kardiologi khairul

32
Laporan Kasus UNSTABLE ANGINA PEKTORIS Disusun Oleh: Khairul Saleh Pulungan 1407101030046 Pembimbing : dr. Adi Purnawarman, Sp.JP (K)-FIHA

Upload: ifanda-ibnu-hidayat

Post on 14-Apr-2016

40 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

kardiologi khairul

TRANSCRIPT

Page 1: kardiologi khairul

Laporan Kasus

UNSTABLE ANGINA PEKTORIS

Disusun Oleh:

Khairul Saleh Pulungan

1407101030046

Pembimbing :

dr. Adi Purnawarman, Sp.JP (K)-FIHA

BAGIAN/SMF ILMU KARDIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

RSUD dr. ZAINOEL ABIDINBANDA ACEH

2015

Page 2: kardiologi khairul

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah

koroner disebut penyakit jantung koroner yang lebih dikenal dengan sindroma

koroner akut. Penyakit ini menyerang pembuluh darah yang mengalirkan darah ke

jantung sehingga terjadi penyempitan pada arteri koroner. Penyempitan arteri

koroner ini terjadi akibat proses aterosklerosis atau spasme ataupun kombinasi

dari keduanya.1,2

Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) tercatat bahwa

lebih dari 7 juta orang meninggal akibat PJK di seluruh dunia pada tahun 2002,

angka ini diperkirakan meningkat hingga 11 juta orang pada tahun 2020.

American Heart Association (AHA) pada tahun 2004 memperkirakan prevalensi

PJK di Amerika Serikat sekitar 13 juta. Angka kematian karena PJK di seluruh

dunia tiap tahun didapatkan 50 juta, sedangkan di negara berkembang terdapat 39

juta.3 Survei dari Badan Kesehatan Nasional tahun 2001 menunjukkan tiga dari

1000 penduduk Indonesia menderita PJK, pada tahun 2007 terdapat sekitar 400

ribu penderita PJK dan pada saat ini penyakit jantung koroner menjadi pembunuh

nomor satu di dalam negeri dengan tingkat kematian mencapai 26%.3

Sindrom koroner akut berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang

diketahui berhubungan dengan kebanyakan kasus Unstable Angina Pectoris

(UAP), infark miokard tanpa ST elevasi (NSTEMI) dan infark miokard dengan

ST elevasi (STEMI). 2

Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh

iskemia miokardium yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga

varian utama angina pectoris yaitu angina pektoris tipikal (stabil), angina pektoris

prinzmetal (varian), dan angina pektoris tak stabil.1

Di Amerika Serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat dirumah sakit

karena angina pectoris tidak stabil, dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat

serangan infark jantung yang tak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah

diagnosis ditegakan.4

BAB II

Page 3: kardiologi khairul

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Definisi

Angina pektoris merupakan suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri

dada yang khas, yaitu dada seperti ditekan benda berat, seperti ditusuk-tusuk dan

nyeri sering menjalar kelengan kiri atau ke kedua lengan. Nyeri timbul biasanya

saat melakukan aktifitas dan dapat menghilang saat aktifitas dihentikan, nyeri juga

dapat dipicu oleh aktifitas emosional. Angina terjadi sebagai konsekuensi dari

iskemia miokardium. Faktor utama yang mempengaruhi konsumsi oksigen

miokardium antara lain tegangan dinding sistolik, keadaan kontraktil dan denyut

jantung. Berikut adalah klasifikasi dari angina:4,5

a. Angina stabil

Nyeri dada yang dicetuskan oleh sejumlah stimulus, angina stabil hilang

dengan istirahat atau penghentian stimulus, gejala muncul karena iskemia

miokardium yang disebabkan oleh gangguan pasokan darah pada miokardium.

