32580283 dampak lingkungan an tailing di dasar laut oleh pt newmont nusa tenggara dengan pemerintah...

Upload: hendrik-ahong

Post on 02-Mar-2016

352 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dampak lingkungan tailing di dasar laut oleh PT newmont di nusa tenggara yang berujung dengan sengketa antara pemerintah indonesia denga pt newmont nusa tenggara

TRANSCRIPT

  • 1

    DAMPAK LINGKUNGAN

    PENEMPATAN TAILING DI DASAR LAUT

    OLEH PT NEWMONT NUSA TENGGARA

    Disusun Oleh:

    ATIYYA INAYATILLAH

    NIM 3107120119

  • i

    KATA PENGANTAR

    Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas

    rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Pengantar

    Amda ini dengan lancar dan tepat waktu. Shalawat juga kami ucapkan kepada

    teladan kita Muhammad SAW.

    Dengan selesainya tugas ini penulis berharap pemahaman terhadap materi

    Pengantar Amdal semakin kuat karena harus melakukan studi kasus da analisis

    berdasarkan teori yang sudah dipelajari.

    Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua

    pihak yang telah membantu dalam selesainya tugas ini.

    Depok, April 2010

    Penulis

  • ii

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar .... i

    Daftar Isi .... ii

    Daftar Gambar .......... iii

    BAB I PENDAHULUAN .. 1

    1.1 Latar Belakang . 1

    1.2 Batasan Masalah ... 2

    1.3 Tujuan .. 3

    BAB II TINAJAUAN PUSTAKA . 4

    2.1 Tailing .. 4

    2.2 Proses Terbentuknya Tailing .... 4

    2.3 Baku Mutu Tailing di Indonesia .. 6

    BAB III TINJAUAN TENTANG METODE PENEMPATAN TAILIING DI PT NEWMONT NUSA TENGGARA .... 8

    3.1 Amdal Penempatan Tailing PT NNT ... 8

    3.2 Metode Penempatan Tailing PT NNT .... 10

    3.3 Sekilas Tentang Konstruksi dan Monitoring Infrastruktur Tailing PT NNT .. 13

    BAB IV DAMPAK LINGKUNGAN PEMBUANGAN TAILIING DI DASAR LAUT OLEH PT NEWMONT NUSA TENGGARA . 16

    4.1 Kandungan Kimia Tailing PT NNT ... 16

    4.2 Perubahan Ekosistem Pesisir Laut Akibat Tailing . 20

    4.3 Manajemen Penyebaran dan Tumpahan Tailing .... 21

    BAB V SIMPULAN DAN SARAN .... 24

    5.1 Simpulan .... 24

    5.2 Saran ... 24

    Daftar Pustaka ....... iv

  • iii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Alur Produksi PT NNT ..... 5

    Gambar 2.2 Lokasi produksi dan penempatan tailing ...... 6

    Gambar 3.1 Lokasi Penempatan tailing di Teluk Senunu .. 11

    Gambar 3.2 Skema Penempatan tailing di Teluk Senunu .. 12

    Gambar 3.3 Kedalaman serta jarak penempatan tailing di dasar laut .... 12

    Gambar 3.4 Pipa onshore tailing PT NNT ..... 14

    Gambar 3.5 Konstruksi pipa tailing PT NNT di pantai Teluk Senunu .. 15

    Gambar 3.6 Monitoring pipa offshore dengan ROV .. 15

    Gambar 4.1 Hasil uji endapan atau sedimentasi yang ada di bawah teluk Senunu

    dan di luar teluk Senunu ........ 16

    Gambar 4.2 Perbandingan kandungan logam tailing sesuai baku mutu

    KEPMENLH 24/2002, KEPMENLH 85/2005, KEPMENLH

    236/2007 dan kandungan logam yang dihasilkan dari pembuangan

    limbah tailing PT. NNT ..... 19

    Gambar 4.3 Uji toksisitas pada anakan ikan kakap merah dan kerapu macan ... 20

    Gambar 4.4 Jumlah species setiap 10 cm2 air laut di Teluk Senunu ..... 21

    Gambar 4.5 Persebaran tailing di dasar laut pantai selatan Sumbawa ... 22

    Gambar 4.6 Persebaran tailing di dasar laut pantai selatan Sumbawa hasil riset

    Lembaga Pengkajian Oceanography LIPI ..... 23

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kritik dan kasus terhadap pembuangan limbah tambang (tailing) ke sungai

    dan badan air lainnya, menyebabkan perusahaan pertambangan mengalihkan

    teknik pembuangannya ke laut (dinamakan metode Sub-marine Tailing

    Disposal/STD). Selain dianggap dapat menyembunyikan dampak yang terjadi,

    ternyata metode pembuangan tailing ke laut ini jauh lebih murah dari segi biaya.

