(3) bab 1-daftar pustaka-1-4

67
BAB I PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus Dengue (DEN) yang ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Aedes, terutama Ae. aegypti dan Ae. alpoticus. Virus ini tergolong dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae; dan terbagi kedalam empat serotipe, DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. 1 Infeksi salah satu dari keempat serotipe virus dengue tersebut dapat menimbulkan penyakit dengan spektrum gejalan klinis yang luas; dari asimptomatik, demam dengue, sampai demam berdarah dengue (DBD). 2 Diperkirakan terjadi 50 juta infeksi akibat virus dengue setiap tahunnya di seluruh dunia, dengan 2,5 miliar orang tinggal di wilayah endemik dengue. Wilayah Asia Tenggara dan Pasifik menyumbang 75% terhadap beban global akibat infeksi virus dengue, dengan 1,8 miliar orang yang berisiko terinfeksi virus dengue tinggal di wilayah ini. Di Indonesia, infeksi virus dengue tertinggi tercatat pada tahun 2007 sejumlah 150.000 kasus dengan case fatality rate kurang lebih 1%. 1 Pada saat ini DBD dapat ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD. 3 Menurut data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011, provinsi Bali merupakan provinsi 1

Upload: cystanarisa

Post on 29-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

,m

TRANSCRIPT

Page 1: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

BAB I

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan infeksi

virus Dengue (DEN) yang ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Aedes, terutama

Ae. aegypti dan Ae. alpoticus. Virus ini tergolong dalam genus Flavivirus, famili

Flaviviridae; dan terbagi kedalam empat serotipe, DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan

DEN-4.1 Infeksi salah satu dari keempat serotipe virus dengue tersebut dapat

menimbulkan penyakit dengan spektrum gejalan klinis yang luas; dari

asimptomatik, demam dengue, sampai demam berdarah dengue (DBD).2

Diperkirakan terjadi 50 juta infeksi akibat virus dengue setiap tahunnya di

seluruh dunia, dengan 2,5 miliar orang tinggal di wilayah endemik dengue.

Wilayah Asia Tenggara dan Pasifik menyumbang 75% terhadap beban global

akibat infeksi virus dengue, dengan 1,8 miliar orang yang berisiko terinfeksi virus

dengue tinggal di wilayah ini. Di Indonesia, infeksi virus dengue tertinggi tercatat

pada tahun 2007 sejumlah 150.000 kasus dengan case fatality rate kurang lebih

1%.1 Pada saat ini DBD dapat ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200

kota telah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD.3 Menurut data dari

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011, provinsi Bali merupakan provinsi dengan

kasus DBD tertinggi.4 Dari data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011, di

Provinsi Bali terdapat kasus DBD sebanyak 2996 dengan jumlah kasus meninggal

sebanyak 7 orang dan CFR 0,23.4 Pada tahun 2013, menurut data dari Profil

Kesehatan Indonesia tahun 2013, total kasus DBD di Bali sebanyak 6813.5

Infeksi virus dengue yang dibedakan menjadi infeksi virus dengue

asimtomatik dan simtomatik. Infeksi virus dengeu simtomatik secara umum

memiliki spectrum klinis yang dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu

undifferentiated fever, dengue fever/demam dengue (DD) dan dengue

haemorrhagic fever/demam berdarah dengue (DBD). Secara spesifik, DBD

dibedakan lagi menjadi 4 grade, dengan grade 3 dan 4 merupakan sindrom syok

dengue (SSD)/dengue shock syndrome (DSS).6 Pada responsi ini akan dibahas

mengenai DHF grade III. Pada DHF grade III ini merupakan tanda kegawatan

dengan tanda-tanda yaitu akral dingin, nadi melemah, tekanan nadi ≤20 mmHg 1

Page 2: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

dan hipotensi. Hal ini harus mendapat perhatian serius, misalnya saja dari

monitoring pasien supaya pasien bisa mendapatkan terapi yang tepat dengan

segera. Hal ini dikarenakan bila tidak diatasi sebaik-baiknya dan secepatnya dapat

menyebabkan kematian.

2

Page 3: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik dan simtomatik. Infeksi

virus dengue yang simtomatik memiliki beberapa spektrum klinis diantaranya

undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD), demam berdarah dengue

(DBD) serta dengue shock syndrome (DSS)/sindrom syok dengue (SSD).6

2.1.1 Demam Dengue

Demam Dengue adalah infeksi virus Dengue tanpa disertai dengan

kebocoran plasma. Secara klinis ditemukan demam, suhu pada umumnya antara

39-40°C, bersifat bifasik, menetap antara 5-7 hari. Gambaran perdarahan kulit

pada Demam Dengue terbanyak adalah uji tourniquet positif dengan atau tanpa

petekie. Secara laboratoris pada fase akut (awal demam) akan dijumpai jumlah

leukosit normal, kemudian menjadi leukopenia selama fase demam. Jumlah

trombosit pada umumnya normal, demikian pula semua faktor pembekuan, tetapi

pada saat epidemi, dapat dijumpai trombositopenia. Serum biokimia pada

umumnya normal, namun enzim hati dapat meningkat.1

2.1.2 Demam Berdarah Dengue

DBD adalah infeksi virus Dengue yang disertai dengan kebocoran plasma.

Secara klinis, fase awal DBD menyerupai demam dengue, yang ditandai dengan

demam (39-40°C) yang bersifat bifasik. Perubahan patofisiologi pada infeksi

dengue menentukan perbedaan perjalanan penyakit antara DBD dengan demam

dengue adalah terjadinya gangguan faal hemostasis dan kebocoran plasma. Kedua

kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya trombositopenia dan peningkatan

hematokrit. Oleh karena itu, trombositopenia (sedang sampai berat) dan

hemokonsentrasi merupakan kejadian yang selalu dijumpai pada DBD.1

2.1.3 Dengue Shock Syndrome

Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan suatu keadaan infeksi dari

Demam Berdarah Dengue yang ditandai dengan adanya kegagalan dari sirkulasi

(nadi yang lemah atau bahkan tidak teraba, tekanan nadi yang menyempit yaitu

≤20 mmHg, pasien gelisah dan lemah serta tekanan darah rendah (hipotensi)).1

3

Page 4: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

2.2 Epidemiologi

Infeksi virus dengue endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis, dan

lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika, Mediterania, Asia Selatan, dan Pasifik

Barat. Sekitar 2,5 juta penduduk di daerah tersebut pernah terinfeksi virus dengue.

Menurut WHO terdapat kira-kira 50 – 100 juta kasus infeksi virus dengue setiap

tahunnya, dengan 250.000–500.000 demam berdarah dengue (DBD) dan 24.000

di antaranya meninggal dunia. Di Indonesia DBD merupakan masalah kesehatan,

karena hampir seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit

infeksi dengue. Dua belas di antara 30 provinsi di Indonesia merupakan daerah

endemis DBD, dengan case fatality rate 1,2%.4 Menurut data dari Profil

Kesehatan Indonesia tahun 2011, provinsi Bali merupakan provinsi dengan kasus

DBD tertinggi di Indonesia dengan jumlah kasus sebanyak 2996.4

2.3 Etiologi

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan

oleh infeksi virus famili Flaviviridae, genus Flavivirus yang mempunyai 4

serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.1 Infeksi salah satu serotipe

