6. bab ii sindom nefrotik

25
BAB II SINDROM NEFROTIK A. Anatomi Fisiologi 1. Pengertian Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). 2. Susunan Sistem Perkemihan Sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan d) satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria. 3. Ginjal (Ren) Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar. Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 4

Upload: veri-endaryeni

Post on 06-Jul-2015

744 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 6. bab ii sindom nefrotik

BAB II

SINDROM NEFROTIK

A. Anatomi Fisiologi

1. Pengertian

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses

penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan

oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang

tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air

kemih).

2. Susunan Sistem Perkemihan

Sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b)

dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c)

satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan d) satu urethra, urin

dikeluarkan dari vesika urinaria.

3. Ginjal (Ren)

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada

kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal

seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya

lobus hepatis dexter yang besar.

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 4

Page 2: 6. bab ii sindom nefrotik

4. Fungsi ginjal

Fungsi ginjal adalah

a. memegang peranan penting

dalam pengeluaran zat-zat

toksis atau racun,

b. mempertahankan suasana

keseimbangan cairan,

c. mempertahankan

keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan

d. mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan

amoniak.

5. Fascia Renalis terdiri dari:

Fascia renalis terdiri dari

a. fascia (fascia renalis),

b. Jaringan lemak peri renal, dan

c. kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat dengan erat

pada permukaan luar ginjal

6. Struktur Ginjal

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat

cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di

bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian

medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi

menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya

pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk

corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga

calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga

calices renalis minores.

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 5

Page 3: 6. bab ii sindom nefrotik

Potongan membujur ginjal Jaringan ginjal. Warna biru

menunjukkan satu tubulus

Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional

ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari :

Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.

7. Proses Pembentukan Urin

Tahap pembentukan urin

a. Proses Filtrasi ,di glomerulus

Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali

protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari

glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal.

cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus.

b. Proses Reabsorbsi

Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa, sodium,

klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif

(obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi

kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh.

Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada

papilla renalis.

c. Proses sekresi.

Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla

renalis selanjutnya diteruskan ke luar.

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 6

Page 4: 6. bab ii sindom nefrotik

8. Pendarahan

Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan

arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang

menjadi arteria interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis

yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen glomerulus yang

masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus disebut

arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena

cava inferior.

9. Persarafan Ginjal

Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor). Saraf ini

berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini

berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.

10. Ureter

Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika

urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan

penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada

rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada

rongga pelvis.

Lapisan dinding ureter terdiri dari:

a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)

b. Lapisan tengah lapisan otot polos

c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan

gerakan-gerakan peristaltic yang mendorong urin

masuk ke dalam kandung kemih.

11. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)

Vesika urinaria bekerja sebagai penampung

urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir

(kendi). letaknya d belakang simfisis pubis di

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 7

Page 5: 6. bab ii sindom nefrotik

dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti

balon karet.

Dinding kandung kemih terdiri dari:

a. Lapisan sebelah luar (peritoneum).

b. Tunika muskularis (lapisan berotot).

c. Tunika submukosa.

d. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

12. Uretra

Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi

menyalurkan air kemih ke luar.

Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm,

terdiri dari:

a. Urethra pars Prostatica

b. Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter

urethra externa)

c. Urethra pars spongiosa.

Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2

cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina

(antara clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi.

Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:

a. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot

polos dari Vesika urinaria. Mengandung

jaringan elastis dan otot polos. Sphincter

urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.

b. Lapisan submukosa, lapisan longgar

mengandung pembuluh darah dan saraf.

c. Lapisan mukosa.

13. Urin (Air Kemih)

Sifat fisis air kemih, terdiri dari:

a. Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake)

cairan dan faktor lainnya.

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 8

Page 6: 6. bab ii sindom nefrotik

b. Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.

c. Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya.

d. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.

e. Berat jenis 1,015-1,020.

f. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet

(sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).

