92219104 dasar dasar kardiologi dan penyakit jantung koroner by ahimsa yoga anindita

39
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jantung terletak dalam ruangan mediastinum rongga dada, yaitu di antara paru. Perikardium yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan dalam (pericardium viseralis) dan lapisan luar (pericardium parietalis). Kedua lapisan perikardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas, yang mengurangi gesekan akibat gerakan pemompaan jantung. Perikardium parietalis melekat ke depan sternum, ke belakang pada kolumna verterbralis, dan ke bawah pada diafragma. Perlekatan ini menyebabkan jantung terletak stabil di tempatnya. Perikardium viseralis melekat secara langsung pada permukaan jantung. Perikardium juga melindungi terhadap penyebaran infeksi atau neoplasma dari organ- organ sekitarnya ke jantung. Jantung terdiri dari 3 lapisan. Lapisan terluar (epikardium), lapisan tengah yang merupakan lapisan otot (miokardium), sedangkan lapisan terdalam adalah lapisan endotel (endokardium). Ruangan jantung bagian atas (atrium) dan pembuluh darah besar (arteria pulmonaris dan aorta) membentuk dasar jantung. Atrium secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah (ventrikel) oleh suatu annulus fibrosus (tempat terletaknya keempat katup jantung dan tempat melekatnya katup maupun otot). Secara fungsional, jantung dibagi menjadi pompa sisi kanan dan sisi kiri, yang memompa darah venosa ke sirkulasi paru, dan darah arterial ke peredaran darah sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konsep kita dalam mempelajari urutan aliran darah secara anatomi: vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteria pulmonalis, paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava. Dari skenario 1 Blok Kardiovaskular, ada beberapa masalah penting, yaitu : Riwayat Penyakit Sekarang, berupa: - Seorang laki-laki, 40 tahun, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan utama nyeri dada. Riwayat Penyakit Dahulu, berupa: - Pasien tersebut tidak menderita diabetes melitus (DM). Riwayat Penyakit Keluarga, berupa: - Ayah pasien adalah pengidap penyakit jantung koroner (PJK) dengan keluhan nyeri dada juga dan pernah dirawat inap. Keterangan Penunjang, berupa: - Hasil anamnesis: tidak didapatkan sesak napas, tidak lekas lelah maupun dada berdebar-debar, pasien merasa takut akan dirinya karena ayahnya pernah menderita PJK - Habit pasien: kebiasaan merokok 2 bungkus sehari, jarang berolahraga (kadang-kadang seminggu sekali) 1

Upload: mranggaardianto

Post on 02-Oct-2015

28 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

cardio basic

TRANSCRIPT

  • 1. PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah

    Jantung terletak dalam ruangan mediastinum rongga dada, yaitu di antara paru. Perikardium yang

    meliputi jantung terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan dalam (pericardium viseralis) dan lapisan luar

    (pericardium parietalis). Kedua lapisan perikardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas, yang

    mengurangi gesekan akibat gerakan pemompaan jantung. Perikardium parietalis melekat ke depan

    sternum, ke belakang pada kolumna verterbralis, dan ke bawah pada diafragma. Perlekatan ini

    menyebabkan jantung terletak stabil di tempatnya. Perikardium viseralis melekat secara langsung pada

    permukaan jantung. Perikardium juga melindungi terhadap penyebaran infeksi atau neoplasma dari organ-

    organ sekitarnya ke jantung. Jantung terdiri dari 3 lapisan. Lapisan terluar (epikardium), lapisan tengah

    yang merupakan lapisan otot (miokardium), sedangkan lapisan terdalam adalah lapisan endotel

    (endokardium).

    Ruangan jantung bagian atas (atrium) dan pembuluh darah besar (arteria pulmonaris dan aorta)

    membentuk dasar jantung. Atrium secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah (ventrikel)

    oleh suatu annulus fibrosus (tempat terletaknya keempat katup jantung dan tempat melekatnya katup

    maupun otot). Secara fungsional, jantung dibagi menjadi pompa sisi kanan dan sisi kiri, yang memompa

    darah venosa ke sirkulasi paru, dan darah arterial ke peredaran darah sistemik. Pembagian fungsi ini

    mempermudah konsep kita dalam mempelajari urutan aliran darah secara anatomi: vena kava, atrium

    kanan, ventrikel kanan, arteria pulmonalis, paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria,

    arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.

    Dari skenario 1 Blok Kardiovaskular, ada beberapa masalah penting, yaitu :

    Riwayat Penyakit Sekarang, berupa:

    - Seorang laki-laki, 40 tahun, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan utama nyeri dada.

    Riwayat Penyakit Dahulu, berupa:

    - Pasien tersebut tidak menderita diabetes melitus (DM).

    Riwayat Penyakit Keluarga, berupa:

    - Ayah pasien adalah pengidap penyakit jantung koroner (PJK) dengan keluhan nyeri dada juga

    dan pernah dirawat inap.

    Keterangan Penunjang, berupa:

    - Hasil anamnesis: tidak didapatkan sesak napas, tidak lekas lelah maupun dada berdebar-debar,

    pasien merasa takut akan dirinya karena ayahnya pernah menderita PJK

    - Habit pasien: kebiasaan merokok 2 bungkus sehari, jarang berolahraga (kadang-kadang

    seminggu sekali)

    1

  • - Pada pemeriksaan fisik didapatkan data: kesadaran compos mentis, takanan darah 120/80

    mmHg, denyut nadi 80 kali/menit, irama nadi reguler dan isiannya cukup, RR 18 kali/menit,

    JVP tidak meningkat.

    - Pada inspeksi diperoleh hasil bahwa apeks tidak ada heaving dan nampak di linea

    medioklavikularis sinistra saptium intercostale (SIC) IV.

    - Pada palpasi diperoleh hasil apeks di SIC IV linea medioklavikularis sinistra, tidak ada thriil.

    - Pada perkusi diperoleh hasil pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea

    medioklavikularis sinistra.

    - Pada auskultasi diperoleh hasil bunyi jantung I intensitas biasa, bunyi jantung II intensitas

    biasa, normal splitting, tidak ada bisisng, tidak ada gallop, dan tidak ada ronkhi.

    - Hasil pemeriksaan laboratorium normal.

    - Pemeriksaan tambahan EKG normal.

    - Pada foto thoraks, didaptkan hasil CTR adalah 0.49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak

    menonjol, pinggang jantung normal, apeks tidak bergeser ke lateral atau lateral bawah.

    - Pemeriksaan exercise stress test (treadmil test) normal.

    - Pemeriksaan echocardiografi menunjukkan jantung dalam batas normal.

    B. Rumusan MasalahDari masalah-masalah yang ada pada skenario di atas, dan hal-hal yang akan dibahas, antara lain :

    a. Anatomi dan histologi sistem kardiovaskular

    b. Elektrofisiologi jantung

    c. Curah jantung dan sistem nutrisi jantung

    d. Aliran darah ke perifer

    e. Cadangan jantung

    f. Pemeriksaan penunjang sistem kardiovaskular dalam rangka penegakan diagnosis

    g. Bunyi jantung

    C. Tujuan Penulisan

    Mengetahui hal yang aneh dalam pemeriksaan fisik dan keterangan-keterangan mengenai pasien

    tersebut.

    Menegakkan diagnosis melalui berbagai pemeriksaan yang dilakukan.

    Mengetahui gejala-gejalanya lebih lanjut dan penatalaksanaannya.

    Pentingnya masalah tersebut untuk dibahas adalah agar kita lebih bisa menambah pengetahuan

    kita tentang penyakit yang berhubungan dengan sistem jantung dan pembuluh darah (sistem

    kardiovaskular) dan penyelesaiaannya.

    D. Manfaat PenulisanManfaat penulisan ini adalah agar mahasiswa mampu menjelaskan:

    2

  • a. Ilmu-ilmu dasar yang berhubungan dan melingkupi sistem kardiovaskular meliputi anatomi,

    histologi dan fisiologi.

    b. Sistem keseimbangan suplai oksigen di jantung dengan besarnya kebutuhan oksigen di

    miokardium.

    c. Klasifikasi macam-macam penyakit pada sistem kardiovaskular.

    d. Penyebab-penyebab terjadinya gangguan pada sistem kardiovaskular beserta mekanismenya.

    e. Faktor-faktor pencetus terjadinya gangguan pada sistem kardiovaskular.

    f. Mekanisme terjadinya kelainan pada sel/organ pada penyakit-penyakit sistem kardiovaskular

    meliputi patogenesis, patologi, dan patofisiologinya.

    g. Mekanisme terjadinya gangguan/kelainan pada jantung yang dikarenakan ketidakseimbangan

    suplai oksigen, aliran darah yang melalui katup jantung dalam keadaan normal dan abnormal,

    kelainan irama, penyakit infeksi pada jantung, dan gangguan pada sistem vaskular perifer (arteri

    dan vena).

    h. Komplikasi yang ditimbulkan pada penyakit-penyakit di sistem kardiovaskular.

    i. Manajemen/penatalaksanaan penyakit pada sistem kardiovaskular meliputi dasar-dasar terapi

    meliputi medikamentosa, konservatif, diet, operatif, rehabilitasi, dll.

    j. Tanda dan gejala penyakit-penyakit pada sistem kardiovaskular.

    k. Penegakan diagnosis penyakit pada sistem kardiovaskular.

    l. Patogenesis, patologi, dan patofisiologi pada sistem kardiovaskular.

    m. Prognosis secara umum tentang penyakit pada sistem kardiovaskular.

    n. Penyususnan data dari tanda dan gejala, pemeriksaan fisik, prosedur klinik, dan pemeriksaan

    laboratorium untuk mengambil kesimpulan suatu diagnosis sementara dan diagnosis banding

    pada penyakit sistem kardiovaskular.

    o. Prosedur klinik penunjang diagnosis penyakit sistem kardiovaskular, meliputi: EKG,

    Ekokardiogram, Radiologi Sinar-X, Venografi, USG, Pengukuran Impedansi, Kateterisasi

    Jantung, Radionucleotide Scanning.

    p. Pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosis penyakit sistem kardiovaskular meliputi kimia

    darah: kreatin fosfokinase (CPK/CK), glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT/GOT), laktat

    dehidrogenase (LDH), dll.

    q. Prosedur keterampilan klinik untuk mendiagnosis penyakit pada sistem kardiovaskular, meliputi:

    pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi dan auskultasi: bunyi jantung), tes jasmani/treadmill test.

    r. Perancangan tindakan promotif dan preventif penyakit pada sistem kardiovaskular dengan

    mempertimbangkan faktor-faktor pencetus.

    s. Perancangan penatalaksanaan penyakit-penyakit pada sistem kardiovaskular.

    3

  • 2. TINJAUAN PUSTAKAA. Anatomi dan Histologi Sistem Kardiovaskular

    Atrium kanan jantung (atrium cordis dextrum) merupakan ruangan yang berdinding tipis dan

    berfungsi sebagai tempat menyimpan darah, dan sebagai penyalur darah dari vena-vena sirkulasi

    sistemik yang mengalir ke ventrikel kanan. Darah yang berasal dari pembuluh vena ini masuk ke dalam

    atrium kanan melalui vena akva superior, vena kava inferior dan sinus koronarius. Dalam muara vena

    akva tidak terdapat katup-katup sejati. Yang memisahkan vena dengan atrium adalah lipatan katup atau

    pita otot yang rudimenter. Oleh karena itu peningkatan tekanan atrium kanan akibat bendungan darah di

    sisi kanan jantung akan dibalikkan kembali ke dalam vena sirkulasi sistemik. Sekitar 75% aliran balik

    vena ke dalam atrium kanan akan mengalir secara pasif ke dalam ventrikel kanan melalui kaup

    trikuspidalis. Sedangkan 25% sisanya akan mengisi ventrikel selama kontraksi atrium. Pengisian

    ventrikel secara aktif ini disebut dengan atrial kick. Ventrikel kanan (ventrikulus cordis dexter) akan

    menghasilkan kekuatan yang cukup besar untuk dapat memompa darah yang diterima dari atrium ke

    sirkulasi pulmonar. Ventrikel kana berbentuk bulan sabit yang unik untuk menghasilkan kontraksi

    berteknan rendah yang cukup untuk mengalirkan darah ke dalam arteria pulmonalis. Sirkulasi paru

    merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah dengan resistensi yang jauh lebih kecil terhadap aliran

    darah dari ventrikel kanan, dibandingkan tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap aliran darah dari

    ventrikel kiri. Oleh karena itu, beban kerja ventrikel kana jauh lebih ringan daripada ventrikel kiri.