akan menimbulkan imunitas terhadap serotipe tersebut, namun tidak akan

memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe yang lain. Seorang

yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe

selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai

daerah di Indonesia. Pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975

dibeberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan

bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan

dan diasumsikan cenderung menunjukkan manifestasi klinis yang berat.2

Virus Dengue (DEN) mempunyai karakteristik yang mirip dengan flavivirus

lain, genomnya terdiri RNA rantai tunggal (single stranded), dikelilingi oleh

nukleokapsid ikosahedral dan ditutupi oleh amplop lipid. Diameter virion sekitar

50nm. Genom flavivirus panjangnya 11 (kilobase), disusun oleh 3 gen protein

struktural yaitu yang mengkode nukleokapsid atau protein inti (core: C), protein

membran (membrane: M), dan protein amplop (envelope: E), dan 7 gen protein

non struktural (NS).1 4

Page 5: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

2.4. Patofisiologi Infeksi Virus Dengue

Perbedaan klinis antara Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue

disebabkan oleh mekanisme patofisiologi yang berbeda. Adanya renjatan pada

Demam Berdarah Dengue disebabkan karena kebocoran plasma (plasma leakage)

yang diduga karena proses imunologi. Hal ini tidak didapati pada Demam

Dengue. 7

Pada demam dengue, virus masuk ke dalam tubuh dan berkembang di dalam

peredaran darah dan segera terjadi viremia. Kemudian ditangkap oleh makrofag,

dan kemudian makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang

menempel di makrofag akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis

makrofag yang sudah memfagosit virus. Antigen tersebut juga mengaktivasi sel B

yang akan melepas antibody yaitu antibody netralisasi, antibody hemaglutinasi

dan antibody fiksasi komplemen.1,7 Proses tersebut menyebabkan terlepasnya

mediator-mediator yang menyebabkan timbulnya gejala seperti demam, nyeri

sendi, nyeri otot, malaise, serta mual dan muntah. Pada demam dengue ini dapat

terjadi perdarahan karena adanya agregasi trombosit yang menyebabkan

trombositopenia, tetapi masih bersifat ringan. 7,8

Pada DBD dan DSS terjadi kebocoran plasma ke dalam ruang

ekstravaskuler disebabkan karena peningkatan akut permeabilitas vaskuler,

sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah.

Pathogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan pathogenesis pada DBD dan

DSS yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan

hypothesis antibody dependent enhancement (ADE).9

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang

mendapatkan infeksi primer terhadap salah satu jenis virus dengue, akan terjadi

proses kekebalan terhadap infeksi virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang

lama. Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue, akan

mempunyai antibodi yang dapat menetralisasi untuk jenis virus yang

sama/homologous.7

5

Page 6: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Gambar 1 Teori infeksi sekunder untuk jenis virus yang sama (kompleks

non infeksius)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis

serotipe virus lain, maka terjadi infeksi yang berat. Karena, pada infeksi

selanjutnya, antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda,

namun tidak dapat dinetralisasi, bahkan membentuk kompleks yang infeksius.7

Gambar 2 Teori infeksi sekunder untuk jenis virus yang berbeda (kompleks

infeksius)

6

Page 7: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Kompleks antigen antibodi tersebut kemudian berikatan dengan Fc

reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi

heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas

melakukan replikasi dalam sel makrofag.

Hipotesis lainnya yaitu mengenai antibodi dependent enhancement (ADE),

suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam

sel mononuklear. Sebagai reaksi terhadap infeksi virus dengue tersebut, terjadi

sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah, sehingga menagkibatkan keadaan hipovolemia dan

syok.7

Gambar 3 Teori antibodi dependent enhancement (ADE)

Konsentrasi kompleks imun yang tinggi akibat reinfeksi yang

mengakibatkan reaksi amnestik antibodi. Infeksi virus dengue menyababkan

aktivasi macrofag yang memagositosis kopleks virus-antibodi sehingga virus

berkembang di macrofag. Infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan

aktivasi T-helper dan T-sitotoksis sehingga diproduksilah limfokin dan interferon

gamama. Interferon gama akan mengaktivasi monosit sehingga disekresikanlah

berbagai mediator inflamasi, seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating factor),

IL-6, dan histamin yang megakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan

terjadilah kebocoran plasma.

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary

heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 2.4 yang dirumuskan oleh

Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang

berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi

dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit

7

Page 8: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,

replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi, dan hal

ini menyebabkan terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan

mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody

complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.

Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan

permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang

intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume

plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48

jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar

hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga

serosa (seperti efusi pleura dan asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara

adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh

karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.7

Gambar 4 Patogenesis Terjadinya Syok pada DBD (Sumber: Suvatte, 1977)

Sebagai reaksi terhadap infeksi virus dengue tersebut, kompleks antigen-

antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi

trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel

pembuluh darah (gambar 2.4). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan

perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan

kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit yang mengakibatkan 8

Page 9: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama

lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo

endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan

menyebabkan pengeluaran platelet faktor III. Pengeluaran platelet faktor II

tersebut mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi

intravaskular deseminata) yang ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen

degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. 7

Gambar 5 Patogenesis Perdarahan pada DBD4

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,

sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak namun tidak berfungsi

baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman

sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas

kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada

DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat

KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.

Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.7

2.5 Kriteria Diagnosis

9

Page 10: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO

tahun 2011 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini

dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).1

Kriteria Klinis

1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus

selama 2-7 hari.

2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:

Uji torniquet positif,

Petekie, ekimosis, purpura,

Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis

dan/atau melena.

3. Pembesaran hati. (terdapat pada 90-98% kasus pada anak)

4. Hemokonsentrasi yang ditandai dengan adanya efusi pleura atau ascites

5. Syok yang ditandai dengan nadi cepat (takikardia), perfusi jaringan yang

buruk dengan nadi lemah, serta penurunan tekanan nadi (tekanan nadi 20

mmHg atau kurang), hipotensi dengan adanya kaki dan tangan dingin

dan/atau pasien tampak gelisah.

Kriteria Laboratorium

a. Trombositopeni (100.000/l atau kurang).

b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau

lebih dari baseline pada populasi sesuai usia.

Dua kriteria pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau

peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Adanya

hepatomegaly sebagai tambahan pada dua kriteria pertama yang ditemukan dapat

menjadi tanda DBD sebelum onset dari kebocoran plasma. Efusi pleura (chest X-

ray atau ultrasound) adalah bukti yang paling objektif dari kebocoran plasma.

Hipoalbuminemia sendiri dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien

anemia dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan hematokrit dan

adanya trombositopenia yang signifikan mendukung diagnosis dengue shock

syndrome (DSS). Hasil ESR yang rendah (<10mm pada jam pertama) pada saat

syok membedakan DSS dengan syok sepsis.1

10

Page 11: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

2.6 Derajat Penyakit

2.6.1 Demam dengue (DD)

Anamnesis: demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot &

sendi/tulang, nyeri retro-orbital, photophobia, nyeri pada punggung, facial

flushed, lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan

depresi umum.10

Pemeriksaan fisik10:

Demam: 39-40°C, berakhir 5-7 hari

Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka kemerahan),

leher, dan dada

Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform

Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian

dorsal, lengan atas, dan tangan

Manifestasi perdarahan: uji bendung positif dan/atau petekie

Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada

kulit yg normal, dapat disertai rasa gatal yang muncul pada fase

konvalesen (penyembuhan).

2.6.2 Demam Berdarah Dengue

Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis,

dan masa penyembuhan (convalescence, recovery).10

Fase demam

Anamnesis : demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang

demam. Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri

tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan

nyeri perut.

Pemeriksaan fisik

1. Manifestasi perdarahan yaitu :

Uji bendung positif (≥10 petekie/inch2) merupakan manifestasi

perdarahan yang paling banyak pada fase demam awal.

Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.11

Page 12: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Epistaksis, perdarahan gusi

Perdarahan saluran cerna

Hematuria (jarang)

Menorrhagia

2. Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan

fungsi hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.

