3071-5248-1-sm

11
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 13 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia ANALISIS PEMBIAYAAN PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK BERSUMBER PEMERINTAH DENGAN PENDEKATAN HEALTH ACCOUNT ANALYSIS OF FINANCING OF MATERNAL AND CHILD HEALTH PROGRAM FROM GOVERNMENT WITH HEALTH ACCOUNT APPROACH Dominirsep Dodo 1 , LaksonoTrisnantoro 2 , Sigit Riyarto 2 1 Jurusan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Nusa Cendana, Kupang, Nusa Tenggara Timur 2 Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ABSTRACT Background: The degree of Maternal and Child Health (MCH) is still a major problem in health development in Indonesia. One factor that may be an obstacle in solving this problem is the limited cost. In this context, planning and cost utilization are essential to improve so that they can produce a great impact for the improvement of MCH. Therefore, in-depth information about the MCH financing situation in regions as an input to develop efficient activities in improving MCH status is needed. Objective: To analyze health financing situation of MCH program in 2010 which sourced from government and to make policy recommendations related to the program in Sabu Raijua District, East Nusa Tenggara Province. The situation in question is availability, budget planning process, expenditure accuracy, and fund flow rate. Method: This was a descriptive research with a case study strategy. Result: The total cost of MCH program was IDR 450,787,500. It was not sufficient to provide basic health services for pregnant women from early pregnancy until postpartum period. The budget proportion from the central, provincial, and district governments amounted to 79.63%, 3.56%, and 16.78%, respectively. Cost allocation of the district budget was 0.80%. Planning activities of MCH program was from the district budget through the development planning meeting ( Musrenbang). Proposed activities in Musrenbang were dominated by physical activities. The cost of MCH program was spent more on direct activities and operational cost in villages and sub districts. The implementation of the activities was not supported by facilities and adequate human resources. The MCH fund disbursement from the central government was conducted in October- November while from the provincial and district governments were in July to August. Conclusion: The government’s commitment was still low in financing MCH program as a priority program due to budget decentralization. Musrenbang activities had not demonstrated significant impacts on quality activities improvement and budget allocations from the district budget. Availability of personnel and health facilities greatly affected the performance of MCH program. Delays in funds disbursement disrupted the implementation of activities and provided opportunities for corruption. Therefore, the supervision function must be improved both internal and external. Keywords: financing, maternal and child health program, health account, budget, government. ABSTRAK Latar Belakang: Derajat kesehatan ibu dan anak (KIA) masih merupakan masalah utama pembangunan kesehatan di Indone- sia. Salah satu faktor yang menjadi kendala dalam penyelesai- an masalah ini adalah keterbatasan biaya kesehatan. Dalam konteks ini, aspek perencanaan dan pemanfaatan biaya menjadi sangat penting untuk diperbaiki agar dapat menghasilkan dam- pak yang besar bagi peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak. Oleh karena itu, diperlukan informasi yang mendalam tentang situasi pembiayaan KIA di daerah sebagai input dalam pengembangan kegiatan yang efisien dalam meningkatkan sta- tus kesehatan ibu dan anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis situasi pembiayaan kesehatan program KIA tahun 2010 yang bersumber pemerintah dan membuat rekomendasi kebijakan terkait program KIA di Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Situasi pembiayaan yang dimaksud adalah ketersediaan, proses perencanaan, ketepatan belanja, dan kecepatan aliran dana. Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan strategi studi kasus. Hasil: Total biaya program KIA sebesar Rp450.787.500,00. Biaya tersebut tidak cukup untuk menyediakan pelayanan kese- hatan dasar bagi ibu hamil mulai dari awal kehamilan sampai masa nifas. Proporsi biaya dari pemerintah pusat sebesar 79,63%, pemerintah provinsi sebesar 3,56% dan pemerintah kabupaten sebesar 16,78%. Proporsi biaya KIA dari APBD kabu- paten sebesar 0,80%. Perencanaan kegiatan program Kese- hatan Ibu dan Anak (KIA) bersumber APBD kabupaten melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Usul- an kegiatan Musrenbang di dominasi oleh kegiatan fisik. Proporsi belanja program KIA lebih banyak untuk kegiatan langsung dan biaya operasional kegiatan di desa dan kecamatan. Implemen- tasi kegiatan tidak didukung oleh fasilitas dan sumber daya manusia. Pencairan dana KIA dari pemerintah pusat dilakukan pada bulan Oktober-November sedangkan dari pemerintah dae- rah kabupaten dan provinsi pada bulan Juli-Agustus. Kesimpulan: Komitmen pemerintah masih rendah dalam pem- biayaan program KIA sebagai program prioritas. Terjadi sentrali- sasi anggaran dalam pembiayaan program KIA di daerah. Kegiat- an Musrenbang belum menunjukkan pengaruh yang berarti terhadap perbaikan kualitas kegiatan dan alokasi anggaran dari APBD. Ketersediaan tenaga dan fasilitas kesehatan sangat mempengaruhi peningkatan kinerja program KIA. Keterlambatan pencairan dana mengganggu implementasi kegiatan dan mem- beri peluang terjadinya penyalahgunaan/korupsi sehingga fungsi pengawasan harus ditingkatkan baik secara internal maupun ekternal. Kata Kunci: pembiayaan, program kesehatan ibu dan anak, health account, anggaran, pemerintah. JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA VOLUME 01 No. 01 Maret 2012 Halaman 13 - 23 Artikel Penelitian

Upload: asri-mukti-nanta

Post on 31-Jan-2016

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mkkkk

TRANSCRIPT

Page 1: 3071-5248-1-SM

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 13

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

ANALISIS PEMBIAYAAN PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAKBERSUMBER PEMERINTAH DENGAN PENDEKATAN HEALTH ACCOUNT

ANALYSIS OF FINANCING OF MATERNAL AND CHILD HEALTH PROGRAM FROM GOVERNMENTWITH HEALTH ACCOUNT APPROACH

Dominirsep Dodo1, LaksonoTrisnantoro2, Sigit Riyarto2

1 Jurusan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Nusa Cendana, Kupang, Nusa Tenggara Timur

2Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACTBackground: The degree of Maternal and Child Health (MCH)is still a major problem in health development in Indonesia. Onefactor that may be an obstacle in solving this problem is thelimited cost. In this context, planning and cost utilization areessential to improve so that they can produce a great impactfor the improvement of MCH. Therefore, in-depth informationabout the MCH financing situation in regions as an input todevelop efficient activities in improving MCH status is needed.Objective: To analyze health financing situation of MCH programin 2010 which sourced from government and to make policyrecommendations related to the program in Sabu Raijua District,East Nusa Tenggara Province. The situation in question isavailability, budget planning process, expenditure accuracy,and fund flow rate.Method: This was a descriptive research with a case studystrategy.Result: The total cost of MCH program was IDR 450,787,500.It was not suff icient to provide basic health services forpregnant women from early pregnancy until postpartum period.The budget proportion from the central, provincial, and districtgovernments amounted to 79.63%, 3.56%, and 16.78%,respectively. Cost allocation of the district budget was 0.80%.Planning activities of MCH program was from the district budgetthrough the development planning meeting (Musrenbang).Proposed activities in Musrenbang were dominated by physicalactivities. The cost of MCH program was spent more on directactivities and operational cost in villages and sub districts. Theimplementation of the activities was not supported by facilitiesand adequate human resources. The MCH fund disbursementfrom the central government was conducted in October-November while from the provincial and district governmentswere in July to August.Conclusion: The government’s commitment was still low infinancing MCH program as a priority program due to budgetdecentralization. Musrenbang activities had not demonstratedsignificant impacts on quality activities improvement and budgetallocations from the district budget. Availability of personneland health facilities greatly affected the performance of MCHprogram. Delays in funds disbursement disrupted theimplementation of activities and provided opportunities forcorruption. Therefore, the supervision function must beimproved both internal and external.

