,
maka akan semakin besar aliran darah. (DeBeasi, 2007)
Resistensi merupakan obstruksi aliran darah. Resistensi berkaitan erat dan berbanding terbalik
dengan ukuran lumen pembuluh darah, sedikit perubahan lumen pembuluh darah menyebabkan
perubahan besar dalam resistensi. Aliran darah sangat sensitif terhadap perubahan ukuran lumen
pembuluh darah dalam hukum Poiseuille:
lrPQ
..8.. 4
=
Radius pembuluh darah yang dipangkatkan 4 (r4) mempengaruhi aliran darah, sedikit perubahan radius
menyebabkan perubahan besar dalam aliran darah: R 1 : r4. Arteriol merupakan tempat utama
terjadinya resistensi pembuluh darah. Perubahan tonus otot polos arteriol di bawah pengaruh sistem saraf
dan kondisi jaringan lokal, mengatur radius pembuluh darah. Perubahan radius arteriol mengubah
resistensi terhadap aliran darah, dan akhirnya akan mengubah jumlah aliran darah ke jaringan kapiler.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi resistensi dan aliran darah adalah panjang pembuluh darah (l)dan
viskositas darah (). Namun demikian pengaruhnya secara normal tidak bermakna karena biasanya
bersifat konstan. Pengecualian terhadap karakteristik ini adalah perubahan viskositas darah yang terjadi
pada hematokrit yang abnormal. Dari sekian rumus mengenai aliran darah, hanya resistensi lah yang
tidak dapat diukur secaa langsung. Rumus untuk menghitung resistensi (SVR, systemic vascular
resistance), adalah:
CORAPMAPSVR =
CO adalah curah jantung atau cardiac output. (DeBeasi, 2007)
Kecepatan (V) aliran darah (Q) sepanjang sistem pembuluh darah bergantung pada luas penampang
pembuluh darah (A), yang dirumuskan:
AQV =
Dengan mengalirnya darah ke sistem ateri perifer, kecepatan juga menurun karena percabangan yang
progresif dan relatif meningkat pada luas penampang percabangan pembuluh darah. Pada tingkat kapiler,
15
-
peningkatan yang besar terjadi pada luas penampang pembuluh sehingga menurunkan kecepatan aliran
darah. Perlambatan ini memungkinkan pertukaran makanan dan metabolit pada kapiler. Aliran darah
didistribusi pada banyak sistem organ sesuai dengan kebutuhan metabolisme dan tuntutan fungsional
jaringan. Kebutuhan jaringan terus menerus mengalami perubahan sehingga aliran darah harus terus
menerus disesuaikan juga. Dengan meningkatnya metabolisme jaringan, maka aliran darah harus
ditingkatkan untuk memasok oksigen dan nutrisi serta untuk membuang hasil akhir metabolisme.
Misalnya, selama latihan yang cukup berat maka aliran darah menuju otot rangka harus ditingkatkan.
Pengaturan ini dilakukan secara ekstrinsik dan intrinsik. Pengaturan ekstrinsik untuk meningkatkan
aliran darah ke organ sasaran dilakukan dengan memperbesar curah jantung atau dengan memindahkan
darah dari suatu sistem organ yang relatif tidak aktif ke sistem organ lain yang lebih aktif. Aktivitas
sistem saraf simpatis dapat menghasilkan kedua respons tersebut. Pertama, rangasangan simpatis akan
meningkatkan curah jantung melalui peningkatan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi.
Kedua, sistem saraf simpatis adrenergik juga akan meluas sampai jaringan pembuluh darah perifer,
terutama rteriol. Perubahan perangsangan simpatis ini secara selektif akan merangsang reseptor alfa dan
beta, menyempitkan beberapa arteriole tertentu dan akan melebarkan yang lain untuk redistribusi darah
ke kapiler jaringan yang membutuhkan. Setiap kapiler memiliki cadangan yang cukup untuk aliran yang
meningkat, karena biasanya hanya sebagian kapiler saja yang diperfusi. Aliran dapat ditingkatkan
dengan membuka kapiler yang tidak mendapat perfusi dan dilatasi lebih lanjut pada arteriol yang
mendapat perfusi. Pengaturan intrinsik aliran darah yaitu perubahan aliran darah sebagai respons
terhadap perubahan keadaan jaringan lokal, pengaturan ini sangat berperan penting dalam jaringan yang
memiliki keterbatasan toleransi untuk penurunan aliran darah, misalnya jantung atau otak. Kadar
oksigen dan nutrisi lain merupakan indikator penting dalam kecukupan aliran darah. Mekanisme
pengaturan intrinsik ini menyebabkan penurunan ketersediaan oksigen dan nutrisi (karena penurunan
suplai atau peningkatan kebutuhan), hal ini diatasi dengan meningkatkan aliran darah ke jaringan. Ada
dua teori yang menjelaskan bahwa perubahan aliran ini berkaitan dengna kebutuhan oksigen dan nutrisi.
Pertama, teori vasodilator, menyatakan bahwa jika metabolisme ditingkatkan atau bila hantaran nutrisi
menurun, terjadi peningkatan penghasilan zat-zat vasodilator oleh jaringan yang bersangkutan.
