pendidikan sosial budaya

21
1. Definisi, Batasan dan Peranan Manusia Antar Budaya Konsep manusia budaya sangat penting dimana kemajuan teknologi juga mendukung untuk kita mengenal lebih luas tentang budaya lain. Perkembangan jaringan komunikasi dan meningkatnya jumlah orang yang berkunjung dan menetap telah menumbuhkan kesadaran akan perlunya memahami budaya orang lain. Keberhasilan seorang diplomat, pegawai, pengusaha, tidak lepas dari penguasaan dalam mengatasi masalah budaya. Mereka yang dapat mengatasi masalah budaya secara efektif inilah baik dalam konteks nasional (hubungan antar manusia yang berbeda budaya dalam suatu negara) ataupun terlebih lagi dalam konteks internasional (hubungan antarmanusia yang berbeda budaya dan negara), dapat disebutkan manusia-manusia antarbudaya. Konsep manusia antar budaya dikemukakan oleh William B. Gudykunst dan Young Yun Kim dalam buku mereka, Communicating with strangers: An approach to intercultural Communication (1984: 229-235). Menurut Gudykunst dan Kim, manusia antarbudaya adalah orang yang telah mencapai tingkat tinggi dalam proses antarbudaya yang kognisi, afeksi, dan perilakunya tidak terbatas, tetapi terus berkembang melewati parameter-parameter psikologis suatu budaya. Ia memiliki kepekaan budaya yang berkaitan erat dengan kmampuan berempati terhadap budaya tersebut. Sementara itu, menurut Adler (1982:389-391) mengatakan bahwa manusia multibudaya adalah orang yang identitas dan

Upload: iant-scaswt

Post on 12-Sep-2015

231 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

menjadi manusia Antarbudaya

TRANSCRIPT

1. Definisi, Batasan dan Peranan Manusia Antar BudayaKonsep manusia budaya sangat penting dimana kemajuan teknologi juga mendukung untuk kita mengenal lebih luas tentang budaya lain. Perkembangan jaringan komunikasi dan meningkatnya jumlah orang yang berkunjung dan menetap telah menumbuhkan kesadaran akan perlunya memahami budaya orang lain. Keberhasilan seorang diplomat, pegawai, pengusaha, tidak lepas dari penguasaan dalam mengatasi masalah budaya. Mereka yang dapat mengatasi masalah budaya secara efektif inilah baik dalam konteks nasional (hubungan antar manusia yang berbeda budaya dalam suatu negara) ataupun terlebih lagi dalam konteks internasional (hubungan antarmanusia yang berbeda budaya dan negara), dapat disebutkan manusia-manusia antarbudaya. Konsep manusia antar budaya dikemukakan oleh William B. Gudykunst dan Young Yun Kim dalam buku mereka, Communicating with strangers: An approach to intercultural Communication (1984: 229-235). Menurut Gudykunst dan Kim, manusia antarbudaya adalah orang yang telah mencapai tingkat tinggi dalam proses antarbudaya yang kognisi, afeksi, dan perilakunya tidak terbatas, tetapi terus berkembang melewati parameter-parameter psikologis suatu budaya. Ia memiliki kepekaan budaya yang berkaitan erat dengan kmampuan berempati terhadap budaya tersebut. Sementara itu, menurut Adler (1982:389-391) mengatakan bahwa manusia multibudaya adalah orang yang identitas dan loyalitasnya melewati batas-batas kebangsaan dan yang komitmennya bertaut dngan suatu pandangan bahwa dunia ini adalah suatu komunitas global. Ia adalah orang yang secara intelektual dan emosional terikat kepada kesatuan fundamental semua manusia yang pada saat yang sama mengakui, menerima, dan menghargai perbedaan-perbedaan mendasar antara orang-orang yang berbeda budaya. Identitas manusia multibudaya tidak berlandaskan pada pemilikan yang mengisyaratkan memiliki atau dimiliki budaya, tetapi berlandaskan pada kesadaran diri yang mampu bernegosiasi tentang rumusan-rumusan realitas yang baru. Walsh(1973) mengemukakan menjadi manusia universal tidaklah berarti seberapa banyak manusia itu tahu tapi seberapa dalam dan luas intelektualitas yang ia miliki dan bagaimana ia menghubugkannya dengan masalah-masalah penting yang universal. Ia tidak menghilangkan perbedaan budaya, Ia berusaha memelihara apapun yang paling valid dan bernilai dalam setiap budaya . Menurut Walsh, ciri-ciri manusia universal itu adalah bahwa Ia menghormati segala budaya, memahami apa yang orang dari budaya lain pikirkan, rasakan, dan percaya, serta menghargai perbedaan budaya yang ada. Uraian diatas sangat memberi penegasan bahwa menjadi manusia antar budaya sangat penting, untuk mengurangi kesalahpahaman antara orang yang berbeda budaya. Ia dapat pula menjadi penengah antara orang-orang yang berselisih paham, antara lain dengan menganalisis interaksi antar budaya selanjutnya. Dengan menjadi manusia antar budaya tidak berarti bahwa kita lalu kehilangan identitas kita sebagai warga dari bangsa dan budaya tertentu. Kita dapat berperilaku dengan cara-cara yang dapat diterima budaya orang lain tapi juga diterima budaya kita sendiri.

