8 bab 2 tinjauan pustaka 2.1. pengertian promosi kesehatan

38
8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan Menurut WHO (1947), pengertian kesehatan secara luas tidak hanya meliputi aspek medis, tetapi juga aspek mental dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan (Maulana, 2009), sedangkan pengertian kesehatan menurut UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Hal ini berarti, kesehatan tidak hanya diukur dari aspek fisik mental dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi (Notoatmodjo, 2010). Hasil rumusan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa, Canada menyatakan bahwa promosi kesehatan adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata lain, promosi kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2010). Menurut WHO, promosi kesehatan adalah proses mengupayakan individu- individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka mengandalkan faktor- faktor yang mempengaruhi kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat

Upload: hathien

Post on 12-Jan-2017

223 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

Menurut WHO (1947), pengertian kesehatan secara luas tidak hanya meliputi

aspek medis, tetapi juga aspek mental dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan

yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan (Maulana, 2009), sedangkan

pengertian kesehatan menurut UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 adalah keadaan

sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap

orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Hal ini berarti, kesehatan

tidak hanya diukur dari aspek fisik mental dan sosial saja, tetapi juga diukur dari

produktivitasnya dalam mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara

ekonomi (Notoatmodjo, 2010).

Hasil rumusan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa,

Canada menyatakan bahwa promosi kesehatan adalah suatu proses untuk

memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.

Dengan kata lain, promosi kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap

masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2010).

Menurut WHO, promosi kesehatan adalah proses mengupayakan individu-

individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka mengandalkan

faktor- faktor yang mempengaruhi kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat

Page 2: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

9

kesehatannya. Bertolak dari pengertian yang dirumuskan WHO, Indonesia

merumuskan pengertian promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan

kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama

masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri serta mengembangkan

kegiatan bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung

oleh kebijakan publik yang berwawasana kesehatan (Depkes RI, 2005).

Batasan promosi kesehatan yang dirumuskan oleh Yayasan Kesehatan

Victoria (Victorian Health Foundation-Australia, 1997) dalam Notoatmodjo (2010)

menekankan bahwa promosi kesehatan adalah suatu program perubahan perilaku

masyarakat yang menyeluruh dalam konteks masyarakatnya. Bukan hanya perubahan

perilaku (within people), tetapi juga perubahan lingkungannya. Perubahan perilaku

tanpa diikuti perubahan lingkungan tidak akan efektif, perubahan tersebut tidak akan

bertahan lama.

2.2. Promosi Kesehatan dan Perilaku

Masalah kesehatan masyarakat, termasuk penyakit, ditentukan oleh 2 faktor

utama yaitu faktor perilaku dan non perilaku (faktor sosial, ekonomi, politik dan

sebagainya). Oleh sebab itu, upaya penanggulangan masalah kesehatan masyarakat

juga dapat ditujukan pada kedua faktor utama tersebut. Upaya pemberantasan

penyakit menular, penyediaan pelayanan kesehatan dan sebagainya adalah upaya

intervensi terhadap faktor fisik (non perilaku). Sedangkan upaya intervensi terhadap

Page 3: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

10

faktor perilaku menurut Notoatmodjo (2010) dapat dilakukan melalui 2 pendekatan,

yakni :

a. Pendidikan (educational)

Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar

masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara

(mengatasi masalah-masalah) dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau

tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan

kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarnnya melalui proses

pembelajaran. Sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama dan

menetap, karena didasari oleh kesadaran. Kelemahan dari pendidikan kesehatan ini

adalah hasilnya lama karena perubahan melalui proses pembelajaran pada umumnya

memerlukan waktu yang lama.

b. Paksaan atau tekanan (Coercion)

Paksaan atau tekanan yang dilakukan kepada masyarakat agar melakukan

tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan meraka sendiri.

Tindakan atau perilaku sebagai hasil tekanan ini memang cepat, tetapi tidak akan

langgeng karena tidak didasari oleh pemahaman dan kesadaran untuk apa mereka

berperilaku seperti itu.

Berdasarkan keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian dua pendekatan

tersebut, maka pendekatan pendidikanlah paling cocok sebagai upaya pemecahan

masalah kesehatan masyarakat, melalui faktor perilaku.

Page 4: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

11

Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan,

maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku

tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan

dengan determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). Menurut Green

(1980), perilaku ini ditentukan oleh 3 faktor utama, yakni :

a. Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor predisposisi merupakan faktor yang dapat mempermudah atau

mempredisposisi timbulnya perilaku dalam diri seorang individu atau masyarakat.

Faktor-faktor yang dimasukkan ke dalam kelompok faktor predisposisi diantaranya

adalah pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial.

b. Faktor pendukung (enabling factors)

Faktor pendukung perilaku adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau

yang memfasilitasi terjadinya perilaku atau tindakan individu atau masyarakat. Faktor

ini meliputi tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk

mencapainya.

c. Faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor yang memperkuat terjadinya suatu tindakan untuk berperilaku

sehat diperlukan adalah perilaku petugas kesehatan dan dari tokoh masyarakat seperti

lurah dan tokoh agama. Selain hal tersebut juga diperlukan ada tersedianya peraturan

dan perundang-undangan yang memperkuat.

Berdasarkan 3 faktor determinan perilaku tersebut, maka kegiatan promosi

kesehatan sebagai pendekatan perilaku hendaknya diarahkan kepada 3 faktor tersebut.

Page 5: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

12

2.3. Visi dan Misi Promosi Kesehatan

Visi promosi kesehatan (khususnya di Indonesia) tidak terlepas dari visi

pembangunan kesehatan di Indonesia, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang

Kesehatan Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 yakni meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemampuan hidup agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya, sebagai investasi sumber daya manusia yang produktif secara

sosial ekonomi. Oleh sebab itu, promosi kesehatan sebagai bagian dari program

kesehatan masyarakat di Indonesia harus mengambil bagian dalam mewujudkan visi

pembangunan kesehatan di Indonesia tersebut. Sehingga visi promosi kesehatan dapat

dirumuskan sebagai masyarakat mau dan mampu memelihara dan meningkatkan

kesehatannya (Notoatmodjo, 2010).