Keywords: financing, maternal and child health program,health account, budget, government.

ABSTRAKLatar Belakang: Derajat kesehatan ibu dan anak (KIA) masihmerupakan masalah utama pembangunan kesehatan di Indone-sia. Salah satu faktor yang menjadi kendala dalam penyelesai-an masalah ini adalah keterbatasan biaya kesehatan. Dalamkonteks ini, aspek perencanaan dan pemanfaatan biaya menjadisangat penting untuk diperbaiki agar dapat menghasilkan dam-pak yang besar bagi peningkatan derajat kesehatan ibu dananak. Oleh karena itu, diperlukan informasi yang mendalamtentang situasi pembiayaan KIA di daerah sebagai input dalampengembangan kegiatan yang efisien dalam meningkatkan sta-tus kesehatan ibu dan anak. Tujuan penelitian ini adalah untukmenganalisis situasi pembiayaan kesehatan program KIA tahun2010 yang bersumber pemerintah dan membuat rekomendasikebijakan terkait program KIA di Kabupaten Sabu Raijua, ProvinsiNusa Tenggara Timur. Situasi pembiayaan yang dimaksud adalahketersediaan, proses perencanaan, ketepatan belanja, dankecepatan aliran dana.Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif denganstrategi studi kasus.Hasil: Total biaya program KIA sebesar Rp450.787.500,00.Biaya tersebut tidak cukup untuk menyediakan pelayanan kese-hatan dasar bagi ibu hamil mulai dari awal kehamilan sampaimasa nifas. Proporsi biaya dari pemerintah pusat sebesar79,63%, pemerintah provinsi sebesar 3,56% dan pemerintahkabupaten sebesar 16,78%. Proporsi biaya KIA dari APBD kabu-paten sebesar 0,80%. Perencanaan kegiatan program Kese-hatan Ibu dan Anak (KIA) bersumber APBD kabupaten melaluiMusyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Usul-an kegiatan Musrenbang di dominasi oleh kegiatan fisik. Proporsibelanja program KIA lebih banyak untuk kegiatan langsung danbiaya operasional kegiatan di desa dan kecamatan. Implemen-tasi kegiatan tidak didukung oleh fasilitas dan sumber dayamanusia. Pencairan dana KIA dari pemerintah pusat dilakukanpada bulan Oktober-November sedangkan dari pemerintah dae-rah kabupaten dan provinsi pada bulan Juli-Agustus.Kesimpulan: Komitmen pemerintah masih rendah dalam pem-biayaan program KIA sebagai program prioritas. Terjadi sentrali-sasi anggaran dalam pembiayaan program KIA di daerah. Kegiat-an Musrenbang belum menunjukkan pengaruh yang berartiterhadap perbaikan kualitas kegiatan dan alokasi anggarandari APBD. Ketersediaan tenaga dan fasilitas kesehatan sangatmempengaruhi peningkatan kinerja program KIA. Keterlambatanpencairan dana mengganggu implementasi kegiatan dan mem-beri peluang terjadinya penyalahgunaan/korupsi sehinggafungsi pengawasan harus ditingkatkan baik secara internalmaupun ekternal.

Kata Kunci: pembiayaan, program kesehatan ibu dan anak,health account, anggaran, pemerintah.

JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIAVOLUME 01 No. 01 Maret 2012 Halaman 13 - 23

Artikel Penelitian

Page 2: 3071-5248-1-SM

14 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012

Dominirsep Dodo, dkk.: Analisis Pembiayaan Program Kesehatan Ibu dan Anak

PENGANTARDerajat Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih

merupakan masalah utama dalam pembangunankesehatan di kawasan timur Indonesia. Salah satuprovinsi yang banyak menjadi sorotan nasional dalamhal rendahnya status kesehatan ibu dan anak adalahProvinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)1. Kematian ibudan bayi di NTT dipengaruhi oleh beberapa faktoryaitu masih banyaknya pertolongan persalinan olehdukun atau keluarga yang berlangsung di rumah,adanya gangguan status gizi ibu pada saat hamildan sebelum hamil, dan keterlambatan dalam halmengenali tanda bahaya, mengambil keputusan un-tuk mencari pertolongan yang berkualitas, mencapaifasilitas kesehatan dan mendapatkan pertolonganyang cepat dan tepat di fasilitas pelayanan2.

Salah satu upaya untuk mengatasi masalahtingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan AngkaKematian Bayi (AKB) adalah penempatan bidan desadengan harapan akses masyarakat terhadap layananpertolongan persalinan yang bermutu makin terjang-kau. Upaya ini belum sepenuhnya berhasil karenainsentif yang kecil dan kondisi lingkungan yang tidakmenyenangkan sehingga bidan tidak mau bekerjadi desa dalam waktu yang lama3. Kualitas layananjuga tidak optimal karena tidak ditunjang oleh fasilitaskesehatan yang memadai. Pada tahun 2009, dalamrangka percepatan penurunan AKI dan AKB, peme-rintah Provinsi NTT mengeluarkan kebijakan barudengan pendekatan yang lebih komprehensif yaitukebijakan revolusi KIA. Kebijakan ini bertujuan agarsemua ibu hamil melahirkan di fasilitas kesehatanyang “memadai” baik dari segi sumber daya manu-sia, obat, peralatan atau bahan, bangunan, sistemdan anggaran atau pembiayaan4.

Penurunan AKI dan AKB dalam kebijakan revo-lusi KIA dilakukan dengan “cara-cara yang luar biasa”yaitu: 1) penyediaan tenaga kesehatan (terutamadokter dan bidan) yang cukup dengan penyebaranyang merata, 2) pengembangan puskesmas denganPONED dan rumah sakit dengan PONEK di setiapkabupaten/kota, 3) pembuatan rumah tunggu persa-linan di puskemas dan di rumah sakit disetiap kabu-paten/kota agar sistem rujukan sebelum proseskelahiran dapat berjalan dengan baik, dan 4) hal-hallain yang relevan dengan kebutuhan wilayah setem-pat4. Implementasi kebijakan ini di tingkat kabupaten/kota membutuhkan biaya yang cukup besar sehing-ga diperlukan perhatian yang serius dan komitmenyang tinggi dari pemerintah.

Kabupaten Sabu Raijua adalah salah satu kabu-paten baru di wilayah Provinsi NTTyang dibentuk padatahun 2008. Kabupaten ini tergolong daerah miskin,terpencil dan termasuk dalam kategori kepulauan

terluar di bagian selatan NTT. Jumlah penduduknyadi tahun 2010 sebanyak 73.000 orang. Jumlahmasyarakat miskin sebanyak 64.613 orang dansemuanya dicakup oleh dana Jaminan KesehatanMasyarakat (Jamkesmas). Pada tahun 2010, jumlahkasus kematian bayi sebanyak 16 orang dankematian balita sebanyak 12 orang. Jumlah kematianibu sebanyak 10 orang5.

Kabupaten Sabu Raijua adalah kabupatendengan kapasitas fiskal yang rendah (indeks fiskal0,2181). Penyelenggaraan fungsi pemerintahanmasih banyak bergantung pada dana perimbanganyang berasal dari pemerintah pusat. Besarnya danayang diperuntukkan bagi sektor publik/masyarakatlebih kecil dan belum sesuai dengan prinsip anggaranberbasis kinerja. Dari hasil studi pendahuluan yangdilakukan diketahui bahwa belum ada kontribusi danatau bantuan dari luar atau pihak swasta dalampembiayaan program KIA di Kabupaten Sabu Raijua.