    Akibatnya, tebal dinding ventrikel kanan hanya sepertiga dari tebal dinidng ventrikel kiri. Untuk

    menghadapi tekanan paru yang meningkat secara akut (seperti pada emboli paru masif) maka

    kemampuan pemompaan ventrikel kanan tidak cukup kuat sehingga dapat terjadi kematian. Atrium kiri

    (atrium cordis sinistrum) menerima darah arterial (teroksigenasi0 dari paru-paru melalui keempat vena

    pulmonalis. Antara vena pulmonalis dan atrium kiri tidak terdapat katup sejati. Oleh karena itu,

    perubahan tekanan atrium kiri mudah membalik secara retrogard ke dalam pembuluh paru-paru.

    Peningkatan akut tekanan atrium kiri akan menyebabkan bendungan apru. Atrium kiri memiliki dinding

    tipis dan bertekanan rendah. Darah menglair dari atrium kiri ke ventrikel kiri melalui katup mitralis.

    Ventrikel kiri (ventrikulus cordis sinister) akan menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk

    mengatasi tahanan sirkulasi sitemik, dan mempertahankan aliran darah ke jaringan perifer. Ventrikel kiri

    memiliki otot-otot yang tebal (paling tebal) dengan bentuk yang menyerupai lingkaran sehingga

    mempermudah pembentukan tekanan yang tinggi selama berkontraksi. Bahkan septum interventrikular

    pun juga ikut membantu pembentukan tekanan yang tinggi ini. Pada saat kontraksi, tekanan ventrikel

    kiri meningkat sekitar lima kali lebih tinggi daripada tekanan ventrikel kanan. Bila ada hubungan

    abnormal antara kedua ventrikel (misalnya robek pada septum interventrikularnya), maka darah akan

    mengalir dari kiri ke kanan melalui robekan tersebut. Akibatnya terjadi penurunan jumlah aliran darah

    dari ventrikel kiri melalui katup aorta ke dalam aorta. (DeBeasi, 2007)

    4

  • Katup atrioventrikularis adalah katup yang terletak antara atrium dan ventrikel, baik kanan (katup

    trikuspidalis/valvula trikuspidalis) maupun kiri (katup mitralis/valvula mitralis). Katup trikuspidalis

    memiliki 3 daun katup, sedangkan katup mitralis memiliki 2 daun katup. Daun katup dari kedua katup

    itu tertambat melalui berkas-berkas tipis karingan fibrosa yang disebut chordae tendineae. Korda

    tendinea ini akan meluas menjadi musculus papillaris (tonjolan otot pada dinding ventrikel). Korda

    tendinea ini akan menyokong katup pada waktu kontraksi ventrikel untuk mencegah membaliknya daun

    katup ke dalam atrium. Apabila korda tendinea dan muskulus papilaris mengalami gangguan (ruptur atau

    iskemia), darah akan kembali ke dalam atrium sewaktu ventrikel berkontraksi. Katup semilunaris

    (valvula semilunaris) terdiri dari 3 daun katup yang tertambat kuat pada anulus fibrosus. Katup ini

    berfungsi untuk mencegah aliran kembali darah dari aorta atau arteria pulmonalis ke dalam ventrikel,

    sewaktu ventrikel dalam keadaan istirahat. Katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta, sedangkan

    katup pulmonalis terletak antara ventrikel kanan dan arteria pulmonalis. Tepat di atas daun katup aorta,

    terdapat kantung menonjol dari dinding aorta dan arteria pulmonalis, yang disebut sinus Valsava. Sinus

    ini merupakan muara dari arteria koronaria dan melindunginya dari penyumbatan oleh daun katup pada

    waktu katup aorta terbuka. (DeBeasi, 2007)

    Anulus fibrosus di antara atrium dan ventrikel memisahkan ruangan-ruangan ini secara anatomis

    dan elektris. Untuk memastikan rangsangan ritmik dan sinkron, serta konraksi otot jantung, terdapat

    jalur konduksi khusus dalam miokardium. Jalur ini memiliki sifat-sifat tertentu, antara lain otomatisasi

    (kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan), ritmisasi (pembangkitan impuls yang teratur),

    konduktivitas (kemampuan menghantarkan impuls), dan daya rangsang (kemmapuan berespons terhadap

    stimulasi). Jantung memiliki sifat-sifat ini sehingga mampu menghasilkan impuls secara spontan dan

    ritmis yang disalurkan melalui sistem konduksi untuk merangsang niokardium dan menstimulasi

    kontraksi otot. Impuls jantung biasanya berasal dari nodus sinoatrialis (SA). Nodus SA ini disebut pace

    maker atau pemacu alami jantung. Nodus SA terletak di dinding posterior atrium kanan dekat muara

    vena kava superior. Impuls jantung kemudian menyebar dari nodus SA menuju jalur konduksi khusus

    atrium dan ke otot atrium. Suatu jalur antaratrium (yaitu berkas Brachmann) mempermudah penyebaran

    impuls dari atrium kananke atrium kiri. Jalur internodal (jalur anterior, tengah, dan posterior)

    menghubungkan nodus SA dengan nodus atrioventrikularis (AV). Impuls listrik kemudian mencapai

    nodus AV yang terletak di sebelah kanan interatrial dalam atrium kanan dekat muara sinus koronaria.

    Nodus AV merupakan jalur normal transmisi impuls antara atrium dan ventrikel. Penghantaran impuls

    terjadi relatif lambat melewati nodus AV karena tipisnya serat di daerah ini dan konsentrasi taut selisih

    (merupakan mekanisme komunikasi antarsel yang memepermudah konduksi impuls) yang rendah.

    Hasilnya adalah hambatan konduksi impuls selama 0,9 detik melalui nodus AV. Hambatan hantaran

    melalui nodus AV menyebabkan sinkronisasi kontraksi atrium sebelum kontraksi ventrikel sehingga

    pengisian ventrikel menjadi optimal. Hilangnya sinkronisasi ini yang disertai dengan aritmia jantung

    (misalnya fibrilasi atrium) dapat mengurangi curah jantung sebesar 25 hinga 30%. Hambatan AV juga 5

  • melindungi ventrikel dari banyaknya impuls atrial abnormal. Normalnya, tidak lebih dari 180 impuls per

    menit yang dapat mencapai ventrikel. Hal ini sangat penting dalam kelainan irama jantung tertentu

    seperti fibrilasi atrium, yaitu ketika denyutan atrium dapat mencapai 400 denyut per menitnya. Jadi

    nodus AV mempunyai 2 fungsi penting, yaitu pengoptimalan waktu pengisian ventrikel dan pembatasan

    jumlah impuls yang dapat dihantarkan ke ventrikel. Berkas His menyebar dari nodus AV, yang

    memasuki selubung fibrosa yang memisahkan atrium dari ventrikel. Normalnya, nodus AV-berkas His

    adalah satu-satunya rute penyebaran impuls dari atrium ke ventrikel dan biasanya hanya dalam arah

    anterior (yaitu dari atrium ke ventrikel). Berkas His berjalan ke bawah di sisi kana septum

    interventrikular sekitar 1 cm dan kemudian bercabang menjadi serabut berkas kanan dan kiri (crus

    dextrum dan crus sinistrum). Serabut berkas kiri berjalan secara vertikal melalui septum interventrikular

    dan kemudian bercabang menjadi bagian anterior dan bagian posterior yang lebih tebal. Berkas serabut

    kanan dan kiri kenudian menjadi serabut Purkinje. Hantaran impuls dari serabut Purkinje berjalan cepat

    sekali. Serabut ini berdiameter relatif besar dan memberikan sedikit reisitensi terhadap penyebaran

    hantaran. Serabut Purkinje juga memiliki potensial aksi yang dicirikan dengan ledakan cepat pada fase

    nol. Yang terkahir, serabut Purkinje mengandung taut selisih dalam konsentrasi besar yang disesuikan

    secara maksimal sehingga menyebabkan hantaran impuls yang cepat. Waktu hantaran melalui sistem

    Purkinje 150 kali lebih cepat dibandingkan dengan hantaran melalui nodus AV. Penyebaran hantaran

    melalui serabut Purkinje dimulai dari permukaan endokardium jantung sebelum berjalan ke sepertiga

    jalur menuju miokardium. Pada miokardium ini, impuls dihantarkan ke serabut otot ventrikel. Impuls

    kemudian berlanjut menyebar dengan cepat ke epikardium. Dan hal ini menyebabkan aktivasi segera dan

    kontraksi ventrikel yang terjadi hampir bersamaan. (DeBeasi, 2007)

    Eksitasi biasanya dimulai dari nodus SA karena nodus ini memiliki kecepatan pembangkitan impuls

    yang terbesar, sekitar 60 dampai 100 denyut per menit. Namun pada saat nodus SA tidak bisa

    menghasilkan impuls dalam kecepatan yang memadai, maka bagian-bagian lain dapat mengambil alih

    peranannya sebagai pemacu. Nodus AV sanggup menghasilkan impuls dengan kecepatan 40-60 per

    menit, sedangkan daerah ventrikel dalam sistem Purkinje dapat menghasilkan kecepatan sekitar 15

    sampai 40 denyut per menit. Pemacu-pemacu cadangan ini mempunyai fungsi penting untuk mencegah

    jantung berhenti berdenut (asistolik) bila pemacu alaminya gagal bekerja akibat penyakit atau gagal

    akibat efek merugikan dari pengobatan tertentu. (DeBeasi, 2007)

    Dinding aorta dan arteria besar lainnya mengandung banyak jaringan elastis dan sebagian otot

    polos. Ventrikel kiri memompa darah masuk ke dalam aorta dengan tekanan tinggi. Dorongan darah

    secara mendadak ini meregang dinding arteria yang elastis tersebut, pada saat ventrikel beristirahat maka

    dinding yang elastis tersebut akan kembali pada keadaan semula dan memompa darah ke depan, ke

    seluruh sistem sirkulasi. Di daerah perifer, cabang-cabang sistem arteria berproliferasi dan terbagi lagi

    menjadi pembuluh darah kecil. Jaringan arterial ini terisi sekitar 15% volume total darah. Oleh karen itu,

    sistem arteria ini dianggap merupakan sirkuit bervolume rendah tetapi bertekanan tinggi. Cabang-6

  • cabangnya disebut sebagai sirkuit resistensi karena memiliki sifat khas volume-tekanan ini. Dinding

    pembuluh darah arteriola terutama terdiri dari otot polos dengan sedikit serabut elastis. Dinding otot

    arteriola ini sangat peka dan dapat berdilatasi atau berkontraksi. Bila berkontraksi, arteriola merupakan

    tempat resistensi utama aliran darah dalam cabang arterial. Saat berdilatasi penuh, arteriola hampir tidak

    memberikan resistensi terhadap aliran darah. Pada persambungan antara arteriola dan kapiler terdapat

    sfingter prekapiler. Pembuluh darah kapiler memiliki dinding tipis yang terdiri dari satu lapis sel

    endotel. Nutrisi dan metabolit berdifusi dari daerah berkonsentrasi tinggi ke rendah melalui membran

    yang tipis dan semipermeabel. Dengan demikian oksigen dan nutrisi akan meninggalkan pembuluh

    darah dan masuk ke dalam ruang interstitial dan sel. Karbondioksida dan metabolit berdifusi ke arah

    yang berlawanan. Pergerakan cairan antara pembuluh darah dan ruangan interstitial bergantung pada

    keseimbangan relatif antara tekanan hidrostatik dan osmotik jaringan kapiler. Venula berfungsi sebagai

    saluran pengumpul dan terdiri atas sel-sel endotel dan jaringan fibrosa. Vena adalah saluran yang

    berdinidng relatif tipis dan berfungsi menyalurkan darah dari jaringan kapiler melalui sistem vena,

    masuk ke atrium kanan. Aliran vena ke jantung hanya searah karena katup-katunya terletak strategis di

    dalam vena. Vena merupakan pembuluh darah dalam sirkulasi sistemik yang paling dapat meregang,

    pembuluh ini dapat menampung darah dalam jumlah banyak dengan tekanan yang relatif rendah. Sifat

    aliran vena yang bertekanan rendah dan bervolume tinggi ini menyebabkan sistem vena ini disebut

    sistem kapasitas. Sekitar 64% volume darah total terdapat dalam sistem vena. Kapasitas jaringan vena

    dapat berubah. Venokonstriksi dapat menurunkan kapasitas jaringan vena, memaksa darah bergerak

    maju menuju jantung seperlunya. Pergerakan darah menuju jantung juga dipengaruhi oleh kompresi

    vena oleh otot rangka dan perubahan tekanan rongga dada dan perut selama pernapasan. Sistem vena

    berakhir pada vena kava inferior dan superior. Dari situlah semua aliran darah vena mengalir ke dalam

    atrium. Tekanan dalam atrium kanan sering disebut sebagai tekanan vena sentralis (central venous

    pressure, CVP) atau tekanan atrium kanan (right atrial pressure, RAP). (DeBeasi, 2007)