Mewujudkan visi promosi kesehatan tersebut, maka diperlukan upaya-upaya.

Upaya-upaya untuk mewujudkan visi ini disebut sebagai misi promosi kesehatan.

Secara umum misi promosi kesehatan ini, seperti yang termuat dalam Ottawa Charter

(1984) sekurang-kurangnya ada tiga hal yakni :

a. Advokat (Advocate)

Kegiatan advokat ini dilakukan terhadap para pengambil keputusan dari

berbagai tingkat, dan sektor terkait dengan kesehatan. Tujuan kegiatan ini adalah

meyakinkan para pejabat pembuat keputusan atau penentu kebijakan, bahwa program

kesehatan yang dijalankan tersebut penting. Oleh sebab itu, perlu dukungan kebijakan

atau keputusan dari para pejabat tersebut.

Page 6: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

13

b. Menjembatani (Mediate)

Promosi kesehatan juga mempunyai misi sebagai mediator atau menjembatani

antara sektor kesehatan dengan sektor yang lain sebagai mitra. Dengan perkataan lain

promosi kesehatan merupakan perekat kemitraan di bidang pelayanan kesehatan.

Kemitraan sangat penting, sebab tanpa kemitraan, niscaya sektor kesehatan mampu

menangani masalah-masalah kesehatan yang begitu kompleks dan luas.

c. Memampukan (Enabling)

Sesuai dengan visi promosi kesehatan, yakni masyarakat mau dan mampu

memelihara dan meningkatkan kesehatannya, promosi kesehatan mempunyai misi

utama untuk memampukan masyarakat. Hal ini berarti, baik secara langsung atau

melalui tokoh-tokoh masyarakat, promosi kesehatan hanya memberikan

keterampilan-keterampilan kepada masyarakat agar mereka mandiri di bidang

kesehatan.

2.4. Sasaran dan Ruang Lingkup Promosi Kesehatan

Maulana (2009) dalam bukunya “Promosi Kesehatan” menjelaskan sasaran

promosi kesehatan perlu dikenali secara khusus, rinci, dan jelas agar promosi

kesehatan lebih efektif. Adapun sasaran dari adanya promosi kesehatan adalah

individu/ keluarga, masyarakat, pemerintah/ lintas sektor/ politisi/ swasta dan petugas

atau pelaksana program.

Sehubungan dengan hal itu, promosi kesehatan dihubungkan dengan beberapa

tatanan, antara lain tatanan rumah tangga, tatanan tempat kerja, tatanan institusi

Page 7: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

14

kesehatan, tatanan tempat-tempat umum. Agar lebih spesifik menurut Maulana (2009,

sasaran kesehatan dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Sasaran primer, adalah sasaran yang mempunyai masalah, yang diharapkan mau

berperilaku sesuai harapan dan memperoleh manfaat paling besar dari perubahan

perilaku tersebut.

b. Sasaran sekunder, adalah individu atau kelompok yang memiliki pengaruh atau

disegani oleh sasaran primer. Sasaran sekunder diharapkan mampu mendukung

pesan-pesan yang disampaikan kepada sasaran primer.

c. Sasaran tersier, adalah para pengambil kebijakan, penyandang dana, pihak-pihak

yang berpengaruh di berbagai tingkat (pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan,

dan desa/ kelurahan).

Selain membutuhkan sasaran yang jelas, maka promosi kesehatan juga harus

mempunyai ruang lingkup. Sehingga semua berjalan dengan jelas. Berdasarkan

Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa, Canada tahun 1986, dalam

bukunya maulana (2009) promosi kesehatan dikelompokkan menjadi lima area, yaitu:

a. Kebijakan pembangunan berwawasan kesehatan (health public policy)

Kegiatan ditujukan pada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan. Hal

ini berarti setiap kebijakan pembangunan dalam bidang apa pun harus

mempertimbangkan dampak kesehatan bagi masyarakat.

Page 8: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

15

b. Mengembangkan jaring kemitraan dan lingkungan yang mendukung (create

partnership and supportive environment)

Kegiatan ini bertujuan mengembangkan jaringan kemitraan dan suasana yang

mendukung terhadap kesehatan. Kegiatan ini ditujukan kepada pemimpin organisasi

masyarakat, serta pengelola tempat-tempat umum, dan diharapkan memperhatikan

dampaknya terhadap lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan nonfisik

yang mendukung atau kondusif terhadap kesehatan masyarakat.

c. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health service)

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan merupakan tanggung jawab bersama

antara pemberi dan penerima pelayanan. Orientasi pelayanan diarahkan dengan

menempatkan masyarakat sebagai subjek (melibatkan masyarakat dalam pelayanan

kesehatan) yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya sendiri.

Hal tersebut berarti pelayanan kesehatan lebih diarahkan pada pemberdayaan

masyarakat.

d. Meningkatkan keterampilan individu (increase individual skills)

Kesehatan masyarakat adalah kesehatan agregat, yang terdiri atas kelompok,

keluarga, dan individu. Kesehatan masyarakat terwujud apabila kesehatan kelompok,

keluarga, dan individu terwujud. Oleh sebab itu, peningkatan keterampilan anggota

masyarakat atau individu sangat penting untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

dan kemampuan masyarakat memelihara serta meningkatkan kualitas kesehatannya.

Page 9: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

16

e. Mamperkuat kegiatan masyarakat (strengthen community action)

Derajat kesehatan masyarakat akan terwujud secara efektif, jika unsur-unsur

yang terdapat di masyarakat tersebut bergerak bersama-sama. Memperkuat kegiatan

masyarakat berarti memberikan bantuan terhadap kegiatan yang sudah berjalan di

masyarakat, sehingga lebih dapat berkembang.