Vasodilator bisa berupa adenosin, karbondioksida, ion K+, dan hidrogen. Kedua, teori kurang nutrisi
atau oksigen, menyatakan bahwa nutrisi berperan penting dalam mempertahankan tonus pembuluh darah
yang dihasilkan oleh kontraksi sel otot polos. Bila kekurangan nutrisi (baik karena metabolisme yang
meningkat, atau hantaran nutrisi yang berkurang), sel-sel otot polos tidak mampu berkontraksi. Hal ini
biasanya akan menyebabkan vasodilatasi. Dan masih kemungkinan, bahwa kedua teori tersebut tidak
bekerja sendiri-sendiri, teori-teori tersebut saling mempengaruhi dalam bekerja bersama. (DeBeasi,
2007)
E. Cadangan Jantung
16
-
Dalam keadaan normal, jantung mampu meningkatkan kapasitas pompanya di atas daya pompa
dalam keadaan istirahat. Cadangan jantung ini memungkinkan jantung normal meningkatkab=n
curahnya hingga lima kali lebih banyak. Peningkatan curah jantung dapat terjadi dengan meningkatkan
frekuensinya dan volume sekuncup. Frekuensi denyut jantung biasanya dapat ditingkatkan dari 60
hingga 100 denyut per menit pada keadaan istirahat hingga mencapai 180 denyut per menit, terutama
melalui rangsangan simpatis. Frekuensi denyut jantung yang lebih dari ini sangat berbahaya karena 2
alasan. Alasa yang pertama adalah dengan peningkatan frekuensi, maka fase diastolik menjadi lebih
singkat sehingga waktu pengisian ventrikel jantung berkurang. Dengan demikian volume sekuncup akan
berkurang sehingga tidak bisa lagi meningkatkan frekuensi jantung. Alasan yang kedua adalah frekuensi
denyut jantung yang tinggi dapat mempengaruhi proses oksigenasi miokardium karena kerja jantung
meningkat sedangkan fase diastolik (yaitu saat-saat pengisian pembuluh darah koroner) menjadi
berkurang. Volume sekuncup dapat bertambah melalui peningkatan pengosongan ventrikel akibat
kontraksi yang lebih kuat maupun melalui peningkatan pengisian diastolik yang diikuti dengan
peningkatan volume pemompaan. Namun, peningkatan kekuatan kontraksi maupun peningkatan volume
ventrikel akan memperbesar kerja jantung dan meningkatkan kebutuhan oksigen. Selain itu pengaruh
peningkatan pengisian diastolik terhadap daya kontraksi dan volume sekuncup dibatasi oleh derajat
peregangan serabut miokardium. (DeBeasi, 2007)
Apabila jantung terus menerus dihadapkan dengan beban volume atau tekanan yang berlebihan,
maka otot ventrikel dapat berdilatasi untuk meningkatkan daya kontraksi sesuai hukum Starling, atau
mengalami hipertrofi untuk meningkatkan jumlah otot dan kekuatan memompa. Walaupun dua proses
tersebut tadi merupakan suatu kompensasi ilmiah tetapi akhirnya dalam waktu yang lama akan
menimbulkan dekompensasi jantung. Dilatasi meningkatkan kerja jantung dengan meningkatkan
tegangan yang harus dibangun oleh ventrikrl untuk menghasilkan tekanan tertentu sesuai hukum
Laplace. Dengan meningkatnya tekanan diastolik ventrikel, kemampuan sarkomer untuk beradaptasi
dapat terlampaui dan kekuatan kontraksi menjadi berkurang. Padahal keadan hipertrofi meningkatkan
massa otot yang membutuhkan suplai nutrisi sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen. (DeBeasi,
2007)
F. Pemeriksaan Penunjang Sistem Kardiovaskular dalam Rangka Penegakan DiagnosisPemeriksaan penunjang untuk sistem kardiovaskular yang paling sering dam lazim untuk penegakan
diagnosis adalah elektrokardiografi (EKG). Namun selain itu juga ada ekokardiografi, pemindaian CT,
pencritaan radionuklida, uji berlatih, uji stress farmakologik, dan ekokardiograi stress. Hal-hal tersebut
termasuk di dalam prosedur diagnostik noninvasif. Elektrokardiogram permukaan adalah suatu alat
yang digunakan untuk merekam atau mencatat grafis aktivitas listrik jantung. Ekokardiografi adalah
prosedur pemeriksaan menggunakan gelombang ultrasonik sebagai media pemeriksaan. Suatu transduser
yang memancarkan gelombang ultrasonik atau gelombang suara berfrekuensi tinggi di luar kemampuan
17
-
pendengaran manusia, ditempatkan pada dinding dada penderita dan diarahkan ke jantung. Ketika
gelombang ultrasonik berjalan melewati jantung, gelombang ultrasonik tersebut dipantulkan kembali
menuju transduser setiap kali gelombang itu melewati batas antara jaringan yang memiliki densitas atau
impendansi akustik yang berbeda-beda. Energi mekanik dari gelombang suaraa yang dipantulkan
kembali disebut echo(=gema) jantung ini, akan dikonversi menjadi impuls listrik oleh transduser dan
diperlihatkan sebagai gambaran jantung pada osiloskop atau secarik kertas pencatat. Pemindaian CT
adalah suatu pecitraan jantung secara 3 dimensi dengan memutar kamera sebesar 360 derajat melingkari
dada, dan akan merekam gambaran-gambaran 2 dimensi dari sudut-sudut yang berbeda. Pencitraan
radionuklida sistem kardiovaskular dilakukan dengan pemberian suntikan intravena suatu bahan isotop
