makalah spm

Upload: wachid-mei-prihantoro

Post on 12-Jul-2015

759 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Akuntansi pertanggungjawaban merupakan sistem akuntansi yang mengakui berbagai pusat pertanggungjawaban pada keseluruhan perusahaan yang

mencerminkan rencana dan tindakan setiap pusat pertanggungjawaban dengan menetapkan pendapatan dan biaya tertentu yang ditampilkan dalam laporan keuangan perusahaan. Akuntansi pertanggungjawaban sebenarnya timbul sebagai akibat adanya wewenang yang diberikan dan bagaimana mempertanggungjawabkan dalam bentuk suatu laporan tertulis. Akuntansi pertanggungjawaban yang baik, dalam penerapannya harus menetapkan atau memberi wewenang secara tegas, karena dari wewenang ini akan menimbulkan adanya tanggungjawab. Dengan wewenang dan tanggungjawab tersebut akan memudahkan pengendalian terhadap

penyimpangan yang terjadi.

Akuntansi pertanggungjawaban banyak dipakai oleh perusahaan dan badan usaha lainnya karena memungkinkan perusahaan untuk merekam seluruh aktivitas usahanya, kemudian mengetahui unit yang bertanggungjawab atas aktivitas tersebut, dan menentukan unit usaha mana yang tidak berjalan secara efisien. Hasil dari

1

2

akuntansi pertanggungjawaban adalah laporan keuangan perusahaan atau badan usaha lainnya.

Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surakarta adalah salah satu Kementerian Negara/Lembaga yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dengan menyusun laporan keuangan berupa Realisasi Anggaran dan Neraca disertai Catatan atas Laporan Keuangan. Penyusunan laporan keuangan KPKNL Surakarta mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi Instansi dan

Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat serta Peraturan Direktorat Jenderal Perbendaharaan nomor Per-51/PB/2008 tentang Pelaksanaan Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga. Informasi yang disajikan di dalamnya telah disusun sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan latar belakang diatas, dan pentingnya penyusunan karya ilmiah, penulis mengambil judul ANALISIS PENERAPAN ALAT AKUNTANSI PENGENDALI

PERTANGGUNGJAWABAN

SEBAGAI

PENGGUNAAN DANA APBN PADA KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG (KPKNL) SURAKARTA

3

1.2 Perumusan dan Batasan Masalah 1.2.1 Bagaimana pelaksanaan dan penerapan sistem akuntansi

pertanggungjawaban pada satuan kerja Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surakarta ? 1.2.2 Bagaimana proses dan prosedur penyusunan laporan penggunaan anggaran APBN sebagai pelaksanaan dari sistem akuntansi

pertanggungjawaban ? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1

Untuk mengetahui pelaksanaan dan penerapan sistem akuntansi pertanggungjawaban pada satuan kerja Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surakarta?

1.3.2

Untuk mengetahui bagaimana proses dan prosedur penyusunan laporan penggunaan anggaran APBN sebagai pelaksanaan dari sistem akuntansi pertanggungjawaban ?

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Dapat mengetahui masalah yang sedang dihadapi oleh intansi serta mengetahui sampai sejauh mana akuntansi pertanggungjawaban dapat digunakan untuk pengendalian dana yang dianggarkan 1.4.2 Dapat dijadikan bahan pengenalan kepada publik sebagai informasi dan sarana perbaikan yang diperlukan sehubungan dengan penerapan akuntansi pertanggungjawaban.

4

1.5 Batasan Masalah

Batasan masaalah dalam penyusuan Karya Ilmiah ini sangat penting agar menghasilkan pembahasan yang lebih terarah, maka batasan masalah ditekankan pada penerapan akuntansi pertanggungjawaban pada penggunaan dana APBN yaitu pada operasional badan, meliputi :

1. Penggolongan kode mata anggaran yang merupakan pengelompokkan anggaran menjadi penggunaan dana yang terkendali dan penggunaan dana yang tidak terkendali. 2. Laporan keuangan tahun anggaran 2008 yang berfungsi sebagai media analisa pengendalian penggunaan anggaran dan realisasinya.

Data yang digunakan sebagai dasar penulisan Katya Ilmiah ini adalah data keuangan dan non keuangan. Data keuangan meliputi catatan laporan keuangan tahun angaran 2008 pada Satuan Kerja KPKNL Surakarta. Sedangkan data non keuangan meliputi latar belakang kantor KPNL Surakarta dan catatan hasil wawancara atau tanya jawab dengan pihak terkait.

1.6 Hipotesis 1.6.1 Penggolongan Kode Perkiraan Rekening KPKNL Surakarta tidak dikaitkan dengan struktur organisasi yang ada melaikan sesuai dengan Badan Akuntansi Standart (BAS) yang telah ditetapkan Dirjen Keuangan Negara. Dengan demikian, berdasarkan klasifikasi dan Kode Mata

5

Anggaran diatas dapat disimpulkan bahwa sistem klasifikasi dan Kode Mata Anggaran Kegiatan pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surakarta tidak memberikan Informasi yang maksimal mengenai tempat terjadinya penggunaan biaya / pendapatan di setiap bagian, tetapi secara langsung di catat pada satu Kode Mata Anggaran berdasarkan jenis dan penggunaan dana pada KPKNL Surakarta. 1.6.2 Realisasi anggaran KPKNL Surakarta pada TA 2008 meliputi Realisasi Pendapatan adalah sebesar Rp. 1.825.100.829,00 atau 200.54 persen dari anggaran yang ditetapkan dalam DIPA sebesar Rp. 910.080.630,00. Sedangkan untuk realisasi anggaran belanja adalah sebesar Rp. 4.124.642.398,00 atau sebesar 69.90 persen dari anggaran yang ditetapkan dalam DIPA dan SKPA sebesar Rp. 5.900.772.664,00, yang terdiri dari:

a. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah : Penerimaan Negara Bukan Pajak, b. Realisasi Belanja Negara : Belanja Rupiah Murni

1.7 Sistematika Pembahasan

BAB I

: PENDAHULUAN

6

Dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan laporan.

BAB II

: LANDASAN TEORI

Dalam bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang berhubungan dengan pembahasan masalah yang digunakan sebagai landasan dalam menganalisis masalah, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan Hipotesis.

BAB III

: METODOLOGI

Bab ini menjelaskan tentang variabel dan pengukurannya, populasi serta sample, jenis serta sumber data, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode pengujian data.

BAB IV

: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini menyajikan gambaran umum objek yang menjadi tempat peneliatian, statistic deskriptif, uji kualitas data, asumsi klasik, dan uji hipotesis

BAB V

: PENUTUP

Dalam bab ini disajikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dianalisis serta saran-saran yang dianggap perlu dengan

mendasarkan pada hasil-hasil yang telah dicapai.

7

8

BAB II LANDASAN TEORI

2 2.1 Sistem Pengendalian Manajemen

2.1.1

Tinjauan Sistem Pengendalian Manajemen

Pengendalian manajemen merupakan keharusan dalam suatu organisasi yang mempraktikan desentralisasi. Salah satu pandangan bahwa sistem pengendalian manajemen harus sesuai dengan strategi perusahaan. Yang dimaksud Sistem Pengendalian Manajemen menurut Robert N. Anthony dan John Dearden dalam Management control system (Homewood : Illinois, Richard D. Irwin, Inc, 1984) Sistem pengendalian manajemen adalah struktur dan proses sistematis yang terorganisir yang digunakan oleh manajemen untuk memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan operasi organisasi sesuai dengan strategi dan kebijakan organisasi. Suatu organisasi juga harus ada perangkat-perangkat untuk memastikan bahwa tujuan strategis organisasi dapat tercapai. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin aktivitas yang sedang dilakukan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan organisasi. Suatu sistem pengendalian mempunyai beberapa elemen yang memungkinkan pengendalian berjalan dengan baik. Elemen-elemen tersebut : 1. Detector atau sensor yakni suatu alat untuk mengidentifikasi apa yang sedang terjadi dalam suatu proses yang sedang dikendalikan.

9

2. Assessor atau pembanding yakni suatu alat untuk menentukan ketepatan. Biasanya ukurannya dengan membandingkan kenyataan dan standar yang telah ditetapkan atau dari apa yang seharusnya terjadi. 3. Efektor yakni alat yang digunakan untuk mengubah sesuatu yang diperoleh dari assessor. 4. Jaringan komunikasi yakni alat yang mengirim informasi antara detector dan assessor dan antara assessor dan efektor. Pemilihan komponen-komponen di atas juga harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan dari organisasi agar pelaksanaan kegiatan operasi yang dijalankan oleh anggota organisasi sesuai dengan keinginan manajemen puncak. Kegiatan yang dilakukan pada suatu organisasi biasanya meliputi : a. Merencanakan apa yang akan dicapai oleh perusahaan b. Mengkoordinasikan kegiatan masing-masing bagian c. Mengkomunikasikan informasi yang ada d. Mengevaluasi informasi e. Memutuskan apa yang akan dilakukan f. Mempengaruhi orang dalam organisasi tersebut untuk mengerjakan sesuai dengan yang digariskan. Pengendalian manajemen merupakan beberapa bentuk kegiatan perencanaan dan pengendalian kegiatan yang terjadi pada suatu organisasi. Pengendalian manajemen melibatkan hubungan antara atasan-bawahan. Pengendalian dilakukan mulai dari tingkat atas hingga bawah. Proses ini meliputi tiga aktivitas : a. Komunikasi- agar bawahan bertindak secara efektif. b. Motivasi- bawahan harus diberi motivasi untuk menyelesaikan tugasnya.

10

c. Evaluasi- efisien atau efektifnya seorang bawahan melakukan tugasnya harus dievaluasi terlebih dahulu oleh manajer. Untuk memahami suatu sistem dibutuhkan suatu pengetahuan tentang lingkungan dimana sistem itu berada. Lingkungan pengendalian manajemen dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pengendalian manajemen yang meliputi prilaku organisasi dan pusat pertanggungjawaban. Perilaku organisasi juga berkaitan erat dengan motivasi. Kemampuan seorang manajer atau pemimpin suatu organisasi dalam memotivasi, mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi dengan para bawahannya akan menetukan efektifitas manajer.

Suatu organisasi juga dibagi menjadi bagian-bagian

yang disebut pusat

pertanggungjawaban, yakni suatu unit yang membawahi suatu tugas tertentu. Unit organisasi ini dikepalai oleh seorang manajer yang bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Yang dimaksud dengan pusat

pertanggungjawaban menurut Robert N. Anthony dan John Dearden dalam Management control system (Homewood : Illionis, Richard D. Irwin, Inc, 1984) : Pusat pertanggungjawaban adalah unit organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan

tertentuAdanya suatu pusat pertanggungjawaban adalah untuk memenuhi satu atau beberapa tujuan yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak. Tujuannya adalah mengimplementasikan rencana strategi manajemen puncak. Secara garis besar pusat pertanggungjawaban dibedakan menjadi : a. Pusat Biaya

11

Pusat biaya adalah pusat pertanggungjawaban dimana input diukur dalam satuan moneter dan output tidak diukur dalam satuan moneter. Secara umum ada dua macam pusat biaya, yaitu pusat biaya teknik dan pusat biaya kebijakan. b. Pusat Pendapatan Pusat pendapatan adalah pusat pertanggungjawaban dimana output diukur dalam satuan moneter, tetapi tidak ada hubungannya dengan input. Karena pusat pendapatan adalah suatu organisasi pemasaran yang tidak mempunyai tanggung jawab terhadap laba. c. Pusat Laba Suatu pusat pertanggungjawaban yang diukur dalam ruang lingkup laba, yaitu selisih antara pendapatan dan pengeluaran. d. Pusat Investasi Pusat investasi adalah suatu pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya diukur atas dasar perbandingan antara laba dengan investasi yang digunakan.