    Komponen dinding pembuluh darah meliputi lapisan intima, media, dan adventitia. Lapisan intima

    adalah bagian terdalam dinding arteri yang mengalami kontak langsung dengan suplai darah. Intima

    terdiri atas selapis sel endotel. Sel endotel dianggap sebagai sel inert yang menungkinkan pergerakan zat

    ke dalam dan ke luar dinding sel arteri. Namun sekarang diartikan bahwa sel endotel agak dinamis dan

    memiliki berbagai fungsi. Fungsi sel endotel akan berubah bila terjadi cedera endotel. Salah satu fungsi

    utama endotel adalah sebagai sawar antara aliran darah dan dinding pembuluh darah bagian dalam. Taut

    yang erat dan taut selisih yang mengendalikan secara selektif pergerakan zat ke dalam dan ke luar

    dinding pembuluh darah, menghubungkan sel-sel endotel. Zat-zat juga dapat meningkatkan hubungan ke

    daerah subintima melalui proses endositosis atau jika larut dalam lemak, melalui membran lipid. Endotel

    juga memberikan permukaan nontrombotik sehingga mencegah oklusi pembuluh darah. Endotel

    melakukan fungsi ini dengan menyekresi 2 zat, yaitu prostasiklin (PGI2) dan nitrogen oksida (NO). PGI2 menghambat agregasi trombosit, sedangkan NO menghambat adhesi maupun agregasi trombosit. Selain

    7

  • itu sel endotel bermuatan negatif sehingga secara alamiah akan menolak partikel-partikel yang

    bermuatan sama. Heparin sulfat melapisi permukaan sel endotel sehingga menghambat terbentuknya

    bekuan darah. Sel-sel endotel juga menyekresi zat vasoaktif yang mempengaruhi vasodilatasi dan

    vasokonstriksi. PGI2 dan NO mencegah pembentukan bekuan darah dan juga merupakan vasodilator kuat

    (NO merupakan vasodilator terkuat sehingga ditemukan dalam waktu lama). Sel-sel endotel juga

    menyekresi vasokonstriktor yang paling kuat, yaitu endotheelin I. Zat-zat lain yang disekresi oleh sel-sel

    endotel adalah vasokonstriktor, tromboksan A2, prostaglandin H2, dan angiotensin-2, serta faktor

    pertumbuhan yang berasal dari platelet (platelet-derived growth faktor, PDGF). Sel-sel endotel mampu

    beregenerasi setelah cedera. Namun demikian, hanya sel endotel di tepi cedera yang mampu

    beregenerasi. Sel-sel endotel yang terletak di membrana basalis berdifusi dengan berbagai protein dan

    sebagian sel-sel otot polos. Daerah ini dikenal sebagai lamina elastika interna dan mambentuk ikatan

    sebelah luar lapisan media. Lapisan media terletak di bagian tengahdinding arteria dan terdiri atas

    jalinan lapisan sel otot polos. Setiap sel otot polos dikelilingi oleh membran basalis yang tidak kontinu,

    sma seperti dengan yang terdapat pada sel endotel. Sel-sel otot polos memberikan integritas struktur

    pembuluh darah, sel ini juga bertanggung jawab dalam mempertahankan tonus dinding arteri melalui

    kontraksi yang lambat dan kontinu. Sel-sel otot polos berespons terhadap berbagai zat vasoaktif dengan

    berdilatasi maupun berkontraksi, yang menyebabkan vasodilatas dan vasokonstriksi. Saat ini telah

    ditemukan sel-sel reseptoruntuk berbagai zat (LDL, insulin, stimulator pertimbuhan) sehingga sel-sel

    otot polos mungkin terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan. Lapisan adventitia terletak di

    bagian terluar dinding arteria yang memberikan kekuatan utama pada pembuluh darah dan terdiri atas

    berkas fibril kolagen, serabut elastis, fibroblas, dan beberapa sel otot polos. Lapisan adventitia juga

    mengandung serabut saraf dan pembuluh-pembuluh darah. (DeBeasi, 2007)

    Jantung dipersarafi oleh serabut simpatis dan parasimpatis susunan saraf otonom melalui plexus

    cardiacus yang terletak di bawah arkus aorta. Saraf simpatis berasal dari bagian cervicale dan thoracale

    bagian atas truncus sympathycus, dan persarafan parasimpatis berasal dari nervus vagus. Serabut-serabut

    postganglionik simpatis berakhir di nodus sinusatrial dan nodus atrioventrikular, serabut-serabut otot

    jantung dan arteria koronaria. Perangsangan saraf simpatis mengakibatkan akselerasi jantung,

    meningkatkan denyut jantung (daya kontraksi otot jantung) dan dilatasi arteria koroner. Serabut-serabut

    postganglionik parasimpatis berakhir di nodus sinoatrial dan nodus atrioventrikular dan arteria

    koronaria. Perangsangan saraf parasimpatis mengakibatkan berkurangnya denyut jantung (daya

    kontraksi otot jantung) dan konstriksi arteria koroner. Serabut-serabut aferen yang berjalan bersama

    saraf simpatis membawa implus saraf yang biasanya tidak dapat disadari. Akan tetapi bilai pasokan

    darah kurang ke otot jantung terganggu maka implus rasa nyeri dapat dirasakan melalui lintasan tersebut.

    Serabut-serabut aferen yang berjalan bersama nervus vagus mengambil bagian dalam refleks

    kardiovaskular. (Tortora dan Anagnostaskos, 2007)

    8

  • Sekali lagi dijelaskan bahwa sistem kardiovaskular diinervasi oleh sistem saraf parasimpatis dan

    simpatis. Dua sistem ini memperlihatkan efek yang berlawanan dan beroperasi secara terbalik untuk

    memberikan perubahan pada fungsi kardiovaskular. Stimulasi parasimpatis melalui nervus vagus

    menurunkan pembakaran nodus SA, menurunkan kecepatan konduksi melewati nodus AV dan

    menurunkan daya kontraksi atrium. Inhibisi sistem saraf parasimpatis menimbulkan efek yang

    berlawanan. Serat simpatis meluas ke sistem konduksi, miokardium dan sel otot polos pembuluh darah.

    Stimulasi sistem saraf simpatis ini menyebabkan pelepasan norepinefrin dan epinefrin dari medula

    adrenal. Zat ini secara selektif terikat pada reseptor dan reseptor 1 dan 2 untuk menimbulkan

    vasokonstriksi pembuluh darah, peningkatan pembakaran nodus SA, peningktan kecepatan konduksi

    melalui nodus AV, dan peningkatan daya kontraksi ventrikel. Inhibisi sistem saraf simpatis ini

    menimbulkan efek yang berlawanan. (DeBeasi, 2007)

    B. Elektrofisiologi JantungAktivitas listrik jantung terjadi akibat aliran ion-ion natrium, kalium, dan kalsium (Na+, K+, dan Ca+

    +) melewati membran sel jantung. Seperti semua sel dalam tubuh, natrium dan kalsium, terutama

    merupakan ion ekstrasel, dan kalium terutama merupakan ion intrasel. Perpindahan ion-ion ini membran

    sel jantung dikendalikan oleh berbagai hal, termasuk difusi pasif, sawar yang bergantung pada waktu

    dan voltase, serta pompa Na+, K+-ATPase. Hasil perpindahan ion antarmembran merupakan suatu

    perbedaan listrik melewati membran sel sebagai potensial aksi. Potensial aksi yang menggambarkan

    muatan listrik bagian dalam sel dalam hubungannya dengan muatan listrik bagian luar sel disebut

    potensial transmembran. Perubahan potensial transmembran akibat perpindahan ion dsebutkan sebagai

    fase 0 hingga fase 4. Dua tipe utama potensial aksi merupakan potensial aksi respons cepat dan respons

    lambat. Dua tipe ini diklasifikasikan menurut penyebab depolarisasi primer, yaitu saluran Na+ cepat dan

    saluran Ca++ lambat. Potensial aksi respons cepat terdapat dalam sel-sel otot ventrikel dan atrium, serta

    serabut Purkinje. Potensial transmembran dalam sel ini saat istirahat adalah -90 mV, potensial

    transmembran saat istirahat (disebut sebagai RP, resting potential). Terdapat beberapa faktor yang

    mempertahankan potensial transmembran saat istirahat yang negatif. Faktor yang pertama adalah

    permeabilitas selektif membran sel terhadap kalium dibandingkan dengan ion natrium. Kalium dapat

    bergerak secara bebas bila terdapat perbedaan konsentrasi dengan bagian luar sel. Pada waktu yang

    sama, meskipun perbedaan konsentrasi dan listrik menyebabkan perpindahan natrium ke bagian dalam

    sel, permeabilitas sel membran menyebabkan hanya sejumlah kecil natrium yang dapat masuk ke dalam

    sel. Penyebab kedua potensial aksi transmembran yang negatif adalah pompa Na+, K+-ATPase. Pompa

    metabolik ini terletak dalam membran sel dan secara kontinu memompa natrium dan kalium apabila

    terdapat perbedaan konsentrasi. Natrium berpndah ke luar sel dan kalium ke dalam sel dalam rasio 3:2

    sehingga memperkuat perbedan listrik melewati membran sel. (Tortora dan Anagnostaskos, 2007)

    9

  • Rangsangan yang meningkatkan potensial transmembran menjadi -65 mV disebut juga potensial

    ambang, berperan dalam memulai depolarisasi. Diperlukan potensial transmembran -65 mV untuk

    mengaktivasi saluran Na+ cepat. Dengan terjadinya aktivasi, natrium tercurah ke dalam sel sesuai dengan

    perbedaan listrik dan konsentrasi. Perubahan positif cepat dalam potensial transmembran berhubungan

    dengan depolarisasi, atau fase 0 potensial aksi. Perubahan positif pada potensial transmembran menjadi

    0 mV menyebabkan inaktivasi saluran Na+ menjadi menutup tetapi tidak terjadi sebelum voltase

    menurun ringan. Dalam pemeriksaan potensial aksi terlihat jelas adanya peningkatan tajam fase 0, yang

    memperlihatkan begitu cepatnya aktivasi saluran Na+ cepat. Amplitudo dan kecepatan fase 0 berkaitan

    dengan kecepatan ketika potensial aksi dihasilkan oleh sel-sel lain. Setelah depolarisasi, terjadi

    repolarisasi awal membran sel yang digambarkan oleh fase 1 potensial aksi. Fase 1 memperlihatkan

    kembalinya negativitas sebagai perpindahan kalium ke luar sel sesuai dengan perbedaan listrik dan

    kimiawi. Perpindahan listrik tidak hanya berlangsung dalam waktu pendek hingga saluran Ca++ lambat

    bergantung voltase sempat terbuka. Saluran ini disebut saluran Ca++ lambat karena walaupun teraktivasi

    selama fase 0 (apabila potensial transmembran mencapai sekitar -10 mV), perpindahan kalsium ke

    dalam sel tidak terjadi jelas hingga fase 2. Selama fase 2, terjadi suatu plateau dalam potensial

    transmembran karena kalsium berpindah ke dalam sel dan menetralkan secara listrik perpindahan kalium

    ke luar sel. Plateau berlangsung dalam waktu relatif lama karena saluran Ca++ lambat membuka dan

    lambat menutup. Kalsium memasuki sel jantung pada periode ini juga terlibat dalam kontraksi jantung

    (gabungan eksitasi-kontraksi). Begitu saluran Ca++ menutup, K+ terus berpindah ke luar sel. Aksi ini

    menyebabkan kembalinya negativitas potensial transmembran (pada fase 3), yang disebut juga sebagai

    repolarisasi akhir. Potensial transmembran terus menurun hingga tercapai potensial saat isitrahat (-90

    mV), yang disebut sebagi fase 4. Periode refrakter, sejak awitan fase 0 hingga pertengahan fase 3, sel

    jantung tidak dapat distimulasi ulang. Periode ini disebut sebagai periode refrakter absolut atau efektif.

