6. bab ii

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desa 2.1.1. Pengertian Desa Pengertian Desa secara umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian. Misalnya, Egon E. Bergel (1955: 121), mendefinisikan desa sebagai “setiap pemukiman para petani (peasants)”. Sebenarnya, faktor pertanian bukanlah ciri yang harus melekat pada setiap desa.Ciri utama yang terlekat pada setiap desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal(menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil. Sementara itu Koentjaraningrat (1977) memberikan pengertian tentang desa melalui pemilahan pengertian komunitas dalam dua jenis, yaitu komunitas besar (seperti: kota, negara bagian, negara) dan komunitas kecil (seperti: band, desa, rukun tetangga dan sebagainya). Dalam hal ini Koentjaraningrat mendefinisikan desa sebagai “komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat” (1977:162). Koentjaraningrat tidak memberikan penegasan bahwa komunitas desa secara khusus tergantung pada sektor pertanian. Dengan kata lain artinya bahwa masyarakat desa sebagai sebuah komunitas kecil itu dapat saja memiliki ciri-ciri aktivitas ekonomi yang beragam, tidak di sektor pertanian saja. 4

Upload: kykiie-karmayanti-daniel

Post on 06-Sep-2015

222 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kkn

TRANSCRIPT

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1. Desa2.1.1. Pengertian Desa

Pengertian Desa secara umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian. Misalnya, Egon E. Bergel (1955: 121), mendefinisikan desa sebagai setiap pemukiman para petani (peasants). Sebenarnya, faktor pertanian bukanlah ciri yang harus melekat pada setiap desa.Ciri utama yang terlekat pada setiap desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal(menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil.

Sementara itu Koentjaraningrat (1977) memberikan pengertian tentang desa melalui pemilahan pengertian komunitas dalam dua jenis, yaitu komunitas besar (seperti: kota, negara bagian, negara) dan komunitas kecil (seperti: band, desa, rukun tetangga dan sebagainya). Dalam hal ini Koentjaraningrat mendefinisikan desa sebagai komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat (1977:162). Koentjaraningrat tidak memberikan penegasan bahwa komunitas desa secara khusus tergantung pada sektor pertanian. Dengan kata lain artinya bahwa masyarakat desa sebagai sebuah komunitas kecil itu dapat saja memiliki ciri-ciri aktivitas ekonomi yang beragam, tidak di sektor pertanian saja.2.1.2 Beberapa Tipologi Desa dan Hubungannya dengan Perundangan di Indonesia

Di dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 22/1948 dijelaskan bahwa desa adalah bentuk daerah otonom yang terendah sesudah kota. Pada tahun 1969, Menteri Dalam Negeri RI ketika itu juga sudah pernah merumuskan pembagian bentuk desa-desa di Indonesia melalui Surat Keputusan No.42/1969. Konsep ini kemudian berubah lagi bersamaan dengan lahirnya Undang-Undang No. 5/1975. Undang-undang ini menciptakan tipologi desa di Indonesia yang cukup lama diberlakukan hingga berkahirnya masa rezim pemerintahan orde baru. Pola desa yang baru ini didasarkan pada perubahan atau pemekaran berbagai desa sebagai permukiman.

Tipologi desa menurut Undang-Undang No.5/1975 tersebut dimulai dengan bentuk (pola) yang paling sederhana sampai bentuk permukiman yang paling kompleks namun masih tetap dikategorikan sebagai permukiman dalam bentuk desa. Bentuk yang paling sederhana disebut sebagai permukiman sementara, misalnya hanya tempat persinggahan dalam satu perjalanan menurut kebiasaan orang-orang yang sering berpindah-pindah.