Salah satu isu penting dalam penyelenggaraansistem kesehatan di daerah adalah pembiayaankesehatan. Fungsi pembiayaan kesehatan adalahsalah satu penentu kinerja sistem kesehatan6. Fungsiini tidak hanya terkait dengan proses mobilisasi danatetapi juga dengan menyalurkan atau mengalokasi-kannya dalam operasional sistem kesehatan7. Fung-si pembiayaan menjadi alat kontrol yang penting bagipenentu kebijakan dalam menyelenggarakan sistemkesehatan di daerah8.

Masalah dalam pembiayaan kesehatan di Indo-nesia adalah belum optimalnya efektivitas dan efi-siensi dalam penggunaan. Hal ini terkait erat denganjumlah dana yang kurang, alokasi yang tidak sesuaiprioritas, dan pola belanja yang cenderung padainvestasi barang dan kegiatan tidak langsung.Dominannya belanja investasi dan kegiatan tidaklangsung berdampak pada kurangnya biaya operasio-nal dan biaya untuk kegiatan langsung. Di sisi lain,kinerja suatu program kesehatan sangat ditentukanoleh kecukupan biaya operasional dan biaya untukkegiatan langsung. Kondisi ini diperburuk lagi denganterlambatnya pencairan dana yang secara umummempengaruhi pencapaian target program9.

Masalah yang dihadapi di negara-negara miskindan negara-negara berkembang dalam mencapaitarget Millenium Development Goals (MDGs) adalahalokasi pembiayaan yang tidak efektif dan berbasispada data atau informasi yang tidak akurat10. Strategiyang ditempuh dalam mengatasi hal ini adalah pe-ngembangan kebijakan kesehatan berbasis bukti11.Implikasinya, pemerintah perlu memperbaiki kualitaspembuatan kebijakan dalam situasi keterbatasansumber daya12.Salah satu instrumen yang digunakanuntuk menghasilkan evidence bagi pengambil kebi-

Page 3: 3071-5248-1-SM

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 15

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

jakan khususnya tentang pembiayaan kesehatanadalah health account. Analisis pembiayaan denganpendekatan health account akan memberikaninformasi yang mendalam tentang aliran biaya ataubelanja dalam penyelenggaraan sebuah sistemkesehatan13.

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasisituasi pembiayaan program kesehatan ibu dan anakbersumber pemerintah di daerah terpencil, perba-tasan dan kepulauan dan membuat rekomendasikebijakan terkait pembiayaan program tersebut.Situasi pembiayaan yang dimaksud adalah keter-sediaan biaya, perencanaan anggaran, ketepatanbelanja, dan kecepatan aliran dana.

BAHAN DAN CARA PENELITIANPenelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan

desain studi kasus14. Penelitian ini dilaksanakan diKabupaten Sabu Raijua, Provinsi NTT selama tigabulan yaitu dari bulan Agustus sampai Oktober tahun2011. Data sekunder dalam penelitian ini adalahseluruh anggaran bersumber pemerintah yang dibe-lanjakan dengan tujuan meningkatkan kesehatan ibudan anak yang ada di Kabupaten Sabu Raijua tahun2010 (tidak termasuk gaji pegawai). Data kualitatifdalam penelitian ini adalah hasil wawancara denganresponden terkait proses perencanaan anggaran dankecepatan aliran dana program KIA. Respondenberjumlah 15 orang yang berasal dari dinaskesehatan dan sosial, puskesmas dan kecamatan.Instrumen health acoount yang dipakai adalahklasifikasi account yang dikeluarkan oleh PusatPembiayaan dan Jaminan Kesehatan KementrianKesehatan RI pada tahun 2009.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN1. Ketersediaan Biaya Program Kesehatan Ibu

dan AnakTotal biaya program KIA yang bersumber dari

pemerintah baik pusat, provinsi maupun pemerintahdaerah kabupaten di Kabupaten Sabu Raijua padatahun 2010 sebesar Rp450.787.500,00. Secara

proporsional, alokasi biaya tersebut, dapat dilihatpada Tabel 1.

Tabel 1. Proporsi Alokasi Biaya Untuk ProgramKesehatan Ibu dan Anak dari Berbagai Sumber Biaya

di Kabupaten Sabu Raijua Tahun 2010

Sumber Biaya Total (Rp) Alokasi Untuk Program KIA

(Rp) (%)

Pemerintah Pusat 781.874.003 359.137.500 45,93Pemerintah Provinsi 134.749.000 16.030.000 11,90Pemerintah Daerah* 9,490,380,000 75.620.000 0,80

* Total Belanja Langsung Urusan Kesehatan

Tabel 1 menunjukkan bahwa pemerintah pusatmengalokasikan dana cukup besar untuk pembia-yaan program KIA, sedangkan alokasi dana dariAPBD sangat kecil. Data ini menunjukkan bahwakomitmen pemerintah daerah terhadap program KIAsangat rendah.

a. Kecukupan BiayaPerkiraan Biaya untuk menyediakan pelayanan

kesehatan dasar untuk Ibu sejak hamil sampai padamasa nifas dalam kebijakan revolusi KIA tingkatProvinsi NTT sebesar Rp400.000,00 (Tabel 2).

Jumlah populasi ibu hamil yang ada di Kabu-paten Sabu Raijua tahun 2010 sebanyak 2.235 orang.Besaran kebutuhan kecukupan biaya = jumlah sasa-ran dikalikan dengan standar biaya. Kecukupan Biaya= 2.235 x Rp400.000,00 = Rp894.000.000,00Jumlahbiaya tersedia dan telah dibelanjakan untuk kegiatan-kegiatan KIA di Kabupaten Sabu Raijua tahun 2010sebesar Rp 450.787.500,00 Dengan demikian, biayayang dialokasikan dan telah dibelanjakan untukkegiatan program KIA di Kabupaten Sabu Raijuatahun 2010 tidak cukup untuk membiayai pelayanankesehatan dasar bagi ibu sejak awal kehamilansampai masa nifas.

b. Sumber BiayaTabel 3, penyelenggaraan program KIA di tahun

2010 di Kabupaten Sabu Raijua didominasi olehpembiayaan dari pemerintah pusat.

Tabel 2. Perkiraan Biaya untuk Satu Ibu Sejak Hamil Sampai Masa Nifas dalam Kebijakan Revolusi KIA di NTTJenis Kegiatan Unit Cost (Rp) Volume Jumlah Rp)

Pemeriksaan Kehamilan (ANC) 5.000 4 kali 20.000 Transport keluarga pendamping ke puskesmas untuk melahirkan

50.000 2 kali 100.000

Jasa Bidan/perawat/dukun pendamping 50.000 1 kali 50.000 Kunjungan rumah ibu nifas dan bayi baru lahir oleh bidan/perawat

10.000 1 kali per bulan selama 3 bulan

30.000

Jasa pertolongan bidan puskesmas 50.000 1 orang/kali 50.000 Jasa pertolongan dokter puskesmas 100.000 1 orang/kali 100.000 Jasa Pembantu bidan puskesmas 25.000 2 orang/kali 50.000

Total 400.000

Page 4: 3071-5248-1-SM

16 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012

Dominirsep Dodo, dkk.: Analisis Pembiayaan Program Kesehatan Ibu dan Anak

Tabel 3. Ketersediaan Biaya Program KIABerdasarkan Sumber Biaya di Kabupaten

Sabu Raijua Tahun 2010

Sumber Biaya (Pemerintah) Alokasi Untuk Program KIA (Rp) %

Pemerintah Pusat 359.137.500 79,67 Pemerintah Provinsi (Dekonsentrasi) 16.030.000 3,56 Pemerintah Kabupaten (APBD)* 75.620.000 16,78