Fase kritis

Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa

transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever

defervescence) ditandai dengan,

Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar

Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada dinding

kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus = RLD) dan

ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.

Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang

merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma

Tanda-tanda syok

Pada fase ini, bisa ditemukan adanya warning sign yang terdiri dari:13

Klinis

- Demam turun tetapi keadaan anak memburuk.

- Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen.

- Muntah yang menetap.

- Letargi, gelisah.

- Perdarahan mukosa.

- Pembesaran hati (hepatomegaly).

- Akumulasi cairan.

- Oligouria.

Laboratorium

- Peningkatan kadar hematocrit bersamaan dengan penurunan cepat

jumlah trombosit.

- Hematocrit awal tinggi.12

Page 13: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Fase penyembuhan (convalescence, recovery)

Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan

kembali merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum

dapat ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial

rash seperti pada DD.

2.6.3Dengue Shock Syndrome

Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 4

sampai hari sakit ke-6. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian

jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar

mulut, nadi cepat-lemah atau bahkan tidak teraba, tekanan nadi < 20 mmHg dan

hipotensi. Jadi untuk menilai tekanan nadi perhatikan tekanan sistolik dan

diastolik, misalnya 100/90 mmHg (berarti tekanan nadi 10 mmHg) atau hipotensi

(tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang). Syok merupakan tanda

kegawatan yang harus mendapat perhatian serius, oleh karena bila tidak diatasi

sebaik-baiknya dan secepatnya dapat menyebabkan kematian. Pasien dapat

dengan cepat masuk ke dalam fase kritis yaitu syok berat (profound shock), pada

saat itu tekanan darah dan nadi tidak dapat terukur lagi. Kebanyakan pasien masih

tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan

penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan segera, namun bila

terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat

dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran

cerna, sehingga memperburuk prognosis. Pada masa penyembuhan yang biasanya

terjadi dalam 2-3 hari kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia,

dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin

cukup dan kembalinya nafsu makan. Sebagian besar pasien masih tetap sadar

walaupun telah memasuki fase terminal. Pasien dengan perdarahan intraserebral

dapat disertai kejang dan koma. Ensefalopati dapat terjadi berhubungan dengan

gangguan metabolik dan elektrolit.1,10

13

Page 14: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

2.7 Pemeriksaan Penunjang

2.7.1 Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan Darah Lengkap

Pemeriksaan darah perifer yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis,

hematokrit dan trombosit rutin dilakukan untuk menskrining pasien

infeksi dengue. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada

DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. Selain

hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan leukopenia.9

2. Pemeriksaan Antigen NS1

Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 dan akan menurun sehingga

tidak terdeteksi setelah hari ke-5-6. Deteksi antigen virus ini dapat

digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue,

namun tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD.

3. Uji Serologi IgM dan IgG Anti Dengue11

Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit,

mencapai puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/

menghilang pada akhir minggu keempat sakit.

Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada

hari sakit ke-14. dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun.

Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi

pada hari sakit ke-2.

Tabel 1. Interpretasi uji serologi IgM dan IgG pada infeksi dengue Diagnosis

Antibodi anti dengue Keterangan

IgM IgG

Infeksi Primer positif negatif

Infeksi Sekunder positif positif

Infeksi Lampau negatif positif

Bukan dengue negatif negatif Apabila klinis mengarah ke

infeksi dengue, pada fase

penyembuhan: IgM dan IgG

14

Page 15: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

diulang

Untuk pemeriksaan serologi, uji Hambatan Hemaglutinasi yang merupakan gold

standard WHO untuk mendiagnosis infeksi virus dengue.

2.7.2 Isolasi virus

Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu :

a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1 – 3 hari.

b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia ( LLCKMK2 ) dan nyamuk A.

alboptctus.Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri

pada larva.

2.7.2 Pemeriksaan Radiologis

Kelainan yang bisa didapatkan antara lain12:

1. Dilatasi pembuluh darah paru

2. Efusi pleura

3. Kardiomegali atau efusi perikard

4. Hepatomegali

5. Cairan dalam rongga peritoneum

6. Penebalan dinding vesika felea

2.8 Diagnosis Banding

Adapun diagnosis banding dari infeksi virus dengue yaitu:

a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi

bakteri, virus, atau penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak,

influenza, hepatitis chikungunya, malaria. Adanya trombositopenia yang

jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan

penyakit lain.

b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC biasanya

seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan

influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan

demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu tubuh tinggi, hampir 15

Page 16: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

selalu disertai ruam makulopapular, injeksi kojungtiva dan lebih sering

dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis

hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan

gastrointestinal dan syok.

c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa

penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis,

anak sejak semula kelihatan sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan

tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai

dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis).

Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk

membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis

meningkokokus jelas terdapat rangsangan meningeal dan kelainan pada

pemeriksaan cairan serebrospinalis.

d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD

derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah

kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan

penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai

hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit

lebih cepat kembali normal daripada ITP.

e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada

leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat

anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas

diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik anak sangat anemik, demam

timbul karena infeksi sekunder.12

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan DBD bersifat suportif dan simtomatik, yaitu mengatasi

kehilangan cairan. Pasien DD dapat berobat jalan, pasien DBD di ruang

perawatan biasa, kasus DBD dengan komplikasi memerlukan perawatan

intensif.9,10

Pada pasien tanpa hemokonsentrasi ataupun trombositopeni yang masih

dapat minum dapat diijinkan untuk rawat jalan dengan ditargetkan minum 16

Page 17: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

1-2 liter/hari atau satu sendok makan tiap 5 menit. Dapat diberikan jenis

minuman seperti the manis, sirup, jus buah, dan susu selain air mineral.

Jika pasien tidak dapat minum atau terus muntah dapat di rawat inap dan

dipasang infus NaCL 0,45%; Dextrose 5% tetesan rumatan sesuai BB.

Periksa Hb, Ht setiap 6 jam dan trombosit setiap 12 jam.

Pantau gejala klinis dan laboratorium. Jika Ht naik atau Trombosit turun

ganti infus dengan RL/RA/NS dengan ketentuan BB<15 kg berikan 6-

7ml/kgBB/jam. BB 15-40 kg berikan 5ml/kgBB/jam/ BB>40 kg berikan

3-4 ml/kgBB/jam.

Jika terdapat perbaikan yang dapat dilihat dari tidak gelisah, nadi kuat,

tekanan darah stabil, dieresis cukup (>1 ml/kgBB/jam), ht turun. Tetesan

dapat dikurangi dan pemberian infus dapat dihentikan setelah 24-48 jam

bila tanda vital/ht stabil dan dieresis cukup.

Perburukan dengan tanda gelisah, dister pernafasan, frekuensi nadi naik,

hipotensi/tekanan nadi <20 mmHg, dieresis kurang/tidak ada, pengisian

kapiler >2 detik dan Ht tetap tinggi maka masuk ke protokol syok

Berikan infus kristaloid dan atau koloid 20ml/kgBB secepatnya beserta

oksigen 2-4 liter/menit. Dievaluasi hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam.

Jika syok teratasi, cairan dikurangi menjadi 10ml/kgBB/jam dan perlahan

lahan diturunkan menjadi 5ml/kgBB/jam hingga diturunkan ke

3ml/kgBB/jam. Pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam setelah syok

teratasi dan tanda vital/ht stabil beserta dieresis cukup.

Jika syok belum teratasi, cairan dapat dilanjutkan. Terus dilakukan

observasi tanda vital, dieresis, Hb, Ht, trombosit, leukosit, elektrolit

keseimbangan asam basa.