2.1.2

Desentralisasi Organisasi

Pemisahan yang jelas antara wewenang dengan tanggung jawab sangat diperlukan dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban. Pembentukan wewenang dan tanggung jawab secara normal dapat timbul dalam sebagai bentuk konsekuensi alami dari fungsi manajemen. Suatu organisasi yang terdesentralisasi adalah organisasi yang pembuatan keputusannya tidak diserahkan pada beberapa eksekutif-eksekutif puncak, tetapi disebarkan di seluruh organisasi dengan manajer pada berbagai tingkat membuat keputusan-keputusan penting yang berhubungan dengan lingkup tanggung

12

jawab mereka. Desentralisasi adalah masalah tingkatan, karena seluruh organisasi didesentralisasi sampai pada lingkup tertentu sejauh diperlukan.suatu organisasi yang terdesentralisasi secara kuat adalah organisasi yang memberikan kebebasan pada manejer-manejer tingkat yang lebih rendah atau karyawan untuk membuat keputusan. Dengan demikian yang dimaksud dengan desentralisasi menurut Thomas P. Edmons, Cindy D. E, dan Bor-Yi Tsay dalam Fundamental Managerial Accounting Concepts (Irwin : McGraw-Hill,inc.,2000) : Pendelegasian otoritas dan tanggung jawab kepada individu yang berada pada posisi terbaik atas situasi dan kondisi tertentu sebagai pengambilan keputusan. Beberapa keuntungan dari desentralisasi dalam pengambilan keputusan pada perusahaan bisnis, antara lain : 1) Desentralisasi memberikan manajer-menajer tingkat yang lebih rendah mendapatkan pengalaman pokok dalam pembuatan keputusan. 2) Manajemen puncak dibebaskan dari pemecahan persoalan hari ke hari yang banyak dan memiliki peluang untuk berkosentrasi pada strategi, pada pembuatan keputusan yang tingkatnya lebih tinggi dan pada kegiatan-kegiatan koordinasi. 3) Menambah tanggung jawab dan kewenangan pembuatan keputusan yang sering kali mengakibatkan kepuasan pekerjaan meningkat. 4) Manajer-manajer tingkat yang lebih rendah secara umum memiliki informasi yang lebih rinci dan diperbaharui tentang kondisi-kondisi dalam bidang tanggung jawab mereka sendiri daripada manajer-manajer puncak. 5) Sulit untuk mengevaluasi prestasi seorang manajer jika manajer tidak diberi banyak kebebasan.

13

Desentralisasi yang efektif memerlukan pelaporan segmental. Sebagai tambahan pada laporan laba rugi perusahaan secara keseluruhan, laporan-laporan dibutuhkan untuk segmen-segmen individual organisasi. Terdapat banyak alasan di balik keputusan perusahaan melakukan disentralisasi, antara lain : a) Kemudahan terhadap pengumpulan dan pemanfaatan informasi lokal. Kualitas keputusan dipengaruhi oleh kualitas informasi yang tersedia. Ketika perusahaan tumbuh dalam ukuran dan beroperasi pada wilayah dan pasar yang berbeda, manajemen pusat mungkin tidak memahami kondisi-kondisi lokal. Namun, manajer pada jenjang yang lebih rendah, yang berhubungan dekat dengan kondisi-kondisi pengoperasian mempunyai akses untuk informasi ini. Akibatnya, manajer lokal sering unggul dalam membuat keputusan yang lebih baik. Masalah kedua adalah informasi yang berlebihan. Pada suatu organisasi yang beroperasi dalam berbagai pasar yang berbeda dengan ratusan atau ribuan produk yang berbeda, tidak mungkin terdapat seorang pun yang memiliki segala keahlian dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk memproses serta menggunakan informasi tersebut. Pada pengaturan sentralisasi, diperlukan waktu untuk mengirim informasi lokal ke kantor pusat dan mengirim keputusan kembali ke unit lokal. Selain itu, kedua pengiriman informasi tersebut dapat mempertinggi kemungkinan bahwa manajer yang bertanggung jawab atas pengimplementasian keputusan salah dalam menerjemahkan suatu perintah. Hal ini mengurangi keefektifan dari tanggapan manajer lokal. Pada organisasi yang terdesentralisasi, dimana manajer lokal memiliki wewenang membuat dan mengimplementasikan keputusan, sehingga masalah seperti ini tidak akan muncul.

14

b) Fokus manajemen pusat. Dengan mendesentralisasi keputusan-keputusan operasi, manajemen pusat bebas berperan dalam upaya perumusan perencanaan dan pengambilan keputusan strategis. Kelangsungan operasi jangka panjang dari perusahaan harus lebih penting bagi manajemen pusat dari pada operasi sehari-hari.

c) Melatih dan memotivasi manajer. Organisasi selalu membutuhkan manajer yang terlatih untuk menggantikan posisi manajer jenjang lebih tinggi. Manajer yang menghasilkan keputusan terbaik adalah manajer yang boleh dipromosikan. Pertanggungjawaban yang lebih besar mampu menghasilkan kepuasan kerja yang lebih tinggi dan memotivasi manajer lokal untuk berupaya lebih baik. Inisiatif dan kreativitas yang lebih tinggi akan muncul. Tentu saja, sejauh mana manfaat yang berkaitan dengan perilaku tersebut dapat direalisasikan akan sangat tergantung pada cara-cara mengevaluasi dan menghargai kinerja para manajer.

2.1.3

Peran Akuntansi Pertanggungjawaban dalam Pengendalian Manajemen

Di dalam suatu organisasi bisnis pada level middle-up akan sangat tidak mungkin sebagai manajer puncak untuk mengendalikan seluruh kegiatan operasi organisasinya secara perorangan. Untuk itu diperlukan perangkat dan sistem yang dapat menjamin dan meyakinkan manajer puncak bahwa anggota-anggota organisasinya dalam

15

melaksanakan wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan keinginan manajer puncak. Dengan menggunakan akuntansi pertanggungjawaban dimana struktur organisasi dibentuk menjadi beberapa pusat pertanggungjawaban maka seorang manajer puncak tidak perlu untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan operasi organisasi karena manajer puncak telah mendelagasikan sebagian wewenangnya kepada para manajer pusat pertanggungjawaban untuk melaksakan tindakan-tindakan yang diperlukan dalam menjalankan kegiatan operasi organisasi. Melalui informasiinformasi yang dihasilkan oleh akuntansi pertanggungjawaban inilah manajer puncak dapat mengendalikan kegiatan operasi organisasinya maupun memberikan tindakantindakan korektif atas pelaksanaan kegiatan operasi yang menyimpang dari aturan atas standar yang telah di tetapkan. Anggaran yang telah disusun oleh para manajer lini / produk merupakan suatu bentuk komitmen mengenai seberapa besar tanggung jawab dan wewenangnya atas pemakaian dan pengolahan sejumlah sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh organisasi yang dibebankan kepadanya. Sedangkan laporan realisasi anggaran akan menunjukkan sejauh mana prestasi manajer lini / produk tersebut dalam melaksanakan komitmennya seperti yang telah dituangkan dalam anggaran unit organisasi. Setelah laporan realisasi anggaran disusun oleh masing-masing unit organisasi (pusat pertanggungjawaban), maka evaluasi dan analisis laporan realisasi anggaran menjadi tugas manajemen puncak. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi antara anggaran dengan laporan realisasi anggaran harus di analisis sedemikian rupa sehingga tindakan-tindakan korektif dapat dilakukan secara efektif. Informasi berupa

16

hasil analisis inilah yang kemudian dapat menunjukkan keefisienan dan keefektifan penerapan akuntansi pertanggungjawaban dalam pengendalian manajemen.

2.2 Sistem Akuntansi Pertanggungjawaban

2.2.1

Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban

Akuntansi pertanggungjawaban mendasarkan pada pemikiran bahwa seorang manajer harus dibebani tanggung jawab atas prestasinya sendiri dan prestasi bawahannya. Konsep akuntansi pertanggungjawaban menjadi pedoman departemen akuntansi untuk mengumpulkan, mengukur dan melaporkan prestasi sesungguhnya, prestasi yang diharapkan dan selisih yang timbul dalam setiap pusat

pertanggungjawaban. Defenisi akuntansi pertanggungjawaban menurut Robert N. Anthony dan Vijay Gonvindarajan dalam Management Control System (Irwin : McGraw-Hill, Inc, 1998) : Sebuah sistem akuntansi yang dirancang bagi sebuah organisasi sedemikian rupa sehingga biaya-biaya dikumpulkan dan dilaporkan sesuai dengan tingkat pertanggungjawaban dalam organisasi. Setiap tingkat pengawasan (supervisory area) dalam organisasi hanya dibebani dengan biaya yang menjadi tanggung jawab dan yang berada dibawah kendalinya. Akuntansi pertanggungjawaban dapat digunakan dengan baik jika terdapat kondisikondisi sebagai berikut : 1. Luas wewenang dan tanggung jawab pembuatan keputusan harus ditentukan dengan baik melalui struktur organisasi.

17

2. Manajer pusat pertanggungjawaban harus berperan serta dalam penentuan tujuan yang digunakan untuk mengukur prestasinya. 3. Manajer pusat pertanggungjawaban harus berusaha untuk mencapai tujuan yang ditentukan untuknya dan untuk pusat pertanggungjawabannya. 4. Manajer pusat pertanggungjawaban harus bertanggung jawab atas kegiatan pusat pertanggungjawaban yang dapat dikendalikannya. 5. Hanya biaya, pendapatan, laba, dan investasi yang terkendalikan oleh manajer pusat pertanggungjawaban yang harus dimasukkan ke dalam laporan prestasinya. 6. Laporan prestasi dan umpan baliknya untuk manajer pusat pertanggungjawaban harus disajikan tepat waktu. 7. Laporan prestasi harus mejadikan secara jelas selisih yang terjadi, tindakan koreksi, dan tindak lanjutnya sehingga memungkinkan diterapkannya prinsip pengecualian. 8. Harus ditentukan dengan jelas peranan prestasi manajemen terhadap struktur balas jasa atau perangsang dalam perusahaan. 9. Sistem akuntansi pertanggungjawaban hanya mengukur salah satu prestasi manajer pusat pertanggungjawaban, yaitu prestasi keuangan. Selain prestasi keuangan, seorang manajer dapat dinilai prestasinya atas dasar tingkat kepuasan karyawan, moral, dan sebagainya.

