3 bab i sosial budaya

30
PERSPEKTTF E Sosial Budaya PERADABAN MARITIM EIARAH mencatat bahwa kebesaran bangsa Indonesia diba- ngun karena kekuatan maritim. Sebut saja kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, mereka bisa menguasai kawasan Asia Teng- gara. Fakta itu, hingga kini tidak terbantahkan. Keliru jika bangsa ini tidak belajar dari sejarah untuk kembali menjadi bangsa yang besar dan disegani. Bukti kebesaran bangsa Indonesia sebagai negara maritim yang kuat diungkapkan ahli sejarah dari Universitas Indonesia Ali Ak- bar. Menurutnya sejarah kekuatan maritim di Tanah Air sudah ada sejak zaman dulu, dan sentralrrya berada di wilayah pesisir "dan laut. Namun, banyak juga kerajaan yang berdiri dan hidup di wi- layah pedalamEu:r. Tetapi sejarah mencatat, kebesaran mereka tidak se-spektakuler kelajaan yang memiliki kekuatan armada laut. Mi- salnya, Banten yang bisa berjaya selain karena di dalamnya kuat, juga tidak lepas dari kekuatan maritim. Sayang, saat ini paradigma pembangunan berubah. Rezimnya kembali ke daratan. Bukti-bukti sejarah kerajaan di Lrdonesia memang lebih banyak di pedalaman. Tetapi tidak terdapat kemajuan selama ribuan tahun. Kebudayaan dan peninggalan menjadi sangat beragam saat ada pergerakan sejarah menuju pantai, seperti tercatat dalam situs-situs 9 Perehtif M€nuiu Ma6 D€pan Meridfr lnddesh I I

Upload: azlan-abdurrahman

Post on 14-Jan-2017

180 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 3 BAB  I sosial budaya

PERSPEKTTF E

Sosial Budaya

PERADABAN MARITIM

EIARAH mencatat bahwa kebesaran bangsa Indonesia diba-ngun karena kekuatan maritim. Sebut saja kerajaan Sriwijayadan Majapahit, mereka bisa menguasai kawasan Asia Teng-

gara. Fakta itu, hingga kini tidak terbantahkan. Keliru jika bangsa

ini tidak belajar dari sejarah untuk kembali menjadi bangsa yangbesar dan disegani.

Bukti kebesaran bangsa Indonesia sebagai negara maritim yangkuat diungkapkan ahli sejarah dari Universitas Indonesia Ali Ak-bar. Menurutnya sejarah kekuatan maritim di Tanah Air sudah ada

sejak zaman dulu, dan sentralrrya berada di wilayah pesisir "dan

laut. Namun, banyak juga kerajaan yang berdiri dan hidup di wi-layah pedalamEu:r. Tetapi sejarah mencatat, kebesaran mereka tidakse-spektakuler kelajaan yang memiliki kekuatan armada laut. Mi-salnya, Banten yang bisa berjaya selain karena di dalamnya kuat,juga tidak lepas dari kekuatan maritim. Sayang, saat ini paradigmapembangunan berubah. Rezimnya kembali ke daratan.

Bukti-bukti sejarah kerajaan di Lrdonesia memang lebih banyak dipedalaman. Tetapi tidak terdapat kemajuan selama ribuan tahun.Kebudayaan dan peninggalan menjadi sangat beragam saat ada

pergerakan sejarah menuju pantai, seperti tercatat dalam situs-situs

9 Perehtif M€nuiu Ma6 D€pan Meridfr lnddesh I I

Page 2: 3 BAB  I sosial budaya

PERADABAN MARITIM

tua di Depok dan Pejaten. Pedalaman |akarta berkembang bergeser

ke daerah Cilincing, Marunda. Hal ini menunjukkan bahwa nenek

moyang kita telah menyadari jika ingin maju harus melihat ke

depan, yaitu laut sebagai kemajuan yang lebih dominan.

Menurut Ali Akbar yang menjabat sebagai Ketua Kajian Pendirian

Museum Maritim, dahulu sistem religi yang dianut sebagian ke:

rajaan tidak lepas dengan gunung dan dewa. Bahkan, dewa terting-gi mereka percaya ada di ketinggian, yaitu gunung-gunung' Ke-

hidupan religi zaman dulu sangat kuat. Tapi, kemudian beberapa

manusia menyadari, kehidupan itu bukan hanya religi, harus ada

interaksi dengan dunia luar. Hal ini yang dikenal perdagangan, di-mulainya interaksi dengan Vietnam dan China.

Terdapat banyak bukti-bukti pra sejarah di mana bangsa Indonesia

adalah bangsa yang hebat di dunia maritim. Hal ini dapat dibuktikandengan adanya lukisan perahu di dalam gua di Sulawesi. Kehebatan

pelaut-pelaut Indonesia dibuktikan dengan adanya perubahan ke-

budayaan yang tadinya berorientasi pada daratan kemudian memi-

liki kemampuan berlayar. Bahkan, pelaut hrdonesia sangat terujt,

karena mampu mengarungi lautan hingga ke Madagaskar.

Menurut Ali, di saat pelaut Yunani dan China Selatan datani ke

Indonesia pada periode 3000 sebelum masehi atau 5000 tahun yanglalu dan pelaut Belanda yang jago mengelola budaya maritim baru

datang 400 tahun sesudah masehi, bangsa Lrdonesia sudah lebih

dahulu berlayar ke luar.

Kekuatan maritim bangsa [rdonesia sejak dahulu sudah tidak diragu-kan lagi. Itu dibuktikan dengan adanya pelabuhan dan syahbandar.

Bisa dikatakan bahwa karakter maritim bangsa hrdonesia sudah kuat

sejak dahulu sebelum kebudayaan Eropa. Namun sayangnya nenek

moyang bangsa Lrdonesia malas mmcatat s"jrrah. Pengetahuan yang

2 | 9 PeEDehdfMGnuF M.s Depan M.ritim lndon6ia

Page 3: 3 BAB  I sosial budaya

PERAOABAN MARITIM

sudah kitd miliki, tapi karena tidak dicatat akhimya diklaim orang lain.Itu yang biasa dilakukan orang-orang Eropa. Kalau bicara pra sejaralr,

bangsa Eropa tidak memiliki bukti yang kuat bahwa mereka pandaimelaut. Karena gambar-gambar yang ditemukan hanya perburuan.Berbeda dengan hrdonesia yang gambamya ada perburuan dan laut.

Bahkaru pada abad ke-8, ditemukan kapal di Cirebon yang didugamilik berrgsa Indonesia. Meski tidak ada tanda-tanda, tetapi secarateknologi beda dengan kapal Eropa. Kapal tersebut membawa ma-cam-macam produk dari Arab dan China.

Bicara 140-an masehi ada yang namanya perang salib. Jauh sebelum-nya, perang dilakukan urtuk menunjukkan eksistensi bahwa merekabangsa yang hebat. Thk heran, dalarn sejarah tercatat kerajaan-kerajaandi benua biru kerap melakukan perebutan kekuasaan dan wilayah.Bahkan, karena seringgrya mereka kehabisan sumber daya kehidupan.