Komposisi air kemih, terdiri dari:

a. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.

b. Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan

kreatinin.

c. Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.

d. Pagmen (bilirubin dan urobilin).

e. Toksin.

f. Hormon.

14. Mikturisi

Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin.

Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:

a. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya

meningkat melampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadi bila telah tertimbun

170-230 ml urin), keadaan ini akan mencetuskan tahap ke 2.

b. Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan

kandung kemih.

Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang) Sebagian

besar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat di pelajari “latih”.

Sistem saraf simpatis : impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter

interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf

parasimpatis: impuls menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter

relaksasi terjadi mikturisi (normal: tidak nyeri).

Ciri-Ciri Urin Normal

a. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah

cairan yang masuk.

b. Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.

c. Baunya tajam.

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 9

Page 7: 6. bab ii sindom nefrotik

d. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.

B. Definisi

• Sindroma nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan

permeabilitas membrane glomerolus terhadap protein, yang mengakibatkan

kehilangan protein urinarius yang massif (Wong, Donna. L. 2003. Pedoman Klinis

Perawatan Pediatrik Ed. 4).

• Sindroma nefrotik merupakan keadaan klinis yang meliputi proteinuria massif,

hipoalbuminemia, hiperlipemia, dan edema (Wong, Buku Ajar Keperawatan

Pediatrik Vol. 2).

• Sindroma nefrotik ditandai oleh proteinurea massif, hipoalbuminemia, edema, dan

hiperlipidemia. Insiden tertinggi pada usia 3-4 tahun, rasio lelaki dan perempuan 2:1

(Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. FKUI, 2000)

• Sindroma nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkn oleh adanya injury

glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria, hypoproteinuria,

hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema (Suriadi & Rita Yulianni,2001)

• Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria

massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100

ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf,

2002 : 21).

Berdasarkan pengertian dapat disimpulkan bahwa Sindrom Nefrotik pada anak

merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria

massif hipoalbuminemia, hiperlipidemia yang disertai atau tidak disertai edema dan

hiperkolestrolemia.

C. Etiologi

Sebab yang pasti belum diketahui. Akhir-akhir ini di anggap suatu penyakit auto

immune. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-anti bodi. Umumnya para ahli membagi

etiologinya menjadi:

1. Sindroma nefrotik bawaan Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi

maternotetal. Resisten terhadap semua pengobatan Gejalanya adalah edema pada

masa neonatus. Pengcangkokan ginjal dalam masa neonatus telah dicoba tetapi tidak

berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan

pertama kehidupannya.

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 10

Page 8: 6. bab ii sindom nefrotik

2. Sindroma nefrotik sekunder disebabkan oleh :

a. Malaria kuartana atau parasit lain

b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid

c. Glomerulonefritis akut, glumerulonefritis kronis, thrombosis vena renalis

d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamain, garam, emas , sengatan

lebah, racun oak, air raksa.

e. Amilodosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano proliferative

hipokomplementemik

3. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya). Berdasarkan

histopatologi yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa

dan mikroskop elektron, Churg dkk. membagi dalam empat golongan yaitu:

a. Kelainan minimal dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal,

sedangkan dengan mikroskop electron tampak foot processus sel terpadu.

Dengan cara imunofluoresensi kternyata tidak terdapat IgG atau

immunoglobulin beta-IC pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih

banyak terdapat pada anak dari pada orang dewasa. Prognosis lebih baik

dibandingkan dengan golongan lain.

b. Nefropati membranosam Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding

kapiler yang terrsebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak.

Prognosis kurang baik

c. Glomerulonefritis proliferative.,

1) Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus Terdapat proliferasi sel

mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma

endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan

pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan Streptococcus yang berjalan

progresif dan pada sindrom nefrotik Prognosis jarang baik, tetapi kadang-

kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan yang lama.

2) Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening).

Terdapat poliferasai sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang

lobular.

