86643330-ekstraksi-nikel-mattte
DESCRIPTION
bTRANSCRIPT
BAB III
EKSTRAKSI NIKEL MATTE
Secara umum, mineral bijih di alam ini dibagi dalam 2 (dua) jenis
yaitu mineral sulfida dan mineral oksida. Begitu pula dengan bijih nikel,
ada sulfida dan ada oksida. Masing-masing mempunyai karakteristik
sendiri dan cara pengolahannya pun juga tidak sama. Dalam bahasan kali
ini akan dibatasi pengolahan bijih nikel dari mineral oksida (Laterit).
Bijih nikel dari mineral oksida (Laterite) ada dua jenis yang
umumnya ditemui yaitu Saprolit dan Limonit dengan berbagai variasi
kadar. Perbedaan menonjol dari 2 jenis bijih ini adalah kandungan Fe
(Besi) dan Mg (Magnesium), bijih saprolit mempunyai kandungan Fe
rendah dan Mg tinggi sedangkan limonit sebaliknya. Bijih Saprolit dua
dibagi dalam 2 jenis berdasarkan kadarnya yaitu HGSO (High Grade
Saprolit Ore) dan LGSO (Low Grade Saprolit Ore), biasanya HGSO
mempunyai kadar Ni ≥ 2% sedangkan LGSO mempunyai kadar Ni.
Tingkat kebasaan ini menentukan brick/ refractory/bata tahan api
yang harus digunakan di dalam tungku (furnace), jika basisitas tinggi
maka refractory yang digunakan juga sebaiknya mempunyai sifat basa
agar slag (terak) tidak bereaksi dengan refractory yang akan
menghabiskan lapisan refractory tersebut. Basisitas juga menentukan
viscositas slag, semakin tinggi basisitas maka slag semakin encer dan
mudah untuk dikeluarkan dari furnace. Namun basisitas yang terlalu
tinggi juga tidak terlalu bagus karena difusi Oksigen akan semakin besar
sehingga kehilangan Logam karena oksidasi terhadap logam juga semakin
besar.
Setelah bahan galian ditambang dan lalu di dangkut dengan alat muat
(wheel loader) menuju ke stockfile. Dan setelah diangkut sebaiknya
melakukan proses pengolahan nickel. Biasanya, pengolahan bijih nikel
sulfida dilakukan dengan menggunakan proses pyrrometalurgy yang
menghasilkan nikel dalam bentuk nikel matte. Adapun tahap-tahap yang
dilakukan untuk melakukan proses pengelolahan nikel melalui beberapa
tahap utama yaitu, crushing, Pengering, Pereduksi, peleburan, Pemurni,
dan Granulasi dan Pengemasan.
1. Crushing
Dimana proses ini bertujuan untuk reduksi ukuran dari ore
agar mineral berharga bisa terlepas dari bijihnya. Berbeda dengan
pengolahan emas, dalam tahap ini untuk nikel ore ini hanya
dibutuhkan ukuran maksimal 30 mm sehingga hanya dibutuhkan
crusher saja dan tidak dibutuhkan grinder.
2. Pengeringan di Tanur Pengering (Drying)
Dari stockpile, hasil tambang (ore) diangkut menuju apron
feeder. Di apron feeder ore mengalami penyaringan dan
pengaturan beban sebelum diangkut dengan belt conveyor menuju
dryer atau tanur pengering. Diruang pembakaran tersebut terdapat
alat pembakar yang menggunakan high sulphur oil atau yang biasa
disebut minyak residu sebagai bahan bakar. Dalam tahap
pengeringan ini hanya dilakukan penguapan sebagian kandungan
air dalam bijih basa dan tidak ada reaksi kimia. Ore kemudian
dihancurkan dan kemudian dikumpulkan di gudang bijih kering (Dry
Ore Storage).
Dimana drying atau pengeringan dibutuhkan untuk
mengurangi kadar moisture dalam bijih. Biasanya kadar moisture
dalam bijih sekitar 30-35 % dan diturunkan dalam proses ini
dengan rotary dryer menjadi sekitar 23% (tergantung desain yang
dibuat). Dalam rotary dryer ini, pengeringan dilakukan dengan cara
mengalirkan gas panas yang dihasilkan dari pembakaran pulverized
coal dan marine fuel dalam Hot Air Generator (HAG) secara Co-
Current (searah) pada temperature sampai 200 C.