1. Pradesa (Pra-Desa) merupakan tipologi desa paling sederhana disebut juga sebagai permukiman sementara, misalnya hanya dijadikan sebagai tempat persinggahan dalam satu perjalanan menurut kebiasaan orang-orang yang sering berpindah-pindah. Tempat tersebut, pada saatnya akan ditinggalkan lagi. Pola permukiman seperti ini mempunyai ciri yang khas. Hampir tidak ada orang atau keluarga yang tinggal menetap (permanen) di sana. Semua penghuni akan berpindah lagi pada saat panen selesai, atau lahan sebagai sumber penghidupan utama tidak lagi memberikan hasil yang memadai. Sifat permukiman ini tidak memungkinkan tumbuh dan berkembangnya berbagai tata kehidupan dan organisasi atau lembaga-lembaga sosial penunjang kehidupan bermasyarakat, termasuk pendidikan, ekonomi, hukum, adat, dan hubungan sosial di samping tata kehidupan kemasyarakatan yang mantap.

2. Desa Swadaya merupakan tipe atau bentuk desa yang berada pada tingkat yang lebih berkembang dari tipe pra-desa. Desa ini bersifat sedenter, artinya sudah ada kelompok (keluarga) tertentu yang bermukim secara menetap di sana. Permukiman ini umumnya masih bersifat tradisional dalam arti bahwa sumber kehidupan utama warganya masih berkaitan erat dengan usaha tani, termasuk meramu hasil hutan dan berternak yang diiringi dengan pemeliharaan ikan di tambak-tambak kecil tradisional. Jenis usaha tani cenderung bersifat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Teknologi pertanian yang dipakai masih rendah, tenaga hewan dan manusia merupakan sumber utama energi teknologi usaha taninya. Hubungan antar personal dan atau kelompok (masyarakat) sering didasarkan dan diikat atas adat istiadat yang ketat. Pengendalian atau pengawasan sosial (social control) dilaksanakan atas dasar kekeluargaan dan kebanyakan desa seperti ini berlokasi jauh dari pusat-pusat kegiatan ekonomi. Tingkat pendidikan sebagai salah satu indikator tipologi desa belum berkembang, jarang ada penduduk yang telah menyelesaikan pendidikan sekalipun tingkat sekolah dasar saja.

3. Desa Swakarya merupakan tipe desa ketiga yang tingkatannya dianggap lebih berkembang lagi dibandingkan desa swadaya. Adat yang merupakan tatanan hidup bermasyarakat sudah mulai mendapatkan perubahan-perubahan sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam aspek kehidupan sosial budaya lainnya. Adopsi teknologi tertentu sering merupakan salah satu sumber perubahan itu. Adat tidak lagi terlalu ketat mempengaruhi pola kehidupan anggota masyarakat.

4. Desa Swasembada merupakan tipe desa keempat yakni pola desa yang terbaik dan lebih berkembang dibandingkan tipe-tipe desa terdahulu. Prasarana desa sudah baik, beraspal dan terpelihara pula dengan baik. Warganya telah memiliki pendidikan setingkat dengan sekolah menengah lanjuatan atas. Mata pencaharian sudah amat bervariasi dan tidak lagi berpegang teguh pada usaha tani yang diusahakan sendiri. Masyarakat tidak lagi berpegang teguh dengan adatnya tetapi ketaatan kepada syariat agama terus berkembang sejalan dengan perbaikan pendidikan.

Sementara itu di dalam peraturan perundangan RI Indonesia yang lebih baru, dapat dijumpai dalam dalam PP No. 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa yang dapat pula diperbandingkan dengan PP No. 73 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Kelurahan. Di dalam PP No. 72 Tahun 2005 yang antara lain didasarkan atas penerapan UU otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, dinyatakan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Atas dasar ini pulalah maka di masing-masing daerah kemudian dapat menyesuaikan dengan keadaan-keadaan setempat, misalnya di Provinsi Sumatra Barat, mengaturnya sendiri dengan menerapkan istilah kenagarian (nagari) yang terdapat di daerah kabupatennya. 2.2. Puskesmas

2.2.1. Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes, 2007).

Menurut Azwar (1996), Puskesmas ialah suatu unit pelaksanaan fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan, pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara meyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu.