Total 450.787.500 100,00

*Total Belanja Langsung Urusan Kesehatan

Agen Pembiayaan/Pengelola Anggaran

Tabel 4. Ketersediaan Biaya Program KIABerdasarkan Agen Pembiayaan untukdi Kabupaten Sabu Raijua Tahun 2010

Agen pembiayaan/Pengelola Anggaran

Alokasi Untuk Program KIA (Rp) %

Dinas Kesehatan Provinsi 40.030.000 8,88 Dinas Kesehatan Kabupaten 99.757.500 88,68 BPMPPKB &PemDes 11.000.000 2,24

Total 450.787.500 100,00

Tabel 4 bahwa sebagian besar biaya programKIA oleh Dinas Kesehatan dan Sosial KabupatenSabu Raijua. Ada juga Satuan Kerja PerangkatDaerah (SKPD) lain yang mengelola anggaran yangterkait KIA yaitu badan pemberdayaan masyarakat,pemberdayaan perempuan, keluarga berencana, danpemerintahan desa. Sementara itu, dana dekonsen-trasi dikelola oleh dinas kesehatan provinsi. Dinaskesehatan di kabupaten hanya sebagai pelaksanakegiatan yang dibiayai dari dana dekonsentrasi.Peranan pengelolaan dana KIA oleh RSUD tidak ada.

c. Penyelenggaran/Penyedia Layanan

Tabel 5. Ketersediaan Biaya Program KIABerdasarkan Penyelenggara/Penyedia Layanan

di Kabupaten Sabu Raijua Tahun 2010Penyelenggara/Penyedia

Layanan Jumlah (Rp) %

Pemerintah Kabupaten/Kota 102.430.000 22,72 Puskesmas 285.560.000 63,35 Posyandu 62.797.500 13,93

Total 450.787.500 100,00

Tabel 5 bahwa peranan puskesmas sangat me-nonjol dalam produksi pelayanan program KIA. Pela-yanan rujukan terkait KIA di RSUD tidak tersedia diwilayah kerja Kabupaten Sabu Raijua pada tahun2010.

2. Perencanaan Anggaran ProgramKesehatan Ibu dan AnakProses perencanaan kegiatan program KIA

bersumber APBD secara umum dilakukan dengan

pendekatan bottom up melalui forum MusyawarahPerencanaan Pembangunan (Musrenbang). Tahapantersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Musrenbang Dusun

Musrenbang Desa/Kelurahan

Musrenbang Kabupaten

Puskesmas

Puskesmas

Pembantu

Forum

SKPD

Musrenbang Kecamatan

Dinas Kesehatan

Seksi KIA

Bidang PL-Kesga

Rencana Kerja Pembangunan

Daerah

Gambar 1. Tahapan dalam Proses PerencanaanKegiatan Program KIA bersumber APBD Kabupaten

Tahapan Musrenbang dalam Gambar 1 dibukti-kan dari hasil wawancara dengan responden ditingkat kecamatan dan dinas kesehatan:

“…Jadi tingkatannya itu seperti ini: Musren-bangdus, Musrenbangdes, Musrenbangcamdan Musrenbangkab. Sebelum masuk kemusrenbangkab, ada Forum SKPD” (R13)

“Kita tetap melibatkan dari bidang-bidangsecara teknis. Kita menjawab atau mengako-modir usulan dari tingkat bawah yaitu melaluiMusrenbangdus, Musrenbangdes, Musren-bangcam, Musrenbangkab. disamping itujuga, kita juga mengadakan rapat koordinasidengan puskemas dan rumah sakit. Di situ,kita akomodir dan kita rencanakan. Kita tuang-kan dalam Renja(Rencana Kerja) sendiri.Renja dinas ini.” (R1)

Pihak yang lebih banyak terlibat dalam Musren-bang di tingkat dusun dan desa adalah masyarakatdan aparatur pemerintah desa. Tenaga kesehatanjuga terlibat di tingkat desa apabila ada perawat ataubidan di pustu/desa tersebut. Namun, di tingkat desadan kecamatan, tenaga kesehatan tidak bisa terlibataktif secara penuh. Hal dibuktikan dari hasil wawan-cara dengan responden di tingkat kecamatan: “Tapimasalahnya kadang-kadang tidak bisa terlibat penuhkarena bertepatan dengan kegiatan rutin merekaseperti posyandu dan kunjungan rutin ke rumah ibuhamil dan ibu nifas. Kegiatan itu tidak bisa ditinggal.”(R11)

Setelah pelaksanaan Musrenbangcam, makalangkah selanjutnya dalam proses perencanaansebelum memasuki forum Musrenbangkab adalahForum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Page 5: 3071-5248-1-SM

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 17

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

Setelah Forum SKPD dilakukan, maka tahapan pe-rencanaan selanjutnya adalah pelaksanaan Musren-bangkab. Pihak-pihak yang terlibat cukup banyakbaik pemerintah maupun non pemerintah Musren-bangkab adalah Musrenbang persetujuan untukmembuat Rencana Kerja Pembangunan Daerah.

Hasil studi dokumen terhadap dokumen hasilMusrenbangcam tahun 2010 yang ada di tiga keca-matan diketahui bahwa jenis-jenis usulan kegiatanbidang kesehatan tingkat kecamatan yang diako-modir sebagian besar adalah usulan kegiatan yangbersifat fisik dan hanya sedikit saja yang bersifatnon fisik.

Hasil penelitian juga menemukan bahwa diseksi KIA yang ada di dinas kesehatan tidak memilikistaf. Jumlah kegiatan program KIA yang direncana-kan hanya dua kegiatan. Dana yang tersedia sangatterbatas dan sumber daya manusia untuk melaksa-nakan kegiatan juga terbatas. Hal ini dibuktikan darihasil wawancara dengan responden di DinasKesehatan:

“Kita disini sebenarnya tenaga masih terlalukurang. Misalnya seperti KIA saja, seksi initidak punya staf apa-apa. Saya sedikit ber-untung sebagai kepala bidang karena adakepala seksi. Tapi kepala seksi ini sendiritidak ada staf” (R2)

“Program yang kita buat selama ini, itu masihsebatas, disamping kita melaksanakan pro-gram yang memang sudah diarahkan daripusat, tetapi untuk APBD sendiri, karena dana-nya juga masih terbatas, kemudian karenamanusia atau SDM-nya juga masih sangatterbatas, sarana prasarana juga terbatas, jadikita masih, memikirkan penambahan saranaprasarana.” (R1)

Upaya advokasi anggaran juga tidak dilakukankarena kurangnya kemampuan Sumber DayaManusia (SDM) dalam perhitungan kecukupan dana.Hal ini dibuktikan dari hasil wawancara: “…sampaidengan saat ini, kami belum pernah lakukanpermintaan dana ke pihak mana-mana pun belumpernah. karena kita baru memulai, kita belum taukebutuhan kita seperti apa.” (R2)

3. Ketepatan Belanja Program Kesehatan Ibudan Anak

a. Jenis kegiatan

Tabel 6. Distribusi Belanja Program KIA BerdasarkanJenis Kegiatan di Kabupaten Sabu Raijua Tahun 2010

Jenis Kegiatan Jumlah (%) Kegiatan Langsung 348.947.500 77,41

Kegiatan Tidak Langsung 101.840.000 22,59 Total Biaya Program KIA 450.787.500 100,00

Tabel 6 menunjukkan bahwa proporsi belanjauntuk kegiatan langsung lebih besar dari belanja tidaklangsung.