Angina stabil gejalanya bersifat reversible dan tidak progresif.

b. Angina tidak stabil

Angina dengan frekuensi dan derajat keparahan yang meningkat, dengan

serangan yang lama dan hanya menghilang sebagian dengan nitrat

sublingual.riwayat penyakit biasanya pendek (beberapa minggu) dan prognosis

buruk, dengan kemungkinan bermakna untuk berkembang menjadi infark

miokardium akut atau kematian mendadak.

c. Angina prinzmetal

Angina prinzametal adalah angina yang muncul saat istirahat dan elevasi

segmen ST pada EKG yang menandakan adanya iskemik transmural. Keadaan

yang tidak biasa ini berhubungan dengan adanya tonus arteri koroner yang

bertambah, yang dengan cepat hilang melalui pemberian nitrogliserin dan dapat

diprovokasi oleh asetilkolin. Angina ini dapat terjadi pada arteri yang strukturnya

normal, pada penyakit arteri koroner campuran atau dalam keadaan stenosis

oklusif koroner berat.

2.2 Klasifikasi

Page 4: kardiologi khairul

Yang dimasukkan ke dalam angina pektoris tak stabil yaitu:4

1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup

berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.

2. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil,

lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya,

sedangkan faktor presipitasi makin ringan.

3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.

Pada tahun 1989 Brauwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada

keseragaman. Dimana klasifikasi dibuat berdasarkan beratnya serangan angina

dan keadaan klinik.4,6

A. Berdasarkan beratnya angina :

1. Kelas I

Angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya

nyeri dada.

2. Kelas II

Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam I bulan, tapi

tidak ada serangan angina dalam 48 jam terakhir.

3. Kelas III

Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik

sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.

B. Berdasarkan keadaan klinis:

1. Kelas A: Angina tak stabil sekunder.

2. Kelas B: Angina tak stabil primer.

3. Kelas C: Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.

C. Intensitas pengobatan:

1. Tak ada pengobatan atau hanya mendapatkan pengobatan minimal.

2. Timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi yang standar.

3. Masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan yang

maksimum, dengan penyekat beta, nitrat dan antagonis kalsium.

2.3 Epidemiologi

Page 5: kardiologi khairul

Peneletian yang dilakukan oleh Guthrie, Vlodaver, Nicoloff, dan Edwards

terhadap 47 pasien dengan angina didapat 12 diantaranya dengan angina tak

stabil dan 35 dengan angina stable (20 diantaranya dengan angina stabil berat dan

15 sisanya dengan angina stabil sedang). Dari data klinis yang didapat, tidak ada

perbedaan yang mendasar dari pasien dengan tipe angina yang dimilikinya, seperti

faktor usia, jenis kelamin, tingkat tekanan darah, kadar lipid, kebiasaan merokok,

penyakit diabetes, riwayat keluarga, atau riwayat miokardial infark dari pasien

sebelumnya.7

2.4 Patogenesis

Menurut American Heart Association (AHA) patogenesis angina pektoris tak

stabil disebabkan karena adanya ruptur plak, trombosis dan agregasi trombosit,

vasospasme, dan erosi pada plak tanpa ruptur.4,6

Ruptur Plak

Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pectoris

tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh

koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal.4

Dua pertiga dari pembuluh yang mengalamai ruptur sebelumnya

mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina

tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak aterosklerotik terdiri

dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic (fibrotic

cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan

adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang

berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu timbunan lemak. Kadang-

kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya

enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan

dinding plak (fibrous cap).4,6

Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan

menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus. Bila thrombus menutup pembuluh

darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila

thrombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat

akan terjadi angina tak stabil.4

Page 6: kardiologi khairul

Trombosis dan Agregasi Trombosit

Agregasi platelet dan pembentukan thrombus merupakan salah satu dasar

terjadinya angina tak stabil. Terjadinya thrombosis setelah plak terganggu

disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag

dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan

thrombus kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang

ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi factor jaringan dalam plak tidak

stabil. Setelah berhubungan dengan darah, factor jaringan berinteraksi dengan

factor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan

pembentukan thrombin dan fibrin.4

Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet

dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas,

vasokontriksi dan pembentukan trombus. Factor sistemik dan inflamasi ikut

berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan

dalam memulai thrombosis yang intermiten pada angina tak stabil.4

Vasospasme

Terjadinya vasokontriksi juga mempunyai peranan penting pada angina

tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang

diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah

dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina

Prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme seringkali

terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peranan penting dalam

terbentuknya thrombus.4

Erosi pada plak tanpa ruptur

Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan terjadinya proliferasi dan

migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel. Adanya

perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan

penyembitan pembuluh darah dengan cepat dan keluhan iskemia. Menurut

American Heart Associationn (AHA) terdapat 3 hal yang dapat menyebabkan

kerusakan dinding pembuluh darah, yaitu peningkatan kadar kolesterol trigliserida

dalam darah, peningkatan tekanan darah, dan riwayat merokok yang dapat

Page 7: kardiologi khairul

mempercepat terbentuknya aterosklerosis pada arteri koroner terutama pada aorta

dan pembuluh darah arteri pada kaki. 4,6

2.5 Gambaran Klinis

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan

angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih

berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena

aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual,

sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan

jasmani seringkali tidak ada yang khas. Pemeriksaan fisik sewaktu angina dapat

tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau

ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat

menurun, menetap, atau meningkat pada waktu serangan angina.4,8

Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American

Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi

segmen ST (NSTEMI) ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga

dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda

kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien

mempunyai keluhan iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-

MB, dengan ataupun tanpa perubahan EKG untuk iskemia, seperti adanya depresi

segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang

negative. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap

awal serangan, angina tak stabil seringkali tidak bisa dibedakan dari NSTEMI.

Page 8: kardiologi khairul

Gambar 1. Algorithm to risk stratify patients with unstable angina based on ECG and

repeated Troponin measurements6

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa:4,8

Elektrokardiografi (EKG)

Gambaran EKG penderita angina pektoris tak stabil dapat berupa depresi

segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang

ikatan his dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T. Perubahan EKG

pada UAP bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri

ataupun bersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat serangan angina dan

kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina hilang dalam

waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi elevasi

gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.

Uji latih

Page 9: kardiologi khairul

EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat

normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer.

Tujuan dari stress test adalah:

- Menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak

- Menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh

darah utama akan memberi hasil positif kuat

Pada pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan

menunjukan tanda resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat

treadmill. Bila hasilnya negative maka prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya

positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan

untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner, untuk menilai keadaan

pembuluh koronernya apakah perlu dilakukan tindakan revaskularisasi PCI karena

resiko terjadinya komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup besar.

Ekokardiografi

Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis

angina tak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal

ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding

regional jantung, menandakan prognosis kurang baik.

Rontgen Thoraks

Rontgen toraks biasanya normal pada pasien dengan angina. Pembesaran

jantung dapat menandakan adanya disfungsi pada organ jantung sebelumnya.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima

sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut Europian Society

of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I

positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Resiko kematian

bertambah dengan tingkat kenaikan troponin.

Page 10: kardiologi khairul

CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan d otot

skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam

beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.

Pada dasarnya pengobatan pada angina pektoris bertujuan untuk

memperpanjang hidup dan memperbaiki kualitas hidup dengan mencegah

serangan angina baik secara medikal atau pembedahan.

2.7 Penatalaksanaan

Pengobatan Medikal

Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina. Ada 3

jenis obat yaitu :4,9,10

1. Obat anti-iskemia

Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol

perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat

mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen (Oxygen demand). Nitrat

juga menambah oksigen suplay dengan vasodilatasi pembuluh koroner

dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin

atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau infus intravena.

Dosis pemberian intravena : 1-4 mg/jam.

β-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui

efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Berbagai

macam beta-blocker seperti propanolol, metoprolol, dan atenolol. Kontra

indikasi pemberian penyekat beta antra lain dengan asma bronkial,

bradiaritmia.

Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan

menurunkan tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis

kalsium :

Golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan

penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek

inotropik negatif juga kecil (Contoh: nifedipin)

Golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki

survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner

Page 11: kardiologi khairul

akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang,

pengurangan afterload memberikan keuntungan pada golongan

nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan faal jantung

normal (Contoh : verapamil dan diltiazem).

2. Obat anti-agregasi trombosit. Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar

dalam pengobatan angina tidak stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen.

Tiga gologan obat anti platelet yang terbukti bermanfaat seperti aspirin,

tienopiridin dan inhibitor GP IIb/IIIa.

Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat

mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non

fatal dari 51% sampai 72% pada pasien dengan angina tidak stabil. Oleh

karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur hidup dengan dosis

awal 160mg/ hari dan dosis selanjutnya 80 sampai 325 mg/hari.

Tiklopidin merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat

kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin.

Dalam pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping

granulositopenia.

Clopidogrel merupakan derivat tienopiridin yang dapat menghambat

agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin . Klopidogrel

terbukti juga dapat mengurangi strok, infark dan kematian kardiovaskular.

Dosis klopidogrel dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari.

Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa merupakan Ikatan fibrinogen dengan

reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir pada proses agregasi

platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka ikatan

platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak

terjadi.

3. Obat anti-trombin

Unfractionated Heparin : Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang

terdiri dari pelbagi rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan

aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat

Page 12: kardiologi khairul

dengan heparin akan bekerja menghambat thrombin dan faktor Xa.

Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel yang

mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga diperlukan

pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya kemungkinan heparin

induced thrombocytopenia (HIT).

Low Molecular Weight Heparin (LMWH) : LMWH dibuat dengan

melakukan depolimerisasi rantai polisakarida heparin. Dibandingkan

dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap protein

plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia

ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan

pemberian LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan

secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium.

Direct Thrombin Inhibitors : Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis

mempunyai kelebihan karena bekerja langsung mencegah pembentukan

bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein maupun platelet factor

4. Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan infark miokard, tetapi

komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah disetujui untuk

menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang menjalani PCI.

Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada efek

samping trombositopenia akibat heparin (HIT).4

Tindakan Pembedahan

Prinsipnya bertujuan untuk memberi darah yang lebih banyak kepada otot

jantung dan memperbaiki obstruksi arteri koroner. Ada 4 dasar jenis

pembedahan:11

1. Ventricular aneurysmectomy : rekonstruksi terhadap kerusakan ventrikel

kiri.

2. Coronary arteriotomy : memperbaiki langsung terhadap obstruksi arteri

koroner.

3. Internal thoracic mammary : revaskularisasi terhadap miokard.

4. Coronary Artery Baypass Grafting (CABG) : Hasilnya cukup memuaskan

dan aman yaitu 80%-90% dapat menyembuhkan angina dan mortabilitas

hanya 1 % pada kasus tanpa kompilasi.

Page 13: kardiologi khairul

Metode terbaru lain di samping pembedahan adalah :

1. Percutanecus transluminal coronary angioplasty (PCTA)

2. Percutaneous rotational coronary angioplasty (PCRA)

3. Laser angioplasty

2.8 Komplikasi

Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi

akibat kekurangan oksigen yang berkepanjangan. Hal ini adalah respon letal

terakhir terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium

mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah

periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara aerob lenyap dan sel

tidak memenuhi kebutuhan energinya. Aritmia, karena insidens PJK dan

hipertensi tinggi, aritmia lebih sering didapat dan dapat berpengaruh terhadap

hemodinamik. Bila curah jantung dan tekanan darah turun banyak, berpengaruh

terhadap aliran darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina, gagal jantung.

Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan

disfungsi diastolik atau sistolik. Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau

tanpa gagal jantung sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang

lama (kronis). Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera

pada ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard. 12

2.9 Stratifikasi Risiko4

Delapan puluh persen dengan angina tak stabil dapat distabilkan dalam 48

jam setelah diberi terapi medikamentosa secara agresif. Pasien-pasien ini

kemudian membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut dengan tread mill test atau

ekokardiografi untuk menentukan apakah pasien cukup dengan terapi

medikamentosa atau pasien membutuhkan pemeriksaan angiografi dan

selanjutnya tindakan revaskularisasi.

Pasien yang termasuk risiko rendah antara lain pasien yang tidak

mempunyai angina sebelumnya, dan sudah tidak ada serangan angina, sebelumnya

tidak memaiaki obat anti angina dan ECG normal atau tidak ada perubahan dari

Page 14: kardiologi khairul

sebelumnya; enzim jantung tidak meningkat termasuk Troponin dan biasanya usia

masih muda.

Risiko sedang bila ada angina yang baru dan makin berat, didapatkan

angina pada waktu istirahat, tak ada perubahan segmen ST, dan enzim jantung

tidak meningkat.

