adit gastritis.pdf

29
1 PRESENTASI KASUS GASTRITIS Disusun oleh : Adita Dianputra Kencana 108103000039 Pembimbing : dr. Dedy Rahmat Sp.A MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

Upload: vayavya

Post on 02-Feb-2016

104 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

PRESENTASI KASUS

GASTRITIS

Disusun oleh :

Adita Dianputra Kencana

108103000039

Pembimbing :

dr. Dedy Rahmat Sp.A

MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2015

2

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas

rahmat dan karunia-Nya akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat serta

salam tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta sahabat

dan keluarganya.

Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus sebagai

salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Bidang Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di RSUP Fatmawati

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada orang tua, keluarga serta

teman teman dalam stase Ilmu Kesehatan Anak, baik teman-teman dari UIN

Syarif Hidayatullah atas bantuannya selama ini sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah ini. Kepada dr. Dedy Rahmat, SpA sebagai pembimbing

dalam tugas presentasi kasus ini penulis juga ucapkan terimakasih sebanyak-

banyaknya.

Dalam proses penyelesaiannya, makalah laporan kasus masih sangat banyak

keselahan dan jauh dari kesempurnaa, sehingga kritik dan saran sangat penulis

harapkan dari berbagai pihak.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis ataupun

pembaca, baik untuk menambah wawasan dibidang kedokteran umumnya, serta

dibidang Ilmu penyakit saraf khususnya. Terimakasih

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 25 Februari 2015

Penulis

3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I ILUSTRASI KASUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN KASUS

DAFTAR PUSTAKA

4

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS

Nama : An. SS

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir : 13 Agustus 2008

Umur : 12 tahun 4 Bulan

Pendidikan : Sekolah dasar

Alamat : JL. Nurul Iman

No RM : 1351246

Tanggal Pemeriksaan : 25 Februari 2015

Identitas Orang Tua

Nama : Ny R

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 31 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat :

Nama : Tn K

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 30 tahun

Pekerjaan : Cleaning Service

Agama : Islam

Alamat :

5

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Muntah berwarna kecoklatan sejak 2 hari SMRS

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 2 hari smrs pasien mengeluh muntah darah, warna kecoklatan,

bergumpal-gumpal bercampur dengan makanan, tidak berbuih (berbusa) muntah

terjadi sebanyak 5x , sebanyak ½ gelas aqua. Riwayat batuk lama, ataupun batuk

berdarah disangkal. Pasien juga mengeluhkan BAB berwarna hitam,

konsistensinya lembek dan kadang cair. Keluhan ini dirasakan sejak 2 hari smrs,

dalam sehari 3x. keluhan BAB ini disertai dengan nyeri ulu hati seperti ditusuk-

tusuk dan tidak menjalar. Nyeri ulu hati dirasakan apabila terlambat makan dan

berkurang dengan pemberian makan. Serta penurunan nafsu makan, serta

mengeluhkan lemah badan dan terasa pusing. Keluhan BAB hitam tidak disertai

dengan mata kuning dan buang air kecil seperti the. Pasien mengeluhkan demam

sejak 2 hari SMRS, demam mendadak tinggi dan tidak hilang timbul. Tanda-tanda

perdarahan tubuh lain seperti mimisan, gusi berdarah, dan bintik-bintik merah

pada bagian tubuh disangkal, tidak ada orang di sekitar pasien yang menderita

demam seperti pasien. Pasien mengeluh terdapat penurunan berat badan 1 kg

selama sakit. Pasien tidak mengkonsumsi obat-obat penurun panas (ibuprofen)

dalam waktu lama dan tidak pernah meminum jamu dalam waktu lama. Pasien

juga tidak mengkonsumsi obat nyeri, ataupun pil yang berwarna hijau. Pasien

tidak makan secara teratur, mengkonsumsi mie instan sehari 3x sehari dan hamper

setiap hari.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami keluhan serupa 2 tahun yang lalu, namun sudah

perbaikan. Riwayat trauma (-), riwayat sakit kuning (-), riwayat perdarahan sulit

sembuh (-)

6

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan serupa seperti pasien.