b. Mata Anggaran

Tabel 7. Distribusi Belanja Program KIA BerdasarkanMata Anggaran di Kabupaten Sabu Raijua Tahun 2010

Mata Anggaran Jumlah (%) Investasi 25.500.000 5,66 Operasional 425.287.500 94,34 Pemeliharaan - - Total Biaya Program KIA 450.787.500 100,00

Tabel 7 menunjukkan bahwa hampir semua bia-ya program KIA digunakan untuk biaya operasionalsedangkan sisanya untuk investasi.

c. Jenjang Kegiatan

Tabel 8. Distribusi Belanja Program KIA BerdasarkanJenjang Kegiatan di Kabupaten Sabu Raijua

Tahun 2010Jenjang Kegiatan Jumlah (%)

Pusat 6.400.000 1,42 Provinsi 36.320.000 8,06 Kabupaten 44.130.000 9,79 Kecamatan/Puskesmas 75.730.000 16,80 Desa/Kelurahan/masyarakat 288.207.500 63,93 Total Biaya Program KIA 450.787.500 100,00

Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar bia-ya program KIA dibelanjakan untuk kegiatan-kegiatanKIA di tingkat desa dan puskesmas. Data ini menun-jukkan bahwa intensitas kegiatan di tingkat desadan kecamatan lebih tinggi daripada di kabupaten,provinsi dan pusat.

4. Kecepatan Aliran Dana Program KesehatanIbu dan Anak

a. Dana BOK dan JamkesmasHasil studi dokumen terhadap kuintansi pencair-

an menunjukkan bahwa dana BOK dan Jamkesmastahun 2010 di Kabupaten Sabu Raijua itu baru dapatdicairkan pada bulan Oktober-November. Untuk danaJamkesmas sendiri, waktu pencairannya memangsudah biasa terjadi di akhir tahun. Pencairan danaBOK dan Jamkesmas dinilai terlambat dan waktunyakurang tepat. Hal ini dibuktikan dari hasil wawancara-nya dengan responden di tingkat dinas kesehatandan puskesmas: “Dana BOK dan Jamkesmas iturealisasinya sudah akhir tahun, tidak tepat waktu jugapencairannya. Dari dulu seperti itu, sejak adanya danaJPS-BK.” (R6)

Page 6: 3071-5248-1-SM

18 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012

Dominirsep Dodo, dkk.: Analisis Pembiayaan Program Kesehatan Ibu dan Anak

Penyebab keterlambatan pencairan dana BOKdan Jamkesmas ini adalah karena dua faktordiantaranya: keterlambatan dari alokasi daripemerintah pusat dan kemampuan dan kapasitasdari sumberdaya manusia di puskesmas dalammembuat Plan of Action (PoA). Hal ini dibuktikanhasil wawancara dengan responden di tingkat dinaskesehatan dan puskesmas:

“Keterlambatan dari pusat, kemudian dariKabupaten Kupang juga terlambat. Kamihanya menunggu alokasi pembagian dariKabupaten Kupang pada waktu itu.” (R4)

“Biasanya dinas sudah memberi tahu bahwadana sudah ada. Cuma kami kendalanya ya,pada saat penyusunan PoA. Kami hanyadiberikan juknis saja dan tidak pernahmendapat pelatihan untuk itu.Kami baca darijuknis dan interpretasi sendiri. Kemudiankonsultasi ke atas. Kalau sudah betul, ya oke.Tapi kalau tidak ya buat ulang alias merekacoret.” (R8)

Dampak dari keterlambatan pencairan danaBOK dan Jamkesmas ini sangat berpengaruh padakualitas layanan atau kegiatan program di puskes-mas. Hal ini dibuktikan dari hasil wawancara denganresponden di tingkat puskesmas:

“Selama bulan Januari sampai denganpencairan dana, pekerjaan atau kegiatan yangdilakukan dengan alokasi dana jamkesmasitu pake BON alias utang dulu.…artinya kitaBON dulu.” (R5)

“Yang pasti bahwa keterlambatan dana itusangat mengganggu program kita disini. Jadiharapan kita ke depannya nanti, kalau bisadana itu turun di awal-awal tahun. Supaya kitajuga kerja dengan tenang dan tidak meraba-raba.” (R7)

b. Dana APBD dan Dana DekonsentrasiHasil studi dokumen dan wawancara, menunjuk-

kan bahwa pencairan dana dari APBD Kabupatenuntuk kegiatan KIA dilakukan pada bulan Juli. Berikutadalah hasil wawancara dengan responden ditingkatdinas kesehatan: “Bulan Juli, agak terlambat cairnyaitu. Sementara birokrasinya juga begitu panjang se-hingga ada kegiatan-kegiatan yang sudah dilaksanakankarena terobosan saja tapi dana-nya belom ada.” (R2)

Sementara itu, pencairan dana dekonsentrasidilakukan pada bulan Agustus-September. Informasiini menggambarkan bahwa pencairan dana dekon-sentrasi dan APBD dilakukan pada sekitar perte-ngahan tahun.

PEMBAHASAN1. Ketersediaan Biaya Program Kesehatan Ibu

dan AnakPenelitian ini menemukan bahwa biaya KIA yang

dialokasikan tidak cukup untuk menyediakan pela-yanan kesehatan dasar bagi ibu sejak awal keha-milan sampai masa nifas. Hasil penelitian ini didu-kung oleh penelitian15 di Lombok Tengah yang mene-mukan bahwa biaya program KIA yang ada memangtidak cukup untuk mencapai target yang ada dalamstandar pelayanan minimal yang dibuat oleh peme-rintah15. Tidak cukupnya biaya program KIA berkaitanerat dengan alokasi biaya kegiatan program KIA.Proporsi alokasi dari pemerintah daerah hanya0,80% dari total belanja langsung APBD kabupaten.Proporsi ini berbeda dengan hasil penelitian16 yangmenemukan bahwa proporsi anggaran dari APBDuntuk program kesehatan ibu dan bayi berkisarantara 30%-35%.16 Pola pembiayaan program KIAdalam penelitian ini bertentangan dengan semangatdesentralisasi. Fenomena tersebut dipengaruhi olehkurangnya kesadaran pengambil keputusan akan artipentingnya kesehatan17. Pengambil keputusan seringmenganggap pelayanan kesehatan merupakan sek-tor yang tidak produktif. Di era desentralisasi ba-nyak daerah tidak memiliki cukup dana untuk mem-biayai pelayanan kesehatan karena kemampuanfiskal yang rendah18. Selain faktor di atas, juga dipe-ngaruhi oleh lemahnya kapasitas manajerial dalammembuat perencanaan anggaran di daerah19.

Temuan lain yang juga penting dalam penelitianini adalah dominasi peningkatan pembiayaan daripemerintah pusat. Hal ini tidak sepenuhnya positif.Sentralisasi dalam hal dana dekosentrasi programKIA tidak dibarengi dengan decision space yang lebarsehingga sehingga derajat otonomi kabupaten jugaterbatas20. Selain itu juga alokasi anggaran tidaktepat. Alokasi anggaran dari pusat untuk programKIA tidak ada hubungannya dengan indikator kapa-sitas fiskal, jumlah penduduk, penduduk miskin, luaswilayah, jumlah dokter, jumlah puskesmas danjumlah rumah sakit18.

Ketersediaan biaya yang besar untuk menjaminpelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk bukan-lah satu-satunya determinan bagi peningkatan kiner-ja program. Masih banyak faktor lainnya yang jugaturut mempengaruhi peningkatan kinerja programyakni ketersediaan sarana dan SDM, kualitas layan-an, kapasitas dalam penyerapan anggaran, danfungsi pengawasan.