Risiko tinggi bila pasien mempunyai angina waktu istirahat, angina

berlangsung lama, atau angina paska infark; sebelumnya sudah mendapat terapi

yang intensive, usia lanjut, didapatkan perubahan segmen ST yang baru,

didapatkan kenaikan Torponin, dan ada keadaan hemodinamik tidak stabil.

Bila manifestasi iskemia datang kembali secara spontan atau pada waktu

pemeriksaan, maka pasien sebaiknya dilakukan angiografi, bila pasien tetap stabil

dan termasuk risiko rendah maka terapi medikamentosa sudah cukup. Hanya

pasien dengan risiko tinggi yang membutuhkan tindakan invasif segera, dengan

kemungkinan tindakan revaskularisasi.

BAB III

LAPORAN KASUS

Page 15: kardiologi khairul

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. AM

Usia : 68 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

No. CM : 1-04-50-22

Pekerjaan : IRT

Alamat : Banda Aceh

Tanggal MRS : 20 Maret 2015

Tanggal pemeriksaan : 23 Maret 2015

Keluhan Utama

Nyeri dada kiri

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada. Nyeri dada

mulai dirasakan sejak 3 hari SMRS. Nyeri dirasakan pasien seperti ditekan benda

berat, menjalar sampai ke bahu dan dirasakan kurang lebih selama 30 menit.

Pasien juga mengeluhkan sesak napas dan berkeringat dingin.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat Hipertensi kurang lebih sejak 5 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga

- Ayah pasien mengidap penyakit hipertensi

Riwayat Penggunaan Obat

- Pasien mengkonsumsi obat hipertensi, namun tidak tahu nama obatnya

Riwayat Kebiasaan

- Pasien sering mengkonsumsi makanan berlemak

Pemeriksaan umum

Page 16: kardiologi khairul

- Keadaan umum : Tampak sakit ringan

- Kesadaran : Compos mentis

- Kaadaan gizi : Baik

- Vital sign

Tekan darah : 150/100 mmHg

Nadi : 110 kali/menit

Pernapasan : 26 kali/menit

Suhu : 36,8 0C

Pemeriksaan fisik

Kepala dan Leher

- Konjungtiva anemis (-/-)

- Sklera ikterik (-/-)

- JVP tidak meningkat (5+2 cm H2O)

- Pembesaran KGB di leher (-)

Thorak

Paru-paru

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, penggunaan otot

bantu pernapasan (-)

Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba

Perkusi : Batas jantung kanan 2 jari lateral linea parasternalis dextra,

batas jantung kiri 1 jari lateral linea midclavicula sinistra ICS V

Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2) normal, mumur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Page 17: kardiologi khairul

Auskultasi : Peristaltik normal

Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Ekstremitas

- Akral hangat

- CRT < 2 detik

- Edema (-/-)

- Tampak sianosis pada kuku (-)

- Deformitas (-)

Diagnosis Kerja : Angina Pektoris Tak Stabil + HHD

Page 18: kardiologi khairul

1. Pemeriksaan laboratorium (20 Maret 2015)

Jenis Pemeriksaan 09 Februari 2015

Hemoglobin

Hematokrit

Eritrosit

Leukosit

Trombosit

Eos/Bas/N.Seg/Lim/Mon

Troponin I

CK-MB

Ureum

Kreatinin

GDS

9,7 gr/dL

30%

3,9 x 106/mm3

7,1 x 103/mm3

253 x 103/mm3

1/0/68/19/11

< 0,10 ng/mL

22 U/L

43 mg/dL

0,61 mg/dL

114 mg/dL

2. Pemeriksaan Elektrokardiografi

Page 19: kardiologi khairul

Interpretasi EKG :

Ritme : Sinus

Rate : 115 kali / menit

Axis : Normoaxis

Interval PR : 0,12

Gel P : 0,08 s / 0,3 mV

Komplek QRS : 0,08 s

Segmen ST :

ST Elevasi : (-)

ST Depresi : (-)

T inverted : (-)

LVH : (+)

RVH : (-)