2. Peranan Peranan Manusia Antar Budaya Di zaman globalisasi yang perkembangan teknologi komunikasi dan transportasinya sudah sangat maju ini peranan manusia antarbudaya sangatlah penting. Menurut Dedy Mulyana (April 1989) dalam buku Komunikasi Antarbudaya diantaranya adalah: Untuk membantu mengatasi konflik konflik antarbudaya. Untuk mengurangi kesalahpahaman antara orang orang yang berbeda budaya. Untuk menjadi penengah antara orang orang yang berbeda budaya yang berselisih paham. Dapat menganalisis interaksi interaksi antar budaya yang terjadi dalam sebuah perselisihan budaya. Dapat menentukan di mana kesalahpahaman kesalahpahaman yang terjadi. Selain itu juga, menurut Wilbur Schramm dalam buku Komunikasi Antarbudaya (1976) menyatakan bahwa peran manusia antar budaya adalah membangun jembatan budaya

3. Konflik Antarbangsa dan Kesalahpahaman AntarbudayaSejarah telah menunjukkan bahwa sebagian konflik dan peperangan antarbudaya bangsa disebabkan karena para pemimpin bangsa yang satu tidak memahami dan menghargai budaya bangsa lain. Mereka etnosentrik (merasa budaya bangsanya sendiri lebih baik daripada budaya bangsa lain) dan punya prasangka atau stereotip terhadap bangsa lain. Misalnya Hitler dan pasukannya melakukan invasi ke negara-negara lain di sekitarnya karena di samping alas an-alasan lain, ia pun percaya bahwa bangsa Jerman adalah bangsa paling mulia dank arena itu bangsa Jerman berhak menguasai Negara-negara lain.Harus diakui bahwa dewasa ini masih terdapat bangsa-bangsa etnosentrik demikian. Contoh yang jelas adalah kaum kulit putih yang menindas kaum kulit hitam di Afrika Selatan dan bangsa Yahudi yang menindas bangsa Arab di Palestina. Kedua bangsa itu merasa lebih mulia daripada bangsa-bangsa yang mereka kuasai.Dalam taraf yang rendah, konflik antarbangsa merupakan kesalahpahaman antara individu-individu yang berlainan bangsa. Sumber konflik atai kesalahpahaman yang lazim terjadi ini antara lain adalah stereotip-stereotip antarbangsa. Kita pun, tanpa kita sadari, bisa jadi mempunyai stereotip-stereotip terhadap bangsa-bangsa lain. Steretip yang kita miliki terhadap orang-orang Amerika misalnya bahwa mereka itu penganut cinta bebeas, penganut seks bebas, materialistic, individualistic, dan sebangainya.Namun pada kenyataanya tidak semua orang Amerika demikian. Di Amerika pun terdapat orang-orang saleh yang tak menganut cinta bebas atau sekss bebas, tak minum minuman keras, tak merokok, dan bahkan tak menyukai acara-acara TV yang porno. Di Negara itu bahkan terdapat pula masyarakat Amish yang masih tradisional. Mereka tinggal di beberapa Negara bagian, dengan konsentrasi terbesar di Lancaster, Pennsylvania. Gambar masyarakat Amish