Menurut Ewles dan Simnett (1994) dalam bukunya Maulana (2009), ada lima

pendekatan promosi kesehatan, yaitu:

a. Pendekatan medik

Pendekatan ini mempunyai tujuan yaitu membebaskan dari penyakit dan

kecacatan yang didefinisikan secara medik, seperti penyakit infeksi, kanker, dan

jantung. Pendekatan ini melihat intervensi kedokteran untuk mencegah atau

meringankan kesakitan. Pendekatan ini memberikan arti penting terhadap tindakan

pencegahan medik, dan merupakan tanggung jawab profesi kedokteran, membuat

kepastian bahwa pasien patuh pada prosedur yang dianjurkan.

b. Pendekatan perubahan perilaku

Pendekatan ini bertujuan mengubah sikap dan perilaku individual masyarakat,

sehingga mereka mengadopsi gaya hidup sehat. Pendekatan ini meyakinkan kita

bahwa gaya hidup sehat merupakan hal penting bagi klien.

c. Pendekatan pendidikan

Pendekatan ini bertujuan memberikan informasi dan memastikan pengetahuan

dan pemahaman tentang perilaku kesehatan, dan membuat keputusan yang ditetapkan

atas dasar informasi yang ada.

Page 10: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

17

d. Pendidikan berpusat pada klien

Tujuan dari pendekatan ini adalah bekerja dengan klien agar dapat membantu

mereka mengidentifikasi apa yang ingin mereka ketahui dan lakukan, dan membuat

keputusan dan pilihan mereka sendiri sesuai kepentingan dan nilai mereka.

e. Pendekatan perubahan sosial

Pendekatan ini pada prinsipnya mengubah masyarakat, bukan pada perilaku

setiap individu. Orang-orang yang menerapkan pendekatan ini memberikan nilai

penting bagi hak demokrasi mereka mengubah masyarakat, memiliki komitmen pada

penempatan kesehatan dalam agenda politik diberbagai tingkat.

2.5. Strategi Promosi Kesehatan

Menurut Chandller (1996), strategi adalah penetapan dari tujuan dan sasaran

jangka panjang suatu organisasi serta penggunaan serangkaian tindakan dan alokasi

sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Ada tiga komponen

dari defenisi Chandler yaitu adanya tujuan dan sasaran, adanya cara bertindak dan

alokasi daya untuk mencapai tujuan itu (Salusu, 1996).

Kotten dalam Salusu (1996) mencoba menjelaskan mengenai tipe-tipe

strategi. Tipe-tipe strategi yang ia kemukanan berikut ini sering dianggap sebagai

suatu hirearki. Tipe-tipe strategi yang dimaksud adalah :

Page 11: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

18

a. Strategi organisasi (corporate strategy)

Strategi ini berkaitan dengan perumusan misi, tujuan, nilai-nilai dan inisiatif-

inisiatif strategi yang baru. Pembatasan-pembatasan diperlukan yaitu apa yang

dilakukan untuk siapa.

b. Strategi program (program strategy)

Strategi ini lebih memberikan perhatian kepada implikasi-implikasi startagi dari

program tertentu. Apa kira-kira dampaknya apabila program tertentu

diperkenalkan, apa dampaknya bagi sasaran organisasi.

c. Strategi pendukung sumber daya (resource support strategy)

Strategi ini memusatkan perhatian pada memaksimalkan sumber-sumber daya

esensial yang tersedia guna meningkatkan kualitas kinerja organisasi. Sumber daya

itu dapat berupa tenaga, keuangan, teknologi dan sebagainya.

d. Strategi kelembagaan (institusional strategi)

Fokus dari strategi ini adalah mengembangkan kemampuan organisasi untuk

melaksanakan inisiatif-inisiataif strategi.

Kotten juga menambahkan bahwa terlepas dari pendekatan yang digunakan

dalam membagi strategi itu kedalam beberapa beberapa kategori, kita cukup diberi

petunjuk bahwa strategi organisasi tidak hanya satu. Disamping itu tiap-tiap strategi

ini saling menopang sehingga merupakan suatu kesatuan kokoh yang mampu

menjadikan organisasi sebagai lembaga yang kokoh pula, mampu bertahan dalam

kondisi lingkungan yang tidak menentu. Setiap strategi yang telah dirumuskan

Page 12: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

19

diharapkan dapat secepatnya diimplementasikan. Tidak hanya dapat

diimplementasikan, akan tetapi juga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Strategi menurut Notoatmodjo (2010) adalah cara bagaimana mencapai atau

mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan tersebut secara berhasil guna.

Berdasarkan rumusan WHO (1994) dan Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan,

strategi promosi kesehatan secara global ini terdiri dari 3 hal, yaitu:

2.5.1. Advokasi

Menurut Hopkins (1990) advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi

kebijakan publik, melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif. Dengan

kata lain advokasi adalah upaya atau proses untuk memperoleh komitmen, yang

dilakukan secara persuasif dengan menggunakan informasi yang akurat dan tepat

(Notoatmodjo, 2010).

Sementara menurut Efendi dan Makhfudli (2009), advokasi yaitu pendekatan

pimpinan dengan tujuan untuk mengembangkan kebijakan publik yang berwawasan

kesehatan. Hasil yang diharapkan adalah kebijakan dan peraturan-peraturan yang

mendukung untuk mempengaruhi terciptanya perilaku hidup bersih dan sehat, serta

adanya dukungan dana dan sumber daya lainnya. Kegiatan yang dapat dilakukan

antara lain, pendekatan perorangan. Pendekatan tersebut seperti melalui lobi, dialog,

negosiasi, debat, petisi, mobilisasi, seminar, dan lain-lain.

Advokasi menurut Depkes RI (2008) adalah upaya atau proses yang strategis

dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak terkait

(stakeholders). Advokasi diarahkan untuk menghasilkan dukungan yang merupakan

Page 13: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

20

kebijakan (misalnya dalam bentuk peraturan perundang-undangan), dana, sarana dan

lain-lain sejenis. Stakeholders yang dimaksud bisa berupa tokoh masyarakat formal

yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintah dan penyandang dana

pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama,

tokoh adat dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu kebijakan

(tidak tertulis) di bidangnya.

Tujuan dari adanya advokasi ada dua, yaitu umum dan khusus.