Jika berikutnya masi belum teratasi dan kadar hematokrit menurun dapat

diberikan tranfusi darah segar 10ml/kgBB

Apabila syok belum teratasi dapat dipertimbangkan pemakaian inotropik

dan koloid HES BM 100.000-300.000

Indikasi Pasien Masuk Rumah Sakit

Tanda-tanda syok17

Page 18: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Perdarahan

Trombosit <100.000/mm3 dan atau peningkatan hematokrit 10-20%

Nyeri abdominal hebat

Tempat tinggal jauh dari rumah sakit

Hiperpireksia

Indikasi Pasien Boleh Pulang

Setidaknya tidak demam dalam 24 jam terakhir tanpa antipiretik

Secara klinis tampak perbaikan

Nafsu makan baik

Nilai hematokrit stabil

Tiga hari sesudah syok teratasi

Tidak ada sesak napas atau takipnea

Trombosit >50.000/mm3

18

Page 19: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Gambar 6. Gambaran Umum Tatalaksana Infeksi Dengue

19

Page 20: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Gambar 7. Tatalaksana Demam Dengue

20

Page 21: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Gambar 8. Tatalaksana DBD grade I dan II

21

Page 22: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Gambar 9. Tatalaksana DBD grade III dan IV

2.10 Prognosis

Terapi yang cepat, tepat dan adekuat memberikan prognosis yang baik. Angka

kematian penyakit DBD masih tergolong tinggi. Perjalanan penyakit pada anak-

anak umumnya lebih berat dibandingkan dengan orang dewasa.7

BAB III

22

Page 23: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Nama : NGP

Umur : 13 tahun

Jenis Kelamin   : Perempuan

Pekerjaan : Pelajar

Suku : Bali

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Hindu

Alamat : Br. Lebah Pangkung, Mengwi

Tanggal MRS : 14 April 2015

Tanggal Pemeriksaan : 16 April 2015

3.2 Anamnesis dan Heteroanamnesis

Keluhan Utama : Panas badan

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang sadar ke Poli Anak BRSU Tabanan diantar oleh orang tua

dengan keluhan panas badan. Pasien dikeluhkan mengalami panas badan sejak 4

hari sebelum masuk rumah sakit (MRS) yaitu pada hari Jumat, 10 April 2015

malam. Panas badan dikatakan mendadak tinggi dan pada saat itu dilakukan

pengukuran suhu di dokter pada hari Sabtu tanggal 11 April 2015 dimana suhu

terukur 38,8oC. Panas badan dirasakan berlangsung sepanjang hari dan sempat

turun ketika pasien minum obat penurun panas, namun beberapa jam kemudian

dikatakan panas naik kembali. Sejak mengalami panas badan, aktivitas pasien

dikatakan berkurang, nafsu makan dan minum pasien dikatakan menurun. Panas

badan tidak disertai dengan menggigil dan kejang. Pada saat pemeriksaan tanggal

16 April 2015, pasien sudah tidak mengalami panas badan. Ibu pasien

mengatakan pasien mengalami keringat dingin serta tangan dan kaki pasien

terkadang dingin.

23

Page 24: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Selain mengalami panas badan, pasien dikeluhkan mengalami mual muntah,

nyeri persendian, pegal-pegal seluruh badan, sakit kepala, nyeri perut, mimisan,

gusi berdarah, menstruasi di luar siklus normal dan sesak napas.

Pasien dikeluhkan mengalami mual dan muntah sejak 4 hari sebelum MRS

(10 April 2015). Pasien merasa mual setiap habis makan ataupun minum. Mual

dikatakan pernah disertai muntah. Dikatakan oleh ibu pasien, pernah dalam suatu

hari pasien mengalami muntah sampai 5 kali. Muntah pasien berisikan air dan

makanan yang dimakan dengan volume kurang lebih setengah kantong kresek

kecil. Mual dan muntah sudah tidak dikeluhkan lagi sejak pasien MRS dan diinfus

yaitu tanggal 14 April 2015.

Pasien dikeluhkan mengalami nyeri persendian sejak 4 hari sebelum MRS.

Nyeri sendi dikatakan hilang timbul. Nyeri sendi dikatakan lebih dirasakan oleh

pasien ketika panas badan naik dan dirasakan berkurang ketika pasien beristirahat.

Pasien juga dikeluhkan mengalami sakit kepala sejak 4 hari sebelum MRS.

Sakit kepala dirasakan hilang timbul. Sama seperti nyeri sendi, sakit kepala lebih

dirasakan oleh pasien ketika panas badan naik dan dirasakan berkurang ketika

pasien beristirahat.

Pasien dikeluhkan mengalami nyeri perut sejak 1 hari setelah MRS

(tanggal 15 April 2015). Nyeri perut dirasakan pada perut bagian kanan dan ulu

hati. Pada saat pemeriksaan tanggal 16 April 2015, nyeri perut masih dirasakan

oleh pasien. Nyeri perut lebih dirasakan oleh pasien ketika dilakukan penekanan

dan jika pasien berpindah posisi dari berbaring ke duduk.

Pasien dikeluhkan mengalami mimisan dan gusi berdarah sejak hari Selasa

pagi tanggal 14 April 2015, saat pasien MRS. Mimisan dikatakan terjadi 1 kali

dan mimisan berhenti dengan ditampon menggunakan tisu dan sempat

menggunakan daun sirih. Darah yang keluar pada saat mimisan kurang lebih

sebanyak 4 tetes. Gusi berdarah dikatakan oleh pasien terjadi setelah pasien

menggosok gigi. Darah yang keluar dikatakan tidak terlau banyak dan kemudian

berhenti dengan sendirinya. Pada tanggal 16 April 2015, mimisan sudah tidak

dialami oleh pasien namun gusi berdarah masih dialami oleh pasien terutama

ketika menggosok gigi.

24

Page 25: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Pasien dikeluhkan mengalami menstruasi di luar siklus sejak tanggal 14

April 2015. Menstruasi tersebut dikatakan di luar siklus karena bulan ini pasien

sudah menstruasi dan dikatakan sudah selesai bersih 1 minggu yang lalu. Sejak

tanggal 14 April tersebut, terdapat menstruasi dengan jumlah darah sedikit yang

dikatakan oleh ibu pasien berupa bercak-bercak dengan warna merah kecoklatan.

Pada tanggal 16 April 2015, keluarnya bercak-bercak darah berwarna merah

kecoklatan masih dialami oleh pasien.

Pasien dikeluhkan mengalami sesak sejak tanggal 16 April 2015 (2 hari

setelah MRS). Sesak dikatakan muncul perlahan dan menetap serta tidak

dipengaruhi oleh perubahan posisi. Karena sesak pasien diberikan oksigen dan

setelah itu keluhan sesak sudah dirasakan berkurang oleh pasien.

Riwayat muntah kemerahan atau kehitaman, batuk dan pilek disangkal.

Nafsu makan dan minum pasien dikatakan berkurang semenjak sakit. BAB pasien

dikatakan normal dengan riwayat diare disangkal. BAK pasien juga dikatakan

normal dengan wana kuning jernih.

Riwayat Pengobatan :

Pasien sewaktu panas sempat berobat ke dokter, pada tanggal 11 April 2015,

namun keluhan tidak dirasakan membaik oleh pasien.