Kaum wanitanya masih mengenakan baju hitam, syal, kerudunhg sedangkan kaum lelakinya bertopi dan memelihara jenggot.tabu bagi mereka untuk menggunakan alat-alat elektronik, mobil dan sebagainya. Mereka pun tidak individualistic, tapi justru hidup bergotong royong. Misalnya bila seseorang membangun rumah, maka masyarakatnya pun membantu membangun rumah itu.Kesalahpahaman yang terjadi antara kita dan orang-orang Amerika (dan orang-orang Barat pada umumnya) juga disebabkan karena kita menggunakan strategi komunikasi verbal dan nonverbal yang ke-Indonesia-an. Dalam pertemuan kita yang pertama dengan orang-orang Bara, sering kita menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi, seperti Berapa usia Anda?, Apa pekerjaan Anda?, Apakah sudah menikah?,dsb. Padahal orang-ornag Barat sendiri tidak suka, bahkan merasa rishi ditanya hal-hal seperti itu. Kita juga mungkin akan tersinggung bila anak-anak Barat yang baru kita kenal memanggil nama depan kita, padahal usia kita jauh lebih tua daripada usia anak-anak itu. Rasa tersinggung ini tentu tak perlu terjadi bila kita menyadari bahwa orang-orang yang mereka kenal bila jarak social mereka tidak terlalu jauh, meskipun mereka berbeda usia. Bukanlah hal yang mengejutkan bila seorang Amerika bahkan memanggil ayah atau kakeknya dengan nama depan.Jangankan konflik antarbangsa, konflik dan kesalahpahaman antabudaya Indonesia sendiri pun sangat banyak kita temukan di lingkungan nasional sendiri. Bangsa Indonesia memiliki lebih dari 300 kelompok etnik yang memiliki ciri khas berbeda. Tentunya sngat rentan terjasi konflik jika kita tidak bisa menjadi manusia antarbudaya. Stereotip-stereotip juga dapat kita temukan dilingkungan nasional. Terdapat stereotip antarsuku, tidak jarang kita mendengar bahwa orang Sunda suka basa-basi, lelakinya tukang kawin, wanitanya pesolek; orang Padang pelit; orang Batak kasar,dsb.Bila pada kelompok atau komunitas manusia yang berpendidikan relative tinggi saja terdapat stereotip-stereotip, dapat diduga bahwa pada masyarakat awan yang berpendidikan relative rendah, intensitas stereotip-stereotip tersebut lebih pekat lagi. Dalam komunikasi antarmanusia, stereotip pada umumnya akan menghambat keefektifan komunikasi, bhkan pada gilirannya akan menghambat integrasi manusia yang sudah pasti harus dilakukan lewat komunikasi, baik komunikasi verbal maupun komunikasi bermedia (massa). Dengan demikian, keberadaan stereotip-stereotip antarsuku di Negara kita pun dapat pula menghambat integrasi suku-suku bangsa tersebut.Stereotip juga dapat menimbulkan self fulfilling prophecy (nubuat yang dipenuhi sendiri). Apa yang kita persepsi sangat dipengaruhi oleh apa yang kita harapkan. Bila kita mengharapkan orang-orang lain untuk berperilaku tertentu, kita dapat mengkomunikasikan pengharapan kita kepada mereka dengan cara-cara yang subtil, dank arena itu akan menambah kemungkinan bahwa mereka pun akan berperilaku sebagaimana yang kita harapkan.Oleh karena itu, dalam berkomunikasi atau bergaul dengan orang-orang dari bangsa atau budaya yang berbeda itu, tidaklah bijaksana bagi kita untuk bersikap etnosentrik atau punya stereotip terhadap orang-orang itu, tetapi kita harus menjadi manusia antarbudaya yang mempunyai ciri-ciri yang mendekati ciri-ciri manusia antarbudaya yang telah diuraikan sebelumnya.4. Pendidikan Manusia AntarbudayaKonflik antarbangsa dewasa ini disebabkan tidak