Page 7: 3071-5248-1-SM

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 19

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

2. Perencanaan Kegiatan Program KesehatanIbu dan AnakPenelitian ini menemukan bahwa perencanaan

program KIA bersumber APBD dilakukan pendekatanhierarki pemerintahan. Pendekatan ini dalam UU No.25/2004 dikenal sebagai pendekatan bawah ke atas(bottom up) melalui mekanisme Musrenbang. Pen-dekatan ini menekankan pada keterpaduan horison-tal/lintas sektor di setiap hierarki pemerintahan21.

Model pengambilan keputusan dalam pendekat-an bottom up (Musrenbang) ini adalah model rasio-nal. Pengambilan keputusan melibatkan pemilihandi antara pilihan-pilihan yang berlaku paling memung-kinkan dalam pencapaian tujuan yang ditentukan22.Penelitian ini menemukan kelemahan dalam pende-katan Musrenbang. Kelemahan pertama adalah ting-kat keterlibatan dan partisipasi masyarakat rendahkarena dilakukan pada awal tahun yang bertepatandengan musim hujan. Hal ini berpotensi pada kurang-nya ownership masyarakat terhadap program-pro-gram dan kegiatan. Kelemahan kedua adalah out-put kegiatan yang ditetapkan atau diusulkan untukdibiayai lebih banyak yang bersifat fisik.

Dominannya usulan kegiatan yang bersifat fisikdalam forum Musrenbang disebabkan karena kega-galan pemerintah yaitu dinas kesehatan sebagaileading sector dalam memfasilitasi masyarakatuntuk memahami pentingnya aspek non fisik dibidang kesehatan. Salah satu bentuk kelemahanpendekatan bottom up dengan model pengambilankeputusan rasional yaitu ketidakmampuan pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan kebijakan da-lam mendefinisikan permasalahan yang ada sebagaikonsekuensi dari kekurangan informasi yang dimi-liki22. Selain berbagai faktor di atas, terdapat jugafaktor lain yakni output pelayanan KIA adalah suatuyang intangible sehingga kurang mendapat perhatianmasyarakat23.

Kecenderungan belanja fisik tidak berbandinglurus dengan peningkatan kinerja program9. Dalamproses perencanaan memang masih terdapat kesulit-an untuk merubah mindset pelaku perencanaan dari“project oriented” atau “budget oriented” menjadi “per-formance based-budgeting”. Kesulitan lainnya dalamproses perencanaan adalah terbatasnya SDM yangmenunjang kegiatan dan tidak lancarnya pelaporankegiatan kesehatan18.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut perlu dila-kukan perbaikan yang dimulai dari: 1) sosialisasiuntuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaranmasyarakat akan pentingnya kegiatan non fisik da-lam sektor kesehatan, 2) pengambilan keputusanharus berbasis bukti (evidence based) sehingga perlu

ada pengumpulan data dan perbaikan kualitas datayang akurat, dan 3) tenaga kesehatan harus terlibataktif dalam kegiatan Musrenbang dan membangunkoalisi yang erat dengan berbagai stakeholderpenting di ranah lokal.

3. Ketepatan Belanja Program Kesehatan Ibudan AnakPenelitian ini menemukan bahwa belanja pro-

gram KIA dari aspek jenis kegiatan, lebih banyakdihabiskan untuk kegiatan langsung. Kegiatan lang-sung adalah kegiatan yang menghasilkan outputprogram dan terkait langsung dengan pelayanan9.Banyaknya biaya yang digunakan untuk kegiatanlangsung akan meningkatkan output layanan karenamenyentuh sasaran/populasi dan konsisten denganprinsip penganggaran berbasis kinerja yang menun-tut adanya efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas24.

Dari aspek mata anggaran, sebagian besar bia-ya dibelanjakan untuk input yang bersifat operasio-nal. Kinerja program sangat ditentukan oleh kecukup-an biaya operasional. Kekurangan biaya operasionalmerupakan “penyakit” lama dalam sistem kesehat-an25. Biasanya belanja kesehatan lebih didominasioleh belanja fisik untuk investasi. Belanja yang tinggiuntuk kegiatan investasi cenderung tidak meningkat-kan kinerja9.

Berdasarkan aspek jenjang kegiatan, sebagianbesar biaya digunakan untuk menjalankan kegiatandi desa melalui posyandu dan di puskesmas. Inten-sitas kegiatan KIA yang tinggi di desa dan puskes-mas meningkatkan kinerja program karena bersifatlangsung kepada masyarakat sebagai sasarankegiatan. Perbaikan kinerja program sebagian besarditentukan oleh intensitas kegiatan di tingkat pela-yanan seperti puskesmas, RSUD, dan masyarakat9.

Walaupun dari segi jenis kegiatan, mata anggar-an, dan jenjang kegiatan, belanja program KIA sudahtepat namun kondisi SDM dan fasilitas dan saranapendukung lainnya di Kabupaten Sabu Raijua sangatterbatas dan tidak mendukung dalam meningkatkankualitas pelayanan dan kinerja program. Implikasi-nya, cakupan pelayanan KIA di tingkat puskesmastidak mengalami peningkatan. Determinan kinerjaprogram dari perspektif ketepatan belanja tidak sepe-nuhnya berlaku di semua daerah25. Asumsi itu hanyadapat berlaku di daerah yang memiliki SDM yangcukup dengan fasilitas yang memadai. Pencapaiantarget kinerja program sangat ditentukan olehkemampuan sistem, ketersediaan sumber daya daninfrastruktur serta kapasitas absorpsi pemerintah21.Alokasi biaya operasional yang efektif untuk kegiatanprogram KIA adalah alokasi biaya yang diarahkan

Page 8: 3071-5248-1-SM

20 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012

Dominirsep Dodo, dkk.: Analisis Pembiayaan Program Kesehatan Ibu dan Anak

pada kegiatan-kegiatan yang terkait erat denganupaya mengatasi penyebab kematian ibu dan bayi26.Untuk meningkatkan efektivitas implementasi pro-gram maka perlu dilakukan perubahan dalam strukturorganisasi dan hal ini terkait erat dengan keterse-diaan dan kemampuan sumber daya manusia sektorkesehatan yang ada di tingkat daerah27.

4. Kecepatan Aliran Dana Program KesehatanIbu dan AnakKecepatan aliran dana merupakan faktor yang

krusial dalam implementasi kegiatan program. Danaadalah unsur penting dalam menjalankan sistemkesehatan di daerah. Kecepatan aliran dana akansangat menentukan kapan suatu kegiatan dimulaidan kualitas dari pelaksanaan kegiatan tersebut.Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana dari peme-rintah pusat selalu terlambat dan realisasinya padaakhir tahun sedangkan dana dekonsentrasi dan danadari APBD dicairkan pada pertengahan tahun. Pen-capaian target program tidak akan maksimal biladikerjakan dalam waktu yang singkat walaupunjumlah dana yang diberikan cukup besar.

Penelitian ini menemukan bahwa ada ketidak-pastian pembiayaan dalam kegiatan program KIAdari awal tahun sampai pertengahan tahun bahkanakhir tahun. Ketidakpastian pembiayaan ini menyulit-kan tenaga kesehatan yang ada di tingkat pelayanandasar di kecamatan dan desa/posyandu. Tenaga ke-sehatan mengeluarkan biaya sendiri atau berhutangkepada pihak lain. Dalam kondisi ketidakpastianpembiayaan ini, sangat sulit untuk menjalankankegiatan rutin dan membuat inovasi di tingkat desaatau puskesmas.

