2_aplikasi_citra_satelit_terhadap_penyebaran_ekosistem_mangrove_pada_anggi.pdf

7
Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 4/2004 1 APLIKASI CITRA SATELIT TERHADAP PENYEBARAN EKOSISTEM MANGROVE PADA KAWASAN BATANG TOMAK AIR BANGIS PASAMAN BARAT Oleh : Anggi Rachman Saleh 1) , Eni Kamal 2) dan Danang W Jati 3) 1) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta 2) Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan Pesisir – Universitas Bung Hatta Padang 3) BAPPEDA Propinsi Sumatera Barat Abstrak Ekosistem mangrove merupakan tumbuhan yang unik dan mempunyai fungsi fisik, ekonomis dan biologis. Pengaplikasian citra satelit bertujuan untuk mengetahui penyebaran ekosistem mangrove pada kawasan Batang Tomak Air Bangis Pasaman Barat serta sebagai penunjang pembangunan dibidang pelestarian ekosistem mangrove. Dari hasil penelitian ini didapat luasan mangrove yang tersebar pada kawasan Batang Tomak 96,729 ha pada daerah pengamatan 128/60. Didapat dari hasil berupa hardcopy Interpretasi Citra Satelit LANDSAT Tm 7 dengan menggunakan 8 prinsip Interpretasi Citra. PENDAHULUAN Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang perikanan dan kelautan terus berkembang sejalan dengan kebutuhan manusia akan sumberdaya yang terkandung di laut. Berbagai penelitian dilakukan untuk mengumpulkan informasi baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif tentang keadaan perairan dan potensi sumberdaya sehingga pemanfaatannya dapat berlangsung optimal dan lestari bagi kesejahteraan mahluk hidup. Salah satu teknologi yang berkembang pada dewasa ini adalah teknologi yang memanfaatkan jasa satelit. Selain sebagai sarana komunikasi, satelit juga dimanfaatkan untuk pemantauan suatu wilayah dengan pengideraan jarak jauh (remote sensing) Sebagian wilayah Indonesia terdiri dari laut, yaitu 62 % dari seluruh luas wilayah Indonesia (Nontji, 1987). Pengunaan teknologi penginderaan jarak jauh akan sangat efektif diterapkan dalam melakukan penelitian terhadap pelestarian Sumber Daya Alam. Salah satu satelit pengideraan jarak jauh untuk bidang ilmu pertanian, kartografi, pantauan lingkungan, oceanografi, geografi dsb, adalah satelit LANDSAT yang diluncurkan NASA pada tanggal 23 Juli 1972 yang diberi nama ERST-1 (Earth Reseources Tehnology Satelit) atau dengan sebutan LANDSAT (Lillesand, 1979). Ekosistem mangrove merupakan suatu ekosistem yang unik dan mempunyai 3 fungsi pokok yaitu 1). Fungsi Fisik, 2). Fungsi Biologis, dan 3). Fungsi ekonomis. Fungsi fisik yaitu menjaga garis pantai agar tetap stabil dan melindungi pantai dari gempuran ombak. Fungsi biologis sebagai daerah asuhan dan tempat pemijahan ikan dan Fungsi ekonomis yaitu mengingat 80 % dari seluruh speises ikan laut uang dikonsumsi manusia hidupnya bermula pada ekosistem mangrove. Penelitian ini mencoba untuk melakukan analisa digital dan visual terhadap hasil

Upload: randy-yuhendras-miko

Post on 25-Oct-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

TENTANG APLIKASI

TRANSCRIPT

Page 1: 2_aplikasi_citra_satelit_terhadap_penyebaran_ekosistem_mangrove_pada_anggi.pdf

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 4/2004 1

APLIKASI CITRA SATELIT TERHADAP PENYEBARAN EKOSISTEM MANGROVE PADA KAWASAN BATANG TOMAK AIR BANGIS

PASAMAN BARAT

Oleh :

Anggi Rachman Saleh1), Eni Kamal2) dan Danang W Jati3)

1)Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta 2)Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan Pesisir – Universitas Bung Hatta Padang

3)BAPPEDA Propinsi Sumatera Barat

Abstrak

Ekosistem mangrove merupakan tumbuhan yang unik dan mempunyai fungsi fisik, ekonomis dan biologis. Pengaplikasian citra satelit bertujuan untuk mengetahui penyebaran ekosistem mangrove pada kawasan Batang Tomak Air Bangis Pasaman Barat serta sebagai penunjang pembangunan dibidang pelestarian ekosistem mangrove.