adanya atau kurangnya pemahaman dan penghargaan atas budaya bangsa lain, maka salah satu usaha untuk menanggulangi konflik tersebut adalah dengan mendidik manusia-manusia, khususnya para (calon) pemimpin bangsanya, untuk menjadi manusia-manusia antarbudaya. Melalui pendidikan ini kita dapat menciptakan generasi-generasi baru yang tidak terkungkung oleh perspektif nasional, rasial, etnik dan teritorial. Kita harus mengganti cara-cara berpikir ini dengan pandangan-pandangan yang lebih sesuai dengan realitas-realitas dan tuntutan-tuntutan internasional.Pendidikan yang dimaksud di sini bisa formal dan bisa juga informal. Pelajaran bahasa asing, studi etnik, komunikasi antarbudaya, adalah bidang-bidang studi yang cukup penting diajarkan di sekolah dan perguruan tinggi. Penting pula pertukaran siswa, mahasiswa, ilmuwan, artis dan olahragawan bangsa. Bidang-bidang studi di atas penting tidak hanya bagi orang-orang yang dikirim ke luar negeri, tetapi juga bagi orang-orang di dalam negeri yang bergaul dengan orang-orang asing seperti para wartawan, para pegawai perusahaan asing dan karyawan-karyawan hotel berbintang yang menerima banyak tamu asing.Media massa juga merupakan sarana yang dapat digunakan untuk memasyarakatkan nilai universal ini, melalui berita, ulasan, feature, pandangan mata, dsb. Begitu pula buku-buku, khususnya yang berisi pengetahuan tentang budaya bangsa-bangsa lain yang meliputi adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan perilaku komunikasi mereka. Itu adalah usaha-usaha yang perlu dilakukan terutama untuk membentuk manusia-manusia antarbudaya tingkat internasional. Untuk membentuk manusia-manusia antarbudaya tingkat nasional, perlu dilakukan usaha-usaha lain, seperti:1. Penggunaan bahasa nasional di forum-forum resmi seperti lembaga pendidikan, kantor pemerintahan, kantor swasta, dsb. Juga di forum-forum tidak resmi yang melibatkan lebih dari satu suku bangsa. Disamping itu, pemaksaan unsur-unsur suatu bahasa daerah yang berlebihan ke dalam bahasa nasional hendaknya dihindari. Pemaksaan semacam ini merupakan gejala etnosentrisme yang tidak akan menyenangkan orang-orang dari daerah-daerah lain.2. Penyajian kebudayaan (kesenian) yang adil melalui media elektronik nasional, khususnya televisi, dan di forum-forum internasional. Jangan sampai ada suatu kebudayaan atau kesenian suatu daerah yang terlalu ditonjolkan atau dianaktirikan.3. Sosialisasi yang merata di lembaga-lembaga pendidikan dan kantor-kantor pemerintahan dan swasta, dengan menerima (maha) siswa dan pegawai yang cakap, tanpa mempedulikan apa suku mereka.4. Kontak antarsuku melalui pertukaran pemuda, pelajar, mahasiswa, pegawai (termasuk guru dan dosen) antarprovinsi, paling tidak untuk suatu periode tertentu.5. Perkawinan antarsuku, sepanjang orang-orang yang berbeda suku tersebut mempunyai kecocokan dalam segi-segi penting, misalnya dalam agama.6. Pembangunan daerah yang merata oleh pemerintah. Jangan ada daerah yang sebagian maju dan sebagian lagi terlantar, ini bisa juga menimbulkan kebencian antarsuku.Usaha-usaha di atas tentunya tidak dapat dilakukan secara sendiri-sendiri, tetapi harus bersama-sama dengan lembaga-lembaga yang berwenang, terutama pemerintah. Namun sebagai awal dari usaha-usaha ini, kita secara pribadi-pribadi dapat melakukan apa yang sekiranya bisa kita lakukan, seperti mengembangkan kompetensi komunikasi antarbudaya.

5. Mengembangkan Kompetensi Komunikasi AntarbudayaDalam upaya mengembangkan kompetensi komunikasi antarbudaya pada konteks pendidikan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Ketika pemerintah menggulirkan otonomi daerah, ancaman konflik etnis merebak diman-mana. Kerukunan antar etnis yang dibanggakan sebagai manifestasi idiom Bhineka Tunggal Ika, sebagaimana tercantum dalam lambing Negara Garuda Pancasila menjadi sirna dan kehilangan makna. Oleh karena itu, dua aspek humaniora dan kearifan lokal menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.1. HumanioraHumaniora menjadi salah satu aspek penting yang perlu dikembangkan kembali. Humaniora yang termarginalkan mulai terasa saat Orde Baru menggandrungi paradigma konsensus dan developmentalisme. Situasi ini menciptakan fenomena penyeragaman yang sangat alergis dengan keanekaragaman, sehingga pemikiran dan aktivitas yang bersifat eksploratif dan mengedepankan pentingnya sebuah pluralitas dipinggirkan. Humaniora merupakan nilai yang bersifat universal karena mampu menembus batas-batas agama dan perspektif ideologis lainnya sehingga bisa mengatasi pandangan sempit primordial.Menurut tokoh humanis Soedjatmoko, bahwa hidup dan nasib manusia sebagai sebuah bangsa pada dasranya tergantung pada apa yang dilakukannya sendiri, yaitu pada kemampuannya untuk memilih dan mengolah kemungkinan yang terdapat dalam dunia ini. keberhasilan dan kegagalan hidup tidak ada hubungannya dengan kekuatan-kekuatan dari luar.2. Kearifan LokalProses dehumanisasi yang terjadi di berbagai lokasi di Indonesia sebagai akibat benturan antar nilai, penyembuhannya bisa dilakukan dengan himanisme yang digali melauli kearifan lokal itu sendiri. Banyak yang menyepakati bahwa tradisi-tradisi lokal dan kebudayaan lokal sarat dengan nilai-nilai humanistik,yang tidak terkontaminasi dengan nilai-nilai luar yang masih efektif sebagai solusi konflik. Humaniora yang bersumber dari kearifan lokal semacam itu, seharusnya dimiliki oleh setiap budaya. Oleh karena itu, berbagai upaya untuk mengidentifikasikan nilai-nilai lokal yang humanistik perlu dilakukan, untuk kemudian diinternalisasikan melalui pendidikan keluarga maupun pendidikan sekolah.Apabila pendidikan humaniora kurang diberikan kepada bangsa maka perlahan-lahan suatu bangsa dan masyarakat menjadi kebal rasa. Dampaknya antara lain apabila terjadi konflik antar suku, bangsa dan agama maka tidak dapat diselesaikan secara tuntas, ditambah jika tidak menjadikan kearifan lokal sebagai pendukung resolusi konflik.3. KompetensiDalam upaya meningkatkan Cultural Competition komunikasi antar budaya. Dikenal istilah kompetensi yang berarti kompetensi yang dimiliki oleh seseorang (baik secara pribadi, berkelompok, organisasi atau dalam etnik dan ras) untuk meningkatkan kapasitas, ketrampilan, pengetahuan yang berkaitan dengan kebutuhan utama dari orang-orang lain yang berbeda kebudayaan. Kompetensi antar budaya berkaitan dengan suatu keadaan dan kesiapan individu sehingga kapasitasnya dapat berfungsi efektif dalam situasi perbedaan budaya. Setiap kompetensi antarbudaya dari setiap individu tergantung pada institusi sosial, organisasi, kelompok kerja dan tempat individu itu berada. Ada beberapa faktor yang mendorong kita mempelajari kompetensi antarbudaya:a. Adanya perbedaan nilai budaya.b. Tata aturan budaya cenderung mengatur dirinya sendiri.c. Kesadaran untuk mengelola dinamika perbedaan.d. Pengetahuan kebudayaan yang sudah institusional.e. Mengadaptasikkan kekuatan semangat layanan dalam keragaman budaya demi melayani orang lain. Unsur-Unsur KompetensiPada umumnya pembahasan tentang kompetensi menghendaki adanya suatu ketrampilan atau kecakapan yang dimiliki seseorang saat berkomunikasi. Brian Spitzberg dan Willian Cupach menampilkan tiga komponen kompetensi komunikasi yaitu motivasi, pengetahuan dan ketrampilan, dengan penjelasannya sebagai berikut:1. MotivasiMotivasi adalah daya tarik dari komunikator yang mendorong seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain. Motivasi itu dapat berupa kebutuhan seseorang terhadap suatu informasi. Namun karena kebutuhan setiap individu berbeda-beda, jadi setiap individu memiliki kombinasi kebutuhan dan hal itu menentukan kekuatan motivasi seseeorang untuk berkomunikasi dengan orang lain.2. PengetahuanKomponen kedua adalah pengetahuan, komponen ini menentukan tingkat kesadaran atau pemahaman seseorang tentang kebutuhan apa yang harus dilakukan dalam rangka komunikasi secara tepat dan efektif. Pada komponen pengetahuan ini setidaknya ada tiga strategi yang dapat digunakan mengumpulkan informasi untuk mengurangi ketidakpastian yakni strategi pasif, strategi aktif dan strategi interaktif.Strategi pasif yakni memfungsikan diri sendiri sebagai pengamat terhadap seseorang yang akan dilibatkan dalam proses interaksi. Strategi aktif dilakukan dengan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin mengenai seseorang yang menjadi target interaksi serta membandingkan hasil pengamatan dan literatur mengenai budaya orang tersebut. Sedangkan strategi interaktif yang dimaksud disini adalah mengadakan hubungan atau interaksi langsung dengan orang yang menjadi target.3. Ketrampilan Komponen terakhir adalah ketrampilan. Komponen ini sangat dibutuhkan dalam mengurangi tingkat ketidakpastian dan kecemasan. Ketrampilan yang dibutuhkan adalah empati, berperilaku seluwes mungkin, dan kemampuan untuk mengurangi ketidakpastian itu sendiri.Seseorang dikatakan memiliki kompetensi komunikasi jika dia memiliki motivasi yang kuat, pengetahuan yang memadai dan ketrampilan yang cukup bagi tercapainya komunikasi yang efektif. Wiemann dan Kelly menyatakan bahwa motivasi tanpa ketrampilan tidak akan bermanfaat secara sosial dan ketrampilan tidak dapat digunakan kalau tanpa kemampuan pengetahuan untuk memberikan diagnose atas kebutuhan situasi dan hambatan yang dihadapi. Motivasi manusia, pengetahuan manusia dan ketrampilan interaksi dengan hasil yang diinginkan selalu berkaitan dengan persepsi orang yang berkomunikasi dengan anda. Kalau orang lain menerima kehadiran anda dalam sebuah interaksi yang cepat maka anda dikatakan memiliki kompetensi. Inilah kompetensi komunikasi.

