6. bab ii landasan teori spm mandiri

31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kesehatan Lingkungan Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak (kandang), dan sebagainya. 1,2 Usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya. 1,2 Integrasi upaya kesehatan lingkungan dan upaya pemberantasan penyakit berbasis lingkungan semakin relevan dengan diterapkannya Paradigma Sehat. Dengan paradigma ini, maka pembangunan kesehatan lebih ditekankan pada upaya promotif-preventif, dibanding upaya kuratif-rehabilitatif. Melalui Klinik Sanitasi ke tiga unsur pelayanan kesehatan yaitu promotif, preventif, dan kuratif dilaksanakan secara integratif melalui pelayanan kesehatan program pemberantasan 4

Upload: mohammad-oksarian-ruswandi

Post on 13-Jul-2016

232 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

SPM MANDIRI

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan

lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya

status kesehatan yang optimum. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut

antara lain mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja),

penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah),

rumah hewan ternak (kandang), dan sebagainya. 1,2

Usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau

mengoptimumkan lingkungan hidup manusia untuk terwujudnya kesehatan yang

optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya. 1,2

Integrasi upaya kesehatan lingkungan dan upaya pemberantasan penyakit

berbasis lingkungan semakin relevan dengan diterapkannya Paradigma Sehat.

Dengan paradigma ini, maka pembangunan kesehatan lebih ditekankan pada

upaya promotif-preventif, dibanding upaya kuratif-rehabilitatif. Melalui Klinik

Sanitasi ke tiga unsur pelayanan kesehatan yaitu promotif, preventif, dan kuratif

dilaksanakan secara integratif melalui pelayanan kesehatan program

pemberantasan penyakit berbasis lingkungan di luar maupun di dalam gedung. 1,2

II.2. Standar Prosedur Operasional Klinik Sanitasi

Standar prosedur operasional (Standard Operational Procedur/SOP) klinik

sanitasi secara umum meliputi SOP di dalam gedung (puskesmas) dan di luar

gedung (lapangan). 1,2

a. Dalam Gedung

Di dalam gedung puskesmas, petugas klinik sanitasi melakukan

langkah-langkah kegiatan terhadap penderita/pasien dan klien. 1,2

1) Menerima kartu rujukan status dari petugas poliklinik.

2) Mempelajari kartu status/rujukan tentang diagnosis oleh petugas

poliklinik.

4

5

3) Menyalin dan mencatat nama penderita atau keluarganya, karakteristik

penderita yang meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan dan alamat,

serta diagnosis penyakitnya ke dalam buku register.

4) Melakukan wawancara atau konseling dengan penderita/keluarga,

penderita tentang kejadian penyakit, keadaan lingkungan, dan perilaku

yang diduga berkaitan dengan kejadian penyakit dengan mengacu pada

buku ‘Pedoman Teknis Klinik Sanitasi untuk Puskesmas dan Panduan

Konseling Bagi Petugas Klinik Sanitasi di Puskesmas.

5) Membantu menyimpulkan permasalahan lingkungan atau perilaku

yang berkaitan dengan kejadian penyakit yang diderita.

6) Memberikan saran tindak lanjut sesuai permasalahan.

7) Bila diperlukan, membuat kesepakatan dengan penderita atau

keluarganya tentang jadwal kunjungan lapangan.

b. Luar Gedung

Sesuai dengan jadwal yang telah disepakati antara penderita / klien

atau keluarganya dengan petugas, petugas klinik sanitasi melakukan

kunjungan lapangan/rumah dan diharuskan melakukan langkah-langkah

sebagai berikut : 1,2

1) Mempelajari hasil wawancara atau konseling di dalam gedung

(Puskesmas).

2) Menyiapkan dan membawa berbagai peralatan dan kelengkapan

lapangan yang diperlukan seperti formulir kunjungan lapangan, media

penyuluhan, dan alat sesuai dengan jenis penyakitnya.