Sebelum sistem akuntansi pertanggungjawaban disusun, harus lebih dahulu dipelajari garis wewenang dan tanggung jawab pembuatan keputusan sehingga dapat ditentukan pusat-pusat pertanggungjawaban yang ada dalam organisasi. Sistem akuntansi pertanggungjawaban dirancang khusus sesuai dengan struktur organisasi

18

untuk dapat menyajikan laporan-laporan prestasi yang berguna dalam menilai sumbangan manajer tingkat pertanggungjawaban tertentu dalam pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tanggung jawab dalam hubungan dengan akuntansi pertanggungjawaban menurut Dominiak dan Louderback dalam Managerial Accounting (South Wesrtern College : International Thomson Publishing, 1997) adalah : a. Ukuran Perusahaan/Instansi Pada perusahaan atau instansi dengan skala middle-up maka rentang tanggung jawab dari seorang manajer unit pertanggungjawaban akan semakin besar, hal ini disebabkan karena semakin besar skala perusahaan maka berpengaruh pada jumlah karyawan dan ruang lingkup kegiatan operasi perusahaan semakin besar pula, demikian pula sebaliknya dalam perusahaan dengan skala kecil maka rentang tanggung jawab manajer juga lebih sedikit karena jumlah karyawan dan ruang lingkup kegiatan operasinya juga relatif kecil.

b. Karakteristik Kegiatan Operasi Perusahaan menurut karakteristik kegiatan operasi pada umumnya dapat dibedakan menjadi perusahaan manufaktur, perusahaan dagang dan perusahaan jasa. Tanggung jawab pada masing-masing karakteristik kegiatan operasi perusahaan juga berbeda-beda, sebagai contoh : bentuk tanggung jawab pada perusahaan manufaktur biasanya sesuai dengan produk yang dihasilkan sedangkan pada perusahaan jasa bentuk tanggung jawabnya akan disesuaikan dengan kemampuan penghasilan jasa dalam memuaskan kebutuhan dari klien.

19

c. Filosofi Manajer Tingkat Atas Filosofi pengendalian manajer tingkat atas dihubungkan dengan persepsinya terhadap manajer bawahannya dapat dibagi menjadi pengendalian sifat loose (longgar) atau tight (ketat). Hal ini akan berpengaruh pada tanggung jawab pada organisasinya. Sebagai contoh: pada perusahaan dengan sifat pengendalian loose maka tanggung jawab dari organisasi akan diperlonggar sejauh hal tersebut sesuai dengan pencapaian tujuan organisasi, demikian pula sebaliknya.

2.2.2

Organisasi untuk Akuntansi Pertanggungjawaban

Organisasi dalam akuntansi pertanggungjawaban memerlukan beberapa elemen yang sangat terkait, elemen tersebut adalah authority, responsibility dan accountability. Elemen authority dan responsibility telah dijelaskan pada sub-bab di atas, sedangkan tinjauan mengenai elemen accountability adalah menyangkut persepsi mengenai kemampuan seseorang dalam melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan otoritas dan wewenang yang diberikan oleh manajer level atas. Tanpa ketiga elemen yang membentuk organisasi tersebut maka kegiatan organisasi perusahaan tidak akan berjalan sesuai dengan perencanaan strategis yang telah dirancang sebelumnya. Oleh karena itu organisasi perlu dirancang sedemikian rupa sehingga ketiga elemen tersebut di atas dapat berjalan dengan lancar. Beberapa prinsip dalam penyusunan organisasi yang dikemukakan oleh R. D. Agarwal dalam bukunya Organization and Management (New Delhi: McGraw-Hill, Inc., 1982) :

20

1) Prinsip spesialisasi (specialization). Pekerjaan setiap anggota organisasi harus dibatasi sedapat mungkin ke dalam satu fungsi menurut keahliannya masingmasing. 2) Prinsip satuan pengarahan (unity of direction). Fungsi-fungsi yang berhubungan harus disatukan dibawah pimpinan seorang manajer. 3) Prinsip spesifikasi fungsional (functional specification). Seluruh fungsi harus dijabarkan secara jelas dan tertulis. 4) Prinsip rantai kepemimpinan (chain of command). Terdapat rantai komando kepemimpinan yang jelas dari atas ke bawah sehingga dapat dilakukan pendelegasian wewenang secara vertikal. 5) Prinsip kesamaan wewenang dan tanggung jawab (party between authority and responsibility). Setiap pejabat harus memiliki wewenang yang cukup untuk mengambil keputusan yang diperlukan dan melakukan tindakan yang tepat dalam rangka mencapai prestasi kerja dan tujuan secara efektif dan efisien. 6) Prinsip rentang pengendalian (span of control) kemampuan seorang manajer untuk mengawasi bawahannya secara efektif adalah terbatas, sehingga harus dibatasi jumlah bawahannya untuk setiap manajer yang besarnya tergantung pada situasi dan kondisi tertentu.

2.2.3

Jaringan dalam Akuntansi Pertanggungjawaban

Akuntansi pertanggungjawaban didasarkan pada premis bahwa semua biaya dapat dikendalikan dan masalah utama yang terjadi adalah sejauh mana rentang pengendalian tersebut. Untuk mengatasi masalah ini maka struktur organisasi dalam

21

suatu perusahaan dibagi menjadi sebuah jaringan pusat-pusat pertanggungjawaban individu, atau sebuah grup dimana fungsi-fungsi yang berhubungan erat mempunyai pimpinan tunggal yang bertanggung jawab atas aktifitas unit tersebut. Beberapa prinsip yang dikemukakan oleh Gary Siegel dan Helene Ramanauskas-Marconi dalam bukunya Behavioral Accounting (Ohio: South-Western Publishing, co., 1989). a. Untuk memastikan pertanggungjawaban dan akuntabilitas jaringan berjalan dengan baik maka struktur organisasi dalam suatu perusahaan harus dianalisa secara cermat dan pendapatan / biaya yang benar-benar terjadi harus dapat ditentukan.

b. Untuk menciptakan struktur jaringan pertanggungjawaban yang efisien maka tanggung jawab dan ruang lingkup otoritas dari setiap individu, dari manajemen puncak sampai dengan karyawan paling bawah harus dapat ditentukan secara logis dan jelas.

2.3 Sistem Pengendalian Anggaran

2.3.1

Anggaran yang Efektif dan Efisien

Menurut Drs. M. Munandar dalam bukunya Budgeting - Perencanaan Kerja, Pengkoordinasian Kerja dan Pengawasan Kerja (BPFE-Yogyakarta, 1994) anggaran adalah : Suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan yang dinyatakan dalam unit moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.

22

Anggaran

yang telah ditetapkan merupakan komitmen manajemen untuk

melaksanakan aktivitas operasi perusahaan sesuai dengan yang telah ditetapkan atau direncanakan. Anggaran juga mempunyai beberapa unsur, yaitu : 1. Rencana, ialah suatu penentuan terlebih dahulu tentang aktivitas atau kegiatan yang akan dilakukan di waktu yang akan datang. Ada beberapa alasan yang mendorong perusahaan untuk menyusun rencana untuk menghadapi waktu yang akan datang, antara lain : a. Waktu yang akan datang penuh dengan berbagai ketidakpastian, sehingga perusahaan harus mempersiapkan diri sejak awal tentang apa yang akan dilakukannya nanti. b. Waktu yang akan datang penuh dengan berbagai alternatif pilihan, sehingga perusahaan harus mempersiapkan diri sejak awal, alternatif manakah yang akan dipilihnya nanti. c. Rencana diperlukan oleh perusahaan sebagai pedoman kerja di waktu yang akan datang. Dengan adanya rencana berarti adanya suatu pegangan mengenai apa yang akan dilakukan nanti, sehingga jalannya perusahaan lebih terarah menuju tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. d. Rencana diperlukan oleh perusahaan sebagai alat pengkoordinasian kegiatankegiatan dari seluruh bagian-bagian yang ada dalam perusahaan. e. Rencana diperlukan oleh perusahaan sebagai alat pengawasan terhadap pelaksanaan (realisasi) dari rencana tersebut di waktu yang akan datang. Dengan adanya rencana, maka perusahaan mempunyai tolak ukur untuk menilai (evaluasi) realisasi kegiatan-kegiatan perusahaan. Dengan membandingkan antara

23

rencana dan realisasi kerja yang telah dilakukan, maka perusahaan dapat menilai apakah perusahaan telah bekerja dengan sukses atau kurang sukses.

2. Meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yaitu mencakup semua kegiatan yang akan dilakukan oleh semua bagian-bagian yang ada dalam perusahaan. Secara garis besar kegiatan-kegiatan perusahaan dapat dikelompokkan menjadi lima

kelompok, yaitu kegiatan pemasaran (marketing), kegiatan produksi (producing), kegiatan pembelanjaan (financing), kegiatan administrasi (administrating), serta kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan masalah-masalah personalia (personnel). Ada sebagian dari kegiatan perusahaan yang tidak direncanakan berarti ada sebagian dari kegiatan perusahaan yang tidak mempunyai pedoman dan arah, sehingga tidak bias diharapkan partisipasinya dengan kegiatan-kegiatan yang lain. Disamping itu, kegiatan yang tidak direncanakan tidak dapat dinilai (evaluasi) realisasi kerjanya, karena tidak mempunyai suatu tolak ukur. 3. Dinyatakan dalam unit moneter, yaitu unit (kesatuan) yang dapat diterapkan pada berbagai kegiatan perusahaan yang beraneka ragam. 4. Jangka waktu tertentu yang akan datang, menunjukkan bahwa anggaran berlaku untuk masa yang akan datang. Ada dua macam anggaran, yaitu : a) Anggaran strategis, ialah anggaran yang berlaku untuk jangka panjang, yaitu jangka waktu yang melebihi satu periode akuntansi (melebihi satu tahun). b) Anggaran taktis, ialah anggaran yang berlaku untuk jangka pendek, yaitu satu periode akuntansi atau kurang.

24

Proses penganggaran merupakan fase penting bagi manajemen suatu perusahaan yang bertujuan sebagai pedoman kerja, alat pengkoordinasian kerja dan sebagai alat pengawasan kerja.

1) Sebagai pedoman kerja Anggaran berfungsi sebagai pedoman kerja dan memberikan arah sekaligus memberikan target-target yang harus dicapai oleh kegiatan-kegiatan perusahaan di waktu yang akan datang.

2) Sebagai alat pengkoordinasian kerja Anggaran berfungsi sebagai alat pengkoordinasian kerja agar semua bagian-bagian yang terdapat di dalam perusahaan dapat saling menunjang, saling kerja sama dengan baik, untuk menuju tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian kelancaran jalannya perusahaan akan lebih terjamin.