Dari hasil penelitian ini didapat luasan mangrove yang tersebar pada kawasan Batang Tomak 96,729 ha pada daerah pengamatan 128/60. Didapat dari hasil berupa hardcopy Interpretasi Citra Satelit LANDSAT Tm 7 dengan menggunakan 8 prinsip Interpretasi Citra.

PENDAHULUAN

Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang perikanan dan kelautan terus berkembang sejalan dengan kebutuhan manusia akan sumberdaya yang terkandung di laut. Berbagai penelitian dilakukan untuk mengumpulkan informasi baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif tentang keadaan perairan dan potensi sumberdaya sehingga pemanfaatannya dapat berlangsung optimal dan lestari bagi kesejahteraan mahluk hidup.

Salah satu teknologi yang berkembang pada dewasa ini adalah teknologi yang memanfaatkan jasa satelit. Selain sebagai sarana komunikasi, satelit juga dimanfaatkan untuk pemantauan suatu wilayah dengan pengideraan jarak jauh (remote sensing)

Sebagian wilayah Indonesia terdiri dari laut, yaitu 62 % dari seluruh luas wilayah Indonesia (Nontji, 1987). Pengunaan teknologi penginderaan jarak jauh akan sangat efektif diterapkan dalam

melakukan penelitian terhadap pelestarian Sumber Daya Alam.

Salah satu satelit pengideraan jarak jauh untuk bidang ilmu pertanian, kartografi, pantauan lingkungan, oceanografi, geografi dsb, adalah satelit LANDSAT yang diluncurkan NASA pada tanggal 23 Juli 1972 yang diberi nama ERST-1 (Earth Reseources Tehnology Satelit) atau dengan sebutan LANDSAT (Lillesand, 1979).

Ekosistem mangrove merupakan suatu ekosistem yang unik dan mempunyai 3 fungsi pokok yaitu 1). Fungsi Fisik, 2). Fungsi Biologis, dan 3). Fungsi ekonomis. Fungsi fisik yaitu menjaga garis pantai agar tetap stabil dan melindungi pantai dari gempuran ombak. Fungsi biologis sebagai daerah asuhan dan tempat pemijahan ikan dan Fungsi ekonomis yaitu mengingat 80 % dari seluruh speises ikan laut uang dikonsumsi manusia hidupnya bermula pada ekosistem mangrove.

Penelitian ini mencoba untuk melakukan analisa digital dan visual terhadap hasil

Page 2: 2_aplikasi_citra_satelit_terhadap_penyebaran_ekosistem_mangrove_pada_anggi.pdf

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 4/2004 2

citra yang diturunkan dari citra satelit LANDSAT pada daerah pengamatan ekosistem mangrove di kawasan Batang Tomak Air Bangis Pasaman Barat, yaitu sebagai langkah awal untuk melihat penyebaran ekosistem mangrove serta penggunaan parameter lingkungan hasil pengamatan satelit untuk digunakan sebagai dasar peramalan daerah penyebaran ekosistem mangrove dan daerah yang mengalami kerusakan. PENGIDERAAN JARAK JAUH Pengideraan jarak jauh adalah seni dalam memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena dengan jalan menganalisa data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung (Lillesand dan Kiefer, 1979). Sedangkan Lo (1996) mengatakan bahwa pengideraan jarak jauh merupakan tehnik untuk mengumpulkan informasi mengenai objek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Dalam tehnik pengideraan jauh melalui satelit ada empat elemen yang mempengaruhi yaitu; elektromagnetik, Atmosfir, sensor dan objek. Biasanya tehnik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasikan guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi dalam bidang Pertanian, Kehutanan, Geologi, Perikanan dan geografi Perencanaan. SATELIT Satelit bumi merupakan wahana angkasa luar/antariksa yang ideal bagi sensor pengideraan jarak jauh. Satelit dapat berada di antariksa untuk periode waktu yang lebih lam, jadi memungkinkan pengamatan terhadap bumi secara konstan.