    Perusahaan yang menerapkam metode STD mempromosikan bahwa metode ini

    adalah metode yang aman dengan asumsi bahwa di laut terdapat lapisan termoklin

    yang dapat menahan tailing agar tetap mengendap dan tidak naik ke permukaan

    dan mengontaminasi ikan.

    Limbah tailing sudah jamak diketahui mengandung berbagai material

    beracun yang berasal dari reaksi oksidasi batuan dan bahan kimia yang digunakan

    dalam proses pemisahan bijih. Pembuangan tailing ke laut akan menyebabkan

    terjadinya sedimentasi dari endapan tailing dan penyebaran tailing ke wilayah laut

    yang lebih luas. Semua dampak ini akan semakin mengancam dan memusnahkan

    kekayaan keragaman hayati laut, mengganggu kesehatan (beberapa limbah logam

    berat terakumulasi dalam rantai makanan), dan semakin memiskinkan masyarakat

    pesisir dan pulau-pulau kecil yang sangat tergantung pada laut.

    Salah satu contoh masalah yang timbul akibat STD menimpa PT Newmont

    Minahasa Raya (PT NMR), salah satu perusahaan pertambangan yang beroperasi

    di Indonesia dan menerapkan sistem tailing. PT NMR terbukti bersalah

    mencemarkan Teluk Buyat, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Tercemarnya

    Teluk Buyat disebabkan pembuangan tailing PT NMR yang tidak sesuai Amdal.

  • 2

    PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) yang masih satu induk dengan PT

    NMR dan merupakan kontraktor bagi Pemerintah Indonesia di Batu Hijau, NTB,

    telah menerapkan STD sejak awal beroperasi pada 1999. Amdal untuk proyek

    Batu Hijau telah disetujui oleh pemerintah Indonesia melalui (KEP-

    41/MENLH/10/1996).

    Izin operasional tailing pertama PT NNT diterbitkan pada tahun 2002 dan

    berlaku hingga tiga tahun kemudian. Dalam masa izin tersebut dilakukan

    pemantauan oleh Pemerintah Indonesia dan lembaga penelitian internasional yang

    independen terhadap terhadap kinerja Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut.

    2004. Pada 2005 PT NNT mendapatkan perpanjangan izin STD hingga 2007.

    Pada 2006 terjadi kebocoran pipa tailing sehingga operasinal STD dialihkan

    melaui pipa cadangan. Berbagai LSM, pemerintah, hingga masyaratakat luas

    mengecam kebocoran tersebut dan secara umum menuntut agar izin operasional

    STD PT NNT dicabut atau tidak diperpanjang.

    Makalah ini akan membahas tentang perencanaan dan implementasi tailing

    di PT NNT setelah diberikan perpanjangan izin oleh pemerintah Indonesia pada

    2007 melalui KepMenLH236/2007 yang berlaku selama empat tahun setelah itu

    dan disesuaikan dengan studi amdal sebelum proyek Batu Hijau dilaksanakan

    serta baku mutu tailing yang ditetapkan oleh pemerintah.

    1.2 Batasan Masalah

    Makalah ini dibatasi hanya pada publikasi manajemen STD yang

    dikeluarkan oleh PT NNT dan hasil riset Lembaga Pengkajian Oceanography

    LIPI, CSIRO-Australia, Pusat Pengkajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB,

    LAPI ITB, dan konsultan Enesar-Australia tentang penempatan tailing di dasar

    laut oleh PT NNT.

  • 3

    1.3 Tujuan

    Secara umum tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata

    kuliah amdal yang diberikan oleh pengajar pada semester VI. Secara khusus

    tujuan makalah ini sebagai berikut.

    a. Untuk mempelajari metode penempatan tailing di dasar laut oleh PT NNT

    sesuai dengan pengetatan persyaratan dan sistem pengawasan sesuai syarat

    perpanjangan izin pada 2007 dan disesuaikan dengan studi amdal sebelum

    proyek Batu Hijau dilaksanakan serta baku mutu tailing yang ditetapkan

    oleh pemerintah.

    b. Untuk mengetahui implementasi penempatan tailing di dasar laut oleh PT

    NNT sesuai dengan pengetatan persyaratan dan sistem pengawasan sesuai

    syarat perpanjangan izin pada 2007 dan disesuaikan dengan studi amdal

    sebelum proyek Batu Hijau dilaksanakan serta baku mutu tailing yang

    ditetapkan oleh pemerintah.

    c. Untuk mempelajari isu tentang tuntutan dari LSM, pakar, hingga

    masyarakat umum agar izin operasional STD PT NNT dicabut atau tidak

    diperpanjang

    d. Untuk memberikan pengetahuan kepada penulis dan mahasiswa tentang

    underwater construction.