3) Sebagai alat pengawasan kerja Anggaran juga berfungsi sebagai tolak ukur, alat pembanding untuk menilai (evaluasi) realisasi kegiatan perusahaan. Dengan membandingkan antara apa yang tertuang di dalam anggaran dengan apa yang dicapai oleh realisasi kerja perusahaan, dapatlah dinilai apakah perusahaan telah sukses bekerja atau kerang sukses bekerja.

Suatu anggaran dapat berfungsi dengan baik apabila taksiran-taksiran yang termuat didalamnya cukup akurat, sehingga tidak jauh berbeda dengan realisasinya. Untuk

25

bias melakukan penaksiran secara akurat diperlukan berbagai data, informasi dan pengalaman yang merupakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan didalam menyusun anggaran. Faktor-faktor tersebut antara lain berupa : a. Penjualan tahun-tahun lalu. b. Kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan masalah harga jual, syaratpembayaran barang yang dijual, pemilihan saluran distribusi dan sebagainya. c. Kapasitas produksi yang dimiliki perusahaan. d. Tenega kerja yang dimiliki perusahaan, baik jumlahnya maupun keterampilan dan keahliannya. e. Modal kerja yang dimiliki perusahaan. f. Fasilitas-fasilitas yang dimiliki perusahaan. g. Kebijakan-kebijakan perusahaan yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsifungsi perusahaan, baik di bidang pemasaran, produksi, pembelanjaan, administrasi maupun di bidang personalia.

2.3.2

Anggaran dalam Akuntansi Pertanggungjawaban

Akuntansi pertanggungjawaban dirancang untuk menilai prestasi manajer dengan tolak ukur anggaran. Dengan demikian, jika terjadi hal-hal yang menyimpang dari yang telah dianggarkan, akan mudah ditunjuk siapa yang bertanggungjawab. Organisasi yang baik adalah yang terbagi atas pusat-pusat pertanggungjawaban dan setiap manajernya mengetahui wewenang dan tanggungjawab masing-masing, merupakan tempat yang baik untuk keefektifan anggaran. Dalam rangka

26

pengendalian biaya, anggaran biaya harus disusun sesuai dengan tingkatan manajemen dalam organisasi. Tiap-tiap manajer pusat biaya harus mengajukan rancangan anggaran biaya untuk pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Seluruh rancangan anggaran ini akan ditampung oleh komite anggaran untuk dibahas kelayakannya dan dikombinasikan serta diselaraskan satu sama lain. Dalam proses pembahasan rancangan anggaran ini, terjadi negosiasi antara manajer pusat biaya dengan komite anggaran. Dengan demikian, setiap perubahan yang terjadi atas rancangan anggaran merupakan hasil kesepakatan antara kedua belah pihak. Rancangan anggaran yang telah disepakati ini kemudian disahkan oleh komite anggaran menjadi anggaran yang harus dilaksanakan dan menjadi tolak ukur prestasi para manajer.

Anggaran biaya yang disusun dengan pendekatan top-down dan bottom-up akan menimbulkan komitmen dalam diri para manajer untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Masing-masing manajer akan merasa bahwa anggaran tersebut adalah anggarannya dan mereka bersedia dinilai dengan tolak ukur anggaran tersebut. Anggaran yang partisipatif seperti inilah yang cocok untuk penerapan akuntansi pertanggungjawaban.

Untuk memenuhi konsep pertanggungjawaban, penyusun anggaran harus partisipatif, dalam arti melibatkan peran serta para manajer. Namun demikian, anggaran yang partisipatif tersebut tidak akan dengan sendirinya menciptakan tindakan bagi para manajer untuk melaksanakannya. Tindakan para manajer tergantung bagaimana mereka bereaksi terhadap informasi yang tercantum dalam anggaran. Reaksi tersebut

27

dapat bermacam-macam, tergantung pada motivasi masing-masing. Salah satu cara untuk membangkitkan motivasi adalah denganmenerapkan sistem penghargaan dalam perusahaan. Dalam hubungannya dengan akuntansi pertanggungjawaban, sistem penghargaan tersebut harus dihubungkan dengan keberhasilan manajer dalam melaksanakan anggaran pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya.

2.4 Relevansi Informasi Sebagai Dasar Pengambilan Keputusan

2.4.1

Akumulasi Data

Untuk memfasilitasi perbandingan periodik dari berbagai perencanaan anggaran, akumulasi dari pendapatan dan biaya aktual harus mengikuti pola jaringan pertanggungjawaban. Menurut Gary Siegel, Helene Ramanauskas-Marconi dalam Behavioral Accounting (Ohio: South-Western Publishing, Co., 1989), memerlukan tiga dimensi pengklasifikasian dari biaya dan pendapatan selama proses akumulasi data, yaitu: 1. Biaya diklasifikasikan berdasarkan pusat pertanggungjawaban. 2. Adanya klasifikasi biaya terkendali dan biaya tidak terkendali pada masingmasing pusat pertanggungjawaban. 3. Adanya klasifikasi berdasarkan tipe biaya (seperti biaya langsung, biaya overhead), atau berdasarkan lini (seperti biaya gaji, biaya persediaan, biaya bahan baku, biaya sewa, dll).

28

Tipe akumulasi data seperti ini dapat membantu manajemen dengan menyediakan informasi yang tepat dan berguna untuk beberapa dimensi dari kegiatan operasi perusahaan.

2.4.2

Penggolongan Biaya

Untuk memenuhi akuntansi pertanggungjawaban, biaya-biaya dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban harus diklasifikasi menurut controllability atau dapat tidaknya biaya tersebut dikendalikan oleh manajer pusat pertanggungjawaban. Dengan demikian terdapat biaya terkendali dan biaya tidak terkendalikan. Suatu biaya dikatakan terkendali jika biaya tersebut dapat dipengaruhi secara signifikan oleh seorang manajer pusat pertanggungjawaban dalam jangka waktu tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa setidak-tidaknya dikendalikan suatu biaya selalu dihubungkan dengan tingkatan manajemen dan jangka waktu. Suatu biaya tidak terkendalikan oleh manajer bagian tertentu mungkin terkendalikan oleh manajer departemen yang membawahinya atau oleh manajer bagian lain. Sebaliknya suatu biaya yang terkendalikan oleh manajer suatu departemen belum tentu terkendalikan oleh manajer bagian bawahnya. Dalam hubungannya dengan waktu, seluruh biaya dalam jangka panjang akan terkendalikan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi. Untuk menetapkan apakah suatu biaya dapat dikendalikan atau tidak oleh seorang manajer dapat digunakan pedoman sebagai berikut : a. Wewenang dalam perolehan dan penggunaan jasa atau aktiva.

29

Seorang manajer yang memiliki dalam perolehan maupun penggunaan jasa atau aktiva jelas dapat mempengaruhi jumlah biaya jasa atau penggunaan aktiva tersebut, sehingga biaya tersebut merupakan biaya yang terkendalikan olehnya. Sebagai contoh manajer pemasaran yang berwenang memutuskan media promosi dan jumlah biayanya, bertanggungjawab penuh atas terjadinya biaya tersebut.

b. Wewenang dalam penggunaan jasa atau aktiva. Seorang manajer mungkin tidak mempunyai wewenang dalam perolehan barang atau jasa, tetapi secara signifikan dapat mempengaruhi jumlah pemakaiannya. Dalam hal ini biaya pemakaian barang atau jasa tersebut merupakan biaya yang terkendalikan baginya, sehingga dia dapat dimintai pertanggungjawaban atas biaya tersebut. Sebagai contoh adalah biaya bahan baku. Manajer pembelian menentukan harga dan jumlah bahan yang dibeli, sedangkan manajer produksi menentukan jumlah pemakaiannya, sehingga manajer pembelian bertanggungjawab atas harga peolehan bahan baku, sedangkan manajer produksi bertanggungjawab atas biaya pemekaian bahan baku.

c. Seorang manajer yang secara signifikan tidak dapat mempengaruhi jumlah biaya dapat dibebani biaya tersebut jika manajemen puncak menghendaki agar dia menaruh perhatian, sehingga diharapkan dapat membantu manajer

30

lain yang bertanggungjawab untuk mempengaruhi biaya tersebut. Biaya reparasi dan pemeliharaan adalah tanggung jawab bagian bengkel, namun bagian produksi dapat dibebani dengan biaya tersebut karena pemakaian mesin dan peralatan turut mempengaruhi besarnya biaya tersebut. Biaya yang semula tidak terkendalikan oleh seorang manajer dapat diubah menjadi terkendalikan melalui dua cara, yaitu: 1. Mengubah dasar pembebanan dari alokasi ke pembebanan langsung. Biaya-biaya yang dialokasikan kepada pusat pertanggungjawaban dengan rumus-rumus tertentu merupakan biaya yang tidak terkendalikan karena tidak mencerminkan hubungan sebab-akibat, sehingga tidak

mencerminkan tanggungjawab manajer pusat pertanggungjawaban itu. Untuk mengubah menjadi biaya terkendalikan, biaya tersebut harus dibebankan sedemikian rupa sehingga dapat dipengaruhi secara signifikan oleh manajer pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan.

2.

Mengubah letak tanggung jawab pengambilan keputusan. Cara lain untuk mengubah biaya tak terkendalikan menjadi terkendalikan adalah dengan mengubah letak tanggungjawab pengambilan keputusan. Dengan pendelegasian wewenang dari manajemen puncak kepada manajer pusat pertanggungjawaban mengakibatkan manajer tersebut berada dalam posisi dapat mempengaruhi secra signifikan biaya-biaya tertentu yang semula berada diluar tanggungjawabnya.

2.4.3

Klasifikasi dan Kode Rekening

31

Akuntansi mencatat, menggolongkan, meringkas dan melaporkan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh perusahaan. Setiap transaksi diberi nama tertentu sebagai lambang dari transaksi tersebut. Nama-nama itu disebut dengan rekening. Rekeningrekening sejenis akan dikumpulkan dan diklasifikasikan kedalam suatu rekening tertentu. Dengan demikian, klasifikasi rekening bermanfaat sebagai wadah atau sarana untuk menampung semua transaksi yang terjadi dalam perusahaan. Berdasarkan laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi), rekening dibedakan atas : rekening neraca (riil), dan rekening laba-laba (nominal). Rekening neraca terdiri dari golongan aktiva, utang dan modal. Rekening laba-rugi terdiri dari kelompok-kelompok yang sejenis, seperti : penjualan, harga pokok penjualan, biaya produksi, biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum, dan pendapatan / biaya di luar usaha. Untuk memudahkan didalam proses pengolahan data, rekening-rekening perlu diberi kode karena dengan begitu data akan lebih mudah diidentifikasi. Dalam sistem akuntansi kode yang digunakan biasanya adalah angka, huruf, atau kombinasi keduanya. Daftar dari seluruh rekening beserta nomor kodenya disebut kerangka rekening atau chart of accounts. Dalam rangka pengendalian mencatat, biaya, sistem dan akuntansi melaporkan pertanggungjawaban biaya-biaya yang

menggolongkan,

meringkas

dihubungkan dengan tingkatan-tingkatan manajemen yang bertanggungjawab. Oleh karena itu, biaya-biaya harus digolongkan dan diberi kode sesuai dengan tingkattingkat manajemen dalam struktur organisasi. Setiap tingkat manajemen merupakan pusat biaya dan akan dibebani dengan biaya-biaya yang terjadi didalamnya, yang dipisahkan antara biaya terkendalikan dengan tidak terkendalikan.