3) Memberitahu atau menginformasikan kedatangan kepada perangkat

desa/kelurahan (kepala desa/lurah, sekretaris, kepala dusun, atau ketua

RW/RT) dan petugas kesehatan / bidan di desa.

4) Melakukan pemeriksaan dan pengamatan lingkungan dan perilaku

dengan mengacu pada Buku Pedoman Teknis Klinik Sanitasi untuk

Puskesmas, sesuai dengan penyakit/masalah yang ada.

5) Membantu menyimpulkan hasil kunjungan lapangan.

6

6) Memberikan saran tindak lanjut kepada sasaran (keluarga penderita

dan keluarga sekitar).

7) Apabila permasalahan yang ditemukan menyangkut sekelompok

keluarga atau kampung, informasikan hasilnya kepada petugas

kesehatan di desa / kelurahan, perangkat desa/kelurahan (kepala desa /

lurah, sekretaris, kepala dusun atau ketua RW/RT), kader kesehatan

lingkungan serta lintas sektor terkait di tingkat kecamatan untuk dapat

di tindak lanjut secara bersama.

II.3. Tindak Lanjut dan Penyelesaian Masalah

a. Tindak Lanjut

Tujuan tindak lanjut adalah untuk mengetahui perkembangan

penyelesaian permasalahan kesehatan lingkungan sesuai dengan rencana

dan saran. Kegiatan tindak lanjut ini dapat dilakukan secara insidentil dan

berkala. Kegiatan tindak lanjut diarahkan untuk : 1,2,3

Mengetahui realisasi atau kesesuaian antara rencana tindak lanjut

penyelesaian masalah kesehatan lingkungan dengan kenyataan

Keterlibatan masyarakat, lintas program dan lintas sektor dalam

perbaikan / penyelesaian masalah kesehatan lingkungan

Perkembangan kejadian penyakit dan permasalahan kesehatan

lingkungan

b. Pencatatan dan Pelaporan

Data kegiatan klinik sanitasi dicatat ke dalam buku register untuk

kemudian diolah dan dianalisis. Selain berguna untuk bahan tindak lanjut

kunjungan lapangan serta keperluan monitoring dan evaluasi, data yang

ada dapat dibuat bahan perencanaan kegiatan selanjutnya. Seluruh

kegiatan klinik sanitasi dan hasilnya dilaporkan secara berkala kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan format laporan

yang ada. 1,2

7

c. Penyelesaian Masalah

Penyelesaian masalah kesehatan lingkungan, terutama masalah

yang menimpa sekelompok keluarga atau kampung dapat dilaksanakan

secara musyawarah dan gotong royong oleh masyarakat dengan

bimbingan teknis dari petugas sanitasi dan lintas sektor terkait. 1,2

Apabila dengan cara demikian tidak tuntas dan atau untuk

perbaikannya memerlukan pembiayaan yang cukup besar, maka

penyelesaian dianjurkan untuk mengikuti mekanisme perencanaan yang

ada, mulai perencanaan di tingkat desa, perencanaan tingkat kecamatan

dan perencanaan tingkat kabupaten/kota. Petugas sanitasi juga dapat

membantu mengusulkan kegiatan perbaikan kesehatan lingkungan

tersebut kepada sektor terkait. 1,2

II.4. Pembuangan Tinja

Yang dimaksud tinja adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi

oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus

dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine), dan

karbon dioksida (CO2) sebagai hasil dari proses pernapasan. 1,2

Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area

pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi

kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah

pokok untuk sedini mungkin diatasi, karena kotoran manusia (faeces) adalah

sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang

bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara antara lain

lewat air, tangan, lalat, dan tanah. Beberapa penyakit yang dapat disebabkan oleh

tinja manusia antara lain: tifus, disentri, kolera, cacingan (cacing gelang, kremi,

pita, dan tambang) serta schistosomiasis. 1,2

II.4.1. Pengelolaan Pembuangan Tinja

Untuk mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka

pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik yaitu harus di suatu

8

tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah

pedesaan apabila memenuhi persyaratan – persyaratan sebagai berikut :

1. Tidak mencemari air

a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang

kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan

terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan

tanah liat atau diplester.

b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter

c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor

dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.

d. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan,

empang, danau, sungai, dan laut

Gambar 1. Jarak Jamban dengan Sumber Air Bersih

2. Tidak mencemari tanah permukaan

a. Tidak buang air besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan,

dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.

b. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya,

kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.