Secara Nasional standart wilayah kerja puskesmas ialah suatu kecamatan.Apabila di suatu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas dengan memperlihatkan keutuhan konsep wilayah yaitu desa/kelurahan atau dusun/rukun warga (RW).

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk.Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangkamewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup sehat. Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan, puskesmas perlu ditunjang dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu.

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanyayaitu orientasi obat kepada pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care)meliputi pelayanan yang dibutuhkan dan diterima pasien untuk menjamin keamanan dan penggunaan obat yang rasional, baik sebelum, selama, maupun sesudah penggunaan obat.Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien.Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi.2.2.2. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di puskesmas adalah 1 orang apoteker sebagai penaggung jawab, yang dapat dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian sesuai kebutuhan ( Permenkes RI Nomor 30 Tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di puskesmas). Kompetensi apoteker di Puskesmas sebagai berikut:a. Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan kefarmasian yang bermutu.

b. Mampu mengambil keputusan secara profesional.

c. Mampu berkomunikasi yang baik dengan pasien maupun profesi kesehatan lainya dengan menggunakan bahasa verbal, nonverbal maupun bahasa lokal.

d. Selalu belajar sepanjang karir baik pada jalur formal maupun nonformal, sehingga ilmu dan keterampilan yang dimiliki selalu baru (up to date).2.2.3. Prasarana dan SaranaPrasarana adalah tempat, fasilitas dan peralatan yang secara tidak langsung mendukungpelayanan kefarmasian,sedangkan sarana adalah suatu tempat, fasilitas dan peralatan yang secara langsung terkait dengan pelayanan kefarmasian.Dalam upaya mendukung pelayanan kefarmasian di Puskesmas diperlukan prasarana dan sarana yang memadai disesuaikan dengan masing-masing puskesmas dengan memperlihatkan luas cakupan, ketersediaan ruang rawat inap, jumlah petugas kesehatan, angka kunjungan dan kepuasan pasien.2.2.4. Sediaan Farmasi dan Perbekalan KesehatanSediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat yang diperlukan untuk menyelenggarakan kesehatan.2.2.5. Peranan Petugas Puskesmas

Salah satu tugas Puskesmas adalah mengembangkan dan membina peran serta dan swadaya masyarakat. Dalam melaksanakan tugas ini para petugas bisa memain kan berbagai peranan sesuai situasi dan kondisi yang dihadapinya. Berikut ini dalah beberapa dari peranan tersebut:

a. Membina dan memelihara hubungan baik.

b. Bertindak sebagai katalisator.

c. Berperan sebagai penasehat teknis.

d. Membantu masyarakat menggali sumber daya.e. Memberikan dorongan.2.3. Gudang Farmasi / Gudang obat2.3.1. Definisi Gudang Farmasi

Gudang atau tempat penyimpan merupakan tempat pemberhentian sementara barang sebelum dialirkan, dan berfungsi mendekatkan barang kepada pemakai hingga menjamin kelancran permintaan dan keamanan persediaan (BPOM RI, 2008).

Gudang farmasi adalah tempat penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, dan pemeliharaan barang persediaan berupa obat, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan lainnya.

2.3.2. Faktor Penyimpanan

Faktor yang harus diperhatikan dalam penyimpanan adalah:

1. Kebebasan dan efisiensi gerakan.

2. Sistematika penyusunan dan ukuran ruang.

3. Kapasitas.

4. Kebutuhan luas dan volume gudang.

5. Metode penyimpanan.

6. Penyimpanan khusus.

7. Sirkulasi udara dan cahaya.

8. Pemeliharaan.

9. Aspek keamanan.2.3.3. Fungsi dan Tugas Gudang Farmasi

Instalasi farmasi dan alat kesehatan mempunyai fungsi:

1. Melakukan perencanaan pengadaan obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi lainnya bersama tim perencana terpadu.

2. Melakukan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pendistribusian obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi lainnya.