32

2.5 Sistem Pelaporan Akuntansi Pertanggungjawaban

2.5.1

Evaluasi Kinerja Manajemen

Evaluasi kinerja masing-masing manajer harus dan hanya didasarkan pada pendapatan dan biaya yang dapat dikendalikan oleh manajer unit organisasi tersebut. Motivasi dari seorang manajer dapat hilang ketika manajer tersebut diberikan penghargaan atau hukuman atas tindakan yang berada diluar ruang lingkup pengendalian manajer tersebut. Namun demikian seringkali pengendalian menjadi hal yang dapat dibagi dan bukannya absolut atas tindakan tertentu. Hal tersebut harus menjadi perhatian penting bagi manajemen puncak. Menentukan standar yang akan digunakan sebagai dasar penilaian prestasi kerja dari manajemen menjadi hal yang sangat krusial baik bagi manajemen puncak maupun manajer bawahan. Suatu standar merupakan bentuk antisipasi atas situasi dan kondisi tertentu dimasa mendatang. Perancangan standar yang efektif memerlukan kombinasi antara pengalaman, penilaian dan kapasitas prediksi dari semua personel yang mempunyai tanggung jawab untuk menentukan kebijakan harga dan kuantitas produk. Data historis merupakan awal tindakan yang baik untuk menentukan standar kinerja manajemen. Data tersebut harus diperbaharui sebagai bentuk antisipasi atas perubahan teknologi, layout perencanaan, metode produksi yang baru maupun produktifitas karyawan.

2.5.2

Pelaporan Realisasi Anggaran Kualitatif

33

Laporan pertanggungjawaban harus dinyatakan dalam bentuk yang simple. Jika laporan tersebut terlalu kompleks mana manajer akan mengalami kesulitan dalam menganalisis kegiatan operasi perusahaan. Laporan pertanggungjawaban harus menyajikan jumlah anggaran dan jumlah aktual dari pendapatan dan biaya yang dapat dikendalikan. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi harus menjadi perhatian yang penting dan hal tersebut merupakan hakekat dari management by exception. Komunikasi reguler antara penyaji laporan dengan pengguna laporan pertanggungjawaban harus selalu dilakukan untuk memastikan relevansi dari informasi yang disajikan tersebut. Lebih lanjut, laporan pertanggungjawaban harus diterbitkan dengan dasar waktu yang efisien dan efektif. Di dalam penyajian laporan pertanggungjawaban selisih yang terjadi antara aktual dengan anggaran harus dianalisis dan di selidiki sebab terjadinya. Selisih dapat disebabkan oleh kesalahan atau penyimpangan didalam pelaksanaan atau karena standarnya sendiri yang salah. Selisih yang disebabkan oleh kesalahan standar dikenal dengan panning variance, sedangkan selisih yang disebabkan oleh kesalahan atau penyimpangan didalam pelaksanaan dikenal dengan control varience. Control varience dapatdisebabkan oleh faktor-faktor diluar kendali manajer yang bersangkutan sehingga tidak

mencerminkan prestasi manajer tersebut dan faktor-faktor yang berada dalam kendali manajer yang bersangkutan sehingga mencerminkan prestasinya. Dengan

mengetahui sebab terjadinya selisih, manajemen dapat menentukan tindakan korektif yang perlu dilakukan dan penghargaan / sanksi yang pantas diberikan kepada manajer yang bersangkutan.

2.5.3

Pelaporan Akuntansi Pertanggungjawaban Instansi

34

2.5.3.1 Laporan Keuangan Instansi Laporan keuangan instansi adalah bentuk pertanggungjawaban instansi pemerintah atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan.(Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.05/2007/38). Dasar hukum penyusunan laporan keuangan instansi pemerintah : 1. 2. 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. 7. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-51/PB/2008 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga.

Penjelasan atas hasil Laporan Keuangan menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.05/2007 sebagai berikut:

35

1. Laporan Realisasi Anggaran, yang selanjutnya disingkat LRA, adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer,

surplus/deficit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggaran dalam suatu periode. 2. Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah, yaitu asset, utang, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. 3. Laporan Arus Kas, yang selanjutnya disingkat LAK, adalah laporan yang menyajikan informasi arus masuk dan keluar kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktifitas operasi, investasi aset non-keuangan, pembiayaan dan non-anggaran. 4. Catatan Atas Laporan Keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terperinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA, Neraca, dan LAK dalam rangka pengungkapan yang memadai.

2.5.3.2 Penyusunan Laporan Realisasi Anggaran Instansi

Laporan Realisasi Anggaran disusun menggunakan basis kas yaitu basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima pada Kas Umum Negara (KUN) atau dikeluarkan dari KUN. Penyajian aset, kewajiban, dan ekuitas dana dalam Neraca diakui berdasarkan basis akrual, yaitu pada saat diperolehnya hak atas aset dan timbulnya kewajiban tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dikeluarkan dari KUN.

36

Penyusunan dan penyajian LK telah mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Dalam penyusunan LK telah diterapkan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan yang sehat di lingkungan pemerintahan. Prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan dalam penyusunan LK adalah:(1)

Pendapatan Pendapatan adalah semua penerimaan KUN yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah pusat dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah pusat. Pendapatan diakui pada saat kas diterima pada KUN. Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Pendapatan disajikan sesuai dengan jenis pendapatan.

(2)

Belanja Belanja adalah semua pengeluaran KUN yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh

pembayarannya kembali oleh pemerintah pusat. Belanja diakui pada saat terjadi pengeluaran kas dari KUN. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran, pengakuan belanja terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Belanja disajikan di muka (face) laporan keuangan menurut klasifikasi ekonomi/jenis belanja, sedangkan di Catatan atas Laporan Keuangan, belanja disajikan menurut klasifikasi organisasi dan fungsi.

37

(3)

Aset Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non-keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Dalam pengertian aset ini tidak termasuk sumber daya alam seperti hutan, kekayaan di dasar laut, dan kandungan pertambangan. Aset diakui pada saat diterima atau pada saat hak kepemilikan berpindah. Aset diklasifikasikan menjadi Aset Lancar, Investasi, Aset Tetap, dan Aset Lainnya. a. Aset Lancar Aset Lancar mencakup kas dan setara kas yang diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Aset lancar ini terdiri dari kas, piutang, dan persediaan. Kas disajikan di neraca dengan menggunakan nilai nominal. Kas dalam bentuk valuta asing disajikan di neraca dengan menggunakan kurs tengah BI pada tanggal neraca. Piutang dinyatakan dalam neraca menurut nilai yang timbul berdasarkan hak yang telah dikeluarkan surat keputusan penagihannya. Tagihan Penjualan Angsuran (TPA) dan Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang

38

akan jatuh tempo 12 (dua belas) bulan setelah tanggal neraca disajikan sebagai bagian lancar TPA/TGR. Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Persediaan dicatat di neraca berdasarkan: harga pembelian terakhir, apabila diperoleh dengan pembelian, harga standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri, harga wajar atau estimasi nilai penjualannya apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan.

b. Investasi Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomik seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Investasi pemerintah diklasifikasikan kedalam investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki dalam kurun waktu setahun atau kurang. Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki selama lebih dari setahun. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman investasinya, yaitu

39

non permanen dan permanen. (i) Investasi Non Permanen Investasi non permanen adalah investasi jangka panjang yang tidak termasuk dalam investasi permanen dan dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. Investasi non permanen sifatnya bukan penyertaan modal saham melainkan berupa pinjaman jangka panjang yang dimaksudkan untuk pembiayaan investasi perusahaan negara/ daerah, pemerintah daerah, dan pihak ketiga lainnya. Investasi Non Permanen meliputi: Seluruh dana pemerintah yang bersumber dari dana pinjaman luar negeri yang diteruspinjamkan melalui Subsidiary Loan Agreement (SLA) dan dana dalam negeri dalam bentuk Rekening Dana Investasi (RDI) dan Rekening Pembangunan Daerah (RPD) yang dipinjamkan kepada BUMN/BUMD dan Pemda. Seluruh dana pemerintah yang diberikan dalam bentuk Pinjaman Dana Bergulir kepada pengusaha kecil, anggota koperasi, anggota Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), nasabah Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), nasabah Usaha Simpan Pinjam/Tempat Simpan Pinjam (USP/TSP) atau nasabah BPR.

(ii) Investasi Permanen

40

Investasi

Permanen untuk

adalah dimiliki

investasi secara

jangka

panjang

yang

dimaksudkan permanen

berkelanjutan.

Investasi atau

dimaksudkan

untuk

mendapatkan

dividen

menanamkan pengaruh yang signifikan dalam jangka panjang. Investasi permanen meliputi seluruh Penyertaan Modal Negara (PMN) pada perusahaan negara, lembaga internasional, dan badan usaha lainnya yang bukan milik negara. PMN pada badan usaha atau badan hukum lainnya yang sama dengan atau lebih dari 51 persen disebut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Hukum Milik Negara (BHMN). PMN pada badan usaha atau badan hukum lainnya yang kurang dari 51 persen (minoritas) disebut sebagai Non BUMN. PMN dapat berupa surat berharga (saham) pada suatu perseroan terbatas dan non surat berharga, yaitu kepemilikan modal bukan dalam bentuk saham pada perusahaan yang bukan perseroan. Penilaian investasi jangka panjang diprioritaskan menggunakan metode ekuitas. Jika suatu investasi bisa dipastikan tidak akan diperoleh kembali atau terdapat bukti bahwa investasi hendak dilepas, maka digunakan metode nilai bersih yang direalisasikan. Investasi dalam bentuk pinjaman jangka panjang kepada pihak ketiga dan non earning asset atau hanya sebagai bentuk partisipasi dalam suatu organisasi, seperti penyertaan pada lembaga-lembaga keuangan internasional, menggunakan metode biaya.