3. Bebas dari serangga

a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras

setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk

demam berdarah.

b. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi

sarang nyamuk.

9

c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang dapat

menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya.

d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.

e. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup.

4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap

selesai digunakan.

b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus

tertutup rapat oleh air.

c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi

untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran.

d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan

harus dilakukan secara teratur.

5. Aman digunakan oleh pemakainya

Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang

kotoran dengan pasangan bata atau selongsong anyaman bambu atau bahan

penguat lain yang terdapat di daerah setempat.

6. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya

a. Lantai jamban rata dan miring dari saluran lubang kotoran.

b. Jangan membuang sampah, rokok, atau benda lain ke saluran kotoran

karena dapat menyumbat saluran.

c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena

jamban akan cepat penuh.

d. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa

berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal

2:100.

7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan

a. Jamban harus berdinding dan berpintu.

b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya

terhindar dari kehujanan dan kepanasan.

10

II.4.2. Bangunan Jamban (Latrine / water closet)

Bangunan kakus yang memenuhi syarat kesehatan terdiri dari:

1. Rumah kakus : Syarat – syarat rumah kakus antara lain; Sirkulasi

udara cukup, Bangunan mampu menghindarkan pengguna terlihat dari

luar, Bangunan dapat meminimalkan gangguan cuaca (baik musim

panas maupun musim hujan), Kemudahan akses di malam hari,

Ketersediaan fasilitas penampungan air dan tempat sabun untuk cuci

tangan.

2. Lantai kakus: Sebaiknya diplester agar mudah dibersihkan.

3. Slab: Berfungsi sebagai penutup sumur tinja (pit) dan dilengkapi

dengan tempat berpijak. Pada jamban cemplung, slab dilengkapi

dengan penutup, sedangkan pada kondisi jamban berbentuk bowl

(leher angsa) fungsi penutup ini digantikan oleh keberadaan air yang

secara otomatis tertinggal di didalamnya. Slab dibuat dari bahan yang

cukup kuat untuk menopang penggunanya. Bahan-bahan yang

digunakan harus tahan lama dan mudah dibersihkan seperti kayu,

beton, bambu dengan tanah liat, pasangan bata, dan sebagainya.

4. Closet: Lubang tempat faeces masuk.

5. Pit: Sumur penampung faeces / cubluk.

6. Bidang resapan.

Gambar 2. Bidang Resapan

11

II.5. Jenis – jenis jamban keluarga

1. Jamban Cemplung (pit latrine)

Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan tapi kurang

sempurna, misalnya tanpa rumah jamban. Pada jamban ini, kotoran langsung

masuk ke jamban dan tidak boleh terlalu dalam sebab bila terlalu dalam akan

mengotori air tanah dibawahnya. Dalamnya pit latrine berkisar antara 1,5 – 3

meter saja. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter. 4

Gambar 3. Jamban Cemplung

Cara dan beberapa syarat pembuatan jamban galian (cemplungan)

adalah6,7:

1. Jauh dari tempat kediaman/perumahan

2. Lubang digali sedalam 2-3 m dengan garis tengah 80 cm.

3. Dalamnya tergantung keadaan tanah, permukaan air tanahdan lama

penggunaan

4. Letaknya diusahakan pada tanah yang agak longgar tapi kokoh hingga

tidak memerlukan dinding penahan

5. Pada lubang bagian atas perlu diberi dinding dan pondasi penguat

6. Bila tanahnya terlalu longgar dan mudah runtuh, lubang bagian dalam

perlu diberi penahan atau penguat dari beton, batu-batu, kaleng atau drum,

anyaman bambu atau bahan lainnya.

