29. identifikasi cendawan pascapanen pada biji kakao dari melina

6
Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel, 2007 IDENTIFIKASI CENDAWAN PASCAPANEN PADA BIJI KAKAO DARI BEBERAPA KABUPATEN Melina Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Faperta UNHAS ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi cendawan pascapanen yang mengkontaminasi biji kakao yang berasal dari pedagang pengumpul di beberapa kabupaten yaitu Wajo, Bone, Soppeng, Sinjai, Luwu, Pinrang dan Polmas. Sampel biji kakao disterilisasi permukaan setelah dikuliti, kemudian dibelah dan ditumbuhkan pada media PDA. Cendawan-cendawan yang tumbuh diamati dan diidentifikasi. Hasil identifikasi ditemukan cendawan-cendawan yang mengkontaminasi biji kakao yaitu : Aspergillus flavus Link., Penicillium spp., Rhizopus spp., Gliocladium spp., dan Trichoderma spp. Cendawan Aspergillus ditemukan pada biji kakao dari ketujuh kabupaten dengan persentase tertinggi pada biji kakao asal Wajo, Bone dan Pinrang (masing-masing 64%), Polmas (60%), Soppeng (56%), Luwu (44%) dan terendah Sinjai (36%), cendawan Penicillium ditemukan pada biji kakao asal Bone (20%), Wajo (12%) dan Soppeng (8%), cendawan Rhizopus ditemukan pada biji kakao asal Luwu (24%), Sinjai (16%), Bone (12%), Soppeng dan Polmas (masing-masing 8%) dan terendah pada Wajo (4%), cendawan Gliocladium dan Trichoderma hanya ditemukan pada biji kakao asal Soppeng (masing-masing 4%). Kata kunci : Cendawan Pascapanen, Biji Kakao PENDAHULUAN Pemberlakuan automatic detention oleh United State Food and Drug Administration (USFDA) terhadap biji kakao Indonesia yang diekspor ke Negara Amerika Serikat dikarenakan biji kakao Indonesia tidak memenuhi persyaratan Sanitary dan Phytosanitary (SPS) di Negara tersebut (Anonim, 2005). Biji kakao yang berasal dari Indonesia diklaim sebagai biji kakao yang bermutu rendah, hal ini disebabkan antara lain adanya serangga hidup/mati, cendawan dan kotoran-kotoran yang mengkontaminasi biji kakao. Cendawan pascapanen dapat berkembang dengan baik jika kondisi lingkungan mendukung untuk perkembangannya. Keberadaan cendawan-cendawan ini selain dapat merusak cita rasa dan aroma khas coklat juga dapat membahayakan kesehatan manusia terutama cendawan-cendawan yang memproduksi toksin. Perkembangan cendawan pada biji kakao sangat bergantung pada cara penanganan pascapanen baik di tingkat petani, pedagang pengumpul maupun eksportir. Penanganan pascapanen yang baik antara lain dengan melakukan sortasi buah/biji kakao, melakukan pengeringan sampai kadar air optimum, dan penyimpanan biji kakao pada gudang yang bersih dan terawat, serta melakukan tindakan pengendalian. Penanganan pascapanen di tingkat pengumpul kabupaten umumnya belum dilakukan secara benar. Kondisi gudang yang kurang terpelihara, pengeringan biji yang tidak optimal dan pencampuran antara biji-biji kakao yang baru dan yang lama di dalam satu kemasan memungkinkan untuk terjadinya kontaminasi cendawan. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi cendawan-cendawan pascapanen yang mengkontaminasi biji kakao pada tingkat pedagang pengumpul di beberapa kabupaten. 186

Upload: wachiel-arhamz

Post on 24-Oct-2015

66 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: 29. Identifikasi Cendawan Pascapanen Pada Biji Kakao Dari Melina

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel, 2007  

IDENTIFIKASI CENDAWAN PASCAPANEN PADA BIJI KAKAO DARI BEBERAPA KABUPATEN

Melina

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Faperta UNHAS

ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi cendawan pascapanen yang mengkontaminasi biji kakao yang berasal dari pedagang pengumpul di beberapa kabupaten yaitu Wajo, Bone, Soppeng, Sinjai, Luwu, Pinrang dan Polmas. Sampel biji kakao disterilisasi permukaan setelah dikuliti, kemudian dibelah dan ditumbuhkan pada media PDA. Cendawan-cendawan yang tumbuh diamati dan diidentifikasi. Hasil identifikasi ditemukan cendawan-cendawan yang mengkontaminasi biji kakao yaitu : Aspergillus flavus Link., Penicillium spp., Rhizopus spp., Gliocladium spp., dan Trichoderma spp. Cendawan Aspergillus ditemukan pada biji kakao dari ketujuh kabupaten dengan persentase tertinggi pada biji kakao asal Wajo, Bone dan Pinrang (masing-masing 64%), Polmas (60%), Soppeng (56%), Luwu (44%) dan terendah Sinjai (36%), cendawan Penicillium ditemukan pada biji kakao asal Bone (20%), Wajo (12%) dan Soppeng (8%), cendawan Rhizopus ditemukan pada biji kakao asal Luwu (24%), Sinjai (16%), Bone (12%), Soppeng dan Polmas (masing-masing 8%) dan terendah pada Wajo (4%), cendawan Gliocladium dan Trichoderma hanya ditemukan pada biji kakao asal Soppeng (masing-masing 4%). Kata kunci : Cendawan Pascapanen, Biji Kakao