41

Investasi dalam mata uang asing dicatat berdasarkan kurs tengah BI pada tanggal transaksi. Pada setiap tanggal neraca, pos investasi dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah BI pada tanggal neraca.

c. Aset Tetap Aset tetap mencakup seluruh aset yang dimanfaatkan oleh pemerintah maupun untuk kepentingan publik yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. d. Aset Lainnya Aset Lainnya adalah aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka panjang, dan aset tetap. Termasuk dalam Aset Lainnya adalah Tagihan Penjualan Angsuran (TPA), Tagihan Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang jatuh tempo lebih dari satu tahun, Kemitraan dengan Pihak Ketiga, Dana yang Dibatasi Penggunaannya, Aset Tak Berwujud, dan Aset Lain-lain. TPA menggambarkan jumlah yang dapat diterima dari penjualan aset pemerintah secara angsuran kepada pegawai pemerintah yang dinilai sebesar nilai nominal dari kontrak/berita acara penjualan aset yang bersangkutan setelah dikurangi dengan angsuran yang telah dibayar oleh pegawai ke kas negara atau daftar saldo tagihan penjualan angsuran. TGR merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap bendahara/ pegawai negeri bukan bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu

42

kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan oleh bendahara/pegawai tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugasnya. TPA dan TGR yang akan jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal neraca disajikan sebagai aset lainnya. Kemitraan dengan pihak ketiga merupakan perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha yang dimiliki. Aset Tak Berwujud merupakan aset yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual. Aset Tak Berwujud meliputi software komputer; lisensi dan franchise; hak cipta (copyright), paten, goodwill, dan hak lainnya, hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang. Aset Lain-lain merupakan aset lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam TPA, Tagihan TGR, Kemitraan dengan Pihak Ketiga, maupun Dana yang Dibatasi Pengg unaannya. Aset lain-lain dapat berupa aset tetap pemerintah yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah.

(4)

Kewajiban Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi

43

pemerintah. Dalam konteks pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintahan lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundangundangan. Kewajiban pemerintah diklasifikasikan kedalam kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.a. Kewajiban Jangka Pendek

Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika diharapkan untuk dibayar atau jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban jangka pendek meliputi Utang Kepada Pihak Ketiga, Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), Bagian Lancar Utang Jangka Panjang, Utang Bunga (accrued interest) dan Utang Jangka Pendek Lainnya.b. Kewajiban Jangka Panjang

Kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang jika diharapkan untuk dibayar atau jatuh tempo dalam waktu lebih dari dua belas bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai kewajiban pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung. Aliran ekonomi sesudahnya seperti transaksi pembayaran, perubahan

44

penilaian karena perubahan kurs mata uang asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan dengan

menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut.

(5)

Ekuitas Dana Ekuitas dana merupakan kekayaan bersih pemerintah, yaitu selisih antara aset dan utang pemerintah. Ekuitas dana diklasifikasikan Ekuitas Dana Lancar dan Ekuitas Dana Investasi. Ekuitas Dana Lancar merupakan selisih antara aset lancar dan utang jangka pendek. Ekuitas Dana Investasi mencerminkan selisih antara aset tidak lancar dan kewajiban jangka panjang. BAB III METODOLOGI

3

Aa

3.1 Metode Penelitian

Penulisan ilmiah atau karya ilmiah memerlukan suatu metode untuk mencapai hasil yang baik. Definisi metodologi menurut Gorys Keraf adalah Kerangka teoritis yang dipergunakan oleh penulis dalam menganalisa, mengerjakan atau mengatasi masalah yang dihadapi itu (Gorys Keraf, 2004:354). Kerangka teoritis merupakan metodemetode ilmiah yang akan diterapkan dalam pelaksanaan penulisan Tugas Akhir ini.

45

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan cara untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penyusunan Tugas Akhir. Metode yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Metode Observasi Metode observasi adalah Metode pengumpulan data dengan jalan pengamatan dan penelitian secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki (Marzuki, 2001:58). Observasi dilakukan pada bagian bendaharawan dengan mengamati secara langsung terhadap proses penyusunan dan pelaporan serta penggolongan kode mata anggaran untuk dana APBN yang diterima. 2. Metode Wawancara atau Interview Metode wawancara merupakan Cara pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan tujuan penelitian (Marzuki, 2001:62). Metode ini dilaksanakan dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada ibu Suci Wulandari sekalu kepala staff bendaharawan mengenai anggaran APBN yang diterima dan penggolongan kode mata anggaran. 3. Studi Pustaka Studi pustaka yaiu cara untuk mengumpulkan data dengan cara membaca buku-buku atau bahan-bahan kepustakaan yang berhubungan

46

dengan masalah yang dibahas dalam penulisan (Gorys Keraf, 2004 : 187). Dalam hal ini penulis mengumpulkan data dari laporan anggaran APBN dan laporan pertanggungjawaban penggunaan APBN, gambaran umum Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dan sumber data yang ada di KPKNL, serta buku penulisan ilmiah untuk penyusunan laporan Tugas Akhir ini.

3.3 Jenis Data dan Sumber Data

3.3.1

Data Menurut Jenisnya

Data menurut jenisnya dibagi menjadi dua yaitu ; 1. Data Kuantitatif Data kuantitatif adalah Data yang bisa dihitung atau bisa diukur, misalnya banyaknya absensi, besar gaji, lama bekerja dan sebagainya (Marzuki, 2001 : 55). Data kuantitatif digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah daftar-daftar kode mata anggaran APBN yang sudah tercantum besarnya jumlah dana yang sudah dianggarkan. 2. Data Kualitatif

47

Data kualitatif adalah Data yang diukur secara tidak langsung seperti ketrampilan, aktifitas, sikap dan sebagainya (Marzuki, 2001:55). Data kualitatif digunakan untuk menggambarkan gambaran umum perusahaan, proses penyusunan laporan penggunaan dana dan penjelasannya.

3.3.2

Data Menurut Sumbernya

Data menurut sumbernya dibagi menjadi dua yaitu :

1.

Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya (Marzuki, 2001: 55). Data primer diperoleh penulis dengan melakukan observasi dan wawancara atau interview dengan pihak Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surakarta.

2.

Data Sekunder Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti misalnya dari biro statistik, majalah, keterangan-keterangan dan publikasi lainnya (Marzuki, 2001: 56). Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka.

48

3.4 Metode Penulisan

1.

Metode Eksposisi Metode Eksposisi adalah Metode penulisan yang dipergunakan untuk menyajikan analisa seorang penulis mengenai suatu pokok masalah tanpa kecenderungan untuk mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca (Yudiono K.S, 1984: 22). Metode Eksposisi digunakan untuk menyajikan data laporan anggaran APBN dan realisasi anggaran tahun 2008 yang akan digunakan dalam perbandingan anggaran dan realisanya dengan metode analisa laporan keuangan komparatif (Comparative financial statement analysis)

2.

Metode Deskripsi Sugestif Deskripsi adalah Tulisan yang berisi pemaparan (deskripsi, paparan, uraian) tentang suatu objek sebagaimana adanya pada waktu tertentu (Yudiono K.S, 1984:19). Metode deskripsi sugestif memperkenalkan tentang gambaran umum tentang Kantor Pelayanan Kekayaan dan Lelang (KPKNL) Surakarta.

3.5 Metode Analisis Data

49

Penulis melakukan analisis dengan cara membandingkan antara teori-teori yang penulis miliki dengan data-data yang di dapat dari studi kasus. Dalam analisis ini penulis melakukan pemahaman akan kondisi-kondisi yang ada dalam perusahaan, kemudian melakukan analisis perbedaan-perbedaan yang terjadi, dan menentukan apakah perbedaan-perbedaan itu menyangkut hal-hal yang principal, dari analisis ini penulis dapat menyimpulkan tentang efisiensi dan efektifitas penerapan sistem akuntansi pertanggungjawaban

BAB IV PEMBAHASAN

4

A

4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Berdirinya Perusahaan

KPKNL Surakarta merupakan salah satu instansi vertical dibawah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yakni unit eselon satu Departemen Keuangan Republik Indonesia. Sejarah terbentuknya KPKNL Surakarta tidak terlepas dari sejarah berdirinya DJKN. Pada tahun 1955, dalam rangka pengamanan keuangan

50

Negara, Penguasa Perang Pusat membentuk Panitia Penyelesaian Tunggakantunggakan Utang kepada Yayasan Pembelian dan Perbekalan, yang kemudian berubah nama menjadi Panitia Penyelesaian Piutang Negara (P3N). Tugasnya yaitu menyelesaikan segala tunggakan utang para pedagang/instansi pemilik pemerintah. Rapat Cipayung pada tanggal 25-26 Oktober 1960 memutuskan bahwa ruang lingkup dan wewenang P3N perlu diperluas dan dipertegas dalam rangka pengurusan piutang negara yang cepat dan efisien. Dalam rapat tersebut di hasilkan suatu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960, sehingga secara resmi terbentuklah Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Berdasarkan pasal 4 UU No. 49 tahun 1960, PUPN bertugas mengurus piutang negara yang berdasarkan peraturan yang telah diserahkan kepadanya oleh pemerintah atau badan-badan Negara, dan melakukan pengawasan terhadap piutangpiutang yang dikeluarkan negara atau badan-badan negara apakah kredit tersebut benar-benar dipergunakan sesuai permohonan atau syarat-syarat pemberian kredit. Berdasarkan namanya, PUPN merupakan sebuah panitia interdepartemental yang beranggotakan pejabat-pejabat angkatan perang dan pejabat pemerintah lain. Pada awalnya PUPN berperan sebagai pembuat (produk hukum) pengurusan piutang negara sekaligus sebagai pelaksana di lapangan (petugas operasional). Akan tetapi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1976 dibentuklah Badan Urusan Piutang Negara yang disebut dengan BUPN, dan PUPN berfungsi sebagai pembuat keputusan atau produk hukum pengurusan piutang negara. Adapun yang melaksanakan tugas pengurusan adalah BUPN yang berada di Departemen kepada yayasan

51

Keuangan. BUPN mempunyai instansi vertical di daerah yang terdiri atas Kantor Wilayah (Kanwil) BUPN di daerah tingkat I dan satuan organisasi di bawahnya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden No. 21 tahun 1991 Subdit Lelang yang sebelumnya berada di bawah naungan Direktorat Jendral Pajak digabung dengan BUPN sehingga BUPN berubah nama menjadi Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Dengan demikian di setiap Kanwil terdapat dua jenis satuan organisasi yang berada dibawahnya yaitu: Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara (KP3N) dan Kantor Lelang (KLN). Namun demikian, setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 109 tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon 1 Departemen sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 47 tahun 2002, BUPLN diubah menjadi Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara. Selanjutnya Menteri Keuangan menindaklanjuti dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 445/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Wilayah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara dan Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2NL). Berdasarkan Keputusan Menteri ini perubahan yang mendasar pada struktur organisasi DJPLN dimana dua kantor yaitu KP3N dan KLN digabung menjadi satu menjadi KP2LN. Mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor

445/KMK.01/2001 KP2LN Surakarta adalah instansi vertical DJPLN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kantor Wilayah V DJPLN Semarang.