radioaktif dalam jumlah kecil ke dalam vena perifer. Isotop ini akan berikatan dengan elemen darah atau
secara selektif akan diambil oleh miokardium normal atau yang mengalami infark sehingga menjadi
suatu pemandu radioaktif. Kemudian distribusi pemandu radioakif ini akan dapat dideteksi dengan
menggunakan kamera gamma dari radiasi yang dipancarkan sewaktu radionuklida mengalami proses
pengubahan. Uji berlatih adalah latihan jasmani dengan menggunakan treadmill atau sepeda ergometer
yang memungkinkan evaluasi gejala-gejala atau perubahan EKG yang timbul akibat beraktivitas. Selama
pengujian dilakukan pemantauan berbagai sadapan EKG secara terus menerus, selain itu tekanan darah
juga akan diperiksa. Pasien diminta untuk segera melaporkan setiap gejala yang terjadi. Uji ini akan
dihentikan jika pasien lemah, mengalami gejala angina, kelainan EKG, dan kelainan tanda vital. Maksud
dari uji berlatih ini adalah bahwa dengan uji berlatih, dengan meningkatkan kerja yang dilakukan pasien
(tradmill, ergometer lengan, dan stress farmakologik) maka kerja sistem kardiovaskular juga akan
meningkat. Peningkatan kerja membutuhkan peningkatan konsumsi oksigen miokardium, yang
membutuhkan lebih banyak aliran darah koronaria. Penyempitan arteria koronaria mencegah
peningkatan aliran darah koronaria dan menyebabkan timbulnya nyeri dada atau perubahan pada EKG,
atau keduanya. Uji stres farmakologik dilakukan apabila pasien tidak mampu melakukan latihan atau
bila memang diperlukan pencitraan diagnostik selama pemeriksaan stres, dapat diberikan adenosin atau
dipiridamol untuk menghasilkan respons iskemik. Adenosin dan dipiridamol ini akan memberikan efek
vasodilatasi pada arteri normal. Daerah miokardium yang mendapat perfusi dari pembuluh darah yang
mengalami stenosis mengalami hipoperfusi karena pembuluh darah tidak mampu berdilatasi. Oleh
karena itulah terjadi iskemia. Apabila terdapat efek yang merugikan dari uji farmakologik ini maka
sebagai antagonis dari adenosin dan dipiridamol, akan diberikan aminofilin. Ekokardiografi stress
adalah suatu pemeriksaan untuk mengevaluasi efek iskemia pada fungsi ventrikel kiri. Selama
pemeriksaan stres, dilakukan pemeriksaan ekokardiografi dan dapat dideteksi adanya abnormalitas
dinding ventrikel kiri pada puncak latihan dan setelah istirahat. Penurunan kontraktilitas berkaitan
dengan penyempitan yang serius pada arteria koronaria. (Come, et. Al., 2007)
Pemeriksaan untuk penegakan diagnosis juga bisa dilakukan secara invasif, yaitu dengan jalan studi
elektrofisiologi dan kateterisasi jantung. Teknik studi elektrofisiologi (EP, electro physiology) atau 18
-
teknik EKG intrakardia memungkinkan analisis mekanisme pembentukan impuls dan konduksi jantung
yang lebih rinci dibandingkan pencatatan EKG standar. Dengan berjalannya potensial aksi melalui
sistem konduksi dan miokardium, EKG permukaan tubuh akan merekam jumlah sinyal dari aktivasi
atrium dan ventrikel, yang akan diwakili oleh gelombang dan kompleks QRS. Amplitudio sinyal yang
dihasilkan oleh tempat-tempat spesifik sepanjang sistem konduksi , misalnya nodus sinus atau berkas
His, terlalu kecil untuk dapat terdeteksi pada permukaan tubuh. Namun, EKG intrakardia mamapu
merekam defleksi dari tempat-tempat ini melalui elektroda-elektroda yang dipasang dekat daerah yang
diinginkan dalam sistem konduksi dan miokardium. Studi ini memiliki tujuan tertentu, antara lain untuk
menilai fungsi nodus sinus, untuk evaluasi hantaran nodus AV, untuk analisis kompleks atrial dan
takikardia ventrikular, dan untuk menentukan efektivitas dari terapi farmakologik ataupun terapi pacu
jantung pada disritmia refrakter. (Higgins, 207)
Kateterisasi jantung adalah suatu pemeriksaan jantung dengan memasukkan kateter ke dalam
sistem kardiovaskular untuk memeriksa keadaan anatomi dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini dilakukan
apabila diduga terdapat penyakit jantung tertentu. Sesuai lokasi lesi yang dicurigai dan derajat disfungsi
miokardium maka dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan selektif, antara lain pengukuran besar tekanan
dalam ruang-runag jantung dan pembuluh darah, analisis bentuk gelombang tekanan yang dicatat,
pengambilan sampel kandungan oksigen pada daerah-daerah tertentu, opasifikasi ruang-ruang jantung
dan arteria koronaria dengan bahan kontras, dan penentuan besarnya curah jantung. (Grossman dan
Baim, 2007)
G. Bunyi JantungAuskultasi dada memungkinkan pengenalan bunyi jantung normal, bunyi jantung abnormal, bising,
dan bunyi-bunyi ekstrakardia. Bunyi jantung normal timbul akibat getaran volume darah dan bilik-bilik
jantung pada penutupan katup. Bunnyi jantung pertama berkaitan dengan penutupan katup
atrioventrikularis (AV), sedangkan bunyi jantung kedua berkaitan dengan penutupan katup semilunaris.