Satelit LANDSAT berfungsi dalam memperoleh data tentang sumberdaya yang terdapat di bumi dengan cara sistematik. Bentuk dari satelit LANDSAT seperti kupu-kupu dengan tinggi kurang 3 m dengan garis tengah 1,5 dengan panel matahari yang melintang kurang lebih 4 m

kemudian berat satelit mencapai 815 kg (Lillesand dan Kiefer, 1979).

Di sepanjang pesisir dan lautan Indonesia terdapat kawasan yang sangat “unik” dimana terdapat 5 (lima) macam ekosistem yang sangat produktif seperti : ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove, ekosistem muara, ekosistem rumput laut dan ekosistem padang lamun yang dapat memberikan kontribusi sebagai areal penghasil sumber protein dan dapat meningkatkan pendapatan nelayan serta pendapatan daerah.

Perikanan laut termasuk di dalamnya ikan hias, untuk wilayah Sumatera Barat masih rendah hasil ekspornya, baru mampu dikirim sebanyak 1.751 kg selama tahun 2001 sedangkan pengiriman ikan untuk domestik baru mampu sebanyak 9.072 kg. Keragaman ikan hias sangat tinggi di kawasan karang dan terumbu karang. Hal ini disebabkan karena terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat produktif dan kaya dengan kehidupan alamiah yang banyak.

Terumbu karang tersusun dari hewan, kerang, tumbuhan laut dan biota laut lainnya yang hidup secara bersimbiosis dalam kondisi lingkungan yang sangat baik dan terbatas untuk dapat berkembang biak sebagai suatu kawasan yang disebut sebagai ekosistem terumbu karang. APA ITU TERUMBU KARANG Banyak pengertian tentang terumbu karang diberikan oleh para ahli, dimulai dengan Darwin (1842), selanjutnya dijelaskan lagi oleh UNESCO (1978), Ditlev (1980), IUCN (1980), Myer dan Randall (1983), Nybakken (1993), Veron (1993), 1996), UNEP (1993), Scott (1994), dan Suharsono (1996), yang telah disyahkan terumbu karang sebagai sistem khas tropik yang dilindungi. Secara sederhana terumbu karang adalah suatu ekosistem yang terdiri dari hewan, tumbuhan, ikan, kerang dan biota lainnya yang terdapat di kawasan tropis yang

Page 3: 2_aplikasi_citra_satelit_terhadap_penyebaran_ekosistem_mangrove_pada_anggi.pdf

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 4/2004 3

memerlukan intensitas cahaya matahari untuk hidup. Kondisi yang paling baik untuk pertumbuhan karang di suatu perairan adalah yang mempunyai kedalaman 15 – 20 meter, bahkan ia juga dapat hidup pada kedalaman 60 – 70 meter dengan perkembangan yang tidak sempurna.

Terumbu karang bukanlah berdiri sendiri, ia tumbuh dan berkembang dalam bentuk koloni yang sangat komplek, maka ia dinamakan “ekosistem terumbu karang“. Terumbu karang merupakan salah satu potensi sumberdaya alam laut yang sangat penting dan strategis dalam kehidupan organisme yang sangat melimpah dimana terdapat lebih 4.000 species ikan, dan 2.500 jenis ikan karang yang mendiami kawasan laut dunia. (Nash, 1989, IYOR, 1997). Paling banyak tersebar di daerah tropis, sampai daerah sub tropis pada 350 LU dan 320 LS.

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat rentan dan mudah mengalami kerusakan akibat eksploitasi sumberdaya lautan, labuh jangkar, limbah rumah tangga, industri, pertanian, transportasi, aliran sungai, penggunaan bahan peledak dan penangkapan ikan, penambangan karang, pengambilan bunga karang, dan kekeruhan perairan akibat aktivitas daratan.

Proses terbentuknya karang memerlukan waktu yang cukup panjang karena ia sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana ia hidup dan berkembang, seperti cahaya matahari, suhu, salinitas, kejernihan, arus, substrat dan parameter fisik dan kimia perairan. Kecepatan pertumbuhan karang tidak lebih dari 5 cm tiap tahun, sedangkan untuk tumbuh 10 – 25 cm memerlukan waktu bertahun-tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun. FUNGSI TERUMBU KARANG Terumbu karang sangat berperan terhadap produktivitas suatu perairan, dimana produktivitas primernya berkisar

antara 300 – 5000 gc/m2/th (Meadows dan Campbell, 1988) lebih tinggi dari laut terbuka, upwelling, estuaria, hutan bakau padang lamun dan mampu menampung biomoss hewan yang tinggi antara 490 – 1.400 kg/ha (Baker & Kaeoniam, 1986). Rusaknya terumbu karang secara langsung akan memberikan dampak terhadap hasil tangkapan nelayan, jumlah dan jenis ikan. Hal ini disebabkan oleh terumbu karang memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting di dalam perairan.