3. Kalsinasi dan Reduksi di Tanur Pereduksi
Tujuannya untuk menghilangkan kandungan air di dalam
bijih, mereduksi sebagian nikel oksida menjadi nikel logam, dan
sulfidasi. Setelah proses drying, bijih nikel yang tersimpan di
gudang bijih kering pada dasarnya belumlah kering secara
sempurna, karena itulah tahapan ini bertujuan untuk
menghilangkan kandungan air bebas dan air kristal serta mereduksi
nikel oksida menjadi nikel logam.
Proses ini berlansung dalam tanur reduksi. Bijih dari gudang
dimasukkan dalam tanur reduksi dengan komposisi pencampuran
menggunakan ratio tertentu untuk menghasilkan komposisi silika
magnesia dan besi yang sesuai dengan operasional tanur listrik.
Selain itu dimasukkan pula batubara yang berfungsi sebagai bahan
pereduksi pada tanur reduksi maupun pada tanur pelebur. Untuk
mengikat nikel dan besi reduksi yang telah tereduksi agar tidak
teroksidasi kembali oleh udara maka ditambahkanlah belerang.
Hasil akhir dari proses ini disebut kalsin yang bertemperatur sekitar
700oC.
Tujuan utama proses ini adalah menghilangkan air kristal
yang ada dalam bijih,air kristal yang biasa dijumpai adalah
serpentine (3MgO.2SiO2.2H2O) dan goethite (Fe2O3.H2O). Proses
dekomposisi ini dilakukan dalam Rotary Kiln dengan tempetatur
sampai 850 oC menggunakan pulverized coal secara Counter
Current.
Reaksi dekomposisi air kristal yang terjadi adalah sebagai
berikut:
a. Serpentine
Reaksi dekomposisi dari serpentine adalah sebagai berikut:
3MgO.2SiO2.2H2O = 3 MgO + 2 SiO2 + 2 H2O
Reaksi ini terjadi pada temperatur 460-650 C dan tergolong
reaksi endotermik. Pemanasan lebih lanjut MgO dan SiO2 akan
membentuk forsterite dan enstatite yang merupakan reaksi
eksotermik.
2MgO + SiO2 = 2MgO.SiO2
MgO + SiO2 = MgO.SiO2
b. Goethite
Reaksi dekomposisi dari goethite adalah sebagai berikut:
Fe2O3.H2O = Fe2O3 + H2O
Reaksi ini terjadi pada 260C – 330C dan merupakan reaksi
endotermik. Disamping menghilangkan air kristal, pada proses
ini juga biasanya didesain sudah terjadi reaksi reduksi dari NiO
dan Fe2O3. Dalam teknologi Krupp rent, semua reduksi
dilakukan dalam rotary kiln dan dihasilkan luppen. Sedangkan
dalam technology Electric Furnace, hanya sekitar 20% NiO
tereduksi secara tidak langsung dalam rotary kiln menjadi Ni
dan 80% Fe2O3 menjadi FeO sedangkan sisanya dilakukan
dalam electric furnace. Produk dari rotary kiln ini disebut dengan
calcined ore dengan kandungan moisture sekitar 2% dan siap
dilebur dalam electric furnace.
4. Peleburan di Tanur Listrik (smalting)
Untuk melebur kalsin hasil kalsinasi/reduksi sehingga
terbentuk fasa lelehan matte dan Slag. Kalsin panas yang keluar
dari tanur reduksi sebagai umpan tanur pelebur dimasukkan
kedalam surge bin lalu kemudian dibawa dengan transfer car ke
tempat penampungan. Furnace bertujuan untuk melebur kalsin
hingga terbentuk fase lelehan matte dan slag. Dinding furnace
dilapisi dengan batu tahan api yang didinginkan dengan media air
melalui balok tembaga. Matte dan slag akan terpisah berdasarka
berat jenisnya. Slag kemudian diangkut kelokasi pembuangan
dengan kendaraan khusus.
Proses peleburan dalam electric furnace adalah proses
utama dalam rangkaian proses ini. Reaksi reduksi 80% terjadi
secara langsung dan 20% secara tidak langsung pada temperature
sampai 1650 C. Reaksi reduksi langsung yang terjadi adalah
sebagai berikut:
NiO(l) + C(s) = Ni(l) + CO(g)
FeO(l) + C(s) = Fe(l) + CO(g)
Beberapa material yang mempunyai afinitas yang tinggi
terhadap oksigen juga tereduksi dan menjadi pengotor dalam
logam.