PENDAHULUAN Pemberlakuan automatic detention oleh United State Food and Drug Administration (USFDA) terhadap biji kakao Indonesia yang diekspor ke Negara Amerika Serikat dikarenakan biji kakao Indonesia tidak memenuhi persyaratan Sanitary dan Phytosanitary (SPS) di Negara tersebut (Anonim, 2005). Biji kakao yang berasal dari Indonesia diklaim sebagai biji kakao yang bermutu rendah, hal ini disebabkan antara lain adanya serangga hidup/mati, cendawan dan kotoran-kotoran yang mengkontaminasi biji kakao.

Cendawan pascapanen dapat berkembang dengan baik jika kondisi lingkungan mendukung untuk perkembangannya. Keberadaan cendawan-cendawan ini selain dapat merusak cita rasa dan aroma khas coklat juga dapat membahayakan kesehatan manusia terutama cendawan-cendawan yang memproduksi toksin. Perkembangan cendawan pada biji kakao sangat bergantung pada cara penanganan pascapanen baik di tingkat petani, pedagang pengumpul maupun eksportir. Penanganan pascapanen yang baik antara lain dengan melakukan sortasi buah/biji kakao, melakukan pengeringan sampai kadar air optimum, dan penyimpanan biji kakao pada gudang yang bersih dan terawat, serta melakukan tindakan pengendalian.

Penanganan pascapanen di tingkat pengumpul kabupaten umumnya belum dilakukan secara benar. Kondisi gudang yang kurang terpelihara, pengeringan biji yang tidak optimal dan pencampuran antara biji-biji kakao yang baru dan yang lama di dalam satu kemasan memungkinkan untuk terjadinya kontaminasi cendawan.

Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi cendawan-cendawan pascapanen yang mengkontaminasi biji kakao pada tingkat pedagang pengumpul di beberapa kabupaten.

186

Page 2: 29. Identifikasi Cendawan Pascapanen Pada Biji Kakao Dari Melina

Melina: Identifikasi Cendawan Pascapanen pada Biji Kakao dari Beberapa Kabupaten

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil sampel biji kakao pada tingkat

pengumpul/pedagang besar pada 7 (tujuh) kabupaten sentra pertanaman kakao yaitu kabupaten Wajo, Bone, Soppeng, Sinjai, Luwu, Pinrang, dan Polmas. Pada setiap kabupaten dipilih 5 (lima) pedagang pengumpul yang mewakili satu wilayah kabupaten. Pengambilan sampel biji kakao pada bagian atas, tengah dan bawah karung. Sampel karung yang dipilih berkisar 5-10 persen dari total karung yang ada di gudang penyimpanan. Sampel biji kakao kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pengamatan.

Pengamatan keberadaan cendawan dilakukan dengan mengambil sampel biji kakao yang bercendawan sebanyak 25 biji per kabupaten, kulit biji dikupas dan disterilisasi permukaan, biji dibelah dan ditumbuhkan pada media PDA. Cendawan-cendawan yang tumbuh diamati dengan menggunakan mikroskop, kemudian diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi cendawan oleh Streets (1980) dan mencocokkan dengan gambar serta dihitung persentase keberadaannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil identifikasi cendawan pada biji kakao yang berasal dari 7 kabupaten ditemukan cendawan-cendawan sebagai berikut: 1. Aspergillus flavus Link. Secara morfologis, koloni Aspergillus yang ditemukan pada biji kakao berwarna hijau kekuningan dan berwarna hitam, tumbuh menyebar pada permukaan biji kakao. Hasil pengamatan mikroskopis konidia berbentuk bulat, tumbuh diatas phialid, konidiofor tegak dan panjang, berwarna hialin sampai kecoklatan, vesikel berbentuk bulat, dikelilingi oleh metulae yang panjang (Gambar 1).

Gambar 1. Aspergillus flavus (Foto: Melina, 2007)

2. Penicillium spp. Secara morfologis, koloni Penicillium berwarna hijau kebiruan, secara mikroskopis

hifa bersepta, konidiofor tegak bercabang-cabang melingkar, konidia bulat sampai elips, berwarna kehijauan berjumlah banyak dan tersusun dalam rangkaian-rangkaian, terletak pada bagian ujung phialid. Phialid berbentuk seperti botol (Gambar 2).

