3. bab i

Upload: ade-vella-feliza-rauf

Post on 02-Mar-2016

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pendahuluan

TRANSCRIPT

4

BAB IPENDAHULUANGangguan konversi juga disebut disosiatif karena dahulu di anggap terjadi hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi dan memori, sensori dan fungsi motorik. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak dapat dijelaskan secara medis. Pada penderita didapatkan hilangnya fungsi seperti memori (amnesia psikogenik), berjalan-jalan dalam keadaan trans (fugue), fungsi motorik (paralisis dan pseudoseizure), atau fungsi sensorik (anesthesia sarung tangan dan kaus kaki, glove and stocking anaesthesia). Istilah konversi didasarkan pada teori kuno bahwa perasaan dan anxietas dikonversikan menjadi gejala-gejala dengan akibat terselesaikannya konflik mental (keuntungan primer) dan didapatkannya keuntungan praktis seperti perhatian dari orang lain (keuntungan sekunder).1,2Gangguan konversi berkaitan dengan gangguan kecemasan. Dari beberapa literatur mengatakan bahwa gangguan konversi bisa merupakan bagian dari gangguan somatoform atau pada gangguan disosiatif, individu mengeluhkan gejala-gejala gangguan fisik yang terkadang berlebihan, tetapi pada dasarnya tidak terdapat gangguan fisiologis. Pada gangguan disosiatif, individu mengalami gangguan kesadaran, ingatan, dan identitas. Munculnya kedua gangguan ini biasanya berkaitan dengan beberapa pengalaman yang tidak menyenangkan, dan terkadang gangguan ini muncul secara bersamaan.1,2

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN2.1 DefinisiGangguan konversi (conversion disorders) menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) didefinisikan sebagai suatu gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis (sebagai contohnya paralisis, kebutaan, dan parastesia) yang tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis atau medis yang diketahui. Disamping itu diagnosis mengharuskan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan awal atau eksaserbasi gejala. Adapun menurut PPDGJ III gangguan konversi atau disosiatif adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal antara: ingatan masa lalu, kesadaran akan identitas dan penghayatan segera, dan kendali terhadap gerakan tubuh. 1,3Secara normal terdapat pengendalian secara sadar, sampai taraf tertentu, terhadap ingatan dan penghayatan, yang dapat dipilih untuk digunakan segera, serta gerakan-gerakan yang harus dilaksanakan. Pada gangguan konversi diperkirakan bahwa kemampuan mengendalikan secara sadar dan selektif ini terganggu, sampai suatu taraf yang dapat bervariasi dari hari ke hari atau bahkan dari jam ke jam. Biasanya sangat sulit untuk menilai sejauh mana beberapa kehilangan fungsi masih berada dalam pengendalian volunter.3

2.2 EpidemiologiPrevalensi beberapa gejala gangguan konversi yang tidak cukup parah untuk memerlukan diagnosis dapat terjadi pada sebanyak sepertiga populasi umum pada suatu waktu selama kehidupannya. Suatu survei masyarakat menemukan bahwa insidensi tahunan gangguan konversi adalah 22 per 100.000 orang. Di antara populasi spesifik, kejadian gangguan konversi menjadi gangguan somatoform yang paling sering ditemukan pada beberapa populasi. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa 5 sampai 15 persen konsultasi psikiatrik di suatu rumah sakit Veterans Affair melibatkan pasien dengan diagnosis gangguan konversi.1,2,4 Rasio wanita terhadap laki-laki pada pasien dewasa adalah sekurangnya 2 berbanding 1 dan sebanyaknya 5 berbanding 1, anak-anak memiliki penonjolan pada perempuan yang bahkan lebih tinggi lagi. Laki-laki dengan gangguan konversi seringkali terlibat di dalam kecelakaan pekerjaan atau militer. Gangguan konversi dapat memiliki onset pada setiap usia, dari masa anak-anak sampai lanjut usia. Data menyatakan bahwa gangguan kardioversi paling sering di populasi pedesaan, orang yang berpendidikan rendah, dan anggota militer yang mengalami situasi peperangan. Gangguan konversi seringkali disertai dengan diagnosis komorbid gangguan depresif berat, gangguan kecemasan, dan skizofrenia.32.3 EtiologiGangguan konversi belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun biasanya terjadi akibat trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan organik yang dialami. Gangguan ini terjadi pertama pada saat anak- anak namun tidak khas dan belum bisa teridentifikasikan, dalam perjalanan penyakitnya gangguan konversi ini bisa terjadi sewaktu-waktu dan trauma masa lalu pernah terjadi kembali, dan berulang-ulang sehingga terjadinya gejala gangguan konversi.2,4,5 Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa trauma yang terjadi berupa :1,2,4,5,7 Kepribadian yang labil : Pelecehan seksual Pelecehan fisik Kekerasan rumah tangga ( ayah dan ibu cerai ) Lingkungan sosial yang sering memperlihatkan kekerasan