Oleh karena itu bunyi jantung pertama (S1) terdengar pada sistole ventrikel, pada saaat ini tekanan
intraventrikel akan meningkat lebih tinggi dibanding tekanan intratrial dan akan menutup katup mitralis
dan trikuspidalis. Pada kasus stenosis mitralis akan terdengar bunyi S1 yang abnormal dan lebih keras
akibat kekakuan daun-daun katup. Bunyi jantung kedua (S2) akan terdengar pada permulaan relaksasi
ventrikel karena tekanan intraventrikel turun sampai di bawah tekanan arteria pulmonalis dan aorta
sehingga katup katup semilunaris akan tertutup. Biasanya ejeksi ventrikel kanan sedikit lebih lama
daripada ventrikel kiri sehingga katup akan menutup secara asinkron. Katup aorta akan menutup
sebelum tertutupnya katup pulmonalis sehingga keadaan ini akan menimbulkan pemisahan (splitting)
bunyi penutupan fisiologis. Inspirasi akan memperbesar splitting fisiolois karena pengembalian darah
melalui pembuluh vena ke jantung kenan meningkat sehingga julah darah yang dkeluarkan dari ventrikel
kanan juga akan meningkat. Pada waktu ekspirasi, splitting tidak begitu jelas atau hilang sama sekali.
19
-
Ada lagi bentuk splitting (spiltting paradoksikal) yang abnormal menunjukkan penutupan katup
pulmonalis sebelum penutupan katup aorta. Dijumpai respons yang berlawanan terhadap pernapasan,
yaitu splitting yang paling jelas saat ekspirasi dan berkurang saat inspirasi. Splitting paradoksikal seperti
ini ditemukan pada paradoksikal seperti ini ditemukan pada waktu pengaktifan ventrikel kiri mengalami
hambatan (seperti pada blok berkas cabang kiri) atau pada ejeksi ventrikel kiri yang memanjang (seperti
pada stenosis aorta). (DeBeasi, 2007)
Terdapat dua bunyi jantung lain yang kadang-kadang dapat terdengar selama diastolik ventrikel.
Bunyi jantung ketiga dan keempat (S3, S4) dapat menjadi manifestasi fisiologis tetapi biasanya berkaitan
dengan penyakit jantung tertentu, adanya tampilan S3 dan S4 disebut sebagai irama gallop. Hal ini
dikarenakan bahwa adanya tambahan bunyi jantung lain tersebut merangsang timbulnya irama gallop
seperti derap lari kuda. Bunyi S3 terjadi selama periode pengisian ventrikel cepat sehingga disebut
sebagai gallop ventrikular apabila abnormal. Walaupun bunyi jantung ini dapat normal pada anak dan
dewasa muda tetapi biasanya merupakan suatu temuan patologis yang dihasilkan oleh disfungsi jantung,
terutama kegagalan ventrikel. Bunyi S4 timbul pada waktu sistolik atrium dan disebut sebagai gallop
atrium. Bunyi ini biasanya sangat pelan atau tidak terdengar sama sekali, bunyi ini akan timbul sesaat
sebelum bunyintung pertama. Gallop atrium terdengar bila resistensi ventrikel terhadap pengisian atrium
meningkat akibat berkurangnya peregangan dinding ventrikel atau peningkatan volume ventrikel.
(DeBeasi, 2007)
Bising jantung timbul akibat aliran turbulen dalam bilik dan pembuluh darah jantung. Aliran turbulen
ini terjadi bila melalui struktur yang abnormal (penyempitan lubang katup, insufisiensi katup, atau
dilatasi segmen arteri), atau akibat aliran darah yang cepat sekali melalui struktur yang normal. Bising
jantung bisa dijelaskan menurut waktu relatifnya terhadap siklus jantung, intensitasnya, dan lokasi atau
daerah tempat bunyi itu terdengar paing keras, dan sifat-sifatnya. Bising diastolik terjadi sesudah bunyi
S2 saat relaksasi ventrikel. Bising stenosis mitralis dan insufisiensi aorta terjadi selama diastolik. Bising
sistolik dianggap sebagai bising ejeksi, yaitu bising yang terjadi selama middiastolik sesudah fase awal
kontraksi isovolumetrik atau bisa juga dianggap sebagai bising insufisiensi yang terjadi pada seluruh
sistolik. Bising yang terjadi pada seluruh sistolik disebut sebagai pansistolik atau holosistolik. Bising
stenosis aorta merupakan bising ejeksi yang khas, sedangkan insufisiensi mitralis akan menghasilkan
bising pansistolik. (ORourke dan Braunwald, 2007)
Dan ada juga bising identifikasi dan deskiripsi bunyi-bunyi ekstrakardia juag penting dilakukan.
Biasanya, pembukaan katup tidak menimbulkan bunyi tetapi pada daun katup yang menebal dan kaku
pada stenosis mitralis, timbul bunyi yang dapat didengar dan disebut sebagai opening snap, bunyi ini
terjadi pada awal diastolik. Sedangkan inflamasi perikardium akan menyebabkan friction rub yang
terdengar seperti bunyi gesekan. (ORourke dan Braunwald, 2007)
20
-
3. DISKUSI DAN BAHASAN
21
-
Dalam bagian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai hasil elektrokardiogram normal, tanda dan
gejala gangguan sistem kardiovaskular, serta sedikit mengenai penyakit jantung koroner seperti yang
tertera pada skenario pertama tersebut.