Pada tanggal 12 April 2015, pasien sempat dibawa ke UGD oleh orang

tuanya dan dilakukan pemeriksaan darah dengan hasil trombosit masih dalam

batas normal. Pada saat itu pasien tidak dirawat inap dan saat pulang diberikan

obat penurun panas sanmol 3x per hari dan imunos 1x per hari. Ibu pasien juga

mengatakan diberikan penjelasan untuk melakukan kontrol kembali pada tanggal

14 April 2015 jika kondisi pasien tidak membaik.

Riwayat Penyakit Sebelumnya :

Sebelumnya pasien pernah mengalami panas badan. Panas badan

berkurang dengan pemberian obat penurun panas ataupun berkurang spontan

tanpa pemberian obat. Riwayat penyakit asma, alergi, penyakit jantung, kejang

demam dan penyakit sistemik lainnya disangkal

25

Page 26: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, jantung, asma, kejang,

ginjal dan penyakit sistemik lainnya disangkal.

Riwayat Pribadi/Sosial/Lingkungan

Pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara. Kakak pasien dikatakan

dalam kondisi sehat. Nenek pasien dikatakan mengalami demam berdarah dengue

(DBD) baru-baru ini. Tetangga pasien juga banyak yang mengalami DBD. Di

sekolah, pasien mengatakan beberapa temannya ada yang sakit DBD. Di

lingkungan rumah, dikatakan belakangan ini terdapat nyamuk dengan jumlah

yang lebih banyak dari biasanya, sehingga keluarga pasien di rumah

menggunakan obat nyamuk bakar. Selain itu, juga terdapat kolam ikan dan

terkadang terdapat genangan air.

Riwayat Persalinan :

Pasien lahir secara spontan, cukup bulan, ditolong oleh dokter di RSUP

Sanglah dan dikatakan lahir segera menangis. Berat badan lahir 2950 gram,

panjang badan dan lingkar kepala dikatakan lupa. Tidak ada kelainan.

Riwayat Imunisasi :

o BCG 1 kali

o Polio 4 kali

o Hepatitis B 4 kali

o DPT 3 kali

o Campak 1 kali.

Riwayat Nutrisi :

ASI eksklusif: dari usia 0-6 bulan, dengan pemberian ASI dilanjutkan

sampai usia 24 bulan, frekuensi sesuai kebutuhan.

Susu Formula : sejak usia 6 bulan.

Bubur Susu : sejak usia 6 bulan, frekuensi 2-3 x/hari.

26

Page 27: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Bubur Tim : sejak usia 12 bulan, frekuensi 2-3 x/hari.

Makanan Dewasa : sejak usia 13 bulan, frekuensi 3x/hari.

Riwayat Tumbuh Kembang :

Mengangkat kepala : 3 bulan

Membalikkan badan : 4 bulan

Duduk : 6 bulan

Merangkak : 8 bulan

Berdiri sendiri : 10 bulan

Berjalan : 12 bulan

Bicara : 12 bulan

Pasien saat ini sedang duduk di bangku SMP dan mengikuti pelajaran

seperti biasa. Interaksi dengan teman-teman pasien dikatakan baik. Kesan

tumbuh kembang pasien dalam kondisi normal.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Tanggal 16 April 2015

Status Present

Kesan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Nadi : 88x/menit lemah

Respirasi : 20x/menit

T.ax : 36 C

TD : 100/70 mmHg

BB : 46 kg

BBI : 44 kg

TB : 155 cm

Status Gizi (menurut waterlow) : 104,54% (gizi baik)

Status General

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), refleks

27

Page 28: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

pupil (+/+) isokor, cowong -/-, edema palpebra (-/-),

sekret (-/-)

THT

Telinga : Daun telinga N/N, sekret (-/-)

Hidung : Hidung luar normal, sekret (-/-), epistaksis (+) riwayat

Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)

Lidah : Lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), mukosa basah

(+) warna merah

muda

Bibir : Mukosa basah (+) warna merah muda, sianosis (-)

Leher

Kelenjar getah bening : tidak ditemukan pembesaran

Kelenjar parotis & tiroid : tidak ditemukan pembesaran

Thoraks

Jantung

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus kordis, pulsasi epigastrial (-)

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V MCL Sinistra, thrill (-),

lifting (-)

Perkusi : Batas-batas jantung : batas kanan PSL dextra, batas kiri

ICS V MCL sinistra, batas atas ICS II

Auskultasi : Suara jantung S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Paru

Inspeksi : dinding thoraks simetris statis & dinamis, retraksi (-),

Palpasi : taktil vokal fremitus N/N, pergerakan simetris,

nyeri tekan (-)

Perkusi : sonor/sonor sonor/sonor sonor/sonor

Auskultasi : suara napas ves/ves ronkhi -/- wheezing -/- ves/ves -/- -/- ves/ves -/- -/-

28

Page 29: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Abdomen

Inspeksi : distensi (-), pelebaran pembuluh darah (-),

penonjolan massa (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : nyeri tekan (+) pada regio abdomen kanan dan

epigastrium, hepar dan lien tidak teraba, ballotement (-)

Perkusi : distribusi suara timpani, redup hepar (+)

Ekstremitas

Inspeksi : Sianosis (-), Rumple leed test (+)

Palpasi : Hangat -/- edema -/- -/- -/-

Kulit : Petechie (+), Rumple leed test (+)

Status Antropometri

- Berat badan/usia : p 50

- Panjang badan/usia atau tinggi badan/usia : p 25-50

- Berat badan/tinggi badan : p50-75

- Berat badan ideal : 44 kg

3.4 Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium

Darah Lengkap

29

Page 30: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap

Parameter

12/4/15

17:23

Hari-2

14/4/15

11:18

Hari-4

14/4/15

21:49

Hari-4

15/4/15

06:25

Hari-5

15/4/15

17:46

Hari-5

16/4/15

01:41

Hari-6

16/4/15

09:19

Hari-6

WBC (10e3/uL) 3,60(↓) 2,90(↓) 3,20(↓) 3,60(↓) 6,50 6,00 6,30

Neutrophil (%) 65,40 57,80 38,30(↓) 20,9(↓) 14,00(↓) 18,70(↓)

Limfosit (%) 16,00(↓) 26,40 36,50 38,40 39,60 40,30(↑)

Monosit (%) 16,50(↑) 14,60(↑) 23,50(↑) 37,10(↑) 42,90(↑) 37,90(↑)

Eosinofil (%) 1,39 0,81 0,21 1,48 2,64 2,27

Basophil (%) 0,73 1,07(↑) 0,91 2,15(↑) 0,83 0,83

Eritrosit

(10e6/uL)

HGB (g/dl)

5,14(↑)

15,50(↑)

5,34(↑)

16,10(↑)

4,98

15,00

4,95

14,80

4,70

14,10

4,82

14,40

4,81

14,60

HCT (%) 44,50(↑) 45,80(↑) 42,60 42,20 45,40(↑) 41,40 41,00

PLT (10e6/uL) 172,00 92,00(↓) 60,50(↓) 44,50(↓) 31,00(↓) 38,40(↓) 34,90(↓)

Parameter

17/4/15

06:20

Hari-7

17/4/15

17:56

Hari-7

18/4/15

06:34

Hari-8

19/4/15

06:33

Hari-9

WBC (10e3/uL) 6,5 6 6,7 7,1

Neutrophil (%) 27,6 (↓) 33,7(↓) 35(↓) 48,1(↓)

Limfosit (%) 49,5(↑) 53,8(↑) 47,5(↑) 35,7

Monosit (%) 18,3(↑) 8,9(↑) 12,10(↑) 9,59(↑)

Eosinofil (%) 3,72(↑) 3,1(↑) 4,35(↑) 5,89(↑)

Basophil (%) 0,82 0,42 1,04(↑) 0,67

Eritrosit

(10e6/uL)

HGB (g/dl)

4,65

13,9

4,88

14,2

4,68

14,1

4,77

14,5

HCT (%) 40,6 41,80 40,2 41

PLT (10e6/uL) 45,7(↓) 56,3(↓) 75,3(↓) 121(↓)

30

Page 31: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Tes Widal (14/4/2015, 11:29)

- Salmonella typhi A-O : negatif

- Salmonella typhi B-O : negatif

- Salmonella typhi C-O : 1/80

- Antibodi O : negatif

- Salmonella typhi A-H : negatif

- Salmonella typhi B-H : negatif

- Salmonella typhi C-H : negatif

- Antibodi H : negatif

Serologi IgM dan IgG anti dengue (18/4/2015, 08:29)

- IgM anti dengue (+)

- IgG anti dengue (+)

3.5 Diagnosis

Demam Berdarah Dengue derajat III (panas hari ke-6) dengan warning sign + gizi

baik

3.6 Planning

Planning Diagnosis

Cek darah lengkap setiap 12 jam.