52

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 2006 tentang Perubahan Unit Eselon I di Lingkungan Departemen Keuangan Republik Indonesia dari Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), organisasi Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) berubah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Satuan organisasi Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) di bawah DJPLN berubah menjadi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Kantor Pelayanan dan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surakarta berdiri seiring dengan adanya reorganisasi di Departemen Keuangan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor : 95 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan peraturan Presiden Nomor : 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan Jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral Kekayaan Negara. Saat ini Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surakarta Menempati gedung di Jalan Ki Mangun Sarkoro Nomor: 141 Surakarta dengan Telp. 0271.723644, Fax 0271 723693

4.1.2

Tugas dan Fungsi KPKNL Surakarta

Seiring dengan adanya rorganisasi di tubuh Departemen Keuangan, dan kemudian berimbas pada reorganisasi Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara berdasar peraturan Menteri Keuangan Nomor :

53

100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaiman dan berdasar Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 102/PMK.01/2008 tersebut, maka tugas dan fungsi KPKNL adalah

4.1.2.1 Tugas KPKNL Surakarta Melaksanakan pelayanan dibidang kekayaan Negara, penilaian piutang Negara dan Lelang

4.1.2.2 Fungsi KPKNL Surakarta 1. Inventarisasi, pengadministrasian, pendayagunaan, pengamanan kekayaan Negara. 2. Registrasi, verifikasi dan analisa pertimbangan permohonan pengalihan serta penghapusan kekayaan Negara; 3. Registrasi penerimaan berkas, penetapan, penagihan, pengelolaan barang jaminan, eksekusi, pemeriksaan harta kekayaan milik penanggung hutang/penjamin hutang; 4. Penyiapan bahan pertimbangan atas permohonan keringanan jangka waktu dan/atau jumlah hutang, usul pencegahan dan penyanderaan penanggung hutang dan/atau penjamin hutang, serta penyiapan data usul penghapusan piutang Negara; 5. Pelaksanaan pelayanan penilaian; 6. Pelaksanaan pelayanan lelang; 7. Penyajian informasi bidang kekayaan Negara, penilaian, piutang Negara dan lelang;

54

8. Pelaksanaan penetapan dan penagihan piutang Negara serta pemeriksaan kemampuan penanggung hutang atau penjamin hutang dan eksikusi barang jaminan; 9. Pelaksanaan pemeriksaan barang jaminan milik penanggung hutang atau penjamin hutang serta harta kekayaan lain; 10. Pelaksanaan bimbingan kepada Penjabat lelang; 11. Inventarisasi, pengamanan, dan pendayaguaan barang jaminan; 12. Pelaksanaan pemberian pertimbangan dan bantuan hukum pengurusan piutang Negara dan Lelang; 13. Verikasi dan pembukuan penerimaan pembayaran piutang Negara dan hasil lelang; 14. Pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Kekayaan dan Lelang

4.1.3

Struktur Organisasi dan Tugas Masing-masing Bagian

4.1.3.1 Stuktur Organisasi Struktur organisasi (disain organisasi) dapat didefinisikan sebagai mekanismemekanisme formal dengan mana organisasi dikelola. Struktur organisasi

menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan diantara fungsi-fungsi, bagian-bagian atau posisi-posisi, maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan, tugas, wewenang dan tangung jawab yang berbeda-beda

55

dalam suatu organisasi. Struktur ini mengandung unsur-unsur spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan dan besaran (ukuran) satuan kerja(T. Hani Handoko, 2001:169). Struktur

Organisasi disusun agar dapat menjalin suatu kerjasama yang harmonis berdasarkan atas hak dan kewajiban serta tanggung jawab masing-masing orang untuk mencapai tujuan perusahaan. Dengan bagan struktur organisasi tersebut dapat diketahui hubungan antar tugas, fungsi, tanggung jawab dan wewenang. Hal ini ditunjukkan dengan kontak dan garis yang disusun menurut kedudukan setiap orang yang ada dalan organisasi tersebut. Struktur organisasi Kantor Pelayanan Kekayaan dan Lelang Surakarta terdiri dari : a. Kepala Kantor b. Sub Bagian Umum c. Seksi Pengolaan Kekayaan Negara d. Seksi Pelayanan Penilaian e. Seksi Piutang Negara f. Seksi Pelayanan Lelang g. Seksi Hukum dan Informasi h. Kelompok Jabatan Fungsional

GAMBAR 1 BAGAN ORGANISASI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG (KPKNL) SURAKARTA

Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang

Sub bagian Umum

56

Sumber : Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Surakarta, 2009

4.1.3.2 Tugas Masing-masing Bagian

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Tugas dan tanggung jawab dari beberapa bagian dalan struktur organisasi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surakarta sebagai berikut :

4.1.3.2.1

Kepala Kantor

57

Kepala kantor Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang mempunyai tugas mengawasi pelaksanaan tugas bawahan masing-masing dan apabila terjadi penyimpangan wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4.1.3.2.2

Sub Bagian Umum

Sub bagian umum mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, rumah tangga, dan pengkoordinasian penyelesaian temuan hasil pemeriksaan aparat pengawasan fungsional, penyiapan bahan penyusunan rencana strategis dan laporan akuntabilitas, serta penatausahaan, pengamanan, pengawasan barang milik Negara dilingkungan KPKNL.

4.1.3.2.3

Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara

Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penetapan status penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, bimbingan teknis, pengawasan dan pengendalian, penatausahaan dan penyusunan daftar barang milik Negara/kekayaan Negara.

4.1.3.2.4

Seksi Pelayanan Penilaian

Seksi Pelayanan Penilaian mempunyai tugas melakukan penilaian yang meliputi identifikasi permasalahan, survey pendahuluan, pengumpulan dan analisa data, penerapan metode penilaian, rekonsiliasi nilai serta kesimpulan nilai dan laporan penilaian untuk kepentingan penilaian kekayaan Negara, sumber daya alam, real

58

property, property khusus dan usaha serta penilaian atas permintaan badan hokum Pemerintah dan penilaian terhadap obyek-obyek penilaian yang diamanatkan oleh undang-undang atau peratuan pemerintah.

4.1.3.2.5

Seksi Piutang Negara

Seksi Piutang Negara mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penetapan dan penagihan piutang Negara serta pemeriksaan kemampuan penanggung hutang dan/atau penjamin hutang, pemblokiran, eksekusi barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain,pemberian pertimbangan keraingan hutang, pengusulan pencegahan keluar wilayah RI, pengusulan dan pelaksanaan paksa jalan, penyiapan pertimbangan penyelesaian atau penghapusan piutang Negara, inventarisasi piutang Negara,

pemeriksaan barang jaminan milik penanggung hutang, serta inventarisasi, registrasi, pengamanan, pendayagunaan, dan pemasaran barang jaminan.

4.1.3.2.6

Seksi Pelayanan Lelang

Seksi pelayanan lelang mempunyai tugas melakukan pemeriksaan dokumen persyaratan lelang dan dokumen objek lelang, penyiapan dan pelaksanaan lelang, srta penyusunan minuta risalah lelang, pelaksana verifikasi dan penatausahaan risalah lelang, pembukuan penerimaan hasil lelang, pembuatan salinan, petikan dan grosse

59

risalah lelang, penggalian potensi lelang, pelaksanaan superintendensi Pejabat Lelang serta pengawasan Balai Lelang dan Pengawasan lelang pada Perum Pegadaian dan lelang kayu kecil oleh PT.Perhutani (Persero).

4.1.3.2.7

Seksi Hukum dan Informasi

Seksi Hukum dan Informasi mempunyai tugas melakukan registrasi dan penatausahaan berkas kasus piutang Negara, pencatatan surat permohonan lelang, penyajian informasi, pemberian pertimbangan dan bantuan hokum kekayaan Negara, penilaian, pengurusan piutang Negara dan lelang, serta verifikasi penerimaan pembayaran piutang Negara dan hasil lelang.

4.1.3.2.8

Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masingberdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4.1.4

Visi dan Misi KPKNL Surakarta

Visi dan Misi KPKNL Surakarta tidak terpisahkan dengan Visi Misi DJKN karena penjabaran dari visi misi akan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan :

60

4.1.4.1 Visi KPKNL Surakarta Menjadi Pengelola Kekayaan Negara, Piutang Negara dan Lelang yang bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

4.1.4.2 Misi KPKNL

Misi dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surakarta 1. Optimalisasi penerimaan, efisiensi pengeluaran, dan efektifitas pengelolaan Kekayaan Negara; 2. Mengamankan kekayaan Negara; 3. Mewujudkan nilai kekayaan Negara yang riil dan dapat dijadikan sebagai acuan; 4. Melaksanakan pengurusan Piutang Negara yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel 5. Mewujudkan lelang sebagai instrument jual beli.

4.1.5

Wilayah Kerja KPKNL Surakarta

Wilayah kerja KPKNL Surakarta sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 102/PMK.01/2008 1. Kota Surakarta 2. Kabupaten Boyolali 3. Kabupaten Karanganyar 4. Kabupaten Klaten 5. Kabupaten Sukoharjo

61

6. Kabupaten Wonogiri 7. Kabupaten Sragen

4.1.6

Potensi KPKNL Surakarta 1. Piutang Negara Berdasar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal DJKN Jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 122/PMK.01/2007 tentang keanggotaan dan Tata Kerja Panitia Urusan Piutang Negara penyerah piutang di wilayah kerja KPKNL Surakarta sebagai berikut :

a.

Perbankan 1) PT. BRI (Persero) Sebanyak 8 kantor cabang 2) PT. BNI (persero) Sebanyak 5 kantor cabang 3) PT. BTN (persero) sebanyak 1 kantor cabang 4) PT. Bank Mandiri (Persero) sebanyak 2 kantor cabang 5) PT. BPD Jawa Tengah sebanyak 7 kantor cabang 6) Bank Harapan Santosa 7) PD. Bank Pasar Sebanyak 4 kantor

b.

Non Perbankan 1) RS. Ortopedi Surakarta 2) RS. Soeradji Tirtonegoro,Klaten 3) Kantor Pengawasan dan Pelayanan Tipe A Bea Cukai Surakarta

62

Sejak adanya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah Jo. Surat edaran Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor SE-01/KN/2006 tanggal 11 Desember 2006 dinyatakan bahwa terhitung sejak 6 Oktober 2006 PUPN/KP2LN sekarang KPKNL tidak lagi menerima penyerahan pengurusan piutang perusahaan Negara/Daerah. Berkas Piutang Negara yang saat ini diangani adalah penyerahan sebelum oktober 2006 dan penyerahan baru dari instansi pemerintah, badan layanan umum.

2.

Pelayanan Lelang

Jenis pelayanan lelang yang dilakukan oleh KPKNL Surakarta adalah : a. Lelang Eksekusi, meliputi : Pengadilan Negeri/Agama, Hak Tanggungan, Fiducia, kepailitan, curator, PUPN, Sitaan, Rampasan, Temuan. b.Lelang Non Eksekusi, meliputi : Perhutani/Kayu dari tangan pertama, BUMN/BUMD, Pemerintah Pusat/Daerah, Sukarela, Balai Lelang.

3.

Pengelolaan Kekayaan Negara dan Penilaian

Potensi di wilayah kerja KPKNL Surakarta dalam hal inventarisasi dan penilaian kekayaan Negara meliputi 226 satker dan 4 asset Cina/Asing.

