6. bab ii landasan teori spm mandiri
DESCRIPTION
SPM MANDIRITRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan
lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya
status kesehatan yang optimum. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut
antara lain mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja),
penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah),
rumah hewan ternak (kandang), dan sebagainya. 1,2
Usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau
mengoptimumkan lingkungan hidup manusia untuk terwujudnya kesehatan yang
optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya. 1,2
Integrasi upaya kesehatan lingkungan dan upaya pemberantasan penyakit
berbasis lingkungan semakin relevan dengan diterapkannya Paradigma Sehat.
Dengan paradigma ini, maka pembangunan kesehatan lebih ditekankan pada
upaya promotif-preventif, dibanding upaya kuratif-rehabilitatif. Melalui Klinik
Sanitasi ke tiga unsur pelayanan kesehatan yaitu promotif, preventif, dan kuratif
dilaksanakan secara integratif melalui pelayanan kesehatan program
pemberantasan penyakit berbasis lingkungan di luar maupun di dalam gedung. 1,2
II.2. Standar Prosedur Operasional Klinik Sanitasi
Standar prosedur operasional (Standard Operational Procedur/SOP) klinik
sanitasi secara umum meliputi SOP di dalam gedung (puskesmas) dan di luar
gedung (lapangan). 1,2
a. Dalam Gedung
Di dalam gedung puskesmas, petugas klinik sanitasi melakukan
langkah-langkah kegiatan terhadap penderita/pasien dan klien. 1,2
1) Menerima kartu rujukan status dari petugas poliklinik.
2) Mempelajari kartu status/rujukan tentang diagnosis oleh petugas
poliklinik.
4
5
3) Menyalin dan mencatat nama penderita atau keluarganya, karakteristik
penderita yang meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan dan alamat,
serta diagnosis penyakitnya ke dalam buku register.
4) Melakukan wawancara atau konseling dengan penderita/keluarga,
penderita tentang kejadian penyakit, keadaan lingkungan, dan perilaku
yang diduga berkaitan dengan kejadian penyakit dengan mengacu pada
buku ‘Pedoman Teknis Klinik Sanitasi untuk Puskesmas dan Panduan
Konseling Bagi Petugas Klinik Sanitasi di Puskesmas.
5) Membantu menyimpulkan permasalahan lingkungan atau perilaku
yang berkaitan dengan kejadian penyakit yang diderita.
6) Memberikan saran tindak lanjut sesuai permasalahan.
7) Bila diperlukan, membuat kesepakatan dengan penderita atau
keluarganya tentang jadwal kunjungan lapangan.
b. Luar Gedung
Sesuai dengan jadwal yang telah disepakati antara penderita / klien
atau keluarganya dengan petugas, petugas klinik sanitasi melakukan
kunjungan lapangan/rumah dan diharuskan melakukan langkah-langkah
sebagai berikut : 1,2
1) Mempelajari hasil wawancara atau konseling di dalam gedung
(Puskesmas).
2) Menyiapkan dan membawa berbagai peralatan dan kelengkapan
lapangan yang diperlukan seperti formulir kunjungan lapangan, media
penyuluhan, dan alat sesuai dengan jenis penyakitnya.
3) Memberitahu atau menginformasikan kedatangan kepada perangkat
desa/kelurahan (kepala desa/lurah, sekretaris, kepala dusun, atau ketua
RW/RT) dan petugas kesehatan / bidan di desa.
4) Melakukan pemeriksaan dan pengamatan lingkungan dan perilaku
dengan mengacu pada Buku Pedoman Teknis Klinik Sanitasi untuk
Puskesmas, sesuai dengan penyakit/masalah yang ada.
5) Membantu menyimpulkan hasil kunjungan lapangan.
6
6) Memberikan saran tindak lanjut kepada sasaran (keluarga penderita
dan keluarga sekitar).
7) Apabila permasalahan yang ditemukan menyangkut sekelompok
keluarga atau kampung, informasikan hasilnya kepada petugas
kesehatan di desa / kelurahan, perangkat desa/kelurahan (kepala desa /
lurah, sekretaris, kepala dusun atau ketua RW/RT), kader kesehatan
lingkungan serta lintas sektor terkait di tingkat kecamatan untuk dapat
di tindak lanjut secara bersama.