Cek serologi IgM IgG anti dengue pada hari ke-7.

Cek faal hemostasis

Planning Terapi

Masuk Rumah Sakit (MRS).

O2 1-2 lpm

Kebutuhan energy: 1305,54 kkal/hari

Kebutuhan protein: 39,6 gram/hari

Kebutuhan cairan: 2020cc/hari

Mampu minum kurang lebih 500cc/hari

31

Page 32: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Kebutuhan cairan intravena (IV): 2020cc-500cc = 1520cc/hari =

63,3cc/jam = 1,05cc/menit, setara dengan 21 tpm makro

Cairan IV yang digunakan: IVFD RL 21 tpm makro.

Paracetamol 10-15 mg/kg/BB/kali setara dengan 460-690 mg/kali

Paracetamol 3x500 mg tab (bisa diulang tiap 4 jam jika suhu axila ≥ 380C

dan dilakukan kompres hangat).

Imunos 1x1 cth.

Aviter 3x1 sch.

Anbacim 3x500 mg.

Planning Monitoring

Observasi tanda vital.

Observasi warning sign.

Observasi balance cairan dan produksi urin.

3.7 Prognosis

Ad vitam : dubius ad bonam

Ad fungsionam : dubius ad bonam

Ad sanationam : dubius ad bonam

3.8 LAPORAN PERKEMBANGAN PASIEN SELAMA DI RUANGAN32

Page 33: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Tabel 3. Laporan Perkembangan Pasien Selama di Ruangan

Tanggal Subjektif Objektif Assessment Planning

14/4/2015

Pk.11:45

Demam (+)

naik turun

sejak 5 hari

sebelum

MRS, mual

(+),

muntah

(+), makan

minum

berkurang,

lemas (+),

mimisan

(+),

BAB/BAK

(+)

Status present:

KU: agak lemah

HR: 100x/menit

TD: 100/70 mmHg

Tax: 370C

Status general:

Mata: anemis -/-,

ikterik -/-,cowong -/-

Cor: S1S2 reguler

normal, murmur (-)

Pulmo: ves +/+, rh -/-,

wh -/-

Abdomen:distensi(-),

BU (+) normal

Ekstremitas: hangat

Hasil DL (14/04/2015

11:18):

WBC: 3,60

RBC: 5,14

HGB: 15,50

HCT: 44,50

PLT: 172,00

DBD derajat

II (panas hari

ke-4)+gizi

baik

Planning diagnosis:

- Cek darah lengkap

setiap 12 jam.

- Cek serologi IgM IgG

anti dengue pada hari

ke-7.

- Cek faal hemostasis

Planning terapi:

- MRS

- IVFD RL 32 tpm

- Paracetamol 3x500 mg

(bisa diulang tiap 4 jam

jika suhu axila ≥ 380C

dan dilakukan kompres

hangat)

- Imunos plus 1x1 cth

- Aviter 3x1 sch

- Anbacym 3x500 mg

- KIE banyak minum

Planning monitoring

- Tanda vital

- Cairan masuk, cairan

keluar

- Warning sign

15/04/2015

Pk.07:30

Demam (-),

mual (-),

muntah (-),

nyeri otot

Status Present :

KU : sakit sedang

Kesadaran : CM

DBD derajat

II (panas hari

ke-5)+gizi

Planning diagnosis:

- Cek darah lengkap

setiap 12 jam.

- Cek serologi IgM IgG

33

Page 34: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

(+), sakit

kepala (+),

mimisan

(+), gusi

berdarah

(+),

perdarahan

per

vaginam

(seperti

menstruasi)

di luar

siklus (+),

makan

minum

berkurang,

BAK/BAB

(+)

Tax : 36 C

Status general :

Kepala: Normocephali

Mata: anemis -/-,

ikterik -/-

THT: dbn

Thorax: simetris (+),

retraksi (-)

Cor :S1S2 N reguler

murmur(-)

Pulmo:ves +/+, rh -/-,

wh -/-

Abd : dist (-), BU (+) N

Ekstremitas : hangat

(+),edema(-)

Rumple Leed (+)

Hasil DL (14/04/2015

21:49):

WBC: 3,20

RBC: 5,34

HGB: 16,10

HCT: 45,80

PLT: 92,00

Hasil DL (15/04/2015

06:25):

WBC: 3,60

RBC: 4,95

HGB: 14,80

HCT: 42,20

PLT: 44,50

baik anti dengue pada hari

ke-7.

- Cek faal hemostasis

Planning terapi:

- IVFD RL 32 tpm

- Paracetamol 3x500 mg

(bisa diulang tiap 4 jam

jika suhu axila ≥ 380C

dan dilakukan kompres

hangat)

- Imunos plus 1x1 cth

- Aviter 3x1 sch

- Anbacym 3x500 mg

- KIE banyak minum

Planning monitoring

- Tanda vital

- Cairan masuk, cairan

keluar

- Warning sign

15/04/2015 Nyeri perut

kanan +ulu

Status Present : DBD derajat

III (panas

Planning diagnosis:

- Cek darah lengkap 34

Page 35: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

20.00 hati (+),

demam (-),

perdarahan

per

vaginam

(seperti

menstruasi)

di luar

siklus (+),

makam

minum

berkurang,

BAB/BAK

(+)

KU: sakit sedang

Kesadaran: CM

HR : 88x/menit

Tax : 36 C

TD : 100/70 mmHg

Status general :

Mata: konjungtiva

pucat (-), sklera

ikterik (-)

Thorax: simetris (+),

retraksi (-)

Cor :S1S2 N reguler

murmur(-)

Pulmo:ves +/+, rh -/-,

wh -/-

Abd : dist (-), BU (+)

N, nyeri tekan abdome

kanan+epigastrium

Ekstremitas: dingin (+),

edema (-)

Hasil DL (15/04/2015

pk 17:46)

WBC: 6,50

RBC: 4,70

HGB: 14,10

HCT: 45,40

PLT: 31,00

hari ke-5)

dengan

warning sign

+ gizi baik

setiap 12 jam.

- Cek serologi IgM IgG

anti dengue pada hari

ke-7.