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tailing

    Tailing yang berasal dari pabrik pengolahan bijih tembaga-emas PT NNT

    adalah sisa batuan yang telah digiling/digerus halus, setelah mineral berharga yang

    mengandung nilai ekonomi di dalamnya diambil. Tailing memiliki sifat atau

    karakteristik yang sama seperti halnya pasir yang banyak ditemukan di pulau

    Sumbawa. Hasil uji toksisitas telah membuktikan bahwa tailing tidak menunjukkan

    adanya unsur/elemen beracun yang signifikan untuk digolongkan bahan berbahaya.

    2.1.2 Proses Terbentuknya Tailing

    Batuan hasil galian yang disebut bijih dan berasal dari kegiatan

    penambangan PT NNT mengandung mineral tembaga. Seperjuta bagian dari bijih

    tersebut mengandung mineral emas dan perak. Mineral-mineral berharga tersebut

    diproleh melalui suatu proses pengolahan di dalam pabrik pengolahan yang disebut

    dengan konsentrator. Untuk mengekstraksi mineral, konsentrator menerapkan prosedur fisika dan

    bukan kimia. Empat tahapan utama dalam proses pengolahan bijih di konsentrator

    meliputi crushing (peremukan) grinding (penggerusan), flotation (pengapungan)

    guna memisahkan mineral dengan batuan sisa dan penempatan tailing. Sirkuit

    crushing memperkecil ukuran bijih, yang dikirim dari kegiatan penambangan

    dengan metode penambangan terbuka, menjadikan butiran bijih bergaris tengah

    rata-rata 15 sentimeter. Air laut dan /atau air tawar kemudian ditambahkan ketika bijih yang sudah

    diremukkan memasuki sirkuit grinding. Semi Autogenous Grinding (SAG) Mill

    digunakan pada sirkuit grinding untuk menumbuk bijih sementara bola besi yang

  • 5

    ada di dalam SAG Mill menggerus bijih sampai ukurannya mengecil, tidak lebih

    besar dari butiran pasir. Sirkuit grinding mencampur partikel bijih halus tersebut dengan air

    sehingga menjadi slurry atau lumpur yang kemudian dipompakan ke tangki

    flotasi/pengapungan. Di bagian flotasi ini reagen organik dalam jumlah yang

    sangat kecil ditambahkan bersamakapur ke dalam slurry untuk membantu proses

    pemisahan mineral berharga. Reagen secara selektif bereaksi dengan permukaan

    mineral berharga sehingga menjadikannya bersifat menolak air (hydrophoic). Mineral ini mengandung tembaga, emas dan perak yang kemudian melekat

    pada gelembung udara yang terbentuk di bagian flotasi dan selanjutnya gelembung

    udara tersebut bergerak dari dasar tangki ke bagian atas tangki flotasi. Mineral ini

    kemudian diambil sebagai konsentrat. Konsentrat inilah yang selanjutnya

    dikapalkan dan diangkut ke sejumlah smelter (pabrik peleburan) di berbagai

    penjuru dunia. Di tempat ini konsentrat dilebur dan diolah lagi untuk memperoleh

    mineral dalam bentuk murni. Partikel halus seperti pasir bercampur air yang tersisa di dalam tangki

    flotasi setelah mineral berharga tersebut diambil itulah yang disebut tailing.

    Secara teori tailing sudah tidak mengandung mineral berharga lagi dan tidak ada

    konsentrasi bahan kimia berbahaya yang dapat mengganggu lingkungan.

    Gambar 2.1 Alur Produksi PT NNT

  • 6

    Gambar 2.2 Lokasi produksi dan penempatan tailing

    2.3 Baku Mutu Tailing di Indonesia

    PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) adalah kontraktor bagi Pemerintah

    Indonesia. Kesepakatan tertulis yang dibuat oleh dan antara PT NNT dengan

    Pemerintah Indonesia disebut dengan Kontrak Karya (KK). Kesepakatan ini

    menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh PT NNT untuk melaksanakan

    kegiatan penambangan di Proyek Batu Hijau sesuai dengan undang-undang yang

    berlaku.

    Secara teknis baku mutu tailing di Indonesia diatur dalam Keputusan

    Menteri Lingkungan Hidup yang terus diperbarui. Baku Mutu terbaru tentang

    tailing diatur dalam KepMenLH238/2007. Nilai baku mutu tersebut dapat dilihat

    di Bab IV pada grafik perbandingan kandungan kimia tailing PT NNT dengan

    baku mutu dari KepMen LH.