II.3. Tindak Lanjut dan Penyelesaian Masalah
a. Tindak Lanjut
Tujuan tindak lanjut adalah untuk mengetahui perkembangan
penyelesaian permasalahan kesehatan lingkungan sesuai dengan rencana
dan saran. Kegiatan tindak lanjut ini dapat dilakukan secara insidentil dan
berkala. Kegiatan tindak lanjut diarahkan untuk : 1,2,3
Mengetahui realisasi atau kesesuaian antara rencana tindak lanjut
penyelesaian masalah kesehatan lingkungan dengan kenyataan
Keterlibatan masyarakat, lintas program dan lintas sektor dalam
perbaikan / penyelesaian masalah kesehatan lingkungan
Perkembangan kejadian penyakit dan permasalahan kesehatan
lingkungan
b. Pencatatan dan Pelaporan
Data kegiatan klinik sanitasi dicatat ke dalam buku register untuk
kemudian diolah dan dianalisis. Selain berguna untuk bahan tindak lanjut
kunjungan lapangan serta keperluan monitoring dan evaluasi, data yang
ada dapat dibuat bahan perencanaan kegiatan selanjutnya. Seluruh
kegiatan klinik sanitasi dan hasilnya dilaporkan secara berkala kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan format laporan
yang ada. 1,2
7
c. Penyelesaian Masalah
Penyelesaian masalah kesehatan lingkungan, terutama masalah
yang menimpa sekelompok keluarga atau kampung dapat dilaksanakan
secara musyawarah dan gotong royong oleh masyarakat dengan
bimbingan teknis dari petugas sanitasi dan lintas sektor terkait. 1,2
Apabila dengan cara demikian tidak tuntas dan atau untuk
perbaikannya memerlukan pembiayaan yang cukup besar, maka
penyelesaian dianjurkan untuk mengikuti mekanisme perencanaan yang
ada, mulai perencanaan di tingkat desa, perencanaan tingkat kecamatan
dan perencanaan tingkat kabupaten/kota. Petugas sanitasi juga dapat
membantu mengusulkan kegiatan perbaikan kesehatan lingkungan
tersebut kepada sektor terkait. 1,2
II.4. Pembuangan Tinja
Yang dimaksud tinja adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi
oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus
dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine), dan
karbon dioksida (CO2) sebagai hasil dari proses pernapasan. 1,2
Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area
pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi
kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah
pokok untuk sedini mungkin diatasi, karena kotoran manusia (faeces) adalah
sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang
bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara antara lain
lewat air, tangan, lalat, dan tanah. Beberapa penyakit yang dapat disebabkan oleh
tinja manusia antara lain: tifus, disentri, kolera, cacingan (cacing gelang, kremi,
pita, dan tambang) serta schistosomiasis. 1,2
II.4.1. Pengelolaan Pembuangan Tinja
Untuk mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik yaitu harus di suatu
8
tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah
pedesaan apabila memenuhi persyaratan – persyaratan sebagai berikut :
1. Tidak mencemari air
a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang
kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan
terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan
tanah liat atau diplester.
b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor
dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
d. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan,
empang, danau, sungai, dan laut
Gambar 1. Jarak Jamban dengan Sumber Air Bersih
2. Tidak mencemari tanah permukaan
a. Tidak buang air besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan,
dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.
b. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya,
kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
3. Bebas dari serangga
a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras
setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk
demam berdarah.
b. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi
sarang nyamuk.
9
c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang dapat
menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya.
d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.
e. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup.
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap
selesai digunakan.
b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus
tertutup rapat oleh air.
c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi
untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran.
d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan
harus dilakukan secara teratur.
5. Aman digunakan oleh pemakainya
Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang
kotoran dengan pasangan bata atau selongsong anyaman bambu atau bahan
penguat lain yang terdapat di daerah setempat.
6. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya
a. Lantai jamban rata dan miring dari saluran lubang kotoran.
b. Jangan membuang sampah, rokok, atau benda lain ke saluran kotoran
karena dapat menyumbat saluran.
c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena
jamban akan cepat penuh.
d. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa
berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal
2:100.
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
a. Jamban harus berdinding dan berpintu.
b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya
terhindar dari kehujanan dan kepanasan.
10
II.4.2. Bangunan Jamban (Latrine / water closet)
Bangunan kakus yang memenuhi syarat kesehatan terdiri dari:
1. Rumah kakus : Syarat – syarat rumah kakus antara lain; Sirkulasi
udara cukup, Bangunan mampu menghindarkan pengguna terlihat dari
luar, Bangunan dapat meminimalkan gangguan cuaca (baik musim
panas maupun musim hujan), Kemudahan akses di malam hari,
Ketersediaan fasilitas penampungan air dan tempat sabun untuk cuci
tangan.