3) Dengan bulan sabit (crescent) Terdapat poliferasi sel mesangial dan

poliferasi sel epitel simpai (kapsular) dan visceral. Prognosis buruk.

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 11

Page 9: 6. bab ii sindom nefrotik

4) Glomerulonefritis membranoproliferatif. Proliferasi sel mesengial dan

penempatan fibrin yang meneyerupai membrana basalais di mesangium.

Titer globulin beta-1C atau beta-1A rendah.

5) Glomerulosklerosis fokal segmentalis. Pada kelainan ini yang menyolok

glomerulus. Sering disertai dengan atrofi tubulus Prognosis buruk.

D. Manifestasi Klinis

Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah :

1. Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak

pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara

lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal

edema sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang

mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum

atau labia). Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).

Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka

pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas

bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan

(pitting edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan

mengalami oozing. Edema biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM

dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena

proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.

Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan

minimal (SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang

mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia.

Edema bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan

sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi

pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat edema kulit, anak tampak

lebih pucat.

2. Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom

nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema

mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau

edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat,

dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena edema dinding

perut atau pembengkakan hati.

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 12

Page 10: 6. bab ii sindom nefrotik

3. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein

mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-

steroid.

4. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.

5. Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka

pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini

dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.

6. Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat

dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang

berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons

emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri.

Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan

perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.

7. Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International

Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM

mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.

Tanda sindrom nefrotik yaitu :

1. Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam

atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM

biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang

lain.

2. Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL.

3. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya,

berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL

meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi

sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.

4. Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak

dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.

5. Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.

Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya

terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.

Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada

pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 13

Page 11: 6. bab ii sindom nefrotik

berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung

dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal

sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari

kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal.

E. Patofisiologi

1. PROTEINURIA

Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom

nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu

teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya

terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya

muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik

keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat

utama dari proteinuria yang hebat. Edema muncul akibat rendahnya kadar albumin

serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi

terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.

Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi protein > 50

mg/kgBB/hari atau >40 mg/m2/jam atau secara kualitatif proteinuria +++ sampai ++

++. Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan mbg , maka proteinuria dapat

dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan

glomerulus. Jadi yang diukur adalah Index Selectivity of Proteinuria (ISP). ISP

dapat ditentukan dengan cara mengukur ratio antara Clearance IgG dan Clearence

Transferin.

ISP = Clearance IgG

Clearance Transferin

Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang secara

klinik menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan respons terhadap

kortikosteroid baik. Bila ISP > 0,2 berarti ISP menurun (Poorly Selective

Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus berat dan tidak

adanya respons terhadap kortikosteroid.

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 14

Page 12: 6. bab ii sindom nefrotik

2. HIPERLIPIDEMIA

Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh

penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai

perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara

spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid

kembali normal. Dikatakan hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja yang

meninggi ( kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga beberapa konstituen lemak

meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low Density

Lipoprotein(LDL), Very Low Density Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru

meningkat bila plasma albumin < 1gr/100 mL. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel

hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan

sintesis albumin ini, sel sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal

VLDL diubah menjadi LDL pleh lipoprotein lipase. Tetapi, pada SN aktivitas enzim

ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas.

Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh

rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam

urine. Jadi, hiperkolesteronemia ini tidak hanya disebabkan oleh produksi yang

berlebihan, tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid.

3. HIPOALBUMINEMIA

Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml.

Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme protein

yang berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan

penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan

terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke

ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume

sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal.

Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga

agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya

mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan

onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang

interstitial.

Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu

rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 15

Page 13: 6. bab ii sindom nefrotik

dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium

rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan

bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena

hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan

fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan

peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar

aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori

ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan

tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer

mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan

edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial.

Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar

renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.