4. Melalui DemokrasiMenurut Mariane Farine dosen di Howard University dalam sebuah acara Seminar Internasional dengan tema Building Understanding With Intercultural Communication (Religious Life and Studies in America and Indonesia) yang dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Senin (07/01/2008), mengatakan:Salah satu jalan untuk mencapai sebuah kesepahaman antar budaya saat ini yaitu demokrasi.Perbedaan budaya yang sering menjadi penghalang hubungan antarbangsa di dunia bukanlah sebuah permasalahan yang harus terjadi. Dimana kesepahaman budaya yang telah ada sejak dulu tidak pernah diperhatikan lagi oleh kita sendiri. Saat ini, perbedaan tersebut telah menjadi permasalahan yang kompleks antarbudaya yang ada di dunia. Salah satu solusi yang berperan sebagai pemersatu tanpa harus bertentangan dengan kebudayaan adalah demokrasi.Mariane Farine yang merupakan dosen di Howard University, Washington DC, mengatakan bahwa:Ada tiga unsur yang harus diperhatikan di dalam penggunakan system demokrasi. Pertama yaitu Human Dignity (martabat manusia), menghargai setiap hak dan martabat manusia tanpa harus memasukkan unsur-unsur yang dapat menimbulkan perbandingan bahkan perbedaan. Kedua, collaboration (kerja sama), dengan lebih menonjolkan sifat kerja sama/kebersamaan antar budaya. Kemudian unsur yang ketiga, empowerment (wewenang), meniadakan kekuasaan yang dapat mempengaruhi kewenangan dalam sistem demokrasi. Dari ketiga hal tersebut, menurutnya pencapaian demokrasi yang menjadi alat pemersatu budaya akan dapat terlaksana dengan baik tanpa harus mempermasalahkan budaya dan agama.