  • 7

    Dalam KepMenLH238/2007 juga diatur tentang pengetatan persyaratan

    dan sistem pengawasan melalui kewajiban tambahan yang harus dipenuhi oleh PT

    NNT dalam pengelolaan tailing yang dihasilkan. Pengetatan persyaratan dan

    sistem pengawasan adalah sebagai berikut:

    a. Pengurangan jumlah tailing yang dapat ditempatkan ke hulu Ngarai Laut

    Senunu melalui sistem Submarine Tailing Placement (STP) sebesar

    8.000.000 metrik ton kering per tahun. Pada izin sebelumnya PT. NNT

    diperbolehkan untuk menempatkan tailing ke Dasar Laut sebesar

    58.400.000 metrik ton kering per tahun, di dalam izin yang baru PT. NNT

    hanya diperbolehkan menempatkan tailing di dasar laut sebesar

    50.400.000 metrik ton kering per tahun. b. Untuk meminimalkan dampak pembuangan tailing terhadap lingkungan,

    PT. NNT wajib melakukan upaya-upaya dan kajian untuk pengelolaan

    tailing secara keseluruhan, diantaranya mendorong penerapan 3R (Reduce,

    Reuse, dan Recycling). c. Jangka waktu berlaku izin diperketat dari tiga tahun menjadi dua tahun.

    Perketatan jangka waktu pemberlakuan izin ini untuk memudahkan kaji-

    ulang terhadap kinerja pengelolaan tailing dan penaatan izin yang

    diberikan kepada PT. NNT secara keseluruhan. Juga untuk melakukan

    kajian-kajian sebagaimana tersebut pada butir b di atas. d. KLH akan membentuk tim pemantau independen untuk melakukan

    pemantauan terhadap kegiatan penempatan tailing di bawah laut PT. NNT.

    Pembentukan tim pemantau independen dengan melibatkan berbagai pihak

    dilakukan guna menjamin kredibilitas dan akuntabilitas hasil pemantauan

    tersebut. Serta mendorong penerapan prinsip transparansi dalam

    pengelolaan lingkungan.

  • 8

    BAB III

    TINJAUAN TENTANG METODE PENEMPATAN TAILIING

    DI PT NEWMONT NUSA TENGGARA

    3.1 Amdal Penempatan Tailing PT NNT

    Pemerintah Indonesia dan PT NNT bersama-sama menetapkan sistem

    Penempatan Tailing di Dasar Laut sebagai sistem pilihan pada saat melalukan

    Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Proyek Batu Hijau. Analisis Mengenai

    Dampak Lingkungan sebagai bagian dari studi kelayakan yang menganalisis

    secara terperinci pilihan alternatif pengelolaan lingkungan untuk dikembangkan di

    Batu Hijau diselesaikan pada 1996, sebelum tahap konstruksi dimulai. amdal ini

    dibuat untuk memastikan agar semua potensi dampak terhadap tanah, air, udara,

    sumber-sumber biologis dan pemukiman manusia harus dipertimbangkan, baik

    sebelum, selama, maupun sesudah pengembangan proyek.

    Berbagai rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan terdapat di

    dalam amdal yang telah disetujui oleh pemerintah Indonesia melalui (KEP-

    41/MENLH/10/1996). Amdal tersebut secara khusus dirancang untuk

    meminimalkan potensi dampak lingkungan di Batu Hijau, termasuk pengelolaan

    penempatan tailing di dasar laut.

    Dasar hukum kewajiban menyusun amdal untuk suatu rencana dan atau

    kegiatan adalah UU No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

    Lingkungan Hidup Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap usaha

    dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib

    memiliki amdal. Sedangkan criteria dampak penting disebutkan dalam UU yang

    sama pada pasal 22 ayat (2).

  • 9

    a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/

    kegiatan;

    b. luas wilayah penyebaran dampak;

    c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;

    d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;

    e. sifat kumulatif dampak;

    f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau;

    g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Berdasarkan kriteria di atas penempatan tailing di dasar laut oleh PT NNT

    termasuk dalam usaha dan/atau kegiatan yang wajib memilik amda karena:

    a. jumlah penduduk yang terkena dampak cukup banyak, di sepnjang pesisir

    Subawa bagian selatan dan barat, selat Alas, hingga pesisir timur dan

    tenggara Pulau Lombok;

    b. Luas wilayah penyebaran dampak sangat luas dengan cakupan sama

    dengan butir a;

    c. Intensitas pembuangan tailing setiap saat dan lamanya lebih dari sepuluh

    tahun;

    d. Komponen lingkungan hidup yang terkena dampak cukup banyak

    mencakup ekosistem yang terapat di butir a;

    e. Kandungan logam yang kemungkinan besar terkandung dalam tailing

    memberikan dampak kumulatif.

    Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006

    Tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan

    Analisis Mengenai Dampak Lingkingan Hidup juga menyatakan bahwa

    melakukan penempatan tailing di bawah laut termasuk dalam jenis rencana usaha

    dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan amdal untuk semua skala atau

    besaran. Alasan ilmiah khususnya adalah Memerlukan lokasi khusus dan

    berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan batimetri (kontur dasar laut),

    ekosistem pesisir dan laut, mengganggu alur pelayaran dan proses-proses alamiah

  • 10

    di daerah pantai termasuk menurunnya produktivitas kawasan yang dapat

    menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan terhadap nelayan dan

    masyarakat sekitar.

    3.2 Metode Penempatan Tailing PT NNT

    Pada 2003, PT NNT melakukan penelitian laut dalam bersama P2)-LIPI

    dalam upaya mendapatkan informasi oseanografi dan lingkungan laut. Informasi

    ini digunakan untuk mevalidasi model konseptual Sistem Penempatan Tailing di

    Dasar Laut, dan juga untuk mengidentifikasi dampak yang mungkin timbul dan

    tidak pernah diprediksi sebelumnya. Dalam penelitian gabungan ini juga, pemahaman yang lebih baik tentang

    potensi dampak tailing terhadap kondisi lingkungan laut dalam dapat diketahui.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tailing mengalir dari mulut pipa tailing ke

    dalam Ngarai Senunu dan terus turun ke kedalaman 3.000 sampai 4.000 meter di

    bawah permukaan laut. Tidak terdapat indikasi dampak yang melebihi apa yang

    telah diprediksi sebelumnya tau dampak yang belum teridentifikasi sebelumnya

    sebagaimana yang tercantum di dalam dokumen amdal. PT NNT harus memenuhi atau melebihi semua persyaratan yang telah

    ditetapkan di dalam rencana pengelolaan lingkungan yang terdapat di dalam amdal,

    sesuai dengan peraturan perundangan yang ada di Indonesia.

    Keputusan penempatan tailing di dasar laut didasarkan pada banyak faktor.

    Beberapa faktor utama yang dipertimbangkan atas keputusan ini antara lain :

    a. Penempatan tailing di darat akan menimbulkan dampak terhadap lebih dari

    2.310 hektar hutan dan tanah pertanian produktif.

    b. Tingkat curah hujan tahunan yang melebihi 2.500 milimeter akan

    menyebabkan air di dalam dam penampung tailing di darat sangat sulit

    dikelola.

  • 11

    c. Tantangan pengelolaan air di dalam dam penampung tailing yang dibangun

    di daerah yang rawan gempa bumi dapat mengancam keselamatan

    masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

    d. Tailing yang ditempatkan di bawah zona photic laut yang produktif akan

    meminimalkan dampak terhadap lingkungan.

    Faktor-faktor tersebut diklaim menjadikan sistem Penempatan Tailing di

    Dasar Laut lebih aman dan merupakan sistem pengelolaan tailing yang lebih

    bertanggung jawab terhadap lingkungan.

    Tailing mengalir secara gravitasi sebagai slurry (campuran air dan sisa

    gilingan batuan) melalui pipa dari pabrik pengolahan bijih menuju ke tepi Ngarai

    Laut Senunu. Ujung pipa ini berada lebih dari 100 meter di bawah permukaan laut

    berjarak 3,2 kilometer dari tepi pantai. Berat jenis lumpur tailing lebih berat dari

    pada air laut, sehingga tailing akan tenggelam dan mengalir menuruni dinding

    curam Ngarai Laut Senunu layaknya sungai bawah laut.

    Gambar 3.1 Lokasi Penempatan tailing di Teluk Senunu

  • 12

    Gambar 3.2 Skema Penempatan tailing di Teluk Senunu

    Menurut Amdal, pembuangan tailing seharusnya di bawah 100 sampai 300

    meter di permukaan laut atau di bawah lapisan termoklin atau batas kehidupan di

    laut. Pipa yang digunakan juga harus mencapai 1.700 meter. Pembuangan tailing yang tidak sesuai prosedur ini menyebabkan berkurangnya jumlah jumlah bentos

    atau spesies di dasar laut.

    Secara teknis penempatan tailing di dasar laut oleh PT NNT sudah sesuai

    amdal yaitu pada kedalaman 125 meter dan panjang pipa offshore 3400 meter.