Terumbu karang memiliki fungsi sebagai tempat perkembangbiakan ikan, perlindungan dan mencari makan bagi ikan, kerang, udang dan biota lainnya. Selain itu karang juga berfungsi sebagai pelindung pantai dari abrasi dan gempuran ombak, menstabilkan keliling pulau-pulau dan garis pantai dari kikisan ombak yang sangat kuat.

Terumbu karang juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat pariwisata bahari dan tempat menangkap ikan bagi para nelayan. Terumbu karang juga dapat dieksploitasi untuk bahan bangunan, cenderamata, bahan obat-obatan, bahan kosmetik dan hiasan akuarium (Welly, 2001), akan tetapi dengan ditemukannya teknologi tranplantasi karang, alangkah baiknya eksploitasi dan pemanfaatan karang untuk keperluan manusia dan ilmu pengetahuan, serta industri adalah dengan memanfaatkan karang–karang yang sudah dibudidayakan melalui teknik Tranplantasi karang dan ini tentunya tidak memberikan dampak terhadap kerusakan ekosistem terumbu karang. JENIS-JENIS TERUMBU KARANG Hewan karang dapat dibedakan menurut bentuk (lifeform) ada yang dikenal dengan karang bercabang (brancing), meja (tabulate), bunga/daun (foliose), kerak (encrusting), bulat padat (massive), gundukan (sub massive), dan cendawan/jamur (mushroom) (Veron, 1986).

Page 4: 2_aplikasi_citra_satelit_terhadap_penyebaran_ekosistem_mangrove_pada_anggi.pdf

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 4/2004 4

Akan tetapi karang juga dapat dibedakan berdasarkan ordonya (Order Scleractinia), ada yang dikenal dengan terumbu karang hermatipik (reef building) dimana memerlukan cahaya untuk dapat tumbuh dan berkembang, selanjutnya juga ada yang dikenal sebagai karang bukan terumbu karang (reef non building) dikenal dengan istilah ahermatipik, dimana tidak tergantung kepada cahaya untuk hidup biasanya dikenal dengan akar bakau. Sedangkan karang-karang yang tidak mempunyai kerangka dikenal dengan karang lunak “soft coral” dan ada juga karang yang berkaitan dengan sea anemoni. Selain itu karang juga dapat dibagi berdasarkan struktur atau jarak dengan daratan. Ini berdasarkan teori Darwin (1842) dimana ia membagi karang yang ada di permukaan bumi dengan 3 (tiga) jenis yaitu : 1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)

Terumbu karang tepi berkembang sepanjang pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 meter. Terumbu karang ini tumbuh ke atas dan ke arah laut. Pertumbuhan yang baik terdapat di bagian cukup arus, sedangkan diantara pantai dan tepi luar terumbu karang cenderung mempunyai pertumbuhan yang kurang baik, bahkan sering banyak yang mati karena mengalami kekeringan.

2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs) Terumbu karang tipe penghalang ini terletak di berbagai jarak kejauhan dari pantai dan dipisahkan dari pantai terbesar oleh dasar laut yang terlalu dalam bagi pertumbuhan karang batu (40-70 meter). Umumnya terumbu karang tipe ini memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar seakan-akan merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar.

3. Terumbu karang cincin (atoll) Terumbu karang ini merupakan bentuk cincin yang melingkar goba. Kedalaman goba di dalam atoll rata-rata 45 meter. Atoll tertumpu pada

dasar lautan yang dalamnya di luar batas kedalaman karang batu penyusunan terumbu karang dapat hidup.