12

7. Pondasi disekitar atas lubang dibuat dari beton, batu bata bersemen, atau

balok kayu.

8. Di sekitar lantai dan pondasi ditimbun tanah agar jamban tetap kering.

9. Ditutup yang layak dan memenuhi syarat kesehatan.

2. Jamban Cemplung Berventilasi (Ventilation Improved Pit Latrine)

Jamban ini hampir sama dengan jamban cemplung, bedanya lebih

lengkap, yakni menggunakan ventilasi pipa. Untuk daerah pedesaan pipa

ventilasi ini dapat dibuat dengan bambu. 4

Gambar 4. Jamban Cemplung Berventilasi (Ventilasi Improved Pit

Latrine) Sumber : Tampibolon, 2000

3. Watersealed Laterine (Angsa Trine)

Jamban tanki septik/leher angsa: Adalah jamban berbentuk leher angsa

sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini sebagai sumbat bau bususk dari

cubluk sehingga tidak tercium di ruangan rumah kakus. Bila dipakai,

faecesnya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian

yang menurun untuk masuk ke tempat penampungannya (pit).

Penampungannya berupa tangki septik kedap air yang berfungsi sebagai

wadah proses penguraian/dekomposisi kotoran manusia yang dilengkapi

13

dengan resapannya. Kakus ini yang terbaik dan dianjurkan dalam kesehatan

lingkungan. 4

Gambar 5. Jamban Leher Angsa

Latrin jenis septic tank ini merupakan cara yang paling memenuhi

persyaratan, oleh sebab itu, cara pembuangan tinja semacam ini dianjurkan.

Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air dimana tinja dan air

buangan masuk dan mengalami dekomposisi.3

Didalam tangki ini, tinja akan berada selama beberapa hari. Selama waktu

tersebut tinja akan mengalami 2 proses, yakni :

a. Proses Kimiawi

Akibat penghancuran tinja akan direduksi dan sebagian besar (60-70 %)

zat-zat padat akan mengendap didalam tangki sebagai sludge. Zat-zat yang

tidak dapat hancur bersama-sama dengan lemak dan busa akan mengapung

dan membentuk lapisan yang menutup permukaan air dalam tanki tersebut.

Lapisan ini disebut scum yang berfungsi mempertahankan suasana anaerob

dari cairan dibawahnya, yang memungkinkan bakteri-bakteri anaerob dan

fakultatif anaerob dapat tumbuh subur, yang akan berfungsi pada proses

berikutnya.1,2

b. Proses Biologis

Dalam proses ini terjadi dekomposisi melalui aktivitas bakteri anaerob dan

fakultatif anaerob yang memakan zat-zat organik alam, sludge dan scum.

14

Hasilnya, selain terbentuk gas dan zat cair lainnya, adalah juga mengurangi

volume sludge sehingga memungkinkan septic tank tidak cepat penuh.

Kemudian cairan enfluent sudah tidak mengandung bagian-bagian tinja dan

mempunyai BOD yang relatif rendah. Cairan enfluent ini akhirnya dialirkan

keluar melalui pipa dan masuk ke dalam tempat perembesan. 1,2

Penggunaan Jamban :

1. Siramkan air pada mangkokan leher angsa supaya tidak lengket

2. Jongkok atau duduk diatas kloset untuk melaksanakan hajat.

3. Setelah selesai guyur dengan air secukupnya sampai kotoran bersih

Keuntungan dari jamban ini antara lain :

1. Menghindarkan atau mengurangi gangguan lalat atau serangga dan

binatang lain.