Keterlambatan pencairan dana dari pusat mau-pun daerah dari daerah sendiri merupakan prakondisiyang memungkinkan berkembangnya perilaku ko-rupsi. Penyalahgunaan wewenang atau perilakukorupsi dalam sektor kesehatan dipengaruhi olehbesarnya peluang yang ada untuk melakukan penya-lahgunaan tersebut. Besarnya peluang tersebutdipengaruhi oleh banyak hal dan yang paling pentingadalah adanya monopoli dalam pengelolaan danadan tekanan dari pihak-pihak yang memiliki otoritas28.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian diGhana yang menyatakan keterlambatan pencairandana mengacaukan implementasi kegiatan kesehat-an dan menurunkan moral kerja dari pegawai. Salahsatu cara menyiasati keterlambatan dana adalahmelalui mekanisme hutang. Mekanisme lainnya ada-lah dengan meminjam biaya dari kas internal institusi,pre-purchasing materials, atau melakukan penghe-matan diakhir tahun untuk kegiatan pada awal tahunberikutnya. Mekanisme informal seperti ini dinilai da-

pat mencegah terjadinya korupsi akibat keterlam-batan dana sekaligus bisa mempertahankan agarsistem kesehatan tetap berjalan29.

5. Analisis dan Rekomendasi KebijakanPada tahun 2009, pemerintah Provinsi NTT telah

mengeluarkan kebijakan revolusi KIA. Kebijakanrevolusi KIA adalah kebijakan yang diambil oleh pe-merintah Provinsi NTT untuk mempercepat penu-runan AKI dan AKB di wilayah NTT. Kebijakan inimengharuskan semua ibu hamil bersalin harus dito-long oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatanyang memadai.

Dari hasil wawancara diketahui bahwa terdapatberbagai faktor yang mempengaruhi tingginya kemati-an ibu dan bayi di Kabupaten Sabu Raijua. Beberapafaktor yang menyebabkan hal tersebut adalah karenaterbatasnya jumlah tenaga kesehatan, sarana danprasarana kesehatan, manajemen pelayanan kese-hatan dan rendahnya pengetahuan serta kesadaranmasyarakat akan pentingnya kesehatan ibu dananak.

Untuk memperbaikinya, dalam konteks pembia-yaan diperlukan perencanaan berbasis skenario. De-ngan adanya pemahaman ini maka pengambilkeputusan lebih siap melakukan tindakan strategisdi masa yang akan datang30. Ada dua fenomenapenting terkait dengan skenario pembiayaan. Duafenomena itu adalah pembiayaan dari pusat danpembiayaan dari daerah. Berdasarkan pada dua halini maka ada empat skenario yang akan terjadi dalampembiayaan KIA di kabupaten. Ilustrasinya sepertiditunjukkan pada Gambar 2.

Ada peningkatan pembiayaan dari APBD

untuk program KIA

Tidak ada peningkatan

pembiayaaandari APBD

untuk program KIA

Ada peningkatan pembiayaan KIA dari

APBN/Dekon

1

2

Tidak ada

peningkatan pembiayaan KIA dari

APBN/Dekon

4

3

Gambar 2. Skenario Pembiayaan Program KIAdi Kabupaten Sabu Raijua di Masa Datang

Dari ke-4 skenario di atas, skenario yang pal-ing mungkin terjadi adalah skenario yang didukungoleh hasil analisis terhadap fakta dan pengalaman

Page 9: 3071-5248-1-SM

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 21

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

yang terjadi selama ini dan peluang dan ancaman dimasa datang. Pembiayaan kesehatan dari pusatuntuk program prioritas diperkirakan meningkatdengan adanya BOK, Jamkesmas dan Jampersalyang tercermin dari adanya keinginan pemerintahpusat untuk mencapai Universal Coverage 2014.Perhatian pemerintah pusat dalam percepatanpembangunan di kawasan Timur Indonesia terutamadaerah-daerah dengan AKI dan AKB juga sangattinggi terutama daerah perbatasan, kepulauan,miskin dan terpencil.

Sementara itu, ditingkat daerah sendiri,kebijakan revolusi KIA yang dicanangkan di tingkatprovinsi mulai gencar disosialisasikan ditingkatkabupaten dan kemungkinan besar membawapengaruh dalam political will pemerintah daerahdalam hal komitmen anggaran. Koalisi untuk sektorkesehatan kemungkinan akan lebih kuat karenasektor kesehatan merupakan salah satu programprioritas kedua setelah pendidikan di KabupatenSabu Raijua.

Dari berbagai fakta dan uraian di atas, makakemungkinan besar skenario 1 yang akan terjadiyaitu peningkatan pembiayaan dari pusat dan provinsiyang diikuti dengan peningkatan pembiayaan dariAPBD kabupaten. Rekomendasi yang dapatdiberikan bila skenario ini terjadi:

Kementerian Kesehatan perlu merubah meka-nisme penyaluran Dana BOK agar tidak terjadiketerlambatan, 2) Dinas Kesehatan Kabupaten perlumalkukan perbaikan kualitas data sasaran programKIA. Kegiatan dan layanan program KIA yang tidakdibiayai oleh dana pusat, 3) Dinas kesehatan kabu-paten perlu melakukan komunikasi data dan pertu-karan informasi yang intensif dengan pemerintahpemerintah provinsi agar dapat mengalokasikan danadekonsentrasi dengan menu kegiatan yang sesuaidengan kebutuhan pengembangan sistem kesehatandaerah, 4) Dinas kesehatan perlu mengintensifkanpengawasan dan pengendalian terhadap mutu layan-an dan kegiatan program KIA di tingkat puskesmas,5) Pemerintah daerah harus kerjasama denganperguruan tinggi kesehatan atau institusi kesehatanlainnya untuk penyediaan tenaga kesehatan.

Pemerintah daerah perlu melakukan perbaikandalam alokasi APBD untuk sektor kesehatan denganmenitikberatkan pada pemberian insentif bagi tenagakesehatan, upaya penyediaan tenaga kesehatan,penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai.

Perbaikan kualitas dan pemantapan kapasitasmanajemen di dinas kesehatan dan puskesmasserta rumah sakit sehingga target kinerja tercapaisecara efektif dan efisien.

Peningkatan fungsi pengawasan dan pengen-dalian serta penggunaan mekanisme informal lainnyaagar dalam penggunaan biaya tidak membukapeluang terjadinya korupsi dalam implementasisistem kesehatan.

Untuk merubah perilaku dan meningkatkankesadaran masyarakat dalam hal persalinan makapemerintah daerah perlu menetapkan peraturan dae-rah dan turunannya di tingkat kecamatan dan desamengenai keharusan melakukan persalinan padatenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.

Pengembangan kemitraan dengan tokoh agama(toga) dan tokoh masyarakat (tomas) atau tokohlokal (tolo) untuk lebih aktif dalam peran pengambilankeputusan melakukan rujukan masalah persalinan.

KESIMPULAN DAN SARANPembiayaan KIA oleh pemerintah belum meme-

nuhi kebutuhan masyarakat. Komitmen pemerintahdalam pembiayaan program KIA yang adalah pro-gram prioritas sangat rendah. Terjadi sentralisasianggaran program KIA.

Pendekatan yang digunakan dalam perencana-an anggaran kegiatan KIA dari sumber APBD kabu-paten adalah pendekatan bottom up melalui meka-nisme Musrenbang. Mekanisme ini gagal untuk me-ningkatkan kualitas dan anggaran kegiatan programKIA.

Kinerja program tidak hanya ditentukan olehketepatan belanja program, tetapi juga ketersediaansumber daya manusia dan fasilitas kesehatan yangmemadai.