4. EDEMA

Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang

dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung

bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis

penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih

dari satu. Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun

tidur. Edema yang hebat / anasarca sering disertai edema genitalia eksterna. Edema

anasarca terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca

ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa

usus. Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak dapat menderita PEM. Hernia

umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rekstum dan sesak nafas dapat pula terjadi akibat

edema anasarca ini.

Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang disebut

diatas tanpa gejala-gejala lain. Oleh karena itu, secara klinik SNKM ini dapat

dibedakan dari SN dengan kelainan histologis tipe lain yaitu pada SNKM dijumpai

hal-hal sebagai berikut pada umunya :

• Anak berumur 1-6 tahun

• Tidak ada hipertensi

• Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis

• Fungsi ginjal normal

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 16

Page 14: 6. bab ii sindom nefrotik

• Titer komplemen C3 normal

• Respons terhadap kortikosteroid baik sekali.

Oleh karena itulah, bila dijumpai kasus SN dengan gejala-gejala diatas dan

mengingat bahwa SNKM terdapat pada 70-80% kasus, maka pada beberapa penelitian tidak

dilakukan biopsi ginjal.

F. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :

1. Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2 sampai +4.

Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai reagen ESBACH ). Pada

sedimen ditemukan oval fat bodies yakni epitel sel yang mengandung butir-butir

lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.

2. Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1 gm/100ml),

albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml),

α2 globulin meninggi (N:0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-09 gm/100ml),

γ globulin normal (N:0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2),

komplemen C3 normal/rendah (N:80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens

kreatinin normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal, hiperkolesterolemia, dan laju

endap darah yang meningkat.

3. Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas untuk

mencari penyebabnya apakah pneumonia atau edema paru akut.

Pemeriksaan histologik yaitu biopsy ginjal. Namun biopsy ginjal secara perkutan

atau pembedahan bersifat invasive, maka biopsy ginjal hanya dilakukan atas indikasi

tertentu dan bila orang tua dan anak setuju.

G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa

memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus.

Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari. Untuk

menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom nefrotik

digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :

Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom

nefrotik

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 17

Page 15: 6. bab ii sindom nefrotik

PROTOKOL PENGOBATAN

International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk

memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan

dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis

rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari

selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.

CD =4 minggu

AD/ID =4 minggu Tapp.off(remisi)

Stop

Mg 1 2 3 4 5 6 7 8

Remisi Remisi

Gambar protocol pengobatan sindrom nefrotik (serangan 1)

CD = Continuous day : prednisone 60mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 18

Remisi

Kambuh

Kambuh tidak sering

Kambuh sering

Responsif-steroid

Dependen-steroid

Resisten-steroid

Responder lambat

Nonresponder awal

Nonresponder lambat

Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3

hari berturut-turut.

Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-

turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.

Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12

bulan.

Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau 4 kali

kambuh pada setiap periode 12 bulan.

Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,

atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.

Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60

mg/m2/hari selama 4 minggu.

Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa

tambahan terapi lain.

Resisten-steroid sejak terapi awal.

Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.

Page 16: 6. bab ii sindom nefrotik

ID = Intermittent day : prednisone 40mg/m2/hari atau 2/3 dosis CD,diberikan 3 hari

berturut turut dalam 1 minggu

AD = Pemberian prednisone berselang-seling sehari

1. Sindrom nefrotik serangan pertama

a. Perbaiki keadaan umum penderita :

1) Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Protein 1-2

gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberi protein 0,5-1 gr.

Kalori rata-rata 100 kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila

tanpa edema, diberi 1-2 mg/hari. Pembatasan cairan bila terdapat gejala-

gejala gagal ginjal. Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet

terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

2) Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau

albumin konsentrat.

3) Berantas infeksi.

4) Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

5) Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema

anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu

aktivitas. Metode yang lebih efektif dan fisiologik untuk mengurangi edema

ialah merangsang diuresis dengan pemberian albumin (salt poor albumin)

0,5-1 mg/kgBB selama 1 jam disusul kemudian oleh furosemid IV 1-2

mg/kbBB/hari. Pengobatan ini dapat diulang setiap 6 jam kalau perlu.