2. Mengurangi timbul dan tersebarnya bau

3. Dapat dipakai dengan aman oleh anak-anak

4. Kebersihan mudah dijaga

5. Dapat dipasang di luar maupun di dalam rumah

6. Mudah dibuat dan hemat

Kelemahan jamban leher angsa :

1. Memerlukan cara penggunaan dan pemeliharaan yg lebih baik, teliti

dan teratur

2. Leher angsa bisa rusak atau pecah, memerlukan perbaikan, perlu

waktu, biaya dan tenaga

3. Leher angsa bisa tersumbat

4. Kotoran tidak langsung jatuh ke dalam tempat pengumpul, tetapi harus

didorong dengan guyuran air tersendiri

II.5.1. Jamban Keluarga di Pedesaan

Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesaan di

Indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu : 1,7

15

1. Jamban tanpa leher angsa. Terdapat 2 jenis antara lain :

a. Jamban cubluk, bila kotoran dibuang ke tanah.

b. Jamban empang, bila kotoran dialirkan ke empang atau

kolam.

2. Jamban dengan leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara :

a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung

diatas lubang galian penampungan kotoran.

b. Tempat jongkok dan leher angsa tidak berada langsung diatas lubang

galian penampungan kotoran atau pemasangan slab dan bowl tapi

dibangun terpisah dan dihubungkan oleh satu saluran yang miring ke

dalam lubang galian penampungan kotoran.

Pemilihan jenis jamban :

1. Jamban cemplung digunakan untuk daerah yang sulit air.

2. Jamban tangki septik/leher angsa digunakan untuk daerah yang cukup air

dan daerah padat penduduk, karena dapat menggunakan multiple latrine

yaitu satu lubang penampungan tinja/tangki septik digunakan oleh

beberapa jamban (satu lubang dapat menampung kotoran/tinja dari 3-5

jamban).

3. Daerah pasang surut, tempat penampungan kotoran/tinja hendaknya

ditinggikan kurang lebih 60 cm dari permukaan air pasang. Setiap anggota

rumah tangga harus menggunakan jamban untuk buang air besar/buang air

kecil.

Dalam penentuan letak jamban ada tiga hal yang perlu diperhatikan :

A. Keadaan daerah datar atau lereng; Bila daerahnya berlereng, kakus atau

jamban harus dibuat di sebelah bawah dari letak sumber air. Apabila tidak

mungkin dan terpaksa di atasnya, maka jarak tidak boleh kurang dari 15

meter dan letak harus agak ke kanan atau ke kiri dari letak sumur.

B. Bila daerahnya datar, kakus sedapat mungkin harus di luar lokasi yang

sering digenangi banjir. Apabila tidak memungkinkan, maka hendaknya

16

lantai jamban (diatas lobang) dibuat lebih tinggi dari permukaan air yang

tertinggi pada waktu banjir.

C. Mudah dan tidaknya memperoleh air.

II.5.2. Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang

baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu : 2

1. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit

2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman

3. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit

4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.

5. Pembuangan tinja sebagian dari kesehatan lingkungan maka kebiasaan

masyarakat memakai jamban harus terlaksana bagi setiap keluarga5

II.5.3 Pemeliharaan Jamban

Jamban hendaknya dipelihara baik dengan cara :2

1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering. 1x seminggu bersihkan

lantai dan tempat jongkok dengan air dan sabun, sapu lidi dan sikat ijuk.

2. Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih.

3. Tidak ada genangan air di sekitar jamban.

4. Rumah jamban dalam keadaan baik dan tidak ada lalat dan kecoa.

5. Tempat duduk selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat.

6. Tersedia air bersih dan alat pembersih di dekat jamban.

7. Bila ada bagian yang rusak harus segera diperbaiki.

II.6 Definisi Pengetahuan dan Perilaku

II.6.1. Pengetahuan

II.6.1.1.Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.3

17

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan.3

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam

menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari,

sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang

mendukung tindakan seseorang. 3

Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan

tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti

dan pandai. 3

Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa

Inggris yaitu knowledge. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan

bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar

(knowledgement is justified true believed). Pengetahuan itu adalah semua

milik atau isi pikiran. Dengan demikian, pengetahuan merupakan hasil

proses dari usaha manusia untuk tahu.3

Dalam kamus filsafat, dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge)

adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari

kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek)

memilliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif

sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya

sendiri dalam kesatuan aktif.3

Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi

perilaku baru dalam diri orang tersebut menjadi proses berurutan :

1. Awareness, dimana orang tersebut menyadari pengetahuan terlebih

dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interest, dimana orang mulai tertarik pada stimulus.