1. Tujuan umum: diperolehnya komitmen dan dukungan dalam upaya kesehatan,

baik berupa kebijakan, tenaga, dana, sarana, kemudahan, keikut sertaan dalam

kegiatan, maupun berbagai bentuk lainnya sesuai keadaan dan usaha.

2. Tujuan Khusus:

a. Adanya pemahaman/ pengenalan/ kesadaran.

b. Adanya ketertarikan/ peminatan/ tidak penolakan.

c. Adanya kemauan/ kepedulian/ kesanggupan (untuk membantu/ menerima).

d. Adanya tindakan/ perbuatan/ kegiatan nyata (yang diperlukan).

e. Adanya kelanjutan kegiatan (kesinambungan kegiatan).

Keluaran atau output advokasi dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk yakni

output dalam bentuk perangkat lunak dan output dalam bentuk perangkat keras

(Notoatmodjo, 2010). Indikator output dalam bentuk perangkat lunak adalah

peraturan-peraturan atau undang-undang sebagai bentuk kebijakan atau perwujudan

dari komitmen politik terhadap program kesehatan, misalnya : undang-undang,

Page 14: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

21

peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri, peraturan daerah, surat

keputusan gubernur, bupati, camat dan seterusnya.

Sedangkan indikator output dalam bentuk perangkat keras antara lain :

a. Meningkatnya dana atau anggaran untuk pembangunan kesehatan.

b. Tersedianya atau dibangunnya fasilitas atau sarana pelayanan kesehatan seperti

rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan sebagainya.

c. Dibangunnya atau tersedianya sarana dan prasarana kesehatan misalnya air

bersih, jamban keluarga atau jamban umum, tempat sampah dan sebagainya.

d. Dilengkapinya peralatan kesehatan seperti laboratorium peralatan pemeriksaan

fisik dan lain sebagainya.

2.5.2. Bina Suasana (Social Suppport)

Menurut Effendi dan Makhfudli (2009), bina suasana yaitu penciptaan situasi

yang kondusif untuk memberdayakan perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku hidup

bersih dan sehat dapat tercipta dan berkembang jika lingkungan mendukung hal ini.

Dalam konteks ini lingkungan mencakup lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi,

dan politik.

Bina suasana menurut Depkes RI (2008) adalah upaya untuk menciptakan

opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu atau anggota masyarakat

untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk

mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial dimanapun dia berada (keluarga,

dirumah, orang-orang yang menjadi panutan/idolanya, majelis agama dan lain-lain

bahkan masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut.

Page 15: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

22

Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan masyarakat, khususnya

dalam upaya mengajak para individu meningkat dari fase tahu ke fase mau, perlu

dilakukan bina suasana.

Pada pelaksanaannya terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana, yaitu (1)

Pendekatan Individu, (2) Pendekatan Kelompok, dan (3) Pendekatan Masyarakat

Umum, dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Bina suasana individu, ditujukan kepada individu tokoh masyarakat. Melalui

pendekatan ini diharapkan mereka akan menyebarluaskan opini yang positif

terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan. Mereka juga diharapkan dapat

menjadi individu-individu panutan dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan

dengan bersedia atau mau mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan

tersebut misalnya seorang pemuka agama yang rajin melaksanakan 3 M yaitu

Menguras, Menutup dan Mengubur demi mencegah munculnya wabah demam

berdarah. Lebih lanjut bahkan dapat diupayakan agar mereka bersedia menjadi

kader dan turut menyebarluaskan informasi guna menciptakan suasana yang

kondusif bagi perubahan perilaku individu.

2. Bina suasana kelompok, ditujukan kepada kelompok-kelompok dalam masyarakat,

seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga (RW), kelompok

keagamaan, perkumpulan seni, organisasi profesi, organisasi wanita, organisasi

siswa/mahasiswa, organisasi pemuda, dan lain-lain. Pendekatan ini dapat

dilakukan oleh dan atau bersama-sama dengan pemuka/tokoh masyarakat yang

Page 16: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

23

telah peduli. Diharapkan kelompok-kelompok tersebut menjadi peduli terhadap

perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau mendukungnya. Bentuk

dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut lalu bersedia juga mempraktikkan

perilaku yang sedang diperkenalkan, mengadvokasi pihak-pihak yang terkait, dan

atau melakukan kontrol sosial terhadap individu-individu anggotanya.

3. Bina suasana masyarakat umum, dilakukan terhadap masyarakat umum dengan

membina dan memanfaatkan media-media komunikasi, seperti radio, televisi,

koran, majalah, situs internet, dan lain-lain, sehingga dapat tercipta pendapat

umum. Dengan pendekatan ini diharapkan media-media massa tersebut menjadi

peduli dan mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan. Suasana atau

pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai pendukung atau

“penekan” (social pressure) oleh individu-individu anggota masyarakat, sehingga

akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang sedang diperkenalkan. Strategi

bina suasana dilakukan melalui: (1) Pengembangan potensi budaya masyarakat

dengan mengembangkan kerja sama lintas sektor termasuk organisasi

kemasyarakatan, keagamaan, pemuda, wanita serta kelompok media massa; dan

(2) Pengembangan penyelenggaraan penyuluhan, mengembangkan media dan

sarana, mengembangkan metode dan teknik serta hal-hal lain yang mendukung

penyelenggaraan penyuluhan.

2.5.3. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)

Pemberdayaan adalah membantu individu untuk memperoleh daya untuk

mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan terkait dengan

Page 17: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

24

diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial. Hal ini dilakukan

untuk meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya

yang dimiliki antara lain dengan transfer daya dari lingkunganya (Prijono, Pranarka,

1996).

Pemberdayaan masyarakat menurut Notoatmodjo (2009) adalah strategi

promosi kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat secara langsung dengan tujuan

utama yang ingin dicapai adalah agar terwujudnya kemampuan masyarakat dalam

memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri masyarakat. Bentuk dari

pemberdayaan masyarakat antara lain: pelayanan kesehatan gratis, pemberian obat

gratis, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam bentuk koperasi dan

pelatihan untuk kemampuan peningkatan pendapatan keluarga.