Pada EKG terlihat bentuk gelombang yang khas yang disebut dengan gelombang P, QRS, dan T,
sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui sistem hantaran (konduksi) dan
miokardium. Gelombang-gelombang ini di rekam pada kertas grafik dengan skala waktu horizontal dan
skala voltase vertikal. Kertas EKG yang dijual di pasaran sudah siap dengan garis-garis halus yakni garis
vertikal dan horizontal tersebut. Garis-garis vertikal dan horizontal tersebut membentuk kotak kotak
kecil bujur sangkar dengan sisi 1 mm. Setiap 5 mm garis vertikal maupun horizontal terdapat garis yang
lebih tebal. Garis yang lebih tebal ini membentuk kotak bujur sangkar dengan sisi 5 mm. Yang perlu
diukur dan diketahui dalam EKG adalah kecepatan kertas dan standarisasi amplitudo. Kecepatan baku
yang biasa digunakan adalah 25 mm/detik sehingga tiap 5 mm kertas menunjukkan 0,04 detik. Tiap
kotak besar (5 mm) menunjukkan 0,20 detik. Kebanyakan mesin-mesin EKG mempunyai 2 kecepatan
yakni 25 mm/detik dan 50 mm/detik. Standarisasi amplitudo baku yang biasa dipakai adalah 1, artinya
tiap 1 cm defleksi vertikal menunjukkan 1 mV. Jika gambar EKG terlalu besar sehingga seluruh defleksi
gelombang QRS tidak tertangkap, maka standarisasi ini dapat diturunkan menjadi (dalam hal ini
berarti 1 mV sama dengan 0,5 cm atau 5 mm). Sebaliknya bila rekaman EKG kelihatan terlalu kecil
seperti pada low voltage maka standarisasi dapat dinaikkan menjadi 2 (1 mV sama dengan 2 cm).
Arus listrik yang dihasilkan dalam jantung selama depolarisasi dan repolarisasi akan dihantarkan ke
seluruh permukaan tubuh. Muatan listrik tersebut dapat dicatat dengan menggunakan elektroda yang
ditempelkan pada kulit. Ada sembilan 9 elektroda pencatat dipasang pada ekstremitas dan dinding dada,
dan sebuah elektroda yang berhubungan dengan bumi yang bertujuan untuk mengurangi gangguan
listrik, dipasang pada tungkai kanan. Berbagai kombinasi dari elektroda-elektroda ini akan menghasilkan
12 sadapan standar. Masing-masing sadapan mencatat peristiwa listrik dari seluruh siklus jantung, tetapi
masing-masing hantaran meninjau jantung dari sudut pandangan yang agak berbeda. Oleh karena itu,
bentuk gelombang pada setiap sadapan yang terbentuk agak sedikit berbeda. Ada 3 macam sadapan:
1. Sadapan standar anggota tubuh (sadapan I, II, dan III): sadapan ini mengukur perbedaan
potensial listrik antara 2 titik sehingga sadapan ini bersifat bipolar, dengan satu kutub negatif dan satu
kutub positif. Elektroda ditempatkan pada lengan kanan, lengan kiri, dan tungkai kiri. Sadapan I melihat
jantung dari sumbu yang menghubungkan lengan kanan dan lengan kiri, dengan lengan kiri sebagai
kutub positif. Sadapan II, dari lengan kanan dan tungkai kiri, dengan tungkai kiri positif; sedangkan
sadapan III, dari lengan kiri dan tungkai kiri dengan tungkai kiri positif.
2. Sadapan anggota badan yang diperkuat (aVR, aVL, aVF): hantaran ini disesuaikan secara
elektris untuk mengukur potensial listrik absolut pada satu tempat pencatatan, yaitu dari elektroda positif
yang ditempatkan pada ekstremitas, dengan demikian merupakan suatu sadapan unipolar. Keadaan ini
dicapai dengan menghilangkan efek kutub negatif secara elektris dan membentuk suatu elektroda 22
-
indiferen pada potensial nol. EKG secara otomatis akan mengadakan penyesuaian untuk
menghubungkan elektroda anggota badan lainnya sehingga membentuk suatu elektroda indiferen yang
pada hakekatnya tidak akan mempengaruhi elektroda positif. Voltase yang tercatat pada elektroda positif
lalu diperkuat atau diperbesar untuk menghasilkan sadapan ekstremitas unipolar. Terdapat tiga sadapan
anggota tubuh yang diperbesar. aVR mencatat dari lengan kanan, aVL mencatat dari tungkai kiri (lokasi
aVF dapat mudah diingat dengan lokasi hurf F dengan kata foot (kaki).
3. Sadapan prekordial atau dada (sandapan V1 hingga V6): merupakan sadapan unipolar yang
mencatat potensial listrik absolut pada dinding dada anterior atau prekordium. Identifikasi petunjuk-
petunjuk berikut mempermudah meletakkan elektroda prekordial dengan tepat: (1) Sudut Louis, yaitu
tonjolan tulang dada pada sambungan antara manubrium dan corpus sterni; (2) Ruang sela iga II,
berdekatan dengan sudut Louis; (3) Linea medioklavikularis kiri; (4) Linea aksilaris anterior dan
midaksilaris. Elektroda dipasang berurutan di enam tempat yang berbeda, yaitu: V1 pada sela iga
keempat sebelah kanan dari sternum, V2 pada sela iga keempat sebelah kiri dari sternum, V3 pada
pertengahan antara V2 dan V4, V4 pada sela iga kelima di garis midklavikularis, V5 adalah horizontal
terhadap V4 pada garis aksilaris anterior, dan V6 adalah horizontal terhadap V5 pada garis midaksilaris.