63

4.1.7

Layanan Unggulan KPKNL Surakarta

Pelayanan merupakan serangkaian kegiatan, karena itu pelayanan juga merupakan suatu proses. Sebagai proses, pelayanan berlangsung secara rutin dan

berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan orang dalam masyarakat (Munir, 2000; 17). Masih banyak pengertian pelayanan yang dikemukakan oleh beberapa pakar yang lain. Pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa pelayanan yang baik yang dilakukan oleh suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta termasuk bidang administrasi harus memuat beberapa aspek, antara lain : 1. Keterbukaan, yaitu adanya informasi pelayanan yang berupa loket informasi yang dimilikinya dan terpampang dengan jelas ; 2. Kesederhanaan yaitu mencakup prosedur palayanan dan persyaratan pelayanan 3. Kepastian yaitu menyangkut informasi waktu, biaya dan petugas pelayanan yang jelas ; 4. Keadilan yaitu memberi perhatian yang sama terhadap pelanggan tanpa adanya diskriminasi yang dapat dilihat dari materi atau kedekatan seseorang ; 5. Keamanan dan kenyamanan hasil produk pelayanan memenuhi kualitas teknis dan dilengkapi dengan jaminan purna pelayanan secara administrasi 6. Perilaku petugas pelayanan menyenangkan pelanggan, yaitu harus tanggap dan peduli dalam memberikan pelayanan dengan tidak mempersulit pelanggan untuk mencari keuntungan pribadi.

64

Berkaitan dengan adanya reformasi birokrasi di Departemen Keuangan diterbitkan surat edaran Nomor : 09/2007 tentang standart Operating Prosedure. Untuk KPKNL Surakarta jenis pelayanan tersebut meliputi :

a. Pelayanan Kekayaan negara

Pelayanan

di

bidang

kekayan

Negara

yaitu

pelayanan

inventarisasi,

pengadministrasian, pendayagunaan,pengamanan dan pemeliharaan terhadap kekayaan Negara, penghapusan, pemindahtanganan, pembinaan, pengawasan, pengendalian, pemantauan, penatausahaan, akuntansi, dan penyusunan daftar barang milik Negara serta penetapan status penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan dan penghapusan barang milik Negara/ kekayaan Negara.

b. Pelayanan Piutang Negara

Pelayanan di bidang Piutang Negara yaitu pelayanan terhadap pengurusan piutang Negara, evaluasi pelaksanaan pengurusan piutang Negara, pemberian bahan pertimbangan atas usul penghapusan piutang instansi pemerintah daerah, paksa badan atau penyelesaian piutang Negara, penyiapan bahan penetapan persetujuan / penolakan keringanan hutang, serta bimbingan teknis pengelolaan barang jaminan dan pemeriksaan harta kekayaan atau barang jaminan yang tidak diketemukan milik penanggung hutang atau penjamin hutang.

c. Pelayanan Lelang

Pelayanan di bidang Lelang yaitu pelayanan terhadap penggalian potensi, pemantauan, bimbingan teknis, evaluasi, verifikasi,penatausahaan risalah lelang,

65

pengembangan lelang, penyiapan bahan pengawasan lelang, pelaksanaan pemeriksaan kinerja lelang, pembukuan hasil lelang, dan bimbingan terhadap Profesi Pejabat Lelang, dan Jasa Lelang, serta pengawasan lelang.

Disamping itu, KPKNL Surakarta menerapkan pelayanan satu tempat atau pelayanan terpadu sehingga pengguna jasa (stake holder) KPKNL Surakarta akan terlayani dengan baik.

4.1.8

Slogan KPKNL Surakarta

Dengan semakin banyaknya tuntunan masyarakat dalam bidang pelayanan public maka KPKNL Surakarta bertekad mewujudkan pelayanan yang professional sehingga menetapkan motto PROFESIONALISME ADALAH LAYANAN KAMI.

4.2 Pembahasan

4.2.1

Analisis Penggolongan Kode Mata Anggaran

66

Salah satu syarat penerapan akuntansi pertanggungjawaban adalah adanya klasifikasi dan Kode Perkiraan tiap akun. Sistem akuntansi pertanggungjawaban merupakan sistem pengumpulan biaya untuk pengendalian biaya yaitu dengan cara menggolongkan, mencatat dan meringkas biaya-biaya dengan tingkat manajemen yang bertanggung jawab. Setiap tingkat manajemen merupakan pusat biaya dan akan dibebani biaya-biaya yang terjadi di dalamnya dan dipisahkan antara biaya terkendali dengan biaya tidak terkendali. Tujuan mengklasifikasikan Kode Perkiraan buku besar di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surakarta adalah untuk memudahkan penyusunan laporan keuangan dan sebagai pengendali penggunaan anggaran Negara dan penerimaan Negara. Berikut ini adalah pengelompokan atas Kode Perkiraan adalah sebagai berikut: 11. Kode Perkiraan Keuangan (Aktiva Lancar) 13. Kode Perkiraan Aktitva Tetap 21. Kode Perkiraan Pendapatan Ditangguhkan dan Utang KUN 31. Kode Perkiraan Cadangan Persediaan 32. Kode Perkiraan Investasi pada Aktiva Tetap 42. Kode Perkiraan Estimasi Pendapatan 51. Kode Perkiraan Belanja 52. Allotment perkiraan Belanja 53. Kode Perkiraan Belanja Modal Berikut ini table kode mata anggaran pada KPKNL Surakarta. Tabel 1 Susunan Kode Mata Anggaran Kegiatan KPKNL Surakarta

67

Kode Perkiraan 111711 113712 115111 115199 131111 131311 131511 212411 212511 311411 321211 423227 423228 521219 524111 524119 423221 423227 423228 423291

Nama Perkiraan

Kas di Bendahara Penerimaan Piutang dari KPPN Barang Konsumsi Persediaan lainnya Tanah Peralatan dan Mesin Gedung dan Bagunan Pendapatan yang Ditangguhkan Utang kepada KUN Cadangan Persediaan Diinvestasikan Dalam Asset Tetap Estimasi Pendapatan Bea Lelang Yang Dialokasikan Estimasi Pendapatan Biaya Pengurusan Piutang Dan Lelang Negara Allotment Belanja Barang Non Operasional Lainnya Allotment Belanja Perjalanan Biasa Allotment Belanja Perjalanan Laiinya Pendapatan Jasa Lembaga Keuangan (Jasa Giro) Pendapatan Bea Lelang Pendapatan Biaya Pengurusan Piutang Dan Lelang Negara Pendapatan Jasa Lainnya

68

423911 511111 511119 511119 511121 511122 511123 51125 511126 511129 511129 511151 512112 521111 521119 521219 522111 523111 523121 524111 524219 524219 523111

Penerimaan Kembali Belanja Pegawai Pusat TAYL Belanja Gaji Pokok PNS Belanja Pembulatan Gaji PNS Pengembalian Belanja Pembulatan Gaji PNS Belanja Tunjangan Suami/Istri PNS Belanja Tunjangan Anak PNS Belanja Tunjangan structural PNS Belanja Tunjangan PPh PNS Belanja Tunjangan Beras PNS Belanja Uang Makan PNS Pengembalian Belanja Uang Makan PNS Belanja Tunjangan Umum PNS Belanja Uang Honor Tidak Tetap Belanja Keperluan Perkantoran Belanja Barang Keperluan Lainnya Belanja Barang Non Operasional Lainnya Belanja Langganan Daya dan Jasa Belanja Biaya Pemeliharaan Gedung dan Bangunan Belanja Pemeliharaan Peralatan dan Mesin Belanja Perjalanan Biasa Belanja Perjalanan Lainnya Pengembalian Belanja Perjalanan Lainnya Belanja Modal Peralatan dan Mesin

69

(Sumber : Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Surakarta, 2009)

Berdasarkan ringkasan dari klasifikasi dan Kode Mata Anggaran Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surakarta yang telah disajikan diatas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi dan kode perkiraan rekening KPKNL Surakarta tidak dikaitkan dengan struktur organisasi yang ada melaikan sesuai dengan Badan Akuntansi Standart (BAS) yang telah ditetapkan Dirjen Keuangan Negara. Dengan demikian, berdasarkan klasifikasi dan Kode Mata Anggaran diatas dapat disimpulkan bahwa sistem klasifikasi dan Kode Mata Anggaran Kegiatan pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surakarta tidak memberikan Informasi yang maksimal mengenai tempat terjadinya penggunaan biaya / pendapatan di setiap bagian, tetapi secara langsung di catat pada satu Kode Mata Anggaran berdasarkan jenis dan penggunaan dana pada KPKNL Surakarta.

4.2.2

Analisa Laporan Keuangan Instansi

70

4.2.2.1 Prosedur Penyusunan dan Pelaporan Atas Laporan Keuangan Instansi Sebagai Pelaksanaan Sistem Akuntansi Pertanggungjawaban.

4.2.2.1.1

Prosedur Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban

Prosedur penyusunan laporan pertanggungjawaban Instansi Pemerintah disusun sesuai dengan Sistem Akuntansi Instansi menurut Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 171/PMK.05/2007 Bagian Ketiga tentang Sistem Akuntansi Keuangan. Sistem Akuntansi Instansi atau disingkat SAI dilaksanakan Oleh kementrian Negara/lembaga yang memproses transaksi keuangan baik arus uang maupun barang. SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Milik Negara (SIMAK-BMN).

KPKNL Surakarta adalah salah satu Kementerian Negara/Lembaga yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi akuntansi dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dengan menyusun laporan keuangan berupa Realisasi Anggaran dan Neraca disertai Catatan atas Laporan Keuangan.

Penyusunan laporan keuangan KPKNL Surakarta mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi Instansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat serta Peraturan Direktorat Jenderal Perbendaharaan nomor Per-51/PB/2008 tentang Pelaksanaan Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga. Informasi yang disajikan di dalamnya telah disusun sesuai ketetuan perundang-undangan yang berlaku.

71

Untuk melaksanakan SAI, KPKNL Surakarta membentuk Unit Akuntansi Instansi (UAI) yang sesuai dengan hirarki pada struktur organisasi. UAI terdiri dari Unit Akuntansi Keuangan (UAK) dan Unit Akuntansi Barang (UAB).

Berikut ini gambaran Kerangka umum tentang SAI :

GAMBAR 2 KERANGKA UMUM SAI

SAI

Sistem Akuntansi Keuangan (SAK)

Sistem Akuntansi Managemen dan Akuntansi BMN (SIMAK-BMN)

(sumber :peraturan pemerintah no 171/PMK.05/2007)

4.2.2.1.2

Pelaporan Atas Laporan Keuangan Pertanggungjawaban

Pelaporan atas Sistem Akuntansi Instansi dimulai dari Unit-unit Akuntansi instansi disetiap bagian dari KPKNL Surakarta yang menerima dana desentralisasi. Unit instansi KPKNL Surakarta selanjutnya melaksanakan fungsi akuntansi dan

72

pelaporan keuangan atas pelaksanaan anggaran sesuai dengan tingkat organisasinya yang menghasilkan laporan Keuangan Instansi. Laporan yang dihasilkan berupa laporan realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan, yang merupakan bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran oleh unit-unit bagian di KPKNL Surakarta, baik sebagai entitas akuntansi maupun entitas pelaporan. Data Akuntansi dan laporan keuangan setiap unit/seksi instansi secara berkala

disampaikan kepada bagian perbendaharaan KPKNL Su