2. Lantai kakus: Sebaiknya diplester agar mudah dibersihkan.
3. Slab: Berfungsi sebagai penutup sumur tinja (pit) dan dilengkapi
dengan tempat berpijak. Pada jamban cemplung, slab dilengkapi
dengan penutup, sedangkan pada kondisi jamban berbentuk bowl
(leher angsa) fungsi penutup ini digantikan oleh keberadaan air yang
secara otomatis tertinggal di didalamnya. Slab dibuat dari bahan yang
cukup kuat untuk menopang penggunanya. Bahan-bahan yang
digunakan harus tahan lama dan mudah dibersihkan seperti kayu,
beton, bambu dengan tanah liat, pasangan bata, dan sebagainya.
4. Closet: Lubang tempat faeces masuk.
5. Pit: Sumur penampung faeces / cubluk.
6. Bidang resapan.
Gambar 2. Bidang Resapan
11
II.5. Jenis – jenis jamban keluarga
1. Jamban Cemplung (pit latrine)
Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan tapi kurang
sempurna, misalnya tanpa rumah jamban. Pada jamban ini, kotoran langsung
masuk ke jamban dan tidak boleh terlalu dalam sebab bila terlalu dalam akan
mengotori air tanah dibawahnya. Dalamnya pit latrine berkisar antara 1,5 – 3
meter saja. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter. 4
Gambar 3. Jamban Cemplung
Cara dan beberapa syarat pembuatan jamban galian (cemplungan)
adalah6,7:
1. Jauh dari tempat kediaman/perumahan
2. Lubang digali sedalam 2-3 m dengan garis tengah 80 cm.
3. Dalamnya tergantung keadaan tanah, permukaan air tanahdan lama
penggunaan
4. Letaknya diusahakan pada tanah yang agak longgar tapi kokoh hingga
tidak memerlukan dinding penahan
5. Pada lubang bagian atas perlu diberi dinding dan pondasi penguat
6. Bila tanahnya terlalu longgar dan mudah runtuh, lubang bagian dalam
perlu diberi penahan atau penguat dari beton, batu-batu, kaleng atau drum,
anyaman bambu atau bahan lainnya.
12
7. Pondasi disekitar atas lubang dibuat dari beton, batu bata bersemen, atau
balok kayu.
8. Di sekitar lantai dan pondasi ditimbun tanah agar jamban tetap kering.
9. Ditutup yang layak dan memenuhi syarat kesehatan.
2. Jamban Cemplung Berventilasi (Ventilation Improved Pit Latrine)
Jamban ini hampir sama dengan jamban cemplung, bedanya lebih
lengkap, yakni menggunakan ventilasi pipa. Untuk daerah pedesaan pipa
ventilasi ini dapat dibuat dengan bambu. 4
Gambar 4. Jamban Cemplung Berventilasi (Ventilasi Improved Pit
Latrine) Sumber : Tampibolon, 2000
3. Watersealed Laterine (Angsa Trine)
Jamban tanki septik/leher angsa: Adalah jamban berbentuk leher angsa
sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini sebagai sumbat bau bususk dari
cubluk sehingga tidak tercium di ruangan rumah kakus. Bila dipakai,
faecesnya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian
yang menurun untuk masuk ke tempat penampungannya (pit).
Penampungannya berupa tangki septik kedap air yang berfungsi sebagai
wadah proses penguraian/dekomposisi kotoran manusia yang dilengkapi
13
dengan resapannya. Kakus ini yang terbaik dan dianjurkan dalam kesehatan
lingkungan. 4
Gambar 5. Jamban Leher Angsa
Latrin jenis septic tank ini merupakan cara yang paling memenuhi
persyaratan, oleh sebab itu, cara pembuangan tinja semacam ini dianjurkan.
Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air dimana tinja dan air
buangan masuk dan mengalami dekomposisi.3
Didalam tangki ini, tinja akan berada selama beberapa hari. Selama waktu
tersebut tinja akan mengalami 2 proses, yakni :
a. Proses Kimiawi
Akibat penghancuran tinja akan direduksi dan sebagian besar (60-70 %)
zat-zat padat akan mengendap didalam tangki sebagai sludge. Zat-zat yang
tidak dapat hancur bersama-sama dengan lemak dan busa akan mengapung
dan membentuk lapisan yang menutup permukaan air dalam tanki tersebut.