3. Melakukan pengamatan terhadap mutu dan khasiat obat secara umum yang ada dalam persediaan.

4. Melakukan urusan tata usaha, keuangan, kepegawaian dilingkungan Infalkes.Gudang Farmasi mempunyai tugas pengelolaan (penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian) perbekalan farmasi dan peralatan kesehatan yang diperlukan dalam rangka pelayanan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit dan pembinaan kesehatan masyarakat di Kabupaten sesuai petunjuk Kepala Dinas Kesehatan.2.3.4. Pelaksana Tata Usaha Gudang Farmasi

Fungsi pokok pelaksana tata usaha adalah melaksanakan tugas-tugas keuangan, kepegawaian, tata usaha dan urusan dalam/rumah tangga. Tugas dan wewenang dan tanggung jawab pelaksana urusan tata usaha/petugas tata usaha adalah:

1. Menyiapkan rencana anggaran satuan kerja.

2. Melaksanakan urusan kepegawaian dan kesejahteraan.

3. Melaksanakan tata usaha perkantoran satuan kerja.Kegiatan penyimpanan obat meliputi:

a. Pengaturan tata ruang

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah sebagai berikut:

1. Kemudahan bergerak2. Sirkulasi yang baik3. Rak dan pallet4. Kondisi penyimpanan khusus5. Pencegahan kebakaran

b. Penyusunan Stok Obat

Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis, apabila tidak memungkinkan obat yang sejenis dapat dikelompokkan menjadi satu. Untuk memudahkan pengendalian stok maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Gunakan prinsip First In First Out(FIFO) dan First Expire First Out (FEFO).

2. Susun obat yang berjumlah besar diatas pallet atau diganjal dengan kayu secara rapi dan teratur.

3. Gunakan lemari khusus untuk menyimpan obat-obat tertentu.

4. Susun obat dalam rak dan berikan nomor kode.

5. Cantumkan nama masing-masing pada obat dengan rapi.

6. Barang-barang disusun sesuai dengan ukurannya didalam dus-dus.

7. Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam box masing-masing.

8. Obat-obatan yang mempunyai batas waktu pemakaian maka perlu dilakukan rotasi stok agar obat tersebut tidak selalu berada dibelakang yang dapat menyebabkan kadaluwarsa.

c. Pencatatan kartu stok obat

Fungsi kartu stok adalah:

1. Untuk mencatat mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa).

2. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perancanaa, pengadaan, distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik obat dalam tempat penyimpanannya.

Informasi yang didapat dari kartu stok adalah:

1. Jumlah obat yang tersedia (sisa stok)

2. Jumlah obat yang diterima

3. Jumlah obat yang keluar

4. Jumlah obat yang hilang/ rusak/ kadaluarsa

5. Jangka waktu kekosongan obat

Manfaat informasi yang didapat adalah:

1. Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan obat.

2. Menyusun laporan3. Perencanaan dan pengadaan obat dan distribusi.

4. Pengendalian persediaan5. Untuk pertanggung jawaban bagi petugas penyimpanan dan penyaluran6. Sebagai alat bantu kontrol bagi kepala Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (UPOPPK).2.3.5. Penyimpanan dan PenyaluranSeksi penyimpanan dan penyaluran mempunyai tugas:1. Menyusun rencana kegiatan seksi penyimpanan dan penyaluran berdasarkan data program Gudang Farmasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Membagi tugas kepada bawahan agar pelaksanaan tugas dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Mengatur dan mendistribusikan tugas, memberi petunjuk sesuai dengan petunjuk kerja dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tercapai keserasian dan kebenaran kerja.

