2.1. business needs versus family needsthesis.binus.ac.id/doc/bab2/03. thesis bab 2.pdfyang dimaksud...

35
6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Business Needs versus Family Needs Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Fortune 500, sejak tahun 1955 hanya 77 perusahaan yang masih bertahan sebagai family company di dunia. Lebih dari 80 % telah dijual atau diakuisisi (Carlock,S.R.,Ward,J.L,2001). Sebelum memformulasikan strategic planning dalam family business ada lima buah faktor yang dapat menimbulkan dilema bagi terciptanya rancangan strategi bisnis mereka, yaitu : control, careers, capital, conflict, culture.Kelima hal ini sangat berpengaruh bagi level manajemen perusahaan dalam memformulasikan antara kebutuhan bisnis dan kebutuhan daripada keluarga, dimana hal ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.1.1 Dilema Family Business (Carlock,S.R.,Ward.J.L.,2001,p4). Menurut Carlock, L.Ward (2001) dalam merancang strategi bisnis untuk mempertemukan dilema diatas dapat menggunakan konsep PPP (Parallel Planning

Upload: phungkien

Post on 14-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6  

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Business Needs versus Family Needs

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Fortune 500, sejak tahun 1955 hanya 77

perusahaan yang masih bertahan sebagai family company di dunia. Lebih dari 80 %

telah dijual atau diakuisisi (Carlock,S.R.,Ward,J.L,2001). Sebelum memformulasikan

strategic planning dalam family business ada lima buah faktor yang dapat menimbulkan

dilema bagi terciptanya rancangan strategi bisnis mereka, yaitu : control, careers,

capital, conflict, culture.Kelima hal ini sangat berpengaruh bagi level manajemen

perusahaan dalam memformulasikan antara kebutuhan bisnis dan kebutuhan daripada

keluarga, dimana hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1.1 Dilema Family Business (Carlock,S.R.,Ward.J.L.,2001,p4).

Menurut Carlock, L.Ward (2001) dalam merancang strategi bisnis untuk

mempertemukan dilema diatas dapat menggunakan konsep PPP (Parallel Planning

7  

Process). Dimana tools ini dapat digunakan untuk menghasilkan family business

planning.

 

Gambar 2.1.2 Parallel Process Planning (Carlock,S.R.,Ward.J.L.,2001,p11).

PPP adalah serangkaian perencanaan dan aktivitas program yang dapat

memimpin family dan management kepada business strategy yang sesuai dengan

ketertarikan dari family juga memiliki potensial terhadap perkembangan bisnis.

Aktivitas dalam program tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

 

Gambar 2.1.3 Pemilihan Business Strategy (Carlock,S.R.,Ward.J.L.,2001,p14)..

8  

Kesuksesan sebuah bisnis keluarga menurut Carlock, L.Ward (2001) sangat

tergantung kepada :

1. Kedua generasi harus saling percaya bahwa penerusnya dapat berkontribusi bagi

kesuksesan bisnis keluarga.

2. Kedua generasi ini harus saling bekerja sama untuk dapat meneruskannya

kepada generasi berikutnya atau mereka bekerja sama dalam menjual bisnis

tersebut.

3. Tidak adanya konflik pribadi diantara para penerus bisnis keluarga tersebut.

2.2. Family Business Model & Business Model

Menurut penelitian yang dilakukan di indonesia oleh David Sukardi Kodrat dan

Lenny Gunawan (2007), ada sebuah mitos di dunia yang mengatakan bahwa generasi

pertama membangun bisnis, generasi kedua menikmatinya, generasi ketiga

menghancurkannya. Ini menandakan bahwa menyerahkan dan mempertahankan sebuah

bisnis dari generasi kedua ke generasi selanjutnya bukanlah sebuah perkara mudah. Di

Indonesia sendiri hanya tersisa 3% bisnis yang didirikan di tahun 1932-1943 dan masih

bertahan sampai sekarang, dan hanya 37% untuk bisnis yang didirikan tahun 1992-

2003.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh David dan Lenny di perusahaan Ny.

Meneer, maka sebuah family business success model haruslah memiliki strategi atau

business model yang yang saling beririsan, yaitu: business management, family

management, dan ownership management.

9  

 

Gambar 2.2.1 Family Business Success Model (David dan Lenny, 2007)

Maka selanjutnya barulah pemilihan business model yang telah diatur dalam

keluarga dan diatur hak, wewenang dan kepemilikannya tersebutlah yang dibuat

kerangka modelnya seperti yang digambarkan oleh Applegate(2009,p43). Model bisnis

yang dimaksud adalah bagaimana sebuah organisasi dapat mendefinisikan suatu strategi

yang unik untuk dapat berinteraksi dengan lingkungannya, menggunakan segala macam

sumber daya dan membangun sebuah kemampuan untuk dapat mengeksekusi strategi

tersebut, dan menciptakan sebuah value yang diinginkan oleh stakeholders.

 

Gambar 2.2.2 Kerangka Model Bisnis (Applegate,2009,p43)

2.3. Definisi Strategi Bisnis

Menurut John Ward dan Joe Peppard (2002,p188-191) dalam mengintrepertasikan

sebuah strategi bisnis baik yang dipengaruhi oleh elemen internal dan external sangatlah

10  

dipengaruhi dari hasil analisa proses bisnis internal, lingkungan organisasi dan

keterkaitan antar sumber daya yang ada dan bagaimana melakukan monitoring atas

strategi dan aktivitas bisnis tersebut. Yang lebih terpenting lagi adalah bagaimana

menterjemahkan dan tetap mengkomunikasikan strategi bisnis tersebut konsisten di

setiap langkah berikut.