Tidak heran, Eropa menjadi bangsa miskin. Karena kemiskinannyamereka menjadi bangsa barbar. Tak ada cara lain buat mereka se-

lain memaksa keluar mencari kehidupan di negeri nan jauh di sa-

na. Hingga akhimya menernukan dunia baru yang mereka sebutsebagai tanah kosong. Di sana terjadi kehidupan yang makmur danmemiliki sistem kehidupan yang lebih maju. Perjalanan inilah liangmemaksa Eropa menjadi bangsa pencuri, penipu dan penjajah.Tujuannya hanya satu, merebut berbagai sumber kehidupan untukkepentingan bangsa mereka.

Tanah emas sumber kehidupan baru itu adalah wilayah Asia.Kondisi di wilayah ini berbeda dengan negara Eropa. Bumi kha-tulistiwa sejak dulu terkenal tentram dan makmur "gemah ripahloh jinawa". Tidak ada tantanganyangberat. Kondisi ini membuatkerajaan-kerajaan besar kala itu lengah. Mereka sudah menjadibangsa juragan.

9 PeBFhdf Mquiu Mas &peh M.dtlh lndon€i. | 3

Page 4: 3 BAB  I sosial budaya

Pada 1400 masehi Majapahit sudah sangat maju. Ada di prasastinya,

dan itu akurat. Bahkaru Sumatera terkenal sebagai pulau emas. Kon-

disi ini membuat bangsa kita kala itu lengah. Karena semua sum-

ber kehidupan sudah ada, seperti ikan, hasil tani dan perkebunary

emas, serta minyak di bawah perut bumi.

Jej ak-j ej ak Peradaban Nusantara

Sejarah mencatal bangsa Indouesia sudah dikenal dunia sebagai

bangsa maritim yang memiliki peradaban maju. Bahkao bangsa

ini pemah mengalami masa keemasan sejak awal abad masehi.

Menggunakan kapal bercadik, rnereka berlayar mengelilingi dunia

dan menjadi bangsa yang disegani. Berbekal alat navigasi seadanya,

bangsa Indonesia mampu berlayar ke utara, memotong lautan

4 I 9 PeEpehilfMenuiu Masa DePan Matitim lndonesia

Page 5: 3 BAB  I sosial budaya

PEMDABAN MARITIM

Hindia-Madagaskar, dan berlanjut ke timur hingga Pulau Paskah.

Seiring perjalanan waktu, ramainya alur pengangkutan komoditasperdagangan melalui laut, mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang memiliki armada laut besar.

Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, MajapahithinggaDemak, Nusan-tara adalah negara kuat yang disegani di kawasan Asia. Sebagai kera-jaan maritim yangkuat diAsia Tenggara,Siwijaya(683-1030 M) telahmendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayarandan jalur perdagangan, serta menguasai wilayah-wilayah strategisyang digunakan sebagai pangkalan kekuatan laut.

Tidak hanya itu, ketangguhan maritim ditunjukkan Singasari di ba-wah pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Melihat kekuatanarmada laut yang tidak ada tandingannya, pada 7275 Kertrrcgaramengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan Camp+untuk menjalin persahabatan dalam menghambat gerak KerajaanMongol ke Asia Tenggara. Pada 1284, mereka menaklukkan Balidalam ekspedisi laut ke timur.

Puncak kejayaan maritim Nusantara terjadi pada masa Kerajaan

Majapahit (1293-L478). Di bawah Raden Wijay+ Hayam Wuruk danPatih Gajah Mada, Majapahit berhasil mertguasai dan mempersatukanNusantara. Penganrhnya bahkan sampai ke negara-negara asing, sepertiSiam, Ayuthi a, I-agog Campa (Kamboia), krdia China

Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwa Sriwijaya danMajapahit pemah menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan,dan agaLma di seluruh wilayah Asia. Kilasan sejarah itu memberigambaran, betapa besamya kerajaan-kerajaan di Nusantara. Merekamampu menyatukan wilayah Nusantara dan disegani bangsa lain.Paradigma masyarakatrya mampu menciptakan visi maritim sebagaibagian utama dari kemajuan buday+ ekonomi, politik dan sosial.

9 Fsrp.irlf M6du Me DcOrn Merlrftn lndocrie | 5

Page 6: 3 BAB  I sosial budaya

PEMDABAN MARITIM

Fakta sejarah lain yang menandakan bangsa Indonesia terlahir se-

bagai bangsa maritim, dibuktikan dengan adanya temuan-temuan

situs prasejarah di beberapa belahan pulau. Penemuan situs pra-

sejarah di gua-gua Pulau Muna Seram dan Arguni yang dipenuhi

lukisan perahu-perahu layar, menggambarkan bahwa nenek mo-

yang Bangsa trdonesia merupakan bangsa pelaut. Selain itq di-temukan kesamaan benda-benda sejarah antara Suku Aborigin diAustralia dengan di ]awa. Ini menandakan bahwa nenek moyang

bangsa hrdonesia telah memiliki hubungan dengan bangsa lain.

Ironisnya dalam perjalanan bangsa lrdonesia, visi maritim seperti

ditenggelamkan. Sejak masa kolonial Belanda abad ke-18, masya-

rakat di tanah air mulai dibatasi berhubungan dengan laut, misal-

nya larangan berdagang selain dengan pihak Belanda. Padahal,

sebelumnya telah muncul beberapa kerajaan maritim nusantara, se-

perti Bugis-Makassar, Sriwijaya, Tarumanegara dan peletak dasar

kemaritimanAmmana Gappa di Sulawesi Selatan. Belum lagi, PenS-kisan semangat maritim bangsa ini dengan menggiring bangsa ini ha-

nya berkutat sektor agraris demi kepentingan kaum kolonialis. Aki-batry+ budaya maritim bangsa Lrdonesia memasuki masa surarn.

Kondisi ini kemudian berlanjut dengan keberpih4kan

rezim Orde Baru untuk membangun kembali Indonesia sebagai

bangsa maritim. Akibatr/4 dalam era kebangkitan Asia Pasifik, pe-

layaran nasional kita kalah bersaing dengan pelayaran asing akibat

kurangnya investasi.

Perahu Bukti Seiarah

Dalam perjalanan peradaban bangsa Indonesia, para pakar se-

jarah kemaritiman menduga perahu telah lama memainkan pe-

rarum penting di wilayah Nusantara, jauh sebelum bukti tertulis

6 | 9 rhE9.ffif Mauiu M.* Oepan Militln htud.

Page 7: 3 BAB  I sosial budaya

menyebutkarmya (prasasti dan naskah-naskah kuno). Dugaan inididasarkan atas sebaran artefak perunggu; seperti nekara, kapak,

dan bejana perunggu di berbagai tempat di Sumatera, Sulawesi

lJtara, Papua hingga Rote. Berdasarkan bukti-bukti tersebut, pada

masa akhir prasejarah telah dikenal adanya jaringan perdagangan

antara Nusantara darr Asia Daratan.

Pada sekitar awal abad pertama Masehi diduga telah ada jaringan

perdagangan antata Nusantara dan India. Bukti-bukti tersebut be-

rupa barang-barang tembikar dari India (Arikamedu, Karaikadu

dan Anuradha-pura) yang ditemukan di Jawa Barat (Patenggang)

dan Bali (Sembiran). Keberadaan barang-barang tembikar terse-

but diangkut menggunakan perahu atau kapal yang mampu me-

ngarungi samudra.

Bukti tertulis paling tua mengenai pemakaian perahu sebagai sara-

na transportasi laut tercatat dalam Prasasti Kedukan Bukit (16 Juni682 Masehi). Pada prasasti tersebut diberitakan; "Dapunta Hiyrrl

9 PeEpehrifMenuju Masa Dep.n Madrinr lndonEla | 7

Page 8: 3 BAB  I sosial budaya

PERAOABAN MARITIM

bertolak dari Minana sambil membawa pasukan sebanyak dua

laksa dengan perbekalan sebanyak 200 peti naik perahu."

Pada masa yang sama, dalam relief Candi Borobudur (abad ke 7-8

Masehi) dipahatkan beberapa maciun bentuk kapal dan perahu.

Dari relief ini dapat direkonstruksi dugaan bentuk-bentuk perahu

atau kapal yang sisanya banyak ditemukan di beberapa tempat

Nusantara, misalrrya di Sumatera.

Bukti Arkeologis

Bukti-bukti arkeologis transportasi laut banyak ditemukan di ber-

bagai wilayah Nusantara, berupa PaPan-Papan kayu yang meru-

pakan bagian dari sebuah perahu dan daun kemudi, yang ukuran-nya cukup besar.

Pertama, Situs Samirejo secara administratif terletak di Desa Sami-

rejo Kecamatan Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin (Sumatera

Selatan). Situs ini berada di suatu tempat lahan gambut. Sebagian

besar areahrya merupak€rn rawa-rawa. Beberapa batang sungai

yang berasal dari daerah rawa bermuara di Sungai Musi.

Dari lahan rawa basah ini pada Agustus 1987 ditemukan sisa-sisa pe-

rahu kayu. Sisa perahu yang ditemukan terdiri dari sembilan bilahpapan dan sebuah kemudi. Dari sembilan bilah papan tersebut, dua

bilah di antaranya berasal dari sebuah perahu, dan tujuh bilah lain-nya berasal dari perahu lain.

Sisa perahu yang ditemukan tersebut dibangun secara tradisionaldi daerah Asia Tenggara dengan teknik yang disebut "papan ikatdan kupingan pengikaf' (sewn-plank dan lashed-lug technique), dan

diperkuat dengan pasak kayu atau bambu. Papan kayu yang ter-

8 | 9 PeEpehdfM.nuiu Msa Ebpan Maritim lndomla

Page 9: 3 BAB  I sosial budaya

PEMMAN MARITIM

panjang berukuran paniang 9,95 meter dan terpendek 4,02 meter;

lebar 0,23 meter; dan tebal sekitar 3,5 cm.

Pada jarak-jarak tertentu (sekitar 0J meter), di bilah-bilah papan kayu

terdapat bagian yang menonjol berdenah empat persegi panjang disebut

tambuko. Di bagian itu terdapat lubang yang bergaris Egah sekitar 1

crn. Lubang-lubang itu ternbus ke bagian sisi papan Tambuko disediakan

untuk memasukkan tali pengikat ke gading-gading. Papan kayu setebal

3,5 crn kemudian dihubungkan bagian hrnas perahu dmgan cara m€ng-

ikatrya satu sama lain. Tali ijuk (Artnga pirurata) mengikat bilah-bilah

papan yang dilubangi hingga tersusun seperti h:ntuk perahu.

Selanjutnya dihubungkan dengan bagian lunas perahu hingga menjadi

dinding lambung. Sebagai penguat ikatan, pada jarak tertentu (sekitar

18 crn) dari tepiafl papan dibuat pasak-pasak dari kayu atau bambu. ,

Dari hasil rekonstruksi dapat diketahui bahwa perahu yang ditemukan

di desa Sambirejo berukur an parrjang2}Zmeter. Berdasarkan analisis

laboratorium terhadap Karbon (C-14) dari sisa perahu Samireio adalah

1350 t 50 BP, atau sekitar tahr:n610-775 Masehi.

Adapun, kemudi perahu yang ditemukan mempunyai ukuran panjang

enam meter. Bagian bilah kemudinya berukuran lebar 50 crn. Kemudiini dibuat dari sepotong kayu, kecualibagianbilahnya ditambahkayulain untuk memperlebar. Di bagian atas dari sumbu tangkai kemudi

terdapat lubang segi empat untuk memasukkan Palang. Di bagian

tengah kemudi terdapat dua buah lubang yang ukurannya lebihkecil trntuk memasukkan tali pengikat kemudi pada kedudukarmya.

Benhrk kemudi semae.un ini banyak ditemukan pada perahu-perahu

besaryangberlayar di perairan Nusantara, misalnya perahu Pinisi.

Kedua, situs Kolam Pinisi. Situs ini terletak di kaki sebelah baratBukit Siguntang sekitar 5 km ke arah barat dari kota Palembang.

Ekskavasi yang dilakukan pada 1989 ditemukan lebih dari 60 bilah

9 P#tdif Mnuiu Mao Ocpar Maiin lnrtocb | 9

Page 10: 3 BAB  I sosial budaya

PERADAAAN MARITIM

papan sisa sebuah perahu kuno. Meskipun-ditemukan dalam jumlahbanyak, namun keadaannya suclah rusak akibat aktivitas pendudukdi masa lampau untuk mencari harta karun. Papan-papan kayutersebut pada ujungnya dilancipkan kemudian ditancapkan kedalam tanah untuk memperkuat lubang galian.

Papan-papan kayu yang ditemukan berukuran tebal sekitar 5 cm

dan lebar antara 20-30 cm. Seluruh papa4 ini mempunyai kesamaan

dengan papan yang ditemukan di Situs Samirejo yaitu tembukoyang terdapat di salah satu permukaannya dan lubang-lubangyang ditatah pada tembuko-tembuko tersebut seperti halrrya padatepian papan untuk memasukkan tali iiuk yang menyatukan PaPanperahu dengan gading-gading serta menyatukan papan satu de-

ngan lainnya. Pada bagian tepi papan terdapat lubang-lubang yangdigunakan untuk menempatkan pasak kayu atau bambu untukmemperkuat badan perahu. Pertanggalan karbon C-14 menghasil-kan pertanggalan kalibrasi antara 434 dan 631 Masehi.

Teknik Rancang Perahu i

Belurn ada data yang menyebutkan nenek moyang bangsa Indonesiamengenal pembuatan perahu. Hanya sedikit data arkeologi dansejarah yang berhasil mengungkapkan tentang hal itu. Satu-satu-

nya data arkeologi yang sedikit mengungkapkan teknologi pem-bangunan perahu adalah dari lukisan gua. Di situ terlihatbagaimanabentuk purt" pada masa prasejarah.

Bentuk perahu padaimasa itu dapat dikatakan masih sangat seder-

hana. Sebatang pohon yang mempunyai garis tengah batang cukupbesai inereka teban$. Kemudian bagian tengahnya dikeruk denganmenggunakan alat sederhan4 sepertibeliung daribatu. Nampaknyamudah, tetapi dalam kenyataannya cukup sulit. Dinding perahu

lO I c P.crhdf knuiu Me DeF Maltln lndncc.

Page 11: 3 BAB  I sosial budaya

PERADABAN MARITIM

9 PerspehtifMenuiu Masa Oepan Maririm lndone5ia I ll

Page 12: 3 BAB  I sosial budaya

PERADABAN MARITIM

harus dapat diperkirakan tebahrya. Tidak boleh terlampau tebal

atau terlampau tipis.

Jangan sampai badan perahu mudah pecah atau bocor apabila ter-

antuk karang atau kandas di pantai yang keras. Apabila bentuk

dasar sudah selesai, kemudian diberi cadik di sisi kiri dan kanan

badan perahu. Perahu jenis ini dinamakan perahu lesung atau sam-

pan. Ukuran panjangnya sekitar 3-5 meter dan lebar sekitar 1 meter.

Contoh membangun perahu dengan teknologi yang masih sederhana

ini dapat dilihat pada suku-suku bangsa yang masih sederhana yang

bermata pencaharian dari menangkap ikan di laut dangkal.

Pada zaman prasejarah, perahu bercadik memainkan Peranan yang

besar dalam hubungan perdagangan antar pulau di Indonesia de-

ngan daratan Asia Tenggara. Karena adanya hubungan dengan da-

ratan Asia Tenggara, maka terjadilah tukar menukar informasi tek-

nologi dalam segala bidang misahrya dalam pembangunan candi,

pembangunan kota dan tentu saja pembangunan perahu.

Akibat ada hubungan dengan daratan Asia Tenggara, dalam pem-

bangunan perahu pun ada suatu kemajuan. Di seluruh perairan

Nusantara, banyak ditemukan runtuhan perahu yang tenggelam

atau kandas. Dari runtuhan itu para pakar perahu dapat mengiden-

tifikasikan teknologi pembangunan perahu.

Para pakar telah merumuskan teknologi tradisi pembangunan

perahu berdasarkan wilayah budayanya, yaitu Wilayah Budaya

Asia Tenggara dan Wilayah Budaya China (Manguin 1987:47-48).

Perahu yang dibuat dengan teknologi tradisi Asia Tenggara mem-

punyai ciri khas, antara lain, badan (tambung) perahu berbentuk

seperti huruf V, sehingga bagian lunasnya berlinggi. Sementara un-tuk haluan dan buritan lazimnya berbentuk simetris. Tidak ada se-

ka!-sekat kedap air di bagian lambungnya.

12 I grhEpehrif Menuiu Ma$ Dep.n Maddm lndonEia

Page 13: 3 BAB  I sosial budaya

Dalam proses petnbangunannya $ama sekali tidak merrggunakan

paku besi, serta kemudi berganda di bagian kiri dan kanan buritan'

Teknik yang paling mengagumkan untuk lnasa kini, adalah cara

mereka menyambung PaPan. Selain tidak menggunakan paku besi,

cara menyambung satu papan dengan papan lainnya adalah dengan

mengikatnya memakai tali ijuk.

Sebilah papan, pada bagian tertentu clibuat menonjol. Di bagian yang

menonjol ini diberi lubang yang jumlahnya empat buah menembus

ke bagian sisi tebal. Melalui lubang-lubang ini tali ijuk kemudian

dimasukkan dan diikatkan dengan bilah papan lain. Di bagian pisi

yang tebll diperkuat dengan pasak-pasak kayu atau barnbu. Teknik

penyambungan paPan seperti ini dikenal dengan istilah sewn-plank

dan lashed-lug technique. Sisa perahu yang ditemukan di Samirejo

dan Kolam Pinisi, juga sisa perahu yang ditemukan di tempat lain

di Nusantara dan negara iiran, ada kesamaan umum yang dapat

dicermati, yaitu teknologi pembuatannya.

Teknologi pembuatan perahu yang ditemukan, antara lain teknik

ika! teknik pasak kayu atau bambu; teknik gabungan ikat dan

pasak kayu atau bambu; serta perpaduan teknik pasak kayu dan

paku besi. Melihat teknologi rancang-bangun perahu tersebut,

dapat diketahui pertanggalannya. Bukti tertulis tertua )angberhubungan dengan PenSSunaan pasak kayu dalam pembuatan

perahu atau kapal di Nusantara berasal dari sumber Portugis awal

abad ke-L6 Masehi.

Dalam sumber tersebut disebutkan perahu-perahu niaga orang

Melayu dan Jawa {isebut }ung (berkapasitas lebih dari 500 ton),

dibuat tanpa sepotong besipun di dalamnya. Untuk menyambungpapan maupun gading-gading hanya digunakan pasak kayu.

buru p"*buatan perahu dengan teknik tersebut masih tetap

diternukan di Nusantara, seperti yang terlihat pada perahu:

9 P.GpekdfM€nulo Md Ocarn llrrtlm lndocrkr I 13

Page 14: 3 BAB  I sosial budaya

perahu niaga, dari Sulawesi dan Madura yang kapasitasnyalebih dari 250 ton.

Adapun, kapal-kapal yur,j aiUrrrgrrr, menurut tradisi China mem-punyai ciri khas, antara lain tidak mempunyai bagian lunas (bentukbagian dasamya membulat), badan perahu atau kapal dibuatberpetak-petak dengan dipasangnya sekat:sekat yang strukturil,antara satu papan dengan papan lain disambung dengan paku besi,dan mempunyai kemudi sentral tunggal.

Dari sekian banyak perahu kuno yang ditemukan di perairan Nu-santara, sebagianbesar dibangun dengan teknik tradisiAsia Tenggara.Keturunan dari kapal-kapul y*g dibangun dengan teknik tradisiAsia Tenggara adalah kapal pinisi dan be-berapa perahu tradisionaldi berbagai daerah di Nusantara. Pada kapal pinisi, teknik papan ikatdan kupingan pengikat dengan an tali ijuk sudah tidakdipakai lagi. Para pelaut Bugis sudah an teknik yanglebih modem, tetapi masih mengikuti teknik tradisi Asia Tenggara.

Dalam buku Antonio Galvao, seorang Portugrs, pada 15114 telahmenguak tabir pembangunan perahu di Nusantara sebelah timur(daerah Maluku dan sekitarnya) (Poesponegoro dkk. 1-98a p): LL2-113). Ia menguraikan, antara lain teknik pembangunan kapal orangMaluku. Menurutnya, berrtuk kapal orang Maluku yang menyerupaitelur dengan kedua ujung dibuat melengkung ke atas dimaksudkansupaya kapal dapat berlayar maju dan mundur.

Suku bangsa Bugis adalah suku bangsa perantau. Banyak di antaramereka pergi meninggalkaa kampung halarnannya untuk pergimerantau ke tempat-tempat di wilayah Nusantara. Di tempat yangdituju mereka tinggat di tepi-tepi dan muara sungai besar, misalnyadi Batanghari (Jambi). Di situ mereka membangun pemukiman danmembangun kapal pinisi. Bahan baku kayu_untuk membuat kapal

14 | e aepUif Ucroiu Ule O€Fn Maddhlndd6ia

Page 15: 3 BAB  I sosial budaya

SUMBEROAYA MANUSIA

mereka ambil dari hutan sekitamya. Setelah kapal selesai mereka

pergi meninggalkan kampung tersebut. Kapal itu tidak dipaku atau

didempuf tetapi diikat dengan tali ijuk melalui lubang yang dibuatdi bagian lunas, rusuk, linggi depan, dan linggi belakang. :

.,Di bagian dalam terdapat bagian yang menoniol dan berbentuk

cincin untuk tempat memasukkan tali ijuk pengikat. Papan-papan

disambung dengan pena (pasak) kayu atau bambu yang dimasukkan

pada lubang kecil di ujung depan. Sebelumnya, pada bagian

sambungan papan diolesi 'bar1l'(semacam damar) agar air tidakdapat masuk. Kemudian paPan disarnbung berapit-apit dengan ke-

mahiran tirgg,, sehingga orang yang melihat akan mengira bahwa

bentuk itu terbuat dari satu bilah papan. Pada bagian haluan kapal

dibuat hiasan ular naga bertanduk.

SUMBER DAYA MANUSIA

Bicara mengenai laut, tidak lepas dari segala sumber kekayaan

alam yang belum dirnanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat

Indonesia. Setrarusnya, sumber alam yang berlimpah ini bisa mem-

berikan andil besar bagi kesejahteraan rakyat.

Padahal,laut Indonesia dapat menghasilkan ratusan triliun devisa

dengan berbagai potensi energi terbarukan. Negeri ini juga memilikisumber daya hayati beranekaragam, meliputi 2.000 spesies ikan,

lebih dari 80 genera terumbu karang atau sekitar 17,95 persen didunia, 850 jenis sponge, padang lamun, dan hutan mangrove yang

menyimpan potensi 5,5 juta ton ikan (dapat dimanfaatkan nelayan

5,01 juta ton ikan di hamparan laut seluas 5,8 juta km persegi).

Sebaliknya negeri tetangga, Malaysia banyak memanfaatkan potensikelautan Indonesia dengan meningkatkan penguasaan teknologi

9 F.qdf Mduiu k5 Oo9.n Mddm lrd@C. I 15

Page 16: 3 BAB  I sosial budaya

SUMBERDAYA MANUSIA

penangkapan ikan, sehingga negara ini mengalami kerugian lebihdari Rp100 miliar per tahun. Acla dua faktor paling mendasar yangdiperlukan dalam membangun sektor kelautan, yaitu SDM dankemampuan teknologi. Pengalaman beberapa negara dan wilayahlain yang sukses membangun sektor kelautan, karena bertumpupada kedua faktor tersebut sumber daya manusia berkualitas danperigembangan teknologi.

Norwegia dan Chili dapat menjadi acuan dalam pengembangansektor kelautan. Norwegia pada mulanya adalah negara miskindi Erop+ yang hanya mengandalkan minyak bumi. Tapi, perlahannegara tersebut semakin maju. Norwegia saat ini menjadi penghasilikan salmon terbesar di dunia.

Produl< perikanannya dihasilkan melalui proses budidaya Salmonyang didukung kegiatan penelitian dan pengembangan SDM. Tidakheran, mereka mampu menghasilkan devisa negara jutaan, bahkanmiliaran dolar A$ dari satu jenis ikan Salmon.

Demikianhalnya dengan Chili. Saatini Chili mampu memproduksivaksin untuk perikanan budidaya memiliki pakan sendiri, dan pro-duk perikanannya berstandar internasional. Produk mereka laku dipasar ekspor dan memberikan devisa bagi negaranya.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan sumber dayaalam berlimpah, bangsa Indonesia belum mampu memanfaatkanpotensi yang dimilikinya. Kondisi ini terjadi karena rendahnyakualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang maritim. Salahsatunya, Indonesia masih kekurangan tenaga pelaut.

Krisis tenaga pelaut di Tanah Air hingga kini masih menjadimasalah serius. lumlah, lulusan pendidikan tersebut belumseimbang dengan kebufuhan di bidang pelayaran. Di sektor

16 | e ncrgrrrf Uenulu M.* kpan Madtim trdpMi.

Page 17: 3 BAB  I sosial budaya

angkutan laut kondisinya minim tenaga pelaut. Para lulusanpelaut di tingkat perwira hampir 75 persen memilih bekerja dikapal asing atau berbendera asing ketimbang mengabdikan diriuntuk perusahaan pelayaran nasional dengan alasan yang masukakal yakni penghasilan yang lebih besar.

Kondisi seperti itu membuat miris dan menjadi perhatian penuhBadan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) KementerianPerhubungan. Kepala BPSDM, Bobby R Mamahit mengemukakanperlu ada restandar gaji dan ada perbaikan gaji bagi para pelaut.Bekerjasama dengan Kementerian Tenaga Kerja perlu dikaji ulangagar pelaut nasional tidak bekerja di kapal asing. Meskipun terdapatperbedaan penghasilan yang cukup jautr, tiga hingga empat kalilipat dengan penghasilan pelaut kita di Tanah Air.

Dalam lima tahun ke depan, kebufuhan pelaut nasional mencapai43.806 orang atau 8.600 orang setiap tahunnya, yang terdiri dari78.774 pelaut kelas perwira dan 25.032 pelaut kelas dasar. Namun,suplai pelaut saat ini di Tanah Air baru mencapai 3-000 orang pertahun karena kapasitasrrya yang belum mencukupi. Namun begitujumlah tersebut bisa segera bertambah dengan peningkatan jumlahsekolah yang akan direalisasikan dua tahun mendatang.

Pelaksanaan asae'cabotage di Indonesia selama enam tahtrn terakhirtelah memicu terjadi peningkatan kebutuhan pelaut hingga men-capai 55.000 orang. Ketua Umum hrdonesia National ShipownerAssociation (INSA), Carmelita Hartoto, mengatakan lonjakan ke-butuhan pelaut nasional itu menyrusul meningkatnya jumlah ar-mada niaga nasional.

Dia menjelaskan selama 2005 hingga 2019 perhrmbuhanjumla! kapalniaga nasional mencapai lebih dari 50 persen atau ada penambahantidak kurang dari 3.300 unit kapal. Selama periode itu, kebutuhan

9 Perspchif M6uiu Ma* Dcaan Metrn lnrloeia I 17

Page 18: 3 BAB  I sosial budaya

pelaut untuk mengisi kapal-kapal niaga nasional bertambah hingga

55.000 orang danbelum termasuk mesin dan nahkoda'

Ia menambahkan untuk saat ini, pelaku usaha pelayaran nasional

iu"tn, mengalami krisis pelaut akibat produksi pelaut dalam negeri

tidak bisa mengimbangi pertumbuhan permintaan. Bahkan kondisi

ini sudah berlangsung sejak tiga tahun terakhir menyusul lonjakan

jumlah kapal niaga nasional dan ketentuan wajib diawaki oleh awak

berkebangsaan hrdonesia.

Rendahnya SDM bangsa ini terjadi karena fokus pembangunan

pemerintah masih berkiblat pada sektor darat atau agraris. Peme-

rintah tidak berupaya mengubah arah pembangunan sesuai dengan

kondisi geografis yang dimiliki bangsa ini.

Berpijak pada sejarah bangsa Indonesia yang pemah iaya di masa

to"1uar, soi*ilaya dan Majapahit menggambarkanbahwa masyarakat

ini maiu sebagai negara maritim,-bukan negara agraris' Selama ini

kebudayaan Indonesia di konsepsengan format kebudayaan agraris,

yang cenderung terpaku pada alam, kekuatan adikodrati, feodalistik'

yang membagi masyarakat pada strata-strata kekuasaan' -',' ," :

:,ifi.:j',, ii .1,; I

Budaya tersebut sengaja dihembuskan kaum pe iujah untuk men-

cengkramkan kakinya di bumi khatulistrwa. Masyarakat Indonesia

dibuat lupa atas kekuatarmya di bida5rslmaritiln. Alhasil, bangsa ini

menjadi budak, kuli dan buruhrdi negerinya sendiri. Kehormatan

mereka sebagai bangsa maritim ya4g kUat terampas'

r" Jf1?I''"

Karena itu, perlu mengubah paradigma pembangunan SDM dengan

konsep kebudayaan maritim. Yaihr, pengetahuan kebudayaan mari-

tim modem yang memiliki semangat keterbukaaru kemandirian, dan

keberanian,dalam mmgfudapi era modem dengan ditunjang kecer-

dasan masy4rakatrya. Keterbukaan yang dimaksud adalah sikap mau

l8 | 9 Perpntif Ueoulu Mas Dqren M.rilim lnddGia

Page 19: 3 BAB  I sosial budaya

membuka diri terhadap perubahan zaman dan nilai-nilai lain. Mereka

mau menghargai kebudayaan bangsa lain yang acap kali melakukanadaptasi inovatif untuk rnemperkuat budayanya. Apalagi dalam

konteks sekrang dunia dikatakan sebagai global ttillage, pertemuan

budaya antar bangsa yang menjadi sangat mudah dan cepat.