3. Foto thoraks

Page 20: kardiologi khairul

Kesan: cardiomegali dan aortosclerosis

Penatalaksanaan

Non-Medikamentosa

a. Tirah baring

Medikamentosa

Terapi Kardiologi:

a. IVFD NaCl 20 gtt/menit

b. Inj. Arixtra 2,5 mg/hari

c. ISDN 5 mg 3 x 1

d. Concor 5 mg 1 x 1

e. Simvastatin 40 mg 1 x 1

f. Aspilet 80 mg 1 x 1

g. Platogrix 75 mg 1 x 1

h. Cardace 10 mg 1 x 1

PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Dubia ad bonam

Quo ad Functionam : Dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam

Page 21: kardiologi khairul

BAB IV

ANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang didapatkan bahwa pasien mengalami angina pektoris tak stabil dan

HHD. Diagnosis angina pektoris tak stabil ditegakkan berdasarkan keluhan yang

dialami pasien yaitu nyeri dada semakin memberat, menjalar sampai ke bahu. Hal

ini sesuai dengan salah satu kriteria angina tak stabil yaitu angina yang makin

bertambah berat, sebelumnya didahului oleh angina stabil, lalu serangan angina

timbul lebih sering, dan lebih berat nyeri yang dirasakan.

Page 22: kardiologi khairul

Hipertensi yang ditemukan pada pasien merupakan salah satu faktor

resiko terjadinya angina pektoris tak stabil. Pasien mengaku mengalami hipertensi

sejak 5 tahun SMRS. Hipertensi yang terjadi dalam waktu lama dapat

menyebabkan terbentuknya plak di arteri koroner. Pembentukan plak ini

mengakibatkan sirkulasi darah di jantung mengalami gangguan dan jika dibiarkan

dapat terjadi ruptur plak. Ruptur plak merupakan salah satu penyebab angina

pektoris tidak stabil. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi

platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus sehingga tiba-tiba dapat

terjadi oklusi subtotal atau total dari arteri koroner yang sebelumnya mempunyai

penyempitan yang minimal.

Dari anamnesis didapatkan pasien sering mengkonsumsi makanan berlemak.

Hal ini merupakan salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan terbentuknya

plak di arteri koroner.

.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anwar, T. Bahri. Penyakit jantung koroner dan hypertensi. Medan: USU; 2004.

2. Hamm CW, Bertrand M, Braunwald E. Acute coronary syndrome without ST elevation : implementation of new guidelines.Lancet 2001;358:1533-8.

3. World Health Organization. Deaths from coronary heart disease. Cited 2014 Feb Available from URL : http://www.who.int/cardiovasculardiseases/ cvd_14_deathHD.pdf

Page 23: kardiologi khairul

4. Rahman AM. Angina Pektoris Stabil. Dalam : Sudoyo AW, Setiuohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Penerbit FK UI,2006. Jakarta: p.1611.

5. Trisnohadi, Hanafi B. 2006. Angina Pectoris Tak Stabil dalam Aru W.S, Bambang S, Idrus A, Marcelius S.K, Siti S.S (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.Penerbit FK UI 2006. Jakarta. P.1606-8.

6. Hamm CW, Bertrand M, Braunwald E. A classification of unstable angina revisited. Availavle from URL: http://circ.ahajournals.org/content/102/1/118.

7. R B Guthrie, Z Vlodaver, D M Nicoloff, J E Edwards. Pathology of stable and unstable angina pectoris. Available from URL: http://circ.ahajournals.org/content/51/6/1/1059.

8. Hamm, Christian W; Bassand, Jean-Pierre; Agewall, Stefan and et al. ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation, 2011. Accessed 21 Feb 2014. Avalaible form: http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/Pages/ACS-non-ST-segment-elevation.aspx

9. Gunawan SG. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2007.

10. Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1998.

11. Anwar TB. Nyeri dada. Universitas Sumatera Utara: e-USU Repository; 2004.

12. Barriento, Aida Sua´rez; Romero, Pedro Lo´pez; Vivas, David and et al. Circadian Variations of Infarct Size in Acute Myocardial Infarctionm, 2011. Accessed 21 Feb 2014. Avalaibale form: http://www.suc.org.uy/ correosuc/correosuc6-51_archivos/Heart-2011-CircadianVariations.pdf