3. Evaluation, merupakan suatu keadaan mempertimbangkan

terhadap baik buruknya stimulus tersebut bagi dirinya.

4. Trial, dimana orang telah mulai mecoba perilaku baru.

18

5. Adaptation, dimana orang telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan kesadaran dan sikap.

II.6.1.2. Tingkat Pengetahuan

Notoatmodjo mengemukakan yang dicakup dalam domain kognitif

yang mempunyai enam tingkatan, pengetahuan mempunyai tingkatan

sebagai berikut: 3

1. Tahu (Know)

Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari, dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Cara

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain: menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan dan

mengatakan.

2. Memahami (Comprehension)

Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Application)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada

situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan

sebagai pengguna hukum-hukum, rumus, metode, prinsip-prinsip dan

sebagainya.

4. Analisis (Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam suatu

komponenkomponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan masih

ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja seperti kata kerja mengelompokkan,

menggambarkan, memisahkan.

5. Sintesis (Synthesis)

19

Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk

keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau

objek tersebut berdasarkan suatu cerita yang sudah ditentukan sendiri

atau menggunakan kriteria yang sudah ada. 3

II.6.1.3. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang berisi tentang materi yang akan diukur dari subjek penelitian

atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita

ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas. 3

a. Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75%-100%

b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor 60%-75%

c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor < 60%

II.6.2. Perilaku

II.6.2.1. Definisi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau

aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak

dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Robert kwick (1974) perilaku

adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati

bahkan dapat dipelajari.

Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi

dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Skiner (1938) seorang ahli

psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi

seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

20

Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada

karakteristik atau faktorfaktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-

faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut

determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang

bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat

kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik

lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.

Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai

perilaku seseorang.

II.7. Analisis Masalah

Dalam menganalisis masalah digunakan metode pendekatan sistem untuk

mencari kemungkinan penyebab dan menyusun pendekatan-pendekatan

masalah, dari pendekatan sistern ini dapat ditelusuri hal-hal yang mungkin

menyebabkan munculnya permasalahan Kesehatan lingkungan yang tidak

memenuhi syarat di wilayah Puskesmas Tempuran, Kecamatan Tempuran,

Kabupaten Magelang. Adapun sistem yang diutarakan disini adalah sistern

terbuka pelayanan kesehatan yang dijabarkan sebagai berikut: 9,10

Gambar 6. Analisis Penyebab Masalah dengan Pendekatan Sistem

INPUTMan

MoneyMethodMaterialMachine

PROSESP1P2P3

OUTPUT OUTCOME

IMPACT

LINGKUNGANFisik, Kependudukan, Sosial Budaya, Sosial Ekonomi, Kebijakan

21

Masalah yang timbul terdapat pada output dimana hasil kegiatan

tidak sesuai standar minimal. Hal yang penting pada upaya pemecahan masalah

adalah kegiatan dalam rangka pemecahan masalah harus sesuai dengan

penyebab masalah tersebut, berdasarkan pendekatan sistern masalah dapat

terjadi pada input, lingkungan maupun proses.

II.7.1. Kerangka Pikir Perencanaan Masalah

a. Masalah

Menetapkan keadaan spesifik yang diharapkan, yang ingin dicapai,

menetapkan indikator tertentu sebagai dasar pengukuran kinerja.