Pencairan dana mengalami keterlambatan dansangat mempengaruhi kualitas implementasi ke-giatan. Pelayanan kesehatan dasar KIA lebih seringdijalankan dengan menggunakan mekanisme infor-mal seperti hutang atau menggunakan biaya pribadi.Keterlambatan ini memberi peluang terjadinya penya-lahgunaan/korupsi sehingga fungsi pengawasan per-lu ditingkatkan baik secara internal maupun ekster-nal.

Implementasi kebijakan Revolusi KIA di Kabu-paten Sabu Raijua dari aspek isi, sasaran programKIA (ibu hamil) belum bisa melahirkan di fasilitaskesehatan yang memadai. Dari aspek konteks, im-plementasi tidak didukung dengan biaya, SDM dansarana prasarana yang cukup serta masih rendahnyapengetahuan dan kesadaran masyarakat. Dari aspekaktor, pelaku pembiayaan dan pelaku pelayananprogram KIA didominasi oleh pemerintah dan belumada kontribusi swasta atau lembaga donor lainnya.Ke depannya, kemungkinan besar terjadi peningkat-an pembiayaan dari pemerintah pusat yang diikuti

Page 10: 3071-5248-1-SM

22 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012

Dominirsep Dodo, dkk.: Analisis Pembiayaan Program Kesehatan Ibu dan Anak

dengan peningkatan pembiayaan program KIA daripemerintah daerah.

REFERENSI1. Dinas Kesehatan Provinsi NTT. Profil Kesehatan

Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2008,Dinas Kesehatan Provinsi NTT, Kupang, 2009a.

2. Dinas Kesehatan Provinsi NTT. Rencana Stra-tegis Dinas Kesehatan Provinsi Nusa TenggaraTimur Tahun 2009-2013, Kupang, 2009b.

3. Muninjaya AA. Gde. Manajemen Kesehatan,Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2004.

4. Dinas Kesehatan Provinsi NTT. PedomanRevolusi KIA di NTT, Kupang, 2009c.

5. Dinas Kesehatan dan Sosial Kabupaten SabuRaijua. Profil Kesehatan Kabupaten Sabu Raijuatahun 2010, Sabu, 2010.

6. WHO. World Health Report, http://www.who.int,2000, Diakses tanggal 3 Januari 2010.

7. Eliya, R. Strengthening Health Financing in Part-ner Developing Countries. www.jcie.org/researchpdfs/, diakses tanggal 4 Maret 2010.

8. Trisnantoro L. Sistem Kesehatan dan Refor-masi, Makalah Kuliah Health Reform KMPK,Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas GadjahMada, Yogyakarta, 2010.

9. Gani A. Pedoman dan Modul Pelatihan DistrictHealth Account (DHA) untuk Tingkat Kabupatendan Kota, Pusat Pembiayaan dan JaminanKesehatan Depkes RI, Jakarta, 2009.

10. Schaferhoff M, Schrade C, Yamey, G. Financ-ing Maternal and Child Health-What Are the Limi-tations in Estimating Donor Flows and ResourceNeeds?.PloS Med 2010;7(7): e1000305.Doi:10.1371/ journal.pmed.1000305.

11. Gray M J A. Evidence-Based Health care. HowTo Make Health Policy and Management Deci-sions, Churchill Livingstone, London, 2001.

12. Davies P. Is evidence Based Government Pos-sible? Jerry Lee Lecture 2004. In Dumestricu,A., Granados, A., Wallace, J., Watson, S.,Deman Driven Evidence Network in Europe,Bulletin World Health Organization, 2006.

13. WHO. National Health Account. http://www.who.int/nha/, Diakses tanggal 2 Februari2011.

14. Yin R K. Studi Kasus-Desain & Metode, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009.

15. Siswadi A J. Analisis Biaya Program KesehatanIbu dan Anak Dalam Mencapai SPM di Kabu-paten Lombok Tengah, Tesis, Ilmu KesehatanMasyarakat, Fakultas Kedokteran, UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta, 2009.

16. Aryastami N K, Ariningrum, Ratih. AnalisisPembiayaan Program Kesehatan Ibu dan bayidi Kabupaten/Kota. Buletin Penelitian SistemKesehatan, 2005;10(3):231-38.

17. Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan,Edisi Ke-3, Binarupa Aksara, Jakarta, 1996.

18. Trisnantoro L, Atmawikarta A., Marhaeni D., danHarbianto, D. Desentralisasi Fiskal di SektorKesehatan Dan Reposisi Peran Pusat DanDaerah dalam Pelaksanaan DesentralisasiKesehatan di Indonesia 2000-2007-MengkajiPengalaman dan Skenario Masa Depan, BPFE,Yogyakarta, 2009.

19. Hasanbasri, M. Politik Daerah dan ProgramKesehatan di Masa Desentralisasi dalam Pelak-sanaan Desentralisasi Kesehatan di Indonesia2000-2007-Mengkaji Pengalaman dan SkenarioMasa Depan, BPFE, Yogyakarta, 2009.

20. Herawati D M D. Decision Space dalam Pro-gram Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2006,Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan,2006;09(3):118-120.

21. Probandari A dan Murti, B. Perencanaan danPenentuan Prioritas Kesehatan dalamPerencanaan dan Penganggaran untuk InvestasiKesehatan Kabupaten dan Kota, Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta, 2006.

22. Buse K, Mays N, Walt G. Making Health Policy-Understanding Public Health, Open UniversityPress, London, 2005.

23. Hasanbasri M. Proses Politik dalam Perenca-naan dan Pengganggaran dalam Perencanaandan Penganggaran untuk Investasi KesehatanKabupaten dan Kota, Editor: LaksonoTrisnantoro, Gadjah Mada University Press,Yogyakarta, 2006.

24. Maryanti A H, Hardianto D. Penganggaran Meng-gunakan RASK dan Pembiayaan Kesehatan da-lam Perencanaan dan Penganggaran untuk In-vestasi Kesehatan Kabupaten dan Kota. GadjahMada University Press, Yogyakarta, 2006.

25. Gani A. Reformasi Sistem Pembiayaan Kese-hatan Kabupaten/Kota dalam Sistem Desentra-lisasi, Makalah Pertemuan Nasional Desentra-lisasi Kesehatan, Bandung, 2006.

26. Rambe DM. Analisa Biaya Operasional ProgramKesehatan Ibu dan Anak Terkait PenurunanKematian Ibu di Kabupaten Muaro Jambi, Tesis,Ilmu Kesehatan Masyarakat, FakultasKedokteran, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta, 2009.

27. Vian, Tanry. Review of Corruption in the HealthSector: Theory, Methods and Interventions, Jour-

Page 11: 3071-5248-1-SM

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 23

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

nal Health Policy and Planning, Published byOxford University Press in Association with TheLondon School of Hygiene and Tropical Medi-cine, 2008;23:83-94.

28. Hasanbasri M. Program Vertikal dan KapasitasDaerah, Paper Kuliah Minat Kebijakan danManajemen Pelayanan Kesehatan, IlmuKesehatan Masyarakat, Universitas GadjahMada, Yogyakarta, 2008.

29. Asante, Augustine D, Zwi, Anthony B, Ho MariaT. Getting by on Credit: How District Health Ma-nagers in Ghana Cope with the Untimely Re-lease of Funds. BMC Health Services Re-search, 2006;6:105 doi:10.1186/1472-6963-6-105.

30. Trisnantoro L. Analisis Stakeholder dan Skenariodalam Pelaksanaan Desentralisasi Kesehatandi Indonesia 2000-2007-Mengkaji Pengalamandan Skenario Masa Depan, BPFE, Yogyakarta,2009.