    Gambar 3.3 Kedalaman serta jarak penempatan tailing di dasar laut

  • 13

    3.3 Sekilas Tentang Konstruksi dan Monitoring Infrastruktur Tailing PT

    NNT

    Penempatan Tailing di Dasar Laut Proyek tambang Batu Hijau PT NNT

    menerapkan Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut yang telah dirancang

    bangun dan dikelola serta dipantau secara berkesinambungan. Pada 2006 terjadi kebocoran pipa tailing sehingga operasinal STD

    dialihkan melaui pipa cadangan. Perbaikan pada pipa utama dimulai sejak 2007.

    Konstruksi tailing PT NNT mulai dikerjakan pada 1997 dan mulai beroperasi

    tahun 2000. Pada 2002 PT NNT membangun pipa cadangan.

    Secara umum pipa tailing terbagi menjadi dua jenis berdasarkan lokasinya

    yaitu onshore (di darat) dan offshore (di laut). Untuk pipa onshore terletak antara

    Concentrator 106 hingga SWIS di Teluk Senunu yang panjangnya sekitar 6 km.

    Pipa ini memilki diameter 90 cm yang terbuat dari logam. Perletakan pipa

    onshore adalah beton pada setiap jarak 2 meter serta sambungan pipa setiap 6

    meter.

    Monitoring pipa onshore melalui pengamatan external setiap dua jam dan

    setiap minggu dilakukan maintenance. Sedangkan pengamatan internal dilakukan

    setiap shut down process dua kali setiap tahun.

    Pipa offshore terletak di pantai Teluk Senunu. Pipa tersebut berbahan

    HDPE (high density poly ethylene) yang semula memiliki ketebalan 90 milimeter.

    Untuk konstruksi baru pada 2007 digunakan pipa dengan ketebalan 100

    milimeter.

    Monitoring pipa offshore dilakukan untuk mengukur ketebalan pipa

    menggunakan metode smart PIG (pipeline integrity gauging tool) yang dilakukan

    setiap shut down process utnuk seluruh pipa dan pada sambungan dilakukan

    setiap minggu karena pipa tersebut selalu mengalami pengikisan. Selain itu juga

    dilakukan pengamatan menggunakan ROV (remotely operated vehicle) setiap tiga

    bulan.

  • 14

    Gambar 3.4 Pipa onshore tailing PT NNT

    Menurut amdal monitoring pipa offshore harus dilakukan maksimal setiap

    enam bulan. PT NNT secara regular juga melakukan shut down process dua kali

    setiap tahun.

  • 15

    Gambar 3.5 Konstruksi pipa tailing PT NNT di pantai Teluk Senunu

    Gambar 3.6 Monitoring pipa offshore dengan ROV

  • 16

    BAB IV

    DAMPAK LINGKUNGAN PEMBUANGAN TAILIING DI

    DASAR LAUT OLEH PT NEWMONT NUSA TENGGARA

    4.1 Kandungan Kimia Tailing PT NNT

    Penelitian laboratorium independen yang mendapatkan sertifikasi dari

    Pemerintah Indonesia dilakukan pencampuran logam yang terkandung pada sampel

    dengan menggunakan asam lemah. Hasil campuran logam menunjukkan perbedaan

    yang sangat kecil antara kandungan tailing PT NNT dengan berbagai material alam

    seperti sedimen dasar sungai dan laut serta bahan batu bata. Karakteristik kimia padatan tailing PT NNT mirip dengan karakteristik

    sedimen yang sudah ribuan tahun berada di dasar sungai yang mengalir melalui

    kawasan proyek Batu Hijau. Teknik analisis yang diterapkan oleh laboratorium

    disebut sebagai Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP).

    Gambar 4.1 Hasil uji endapan atau sedimentasi yang ada di bawah teluk Senunu

    dan di luar teluk Senunu Prosedur ini disusun untuk mengekstraksi logam dari suatu padatan untuk

    mengetahui apakah material itu harus digolongkan sebagai bahan berbahaya

    berdasarkan jumlah logam yang dilepasnya. Hasilnya menunjukkan bahwa tailing

    tidak digolongkan sebagai bahan berbahaya.

  • 17

    Uji Toksisitas Tailing Uji biota terhadap tailing PT NNT juga dilakukan

    untuk meneliti adanya kemungkinan sifat racun terhadap biota laut. Pengujian ini

    dilakukan Pusa Penelitian Oceanologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

    (P2O-LIPI) dengan menerapkan metode baku yang telah diakui secara

    internasional. Uji toksisitas akut dilakukan selama 96 jam (LC50) pada anakan ikan kakap

    merah dan kerapu macam. Uji toksisitas kronis (IC50) juga dilakukan pada

    plankton (marine diatom). Semua pengujian tersebut dilakukan pada tailing dengan

    tingkat konsentrasi yang berbeda-beda. Hasil pengujian menunjukkan bahwa

    tailing PT NNT tidak beracun secara akut atau kronis, meskipun pada konsentrasi

    tailing sebesar 100 persen.