2.4 Faktor Resiko Orang-orang dengan pengalaman gangguan psikis kronik, seksual ataupun emosional semasa kecil sangat berisko besar mengalami gangguan konversi. Anak-anak dan dewasa yang juga memiliki pengalaman kejadian yang traumatik, semisalnya perang, bencana, penculikan, dan prosedur medis yang infasif juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya gangguan konversi ini. 2.5 Tanda dan gelajaParalisis, kebutaan, dan mutisme adalah gejala gangguan konversi yang paling sering. Gangguan konversi mungkin paling sering berhubungan dengan gangguan kepribadian pasif-agresif, dependen, antisocial, dan histrionik. Gejala gangguan depresif dan kecemasan seringkali dapat memyertai gejala gangguan konversi dan pasien yang terkena berada dalam risiko untuk bunuh diri.Gejala sensorik. Pada gangguan konversi, anesthesia dan parestesia adalah sering ditemukan, khususnya pada anggota gerak. Semua modalitas sensorik dapat terlibat, dan distribusi gangguan biasanya tidak konsisten dengan yang ditemukan pada penyakit neurologis sentral atau perifer. Jadi, dokter dapat menemukan anesthesia stocking-and-glove yang karakterisktik pada tangan atau kaki atau hemianestesia pada tubuh yang tepat dimulai di garis tengah.Gejala gangguan konversi mungkin melibatkan organ indera spesifik, yang menyebabkan ketulian, kebutaan, dan penglihatan terowongan (tunnel vison). Gejala tersebut mungkin unilateral atau bilateral. Tetapi, pemeriksaan neurologis menemukan jalur sensorik yang utuh. Pada kebutaan gangguan konversi, sebagai contohnya, pasien berjalan berkeliling tanpa bertabrakan atau mencederai diri sendiri, pupilnya bereaksi terhadap cahaya, dan demensial cetusan kortikal mereka adalah normal.Gejala motorik. Gejala motorik adalah kelainan pergerakan, cara berjalan, kelemahan, dan pareiform, tik dan sentakan-sentakan mungkin ditemukan. Pergerakan biasanya memburuk jika diberikan perhatian padanya. Satu gangguan gaya berjalan yang ditemukan pada gangguan konvers adalah astasia-abasia, yaitu gaya berjalam yang sangat ataksik dan sempoyongan yang disertai oleh gerakan batang tubuh yang meyentak, irregular, dan bergelombang. Paien dengan gejala jarang terjatuh; jika mereka terjatuh, mereka biasanya tidak mengalami cedera.Gangguan motorik lain yang sering adalah paralisis dan paresis yang mengenai satu, dua, atau empat anggota gerak, walaupun distribusi otot yang terlibat tidak sesuai dengan jalur neural. Refleks tetap normal; pasien tidak memiliki fasikulasi atau atrofi otot (kecuali setelah paralisis konversi yang lama); temuan elektromiografi adalah normal.Gejala kejang. Kejang semu (pseudoseizure) adalah gejala lain pada ganggguan konversi. Klinisi mungkin akan merasa sulit dengan pengamatan saja untuk memebedakan kejang semu dari kejang yang sesungguhnya. Selain itu, kira-kira sepertiga pasien yang memiliki kejang semu juga memiliki gangguan epileptik yang menyertai. Menggigit lidah, inkontienensia urin, dan cedera setelah terjatuh dapat terjadi pada kejang semu, walaupun gejala tersebut biasanya tidak ditemukan. Refleks pupil dan batuk adalah dipertahankan setelah kejang semu, dan pasien tidak memiliki peningkatan konsentrasi prolaktin pascakejang.Ciri penyerta lain. Beberapa gejala psikologis juga telag dihubungkan dengan gangguan konversi.2.6 DiagnosisGangguan disosiatif dibedakan atau diklasifikasikan atas beberapa pengolongan yaitu :F44.0 Amnesia DisosiatifF44.1 Fugue DisosiatifF44.2 Stupor DisosiatifF44.3 Gangguan Trans dan KesurupanF44.4 Gangguan motorik DisosiatifF44.5 Konvulsi DisosiatifF44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik DisosiatifF44.7 Gangguan Disosiatif campuranF44.8 Gangguan Disosiatif lainnyaF44.9 Gangguan disosiatif YTTUntuk diagnosis pasti maka hal-hal berikut ini harus ada :1. Ciri-ciri klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan yang tercantum diatas.2. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala tersebut.3. Bukti adanya penyebab psikologis dalam bentuk hubungan waktu yang jelas dengan problem dan peristiwa yang stressful atau hubungan interpersonal yang terganggu (meskipun disangkal pasien).F 44.0 Amnesia DisosiatifAmnesia disosiatif terjadi pada 2-7% populasi general. Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenai kejadian penting yang baru terjadi yang bukan disebabkan karena gangguan mental organik atau terlalu luas untuk dijelaskan.3,5 Amnesia adalah gejala disosiatif yang paling sering, karena terjadi pada hampir semua gangguan disosiatif amnesia dissosiatif diperkirakan merupakan gangguan disosiatif yang paling sering, lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki, dan lebih sering pada dewasa muda dibandingkan dewasa yang lebih tua.1Pada amnesia disosiatif biasanya didapati gangguan ingatan yang spesifik saja dan tidak bersifat umum. Informasi yang dilupakan biasanya tentang peristiwa yang menegangkan atau traumatik dalam kehidupan seseorang.1Bentuk umum dari amnesia disosiatif melibatkan amnesia untuk identitas pribadi seseorang, tetapi daya ingat informasi umum adalah utuh.Diagnostik pasti memerlukan3 :1. Amnesia, baik total maupun parsial, mengenai kejadian baru yang bersifat stress atau traumatik.2. Tidak ada gangguan otak Berdasarkan DSM IV, amnesia dissosiatif dapat didiagnosis hanya jika gejala tidak terbatas pada amnesia yang terjadi dalam perjalanan gangguan identitas dissosiatif dan tidak sebagai akibat dari kondisi medis umum (sebagai contoh: trauma kepala) atau ingesti suatu zat.1Amnesia dari amnesia disosiatif dapat berupa: (1) amnesia terlokalisasi (localized amnesia), tipe yang paling sering, adalah kehilangan daya ingat terhadap peristiwa-peristiwa dalam periode waktu yang singkat (beberapa jam sampai beberapa hari); (2) amnesia umum (generalized amnesia), adalah kehilangan daya ingat akan pengalaman selama hidupnya; (3) amnesia selektif (tersistematisasi), adalah kegagalan untuk mengingat beberapa peristiwa tetapi tidak semuanya selama suatu periode waktu yang singkat.1,5Beberapa pasien, walaupun sangat jarang, mengalami gangguan secaratiba-tibadimanasejumlah besaringatan yangberhubungan dengan informasi pribaditidak dapat diingat walaupun pasien dalam keadaan sadar.Yang kedua adalahpresentasi yang lebihumum yaitupasiendengan hilangnya bagian besar dari aspek memori kehidupan prbadinya dari memori sadar. Pasien-pasien ini biasanya tidak mengeluh kehilangan memori, dan kondisi mereka ini biasanya ditemukan setelah didapatkan sejarah hidupnya. Onset akut biasanya terjadi akibat stress psikologis yang sangat berat yang memberatkan pasien baik secara fisik maupun mental. Onset dankesembuhanamnesiabiasanyaterjadi secara mendadak.Memori pasienbiasanya pulih setelah perawatan yang tepat, walalupun tidak jarang amnesia menetap dan menjadi kronik.5b. F44.1 Fugue DisosiatifDisosiasi fugue ditandai dengan perjalanan tak terduga yang tiba-tiba oleh seseorang dari rumah ataupun tempat kerjanya dengan disertai ketidakmampuan untuk mengingat sebagian atau keseluruhan masa lalunya.5 Disosiatif fugue memiliki semua ciri amnesia disosiatif ditambah gejala perilaku melakukan perjalanan meninggalkan rumah. Pada beberapa kasus, penderita mungkin menggunakan identitas baru.6,7 Fugue disosiatif jarang terjadi, kira-kira 0.2% dari keseluruhan populasi, dan walaupun penyalahgunaan alkohol berat dapat mempredisposisikan seseorang menjadi fugue disosiatif, penyebab gangguan lebih didasarkan pada faktor psikologis.1Perilaku seseorang pasien dengan fugue disosiatif adalah lebih bertujuan dan terintegrasi dengan amnesianya dibandingkan pasien dengan amnesia disosiatif. Pasien dengan fugue disosiatif telah berjalan jalan secara fisik dari rumah dan situasi kerjanya dan tidak dapat mengingat aspek penting identitas mereka sebelumnya (nama, keluarga, pekerjaan). Pasien tersebut seringkali, tetapi tidak selalu, mengambil identitas dan pekerjaan yang sepenuhnya baru, walaupun identitas baru biasanya kurang lengkap dibandingkan kepribadian ganda yang terlihat pada gangguan identitas disosiatif.5,7