Hasil dari EKG adalah berupa gelombang-gelombang yang bisa menunjukkan adanya kelainan pada
jantung. Gelombang P sesuai dengan depolarisasi atrium. Ruangan normal untuk depolarisasi atrium
berasal dari nodus sinus. Namun, besarnya arus listrik yang berhubungan dengan eksitasi nodus sinus
terlalu kecil untuk dapat terlihat pada EKG. Gelombang P dalam keadaan normal berbentuk melengkung
dan arahnya ke atas pada kebanyakan hantaran. Pembesaran atrium dapat meningkatkan amplitudo atau
lebar gelombang P, serta akan mengubah bentuk gelombang P. Disritmia jantung juga dapat mengubah
konfigurasi gelombang P. Misalnya irama yang berasal dari dekat perbatasan AV dapat menimbulkan
inversi gelombang gelombang P karena arah depolarisasi atrium terbalik. Kompleks QRS
menggambarkan depolarisasi ventrikel. Amplitudo gelombang ini besar karena banyak massa otot yang
harus dilalui oleh impuls listrik. Namun, impuls menyebar cukup cepat, normalnya lama komplek QRS
adalah 0,06 dan 0,10 detik. Pemanjangan penyebaran impuls melalui berkas cabang yang disebut dengan
blok berkas cabang (bundle branch block) akan melebarkan kompleks ventrikular. Irama jantung
abnormal dari ventrikel seperti takikardia ventrikel juga akan memperlebar dan mengubah bentuk
kompleks QRS oleh sebab jalur khusus yang mempercepat penyebaran impuls melalui ventrikel dipintas.
Hipertrofi ventrikel akan meningkatkan amplitudo kompleks QRS karena penambahan massa otot
jantung. Repolarisasi atrium terjadi selama depolarisasi ventrikel. Tetapi besarnya kompleks QRS
tersebut akan menutupi gambaran pemulihan atrium yang tercatat pada EKG. Gelombang T merupakan
gelombang yang menunjukkan repolarisasi ventrikel. Dalam keadaan normal gelombang T ini agak
asimetris, melengkung dan ke atas pada kebanyakan sadapan. Inversi gelombang T berkaitan dengan
iskemia miokardium. Hiperkalemia (atau peningkatan kadar kalium serum) akan mempertinggi dan
mempertajam puncak gelombang T.23
-
Selain berupa gelombang dan kompleks, sering didapatkan adanya segmen dan interval. Interval
PR diukur dari permulaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam interval ini tercakup juga
penghantaran impuls melalui atrium dan hambatan impuls pada nodus AV. Interval normal adalah 0,12
sampai 0,20 detik. Perpanjangan interval PR yang abnormal menandakan adanya gangguan hantaran
impuls, yang disebut blok jantung tikat pertama. Segmen ST merupakan interval yang terletak antara
gelombang depolarisasi ventrikel dan repolarisasi ventrikel. Tahap awal repolarisasi ventrikel terjadi
selama periode ini, tetapi perubahan ini terlalu lemah dan tidak tertangkap pada EKG. Penurunan normal
segmen ST terkait dengan kasus iskemia miokardium sedangkan peningkatan segmen ST terkait dengan
infark. Penggunaan digitalis juga mampu menurunkan segmen ST. Interval QT diukur dari awal
kompleks QRS sampai akhir gelombang T, meliputi depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Interval QT
rata-rata adalah 0,36 sampai 0,44 detik dan bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung. Interval QT
memanjang pada pemberian obat-obat antidisritmia seperti kuinidin, prokainamid, sotalol (Betapace),
dan amiodaron (Cordarone).
Dalam hal anamnesis ada beberapa hal yang perlu dilakukan dan digali mengenai tanda dan gejala
dari penyakit kardiovaskular. Sesak napas pada penderita jantung memberikan petunjuk adanya
gangguan fungsional jantung-paru. Ini dapat disebabkan oleh hipoksemia dengan asidosis, misalnya
pada penderita penyakit jantung bawaan biru (cyanotic congenital heart disease) dan gangguan restrksi
paru karena bertambahnya cairan paru, misalnya pada penderita dekompensasi karena stenosis mitral
atau infark myokard yang menyebabkan bendungan vena paru. Sesak napas dapat merupakan bagian
dari sindrom dekompensasi yang manifestasinya dapat berupa takipneu (frekuensi napas lebih cepat
daripada biasanya), dispneu (bernapas harus dengan usaha), ortopneu (kesukaran bernapas pada posisi
berbaring). Pada penderita tertentu, terutama dengan gangguan miokard sering gejala sesak napas timbul
malam hari saat resorbsi cairan interstitial masuk ke dalam sistem sirkulasi sehingga menimbulkan
beban untuk jantung. Keadaan ini disebut dengan paroxysmal nocturnal dyspnoe (PND). Kesadaran
untuk bernapas atau menarik napas lebih banyak disebabkan oleh faktor psikogenik tetapi bisa juga
berkaitan dengan kelainan jantung. Kadang-kadang kesukaran bernapas tidak disadari sepenuhnya oleh
penderita karena berlangsung secara perlahan-lahan dan secara tidak sadar, penderita melakukan hal-hal
yang sebenarnya adalah usaha bernapas atau menghilangkan gejala tersebut, misalnya adalah menambah
bantal waktu tidur. Edema (sembab) merupakan salah satu tanda dari gagal jantung. Biasanya
merupakan edema dependen terutama bagian-bagian yang terletak lama di bagian bawah. Insufisiensi
vena terutama pada wanita, dapat menyebabkan edema. Edema karena dekompensasi atau insufisiensi
vena sering lebih menyolok pada siang hari di mana penderita lebih banyak berdiri (ortostatik) dan
berkurang atau menghilang jika pada waktu tidur tungkai dinaikkan. Pada dekompensasi edema biasanya
didahului dengan peningkatan berat badan yang agak mencolok (2-5 kg). Edema yang unilateral dapat
disebabkan karena trombosis vena dalam. Edema setempat dapat merupakan manifestasi bendungan
24
-
vena karena proses setempat (misalnya tumor). Edema yang lebih menyeluruh dapat merupakan tanda
gangguan pengeluaran protein yang berlebihan pada sindrom nefrotik.