    Tailing PT NNT tidak berbahaya dan tidak menunjukkan kadar toksisitas

    yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari hasil laporan pemantauan kualitas air laut

    yang dilakukan oleh PT NNT dan pihak ketiga yang secara konsisten menunjukkan

    bahwa tingkat kandungan logam terlarut di dalam air laut di dekat mulut pipa

    tailing tetap di bawah baku mutu Konservasi Taman Laut yang ditetapkan oleh

    Pemerintah Indonesia.

  • 18

  • 19

    Gambar 4.2 Perbandingan kandungan logam tailing sesuai baku mutu KEPMENLH

    24/2002, KEPMENLH 85/2005, KEPMENLH 236/2007 dan kandungan logam yang

    dihasilkan dari pembuangan limbah tailing PT. NNT

    Program Pemantauan Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut PT NNT

    dipantau secara rutin untuk memastikan agar sistem bekerja sesuai dengan rancang

    bangun yang direncanakan untuk meminimalkan potensi dampak terhadap

    lingkungan. Para ilmuwan dan pakar independen secara teratur mengevaluasi

    dengan cermat hasil-hasil pemantauan terhadap terumbu karang, sedimen laut,

    ikan, ekologi daerah pasang surut dan mutu air. Semua upaya ini dilakukan untuk menilai tingkat kesehatan ekosistem laut

    dan memastikan agar fungsi Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut dapat

    dipertanggung jawabkan terhadap lingkungan. Hasil pemantauan tailing dan mutu

    air laut, kadar logam terlarut pada fraksi cairan tailing sebelum dilepaskan ke laut

    masih berada jauh dibawah ambang batas yang ditetapkan oleh Pemerintah

    Indonesia dan secara umum bahkan memenuhi baku mutu konservasi biota laut.

  • 20

    Kandungan logam terlarut dalam air laut di sekitar daerah mulut

    penempatan tailing yang secara konsisten berada jauh di bawah baku mutu

    konservasi biota laut Indonesia menunjukkan bahwa tidak ada pencemaran logam

    berat yang disebabkan oleh tailing. Pemantauan yang pernah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan lembaga

    penelitian internasional yang independen terhadap kinerja Sistem Penempatan

    Tailing di Dasar Laut. 2004, ilmuwan dari Center for Contaminants Research, dari

    Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) Australia

    dengan tim pengkaji dari Indonesia melakukan penelitian terhadap mutu air,

    sedimen dan ikan di sekitar daerah penempatan tailing PT NNT sampai ke perairan

    Lombok dan Selat Alas.

    Gambar 4.3 Uji toksisitas pada anakan ikan kakap merah dan kerapu macan

    4.2 Perubahan Ekosistem Pesisir Laut akibat Tailing

    Ekosistem laut di daerah pembuangan tailing elalau dipantau. Salah satu

    parameternya adalah jumlah species setiap satu satuan volum tertentu air laut.

    Hasil riset Lembaga Pengkajian Oceanography LIPI, CSIRO-Australia,pada 2008

    menunjukkan keragaman species di sekitar Teluk Senunu tidak berbeda dengan

    sebelum dimulainya pembuangan tailing di dasar laut.

  • 21

    Gambar 4.4 Jumlah species setiap 10 cm2 air laut di Teluk Senunu

    4.3 Manajemen Penyebaran dan Tumpahan Tailing

    Kebijakan terhdap tumpahan dalam amdal menuntut upaya untuk mencegah

    terjadinya insiden tumpahan, termasuk dalam hal program pemantauan yang

    ekstensif. Meskipun PT NNT telah berupaya keras untuk mencegah terjadinya

    tumpahan, namun Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut yang pada dasarnya

    merupakan sistem mekanis, seperti pipa ledeng yang ada di perumahan, terkadang

    juga mengalami kebocoran. Kebijakan PT NNT menetapkan bahwa setiap tumpahan tailing sekecil

    apapun baik yang berasal dari jaringan pipa darat dan laut, maka tumpahan tersebut

    tetap harus dibersihkan, walaupun sejatinya tailing tersebut tidak membahayakan

    lingkungan. PT NNT melaporkan setiap kejadian tumpahan atau kebocoran pipa

    tailing kepada Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang (KAPIT) sekaligus Direktur

    Jenderal Energi & Sumber Daya Mineral (DJESM), Jakarta dan Pelaksana Inspeksi

    Tambang (PIT) pada Dinas Pertambangan & energi Propinsi NTB dalam waktu 24

    jam.