4. Melaksanakan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pengeluaran obat, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan lainnya.5. Melaksanakan kegiatan pengamatan terhadap mutu dan kasiat obat yang ada dalam persediaan dan yang akan didistribusikan. 6. Melakukan pembinaan pemeliharaan mutu obat yang ada di Unit pelayanan kesehatan.7. Mengumpulkan data tentang kerusakan obat dan obat yang tidak memenuhi syarat serta data efek samping obat dan melaporkan kepada atasan.8. Melaksanakan pencatatan barang-barang yang disimpan.9. Melakukan pencatatan segala penerimaan dan pengeluaran barang.10. Melakukan penyiapan surat kiriman barang.11. Mengevaluasi hasil pelaksanaan kegiatan agar sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.12. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan untuk disampaikan kepada atasan.2.3.6. Pencatatan dan Evaluasi

Seksi pencatatan dan evaluasi mempunyai tugas:

1. Menyusun rencana kegiatan seksi Pencatatan dan Evaluasi berdasarkan data program GudangFarmasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Membagi tugas kepada bawahan agar pelaksanaan tugas dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Mengatur dan mendistribusikan tugas, memberi petunjuk sesuai dengan petyunjuk kerja dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tercapai keserasian dan kebenaran kerja.

4. Melaksanakan kegiatan pencatatan dan evalusi dari persediaan barang di Gudang Farmasi dan Unit Pelayanan Kesehatan serta penggunaan obat, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan lainnya.

5. Melakukan penyiapan peyusunan rencana kebutuhan obat, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan lainnya yang diperlukan daerah.

6. Melaksanaan pengelolaan dan pencatatan penerimaan obat, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan lainnya.

7. Melaksanakan administrasi atas semua barang yang akan diterima, disimpan maupun yang akan didistribusikan ke Unit Pelayanan Kesehatan.

8. Menyiapkan dokumen mutasi barang dan surat-surat perintah penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran barang.

9. Menyiapakan laporan mutasi barang secara berkala dan laporan pencatatan obat akhir tahun anggaran.

10. Mengevaluasi hasil pelaksanaan kegiatan agar sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

11. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan untuk disampaikan kepada atasan.

2.4. Apotik

2.4.1. Pengertian Apotik

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Adapun pengertian dari pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

2.4.2. Tugas dan Fungsi ApotekBerdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2009, tugas dan fungsi apotek sebagai berikut:

1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.2. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi antara lain: obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.4. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendristribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.2.4.3. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang digunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian meliputi standar :

1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakaiterdiri dari :

a. Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.b. Pengadaan

Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. d. Penyimpanan

1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. 2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya. 3. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis. 4. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out).e. Pemusnahan

1) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.

2) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. f. Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

g. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan(surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika dan psikotropika.2.4.4. Kegiatan Penyimpanan Obat

1. Penyimpanan ObatFaktor yang harus diperhatikan dalam penyimpanan adalah:

a). Kebebasan dan efisiensi gerakanb). Sistematika penyusunan dan ukuran ruang

c). Kapasitas

d). Kebutuhan luas dan volume gudang

e). Metode penyimpanan

f). Penyimpanan khusus

g). Sirkulasi udara dan cahaya

h). Pemeliharaan

i). Aspek keamanan

2. Pengaturan Tata Ruang

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah sebagai berikut:

a). Kemudahan bergerak

b). Sirkulasi yang baik

c). Rak dan pallet

d). Kondisi penyimpanan khusus

e). Pencegahan kebakaran3. Penyusunan Stok Obat

Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis, apabila tidak memungkinkan obat yang sejenis dapat dikelompokkan menjadi satu. Untuk memudahkan pengendalian stok maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Gunakan prinsip First In First Out (FIFO) dan First Expire First Out (FEFO).

b. Susun obat yang berjumlah besar diatas pallet atau diganjal dengan kayu secara rapi dan teratur

c. Gunakan lemari khusus untuk menyimpan obat-obat tertentu

d. Susun obat dalam rak dan berikan nomor kode

e. Cantumkan nama masing-masing pada obat dengan rapi

f. Barang-barang disusun sesuai dengan ukurannya didalam dus-dus

g. Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam box masing-masing

h. Obat-obatan yang mempunyai batas waktu pemakaian maka perlu dilakukan rotasi stok agar obat tersebut tidak selalu berada dibelakang yang dapat menyebabkan kadaluwarsa.

(Depkes RI, 2005).4