Untuk diagnosis pasti harus ada :61. Ciri-ciri amnesia disosiatif2. Dengan sengaja melakukan perjalanan tertentu melampaui jarak yang biasa dilakukannya sehari-hari.3. Tetap memepertahankan kemampuan mengurus diri4. Masih bisa melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang yang belum dikenalnya.

Sebuah episode fugue sering muncul akibat adanya stres psikologis seperti dislokasi social atau perang, Biasanya, fugue berlangsung selama beberapa hari, kadang beberapa bulan tetapi hanya sedikit kasus yang diketahui5

c. F.44.2 Stupor DisosiatifPerilaku individu memenuhi kriteria untuk stupor, akan tetapi dari pemeriksaan tidak didapatkan adanya tanda penyebab fisik. Seperti juga pada gangguan-gangguan disosiatif lain, didapat bukti adanya penyebab psikogenik dalam bentuk kejadian-kejadian yang penuh stress ataupun masalah sosial atau interpersonal yang menonjol.Stupor disosiatif bisa didefinisikan sebagai sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan-gerakan voulunter dan respon normal terhadap rangsangan luar seperti cahaya, suara dan perabaan (sedangkan kesadaran dalam artian fisiologis tidak hilang).Untuk diagnosis pasti harus ada :1. Stupor, seperti yang sudah disebutkan tadi.2. Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau gangguan psikiatrik lain yang dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut.3. Adanya masalah atau kejadian-kejadian baru yang penuh stress.

d. F44.3 Gangguan Trans dan KesurupanMerupakan gangguan-gangguan yang menunjukkan adanya kehilangan sementara penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya, dalam beberapa kejadian, individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib atau malaikat. Gangguan trans yang terjadi selama suatu keadaan skizofrenik atau psikosis akut disertai halusinasi atau waham atau kepribadian multipel tidak boleh dimasukkan dalam kelompok ini.

e. F44.4-F44.7 Gangguan Disosiatif dari gerakan dan PenginderaanDi dalam gangguan ini terdapat kehilangan atau gangguan dari gerakan ataupun kehilangan pengideraan. Oleh sebab itu pasien biasanya mengeluh tentang adanya penyakit fisik, meskipun tidak ada kelainan fisik yang dapat ditemukan untuk menjelaskan keadaan-keadaan itu. Selain itu, penilaian status mental pasien dan situasi sosialnya biasanya menunjukkan bahwa ketidakmampuan akibat kehilangan fungsinya membantu pasien dalam upaya untuk menghindar dari konflik yang kurang menyenangkan atau untuk menunjukkan ketergantungan atau penolakan secara tidak langsung. Diagnosis harus ditegakkan dengan sangat hati-hati apabila terdapat gangguan sistem saraf atau pada individu yang tadinya menunjukkan kemampuan penyesuaian yang baik dengan hubungan keluraga dan sosial yang normal.Untuk diagnosis pasti :1. Tidak didapatkannya tanda kelainan fisik.2. Harus diketahui secara memadai mengenai kondisi psikologis dan sosial serta hubungan interpersonal dari pasien, agar memungkinkan menyusun suatu formulasi yang meyakinkan perihal sebab gangguan itu timbul.

F44.4 Gangguan Motorik DisosiatifBentuk yang paling lazim dari gangguan ini adalah kehilangan kemampuan untuk menggerakkan seluruh atau sebagian dari anggota gerak. Paralisis dapat bersifat parsial dengan gerakan yang lemah atau lambat atau total. Berbagai bentuk inkoordinasi dapat terjadi, khususnya pada kaki dengan akibat cara jalan yang bizarre. Dapat juga terjadi gemetar.

F.44.5 Konvulsi DisosiatifDapat menyerupai kejang epileptic dalam hal gerakannya akan tetapi jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan dan inkontinensia urin, tidak dijumpai kehilangan kesadaran tetapi diganti dengan keadaan seperti stupor atau trans.