Kemudian mempelajari keadaan yang terjadi dengan menghitung atau

mengukur hasil pencapaian. Yang terakhir membandingkan antara

keadaan nyata yang terjadi, dengan keadaan tertentu yang diinginkan atau

indikator tertentu yang sudah ditetapkan. 9,10

b. Penentuan Penyebab Masalah

Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau

kepustakaan dengan curah pendapat. Penentuan penyebab masalah

dilakukan dengan menggunakan fishbone. Hal ini hendaknya jangan

menyimpang dari masalah tersebut. 9,10

c. Memilih Penyebab yang Paling Mungkin

Penyebab masalah yang paling mungkin harus dipilih dari sebab-

sebab yang didukung oleh data atau konfirmasi dan pengamatan. 9,10

d. Menentukan Alternatif Pemecahan Masalah

Seringkali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari

penyebab yang sudah diidentifikasi. Jika penyebab sudah jelas maka dapat

langsung pada alternatif pemecahan masalah. 9,10

e. Penetapan Pemecahan Masalah Terpilih

22

Setelah alternatif pemecahan masalah ditentukan, maka dilakukan

pemilihan pemecahan terpilih. Apabila ditemukan beberapa alternatif

maka digunakan Hanlon Kualitatif untuk menentukan/memilih pemecahan

terbaik. 9,10

f. Penyusunan Rencana Penerapan

Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk

POA (Plan of Action atau Rencana Kegiatan). 9,10

g. Monitoring dan evaluasi

Ada dua segi pemantauan yaitu apakah kegiatan penerapan

pemecahan masalah yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan

baik dan menyangkut masalah itu sendiri, apakah permasalahan sudah

dapat dipecahkan. 9,10

Gambar 7. Kerangka Pikir Pemecahan Masalah

II.7.2. Analisis Penyebab Masalah

Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan

dengan curah pendapat. Untuk membantu menentukan kemungkinan penyebab

masalah dapat dipergunakan diagram fish bone. Metode ini berdasarkan pada

kerangka pendekatan sistem, seperti yang tampak pada gambar di bawah ini :

23

Gambar 8. Diagram Fish Bone

II.7.3. Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah

Setelah melakukan analisis penyebab maka langkah selanjutnya

yaitu menyusun alternatif pemecahan masalah.

II.7.4. Penentuan Pemecahan Masalah Dengan Kriteria Matriks

Mengunakan Rumus M x I x V/C

Setelah menemukan alternatif pemecahan masalah, maka

selanjutnya dilakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan

masalah. Penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah dapat

dilakukan dengan menggunakan metode kriteria matriks MxIxV/C.

Berikut ini proses penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah

dengan menggunakan metode kriteria matriks :

1. Magnitude (M) adalah besarnya penyebab masalah dari pemecahan

masalah yang dapat diselesaikan. Makin besar (banyak) penyebab

masalah yang dapat diselesaikan dengan pemecahan masalah, maka

semakin efektif.

2. Importancy (I) adalah pentingnya cara pemecahan masalah. Makin

penting cara penyelesaian dalam mengatasi penyebab masalah, maka

semakin efektif.

3. Vulnerability (V) adalah sensitifitas cara penyelesaian masalah. Makin

sensitif bentuk penyelesaian masalah, maka semakin efektif.

MASALAH

PROSESLINGKUNGAN

P1

P2P3

INPUT

MONEYMAN

MACHINE

METHODE

MATERIAL

24

Efisiensi pogram

Biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan masalah (Cost). Kriteria cost (C)

diberi nilai 1-5. Bila cost- nya makin kecil, maka nilainya mendekati 1.

Tabel 1. Kriteria Matriks

Magnitude Importancy Vulnerability Cost

1 = Tidak magnitude 1 = Tidak penting 1 = Tidak sensitif 1 = Sangat murah

2 = Kurang magnitude 2 = Kurang penting 2 = Kurang sensitif 2 = Murah

3 = Cukup magnitude 3 = Cukup penting 3 = Cukup sensitif 3 = Cukup murah

4 = Magnitude 4 = Penting 4 = Sensitif 4 = Kurang Murah

5 = Sangat magnitude 5 = Sangat penting 5 = Sangat sensitif 5 = Tidak murah

II.7.5 Pembuatan Plan of Action dan Gantt Chart

Setelah melakukan penentuan pemecahan masalah maka

selanjutnya dilakukan pembuatan plan of action serta Gantt Chart, hal ini

bertujuan untuk menentukan perencanaan kegiatan. 9,10