Riwayat sakit kuning di keluarga (-), riwayat alergi (-).

E. Riwayat Sosial dan Kebiasaan

Pasien mau bersosialisasi dengan teman-teman sekitar rumah baik. Pasien lebih

senang mengkonsumsi indomie sebanyak 3x sehari.

F. Riwayat Kehamilan

Ibu pasien tidak pernah meminum obat-obatan selain vitamin kehamilan. Dan

rutin kontrol di bidan.

G. Riwayat Kelahiran

Pasien lahir secara spontan di dokter, cukup bulan usia kehamilan 9 bulan 1

minggu, langsung menangis, kuning (-), BL: 3500gr, PL: 49 cm.

H. Riwayat Imunisasi

BCG 1x, Polio 4x, Hepatitis B 3x, DPT 3x, Campak 1x

I. Riwayat Nutrisi

Saat ini pasien sudah bisa makan nasi dengan lauk-pauk. Makan sehari 3 kali.

Gemar memakan mie instan 3x sehari.

J. Riwayat Tumbuh Kembang

Pasien tidak naik kelas sebanyak 2x, prestasi pasien di sekolah biasa saja.

7

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Generalis

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit isi cukup, reguler

Suhu : 36,5 0C

Pernapasan : 20 x/menit

Status Gizi

Berat Badan : 29 kg BB/U: 29/41: 70 %

Tinggi Badan : 140 cm TB/U: 140/151: 93%

BB/TB: 29/35: 82%

Kesan status gizi kurang perawakan normal

Kepala : normosefal, deformitas, wajah simetris, tidak tampak pucat

Mata : Konjungtiva pucat -/-, sclera tidak ikterik

Telinga: Normotia , liang telinga lapang, secret -, nyeri tekan tragus -

Hidung: Deviasi septum -/-, pernapasan cuping hidung -, Sekret -/-, hipertropi

konka -/-, hiperemis -/-

Mulut : mukosa lembab, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang, uvula di

tengah

Leher : trakea di tengah, tiroid tidak teraba, pembesaran KGB -,

Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 jari medial linea midclavicula

sinistra

8

Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis dekstra

Batas jantung kiri : ICS V 2 jari lateral linea midklavikularis

sinistra

Pinggang jantung : ICS 2 linea parasternalis sinistra

Auskultasi : BJ I dan II reguler; gallop (-), murmur (-)

Pemeriksaan Paru

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : ekspansi dada normal, vokal fremitus kanan kiri sama

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi -/- wheezing -/-

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : datar, spider nevi -

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : supel, hati dan limpa tidak teraba; nyeri tekan (+) pada region

epigastrium.

Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen, Shifting dullness –

Ekstremitas : akral hangat, edema -, CRT<2 detik sianosis (-), palmar eritema (-).

Pemeriksaan Neurologis

Tanda Rangsang Meningeal :

Kaku kuduk : (-)

Kuduk kaku : (-)

Laseque : kanan > 70o kiri > 70

o

9

Kerniq : kanan > 135o kiri > 135

o

Brudzinsky I : kanan(-) kiri(-)

Brudzinsky II : kanan(-) kiri(-)

Saraf kranialis

N.I : tidak dilakukan

N.II

Tidak dilakukan, hanya melihat reflek cahaya (di N III, IV, VI)

Funduskopi : tidak dilakukan

N. III,IV dan VI

Kedudukan bola mata : Strabismus

Pupil

Bentuk : Bulat, isokor, diameter = 3mm/3mm

Refleks cahaya langsung : +/+

Refleks cahaya tak langsung : +/+

Refleks akomodasi : +/+

Refleks konvergensi :

N.V

Cabang motorik : baik/ baik

Tidak dilakukan

N.VII

Motorik orbitofrontal : baik/ baik

Motorik orbikularis oris : plica nasolabilais baik /baik

N.VIII

Tidak diperiksa

N.IX ; N.X

10

Motorik : arcus faring simetris, uvula di tengah

Sensorik : baik

N.XI

Tidak diperiksa

N.XII

Pergerakan lidah :