SiO2(l) + 2C(s) = Si(l) + 2CO(g)
Cr2O3(l) + 3C(s) = 2Cr(l) + 3CO(g)
P2O5(l) + 5C(s) = 2P(l) + 5CO(g)
3Fe(l) + C(s) = Fe3C(l)
Karbon disupplay dari Antracite (tergantung desain), dan
reaksi terjadi pada zona leleh elektroda. CO(g) yang dihasilkan dari
reaksi ini ditambah dengan CO(g) dari reaksi boudoard mereduksi
NiO dan FeO serta Fe2O3 melalui mekanisme solid-gas reaction
(reaksi tidak langsung):
NiO(s) + CO(g) = Ni(s) + CO2(g)
CoO(s) + CO(g) = Co(s) + CO2(g)
FeO(s) + CO(g) = Fe(s) + CO2(g)
Fe2O3(s) + CO(g) = 2FeO(s) + CO2(g)
Oksida stabil seperti SiO2, Cr2O3 dan P2O5 tidak tereduksi
melalui reaksi tidak langsung. Sampai di sini Crude Fe-Ni sudah
terbentuk dan proses sudah bisa dikatakan selesai.
5. Pengkayaan di Tanur Pemurni (refining)
Bertujuan untuk menaikkan kadar Ni di dalam matte dari
sekitar 27 persen menjadi di atas 75 persen. Matte yang memiliki
berat jenis lebih besar dari slag diangkut ke tanur pemurni /
converter untuk menjalani tahap pemurnian dan pengayaan. Proses
yang terjadi dalam tanur pemurni adalah peniupan udara dan
penambahan sililka. Silika ini akan mengikat besi oksida dan
membentuk ikatan yang memiliki berat jenis lebih rendah dari
matte sehingga menjadi mudah untuk dipisahkan.
Pada proses ini yang paling utama adalah
menghilangkan/memperkecil kandungan sulfur dalam crude Fe-Ni
dan sering disebut Desulfurisasi. Dilakukannya proses ini berkaitan
dengan kebutuhan proses lanjutan yaitu digunakannya Fe-Ni
sebagai umpan untuk pembuatan Baja dimana baja yang bagus
harus mengandung Sulfur maksimal 20 ppm sedangkan kandungan
Sulfur pada Crude Fe-Ni masih sekitar 0,3% sehingga jika
kandungan sulfur tidak diturunkan maka pada proses pembuatan
baja membutuhkan kerja keras untuk menurunkan kandungan
sulfur ini.
Sedangkan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CaC2 (S) + S = CaS (S) + 2C (Sat)
Na2CO3 + S + Si = Na2S + (SiO2) + CO
Na2Co3 + SiO2 = Na2O . SiO2 + CO2
Reaksi ini merupakan reaksi eksotermik sehingga tidak
membutuhkan pemanasan lagi pasca smelting.
Proses selanjutnya adalah converting, sebenarnya proses ini
masih dalam bagian refining hanya untuk membedakan antara
menurunkan sulfida dengan menurunkan pengotor lain seperti Si, P,
Cr dan C sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan prosesnya sama
hanya saja reaksi lebih dominan oksidasi dari oksigen.
Si (l) + O2 (g) = SiO2 (l) ↔ SiO2 (l) + CaO (l) = CaO . SiO2 (l)
Cr (l) + 5O2 (g)= 2Cr2O3 (l)
4P (l)+ 5O2 (g)= 2P2O5 (l) ↔CaO (l)+P2O5 (l)= CaO. P2O5 (l)
C(l) + ½ O2 (g)= CO (g)
C(l) + O2 (g)= CO2 (g)
6. Granulasi dan Pengemasan
Untuk mengubah bentuk matte dari logam cair menjadi
butiran-butiran yang siap diekspor setelah dikeringkan dan
dikemas. Matte dituang kedalam tandis sembari secara terus
menerus disemprot dengan air bertekanan tinggi. Proses ini
menghasilkan nikel matte yang dingin yang berbentuk butiran-
butiran halus. Butiran-butiran ini kemudian disaring, dikeringkan
dan siap dikemas.
Dari mekanisme pengolahan nikel di atas dapat dibuat bagan alir
pengolahan nikel seperti pada gambar di bawah ini.