Diuretik yang biasa dipakai ialah diutetik jangka pendek seperti furosemid

atau asam etakrinat. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat

antihipertensi.

b. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah

diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita

mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi

spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau

kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu

waktu 14 hari.

2. Sindrom nefrotik kambuh (relapse)

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 19

Page 17: 6. bab ii sindom nefrotik

a. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse

ditegakkan.

b. Perbaiki keadaan umum penderita.

Cara pemberian pada relapse seperti pada serangan I, hanya CD diberikan

sampai remisi (tidak perlu menunggu sampai 4 minggu)

CD

AD/ID Tapp.Off

Stop

Mg1 2 3 4

Remisi Remisi

3. Sindrom Nefrotik Nonresponder : Tidak ada respons sesudah 8 minggu pengobatan

prednisone

CD pred CD imunosupresan + ID pred (40mg/m2/hr)

ID pred

1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8

Remisi (-)

Setelah 8 minggu pengobatan prednisone tidak berhasil, pengobatan selanjutnya

dengan gabungan imunosupresan lain ( endoxan secara CD dan prednisone 40

mg/m2/hr secara ID)

4. Sindrom Nefrotik Frequent Relapser : initial responder yang relaps >= 2 kali dalam

waktu 6 bulan pertama.2,3,4,5

CD imunosupresan + CD prednisone 0,2 mg/kg/hr

1 2 3 4 5 6 7 8

Diberikan kombinasi pengobatan imunosupresan lain dan prednisone 0,2

mg/kgBB/hr, keduanya secara CD.

5. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 20

Page 18: 6. bab ii sindom nefrotik

Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali

dalam masa 12 bulan.

a. Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80

mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

b. Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan

selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,

prednison dihentikan.

6. Sindrom nefrotik kambuh sering

adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali

dalam masa 12 bulan.

a. Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80

mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

b. Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan

selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,

dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1

minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48

jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian

prednison dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3

mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu

siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak

adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat

komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid atau untuk biopsi ginjal.

H. Komplikasi

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 21

Page 19: 6. bab ii sindom nefrotik

1. Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat

hipoalbuminemia

2. Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang

menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok.

3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga terjadi

peninggian fibrinogen plasma atau factor V,VII,VIII dan X. Trombus lebih sering

terjadi di system vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid.

4. Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan ginjal.

I. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Sindrom Nefrotik

1. Kasus 1

Seorang anak berusia 4 tahun datang bersama ibunya datang ke RSPAD Gatot

Soebroto dengan keluhan utama bengkak / sembab daerah mata dan pergelangan

kaki pada pagi hari dan hilang siang hari, dan keluhan ini jarang BAK dan urine

berwarna merah, kadang sesak nafas dan sakit pada abdomen kanan atas, serta mual

sehingga tidak nafsu makan. Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan Ners Dilan:

BB: 23 kg, perutnya membesar asites shifting dullness +, facemoon, Edema tungkai

+3, TD : 110/90 mmHg, Nadi : 62 x/menit , RR : 30 x/menit, Ronkhi +/+ , Hasil

Rontgen : Edema paru dan Cardiomegali. Hasil laboratorium : Hb: 11 gr/dl,

Albumin : 2,8 , Urine terdapat proteinuria > 40 mg/m2/jam disertai hematuria, LDL

110 mg/dl, HDL 50 mg/dl, Trigliserida 210 U30.