Pertanyaan diskusi1. (M. Bihar 1303452): Apakah kita dapat menjalani semua budaya diluar budaya kita sendiri?Jawaban: bisa, dengan cara menjadi manusia antarbudaya. Karena, manusia antarbudaya dapat beradaptasi dengan budaya lain tanpa meninggalkan budayanya sendiri.2. (Katon Dorodjatun 130 ): bagaimana dampak rantau-merantau untuk 1000 tahun kedepan? Apakah akan rantau-merantau akan menjadi ancaman bagi budaya sendiri?Jawaban: dampak rantau-merantau untuk 1000 tahun kedepan itu tergantung dari bagaimana masyarakat menyikapi budaya lain dari rantau-merantau tersebut. Apabila budaya lain dapat diterima dengan baik dan budaya sendiri tidak ditinggalkan maka rantau-merantau tidak akan menjadi ancaman.

Daftar PustakaMuhadi. (2009). Menjadi Manusia Antarbudaya. [online]. Tersedia: blackfishboy.blogspot.com/2009/01/menjadi-manusia-antar-buadaya.html. [20 Mei 2015]Mulyana, D. dan Jalaluddin, R.(2014). Komunikasi Antarbudaya. Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA. NN. (2013). Discussion Forum. Komunikasi Lintas Budaya dalam Konteks Pendidikan. [online]. Tersedia:http://evamasy.blogspot.com/2013/07/komunikasi-lintas-budaya-dalam-konteks.html.[20 Mei 2015].

Menjadi Manusia AntarbudayaMakalahdiajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Sosial Budaya dengan dosen pengampu Prof. DR.H.Abdul Majid, M.A.

disusun oleh :Esti Septiani (1301972)Rahmaditha Murida (1307163)Salma Zahra (1303993)Venti Rosmayanti (1305700)Widi Sri Mulyani (1307220)Reza Firmansyah Kelompok 8PROGRAM STUDI KIMIADEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIAFAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA2015