    Pada periode ini, saluran Na+ cepat diinaktivasi dan tidak dapat diaktifkan ulang walaupun

    diberstimulasi kuat. Menuju pertengahan fase 3 dan tepat sebelum fase 4, stimulus yang lebih kuat

    daripada stimulus normal akan menyebabkan terbentuknya potensial aksi karena saluran Na+ cepat mulai

    pulih dari inaktivasi. Periode ini disebut juga sebagai periode refrakter relatif. Setelah tercapai fase 4,

    setiap stimulus yang mampu mencapai ambang dapat menghasilkan suatu potensial aksi (fenomena all

    or nothing). (Guyton dan Hall, 2007)

    Nodus SA maupun AV memperlihatkan potensial aksi respons lambat. Sel-sel nodus ini memiliki

    lebih sedikit saluran K+ dan lebih bocor terhadap Na+. Oleh karena itu potensial transmembran saat

    istirahat tidak begitu negatif (-60 mV). Pada potensial transmembran ini, saluran Na+ cepat yang

    bergantung voltase tetap tidak teraktivasi. Selain keadaan ini, saluran lain dalam membran sel secara

    herediter mengalami kebocoran terhadap natrium menyebabkan sejumlah natrium bocor ke dalam sel.

    Potensial membran akhirnya mencapai -40 mV yang merupakan potensial ambang dalam respons

    lambat. Saluran Ca++ respons lambat yang bergantung voltase menjadi teraktivasi dan influks kalsium 10

  • menyebabkan depolarisasi sel. Bentuk potensial aksi respons lambat berbeda dari yang terdapat pada

    potensial aksi repons cepat. Depolarisasi (atau fase 0) terjadi lebih lambat pada sel-sel yang berespons

    lambat. Tidak terjadi fase 1, fase 2 tidak jauh dari fase 3, dan fase 3 timbul segera setelah fase 0 karena

    saluran Ca++ lambat menjadi tidak teraktivasi. Pada waktu bersamaan sejumlah besar kalium berpindah

    ke luar sel, menyebabkan potensial membran saat istirahat kembali menjadi -55 hingga -60 mV (fase 4),

    yaitu titik ketika saluran K+ menjadi kurang permeabel terhadap kalium. Kemudian natrium terus bocor

    ke dalam sel, menyebabkan meningkatnya potensial transmembran hingga -40 mV, dan siklus ini akan

    dimulai lagi. (DeBeasi, 2007)

    Serabut sistem hantaran khusus jantung (nodus SA, nodus AV, dan serabut Purkinje) memiliki ciri

    khas automatisasi, yang berarti bahwa serabut ini dapat mengeksitasi diri sendiri, atau menghasilkan

    potensial aksi secara spontan. Nodus SA adalah pace maker dominan pada jantung karena mampu

    mengeksitasi diri sendiri dengan laju lebih cepat daripada nodus AV dan serabut Purkinje. Namun

    demikian, apabila nodus SA mengalami cedera, nodus AV dan serabut Purkinje kemudian dapat

    mengambil alih peran pace maker tersebut tetapi dengan laju yang lebih perlahan. Perpindahan ion

    selama fase 4 menentukan automatisasi nodus SA dan nodus AV. Terjadi depolarisasi lambat pada fase

    4 karena natrium berpindah ke dalam sel, yang secara relatif juga terjadi pada kalium. Perpindahan ini

    meningkatkan potensial transmembran ke nilai ambang, dan kemudian timbul suatu potensial aksi.

    Potensial aksi ini timbul secara berulang dalam suatu pola siklik teratur yang menunjukkan karakteristik

    lain dari kerja nodus SA dan nodus AV, sering disebut sebagai ritmisitas. (Tortora dan Anagnostaskos,

    2007)

    C. Curah Jantung dan Sistem Nutrisi JantungKontraksi miokardium yang berirama dan sinkron menyebabkan darah dipompa masuk ke dalam

    sirkulasi paru dan sistemik. Volume darah yang dipompa oleh tiap ventrikel per menit disebut dengan

    curah jantung. Curah jantung rata-rata adalah 5L/menit. Namun demikian, curah jantung bervariasi

    untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi bagian jaringan perifer. Kebutuhan curah jantung

    bervariasi sesuai ukuran tubuh sehingga indikator yang lebih akurat untuk fungsi jantung adalah indeks

    jantung (cardiac index). Indeks jantung diperoleh dengan membagi curah jantung dengan luas

    permukaan tubuh, yaitu sekitar 3 L/menit/m2 permukaan tubuh. Volume sekuncup adalah volume darah

    yang dipompa oleh setiap ventrikel per detik. Sekitar dua per tiga dari volume darah dalam ventrikel

    pada akhir diastolik (volume akhir diastolik) dikeluarkan selama sistolik. Jumlah darah yang dikeluarkan

    disebut fraksi ejeksi, sedangkan volume darah yag tersisa di dalam ventrikel pada akhir sistolik disebut

    sebagai volume akhir sistolik. Penekanan fungsi ventrikel menghambat pengosongna ventrikel sehingga

    mengurangi volume sekuncup dan fraksi ejeksi, yang berakibat pada peningkatan volume sisa pada

    ventrikel. Curah jantung tergantung dari hubungan yang terdapat antara dua buah variabel: frekuensi

    jantung dan volume sekuncup. Curah jantung adalah frekuensi jantung dikalikan dengan volume

    11

  • sekuncup. Meskipun terjadi perubahan pada salah satu variabel, curah jantung dapat tetap dipertahankan

    konstan melalui penyesuaian kompensatorik dalam variabel lainnya. Misalnya, bila denyut jantung

    melambat, maka periode relaksasi vebtrikel di antra denyut jantung lebih lama sehingga meningkatkan

    waktu pengisian ventrikel. Dengan sendirinya volume ventrikel menjadi lebih besar dan darah yang

    dapat dikeluarkan per denyut nadi menjadi lebih banyak. Sebaliknya, jika volume sekuncup menurun

    maka curah jantung dapat distabilkan dengan meningkatkan kecepatan denyut jantung. Namun,

    penyesuaian kompensasi ini hanya dapat mempertahankan curah jantung dalam batas-batas tertentu.

    Perubahan dan stabilisasi curah jantung bergantung pada mekanisme yang mengatur kecepatan denyut

    jantung dan volume sekuncup. Pengaturan ini akan dilakukan oleh komponen-komponen tertentu.

    (Tortora dan Anagnostaskos, 2007)

    Frrkuensi jantung sebagian besar berada di bawah pengaturan ekstrinsik sistem saraf autonom, yang

    mana serabut saraf parasimpatis dan simpatis mempersarafi nodus SA dan AV, mempengaruhi

    kecepatan dan frekuensi penghantaran impuls. Stimulasi serabut saraf simpatis akan mempercepat

    denyut jantung. Pada saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistem parasimpatis

    akan dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung sekitar 60 hingga 80 denyut per menit.

    Apabila dipengaruhi oleh hormonal dan saraf pada jantung dihambat, kecepatan intrinsiknya menjadi

    sekitar 100 denyut per menit (DeBeasi, 2007)

    Untuk pengaturan volume sekuncup, diatur oleh preload (beban awal), afterload (beban akhir), dan

    kontraktilitas jantung. Beban awal (preload) adalah derajat peregangan serabut miokardium segera

    sebelum kontraksi. Peregangan serabut miokardium bergantung pada volume darah yang meregangkan

    ventrikel pada akhir diastolik. Aliran balik darah vena ke jantung menentukan volume akhir diastolik

    ventrikel, yang kemudian memperkuat peregangan serabut miokardium. Mekanisme Frank-Starling

    menyatakan bahwa dalam batas fisiologis, semakin besar peregangan serabut miokardium pada akhir

    diastolik, semakin besar kekuatan kontraksi pada saat sistolik. Peragangan serabut miokardium pada

    akhir diastolik menyebabkan tumpang tindih antara miofilamen aktin dan miosin, memperkuat hubungan

    jembatan penghubung pada saat sistolik. Jadi, bisa dikatakan bahwa pertambahan beban awal akan

    meningkatkan kekuatan kontraksi sampai batas tertentu dan dengan demikian juga akan meningkatkan

    volume darah yang dikeluarkan dari ventrikel. Beban akhir (after load) adalah tegangan serabut

    miokardium yang harus terbentuk untuk kontraksi dan pemompaan darah. Faktor-faktor yang

    mempengaruhi beban akhir jantung dapat dirumuskan sesuai dengan persamaan Laplace, yaitu

    tegangan dinding adalah hasil perkalian antara tekanan intraventrikel dan ukuran, yang kemudian

    dibagi dengan ketebalan dinding ventrikel. Dari rumus tersebut dapat dilihat suatu hubungan bahwa

    tegangan dinding akan berbanding lurus dengan tekanan intraventrikel dan ukuran ventrikel, sedangkan

    akan berbanding terbalik dengan ketebalan dinding ventrikel. Kontraktilitas adalah perubahan kekuatan

    kontraksi yang terbentuk yang terjadi tanpa tergantung pada perubahan panjang serabut miokardium.

    Peningkatan kontraktilitas merupakan hasil intensifikasi hubungan jembatan penghubung pada 12

  • sarkomer. Kekuatan ini berkaitan dengan konsentrasi ion kalsium bebas intrasel. Kontraksi miokardium

    secara langsung sebanding dengan jumlah kalsium intrasel. Peningkatan frekuensi denyut jantung dapat

    meningkatkan kekuatan kontraksi. Apabila jantung berdenyut lebih sering, kalsium tertimbun dalam sel

    jantung, menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi. Stimulasi jantung melalui sistem saraf simpatis,

    pengikatan norepinefrin terhadap reseptor beta-1, membebaskan kalsium intrasel dan meningkatkan

    kekuatan kontraksi. Peningkatan kontraksi, tanpa memandang berbagai penyebabnya, akan

    meningkatkan volume sekuncup yang memperkuat curah jantung. Sebaliknya, penurunan kontraktilitas,

    seperti yang dapat terjadi pada infark miokardium, terapi penyekat beta, atau asidosis, akan menurunkan

    volume sekuncup dan mempengaruhi curah jantung. Sekali lagi, volume sekuncup dipengaruhi oleh 3

    hal tersebut dan masing-masing saling mempengaruhi serta tidak bisa berdiri sendiri-sendiri. Misalnya,

    peningkatan beban akhir dapat menyebabkan lebih sedikitnya darah yang dipompa dari jantung pada saat

    sistolik. Volume darah yang tetap terdapat dalam jantung setelah sistolik berperan dalam beban awal

    kontraksi jantung berikutnya. Sesuai dengan mekanisme Frank-Starling, peningkatan beban awal

    meregangkan serabut miokardium sehingga kontraksi menjadi lebih kuat. Peningkatan kekuatan

    kontraksi (dalam hal kontraktilitas) yang meningkatkan volume sekuncup tercapai dalam denyutan

    berikutnya. (Tortora dan Anagnostaskos, 2007)

    Untuk sistem nutrisi jantung dilakukan oleh sistem koroner dan sistem kolateral. Efisiensi jantung

    sebagai pompa bergantung pada nutrisi dan oksigenasi otot jantung terutama melalui sirkulasi koroner.

    Sirkulasi koroner meliputi seluruh pemurkaan epikardium jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke

    miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil. Arteria koronaria sendiri adalah

    percabangan pertama sirkulasi sistemik. Muara arteria koronaria ini terdapat di balik daun katup aorta

    kanan dan kiridi dalam sinus valsava. Sirkulasi koroner terdiri dari arteria koronaria kanan dan kiri.