Sianosis merupakan tanda terjadinya pirau kanan ke kiri pada kelainan jantung bawaan. Biasanya
sianosis baru terlihat jika HHb (reduced Hb) mencapai kadar lebih dari 5 gr%. Sianosis yang hanya
terlihat pada sebagian ekstremitas (tangan kiri dan kedua tungkai) dikenal sebagai differential cyanosis
yang merupakan tanda PDA (persistant ductus arteriosus) dengan pirau kanan ke kiri. Kadang-kadang
sianosis hanya terjadi jika penderita melakukan aktivitas fisik. Pada keadaan hipoksemia berat dapat
juga terjadi sianosis yang terutama akan disertai dengan ekstremitas yang dingin dan basah. Nyeri dada
juga merupakan tanda atau gejala yang khas dan sering diartikan sebagai gejala dari iskemia miokard.
Karena sifatnya suatu nyeri alih (referred pain) maka lokasi dan kualitas nyeri dapat bervariasi. Keluhan
yang termasuk nyeri khas dirasakan substernal dengan penjalaran ke bagian medial lengan bawah kiri,
kadang-kadang menjalar ke lengan kanan, leher, atau mandibula. Dapat pula terasa menjalar ke daerah
punggung/belikat. Kualitas nyeri dapat merupakan rasa berat di dada, rasa seperti tertindih batu, rasa
ditusuk, dan sebagainya. Seringkali juga pasien tidak dapat mengekspresikan rasa nyeri tersebut dan
mengatakan sebagai masuk angin atau mungkin nyeri dada karena angina pectoris sering dikatakan
sebagai sesak, atau juga nyeri viseral berupa nyeri di daerah epigastrum dengan kembung, mulas, dan
sebagainya. Pencetus timbulnya nyeri seta bagaimana hilangnya nyeri perlu ditanyakan untuk
membedakan apakah nyeri karena angina, infark, atau diseksi aorta dan membedakannya dengan nyeri
nonjantung. Nyeri yang berhubungan dengan gerakan napas lebih sering berasal dari proses pleura,
sedangkan nyeri dengan gerakan lengan dapat disebabkan karena gangguan suatu saraf tepi (neuritis
interkostal). Nyei yang sifatnya sebentar (beberapa derik), bergetar, atau berdenyut, biasanya bukan
merupakan nyeri jantung. Nyeri pada angina sering dicetuskan oleh aktivitas fisik, mandi, makan, dan
sebagainya atau oleh perubahan emosional (marah, kaget, dan lain-lain).
Rasa berdebar (palpitasi) merupakan manifestasi kesadaran adanya denyut jantung yang dirasakan
sebagai denyut jantung yang cepat (palpitasi), lambat (bradikardia), suatu denyut yang tidak teratur
(fibrilasi), atau hilangnya suatu denyut (ekstrasistol). Pada keadan ekstrasistol keluhan penderita dapat
berupa rasa hilangnya suatu denyut (karena hilangnya efek pompa dari denyut prematur) atau terasa
sebagai mengendarai pesawat pada gangguan udara (turbulen). Tergantung dari aktivitas susunana saraf
otonom, keluhan berdebar dapat disertai dengan rasa cemas, keringat dingin atau lemas. Pada beberapa
keadaan, rasa berdebar dapat disertai dengan rasa sesak yang tergantung pada keadaan penyakit jantung
primernya. Pada takikardia atau fibrilasi yang sifatnya paroksismal, keluhan berdebar dapat timbul dan
menghilang dengan tiba-tiba. Sinkop dapat merupakan gejala kelainan sistem kardiovaskular. Sinkop
adalah keadaan kehilangan kesadaran karena aliran darah ke otak yang berkurang, baik karen ahilangnya
tonus vaskuler maupun menurunnya curah jantung. Sinkop dapat merupakan gejala penting kelainan
kardiovaskular yang dapat dan harus diobati. Di lain pihak sinkop sendiri dapat menyebabkan akibat-
akibat yang serius, misalnya trauma karena terjatuh saat sinkop, sinkop saat mengemudikan kendaraan, 25
-
saat bekerja, dan lain-lain. Sinkop juga harus diketahui, berupa sinkop vasovagal pada penderita muda,
sinkop karena penggunaan obat-obat yang berlebihan atau tidak tepat, sinkop karena diet rendah garam
yang terlalu ketat atau karena dehidrasi yang tidak teridentifikasikan.