KONDISI TERUMBU KARANG Saat ini kondisi ekosistem ini sangat buruk sekali, dibeberapa laporan hanya Pulau Pieh yang memiliki kondisi yang sangat baik, sedangkan untuk kabupaten yang lain juga mengalami kondisi yang sama yaitu kategori buruk dimana kondisi karangnya rusak berat. Di bawah ini dapat kita lihat Tabel 1 dan 2 tentang kondisi umum terumbu karang di beberapa kawasan Sumatera Barat. KERUSAKAN TERUMBU KARANG Kerusakan terumbu karang dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor alam dan aktifitas manusia. Faktor alam yang dapat menyebabkan kematian seperti gempa, “tsunami”, pemanasan global, blooming organisme laut tertentu (pada predator karang dan reptide) sedangkan aktifitas manusia yang dapat menyebabkan kematian karang antara lain 1. Pencemaran

Pencemaran dapat berasal dari daratan maupun dari laut. Dari darat seperti sampah rumah tangga, limbah pabrik, hotel, tambang dan pertanian. Limbah tersebut mengalir ke sungai dan akhirnya bermuara ke laut yang akhirnya mencemari laut dan menyebabkan kematian terumbu karang. Sedangkan pencemaran yang berasal dari kapal yaitu sampah yang berasal dari kapal-kapal penumpang, pesiar, perikanan, minyak dan kapal orang. Tumpahan minyak dan oli dari kapal-kapal tersebut juga dapat mencemari laut yang mematikan bagi terumbu karang.

Page 5: 2_aplikasi_citra_satelit_terhadap_penyebaran_ekosistem_mangrove_pada_anggi.pdf

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 4/2004 1

Tabel.1. Distribusi Liputan Karang (%) di Beberapa Pulau Di Sumatera Barat Tahun 2001

Lokasi HCA

(%) HCNA

(%) DC (%)

ALGA (%)

OF (%) Abiotik (%)

Total PC (%)

Sikuai 3,57 18,22 0,00 74,08 3,62 0,52 21,78 Sirandah 0,8 11,433 0,00 74,75 8,0166 0,00 12,23 Sinyaro 0,633 22,066 0,00 64,75 11,8833 0,00 23,37

Pasumpahan 2,25 19,65 0,00 65,95 12,1166 0,0 21,90 Sumber : Data Primer (2001) Tabel.2. Data Terumbu Karang Indonesia Tahun 1996

Kondisi Barat Tengah Timur Sikuai 1,55 % 9,30 % 11,34 %

Sirandah 14,73 % 29,07 % 29,89 % Sinyaro 25,58 % 40,70 % 22,04 %

Pasumpahan 58,14 % 29,93 % 36,73 % Sumber : LIPI (1996) 2. Racun

Racun dari akar-akar tanaman dan zat kimia (potassium/sianida) digunakan untuk menangkap ikan hias karang. Hal ini dilakukan disebabkan karena ikan hias yang laku di pasaran hanya ikan hias yang tidak cacat, sehingga cara yang dianggap mudah sampai saat ini dengan menggunakan racun. Disamping racun tidak menyebabkan ikan mati dan dapat digunakan untuk membius ikan-ikan yang berada disela-sela karang yang tidak mungkin ditangkap dengan menggunakan jaring/pancing. Akan tetapi walaupun racun yang digunakan tidak menyebabkan ikan mati, tetapi racun tersebut dapat membunuh terumbu karang, sehingga penggunaan racun untuk menangkap ikan termasuk perbuatan yang merusak terumbu karang.

3. Bom Penggunaan bom atau bahan peledak untuk menangkap ikan juga melanggar hukum. Cara-cara seperti ini digunakan orang-orang yang serakah, ingin mendapatkan hasil sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat. Akibatnya banyak organisme yang akan mati, tidak hanya ikan, terumbu

karang juga akan hancur kena ledakan.

4. Pariwisata Bahari Pariwisata bahari seperti menyelam, memancing, berlayar, jetski dan lain sebagainya dapat menjadikan penyebab kerusakan terumbu karang jika tidak dilaksanakan dengan memperhatikan pelestarian lingkungan. Para penyelam pemula yang baru dapat menyelam sehingga kemampuan menyelamnya kurang baik, dapat menginjak dan mamatahkan terumbu karang jika ia langsung menyelam pada tempat yang ada terumbu karangnya. Kapal-kapal yang mengantar para penyelam atau turis memancing ikan juga membuang jangkar secara sembarangan disekitar terumbu karang juga dapat menyebabkan kehancuran terumbu karang.

UPAYA PELESTARIAN TERUMBU KARANG Pemanfaatan ekosistem pesisir pantai dan laut termasuk ekosistem terumbu karang adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang kadangkala bertentangan

Page 6: 2_aplikasi_citra_satelit_terhadap_penyebaran_ekosistem_mangrove_pada_anggi.pdf

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 4/2004 2

dengan beberapa kepentingan yang lainnya.

Karena gangguan manusia terhadap sistem ekologi kawasan pesisir pantai dan laut maka harus disusun dengan baik agar manfaat pengelolaan laut dan pesisir yang didapatkan dari ekosistem dapat menguntungkan manusia dengan tetap menjaga keaslian ekosistemnya. Sedangkan pelestarian terumbu karang melalui aturan bertujuan untuk melindungi kelangsungan proses alamiah dalam sistem ekologi sehingga fungsi dan manfaatnya dapat dirasakan secara berkelanjutan. Beberapa kegiatan yang dapat mendukung pelestarian terumbu karang seperti :

1. Diharapkan Pemda setempat menetapkan kawasan Pulau Tengah, dan Pulau Tapi sebagai kawasan Taman Laut Agam, dengan demikian aset yang ada ini dapat dikelola dan dikontrol lebih baik supaya kehidupan terumbu karang dan ikan dapat berkembang biak, dan meluas.

2. Menyediakan fasilitas umum untuk memudahkan para pengunjung mendatangi pulau-pulau seperti pembuatan pangkalan kapal, mooring

bouy, air minum, pembuangan sampah, dan syarat-syarat khusus kapal yang mesti digunakan.

3. Kegiatan ecoturism di kawasan terumbu karang sudah semakin populer seperti “sport fishing” dalam keadaan terkontrol, bermain perahu layar, snorkling dan scuba diving, berenang dan aktivitas lainnya. Perlu pembagian kawasan kegiatan.

4. Melakukan pengawasan terhadap para pengunjung yang datang dengan aktifitas-aktifitas yang dapat mencemarkan alam dan lingkungan serta kebersihan air dan kebersihan perairan di kedua pulau dan harus dilakukan secara berkelanjutan.

5. Direncanakan pembangunan dan pengembangan pulau yang terprogram dan berkelanjutan dan penyediaan fasilitas untuk dipublikasikan kepada pengunjung pulau.

DAFTAR PUSTAKA

Darwin, C.R. 1842. The Structure and Distribution of Coral Reefs in Dubinsky, Z. ed. Pages 1 – 8 p. Ecosystems of the Workd 25. Coral Reef. Elsevier. Amsterdam. 1990.

Ditlev, H. 1980. A Field Guide to The Reef

Building Coral of The Indo-Pasific. Scandinaving Science Press Ltd. Klampenborg. 291 p.

International Year of Reef. 1997. Brosur

Tahun Antar Bangsa Terumbu Karang 97. Pengurus, Biro Filateli Pejabat Pos Malaysia, Kuala Lumpur.

Marthen Welly. 2001. Terumbu Karang

Lestari. Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Bali. PPLH Bali dan PADI Foundation. Cetakan I, Juli 2001. 14 Hal.

Nash, S.V. 1989. Reef Diversity Index

Survey Method For Nonspecialist. Tropical Coastal Area Management Newsletter. Philippines. 4(3) : 14 – 17.

Scott, P.J.B. 1984. The Coral of Hongkong

University Press. 112 p.

Page 7: 2_aplikasi_citra_satelit_terhadap_penyebaran_ekosistem_mangrove_pada_anggi.pdf

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 4/2004 2

Suharsono. 1996. Jenis-jenis Karang yang Umum Dijumpai Di Perairan Indonesia. LIPI Jakarta, Indonesia. 115 p.

Unesco. 1978. Coral Reefs : Research

Methods. United Nations Educational. Scientific And Cultural Organization, 7 Place de Fontenoy, 75700 Paris, Brothers Ltd. 581 p.

Veron, J. E. N. 1986. Coral of Australia

and The Indo-Pasific. The Australian Institute of Marine Science. Angus & Roberton Publishers. Australia. 644 p.

White, A. T. 91987. Coral Reefs, Valuable

Resource of Southeast Asia. ICLARM Education Series No. 1. International Centre of Living Aquatic Resources Management, Manila Philippines. 36 p.