Lapisan ini disebut scum yang berfungsi mempertahankan suasana anaerob
dari cairan dibawahnya, yang memungkinkan bakteri-bakteri anaerob dan
fakultatif anaerob dapat tumbuh subur, yang akan berfungsi pada proses
berikutnya.1,2
b. Proses Biologis
Dalam proses ini terjadi dekomposisi melalui aktivitas bakteri anaerob dan
fakultatif anaerob yang memakan zat-zat organik alam, sludge dan scum.
14
Hasilnya, selain terbentuk gas dan zat cair lainnya, adalah juga mengurangi
volume sludge sehingga memungkinkan septic tank tidak cepat penuh.
Kemudian cairan enfluent sudah tidak mengandung bagian-bagian tinja dan
mempunyai BOD yang relatif rendah. Cairan enfluent ini akhirnya dialirkan
keluar melalui pipa dan masuk ke dalam tempat perembesan. 1,2
Penggunaan Jamban :
1. Siramkan air pada mangkokan leher angsa supaya tidak lengket
2. Jongkok atau duduk diatas kloset untuk melaksanakan hajat.
3. Setelah selesai guyur dengan air secukupnya sampai kotoran bersih
Keuntungan dari jamban ini antara lain :
1. Menghindarkan atau mengurangi gangguan lalat atau serangga dan
binatang lain.
2. Mengurangi timbul dan tersebarnya bau
3. Dapat dipakai dengan aman oleh anak-anak
4. Kebersihan mudah dijaga
5. Dapat dipasang di luar maupun di dalam rumah
6. Mudah dibuat dan hemat
Kelemahan jamban leher angsa :
1. Memerlukan cara penggunaan dan pemeliharaan yg lebih baik, teliti
dan teratur
2. Leher angsa bisa rusak atau pecah, memerlukan perbaikan, perlu
waktu, biaya dan tenaga
3. Leher angsa bisa tersumbat
4. Kotoran tidak langsung jatuh ke dalam tempat pengumpul, tetapi harus
didorong dengan guyuran air tersendiri
II.5.1. Jamban Keluarga di Pedesaan
Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesaan di
Indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu : 1,7
15
1. Jamban tanpa leher angsa. Terdapat 2 jenis antara lain :
a. Jamban cubluk, bila kotoran dibuang ke tanah.
b. Jamban empang, bila kotoran dialirkan ke empang atau
kolam.
2. Jamban dengan leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara :
a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung
diatas lubang galian penampungan kotoran.
b. Tempat jongkok dan leher angsa tidak berada langsung diatas lubang
galian penampungan kotoran atau pemasangan slab dan bowl tapi
dibangun terpisah dan dihubungkan oleh satu saluran yang miring ke
dalam lubang galian penampungan kotoran.
Pemilihan jenis jamban :
1. Jamban cemplung digunakan untuk daerah yang sulit air.
2. Jamban tangki septik/leher angsa digunakan untuk daerah yang cukup air
dan daerah padat penduduk, karena dapat menggunakan multiple latrine
yaitu satu lubang penampungan tinja/tangki septik digunakan oleh
beberapa jamban (satu lubang dapat menampung kotoran/tinja dari 3-5
jamban).
3. Daerah pasang surut, tempat penampungan kotoran/tinja hendaknya
ditinggikan kurang lebih 60 cm dari permukaan air pasang. Setiap anggota
rumah tangga harus menggunakan jamban untuk buang air besar/buang air
kecil.
Dalam penentuan letak jamban ada tiga hal yang perlu diperhatikan :
A. Keadaan daerah datar atau lereng; Bila daerahnya berlereng, kakus atau
jamban harus dibuat di sebelah bawah dari letak sumber air. Apabila tidak
mungkin dan terpaksa di atasnya, maka jarak tidak boleh kurang dari 15
meter dan letak harus agak ke kanan atau ke kiri dari letak sumur.
B. Bila daerahnya datar, kakus sedapat mungkin harus di luar lokasi yang
sering digenangi banjir. Apabila tidak memungkinkan, maka hendaknya
16
lantai jamban (diatas lobang) dibuat lebih tinggi dari permukaan air yang
tertinggi pada waktu banjir.
C. Mudah dan tidaknya memperoleh air.
II.5.2. Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga
Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang
baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu : 2
1. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit
2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman
3. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit
4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.
5. Pembuangan tinja sebagian dari kesehatan lingkungan maka kebiasaan
masyarakat memakai jamban harus terlaksana bagi setiap keluarga5
II.5.3 Pemeliharaan Jamban
Jamban hendaknya dipelihara baik dengan cara :2
1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering. 1x seminggu bersihkan
lantai dan tempat jongkok dengan air dan sabun, sapu lidi dan sikat ijuk.
2. Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih.
3. Tidak ada genangan air di sekitar jamban.
4. Rumah jamban dalam keadaan baik dan tidak ada lalat dan kecoa.
5. Tempat duduk selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat.
6. Tersedia air bersih dan alat pembersih di dekat jamban.
7. Bila ada bagian yang rusak harus segera diperbaiki.
II.6 Definisi Pengetahuan dan Perilaku
II.6.1. Pengetahuan
II.6.1.1.Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.3
17
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan.3
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam
menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari,
sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang
mendukung tindakan seseorang. 3
Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan
tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti
dan pandai. 3
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa
Inggris yaitu knowledge. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan
bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar
(knowledgement is justified true believed). Pengetahuan itu adalah semua
milik atau isi pikiran. Dengan demikian, pengetahuan merupakan hasil
proses dari usaha manusia untuk tahu.3
Dalam kamus filsafat, dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge)
adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek)
memilliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif
sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya
sendiri dalam kesatuan aktif.3
Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru dalam diri orang tersebut menjadi proses berurutan :
1. Awareness, dimana orang tersebut menyadari pengetahuan terlebih
dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest, dimana orang mulai tertarik pada stimulus.
3. Evaluation, merupakan suatu keadaan mempertimbangkan
terhadap baik buruknya stimulus tersebut bagi dirinya.
4. Trial, dimana orang telah mulai mecoba perilaku baru.
18
5. Adaptation, dimana orang telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan kesadaran dan sikap.
II.6.1.2. Tingkat Pengetahuan
Notoatmodjo mengemukakan yang dicakup dalam domain kognitif
yang mempunyai enam tingkatan, pengetahuan mempunyai tingkatan
sebagai berikut: 3
1. Tahu (Know)
Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari, dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Cara
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain: menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan dan
mengatakan.
2. Memahami (Comprehension)
Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Application)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan
sebagai pengguna hukum-hukum, rumus, metode, prinsip-prinsip dan
sebagainya.
4. Analisis (Analysis)
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam suatu
komponenkomponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan masih
ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti kata kerja mengelompokkan,
menggambarkan, memisahkan.
5. Sintesis (Synthesis)
19
Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk
keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau
objek tersebut berdasarkan suatu cerita yang sudah ditentukan sendiri
atau menggunakan kriteria yang sudah ada. 3
II.6.1.3. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang berisi tentang materi yang akan diukur dari subjek penelitian
atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita
ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas. 3
a. Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75%-100%
b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor 60%-75%
c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor < 60%
II.6.2. Perilaku
II.6.2.1. Definisi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak
dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Robert kwick (1974) perilaku
adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati
bahkan dapat dipelajari.
Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi
dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Skiner (1938) seorang ahli
psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
20
Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada
karakteristik atau faktorfaktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-
faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut
determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang
bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat
kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.
Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai
perilaku seseorang.
II.7. Analisis Masalah
Dalam menganalisis masalah digunakan metode pendekatan sistem untuk
mencari kemungkinan penyebab dan menyusun pendekatan-pendekatan
masalah, dari pendekatan sistern ini dapat ditelusuri hal-hal yang mungkin
menyebabkan munculnya permasalahan Kesehatan lingkungan yang tidak
memenuhi syarat di wilayah Puskesmas Tempuran, Kecamatan Tempuran,
Kabupaten Magelang. Adapun sistem yang diutarakan disini adalah sistern
terbuka pelayanan kesehatan yang dijabarkan sebagai berikut: 9,10
Gambar 6. Analisis Penyebab Masalah dengan Pendekatan Sistem
INPUTMan
MoneyMethodMaterialMachine
PROSESP1P2P3
OUTPUT OUTCOME
IMPACT
LINGKUNGANFisik, Kependudukan, Sosial Budaya, Sosial Ekonomi, Kebijakan
21
Masalah yang timbul terdapat pada output dimana hasil kegiatan
tidak sesuai standar minimal. Hal yang penting pada upaya pemecahan masalah
adalah kegiatan dalam rangka pemecahan masalah harus sesuai dengan
penyebab masalah tersebut, berdasarkan pendekatan sistern masalah dapat
terjadi pada input, lingkungan maupun proses.
II.7.1. Kerangka Pikir Perencanaan Masalah
a. Masalah
Menetapkan keadaan spesifik yang diharapkan, yang ingin dicapai,
menetapkan indikator tertentu sebagai dasar pengukuran kinerja.