Terkait hal ini, sikap kemandirian merupakan pagar pelindungbagi bangsa maritim. Perdagangan merupakan pencarian utama

masyarakat maritirn. Kebudayaan maritim modem yang hendak

dicapai adalah mencoba melepaskan diri dari kungkungan konsu-

merisme, yaitu bangsa pemakai dari barang-barang orang lain.

Hal ini diupayakan dengan kolaborasi Penguasaan pasar bersama

pembuatan hasil produksi di dalam negeri.

Sifat agraris masyarakat Indonesia yang mayoritas petani dapat

diberdayakan dalam konteks ini. Pertanian dan industri dikem-

bangkan secara modem, tidak hanya menghasilkan barang mentah,

tapi produksi barang jadi. Sehingga produk ini didistribusikan pe-

dagang ke seantero dunia rnelalui kemampuannya bemegosiasi dan

merambah pelosok negari lain melalui perdagangan laut.

Keberanian menjadi ciri khas dari masyarakat maritim. Saat ber-

layar banyak hambatan alam yang ditemui. Gelombang badai, ke-

terasingan di tengah laut, perompak atau bajak laut, dan ancaman

binatang laut menjadi hal biasa. Tantangan ini begitu berat diban-

dingkan dengan mengelola pertanian. Sehingga masyarakat ma-

ritim secara psikologis adalah bangsa yang berani. Mereka tidakmau takluk dengan alam, tapi berusaha bersahabat dengan alam.

Fenomena alam mereka pelajari dan dijadikan sebagai penunjukdalam berlayar. Terlebitu abad ini telah teqadi pergeseran besar

dalam pendekatan bagaimana memvisualisasikan lautan danprofesi pelaut. Lahimya teknologi canggih, kapalhi-tech menuntutkualitas SDM yang tinggi untuk mengoperasikan kapal.

9 tuEp.iiif M6uiu Mae oqan Maddm lndffiia I 19

Page 20: 3 BAB  I sosial budaya

Sumber daya hayati dan non hayati harus dapat dikelola secara optimal.Potensi itu meliputi potensi perikanan, sumber daya wilayah pesisir,

bioteknologi, wisata bahari, minyak bumi dan transportasi. Dalammengelolanya diperlukan sumber daya manusia berkualitas yang me-mahami danmengerti terhadap potensi laut yang dlmilitinya.

Tenaga Ahli Bidang SDM Bahari dan Iptek Kelautan, Dewan KelautanIndonesia, Bonar Simangunsong mengatakan, Indonesia tidak bisahanya mengandalkankemajuaniptekharus ada sumber daya manusiayang mengelolanya dengan baik. SDM kelautan berorientasi globaldiperlukan karena laut menganut hukum nasional dan intemasionafhuman heritage, dan masa depzm dunia ada di laut.

Menurut Bonar, kini pembangunan kelautan diarahkan untuk me-wujudkan potensi laut menjadi kenyataan yang membutuhkankapasitas SDM memadai. Masyarakat masih berorientasi landbased

daselopment (pembangunan darat), pelayaran nasional hanya 54

persen, sisanya masih dipegang perusahaan asing. Masih banyakyang belum kita capai dalam pengelolaan dan pemanfaatannya.

SDM diperlukan sehingga dapat tersebar baik dipemerintahanmaupirn masyarakat serta akademisi. SDM Bahari harus menjadisalah'satu fokus karena mereka yang mengelola dan memanfaatkanpotensi laut. Dalam hal ini, DEKIN merumuskan rekomendasiurnum mengenai kelautan kepada Presiden. Untuk SDM Baha{Bonar sendiri ingin segera melakukan pendataan yang memadaiberapa dan di mana saja potensi SDM tersebut berada. Selama iniDEKIN sendiri telah beberapa kali membentuk kelompok kerja.Dengan adanya kelompok Le4u, y^gdapat rnempertemukan antarstakeholder sehingga koordinasi dapat terjalin.

Melihat besarnya potensi laut nusantara, Indonesia mestinya mem-punyai infrastruktur maritim yang kuat seperti pelabuhan yang

2O I e f,crptrtifUenuiu MasDoan Marifm lndon6i.

Page 21: 3 BAB  I sosial budaya

lengkap dan moderry sumber daya manusia di bidang maritimberkualitas serta kapal berkelas, mulai untuk jasa pengangkutanmanusia, barang, migas, kapal penangkap ikan sampai dengan ar-mada TNI Angkatan Laut. Apabila hal ini dikelola dengan baik,potensi kelautan Indonesia diperkirakan dapat memperkuat per-tumbuhan ekonomi Indonesia.

Saat ini industri maritim di Indonesia sekarang bergerak menujutahap yang lebih maju, tidak hanya terfokus-pada perdagangandomestik, namun juga bergerak lebih menuju perdagangan in-ternasional. Lrntuk itu perlu adanya ekspansi armada nasional da-lam hal jumlah dan teknologi maritim.

Sementara itq Sekretaris ]enderal DPP PPNSI (Perhimpunan Petanidan Nelayan Sejahtera Indonesia), Riyono, mengharapkan agarpemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Kelautan untukmeningkatkan sumber daya manusia di bidang maritim, karenadengan minimnya kebijakan yang dibuat pemerintah, negeri initidak memiliki arah yang jelas untuk membangun dunia kelautanperikanan nasional, khususnya dalam mensejahterakan nelayan.

KEMISKINAN MASYARAKAT PESISIR

Sebagai negara bahari dan kepular.lan terbesar di dunia dengangaris pantai sepanjang 81.000 km, sebagianbesar wilayah Indonesiamerupakan daerah pesisir. Terdapat banyak kehidupan masyarakatdi sana. Ironisnya, sebagian besar kehidupan warga di sana beradadalam garis kemiskinan.

Sebanyak 108,78 juta orang atau 49 persen dari total pendudukLrdonesia dalam kondisi miskin, dan rentan menjadi miskin. Badan

Pusat Statistik (BI'S) pada 2@8 menyebutkan bahwa penduduk miskin

9 P.ED.frrif M6uiu MH D.g.n M..itim lndoo6ia I 2l

Page 22: 3 BAB  I sosial budaya

di Indonesia mencapai 34,96 jutajiwa dan 63,47 petse.n di antaranya

adalah masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dan pedesaan.

Masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang yang

mendiami suatu wilayah pesisir dan sumber kehidupan per eko-

nomiannya tergantung pada pemanfaatan sumber daya laut dan

pesisir. Kemiskinan masyarakat pesisir dilatarbelakangi oleh be-

berapa macarn persoalan yan15 saling berhubungan satu sama lain.