2. Data Fokus

DS DO1. Ibu klien mengatakan, klien

bengkak / sembab daerah

mata dan pergelangan kaki

pada pagi hari dan hilang

siang hari

2. Ibu klien mengatakan, klien

jarang BAK

3. Ibu klien mengatakan, urine

klien berwarna merah

4. Ibu klien mengatakan, klien

1. Perut klien tampak asites (Shifting dullness +)

2. Klien tempak menggunakan otot bantu

pernafasan

3. Facemoon +

4. Edema tungkai +3

5. Konjungtiva anemis

6. TD : 110/90 mmHg, N : 62 x/mnt, RR : 30x/mnt

7. Rankhi +/+

8. Lingkar perut 50 cm

9. BB : 23

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 22

Page 20: 6. bab ii sindom nefrotik

kadang merasa sesak napas

5. Ibu klien mengatakan, klien

sakit abnomen kanan atas

6. Ibu klien mengatakan, klien

mual sehingga tidak napsu

makan

7. Ibu klien mengatakan, klien

makan hanya habis 5 sendok

10. LLA : 10

Hasil Laboratorium

11. Edema paru dan Cardiomegali

12. Hb : 11 gr/dl , Albumin : 2,8, Ht : 31 %

13. Urine terdapat proteinuria >40 mg/m2/jam

disertai hematuria

14. HDL 50 mg/dl, Trigliserida 210, Urea 30, LDL

110 mg/dl

3. Analisa Data

Data Masalah EtiologiDS :

1. Ibu klien mengatakan, klien kadang merasa sesak napas

DO :

1. Klien tampak sesak

2. Klien tampak menggunakan otot bantu pernafasan

3. RR : 30

4. Ronkhi +/+

5. Edema paru dan Cardiomegali

Gangguan

Pola Nafas

Peningkatan

akumulasi

cairan pada

paru

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 23

Page 21: 6. bab ii sindom nefrotik

DS :

1. Ibu klien mengatakan, klien bengkak / sembab daerah

mata dan pergelangan kaki pada pagi hari dan hilang

siang hari

2. Ibu klien mengatakan, klien jarang BAK

DO :

1. Perut klien tampak asites ( Shifting dullness + )

2. Lingkar perut 50cm

3. Facemoon +

4. Edema tungkai +3

5. Edema paru dan Cardiomegali

6. Albumin : 2,8

7. Ht : 31 %

8. Obs. TTV

a. TD : 110/90

b. N : 62 x/mnt

c. S : 37°C

Kelebihan

volume

cairan

Kehilangan

protein

sekunder

terhadap

peningkatan

permiabilitas

glomerulus

DS :

1. Ibu klien mengatakan, klien mual sehingga tidak napsu

makan

2. Ibu klien mengatakan, klien makan hanya habis 5

sendok

DO :

1. Obs TTV

a. TD 110/90

b. N : 62 x/mnt

c. RR : 30 x/mnt

d. S : 37°C

2. BB : 23

3. LLA : 10

4. HDL : 50 mg/dl

5. LDL : 110 mg/dl

6. Trigliserida : 210

7. Albumin 2,8

8. Hb : 11 gr/dl

Resiko

gangguan

pemenuhan

nutrisi

kuruang

dari

kebutuhan

tubuh

Malnutrisi

sekunder

terhadap

kehilangan

protein dan

penurunan

napsu

makan.

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 24

Page 22: 6. bab ii sindom nefrotik

9. Ht : 31 %

10. Konjungtiva anemis

4. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan Pola nafas berhubungan dengan Peningkatan akumulasi cairan pada

paru

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder

terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.

c. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi kuruang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu

makan.

5. Intervensi

NoDiagnosa

Keperawatan

Tujuan & Kriteria

HasilIntervensi Rasional

1 Gangguan

Pola nafas

berhubungan

dengan

Peningkatan

akumulasi

cairan pada

paru

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 2 x 24 jam

gangguan pola

nafas tidak terjadi

dengan

Kriteria hasil :

1. Klien

mengatakan

tidak sesak

2. RR klien

dalam batas

normal

3. Ronkhi -/-

Mandiri :

1. Auskultasi paru,

perhatikan

adanya

penurunan atau

bunyi nafas

adventisius.

Contoh : ronkhi

2. Tinggikan

kepala tempat

tidur

3. Pantau tanda –

tanda vital

Kolaborasi

Berikan tambahan

O2 sesuai indikasi

1. Penurunanan area ventilasi

mennunjukkan adanya

atelektasisdimana bunyi nafas

adventisius menunjukkan

kelebihan cairan atau infeksi

2. Memudahkan ekspansi

dada/ventilasi dan mobilisasi

secret

3. Memaksimalkan oksigen untuk

penyerapan vasikular,

pencegahan/pengurangan

hipoksia

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 25

Page 23: 6. bab ii sindom nefrotik

2 Kelebihan

volume

cairan

berhubungan

dengan

kehilangan

protein

sekunder

terhadap

peningkatan

permiabilitas

glomerulus.

Tujuan :

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan 3 x

24 jam Pasien

tidak

menunjukkan

bukti-bukti

akumulasi cairan

(pasien

mendapatkan

volume cairan

yang tepat)

Kriteria hasil:

1. Penurunan

edema, ascites

2. Kadar protein

darah

meningkat

3. Tekanan darah

dan nadi

dalam batas

normal.

Mandiri :

1. Kaji masukan

yang relatif

terhadap

keluaran secara

akurat.

2. Timbang berat

badan setiap hari

(ataui lebih

sering jika

diindikasikan).

3. Kaji perubahan

edema : ukur

lingkar abdomen

pada umbilicus

serta pantau

edema sekitar

mata.

4. Atur masukan

cairan dengan

cermat.

5. Pantau infus

intra vena

Kolaborasi

6. Berikan diuretik

bila

diinstruksikan.

1. Perlu untuk menentukan fungsi

ginjal, kebutuhan penggantian

cairan dan penurunan resiko

kelebihan cairan.

2. Mengkaji retensi cairan

3. Untuk mengkaji ascites dan

karena merupakan sisi umum

edema.

4. Agar tidak mendapatkan lebih

dari jumlah yang dibutuhkan

5. Untuk mempertahankan

masukan yang diresepkan

6. Untuk memberikan

penghilangan sementara dari

edema.3 Resiko

gangguan

pemenuhan

nutrisi

kuruang dari

kebutuhan

tubuh

Tujuan :

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 3 x 24 jam

Gangguan

pemenuhan nutrisi

tidak terjadi

Mandiri :

1. Catat intake dan

output makanan

secara akurat

2. Kaji adanya

anoreksia,

hipoproteinemia,

diare.

1. Monitoring asupan nutrisi bagi

tubuh

2. Gangguan nuirisi dapat terjadi

secara perlahan.

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 26

Page 24: 6. bab ii sindom nefrotik

Kriteria Hasil :

1. Napsu makan

baik

2. Tidak terjadi

hipoprtoeinem

ia

3. Porsi makan

yang

dihidangkan

dihabiskan

4. Edema dan

ascites tidak

ada

3. Pastikan anak

mendapat

makanan dengan

diet yang cukup.

4. Beri diet yang

bergizi

5. Batasi natrium

selama edema

dan trerapi

kortikosteroid

6. Beri lingkungan

yang

menyenangkan,

bersih, dan rileks

pada saat makan

7. Beri makanan

dalam porsi

sedikit pada

awalnya

8. Beri makanan

spesial dan

disukai anak

9. Beri makanan

dengan cara

yang menarik

Kolaborasi

10. Kolaborasi

ddengan ahli

gizi

3. Diare sebagai reaksi edema

intestinal

4. Mencegah status nutrisi menjadi

lebih buruk.

5. Membantu pemenuhan nutrisi

anak dan meningkatkan daya

tahan tubuh anak. Asupan

natrium dapat memperberat

edema usus yang menyebabkan

hilangnya nafsu makan anak

6. agar anak lebih mungkin untuk

makan

7. untuk merangsang nafsu makan

anak

8. Untuk mendorong agar anak

mau makan

9. untuk menrangsang nafsu

makan anak

10. Menentukan diet yang tepat

untuk anak

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 27

Page 25: 6. bab ii sindom nefrotik