Saat istirahat : posisi ditengah, tidak ada deviasi

Saat menjulurkan : baik, tidak ada deviasi

Atrofi : (-)

Fasikulasi : (-)

Tremor : (-)

Sistem motorik

Ekstremitas atas : 5555/5555

Ekstremitas bawah : 5555/5555

Trofik : Eutrofi

Tonus : Normotonus

Fungsi otonom

Miksi : baik

Defekasi : baik

Refleks fisiologis

Biseps : +2/+2

Triseps : +2/+2

Patella : +2/+2

Achilles : +2/+2

Refleks patologis

Hoffman tromer : -/-

11

Babinsky : -/-

Chaddok : -/-

Gordon : -/-

Schaefer : -/-

Klonus patella : -/-

Klonus achilles : -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Darah lengkap

Hemoglobin 14.0 g/dl 11,8 – 15,0 g/dl

Hematokrit 40 % 33 – 45 %

Lekosit 4.100/ul 5.000 – 13.500

Trombosit 166.000/ul 181 – 521.000/ul

MCV 81,6 fl 80.0-100.0

MCH 29.0 pg 26.0-24.0

MCHC 35,5g/dl 32.0-36.0

RDW 14.1 % 11.5-14.5

Fungsi Hati

SGOT 46 U/l 0-34

SGPT 18 U/l 0-40

Diabetes

GDS 106 mg/dl 60 – 100 mg/dl

Elektrolit Darah

Na 134 mmol/L 135 – 147 mmol/L

K 4.24 mmol/L 3,10 – 5,10 mmol/L

Cl 96 mmol/L 95 – 108 mmol/L

12

Pemeriksaan Feses

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

MAKROSKOPIK

Konsistensi

Warna

Lunak

Coklat

Lunak

Kuning-Coklat

Unsur Lain

Nanah

Lendir

Darah

Negative

Negative

Negative

Negative

Negative

Negative

MIKROSKOPIK

Leukosit

Eritrosit

Lemak

E.Coli

E.Hystolitica

Amilum

Serat Otot

Serat Tumbuhan

Telur Cacing

Lain-lain

0-1

0-1

Negative

Negative

Negative

Negative

Negative

Negative

Negative

Negative

<10/LPB

<3/LPB

Negative

Negative

Negative

Negative

Negative

Negative

Negative

Negative

V. RESUME

VI. DIAGNOSIS KERJA

Hematemesis melena ec suspek Gatritis Erosiva

VII. DIAGNOSIS BANDING

Ulkus duodenum

13

VIII. PENATALAKSANAAN

Rencana Diagnosis

HBEAG

USG Abdomen

Pemeriksaan Urea breath test

Endoskopi

Rencana Tatalaksana

IVFD KAEN 3B 18 tpm makro

Sucralfat 3x2 cth

Ranitidine 2x1 ampul

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. EPILEPSI

I. DEFINISI

Kejang merupakan manifestasi klinis yang disebabkan oleh lepasnya

muatan listrik di otak. Epilepsi merupakan serangan kejang

paroksismal berulang dua kali atau lebih tanpa penyebab yang jelas

dengan interval serangan lebih dari 24 jam, akibat lepas muatan listrik

berlebihan di neuron otak Kejang berulang pada epilepsy merupakan

suatu manifestasi muatan listrik abnormal dan berlebih dari sel-sel

neuron di otak.

II. EPIDEMIOLOGI

Insidens epilepsi pada anak dilaporkan dari berbagai negara dengan

variasi yang luas, sekitar 4-6 per 1000 anak, tergantung pada desain

penelitian dan kelompok umur populasi. Di Indonesia terdapat paling

sedikit 700.000-1.400.000 kasus epilepsi dengan pertambahan sebesar

70.000 kasus baru setiap tahun dan diperkirakan 40%-50% terjadi pada

anak-anak.

III. KLASIFIKASI

Klasifikasi kejang yang terjadi pada epilepsy yaitu: kejang umum dan

kejang fokal.