Maulana (2009) membagi tujuan pemberdayaan menjadi dua, yaitu tujuan

umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pemberdayaan masyarakat yaitu masyarakat

mampu mengenali, memelihara, melindungi dan meningkatkan kualitas

kesehatannya, termasuk jika sakit dapat memperoleh pelayanan kesehatan tanpa

mengalami kesulitan dalam pembiayaannya. Tujuan khusus pemberdayaan

masyarakat yaitu memahami dan menyadari pentingnya kesehatan, memiliki

keterampilan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, memiliki

kemudahan untuk menjaga kesehatan diri dan lingkunganya, berupaya bersama

(bergotong-royong) menjaga dan meningkatkan kesehatan lingkungannya. Prinsip

dari pemberdayaan masyarakat yaitu menumbuhkembangkan potensi masyarakat,

menumbuhkan kontribusi masyarakat dalam upaya kesehatan, mengembangkan

Page 18: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

25

kegiatan kegotong-royongan di masyarakat, promosi pendidikan dan pelatihan

dengan sebanyak mungkin menggunakan dan memanfaatkan potensi setempat, upaya

dilakukan secara kemitraan dengan berbagai pihak, desentralisasi (sesuai dengan

keadaan dan kebudayaan setempat).

Menurut Depkes RI (2008), pemberdayaan masyarakat adalah proses

pemberian informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti

perkembangan sasaran serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah

dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge) dari tahu menjadi mau

(aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang

diperkenalkan (aspek practice).

Tujuan pemberdayaan masayarakat tersebut adalah menumbuhkan potensi

masyarakat yang artinya segala potensi masyarakat perlu dioptimalkan untuk

mendukung program kesehatan (Depkes RI, 2000).

Menurut Sumodingningrat (2004) pemberdayaan tidak bersifat selamanya,

melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, dan kemudian dilepas

untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jatuh lagi. Dilihat dari pendapat

tersebut berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar, hingga mencapai

status, mandiri. Meskipun demikian dalam rangka menjaga kemandirian tersebut

tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi, dan kemampuan secara terus

menerus supaya tidak mengalami kemunduran lagi.

Sebagaimana disampaikan dimuka bahwa proses belajar dalam rangka

pemberdayaan akan berlangsung secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui

Page 19: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

26

tersebut adalah meliputi: 1. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli

sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.

2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan

keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar

sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. 3. Tahap peningkatan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah

inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mehantarkan pada kemandirian (Ambar,

2004).

Keluaran atau hasil yang diharapkan dalam pemberdayaan adalah (Depkes

RI, 2000):

a. Tumbuh kembangnya berbagai upaya kesehatan bersumber daya masyarakat serta

meningkatnya kemampuan dan kemandirian masyarakat di bidang kesehatan.

b. Adanya upaya kesehatan yang bersumber dari masyarakat seperti Posyandu, dll.

c. Masyarakat menjadi peserta dana sehat/ JPKM.

2.6. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam

memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi

masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat

dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Di dalam hal ini, masyarakat

sendirilah yang aktif memikirkan, merencanakan, melaksanakan, dan

Page 20: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

27

mengevaluasikan program-program kesehatan masyarakatnya. Institusi kesehatan

hanya sekadar memotivasi dan membimbingnya (Notoatmodjo, 2007).

Mikkelsen dalam Soetomo (2006), mengatakan bahwa pembangunan pada

dasarnya merupakan proses perubahan, dan salah satu bentuk perubahan yang

diharapkan adalah perubahan sikap dan perilaku. Partisipasi masyarakat yang

semakin meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu

perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku tersebut. Ada enam jenis tafsiran

mengenai partisipasi masyarakat tersebut antara lain:

1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek atau program

pembangunan tanpa ikut serta dalam pengambil keputusan.

2. Partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam meningkatkan

kemauan menerima dan kemampuan menangapi proyek-proyek atau program-

program pembangunan.

3. Partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau

kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk

melakukan hal itu.

4. Partisipasi adalah penetapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf

dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek/program agar

memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial.

5. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang

ditentukan sendiri.

Page 21: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

28

6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan

dan lingkungan mereka.

Conyer dalam Soetomo (2006), mengemukakan partisipasi masyarakat adalah

keikutsertaaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh determinan dan

kesadaran diri masyarakat itu sendiri dalam program pembangunan. Ada lima cara

untuk melibatkan keikutsertaan masyarakat yaitu:

1. Survei dan konsultasi lokal untuk memperoleh data dan informasi yang

diperlukan.

2. Memanfaatkan petugas lapangan, agar sambil melakukan tugasnya sebagai agen

pembaharu juga menyerap berbagai informasi yang dibutuhkan dalam

perencanaan.

3. Perencanaan yang bersifat desentralisasi agar lebih memberikan peluang yang

semakin besar kepada masyarakat untuk berpartisipasi.

4. Perencanaan melalui pemerintah lokal.

5. Menggunakan strategi pembangunan komunitas (community development).

Menurut Notoatmodjo (2007), di dalam partisipasi setiap anggota masyarakat

dituntut suatu kontribusi atau sumbangan. Kontribusi tersebut bukan hanya terbatas

pada dana dan finansial saja tetapi dapat berbentuk daya (tenaga) dan ide (pemikiran).

Dalam hal ini dapat diwujudkan di dalam 4 M, yakni manpower (tenaga), money

(uang), material (benda-benda lain seperti kayu, bambu, beras, batu, dan sebagainya),

dan mind (ide atau gagasan).

Page 22: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

29

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengajak atau menumbuhkan

partisipasi masyarakat. Pada pokoknya ada 2 cara, yakni (Notoatmodjo (2007):

1. Partisipasi dengan paksaan (enforcement participation), artinya memaksa

masyarakat untuk kontribusi dalam suatu program, baik melalui perundang-

undangan, peraturan maupun dengan perintah lisan saja. Cara ini akan lebih cepat

hasilnya dan mudah. Tetapi masyarakat akan takut, merasa dipaksa dan kaget,

karena dasarnya bukan kesadaran (awereness), tetapi ketakutan.