Kemudian mempelajari keadaan yang terjadi dengan menghitung atau
mengukur hasil pencapaian. Yang terakhir membandingkan antara
keadaan nyata yang terjadi, dengan keadaan tertentu yang diinginkan atau
indikator tertentu yang sudah ditetapkan. 9,10
b. Penentuan Penyebab Masalah
Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau
kepustakaan dengan curah pendapat. Penentuan penyebab masalah
dilakukan dengan menggunakan fishbone. Hal ini hendaknya jangan
menyimpang dari masalah tersebut. 9,10
c. Memilih Penyebab yang Paling Mungkin
Penyebab masalah yang paling mungkin harus dipilih dari sebab-
sebab yang didukung oleh data atau konfirmasi dan pengamatan. 9,10
d. Menentukan Alternatif Pemecahan Masalah
Seringkali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari
penyebab yang sudah diidentifikasi. Jika penyebab sudah jelas maka dapat
langsung pada alternatif pemecahan masalah. 9,10
e. Penetapan Pemecahan Masalah Terpilih
22
Setelah alternatif pemecahan masalah ditentukan, maka dilakukan
pemilihan pemecahan terpilih. Apabila ditemukan beberapa alternatif
maka digunakan Hanlon Kualitatif untuk menentukan/memilih pemecahan
terbaik. 9,10
f. Penyusunan Rencana Penerapan
Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk
POA (Plan of Action atau Rencana Kegiatan). 9,10
g. Monitoring dan evaluasi
Ada dua segi pemantauan yaitu apakah kegiatan penerapan
pemecahan masalah yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan
baik dan menyangkut masalah itu sendiri, apakah permasalahan sudah
dapat dipecahkan. 9,10
Gambar 7. Kerangka Pikir Pemecahan Masalah
II.7.2. Analisis Penyebab Masalah
Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan
dengan curah pendapat. Untuk membantu menentukan kemungkinan penyebab
masalah dapat dipergunakan diagram fish bone. Metode ini berdasarkan pada
kerangka pendekatan sistem, seperti yang tampak pada gambar di bawah ini :
23
Gambar 8. Diagram Fish Bone
II.7.3. Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah
Setelah melakukan analisis penyebab maka langkah selanjutnya
yaitu menyusun alternatif pemecahan masalah.
II.7.4. Penentuan Pemecahan Masalah Dengan Kriteria Matriks
Mengunakan Rumus M x I x V/C
Setelah menemukan alternatif pemecahan masalah, maka
selanjutnya dilakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan
masalah. Penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah dapat
dilakukan dengan menggunakan metode kriteria matriks MxIxV/C.
Berikut ini proses penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah
dengan menggunakan metode kriteria matriks :
1. Magnitude (M) adalah besarnya penyebab masalah dari pemecahan
masalah yang dapat diselesaikan. Makin besar (banyak) penyebab
masalah yang dapat diselesaikan dengan pemecahan masalah, maka
semakin efektif.
2. Importancy (I) adalah pentingnya cara pemecahan masalah. Makin
penting cara penyelesaian dalam mengatasi penyebab masalah, maka
semakin efektif.
3. Vulnerability (V) adalah sensitifitas cara penyelesaian masalah. Makin
sensitif bentuk penyelesaian masalah, maka semakin efektif.
MASALAH
PROSESLINGKUNGAN
P1
P2P3
INPUT
MONEYMAN
MACHINE
METHODE
MATERIAL
24
Efisiensi pogram
Biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan masalah (Cost). Kriteria cost (C)
diberi nilai 1-5. Bila cost- nya makin kecil, maka nilainya mendekati 1.
Tabel 1. Kriteria Matriks
Magnitude Importancy Vulnerability Cost
1 = Tidak magnitude 1 = Tidak penting 1 = Tidak sensitif 1 = Sangat murah
2 = Kurang magnitude 2 = Kurang penting 2 = Kurang sensitif 2 = Murah
3 = Cukup magnitude 3 = Cukup penting 3 = Cukup sensitif 3 = Cukup murah
4 = Magnitude 4 = Penting 4 = Sensitif 4 = Kurang Murah
5 = Sangat magnitude 5 = Sangat penting 5 = Sangat sensitif 5 = Tidak murah
II.7.5 Pembuatan Plan of Action dan Gantt Chart
Setelah melakukan penentuan pemecahan masalah maka
selanjutnya dilakukan pembuatan plan of action serta Gantt Chart, hal ini
bertujuan untuk menentukan perencanaan kegiatan. 9,10