Kejang fokal

Kejang fokal sederhana

Kejang parsial kompleks

Kejang parsial yang menjadi umum

Kejang umum

Absans

15

Mioklonik

Klonik

Tonik

Tonik-klonik

Atonik

Kejang tak terdefinisikan

IV. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Etiologi epilepsi yaitu:

Genetic

Structural atau metabolic

Tidak diketahui

Patofisiologi kejang terjadi pada tingkat seluler, dimana depolarisasi

potensial paska sinaps yang berlangsung lama (50ms). Paroxysmal

depolarization shift yang terjadi merangsang muatan listrik yang

berlebihan pada neuron otak dan merangsang neuron lain untuk

melepaskan muatan listrik secara bersamaan sehingga timbul

hipereksitabilitas neuron otak.

V. DIAGNOSIS

Meskipun epilepsi adalah diagnosis klinis, elektroensefalografi (EEG)

merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk konfirmasi

diagnosis epilepsi, menentukan klasifikasi epilepsi, melihat fokus

epileptogenik, evaluasi hasil terapi, dan menentukan prognosis.

Pemeriksaan EEG juga sangat diperlukan untuk menyingkirkan

kemungkinan adanya gangguan yang menyerupai epilepsi seperti

sinkope, henti nafas sejenak (breath holding speell), masturbasi infantil,

migrain dan sebagainya, yang sering membuat epilepsi salah

diagnosis/overdiagnosis.

16

Pendekatan anak dengan kejang

VI. MANAJEMEN TATALAKSANA

Tatalaksana kejang akut dan status konvulsif

17

Obat-obatan maintenance untuk epilepsi adalah sebagai berikut:

Obat Jenis kejang Dosis Oral Dosis Loading

Carbamazepin Umum tonik-

klonik

Kejang fokal

10mg/kgBB/24

jam ditingkatkan

20-30mg/kg/24

jam (3 dosis)

Clonazepam Absent

Myoklonik

Spasme

infantile

Fokal

<30kg : mulai

0.05mg/kg/24 jam

Tingkatkan

0.05mg/kg/minggu

Maks 0.2mg/kg/24

jam (2-3x)

>30kg:

1.5mg/kg/24 jam

18

(3x)

Feintoin Umum tonik-

klonik

Parsial

Status

epileptikus

3-9mg/kg/24 jam

(2x)

20mg/kg

Fenobarbital Umum tonik-

klonik

Fokal

Status

3-5mg/kg/24 jam

(2x)

20mg/kg

20-30mg/kg

(neonates)

Asam Valproat Umum tonik-

klonik

Absen

Mioklonik

10mg/kg/24 jam

Tingkatkan 5-

10mg/kg/minggu

30-60mg/kg/24

jam (3-4x)

B. RETARDASI MENTAL

I. PENDAHULUAN

AAMD mendefinisikan RM sebagai suatu keadaan di mana intelegensi

umum berfungsi di bawah rata-rata, yang bermula dari masa

perkembangan dan disertai dengan gangguan pada tingkah laku

penyesuaian. Sedangkan menurut ICD 10, RM adalah perkembangan

mental yang terhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai dengan

adanya hendaya (impairment) keterampilan (skills) selama masa

perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat

inteligensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.

RM dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan mental atau fisik lainnya

DSM-IV mendefinisikan RM sebagai :

19

Fungsi intelektual yang berada di bawah rata-rata, dengan IQ (

- intelligence quotient) rata-rata 70 atau kurang.

Terdapat defisit atau gangguan fungsi adaptif pada

minimal 2 area: komunikasi, perawatan diri sendiri, hidup

berkeluarga, kemampuan sosial/interpersonal, kemampuan

bermasyarakat, penentuan diri sendiri (self direction),

kemampuan akademik fungsional, perkerjaan, rekreasi,

kesehatan dan keselamatan.

Timbul sebelum umur 18 tahun.