2. Partisipasi dengan persuasi dan edukasi yakni suatu partisipasi yang didasari pada

kesadaran. Sukar ditumbuhkan, akan memakan waktu yang lama. Tetapi bila

tercapai hasilnya ini akan mempunyai rasa memiliki dan rasa memelihara.

Partisipasi ini dimulai dengan penerangan, pendidikan dan sebagainya, baik secara

langsung maupun tidak langsung.

Craig dan Mayo dalam Slamet (2003), menyatakan Empowerment is road to

participation. Pemberdayaan merupakan syarat bagi terciptanya suatu partisipasi

dalam masyarakat. Belum adanya partisipasi aktif dalam masyarakat untuk

menciptakan kondisi yang kondusif pada proses pembangunan mengisyaratkan belum

berdayanya sebagian masyarakat kita.

2.7. Gizi Buruk

Gizi buruk adalah keadaan di mana asupan zat gizi sangat kurang dari

kebutuhan tubuh. Umumnya gizi buruk ini di derita oleh balita karena pada usia

tersebut terjadi peningkatan energi yang sangat tajam dan peningkatan kerentanan

Page 23: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

30

terhadap infeksi virus/ bakteri (Almatsier, 2003). Zat gizi yang dimaksud bisa berupa

protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah

teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi

buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun

(Nency, 2005).

Anak balita sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat

badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan

berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi

kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi

kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk.

Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut

(Pardede, J, 2006).

2.7.1. Klasifikasi Gizi Buruk

Terdapat 3 tipe gizi buruk yaitu marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-

kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari

masing-masing tipe yang berbeda-beda.

1. Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang

timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di

bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,

gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya.

Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena

masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus yaitu anak tampak sangat

Page 24: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

31

kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang

terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, iga gambang dan perut cekung, otot paha

mengendor (baggy pant) serta cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak

masih terasa lapar (Depkes RI, 2000).

2. Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana

dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian

tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan

atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh, perubahan status

mental berupa cengeng, rewel, kadang apatis,rambut tipis kemerahan seperti warna

rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat

terlihat rambut kepala kusam, wajah membulat dan sembab, pandangan mata anak

sayu, pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa

kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam serta kelainan kulit

berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan

terkelupas. 3. Marasmus-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik

kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein

dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping

menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda

kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan

biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).

Page 25: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

32

2.7.2. Dampak Gizi Buruk

Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja

terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping

berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan

mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering

disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat

diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan

tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali

terkena infeksi.

Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa

karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain

hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar

gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan

tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya

anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka

panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun

perkembangannya.

Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak,

akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan

perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental

dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak

itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi fatal karena otak adalah

salah satu aset yang vital bagi anak.

Page 26: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

33

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap

perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan

gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah

penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori,

gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja

merosotnya prestasi anak (Nency, 2005).

2.7.3. Faktor Penyebab Gizi Buruk Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :

1. Penyebab langsung yaitu kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang

dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit

kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau

demam akhirnya menderita kurang gizi. 2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan

kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga

merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah,

ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi

buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor.Ketahanan pangan adalah kemampuan

keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam

jumlah yang cukup baik maupun gizinya (Dinkespropsu, 2006).

Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan yang

kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang

disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara

Page 27: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

34

adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola

makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan

yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat.

Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri

akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan

terjadinya infeksi (Nency, 2005).

2.7.4. Penilaian Status Gizi Balita

Pada tahun 2005, World Health Organization (WHO) dalam pedoman Depkes

RI (2011) menciptakan aplikasi“WHO anthro” yang dapat digunakan untuk

menghitung status gizi dan memantau perkembangan motorik anak. Aplikasi tersebut

menggunakan data antropometri seperti umur, berat badan, tinggi badan, lingkar

lengan, dan lingkar kepala sehingga tidak perlu dilakukan lagi melakukan

perhitungan manual untuk penilaian status gizi.

Untuk menilai status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi badan

setiap balita dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan

menggunakan baku antropometri WHO 2005. Selanjutnya berdasarkan nilai Z-Score

masing-masing indikator tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai

berikut :

a. Berdasarkan indikator BB/U :

Berat badan adalah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh.

Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya

karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya nafsu

Page 28: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

35

makan atau memnurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah

parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan

kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin,

maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam

keadaan yang abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu

dapat berkembang cepat atau lebih lambat badan menurut umur digunakan sebagai

salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang

labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.

Kategori BB/U :

1. Kategori Gizi Buruk, jika Z-score < -3,0

2. Kategori Gizi Kurang, jika Z-score >=-3,0 s/d Z-score <-2,0

3. Kategori Gizi Baik, jika Z-score >=-2,0 s/d Z-score <=2,0

4. Kategori Gizi Lebih, jika Z-score >2,0

b. Berdasarkan indikator TB/U:

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan

pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif

kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.

Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tingii badan akan nampak dalam waktu yang

relatif lama.

Page 29: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

36

Berdasarkan karakteristik tersebut di atas, maka indeks ini menggambarkan

status gizi masa lalu. Menurut Beaton dan Bengoa (1973) indeks TB/U dapat

memberikan status gizi masa lampau dan status sosial ekonomi.

