23-47-1-sm (1)

10
Daya antibakteri jamur endofit dari daun dan rimpang lengkuas (Ernawati Sinaga, Noverita, Dinah Fitria) 161 DAYA ANTIBAKTERI JAMUR ENDOFIT YANG DIISOLASI DARI DAUN DAN RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga Sw.) Ernawati Sinaga, Noverita, Dinah Fitria Fakultas Biologi Universitas Nasional Korespondensi: Prof. Dr. Ernawati Sinaga, MS, Apt. Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jalan Sawo Manila, Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan [email protected] ABSTRACT Endophytic fungi has becoming a potensial source of bioactive compounds. In this work we had isolated 10 endophytic fungi isolates from leaves and rhizomes of Alpinia galanga Sw., and investigated its antibacterial properties. Results of the experiments showed that 7 out 10 of endophytic fungi isolates from leaves and rhizomes of Alpinia galanga Sw. had significant antibacterial properties toward Escherichia coli and Staphylococcus aureus. This result suggest that endophytic fungi isolates from leaves and rhizomes of Alpinia galanga Sw. can be further explored as new sources of antibacterial compounds. Keywords: endophytic, fungi, antibacterial, Alpinia galanga Sw. ABSTRAK Sumber baru bahan bioaktif yang akhir-akhir ini banyak dieksplorasi adalah jamur endofit. Hal ini disebablan karena kemampuan jamur-jamur endofit memproduksi bahan-bahan bioaktif yang potensial untuk dikembangkan menjadi bahan baku obat. Dalam penelitian ini dilakukan percobaan untuk mengisolasi jamur endofit dari daun dan rimpang lengkuas (Alpinia galanga Sw.) dan kemudian menguji daya antibakterinya. Dari percobaan yang dilakukan diperoleh 10 isolat jamur endofit, 7 isolat dari daun lengkuas dan 3 isolat dari rimpangnya. Dari 10 isolat jamur endofit ini, 7 isolat di antaranya menunjukkan daya antibakteri yang cukup tinggi terhadap 2 bakteri uji yang digunakan yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jamur endofit di dalam daun dan rimpang lengkuas memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi sumber baru bahan baku obat-obat antibakteri. Kata kunci: jamur, endofit, lengkuas, antibakteri PENDAHULUAN Sumber baru bahan bioaktif yang akhir-akhir ini banyak dieksplorasi adalah mikroba endofit. Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tumbuhan pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tumbuhan tanpa membahayakan inangnya, bahkan seringkali bersimbiosis secara mutualistis (1,2). Mikroba endofit dapat berupa bakteri atau jamur, tetapi saat ini yang lebih banyak dieksplorasi adalah jamur-jamur endofit. Salah satu fakta yang menarik tentang mikroba endofit adalah kemampuannya untuk memproduksi senyawa-senyawa

Upload: ramdhani

Post on 06-Aug-2015

40 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 23-47-1-SM (1)

Daya antibakteri jamur endofit dari daun dan rimpang lengkuas

(Ernawati Sinaga, Noverita, Dinah Fitria)

161

DAYA ANTIBAKTERI JAMUR ENDOFIT YANG

DIISOLASI DARI DAUN DAN RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga Sw.)

Ernawati Sinaga, Noverita, Dinah Fitria

Fakultas Biologi Universitas Nasional

Korespondensi: Prof. Dr. Ernawati Sinaga, MS, Apt. Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jalan Sawo Manila, Pejaten,

Pasar Minggu, Jakarta Selatan [email protected]

ABSTRACT

Endophytic fungi has becoming a potensial source of bioactive compounds. In this work we had isolated 10 endophytic fungi isolates from leaves and rhizomes of Alpinia galanga Sw., and investigated its antibacterial properties. Results of the experiments showed that 7 out 10 of endophytic fungi isolates from leaves and rhizomes of Alpinia galanga Sw. had significant antibacterial properties toward Escherichia coli and Staphylococcus aureus. This result suggest that endophytic fungi isolates from leaves and rhizomes of Alpinia galanga Sw. can be further explored as new sources of antibacterial compounds.

Keywords: endophytic, fungi, antibacterial, Alpinia galanga Sw.

ABSTRAK

Sumber baru bahan bioaktif yang akhir-akhir ini banyak dieksplorasi adalah jamur endofit. Hal ini disebablan karena kemampuan jamur-jamur endofit memproduksi bahan-bahan bioaktif yang potensial untuk dikembangkan menjadi bahan baku obat. Dalam penelitian ini dilakukan percobaan untuk mengisolasi jamur endofit dari daun dan rimpang lengkuas (Alpinia galanga Sw.) dan kemudian menguji daya antibakterinya. Dari percobaan yang dilakukan diperoleh 10 isolat jamur endofit, 7 isolat dari daun lengkuas dan 3 isolat dari rimpangnya. Dari 10 isolat jamur endofit ini, 7 isolat di antaranya menunjukkan daya antibakteri yang cukup tinggi terhadap 2 bakteri uji yang digunakan yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jamur endofit di dalam daun dan rimpang lengkuas memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi sumber baru bahan baku obat-obat antibakteri.

Kata kunci: jamur, endofit, lengkuas, antibakteri

PENDAHULUAN

Sumber baru bahan bioaktif yang akhir-akhir ini banyak dieksplorasi adalah mikroba endofit. Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tumbuhan pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tumbuhan tanpa

membahayakan inangnya, bahkan seringkali bersimbiosis secara mutualistis (1,2). Mikroba endofit dapat berupa bakteri atau jamur, tetapi saat ini yang lebih banyak dieksplorasi adalah jamur-jamur endofit. Salah satu fakta yang menarik tentang mikroba endofit adalah kemampuannya untuk memproduksi senyawa-senyawa

Page 2: 23-47-1-SM (1)

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 4 Juli 2009: 161 -170

162

bioaktif, baik yang sama dengan inangnya ataupun tidak sama tetapi seringkali memiliki aktivitas biologis yang serupa dengan senyawa bioaktif yang diproduksi inangnya (1,3,4,5,6,7). Strobel dan Daisy (8) bahkan menyatakan bahwa senyawa yang dihasilkan oleh mikroba endofit seringkali memiliki aktivitas yang lebih besar dibandingkan aktivitas senyawa tumbuhan inangnya. Kemampuan mikroba endofit

memproduksi senyawa bioaktif merupakan peluang yang sangat menantang dalam penyediaan bahan baku obat. Pembiakan atau kultur mikroba endofit dapat dilakukan dalam jumlah yang sangat besar tanpa memerlukan lahan yang luas sebagaimana halnya tumbuh-tumbuhan, demikian pula waktu yang dibutuhkan sebelum panen pun lebih singkat. Penanganannya pun relatif lebih mudah dan kemungkinan besar lebih murah dibandingkan merawat kebun tumbuhan obat yang luas. Dengan demikian penggunaan mikroba endofit sebagai sumber bahan baku obat secara ekonomis diperkirakan lebih efisien dibandingkan dengan menggunakan tumbuhan obat. Pemanfaatan mikroba endofit sebagai sumber bahan baku obat juga akan mereduksi kerusakan alam yang disebabkan oleh penebangan tumbuhan obat dalam jumlah besar. Apa lagi sudah terbukti pula bahwa dalam satu tumbuhan dapat diisolasi lebih dari satu bahkan puluhan jenis mikroba endofit yang masing-masing mempunyai potensi untuk memproduksi satu atau lebih senyawa bioaktif (4,9,10,11), maka dapat dikatakan bahwa produksi bahan baku obat melalui kultur mikroba endofit merupakan peluang besar yang sangat menantang. Oleh sebab itu penelitian-penelitian untuk mengeksplorasi keaneka-ragaman jenis serta kandungan zat bioaktif yang diproduksi

oleh mikroba endofit tersebut sangat perlu dilakukan. Lengkuas (Alpinia galanga Sw.)

adalah salah satu tumbuhan obat yang sudah sangat dikenal memiliki kandungan berbagai senyawa aktif dengan berbagai aktivitas (12). Salah satu aktivitas ekstrak lengkuas yang sudah dibuktikan adalah daya antibakteri dan antijamur. Diperkirakan, di dalam jaringan tumbuhan lengkuas hidup mikroba-mikroba endofit yang juga memproduksi zat-zat bersifat antibakteri dan atau antijamur. Oleh sebab itu dalam penelitian ini dilakukan percobaan untuk mengisolasi jamur-jamur endofit dari dua bagian tumbuhan lengkuas, yaitu dari rimpang dan daunnya. Kemudian masing-masing isolat jamur difermentasi dan diuji daya antibakteri dari cairan hasil fermentasi jamur tersebut. Diharapkan dari penelitian ini akan ditemukan jamur-jamur endofit yang memiliki aktivitas antibakteri yang lebih kuat dibandingkan inangnya.

METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Dalam penelitian ini digunakan

beberapa alat, antara lain oven (WTB Binder), autoklaf (Delixi), laminar air flow, rotary shaker (Model VRN-210), refrigerator, inkubator (Memmert), vortex mixer, sentrifus (Hittech), timbangan digital, kompor listrik, dan alat-alat gelas seperti gelas piala, labu Erlenmeyer (Pyrex), cawan Petri (Pyrex), tabung reaksi, dan lain-lain. Sebagai bahan penelitian digunakan

daun dan rimpang lengkuas (Alpinia galanga Sw.), yang diambil dari tumbuhan liar yang tumbuh di Waduk Ragunan, Jakarta Selatan. Sebelum digunakan tumbuhan yang diperoleh dideterminasi terlebih dahulu di Herbarium Tumbuhan Obat Fakultas Biologi Universitas Nasional. Sterilisasi permukaan bahan-bahan ini dilakukan

Page 3: 23-47-1-SM (1)

Daya antibakteri jamur endofit dari daun dan rimpang lengkuas

(Ernawati Sinaga, Noverita, Dinah Fitria)

163

dengan etanol 70% dan larutan Sodium hipoklorit 5,3%. Sebagai bakteri uji digunakan isolat

murni Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi dan Genetika, Fakultas Biologi, Universitas Nasional. Media pertumbuhan yang digunakan adalah MEA (Malt Extract Agar) (Scharlau), media PDY (Potatoes Dextrose Yeast), dan MHA (Mueller Hinton Agar) (Oxoid) yang disiapkan dengan cara-cara yang lazim sebagaimana dilakukan dalam berbagai penelitian sebelumnya (13,14) atau dalam buku-buku acuan. Untuk pembanding digunakan cakram antibiotika standar yang mengandung

Ampisilin 10 µg (AMP 10) (Oxoid). Cara Kerja

Pembuatan media MEA modifikasi: Media yang digunakan untuk pertumbuhan jamur endofit dalam penelitian ini adalah MEA (Malt Extract Agar) yang dimodifikasi dengan penambahan ekstrak bagian tumbuhan inang yang digunakan. Media tersebut dibuat dengan cara menimbang MEA sebanyak 35,5 gram ditambah dengan serbuk bagian tumbuhan sebanyak 15 g, Bacto agar 5 g, dan kloramfenikol 0,2 g. Seluruh bahan-bahan tersebut dilarutkan dengan akuades sampai 1 liter dan dipanaskan sampai mendidih. Selanjutnya media disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C, tekanan 1-2 atm. Isolasi dan pemurnian kultur jamur endofit: Isolasi jamur endofit diawali dengan melakukan sterilisasi permukaan pada sampel, yaitu daun dan rimpang lengkuas. Sampel dibersihkan terlebih dahulu menggunakan air suling yang mengalir untuk menghilangkan kotoran di bagian permukaan. Setelah itu sampel ditiriskan dan dibagi menjadi 4 potongan masing-masing berukuran

lebih kurang 3 x 3 cm. Potongan sampel kemudian direndam dalam etanol 70% selama 2 menit, lalu dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan natrium hipoklorit 5,3% selama 5 menit, dan terakhir direndam kembali dalam etanol 70% selama 1 menit. Prosedur ini mengikuti prosedur sterilisasi permukaan sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, antara lain Radu dan Kqueen (15) dan Sugiharto (16). Isolasi jamur endofit dilakukan

dengan metode tanam langsung. Setelah disterilisasi permukaan, potongan sampel dikeringkan dengan kertas saring steril selama beberapa menit. Kemudian masing-masing potongan sampel diletakkan pada media MEA (Malt Extract Agar) modifikasi, yaitu media MEA yang telah ditambahkan serbuk tumbuhan inang, sambil sedikit ditekan, dengan posisi permukaan belahan sampel menempel pada media agar. Inokulasi sampel dilakukan di dalam laminar air flow, dan pada setiap cawan Petri diletakkan 4 potongan sampel. Selanjutnya sampel diinkubasi selama 2-14 hari tergantung pada tingkat pertumbuhannya, pada suhu 27-29 oC (suhu ruangan). Jamur endofit yang telah tumbuh

pada media MEA modifikasi, kemudian diamati secara makroskopis, meliputi antara lain warna permukaan, warna permukaan sebaliknya, bentuk permukaan, dan tepian koloni. Koloni yang mernunjukkan perbedaan dianggap sebagai isolat yang berbeda, yang kemudian dipisahkan dan dikultur kembali dalam media MEA modifikasi baru yang terpisah satu sama lain. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh kultur yang koloninya seragam. Pemurnian ini bertujuan untuk memisahkan koloni mikroba endofit dengan koloni lainnya yang berbeda untuk dijadikan isolat murni. Isolat endofit yang menunjukkan sifat morfologi jamur, kemudian dipindahkan ke media MEA dalam cawan Petri yang

Page 4: 23-47-1-SM (1)

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 4 Juli 2009: 161 -170

164

baru dan media miring MEA dalam tabung reaksi. Pengamatan morfologi dilakukan kembali setelah inkubasi selama 7 hari pada suhu ruangan, dan apabila masih ditemukan pertumbuhan koloni yang berbeda secara makroskopik maka harus dipisahkan kembali sampai diperoleh isolat murni. Masing-masing isolat murni, kemudian dipindahkan ke dalam agar miring dan cawan Petri secara duplo. Masing-masing sebagai kultur stok dan kultur untuk penelitian lebih lanjut. Fermentasi jamur endofit: Fermentasi jamur endofit dilakukan dengan menggunakan media PDY (Potatoes Dextrose Yeast), yang bertujuan untuk memperoleh ekstrak yang mengandung senyawa metabolit sekunder dari isolat jamur endofit. Koloni murni jamur endofit pada cawan Petri MEA yang telah diinkubasi selama 7 hari, kemudian dengan menggunakan core

borer diambil 3 potongan berukuran ± 1 x 1 cm. Potongan jamur tersebut kemudian diinokulasikan ke dalam media fermentasi cair PDY sebanyak 20 mL dalam labu Erlenmeyer ukuran 100 mL. Labu Erlenmeyer yang berisi media fermentasi cair PDY dan potongan kultur jamur endofit difermentasi goyang menggunakan rotary shaker dengan kecepatan 130 rpm (kocokan/menit), dilakukan pada suhu ruang selama 14 hari. Setelah itu medium cair hasil fermentasi tersebut dimasukkan ke dalam tabung sentrifus ukuran 15 mL yang sebelumnya telah disterilisasi terlebih dahulu, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Supernatan hasil sentrifugasi diambil dan disaring menggunakan kertas saring. Supernatan ini kemudian digunakan untuk uji aktivitas antibakteri sebagai larutan uji. Persiapan bakteri uji: Sebanyak satu ose koloni bakteri uji diinokulasikan dalam larutan NaCl fisiologis 0,9 %

sebanyak 5 mL. Kekeruhannya diseragamkan dengan menggunakan standar McFarland 0,5 (kepadatan bakteri 1,5 x 108) pada latar belakang hitam dan cahaya terang. Standar kekeruhan McFarland dibuat dengan cara 0,5 mL larutan BaCl2 1% ditambah dengan 9,5 mL larutan H2SO4 1%. Teknik inokulasi bakteri yang dilakukan untuk pengujian antibakteri menggunakan swab steril. Swab steril dicelupkan ke dalam suspensi bakteri uji dalam NaCl fisiologis 0.9%, kemudian ditiriskan dengan cara ujung swab ditekan pelan dan diputar pada dinding dalam tabung untuk membuang kelebihan cairan. Selanjutnya swab tersebut dioleskan ke permukaan agar sebanyak dua kali yaitu secara horizontal dan vertikal agar pertumbuhan bakteri merata. Pengujian aktivitas antibakteri: Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode Kirby-Bauer yang dikenal sebagai metode cakram kertas (17). Tiap-tiap cakram kertas kosong sebelumnya disterilkan dengan cara dipanaskan dalam oven pada suhu 70 oC selama 15 menit. Kemudian cakram kertas dicelupkan dan didiamkan beberapa menit ke dalam larutan uji, yaitu cairan hasil fermentasi jamur endofit yang diperoleh. Cakram kertas yang telah berisi supernatan, kemudian didiamkan selama 15 menit agar larutan menguap sebelum diletakkan pada media uji. Secara aseptik, cakram kertas diletakkan pada permukaan medium yang telah berisi bakteri uji. Jumlah cakram kertas yang diletakkan dalam satu cawan Petri adalah 6 - 7 buah, dan masing-masing jarak antar cakram diatur supaya tidak terlalu dekat. Sebagai kontrol positif digunakan cakram kertas yang mengandung

antibiotik Ampicilin 10 µg, dan sebagai negatif digunakan cakram kertas kosong yang direndam dalam pelarut. Pengujian dilakukan menggunakan dua

Page 5: 23-47-1-SM (1)

Daya antibakteri jamur endofit dari daun dan rimpang lengkuas

(Ernawati Sinaga, Noverita, Dinah Fitria)

165

jenis bakteri uji, yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, masing-masing dengan tiga ulangan. Setelah inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam, dilakukan pengukuran diameter daerah hambat yang ditandai dengan terbentuknya daerah bening di sekitar cakram, dengan menggunakan penggaris milimeter. Rancangan dan Analisis Data Isolat jamur endofit yang diperoleh

dari daun dan rimpang lengkuas (Alpinia galanga Sw.) dianalisis secara deskriptif berdasarkan pengamatan secara morfologi makroskopis dan mikroskopis. Untuk uji aktivitas antibakteri digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Sebagai perlakuan adalah jenis isolat jamur endofit masing-masing terhadap dua jenis bakteri uji, yaitu Escherchia coli dan Staphylococcus aureus. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan dari setiap jenis bakteri di analisis secara statistik menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) 11.5 for windows. Data dianalisis dengan sidik ragam (Analisis of Variance = ANOVA). Apabila hasil uji ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada taraf pengujian (P<0,05), maka dilakukan analisis lanjutan dengan uji LSD (Least Significant Difference).

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat jamur endofit yang diperoleh Dari daun dan rimpang lengkuas

(Alpinia galanga Sw.), diperoleh total 10 isolat jamur endofit, yaitu 7 isolat berasal dari daun dan 3 isolat dari rimpang. Ke sepuluh isolat ini telah diamati koloninya secara makroskopis, meliputi warna koloni, tekstur koloni, tepi koloni, dan ukuran diameter koloni. Hasil pengamatan tersebut disajikan dalam tabel 1 dan 2. Dalam penelitian ini penentuan jenis jamur endofit belum

dilakukan, karena memerlukan data tambahan yang belum diperoleh dalam penelitian ini. Direncanakan penentuan jenis akan dilakukan pada penelitian selanjutnya. Di samping bentuk dan warna koloni

yang berbeda satu sama lain, ternyata kecepatan tumbuh masing-masing isolat jamur endofit ini juga berbeda-beda. Kecepatan tumbuh ini diamati dari pertambahan ukuran diameter koloninya pada rentang waktu tertentu. Dari jamur endofit yang diperoleh, ada yang kecepatan pertumbuhannya tinggi, yaitu dalam waktu 3 hari sudah memenuhi seluruh permukaan cawan Petri berukuran 9 cm, namun, ada sebagian isolat jamur endofit yang lambat pertumbuhannya, yaitu hingga 7 hari pengamatan hanya mencapai diameter koloni sebesar 2,3 cm (Tabel 3).

Daya antibakteri Data antibakteri isolat jamur endofit

diuji menggunakan 2 jenis bakteri, yaitu Escherichia coli mewakili bakteri gram positif dan Staphylococcus aureus mewakili bakteri gram negatif. Hasil percobaan menunjukkan bahwa sebagian besar isolat jamur endofit yang diperoleh, baik yang berasal dari daun maupun rimpang lengkuas, memiliki aktivitas antibakteri yang kuat. Hal ini ditunjukkan dengan pembentukan daerah hambat dengan diameter yang cukup besar, baik pada koloni bakteri Escherichia coli maupun Staphylococcus aureus (Tabel 4). Dari kesepuluh isolat jamur endofit

yang diperoleh tampak bahwa 7 isolat di antaranya memiliki daya antibakteri lebih kuat dibandingkan kontrol positif

(cakram kertas Ampisilin 10 µg) terhadap bakteri E.coli, dan 9 dari 10 isolat tersebut memiliki daya antibakteri lebih kuat dibandingkan kontrol positif terhadap bakteri S. aureus.

Page 6: 23-47-1-SM (1)

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 4 Juli 2009: 161 -170

166

Tabel 1. Morfologi koloni isolat jamur endofit dari daun lengkuas (Alpinia galanga Sw.)

No. Gambar makroskopis Keterangan

1

Koloni hifa berwarna putih keruh (krem), dengan pola menyerupai kelopak bunga. Pertumbuhan hifa bergelombang tebal tipis, bagian tepi tidak rata (bergelombang).

2

Bagian tengah koloni berwarna hitam dan bagian tepinya berwarna hijau lumut. Bagian tepi koloni tidak rata (bergelombang).

3

Warna koloni berwarna putih keabua-abuan.

4

Warna koloni putih berseling merah jingga, membentuk lingkaran konsentris. Bagian tepi rata. Tekstur koloni wooly. Topografinya verrugose, yaitu tampak kusut dan keriput.

5

Warna koloni merah jingga, membentuk lingkaran konsentris, tipis, bagian tepi rata.

Page 7: 23-47-1-SM (1)

Daya antibakteri jamur endofit dari daun dan rimpang lengkuas

(Ernawati Sinaga, Noverita, Dinah Fitria)

167

6

Warna koloni merah jingga berseling putih, dengan tekstur velvety (seperti beludru). Koloni membentuk pola konsentris dari pusat: merah jingga-putih merah jingga-putih.

7

Koloni berwarna putih dengan tekstur cottony (seperti kapas). Bagian tepi rata, membentuk lingkaran konsentris. Topografinya tampak rata diseluruh permukaan. Warna sebalik putih berseling warna merah jingga.

Tabel 2. Morfologi koloni isolat jamur endofit dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga Sw.)

No. Gambar makroskopis Keterangan

1

Koloni berwarna krem dengan tekstur velvety (seperti beludru). Bagian tepi tidak rata. Topografinya umbonate (penonjolan seperti kancing)

2

Koloni berwarna putih dengan tekstur cottony (seperti kapas). Bagian tepi rata. Membentuk lingkaran konsentris. Topografinya tampak rata diseluruh permukaan.

3

Warna koloni bagian tengah coklat tua, dengan selang garis berwarna putih-coklat dan bagian tepinya berwarna kuning. Membentuk pola konsentris.

Page 8: 23-47-1-SM (1)

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 4 Juli 2009: 161 -170

168

Tabel 3. Perbedaan kecepatan pertumbuhan koloni jamur endofit yang diisolasi dari daun dan rimpang lengkuas (Alpinia galanga Sw.)

Isolat Diameter koloni hari ke- (mm)

1 2 3 4 5 6 7

1 13 23 44 58 69 85 90 2 < 1 11 18 22 35 39 45 3 < 1 10 18 21 33 43 50 4 < 1 15 20 37 48 50 77 5 15 28 42 54 65 76 84 6 < 1 10 30 44 56 71 79 7 12 26 43 56 67 75 82 8 < 1 4 9 15 21 28 33 9 14 25 46 58 69 70 82 10 12 21 24 35 45 53 59

Keterangan: Isolat 1-7 berasal dari daun, isolat 8-10 berasal dari rimpang

Tabel 4. Diameter daerah hambat pertumbuhan bakteri yang disebabkan

oleh isolat jamur endofit

Isolat/ kontrol

Diameter daerah hambat

terhadap Escherichia coli (mm)

terhadap Staphylococcus aureus (mm)

Ulangan Rata-rata

Ulangan Rata-rata 1 2 3 1 2 3

1. 17 16 18 17 17 18 19 18 2. 17 20 18 18,33 18 18 21 19 3. 17 19 16 17,33 18 16 19 17,67 4. 20 16 17 17,67 17 17 17 17 5. 14 16 15 15 14 17 16 15,67 6. 15 19 18 17,33 16 15 17 16 7. 17 16 19 17.33 18 16 17 17.00 8. 17 15 15 15,67 13 11 12 12 9. 19 18 16 17,67 16 16 17 16,33 10. 15 15 16 15,33 15 15 15 16

Ampisilin

10 µg (kontrol positif)

16 16 15 15,67 13 12 12 12,33

Keterangan: Isolat 1-7 berasal dari daun, isolat 8-10 berasal dari rimpang

Hasil uji statistik yang dilakukan

dengan Anova dan dilanjutkan dengan uji LSD mendukung hal ini dengan hasil uji yang menunjukkan perbedaan yang bermakna (P<0,05) di antara masing-masing isolat. Ketiga isolat yang daya antibakterinya terhadap E.coli tidak lebih tinggi dibandingkan kontrol positif, yaitu isolat nomor 5, 8, dan 10, ternyata juga menunjukkan daya antibakteri

terhadap S. aureus yang lebih rendah dibandingkan isolat-isolat lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa 7 isolat yang menunjukkan daya antibakteri cukup tinggi, baik terhadap E.coli maupun S. aureus, adalah isolat nomor 1,2,3,4,6,7, dan 9. Dari ketujuh isolat ini, lima di antaranya menunjukkan kecepatan tumbuh yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

Page 9: 23-47-1-SM (1)

Daya antibakteri jamur endofit dari daun dan rimpang lengkuas

(Ernawati Sinaga, Noverita, Dinah Fitria)

169

isolat-isolat lainnya (Tabel 3), walaupun pengukuran kecepatan tumbuh ini tidak dilakukan sampai mencapai fasa stationer. Kelima isolat tersebut adalah isolat nomor 1, 4, 6, 7, dan 9. Dengan demikian dapat dikatakan 5 isolat paling potensial untuk dieksplorasi lebih lanjut adalah isolat nomor 1, 4, 6, 7, dan 9. Walaupun demikian, isolat nomor 2 dan 3 tetap harus mendapat pertimbangan untuk dieksplorasi lebih lanjut, karena walaupun kecepatan tumbuhnya tampak lebih rendah dibandingkan isolat lainnya, namun daya antibakterinya tinggi, bahkan isolat nomor 2 merupakan isolat yang daya antibakterinya paling tinggi dibandingkan semua isolat yang lain. Lagi pula, apabila memang potensial, maka kecepatan tumbuh kemungkinan besar dapat ditingkatkan dengan memodifikasi media kultur. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa isolat-isolat jamur yang diperoleh dari daun dan rimpang lengkuas memiliki potensi yang besar untuk dieksplorasi dan dikembangkan lebih lanjut sebagai sumber bahan baku obat antibakteri. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi jenis dari jamur endofit yang potensial, modifikasi media tumbuh untuk memperoleh pertumbuhan dan produksi bahan bioaktif yang optimal, serta isolasi dan identifikasi zat-zat aktif yang memiliki daya antibakteri yang diproduksi oleh masing-masing jamur endofit tersebut. Di samping itu tidak tertutup pula kemungkinan bahwa jamur-jamur endofit ini juga memproduksi senyawa-senyawa bioaktif lain yang bermanfaat sebagai bahan baku obat, misalnya yang memiliki aktivitas antikanker, antivirus, dan lain sebagainya.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Dari daun dan rimpang lengkuas (Alpinia galanga Sw.) dapat diisolasi 10 isolat jamur endofit

2. Dari kesepuluh isolat tersebut, 7 diantaranya memiliki daya antibakteri yang cukup tinggi, lebih tinggi dibandingkan kontrol positif yang digunakan, yaitu cakram kertas Ampisilin 10 µg.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tan RX, Zou WX. Endophytes: a rich source of functional metabolites. Nat Prod Rep 2001; 18: 448-459.

2. Petrini O, Sieber TN, Toti L, Viret O. Ecology, Metabolite Production and Substrate Utilization in Endophytic Fungi. Natural Toxins 1992; 1:185-196.

3. Strobel GA, Hess WM, Ford E, Sidhu RS, Yang X. Taxol from fungal endophytes and the issue of biodiversity. Journal of Industrial Microbiology 1996; 17: 417-423.

4. Strobel GA. Microbial gifts from rain forests. Can J Plant Pathol 2003; 24: 14-20.

5. Castillo UF, Strobel GA, Ford EJ, Hess WM, Poter H, Jenson JB, Albert H, Robinson R, Condron MA, Teplow DB, Stevens D, Yaver D. Munumbicins, wide spectrum antibiotics produced by Streptomyces NRRL 30562, endophytic on Kennedia nigriscans. Microbiology 2002; 148: 2675-2685.

6. Castillo UJ, Harper K, Strobel GA, Sears J, Alesi K, Ford E, Lin J, Hunter M, Maranta M, Ge H. Yaver D, Jensen JB, Porter H, Robinson R, Millar D, Hess WM, Condron M, Teplow D. Kakandumycins, novel antibiotics from Streptomyces sp. NRRL 30566, an endophyte of Grevillea pteridifolia. FEMS Lett 2003; 24: 183-190.

Page 10: 23-47-1-SM (1)

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 4 Juli 2009: 161 -170

170

7. Guo B, Dai J, Ng S, Huang Y, Leong C, Ong W, Carte BK. Cytonic acid A and B, novel tridepside inhibitor of hCMV protease from the endophytic fungus Cytonaena sp. J Nat Prod 2000; 63: 602-604.

8. Strobel G, Daisy B. Bioprospecting for Microbial Endophytes and Their Natural Products. Microbiology and Molecular Biology Reviews 2003; 67(4): 491-502.

9. Xiang L, Lu C, Huang Y, Zeng Z, Su W, Shen Y. Endophytic fungi from a pharmaceutical plant, Camptotheca acuminata: isolation, identification and bioactivity. World Journal of Microbiology and Biotechnology 2007; 23(7): 1037-1040.

10. Cannon PF, Simmons CM. Diversity and host preference of leaf endophytic fungi in the Iwokrama Forest Reserve, Guyana. Mycologia 2002; 94(2): 210-220

11. Bayman P, Lebro LL, Tremblay RL, Lodge JD. Variation in endophytic fungi from roots and leaves of Lepanthes (Orchidaceae). New Phytol 1997; 135:143-149.

12. Sinaga E, Rahayu SE, Wahyuningsih E, Matondang I. Katalog Tumbuhan Obat di Indonesia, Zingiberaceae: Universitas Nasional Press, 2000.

13. Kumala S, Utji R, Sudarmono P, Kardono LBS. Isolation of endophytic fungi from Brucea javanica L. (Merr.) and cytotoxic evaluation of their n-butanol extract from fermentation broth. Pakistan Journal of Biological Sciences 2006; 9.

14. Pimentel IC, Glienke-Blanco C, Gabardo J, Stuart RM, Azevedo JL. Identification and colonization of endophytic fungi from soybean (Glycine max (L.) Merril) under different environmental conditions. Braz. Arch Biol Technol 2006; 49(5): 21-28.

15. Radu S, Kqueen CY. Preliminary Screening of Endophytic Fungi From Medicinal Plants in Malaysia for Antimicrobial and Antitumor Activity. Malaysian Journal of Medical Sciences 2002; 9(2): 23-33.

16. Sugiharto C. Isolasi, identifikasi, dan profil KLT densitometri metabolit jamur endofit pada tanaman Solanum wrightii Benth. Tesis Pasca Sarjana Unair, 2006.

17. Lay BW. Analisis mikroba di laboratorium. Grasindo Persada, Jakarta, 1994.