II. KLASIFIKASI

Klasifikasi retardasi mental menurut DSM IV adalah sebagai berikut:

Kode Kategori Skor IQ Tingkat

Pendidikan

Intensitas

Bantuan

317

318.0

318.1

318.2

Ringan

Sedang

Berat

Sangat Berat

55-70

40-54

25-29

<25

Terdidik

Terlatih

Tidak terlatih

Tidak terlatih

Intermiten

Terbatas

Ekstensif

Pervasive

III. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Etiologi dari retardasi mental dibagi kedalam beberapa bagian, yaitu:

a. Selama kehamilan

Kelainan bawaan seperti kelainan kromosom dan kelainan genetik,

serta kelainan didapat seperti infeksi susunan saraf pusat, alcohol

serta penggunaan obat-obatan.

b. Perinatal

Infeksi perinatal serta trauma lahir serta prematuritas dapat menjadi

suatu pencetus terjadinya mental retardasi ini.

c. Post natal

20

Infeksi neonates, kuning serta anoksia serebri juga dapat

menyebabkan retardasi mental.

d. Factor lingkungan

Penyakit kejiwaan atau penyakit kronis lain pada ibu, kemiskinan,

malnutrisi, penyiksaan, penelantaran.

e. Masalah psikososial

f. Interaksi berbagai macam penyebab

Patofisiologi terjadinya retardasi mental dapat dijelaskan sebagai

berikut.

Disfungsi terjadi terutama pada struktur kortikal, termasuk

hipokampus dan korteks temporal medial. Kebanyakan penderita

dengan gangguan kognitif yang signifikan tidak mempunyai kelainan

struktural yang jelas pada otak. Malformasi SSP yang terlihat

secara visual ditemukan pada 10-15% kasus, malformasi yang

sering ditemukan antara lain defek neural tube, hidranensefal dan

mikrosefal. Kadang-kadang ditemui malformasi SSP berupa migrasi

dan agenesis korpus kalosum.

IV. DIAGNOSIS

Manifestasi klinis

1. Gangguan perilaku, mencakup agresi, menyakiti diri sendiri, deviasi

perilaku, inatensi, hiperaktifitas, kecemasan, depresi, gangguan tidur

dan gerakan stereotipik.

2. Keterlambatan berbahasa.

3. Gangguan gerakan motorik halus dan gangguan adaptasi. Pada

penderita ditemui keterlambatan dalam usaha makan sendiri, ke

belakang sendiri (toileting) dan kemampuan bermain. Penderita

juga memperlihatkan ketidakpedulian terhadap mainan yang

sesuai dengan umurnya, tidak mampu bermain imajinasi ataupun

berganti peran dengan teman sebayanya.

21

4. Keterlambatan perkembangan motorik kasar, jarang ditemui, kecuali

kalau RM disertai dengan kondisi lain, seperti palsi serebral.

Gangguan motorik kasar yang samar-samar seperti terlambat

berjalan dan clumsiness, bisa ditemukan.

5. Abnormalitas neurologik dan fisis. Prevalensi RM meningkat pada

anak dengan kelainan kejang (seizure disorder), mikrosefal,

makrosefal, riwayat gagal tumbuh intrauterin ataupun postnatal,

prematuritas, dan kelainan kongenital

Kriteria diagnosis retardasi mental adalah

a. Terdapat kendala perilaku adaptif sosial (kemampuan untuk mandiri)

b. Gejala timbul pada umur yang kurang dari 18 tahun

c. Fungsi Intelektual kurang dari normal (IQ < 70)

V. MANAJEMEN TATALAKSANA

Upaya preventif primer:

Memberikan perlindungan spesifik terhadap penyakit tertentu

(imunisasi)

Meningkatkan kesehatan dengan memberikan gizi yang baik,

mengajarkan cara hidup-sehat

Upaya preventif sekunder:

Mendeteksi penyakit sedini mungkin

Diagnosis dini PKU dan hipotiroid (kalau ada), untuk

mencegah kerusakan lebih-lanjut

Koreksi defek sensoris, kemudian dilakukan stimulasi dini

(stimulasi sensoris, terapi-wicara)

3 intervensi perilaku yang dapat dilakukan pada penderita Retardasi

mental

a. Analisis perilaku terapan (applied behavior analysis), merupakan

teknik untuk membangun kemampuan fungsional yang sesuai dan

mengurangi masalah-masalah tingkah laku, mencakup :

22

Behavior-accelerating procedures: memberikan penghargaan pada

perilaku yang tidak menimbulkan masalah.