Saat pemeriksaan fisik perlu dicermati hal-hal yang merupakan kelainan di daerah sekitar dinding
thoraks dan sistem kardiovaskular. Saat inspeksi, kita lihat dada untuk mencari adanya asimetri bentuk
dada dan gerak dada waktu bernapas. Adanya asimetri bentuk dada dan gerakan dada waktu bernapas,
asimetri bentuk dada yang menyebabkan hipertensi pulmonal jangka panjang atau asimetri dada dapat
terjadi karena sebab yang bersamaan dengan penyebab terjadinya kelainan jantung (misalnya prolaps
katup mitral, gangguan katup aorta pada sindrom Marfan) atau menjadi akibat dari adanya kelainan
jantung akibat aktivitas jantung yang mencolok selama masa pertumbuhan. Kelainan bentuk dada bisa
berbentuk pektus karinatus (pigeon breast; dada berbentuk seperti dada burung dengan penonjolan
sternum ke depan, dengan penyempitan rongga thoraks, sering terjadi pada sindrom Marfan), pektus
ekskavatus (funnel breast; kebalikan dari pektus karinatus di mana bagian bawah sternum dan iga
tertarik mendekati vertebra, misalnya pada tukang sepatu, penggunaan kemben, dan sindrom Marfan),
barrel chest (dada berbentuk seperti tong biasanya karena emfisema pulmonum atau kifois senilis),
kifosis (tulang belakang berdeviasi pada kurvatura lateral; sering terjadi pada kelainan jantung bawaan
seperti atrial septal defect/ASD atau PDA yang sering disertai juga dengan perubahan membusur ke
belakang atau kifoskoliosis yang memepersempit rongga paru dan mengubah anatomi jantung), vossure
cardiaque (merupakan penonjolan bagian depan hemitoraks kiri, hampir selalu terdapat pada kelainan
jantung bawaan atau kelainan jantung karena demam rematik, terutama berkaitan dengan aktivitas
berlebihan jantung pada masa pertumbuhan anak).
Selanjutnya palpasi, dengan palpasi dapat ditemukan gerakan jantung yang menyentuh dinding
dada terutama jika terdapat aktivitas yang meningkat atau pembesaran ventrikel atau juga jika
ketidakteraturan kontraksi ventrikel. Getaran karena adanya bising jantung (thriil) atau bising napas
sering dapat diraba. Palpasi dada lazim dilakukan dengan meletakkan sisi medial tangan, teutama pada
palpasi untuk meraba thriil. Pada keadaan normal hanya impuls dari apeks yang dapat diraba, pada
keadaan hiperaktif denyutan apeks akan lebih menyolok apeks atau ventrikel kiri dan biasanya akan
bergeser ke lateral karena adanya pembesaran jantung atau dorongan dari paru (misalnya apda
pneumotoraks kiri). Gerakan dari ventrikel kanan biasanya tidak teraba kecuali pada hipertrofi ventrikel
kanan di mana ventrikel kanan akan menyentuh dinding dada (ventrikel kanan mengangkat). Kadang-
kadang gerakan jantung teraba sebagai kursi goyang (ventricular heaving). Kadang-kadang teraba
gerakan jantung di bagian basis yang biasanya disebabkan oleh gerakan aorta (pada aneurisma aorta atau
regurgitasi aorta) atau karena gerakan arteria pulmonalis (pada hipertensi pulmonal) atau karena aliran
tinggi dengan dilatasi (pada ASD) yang disebut sebagai tapping. Sensasi yang terasa adalah seperti
meraba leher kucing di mana getaran nafasnya akan teraba sebagai thriil. Getaran karena adanya bising
napas yang keras juga mungkin teraba jika dihantarkan ke dinding dada.26
-
Perkusi berguna untuk menetapkan batas-batas jantung terutama apda pembesaran jantung atau
menetakan adanya konsolidasi jaringan paru pada keadaan dekompensasi, emboli paru atau juga efusi
pleura. Perkusi batas kiri redam jantung (LBCD= left boarder of cardiac dullness) dilakukan dari lateral
ke medial dimulai dari sela iga 5, 4, dan 3. LBCD akan terdapat kurang lebih 1-2 cm medial dari linea
klavikularis dan bergeser lebih ke medial 1 cm pada sela iga 4 dan 3. Batas kanan redam jantung
(RBCD= right boarder of cardiac dullness) dilakukan dengan perkusi bagian lateral kana dari sternum.
Pada keadaan normal RBCD akan berada di dalam batas dalam sternum. Kepekaan RBCD di luar batas
kanan sternum mencerminkan adanya bagian jantung yang membesar atau bergeser ke kanan. Penentuan
adanya pembesaran jantung harus ditentukan dari RBCD maupun LBCD. Kepekaan di daerah bawah
sternum (retrosternal dullness) biasanya akan mempunyai lebar kurang lebih 6 cm pada orang dewasa.
Jika lebih lebar, kemungkinana adanya massa retrosternal harus dipikirkan. Pada wanita, kesulitan
palpasi akan terasa sulit karena payudara yang besar, dalam hal in perkusi harus dilakukan dengan
menyingkirkan payudara dari daerah perkusi (oleh penderita atau oleh tangan kiri pemeriksa jika perkusi
dilakukan dengan satu tangan). Adanya konsolidasi paru at