- Cek faal hemostasis

Planning terapi:

- IVFD RL 32 tpm

- Paracetamol 3x500 mg

(bisa diulang tiap 4 jam

jika suhu axila ≥ 380C

dan dilakukan kompres

hangat)

- Imunos plus 1x1 cth

- Aviter 3x1 sch

- Anbacym 3x500 mg

- KIE banyak minum

- Pasien direncanakan

pindah ke ICU namun

saat ini kondisi ICU

penuh

Planning monitoring

- Tanda vital

- Cairan masuk, cairan

keluar

- Warning sign

16/04/2015

Pk.09:20

Demam (-),

mual (-),

muntah (-),

Status Present :

KU: sakit sedang

DBD derajat

III (panas

hari ke-6)

Planning diagnosis:

- Cek darah lengkap

35

Page 36: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

nyeri otot

(-), sakit

kepala (-),

lemas (+),

BAB/BAK

(+),

mimisan

(-), gusi

berdarah

(+), sesak

(+)

Kesadaran: CM

Nadi : 88x/menit

RR : 20x/menit

Tax : 360 C

TD : 100/70 mmHg

Status general :

Mata: anemis -/-,

ikterik -/-

THT: dbn

Thorax: simetris (+),

retraksi (-)

Cor :S1S2 N reguler

murmur(-)

Pulmo:ves +/+, rh -/-,

wh -/-

Abd : dist (+), BU

(+)N, nyeri tekan (+)

regio epigastrium dan

abdomen kanan

Ext: dingin (+)

Hasil DL (16/04/2015,

01:41)

WBC: 6,00

RBC: 4,82

HGB: 14,40

HCT: 41,40

PLT: 38,40

Hasil DL (16/04/2015,

dengan

warning sign

+ gizi baik

setiap 12 jam.

- Cek serologi IgM IgG

anti dengue pada hari

ke-7.

- Cek faal hemostasis

Planning terapi:

- IVFD RL 32 tpm

- Paracetamol 3x500 mg

(bisa diulang tiap 4 jam

jika suhu axila ≥ 380C

dan dilakukan kompres

hangat)

- Imunos plus 1x1 cth

- Aviter 3x1 sch

- Anbacym 3x500 mg

- KIE banyak minum

Planning monitoring

- Tanda vital

- Cairan masuk, cairan

keluar

- Warning sign

36

Page 37: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

09:19)

WBC: 6,30

RBC: 4,81

HGB: 14,60

HCT: 41,00

PLT: 34,90

18/04/2015

Pk.08:15

Demam (-),

mual (-),

muntah (-),

nyeri otot

(-), sakit

kepala (-),

lemas (-),

BAB/BAK

(+),

mimisan

(-), gusi

berdarah

(-), sesak

(-)

Status Present :

KU: sakit ringan

Kesadaran: CM

Nadi : 76x/menit

RR : 24x/menit

Tax : 360 C

TD : mmHg

Status general :

Mata: anemis -/-,

ikterik -/-

THT: dbn

Thorax: simetris (+),

retraksi (-)

Cor :S1S2 N reguler

murmur(-)

Pulmo:ves +/+, rh -/-,

wh -/-

Abd : dist (+), BU

(+)N, nyeri tekan (-)

regio epigastrium dan

abdomen kanan

Ext:hangat(+),edema+

DBD derajat

III dengan

warning sign

(panas hari

ke-8) + gizi

baik

Planning diagnosis:

- Cek darah lengkap

setiap 12 jam.

- Cek faal hemostasis

Planning terapi:

- IVFD RL 32 tpm

- Paracetamol 3x500 mg

(bisa diulang tiap 4 jam

jika suhu axila ≥ 380C

dan dilakukan kompres

hangat)

- Imunos plus 1x1 cth

- Aviter 3x1 sch

- Anbacym 3x500 mg

- KIE banyak minum

Planning monitoring

- Tanda vital

- Cairan masuk, cairan

keluar

- Warning sign

BAB IV

PEMBAHASAN37

Page 38: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

Berdasarkan anamnesis pasien datang dengan keluhan panas badan yang

mendadak tinggi dan naik turun semenjak 4 hari sebelum MRS cukuplah susah

untuk dapat menegakkan diagnosis pada pasien tersebut. Namun perlu juga

dipertimbangkan adanya tanda perdarahan spontan seperti mimisan, gusi berdarah

dan menstruasi diluar siklus haid serta keluhan – keluhan lain seperti nyeri kepala,

nyeri persendian, pegal-pegal pada seluruh badan, mual dan muntah serta

terutama adanya orang-orang di lingkungan sekitar yang pernah mengalami

keluhan serupa bahkan sudah di diagnosis DBD. Pasien juga mengeluhkan kulit

terutama tangan dan kaki dirasakan dingin dan lembab serta nyeri perut pada ulu

hati dan perut bagian kanan atas yang lebih dirasakan ketika berubah posisi dari

berbaring ke duduk. Untuk itu diperlukan pemeriksaan fisik pada daerah abdomen

untuk mendeteksi dengan cepat adanya hepatomegali.

Pada pemeriksaan fisik dilakukan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital,

pemeriksaan untuk mencari kelainan sistemik. Dari pemeriksaan tanda vital

didapatkan bahwa suhu tubuh pasien pada demam hari ke-2 yaitu 38.80C

kemudian naik turun dengan pemberian obat penurun panas, lalu pada hari ke-4

turun menjadi 370C, dan 360C pada hari ke-5 dan ke-6. Pola demam pada pasien

ini dapat diperkirakan mengikuti pola demam pada DBD, dimana terjadi demam

mendadak tinggi pada hari pertama kemudian akan naik turun akibat pengaruh

obat penurun panas dan akan mengalami fase dimana demam turun hingga

mencapai suhu normal. Namun, pada saat suhu tubuh pasien berada pada angka

normal, justru disanalah perlu dilakukan observasi ketat karena merupakan suatu

periode kritis yang dapat mengarah pada terjadinya syok.

Untuk lebih memastikan diagnosis pada pasien tersebut dapat dilihat dari

hasil pemeriksaan fisik dimana ditemukan Rumple leed test (+) dan tanda

perdarahan spontan berupa mimisan, gusi berdarah, menstruasi diluar siklus

haid.Pada pemeriksaan juga ditemukan adanya akral dingin dan lembab, serta nadi

teraba lemah yang menandakan adanya kegagalan sirkulasi. Tekanan darah pasien

100/70 mmHg yang menunjukan adanya penurunan tekanan darah namun belum

sampai mengalami tanda syok berat berupa hipotensi (sistolik <80mmHg) ataupun

tekanan nadi yang <20mmHg. Dengan adanya Rumple leed test (+), tanda 38

Page 39: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

perdarahan spontan (+), dan tanda kegagalan sirkulasi namun tekanan darah dan

nadi masih bisa terukur, maka sudah dapat digolongkan ke dalam kriteria demam

berdarah dengue derajat III.

Pada pemeriksaaan fisik yang dilakukan pada tanggal 16 April 2015 juga

ditemukan adanya nyeri tekan pada regio epigastrium dan abdomen kanan atas,

namun tidak ditemukan adanya pembesaran lien. Pemeriksaan ini dilakukan untuk

mengetahui adanya hepatomegali yang mengakibatkan nyeri perut kanan atas

yang merupakan salah satu warning sign.

Berdasarkan literatur, setiap pasien yang dicurigai DBD harus dilakukan

pemeriksaan darah lengkap, dan serologis dengue. Pemeriksaan darah lengkap

(DL) dilakukan untuk menilai jumlah white blood cell (WBC), platelet (PLT) dan

hematokrit (HCT). Pemeriksaan DL ada yang dilakukan setiap 8 jam atau 12 jam

dengan tujuan untuk bisa memonitor kondisi pasien dari jumlah trombosit dan

kadar hematokrit, apakah pasien cenderung stabil, masuk ke dalam fase syok

ataupun pasien dapat dipulangkan atau tidak. Dari hasil pemeriksaan DL

ditemukan jumlah WBC yang menurun dari awal pemeriksaan (tanggal 12 April

2015 pk. 17:23) sampai dengan pemeriksaan tanggal 15 April 2015 pk. 06:25.