Kategori TB/U :

1. Kategori Sangat Pendek, jika Z-score < -3,0

2. Kategori Pendek, jika Z-score >=-3,0 s/d Z-score <-2,0

3. Kategori Normal, jika Z-score >=-2,0

c. Berdasarkan indikator BB/TB:

1. Kategori Sangat Kurus, jika Z-score < -3,0

2. Kategori Kurus, jika Z-score >=-3,0 s/d Z-score < -2,0

3. Kategori Normal, jika Z-score >=-2,0 s/d Z-score <=2,0

4. Kategori Gemuk, jika Z-score > 2,0

Perhitungan angka prevalensi dilakukan sebagai berikut :

1. Prevalensi gizi buruk = (Jumlah balita gizi buruk/jumlah seluruh balita) x 100%

2. Prevalensi gizi kurang = (Jumlah balita gizi kurang/jumlah seluruh balita) x 100%

3. Prevalensi gizi baik = (Jumlah balita gizi baik/jumlah seluruh balita) x 100%

4. Prevalensi gizi lebih = (Jumlah balita gizi lebih/jumlah seluruh balita) x 100%

d. IMT/ U

Pengukuran status gizi dilakukan dengan metode antropometri melalui

perhitungan indeks IMT/U. IMT/U digunakan untuk anak yang berumur 5-19

tahun, dengan menggunakan z-score.

Kategori IMT/U :

1. Kategori Sangat Kurus, jika Z-score < -3,0

2. Kategori Kurus, jika Z-score < - 2SD

Page 30: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

37

3. Kategori Normal, jika Z-score -2SD sampai +1SD

4. Kategori Gemuk, jika Z-score > + 1SD

5. Kategori Obese I, jika Z-score > +2SD

6. Kategori Obese II jika, Z-score > +3SD

Untuk penilaian status gizi dalam program kesehatan masyarakat, salah satu

cara yang digunakan dalam penentuan status gizi masyarakat adalah dengan cara

pengukuran terhadap nilai-nilai dari indeks antropometri. Dalam penentuan status gizi

suatu kelompok masyarakat, lebih baik kita mempertimbangkan hal-hal berikut ini :

1. Nilai-nilai indeks antropometri (BB/U, TB/U atau BB/TB) dibandingkan dengan

nilai rujukan yang dalam hal ini digunakan Rujukan WHO-2005.

2. Dengan menggunakan batas ambang (cut-off point) untuk masing-masing indeks,

maka status gizi seseorang atau anak dapat ditentukan.

Didasarkan pada asumsi resiko kesehatan :

a. Antara -2 SD s/d +2 SD tidak memiliki atau beresiko paling ringan untuk

menderita masalah kesehatan.

b. Antara -2 s/d -3 atau antara +2 s/d +3 memiliki resiko cukup tinggi (“mode-

rate”) untuk menderita masalah kesehatan.

c. Di bawah -3 SD atau di atas +3 SD memiliki resiko tinggi untuk menderita

masalah kesehatan.

3. Istilah status gizi dibedakan untuk setiap indeks yang digunakan agar tidak

terjadi kerancuan dalam interpretasi.

Page 31: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

38

4. Bila dalam masyarakat ada lebih dari 2,5% balita berada <-2 SD tetapi kurang

dari 0,5% berada <-3 SD kemungkinan besar penyebabnya masa-

lahnya adalah kekurangan zat gizi karena berbagai faktor (kemiskinan, ketidak

tahuan, pola asuh yang berkaitan dengan penyakit).

5. Bila dalam suatu masyarakat ada lebih dari 2,5 % balita <-2 SD dan lebih dari

0,5% anak < -3 SD, maka masyarakat tersebut masih memiliki masalah

gizi yang perlu penanganan secara komprehensif terhadap akar masalahnya.

2.7.5. Kebijakan dan Strategi Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk

Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai

upaya pencegahan terjadinya gizi buruk/KEP berat di tingkat rumah tangga yaitu:

a. Ibu membawa anak untuk ditimbang di posyandu secara teratur setiap bulan

untuk mengetahui pertumbuhan berat badannya.

b. Ibu memberikan hanya ASI saja kepada bayi usia 0-6 bulan.

c. Ibu tetap memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun.

d. Ibu memberikan MP-ASI sesuai usia dan kondisi kesehatan anak sesuai anjuran

pemberian makanan.

e. Ibu memberikan makanan beraneka ragam bagi anggota keluarga lainnya.

f. Ibu segera memberitahukan pada petugas kesehatan/kader bila balita mengalami

sakit atau gangguan pertumbuhan.

g. Ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas.

Page 32: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

39

Menurut Depkes RI (2005) dalam dalam Rencana Aksi Nasional Pencegahan

dan Penanggulangan Gizi Buruk dinyatakan bahwa terdapat kebijakan dalam

pencegahan dan penanggulangan gizi buruk yaitu :

1. Mengingat besaran dan sebaran gizi buruk yang ada di semua wilayah Indonesia

dan dampaknya terhadap kualitas sumber daya manusia, pencegahan dan

penanggulangan gizi buruk merupakan program nasional, sehingga perencanaan,

pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan

antara pusat dan daerah.

2. Penanggulangan masalah gizi buruk dilaksanakan dengan pendekatan

komprehensif, dengan mengutamakan upaya pencegahan dan upaya peningkatan,

yang didukung upaya pengobatan dan upaya pemulihan.

3. Penanggulangan masalah gizi buruk dilaksanakan oleh semua kabupaten/kota

secara terus menerus, dengan koordinasi lintas instansi/dinas dan organisasi

masyarakat.

4. Penanggulangan masalah gizi buruk diselenggarakan secara demokratis dan

transparan melalui kemitraan di tingkat kabupaten/kota antara pemerintahan

daerah, dunia usaha dan masyarakat.

5. Penanggulangan masalah gizi buruk dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan

masyarakat yaitu dengan meningkatkan akses untuk memperoleh informasi dan

kesempatan untuk mengemukakan pendapat, serta keterlibatan dalam proses

pengambilan keputusan. Masyarakat yang telah berdaya diharapkan berperan

Page 33: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

40

sebagai pelaku/pelaksana, melakukan advokasi dan melakukan pemantauan

untuk peningkatan pelayanan publik.

Adapun strategi dalam pencegahan dan penanggulangan gizi buruk adalah :

1. Pencegahan dan penanggulangan gizi buruk dilaksanakan di seluruh

kabupaten/kota di Indonesia, sesuai dengan kewenangan wajib dan Standar

Pelayanan Minimal (SPM) dengan memperhatikan besaran dan luasnya masalah.

2. Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi

masyarakat dan keluarga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali

dan menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan pertumbuhan

melalui revitalisasi Posyandu.