Vision ditemukan di dalam pencapaian yang ingin dicapai dalam mencapai strategi

bisnis di masa mendatang, dan bagaimana mengoperasikan bisnis dengan berbagai

aspek yang dimiliki organisasi.

Mission merupakan sebuah pernyataan yang dimiliki organisasi (values) yang

diperuntukkan sebagai arahan bagi organisasi.

Business Driver adalah sekumpulan nilai-nilai kritikal yang harus dimiliki oleh

organisasi untuk menanggapi perubahan ataupun pertumbuhan bisnis. Hal ini dapat

dipresentasikan sebagai faktor-faktor untuk jangka pendek, menengah maupun

jangka panjang yang dapat memenuhi business objective atau CSF.

Objective adalah sebuah target yang harus dicapai oleh setiap aspek dalam

organisasi untuk mewujudkan visi. Objective haruslah memiliki karakteristik : tidak

ambigu dan berorientasikan pada hasil, dapat diukur, dapat dicapai oleh semua

pihak yang terlibat didalamnya, relevant dan dapat dicapai serta memberikan

dorongan untuk mencapai high-performance.

Strategy mendefinisikan langkah-langkah yang diambil dalam mencapai objective,

kemungkinan dapat merubah kebijakan organisasi yang ada saat ini atau bahkan

menciptakan sebuah kebijakan yang baru bagi organisasi.

11  

Critical Success Factor merupakan beberapa bagian kunci utama yang haruslah

berjalan dengan benar untuk dapat mengantarkan bisnis kepada kejayaannya.

Sesungguhnya CSF merupakan kristalisasi daripada business objective dan business

strategy.

Business Area Plan mencakup berbagai rencana daripada berbagai area bisnis yang

mendokumentasikan setiap respon mereka terhadap strategi bisnis organisasi.

2.4. IT/IS Strategic Plan

  IT/IS Strategic Plan secara kasat mata seperti terlihat ada dua bagian yang

terpisahkan, yaitu IT (Information Technology atau Information & Communication

Technology) dan IS (Information System), namun sesungguhnya menurut John Ward

dan Joe Peppard (2004,p385) IT/IS Strategic Plan sesungguhnya merupakan satu

kesatuan yang tidak terpisahkan dimana IT memberikan dukungan atau menjadi

landasan dasar bagi tersusunnya IS requirement yang menjadi landasan bagi dibuatnya

IS Strategic Plan atau lebih dikenal dengan Strategic Information System Planning

(SISP). Adapun menurut Ward & Peppard model perancangan rencana strategi TI / SI

digambarkan dalam kerangka model di bawah ini:

12  

 

Gambar 2.4.1 Model Perencanaan Strategi SI/TI (Ward & Peppard, 2002, p154)

Dalam proses strategi SI / TI menurut John Ward dan Joe Peppard sesuai dengan

kerangka model diatas, maka memiliki input: lingkungan bisnis internal dan lingkungan

bisnis eksternal, lingkungan SI/TI eksternal dan lingkungan SI/ TI internal. Kemudian

dari keempat input tersebut dilakukan pendekatan atau analisa kemampuan SI/TI dan

kerangka berpikir yang mampu memenuhi efisiensi, efektivitas proses bisnis internal,

dan objektivitas yang diharapakan bisnis untuk memberikan nilai tambah terhadap

strategi bisnis. Proses Strategi SI/ TI ini kemudian menghasilkan output: Strategi SI,

Strategi Manajemen SI/TI, dan Strategi TI. Dimana strategi SI adalah sebagai business

demand, strategi yang dijalankan untuk memenuhi permintaan bisnis dalam memenuhi

objektivitasnya. Strategi TI adalah bagaimana trend dan kondisi TI saat ini dapat

mendukung strategi SI itu sendiri Kedua hal tersebut kemudian haruslah didukung oleh

13  

strategi manajemen TI/SI yang mengatur dan mengelola portofolio aplikasi saat ini dan

sumber daya tenaga ahli TI dan SI sehingga dapat menciptakan IT blue print / milestone

daripada langkah pengembangan portofolio aplikasi di masa mendatang.

Sedangkan menurut Anita Cassidy (2006) dalam mendefinisikan SISP (Strategic

Information System Planning) lebih ditekankan kepada perancangan SISP yang sejajar

dengan strategi bisnis itu sendiri. Dimana bisnis strategi yang diterjemahkan ke dalam

tiga bentuk yaitu: goals, objectives, strategies haruslah dapat disejajarkan dengan

rancangan IS Strategy. Rancangan IS Strategy itu sendiri diterjemahkan ke dalam

delapan bentuk yaitu: strategy, organization, processes, infrastructure, applications,

projects, budget, dan metrics. Dimana setelah menetapkan fokus strategi bisnis, maka

setiap organisasi haruslah dapat menterjemahkannya ke dalam delapan hal yang

tercakup dalam IS Strategy di atas.

 

Gambar 2.4.2 Business Strategy Focus (Cassidy,2006,p11)

Dimana industri retail seperti restoran lebih banyak cenderung bergerak dalam

fokus operational excellence, sehingga rancangan strategis IS menurut Anita

Cassidy(2006) dapat diterjemahkan ke dalam gambar tabel berikut.

14  

 

Gambar 2.4.3 Operational Excellence (Cassidy,2006,p12)

2.5. Korelasi antara Business Strategy, IS Strategy dan IT Strategy

 

Gambar 2.5.1 Hubungan antara Business Strategy, IS Strategy & IT Strategy

(Ward & Peppard,2002,p41)

Gambar diatas menjelaskan hubungan antara strategi bisnis, strategi IS dan

strategy IT sehingga dapat menciptakan suatu perencanaan strategi teknologi dan sistem

informasi suatu organisasi. Dimana hubungan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

15  

1. Business Strategy

Pada tahapan ini sebuah keputusan strategi bisnis haruslah ditetapkan

berdasarkan kondisi industri bisnis, IS/IT dan kondisi organisasi itu sendiri.

Sehingga strategi bisnis dapat menjadi arahan dan objective daripada aktivitas

organisasi.

2. IS Strategy

Maka setelah mengatahui arahan dan objective daripada aktivitas bisnis,

selanjutnya dapat ditetapkan dan dilakukan evaluasi sistem informasi yang

seperti apa yang dibutuhkan oleh organisasi, serta yang dapat mendukung

langkah strategi bisnis untuk mewujudkan visi dan misi organisasi itu sendiri.

3. IT Strategy

Sesungguhnya merupakan langkah aktivitas yang dibutuhkan sebelum

menentukan sistem informasi strategis yang diinginkan organisasi dimana harus

ditentukan infrastruktur dan dukungan teknologi seperti apa yang dapat

menunjang aktivitas bisnis.

2.6. Analisa BSC untuk Strategi Manajemen Perusahaan

Balance Scorecard adalah sebuah model yang digunakan untuk mengukur suatu

kinerja bisnis yang dapat digunakan oleh para manajer dari empat prespektif penting

berikut:

1. Bagaimana pelanggan melihat bisnis kita? (customer prespective)

2. Apa yang dapat kita tingkatkan lagi? (internal prespective)

3. Dapatkah kita lanjut untuk maju dan menciptakan value? (innovation and

learning prespective)

16  

4. Bagaimana kita melihat apa yang menjadi harapan shareholder? (financial

prespective)

Balanced Scorecard dapat digunakan pada berbagai level yang berbeda (unit bisnis,

departemen, group/individual) dan melibatkan banyak pihak dan mengukur kinerja dari

empat prespektif diatas. Menurut S. Kaplan dan P. Norton (2005) pendekatan BSC

dapat digambarkan sebagai berikut:

 

Gambar 2.6.1 Empat Prespektif Balance Scorecard

(S.Kaplan & P.Norton, 2005)

1. Customer prespective

BSC harus dapat mendefinisikan apa yang menjadi prespektif pelanggan

terhadap produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi, hal-hal tersebut

cenderung seperti waktu, kualitas, kinerja dan layanan yang pelanggan tersebut

terima serta biaya yang harus dikeluarkan oleh mereka. Jadi bagaimana sebuah

produk atau jasa yang dihasilkan dapat memberikan nilai tambah bagi

17  

pelanggan, dimana sasaran dan misi terhadap segmen pasar dan pelanggan

pastinya sudah didefinisikan di dalam misi organisasi.

2. Financial prespective

BSC harus memberikan ukuran yang jelas terhadap shareholder terhadap nilai

ekonomis yang diberikan kepada organisasi, pengaruhnya terhadap arus kas

organisasi dan bagaimana memberikan peningkatan nilai penjualan maupun

efisiensi biaya operasi. Langkah- langkah pengukuran keuangan yang dapat

diambil adalah ROI atau ROE (return of equity).

3. Internal business process

BSC harus dapat mendefinisikan hal-hal apa yang menjadi keinginan pelanggan

dengan mentransformasikannya ke dalam langkah-langkah internal yang

organisasi harus lakukan sehingga dapat memenuhi empat kriteria yang

berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan , seperti : waktu, kualitas, layanan,

kinerja, dan biaya.

4. Learning and growth (Innovation)

BSC harus dapat mendefinisikan apa saja yang dapat ditingkatkan lagi secara

internal (continual improvement) , sehingga apa yang menjadi kemampuan

perusahaan dalam hal terus-menerus melakukan perubahan dalam menghadapi

segmen pasar yang semakin competitive.

Menurut S.Kaplan dan P.Norton (2007) manajemen dalam mentransformasikan visi

dan strategi organisasi ke dalam model Balance Score Card terdiri atas empat proses

berikut:

18  

 

Gambar 2.6.2 Empat Proses Balance Scorecard

(S.Kaplan & P.Norton, 2007)

1. Translating the vision, yang membantu manajer untuk membangun konsensus di

semua unit bisnis perusahaan, sehingga ditemukan pemahaman yang sama antar

setiap unit bisnis terhadap strategi organisasi dan bagaimana mengekspresikannya

ke dalam istilah yang dapat diterjemahkan di tingkat operasional.

2. Communication and linking, adalah bagaimana manajer mengkomunikasikan hal

yang sudah menjadi strategi mereka secara top-down di setiap unit bisnis yang

saling berinteraksi dan berkerja sama di dalam organisasi.

3. Business planning, adalah langkah yang diambil manajemen dalam

mengintegrasikan strategi bisnis dengan rencana keuangan organisasi.

4. Feedback and learning, adalah langkah yang penting diambil oleh manajemen

dalam memberikan continual improvement, maka hal keempat ini sangatlah penting

19  

bagi organisasi untuk dapat belajar dan bila perlu dapat menyesuaikan strategi

dengan didukung oleh informasi yang berasal dari umpan balik.

Analisis IT BSC

Menurut Rosemann dan Wiese (1999) menyatakan bahwa IT BSC dapat

digunakan pada tingkat sistem untuk mengevaluasi implementasi software atau

mengevaluasi keberlangsungan operasi software. Analisis IT BSC juga berguna untuk

melihat sampai sejauh mana tingkat maturity sistem sebuah organisasi.

Menurut Grembergen dan Bruggen (2000) menyatakan bahwa IT Balanced

Scorecard merupakan gambaran kinerja unit TI berdasarkan visi, misi dan strategi TI

perusahaan. Dimana IT Balancescorecard merupakan transisi dari BSC Kaplan &

Norton itu sendiri sehingga dapat digambarkan sebagai berikut (dikutip dari Ronald

Saull, 2000):

Gambar 2.6.3 Perubahan Prespektif BSC

(Ronald Saull, 2000)

Dalam IT BSC empat perspektif standar menjadi:

1. Kontribusi perusahaan adalah untuk mencapai kontribusi TI terhadap

kelangsungan bisnis, sehingga terhadap investasi disikapi dengan strategi

pengendalian biaya TI, nilai bisnis dan proyek TI, dan bagaimana TI dapat

menyediakan kemampuan/peluang bisnis baru bagi perusahaan.

20  

2. Orientasi pengguna adalah untuk menjadi penyedia pilihan sistem informasi

dengan langkah strategi memberikan dukungan aplikasi dan sistem operasi

sesuai dengan ukuran SLA (Service Level Agreement) dan bagaimana mengukur

kepuasan pengguna dari kualitas, biaya dan waktu.

3. Penyempurnaan operasional adalah bagaimana memberikan produk dan layanan

TI yang efektif dan efisien dengan ukuran biaya, kualitas dan kecepatan layanan.

Juga bagaimana produk dan layanan TI dapat mendukung kinerja operasional

dengan lebih efektif dan efisien.

4. Orientasi masa depan adalah bagaimana unit bisnis TI mampu menjawab

tantangan masa mendatang dengan strategi melatih dan mendidik keahlian para

staf TI, melakukan riset perkembangan TI dan tetap memantau umur dari sistem

informasi /aplikasi.

2.7. CSF (Critical Success Factor)

Menurut Parmenter (2009,p.199) CSF adalah suatu daftar isu-isu yang ada

didalam organisasi atau aspek kinerja organisasi yang sangat menentukan kondisi suatu

organisasi, baik dalam keadaan sedang berlangsung, maupun yang sangat vital.

Sedangkan menurut Rockart (1986) yang dikutip oleh Ngai, E. W. T., Cheng, T. C. E.

and Ho, S. S. M. (2004) CSF merupakan batasan dari beberapa hal daripada area yang

memerlukan hasil yang memuaskan untuk memastikan kesuksesan competitive

performance daripada individu, departemen, atau organisasi. CSF juga kerap kali

disebut sebagai aktivitas-aktivitas kunci yang harus dijalankan dengan benar agar bisnis

dapat menuju kesuksesan dan bagaimana tujuan dari para manajer dapat diperoleh.

Menurut John Ward & Joe Peppard (2002,p.211) proses mendefinisikan CSF

21  

merupakan langkah yang harus sejalan dengan strategi organisasi yang tertuang dalam

misi organisasi, seperti tergambar berikut:

 

Gambar 2.7.1 Proses Dasar Pembuatan CSF

(Ward & Peppard,2002,p41)

2.8. Portofolio Aplikasi

Menurut Ward dan Peppard (2002,p.42) portofolio aplikasi harus direncanakan

dan dikelola menurut kontribusi pada bisnis saat ini dan di saat mendatang. Sehingga

harus dapat mendefinisikan sistem informasi / aplikasi yang tidak hanya memenuhi

kebutuhan saat ini tetapi juga potensi aplikasi di masa mendatang dan rencana untuk

meningkatkan strategi bisnis mendatang. Model analisis portofolio aplikasi (strategic

grid) yang digunakan adalah framework McFarlan yang menceritakan konsep matriks

daripada kontribusi SI/TI pada bisnis sekarang dan mendatang, sehingga mampu

22  

menjelaskan dampak dari variabel yang tidak berkaitan namun saling mempengaruhi.

Portofolio aplikasi ini terbagi ke dalam empat kategori berdasarkan penilaian

kepentingan aplikasi di saat ini dan mendatang, namun seiringnya waktu maka

portofolio aplikasi berubah dan isi segmen portofolio akan dipengaruhi beragam faktor

eksternal dan internal. Kegunaan dari matriks turunan McFarlan ini memberikan

kemudahan bagi manajemen dalam mengkategorisasikan aplikasi sesuai dengan

kontribusi dan potensi sistem informasi terhadap bisnis.

Gambar 2.8.1 Portofolio Aplikasi McFarlan

(Ward & Peppard, 2002,p42)

a. Strategic application maksudnya adalah aplikasi yang sangat kritis menentukan

kepada keberhasilan bisnis di masa mendatang. Aplikasi ini membuat atau

mendukung perubahan dalam cara organisasi melaksanakan bisnisnya dengan

tujuan mendapatkan keuntungan yang kompetitif (competitive advantage).

Teknologi yang digunakan tidaklah langsung mengindikasikan bahwa aplikasi

tersebut strategis, melainkan kontribusinya terhadap bisnislah yang menentukan

bahwa aplikasi tersebut strategis.

23  

b. Key operational maksudnya adalah aplikasi yang menjadi kunci utama dalam

mendukung operasi bisnis yang ada, sehingga mampu menghindari kerugian.

Dalam berbagai industri dapat dicontohkan sebagai berikut : EPOS (Electronic

POS), ATM, ERP, dimana aplikasi –aplikasi tersebut menjadi sangat

mandatory bagi sebuah organisasi untuk bertahan dalam sebuah industri.

c. Support maksudnya adalah aplikasi yang meningkatkan efisiensi bisnis dan

efektifitas manajemen, tetapi tidak secara langsung mendorong bisnis apalagi

memberikan competitive advantage.

d. High Potential maksudnya adalah aplikasi inovatif yang mungkin saja dapat

menciptakan peluang untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang, namun

sulit untuk dapat dibutktikan.

2.9. SWOT Analysis

Menurut Thompson dan Strickland (2005, p.89-98) analisis SWOT berguna untuk

mengindentifikasi beberbagai macam faktor di dalam organisasi dan faktor eksternal

secara sistematis sehingga mampu memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai

posisi bisnis suatu organisasi. Komponen dari analisis SWOT mencakup:

1. Strength merupakan kekuatan internal organisasi dengan adanya sumber daya

dan kemampuan yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengembangan

keuntungan kompetitif. Strength dapat didefinisikan dalam berbagai bentuk:

a. Keahlian perusahaan.

b. Aset-aset fisik yang penting.

c. Sumber daya manusia.

24  

d. Aset-aset organisasi yang penting.

e. Aset-aset penting lainnya yang tidak dapat dilihat.

f. Kemampuan kompetitif perusahaan.

g. Posisi perusahaan yang menguntungkan dalam pasar

2. Weakness merupakan kelemahan organisasi yang dapat menempatkannya dalam

posisi yang tidak menguntungkan dibandingkan dengan organisasi lain.

Kelemahan internal organisasi dapat berupa:

a. Kekurangan dalam kemampuan atau keahlian untuk berkompetisi.

b. Kurangnya asset-aset yang penting untuk berkompetisi.

c. Lemah dalam area-area kunci pada kompetisi

3. Opportunity merupakan kesempatan baru bagi organisasi dalam

mengembangkan dan meningkatkan keuntungan di masa mendatang, sehingga

faktor ini sangat penting dalam menentukan strategi organisasi di masa

mendatang. Opportunities yang paling relevan dengan keadaan organisasi adalah

yang menawarkan keuntungan, serta mampu meningkatkan sisi kompetitif

organisasi tentunya sesuai dengan sumber daya yang dimiliki perusahaan.

4. Threat merupakan ancaman dari luar organisasi yang bisa mempengaruhi

kelangusngan bisnis. Ancaman ini dapat timbul dari munculnya teknologi yang

lebih murah, pesaing yang menampilkan produk yang lebih baik, masuknya

pesaing baru, peraturan-peraturan pemerintah yang membebani organisasi

dibandingkan pesaing, kenaikan tingkat suku bunga, dan lain-lain.

25  

Menurut Ward dan Peppard (2002, p82-84, p205) analisis SWOT berfokus pada

dua elemen yakni dalam organisasi dan luar organisasi. Elemen-elemen tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Elemen pertama fokus pada strategi saat ini dan pemahaman kekuatan dan

kelemahan perusahaan saat ini yang melibatkan analisis; sumber daya yang

tersedia dalam organisasi, kesehatan finansial, karyawan, ketrampilan,

latihan, pengalaman, motivasi, kompetensi bisnis, aset teknologi, organisasi,

struktur dan hubungan, sikap dan budaya, efektivitas operasional dan proses

manajemen, kemampuan beradaptasi untuk mengubah keadaan.

b. Elemen kedua melibatkan analisis lingkungan kompetitif sehingga

perusahaan bisa cepat mengidentifikasi dengan jelas posisi dalam pasar dan

pilihan strategis mendatang yang mungkin, yang melibatkan; segmen pasar

dan saham pasar, posisi organisasi, pemeriksaan semua pesaing, tindakan

persaingan mendatang yang mungkin dilakukan.

1. Penentuan Faktor Strategi Eksternal (EFAS)

Menurut Rangkuti (2004, p22-24) sebelum membuat matriks faktor strategi

eksternal, perlu mengetahui lebih dahulu faktor strategi eksternal. Adapun cara

penentuan faktor strategi eksternal mencakup;

a. Susun dalam 1 kolom (5 – 10 peluang dan ancaman).

b. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat

penting)–0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat

memberikan dampak terhadap faktor strategis.

26  

c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan

skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh

faktor terhadap kondisi perusahaan. Pemberian nilai faktor peluang bersifat

positif dimana peluang yang besar bernilai (+4) dan peluang kecil (+1).

Pemberian nilai ancaman kebalikan dari peluang jika ancaman sangat besar nilai

1 dan ancaman sangat kecil nilai 4.

d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh

faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk

masing-masing faktor yang bernilai variasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai

dengan 1,0 (poor).

e. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-

faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.

f. Jumlahkan skor pembobotan pada kolom 4 untuk memperoleh total skor

pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan

bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis

eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan

ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.

Tabel 2.9.1 EFAS (Rangkuti, 2004, p24)

Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Bobot x Rating Komentar Peluang   1. 1,0 1 2. 0,5  4 Ancaman   1. 0,5  1 2. 1,0  4 Total  

27  

2. Penentuan Faktor Strategi Internal (IFAS)

Menurut Rangkuti (2004, p24-25) setelah faktor internal perusahaan diidentifikasi,

maka table IFAS disusun untuk merumuskan faktor strategis internal dalam

kerangka strength dan weakness perusahaan dengan tahapan;

a. Tentukan faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan dalam kolom 1.

b. Beri bobot masing-masing faktor dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) –

0,0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh faktor terhadap posisi strategis

perusahaan. Semua bobot dijumlahkan tidak boleh melebihi skor total 1,00.

c. Hitung rating dalam kolom 3 untuk masing-masing faktor dengan memberikan

skala dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor

terhadap kondisi perusahaan. Variabel yang bersifat positif kategori kekuatan

diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan

membandingkannya dengan rata-rata industri atau dengan pesaing utama. Untuk

variabel bersifat negatif, jika kelemahan perusahaan besar sekali nilai 1 dan

kelemahan dibawah rata-rata nilai 4.

d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh

faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilny berupa skor pembobotan untuk

masing-masing faktor yang bernilai variasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai

dengan 1,0 (poor).

e. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-

faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.

f. Jumlahkan skor pembobotan pada kolom 4 untuk memperoleh total skor

pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan

28  

bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis

internalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan

ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.

Tabel 2.9.2 IFAS (Rangkuti, 2004, p24)

Faktor Strategis Internal Bobot Rating Bobot x Rating Komentar Kekuatan Kelemahan Total

3. Matrik SWOT

Menurut Rangkuti (2004, p31-32) matrik SWOT adalah alat yang dipakai

untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan. Matrik ini dapat

menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang

dihadapi perusahaan secara jelas dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan

yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif

strategis seperti terlihat pada Tabel 2.9.3.

Tabel 2.9.3 Matriks SWOT (Rangkuti, 2004, p31)

a. Strategi SO: dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan yakni memanfaatkan

seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

29  

b. Strategi ST: strategi menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk

mengatasi ancaman.

c. Strategi WO: diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara

meminimalkan kelemahan yang ada.

d. Strategi WT: didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha

meminimalkan yang ada serta menghindari ancaman.

2.10. Sistem Order PDA yang Wireless di Store

Menurut Prasad,Scornavacca dan Lehmman (2005) bahwa penggunaan aplikasi

dengan teknologi mobile di industri yang melibatkan keramahtamahan terhadap

pelanggan , terutama industri makanan seperti : café, restoran, bars, dan lain-lain.

Penggunaan aplikasi mobile lebih ditujukan kepada peningkatan kualitas layanan

kepada pelanggan (SERVQUAL), yang menurut Parasuraman dan Grewal (2000) terdiri

atas lima kriteria:

a. Reliability: kemampuan untuk menyediakan layanan yang dijanjikan dan

akurat.

b. Responsiveness: kemauan untuk menolong pelanggan dan menyediakan

layanan yang cepat.

c. Assurance: pengetahuan akan produk yang ditawarkan dan kesopanan serta

kemampuan mereka dalam mengambil kepercayaan dan keyakinan

pelanggan.

d. Empathy: kepedulian terhadap keluhan ataupun kemauan pelanggan.

e. Tangibles: penampilan fasilitas fisik,peralatan teknologi dan komunikasi dan

personil yang menyajikan layanan.

30  

Penggunaan wireless PDA (Personal Digital Assistant) dalam hal pelayanan di

restoran lebih cenderung mengalami dampak yang signifikan terhadap B2E (Business to

Employee). Dimana penerimaan pekerja itu sendiri terhadap penggunaan PDA ini harus

dapat diukur dari beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan sebelum mengadopsi

suatu inovasi dalam hal mobile technology, adalah sebagai berikut:

1. Relative Advantage: penggunaan PDA di restoran menyediakan keuntungan

dalam kategori kecepatan, akurasi, efisiensi dan layanan kepada pelanggan.

Hal ini juga dapat membantu dalam hal otomatisasi proses bisnis.

2. Compatibility: penggunaan PDA harus sejalan dengan tujuan utama dari

bisnis restoran , yaitu meningkatkan revenue, menghemat biaya, dan tetap

menyediakan layanan kepada pelanggan yang berkualitas.

3. Complexity: sistem di dalam PDA haruslah memiliki graphic interface yang

mudah untuk dipelajari dan layar sentuh. Sistem didalamnya haruslah sangat

mudah untuk dimengerti bagaimana caranya melakukan order oleh

pengguna.

4. Observability : para pekerja mendapatkan bahwa PDA memberikan efek

‘wow’ dan memberikan proyeksi citra yang positif . Hal ini juga sudah

pernah dikutip oleh Barnes (2003) dan Lim dan Nam (2003).

Menurut Vince Stanford (2003) dalam artikelnya menyimpulkan bahwa penggunaan

wireless PDA di sebuah restoran memberikan keuntungan berikut:

a. Bagi pelanggan adalah pelayanan yang cepat, sedikitnya kesalahan dalam

pesanan, dan teknologi yang menyenangkan.

31  

b. Bagi pemilik / jajaran manajemen adalah pengurangan waste, inventory yang

lebih baik, biaya yang lebih rendah.

Jadi di dalam sistem dengan wireless PDA harus juga ada aplikasi yang dapat

melakukan monitoring penjualan dan open table. Menu- menu tersebut harus dapat

dimengerti oleh penggunanya dengan baik dan tentunya fungsi-fungsi kontrol dan

monitoring ini diberikan kepada level supervisor sampai dengan manager di outlet.

Gambar 2.10.1 Fungsi Aplikasi Order

di Wireless PDA(Vince Stanford,2003)

Hal yang juga dapat menjadi keunggulan dengan pencatatan pesanan melalui

wireless PDA adalah bagaimana pelayan dapat melakukan pencatatan kustomisasi menu

makanan yang diminta oleh pelanggan (personal), sehingga di bagian dapur dapat

menerimanya dengan baik pemesanan-pemesanan dengan sajian dan kemauan khusus

dari pelanggan. Sedangkan menurut Jue Chen (2005) bahwa dalam industri restoran,

salah satu cara untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan dan memberikan

kualitas pelayanan yang terbaik adalah dengan menyajikan menu yang dapat

32  

dikustomisasi dan sesuai dengan selera pelanggan. Kualitas sajian menu yang personal

dan kecepatan dalam waktu penyajian menjadi kunci penilaian oleh pelanggan terhadap

tingkat kualitas pelayanan sebuah restoran. Maka dalam membuat sistem pemesanan

menu makanan, hal ini perlu disediakan, sebagaimana yang dicontohkan dalam jurnal

yang diterbitkan oleh Vince Stanford (2003) di bawah ini.

Gambar 2.10.2 Fungsi Aplikasi Custom Order

di Wireless PDA(Vince Stanford,2003)

2.11. Sistem Pengelolaan Bahan Makanan yang Real-Time

Penggunaan POS di bagian pelayanan dalam sebuah restoran, merupakan bagian

dari keseluruhan value chain sebuah proses kerja di restoran cepat saji maupun restoran

ala carte. Hal ini seperti yang ditulis oleh Shimmura, Akamatsu dan Takenaka (2009),

yaitu proses berawal dari pemesanan lewat PDA, kemudian data akan ditransfer ke POS

dan ke bagian dapur yang hadir dengan berupa sistem order-checking sehingga proses

33  

pengolahan bahan makanan dapat terkontrol dari segi waktu dan urutan penyediaan dari

dapur ke pelanggan.

 

Gambar 2.11.1 Value Chain Restoran

(Shimmura, Akamatsu & Takenaka, 2009)

Proses pengolahan bahan makanan yang real-time juga merupakan salah satu

kunci dalam memberikan layanan yang terbaik bagi pelanggan restoran. Salah satu

faktor terpenting bagi seorang pelanggan dalam penyajian di restoran adalah waktu

tunggu, waktu diterima, dan kepuasan (Bram Faubert, 2009), maka real-time process

management yang mampu mengontrol waktu pengolahan, pembuatan dan penyajian,

serta juga ada perbedaan warna yang dapat membedakan tingkat mendesak dari sebuah

penyajian. Maka ada baiknya sistem yang dikembangkan di dapur restoran harus dapat

menyajikan menu–menu yang disajikan dalam gambar berikut.

34  

 

Gambar 2.11.2 Order Checking System

(Shimmura, Akamatsu & Takenaka, 2009)

Sistem yang mengontrol ini haruslah mampu mempresentasikan beberapa

aktivitas berikut, yaitu: verbal confirmation, order sheet, dan POS System. Kemudian

dari informasi yang didapat dari ketiga aktivitas di atas harus dapat diolah oleh sistem

dan sistem harus memiliki fungsi-fungsi berikut:

1. Order checking function by dish at each kitchen

Informasi yang diterima dari order sheet oleh staf pelayan, kemudian dihitung

total menu dan jumlah piring yang dibutuhkan, dan kemudian membagi pilihan

menu tersebut ke dalam setiap bagian yang ada di dalam dapur.

2. Elapsed time display and delay warning functions

PMS (Process Management System) kemudian mengukur standar waktu

pengerjaan setiap menu di setiap bagian. Dimana setiap melewati batas waktu

tertentu akan mengalami perubahan warna dari biru-kuning-merah. Sehingga

35  

seorang resto manager dapat mengambil keputusan untuk lebih mengutamakan

menu mana yang diproses dan disajikan terlebih dahulu.

3. Checking function of all kitchen position status

Dengan sistem informasi yang disediakan seperti pada gambar juga dapat

membantu seorang resto manager dalam mengatur proporsi petugas yang

mengerjakan suatu tugas yang sekiranya dilihat lebih perlu banyak bantuan.

Kedepannya harus dapat diukur load kerja dari setiap posisi di dapur sehingga

dapat dibandingkan dengan besarnya skala outlet.

4. Search function and reissue for lost order sheet

Dikarenakan sistem PMS tidaklah mengeluarkan cetakan order sheets, maka

perlu ada sebuah fungsi yang dapat mencari order sheets yang sempat

menghilang dan dapat dicetak keluar untuk mengkonfirmasikan menu kepada

pelanggan atau kepada bagian kasir.

2.12. Data Warehouse

Data warehouse adalah sekumpulan database yang berorientasi pada

sekumpulan dimensi dari berbagai subyek yang terintegrasi, berdasarkan waktu, data

yang terkumpul bersifat read, yang mengandung data operasional dan lainnya yang

digunakan untuk menganalisis dan mendukung proses pengambilan keputusan (Turban

dan Liang, 2007, p.209). Menurut Mutaz, M (2011) yang mengutip dari Ang dan Teo

(2000) karakteristik data warehouse itu sendiri adalah:

a. Subject Oriented; maksudnya adalah bahwa data warehouse dirancang untuk

menganalisa data berdasarkan subyek tertentu di dalam organisasi bukan pada

36  

proses maupun fungsi aplikasi tertentu. Data warehouse berfungsi untuk

menyimpan data yang dapat digunakan sebagai pendukung keputusan.

b. Integrated; maksudnya adalah bahwa data disimpan dalam sebuah media yang

sama dari berbagai sumber data yang saling terintegrasi. Integrasi harus

dilakukan dengan penamaan variabel data, ukuran, struktur kode dan atribut

yang konsisten.

c. Time Variant; maksudnya adalah bahwa data yang disimpan dalam data

warehouse dalam rentang waktu tertentu (5-10 tahun) haruslah dapat tetap

akurat. Hal ini dapat dilakukan dengan menyajikan data warehouse dengan

menggunakan perbedaan waktu yang disajikan melalui beberapa snapshot

(tampilan dari sebagian data sesuai keinginan pengguna dari seluruh data yang

bersifat read-only).

d. Non-volatile; maksudnya adalah bahwa data yang disimpan pada data

warehouse tidak dapat diperbarui secara real time tetapi di refresh dari database

yang digunakan oleh sistem operasi secara berkala.

Data warehouse memiliki arsitektur dengan komponen utama yaitu database yang read-

only, dimana komponen-komponen utamanya adalah :

a. Data Sources adalah sumber data dari berbagai macam sumber database

operasional, yang biasanya merupakan database OLTP (Online Transaction

Processing). Kemudian sumber data ini digabungkan dengan berbagai macam

sumber data eksternal dari berbagai macam aplikasi yang ada. Selanjutnya ETL

(Extraction Transform Load) akan menggabungkan dan menterjemahkan ke

37  

dalam sebuah struktur database yang sama dengan pengelompokkan berdasarkan

subyek-subyek yang diinginkan oleh pengguna.

b. Data Marts adalah bagian dari data warehouse biasanya terdiri dari area subyek

tunggal (misal: pemasaran, operasi) yang bisa dependen maupun independen.

Dependent data mart merupakan bagian yang berhubungan langsung dengan

data warehouse dengan menggunakan model data yang konsisten dan

memberikan data berkualitas. Independent data mart adalah bagian data yang

dirancang untuk unit bisnis strategis tapi bukan sumber data warehouse.

c. Tools adalah bagian front-end yang bersentuhan langsung dengan pengguna data

warehouse. Dimana data warehouse ini haruslah memiliki kemampuan untuk

menyajikan laporan, hasil analisa dan data mining sehingga dapat digunakan

oleh pengguna dalam mengambil keputusan.

Gambar 2.12.1 Arsitektur Data Warehouse

(Ahmad et al,2004)

38  

2.13. Business Intelligence

Sesungguhnya Data warehouse adalah sebuah model database yang berguna

untuk menyimpan dan memproses data dengan pendekatan pada kegunaan data dalam

pengambilan keputusan, sehingga mampu menjadi backbone bagi Business Intelligence.

Business Intelligence membutuhkan data warehouse agar dapat menjalankan kerjanya

dengan baik dan sesungguhnya data warehouse sendiri dibangun untuk kebutuhan

Business Intelligence. Menurut Turban dan Liang (2007,p.24) menyatakan Business

Intelligence adalah kombinasi arsitektur, tool, database, analytical tool, aplikasi dan

metodologi dengan tujuan untuk pengguna mendapatkan akses yang interaktif pada

data, kemudian menggunakan data, dan memberikan kemampuan untuk melakukan

analisis yang tepat.

Menurut Turban dan Liang (2007,p.28), manfaat utama dari BI adalah

menyediakan informasi yang akurat ketika dibutuhkan, hal ini mencakup pandangan

perusahaan, waktu dan informasi perbagian. Berdasarkan beberapa survey maka

manfaat BI mencakup:

1. Pelaporan yang lebih cepat dan akurat.

2. Pelaporan yang lebih dinamis dan dapat dikombinasikan dengan data pendukung

3. Informasi yang ditampilkan di dashboard dapat membantu mengambil

keputusan.

Kebanyakan manfaat Business Intelligence bersifat intangible. Rata-rata

penggunaan aplikasi umum Business Intelligence adalah untuk pelaporan umum,

penjualan dan analisis pasar, perencanaan, perkiraan, konsolidasi keuangan, pelaporan

status, penganggaran, analisis profitabilitas.

39  

2.14 Evaluation for IT Function

Menurut Remenyi (2007, p182), Evaluation for IT function merupakan analisis

yang ditujukan untuk mengukur sistem informasi melalui persepsi kepuasan pengguna.

Instrumen ini digunakan oleh banyak perusahaan utk sektor –sektor berbeda pula.

2.15 Study Value for Money

Menurut Remenyi (2007, p233), memiliki tujuan untuk menetapkan apakah

departemen SI/TI telah berfungsi dengan efisien, dan apakah dana yang telah

dikeluarkan di departemen tersebut sesuai dengan layanan (service) yang didapatkan.

Beberapa hal yang menjadi pertanyaan di dalam studi ini adalah:

a. Apakah manajemen telah melakukan investasi terbesarnya di departemen

SI/TI?

b. Apakah organisasi mendapatkan layanan (service) yang sama baiknya

dengan harga yang lebih rendah?

c. Apakah manajemen departemen SI/TI memberikan kemajuan signifikan

terhadap perubahan, membantu organisasi mendapatkan layanan (service)

yang lebih baik?

d. Improvement (perbaikan) apa saja yang dapat dilakukan untuk menghemat

biaya secara umum?

Hasil yang diharapkan dapat dihasilkan dari studi value for money adalah

sebagai berikut:

a. Laporan yang menjelaskan secara objektif kekuatan dan kelemahan

departemen SI/TI.

40  

b. Ide yang lebih baik tentang bagaimana menggunakan sumber daya manusia,

anggaran yang ada di departemen SI/TI.

c. Manajemen departemen SI yang lebih termotivasi, dampak dari keterlibatan

di dalam studi ini yaitu menyangkut penilaian pekerjaan mereka dan rekan-

rekan mereka.

d. Tim manajemen tingkat atas yang lebih mengerti akan tantangan yang

dihadapi oleh departemen SI/TI mereka.

4 (empat) pertanyaan yang menyertai penentuan tujuan studi value for money:

a. Apakah departemen SI/TI menghasilkan value for money?

b. Apakah permintaan sumber daya manusia untuk departemen SI masuk di

akal?

c. Apa saja peluang yang ada untuk mengurangi biaya, meningkatkan efisiensi

dan efektivitas.

d. Hal-hal apa saja yang dilakukan dengan sangat baik oleh departemen SI/TI

dan bagaimana hal tersebut dapat ditingkatkan?

2.16 Agile Development

Menurut Satzinger, W.J., Jackson, B.R., Burd, D.S (2012,p414-420), metode

Agile merupakan salah satu metode pengembangan sistem informasi. Beberapa turunan

metodenya adalah Unified Process, Xtreme Programming, Scrum. Sedangkan menurut

Eckfeldt (2004) mensejajarkan rancangan strategis SI/TI di sebuah industri restoran

dengan metode pengembangan sistem informasi yang sesuai dapat dilakukan dengan

metode pengembangan sistem informasi Agile Development XP.