Namun jumlah WBC ditemukan normal pada pemeriksaan tanggal 15 April 2015

pk. 17:46. Hal ini sesuai dengan yang terdapat pada referensi dimana pada infeksi

virus dengue ditemukan jumlah WBC yang menurun (leukopeni) pada awal

penyakit yang kemudian menjadi normal setelah beberapa hari.15

Jumlah trombosit ditemukan dibawah normal dari pemeriksaan DL demam

hari ke-4 (tanggal 14 April 2015, pk 11:18) sampai dengan pemeriksaan terakhir

(tanggal 19 April 2015, pk 06:33). Hasil ini sesuai dengan yang terdapat pada

referensi dimana pada pasien dengan infeksi virus dengue dimana penurunan

jumlah PLT hingga 100×103/µL ditemukan antara hari ke-3 hingga 8 dan

penurunan bisa terus berlangsung hingga <100×103/µL.15 Dan untuk hematokrit,

terjadi kecenderungan peningkatan kadar hematokrit sebanyak 13%.

Selain itu diagnosis demam berdarah dengue dapat diperkuat dengan adanya

tanda kebocoran plasma.Tanda-tanda kebocoran plasma pada pasien ini perlu

dievaluasi, seperti adanya asites ataupun efusi pleura. Adanya keluhan sesak

napas yang dirasakan sejak 2 hari MRS perlu diwaspai sebagai tanda adanya efusi 39

Page 40: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

pleura. Untuk itu perlu dilakukan observasi dan pemeriksaan lebih lanjut untuk

memastikannya, sehingga dapat diberikan penanganan yang tepat.

Berdasarkan literatur, diagnosis pasti pada kasus ini ditegakkan dengan

melakukan tes serologi dengue , dimana pada pasien ini didapatkan hasil IgM dan

IgG anti dengue positif, yang menandakan terjadinya infeksi sekunder pada

pasien ini.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang ditentukan

diagnosis kerja pada pasien ini yakni demam berdarah dengue derajat III.

Diagnosis banding seperti demam tifoid, demam cikungunya ataupun penyakit

lain yang memiliki gejala serupa sudah dapat disingkirkan dengan adanya semua

hasil pemeriksaan terutama pemeriksaan serologi yang mendukung diagnosis

DBD. Dari pengukuran antropometri didapatkan pasien memiliki berat badan 46

kg dan tinggi badan 155 cm, dan berat badan ideal didapatkan 44 kg setelah di

plot di kurva CDC. Berdasarkan Waterlow, pasien ini memiliki status gizi baik

dengan persentasi 104,54%.

Penatalaksanaan DBD bersifat suportif dan simtomatik, yaitu dengan

mengatasi demam dan kehilangan cairan.Pada pasien ini diberikan penanganan

rawat inap atas indikasi keadaan umum pasien lemah, kemampuan makan dan

minum berkurang, adanya perdarahan, PLT <100.000, nyeri abdomen, dan adanya

tanda kegagalan sirkulasi. Pada kasus ini pasien diberikan cairan kristaloid Ringer

Laktat (RL) 21 tetes makro/menit dengan tujuan untuk mencegah terjadinya

hemokonsentrasi karena terjadinya perembesan plasma yang dapat mengakibatkan

pasien kekurangan cairan. Pasien diberikan antipiretik berupa Paracetamol

3x500mg tab (dapat diulang tiap 4 jam jika demam ≥ 380C) dan juga diberikan

penjelasan untuk dilakukan kompres hangat jika demam. Untuk meningkatkan

sistem kekebalan tubuh, pasien juga diberikan Imunos 1x1 cth dan Aviter 3x1 sch.

Pasien juga diberikan obat Anbacim 3x500 mg, dengan tujuan sebagai profilaksis

terhadap infeksi sekunder seperti faringitis yang dapat menyebabkan pasien lebih

susah lagi untuk makan dan minum.

Monitoring tanda vital, status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan kecepatan

tetes infus penting dilakukan untuk dapat mencegah munculnya komplikasi lebih

lanjut. Selain itu, juga perlu monitoring perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai 40

Page 41: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

pasien melewati fase kritis), balance cairan dan produksi urine, hematokrit

(sebelum dan sesudah terapi pengganti cairan, kemudian setiap 6-12 jam), gula

darah, dan fungsi organ lainnya (profil ginjal, hati, dan fungsi koagulasi sesuai

indikasi).

Prognosis pasien dengan DBD biasanya tergantung pada kecepatan dan

ketepatan penanganan yang diberikan. Pada pasien ini tergolong dubius ad bonam

karena pasien sudah mendapat penanganan dengan cepat sebelum munculnya

komplikasi, terlihat dari keadaan umum pasien sudah membaik dan munculnya

rash konvalesen.

41

Page 42: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

BAB V

KESIMPULAN

1. DBD adalah infeksi virus dengue yang disertai dengan kebocoran plasma.

Perubahan patofisiologi pada infeksi dengue menentukan perbedaan

perjalanan penyakit antara DBD dengan DD.

2. Demam Dengue (DD) dan DBD disebabkan virus dengue yang termasuk

kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal

sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis

seroptipe, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.

3. Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris.

4. Adapun gejala DBD yaitu demam tinggi, mendadak 2-7 hari dengan

gambaran demam bifasik. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri

otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Ditemukan juga

nyeri perut dirasakan di epigastrium dan perut kanan atas.

5. Penatalaksanaan infeksi virus dengue berupa terapi cairan, pemberian obat

penurun panas jika pasien mengalami demam dan memonitor vital sign,

keseimbangan cairan, tanda- tanda perdarahan serta tanda- tanda

terjadinya syok.

42

Page 43: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO, Regional Office for South East Asia. 2011. Comprehensive

Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue

Haemorrhagic Fever: Revised and expanded edition. SEARO Technical

Publication Series No. 60. India

2. Soegijanto, Soegengdkk. 2012. The Changing Clinical Performance Of

Dengue Virus Infection In The Year 2009. Indonesian Journal of Tropical

and Infectious Disease, Vol. 3. No. 1 January–March 2012: 5−9

3. Oscar. 2007. Dengue Haemorrhagic Fever. Bagian Ilmu Kesehatan Anak

FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.

4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan

Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. [Online] Tersedia di:

http://www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-

profil-kesehatan.html [diunduh: 16 April 2015]

5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Data Kesehatan

Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. [Online] Tersedia di:

http://www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-

profil-kesehatan.html [diunduh: 16 April 2015]

6. WHO. 2009. Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention

and Control. France: WHO Press. [Online] Tersedia di:

http://www.who.int/rpc/guidelines/9789242547871/en/ [diunduh: 16 April

2015]

7. Suhendro, Nainggolan Leonard, Khie Chen, dan Pohan HT. 2009. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Fakultas Kedokteran UI :

Media Aescullapius. Jakarta.

8. Suzanne Moore Shepherd. 2014. Dengue. Pennsylvania. Hospital of

University of Pennsylvania.

43

Page 44: (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4

9. Amin P. et al, Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever, Dengue Shock

Syndrome. Tersedia di:http://www.bhj.org/journal/2001 4303 july

01/review 380.htm. Diakses 17 April 2012.

10. Karyanti MR. Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Dengue. Divisi Infeksi

dan Pediatri Tropik, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUPN Cipto

Mangunkusumo, FKUI.

11. Shu PY. Comparison of a capture immunoglobulin M (IgM) and IgG

ELISA and non-structural protein NS1 serotype-specific IgG ELISA for

differentiation of primary and secondary dengue virus infections.

ClinDiagn Lab Immunol2006;10:622-30.

12. Oscar. 2007. Dengue Haemorrhagic Fever. Bagian Ilmu Kesehatan Anak

FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.

13. Hadinegoro SR, Ismoedijanto M, Alex C. 2014. Pedoman Diagnosis dan

Tata Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. Bagian Penerbit Ikatan

Dokter Anak Indonesia.

44