3. Meningkatkan kemampuan petugas, dalam manajemen dan melakukan

tatalaksana gizi buruk untuk mendukung fungsi Posyandu yang dikelola oleh

masyarakat melalui revitalisasi Puskesmas.

4. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan

melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul Vitamin A, MP-

ASI dan makanan tambahan.

5. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi dan sosialisasi

tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat.

6. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta/dunia usaha

dan masyarakat untuk mobilisasi sumberdaya dalam rangka meningkatkan daya

beli keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang.

Page 34: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

41

7. Mengaktifkan kembali Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) melalui

revitalisasi SKPG dan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) Gizi Buruk, yang

dievaluasi dengan kajian data SKDN yaitu (S)emua balita mendapat (K)artu

menuju sehat, (D)itimbang setiap bulan dan berat badan (N)aik, data penyakit

dan data pendukung lainnya.

2.8 Landasan Teori

Rumusan WHO (1994) dan Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan,

dinyatakan bahwa strategi promosi kesehatan secara global terdiri dari 3 hal yaitu :

1. Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk

mendapatkan komitmendan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stake

holders). Stakeholders yang dimaksud bisa berupa tokoh masyarakat formal

(misalnya pihak pemerintah; lurah, camat, Dinas Kesehatan, Walikota, DPRD,

dinas terkait) yang umumnya sebagai penentu kebijakan pemerintah atau

penyandang dana pemerintah. Atau tokoh masyarakat informal seperti tokoh

agama, tokoh adat dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu

kebijakan yang tidak tertulis. Advokasi dapat diukur dari ketersediaan kebijakan

(peraturan-peraturan, surat instruksi), sarana/prasarana, sumber daya manusia,

sosialisasi, dan kelengkapan data, dana dan lain-lain.

2. Bina Suasana adalah upaya untuk menciptakan opini atau lingkungan sosial yang

mendorong individu anggota masyarakat untuk melakukan perilaku pencegahan

penyakit.

Page 35: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

42

Terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana yaitu :

a. Pendekatan individu tokoh masyarakat dalam menyebarluaskan opini yang

positif kepada individu-individu di lingkungannya.

b. Pendekatan kelompok masyarakat seperti pengurus Rukun Tetangga (RT),

Pengurus Rukun Warga (RW), majelis pengajian, perkumpulan seni, organisasi

profesi, organisasi wanita dan lain-lain.

c. Pendekatan masyarakat umum, dengan membina dan memanfaatkan media-

media komunikasi, seperti radio, televisi, koran, majalah dan lain-lain sehingga

dapat tercipta pendapat umum.

Kegiatan bina suasana dapat diukur dari yang diukur dari terlaksananya kegiatan

pertemuan, perlombaan dan penyuluhan atau penyebaran informasi baik

individu, tokoh masyarakat maupun memanfaatkan media komunikasi

3. Pemberdayaan masyarakat yaitu proses pemberian informasi secara terus-menerus

dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu

sasaran agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar

(aspek knowledge) dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan mau menjadi

mampu mealksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).

Pemberdayaan dapat diukur dengan terbentuknya upaya kesehatan berbasis

masyarakat (UKBM) seperti posyandu, kader kesehatan dan pengorganisasian

kelompok kesehatan.

Page 36: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

43

Menurut Notoatmodjo (2007), partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya

seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan

masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan

seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri.

Cara yang dapat dilakukan untuk mengajak atau menumbuhkan partisipasi

masyarakat adalah (Notoatmodjo (2007):

1. Partisipasi dengan paksaan (enforcement participation), artinya memaksa

masyarakat untuk kontribusi dalam suatu program, baik melalui perundang-

undangan, peraturan maupun dengan perintah lisan saja. Cara ini akan lebih cepat

hasilnya dan mudah. Tetapi masyarakat akan takut, merasa dipaksa dan kaget,

karena dasarnya bukan kesedaran (awereness), tetapi ketakutan.

2. Partisipasi dengan persuasi dan edukasi yakni suatu partisipasi yang didasari pada

kesadaran. Sukar ditumbuhkan, akan memakan waktu yang yang. Tetapi bila

tercapai hasilnya ini akan mempunyai rasa memiliki dan rasa memelihara.

Partisipasi ini dimulai dengan penerangan, pendidikan dan sebagainya, baik secara

langsung maupun tidak langsung.

Berdasarkan rumusan WHO (1994) dan Kebijakan Nasional Promosi

Kesehatan, tentang strategi promosi kesehatan dan cara untuk mengajak atau

menumbuhkan partisipasi masyarakat menurut Notoatmodjo (2007), dapat diuraikan

landasan teori sebagai berikut:

Page 37: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

44

Gambar 2.1. Landasan Teori

Advokasi

- Kebijakan (peraturan-peraturan, surat instruksi)

- Sarana/prasarana - Sumber daya manusia - Dana

Bina Suasana

- Pertemuan/ Penyuluhan - Perlombaan dan - Penyebaran informasi

Pemberdayaan Masyarakat

- UKBM seperti posyandu, - Kader kesehatan - Pengorganisasian

kelompok kesehatan

Partisipasi dengan paksaan (enforcement

participation)

Partisipasi dengan persuasi dan edukasi

Partisipasi masyarakat

Page 38: 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

45

2.9 Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian

yang menjelaskan arah atau alur penelitian tentang menganalisis implementasi

strategi promosi kesehatan (advokasi, bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat)

dan pengaruhnya pada partisipasi masyarakat dalam pencegahan gizi buruk pada

balita di wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan tahun 2014.

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Implementasi Strategi Promosi Kesehatan (advokasi, Bina Suasana dan Pemberdayaan Masyarakat) Yang Dilaksanakan Provider (Kualitatif)

Partisipasi masyarakat dalam pencegahan gizi buruk pada balita : - Cakupan program(D/S) - Hasil Pengukuran

terhadap masyarakat

Hasil Kegiatan Strategi Promosi Kesehatan yang Dirasakan Masyarakat (Kuantitif)