Behavior-decelerating technique: memberikan penghargaan jika

perilaku bermasalah tidak muncul dalam jangka waktu tertentu.

Behavioral parent and teacher/staff training: membantu agar

mereka bisa berfungsi sebagai cotherapist dan/atau untuk

menghindari timbulnya kembali perilaku bermasalah.

b. Pengaturan lingkungan, mengatur kondisi-kondisi fisik dan/atau

sosial yang mungkin mencetuskan masalah tingkah laku.

c. Edukasi kepada penderita dan/atau keluarganya, untuk membantu

memahami masalah tingkah laku atau kelainan psikiatrik yang

mungkin menyertai retardasi mental dan bagaimana

menanggulanginya.

C. PERKEMBANGAN TERLAMBAT

I. PENDAHULUAN

Bahasa dibagi kedalam beberapa komponen, yaitu komunikasi

ponologi, sintak serta pragmatic. Komunikasi terdiri atas perilaku dan

keterampilan. Ponologi mengacu pada penggunaan secara tepat dalam

pengucapan kata, sedangkan semantic adalah pemilihan kata-kata

secara tepat. Sintak mengacu pada kesesuaian penggunaan tata bahasa

dalam pembuatan kalimat. Kemampuan pragmantik meliputi

kemampuan verbal dan non verbal yang memfasilitasi pertukaran ide,

meliputi meliputi kesesuaian memilih bahasa untuk situasi dan

keadaan sekitar dan bahasa tubuh.

II. EPIDEMIOLOGI

Gangguan bicara dan bahasa terjadi pada anak anak pra sekolah sekitar

8% dari keseluruhan anak-anak. Hampir 20% dari anak-anak berusia

23

lebih dari 2 tahun dipikirkan mengalami keterlambatan bicara.anak

laki-laki memiliki 2 kali potensi lebih besar dibandingkan anak

perempuan.

III. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Kemampuan berbicara normal merupakan suatu fungsi yang komplek.

Faktor risiko untuk cedera neurologi bukan merupakan sebuha factor

risiko yang kebanyakan dimiliki oleh anak-anak yang memiliki

gangguan berbicara. Factor genetic memperlihatkan peranan penting

dalam mempengaruhi bagaimana seorang anak dapat berbicara.

Seorang anak yang terpapar oleh keluarga atau orang tua yang

mengalami gangguan bicara memberikan pegaruh terhsdap

perkembangan bicara seorang anak.

Mekanisme perkembangan neurologi memiliki peranan penting juga

terhadap gangguan ini, yaitu migrasi dari sel saraf dari matriks

germinal ke korteks serebri. Beberapa sindrom juga berhubungan

terhadap gangguan perkembangan berbicara, yaitu sindrom William

(mikro delesi).