187

Page 3: 29. Identifikasi Cendawan Pascapanen Pada Biji Kakao Dari Melina

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel, 2007  

Gambar 2. Penicillium spp. (Foto: Melina, 2007)

3. Rhizopus spp. Secara morfologis, koloni Rhizopus berwarna coklat kehitaman, secara

mikroskopis terdapat banyak rhizoid dan sporangiofor dalam kelompok-kelompok, sporangia berbentuk bulat, berwarna kehitaman. Hifa tidak bersepta, sporangiofor panjang dan agak melengkung, pada bagian ujungnya membesar dan bulat yang disebut Columella. Columella bulat dan semi bulat, berwarna kelabu sampai kecoklatan (Gambar 3).

Gambar 3. Rhizopus spp. (Foto: Melina, 2007)

4. Gliocladium spp. Secara morfologis, koloni Gliocladium berwarna hijau, hifanya mengelompok. secara mikroskopis konidiofor bersepta bening dan hialin, bercabang pada bagian ujung. konidia berbentuk lonjong dan hialin (Gambar 4).

Gambar 4. Gliocladium spp. (Foto: Melina, 2007)

5. Trichoderma spp. Secara makroskopis, koloni Trichoderma berwarna putih kehijauan, pertumbuhan hifanya cepat. Secara mikroskopis, cendawan ini memiliki konidiofor hialin, tegak dan bercabang banyak, konidia hialin berbentuk oval, mengumpul pada bagian ujung phialid (Gambar 5).

188

Page 4: 29. Identifikasi Cendawan Pascapanen Pada Biji Kakao Dari Melina

Melina: Identifikasi Cendawan Pascapanen pada Biji Kakao dari Beberapa Kabupaten

Gambar 5. Trichoderma spp. (Foto: Melina, 2007)

Hasil pengamatan keberadaan jenis-jenis cendawan pada biji kakao asal 7 kabupaten yang diamati pada media PDA disajikan pada Gambar 6. Cendawan Aspergillus spp. ditemukan pada biji kakao dari semua kabupaten dengan persentase tertinggi pada biji kakao asal Wajo, Bone dan Pinrang (masing-masing 64 %), kemudian pada biji kakao asal Polmas (60 %), Soppeng (56 %), Luwu (44 %) dan terendah pada biji kakao asal Sinjai (36 %). Cendawan Penicillium spp. ditemukan pada biji kakao asal Bone (20 %), Wajo (12 %), dan Soppeng (8 %). Cendawan Rhizopus spp. tertinggi ditemukan pada biji kakao asal Luwu (24 %), kemudian pada biji kakao asal Sinjai (16 %), Bone (12 %), Soppeng dan Polmas (masing-masing 8 %), dan terendah pada Wajo (4 %), sedangkan pada biji kakao asal Pinrang, cendawan ini tidak ditemukan. Cendawan Gliocladium spp. dan Trichoderma spp. hanya ditemukan pada biji kakao asal Soppeng dengan persentase keberadaan masing-masing 4 % (Gambar 6).

Gambar 6. Jenis-Jenis Cendawan pada Biji Kakao Asal 7 kabupaten

Makfoeld (1993) melaporkan bahwa cendawan-cendawan yang mengkontaminasi biji kakao adalah Aspergillus dan Penicillium. Lebih lanjut dilaporkan bahwa Aspergillus dapat menyerang biji-biji di penyimpanan pada kisaran suhu 5º sampai 50ºC dengan suhu optimum 30ºC sampai 45ºC, dengan kelembaban relatif 70 – 90 %. Cendawan Penicillium dapat berkembang pada kisaran suhu -5º sampai 40ºC dengan suhu optimum 20º – 25ºC, kelembaban relatif 70 – 90 % dan kadar air biji 13 – 20 % Suhu dan kelembaban pada tempat penelitian berkisar 27º – 31ºC dengan kelembaban 69 – 80 %, kadar air yang cukup tinggi (>7-12%)mendukung perkembangan cendawan-cendawan tersebut.

189

Page 5: 29. Identifikasi Cendawan Pascapanen Pada Biji Kakao Dari Melina

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel, 2007  

Cendawan Aspergillus dan Penicillium menghasilkan mikotosin yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan hewan. Aflatoksin adalah mikotoksin yang dihasilkan oleh cendawan Aspergillus (Varga et al., 2003) yang berpotensi menyebabkan hepatocarcinogen (kanker hati) pada manusia (Tran-Dinh et al, 2000). Toksin ini dihasilkan oleh 4 spesies cendawan Aspergillus yaitu A. flavus Link, A. parasiticus Speare, A. nomius dan A. tamarii Kita (Klich dan Cleveland, 2000).

Cendawan Penicillium juga menghasilkan mikotoksin, beberapa diantaranya sudah dilaporkan yaitu Rugulosin, roquefortine C, meleagrinchrysogine, citreoviridin, canescins, expansolide, patulin, chaetoglobosin A, C, communesin A,B, citrinin, xanthocillins (Seifert and Frisvad, 2000), ochratoxin A, brevianamide A, dan penicillic acid (Tanada dan Kaya, 1993).

Rhizopus adalah cendawan yang umum ditemukan pada biji-bijian di penyimpanan, bersifat kosmopolit terutama pada daerah tropis dan sub tropis. Keberadaannya pada biji kakao pada semua daerah asal biji mengindikasikan bahwa kemungkinan Rhizopus bersifat patogenik pada biji kakao di penyimpanan.

Gliocladium dan Trichoderma adalah cendawan yang bersifat antagonis terhadap cendawan lainnya. Cendawan-cendawan ini menghasilkan enzim-enzim yang dapat melarutkan dinding sel cendawan patogen dan memiliki kemampuan untuk melilit dan memenetrasi cendawan patogen (Papavizas, 1985; Howell dan Puckhaber, 2005). Keberadaan kedua cendawan ini pada biji kakao hanya bersifat insidentil yaitu hanya 4 % (= 1 biji), dan hanya ditemukan pada biji kakao asal Soppeng, jadi kemungkinan keberadaannya pada biji kakao bersifat antagonis terhadap cendawan lainnya.

KESIMPULAN DAN SARAN Cendawan yang mengkontaminasi biji kakao adalah Aspergillus flavus Link,

Penicillium spp., Rhizopus spp., Gliocladium spp dan Trichoderma spp. Cendawan Aspergillus ditemukan pada biji kakao yang berasal dari semua

kabupaten dengan persentase keberadaan berkisar 36-64%. Cendawan Penicillium ditemukan pada biji kakao asal Bone, Soppeng dan Wajo ( 8-20%) cendawan Rhizopus ditemukan pada semua kabupaten kecuali Pinrang (4-24%) sedangkan cendawan Gliocladium dan Trichoderma hanya ditemukan pada biji kakao asal Soppeng (masing-masing 4%).

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2005. Kiat-kiat menanggulangi Automatic Detention. Balai Karantina

Tumbuhan Kelas I Makassar. Makalah dalam Seminar Manajemen Pengendalian Hama Gudang Dalam Rangka Peningkatan Mutu Komoditi Andalan Wilayah Sulawesi. Makassar 30 September 2005.

Howell, C. R., and L.S. Puckhaber, 2005. A Study of The Characteristics of “P” and “Q” Strains of Trichoderma virens to Account for Differences in Biological Control Efficacy Against Cotton Seedling Diseases. Biological Control 33 (2005). Published by Elsevier Inc. http://www.sciencedirect.com. Diakses 16 Mei 2007.

Makfoeld, D., 1993. Mikotoksin Pangan. Pusat Antar Universitas, Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Penerbit Kanisius.

Papavizas, G. C., 1985. Trichoderma sp. & Gliocladium sp., Biology, Ekology, & Potential for Biocontrol. Arrival Review of Phytopathology 23.

190

Page 6: 29. Identifikasi Cendawan Pascapanen Pada Biji Kakao Dari Melina

Melina: Identifikasi Cendawan Pascapanen pada Biji Kakao dari Beberapa Kabupaten

Klich, M. A., and T. E. Cleveland, 2000. Aspergillus Systematics and The Molecular Genetics of Mycotoxin Biosynthesis. . In R. A. Samson and J. I. Pitt (eds.). Integration of Modern Taxonomic, Methods for Penicillium and Aspergillus Classification. Harwood Academic Publishers.

Seifert, K. A., and J. C. Frisvad, 2000. Penicillium on Solid Wood Products. In R. A. Samson and J. I. Pitt (eds.). Integration of Modern Taxonomic, Methods for Penicillium and Aspergillus Classification. Harwood Academic Publishers.

Tanada, Y, and H. K. Kaya, 1993. Insect Pathogens. Academic Press Inc. Harcourt Brace Jovanovich, Publ. San Diego, New York, London, Tokyo.

Tran-Dinh, N., S. Kumar, J. I. Pitt, and D. A. Carter, 2000. Analysis of The Molecular and Evolutionary Basis of Toxigenicity in Aspergillus flavus and A. parasiticus. In R. A. Samson and J. I. Pitt (eds.). Integration of Modern Taxonomic, Methods for Penicillium and Aspergillus Classification. Harwood Academic Publishers

Varga, J., K. Rigo, B. Toth, J. Teren, and Z. Kozakiewicz, 2003. Evolutionary Relationship among Aspergillus Species Producing Economically Important Mycotoxins. Food Technol. Biotechnol. 41 (1)

191