F.44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik DisosiatifBagian kulit yang mengalami anestesi sering kali mempunyai batas yang tegas yang menjelaskan bahwa hal tersebut lebih berkaitan dengan pemikiran pasien mengenai fungsi tubuhnya daripada dengan pengetahuan kedokterannya. Meskipun ada gangguan penglihatan, mobilitas pasien serta kemampuan motoriknya sering kali masih baik. Tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan dengn hilang rasa dan penglihatan.

F44.7 Gangguan Disosiatif campuranCampuran dari gangguan-gangguan tersebut di atas.

f. F44.8 Gangguan Disosiatif lainnya Sindrom GanserCiri-ciri dari gangguan ini adalah jawaban kira-kira, yang biasanya disertai beberapa gejala disosiatif lainnya, sering kali dalam keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya penyebab yang bersifat psikogenik dan harus dimasukkan di sini.

Gangguan Kepribadian MultipelCiri utama adanya dua atau lebih kepribadian yang jelas pada satu individu dan hanya satu yang tampil untuk setiap saatnya. Masing-masing kepribadian tersebut adalah lengkap, dalam arti memiliki ingatan, perilaku dan kesenangan sendiri-sendiri yang mungkin sangat berbeda dengan kepribadian premorbidnya.

Gangguan Disosiatif sementara terjadi pada masa kanak dan remaja Gangguan Disosiatif lainnya YDT

g. F44.9 Gangguan disosiatif YTT2.7 PenatalaksanaanPenatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada. Penanganan penyakit ini sebagai berikut: Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini. Barbiturat kerja sedang dan singkat, seperti tiopental, dan natrium amobarbital diberikan secara intravena dan Benzodiazepine seperti lorazepam 0,5-1 mg tab (bersama dengan saran bahwa gejala cenderung dikirim pada satu jam atau lebih) dapat berguna untuk memulihkan ingatannya yang hilang. Amobarbital atau lorazepam parentalPengobatan terpilih untuk fugue disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika suportif-ekspresif. Hipnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran. Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis. Ada beberapa konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan menanamkan memori yang salah dalam mensugesti. Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan konversi ini. Bentuk terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang dialami. Psikoterapi untuk gangguan konversi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif. Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari, drama dan puisi. Terapi kognitif. Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan kelakuan yang negatif dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang positif dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku pemeriksa.2.8 PencegahanAnak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami gangguan, sangat beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah gangguan konversi. Jika terjadi hal yang demikian, maka bersegeralah mengobati secara sugesti, agar penangan tidak berupa obat anti depresan ataupun obat anti stress, karena diketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik terhadap usia belia, maka nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penangan yang minimal. 1,2,5,6

2.9 PrognosisSebagian besar pasien, kemungkinan 90 smapai 100 persen, dengan gangguan konversi mengalami pemulihan gejala pertamanya dalam beberapa hari atau kurang dari satu bulan. Dilaporkan 75 persen pasien mungkin tidak mengalami episode lain, tetapi 25 persen mungkin mengalami episode tambahan selama periode stress. Berhubungan dengan prognosis yang baik adalah onset yang tiba-tiba, stressor yang mudha dikenali, penyesuaian pramorbid yang baik, tidak ada gangguan psikiatrik atau medis komorbid, dan tidak ada tuntuan yang terus menerus. Semakin lama terdapat gejala gangguan konversi, semakin buru prognosisnya. Seperti yang dinyatakan diatas, 25 sampai 50 persen pasien mungkin selanjutnya menderita suatu ganggua neurologis atau kondisi medis nonpsikiatrik yang mempengaruhi sistem saraf pusat. Dengan demikian, paien dengan gangguan konversi harus mendapatkan pemeriksaan medis dan neurologis yang lengkap pada saat diagnosis.

BAB IIIKESIMPULAN

Secara umum gangguan konversi (dissociative disorders) bisa didefinisikan sebagai adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan segera (awareness of identity and immediate sensations) serta kontrol terhadap gerak tubuh.Gangguan konversi bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam masyarakat. Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini mengenai wanita 90% atau lebih, Gangguan konversi bisa terkena oleh orang di belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.Ada beberapa penggolongan dalam gangguan konversi, antara lain adalah Amnesia Disosiatif, Fugue Disosiatif, Stupor Disosiatif, Gangguan Trans dan Kesurupan, Gangguan Motorik Disosiatif, Konvulsi disosiatif dan juga Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif.Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Terapi obat. sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini. Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada.