peringatanelibrary.unisba.ac.id/files/09-1684_fulltext.pdf · 2015-04-07 · 8. seluruh staf...
TRANSCRIPT
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
HAK MENGUMUMKAN (PERFORMING RIGHTS)
ATAS PENGGUNAAN LAGU ATAU MUSIK DI TEMPAT
KARAOKE DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S 1) Pada Fakultas Hukum
Universitas Islam Bandung
Oleh
ULLA MEORIEZ ERKOLANI ZOVIA
NPM : 10040004124
Jurusan : Hukum Perdata
Di Bawah Bimbingan
Neni Sri Imaniyati, S.H., M.H.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2009
Bandung, Agustus 2009
Disetujui Untuk Diajukan Ke Muka Sidang
Panitia Ujian Sarjana Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Islam Bandung
Menyetujui
Dosen Pembimbing,
( Neni Sri Imaniyati, S.H., M.H. )
Diketahui Oleh:
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Islam Bandung
( Dr. H. Asyhar Hidayat, S.H., M.H. )
i
HAK MENGUMUMKAN (PERFORMING RIGHTS)
ATAS PENGGUNAAN LAGU ATAU MUSIK DI TEMPAT KARAOKE
DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19
TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA
Oleh: Ulla Meoriez Erkolani Zovia
ABSTRAK
Perkembangan perdagangan, investasi, industri dan teknologi yang sangat pesat memerlukan Undang-undang Hak Cipta yang dapat mengikuti perkembangan tersebut dalam rangka meningkatkan perlindungan bagi pencipta atau pemegang hak cipta. Permasalahan yang timbul saat ini adalah lemahnya perlindungan terhadap hak cipta lagu atau musik terutama mengenai pelaksanaan hak mengumumkan (performing rights). Untuk memutarkan/mengumumkan lagu itu diperlukan ijin khusus untuk tujuan komersial yang pada kenyataannya tidak dilakukan oleh para pemakai (user). Dari uraian diatas timbul beberapa permasalahan antara lain, bagaimana pengaturan hak mengumumkan (performing rights) untuk jasa hiburan karaoke menurut UUHC Nomor 19 Tahun 2002, siapa pihak-pihak yang terlibat dalam usaha karaoke dan siapa yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak cipta di tempat karaoke, serta bagaimana tanggung jawab YKCI dalam membantu pencipta atau pemegang hak cipta dalam memungut royalti atas penggunaan lagu atau musik di tempat karaoke.
Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yaitu metode penelitian yang menitik beratkan pada data berupa bahan-bahan hukum sekunder yang diperoleh dari undang-undang. Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berkaitan dengan masalah hak mengumumkan (performing rights) dalam penggunaan lagu di tempat karaoke.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Hak Mengumumkan atas lagu atau musik menurut UUHC termasuk ke dalam jenis karya cipta yang dilindungi hak ciptanya. Namun, pengaturan hak mengumumkan di tempat hiburan khususnya karaoke belum diatur secara khusus oleh UUHC. Namun demikian, negara pun melindungi hak mengumumkan suatu ciptaan meskipun ciptaannya tersebut tidak didaftarkan. Pihak-pihak yang terlibat dalam usaha karaoke diantaranya adalah investor, distributor/supplier, costumer, pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Dalam hal pelanggaran terhadap hak mengumumkan pihak yang bertanggung jawab atas tidak dilisensikannya lagu dan tidak membayar royalti adalah pihak distributor. Jika tidak melisensikan lagu-lagu tersebut maka dikenakan Pasal 72 ayat (1), (2), dan (3). Di Indonesia terdapat lembaga pemungut royalti (collecting society) yaitu YKCI. Tanggung jawabnya adalah memungut royalti atas penggunaan lagu di tempat-tempat hiburan khususnya karaoke bagi pencipta atau pemegang hak cipta yang menjadi anggotanya.
ii
�
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya yang tiada terhingga, dengan ijin-Nya penulis
akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Penyusunan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan program studi Strata Satu (S-1) di Fakultas Hukum Universitas
Islam Bandung. Mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang
penulis miliki, maka dari itu sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan, baik
berupa kritikan atau saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan
skripsi ini.
Tidak sedikit kendala dan hambatan yang penulis temukan dalam proses
penyusunan skripsi ini, akan tetapi semua kendala dan hambatan itu dapat diatasi
berkat bantuan, dukungan dan do’a restu dari para berbagai pihak. Terutama
bimbingan serta petunjuk dari yang terhormat Ibu Neni Sri Imaniyati, S.H., M.H.
iii
�
selaku pembimbing, yang telah dengan sabar membimbing, member petunjuk dan
koreksi, serta member dorongan moril yang sangat berharga hingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Atas semua itu, maka pada kesempatan ini dengan
segala kerendahan hati, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih
yang tak terhingga dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas segala jasa dan
budi baik yang telah penulis terima selama ini.
Selanjutnya pada kesempatan ini pula penulis sampaikan uccapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Islam Bandung Bapak Dr.H.E.Saefullah, S.H.,
LLM.
2. Dekan Fakultas Hukum Bapak Dr. H. Asyhar Hidayat, S.H., M.H.
3. Ketua Bagian Keperdataan Ibu Lina Jamilah, S.H., M.H.
4. Wakil Dekan I Bapak Efik Yusdiansyah, S.H., M.H.
5. Wakil Dekan II Ibu Neni R, S.H., LLM.
6. Selaku Dosen Wali Bapak H.M.Faiz Mufdi, S.H., M.H.
7. Ibu Hj.Tatty Aryani Ramly, S.H., M.H. selaku Dosen Penguji Skripsi
8. Seluruh Staf Pengajar serta Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas
Islam Bandung.
iv
�
9. Kedua orang tua, Papap dan Mamahku tercinta, terima kasih atas
segala ketulusan do’a restu, dukungan, motivasi, semangat selama ini
demi kemajuanku serta adikku tersayang Alka atas semangat dan kasih
sayangnya, serta seluruh keluarga besarku baik yang telah member
dukungan dan do’a selama ini.
10. Suamiku tercinta A’Irwan dan keluarga besarnya yang selalu dengan
tulus memberi semangat, kasih sayang, cinta, perhatian, dukungan,
nasehat, masukan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabatku “CHUBYDUT” Dewi Cemplon, Dian Ne”, Riri
emoy emoot, dan Titiw “miss lebay”, terima kasih atas persahabatan,
kebersamaan, perhatian, dan dukungannya. Hope our friendship will
last forever.
12. Sahabatku dalam suka dan duka “Ima Ackles” yang selalu menemani,
membantu penulis mencari bahan-bahan skripsi sampai akhirnya
skripsi ini selesai.
13. Teman-teman seperjuanganku di UNISBA, antara lain RizkArie, Lia,
Geri, “Genk Cinta” Embun None Anggi Uwik Winda, Nanda, Chory,
“Genk Bohay”Mbee dkk, Sasha, Rega, Ipunk, Emon, Panji, Adit,
teman-teman kelas C dan seluruh temanku angkatan 2004, teman-
v
�
teman PASUMA UNISBA, dan semua teman-teman lainnya yang
tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas supportnya.
Wish you all the best!!
14. Terima kasih sebesar-besarnya buat Bapak Maya atas semua bantuan
selama masa perkuliahan
Semoga Allah SWT senantiasa dapat membalas semua kebaikan,
dukungan dan bantuan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Amin.
Bandung, Juli 2009
Penulis
vi �
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ...................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................... 8
C. Tujuan Penelitian.................................................................... 9
D. Kegunaan Penelitian............................................................... 9
E. Kerangka Pemikiran ............................................................... 10
F. Metode Penelitian................................................................... 18
G. Sistematika Penulisan............................................................. 20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG HAK CIPTA DAN
HAK MENGUMUMKAN (PERFORMING RIGHTS)
BERDASARKAN HUKUM POSITIF
A. Hak Cipta Sebagai Bagian Dari Hak Kekayaan Intelektual ... 23
1. Pengertian Hak Cipta ..................................................... 23
2. Sifat Hak Cipta................................................................ 30
3. Ruang Lingup Hak Cipta dan Perlindungan Hukumnya. 33
4. Pendaftaran Hak Cipta .................................................... 35
vii �
5. Jangka Waktu Hak Cipta ................................................ 40
6. Pengaturan Hak Cipta Dalam Berbagai Konvensi
Internasional ................................................................... 42
a. Konvensi Bern 1886 tentang Perlindungan Karya
Sastra dan Seni........................................................... 43
b. Konvensi Roma 1961 tentang Perlindungan Pelaku,
Produser Rekaman, dan Lembaga Penyiaran ............ 48
c. Persetujuan tentang Aspek-aspek Perdagangan yang
Terkait Dengan Hak Milik Intelektual 1994 (Trade
Related Aspects of Intellectual Property
Rights/TRIPs) ............................................................ 50
d. Konvensi Hak Cipta Universal 1955 ......................... 52
7. Hak-hak Terkait Dengan Hak Cipta (Neighboring
Rights) ............................................................................ 53
B. Pengaturan Hak Mengumumkan (Performing Rights) dalam
Perundang-undangan di Indonesia ......................................... 56
BAB III HAK MENGUMUMKAN (PERFORMING RIGHTS)
DALAM PENGGUNAAN LAGU ATAU MUSIK DI
TEMPAT HIBURAN KARAOKE
A. Pihak-pihak yang Terkait Dalam Usaha Tempat Hiburan
Karaoke .................................................................................. 60
B. Penggunaan Lagu atau Musik Tanpa Ijin Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta di Tempat Hiburan Karaoke ............... 68
viii �
C. Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) Sebagai Lembaga
Pemungut Royalti/Collecting Society bagi Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta ............................................................. 72
BAB IV ANALISIS TERHADAP HAK MENGUMUMKAN
(PERFORMING RIGHTS) DALAM PENGGUNAAN LAGU
ATAU MUSIK DI TEMPAT HIBURAN KARAOKE
DALAM RANGKA MELINDUNGI PENCIPTA ATAU
PEMEGANG HAK CIPTA DARI PELANGGARAN HAK
CIPTA
A. Pengaturan Hak Mengumumkan (Performing Rights) dalam
Penggunaan Lagu atau Musik di Tempat Hiburan Karaoke
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta ............................................................................... 80
B. Pihak Yang Bertanggung Jawab atas Pelanggaran Hak Cipta
di Tempat Hiburan Karaoke .................................................. 85
C. Tanggung Jawab Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI)
dalam Membantu Pencipta atau Pemegang Cipta Memungut
Royalti atas Penggunaan Lagu atau Musik di Tempat
Hiburan Karaoke .................................................................... 89
a) Ditinjau dari Tanggung Jawab Perdata Yayasan Karya
Cipta Indonesia (YKCI) Kepada Pencipta Lagu atau
Pemberi Kuasa ............................................................... 90
ix �
b) Ditinjau dari Sejarah Organisasi Manajemen Kolektif di
Indonesia ........................................................................ 94
c) Ditinjau dari Kewenangan Hukum Para Pihak dalam
Perjanjian antara Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI)
dan Pencipta Lagu .......................................................... 96
d) Ditinjau dari Penentuan Kewenangan Lembaga
Pemungut Royalti Karya Musik antara Yayasan Karya
Cipta Indonesia (KCI) dengan Asosiasi Industri
Rekaman Indonesia (ASIRI) ............................................ 101
D. Proses Penarikan Royalti Lagu yang Dilakukan Oleh YKCI
atas Penggunaan Lagu yang Beredar di Masyarakat ............. 107
BAB V PENUTUP
A. Simpulan................................................................................. 111
B. Saran ....................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak awal kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia, bangsa Indonesia
bertekad untuk mewujudkan suatu masyarakat yang dicita-citakan bersama, yaitu
masyarakat yang adil dan makmur, spiritual dan material. Bersamaan dengan
usaha mencapai atau mewujudkan cita-cita tersebut pada akhir abad ke-20 ini
terjadi suatu perkembangan kehidupan di tingkat nasional maupun internasional
yang berkembang cepat. Terutama, di bidang-bidang teknologi informasi,
telekomunikasi, transportasi, perekonomian, hukum pada umumnya dan
pemberian perlindungan hukum yang semakin efektif terhadap Hak atas Kekayaan
Intelektual (selanjutnya disingkat HAKI, HaKI atau HKI), yang merupakan
padanan kata dari Intellectual Property Rights (IPR).1
Bagi bangsa Indonesia yang sedang berkembang, perlindungan hukum atas
HKI merupakan perkembangan baru, lain halnya dengan negara-negara maju yang
telah berabad-abad mengenalnya dan telah memberikan manfaat ekonomi atau
nilai ekonomi (economic value) yang cukup besar bagi pendapatan negara. Hal ini
dapat dimengerti karena HKI pada hakikatnya dapat memberikan manfaat
ekonomi kepada pencipta atau pemegang hak cipta dan juga kepada negara.2
Dengan adanya manfaat ekonomi yang besar dari HKI, menjadikan suatu
negara, khususnya Indonesia, bisa peka terhadap pelanggaran-pelanggaran HKI ���������������������������������������� �������������������1 Eddy Damian, Hukum Hak CIpta, Edisi Kedua Cetakan Ke-3, Alumni, Bandung, 2005, hal 1 2 Ibid, hal. 2
2
oleh negara lain. Tidak mustahil akan timbul berbagai ketegangan dalam
hubungan nasional maupun internasional bila terjadi pelanggaran-pelanggaran
semacam itu.3
Pertanda ini memacu kebutuhan akan perlu ditingkatkannya perlindungan
hukum terhadap berbagai ciptaan untuk mencegah terjadinya pembajakan dan
sekaligus menghargai suatu ciptaan sebagai suatu kekayaan intelektual. Untuk
keperluan ini timbul dua kejadian fenomenal di bidang HKI di tingkat
internasional dan nasional. Di tingkat internasional, terdapat tidak kurang dari 22
perjanjian multilateral. Keadaan ini akan terus meningkat sampai tahun 2000 yang
akan datang, tepatnya 1 januari 2000 yang merupakan tanggal mulai berlakunya
perjanjian internasional bernama “Agreement On Trade Related-Aspects of
Intellectual Property Rights” (selanjutnya disingkat TRIPs). Perjanjian ini telah
diratifikasi Indonesia dengan Undang-undang Republik Indonesia No.7 Tahun
1994 pada tanggal 2 November 1994.4
Oleh karena perkembangan kehidupan di berbagai bidang seperti
perdagangan, investasi, industri dan teknologi yang sangat pesat, Indonesia
memerlukan Undang-undang yang baru yang mengatur tentang hak cipta yang
dapat menampung perkembangan tersebut dalam rangka meningkatkan
perlindungan hukum bagi pencipta dan pemegang hak cipta, serta meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat.
Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-undang hak cipta yang terbaru
yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC), yang ���������������������������������������� �������������������3 Ibid, hal. 3 4 Ibid ,hal 5
3
memberikan perlindungan hukum hak cipta yang lebih ditingkatkan peraturan
perundang-undangan sebelumnya. Perubahan yang terakhir ini memuat beberapa
penyesuaian pasal yang sesuai dengan TRIPs, tetapi masih terdapat beberapa hal
yang perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya
intelektual di bidang Hak Cipta. Termasuk, upaya untuk memajukan
perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan
budaya. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu menegaskan dan memilah
kedudukan Hak Cipta di satu pihak dan Hak terkait di lain pihak dalam rangka
memberikan perlindungan bagi karya intelektual yang bersangkutan secara lebih
jelas.
Kerangka pemikiran ini membawa suatu konsekuensi logis terhadap
keberadaan Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta, di samping
menyempurnakan aturan-aturan yang baru, undang-undang ini juga menambah
muatan materinya dengan isu-isu baru dalam bidang karya cipta.
Hak cipta (copyrights) adalah bagian dari sekumpulan hak yang
dinamakan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang mengandung hak-hak ekonomi
(economic rights) dan hak-hak moral (moral Rights). Berdasarkan hak-hak
ekonomi yang dipunyai, kemungkinan seorang Pencipta mengeksploitasi suatu
karya cipta sedemikian rupa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan ekonomi,
sehingga HKI perlu dilindungi.
Di samping hak cipta, khususnya di bidang musik, ada juga hak yang
merupakan hak turunan dari hak cipta, yang dikenal dengan Hak terkait
(neighboring rights). Tidak ada perbedaan tajam antara hak cipta dengan
4
neighboring rights. Sebuah karya pertunjukan atau seni lainnya yang di siarkan
oleh lembaga penyiaran, di dalamnya terdapat perlindungan hukum kedua hak ini.
Hak cipta berada di tangan pencipta atau produsernya, sedangkan neighboring
rights dipegang oleh lembaga penyiaran yang menyiarkankan siaran tersebut.
Perlindungan hak cipta, khususnya terhadap musik atau lagu, baik dengan
teks maupun tanpa teks, menjadi masalah yang serius di Indonesia. Bahkan
Indonesia pernah dikecam dunia internasional, karena lemahnya perlindungan
terhadap hak cipta musik atau lagu. Perlindungan hak cipta musik atau lagu
menjadi penting, setidaknya karena empat alasan.
Pertama, kerugian akibat pelanggaran HKI di Indonesia terutama akibat
pelanggaran hak cipta cukup besar. Kedua, Indonesia sebelum tahun 2000
merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang masih masuk dalam kategori
Priority Watch List (daftar negara yang menjadi prioritas untuk diawasi) untuk
kasus-kasus pelanggaran HKI.5 Ketiga, melaksanakan kewajiban untuk
menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasional di bidang HKI, termasuk
hak cipta. Keempat, penelitian perlindungan hak cipta di bidang musik atau lagu
menjadi penting di kalangan pencipta dan produser rekaman sering tidak sesuai
dengan yang sudah diperjanjikan.6
Di antara empat alasan tersebut, yang paling banyak mengalami masalah
atau kendala adalah yang keempat, misalnya mengenai masalah pembajakan,
penduplikatan, penggandaan perekaman, dan lain-lain. Dititikberatkan mengenai
hak mengumumkan di bidang musik atau lagu di Indonesia masih lemah, karena
���������������������������������������� �������������������5 Ibnu Purna, Menyambut Era HAKI, Suara Pembaruan, Rabu 19 Juli 2000. 6 OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Rajawali Pers, Jakarta, 2006, hal. 12
5
kurangnya kesadaran masyarakat dan hambatan-hambatan teknis mengenai
pengumpulan royalti.
Tidak sedikit pelaku usaha yang belum mengetahui apa sebenarnya
substansi dari hak mengumumkan itu. Mengacu kepada Pasal 1 butir 1 UU
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC), terdapat dua hak eksklusif
yang dilindungi di bawah hak cipta yaitu performing rights (hak mengumumkan)
dan mechanical rights (hak memperbanyak). Secara umum masyarakat sangat
mengenal hak memperbanyak atau lebih dikenal hak menggandakan ciptaan.
Dalam ciptaan musik atau lagu kita mengenal kaset, compact disc (CD) sebagai
media penggandaan. Dengan membeli kaset atau CD, maka kita membeli hak
memperbanyak (mechanical rights). Dengan beredarnya kaset atau CD bajakan,
maka terjadilah pelanggaran hak memperbanyak atas suatu ciptaan.
Untuk melahirkan suatu karya cipta musik atau lagu diperlukan
pengorbanan waktu, pikiran, tenaga dan biaya yang tidak sedikit jumlahnya,
sehingga kepada pencipta atau komposer diberikan hak eksklusif untuk suatu
jangka waktu tertentu mengeksploitasi karya ciptanya. Dengan demikian, segala
biaya atau tenaga untuk melahirkan ciptaan tersebut dapat diperoleh kembali.7
Walaupun Indonesia telah memiliki UUHC, namun masalah mengenai
royalti belum banyak dipahami. Royalti adalah jumlah pembayaran yang
didapatkan pencipta, penyanyi atau produser rekaman dari hasil penjualan kaset
atau CD mereka dengan suatu persentasi yang telah diperjanjikan.
���������������������������������������� �������������������7 Alan B. Morison, Fundamental of American Law, hlm 509. Dikutip dari buku Tanu Hendra Atmadja, Hak Cipta Musik atau Lagu, hal 288.
6
Pembayaran royalti atas karya cipta musik atau lagu yang diputar atau
dinyanyikan di hotel, kafe, diskotik, pub, bar, restoran dan khususnya di tempat-
tempat karaoke masih menimbulkan salah persepsi di kalangan masyarakat.
Pembayaran royalti dianggap sebagai bentuk pengurasan terhadap para pemakai
(user).8 Banyak pemakai (user) merasa bahwa membayar royalti untuk
mendapatkan hak adalah suatu beban, dan banyak diantaranya yang menganggap
pembayaran itu sebagai bentuk pajak tambahan. Para pemakai juga tidak
menyadari bahwa pembayaran royalti adalah suatu kewajiban, karena mereka
telah memperdengarkan atau memutarkan lagu yang dibuat oleh para pencipta
untuk tujuan komersial.
Contoh laporan penggunaan lagu di tempat karaoke, seperti di NAV
Karaoke Keluarga, dalam laporan performing rights disebutkan daftar lagu yang
sudah mendapat lisensi dari Yayasan Karya Cipta Indonesi (YKCI), sebagai
organisasi pemungut royalti, adalah sebanyak 15 lagu. Namun dalam
kenyataannya bukan hanya 15 lagu yang mereka pergunakan bahkan lagu yang
dipakai mencapai ratusan lagu, karena tidaklah mungkin suatu tempat karaoke
hanya memutarkan 15 lagu. Sedangkan yang datang ke tempat karaoke tersebut
tidaklah sedikit,dan orang-orang tersebut ingin menyanyikan lagu yang berbeda-
beda, dari mulai lagu lama sampai lagu yang sedang hits, namun ada beberapa
pemilik tempat karaoke tidak mempunyai sertifikat lisensi dari YKCI, dan juga
mempergunakan musik atau lagu tanpa hak atau tanpa ijin dari pencipta yang
bersangkutan.
���������������������������������������� �������������������8 Ahmad Sarjono, Memungut Royalti Lagu, Hak Siapa?, Tempo, 22 April 2007.
7
Selain itu, tempat karaoke Inul Vizta yang dianggap telah melanggar hak
cipta atas lagu-lagu yang ditampilkan melalui perangkat karaokenya, yaitu peranti
karaoke merk Hyundai Digital Technology type SH 300 yang diedarkan PT Kodi
Electronic. Perangkat ini berisi ratusan bahkan ribuan lagu, terdiri dari lagu
Indonesia, lagu daerah, dangdut, mandarin, dan sebagainya. perangkat itu
diproduksi secara ilegal karena memasukkan ratusan lagu tanpa izin penciptanya.
Sedikitnya ada 102 lagu yang tidak mendapatkan ijin penciptanya, sehingga
pembayaran royaltinya pun tidak merata, bahkan tidak mendapatkan royalti sama
sekali. 9
Di Indonesia ada Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) yang berdiri tahun 1990
yang beraktivitas memungut royalti pemakaian lagu, tetapi keberadaannya masih
jauh dari sebuah Collecting Society yang diharapkan. Di berbagai negara, peran
Collecting Society amat besar dalam mewujudkan harapan para pencipta
(khususnya pencipta lagu) agar karya ciptanya terlindungi dan dihargai secara
ekonomi. Lemahnya posisi YKCI berakar pada perundang-undangan hak cipta
yang belum komprehensif. Dalam UUHC sama sekali tidak ada diatur perihal
Collecting Society. Maka, landasan hukum berdirinya YKCI serta wewenangnya
memberi lisensi penggunaan lagu dan memungut royalti sering dipertanyakan.
Karena itu, banyak orang enggan meminta lisensi pemakaian lagu dan membayar
royalti kepada YKCI. Masyarakat masih sulit menerima lembaga yang memiliki
kewenangan publik, tetapi tidak dikukuhkan dalam suatu undang-undang.
���������������������������������������� �������������������9 http://celebrity.okezone.comhttp://celebrity.okezone.com, 06 November 2008
8
Dengan adanya permasalahan yang disebutkan diatas, penulis menganggap
penting untuk membahas topik ini, dalam skripsi yang berjudul: “HAK
MENGUMUMKAN (PERFORMING RIGHTS) ATAS PENGGUNAAN
MUSIK ATAU LAGU DI TEMPAT KARAOKE DIHUBUNGKAN
DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK
CIPTA”.
B. Identifikasi Masalah
Untuk mempermudah pembahasan skripsi, penulis mencoba untuk
mengidentifikasikan permasalahan yang akan dibahas, antara lain:
1. Bagaimana Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
mengatur masalah hak mengumumkan (performing rights) atas
penggunaan musik atau lagu di tempat karaoke?
2. Siapa saja pihak-pihak yang terkait dalam usaha tempat hiburan karaoke
dan siapa yang bertanggung jawab apabila terjadi pelanggaran hak cipta?
3. Bagaimana tanggung jawab Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam
membantu pencipta atau pemegang hak cipta memungut royalti atas
penggunaan lagu atau musik yang dipergunakan di tempat hiburan
karaoke?
9
C. Maksud dan Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi maksud dan tujuan dari penelitian ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui pengaturan performing rights atas penggunaan musik
atau lagu di tempat karaoke menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta.
2. Untuk mengetahui pihak-pihak yang terkait dalam usaha tempat hiburan
karaoke dan pihak yang bertanggung jawab apabila terjadi pelanggaran
hak cipta.
3. Untuk mengetahui tanggung jawab Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam
membantu pencipta atau pemegang hak cipta memungut royalti atas
penggunaan lagu atau musik yang dipergunakan di tempat hiburan
karaoke.
D. Kegunaan Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan mendapat kegunaan
baik secara teoritis maupun praktis.
1. Kegunaan Teoritis
a. Memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya
hukum perdata, lebih khusus Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan kepustakaan hukum
tentang hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI), khususnya mengenai
10
hak cipta dan dapat melengkapi hasil penelitian serta penulisan yang
telah dilakukan oleh pihak lain di bidang yang sama.
2. Kegunaan Praktis
a. Penelitian diharapkan dapat memberikan dasar-dasar serta landasan
dalam melakukan penelitian sejenis pada penelitian selanjutnya.
b. Memberikan masukan bagi para praktisi hukum, pencipta lagu, musisi,
penyanyi, pengusaha, dan seluruh masyarakat tentang pentingnya
perlindungan terhadap hak cipta. Terutama bagi para pencipta,
penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk mendapatkan
perlindungan dan kepastian hukum atas hasil ciptaan mereka sehingga
hak-hak mereka tidak terlanggar.
E. Kerangka Pemikiran
Suatu negara sepenuhnya harus menjamin perlindungan terhadap segala
macam ciptaan yang merupakan karya intelektual manusia sebagai produk olah
pikirnya baik di bidang ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra. Seperti yang
dikemukakan dalam Pasal 27 ayat (1) Deklarasi Universal Hak-hak Asasi
Manusia bahwa:
Setiap orang mempunyai hak sebagai pencipta untuk mendapat perlindungan atas kepentingan-kepentingan moral dan material yang merupakan hasil dari ciptaannya di bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni.
11
Dengan adanya pengakuan secara universal ini, sudah tidak diragukan lagi
bahwa suatu ciptaan mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia dan
mempunyai nilai ekonomi bagi masyarakat.
Pasal 1 butir 1 UUHC memberikan definisi hak cipta, yakni:
“Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumukan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Black’s Law Dictionary memberikan rumusan tentang hak cipta sebagai
berikut:
“copyrights is a property rights in an original work of authorship (such as a literary, musical, artistic, photographic, or film work) fixed in any tangible medium of expression, giving the holder the exclusive right to reproduce, adapt, distribute, perform, and display the work”.10
Artinya:
“Hak cipta adalah hak kekayaan yang merupakan suatu karya seni asli atau original si penciptanya (seperti sastra, musik, karya seni, fotografi atau film) yang diekspresikan dalam bentuk berwujud, memberikan hak eksklusif bagi pemegang untuk memproduksi, mengambil alih, menyalurkan, menunjukkan dan memperhatikan karyanya.”
Sementara yang dimaksud dengan Ciptaan atau Karya Cipta adalah hasil
setiap karya Pencipta dalam bentuk khas dan menunjukkan keasliannya dalam
lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.11
Dalam Pasal 12 ayat (1) UUHC disebutkan bahwa Ciptaan yang dilindungi
adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang mencakup:
���������������������������������������� �������������������10 Bryan A. Garner Edition in Chief, Black’s Law Dictionary, Seventh Edition, ST. Paul Minn: West Publishing co, 1999, hal 337. 11 Undang-undang RI Nomor 19 Tahun 2002, Pasal 1 butir 3
12
1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis
yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan
pantomim;
6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir,
seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan;
7. Arsitektur;
8. Peta;
9. Seni batik;
10. Fotografi;
11. Sinematografi;
12. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database dan karya lain dari
hasil pengalihwujudan.
Dari ketentuan diatas ada satu hal yang kiranya perlu dikemukakan yaitu
hak cipta atas ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks. Setiap karya cipta
lagu atau musik yang diperdengarkan di tempat –tempat hiburan khususnya
tempat hiburan karaoke harus memperoleh ijin dari YKCI yang fungsinya sebagai
lembaga nirlaba pengelola hak cipta musik secara kolektif, yang mendapat kuasa
dari pencipta musik Indonesia maupun asing untuk memberi ijin penggunaan
13
musik atau lagu di wilayah Indonesia, atau ijin dari pencipta musik atau lagu itu
sendiri untuk memperoleh performing rights (hak mengumumkan).12
Hak mengumumkan atau dikenal dengan nama Performing Rights musik
atau lagu merupakan hak eksklusif yang dimiliki Pemegang Hak Cipta untuk:
1. Memainkan lagu (secara langsung)
2. Memutar rekaman lagu (dengan alat apapun seperti tape, PH, CD,
komputer, Video Screen, dll)
3. Menyiarkan lagu (oleh stasiun radio, televisi, internet, dll)
Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang
Hak Cipta memberikan pengertian tentang Pengumuman sebagai berikut:
“Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain.”
Sehubungan dengan Hak-hak Eksklusif Pencipta, terdapat sejumlah hak
untuk melakukan perwujudannya, yang berupa:
1. Hak untuk mengumumkan yang berarti Pencipta atau Pemegang Hak
Cipta berhak mengumumkan (right to publish) untuk yang pertama
kalinya suatu Ciptaan di bidang seni, sastra atau ilmu pengetahuan;
2. Hak untuk mengumumkan dengan cara memperdengarkan Ciptaan
lagu yang direkam kepada publik secara komersial di tempat karaoke,
restoran, hotel, dan lain-lain;
���������������������������������������� �������������������12 http://www.hukumonline.com, 13 November 2008
14
3. Hak untuk menyiarkan suatu Ciptaan di bidang seni, sastra atau ilmu
pengetahuan dalam bentuk karya siaran dengan menggunakan
transmisi dengan atau tanpa kabel atau bisa juga melalui sistem
elektromagnetik;
4. Hak untuk memberi ijin atau melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya menyewakan ciptaan karya film dan program komputer
untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Di bidang lagu, hak mengumumkan bisa dijabarkan menjadi hak
menyanyikan atau mempertunjukkan lagu di tempat umum, memperdengarkan di
tempat hiburan, menyiarkan lagu lewat televisi atau radio, dan menggunakan lagu
sebagai ring tone/ring back tone telepon seluler.
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
(UUHC), tindakan mengumumkan lagu harus mendapat izin dan membayar
royalti. Meskipun UUHC mencantumkan ancaman penjara dan denda cukup berat,
kenyataannya ketentuan tersebut tidak berdaya guna menjerat orang-orang yang
menggunakan (mengumumkan) lagu untuk kepentingan komersial dan tanpa
izin.13
Royalti adalah jumlah pembayaran yang didapatkan pencipta, penyanyi
atau produser rekaman dari hasil penjualan kaset atau CD mereka dengan suatu
persentasi yang telah diperjanjikan. Supaya royaltinya terkontrol maka lagu harus
didaftarkan ke BMI, ASCAP, SESAC (untuk di Amerika). Di Indonesia untuk
hak-hak para pencipta lagu, musisi dan penyanyi, dipegang oleh Yayasan Karya
���������������������������������������� �������������������13 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0704/27/opini/3486010.htm
15
Cipta Indonesia (YKCI). Royalti itu berasal dari pemutaran lagu-lagu di berbagai
tempat hiburan yang bersifat komersil. Mulai dari kafe, pub, sampai ke tempat
karaoke. YKCI hanya menagih royalti yang berasal dari anggota yayasan. Royalti
itu dibayarkan kepada pencipta lagu, musisi, dan penyanyi dengan hitungan
persentase tertentu, dan dipotong biaya administrasi dan lain-lain yang berkaitan
dengan penagihan royalti kepada yayasan yang besarnya 22-28% dari jumlah
tagihan yang diperoleh.14
Yayasan Karya Cipta Indonesia yang disingkat YKCI merupakan yayasan
yang dibentuk oleh para pencipta lagu dan musik maupun masyarakat yang
berupaya untuk memberikan perlindungan hukum kepada pencipta lagu dan musik
sebagaimana yang diharapkan dari Undang-Undang Hak Cipta dengan
menerbitkan Sertifikat Lisensi Pengumuman Musik.15
Yayasan Karya Cipta Indonesia didirikan di Jakarta yang mempunyai
maksud dan tujuan sebagai berikut:
1. Mengurus kepentingan para pencipta Indonesia yang hak ciptanya
dikuasakan kepada Yayasan, terutama dalam rangka pemungutan fee/
royalti bagi pemakaian hak ciptanya oleh orang lain untuk kepentingan
penggunaan yang bersifat komersial baik di dalam maupun di luar
negeri.
2. Mewakili kepentingan para pencipta luar negeri, terutama dalam
rangka pemungutan fee/royalti atas pemakai hak Cipta asing oleh
���������������������������������������� �������������������14 Redaksi, Ali Akbar akan gugat YKCI, Republika, Kamis 20 Oktober 2000. 15 Djuwityastuti, Kajian Yuridis Penerbitan Sertifikat Lisensi Pengumuman Musik Oleh yayasan Karya Cipta Indonesia, Yustisia, Edisi Nomor 69 Sept. - Desember 2006, hal 44.
16
orang lain untuk kepentingan penggunaan yang bersifat komersial di
wilayah Indonesia.
3. Mewakili dalam mempertahankan dan melindungi kepentingan para
Pencipta atas pelanggaran Hak Cipta.
4. Meningkatkan kreativitas para pencipta melalui pendidikan pembinaan
dan pengembangan serta kemampuan pengetahuan dalam bidang
musik.16
Dengan timbulnya masalah-masalah dalam mengumumkan dan
memperbanyak lagu atau musik seperti seseorang mempergunakan, memutarkan,
menyiarkan dan/atau memainkan lagu tanpa seijin dari penciptanya atau YKCI,
maka dapat disebut pelanggaran Hak Cipta.17
Perbuatan yang dilakukan oleh para pengusaha atau pemilik jasa hiburan
karaoke tidak dapat dihentikan karena kurangnya kesadaran mereka akan
pentingnya suatu ijin/lisensi. Padahal lisensi dapat digunakan oleh pengusaha
untuk mengembangkan usahanya secara tanpa batas (borderless) kemanapun juga
ke seluruh bagian dunia, dengan memberikan hak pemanfaatan atas HKI yang
dimiliki oleh pengusaha pemilik lisensi.18
Dengan telah berlakunya UUHC dan kembalinya Indonesia menjadi
peserta pada konvensi Bern 1886, sebagai usaha tindak lanjut yang telah
dilakukan, tampaknya belum lengkap kalau perubahan itu hanya terjadi pada level
���������������������������������������� �������������������16 Ibid, hal 45. 17 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedilah, Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, 1997, hal 6518 Gunawan Widjaja, Lisensi Seri Hukum Bisnis, Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hal 5.
17
undang-undang sementara pada level peraturan pelaksanaan tidak mengalami
banyak penyempurnaan terutama untuk aspek perlindungan hukumnya.19
Untuk mewujudkan keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara hak
cipta yang sifatnya khusus atau eksklusif (sebagai salah satu cirri individualisme
yang banyak berkembang dan dianut dalam pemikiran dunia barat) dengan
kepentingan masyarakat atau fungsi sosialnya hak cipta akan sangat dipengaruhi
oleh peran hukum sebagai sarana pembangunan (hukum)20) HKI pada umumnya
dan performing rights pada khususnya.
Lahirnya UUHC dan berbagai perundang-undangan lain mengenai
kekayaan intelektual, menunjukkan keberadaan peran hukum sebagai sarana
pembangunan nasional dengan memberikan pengakuan dan perlindungan hukum
terhadap individu yang berkarya cipta atau anggota-anggota masyarakat lainnya
dapat ikut menikmati atau menggunakan karya cipta si pencipta dengan ijinnya.
Bahkan mengembangkan lebih lanjut dengan cara menggandakannya.
Dengan demikian, melalui cara atau sarana pembangunan hukum
terdapatlah keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara individu di satu
pihak dengan kepentingan masyarakat luas di lain pihak melalui ciptaan (karya
intelektual) seorang individu.
���������������������������������������� �������������������19 Eddy Damian, Op.cit, hal 25 20 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2003, hal 11.
18
F. Metode Penelitian
Sebagai landasan utama dan tolak ukur dalam penulisan skripsi ini, penulis
memmpergunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Metode Penelitian
Pada penelitian ini penulis mempergunakan dalam pendekatan secara
yuridis normatif, yang secara deduktif dimulai dengan menganalisa
peraturan perundang-undangan21 yaitu suatu penelitian yang bertujuan
untuk meneliti ketentuan Perundang-undangan mengenai Hak
Mengumumkan (Performing rights) dalam penggunaan musik atau lagu di
tempat hiburan karaoke.
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang dipergunakan adalah deskriptif analitis, yaitu
mendapatkan gambaran secara menyeluruh dan sistematis mengenai Hak
Mengumumkan atas musik atau lagu yang dipergunakan di tempat-tempat
karaoke menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
kemudian menganalisanya berdasrakan fakta-fakta berupa data sekunder
yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tertier.
���������������������������������������� �������������������21 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal 97.
19
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Penelitian kepustakaan (library research)
Penelitian ini dilakukan dalam upaya mecari data sekunder, yaitu
berupa bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat pada masalah-
masalah yang akan diteliti, yang terdiri dari:
1) Bahan-bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-
undangan, seperti Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta.
2) Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan-bahan yang erat
kaitannya dengan bahan hukum primer, antara lain hasil karya
ilmiah para sarjana dan hasil penelitian
3) Bahan-bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan
informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder22, antara lain
berupa artikel-artikel Koran, majalah dan internet.
b. Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu mengumpulkan data
dengan cara studi lapangan ke tempat-tempat karaoke dan YKCI.
Penelitian lapangan dilaksanakan untuk memperoleh data primer yang
dibutuhkan sebagai pendukung analisis.
4. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara normatif kualitatif.
Normatif karena penulisan ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang
���������������������������������������� �������������������22 Sumadi, Suryabrata, Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 18.
20
ada sebagai norma hukum positif. Sedangkan kualitatif yaitu data yang
bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asas-asas dan informasi-
informasi yang bersifat ungkapan monografis dari responden.23
5. Lokasi Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penelitian dilakukan di beberapa tempat,
antara lain:
a. Yayasan Karya Cipta Indonesia Jakarta
b. NAV Karaoke Keluarga, Bandung
c. Inul Vizta Karaoke, Bandung.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang disajikan dengan sistematika
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bagian pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang penelitian, identifikasi masalah, maksud dan tujuan
penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika
penelitian.
���������������������������������������� �������������������23 Ronny Hanitijo Soemitro, Loc. Cit, hal 96.
21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG HAK CIPTA DAN HAK
MENGUMUMKAN (PERFORMING RIGHTS)
BERDASARKAN HUKUM POSITIF
Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai hak cipta
sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI), serta
pengaturan Hak Mengumumkan dalam perundang-undangan di
Indonesia.
BAB III HAK MENGUMUMKAN (PERFORMING RIGHTS) DALAM
PENGGUNAAN LAGU ATAU MUSIK DI TEMPAT
HIBURAN KARAOKE
Dalam bab ini akan dibahas mengenai pihak-pihak yang terkait
dalam usaha tempat hiburan karaoke, penggunaan lagu atau musik
tanpa ijin pencipta atau pemegang hak cipta di tempat hiburan
karaoke, serta mengenai Yayasan Karya Cipta Indonesia sebagai
lembaga pemungut royalti/collecting society bagi pencipta atau
pemegang hak cipta.
22
BAB IV ANALISIS TERHADAP HAK MENGUMUMKAN
(PERFORMING RIGHTS) DALAM PENGGUNAAN LAGU
ATAU MUSIK DI TEMPAT HIBURAN KARAOKE DALAM
RANGKA MELINDUNGI PENCIPTA ATAU PEMEGANG
HAK CIPTA DARI PELANGGARAN HAK CIPTA
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai pengaturan hak
mengumumkan dalam penggunaan lagu atau musik di tempat
hiburan karaoke menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang hak cipta, pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran
hak cipta di tempat hiburan karaoke, dan Tanggung Jawab Yayasan
Karya Cipta Indonesia (YKCI) dalam Membantu Pencipta atau
Pemegang Cipta Memungut Royalti atas Penggunaan Lagu atau
Musik di Tempat Hiburan Karaoke, serta menguraikan tentang
proses penarikan royalti yang dilakukan oleh YKCI atas
penggunaan lagu yang beredar di masyarakat.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi simpulan yang dapat diambil dari permasalahan yang
telah diidentifikasi sebelumnya, dan saran-saran yang diberikan
oleh penulis berdasarkan teori-teori dan kenyataan-kenyataan yang
telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya untuk memecahkan
masalah ataupun memperbaiki keadaan yang ada.
�
�
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA TENTANG HAK CIPTA
DAN HAK MENGUMUMKAN (PERFORMING RIGHTS)
BERDASARKAN HUKUM POSITIF
A. Hak Cipta sebagai Bagian dari Hak Kekayaan Intelektual
1. Pengertian Hak Cipta
Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun
2002, diuraikan bahwa pengertian hak cipta adalah sebagai berikut:
“Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Istilah hak cipta (copyright) itu sendiri pertama kali muncul di negara-
negara yang menganut sistem common law.24 Pengertian hak cipta pada awalnya
hanya untuk menggandakan atau memperbanyak suatu karya cipta. Istilah
Copyright tidak jelas siapa yang pertama kali memakainya, dan tidak ada satu pun
peraturan perundang-undangan yang secara jelas menggunakannya.
Di Inggris pemakaian istilah hak cipta (copyright) pertama kali
berkembang untuk menggambarkan konsep melindungi penerbit dari tindakan
penggandaan buku oleh pihak lain yang tidak mempunyai hak untuk
���������������������������������������� �������������������24 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit, Hal 47-48.
24
menerbitkannya. Perlindungan diberikan bukan kepada pencipta, melainkan hanya
kepada pihak penerbit. Perlindungan dimaksudkan untuk memberikan jaminan
atas investasi penerbit dalam membiayai percetakan suatu karya. Hal ini sesuai
dengan landasan penekanan sistem hak cipta dalam Common Law yang mengacu
pada segi ekonomi.25 Perkembangan hukum hak cipta kemudian bergeser lebih
mengutamakan perlindungan pencipta, tidak lagi kepada penerbit. Penggeseran ini
menyebabkan perlindungan tidak hanya diberikan kepada buku saja, melainkan
diperluas mencakup bidang drama, musik, karya artistik, sinematografi, rekaman
suara, penyiaran, dan sebagainya.
Sementara Arpad Bogsch, memberikan dasar pemikirannya tentang
ciptaan-ciptaan atau karya cipta yang merupakan Direktur Jendral WIPO yaitu:
“Human genius is the source of all works, of art and inventions. These
works are the guarantee of a life worthy of men. It is the duty of the state
to ensure with diligence the protection of the arts and inventions.”26
(“Akal manusia adalah sumber dari semua karya cipta, seni dan
penemuan-penemuan. Semua karya cipta ini dapat menjamin kehidupan
manusia bagi penciptanya. Merupakan tugas negara untuk menjamin
perlindungan dari karya cipta dan penemuan-penemuan.”)
Dasar diberikannya perlindungan hukum atas ciptaan kepada seorang
individu bermula dari teori yang tidak lepas dari dominasi pemikiran mahzab atau
doktrin hukum alam yang menekankan pada faktor manusia dan penggunaan akal
���������������������������������������� �������������������25 Ibid, Hal 49. 26 Eddy Damian, Op.Cit, Hal 17
25
seperti yang dikenal dalam sistem hukum sipil (Civil Law System) yang
merupakan sistem hukum yang dipakai di Indonesia.27
Pengaruhnya di negara-negara dengan sistem hukum sipil dan
mendapatkan tempat sebagai refleksi pada Pasal 27 ayat (1) Deklarasi Universal
Hak-hak Asasi Manusia yang menetapkan:
“Setiap orang mempunyai hak sebagai pencipta untuk mendapat
perlindungan atas kepentingan-kepentingan moral dan material yang
merupakan hasil dari ciptaannya di bidang ilmu pengetahuan, sastra dan
seni.”
Dengan adanya pengakuan secara universal ini, sudah tidak diragukan lagi
bahwa suatu ciptaan mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia (life worthy)
dan nilai ekonomi sehingga menimbulkan adanya tiga macam konsepsi, yaitu:
(1). Konsepsi Kekayaan;
(2). Konsepsi Hak;
(3). Konsepsi Perlindungan Hukum.
Kehadiran ketiga konsepsi ini lebih lanjut lagi menimbulkan kebutuhan
adanya pembangunan hukum dalam bentuk berbagai perundang-undangan
misalnya mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HKI); Undang-Undang Hak Cipta,
Undang-Undang Merek, Undang-Undang Paten, Desain Industri (Industrial
���������������������������������������� �������������������27 Satjipto Rahardjo, ilmu Hukum, PT. Alumni, Bandung, 1958, Hal 292
26
Design), Lingkaran Elektronika Terpadu (Integrated Circuit), dan Rahasia
Dagang (Trade Secrets), serta Indikasi Geografis (Geographical Indications).28
Perkataan hak cipta terdiri dari dua kata yaitu hak dan cipta. Kata “Hak”
sering dikaitkan dengan kewajiban, yang merupakan suatu kewenangan yang
diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya bebas untuk dipergunakan atau
tidak. Kata “Cipta” tertuju pada hasil kreasi manusia dengan menggunakan
sumber daya yang ada padanya berupa pikiran, perasaan, pengetahuan dan
pengalaman.29
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan Hak dan
Cipta adalah:
“Hak adalah kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan
oleh Undang-Undang, aturan, dsb); kekuasaan yang benar atas sesuatu
atau untuk menuntut sesuatu. Ciptaan adalah kesanggupan pikiran untuk
mengadakan sesuatu; angan-angan yang kreatif. Dijelaskan lebih lanjut
Hak cipta adalah hak seseorang atas hasil penemuannya yang dilindungi
Undang-undang (seperti hak cipta dalam mengubah musik).”30
Adapun pengertian hak cipta berdasarkan hasil seminar badan pembinaan
hukum nasional mengenai hak cipta yang diselenggarakan bersama dengan
���������������������������������������� �������������������28 Bdgk, Mark J Davidson, Fungsi Nama Geografis di dalam Perdagangan, Kuliah Tamu Dosen Senior pada Fakultas Hukum, Monash University, di muka Peserta Pusat Studi HKI FH, Unpad pada tanggal 14 Mei 1998. 29 Bambang Kesowo, Hak Cipta, Paten, Merek, Pengaturan, Pemahaman dan Pelaksanaannya, Yayasan Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, 1993, Hal 10. 30 W.J.S. Poerwarjaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1982, Hal 209 dan 339.
27
fakultas hukum dan pengetahuan masyarakat universitas Udayana pada tanggal 20
sampai dengan 22 Oktober 1975 di Denpasar Bali adalah sebagai berikut:
“Hak Cipta adalah hak tunggal Pencipta atas ciptaannya dan hak member
ijin kepada pihak lain untuk melaksanakan dan memanfaatkan ciptaannya
itu, misalnya:
1. Mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya itu dalam bentuk apapun dan dengan cara apapun
2. Membuat terjemahan atau saduran dalam bentuk apapun, serta mengumukan dan memperbanyaknya.”31
Sedangkan pengertian hak cipta menurut Muhammad Djumhana dan R.
Djubedillah adalah sebagai berikut:
“Hak Cipta adalah hak alam yang mempunyai prinsip bersifat absolut yang
melindungi hak pencipta selama hidup pencipta dan beberapa tahun
setelahnya.”32
Sebagai hak absolut, hak cipta pada dasarnya dapat dipaksakan terhadap
siapapun, dalam arti yang mempunyai hak itu dapat menuntut setiap pelanggaran
yang dilakukan oleh pihak lain. Adanya hak absolut pada hak cipta menimbulkan
kewajiban bagi setiap orang untuk menghormati hak tersebut.
Selaras dengan pemikiran seperti yang dikemukakan diatas, dalam
kerangka bahwa pengembangan bakat-bakat dan kemampuan manusia diperlukan
adanya upaya-upaya untuk mewujudkannya termasuk melalui penciptaan berbagai
aturan hukum yang mendukungnya sehingga tercapai suatu kepastian hukum.
���������������������������������������� �������������������31 M. Hutauruk, Peraturan Hak Cipta Nasional, Erlangga, Jakarta, 1982, Hal 246. 32 Ibid, Hal 55
28
Penumbuhan berbagai aturan ini diperlukan sehingga timbullah sikap dan
kebutuhan masyarakat untuk memberi penghargaan, penghormatan dan
perlindungan terhadap bakat-bakat dan kemampuan yang dipunyai seseorang,
yang diwujudkan dalam bentuk karya. Termasuk didalamnya berbagai karya
intelektual yang lebih besar, lebih baik dan lebih banyak yang timbul atau lahir
dari kemampuan intelektual manusia sebagai refleksi kepribadiannya (alter-
egonya).
Pada setiap sistem perundang-undangan hak cipta di berbagai negara,
fungsi perlindungan terhadap hak cipta selalu menjadi tujuan utama, sebagaimana
dikemukakan Herald D.J.Jongen:
“It is generally felt that the copyright act still serves its purpose;
pretection of the author of a literary, scientific, or artistic works.”33
(“Ini merupakan hal umum bahwa Undang-undang hak cipta selalu
memberikan tujuan; perlindungan kepada penulis terhadap karya tulisnya,
karya ilmiah atau karya artistik.”)
Selain pengertian hak cipta, UUHC nomor 19 Tahun 2002 juga mengatur
beberapa pengertian dasar yang penting untuk dipaparkan guna mempermudah
pembahasan selanjutnya. Pengertian-pengertian dasar tersebut tertuang di dalam
Pasal 1 UUHC Nomor 19 Tahun 2002 (sebatas hanya yang berhubungan dengan
penulisan ini) adalah sebagai berikut:
1) Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan
���������������������������������������� �������������������33 Eddy Damian, Op.cit, Hal 21.
29
kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
2) Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra.
3) Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
4) Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain.
5) Hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya, bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya, dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak atau menyiarkan karya siarannya.
6) Pelaku adalah Aktor, penyanyi, pemusik, penari atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan atau memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya.
7) Produser Rekaman Suara adalah orang atau bahan hukum yang pertama kali merekam suara dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perekaman suara atau perekaman bunyi lainnya.
8) Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggaraan yang berbentuk badan hukum, yang melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik.
9) Permohonan adalah permohonan pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada Direktorat Jenderal.
10) Lisensi adalah izin yang diberikan olehPemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
11) Kuasa adalah konsultan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-Undang ini.
12) Menteri adalah Menteri yang membawahkan Departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Hak Cipta.
13) Direktorat Jenderal adalah Direktorat Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
30
2. Sifat Hak Cipta
Hak Cipta memiliki sifat-sifat sebagaimana diatur dalam Pasal 2, Pasal
3 dan Pasal 4 UUHC Nomor 19 Tahun 2002, yaitu sebagai berikut:
a. Eksklusif dan Mutlak.
Pasal 2 UUHC menyatakan hak cipta itu adalah hak eksklusif, yang
member arti bahwa selain pencipta orang lain tidak berhak atasnya kecuali
atas izin pencipta. Sifat ini hanya ada pada Pencipta dan dapat
dipertahankan terhadap siapapun. Penjabaran dari sifat tersebut
menyebabkan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta mempunyai hak
monopoli, yaitu melarang siapapun tanpa persetujuannya untuk
mengumumkan, memperbanyak, atau menggunakan ciptaan tersebut
dengan tujuan mencari keuntungan.
Meskipun hak cipta dinilai bersifat monopolistik, namun kenyataan
itu harus dinilai secara utuh. Hal itu karena hukum hak cipta juga
mengatur prinsip keseimbangan antara kepentingan individu dan
masyarakat.
b. Hak cipta sebagai benda bergerak.
Sebagai benda bergerak, hak cipta dapat beralih dan dialihkan
seluruhnya atau sebagian karena: (1) Pewarisan; (2) Hibah; (3) Wasiat; (4)
Perjanjian Tertulis; atau (5) Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh
peraturan perundang-undangan.34
���������������������������������������� �������������������34 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Pasal 3 ayat (2)
31
Hak cipta tidak dapat dilakukan dengan penyerahan secara nyata
karena, ia mempunyai sifat yang manunggal dengan penciptanya dan
bersifat tidak berwujud vide penjelasan pasal 4 ayat (1) UUHC. Sifat
manunggal itu pula yang menyebabkan hak cipta tidak dapat digadaikan,
karena jika ia gadaikan itu berart si pencipta harus pula ikut beralih ke
tangan kreditur.35
Hak cipta tidak dapat dikuasai oleh orang lain seolah-olah ia
pemiliknya karena berdasarkan sifat kemanunggalannya, hak moral tetap
melekat pada di pencipta.
Hak cipta tidak dapat dialihkan secara lisan, melainkan harus
tertulis melalui akta otentik atau akta di bawah tangan, namun hal ini
dikecualikan terhadap peralihan hak cipta karena warisan. Peralihan hak
secara warisan terjadi karena secara otomatis tanpa memerlukan akta
terlebih dahulu, sebab pewaris yang sudah meninggal dunia tidak mungkin
dapat membuat akta peralihan hak cipta kepada ahli warisnya.
c. Tidak dapat disita.
Terhadap hak cipta yang dimiliki oleh pencipta baik yang sudah
diumumkan maupun yang belum, maka setelah pencipta meninggal dunia
ciptaan ini menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiat. Selanjutnya
ciptaan itu tidak dapat disita oleh pihak manapun. Alasan hak cipta tidak
dapat disita karena ciptaan bersifat pribadi dan melekat kepada pencipta,
dan oleh karena itu hak pribadi tidak dapat disita oleh orang lain.
���������������������������������������� ����������������������OK Saidin, Op.Cit, Hal.66.�
32
Apabila pencipta sebagai pemilik hak atau pemegang hak cipta
melakukan pelanggaran hukum atau ketertiban umum, maka yang dapat
dihukum adalah pemilik atau pemegang hak cipta. Jika perbuatan tersebut
diancam dengan hukuman, maka hukuman itu tidak mengenai hak cipta.
Hal tersebut berarti hak cipta tidak dapat disita atau dirampas atau
dilenyapkan, yang dapat disita atau dirampas atau dilenyapkan adalah hasil
ciptaannya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sifat dasar hak
cipta adalah karena hukum hak cipta bertujuan melindungi ciptaan-ciptaan
para pencipta yang terdiri dari pengarang, artis, musisi, dramawan,
pemahat, programmer komputer dan sebagainya. Hak-hak para pencipta
ini perlu dilindungi dari perbuatan orang lain yang tanpa ijin
mengumumkan atau memperbanyak karya cipta pencipta.
Pada dasarnya, hak cipta adalah sejenis kepemilikan pribadi atas
suatu ciptaan yang berupa perwujudan dari suatu ide pencipta di bidang
seni, sastra dan ilmu pengetahuan.36
3. Ruang Lingkup Hak Cipta dan Perlindungan Hukumnya.
Perlindungan hukum atas suatu ciptaan dimaksudkan agar para
pencipta maupun pemegang hak cipta merasa aman terhadap suatu hak yang
dimilikinya, dan juga diharapkan agar mampu meningkatkan gairah dalam
memproduksi suatu ciptaan yang lebih banyak lagi dan juga lebih bervariasi.
���������������������������������������� �������������������36 Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Op.Cit, Hal. 96.
33
Menurut L.J Taylor, yang dilindungi oleh hak cipta adalah ekspresi
dari sebuah ide, jadi bukan melindungi idenya itu sendiri.37 Dengan demikian
yang dilindungi adalah bentuk nyata sebagai sebuah ciptaan, bukan yang
masih merupakan gagasan. Bentuk nyata dari ciptaan tersebut dapat terwujud
khas dalam kesusastraan, seni maupun ilmu pengetahuan.
Di Indonesia sendiri secara jelas telah ditentukan jenis-jenis ciptaan
yang dilindungi oleh Undang-Undang, tepatnya Dalam Pasal 12 ayat (1)
UUHC Nomor 19 Tahun 2002, yaitu:
“Dalam Undang-Undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup:
a. Buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
b. Ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu; c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan; d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks; e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan
pantomim; f. Seni rupa dalam segala bentuk, seperti seni lukis, gambar, seni
ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g. Arsitektur; h. Peta; i. Seni batik; j. Fotografi; k. Sinematografi; l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain
dari hasil pengalihwujudan.
���������������������������������������� �������������������37 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit, Hal. 46.
34
Pada bagian lain UUHC telah pula menentukan ciptaan-ciptaan yang
tidak dilindungi hak ciptanya. Hal ini diatur dalam Pasal 13 UUHC yang
menyebutkan tidak ada hak cipta atas;
a. Hasil rapat terbuka Lembaga-lembaga Negara
b. Peraturan perundang-undangan.
c. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah.
d. Puusan pengadilan atau penetapan hakim, atau
e. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis
lainnya.
Lebih lanjut Pasal 15 UUHC menentukan pula syarat untuk tidak
dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, di samping sumbernya disebutkan
atau dicantumkan secara lengkap, ada syarat lain yang harus dipenuhi yaitu:
a. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari pencipta.
b. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian
guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar pengadilan.
c. Pengambilan ciptaan pihak lain baik seluruhnya maupun sebagian
guna keperluan:
1. Ceramah yang semat-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu
pengetahuan, atau;
35
2. Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran
dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
pencipta.
d. Perbanyakan suatu ciptaan ilmu pengetahuan, seni dan sastra dalam
huruf braile guna keperluan para tunanetra, kecuali jika
perbanyakan itu bersifat komersial.
e. Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara
terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh
perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan
dan pusat dokumentasi yang nonkomersial, semata-mata untuk
keperluan aktivitasnya.
f. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan
teknis atas karya arsitektur, seperti ciptaan bangunan.
g. Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik
program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan
sendiri.
4. Pendaftaran Hak Cipta
Salah satu perbedaan yang dianggap cukup penting antara Auteurswet
1912 dengan UUHC Nomor 19 Tahun 2002 adalah perihal pendaftaran hak
cipta. Auteurswet 1912 tidak ada sama sekali mencatumkan ketentuan tentang
pendaftaran hak cipta.38
���������������������������������������� �������������������38 Saidin, Op.Cit, Hal 89.
36
Menurut Prof Kollewijn ada dua jenis atau stelsel pendaftaran yaitu,
stelsel konstitutif dan stelsel deklaratif.39 Stelsel konstitutif, berarti bahwa hak
atas ciptaan baru terbit karena pendaftaran yang telah mempunyai kekuatan.
Sedangkan stelsel deklaratif ialah bahwa pendaftaran itu bukanlah
menerbitkan hak, melainkan hanya memberi dugaan atau sangkaan saja
menurut undang-undang bahwa orang yang hak ciptanya terdaftar itu adalah si
berhak sebenarnya sebagai pencipta dari hak yang didaftarkan. Dalam stelsel
konstitutif letak titik berat ada tidaknya hak cipta tergantung pada
pendaftarannya. Jika didaftarkan (dengan sistem konstitutif) hak cipta itu
diakui keberadaannya secara de jure dan de facto sedangkan pada stelsel
deklaratif titik beratnya diletakkan pada anggapan sebagai pencipta terhadap
hak yang didaftarkan itu, sampai orang lain dapat membuktikan sebaliknya.
Dengan rumusan lain, pada sistem deklaratif sekalipun hak cipta itu
didaftarkan undang-undang hanya mengakui seolah-olah yang bersangkutan
sebagai pemiliknya, secara de jure harus dibuktikan lagi, jika ada orang lain
yang menyangkal hak tersebut.40
Dalam sistem pendaftaran hak cipta menurut perundang-undangan Hak
Cipta Indonesia disebutkan bahwa pendaftaran ciptaan dilakukan secara pasif,
artinya bahwa semua permohonan pendaftaran diterima dengan tidak terlalu
mengadakan penelitian, mengenai hak pemohon, kecuali sudah jelas ada
���������������������������������������� �������������������39 Soekardono, Hukum Dagang Indonesia I, Tanpa tempat ; Dian Rakyat, 1981, Hlm.171. 40 Saidin, Loc.Cit.
37
pelanggaran hak cipta. Sikap pasif inilah yang membuktikan bahwa UUHC
Indonesia menganut sistem pendaftaran deklaratif.41
Hal ini dikuatkan pula oleh Pasal 36 UUHC yang menentukan ,
“Pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan tidak mengandung arti
sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud atau bentuk dari ciptaan yang
didaftarkan”.
Pendaftaran hak cipta, tidak berarti secara substantif Ditjen HKI
bertanggung jawab atas kebenaran (sebagai pemilik) karya cipta tersebut.
Ketentuan ini sangat penting. Boleh jadi sebagian kecil dari karya cipta itu
benar hasil ciptaannya, tetapi sebagian yang lain ditiru dari hasil karya cipta
orang lain. Dalam keadaan seperti ini Ditjen HKI tidak memasukkan hal
semacam ini sebagai bagian yang harus dipertanggungjawabkan olehnya.42
Pendaftaran hak cipta bukan merupakan suatu keharusan, karena tanpa
didaftarkan pun hak cipta dilindungi UUHC. Hanya saja ciptaan yang tidak
didaftarkan akan lebih sulit pembuktiannya apabila ada pelanggaran hak cipta,
jika dibandingkan dengan hak cipta yang didaftarkan.43
Itu artinya orang yang mendaftarkan hak cipta untuk pertama kalinya
tidak berarti sebagai pemilik hak yang sah karena bilamana ada orang lain
yang dapat membuktikan bahwa itu adalah haknya maka, kekuatan hukum
dari suatu pendaftaran ciptaan tersebut dapat dihapuskan.44
���������������������������������������� �������������������41 Ibid, Hal.90. 42 Ibid43 Sentosa Sembiring, Hak Kekayaan Intelektual Dalam Berbagai Peraturan Perundang-Undangan, Yrama Widya, Bandung, 2002, Hal.32. 44 Saidin, Op.Cit, Hal.91.
38
Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 5 ayat (1) UUHC yang
mengemukakan, kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta
adalah:
a. Orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum ciptaan pada
Direktur Jenderal atau;
b. Orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan
sebagai pencipta pada suatu ciptaan.
Permohonan pendaftaran ciptaan dapat diajukan oleh pencipta atau si
pemegang hak kepada Ditjen HKI dengan surat rangkap dua dan ditulis dalam
Bahasa Indonesia dan disertai biaya pendaftaran dan contoh ciptaan atau
penggantinya, demikian bunyi Pasal 37 ayat (2) UUHC.
Sesuai dengan sifatnya, hak cipta ini dapat beralih dan dialihkan maka,
pemilik hak cipta itu juga dapat berubah-ubah atau berpindah. Itu akan
menyebabkan dalam daftar umum ciptaan akan berubah nama, alamat dan
sebagainya. Perubahan ini akan dicatat dalam Berita Resmi Ciptaan.
Ketentuan untuk ini diatur dalam Pasal 41 dan 43 UUHC. Apabila daftar
umum ciptaan berubah maka daftar yang diumumkan dalam Berita Resmi
Ciptaan oleh Ditjen HKI harus pula diubah, demikian yang diisyaratkan oleh
Pasal 43 ayat (2).
Satu hal yang perlu dicatat bahwa dalam pemindahan hak atas
pendaftaran ciptaan yang didaftar dalam satu nomor hanya diperkenankan jika
seluruh ciptaan yang terdaftar itu dipindahkan haknya kepada penerima hak.
Maksudnya tidak boleh sebagian saja dari ciptaan yang didaftarkan dalam satu
39
nomor pendaftaran itu dialihkan. Ciptaan yang dialihkan itu harus totalitas,
utuh dan tidak boleh dipecah-pecah.45
Permohonan pendaftaran hak cipta diajukan kepada Menteri
Kehakiman melalui Dirjen HKI dengan surat rangkap dua, ditulis dalam
bahasa Indonesia di atas kertas polio berganda. Dalam surat permohonan itu
tertera:
a. Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta;
b. Nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta;
c. Nama, kewarganegaraan dan alamat kuasa;
d. Jenis dan judul ciptaan;
e. Tanggal dan tempat cipta diumumkan untuk pertama kali;
f. Uraian ciptaan rangkap tiga.
Adakalanya nama pencipta dan pemegang hak cipta orangnya berbeda.
Hal ini dapat terjadi bila ciptaan itu telah dialihkan kepada pihak lain,
misalnya kepada produser rekaman untuk rekaman lagu atau musik. Pihak lain
itu bisa siapa saja tergantung kepada siapa hak itu dialihkan (atau beralih) oleh
penciptanya.
Surat permohonan pendaftaran hanya dapat diajukan untuk satu
ciptaan. Selanjutnya dalam Pasal 11 disebutkan, pengumuman pendaftaran
ciptaan dalam Tambahan Berita Negara RI.
Jika dicermati Tambahan Berita Negara yang memuat pendaftaran hak
cipta, tampak bahwa pendaftar hak cipta jumlah yang terbesar di dominasi
���������������������������������������� �������������������45 Ibid, Hal.93.
40
oleh karya seni. Dengan terdaftarnya hak cipta seseorang dalam daftar ciptaan,
secara teoritis hak cipta maupun pemegang hak cipta sudah aman.
Seluruh rangkaian proses pendaftran hak cipta tersebut dikenakan
biaya. Besarnya biaya tergantung pada jenis permohonan. Permohonan
pendaftaran ciptaan, permohonan pemindahan hak, permohonan perubahan
nama dan alamat serta permohonan untuk mendapatkan petikan, harus
memenuhi biaya-biaya sebagai berikut:
a. Biaya permohonan pendaftaran suatu ciptaan adalah Rp 7.500,00
b. Biaya permohonan pencatatan pemindahan hak atas suatu ciptaan
yang terdaftar dalam daftar umum adalah Rp 7.500,00
c. Biaya permohonan pencatatan perubahan nama dan alamat dalam
daftar umum adalah Rp 2.500,00
d. Biaya permohona petikan tiap pendaftaran ciptaan dalam daftar
umum ciptaan adalah Rp 2.500,00 46
5. Jangka Waktu Pemilikan Hak Cipta
Sejarah perkembangan hak cipta di Indonesia sama seperti di luar
negeri, yakni dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan (sciences) dan
teknologi. Namun landasan berpijaknya tetap dipengaruhi oleh landasan
filosofis dan budaya hukum suatu Negara. Demikianlah jika kita lihat dalam
Auteurswet 1912 hak cipta hanya dibatasi jangka waktunya sampai 50 tahun,
tetapi dalam UUHC 1982, dibatasi hanya 25 tahun. Kemudian dalam UUHC
1987 dan 1997 kembali dimajukan menjadi selama hidup pencipta dan 50
���������������������������������������� �������������������46 Ibid, Hal.97.
41
tahun mengikuti ketentuan Berne Convention (sebelum di revisi) tahun 1967
yang kita ketahui diadopsi oleh Auteurswet 1912. Perubahan-perubahan dalam
ketentuan tersebut membuktikan begitu kuatnya pengaruh budaya hukum
asing ke dalam budaya hukum Indonesia. Ketika UUHC 1982 dilahirkan,
banyak alasan yang dikemukakan sepanjang menyangkut filosofis fungsi
sosial hak milik, dan disepakatilah jangka waktu hak cipta selama hidup si
pencipta ditambah dengan 25 tahun setelah meninggalnya si pencipta. Dalam
UUHC yang terakhir jangka waktu pemilikan hak cipta ditetapkan 50 tahun.
Ide mengenai pembatasan jangka waktu hak cipta, sebenarnya
didasarkan atas landasan filosofis tiap-tiap hak kebendaan termasuk hak cipta
fungsi sosial. Sehingga dengan diberinya pembatasan jangka waktu pemilikan
hak cipta maka diharapakan hak cipta itu tidak dikuasai dalam jangka waktu
yang panjang di tangan si pencipta yang sekaligus sebagai pemiliknya.
Sehingga dengan demikian dapat dinikmati oleh rakyat atau masyarakat luas
sebagai pengejawantahan dari asas tiap-tiap hak mempunyyai fungsi sosial.
Meskipun kenyataannya tidak persis demikian. Selama ini hak cipta yang
teelah berakhir masa berlakunya hanya menguntungkan pihak tertentu,
khususnya pihak produser dalam hal karya cipta lagu dan pihak penerbit
dalam hal karya cipta berupa buku atau hasil karya ilmiah lainnya.47
Dasar pertimbangan lain adalah hasil suatu karya cipta pada suatu
ketika harus dapat dinikmati oleh semua orang dan tidak hanya oleh orang
yang menciptakannya dengan tidak ada pembatasannya. Dengan
���������������������������������������� �������������������47 Ibid, Hal 108.
42
ditetapkannya batasan tertentu di mana hak si pencipta itu berakhir maka
orang lain dapat menikmati hak tersebut secara bebas, artinya ia boleh
mengumumkan atau memperbanyak tanpa harus minta izin kepada si pencipta
atau si pemegang hak, dan ini dianggap sebagai pelanggaran hak cipta.48
Dengan berakhirnya jangka waktu pemilikan tersebut maka jadilah
karya cipta itu sebagai milik umum, surat kuasa umum (publik domein).
Pembatasan jangka waktu hak cipta yang tercantum dalam UUHC bukanlah
satu-satunya peraturan hak cipta yang memberikan batasan. Dengan kata lain,
di samping UUHC pembatasan yang sama juga dikenal dalam auteurswet
1912, Konvensi Bern, Universal Copy Rights Convention dan berbagai
Konvensi dan Kesepakatan Internasional lainnya.49
Mengenai jangka waktu perlindungan hak cipta, UUHC dan Konvensi
internasional membedakan pula jangka waktu perlindungan hak cipta yang
didasarkan pada bentuk dan sifat ciptaan.50
6. Pengaturan Hak Cipta Dalam Berbagai Konvensi Internasional
Konvensi internasional adalah perjanjian internasional. Mengenai
definisi perjanjian inrenasional sangat banyak kita temui peristilahannya.
Istilah yang sering digunakan untuk perjanjian itu, adalah; treaty (traktat), pact
(pacta), convention (konvensi), charter, declaration, protocol, arrangement,
accord, modus, Vivendi, covenant, dan lain-lain sebagainya.51
���������������������������������������� �������������������48 Ibid, Hal.109. 49 Ibid. 50 Ibid, Hal.111. 51 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta, Jakarta, 1978, Hal.111.
43
Mochtar memberikan definisi bahwa, “Perjanjian Internasional itu
adalah suatu perjanjian yang diadakan antaranggota masyarakat bangsa-
bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu.”52
Mengenai istilah konvensi untuk perjanjian internasional adalah
merupakan istilah yang paling populer.53
a. Konvensi Bern 1886 tentang Perlindungan Karya Sastra dan Seni.
Di dalam Mukadimah naskah asli. Konvensi Bern, para kepala
negara pada waktu itu menyatakan bahwa yang melatarbelakangi
diadakannya konvensi ini adalah:
“ . . . being equally animated by the desire to protect, in as
effective and uniform a manner as possible, the rights of authors in
their literary and artistic works.”54
“ . . . dengan adanya persamaan dalam mewujudkan perlindungan
yang efektif dan keseragaman yang dimungkinkan atas hak-hak
Pencipta atas karya sastra dan karya seninya.”
Konvensi Bern 1886, pada garis besarnya memuat tiga prinsip
dasar, berupa sekumpulan ketentuan yang mengatur standar minimum
perlindungan hukum (minimum standard of protection) yang diberikan
kepada pencipta dan juga memuat sekumpulan ketentuan yang berlaku
���������������������������������������� �������������������52 Ibid, Hal.109. 53 Syahmin, Hukum Perjanjian Internasional Menurut Konvensi Wina, Bandung, Armico, 1985, Hal.3. 54 Eddy Damian, Op.Cit, Hal. 59.
44
khusus bagi negara-negara berkembang. Tiga prinsip dasar yang dianut
Konvensi Bern, yaitu:
(1) Prinsip national treatment:
Ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian
(yaitu ciptaan seorang warga negara, negara peserta perjanjian,
atau suatu ciptaan yang pertama kali diterbitkan di salah satu
negara peserta perjanjian) harus mendapat perlindungan hukum
hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta
warga negara sendiri.
(2) Prinsip automatic protection:
Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung
tanpa harus memenuhi syarat apapun (must not be conditional upon
compliance with any formality).
(3) Prinsip independence of protection:
Suatu perlindungan hukum diberikan tanpa harus bergantung
kepada pengaturan perlindungan hukum negara asal pencipta.55
Mengenai pengaturan standar-standar minimum perlindungan
hukum ciptaan-ciptaan, hak-hak pencipta dan jangka waktu perlindungan
yang diberikan, pengaturannya adalah sebagai berikut:
(1) Ciptaan yang dilindungi, adalah semua ciptaan di bidang sastra,
ilmu pengetahuan dan seni, dalam bentuk apapun perwujudannya.
���������������������������������������� �������������������55 Ibid, hal. 61.
45
(2) Kecuali jika ditentukan dengan cara reservasi (reservation),
pembatasan (limitation) atau pengecualian (exception) yang
tergolong sebagai hak-hak eksklusif adalah:
a. Hak untuk menerjemahkan;
b. Hak mempertunjukkan di muka umum ciptaan drama, drama
musik, dan ciptaan musik;
c. Hak mendeklamasi (to recite) di muka umum ciptaan sastra;
d. Hak penyiaran (broadcast);
e. Hak membuat reproduksi dengan cara dan bentuk perwujudan
apapun;
f. Hak menggunakan ciptaannya sebagai bahan untuk ciptaan
audiovisual;
g. Hak membuat aransemen (arrangement) dan adaptasi
(adaptations) dari suatu ciptaan.56
Selain hak-hak eksklusif ini, Konvensi Bern juga mengatur
sekumpulan hak yang dinamakan hak-hak moral (droit moral). Yang
dimaksud dengan hak ini adalah hak pencipta untuk mengklaim sebagai
untuk mengajukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang bermaksud
mengubah, mengurangi, atau menambah keaslian ciptaannya, yang dapat
meragukan kehormatan dan reputasi pencipta.
Hak-hak moral yang diberikan kepada seorang pencipta, menurut
seorang penulis mempunyai kedudukan yang sejajar dengan hak-hak
���������������������������������������� �������������������56 Ibid, Hal.61-62.
46
ekonomi yang dimiliki pencipta atas ciptaannya. Seorang penulis dari
Perancis Desbois dalam bukunya Le Driot d’auteur (1966) berpendapat
bahwa sebagai suatu doktrin, hak moral seorang pencipta mengandung
empat makna, yaitu:
(1) Droit de publication: hak untuk melakukan atau tidak melakukan
pengumuman ciptaannya;
(2) Droit de repentier: hak untuk melakukan perubahan-perubahan
yang dianggap perlu atas ciptaannya, dan hak untuk menarik dari
peredaran, ciptaan yang telah diumumkan;
(3) Droit au respect: hak untuk tidak menyetujui dilakukannya
perubahan-perubahan atas ciptaannya oleh pihak lain;
(4) Droit a la paternite: hak untuk mencantumkan nama pencipta; hak
untuk tidak menyetujui perubahan atas nama pencipta yang akan
dicantumkan; dan hak untuk mengumumkan pencipta sebagai
pencipta setiap waktu yang diinginkan.57
Bagi negara-negara yang tergolong negara-negara berkembang,
Konvensi Bern menetapkan beberapa pasal yang member kemudahan-
kemudahan tertentu. Pengaturannya dikelompokkan tersendiri dalam suatu
dokumen yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Konvensi
Bern yang direvisi di Stockholm 14 Juli 1967. Bersamaan waktu revisi,
suatu perjanjian dilampirkan protokol perjanjian dilampirkan pada
Konvensi Bern lama. Revisi Konvensi Bern di Stockholm, kemudian
���������������������������������������� �������������������57 Ibid, Hal.63.
47
disusul dengan Revisi pada tahun 1971 di Paris yang antara lain mengubah
Protokol Konvensi Bern dengan Revisi di Stockholm 1967, menjadi
Appendix.58
Kemudian protokol ini telah diberi tempat dalam appendix
(tambahan/lampiran) tersendiri dalam konvensi ini. Hal ini ditegaskan oleh
Pasal 21 dari teks Konvensi Bern yang terjemahannya berbunyi,
“Ketentuan-ketentuan khusus yang berkenaan dengan negara berkembang
dimasukkan dalam appendix tersendiri, appendix ini merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari konvensi ini”.59
Oleh karena itu, dengan adanya protokol Stockholm ini maka
negara-negara berkembang mendapatkan pengecualian atau reserve yang
berkenaan dengan perlindungan yang diberikan oleh Konvensi Bern.
Pengecualian atau reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang
melakukan ratifikasi dari protokol yang bersangkutan. Negara yang
hendak melakukan pengecualian yang semacam itu dapat melakukan itu
demi kepentingan ekonomi, sosial atau kulturalnya.60
Menurut ketentuan umum Konvensi Bern seorang pencipta
mempunyai hak eksklusif untuk membuat terjemahan dan/atau memberi
ijin kepada orang lain untuk membuat terjemahan dari ciptaan asli yang
merupakan ciptaannya (Pasal 8). Demikian pula seorang pencipta juga
mempunyai hak eksklusif untuk memberi ijin kepada orang lain
���������������������������������������� �������������������58 Ibid, Hal.65. 59 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit, Hal.218. 60 BPHN, Seminar Hak Cipta, Jakarta, Binacipta, 1976, Hal.275.
48
melakukan reproduksi dari ciptaannya dengan cara atau bentuk apapun
(Pasal 9).61
Pasal II Protocol Stockholm mencantumkan kemungkinan untuk
memperoleh lisensi (izin) secara paksa untuk menerjemahkan karya-karya
luar negeri. Di samping itu juga memuat ketentuan mengenai pembatasan
jangka waktu perlindungan hak cipta. Ketentuan yang diterima 50 tahun
dalam Konvensi Bern (Pasal 7), untuk negara berkembang dengan
protokol Stockholm dikurangi menjadi 25 tahun setelah meninggalnya si
pencipta.62
b. Konvensi Roma 1961 tentang Perlindungan Pelaku, Produser
Rekaman, dan Lembaga Penyiaran
Prakarsa diadakannya konvensi ini adalah Bern Union dalam
rangka usahanya untuk lebih memajukan perlindungan hak cipta di seluruh
dunia, khususnya perlindungan hukum internasional terhadap mereka yang
mempunyai hak-hak yang dikelompokkan dengan nama hak-hak terkait
(neighboring rights/related rights).
Berlakunya Konvensi Roma 1961 terhadap negara-negara anggota
Persetujuan TRIPs, adalah karena ditunjuk oleh Persetujuan TRIPs itu
sendiri, dimana konvensi ini berisikan pengaturan tentang perlindungan
bagi pelaku pertunjukan, produser rekaman dan lembaga penyiaran.
Namun bila kita lihat isi daripada konvensi ini yang dimuat dalam
Persetujuan TRIPs tidaklan merupakan keseluruhan isi dari konvensi
���������������������������������������� �������������������61 Eddy Damian, Op.Cit, Hal.65. 62 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit, Hal.219.
49
tersebut. Adapun pasal-pasal dari konvensi ini yang ada dimuat dalam
persetujuan TRIPs keseluruhannya adalah sebagai berikut, yaitu: Pasal 1,
2, 3, 4, 5, 6, 10, 12, 13, 14, 15, dan 19.63
Yang menjadi permasalahan pokok yang dituangkan dalam
ketentuan konvensi ini adalah mengenai perlindungan bagi pelaku
pertunjukan produser rekaman dan lembaga penyiaran. Pemberian jaminan
perlindungan seperti yang dimaksud dalam konvensi ini didasarkan kepada
beberapa syarat tertentu, hal ini dapat kita lihat pada isi Pasal 2, dan 5 dari
konvensi ini yang berturut-turut isinya yang merupakan terjemahan dalam
bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Penampilan/pertunjukan tersebut dilaksanakan di negara penanda tangan lainnya.
b. Pertunjukan tersebut satu perusahaan dengan sebuah perusahaan rekaman yang dilindungi dengan Pasal 5 konvensi ini.
c. Pertunjukan tidak diselesaikan di sebuah perusahaan rekaman, namun disiarkan melalui penyiaran yang dilindungi dengan Pasal 6 konvensi ini.
Jaminan perlindungan yang diberikan oleh konvensi ini diberi
batasan waktu, untuk melihat berapa lamakan batas waktu jaminan
perlindungan tersebut, dapat dilihat pada Pasal 14 yang terjemahan isinya
adalah : waktu minimum atas perlindungan. Istilah perlindungan dijamin
konvensi ini hingga akhir periode 20 (dua puluh) tahun sejak akhir tahun
yang mana:
a. Penggubahan dibuat untuk rekaman dan penampilan di perusahaan
mereka.
���������������������������������������� �������������������63 Ibid, Hal.213.
50
b. Penampilan mengambil tempat untuk menampilkan tidak termasuk
dalam rekaman.
c. Penyiaran mengambil tempat.64
c. Persetujuan tentang Aspek-aspek Perdagangan yang Terkait Dengan
Hak Milik Intelektual 1994 (Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights/TRIPs).
Sebagaimana halnya perjanjian multilateral lainnya, TRIPs
memiliki ketentuan dan prinsip-prinsip dasar bagi para anggotanya dalam
melaksanakan aturannya. Ketentuan dan prinsip-prinsip dasar tersebut,
antara lain yang terpenting yaitu:
1) Ketentuan Free to Determine.
Yaitu ketentuan yang memberikan kebebasan kepada para
anggotanya untuk menentukan cara-cara yang dianggap sesuai
untuk menerapkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam
TRIPs ke dalam sistem dan praktek hukum mereka. Mereka dapat
menerapkan sistem perlindungan yang lebih luas dari yang
diwajibkan oleh TRIPs, sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam persetujuan tersebut.
2) Ketentuan Intellectual Property Convention
Yaitu ketentuan yang mengharuskan para anggotanya
menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan berbagai
konvesi internasional di bidang hak milik intelektual, khususnya
���������������������������������������� �������������������64 Ibid, Hal.215.
51
Konvensi Paris, Konvensi Bern, Konvensi Roma, dan Treaty on
Intellectual Property in Respect of Integrated Circuit.
3) Ketentuan National Treatment
Prinsip perlakuan sama ini tidak hanya berlaku untuk warga negara
perseorangan, tetapi juga badan-badan hukum.
4) Ketentuan Most-Favoured-Nation-Treatment
Ketentuan ini bertujuan menghindarkan terjadinya perlakuan
istimewa yang berbeda (diskriminasi) suatu negara terhadap negara
lain dalam memberikan perlindungan Hak Milik Intelektual. Setiap
negara anggota diharuskan memberikan perlakuan yang sama
terhadap anggota-anggota lainnya.
5) Ketentuan Exhaution
Yaitu ketentuan yang mengharuskan para anggotanya, dalam
menyelesaikan sengketa, untuk tidak menggunakan suatu ketentuan
pun di dalam persetujuan TRIPs sebagai alasan tidak optimalnya
pengaturan Hak Milik Intelektual di dalam negeri mereka.65
TRIPs mengandung beberapa unsur yang perlu dicermati oleh
negara-negara yang bermaksud untuk menyesuaikan perundang-undangan
nasionalnya di bidang HKI, yaitu:
(1) Unsur yang berupa norma-norma baru;
(2) Unsur yang berupa standar-standar yang lebih tinggi;
(3) Unsur yang berupa penegakan hukum yang ketat.
���������������������������������������� �������������������65 Ibid, Hal.209.
52
Di bidang hak cipta yang dapat dikategorikan sebagai unsur yang
berupa norma-norma baru dapat disebutkan sebagai contoh adalah:
pengaturan perlindungan hukum terhadap mereka yang digolongkan
sebagai pelaku, produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran.66
d. Konvensi Hak Cipta Universal 1955
Konvensi Hak Cipta Universal adalah suatu perjanjian multilateral
di bidang hak cipta, yang menjadi suatu konvensi yang mempunyai daya
tarik sendiri bagi negara-negara berkembang, karena adanya beberapa
kemudahan, diantaranya: pengaturan mengenai standard minimum dari
hak-hak eksklusif yang hanya memakai kriteria sederhana; hak
menerjemahkan yang dapat diperoleh oleh warga negara berkembang
dengan adanya Compulsory licensing/dwang licentie; dan syarat-syarat
jangka waktu minimum perlindungan yang pengaturannya sangat
longgar.67
Jika kita bandingkan antara Konvensi Bern dengan Konvensi
Universal Hak Cipta ini, perbedaannya terletak pada dasar falsafah yang
dianutnya. Konvensi Bern menganut dasar falsafah Eropa yang
menganggap hak cipta sebagai hak alamiah daripada si pencipta pribadi,
sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli.
Sedangkan Konvensi Universal Hak Cipta mencoba untuk
mempertemukan antara falsafah Eropa dengan falsafah Amerika
(walaupun akhirnya falsafah Amerika yang dikedepankan), yang ���������������������������������������� �������������������66 Eddy Damian, Op.Cit, Hal.89. 67 Edy Suryono, Praktek Ratifikasi Perjanjian Internasional di Indonesia, Bandung, CV.Remadja Karya, 1984, Hal.5.
53
memandang hak monopoli diberikan kepada si pencipta diupayakan pula
untuk memperhatikan kepentingan umum. Sehingga Konvensi Universal
Hak Cipta menganggap bahwa hak cipta itu ditimbulkan oleh karena
adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta.
Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat
ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.68
UUHC 1982 yang diperbaharui dengan UUHC 1987 dan UUHC
1997 menganut sistem yang terakhir ini, dimana hak cipta itu dilahirkan
oleh undang-undang, dan disana diberikan pembatasan-pembatasan
tertentu yang antara lain menyebutkan bahwa hak cipta itu berfungsi
sosial.
7. Hak-hak Terkait Dengan Hak Cipta (Neighboring Rights)
Neighboring rights adalah sebuah ungkapan singkat (abbreviated
expression) untuk sebutan yang lebih panjang yang lebih tepat yakni Rights
Neighboring on Copy rights. Dalam terminology lain neighboring rights
dirumuskan juga sebagai Rights Related to, or “neighboring on” copy rights
(hak yang ada kaitannya, yang ada hubungannya dengan atau “berdampingan
dengan” hak cipta).69
Dalam neighboring rights terdapat 3 (tiga) hak yaitu:
1. The rights of performing artists in their performances (hak penampilan
artis atas tampilannya).
���������������������������������������� �������������������68 BPHN, Op.Cit, Hal.357 69 OK Saidin, Op.Cit, Hal.133.
54
2. The rights producers of phonograms in their phonograms (hak produser
rekaman suara atau fiksasi suara atas karya rekaman suara tersebut).
3. The rights of broadcasting organizations in their radio and television
broadcasts (hak lembaga penyiaran atas karya siarannya melalui radio dan
televisi).
Istilah neighboring rights, dalam lapangan perlindungan hukum HKI
pengaturannya antara lain dijumpai dalam Rome Convention (1961). Untuk
istilah ini ada yang meneremahkannya dengan istilah hak yang bertetangga
dengan hak cipta, ada pula yang menerjemahkannya dengan istilah yang
berhubungan dengan hak cipta, dan terakhir UUHC Indonesia
menerjemahkannya dengan istilah hak yang berkaitan dengan hak cipta.70
Tidak ada perbedaan yang tajam antara hak cipta (copy rights) dengan
neighboring rights. Sebuah karya pertunjukan atau karya seni lainnya yang
disiarkan oleh lembaga penyiaran, di dalamnya terdapat perlindungan hukum
kedua hak ini. Copy rights berada di tangan pencipta atau produsernya,
sedangkan neighboring rights dipegang oleh lembaga penyiaran yang
mengumandangkan siaran tersebut.71
Dalam Pasal 49 UUHC secara rinci diuraikan tentang ruang lingkup
atau cakupan Neighboring Rights yang meliputi:
(1) Pelaku memiliki hak eksklusif untuk member izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar dari pertunjukannya.
���������������������������������������� �������������������70 Ibid, Hal.134. 71 Ibid.
55
(2) Produser rekaman suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi.
(3) Lembaga penyiaran memiliki hak eklsklusif untuk member izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak dan/atau myiarkan ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atu melalui sistem elektromagnetik lain.
Hukum hak cipta bertujuan melindungi ciptaan-ciptaan para pencipta
yang dapat terdiri dari pencipta, artis, musisi, dramawan, pemahat,
programmer komputer dan sebagainya. Hak-hak pencipta ini perlu dilindungi
dari perbuatan orang lain yang tanpa ijin mengumumkan atau memperbanyak
karya cipta pencipta.
Oleh karena itu, pencipta mempunyai hak eksklusif yang terdiri dari
1. Hak moral
a. Hak untuk melakukan atau tidak melakukan pengumuman
ciptaannya;
b. Hak untuk melakukan perubahan-perubahan yang dianggap perlu
atas ciptaannya, dan hak untuk menarik dari peredaran, ciptaan
yang telah diumumkan;
c. Hak untuk tidak menyetujui dilakukannya perubahan-perubahan
atas ciptaannya oleh pihak lain;
d. Hak untuk mencantumkan nama pencipta; hak untuk tidak
menyetujui perubahan atas nama pencipta yang akan dicantumkan;
dan hak untuk mengumumkan pencipta sebagai pencipta setiap
waktu yang diinginkan.
56
2. Hak ekonomi
a. Hak untuk mengumumkan (performing rights);
b. Hak untuk memperbanyak (mechanical rights).
B. Pengaturan Hak Mengumumkan (Performing Rights) dalam Perundang-
undangan di Indonesia
Performing rights adalah hak eksklusif untuk menyiarkan,
menampilkan, menayangkan, memutarkan komposisi atau karya lagu yang
sudah dibuat kepada khalayak luas. Hak ini dapat diberikan pemegang lisensi
kepada pihak lain untuk menyiarkan karyanya. Jadi, bila ada orang yang ingin
mememutarkan lagu di radio, televisi, kafe, klub, mall, warnet,tempat karaoke,
restoran atau memainkan lagu di konser-konser maka orang tersebut harus
mendapatkan ijin untuk mendapatkan performing rights atau public
performance rights.72
Menurut Pasal 1 angka 5 UUHC Nomor 19 Tahun 2002, pengertian
Pengumuman adalah sebagai berikut:
“Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.”
Menikmati lagu dari kaset yang kita beli tentu telah menjadi hak dari si
pembeli. Namun ternyata hak si pembeli tersebut tidak meliputi hak
mengumumkannya kepada khalayak terutama untuk kepentingan komersial.
���������������������������������������� �������������������72 Widi, Kopi Right?, http://widiasmoro.multiply.com/journal/item/257/Kopi_Right, 14 January 2008.
57
Kegiatan mengumumkan ciptaan musik tersebut ternyata telah memasuki
wilayah hak eksklusif lainnya yaitu hak mengumumkan. Pencipta (atau
pemegang hak) telah menerima hasil dari mechanical rights namun ternyata
masih berhak atas hak mengumumkan (performing rights).
Performing rights tereksploitasi melalui berbagai penggunaan lagu,
baik untuk kegiatan penyiaran maupun pertunjukan yang berdimensi
komersial. Sebagai salah satu user, pengusaha Karaoke mendapatkan “lagu-
lagu” melalui media rekaman. Yaitu, VCD. Demikian pula users yang lain
yang mendapatkannya melalui kaset atau CD, misalnya diskotek, hotel,
restauran, radio, dan perusahaan jasa penerbangan. Yang terakhir ini memang
hanya memerlukan media audio dan tidak memerlukan sarana visual. Secara
keseluruhan para users berkewajiban membayar sejumlah royalti atas
pemakaian lagu-lagu untuk kepentingan yang bersifat komersial. Royalti
diberikan kepada pencipta lagu. Di Indonesia, saat ini royalti hanya diberikan
kepada pencipta lagu. Padahal, penggunaan performing right itu hanya dapat
berlangsung melalui media pengantar kaset, CD dan VCD tadi.
Perbuatan berikut ini, secara faktual dapat dikategorikan sebagai
perbuatan pengumuman:
1) Radio atau televisi yang menyiarkan lagu-lagu yang sudah direkam
di kaset, CD, dan VCD;
2) Tempat-tempat hiburan, seperti diskotik, karaoke, pub, dan lain-
lain yang sehari-harinya memutarkan lagu yang sudah direkam di
kaset, CD, dan VCD;
58
3) Restoran, mall, toko-toko, dan lain-lain yang sering memutarkan
lagu yang sudah direkam di kaset, CD, dan VCD;
4) Penyanyi yang menyanyikan (menyuarakan) lagu ciptaan orang
lain di tempat hiburan, di panggung pertunjukan, di televisi, atau di
tempat lain;
5) Penyanyi atau bukan penyanyi yang menyanyikan (menyuarakan)
lagu ciptaan orang lain dalam acara tertentu, misalnya pada acara
pengumpulan dana untuk korban bencana alam, dimana lagu itu
dilelang.
Kalau perbuatan-perbuatan itu dilakukan tanpa terlebih dahulu
meminta izin kepada pihak yang berhak, maka jelaslah perbuatan-perbuatan
itu menjadi perbuatan yang dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan
suatu ciptaan, yang berarti melanggar Pasal 72 ayat (1) UUHC.
Hak mengumumkan ini dimiliki oleh pemusik, dramawan, maupun
seniman lainnya yang karyanya terungkap dalam bentuk pertunjukan. Karena
ketika suatu karya tersebut dipertunjukan, diperdengarkan, dibaca dan dilihat
oleh orang lain melalui media atau sarana seperti alat perekam, kamera,
televisi, radio atau teknologi lainnya yang dapat menjadi pengantar atau
fasilitator untuk dapat dilihat, dibaca, didengar, atau dipertunjukan kepada
khalayak ramai.73
Pihak yang akan terkena dampak langsung dari sistem performing
rights adalah pihak-pihak yang dalam aktivitas bisnisnya dalam skala besar
���������������������������������������� �������������������73 Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, PT.Citra Aditya, Bandung, 2001, Hal.19.
59
atau kecil menampilkan lagu sebagai alat pendukung usahanya, baik sebagai
pendukung utama ataupun bukan. Oleh karena itu, setiap cafe, bar, restoran
atau tempat karaoke yang memutarkan sebuah lagu di jam operasionalnya
diwajibkan untuk membayar royalti, baik secara langsung kepada pencipta
lagu melalui publisher, atau melalui organisasi performing rights.
Di sisi lain, sistem performing rights merupakan sebuah bukti nyata
dari keputusasaan yang dialami oleh para partisan hak cipta di industri musik
Indonesia, ketika mereka merasa semakin lemah dan tidak mempunyai daya
lagi untuk memberantas para pembajak yang divonis sebagai pencuri secara
mutlak.
Pengaturan tentang hak mengumumkan (performing rights) ini
terdapat dalam Konvensi Bern dan Konvensi Universal Hak Cipta (copy
rights), bahkan diatur secara tersendiri dalam Konvensi Roma 1961. Untuk
mengurus hak mengumumkan (performing rights) dibentuk suatu lembaga
Performing Rights Society yang mengorganisir musikus, komposer, pencipta,
serta penerbit karya cipta musik lainnya, serta mengumpulkan dan
mendistribusikan royalti kepada pencipta.
Inggris, Perancis, Italia, Amerika, dan Jerman adalah negara-negara
yang menerapkan sistem performing rights sejak tahun 1842 hingga 1915
dijadikan panutan utama dalam penerapan sistem performing rights di
Indonesia.
�
�
60
BAB III
HAK MENGUMUMKAN (PERFORMING RIGHTS)
DALAM PENGGUNAAN LAGU ATAU MUSIK
DI TEMPAT HIBURAN KARAOKE
A. Pihak-pihak yang Terkait Dalam Usaha Tempat Hiburan Karaoke
Seiring dengan perkembangan gaya hidup masyarakat yang semakin
modern, kebiasaan sehari-hari pun ikut berubah. Mulai dari kebiasaan
bersosialisasi, mencari hiburan dan rekreasi, sampai dengan kebiasaan
konsumsi pun mengalami perubahan yang dramatis dalam beberapa tahun
terakhir ini. Salah satu pengaruh yang utama adalah karena kesibukan dan
mobilitas masyarakat yang semakin meningkat disamping pengaruh
globalisasi yang membawa serta gaya hidup dan kebudayaan masyarakat
negara maju. Sebagai contoh, bila sebelumnya orang-orang lebih sering
menyantap hidangan di rumah, maka belakangan ini kebiasaan itu mulai
disalurkan di luar rumah, seperti di restoran maupun mal. Demikian pula
halnya dengan fenomena tempat-tempat clubbing, fitness center, dan karaoke
yang dibanjiri pengunjung, semakin mengukuhkan berubahnya gaya hidup
yang lebih banyak dilakukan di luar rumah. Sejalan dengan perkembangan itu,
melihat adanya peluang yang besar untuk mengakomodasi kebutuhan
masyarakat, khususnya dalam menyediakan tempat hiburan karaoke keluarga
61
yang modern, sopan, namun tetap terjangkau harganya. Banyak wirausahawan
yang berminat untuk membuka tempat hiburan karaoke.
Berikut akan kita uraikan pihak-pihak yang terkait dalam usaha
hiburan karaoke ini, antara lain:
1. Investor
Investor adalah penanam modal atau uang; orang yang menanamkan
uangnya dalam usaha dengan tujuan mendapatkan keuntungan.74 Biasanya
seorang investor akan melakukan riset sebelum dia memutuskan untuk
melakukan investasi. Jika dia ingin melakukan investasi dengan membeli
saham suatu perusahaan, besar kemungkinan dia akan mempelajari laporan
keuangan suatu perusahaan tersebut, juga kinerja perusahaan tersebut dalam
meraih laba.75 Setidaknya ada rincian investasi yang harus diinvestasikan dan
juga perkiraan pendapatan yang akan didapatkan sebagai acuan.
Dalam dunia keuangan, investor merujuk pada perorangan ataupun
perusahaan yang secara tetap melakukan pembelian saham, obligasi, ataupun
surat berharga lainnya untuk memperoleh suatu keuntungan finansial untuk
digunakan sebagai pembiayaan ataupun pengembangan perusahaan.
Terkadang istilah investor ini juga digunakan untuk menyebutkan seseorang
yang melakukan pembelian properti, mata uang, komoditi, derivatif, rumah
tinggal ataupun aset lainnya untuk memperoleh keuntungan dan bukan
merupakan profesinya serta hanya untuk suatu jangka pendek saja76
���������������������������������������� �������������������74 Desy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Amelia Surabaya, Surabaya, 2003, Hal.193. 75 http://e-keuangan.blogspot.com/2009/03/investor-trading.html76 http://id.wikipedia.org/wiki/investor.
62
Ada beberapa jenis investor misalnya:
a. Investor perorangan (termasuk Real estate investment trust yang atas
nama perorangan dan suatu perusahaan yang dibentuk guna mengelola
dana investasi)
b. Kolektor dari benda seni, benda antik dan sesuatu lainnya yang
bernilai.
c. Investor penyandang dana, yang dalam bahasa asing disebut angel
investor (atau di Eropa disebut “business angel”, yaitu seseorang yang
memiliki dana yang diberikan kepada suatu perusahaan untuk
digunakan sebagai modal awal suatu usaha dengan imbalan saham dari
perusahaan tersebut.
d. Modal ventura, yang merupakan investasi kolektif dari beberapa orang,
perusahaan dana pensiun, dana cadangan asuransi ataupun sumber
lainnya.
e. Bank investasi
f. Bisnis dalam bidang investasi
g. Kontrak investasi kolektif
h. Reksadana, hedge fund reksadana tertutup dan penempatan dana
lainnya.
2. Distributor/Supplier
Distributor adalah perusahaan yang bergerak di bidang distribusi.
Distribusi adalah aktivitas menggerakan atau memindahkan barang dan jasa
dari produsen ke konsumen.
63
Distribusi mencakup pemindahan bahan mentah dari pemasok ke
perusahaan yang memulai, memproses dan memproduksi barang. Distribusi
juga mencakup penyimpanan atau penggudangan dan pemrosesan bahan baku
menjadi barang jadi, pengepakan, pengendalian sediaan bahan, serta
transportasi ke pemakai akhir.77
Selain penjelasan di atas ada pula pengertian tentang
Supplier/penyedia barang /jasa adalah orang atau badan hukum yang
menyediakan barang dan/atau jasa untuk dapat digunakan atau dioperasikan
dalam waktu yang telah ditentukan.78
Salah satu supplier tempat karaoke ialah PT Kodi Electronics
Indonesia, perusahaaan penyedia software/hardware karaoke di INUL
VIZTA. Perangkat ini berisi ratusan bahkan ribuan lagu, yang terdiri dari lagu-
lagu Indonesia, barat, daerah,dangdut, mandarin, korea, dan lain-lain.
Selain PT Kodi Electronics Indonesia, banyak terdapat supplier
software/hardware untuk usaha karaoke, seperti CV.Sentra Komputindo.
Perusahaan supplier ini tidah hanya menawarkan software yang berisikan
lagu-lagu karaoke, melainkan menawarkan juga sound system audio, computer
supplier, software billing karaoke, televisi, mic dan lain-lain yang mendukung
tempat hiburan karaoke, beserta dengan harga-harganya.79
3. Customer/Pelanggan Hiburan Karaoke
Di dalam realitas bisnis tidak jarang dibedakan antara Consumer
(konsumen) dengan Customer (pelanggan). Di dalam konteks ini, maka yang ���������������������������������������� �������������������77 Ibid, Hal 222. 78 Desy Anwar, Op.Cit, Hal.409. 79 Lihat lampiran penawaran software karaoke
64
dimaksud degan konsumen adalah semua orang atau masyarakat, termasuk
pelanggan. Sedangkan pelanggan adalah konsumen yang telah mengkonsumsi
suatu produk yang diproduksi oleh produsen tertentu.80
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen,
“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Customer hiburan karaoke disini adalah pengguna jasa hiburan
karaoke atau pengunjung tempat hiburan karaoke. Tempat-tempat karaoke
sekarang ini, lebih banyak mengusung konsep karaoke keluarga dimana
customer-nya pun berasal dari berbagai kalangan, usia dan profesi, baik itu
anak-anak, remaja, dewasa, maupun orang tua. Sekaligus bisa menjadi tempat
berkumpul dan hiburan keluarga. Karena konsepnya yang santai, tempat
karaoke sekarang banyak dijadikan tempat rapat oleh kalangan pekerja.
Biasanya rapat diadakan di kantor dengan suasana yang serius, namun
sekarang rapat bisa dilakukan dengan santai, selain urusan pekerjaan yang
terselesaikan, para pekerja juga dapat menghilangkan kejenuhan yang dialami
di tempat kerjanya.
Karaoke keluarga pun tidak memiliki citra yang negatif, sehingga
anak-anak remaja atau kalangan anak muda sekarang banyak yang datang ke
tempat karaoke. Selain tidak bercitra negatif, karaoke keluarga sekarang ini
���������������������������������������� �������������������80 Johannes Gunawan, Pertanggungjawaban Produk (Product Liability), Universitas Katolik Parahyangan Program Pascasarjana 1996, Hal.21.
65
fasilitasnya lebih baik, dengan harga yang terjangkau oleh orang/kalangan
muda, yang masih belum bekerja atau kelas menengah.
4. Pemerintah/Aparat Penegak Hukum.
Tempat hiburan karaoke harus memiliki ijin usaha dari pemerintah
agar karaokenya dapat beroperasi. Untuk memperoleh ijin yang dimaksud,
pengusaha yang bersangkutan, yang berdomisili di daerah, harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Walikotamadya Kepala Daerah.
Dalam Pasal 4 ayat (3) Peraturan Daerah Kotamdya Daerah Tingkat II
Bandung Nomor 33 Tahun 1998 Tentang Ijin Usaha Kepariwisataan
Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung, disebutkan lampiran yang harus
dilampirkan oleh pengusaha tempat hiburan karaoke, agar mendapatkan ijin
usaha, yaitu:
(1) Fotocopy Surat ijin Undang-undang Gangguan (HO); (2) Bukti kepemilikan Perusahaan; (3) Bukti penguasaan atas tempat usaha perusahaan; (4) Kartu Tanda Penduduk (KTP); (5) Pas photo pemilik; (6) Study kelayakan; (7) Bukti Penulasan pajak-pajak.
Tentang prosedur lengkap dalam pembuatan Surat Ijin Usaha
Kepariwisataan, adalah sebagai berikut:
1. Rencana Pembuatan: Mengajukan Permohonan Persetujuan Prinsip pada Walikota lewat Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan melalui loket SIUK UPT, dilampiri: a) Copy KTP b) Copy Sertifikat tanah/Surat Kontrak Tempat c) Proposal Rencana Pendirian d) Denah Lokasi
66
2. Bila Prinsip Disetujui: Mengurus Ijin Tempat Usaha/HO dan Ijin Bangunan (IMB) di Dinas Tata Kota dan Permukiman di loket IMB UPT.
3. Bila HO Telah keluar Mengajukan Ijin Operasional Kepada Walikota lewat Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan melalui UPT, dilampiri : a. Copy KTP/Akte Badan Usaha b. Copy Ijin Prinsip c. Copy HO dan IMB d. Copy Setifikat Tanah / Kontrak e. Proposal f. Denah Ruangan Usaha
4. Bila Ijin Telah Terbit Mengurus Ijin Keramaian (Polisi) melalui Poltabes, megurus Ijin Naker (Depnaker) melalui Kandep Naker.
Berikut akan diuraikan mengenai Surat Ijin Usaha Kepariwisataan,
antara lain:
(1) Dasar hukum Surat Ijin Usaha Kepariwisataan (SIUK) Karaoke, adalah Peraturan Daerah Kotamdya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 33 Tahun 1998 Tentang Ijin Usaha Kepariwisataan Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung.
(2) Persyaratan umum dalam mendapatkan SIUK Karaoke, adalah: a. Copy KTP b. Copy Akte Pendirian Perusahaan c. Copy HO (Ijin Tempat Usaha) d. Copy NPWPD e. Proposal.
(3) Prosedur dijelaskan pada Prosedur Pembuatan SIUK (4) Jangka Waktu Penyelesaian proses perijinan 15 (lima belas) hari (5) Masa berlaku Ijin. Didaftar ulang setiap 5 (lima) tahun sekali (6) Biaya yang diperlukan. Tidak dibebankan biaya
5. Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
Selain pihak-pihak di atas, pencipta atau pemegang hak cipta juga
berkaitan dengan usaha karaoke, karena tempat karaoke menggunakan lagu-
lagu ciptaan mereka di tempat karaokenya.
67
Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 Pasal 1 butir 2
menyebutkan bahwa Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara
bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang
dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Sedangkan yang
dimaksud dengan pemegang hak cipta adalah pencipta atau pihak lain yang
menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut
sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pasal 1 butir 4 UUHC.
Menurut Vollmar, setiap makhluk hidup mempunyai apa yang disebut
wewenang berhak yaitu kewenangan membezit (mempunyai) hak-hak dan
setiap hak tentu ada subjek haknya sebagai pendukung hak tersebut.81
Setiap ada hak pasti ada kewajiban. Setiap pendukung hak dan
kewajiban disebut subyek hukum yang terdiri atas manusia dan badan
hukum.82
Pencipta atau pemegang hak cipta berhak mendapatkan royalti dari
pengusaha karaoke karena para pengusaha telah menggunakan lagu-lagu
ciptaan mereka secara komersial. Seperti yang telah diuraikan di bab
sebelumnya bahwa pencipta memiliki hak moral dan juga hak ekonomi atas
karya ciptanya yang dipergunakan oleh orang lain atau para users di depan
umum. Hak ekonomi disini ialah hak mengumumkan (performing rights).
���������������������������������������� �������������������81 HFA Vollmar, terjemahan I.S.Adiwimarta, Pengantar Studi Hukum Perdata, (I), Rajawali Pers, Jakarta, 1983, Hal.9. 82 CST Kansil, Op.cit, Hal.2.
68
Dalam pemungutan royalti ini para pencipta atau pemegang hak cipta
menyerahkan atau memberikan kuasanya kepada lembaga yang berwenang
untuk memungut royalti, yaitu Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI).
B. Penggunaan Lagu atau Musik Tanpa Ijin Pencipta atau Pemegang Hak
Cipta di Tempat Hiburan Karaoke
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa berdasarkan laporan
dari YKCI, di bandung sedikitnya ada 20 (dua puluh) tempat hiburan karaoke,
dan hanya beberapa yang memiliki Sertifikat Lisensi Pengumuman Musik
yang dikeluarkan oleh YKCI. Atas dasar laporan tersebut, Departemen
Kehakiman dan HAM beserta Kantor Dinas Pariwisata Kota Bandung,
melakukan kegiatan sosialisasi tentang hak cipta kepada para pengusaha
tempat hiburan karaoke, yang dilakukan baik melalui surat, maupun berupa
penyuluhan langsung kepada pengusaha tempat hiburan karaoke, khususnya
yang belum mempunyai Sertifikat Lisensi Musik.
Menurut pengertiannya, hak mengumumkan (performing rights) dalam
karaoke adalah suatu kegiatan untuk menyiarkan dan memperdengarkan
musik atau lagu yang bersifat general licensing dengan ijin dari penciptanya
atau yang diberi kuasa atas itu. Sementara pengertian dari pengumuman musik
atau lagu itu sendiri adalah musik yang dinyanyikan secara langsung oleh
penyanyi maupun diputar melalui kaset atau VCD, kemudian diperdengarkan
kepada masyarakat umum dengan menggunakan perangkat audio.83
���������������������������������������� �������������������83 Hendra Tanu Atmadaja, Loc.cit.
69
Dalam kasus INUL VIZTA, yang digugat oleh Deddy Dorres,Benny
Panjaitan, Obbie Mesakh dan Hari Tasman, karena telah menggunakan lagu-
lagu ciptaan mereka tanpa ijin si pencipta, dan juga dituduh menggandakan
lagu-lagu mereka tanpa ijin. Dalam kasus ini ada dua hak yang dilanggar,
yaitu hak mengumumkan (performing rights) dan juga hak menggandakan
atau memperbanyak lagu-lagu mereka secara ilegal (mechanical rights) dalam
perangkat karaoke merk Hyundai Digital Technology type SH 300 yang
diedarkan PT Kodi Electronics.
Menurut salah satu karyawan PT KEI, Sdri. Sita, PT. KEI yang
berdomisili di daerah Kelapa Gading Jakarta Utara adalah perusahaan
distributor mesin karaoke Hyundai Digital Technology (HDT) dengan 7 tipe,
yakni HDT 203, MKSM 500, HDT 204, 98 Pro, SD 100, SH 300 dan ET 09-
0002. Produk tersebut dipasarkan di wilayah Jabodetabek dan Semarang. Pada
pelaksanaannya, selain menjadi distributor, PT. KEI ternyata melakukan
kegiatan industri rekaman. Hal ini karena terdapat kegiatan penggandaan lagu-
lagu yang dimasukkan ke dalam kepingan DVD berkapasitas lebih dari 30.000
lagu. Tidak itu saja, perusahaan ini juga menerima pesanan penambahan lagu
bagi konsumennya mencapai lebih dari 140 lagu setiap bulan. Berdasarkan
ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi pengusaha tertentu industri
rekaman, setiap keping VCD/CD dan sejenis hasil penggandaan dikenakan
PPN 10% atau PPN yang terhutang 10%. Jika dalam setahun PT. KEI menjual
mesin karaoke merek HDT sebanyak 2000 unit, berarti maka patut diduga
70
megara mengalami kerugian atas PPN terhutang perusahaan tersebut sekitar
Rp. 120 Milyar dalam kurun waktu empat tahun (2004-2008). 84
Dalam kasus ini, siapa yang sebenarnya harus bertanggung jawab atas
pelanggaran hak cipta ini, karena Inul membeli perangkat itu dari PT Kodi
dengan sistem “beli putus”. Walaupun sudah menjalankan prosedur yang
seharusnya, tetap saja ada masalah yang timbul dari usaha ini. Ini terjadi
karena kurangnya pemahaman masyarakat mengenai arti dan fungsi hak cipta
pada umumnya, dan kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
menghargai dan menghormati karya orang lain. Dalam kasus ini, Deddy Dores
dan kawan-kawannya mencabut tuntutan kepada Inul Vizta, dan
mengalihkannya kepada PT Kodi Elektronik, karena dengan tanpa ijin
melakukan penggandaan musik atau lagu ciptaan mereka kedalam bentuk
chip. Dari sekian banyak lagu yang terdapat dalam perangkat karaoke itu,
yang memiliki lisensi pengumuman musik hanya sedikit, sehingga hanya
sebagian pencipta yang mendapatkan royalti atas penggunaan lagunya
tersebut, sedangkan yang lainnya tidak mendapatkan royalti sama sekali.
Dengan adanya perangkat karaoke ini banyak pihak yang dirugikan,
terutama para pencipta lagu yang tidak terpenuhi hak-haknya dan tidak
menerima pembayaran royalti dari perusahaan tersebut atas penggunaan lagu-
lagu mereka, karena lagu-lagu yang terdapat didalam perangkat tersebut tidak
ada lisensinya. Sedangkan lisensi itu sangat penting bagi pengusaha hiburan
karaoke, karena pengusaha hiburan karaoke dapat mengembangkan kegiatan ���������������������������������������� �������������������84 Tipan, PT.Kodi Elektronik Indonesia Diduga Rugikan Negara Ratusan Miliar, http://folnews.com/index.php?option=com_content&task=view&id=315&Itemid=1, 15 November 2008.
71
usahanya berdasarkan atas HKI yang dimiliki olehnya secara leluasa dengan
sumber daya yang lebih kecil. Atas pemberian lisensi tersebut, pemberi lisensi,
dalam hal ini pencipta atau pemegang hak cipta, memperoleh imbalan dalam
bentuk royalti yang dibayarkan oleh penerima lisensi, yang besarnya
bergantung pada negosiasi para pihak.85
Gambaran diatas memperlihatkan bahwa perlindungan hak cipta
khususnya penggunaan lagu atau musik masih sangat lemah dan
memprihatikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pelanggaran-pelanggaran
yang seharusnya tidak perlu terjadi. Pelanggaran tersebut tentunya
menghambat program pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas
sumber daya manusia melalui pemanfaatan UUHC.
Dalam setiap pelanggaran hak cipta di bidang musik atau lagu,
pencipta menjadi pihak yang sangat dirugikan. Mereka tidak mendapatkan hak
ekonomi dari ciptaan yang dibajak atau dipertunjukkan, karena pengguna
musik atau lagu yang dibajak pada dasarnya tidak membayar royalti. Dengan
tidak dibayarkannya royalti kepada pencipta lagu, otomatis mereka juga
kehilangan pekerjaannya yang berpengaruh besar kepada kesejahteraan
hidupnya.
Tentu lebih mudah bagi pencipta untuk menghitung pemasukannya
dari penggandaan ciptaan. Sebaliknya tentunya tidak mudah untuk menagih
performing rights mengingat pengumuman bisa terjadi dimana saja dan kapan
saja diluar sepengetahuan si pencipta. Di titik inilah sejarah lembaga sejenis
���������������������������������������� �������������������85 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Lisensi, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, Hal.20.
72
KCI dimulai. Diperlukan lembaga bersama untuk mewakili pencipta dalam
menagih royalti performing rights atau yang disebut sebagai collection
societies.
Selama ini, yang banyak dikenal masyarakat adalah YKCI. Tetapi
Yayasan ini belum sepenuhnya bisa menjalankan fungsi sebagai collecting
society. Masih ada perdebatan mengenai keabsahan wewenang KCI
memungut royalti.86 Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) bukan satu-satunya
lembaga penagih royalti atas penggunaan komersil atas karya lagu dari para
pencipta. Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), Asosiasi Penerbit
Musik Indonesia (Apmindo) dan WaMI (Wahana Musik Indonesia) telah
menandatangani nota kesepakatan (MoU), yang di dalamnya antara lain
mengatur tentang penunjukan WaMI sebagai lembaga resmi untuk mengutip
royalti atas karya cipta insan musik di bawah naungan perusahaan rekaman
terkait.87
C. Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) Sebagai Lembaga Pemungut
Royalti/ Collecting Society bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
1. Sejarah Terbentuknya Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI)
Pada tahun 1986, pasar industri rekaman sudah tidak menguntungkan
bagi para pencipta musik di indonesia. Tidak satupun pendapatan keuntungan
diterima oleh para pelaku industri rekaman (khususnya dalam hak
���������������������������������������� �������������������86 Ahmad Sarjono, Memungut Royalti Lagu, Hak Siapa?, http://www.dharana-lastarya.org/cetak.php, 13 Desember 2006 87 Lembaga Pengutip Royalti Baru Diumumkan,http://www.antara.co.id/view/?i=1234364024&c=SB H&s, 11 Februari 2009.
73
perlindungan hukum). Berangkat dari kejadian tersebut, salah satu pencipta
lagu di indonesia yaitu Rinto Harahap mendesak pemerintah untuk mengambil
langkah cepat dalam membentuk organisasi yang menaungi para pencipta dan
pekerja musik, maka terbentuklah Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI).
Adapun pengakuan pemerintah terhadap KCI sebagai collecting society secara
tidak langsung terlihat dari ditanda tanganinya Perjanjian Kerjasama antara
Direktorat Hak Cipta, Paten dan Merek dengan KCI tentang Hak Cipta pada
tanggal 23 September 1998, yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal HKI
Departemen Kehakiman RI (S.Kayamto) dan Ketua KCI (Rinto Harahap).88
KCI merupakan lembaga karya cipta musik yang didirikan berdasarkan Akta
Notaris No.42 tertanggal 12 Juni 1990, dengan berazaskan Pancasila dan UUD
1945.89 Adapun maksud dan tujuan yayasan ini, ialah:90
a) Mengurus kepentingan para pencipta indonesia yang haknya dikuasakan kepada yayasan, terutama dalam rangka pemungutan royalti bagi pemakaian hak ciptanya oleh orang lain untuk kepentingan penggunaan yang bersifat komersial baik di dalam maupun di luar negeri;
b) Mewakili kepentingan para pencipta luar negeri, terutama dalam rangka pemungutan royalti/fee atas pemakai hak cipta asing oleh orang lain untuk kepentingan penggunaan yang bersifat komersial di wilayah indonesia;
c) Mewakili dalam mempertahankan dan melindungi kepentingan para pencipta atas pelanggaran hak cipta;
d) Meningkatkan kreativitas para pencipta melalui pendidikan pembinaan dan pengembangan serta kemampuan pengetahuan dalam bidang musik.
���������������������������������������� �������������������88 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia, http://www.dgip.go.id/ebscript/publicportal.cgi. 89 Yayasan Karya Cipta Indonesia, The Establishment of YKCI, http://www.kci.or.id.90 Salinan Akte Pendirian Yayasan Karya Cipta Indonesia No 42 Tanggal 12 Juni 1990.
74
Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut maka YKCI menjalankan
usaha-usaha sebagai berikut:91
(1) Melaksanakan administratif bersama (collective administration) atas pemakaian hak cipta dari pencipta pada umumnya, pencipta musik pada khususnya baik ciptaan indonesia maupun asing;
(2) Melakukan pemungutan royalti/fee atas pemakaian hak cipta untuk kepentingan komersial baik berupa pertunjukan maupun penyiaran (performing rights) dan penggandaan melalui media cetak maupun alat mekanik (mechanical rights);
(3) Mendistribusikan pungutan royalti/fee tersebut kepada yang berhak (pencipta) setelah dipotong biaya administrasi.
(4) Berperan secara aktif di dalam kegiatan pendidikan, pembinaan dan pengembangan dalam rangka peningkatan kreatifitas, serta kemampuan para pencipta indonesia.
YKCI adalah lembaga nirlaba yang mewakili para pencipta lagu
mengadministrasikan royalti yang dikumpulkan dari para pengguna (users)
komersial. Hal itu berlangsung atas landasan konsepsi Hak Cipta. Hak Cipta
memiliki elemen mechanical right dan performing rights.
Perlu diketahui, bahwa YKCI merupakan anggota The International
Confederation of Societies of Authors and Composer (CISAC), dimana
CISAC merupakan organisasi induk dari lembaga Performing Rights sedunia.
Setelah YKCI resmi didirikan, maka untuk dana operasionalnya
mendapatkan suatu bentuk pinjaman tanpa bunga dari CISAC dan BUMA
(Belanda). Selanjutnya untuk bantuan tenaga professional diberikan oleh sister
society BUMA (Belanda), CASH (Hongkong), SUISA (Swiss), APRA
(Australia), JASCRAC (Jepang), COMPASS (Singapura), dan MACP
(Malaysia) dan selain itu sumbangan perangkat teknologi informasi diberikan
���������������������������������������� �������������������91 Ibid.
75
oleh WIPO serta sumbangan gedung kantor untuk operasional diberikan oleh
para pemegang hak asing.92
YKCI atau KCI pada tahun 1991 mendapatkan kuasa untuk hak
mengumumkan dari seluruh pencipta asing di seluruh dunia yang tergabung
dalam CISAC, ketika lagu dari para pencipta asing tersebut diperdengarkan di
Indonesia dan dalam waktu yang bersamaan juga mengelola kuasa hak dari
para pencipta lagu di Indonesia. Pada saat ini pendapatan yang banyak
diterima oleh YKCI adalah berasal dari performing rights.
YKCI diberi kuasa oleh para pencipta untuk menghimpun dan
membagikan royalti hak cipta bagi para pencipta lagu, lirik dan penerbit
musik. Sampai saat ini YKCI mewakili 2.450 pencipta indonesia dan 10
(sepuluh) juta pencipta seluruh dunia yang mewakili semua jenis musik. Hal
ini dimungkinkan dengan adanya perjanjian kerja sama resiprokal yang
dirintis sejak januari 1991 dengan lembaga Pencipta di Belanda yang bernama
BUMA STEMRA.93
Sebelum YKCI dibentuk oleh para pencipta lagu, pencipta lagu di
indonesia mengalami masa-masa yang sangat sulit dalam memperjuangkan
hak-hak ekonomi khususnya hak mengumumkan (performing rights). Sebagai
ilustrasi, sangat ironis apabila melihat kenyataan untuk sebuah lagu yang
berjudul “My Way” dimana penciptanya (Paul Anka, Ghilles Tibahaut, Claud
Francois dan Jacques Revaux), pernah dalam satu tahun mendapatkan royalti
atas hak mengumumkan kurang lebih US$ 20.000.000 (dua puluh juta dolar
���������������������������������������� �������������������92 Yayasan Karya Cipta Indonesia, The Establishment of YKCI, http://www.kci.or.id93 Yayasan Karya Cipta Indonesia, Op.Cit.
76
USD), sedangkan untuk lagu yang berjudul “Widuri” penciptanya Adriyadie
saat ini harus bekerja sebagai karyawan sebuah tambak udang, karena tidak
memperoleh penghargaan yang layak atas ciptaannya tersebut, padahal lagu
tersebut dikenal dari generasi ke generasi sampai saat ini.
Realita lain yang perlu diketahui adalah bagaimana almarhum Ismail
Marzuki, yang dikenal sebagai pahlawan nasional indonesia dan karya cipta
lagunya akan selalu dikenang selama NKRI ini berdiri, sebelum adanya YKCI
beliau dan keluarganya menghadapi masa-masa yang sulit dalam menjalani
kehidupannya baik dalam kehidupan sehari-hari sampai dengan kesulitan dana
yang sering dihadapi dikala masa kontrakan rumah berakhir. Saat ini setelah
YKCI berdiri, almarhum dan keluarganya mendapat penghidupan yang lebih
layak, dimana almarhum pada saat ini mendapatkan royalti sebesar kurang
lebih 70 (tujuh puluh) juta rupiah pertahunnya melalui YKCI.
Setelah pencipta diberikan perlindungan hukum secara eksklusif dan
langsung oleh negara melalui UUHC Nomor 19 Tahun 2002 terhadap hak
ekonomi dan hak moralnya maka para pencipta lagu memiliki hak perdata
untuk memberikan ijin bagi pada pihak pengguna komersial yang bermaksud
untuk menggunakan karya ciptanya bagi kepentingan komersial dan atas
pemberian ijin tersebut para pencipta lagu berhak mendapatkan royalti.
Untuk meningkatkan taraf hidup para pencipta lagu, maupun jaminan
bagi masa depan mereka, saat ini YKCI telah mengupayakan langkah-langkah
yang terkait dengan perbaikan nasib para pencipta dengan salah satunya
menyediakan asuransi kesehatan bagi seluruh anggotanya.
77
2. Hubungan Hukum antara YKCI dengan Para Anggota.
Pada dasarnya tidak ada kewajiban dalam Undang-undang yang
mengharuskan para pencipta lagu untuk bergabung ke YKCI. Namun,
alangkah baiknya untuk mempermudah para pencipta menuntut hak royaltinya
maka disarankan hendaknya para pemilik atau pemegang hak cipta (pemberi
kuasa) tidak melakukan royalti tersebut dengan sendiri-sendiri melainkan
bergabung dengan lembaga collecting society seperti YKCI. Hal ini
dimaksudkan untuk lebih mengefisienkan waktu dan tenaga dari para pemilik
atau pemegang hak cipta tersebut.
Ruang lingkup dalam keanggotaan YKCI menggunakan sistem
personal sukarela dan bukan diwakilkan dalam bentuk perkumpulan, sehingga
hubungan hukum anta pencipta dengan YKCI, yang terjadi adalah bersifat
keperdataan, sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Sama
halnya di negara-negara lain, lembaga collecting society dibentuk dengan
sistem personal sukarela.
YKCI bukan merupakan lembaga yang mencari keuntungan , setelah
YKCI menerima royalti tersebut dari users maka royalti yang didapat tersebut
didistribusikan pada pihak yang bersangkutan yaitu pemilik atau pemegang
hak cipta (pemberi kuasa) baik dalam maupun luar negeri yang sudah
memberikan kuasa kepada YKCI, sesuai dengan Pasal 45 ayat (4) UUHC.94
Pada uraian diatas, bahwa pemilik atau pemegang hak cipta
memberikan kuasa tertulis kepada YKCI dan atas nama mereka YKCI ���������������������������������������� �������������������94 Pasal 45 ayat (4) UU No.19/2002 tentang Hak Cipta: “Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada pemegang Hak Cipta oleh Penerima Lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman pada organisasi profesi.”
78
kemudian memberikan ijin kepada semua pihak yang ingin menggunakan lagu
(untuk kepentingan komersial), khususnya untuk kegiatan mengumumkan dan
menggandakan (performing and mechanical rights).
YKCI dalam struktur manajemennya, pengurus YKCI bertanggung
jawab penuh atas pengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan
serta berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pada
saat menjalankan tugasnya pengurus yayasan harus beritikad baik dan penuh
tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan. Sesuai konsep teori
kewenangan hukum YKCI bahwa yang dimaksud dengan kewenangan hukum
adalah kewenangan untuk dapat menyandang hak dan kewajiban.95 Hal ini
berdasarkan perjanjian yang dilakukan antara YKCI dan pencipta musik,
pencipta masih memberikan kuasa kepada YKCI untuk mengorganisir
pengumpulan royalti dari para users melalui pemberian kuasa khusus untuk
mengumpulkan royalti.
Perjanjian menurut R.Subekti adalah suatu peristiwa dimana seseorang
berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk
melakukan sesuatu hal.96
Adapun syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH
Perdata adalah sebagai berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Cakap untuk membuat perjanjian.
3. Suatu hal tertentu
���������������������������������������� �������������������95 M Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005, Hal.47. 96 R.Subekti, Pokok-pokok Hukum Perikatan, PT.Intermasa, Jakarta, 1978, hlm 1.
79
4. Suatu sebab yang halal
Mengenai pemberian kuasa yang dilakukan oleh pencipta lagu kepada
YKCI, berdasarkan kepada Buku II KUH Perdata :
a) Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk
atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
b) Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam
suatu tulisan di bawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat ataupun
dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-
diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh si kuasa.
c) Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya
satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi
segala kepentingan si pemberi kuasa.
d) Jika si kuasa meninggal, para ahli warisnya harus memberitahukan hal
itu kepada si pemberi kuasa, jika mereka tahu tentang adanya
pemberian kuasa, dan sementara itu mengambil tindakan-tindakan
yang perlu menurut keadaan bagi si pemberi kuasa, atas ancaman
mengganti biaya, kerugian dan bunga jika ada alasan untuk itu.
80
BAB IV
ANALISIS TERHADAP HAK MENGUMUMKAN
(PERFORMING RIGHTS) DALAM PENGGUNAAN LAGU
ATAU MUSIK DI TEMPAT HIBURAN KARAOKE DALAM
RANGKA MELINDUNGI PENCIPTA ATAU PEMEGANG
HAK CIPTA DARI PELANGGARAN HAK CIPTA
A. Pengaturan Hak Mengumumkan (Performing Rights) dalam Penggunaan
Lagu atau Musik di Tempat Hiburan Karaoke Menurut Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Pengaturan atau perlindungan terhadap hak cipta musik atau lagu di
Indonesia sebenarnya sudah ada sejak tahun 1982, yaitu dengan
diberlakukannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
Namun sekarang Undang-undang Hak Cipta yang berlaku adalah Undang-
undang Nomor 19 Tahun 2002, itu pun setelah mengalami beberapa kali
perubahan dan penyempurnaan.
Hak mengumumkan (performing rights) dalam UUHC Nomor 19
Tahun 2002 diartikan sebagai hak untuk mengumumkan ketika karya cipta itu
dapat dibaca, didengar atau dilihat oleh orang lain.97�Menurut Pasal 1 angka 5
UUHC Nomor 19 Tahun 2002, pengertian pengumuman adalah sebagai
berikut:
���������������������������������������� �������������������97 Bussines Law, Februari 2003, Hal.48
81
“Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,
pengedara, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat
apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun
sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.”
Mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 5 UUHC diatas, maka yang
diartikan dengan hak untu memngumumkan (performing rights) untuk musik
atau lagu adalah hak untuk mengumumkan musik atau lagu di tempat umum,
misalnya karaoke, restoran, cafe, radio, televisi, dan lain-lain.
Lebih lanjut berkenaan dengan performing rights dari pencipta
termasuk untuk musik atau lagu, Pasal 2 ayat (1) UUHC menegaskan bahwa
Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta
untuk mengumumkan (performing rights) dan memperbanyak (mechanical
rights) ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah ciptaan dilahirkan
tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.
Jelas bahwa hak mengumumkan (performing rights) ini merupakan hak
eksklusif yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta, dan karena
sifatnya yang eksklusif, maka kepada siapa pun yang menggunakan lagu
tersebut untuk tujuan komersil, terlebih dahulu harus mendapat ijin dari
pencipta atau pemegang hak cipta.
Berkaitan dengan judul penulisan ini, UUHC tidak mengatur secara
khusus tentang hak mengumumkan (performing rights) bagi tempat hiburan,
UUHC secara eksentrik tidak membicarakan media tempat hiburan sebagai
subyek yang dapat dikenai royalti atas hak mengumumkan (performing rights)
82
dari pencipta. Namun, karena dalam menjalankan usahanya mengguanakan
msik atau lagu sebagai sarana untuk menarik konsumen, maka sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (1) UUHC atas penggunaan musik atau lagu
tersebut diharuskan terlebih dahulu mendapatkan ijin dari pencipta atau
pemegang hak cipta, atau pihak yang diberi kuasa untuk itu, yang dalam hal
ini pihak tersebut adalah Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI).
Sehubungan dengan uraian diatas, adalah wajar bila pengusaha tempat
hiburan karaoke dikenakan royalti atas penggunaan musik atau lagu, karena
musik atau lagu secara tegas merupakan bentuk karya cipta yang dilindungi
oleh UUHC, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 12 ayat (1) huruf d UUHC
Nomor 19 Tahun 2002, yaitu:
“Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup:
d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.”
Sementara yang diartikan lagu atau musik adalah suatu karya yang
bersifat utuh, sekaligus terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan
aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud dengan utuh disini adalah
bahwa lagu atau musik tersebut merupakan suatu kesatuan karya cipta.
Dari pasal-pasal dalam UUHC, tercermin pula adanya hak ekonomi
(economic rights) dan hak moral (moral rights) yang dimiliki oleh setiap
pencipta dalam bentuk apapun termasuk karya cipta musik atau lagu. Hak
ekonomi tersebut terutama terletak pada hak pencipta untuk mendapatkan
83
manfaat ekonomi dari hasil pengumuman atau perbanyakan dari musik atau
lagu yang diciptakannya, yang biasanya diwujudkan kedalam bentuk nyata
dan/atau tersimpan dalam bentuk kaset, CD, VCD, DVD, dan lain sebagainya.
Sedangkan hak moral (moral rights) dari pencipta musik atau lagu akan tetap
melekat pada diri pencipta itu sendiri dan tidak dapat dihilangkan,
dipindahkan atau dihapus tanpa alasan apapun.
Atas dasar adanya hak ekonomi (economic rights) dan hak moral
(moral rights) itulah maka setiap orang tidak berhak untuk menyiarkan,
menyalin dan/atau dalam bentuk lainnya suatu karya cipta musik atau lagu
tanpa ijin dari pencipta dan/atau pemegang hak cipta.98
Sebetulnya berdasarkan hak ekonomi (economic rights) dan hak moral
(moral rights) tersebut, perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada idea tau
gagasan si pencipta, karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas,
bersifat pribadi, dan menunjukan keaslian sebagai ciptaan yang lahir
berdasarkan kemampuan, kreatifitas atau keahlian sehingga ciptaan itu dapat
dilihat, dibaca dan didengar.
Pelanggaran terhadap hak-hak tersebut,akan menimbulkan akibat
hukum bagi pelanggarnya, baik berupa gugatan perdata maupun tuntutan
pidana. Gugatan perdata dari pencipta kepada pelanggar Hak Cipta ditegaskan
dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 58 UUHC Nomor 19 Tahun 2002.
Adapun ketentuan sanksi pidana yang dijatuhkan oleh negara kepada
setiap pelanggar hak cipta atas karya cipta lagu atau musik, yang diatur dalam ���������������������������������������� �������������������98 Pujawirawan, Skripsi “Tinjauan Yuridis tentang Tanggung Jawab Perdata Instansi Pemerintah atas Penggunaan Software Komputer Bajakan Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta”, Fakultas Hukum Universtas Pasundan Bandung, Hal.89.
84
Pasal 72 ayat (1) UUHC, adalah sebagai berikut: Barang siapa yang dengan
sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
Selain adanya hak ekonomi dan hak moral seperti yang telah disebutkan
diatas, UUHC mencerminkan juga adanya fungsi sosial yang harus dimiliki oleh
setiap pencipta musik atau lagu. Adanya fungsi sosial tersebut bertujuan untuk
memberikan kesempatan kepada masyarakata dalam batas syarat tertentu untuk
ikut serta dalam memanfaatkan dan mempergunakan suatu bentuk karya cipta.
UUHC memberikan perlindungan terhadap karya cipta musik atau lagu selama
hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50
(lima puluh) tahun sesudahnya. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 29 ayat (2).
Jangka waktu perlindungan seperti yang ditentukan dalam Pasal 29 ayat (2)
UUHC pada dasarnya telah sesuai dengan ketentuan TRIPs, yaitu : untuk
ciptaan yang dimiliki oleh dua orang atau lebih, hak cipta berlaku selama
hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50
(lima puluh) tahun sesudahnya. Atas dasar itulah undang-undang Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak cipta tersebut dirasa cukup efektif untuk melindungi
hak dari pencipta lagu di Indonesia.
85
Berdasarkan hal di atas, meskipun hak cipta khususnya hak
mengumumkan tidak diatur secara khusus dalam UUHC, pencipta seharusnya
mendapatkan perlindungan hukum atas semua karya-karyanya. Seperti yang
telah dijelaskan dalam bab sebelumnya mengenai hak cipta dalam berbagai
konvensi internasional, perlindungan hak cipta memang seharusnya dilindungi
oleh negara agar hak-hak pencipta atau pemegang hak cipta terpenuhi, baik itu
hak moral maupun hak ekonominya. Terlebih jika ciptaan mereka digunakan
secara komersil oleh orang lain tanpa ijin dari pencipta atau pemegang hak
cipta.
B. Pihak Yang Bertanggung Jawab atas Pelanggaran Hak Cipta di Tempat
Hiburan Karaoke.
Dalam hal pelanggaran yang menyangkut penggunaan musik atau lagu
di tempat hiburan, khususnya tempat hinran karaoke, yang dilakukan oleh para
pihak yang terkait dalam usaha karaoke, saat ini sudah mencapai tahap yang
mengkhawatirkan, karena mereka sebagai penggunaan musik atau lagu telah
menikmati hak ekonomi (economic rights) dari suatu karya cipta musik atau
lagu tanpa memerhatikan hak-hak yang seharusnya dinikmati oleh pencipta
melalui pembayaran royalti. Lebih parahnya lagi, pelanggaran seperti ini
ternyata tidak dilakukan oleh hanya satu tempat hiburan karaoke saja, bahkan
berdasarkan laporan dari Yayasan Karya Cipta Indonesia, sedikitnya masih
terdapat 20 tempat hiburan di bandung yang sedang dan masih dalam
penyelidikan.
86
Mengacu pada kasus Inul Vizta, ada dua hak yang terlanggar yaitu hak
mengumumkan (performing rights) dan juga hak memperbanyak ciptaan
(mechanical rights). Para pencipta lagu yang terkumpul dalam Swara
Perjuangan Artis Indonesia (SPAINDO), melaporkan Inul ke Polda Metro
Jaya, dengan tuduhan telah melanggar hak cipta atas karya cipta lagu ciptaan
mereka. Dalam hal ini, pihak dari Inul Vizta mengatakan bahwa mereka telah
melaksanakan prosedur yang berlaku, seperti membayar royalti pencipta
melalui oraganisasi seperti YKCI, Royal Musik Indonesia, Asosiasi Himpunan
Pencipta Dangdut Indonesi dan Kammi. Namun, para pencipta merasa haknya
telah dilanggar karena banyak lagu yang dipergunakan tanpa ijin oleh Inul
Vizta, dengan kata lain tidak ada lisensinya.
Dalam hal ini, bukan hanya Inul Vizta saja yang digugat, melainkan PT
Kodi Elektronik sebagai distributor perangkat karaoke juga digugat oleh para
pencipta. PT Kodi sebagai distributor, tanpa ijin telah menggandakan atau
memperbanyak karya cipta mereka kedalam bentuk DVD/software karaoke.
Perangkat karaoke itu berisikan lagu-lagu dari berbagai jenis musik dan
negara, kira-kira sebanyak 30.000 (tiga puluh ribu) lagu. Dan lagu-lagu yang
terdapat didalam perangkat tersebut tidak memliki ijin/sertifikat lisensi
penggunaan music dari KCI, sehingga hak-hak ekonomi para pencipta ini
tidak terpenuhi. Dengan kata lain pencipta lagu tidak mendapatkan royalti dari
pengunaan lagu mereka tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengusaha tempat
karaoke dapat dijerat UUHC Nomor 19 Tahun 2002 atas pelanggaran hak
87
cipta terhadap hak mengumumkan (performing rights), mengingat para
pengusaha tempat hiburan karaoke ini tidak memiliki Sertifikat Lisensi
Pengumuman Musik dari YKCI atau juga tidak mempunyai ijin dari pencipta
musik atau lagu untuk menyiarkan, memperdengarkan, atau menggunakan
lagu-lagu ciptaan mereka.
Perbuatan mengumumkan atau menyiarkan tanpa ijin dari pencipta
merupakan suatu bentuk pelanggaran hak cipta, karena secara keseluruhan
memenuhi unsur pelanggaran sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (1), (2),
dan (3) UUHC Nomor 19 Tahun 2002, yang menyebutkan: “Barang siapa
dengan sengaja tanpa hak mengumumkan, memperbanyak, menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan, atau menjual hak cipta dan hak terkait......”.
Unsur “Barang siapa” disini, adalah siapapun yang melakukan tindakan
pelanggaran baik itu perorangan maupun berbentuk badan hokum atau
korporasi.
Unsur “pengumuman” dalam industri musik dapat digolongkan sebagai
pelanggaran Piracy dan counterfeit, yang dalam Copyrights Act tahun 1976
Amerika, termasuk unsur pelanggaran akses dan kesamaan harfiah (Verbatim
similarity). Piracy menurut The Dictionary of Music Bussiness Terms dibagi
dalam 2 (dua) definisi, yaitu: 99
1) Penjualan, penerimaan, penggunaan atau reproduksi yang illegal
terhadap materi hak cipta; pencurian terhadap materi hak cipta;
���������������������������������������� �������������������99 Tim Whitsett, The Dictionary of Music Bussiness Terms, (PRIMEDIA Intertec Publishing, 1998), hal 181. Dikutip dari buku Hendra tanu Atmadja, Op.Cit, Hal 102.
88
2) Radio penyiaran tau program televisi dari pemancar yang tidak
mempunyai ijin.
Piracy dalam lapangan hak cipta dan hak-hak yang terkait dengan hak cipta
(neighbouring rights) diartikan sebagai perbuatan mereproduksi karya-karya
yang sudah diterbitkan atau phonograms dengan cara yang layak untuk
distribusi publik, demikian juga untuk menyiarkan kembali siaran orang lain
tanpa adanya otoritas sebagaimana mestinya. Sedangkan counterfeit
merupakan salah satu bentuk pembajakan atas karya rekaman yang dilakukan
dengan menggandakan langsung sebuah album yang sedang laris, kemasannya
direproduksi sebagaimana aslinya.100
Pelanggaran yang menyangkut hak mengumumkan (performing rights)
yang selama ini terjadi seperti kasus tempat hiburan khususnya karaoke sudah
dikategorikan melanggar ketentuan mengenai penggunaan musik atau lagu,
karena mereka tidak mempunyai ijin dari pencipta lagu atau lisensi.
Ketentuan mengenai pemberian lisensi dan royalti sendiri diatur juga
dalam Bab V mulai dari Pasal 45 sampai dengan Pasal 48 UUHC Nomor 19
tahun 2002, sehingga tidak ada alasan bagi para pengusaha tempat hiburan
karaoke untuk menggunakan musik atau lagu untuk kepentingan komersialnya
tanpa ijin terlebih dahulu dari pencipta atau pihak yang diberi kuasa untuk itu.
Akhirnya perlu juga dikemukakan bahwa perbuatan yang dilakukan
oleh pengusaha hiburan khususnya karaoke yang melanggar performing rights
dari pencipta tidak saja merugikan pencipta sendiri, tetapi juga negara, karena
���������������������������������������� �������������������100 Hendra tanu Atmadja, Op.Cit, Hal 101.
89
kurangnya pendapatan negara yang seharusnya dapat diperoleh dari pajak
royalti yang diperoleh pencipta. Atas dasar itu maka pencipta sebagai pihak
yang dirugikan berdasarkan Pasal 56 UUHC Nomor 19 Tahun 2002 berhak
untuk mengajukan gugatan ganti rugi.
Demikian juga negara, walaupun sudah ada gugatan perdata dari
pencipta kepada pihak yang melanggar hak cipta tidak menjadikan haknya
untuk melakukan tuntutan pidana menjadi hilang, bahkan terhadap setiap
pelanggaran hak cipta, negara berkewajiban mengusut setiap tindakan
pelanggaran hak cipta yang terjadi, sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UUHC
Nomor 19 Tahun 2002. Karena pelanggaran tersebut merupakan delik biasa,
sehingga walaupun tidak ada gugatan dari pencipta, tapi negara harus
melindungi hak-hak yang dimiliki oleh pencipta tersebut.
C. Tanggung Jawab Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) dalam
Membantu Pencipta atau Pemegang Cipta Memungut Royalti atas
Penggunaan Lagu atau Musik di Tempat Hiburan Karaoke
Hukum pada umumnya mengatur tentang keseluruhan kumpulan
peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehisupan bersama yang
berisi perintah dan larangan itu ditujukan kepada anggota-anggota masyarakat
selaku subyek hukum. Jadi subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat
memperoleh, mempunyai atau menyandang hak dan kewajiban. Kewenangan
90
untuk dapat menyandang hak dan kewajiban itu juga disebut kewenangan
hukum.101
Pada perkembangannya setiap subyek hukum baik orang maupun
lembaga badan hukum pada umumnya mempunyai hak dan kewajiban. Seperti
halnya KCI sebagai lembaga privat yang berbentuk badan yayasan, didasari
atas maksud dan tujuan berdirinya maka KCI mempunyai kewenangan ikut
menjadi bagian dari komponen sistem hukum yang memberi perlindungan
terhadap hak cipta karya musik, karena terjadinya suatu hubungan hukum
antara KCI dengan para pencipta karya musik. Jadi selama hubungan hukum
yang lahir dari pemberian kuasa tersebut belum berakhir, maka pada salah satu
pihak ada beban kontraktual, karena ada keharusan atau kewajiban untuk
memenuhinya. Sebaliknya apa yang dinamakan tanggung jawab adalah beban
yang sifatnya moral. Jadi kewajiban adalah beban kontraktual, sedangkan
tanggung jawab adalah beban moral.
a) Ditinjau dari Tanggung Jawab Perdata Yayasan Karya Cipta Indonesia
(YKCI) Kepada Pencipta Lagu atau Pemberi Kuasa
Perjanjian kuasa antara YKCI dan pencipta lagu berdasarkan KUH
Perdata, karenanya segala akibat dari perjanjian kuasa ini diselesaikan secara
perdata pula. Ketika perjanjian kuasa di sepakati antara YKCI dan pencipta
lagu, maka dalam perjanjian kuasa terdapat prestasi yang harus dilaksanakan
oleh kedua belah pihak. Jika salah satu pihak tidak melaksanakan prestasi
tersebut atau mengerjakan tetapi tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan,
���������������������������������������� �������������������101 M.Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005, Hal.74.
91
serta apabila prestasi tersebut terlambat untuk dilakukan atau bila melakukan
sesuatu yang menurut perjanjian kuasa tidak boleh dilakukan maka disitu
terjadi wanprestasi.
Ketika mempertanggungjawabkan atas semua hasil royalti yang
dikelolanya maka YKCI selalu mendapatkan audit dari akuntan publik agar
segala kegiatan yang dilaksanakannya bersifat transparan. Jika pada suatu saat
ternyata salah seorang pemegang hak cipta merasa dirugikan karena
wanprestasi dari YKCI maka musisi sebagai pihak yang dirugikan dapat
meminta tanggung jawab perdata kepada YKCI.
Tanggung jawab (hukum) perdata timbul apabila seseorang merasa
dirugikan akibat perbuatan seorang lain tertentu mengajukan untuk menuntut
ganti rugi kepada orang lain yang melakukan perbuatan yang merugikan
tersebut. Sesuai dengan asas yang terdapat dalam hukum perjanjian bahwa
pasal-pasal yang terdapat dalam suatu perjanjian merupakan hukum bagi para
pihak yang membuatnya, jika di dalam perjanjian tersebut diatur secara rinci
mengenai suatu hal maka aturan tersebutlah yang dipergunakan, akan tetapi
apabila sebaliknya di dalam perjanjian tersebut tidak diatur secara jelas dan
rinci mengenai suatu hal maka yang dipergunakan adalah aturan di dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata sebagai aturan umum yang mendasari
perjanjian tersebut.
Pada perjanjian kuasa antara YKCI dan pencipta lagu, diketahui bahwa
kedudukan YKCI adalah sebagai pihak kedua dan disamping YKCI adalah
badan hukum yang berbentuk yayasan, sehingga yang harus dilihat terlebih
92
dahulu adalah mengenai pertanggungjawaban dari pengurus yayasan.
Pengurus bertanggung jawab sepenuhnya atas kepengurusan yayasan baik di
dalam maupun diluar pengadilan. Pengurus juga bertanggung jawab secara
pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai
dengan anggaran dasar yayasan. Hal ini sesuai dengan Pasal 35 ayat (2) UU
Nomor 18 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2001
tentang Yayasan, yang menyebutkan bahwa pengurus harus melakukan
tugasnya dengan itikad baik, menunjukkan bahwa pengurus dalam melakukan
tugasnya berdasarkan fiduciary duty. Prinsip dalam fiduciary duty adalah
sebagai berikut:102
a) Pengurus dalam melakukan tugasnya, tidak boleh melakukannya
untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan pihak ketiga, tanpa
persetujuan dan/atau sepengetahuan yayasan.
b) Pengurus tidak boleh memanfaatkan kedudukannya sebagai
pengurus untuk memperoleh keuntungan, baik untuk dirinya
sendiri maupun pihak ketiga, kecuali atas persetujuan yayasan.
c) Pengurus tidak boleh mempergunakan atau menyalahgunakan
milik yayasan untuk kepentingan sendiri.
Pada ketentuan Pasal 39 UU Nomor 18 Tahun 2002 tentang Yayasan,
juga menyatakan bahwa pengurus tidak boleh menimbulkan kerugian bagi
yayasan yang ditimbulkan atas ketidakcakapannya atau kelalaiannya.
Selanjutnya hal yang menyangkut tentang kealpaan atau kelalaian oleh
���������������������������������������� �������������������102 Chatamarrasjid Ais., Badan Hukum Yayasan (Suatu analisa mengenai yayasan sebagai suatu badan hukum sosial), Citra Aditya bakti, Bandung, 2002, Hal 96.
93
pengurus, maka dapat dihubungkan dengan Pasal 1366 KUH Perdata yang
menyebutkan, bahwa setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk
kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya. Jika seorang
pengurus telah melakukan perbuatan alpa atau melakukan kelalaian sehingga
menimbulkan suatu wanprestasi, maka hendaknya dilihat melalui dua landasan
yaitu:103
a) Standard of care. Ini merupakan suatu standar yang obyektif yaitu
seorang pengurus diharapkan berbuat atau bertindak sebagaimana
seorang awam bertindak atas nama pengurus seandainya berada
dalam posisi yang sama.
b) Tindakan pengurus diukur berdasarkan suatu “standard of skill”
(standar kemampuan) ini bergantung kepada persyaratan untuk
menjadi pengurus.
Selanjutnya kembali kepada tanggung jawab YKCI kepada pencipta
lagu, jika pencipta lagu merasa dirugikan oleh pihak YKCI misalnya pihak
YKCI tidak transparan kepada pencipta lagu dalam rincian dana yang
diperoleh dari royalti dan lain-lain, maka ia dapat menuntut pihak YKCI baik
secara perorangan maupun secara kelembagaan. Pada saat menuntut
pertanggungjawaban atas kerugian yang ditimbulkan, maka perbuatan tersebut
harus dilihat kasus per kasus, sehingga membutuhkan pembuktian lebih lanjut
di muka pengadilan.
���������������������������������������� �������������������103 Ibid, Hal 101.
94
b) Ditinjau dari Sejarah Organisasi Manajemen Kolektif di Indonesia.
Lahirnya organisasi manajemen kolektif lagu (Collectind Society) di
indonesia merupakan suatu bentuk interprestasi atas dilindunginya suatu karya
cipta sebagaimana disebutkan dalam UUHC Nomor 19 Tahun 2002. Namun
pada prakteknya di masyarakat, UUHC masih dianggap lemah, sebab tidak
mencantumkan secara tertulis mengenai definisi lembaga manajemen kolektif
dan menunjuk lembaga mana yang berhak menjadi manajemen kolektif. Hal
inilah yang dijadikan alasan bagi beberapa kelompok dari users, khususnya
pengusaha hiburan karaoke, untuk tidak patuh pada UUHC Nomor 19 Tahun
2002.
Organisasi manajemen kolektif lagu adalah kegiatan-kegiatan di
bidang administrasi hak cipta berdasarkan kuasa hak pengelolaan yang
diberikan oleh pemegang hak cipta atas karya cipta lagu kepada Organisasi
Manajemen Kolektif. Adapun kegiatan Organisasi Manajemen Kolektif Lagu,
diantaranya adalah:104
1 Memperoleh kuasa pengelolaan dan perjanjian lisensi yang berkaitan dengan hak mengumumkan (performing rights) dan hak memperbanyak (mechanical rights) dari para pemegang hak cipta baik secara langsung maupun melalui perjanjian timbal-balik (reciprocal agreement) dengan Organisasi Manajemen Kolektif Lagu Internasional yang merupakan mitra Yayasan Karya Cipta Indonesia;
2 Memberikan lisensi penggunaan karya cipta yang dikelola oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia, kepada para pengguna karya cipta;
3 Menentukan besaran tarif, memungut dan menerima royalti atas penggunaan karya cipta yang dikelola oleh Yayasan tersebut dari para pengguna karya cipta;
4 Mendistribusikan royalti kepada para pemegang hak cipta perorangan, perusahaan atau organisasi yang memiliki perjanjian royalti dengan
���������������������������������������� �������������������104 Salinan akte notaris Pernyataan Keputusan Rapat YKCI, tanggal 7 Januari 2004.
95
yayasan, dengan mekanisme dan tata cara pendistribusian royalti yang diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan Karya Cipta Indonesia;
5 Bertindak selaku agen perorangan, perusahaan atau organisasi yang merupakan pemegang hak cipta berdasarkan perjanjian dan/atau surat kuasa terpisah;
6 Melindungi dan mempromosikan kepentingan pemegang hak cipta yang berkaitan dengan karya cipta mereka;
7 Mengadakan inspeksi, pelaporan dan pengaduan kepada pihak-pihak yang berwenang sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan penggunaan atau ekspoitasi karya cipta yang dikelola yayasan;
8 Mewakili kepentingan pemegang hak cipta, perorangan ataupun organisasi yang diwakili oleh yayasan dalam proses hukum didalam maupun diluar pengadilan;
9 Mengadakan perjanjian-perjanjian dengan perorangan maupun badan hukum mengenai penggunaan hak cipta yang dikelola oleh yayasan maupun kekayaan lainnya yang dimiliki oleh yayasan;
10 Mencetak, mempublikasikan dan memdistribusikan informasi atau karya cipta yang dianggap perlu dalam rangka mempromosikan karya cipta;
11 Melakukan kegiatan-kegiatan usaha berkaitan dengan karya cipta yang dikelola oleh yayasan dengan pertimbangan untuk meningkatkan nilai karya cipta secara langsung maupun tidak langsung ataupun memperoleh manfaat pertambahan nilai dari karya cipta tersebut;
12 Membeli atau dalam arti luas memperoleh untuk memperpanjang, melindungi, memperbarui hak cipta, lisensi, perlindungan dan konsesi yang dipandang perlu oleh yayasan serta mempergunakannya dengan cara memberi lisensi karya cipta tersebut kepada pihak lain;
13 Memperoleh atau mengalihkan keseluruhan atau sebagian dari usaha, kepemilikan atau hutang piutang dari perorangan ataupun badan hukum yang berminat untuk itu dan dianggap akan mendatangkan manfaat bagi yayasan;
14 Mengadakan perjanjian kerjasama, mengatur pembagian keuntungan, konsesi resiprokal dan lain-lain dengan perorangan maupun badan hukum yang terkait dengan kegiatan usaha atau transaksi yang dapat dilakukan oleh yayasan, termasuk mengadakan perjanjian afiliasi dengan badan hukum lain, meminjamkan uang, menjamin kontrak, membeli saham-saham badan usaha, dan untuk menjual, menahan, menertibkan kembali dengan ataupun tanpa jaminan;
15 Mempromosikan kepentingan badan hukum lain guna memperoleh keseluruhan ataupun sebagian hak milik dan kewajiban badan hukum tersebut yang dipandang perlu serta mendatangkan manfaat secara langsung maupun tidak langsung kepada yayasan;
16 Secara umum membeli, menyewa atau sebaliknya menyewakan kekayaan dan hak milik orang lain yang dipandang perlu untuk menjalankan usaha yayasan;
96
17 Mengasuransikan kekayaan yayasan untuk menghindari kerugian, kecelakaaan, bahaya, maupun kerusakan berbagai macam bentuk yang disebabkan olek kecelakaan atau kematian personalia yang merupakan bagian dari organ yayasan;
18 Menertibkan jaminan atau obligasi yang berkaitan dengan kegiatan usaha yayasan ataupun proses hukum yang sedang dijalani atau berkaitan dengan permodalan yang dimiliki oleh pemegang hak cipta, klien yayasan ataupun pihak lainnya;
19 Menerima pinjaman atau hibah dari pihak-pihak lain yang dianggap layak serta bermanfaat bagi kegiatan usaha;
20 Melakukan investasi dengan menggunakan kekayaan yayasan dengan mekanisme dan tata cara yang ditentukan dari waktu ke waktu.
Adalah hal wajar bila para pencipta merasa gembira dengan lahirnya
KCI sebagai organisasi menajemen kolektif lagu, sebab para pencipta pada
umumnya menjadikan kegiatan mencipta tersebut sebagai mata pencaharian
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Beda halnya dengan karyawan
tetap yang memperoleh gaji tiap bulannya, maka para pencipta ini bekerja
dengan cara berbeda yaitu dengan menciptakan lagu dan memperoleh
penghasilan jika ciptaan atas lagunya tersebut diumumkan atau diperbanyak
orang lain. Pencipta baru akan mendapatkan pembayaran jika hasil ciptaan
lagu mereka itu dipergunakan atas ijin mereka, sehingga dengan meminta ijin
maka didalamnya terdapat pengakuan atas hak ekonomi pencipta yang berarti
si pengguna harus membayar sejumlah uang atas penggunaan hak cipta
tersebut, yang dinamakan royalti lagu.
c) Ditinjau dari Kewenangan Hukum Para Pihak dalam Perjanjian antara
Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) dan Pencipta Lagu.
YKCI dalam struktur manajemennya, pengurus YKCI bertanggung
jawab penuh atas pengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan
serta berhak mewakili yayasan baik didalam maupun di luar pengadilan. Pada
97
saat menjalankan tugasnya pengurus yayasan harus beritikad baik dan penuh
tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan. Sesuai konsep teori
kewenangan hukum KCI bahwa yang dimaksud dengan kewenangan hukum
adalah kewenangan untuk dapat menyandang hak dan kewajiban.105 Hal ini
berdasarkan perjanjian yang dilakukan antara KCI dan pencipta musik,
pencipta masih memberikan kuasa kepada KCI untuk mengorganisir
pengumpulan royalti dari para users melalui pemberian kuasa khusus untuk
mengumpulkan royalti. Pada perjanjian tersebut yang bertindak sebagai pihak
kesatu adalah orang atau kelompok yang memegang hak karya cipta musik,
meliputi: Pencipta lagu, penulis lirik, penata lagu, pengadaptasi lirik, publisher
dan sub publisher. Selanjutnya dalam hal ini KCI bertindak sebagai pihak
kedua yang bekerja atas kuasa dari pihak pertama.106
Bagi pencipta atau pemegang hak cipta atas lagu sebagai pihak kesatu
mempunyai hak untuk:
1. Menerima royalti atas eksploitasi lagu miliknya 2. Mengakses laporan keuangan tahunan teraudit 3. Hak untuk memilih dan dipilih sebagai anggota “konsorsium”
Dewan Penentu kebijakan (masa bakti tiga tahun dan dapat dipilih kembali)
4. Hak untuk memperoleh benefitsosial yang ditentukan dari waktu ke waktu
5. Hak untuk mengakhiri perjanjian dan surat kuasa setiap saat dikendaki.107
���������������������������������������� �������������������105 M Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005, Hal.47. 106 Warasati, Yung Aulia, Analisis Normatif Tanggung Jawab Perdata Karya Cipta Indonesia (KCI) Terhadap Musisi Dalam Perjanjian Lisensi Hak Cipta Apabila Terjadi Wanprestasi, Program Sarjana Universitas Brawijaya Malang, 2004, Hal.42. 107 Yayasan Karya Cipta Indonesia, Kutipan Salinan Perjanjian Kuasa antara Pencipta dan KCI, Lisensi Hak Cipta Sedunia, Hal.23.
98
Selanjutnya, pencipta atau pemegang hak cipta atas lagu sebagai pihak
kesatu mempunyai kewajiban sebagai berikut:
1. Menyerahkan pengelolaan hak mengumumkan (performing rights) untuk seluruh karya yang telah, sedang dan akan dibuat kepada YKCI a. Untuk menjamin kepastian hukum bagi pengguna b. Tidak boleh bernegosiasi atau memberi lisensi langsung dengan
pengguna c. Pengelolaan hak memperbanyak bersifat fakultatif, diserahkan
kepada YKCI jika dekehendaki pemiliknya 2. Mendaftarkan seluruh lagu yang dimilikinya 3. Menyampaikan informasi penting (perubahan alamat, telepon,
nomor rekening, dan sebagainya) 4. Tunduk pada ketentuan dan peraturan YKCI.108
Selanjutnya, YKCI memliki hak dan bertindak sebagai pihak kedua
adalah:
1. Melakukan perundingan-perundingan, menandatangani kontrak-kontrak dengan pihak lain yaitu pihak yang pada umumnya menggunakan hak mengumumkan karya cipta musik baik di indonesia maupun di luar negeri;
2. Mengadakan pendaftaran reportpoire karya cipta musik, baik yang berupa instrumentalia maupun non-instrumentalia;
3. Menandatangani surat-surat, dokumen-dokumen dan surat perjanjian dengan pihak lain berhubungan dengan pengelolaan hak mengumumkan karya cipta musiknya dan melaksanakan segala hal yang perlu untuk kepentingan pemberi kuasa sesuai reportoire (yaitu sejumlah pembendaharaan karya cipta musik yang dimiliki seseorang, orang atau badan hukum yang memberikan kuasakepada pihak kedua) yang diserahkan dan didaftarkan kepada YKCI;
4. Memungut dan menagih royalti atas pemakaian hak untuk mengumumkan (performing rights) dan menandatangani tanda terima (kwitansi) penerimaan royalti;
5. Melakukan segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan pemberi kuasa termasuk urusan menghadap ke pangadilan.109
���������������������������������������� �������������������108 Warasati, Op.Cit, Hal.38. 109 Ibid, Hal.38.
99
Selanjutnya, untuk kewajiban KCI sebagai pihak kedua, adalah: Pihak
kedua berkewajiban untuk mengumpulkan royalti pihak kesatu dari users serta
menyerahkan hasil pengumpulan tersebut kepada pihak kesatu setelah
dikurangi biaya administrasi riil (real cost) dari pengumpulan royalti hak
mengumumkan karya cipta musik apabila karya tersebut benar-benar
diumumkan pemakaian sesuai denagn laporan/data tertulis yang diterima oleh
pihak kedua.110
Berdasarkan uraian definisi dari hak dan kewajiban yang ada pada
perjanjian antara KCI dan Pencipta atau pemegang hak cipta atas lagu diatas,
menunjukan bahwa perjanjian yang terjadi tersebut menggunakan perjanjian
baku. Perjanjian baku merupakan istilah yang dikenal dalam bahasa Inggris
yaitu “Standard Contract” atau bahasa Belanda yaitu “standard
voorwaarden”.111
Menurut Sutan Remi Syahdeni, perjanjian baku yaitu perjanjian yang
hampir seluruh klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan
pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau
meminta perubahan-perubahan. Ciri-ciri perjanjian baku yang termasuk dalam
perjanjian standar adalah:
g. Perjanjian baku yang berbentuk tertulis; h. Ditutup oleh orang-orang yang bergerak di bidang usaha tertentu; i. Perjanjian dan klausul-klausul dipersiapkan oleh salah satu pihak.
���������������������������������������� �������������������110 Ibid, Hal.26. 111 Mariam Darusman Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, 1994, Hal.41.
100
Dengan demikian perjanjian baku adalah perjanjian yang bentuk dan
isinya terlah dipersiapkan terlebih dahulu, serta mengandung syarat-syarat
baku yang oleh salah satu pihak disodorkan kepada pihak lain untuk disetujui.
Perjanjian ini telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak yaitu
KCI, dan kemudian disosorkan kepada pihak lain yaitu pencipta atau ahli
warisnya untuk disetujui. Menggunakan perjanjian baku ini maka akan
menghemat waktu, biaya dan tenaga. Selain itu untuk menghemat waktu
pembuatan draft atas perjanjian sejenis secara berulang-ulang dengan obyek
perjanjian dan bentuk tindakan hukum yang sama.
Isi klausula dalam perjanjian kuasa ini sudah dibakukan oleh KCI,
sehingga dalam hal ini pencipta lagu atau ahli warisnya pada dasarnya tidak
mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan-
perubahan, sebab KCI sebagai anggota WIPO harus menerapkan aturan yang
sama tentang pengelolaan hak cipta yang telah ditetapkan WIPO. Bagi pihak
yang terlibat dalam perjanjian baku ini biasanya tidak ada masalah atas klausul
baku yang ditetapkan, karena adanya kemauan dan kepercayaan sepanjang
masih memenuhi syarat sahnya perjanjian, sebagaimana yang dimaksudkan
dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Namun apabila YKCI tidak menjalankan semua kewajibannya sebagai
pihak yang telah diberi kuasa oleh pencipta dalam memungut royalti atas
penggunaan lagu mereka yang beredar di masyarakat maka YKCI telah wan
prestasi. Atau YKCI tidak menyampaikan royalti yang telah mereka ambil
101
kepada pencipta, maka pencipta dapat menggugat YKCI secara perdata karena
telah melanggar perjanjian yang telah mereka buat.
c) Ditinjau dari Penentuan Kewenangan Lembaga Pemungut Royalti Karya
Musik antara Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) dengan Asosiasi
Industri Rekaman Indonesia (ASIRI).
Perselisihan antara ASIRI dan KCI belum menemukan jalan keluar
untuk tercapainya kesepakatan tentang lembaga mana yang berhak menarik
royalti dan menjadi collecting society di indonesia. Konflik ini mengakibatkan
pada beberapa pihak users yang menunda pembayaran royalti ke KCI. ASIRI
menganggap bahwa KCI tidak berhak menarik royalti dari para users, dengan
alasan bahwa produk lagu yang ada di pasaran merupakan produk dari hasil
rekaman dan untuk itu lembaga yang berhak menarik royalti adalah ASIRI,
disamping itu tidak ada satu pasal pun dalam UUHC Nomor 19 Tahun 2002
yang menunjuk KCI sebagai pihak yang berhak memungut royalti. ASIRI
beranggapan, KCI tidak bisa memaksa seluruh mal dan toko yang memutar
lagu dari produk rekaman anggota ASIRI untuk membayar royalti, dengan
alasan belum tentu lagu-lagu yang digunakan adalah milik pencipta yang
memberi kuasa kepada KCI. Setiap anggota ASIRI mempunyai hak eksklusif
atas master rekaman miliknya yang sudah diproduksi (mechanical rights),
tidak ada pihak manapun yang bisa mengutip pungutan terhadap penggunaan
102
atau master rekaman milik anggota ASIRI dan tidak ada pungutan berganda
atas barang yang sama. 112
Sebab terjadinya masalah dalam pemungutan royalti yang terjadi saat
ini adalah karena tidak adanya lembaga collecting society yang disebut dan
diatur tegas dalam UUHC, sehingga kondisi ini menimbulkan banyaknya
penafsiran mengenai lembaga mana yang berhak secara yuridis dalam
memungut royalti. Memang selama ini yang dikenal masyarakat adalah YKCI,
sehingga lembaga yang berbentuk yayasan ini ketika menjalankan tugasnya
terkendala karena izin memungut royalti yang tidak secara tegas diatur dalam
UUHC dan hal inilah yang dijadikan oleh beberapa pihak users untuk
menghindar dari kewajibannya membayar royalti kepada KCI.
Pada sistem keanggotaannya KCI menggunakan sistem personal
sukarela dan bukan diwakilkan dalam bentuk perkumpulan, sehingga
hubungan hukum yang terjadi adalah bersifat individual, selain itu selama
pencipta lagu menjadi anggota KCI dan telah memberikan kuasa kepada KCI
untuk menarik royalti, maka pencipta lagu tidak diperkenankan berhubungan
dengan lembaga lain untuk menarik royaltinya. Tujuannya untuk menghindari
terjadinya pemungutan royalti berganda ke satu tempat oleh dua lembaga atas
satu ciptaan yang sama. KCI bekerja atas dasar pemberian kuasa dalam bentuk
perjanjian dari pencipta lagu yang menjadi anggota KCI, dimana pemberian
kuasa tersebut dimaksudkan untuk menarik royalti dari users.113
���������������������������������������� �������������������112 Komentar Bapak Arnel Effendi, Wakil Ketua ASIRI, Jakarta. Sumber:http://www.hukumonline.com. 113 Wawancara dengan Bapak Heru C Triamono, Manager Licensing KCI, Tanggal 28 April 2008.
103
Hak cipta memiliki 2 (dua) elemen, yaitu Performing Right dan
Mechanical Right. Mechanical Right pada lagu diekspolitasi melalui lisensi
rekaman oleh produser rekaman suara, sedangkan Performing Right-nya
tereksploitasi melalui berbagai penggunaan lagu, baik untuk kegiatan
penyiaran maupun pertunjukan yang berdimensi komersial.
Pengusaha karaoke (sebagai bagian dari Users) mendapatkan lagu-lagu
melalui media rekaman yaitu VCD dan demikian pula dengan users lainnya
yang mendapatkan lagu tersebut dalam bentuk kaset atau CD, misalnya
pub/diskotik, restoran, radio, dan lain-lain, sehingga secara keseluruhan ke
semua users tersebut berkewajiban membayar royalti atas pemakaian lagu-
lagu untuk kepentingan komersial. Terdapat hal yang perlu kita ketahui bahwa
penggunaan performing rights itu hanya dapat berlangsung pada saat lagu
tersebut sudah melalui proses mechanical rights, sehingga menjadi media
pengantar dalam bentuk kaset, CD, dan VCD. Disinilah letak benang merah
permasalahan pihak yang sesungguhnya berwenang untuk memungut royalti,
bahwa ASIRI mengklaim hak ekonomi mechanical rights anggotanya
(perusahaan label rekaman), sedangkan YKCI hanya mempunyai kewajiban
untuk mengelola hak cipta atas kuasa individu pencipta lagu, dan tidak
mengelola hak perusahaan rekaman.
Adapun alasan penulis menilai demikian karena dalam Pasal 49 UUHC
Nomor 19 Tahun 2002 mengatur secara rinci ruang lingkup atau cakupan hak
terkait (neighboring rights), yang meliputi:
a) Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat,
104
memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar dari pertunjukannya.114
b) Produser rekaman suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi.115
c) Lembaga penyiaran memiliki hak eksklusif untuk member izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak dan/atau menyiarkan ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui system elektromagnetik lain.116
Kiranya hal yang wajar dan cukup beralasan jika pelaku dan produser
rekaman mendapatkan royalti atas hak terkait tersebut, karena pihak produser
yang telah memprakarsai kegiatan merekam lagu-lagu dengan melibatkan
penyanyi (performer/pelaku) dan musisi termasuk arranger. Pada saat proses
rekaman itu berjalan, lagu hanya merupakan salah satu unsur terkait karena
didalamnya terdapat produser, penyanyi (performer/pelaku) serta musisi yang
saling bekerjasama sehingga hasil proses rekaman tersebut terwujud dalam
bentuk kaset, CD, bahkan VCD. Pasal 13 Konvensi Roma Tahun 1961 tentang
Minimum Rights for Broadcasting Organization juga menguatkan tentang
neighboring rights yang menyebutkan bahwa pihak produser berhak atas
keuntungan dari penggunaan karya rekaman suara untuk kepentingan/kegiatan
komersial.
Jika demikian, masa ke depan untuk pembayaran royalti hendaknya
pihak-pihak yang berhak atas royalti hak mengumumkan (performing right) ,
hak terkait (neighboring right) dan hak menggandakan (mechanical right) ���������������������������������������� �������������������114 Jangka waktu perlindungannya berlaku selama 50 tahun sejak karya tersebut dipertunjukkan. 115 Jangka waktu perlindungannya berlaku selama 50 tahun sejak karya tersebut selesai direkam. 116 Jangka waktu perlindungannya berlaku selama 50 tahun sejak karya siaran tersebut pertama kali disiarkan.
105
harus disebutkan secara spesifik dalam UUHC. Bila itu menjadi konsekuensi
logis, maka untuk mempertahankan efisiensi dalam pembayaran royalti, YKCI
dimungkinkan untuk di reorganisasi guna sekaligus mewakili penyanyi dan
produser rekaman suara yang didasari atas hak terkait tadi, sebagai
perbandingan di negara Perancis diberlakukan perlindungan melalui
neighboring right dan performing right pada sound recording yang haknya
melekat pada penyanyi. Produser juga memiliki hak serupa pada sound
recording yang hendaknya dapat didelegasikan haknya kepada collecting
society seperti YKCI dan Italia juga menerapkan langkah yang serupa dengan
Perancis, sedangkan untuk wilayah negara maju Asia yaitu Jepang, memberi
hak kepada penyanyi untuk melarang penyewaan karya rekaman suara yang
menampilkan gambar pertunjukan penyanyi tersebut tanpa seizin yang
bersangkutan.
Berkaca pada perbandingan pengelolaan hak cipta di setiap negara
maju tersebut di atas memang sangat beragam caranya, namun masing-masing
negara mencerminkan pengakuan hak dan keadilan. Kita memang masih harus
melihat bagaimana perkembangan pelaksanaannya di Indonesia mendatang,
mengingat bahwa pertama, UUHC Nomor 19 Tahun 2002 belum menunjuk
secara khusus mengenai lembaga yang bergerak di bidang performing rights,
kedua, masih adanya 2 (dua) lembaga (ASIRI dan YKCI) yang sama-sama
mempunyai kepentingan untuk mengelola hak mengumumkan (performing
right), hak menggandakan (mechanical rights) dan hak terkait (neighboring
right) yang dimana 2 lembaga tersebut mewakili golongannya masing-masing.
106
Selama UUHC Nomor 19 Tahun 2002 belum di revisi, dikhawatirkan
akan muncul permasalahan-permasalahan baru di seputar perlindungan hukum
bagi karya lagu atau musik dan industri entertainment yang melibatkan pihak-
pihak yang terkait dalam industri rekaman serta masalah di seputar eksploitasi
karya-karya yang dihasilkan. Pihak-pihak terkait tersebut diantaranya adalah
produser rekaman suara, penyanyi, musisi, pencipta lagu dan para pengguna
karya cipta lainnya.
Dengan adanya perangkat karaoke ini banyak pihak yang dirugikan,
terutama para pencipta lagu yang tidak terpenuhi hak-haknya dan tidak
menerima pembayaran royalti dari perusahaan tersebut atas penggunaan lagu-
lagu mereka, karena lagu-lagu yang terdapat didalam perangkat tersebut tidak
ada lisensinya. Sedangkan lisensi itu sangat penting bagi pengusaha hiburan
karaoke, karena pengusaha hiburan karaoke dapat mengembangkan kegiatan
usahanya berdasarkan atas HKI yang dimiliki olehnya secara leluasa dengan
sumber daya yang lebih kecil. Atas pemberian lisensi tersebut, pemberi lisensi,
dalam hal ini pencipta atau pemegang hak cipta, memperoleh imbalan dalam
bentuk royalti yang dibayarkan oleh penerima lisensi, yang besarnya
bergantung pada negosiasi para pihak.117
Gambaran diatas memperlihatkan bahwa perlindungan hak cipta
khususnya penggunaan lagu atau musik masih sangat lemah dan
memprihatikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pelanggaran-pelanggaran
yang seharusnya tidak perlu terjadi. Pelanggaran tersebut tentunya
���������������������������������������� �������������������117 Gunawan Widjaja, Op.Cit, Hal.20.
107
menghambat program pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas
sumber daya manusia melalui pemanfaatan UUHC.
Dalam setiap pelanggaran hak cipta di bidang musik atau lagu,
pencipta menjadi pihak yang sangat dirugikan. Mereka tidak mendapatkan hak
ekonomi dari ciptaan yang dibajak atau dipertunjukkan, karena pengguna
musik atau lagu yang dibajak pada dasarnya tidak membayar royalti. Dengan
tidak dibayarkannya royalti kepada pencipta lagu, otomatis mereka juga
kehilangan pekerjaannya yang berpengaruh besar kepada kesejahteraan
hidupnya.
Tentu lebih mudah bagi pencipta untuk menghitung pemasukannya
dari penggandaan ciptaan. Sebaliknya tentunya tidak mudah untuk menagih
performing rights mengingat pengumuman bisa terjadi dimana saja dan kapan
saja diluar sepengetahuan si pencipta. Di titik inilah sejarah lembaga sejenis
KCI dimulai. Diperlukan lembaga bersama untuk mewakili pencipta dalam
menagih royalti performing rights atau yang disebut sebagai collection
societies.
D. Proses Penarikan Royalti Lagu yang Dilakukan Oleh YKCI atas
Penggunaan Lagu yang Beredar di Masyarakat.
Royalti merupakan pembayaran sebagai bentuk penghargaan atas
penggunaan hasil karya cipta musik yang dipergunakan untuk keperluan
komersial.
108
YKCI bertindak selaku lembaga penghimpun hak cipta mewakili
mayoritas luas para pencipta lagu, penulis lirik dan penerbit musik, untuk
memberi ijin/lisensi untuk penggunaan musik ciptaan mereka. Lisensi
dimaksud merupakan ijin yang diberikan YKCI selaku pengelola hak ekonomi
para pencipta indonesia maupun mancanegara untuk
mengumumkan/mentabulasikan karya-karya musik yang telah dipergunakan
oleh para pengguna/users kepada para pemilik hak cipta.
Bila seseorang membeli sebuah kaset/CD atau berlangganan dengan
membayar iuran jasa TV satelit maupun TV kabel, maka orang tersebut tidak
membeli hak untuk mengumumkan karya-karya musik di hadapan publik. Jika
dia ingin memainkan musik di tempat usahanya, maka harus memperoleh ijin
dari pemilik hak cipta. Ijin ini dapat diperoleh dari lembaga KCI yang berupa
Sertifikat Pengumuman Musik. Biaya lisensi akan berbeda-beda tergantung
pada jenis kegiatan musik yang digunakan, seperti live music, musik di
restoran atau musik di tempat karaoke. Sebagai contoh untuk pemakaian
Background Music di sebuah restoran Rp.15.000/kursi pertahun atau sebesae
Rp.41,-/kursi per hari. Lisensi, sebagaimana sebuah produk yang dibeli untuk
digunakan demi kepentingan sebuah kegiatan usaha, dapat dikenakan pajak
(PPN) karena dianggap sebagai biaya usaha.
Rincian perhitungan besarnya royalti yang dipergunakan oleh KCI
dalam perjanjian kuasa ini adalah dengan berdasarkan standard internasional
yang ditetapkan oleh CISAC (The International Confederation of Societies of
Autors and Composers) sebagai organisasi induk Performing Rights dan disini
109
KCI sendiri bertindak sebagai bagian dari anggota yayasan. Royalti ini
diberikan kepada pencipta lagu, musisi dan penyanyi dan dipotong biaya
administrasi yang berkaitan dengan penagihan royalti kepada Yayasan KCI
yang besarnya berkisar 22-28% dari jumlah pendapatan royalti yang
diperoleh.118
YKCI mendistribusikan biaya-biaya lisensi/royalti yang dikumpulkan
untuk kepentingan para pemilik hak yang ciptaannya telah digunakan, dengan
menggunakan sejumlah prosedur dan metoda yang berbeda-beda untuk
menganalisis penggunaan musik. Pemotongan hanya dilakukan untuk biaya
administrasi. Royalti harus dibayar karena lagu adalah suatu karya intelektual
manusia yang mendapat perlindungan hukum. Jika pihak lain ingin
menggunakannya sepatutnya minta ijin kepada si pemilik hak cipta.
Pembayaran royalti merupakan konsekuensi dari menggunakan jasa/karya
orang lain.119.
Royalti YKCI merupakan sumber penghasilan yang penting bagi para
pencipta lagu. YKCI mengumpulkan biaya lisensi dari berbagai sumber. Biaya
lisensi yang dihimpun didistribusikan menurut analisis mendalam dari daftar-
daftar musik yang dimainkan dari sumber-sumber yang berbeda-beda. Royalti
hak mengumumkan dibagikan setiap setahun sekali (Juni/Juli), royalti
diberikan untuk lagu yang benar-benar diumumkan dan dari tempat-tempat
yang telah memperoleh lisensi YKCI. YKCI menggunakan sistem “follow the
dollar” atau royalti yang diterima dari kegiatan usaha tertentu (general
���������������������������������������� �������������������118 OK Saidin, Op.Cit, Hal.139. 119 Tim Lindsey (et.all), Op.cit, Hal.21.
110
licensing, broadcasting, concert, cinema) dibagikan untuk lagu-lagu yang
diputar pada kegiatan masing-masing.
Besarnya royalti yang diterima oleh tiap pemberi kuasa tergantung
pada:120
(1) Apakah lagunya sudah didaftarkan; (2) Apakah lagunya benar-benar dimainkan; (3) Seberapa sering lagu tersebut dimainkan; (4) Berapa pendapatan royalti riil yang diperoleh YKCI pada tahun itu
untuk kategori pengguna yang memainkan lagunya; (5) Berapa banyak total frekuensi lagu yang dimainkan pada kategori
pengguna tersebut.
Sedangkan royalti untuk hak memperbanyak dilakukan pada:121
1 Setiap 3 (tiga) bulan sekali; 2 Akurasi distribusi hak memperbanyak lebih terukur, karena pengguna
memperoleh ijin dan melaporkan penggunaan untuk setiap lagu.
Adanya ukuran ini maka jumlah penerimaan royalti sebuah lagu setiap
tahunnya akan berbeda-beda, karena bisa saja di tahun ini lagi itu terkenal dan
diperdengarkan diman-mana, tetapi tahun-tahun berkutnya belum tentu
banyak yang memutarkan lagu tersebut.
�
���������������������������������������� �������������������120 KCI, Lisensi Hak Musik Sedunia, Hal.13 121 Ibid.
111
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengaturan hak mengumumkan (Performing rights) dalam Undang-
undang Hak Cipta terdapat di dalam Pasal 2 ayat (1), yang dimaksud hak
eksklusif disini adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi
pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak
tersebut tanpa izin pemegangnya. Namun, hak mengumumkan untuk
tempat hiburan karaoke belum diatur secara khusus oleh UUHC,
mengingat substansi dari hak mengumumkan ini bukan medianya tetapi
karya ciptanya. Meskipun demikian, hak cipta perlu dilindungi oleh negara
meskipun ciptaannya tersebut tidak didaftarkan ke Dirjen HKI, karena
pencipta mempunyai hak atas ciptaannya baik itu hak moral maupun hak
ekonominya.
2. Pihak-pihak yang terkait adalah investor, distributor supplier,
customer/pelanggan, pemerintah dan juga masyarakat pada umumnya.
Pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak cipta khususnya hak
mengumumkan dalam usaha hiburan karaoke karena tidak melisensikan
lagu dan tidak membayar royalti adalah distributor/supplier. Oleh karena
itu, distributor harus melisensikan lagu-lagu yang terdapat pada perangkat
112
�
��
karaoke yang mereka buat, terutama lisensi dari ASIRI. Jika hal ini tidak
dilaksanakan maka distributor telah melanggar Pasal 72 ayat (1), (2), dan
(3) UUHC, dan negara pun berhak menuntut pelanggar hak cipta
sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UUHC.
3. Tanggung jawab Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) terhadap
pencipta atau pemegang hak cipta adalah memungut royalti atas
penggunaan lagu atau musik di tempat hiburan khususnya karaoke. YKCI
hanya memungut royalti bagi pencipta yang memberi kuasa kepadanya.
Apabila YKCI tidak menjalankan tanggung jawabnya maka YKCI telah
wan prestasi, maka Pencipta sebagai pihak yang memberi kuasa
kepadanya dapat menggugat YKCI secara perdata. Karena YKCI
merupakan lembaga yang dibentuk secara sukarela, maka tidak diwajibkan
untuk pencipta menjadi anggota YKCI.
B. Saran
Demi terwujudnya rasa keadilan dan kepastian hukum khususnya di
bidang hak cipta mengenai hak mengumumkan (performing rights) dalam
penggunaan musik atau lagu, maka ada beberapa saran yang diusulkan yaitu:
1. Diperlukannya pengaturan lebih lanjut tentang hak mengumumkan
(performing rights) pada tempat-tempat hiburan yang bersifat komersil
khususnya karaoke di dalam UUHC, agar pencipta dapat memperoleh
royalti dari para user atas hak mengumumkan dari lagu ciptaan mereka.
113
�
��
2. Dalam melakukan usahanya, diharapkan para users mematuhi peraturan
yang berlaku apabila akan menggunakan lagu-lagu para pencipta atau
pemegang hak cipta secara komersil, sebaiknya meminta ijin/lisensi
kepada pencipta atau pemegang hak cipta atau pihak yang diberi kuasa
untuk itu dan juga membayarkan royalti atas penggunaan lagu tersebut.
Selain itu, negara harus memberikan perlindungan hukum terhadap ciptaan
yang tidak didaftarkan oleh penciptanya.
3. Perlu dibuat peraturan perundang-undangan tentang lembaga yang paling
pantas untuk memungut royalti para pencipta atau pemegang hak cipta atas
penggunaan lagu ciptaannya yang digunakan oleh para users, baik itu
untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan yang sifatnya komersil.
Serta dibutuhkan kerjasama antara pihak-pihak yang terkait dengan tempat
karaoke, baik itu pengusaha, masyarakat dan juga pemerintah, Supaya
tidak ada sengketa mengenai penggunaan musik atau lagu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual,
PT.Citra Aditya, Bandung, 2001.
Ajip Rosidi, Undang-undang Hak Cipta 1982, Pandangan seorang awam,
Jakarta, Djambatan, 1984.
Bambang Kesowo, Hak Cipta, Paten, Merek, Pengaturan, Pemahaman dan
Pelaksanaannya, Yayasan Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, 1993.
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum
Tanah, Jakarta, Djambatan, 1982.
Desy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Amelia Surabaya, Surabaya,
2003.
Eddy Damian, Hukum Hak CIpta, Alumni, Bandung, 2005.
Edy Suryono, Praktek Ratifikasi Perjanjian Internasional di Indonesia, Bandung,
CV.Remadja Karya, 1984.
Garner, Bryan A. Edition in Chief, Black’s Law Dictionary, Seventh Edition, ST.
Paul Minn: West Publishing co, 1999.
Gunawan Widjaja, Waralaba, Seri Hukum Bisnis, PT Rajawali Press, Jakarta,
2001.
Harsono Adisumarto, Hak Milik Intelektual Khususnya Paten dan Merek, Hak
Milik Perindustrian (Industrial Property), Akademika Pressindo, Jakarta,
1985.
HFA Vollmar, terjemahan I.S.Adiwimarta, Pengantar Studi Hukum Perdata, (I),
Rajawali Pers, Jakarta, 1983.
Hutauruk, M., Hak Cipta Terbaru, Erlangga, Jakarta, 1987,
-----------------, Peraturan Hak Cipta Nasional, Erlangga, Jakarta, 1982.
Kansil, C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum ndonesia, PN.Balai
Pustaka, Jakarta, 1980.
Mahadi, Hak Milik Inmmaterial, BPHN, Jakarta, 1985.
Mariam darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum benda Nasional, Alumni,
Bandung, 1983.
Masri Maris, Hak Cipta: Dahulu, Kini dan Esok, Yayasan Obor, Jakarta, 1997.
Mochtar Kusumaatmaja, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta, Jakarta,
1978.
-----------------------------, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan, Alumni,
Bandung, 2003.
Muhammad Dhumhana dan R. Djubaedilah, Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori
dan Prakteknya di Indonesia, 1997.
M Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005.
Pitlo, Het zakenrecht Naar Het Nederlands Burgerlijk Wet Book, (HARLEEM),
HD.Tjeenk Willink Dan Zoon NV, Tanpa Tempat, 1955.
Poerwarjaminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustak, Jakarta,
1982.
Saidin, OK., Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2006.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Alumni, Bandung, 1958.
Sentosa Sembiring, Hak Kekayaan Intelektual Dalam Berbagai Peraturan
Perundang-Undangan, Yrama Widya, Bandung, 2002.
Soekardono, Hukum Dagang Indonesia I, Tanpa tempat ; Dian Rakyat, 1981.
Soemitro, Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1990.
Subekti, R., Pokok-pokok Hukum Perikatan, PT.Intermasa, Jakarta, 1978.
Sumadi, Suryabrata, Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2004.
Syahmin, Hukum Perjanjian Internasional, Menurut Konvensi Wina, Bandung,
Armico, 1985.
B. SUMBER LAIN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Peraturan Daerah Kotamdya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 33 Tahun 1998
Tentang Ijin Usaha Kepariwisataan Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung
Ahmad Sarjono, Memungut Royalti Lagu, Hak Siapa?, Tempo, 22 April 2007
Ibnu Purna, Menyambut Era HAKI, Suara Pembaruan, Rabu 19 Juli 2000
Redaksi, Ali Akbar akan gugat YKCI, Republika, Kamis 20 Oktober 2000.
Salinan Akte Pendirian Yayasan Karya Cipta Indonesia No 42 Tanggal 12 Juni
1990
BPHN, Seminar Hak Cipta, Bandung, Jakarta, Binacipta, 1976
Djuwityastuti, Kajian Yuridis Penerbitan Sertifikat Lisensi Pengumuman Musik
Oleh yayasan Karya Cipta Indonesia, Yustisia, Edisi Nomor 69 Sept. -
Desember 2006.
Johannes Gunawan, Pertanggungjawaban Produk (Product Liability), Universitas
Katolik Parahyangan Program Pascasarjana 1996
http://www.kci.or.id
http://www.dgip.go.id/ebscript/publicportal.cgi.
http://www.antara.co.id/view/?i=1234364024&c=SB H&s, 11 Februari 2009.
http://www.dharana-lastarya.org/cetak.php, 13 Desember 2006
http://folnews.com/index.php?option=com_content&task=view&id=315&Itemid
=1, 15 November 2008.
http://e-keuangan.blogspot.com/2009/03/investor-trading.html
http://id.wikipedia.org/wiki/investor.
http://widiasmoro.multiply.com/journal/item/257/Kopi_Right, 14 January 2008
http://www.hukumonline.com, 13 November 2008
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0704/27/opini/3486010.htm
http://celebrity.okezone.com, 06 November 2008
��
��
��
��
��
��
��
��
��
��
��
��
��
��������������
Dasar Perhitungan Tarif Royalti
Biaya Lisensi Revenue
% VoM (Value of Music)
Broadcasting % Value of Music Audio Report
Concert & Cinema % Value of Music Ticket Report
Digital Transmissions % Value of Music Ticket Report
General Licensing % Value of Music Parameter
x x x
x • Basic Expenditure of Entertainment (BEE)
• Occupancy Rate • Working Days
Tarif Index (Rp) Parameter Resto, Cafe, Pub, Karaoke, dll Tarif Index (Rp) Jumlah Kursi
Diskotik, Kantor, Mall, dll Tarif Index (Rp) Luas Areal
Hotel, Rumah Sakit, dll Tarif Index (Rp) Jumlah Kamar
Diskotik, Kantor, Mall, dll Tarif Index (Rp) Pesawat TV/Video Screen
Perkantoran Tarif Index (Rp) Pesawat Telepon
Transp. Udara, Darat, Laut Tarif Index (Rp)
x x x x
x
x
x Jumlah Penumpang
APLIKASI FRANCHISE
Setelah mempelajari penawaran bisnis Franchise Inul Vizta Karaoke Keluarga dan mensurvey
salah satu outletnya, maka saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan setuju dengan
semua ketentuan dan persyaratan franchise yang berlaku dan tertarik untuk mendaftar sebagai
calon franchisee. Dengan data sebagai berikut:
Nama Pemohon
Alamat
No. Telp
Hand Phone
Lokasi yang diajukan Sudah ada, alamat lokasi di
……………………………………………….
……………………………………………….
Berupa ruko/ unit dalam Mall/Town
Square/gedung terpisah/rumah besar *
Luas………………….m2 ( minimum 700 m2 )
( * coret yang tidak perlu dan Lampirkan denah
lokasi untuk keperluan survey kantor pusat )
Belum ada
Mohon kantor pusat mencarikan sesuai kebutuhan
outlet franchise
Mohon waktu 1 minggu untuk saya mencari
lokasi yang akan diajukan
Dengan ini saya bersedia menyetorkan Uang Muka Tanda Jadi sebesar Rp. 20.000.000,00 (duapuluh juta rupiah) pada tanggal …………………………………………..agar kantor pusat
segera dapat memulai proses pembukaan outlet franchise Inul Vizta Karaoke Keluarga saya.
………………….,…………………….2006
Yang menyatakan,
�����������
�
�
� �
Catatan: ����� ����� ������ ����� ������ �������� �������������� �� �������� ����� ������ ��������������������������������� �����������!���������������������������������������������������������������������������������"�����"������� ������ ������� ����������� �����#��������� ������ ������ ���������� ����� �������������������������!�
HYUNDAI SD-100 Super DvD Karaoke
Best Karaoke Player, Truly Home-Entertaintment, After-Working Therapy!
Hadirkan Bintang Karaoke di Keluarga Anda !
Deskripsi Memperkenalkan Karaoke Player dengan Teknologi Terbaru !!! Hanya dengan 1 Keping DVD Karaoke Anda dapat menikmati lebih dari 30.000 Lagu-lagu Pilihan. Tidak hanya itu saja, Koleksi lagu juga akan ditambah hingga �140 lagu Setiap Bulannya.
PRAKTIS UNTUK ROOM KARAOKE KELUARGA, CAFE, RESTORAN, HOTEL, GEREJA, ENTERTAINMENT !!!
Features • ANEKA RAGAM BAHASA DAN JENIS LAGU :
Indonesia - Barat - Mandarin - Japan -Korea - Malaysia - India - Hokkian - Rohani - Anak-anak
• MENU TAMPILAN NAN MUDAH DAN PRAKTIS UNTUK CARI LAGUCukup ingat judul lagu atau hanya tahu nama penyanyi saja
• BISA MEMILIH LAGU PADA SAAT SEDANG BERKARAOKE Anda bisa Reserve / Menyiapkan Next Song Hingga Maksimum 20 Lagu
• BERFUNGSI SEBAGAI PLAYER PADA UMUMNYA Bisa membaca disk DVD/MIDI/WMA/VCD/CD/CD-R/CD-RW/MP3
• LAGU HOUSE MUSIC DAN BACKGROUND MUSIC • BACKGROUND VIDEO BISA DI RUBAH
Dengan Koneksi Output Video dari Player lain atau CCTV • SPECIAL FUNCTION (REMOTE)
Key Control : Tinggi Rendah Nada Tempo : Cepat Lambatnya Lagu Jenis Suara : Male / Female atau Cowok / Cewek Melodi : Off, Standard, Mild, Strong
• COIN FUNCTION Bisa dipasang untuk Bisnis Coin Box Karaoke
Isi Paket • HYUNDAI SD-100 • ALBUM DAN SONGLIST LAGU • DVD Super Karaoke 30.000 Lagu • Remote Control • Kabel AV • Manual Book • Kartu Garansi • *** FREE MIC KREZT BETA 58 ***
HYUNDAI SD-100 DVD KARAOKE PLAYER HDT SD 100
berisikan 30ribuan lagu dalam bahasa Indonesia, Malysia, Mandarin, India Korea, Jepang dan English versi baru dgn input USB dan SD-CARD HDT SD-100 berisikan 30ribuan lagu dalam bahasa Indonesia,Malysia, Mandarin, India Korea,Jepang dan English
Dengan penambahan 140 lagu baru setiap bulannya. Perangkat yang kompatibel dengan DVD/Midi/WMA/VCD/CD/CD-R/CD-RW/MP3 ini dilengkapi inovasi advertisement function yang mudah digunakan serta background musik klasik dan koleksi house music yang lebih variatif. Tidak hanya itu, tapi untuk mempermudah melafalkan lagu, sebagian koleksi lagu baru juga telah dilengkapi dengan vocal.
DVD Player Function DVD which stands for Digital Versatile Disc or Digital Video Disc is a storage media can be recorded as much as 135 minutes video, maximum 8 languages audio sound track and also record 32 languages subtitles. If has MPEG-2(more than LD level) video quality and Dolby Digital surround. You can enjoy Home theater environments. Compatible Discs DVD, Video CD, Audio CD, MIDI CD can be played in this machine. Dolby Digital It is developed by Dolby Research Lab which adopts 5.1ch digital surround methods. It has superior 3D effect and reality for theater system and expert. 24bit/192KHz Audio D/A Converter To maximize superior audio quality, convert to analog
from digital is necessity process. This unit play Dinamic Range and Zero Cross Distortion by 24bit/192KHZ audio convert technology. CD Logos which can be played in this unit DVD Video CD CD MIDI CD [3 (8cm)disc/ [3 (8cm)disc/ [3 (8cm)disc/ [5 (12cm)disc] 5 (12cm)disc] 5 (12cm)disc] 5 (12cm)disc] SPECIFICATIONS Classification Description System DVD & Karaoke Player DVD MIDI CD Compatible Discs Video CD 1.1 Video CD 2.0 (PBC Function) SVCD Audio CD, MP3 CD Input Terminal MIC 10mV(600�),2EA Video Out Terminal 1Vp-p(75�) S-VHS Y 1Vp-p(75 �) C 0.286Vp-p(75 �) Output Terminal Video Component Y 1Vp-p(75 �) Pb 0.7Vp-p(75 �) Pr 0.7Vp-p(75 �) Audio 2Vrms
Power Supply:Voltage AC 110V/220V, 50/60Hz Power Consumption : 14W Size: 395(W) x 80(H) x 315(D)mm Weight: 3.0Kg(net)
Negara Asal: Korea Selatan Harga: Rp.3.800.000,- Cara Pembayaran: Transfer Bank (T/T), Tunai Jumlah: READY STOK Kemas & Pengiriman: CARTON BOX
KARAOKE MAGIC SING HYUNDAI
TEKNOLOGI BARU DGN SD-CARD ISI 30RIBU LAGU
HYUNDAI SM-500 OTHER USER FUNCTIONS SD Card Basic folders stored in SD Card
* KARA KARAOKE related files * ADV Advertisement Images * BGV Background video * VKA Video Karaoke Images * LOG Logo Images Files stored in SD Card and their extension * CMF Media files : Can be played back in a file library only * CCF File dedicated to KARAOKE ( May be created as CCO through CC9 )
title.hdr Files dedicated to KARAOKE title.bnk Files dedicated to KARAOKE CREATION OF USER MOVING PICTURES 1. For background video (BGV), create a moving picture in MPEG 1 VCD
video format and save it ini the BGV folder changing the file name to BGV0.CMF through BGV9.CMF, and you can use it as BGV.
2. For ADV, LOG and VKA, create a DivX file. Save the file in the ADV folder changing the file name to ADV0.CMF through ADV9.CMF, and you can use it as user advertisement image. Save the file in the LOG folder changing the file name to LOG0.CMF through LOG9.CMF, and you can use it as user logo image. Save the file in the VKA folder changing the file name to VKA0.CMF through VKA9.CMF, and you can use it as user
video karaoke image. (in the future we plan to extend VKA in such a way that VKA0000.CMF through VKA9999.CMF can be supported.) CREATION OF IMAGE FILES
a) How to the VKA ( Video KARAOKE ) VKA is used in the karaoke mode by inputting 90000 through 99999. Ex If a file is saved as VKA0.CMF in the VKA folder, enter 90000 as its song number. Then the title will be displayed as ( VIDEO KARAOKE ) and it can be played back by pressing enter Star
b) DivX ( ADV, VKA and LOG Image File ) Creation Format • General Format : AVI Bit rate : 625 Kbps • Video Codec : DivX 5 Family : MPEG-4 Bit rate : 484 Kbps
Width : 352 pixels Height : 240 pixels • Audio Codec : MPEG-1/2 L3 Bit rate : 128 Kbps Channel(s) :
2 Channels Sampling rate ` 48 KHz 3. BGV Image File Creation Format
• General Format : MPEG-1 video • Video Codec : MPEG-1 video Bit rate : 1150 Kbps Bit rate
mode : CBR Width : 352 pixels Height : 240 pixels Frame rate : 29.97 fps SPECIFICATIONS OF SUPPORT FORMATS 1. VIDEO FORMAT ITEM CODEC FILE TYPE SPECIFICATION MPEG1 *.MPG Up to 4Mbps (352 x 240, 30fps) *.DAt Up to 4Mbps (352 x 240, 30fps) MPEG2 *.VOB Up to 4Mbps (720 x 480, 30fps) VIDEO *.MPG Up to 4Mbps (720 x 480, 30fps) DivX .AVi V3.x,4.x,5.x up to 0.7Mbps (720 x 480, 30fps) MP3AUDIO Xvid .AVI Option 2. AUDIO FORMAT ITEM CODEC FILE TYPE SPECIFICATION MP3 *.MP3 Up to 320Kbps constant bit rate or variable bit rate AUDIO AC3 *.AVI Option OGG *.OGG Option 3. PHOTO FORMAT ITEM CODEC FILE TYPE SPECIFICATION JPEG *JPG Up to 5120 x 3840 base line PHOTO Up to 1824 x 1792 progressive BMP *.BMP Up to 912 x 896 GIF *.GIF Up to 896 x 896 SPECIFICATIONS AND CHARACTERISTICS Model : SM-500 Operating voltage and current : 9V 1A Power consumption : 4W Weight : 230g Dimension : 230mm*48mm*48mm Case material : Plastic Collor : Black Signal / noise (S/N) ratio : 70dB or up Frequency range : 22Hz
• 22 KHz Method of control : Front keys and IR remote control Video standard : NTSC/PAL Additional functions : Movie, photo and MP3 playback Color depth : True color Sound source : High-performance, digital sound source External memory device : SD Card (4GB provided as standard)
Negara Asal: Korea Selatan Harga: Rp.4.500.000 ,- Cara Pembayaran: Transfer Bank (T/T), Tunai Jumlah: Sementara Stok Habis Kemas & Pengiriman: 1 BOX
DVD PLAYER HYUNDAI SH-300
SH-300 comprise 30 thousands of song, with addition of 140 new song per month.
Karaoke Function You can enjoy home karaoke with HDD and designed with high quality Video and Audio.
DVD Player Function DVD which stands for Digital Versatile Disc or Digital Video Disc is a storage media can be recorder as much as 135 minutes video, maximum 8 languages audio sound track and also record 32 languages subtitles. It has MPEG-2(more than LD level)video quality and Dolby Digital surround. You can enjoy Home Theater environments.
Compatible Discs DVD, Video CD, CD, WMA, MP3 can be played in this machine.
Dolby Digital (AC-3) A high quality multi-channel digital audio code developed by Dolby Laboratories. Also known as Dolby Digital.
AC-3 delivers CD-quality digital audio and provides fiv full-bandwidth channels for front left, front right, center, surround left and surround right speakers, plus an LFE (low frequency effect) subwoofer, for a total of 5.1 channels.
24bit / 96KHz Audio D/A Converter To maximize superior audio quality, convert to analog from digital is necessity process. This unit replay Dynamic Range and Zero Cross Distortion by 24bit/96KHz audio convert technology.
10bit Video D/A Converter The unit adopts 10bit video D/A convert technology to reproduce the highest video quality. It is like the exits 8bit circuit, 10bit circuit convert the standard 8bit component signal to 10bit signal and replays same as the original one.
Spesifications System : DVD & Karaoke Player Compatible Discs : DVD, WMA CD, Video CD 1.1, Video CD 2.0 ( PBC Function ), SVD, Audio CD, MP3 CD
Input Terminal : MIC 10mV(600 &),2EA Output Terminal : Composite ,S-VHS ,Component Power Supply : Supply Voltage AC 100 � 240, 50/60Hz : Power Supply 30W Size : 415(W) x 120(H) x 275 (D) mm Weight : 4.8Kg(net, include HDD ) Hard Disk : 160GB Negara Asal: Korea Selatan Harga: Rp.6.000.000 ,- Cara Pembayaran: Transfer Bank (T/T), Tunai Kemas & Pengiriman: 1 box
DVD PLAYER HYUNDAI SH-300
TEKNOLOGI tercanggih Hyundai SH 300 memberikan kemudahan & kesenangan berkaraoke tanpa batas.
Teknologi harddisk Hyundai SH 300 the ultimate karaoke player dapat menyimpan lagu karaoke dengan kualitas seperti lagu originalnya serta dengan kapasitas penyimpanan yang tak terbatas. Remote controlnya dengan model disain alphabetical key membuat pencarian lagu dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cepat. Koleksi lagu selalu diupdate setiap bulan dengan lagu-lagu favorit terbaru.
F E A T U R E S Penyimpanan lagu karaoke dengan format MP3 maupun MTV Kapasitas penyimpanan tak terbatas dengan teknologi harddisk 160 GB ( extended up to 1 Tera Byte ) Dapat digunakan untuk play DVD movie ataupun CD lagu Koleksi lebih dari 30.000 lagu dalam 7 bahasa Pencarian lagu dengan judul lagu atau nama penyanyiDapat tetap mencari lagu sambil menyanyikan lagu lain Remote control canggih dengan alphabetical key
Tidak perlu tambahan monitor untuk layar menu Reserve / pemesanan lagu sampai dengan 20 lagu Vocal Assist untuk lagu-lagu baru Advertisement function Background video dapat diganti-ganti Background music
Compatible Discs DVD, Video CD, CD, WMA, MP3 can be played in this machine. Dolby Digital (AC-3) A high quality multi-channel digital audio code developed by Dolby Laboratories. Also known as Dolby Digital. AC-3 delivers CD-quality digital audio and provides fiv full-bandwidth channels for front left, front right, center, surround left and surround right speakers, plus an LFE (low frequency effect) subwoofer, for a total of 5.1 channels.
24bit / 96KHz Audio D/A Converter To maximize superior audio quality, convert to analog from digital is necessity process. This unit replay Dynamic Range and Zero Cross Distortion by 24bit/96KHz audio convert technology.
10bit Video D/A Converter The unit adopts 10bit video D/A convert technology to reproduce the highest video quality. It is like the exits 8bit circuit, 10bit circuit convert the standard 8bit component signal to 10bit signal and replays same as the original one.
Spesifications System : DVD & Karaoke Player Compatible Discs : DVD, WMA CD, Video CD 1.1, Video CD 2.0 ( PBC Function ), SVD, Audio CD, MP3 CD
Input Terminal : MIC 10mV(600 &),2EA Output Terminal : Composite ,S-VHS ,Component Power Supply : Supply Voltage AC 100 � 240, 50/60Hz : Power Supply 30W Size : 415(W) x 120(H) x 275 (D) mm Weight : 4.8Kg(net, include HDD ) Hard Disk : 160GB
FORMULIR APLIKASI LISENSI KCI Pengumuman Musik di Mall dan Pertokoan
GLMAL
lembaga nir laba yang melindungi dan mengurus hak cipta dari composer, lirikus dan penerbit musik seluruh dunia
Silahkan lengkapi, tanda tangan dan kirim kembali formulir ini kepada:
Departemen Lisensi, Karya Cipta IndonesiaGolden Plaza Fatmawati C12, Jalan RS Fatmawati 15, Jakarta 12420, Indonesia, Fax. +62 21 765-6051
Pemohon � � Nama Badan Hukum NPWP � Nama Tempat Usaha � � Alamat Kode Pos
� � � Telepon Faksimili Email
� � Nama Pemohon Jabatan
Pemakaian musik Parameter Jum Tarif/Thn. Total Background Music s/d 1000 m2
Luas per 1000 m2
Rp. 1.500.000 Rp.
Background Music 1001 s/d 5000 m2
Luas per 1000 m2
Rp. 1.170.000 Rp.
Background Music 5001 s/d 10000 m2
Luas per 1000 m2
Rp. 900.000 Rp.
Background Music diatas 10000 m2
Luas per 1000 m2
Rp. 750.000 Rp.
TV/ Video Screen Jumlah alat x besar (inch)
Rp. 18.000 Rp.
Food Court Jum. Kursi Rp. 15.000 Rp.
Biaya Lisensi
Biaya Lisensi Rp.
Catatan a. Biaya Lisensi akan dikenakan PPN sebesar 10% dan biaya materai. b. Minimum biaya lisensi untuk:
- Background Music; tidak kurang dari 1000 m2 (Rp. 1.500.000,-) - Food Court; tidak kurang dari 100 kursi (Rp. 1.500.000,-) c.Luas ruangan adalah luas ruangan mall yang menggunakan background music d. Jumlah TV/Video screen adalah jumlah alat TV/Video screen x diagonalnya (inch)
Pernyataan Saya / Kami menandatangani aplikasi untuk mendapatkan lisensi KCI yang mengizinkan pengumuman musik didepan umum untuk seluruh karya cipta yang
diwakili oleh KCI dan menyatakan bahwa data yang saya / kami isi ini adalah benar.
Tanda tangan � Tanda tangan / atas nama pemohon
� � Nama Lengkap Tanggal
FORMULIR APLIKASI LISENSI KCI Pengumuman Musik di Mall dan Pertokoan
GLMAL
lembaga nir laba yang melindungi dan mengurus hak cipta dari composer, lirikus dan penerbit musik seluruh dunia
KETERANGAN 1. LISENSI adalah izin yang diberikan oleh para pencipta/pemegang hak cipta musik Indonesia
dan asing yang merupakan Peserta KCI dan pihak lain berafiliasi dengan KCI yang merupakan bagian dari Undang-undang Hak Cipta Republik Indonesia (UUHC RI) beserta peraturan pelaksanaannya, ketentuan mana terpisah dari hak-hak lain yang dilindungi di dalamnya seperti hak moral pencipta; hak memperbanyak ciptaan; maupun hak cipta rekaman suara. LISENSI diterbitkan KCI tiap tahun dalam bentuk SERTIFIKAT LISENSI PENGUMUMAN MUSIK (SLPM) KCI.
2. Dengan memegang SLPM KCI, anda memperoleh izin yang sah dari pencipta/pemegang hak cipta yang repertoirenya dikelola oleh KCI, dan KCI membebaskan Anda dari segala tuntutan/gugatan pencipta/pemegang hak cipta yang merupakan Peserta maupun pihak lain yang berafiliasi dengan KCI selama jangka waktu yang tertera dalam SERTIFIKAT LISENSI, sepanjang yang menyangkut hak ekonomi Mengumumkan musik sesuai dengan ketentuan UUHC RI.
3. PENGUMUMAN MUSIK adalah penyuaraan, penyiaran, pemutaran atau pertunjukan musik dengan atau tanpa syair yang terdapat di dalamnya sedemikian rupa sehingga dapat didengar oleh orang lain, dalam bentuk BACKGROUND MUSIC dan siaran RADIO dan/atau TELEVISI/VIDEO atau sejenisnya.
4. BACKGROUND MUSIC adalah musik latar yang diputar dalam bentuk kaset, piringan hitam, compact disc atau perpanjang bunyi (phonograms) lainnya untuk memberi kenyamanan kepada pengunjung.
5. TV/VIDEO SCREEN adalah layar lebar untuk memutar siaran televisi dan/atau video yang mengandung musik.
6. BIAYA LISENSI (ROYALTI) adalah sejumlah uang yang merupakan hak ekonomi pencipta/pemegang hak cipta musik Indonesia dan asing yang merupakan Peserta KCI maupun pihak lain yang berafiliasi dengan KCI.
7. Ketentuan ini berlaku tahun pertama dan diperpanjang atas persetujuan pihak KCI.
BIAYA LISENSI (ROYALTI) DIBAYAR SETAHUN DIMUKA DAN KCI AKAN MEMBAGIKAN KEPADA PENCIPTA/PEMEGANG HAK CIPTA YANG MUSIK-NYA
DIPAKAI DI TEMPAT USAHA ANDA.
Prosedur untuk memperoleh LISENSI PENGUMUMAN MUSIK adalah : 1. Melengkapi dan mengembalikan Formulir aplikasi ke kantor KCI. 2. KCI mengirim invoice mengenai besarnya royalti yang harus dibayar. 3. Membayar royalti untuk satu tahun lisensi setiap tahunnya dan memberitahukan daftar
lagu-lagu yang digunakan. 4. KCI memberikan Sertifikat Lisensi Pengumuman Musik dan Surat Perjanjian Lisensi
Pengumuman Musik.
PERJANJIAN PEMBERIAN KUASA MENGELOLA HAK CIPTA Antara PENCIPTA LAGU/PUBLISHER dengan YAYASAN KARYA CIPTA INDONESIA
No.
Bulan Tahun
Kode pos No.telepon Kota Berlaku s/d tanggal
Pada Tanggal :
Nama :
Pekerjaan : Alamat :
Identitas : KTP/KPM/Paspor No.
dalam hal ini bertindak (pilih salah satu) Untuk diri sendiri
Selaku : a. Ahli Waris b. Penerima Hibah/Testamen c. Orang Tua/Wali (Jika di bawah umur) d. Kuasa
dari pencipta lagu yang bernama :
Tempat/Tgl.Lahir : Tempat/Tgl.Wafat :
Beralamat terakhir di :
Selaku Publisher
Yang selanjutnya disebut PIHAK KESATU dengan YAYASAN KARYA CIPTA INDONESIA
Beralamat di : Golden Plaza Fatmawati Blok C 12
Jl. RS. Fatmawati No.15 Jakarta 12420 – INDONESIA
Yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA
PIHAK KESATU dan PIHAK KEDUA telah sepakat mengadakan Perjanjian Kerjasama dalam bidang pengelolaan Hak untuk
mengumumkan karya cipta musik, dengan ketentuan-ketentuan dan syarat sebagai berikut :
PASAL 1
(1) PIHAK KESATU adalah orang maupun orang-orang/Badan Hukum yang memegang hak mengumumkan karya cipta musik termasuk didalamnya semua composer (pencipta lagu), lirikus (penulis lirik), penata musik, pengadaptasi lirik dan publisher, sub publisher
(2) Karya Cipta Musik adalah tiap ciptaan termasuk didalamnya melodi dengan maupun tanpa syair, gubahan/aransemen, adaptasi yang telah terdaftar di PIHAK KEDUA
(3) Repertoire adalah sejumlah pembendaharaan karya cipta musik yang dimiliki seseorang, orang-orang atau Badan Hukum yang memberi kuasa kepada PIHAK KEDUA
(4) Publisher adalah Pihak/Badan Hukum yang bertugas untuk menerbitkan dan memasarkan lagu (repertoire) PIHAK KESATU
(5) Pemakai (user) adalah Pihak/Badan Hukum yang memerlukan izin dari PIHAK KESATU melalui PIHAK KEDUA untuk mengumumkan karya cipta musik tersebut dan membayar royalti
PASAL 2
Bahwa PIHAK KEDUA berkewajiban untuk mengumpulkan royalti PIHAK KESATU dari pemakai serta menyerahkan hasil pengumpulan tersebut kepada PIHAK KESATU, setelah dikurangi biaya administrasi riil (real cost) dari pengumpulan royalti hak mengumumkan karya cipta musik, apabila karyanya tersebut benar-benar diumumkan pemakai sesuai dengan laporan/data tertulis yang diterima PIHAK KEDUA. Royalti akan mulai didistribusikan setelah PIHAK KEDUA menerima pembayaran dari pemakai dan melewati masa transisi untuk proses tabulasi.
PASAL 3
PERJANJIAN PEMBERIAN KUASA MENGELOLA HAK CIPTA Antara PENCIPTA LAGU/PUBLISHER dengan YAYASAN KARYA CIPTA INDONESIA
Bahwa PIHAK KEDUA bersedia menerima pendaftaran karya cipta musik PIHAK KESATU untuk disimpan dan dikelola izin pemakaian serta mengumpulkan royalti hanya atas karya cipta musik yang didaftarkan saja.
PASAL 4
Bahwa PIHAK KESATU akan mendaftarkan karya cipta lagunya kepada PIHAK KEDUA dalam format yang ditentukan PIHAK
KEDUA untuk dikumpulkan hak berupa royaltinya dari Pemakai, jika karya tersebut diumumkan di tempat usaha/komersil.
PASAL 5
(1) PIHAK KESATU menjamin bahwa setiap karya cipta musik yang didaftarkan kepada PIHAK KEDUA adalah asli, dan karya termaksud seluruhnya ataupun sebagian daripadanya bukan merupakan pelanggaran terhadap melodi, atau lirik, atau hak cipta dari pihak lain dan bahwa ia adalah pemegang hak mengumumkan karya cipta musik asli tersebut.
(2) PIHAK KESATU mempunyai hak penuh serta kekuasaan dan otoritas untuk membuat akte kuasa pengalihan hak ini, jika di kemudian hari terdapat kasus mengenai otentitas karya cipta musik maupun hak cipta sebenarnya. Seluruh royalti atas karya cipta musik tersebut yang belum dibagikan akan disimpan PIHAK KEDUA dan baru akan dibagikan kepada pihak yang terbukti merupakan pemegang hak cipta sebenarnya melalui musyawarah maupun keputusan pengadilan.
PASAL 6
(1) Dengan adanya perjanjian pengalihan hak ini, segala sesuatu yang mengumpulkan dan pendistribusian royalti dari pengumuman karya cipta musik oleh pihak lain merupakan hak dan wewenang PIHAK KEDUA: PIHAK KESATU menjawab bahwa ia tidak akan menerima ataupun menagih secara langsung dari pihak yang menggunakan repertoire PIHAK KESATU ini selama berlakunya masa perjanjian ini.
(2) Pengalihan hak termasuk pada ayat (1) diatas termasuk dalam hal PIHAK KESATU mengumumkan lagunya sendiri di tempat-tempat yang telah dan akan dipungut royaltinya oleh PIHAK KEDUA.
PASAL 7
Dalam rangka penegakan hukum terhadap pemakai yang melanggar, PIHAK KESATU apabila diminta oleh PIHAK KEDUA, bersedia untuk menandatangani surat/dokumen yang menyangkut litigasi dan identifikasi, serta menjadi saksi atas keabsahan lagu ciptaannya.
PASAL 8
Bahwa PIHAK KESATU tidak akan mengadakan perjanjian atau menyerahkan pengelolaan perizinan hak mengumumkan karya cipta musik kepada pihak lain selama jangka waktu perjanjian ini dan menjamin PIHAK KEDUA dari segala tuntutan pihak lain mengenai hak pengelolaan pengumuman karya cipta musik ini.
PASAL 9
Bahwa kedua belah pihak akan tunduk kepada Ketentuan Perpajakan Indonesia.
PASAL 10
Semua persoalan maupun perbedaan yang sewaktu-waktu dapat timbul di dalam hubungan ini akan dimusyawarahkan bersama dan kesepakatan tersebut akan dibuatkan addendum yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini, apabila tidak dapat terselesaikan maka persoalan maupun perbedaan itu akan diselesaikan melalui Badan Arbitrase atau pengadilan yang berwenang.
PASAL 11
Perjanjian ini berlaku terus menerus secara otomatis setiap 3 (tiga) tahun dan berakhir karena: a) Berakhirnya jangka waktu perlindungan hak cipta sebagaimana diatur dalam perundang-undangan Hak Cipta yang berlaku, b) Adanya permohonan tertulis dari PIHAK KESATU mengenai pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
m surat kuasa No. :
Setelah melewati masa 3 tahun pertama dan sekurang-kurangnya 30 hari sebelum habisnya masa berlaku surat kuasa dan berlaku sejak akhir tahun kalender selanjutnya.
PERJANJIAN PEMBERIAN KUASA MENGELOLA HAK CIPTA Antara PENCIPTA LAGU/PUBLISHER dengan YAYASAN KARYA CIPTA INDONESIA
PASAL 12
(a) Apabila PIHAK KESATU adalah publisher maka pendaftaran karya cipta musik PIHAK KESATU tidak untuk mewakili pencipta yang diwakilinya dan pencipta yang bersangkutan yang dimaksud harus tetap mendaftarkan karya cipta musik termasuk kepada PIHAK
KEDUA. Selanjutnya PIHAK KESATU wajib memberitahukan kepada pencipta yang dimaksud untuk mendaftarkan karya cipta musik termaksud PIHAK KEDUA.
(b) Apabila terjadi perubahan atau pemutusan hubungan hukum antara PIHAK KESATU dengan pencipta yang dimaksud maka PIHAK
KESATU wajib memberitahukan kepada PIHAK KEDUA dan pencipta yang dimaksud tetap mendaftarkan karya ciptanya kepada PIHAK KEDUA.
PASAL 13
(1) Perjanjian ini mengikat kedua belah pihak; (2) Perjanjian ini dibuat dalam rangka 2 (dua), diatas kertas bermaterai dan masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama bagi
kedua belah pihak.
Demikian perjanjian ini ditandatangani oleh kedua belah pihak pada tanggal yang telah ditentukan diatas dan mulai berlaku sejak ditandatangani.
PIHAK KEDUA : PIHAK KESATU
YAYASAN KARYA CIPTA INDONESIA
Materai Rp. 6.000,-
KCI License Aplication Music Reproduction and Performance for Kiosk (PC)
DTRTN
Non profit organization for the protection and administration rights of composer, authors and publisher of music worldwide
Please complete the relevant section, sign and forward this form to:
Licensing Department, Karya Cipta Indonesia Golden Plaza Fatmawati C12, Jalan RS Fatmawati 15, Jakarta 12420, Indonesia, Fax. +62 21
765-6051
Aplicant � � Register Business Name Tax Number � � Ringtone Service Name Website � Address
� � � Telephone Fax. Email
� � Name of Applicant Position
Description Amount Reproduction Rights works Minimum advanced license fee per 10
works Rp. 1.600.000,-
Rp
Performing Rights Annual minimum license fee of Rp.5.000.000,- Rp.
5.000.000
License Fees
Total Rp.
Note License scheme is on the back on this form License fee is subject to government tax and stamp fees
Statement I/We the undersigned apply for KCI’s license which authorizes the public performance of any and all of the works within KCI’s repertoire in the circumstances any by the methods as described in the License Scheme in respect of which I/We have indicated that that application is truthfully being made.
Signature � Signature/on behalf of the application
� � Full Name Date
KCI License Aplication Music Reproduction and Performance for Kiosk (PC)
DTRTN
Non profit organization for the protection and administration rights of composer, authors and publisher of music worldwide
License Scheme
Reproduction Right License
Authorizes a number of reproductions that include:
- The initial fixing of the work in a midi (or a file) format (the “ringtone”); - The reproduction of the ringtone onto a server for the purpose of downloading the
ringtone onto mobile phones; - The reproduction of that ringtone (in that or another format) onto a wabpage for
the purpose for providing a previem of the ringtone to potential customer; - The reproduction of the ringtone onto a mobile phone.
License Fees - Rp. 100.000,- for the initial fixing of every 10 ringtone (a one-off fee)- 10% of the retail price of the ringtone, with minimum Rp. 500,- per download- Minimum advanced license fee per 10 works with 300 downloads (Rp. 100.000,- + 10 works x Rp. 500,- x 300 downloads = Rp. 1.600.000,-)
Communication Right License Authorizes the communication of preview ringtones via streaming media application and for sale ringtones by transmitting the work from the server to the mobile phones.
The license fee is 6.35% of the ringtone sale price with minimum Rp. 300,- per download, subject to an annual minimum license fee of Rp. 5.000.000,-.
Important Terms and Conditions If you wish to obtain KCI’s ringtone license, you need to be aware of a number of important points. 1. The license agreements are only open to companies in the Indonesian territory. 2. The license agreements only permit to the transmission to and the download onto
Indonesian mobiles. 3. Licensees must be able to prevent that communication to and the download onto
mobiles that permit the on sending of ringtones to third parties. 4. That reproduction license scheme only authorises specific works from our members
of authors and publishers. At present all works published or co-published by Sony, Aquarius, EMI, PMU (BMG), Suara Publishindo (Universal), Hemadana (Warner), and several major publisher are excluded from KCI’s reproduction rights license. If you wish to use such works, you need to approach the revelant music publisher direct.
5. Licensees must submit a list of works they wish to use – we will then advise which works are within KCI’s mandate and which are not.
6. Licensees must be able to report all sales accurately to enable KCI to assess the license fee.
7. All license fee is subject to 10% Government VAT.
Formulir Aplikasi Lisensi KCI Pengumuman Musik Latar (Background Music) diBowling, Billyard, Ice Skating, Taman Hiburan
GLTSBM
lembaga nir laba yang melindungi dan mengurus hak cipta dari composer, lirikus dan penerbit musik seluruh dunia
Silahkan lengkapi, tanda tangan dan kirim kembali formulir ini kepada:
Departemen Lisensi, Karya Cipta IndonesiaGolden Plaza Fatmawati C12, Jalan RS Fatmawati 15, Jakarta 12420, Indonesia, Fax. +62 21 765-6051
Pemohon � � Nama Badan Hukum NPWP
� Nama Tempat Usaha
� � Alamat Kode Pos
� � � Telepon Faksimili Email
� � Nama Pemohon Jabatan
Biaya Lisensi 1,3% x HTM x Rata-rata pengunjung harian x 300 hari
ATAU
3,9 x HTM x Rata-rata pengunjung harian
HTM = Harga Tanda Masuk setelah dikurangi pajak tontonan
Jenis Tanda Masuk
Factor HTM - Pajak Rata-rata Pengunjung
Total
3,9 Rp 3,9 Rp 3,9 Rp
Biaya Lisensi Rp
Catatan a. Biaya Lisensi akan dikenakan PPN sebesar 10% dan biaya materai. b. Minimum biaya lisensi adalah sebesar Rp.3.900.000,-
Pernyataan Saya / Kami menandatangani aplikasi untuk mendapatkan lisensi KCI yang mengizinkan pengumuman musik didepan umum untuk seluruh karya cipta yang
diwakili oleh KCI dan menyatakan bahwa data yang saya / kami isi ini adalah benar.
Tanda tangan � Tanda tangan / atas nama pemohon
� � Nama Lengkap Tanggal
Formulir Aplikasi Lisensi KCI Pengumuman Musik Latar (Background Music) diBowling, Billyard, Ice Skating, Taman Hiburan
GLTSBM
lembaga nir laba yang melindungi dan mengurus hak cipta dari composer, lirikus dan penerbit musik seluruh dunia
KETERANGAN 1. LISENSI adalah izin yang diberikan oleh para pencipta/pemegang hak cipta musik Indonesia dan
asing yang merupakan Peserta KCI dan pihak lain berafiliasi dengan KCI yang merupakan bagian dari Undang-undang Hak Cipta Republik Indonesia (UUHC RI) beserta peraturan pelaksanaannya, ketentuan mana terpisah dari hak-hak lain yang dilindungi di dalamnya seperti hak moral pencipta; hak memperbanyak ciptaan; maupun hak cipta rekaman suara. LISENSI diterbitkan KCI tiap tahun dalam bentuk SERTIFIKAT LISENSI PENGUMUMAN MUSIK (SLPM) KCI.
2. Dengan memegang SLPM KCI, anda memperoleh izin yang sah dari pencipta/pemegang hak cipta yang repertoirenya dikelola oleh KCI, dan KCI membebaskan Anda dari segala tuntutan/gugatan pencipta/pemegang hak cipta yang merupakan Peserta maupun pihak lain yang berafiliasi dengan KCI selama jangka waktu yang tertera dalam SERTIFIKAT LISENSI, sepanjang yang menyangkut hak ekonomi Mengumumkan musik sesuai dengan ketentuan UUHC RI.
3. PENGUMUMAN MUSIK adalah penyuaraan, penyiaran, pemutaran atau pertunjukan musik dengan atau tanpa syair yang terdapat di dalamnya sedemikian rupa sehingga dapat didengar oleh orang lain, dalam bentuk BACKGROUND MUSIC dan siaran RADIO dan/atau TELEVISI/VIDEO atau sejenisnya.
4. BACKGROUND MUSIC adalah musik latar yang diputar dalam bentuk kaset, piringan hitam, compact disc atau perpanjang bunyi (phonograms) lainnya untuk memberi kenyamanan kepada pengunjung.
5. TV/VIDEO SCREEN adalah layar lebar untuk memutar siaran televisi dan/atau video yang mengandung musik.
6. BIAYA LISENSI (ROYALTI) adalah sejumlah uang yang merupakan hak ekonomi pencipta/pemegang hak cipta musik Indonesia dan asing yang merupakan Peserta KCI maupun pihak lain yang berafiliasi dengan KCI.
7. Ketentuan ini berlaku tahun pertama dan diperpanjang atas persetujuan pihak KCI.
BIAYA LISENSI (ROYALTI) DIBAYAR SETAHUN DIMUKA DAN KCI AKAN MEMBAGIKAN KEPADA PENCIPTA/PEMEGANG HAK CIPTA YANG MUSIK-NYA
DIPAKAI DI TEMPAT USAHA ANDA.
Prosedur untuk memperoleh LISENSI PENGUMUMAN MUSIK adalah : 1. Melengkapi dan mengembalikan Formulir aplikasi ke kantor KCI. 2. KCI mengirim invoice mengenai besarnya royalti yang harus dibayar. 3. Membayar royalti untuk satu tahun lisensi setiap tahunnya dan memberitahukan daftar lagu-
lagu yang digunakan. 4. KCI memberikan Sertifikat Lisensi Pengumuman Musik dan Surat Perjanjian Lisensi
Pengumuman Musik.
Formulir Aplikasi Lisensi KCI Pengumuman Musik di Karaoke dan Discotique
GLKAR
lembaga nir laba yang melindungi dan mengurus hak cipta dari composer, lirikus dan penerbit musik seluruh dunia
Silahkan lengkapi, tanda tangan dan kirim kembali formulir ini kepada:
Departemen Lisensi, Karya Cipta IndonesiaGolden Plaza Fatmawati C12, Jalan RS Fatmawati 15, Jakarta 12420, Indonesia, Fax. +62 21 765-6051
Pemohon � � Nama Badan Hukum NPWP � Nama Tempat Usaha � � Alamat Kode Pos
� � � Telepon Faksimili Email
� � Nama Pemohon Jabatan
Pemakaian Musik Parameter Jum Tarif/Thn. Total Background Music Jumlah Kursi Rp 15.000 Rp Dance Floor m2 lt. Dansa & Rp 70.000 Rp
Jumlah Kursi Rp 15.000 Rp Live Music Jumlah Kursi Rp 35.000 Rp Karaoke Regular Jumlah Kursi Rp. 70.000 Rp Kamar Karaoke ( 7,2 x BEE x Jumlah Kamar )
Jenis Kamar Factor Jum BEE 7,2 Rp
Rp
7,2 Rp Rp 7,2 Rp Rp
Biaya Lisensi
BIaya Lisensi Rp
Catatan a. Biaya Lisensi akan dikenakan PPN sebesar 10% dan biaya materai. b. Minimum biaya lisensi untuk:
- Background Music; tidak kurang dari 40 kursi (Rp.600.000,-) - Live Music; tidak kurang dari 40 kursi (Rp. 1.400.000,-) - Dance Floor; tidak kurang dari 10 m2 (Rp. 700.000,-) - Karaoke Regular; tidak kurang dari 20 kursi (Rp. 1.400.000,-) - Kamar Karaoke; Rp. 720.000,- per kamar c.BEE (Basic Expenditure for Entertainment);harga sewa kamar karaoke per minimum jam pemakaian d. Jumlah Kamar; jumlah kamar karaoke
Pernyataan Saya / Kami menandatangani aplikasi untuk mendapatkan lisensi KCI yang mengizinkan pengumuman musik didepan umum untuk seluruh karya cipta yang
diwakili oleh KCI dan menyatakan bahwa data yang saya / kami isi ini adalah benar.
Tanda tangan � Tanda tangan / atas nama pemohon
� � Nama Lengkap Tanggal
Formulir Aplikasi Lisensi KCI Pengumuman Musik di Bisnis Retail GLRTL
lembaga nir laba yang melindungi dan mengurus hak cipta dari composer, lirikus dan penerbit musik seluruh dunia
Silahkan lengkapi, tanda tangan dan kirim kembali formulir ini kepada:
Departemen Lisensi, Karya Cipta IndonesiaGolden Plaza Fatmawati C12, Jalan RS Fatmawati 15, Jakarta 12420, Indonesia, Fax. +62 21 765-6051
Pemohon � � Nama Badan Hukum NPWP
� Nama Tempat Usaha
� � Alamat Kode Pos
� � � Telepon Faksimili Email
� � Nama Pemohon Jabatan
Pemakaian Musik Parameter Jum Tarif/Thn. Total Background Music Luas (m2) Rp 7.500 Rp
TV / Video Screen Jumlah alat x besar (inch) Rp 9.000 Rp
Rp
Biaya Lisensi
Biaya Lisensi
Catatan a. Biaya Lisensi akan dikenakan PPN sebesar 10% dan biaya materai b. Minimum biaya lisensi untuk Background Music adalah tidak kurang dari 50 m2
( Rp. 375.000,- ) c. Luas ruangan adalah luas ruangan yang menggunakan background music d. Jumlah TV/Video screen adalah Jumlah alat TV/Video screen x diagonalnya (inch)
Pernyataan Saya / Kami menandatangani aplikasi untuk mendapatkan lisensi KCI yang mengizinkan pengumuman musik didepan umum untuk seluruh karya cipta yang
diwakili oleh KCI dan menyatakan bahwa data yang saya / kami isi ini adalah benar.
Tanda tangan � Tanda tangan / atas nama pemohon
� � Nama Lengkap Tanggal
Formulir Aplikasi Lisensi KCI Pengumuman Musik di Bisnis Retail GLRTL
lembaga nir laba yang melindungi dan mengurus hak cipta dari composer, lirikus dan penerbit musik seluruh dunia
KETERANGAN 1. LISENSI adalah izin yang diberikan oleh para pencipta/pemegang hak cipta musik Indonesia dan
asing yang merupakan Peserta KCI dan pihak lain berafiliasi dengan KCI yang merupakan bagian dari Undang-undang Hak Cipta Republik Indonesia (UUHC RI) beserta peraturan pelaksanaannya, ketentuan mana terpisah dari hak-hak lain yang dilindungi di dalamnya seperti hak moral pencipta; hak memperbanyak ciptaan; maupun hak cipta rekaman suara. LISENSI diterbitkan KCI tiap tahun dalam bentuk SERTIFIKAT LISENSI PENGUMUMAN MUSIK (SLPM) KCI.
2. Dengan memegang SLPM KCI, anda memperoleh izin yang sah dari pencipta/pemegang hak cipta yang repertoirenya dikelola oleh KCI, dan KCI membebaskan Anda dari segala tuntutan/gugatan pencipta/pemegang hak cipta yang merupakan Peserta maupun pihak lain yang berafiliasi dengan KCI selama jangka waktu yang tertera dalam SERTIFIKAT LISENSI, sepanjang yang menyangkut hak ekonomi Mengumumkan musik sesuai dengan ketentuan UUHC RI.
3. PENGUMUMAN MUSIK adalah penyuaraan, penyiaran, pemutaran atau pertunjukan musik dengan atau tanpa syair yang terdapat di dalamnya sedemikian rupa sehingga dapat didengar oleh orang lain, dalam bentuk BACKGROUND MUSIC dan siaran RADIO dan/atau TELEVISI/VIDEO atau sejenisnya.
4. BACKGROUND MUSIC adalah musik latar yang diputar dalam bentuk kaset, piringan hitam, compact disc atau perpanjang bunyi (phonograms) lainnya untuk memberi kenyamanan kepada pengunjung.
5. TV/VIDEO SCREEN adalah layar lebar untuk memutar siaran televisi dan/atau video yang mengandung musik.
6. BIAYA LISENSI (ROYALTI) adalah sejumlah uang yang merupakan hak ekonomi pencipta/pemegang hak cipta musik Indonesia dan asing yang merupakan Peserta KCI maupun pihak lain yang berafiliasi dengan KCI.
7. Ketentuan ini berlaku tahun pertama dan diperpanjang atas persetujuan pihak KCI.
BIAYA LISENSI (ROYALTI) DIBAYAR SETAHUN DIMUKA DAN KCI AKAN MEMBAGIKAN KEPADA PENCIPTA/PEMEGANG HAK CIPTA YANG MUSIK-NYA
DIPAKAI DI TEMPAT USAHA ANDA.
Prosedur untuk memperoleh LISENSI PENGUMUMAN MUSIK adalah : 1. Melengkapi dan mengembalikan Formulir aplikasi ke kantor KCI. 2. KCI mengirim invoice mengenai besarnya royalti yang harus dibayar. 3. Membayar royalti untuk satu tahun lisensi setiap tahunnya dan memberitahukan daftar lagu-
lagu yang digunakan. 4. KCI memberikan Sertifikat Lisensi Pengumuman Musik dan Surat Perjanjian Lisensi
Pengumuman Musik.