  • 22

    Penelitian tersebut secara keseluruhan menemukan bahwa bahwa tailing

    tidak menyebar ke bagian pesisir dari Ngarai Senunu atau mengarah ke Selat Alas,

    ataupun ke air permukaan pada kedalaman lebih dari 100 meter. Kadar logam di

    jaringan ikan yang diambil dari Ngarai Senunu berada dalam kisaran normal, sama

    dengan kadar yang ditemukan pada tubuh ikan yang diambil dari lokasi kontrol

    maupun dari pasar-pasar ikan yang ada di kabupaten Sumbawa Barat dan Lombok.

    Gambar 4.5 Persebaran tailing di dasar laut pantai selatan Sumbawa

    Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa kandungan logam terlarut di

    semua lokasi dan semua kedalaman berada di bawah ketentuan baku mutu yang

    ditetapkan. Hasil penelitian independen ini sesuai dengan hasil pemantaua PT

    NNT.

    Program pengelolaan lingkungan yang kuat sangat penting bagi

    pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan lingkungan harus ditempatkan sebagai

    prioritas tertinggi sesuai dengan prinsip-prinsip pemeliharaan dan perlindungan

    lingkungan.

  • 23

    Gambar 4.6 Persebaran tailing di dasar laut pantai selatan Sumbawa hasil riset

    Lembaga Pengkajian Oceanography LIPI

  • 24

    BAB V

    SIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Simpulan

    Beberapa hal yang bisa ditarik simpulan dari pembahasan sebelumnya

    adalah sebagai berikut:

    a. Metode penempatan tailing di dasar laut oleh PT NNT telah sesuai

    dengan pengetatan persyaratan dan sistem pengawasan sesuai syarat

    perpanjangan izin pada 2007 dan disesuaikan dengan studi amdal

    sebelum proyek Batu Hijau dilaksanakan

    b. Penempatan tailing di dasar laut oleh PT NNT telah sesuai dengan baku

    mutu tailing yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan riset pihak

    riset lembaga pemerintah dan independen dengan beberapa parameter

    yaitu: kandungan logam pada tailing, air aut, ikan, serta keragama species

    yang berhubungan dengan ekosistem pada perairan tersebut.

    c. Khusus untuk tumpahan, metode dan upaya pencegahan yang dilakukan

    melalui amdal dan pengawasan intensif masih memilik kelemahan

    terbukti dengan terjadinya beberapa kali kebocoran. Hal ini akan

    berdampak pada batimetri pada perairan tempat terjadinya tumpahan

    tersebut.

    5.2 Saran

    a. Pembuagan tailing di dasar laut adalah kegiatan yang wajib amdal

    sehingga dalam perencanaan dan pelaksanaannya diperlukan upaya yang

    komprehensif oleh pihak-pihak terkait.

    b. Tuntutan yang diajukan oleh berbagai pihak agar izin pemuangan tailing

    di dasar lau PT NNT dicabut bisa diminamilisir dengan transparansi yang

  • 25

    dilakukan oleh perusahaan bersangkutan dan pemerintah melalui instant

    terkait.

    c. Upaya reduce, reuse, dan recycle perlu ditingkatkan untuk meminimalisir

    dampak akibat pembuangan tailing di dasar laut. Selain itu jika

    memungkinkan pihak terkait harus terus melakukan riset dan inovasi

    untuk menemukan metode pembuangan limbah pertambangan lain yang

    lebih aman.

  • iv

    DAFTAR PUSTAKA

    Dampak Limbah Tailing Dalam Perspektif Hukum Lingkungan. 2008. Sembiring,

    Amstrong. Depok: FH Pasca Sarjana UI

    Deep Sea Tailing Placement at Batu Hijau, Sumbawa, Indonesia. 2009. Batterham,

    Grant & Woworuntu, Jorina. Engersund: Marine and Lake Disposal of

    Mine Tailings and Waste Rock International Conference

    Pembuangan Limbah Tailing ke Laut. 2009. www.walhi.or.id

    Pembuangan Limbah Tailing Newmont Tinggi. 2007. Tempo Interakrif

    www.tempointeraktif.com

    Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Jenis

    Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis

    Mengenai Dampak Lingkingan Hidup

    Perpanjangan Izin Pembuangan Tailing Newmont oleh Menneg LH Dikecam

    LSM. 2007. Indonesia Mining Association. www.ima-api.com

    Status Perpanjangan Pembuangan Izin Pembuangan Tailing PT Newmont Nusa

    Tenggara (NNT) di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.

    2009. Jakarta: Siaran Pers Kementrian Lingkungan Hidup Republik

    Indonesia

    Submarine Tailings Placement Management. 2009. Sumbawa Barat: PT Newmont

    Nusa Tenggara

    Undang-undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

    Lingkungan Hidup