    Arteria koronaria kiri mempunyai dua cabang besar, yaitu arteria descendens anterior kiri dan arteria

    sirkumfleksa kiri. Arteria descendens anterior kiri memvaskularisasi dinding anterior ventrikel kiri,

    sedangkan arteria sirkumfleksa kiri memvaskularisasi dinding lateral ventrikel kiri. Arteria koronaria

    kanan memvaskularisasi ventrikel dan atrium kanan. Sebesar 85%, arteria koronaria kanan

    mempercabangkan cabang arteria descendens posterior dan ventrikular kanan posterior. Pembuluh

    darah ini memvaskularisasi dinding posterior dan inferior ventrikel kiri, secara beurutan. Sistem ini

    disebut dengan sistem dominan kanan. Dan 15% sisanya, separuhnya memiliki sistem dominan kiri atau

    dominan campuran. Pada orang yang memiliki sistem dominan kiri, arteria sirkumfleksa kiri

    mempercabangkan arteria descendens posterior dan ventrikular kiri posterior. Pada sistem dominan

    campuran, arteria koronaria kanan mempercabangkan arteria descendens posterior dan arteria

    sirkumfleksa kiri mempercabangkan ventrikular kiri posterior. Setiap pembuluh darah koroner besar

    memiliki cabang epikardium dan intramiokardium yang khas. Arteria descendens anterior kiri

    mempercabangkan cabang-cabang septal yang memvaskularisasi dua per tiga anterior septum dan

    cabang diagonal yang berjalan di atas permukaan anterolateral ventrikel kiri. Cabang marginal arteria 13

  • sirkumfleksa kiri memvaskularisasi permukaan lateral ventrikel kiri. Daerah sistem hantaran juga

    disuplai oleh arteria koronaria yang berbeda. Sekitar 60% nodus SA disuplai oleh arteria koronaria

    kanan dan 40% sisanya oleh arteria sirkumfleksa kiri. Sedangkan 90% nodus AV disuplai oleh arteria

    koronaria kanan dan 10% sisanya oleh arteria sirkumfleksa kiri. Berkas cabang kanan dan bagian

    posterior berkas cabang kiri oleh arteria descendens anterior kiri dan arteria korornaria kanan. Bagian

    anterior berkas cabang kiri menerima nutrisi dari cabang septum arteria descendens anterior kiri.

    (Tortora dan Anagnostaskos, 2007)

    Terdapat anastomosis antara cabang arteria yang sangat kecil dalam sirkulasi koronaria. Walaupun

    saluran antarkoroner tidak berfungsi dalam sirkulasi normal, tetapi menjadi sangat penting sebagai rute

    alternatif atau sirkulasi kolateral untuk mendukung miokardium melalui aliran darah. Setelah terjadi

    oklusi mendadak, sistem ini akan berfungsi dalam beberapa hari atau lebih dari itu. Jadi sistem kolateral

    ini sering berperan penting dalam mempertahankan fungsi miokardium saat terdapat oklusi pembuluh

    darah. (Tortora dan Anagnostaskos, 2007)

    Tiga pembagian sistem vena jantung meliputi sinus koronarius, vena koronaria anterior, dan vena

    thebesia. Sinus koronarius dan cabang-cabangnya merupakan sistem vena yang terbesar dan terpenting,

    berfungsi mengalirkan sebagian besar darah vena melalui ostium sinus koronarius dan ke dalam atrium

    kanan. Vena-vena jantung anterior mengalirkan sebagian besar darah vena ventrikel kanan secara

    langsung ke dalam atrium kanan. Vena thebesia mengalirkan sebagian kecil darah vena dari semua

    daerah miokardium secara langsung ke dalam bilik jantung. (Tortora dan Anagnostaskos, 2007)

    D. Aliran Darah ke PeriferDinamika aliran darah perifer mungkin merupakan unsur fisiologi sirkulasi yang paling penting

    karena 2 alasan. Pertama, distribusi dari curah jantung di perifer bergantung pada sifat jaringan vaskular.

    Kedua, volume curah jantung bergantung pada jumlah darah yang kembali menuju jantung.

    Sesungguhnya, jantung mengeluarkan volume darah yang sebanding dengan aliran balik melalui

    pembuluh vena. Aliran darah melalui pembuluh darah bergantung pada dua variabel yang saling

    berlawanan, yaitu tekanan antara kedua ujung pembuluh darah dan resistensi terhadap aliran darah. Hal

    ini dijelaskan melalui hukum Ohm, yaitu: RPQ = , di mana Q adalah aliran darah, P adalah perbedaan

    tekanan, dan R adalah resistensi aliran. Aliran darah akan berbanding lurus dengan perbedaan tekanan,

    dan akan berbanding terbalik dengan resistensi aliran. Dan semua aliran darah dalam sirkulasi bisa juga

    dikatakan sebagai curah jantung. Darah mengalir melalui seluruh sirkulasi dari arteri ke ujung pembuluh

    vena sebagai respons terhadap perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan ditentukan melalui tekanan darah

    arteri rata-rata (mean arterial pressure, MAP) dan tekanan atrium kanan (right atrial pressure, RAP)

    atau tekanan vena sentral (central venous pressure, CVP). MAP adalah tekanan yang terbentuk dalam

    pembuluh arteri besar sepanjang waktu dan merupakan cerminan komplians dan volume darah rata-rata

    14

  • dalam sistem arteri. RAP bergantung pada keseimbangan antara aliran balik vena dan fungsi

    pemompaan atrium kanan. MAP normalnya adalah 100 mmHg dan dapat diperkirakan dari tekanan daah

    sistolik (SBP, systolic blood pressure) dan diastolik (DBP, diastolic blood pressure). Rumus yang

    digunakan adalah:

    MAP = (SBP + 2 x DBP) : 3

    MAP = DBP + [(SBP-DBP) : 3]

    RAP akan mendekati 0 mmHg. Perbedaan tekanan antara ujung arteri dan vena sirkulasi sistemik adalah

    sekitar 100 mmHg (hasil dari MAP dikurangi RAP). Perubahan MAP atau RAP mempengaruhi aliran

    darah melalui perubahan perbedaan tekanan antara kedua titik ini, dan semakin besar perbedaan tekanan,

    maka akan semakin besar aliran darah. (DeBeasi, 2007)

    Resistensi merupakan obstruksi aliran darah. Resistensi berkaitan erat dan berbanding terbalik

    dengan ukuran lumen pembuluh darah, sedikit perubahan lumen pembuluh darah menyebabkan

    perubahan besar dalam resistensi. Aliran darah sangat sensitif terhadap perubahan ukuran lumen

    pembuluh darah dalam hukum Poiseuille:

    lrPQ

    ..8.. 4

    =

    Radius pembuluh darah yang dipangkatkan 4 (r4) mempengaruhi aliran darah, sedikit perubahan radius

    menyebabkan perubahan besar dalam aliran darah: R 1 : r4. Arteriol merupakan tempat utama

    terjadinya resistensi pembuluh darah. Perubahan tonus otot polos arteriol di bawah pengaruh sistem saraf

    dan kondisi jaringan lokal, mengatur radius pembuluh darah. Perubahan radius arteriol mengubah

    resistensi terhadap aliran darah, dan akhirnya akan mengubah jumlah aliran darah ke jaringan kapiler.

    Faktor lain yang dapat mempengaruhi resistensi dan aliran darah adalah panjang pembuluh darah (l)dan

    viskositas darah (). Namun demikian pengaruhnya secara normal tidak bermakna karena biasanya

    bersifat konstan. Pengecualian terhadap karakteristik ini adalah perubahan viskositas darah yang terjadi

    pada hematokrit yang abnormal. Dari sekian rumus mengenai aliran darah, hanya resistensi lah yang

    tidak dapat diukur secaa langsung. Rumus untuk menghitung resistensi (SVR, systemic vascular

    resistance), adalah:

    CORAPMAPSVR =

    CO adalah curah jantung atau cardiac output. (DeBeasi, 2007)

    Kecepatan (V) aliran darah (Q) sepanjang sistem pembuluh darah bergantung pada luas penampang

    pembuluh darah (A), yang dirumuskan:

    AQV =

    Dengan mengalirnya darah ke sistem ateri perifer, kecepatan juga menurun karena percabangan yang

    progresif dan relatif meningkat pada luas penampang percabangan pembuluh darah. Pada tingkat kapiler,

    15

  • peningkatan yang besar terjadi pada luas penampang pembuluh sehingga menurunkan kecepatan aliran

    darah. Perlambatan ini memungkinkan pertukaran makanan dan metabolit pada kapiler. Aliran darah

    didistribusi pada banyak sistem organ sesuai dengan kebutuhan metabolisme dan tuntutan fungsional

    jaringan. Kebutuhan jaringan terus menerus mengalami perubahan sehingga aliran darah harus terus

    menerus disesuaikan juga. Dengan meningkatnya metabolisme jaringan, maka aliran darah harus

    ditingkatkan untuk memasok oksigen dan nutrisi serta untuk membuang hasil akhir metabolisme.

    Misalnya, selama latihan yang cukup berat maka aliran darah menuju otot rangka harus ditingkatkan.

    Pengaturan ini dilakukan secara ekstrinsik dan intrinsik. Pengaturan ekstrinsik untuk meningkatkan

    aliran darah ke organ sasaran dilakukan dengan memperbesar curah jantung atau dengan memindahkan

    darah dari suatu sistem organ yang relatif tidak aktif ke sistem organ lain yang lebih aktif. Aktivitas

    sistem saraf simpatis dapat menghasilkan kedua respons tersebut. Pertama, rangasangan simpatis akan

    meningkatkan curah jantung melalui peningkatan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi.

    Kedua, sistem saraf simpatis adrenergik juga akan meluas sampai jaringan pembuluh darah perifer,

    terutama rteriol. Perubahan perangsangan simpatis ini secara selektif akan merangsang reseptor alfa dan

    beta, menyempitkan beberapa arteriole tertentu dan akan melebarkan yang lain untuk redistribusi darah

    ke kapiler jaringan yang membutuhkan. Setiap kapiler memiliki cadangan yang cukup untuk aliran yang

    meningkat, karena biasanya hanya sebagian kapiler saja yang diperfusi. Aliran dapat ditingkatkan

    dengan membuka kapiler yang tidak mendapat perfusi dan dilatasi lebih lanjut pada arteriol yang

    mendapat perfusi. Pengaturan intrinsik aliran darah yaitu perubahan aliran darah sebagai respons

    terhadap perubahan keadaan jaringan lokal, pengaturan ini sangat berperan penting dalam jaringan yang

    memiliki keterbatasan toleransi untuk penurunan aliran darah, misalnya jantung atau otak. Kadar

    oksigen dan nutrisi lain merupakan indikator penting dalam kecukupan aliran darah. Mekanisme

    pengaturan intrinsik ini menyebabkan penurunan ketersediaan oksigen dan nutrisi (karena penurunan

    suplai atau peningkatan kebutuhan), hal ini diatasi dengan meningkatkan aliran darah ke jaringan. Ada

    dua teori yang menjelaskan bahwa perubahan aliran ini berkaitan dengna kebutuhan oksigen dan nutrisi.

    Pertama, teori vasodilator, menyatakan bahwa jika metabolisme ditingkatkan atau bila hantaran nutrisi

    menurun, terjadi peningkatan penghasilan zat-zat vasodilator oleh jaringan yang bersangkutan.