Dikategorikan menjadi kemiskinan struktural, kemiskinan su-

perstruktural, dan kemiskinan kultural. Beberapa pakar ekonomi

mengatakan bahwa nelayan tetap mau untuk tinggal dalam

Iingkaran kemiskinan karena kehendaknya untuk menialani hidup(Panayotou, 1982).

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melansir jumlah ma-

syarakat miskindi pesisir jumlahnya mencapai T,Sffiajiwayang ber-

mukiin di 10 ribu desa yang berada di tepi pantai. Tingginya tingkatkemiskinan disebabkan karena kerusakan sumber daya pesisir,

rendahnya kemandirian organisasi sosial desa, dan rendahnya infra-

struktur desa serta kesehatan lingkungan pemukiman.

Etos kerja dari para nelayan, lemahnya tingkat pendidikan, kurangnya

aksesibili-tas terhadap informasi dar-r teknologi yang masuk, kurangnya

biaya r.rntuk modal semakin mernbuat masyarakat Pesisir merrjadi melematr. Di saat bersamaaru kebijakan dmi pemerintah tidak memihak

kepada masyarakat pesisia akibatnya kemiskinan semakin ber,tambah-

Di antara kategori pekerjaanyang terkait dengan kemiskinan, nelayan

kerap kali disebut sebagai masyarakat termiskin dari kelompok ma-

syarakat lainnya (the poorest of the poor). Berdasarkan data World Bank

kemiskinan, disebutkan bahwa sebanyak 108,78 juta orang

atau 49 pers€n dari total penduduk hrdonesia dalam kondisi miskin

dEr-r rentan menjadi miskin. Selain itu, merrurut Badan Pusat Statistik

22 | C p.GFhdfMGnuiu Mas Depan Mariu:h lnd@6i.

Page 23: 3 BAB  I sosial budaya

I<EMISKINAN MASYAMICT PESISIR

(BPS) pada tahun 2008 disebutkan pula bahwa penduduk miskin diIndonesia mencapai 34,96 juta jiwa dan 63,47 persen diantaranya

adalah masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dan pedesaan.

Melihat kondisi di atas, nelayan dan komunitas masyarakat pesisirpada umumnya adalah bagian dari kelompok masyarakat miskinyang berada pada tingkat paling bawah dan seringkali menjadikorban pertamayangpaling menderita akit,atketidakberdayaan dankerentanannya. Beberapa kajian yang telah dilakukan menemukanbahwa para nelayan bukan saja sehari-hari harus berhadapan de-

ngan ketidakpastian pendapatan dan tekanan musim paceklik ikanyang panjang, tetapi lebih dari itu. Mereka sering harus berhadapandengan berbagai tekanan dan bentuk eksploitasi yang munculbersamaan dengan berkembangnya proses modemisasi.

Ironis sekali ketika mengetahui sebagian besar wilayah Indonesiayang berupa perairan memiliki kekayaan sumber daya alam dannelayan sebagai salah satu mata pencaharian vital yang seharusnya

dapat memanfaatkan hasil laut untuk kesejahteraan hidupnya danmasyarakat lain, justru keadaannya terpuruk.

Kemiskinan yang terjadi pada nelayan menjadi salah satu sumber

ancaman potensial bagi kelestarian sumber daya pesisir dan lautan.

Berbagai macarn sebab salah satunya yakni desakan ekonomi dantuntutan hidup memuntut masyarakat unfuk memperoleh perr-

dapatan melalui usaha ekstraksi strmber daya perairan dan kelautan

dengan menghalalkan segala cara tanpa mempedufikan akibatnya. Su-

dah menjadi suatu keharusan bahwa pemberdayaan masyarakat pe-

sisir menjadi salah satu agenda perrting di wilayah pesisir, mengingatmasyarakat,vang tirggul di daerah tersebut adalah para nelayan.

Pemberdayaan ini lebih difokuskan kepada pencerdasan para ne-

layan itu sendiriagar mereka paham dan mengerti bagaimana rne-

9 tusp.hdf t Gnulo Ma Dcprn frh]l'lm lndorch | 23

Page 24: 3 BAB  I sosial budaya

manfaatkan sumber daya laut secara berkelanjutan, serta bagaimanacara mengentaskan kemiskinan mereka agar mata pencahariannelayan dapat dipandang sebagai mata pencaharian unggulan se-

hingga mereka, para nelayan tersebut tidak terjebak lagi dalamlingkaran setan kemiskinan (oicious circle).

Sa1ah satu yang menjadi kendala dalam pengembangan kelaut-an dalam negeri adalah lernahnya SDM nelayan. Industri pe-rikanan sulit berkembang karena keterbatasan angkatan kerja disektor perikanan yang terdidik. Sementara industri perikananrakyat perkembangannya sangat lamban. Kondisi ini terjadikarena tingkat pendidikan masyarakat pesisir masih rendah:Nelayan sulit beradaptasi dengan perkembangan teknologi pe-nangkapan ikan yang kemajuannya sangat pesat. Kurang ino-vatif terhadap teknologi lokal yang mereka miliki, dan adakecenderungan hanya selalu mengikuti doktrin-doktrin darileluhur mereka yang seharusnya mengalami perbaikan dan pe-rubahan yang sifatnya adaptif.

Apalagi ada kecendemngan jumlah hasil tangkapan yang semakinkecil sejak beberapa tahun terakhir. Kondisi ini terjadi karena be-berapa faktor, salah satunya adalah perilaku nelayan sendiri dalammelakukan penangkapan. Penggunaanbom ikan dalam banyak ka-sus terbukti sangat merusak ekosistem laut sebagai tempat berkem-bangbiaknya ikan. Belum lagi harga BBM naik, yang berpengaruhterhadap aktivitas nelayan.

Kelangkaan ketersediaan tenaga kerja terampil menjadi masalahtersendiri dalam proses pengembangan sektor kelautan. Wilayahperairan yang luas dengan areal penangkapan yang sangat be-sar membutuhkan tenaga-tenaga handal. Nelayan sudah saatrrya

mengerti bahwa pengetahuan tentang laut itu tidak hanya padapengetahuan yang bersifat turun-temurun. Tetapi kearifan tradi-

24 I f ireBFhtif Mduiu Mas Dem Mrrltim lnd66ia

Page 25: 3 BAB  I sosial budaya

NELAYAN TRAOISIONAL TERPINGIRKAN

sional yang ditransformasi menjadi sebuah keterampilan, sehingga

mendorong penirgkatan produktivitas.

Adapun upaya pemerintah dalam uPaya perbaikan kualitas nelayan

salah satunya dengan diterbitkan Keppres No 10/2011 yang ditujukankhusus meningkatkan kesejahteraan nelayan, dengan Menteri Kelautan

dan Perikanan sebagai nakhoda, dibantu sebelas kementerian terkait-

N ELAYAN TRADISIONAL TERPI NGG I RKAN

Sepanjang tahun 2011 kasus penangkapan nelayan Indonesia oleh

negara Malaysia meningkat. Mereka ditangkap atas tuduhan me-

masuki perairan negeri jiran. Sikap pemerintah atas penangkapannelayan ini tidak mampu untuk melindungi warganya.

Perahu nelayan tampak terlihat berjejer di bibir pantai. Bukan karena

cuaca buruk atau angin kencang yang melanda di perairan Sumatera.

Pagi itu mereka mendapat kabar duka bahwa rekannya Ell Zalianl(33) meninggal dunia di salah satu penjara di Malaysia. Elibersama 13

nelayan tradisional asal Desa Palusibaji, Deli Serdang, Sumatera Utara,

November lalu ditangkap polisi Diraja Malaysia dengan tuduhanmemasuki perairan y'ang bukan milik negaranya. Para nelayan yang

ditangkap ini mendapat perlakuankasar dari aparat Malaysia.

Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Riza Damanikmengungkapkan kematian nelayan ini menunjukkan minimnya perha-

tian. Sudah ratusan nelayan mengalami pemukulan dan perlakuanburuk dari aparat negara lain. Akibatnya seorang nelayan kita tewas.

Kiara meminta Presiden SBY untuk mendesak negara-neg.ua {tg-gota ASEAN memberikan perhatian khusus untuk menghentikankriminalisasi nelayan tradisional di perbatasan yang ditangkap ka-rena diduga mencuri ikan dan melanggar garis perbatasan.

9 PspcHf M.nulu Ma* Depan Maddm lndooh | 25

Page 26: 3 BAB  I sosial budaya

NELAYAN TRADISIONAL TERPIN6GIRI(AN

Menurut Riza data yang dihimpun Kiara dan Kesatuan Nelayan Tra-

disional Indonesia (ICrIfD menyatakan bahwa hanya untuk daerah

sekitar Kabupaten Langkat, Sumatera Utara saja telah terdapat

sebanyak 52 nelayan tradisional yang pernah ditangkap dan

ditahan aparat Malaysia sejak April2009 hingga September 2011.

Selain itu, masih berdasarkan data yang dihimpun tersebut,

terdapat hingga sebanyak 47 nelayan tradisional lainnya mengaku

pemah menjadi korban perompakan dan penganiayaan oleh poli-

si laut negara jiran tersebut.

Nelayan tradisional yang telah menangkap ikan di perairan secara

turun-temurun harus mendapatktm semacarn dispensasi atau ganti

rugi karena mereka memang memiliki batas wilayah perairan

sendiri. Batas wilayah perairan secara adat tradisional itu, lanjutny+

seharusnya dapat diakui dan dihargai oleh masing-masing negara

yang wilayahnya beririsan dengan perairan tersebut.

Riza menjelaskan, seharusnya pemerintah negara Asia Tenggara

yang menangkap nelayan tradisional di kawasan tersebut juga se-

harusnya melihat aspek hi'storis bagi para nelayan tersebut. Bisa

saja nelayan tradisional ditan$kap karena terombang-ambing diperairan akibat cuaca ekstrim. Naffrun, ia mengemukakan bahwa

terbagai pihak yang melakukan pencurian ikan di wilayah fndo-

nesia merupakan para pelaku yang menggunakan kapal-kapal pe-

nangkap ikan komersial berukuran besar sehingga pant-as apabila

dilakukan tindakan hukum.

Kementerian Luar Negeri juga dinilai kurang memberikan perlin-

dungan terhadap warga negara di luar negeri. Lemahnya koordinasi

antara Kedutaan Indonesia di Malaysia dan Pemerintah Malaysia

dituding memperlambat proses pemulangan warga Indonesia

yang ditangkap. Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla)

juga dinilai lalai dan gagal melind*g batas-batas perairan laut

26 | f nergcrnrf uauiu Ma5. D.pcn Mariiim ln&n€ia

Page 27: 3 BAB  I sosial budaya

Indonesia. Padahal menurut nelayan;'ustru kapal Malaysia banyakyang masuk ke wilayah perairan Indonesia.

Pada Agustus 2011, Agensi Penguat kuasa Maritim Malaysia(APMM) menangkap lima nelayan tradisional asal Kabupaten Lang-kat Sumatera Utara, dan enam nelayan tradisional lainnya dirom-pak. Sembilan nelayan dari Desa Paluh Sibaji, Deliserdang ditangkapKepolisian laut diraja Malaysia pada September 2011 lalu. Kesembilannelayan itu ditangkap dengan dua kapal yang berbeda.

Koordinator Program Kiara, Abdul Halim, mengatakan kasus pe-nangkapan nelayan di wilayah perbatasan yang berulang itu me-nunjukkan pemerintah tidak belajar dari kejadian serupa sebe-

lumnya. "Bagaimana rnungkin anak bangsa dibiarkan bertarung

9 Pe6pehrifMenuiu Masa Depan Markim lndoneia | 27

Page 28: 3 BAB  I sosial budaya

sendirian di tengah laut untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga

dan tiba-tibaharus menyerahkan seluruh hasil tangkapannya kepa-

d.a orang asing di bawah todongan senjata?" ujar Abdul'

"Dalam perahu nelayary hasil tangkapan ikan seberat 250 kg'

kotak penyimpanan ikan atau fiber 3 buah, solar sebanyak 135

liter, dan alat tangkap nelayan dipaksa diserahkan kepada pe-

tugas APMM yang rnemakai kapal bernomor lambung 3140'"

kata Abdul melanjutkan.

Presidium Nasional KNTI wilayah sumatera, Tajruddin Hasibuan

mengatakan kasus kekerasan vang dialami para nelayan di wilayah

perairan perbatasan tersebut menunjukkan bahwa aparat negara

ietangga kerap memasuki wilayah perairan Indonesia, khususnya

di sekitar Langkat, Sumatera Utara.

,,Lemahnya penjagaan wilayah perairan perbatasan Lrdonesia jelas

terlihat. Seldin itu tidak adanya bekal informasi batas perairan Lrdonesia

dengan Malaysia untuk nelayan tradisional, baik melalui peta terkini

*urp* alat navigasi modem mmjadikan nelayan rentan mengalami

kekerasan dan kdminalisasi oleh aparat negara\ai71," ujar Tajruddin.

Karena itu, ia meminta kepada pemerintah untuk segera meiring-

katkan kualitas dan kuantitas patroli Pengamanan laut di wilayah

perairan Indonesia, memberikan informasi dan pemahaman me-

ngenai hak-hak nelayan dan batas wilayah Lrdonesia dengan 10

,r"gum tetangga melalui pelatihan secara berkala kepada nelayan'

Hal terakhir yang ia minta yakni pemerintah memberikan pelatihan

advokasi hukum bagi organisasi nelayan di berbagai wilayah

khusus di perbatasan.

Kasus penangkapan nelayan meniadi batu sandungan menteri

luar negeri kedua negara duduk berunding di Kinabalu, Malaysia"

NELAYAN TRADISIONAL TERPINC6IRI<AN

28 I C PrEPchiifUcnuiu Ma$ EhPan Maritim lndoictl'

Page 29: 3 BAB  I sosial budaya

Walau masih permulaarl pertemuan Kinabalu ifu sungguh mem-beri harapan. Dua negara menerbitkan sejumlah kesepakatan gunamencari jalan damai mengakhiri kisruh yang kerap terjadi.

Selain membicarakan masalah perbatasan - termasuk ,'Insiden 13

Agustus 2010" - menteri luar negeri kedua negara juga membica-rakan upaya peningkatan kapasitas perlindungan warga negara.Delegasi Indonesia, yang dipimpin Menteri Luar Negeri MartyNatalegawa, mengajukan usulan consular Notification and AssistanceArrangemenfs mengenai langkah-langkah yang perlu diambil olehkedua pihak dalam menangani keadaan dimana warganegaranyamenghadapi permasalahan hukum.

NELAYAN TRADISIONAL T€RPINCGIRI(AN

9 Parp.krf lhuiu L.s. Dqrn Mrtrr krdmr | 29

Page 30: 3 BAB  I sosial budaya