    Vasodilator bisa berupa adenosin, karbondioksida, ion K+, dan hidrogen. Kedua, teori kurang nutrisi

    atau oksigen, menyatakan bahwa nutrisi berperan penting dalam mempertahankan tonus pembuluh darah

    yang dihasilkan oleh kontraksi sel otot polos. Bila kekurangan nutrisi (baik karena metabolisme yang

    meningkat, atau hantaran nutrisi yang berkurang), sel-sel otot polos tidak mampu berkontraksi. Hal ini

    biasanya akan menyebabkan vasodilatasi. Dan masih kemungkinan, bahwa kedua teori tersebut tidak

    bekerja sendiri-sendiri, teori-teori tersebut saling mempengaruhi dalam bekerja bersama. (DeBeasi,

    2007)

    E. Cadangan Jantung

    16

  • Dalam keadaan normal, jantung mampu meningkatkan kapasitas pompanya di atas daya pompa

    dalam keadaan istirahat. Cadangan jantung ini memungkinkan jantung normal meningkatkab=n

    curahnya hingga lima kali lebih banyak. Peningkatan curah jantung dapat terjadi dengan meningkatkan

    frekuensinya dan volume sekuncup. Frekuensi denyut jantung biasanya dapat ditingkatkan dari 60

    hingga 100 denyut per menit pada keadaan istirahat hingga mencapai 180 denyut per menit, terutama

    melalui rangsangan simpatis. Frekuensi denyut jantung yang lebih dari ini sangat berbahaya karena 2

    alasan. Alasa yang pertama adalah dengan peningkatan frekuensi, maka fase diastolik menjadi lebih

    singkat sehingga waktu pengisian ventrikel jantung berkurang. Dengan demikian volume sekuncup akan

    berkurang sehingga tidak bisa lagi meningkatkan frekuensi jantung. Alasan yang kedua adalah frekuensi

    denyut jantung yang tinggi dapat mempengaruhi proses oksigenasi miokardium karena kerja jantung

    meningkat sedangkan fase diastolik (yaitu saat-saat pengisian pembuluh darah koroner) menjadi

    berkurang. Volume sekuncup dapat bertambah melalui peningkatan pengosongan ventrikel akibat

    kontraksi yang lebih kuat maupun melalui peningkatan pengisian diastolik yang diikuti dengan

    peningkatan volume pemompaan. Namun, peningkatan kekuatan kontraksi maupun peningkatan volume

    ventrikel akan memperbesar kerja jantung dan meningkatkan kebutuhan oksigen. Selain itu pengaruh

    peningkatan pengisian diastolik terhadap daya kontraksi dan volume sekuncup dibatasi oleh derajat

    peregangan serabut miokardium. (DeBeasi, 2007)

    Apabila jantung terus menerus dihadapkan dengan beban volume atau tekanan yang berlebihan,

    maka otot ventrikel dapat berdilatasi untuk meningkatkan daya kontraksi sesuai hukum Starling, atau

    mengalami hipertrofi untuk meningkatkan jumlah otot dan kekuatan memompa. Walaupun dua proses

    tersebut tadi merupakan suatu kompensasi ilmiah tetapi akhirnya dalam waktu yang lama akan

    menimbulkan dekompensasi jantung. Dilatasi meningkatkan kerja jantung dengan meningkatkan

    tegangan yang harus dibangun oleh ventrikrl untuk menghasilkan tekanan tertentu sesuai hukum

    Laplace. Dengan meningkatnya tekanan diastolik ventrikel, kemampuan sarkomer untuk beradaptasi

    dapat terlampaui dan kekuatan kontraksi menjadi berkurang. Padahal keadan hipertrofi meningkatkan

    massa otot yang membutuhkan suplai nutrisi sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen. (DeBeasi,

    2007)

    F. Pemeriksaan Penunjang Sistem Kardiovaskular dalam Rangka Penegakan DiagnosisPemeriksaan penunjang untuk sistem kardiovaskular yang paling sering dam lazim untuk penegakan

    diagnosis adalah elektrokardiografi (EKG). Namun selain itu juga ada ekokardiografi, pemindaian CT,

    pencritaan radionuklida, uji berlatih, uji stress farmakologik, dan ekokardiograi stress. Hal-hal tersebut

    termasuk di dalam prosedur diagnostik noninvasif. Elektrokardiogram permukaan adalah suatu alat

    yang digunakan untuk merekam atau mencatat grafis aktivitas listrik jantung. Ekokardiografi adalah

    prosedur pemeriksaan menggunakan gelombang ultrasonik sebagai media pemeriksaan. Suatu transduser

    yang memancarkan gelombang ultrasonik atau gelombang suara berfrekuensi tinggi di luar kemampuan

    17

  • pendengaran manusia, ditempatkan pada dinding dada penderita dan diarahkan ke jantung. Ketika

    gelombang ultrasonik berjalan melewati jantung, gelombang ultrasonik tersebut dipantulkan kembali

    menuju transduser setiap kali gelombang itu melewati batas antara jaringan yang memiliki densitas atau

    impendansi akustik yang berbeda-beda. Energi mekanik dari gelombang suaraa yang dipantulkan

    kembali disebut echo(=gema) jantung ini, akan dikonversi menjadi impuls listrik oleh transduser dan

    diperlihatkan sebagai gambaran jantung pada osiloskop atau secarik kertas pencatat. Pemindaian CT

    adalah suatu pecitraan jantung secara 3 dimensi dengan memutar kamera sebesar 360 derajat melingkari

    dada, dan akan merekam gambaran-gambaran 2 dimensi dari sudut-sudut yang berbeda. Pencitraan

    radionuklida sistem kardiovaskular dilakukan dengan pemberian suntikan intravena suatu bahan isotop

    radioaktif dalam jumlah kecil ke dalam vena perifer. Isotop ini akan berikatan dengan elemen darah atau

    secara selektif akan diambil oleh miokardium normal atau yang mengalami infark sehingga menjadi

    suatu pemandu radioaktif. Kemudian distribusi pemandu radioakif ini akan dapat dideteksi dengan

    menggunakan kamera gamma dari radiasi yang dipancarkan sewaktu radionuklida mengalami proses

    pengubahan. Uji berlatih adalah latihan jasmani dengan menggunakan treadmill atau sepeda ergometer

    yang memungkinkan evaluasi gejala-gejala atau perubahan EKG yang timbul akibat beraktivitas. Selama

    pengujian dilakukan pemantauan berbagai sadapan EKG secara terus menerus, selain itu tekanan darah

    juga akan diperiksa. Pasien diminta untuk segera melaporkan setiap gejala yang terjadi. Uji ini akan

    dihentikan jika pasien lemah, mengalami gejala angina, kelainan EKG, dan kelainan tanda vital. Maksud

    dari uji berlatih ini adalah bahwa dengan uji berlatih, dengan meningkatkan kerja yang dilakukan pasien

    (tradmill, ergometer lengan, dan stress farmakologik) maka kerja sistem kardiovaskular juga akan

    meningkat. Peningkatan kerja membutuhkan peningkatan konsumsi oksigen miokardium, yang

    membutuhkan lebih banyak aliran darah koronaria. Penyempitan arteria koronaria mencegah

    peningkatan aliran darah koronaria dan menyebabkan timbulnya nyeri dada atau perubahan pada EKG,

    atau keduanya. Uji stres farmakologik dilakukan apabila pasien tidak mampu melakukan latihan atau

    bila memang diperlukan pencitraan diagnostik selama pemeriksaan stres, dapat diberikan adenosin atau

    dipiridamol untuk menghasilkan respons iskemik. Adenosin dan dipiridamol ini akan memberikan efek

    vasodilatasi pada arteri normal. Daerah miokardium yang mendapat perfusi dari pembuluh darah yang

    mengalami stenosis mengalami hipoperfusi karena pembuluh darah tidak mampu berdilatasi. Oleh

    karena itulah terjadi iskemia. Apabila terdapat efek yang merugikan dari uji farmakologik ini maka

    sebagai antagonis dari adenosin dan dipiridamol, akan diberikan aminofilin. Ekokardiografi stress

    adalah suatu pemeriksaan untuk mengevaluasi efek iskemia pada fungsi ventrikel kiri. Selama

    pemeriksaan stres, dilakukan pemeriksaan ekokardiografi dan dapat dideteksi adanya abnormalitas

    dinding ventrikel kiri pada puncak latihan dan setelah istirahat. Penurunan kontraktilitas berkaitan

    dengan penyempitan yang serius pada arteria koronaria. (Come, et. Al., 2007)

    Pemeriksaan untuk penegakan diagnosis juga bisa dilakukan secara invasif, yaitu dengan jalan studi

    elektrofisiologi dan kateterisasi jantung. Teknik studi elektrofisiologi (EP, electro physiology) atau 18

  • teknik EKG intrakardia memungkinkan analisis mekanisme pembentukan impuls dan konduksi jantung

    yang lebih rinci dibandingkan pencatatan EKG standar. Dengan berjalannya potensial aksi melalui

    sistem konduksi dan miokardium, EKG permukaan tubuh akan merekam jumlah sinyal dari aktivasi

    atrium dan ventrikel, yang akan diwakili oleh gelombang dan kompleks QRS. Amplitudio sinyal yang

    dihasilkan oleh tempat-tempat spesifik sepanjang sistem konduksi , misalnya nodus sinus atau berkas

    His, terlalu kecil untuk dapat terdeteksi pada permukaan tubuh. Namun, EKG intrakardia mamapu

    merekam defleksi dari tempat-tempat ini melalui elektroda-elektroda yang dipasang dekat daerah yang

    diinginkan dalam sistem konduksi dan miokardium. Studi ini memiliki tujuan tertentu, antara lain untuk

    menilai fungsi nodus sinus, untuk evaluasi hantaran nodus AV, untuk analisis kompleks atrial dan

    takikardia ventrikular, dan untuk menentukan efektivitas dari terapi farmakologik ataupun terapi pacu

    jantung pada disritmia refrakter. (Higgins, 207)

    Kateterisasi jantung adalah suatu pemeriksaan jantung dengan memasukkan kateter ke dalam

    sistem kardiovaskular untuk memeriksa keadaan anatomi dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini dilakukan

    apabila diduga terdapat penyakit jantung tertentu. Sesuai lokasi lesi yang dicurigai dan derajat disfungsi

    miokardium maka dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan selektif, antara lain pengukuran besar tekanan

    dalam ruang-runag jantung dan pembuluh darah, analisis bentuk gelombang tekanan yang dicatat,

    pengambilan sampel kandungan oksigen pada daerah-daerah tertentu, opasifikasi ruang-ruang jantung

    dan arteria koronaria dengan bahan kontras, dan penentuan besarnya curah jantung. (Grossman dan

    Baim, 2007)

    G. Bunyi JantungAuskultasi dada memungkinkan pengenalan bunyi jantung normal, bunyi jantung abnormal, bising,

    dan bunyi-bunyi ekstrakardia. Bunyi jantung normal timbul akibat getaran volume darah dan bilik-bilik

    jantung pada penutupan katup. Bunnyi jantung pertama berkaitan dengan penutupan katup

    atrioventrikularis (AV), sedangkan bunyi jantung kedua berkaitan dengan penutupan katup semilunaris.

    Oleh karena itu bunyi jantung pertama (S1) terdengar pada sistole ventrikel, pada saaat ini tekanan

    intraventrikel akan meningkat lebih tinggi dibanding tekanan intratrial dan akan menutup katup mitralis

    dan trikuspidalis. Pada kasus stenosis mitralis akan terdengar bunyi S1 yang abnormal dan lebih keras

    akibat kekakuan daun-daun katup. Bunyi jantung kedua (S2) akan terdengar pada permulaan relaksasi

    ventrikel karena tekanan intraventrikel turun sampai di bawah tekanan arteria pulmonalis dan aorta

    sehingga katup katup semilunaris akan tertutup. Biasanya ejeksi ventrikel kanan sedikit lebih lama

    daripada ventrikel kiri sehingga katup akan menutup secara asinkron. Katup aorta akan menutup

    sebelum tertutupnya katup pulmonalis sehingga keadaan ini akan menimbulkan pemisahan (splitting)

    bunyi penutupan fisiologis. Inspirasi akan memperbesar splitting fisiolois karena pengembalian darah

    melalui pembuluh vena ke jantung kenan meningkat sehingga julah darah yang dkeluarkan dari ventrikel

    kanan juga akan meningkat. Pada waktu ekspirasi, splitting tidak begitu jelas atau hilang sama sekali.

    19

  • Ada lagi bentuk splitting (spiltting paradoksikal) yang abnormal menunjukkan penutupan katup

    pulmonalis sebelum penutupan katup aorta. Dijumpai respons yang berlawanan terhadap pernapasan,

    yaitu splitting yang paling jelas saat ekspirasi dan berkurang saat inspirasi. Splitting paradoksikal seperti

    ini ditemukan pada paradoksikal seperti ini ditemukan pada waktu pengaktifan ventrikel kiri mengalami

    hambatan (seperti pada blok berkas cabang kiri) atau pada ejeksi ventrikel kiri yang memanjang (seperti

    pada stenosis aorta). (DeBeasi, 2007)

    Terdapat dua bunyi jantung lain yang kadang-kadang dapat terdengar selama diastolik ventrikel.

    Bunyi jantung ketiga dan keempat (S3, S4) dapat menjadi manifestasi fisiologis tetapi biasanya berkaitan

    dengan penyakit jantung tertentu, adanya tampilan S3 dan S4 disebut sebagai irama gallop. Hal ini

    dikarenakan bahwa adanya tambahan bunyi jantung lain tersebut merangsang timbulnya irama gallop

    seperti derap lari kuda. Bunyi S3 terjadi selama periode pengisian ventrikel cepat sehingga disebut

    sebagai gallop ventrikular apabila abnormal. Walaupun bunyi jantung ini dapat normal pada anak dan

    dewasa muda tetapi biasanya merupakan suatu temuan patologis yang dihasilkan oleh disfungsi jantung,

    terutama kegagalan ventrikel. Bunyi S4 timbul pada waktu sistolik atrium dan disebut sebagai gallop

    atrium. Bunyi ini biasanya sangat pelan atau tidak terdengar sama sekali, bunyi ini akan timbul sesaat

    sebelum bunyintung pertama. Gallop atrium terdengar bila resistensi ventrikel terhadap pengisian atrium

    meningkat akibat berkurangnya peregangan dinding ventrikel atau peningkatan volume ventrikel.

    (DeBeasi, 2007)

    Bising jantung timbul akibat aliran turbulen dalam bilik dan pembuluh darah jantung. Aliran turbulen

    ini terjadi bila melalui struktur yang abnormal (penyempitan lubang katup, insufisiensi katup, atau

    dilatasi segmen arteri), atau akibat aliran darah yang cepat sekali melalui struktur yang normal. Bising

    jantung bisa dijelaskan menurut waktu relatifnya terhadap siklus jantung, intensitasnya, dan lokasi atau

    daerah tempat bunyi itu terdengar paing keras, dan sifat-sifatnya. Bising diastolik terjadi sesudah bunyi

    S2 saat relaksasi ventrikel. Bising stenosis mitralis dan insufisiensi aorta terjadi selama diastolik. Bising

    sistolik dianggap sebagai bising ejeksi, yaitu bising yang terjadi selama middiastolik sesudah fase awal

    kontraksi isovolumetrik atau bisa juga dianggap sebagai bising insufisiensi yang terjadi pada seluruh

    sistolik. Bising yang terjadi pada seluruh sistolik disebut sebagai pansistolik atau holosistolik. Bising

    stenosis aorta merupakan bising ejeksi yang khas, sedangkan insufisiensi mitralis akan menghasilkan

    bising pansistolik. (ORourke dan Braunwald, 2007)

    Dan ada juga bising identifikasi dan deskiripsi bunyi-bunyi ekstrakardia juag penting dilakukan.

    Biasanya, pembukaan katup tidak menimbulkan bunyi tetapi pada daun katup yang menebal dan kaku

    pada stenosis mitralis, timbul bunyi yang dapat didengar dan disebut sebagai opening snap, bunyi ini

    terjadi pada awal diastolik. Sedangkan inflamasi perikardium akan menyebabkan friction rub yang

    terdengar seperti bunyi gesekan. (ORourke dan Braunwald, 2007)

    20

  • 3. DISKUSI DAN BAHASAN

    21

  • Dalam bagian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai hasil elektrokardiogram normal, tanda dan

    gejala gangguan sistem kardiovaskular, serta sedikit mengenai penyakit jantung koroner seperti yang

    tertera pada skenario pertama tersebut.

    Pada EKG terlihat bentuk gelombang yang khas yang disebut dengan gelombang P, QRS, dan T,

    sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui sistem hantaran (konduksi) dan

    miokardium. Gelombang-gelombang ini di rekam pada kertas grafik dengan skala waktu horizontal dan

    skala voltase vertikal. Kertas EKG yang dijual di pasaran sudah siap dengan garis-garis halus yakni garis

    vertikal dan horizontal tersebut. Garis-garis vertikal dan horizontal tersebut membentuk kotak kotak

    kecil bujur sangkar dengan sisi 1 mm. Setiap 5 mm garis vertikal maupun horizontal terdapat garis yang

    lebih tebal. Garis yang lebih tebal ini membentuk kotak bujur sangkar dengan sisi 5 mm. Yang perlu

    diukur dan diketahui dalam EKG adalah kecepatan kertas dan standarisasi amplitudo. Kecepatan baku

    yang biasa digunakan adalah 25 mm/detik sehingga tiap 5 mm kertas menunjukkan 0,04 detik. Tiap

    kotak besar (5 mm) menunjukkan 0,20 detik. Kebanyakan mesin-mesin EKG mempunyai 2 kecepatan

    yakni 25 mm/detik dan 50 mm/detik. Standarisasi amplitudo baku yang biasa dipakai adalah 1, artinya

    tiap 1 cm defleksi vertikal menunjukkan 1 mV. Jika gambar EKG terlalu besar sehingga seluruh defleksi

    gelombang QRS tidak tertangkap, maka standarisasi ini dapat diturunkan menjadi (dalam hal ini

    berarti 1 mV sama dengan 0,5 cm atau 5 mm). Sebaliknya bila rekaman EKG kelihatan terlalu kecil

    seperti pada low voltage maka standarisasi dapat dinaikkan menjadi 2 (1 mV sama dengan 2 cm).

    Arus listrik yang dihasilkan dalam jantung selama depolarisasi dan repolarisasi akan dihantarkan ke

    seluruh permukaan tubuh. Muatan listrik tersebut dapat dicatat dengan menggunakan elektroda yang

    ditempelkan pada kulit. Ada sembilan 9 elektroda pencatat dipasang pada ekstremitas dan dinding dada,

    dan sebuah elektroda yang berhubungan dengan bumi yang bertujuan untuk mengurangi gangguan

    listrik, dipasang pada tungkai kanan. Berbagai kombinasi dari elektroda-elektroda ini akan menghasilkan

    12 sadapan standar. Masing-masing sadapan mencatat peristiwa listrik dari seluruh siklus jantung, tetapi

    masing-masing hantaran meninjau jantung dari sudut pandangan yang agak berbeda. Oleh karena itu,

    bentuk gelombang pada setiap sadapan yang terbentuk agak sedikit berbeda. Ada 3 macam sadapan:

    1. Sadapan standar anggota tubuh (sadapan I, II, dan III): sadapan ini mengukur perbedaan

    potensial listrik antara 2 titik sehingga sadapan ini bersifat bipolar, dengan satu kutub negatif dan satu

    kutub positif. Elektroda ditempatkan pada lengan kanan, lengan kiri, dan tungkai kiri. Sadapan I melihat

    jantung dari sumbu yang menghubungkan lengan kanan dan lengan kiri, dengan lengan kiri sebagai

    kutub positif. Sadapan II, dari lengan kanan dan tungkai kiri, dengan tungkai kiri positif; sedangkan

    sadapan III, dari lengan kiri dan tungkai kiri dengan tungkai kiri positif.

    2. Sadapan anggota badan yang diperkuat (aVR, aVL, aVF): hantaran ini disesuaikan secara

    elektris untuk mengukur potensial listrik absolut pada satu tempat pencatatan, yaitu dari elektroda positif

    yang ditempatkan pada ekstremitas, dengan demikian merupakan suatu sadapan unipolar. Keadaan ini

    dicapai dengan menghilangkan efek kutub negatif secara elektris dan membentuk suatu elektroda 22

  • indiferen pada potensial nol. EKG secara otomatis akan mengadakan penyesuaian untuk

    menghubungkan elektroda anggota badan lainnya sehingga membentuk suatu elektroda indiferen yang

    pada hakekatnya tidak akan mempengaruhi elektroda positif. Voltase yang tercatat pada elektroda positif

    lalu diperkuat atau diperbesar untuk menghasilkan sadapan ekstremitas unipolar. Terdapat tiga sadapan

    anggota tubuh yang diperbesar. aVR mencatat dari lengan kanan, aVL mencatat dari tungkai kiri (lokasi

    aVF dapat mudah diingat dengan lokasi hurf F dengan kata foot (kaki).

    3. Sadapan prekordial atau dada (sandapan V1 hingga V6): merupakan sadapan unipolar yang

    mencatat potensial listrik absolut pada dinding dada anterior atau prekordium. Identifikasi petunjuk-

    petunjuk berikut mempermudah meletakkan elektroda prekordial dengan tepat: (1) Sudut Louis, yaitu

    tonjolan tulang dada pada sambungan antara manubrium dan corpus sterni; (2) Ruang sela iga II,

    berdekatan dengan sudut Louis; (3) Linea medioklavikularis kiri; (4) Linea aksilaris anterior dan

    midaksilaris. Elektroda dipasang berurutan di enam tempat yang berbeda, yaitu: V1 pada sela iga

    keempat sebelah kanan dari sternum, V2 pada sela iga keempat sebelah kiri dari sternum, V3 pada

    pertengahan antara V2 dan V4, V4 pada sela iga kelima di garis midklavikularis, V5 adalah horizontal

    terhadap V4 pada garis aksilaris anterior, dan V6 adalah horizontal terhadap V5 pada garis midaksilaris.

    Hasil dari EKG adalah berupa gelombang-gelombang yang bisa menunjukkan adanya kelainan pada

    jantung. Gelombang P sesuai dengan depolarisasi atrium. Ruangan normal untuk depolarisasi atrium

    berasal dari nodus sinus. Namun, besarnya arus listrik yang berhubungan dengan eksitasi nodus sinus

    terlalu kecil untuk dapat terlihat pada EKG. Gelombang P dalam keadaan normal berbentuk melengkung

    dan arahnya ke atas pada kebanyakan hantaran. Pembesaran atrium dapat meningkatkan amplitudo atau

    lebar gelombang P, serta akan mengubah bentuk gelombang P. Disritmia jantung juga dapat mengubah

    konfigurasi gelombang P. Misalnya irama yang berasal dari dekat perbatasan AV dapat menimbulkan

    inversi gelombang gelombang P karena arah depolarisasi atrium terbalik. Kompleks QRS

    menggambarkan depolarisasi ventrikel. Amplitudo gelombang ini besar karena banyak massa otot yang

    harus dilalui oleh impuls listrik. Namun, impuls menyebar cukup cepat, normalnya lama komplek QRS

    adalah 0,06 dan 0,10 detik. Pemanjangan penyebaran impuls melalui berkas cabang yang disebut dengan

    blok berkas cabang (bundle branch block) akan melebarkan kompleks ventrikular. Irama jantung

    abnormal dari ventrikel seperti takikardia ventrikel juga akan memperlebar dan mengubah bentuk

    kompleks QRS oleh sebab jalur khusus yang mempercepat penyebaran impuls melalui ventrikel dipintas.

    Hipertrofi ventrikel akan meningkatkan amplitudo kompleks QRS karena penambahan massa otot

    jantung. Repolarisasi atrium terjadi selama depolarisasi ventrikel. Tetapi besarnya kompleks QRS

    tersebut akan menutupi gambaran pemulihan atrium yang tercatat pada EKG. Gelombang T merupakan

    gelombang yang menunjukkan repolarisasi ventrikel. Dalam keadaan normal gelombang T ini agak

    asimetris, melengkung dan ke atas pada kebanyakan sadapan. Inversi gelombang T berkaitan dengan

    iskemia miokardium. Hiperkalemia (atau peningkatan kadar kalium serum) akan mempertinggi dan

    mempertajam puncak gelombang T.23

  • Selain berupa gelombang dan kompleks, sering didapatkan adanya segmen dan interval. Interval

    PR diukur dari permulaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam interval ini tercakup juga

    penghantaran impuls melalui atrium dan hambatan impuls pada nodus AV. Interval normal adalah 0,12

    sampai 0,20 detik. Perpanjangan interval PR yang abnormal menandakan adanya gangguan hantaran

    impuls, yang disebut blok jantung tikat pertama. Segmen ST merupakan interval yang terletak antara

    gelombang depolarisasi ventrikel dan repolarisasi ventrikel. Tahap awal repolarisasi ventrikel terjadi

    selama periode ini, tetapi perubahan ini terlalu lemah dan tidak tertangkap pada EKG. Penurunan normal

    segmen ST terkait dengan kasus iskemia miokardium sedangkan peningkatan segmen ST terkait dengan

    infark. Penggunaan digitalis juga mampu menurunkan segmen ST. Interval QT diukur dari awal

    kompleks QRS sampai akhir gelombang T, meliputi depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Interval QT

    rata-rata adalah 0,36 sampai 0,44 detik dan bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung. Interval QT

    memanjang pada pemberian obat-obat antidisritmia seperti kuinidin, prokainamid, sotalol (Betapace),

    dan amiodaron (Cordarone).

    Dalam hal anamnesis ada beberapa hal yang perlu dilakukan dan digali mengenai tanda dan gejala

    dari penyakit kardiovaskular. Sesak napas pada penderita jantung memberikan petunjuk adanya

    gangguan fungsional jantung-paru. Ini dapat disebabkan oleh hipoksemia dengan asidosis, misalnya

    pada penderita penyakit jantung bawaan biru (cyanotic congenital heart disease) dan gangguan restrksi

    paru karena bertambahnya cairan paru, misalnya pada penderita dekompensasi karena stenosis mitral

    atau infark myokard yang menyebabkan bendungan vena paru. Sesak napas dapat merupakan bagian

    dari sindrom dekompensasi yang manifestasinya dapat berupa takipneu (frekuensi napas lebih cepat

    daripada biasanya), dispneu (bernapas harus dengan usaha), ortopneu (kesukaran bernapas pada posisi

    berbaring). Pada penderita tertentu, terutama dengan gangguan miokard sering gejala sesak napas timbul

    malam hari saat resorbsi cairan interstitial masuk ke dalam sistem sirkulasi sehingga menimbulkan

    beban untuk jantung. Keadaan ini disebut dengan paroxysmal nocturnal dyspnoe (PND). Kesadaran

    untuk bernapas atau menarik napas lebih banyak disebabkan oleh faktor psikogenik tetapi bisa juga

    berkaitan dengan kelainan jantung. Kadang-kadang kesukaran bernapas tidak disadari sepenuhnya oleh

    penderita karena berlangsung secara perlahan-lahan dan secara tidak sadar, penderita melakukan hal-hal

    yang sebenarnya adalah usaha bernapas atau menghilangkan gejala tersebut, misalnya adalah menambah

    bantal waktu tidur. Edema (sembab) merupakan salah satu tanda dari gagal jantung. Biasanya

    merupakan edema dependen terutama bagian-bagian yang terletak lama di bagian bawah. Insufisiensi

    vena terutama pada wanita, dapat menyebabkan edema. Edema karena dekompensasi atau insufisiensi

    vena sering lebih menyolok pada siang hari di mana penderita lebih banyak berdiri (ortostatik) dan

    berkurang atau menghilang jika pada waktu tidur tungkai dinaikkan. Pada dekompensasi edema biasanya

    didahului dengan peningkatan berat badan yang agak mencolok (2-5 kg). Edema yang unilateral dapat

    disebabkan karena trombosis vena dalam. Edema setempat dapat merupakan manifestasi bendungan

    24

  • vena karena proses setempat (misalnya tumor). Edema yang lebih menyeluruh dapat merupakan tanda

    gangguan pengeluaran protein yang berlebihan pada sindrom nefrotik.

    Sianosis merupakan tanda terjadinya pirau kanan ke kiri pada kelainan jantung bawaan. Biasanya

    sianosis baru terlihat jika HHb (reduced Hb) mencapai kadar lebih dari 5 gr%. Sianosis yang hanya

    terlihat pada sebagian ekstremitas (tangan kiri dan kedua tungkai) dikenal sebagai differential cyanosis

    yang merupakan tanda PDA (persistant ductus arteriosus) dengan pirau kanan ke kiri. Kadang-kadang

    sianosis hanya terjadi jika penderita melakukan aktivitas fisik. Pada keadaan hipoksemia berat dapat

    juga terjadi sianosis yang terutama akan disertai dengan ekstremitas yang dingin dan basah. Nyeri dada

    juga merupakan tanda atau gejala yang khas dan sering diartikan sebagai gejala dari iskemia miokard.

    Karena sifatnya suatu nyeri alih (referred pain) maka lokasi dan kualitas nyeri dapat bervariasi. Keluhan

    yang termasuk nyeri khas dirasakan substernal dengan penjalaran ke bagian medial lengan bawah kiri,

    kadang-kadang menjalar ke lengan kanan, leher, atau mandibula. Dapat pula terasa menjalar ke daerah

    punggung/belikat. Kualitas nyeri dapat merupakan rasa berat di dada, rasa seperti tertindih batu, rasa

    ditusuk, dan sebagainya. Seringkali juga pasien tidak dapat mengekspresikan rasa nyeri tersebut dan

    mengatakan sebagai masuk angin atau mungkin nyeri dada karena angina pectoris sering dikatakan

    sebagai sesak, atau juga nyeri viseral berupa nyeri di daerah epigastrum dengan kembung, mulas, dan

    sebagainya. Pencetus timbulnya nyeri seta bagaimana hilangnya nyeri perlu ditanyakan untuk

    membedakan apakah nyeri karena angina, infark, atau diseksi aorta dan membedakannya dengan nyeri

    nonjantung. Nyeri yang berhubungan dengan gerakan napas lebih sering berasal dari proses pleura,

    sedangkan nyeri dengan gerakan lengan dapat disebabkan karena gangguan suatu saraf tepi (neuritis

    interkostal). Nyei yang sifatnya sebentar (beberapa derik), bergetar, atau berdenyut, biasanya bukan

    merupakan nyeri jantung. Nyeri pada angina sering dicetuskan oleh aktivitas fisik, mandi, makan, dan

    sebagainya atau oleh perubahan emosional (marah, kaget, dan lain-lain).

    Rasa berdebar (palpitasi) merupakan manifestasi kesadaran adanya denyut jantung yang dirasakan

    sebagai denyut jantung yang cepat (palpitasi), lambat (bradikardia), suatu denyut yang tidak teratur

    (fibrilasi), atau hilangnya suatu denyut (ekstrasistol). Pada keadan ekstrasistol keluhan penderita dapat

    berupa rasa hilangnya suatu denyut (karena hilangnya efek pompa dari denyut prematur) atau terasa

    sebagai mengendarai pesawat pada gangguan udara (turbulen). Tergantung dari aktivitas susunana saraf

    otonom, keluhan berdebar dapat disertai dengan rasa cemas, keringat dingin atau lemas. Pada beberapa

    keadaan, rasa berdebar dapat disertai dengan rasa sesak yang tergantung pada keadaan penyakit jantung

    primernya. Pada takikardia atau fibrilasi yang sifatnya paroksismal, keluhan berdebar dapat timbul dan

    menghilang dengan tiba-tiba. Sinkop dapat merupakan gejala kelainan sistem kardiovaskular. Sinkop

    adalah keadaan kehilangan kesadaran karena aliran darah ke otak yang berkurang, baik karen ahilangnya

    tonus vaskuler maupun menurunnya curah jantung. Sinkop dapat merupakan gejala penting kelainan

    kardiovaskular yang dapat dan harus diobati. Di lain pihak sinkop sendiri dapat menyebabkan akibat-

    akibat yang serius, misalnya trauma karena terjatuh saat sinkop, sinkop saat mengemudikan kendaraan, 25

  • saat bekerja, dan lain-lain. Sinkop juga harus diketahui, berupa sinkop vasovagal pada penderita muda,

    sinkop karena penggunaan obat-obat yang berlebihan atau tidak tepat, sinkop karena diet rendah garam

    yang terlalu ketat atau karena dehidrasi yang tidak teridentifikasikan.

    Saat pemeriksaan fisik perlu dicermati hal-hal yang merupakan kelainan di daerah sekitar dinding

    thoraks dan sistem kardiovaskular. Saat inspeksi, kita lihat dada untuk mencari adanya asimetri bentuk

    dada dan gerak dada waktu bernapas. Adanya asimetri bentuk dada dan gerakan dada waktu bernapas,

    asimetri bentuk dada yang menyebabkan hipertensi pulmonal jangka panjang atau asimetri dada dapat

    terjadi karena sebab yang bersamaan dengan penyebab terjadinya kelainan jantung (misalnya prolaps

    katup mitral, gangguan katup aorta pada sindrom Marfan) atau menjadi akibat dari adanya kelainan

    jantung akibat aktivitas jantung yang mencolok selama masa pertumbuhan. Kelainan bentuk dada bisa

    berbentuk pektus karinatus (pigeon breast; dada berbentuk seperti dada burung dengan penonjolan

    sternum ke depan, dengan penyempitan rongga thoraks, sering terjadi pada sindrom Marfan), pektus

    ekskavatus (funnel breast; kebalikan dari pektus karinatus di mana bagian bawah sternum dan iga

    tertarik mendekati vertebra, misalnya pada tukang sepatu, penggunaan kemben, dan sindrom Marfan),

    barrel chest (dada berbentuk seperti tong biasanya karena emfisema pulmonum atau kifois senilis),

    kifosis (tulang belakang berdeviasi pada kurvatura lateral; sering terjadi pada kelainan jantung bawaan

    seperti atrial septal defect/ASD atau PDA yang sering disertai juga dengan perubahan membusur ke

    belakang atau kifoskoliosis yang memepersempit rongga paru dan mengubah anatomi jantung), vossure

    cardiaque (merupakan penonjolan bagian depan hemitoraks kiri, hampir selalu terdapat pada kelainan

    jantung bawaan atau kelainan jantung karena demam rematik, terutama berkaitan dengan aktivitas

    berlebihan jantung pada masa pertumbuhan anak).

    Selanjutnya palpasi, dengan palpasi dapat ditemukan gerakan jantung yang menyentuh dinding

    dada terutama jika terdapat aktivitas yang meningkat atau pembesaran ventrikel atau juga jika

    ketidakteraturan kontraksi ventrikel. Getaran karena adanya bising jantung (thriil) atau bising napas

    sering dapat diraba. Palpasi dada lazim dilakukan dengan meletakkan sisi medial tangan, teutama pada

    palpasi untuk meraba thriil. Pada keadaan normal hanya impuls dari apeks yang dapat diraba, pada

    keadaan hiperaktif denyutan apeks akan lebih menyolok apeks atau ventrikel kiri dan biasanya akan

    bergeser ke lateral karena adanya pembesaran jantung atau dorongan dari paru (misalnya apda

    pneumotoraks kiri). Gerakan dari ventrikel kanan biasanya tidak teraba kecuali pada hipertrofi ventrikel

    kanan di mana ventrikel kanan akan menyentuh dinding dada (ventrikel kanan mengangkat). Kadang-

    kadang gerakan jantung teraba sebagai kursi goyang (ventricular heaving). Kadang-kadang teraba

    gerakan jantung di bagian basis yang biasanya disebabkan oleh gerakan aorta (pada aneurisma aorta atau

    regurgitasi aorta) atau karena gerakan arteria pulmonalis (pada hipertensi pulmonal) atau karena aliran

    tinggi dengan dilatasi (pada ASD) yang disebut sebagai tapping. Sensasi yang terasa adalah seperti

    meraba leher kucing di mana getaran nafasnya akan teraba sebagai thriil. Getaran karena adanya bising

    napas yang keras juga mungkin teraba jika dihantarkan ke dinding dada.26

  • Perkusi berguna untuk menetapkan batas-batas jantung terutama apda pembesaran jantung atau

    menetakan adanya konsolidasi jaringan paru pada keadaan dekompensasi, emboli paru atau juga efusi

    pleura. Perkusi batas kiri redam jantung (LBCD= left boarder of cardiac dullness) dilakukan dari lateral

    ke medial dimulai dari sela iga 5, 4, dan 3. LBCD akan terdapat kurang lebih 1-2 cm medial dari linea

    klavikularis dan bergeser lebih ke medial 1 cm pada sela iga 4 dan 3. Batas kanan redam jantung

    (RBCD= right boarder of cardiac dullness) dilakukan dengan perkusi bagian lateral kana dari sternum.

    Pada keadaan normal RBCD akan berada di dalam batas dalam sternum. Kepekaan RBCD di luar batas

    kanan sternum mencerminkan adanya bagian jantung yang membesar atau bergeser ke kanan. Penentuan

    adanya pembesaran jantung harus ditentukan dari RBCD maupun LBCD. Kepekaan di daerah bawah

    sternum (retrosternal dullness) biasanya akan mempunyai lebar kurang lebih 6 cm pada orang dewasa.

    Jika lebih lebar, kemungkinana adanya massa retrosternal harus dipikirkan. Pada wanita, kesulitan

    palpasi akan terasa sulit karena payudara yang besar, dalam hal in perkusi harus dilakukan dengan

    menyingkirkan payudara dari daerah perkusi (oleh penderita atau oleh tangan kiri pemeriksa jika perkusi

    dilakukan dengan satu tangan). Adanya konsolidasi paru at