IV. DIAGNOSIS

A. Skoring diperoleh dari ukuran standar individual dilihat dari

perkembangan bahasa dan subtansi dibawah ini diperoleh dari

ukuran standarisasi kapasitas intelektual non verbal dan

penerimaan perkembangan bahasa. Penghambat dari manifestasi

klinis dapat diperoleh dari gejalanya termasuk penguasaan

keterbatasan kosakata yang ditandai, kesalahan dalam membuat

kalimat, kesulitan dalam mengulangi kata dan produksi kalimat

dengan pengembangannya, pemanjangan atau yang lengkap

B. Kesulitan dalam megekpresikan bahasa dapat dilakukan

intervensi dengan akademik dan penerimaan okupasi atau

konikasi sosial

24

C. Kriteria tidak dapat digabungkan dengan kelainan menerima dan

mengekpresi bahasa atau kelainan perkembangan yang perpasif

D. Jika terdapat retardasi mental, seperti penurunan motoric dan

sensorik dalam berbahasa atau kehilangan terhadap lingkungan

pada saat ini, kesulitan dalam berbahasa menjadi perhatian yang

selalu dihubungkan oleh masalah ini

Campuran

A. Skor ini berdasarkan standardisasi individual baik dari perkembangan

ekspresi bahasa maupun penerimaan bahasa yang mengukur kapasitas

intelektual non-verbal. Gejala yang termasuk gangguan ekspresi bahasa

antara lain kesulitan memahami kata dan kalimat atau kata-kata spesifik

seperti kata-kata istilah

B. Kesulitan mengekspresikan dan menerima bahasa secera signifikan

mempengaruhi prestasi akademi, kerja, atau komunikasi sosial.

C. Kriteria tidak untuk gangguan perkembangan pervasif.

D. Pasien dengan retardasi mental, deficit bicara-sensorik-motorik, atau

deprivasi lingkungan ditemukan akan mengalami kesulitan berbahasa yang

lebih berat.

Jika deficit pada motorik, bicara atau sensoria tau kondisi gangguan neurologi

maka masuk ke aksis III

Ponologik

A. Kegagalan perkembangan dalam berbicara dapat diperkirakan dari suara

bicara sesuai dengan usia dan dialek nya. ( contohnya; Failure to use

developmentally expected speech sounds that are appropriate for age and

dialect (e.g., errors in sound production, use, representation, or

organization such as, but not limited to, substitutions of 1 sound for

another [use of /t/for target /k/sound] or omissions of sounds such as final

consonants)

25

B. Kesulitan dalam percakapan yaitu bertentangan dengan pendidikannya

atau dengan komunikasi secara social.

C. Jika pada retardasi mental, terdapat deficit sensoris dan motoris berbicara,

atau gangguan interaksi social, gangguan berbicara biasanya berhubungan

dengan semua kejadian ini.

Jika defisit pada motorik, bicara atau sensoris atau kondisi gangguan

neurologi maka masuk ke aksis III

Gagap

A. Gangguan kefasihan dalam berbicara dan pemolaan waktu berbicara, yang

ditandai oleh > tanda berikut:

1. Pengulangan suara dan suku kata

2. Prolongasi suara

3. Seruan

4. Terbata-bata (ada periode henti kata)

5. Audible or silent blocking

6. Pemakaian kata yang tidak perlu

7. Kata-kata dikeluarkan dengan physical tension yang berlebih

8. Repetisi dari keseluruhan kata-kata

B. Gangguan kefasihan yang mengganggu prestasi akademik atau pekerjaan

atau komunikasi sosial

C. Jika ada deficit neurologi atau motoric-bicara atau deficit sensori ,

gangguan bicara berhubungan dengan masalah ini

Tidak spesifik

V. MANAJEMEN TATALAKSANA

Pada anak pra sekolah dengan gangguan berbicara dapat diobservasi dengan

edukasi serta keyakina dari orang tua. Orang tua hendaknya jangan menegur

atau memarahi anak-anak dengan gangguan bicara. Kebanyakan anak pra

sekolah dengan gangguan bicara merespon terhadap intervensi oleh speech

pathologic dan kebiasaan umpan balik dari orang tua.

26

Anak-anak yang lebih besar dan remaja diterapi juga dengan risperidone atau

olanzapine disertai terapi wicara.

27

BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN KASUS

Pasien didiagnosis epilepsi atas dasar dari anamnesis terhadap keluarga pasien,

yaitu ibu pasien. Ibu pasien mengaku bahwa pasien mengalami kejang kelojotan

pada bulan Agustus 2014. Kejang tanpa didahului oleh demam. 1 hari bisa terjadi

kejang sebanyak 4 kali. Kejang berlangsung <5 menit dan diantara kejang pasien

tertidur. Jarak antara kejang pertama dan kedua + 15 menit. Namun saat itu

keluarga tidak membawa pasien ke rumah sakit. Pada bulan desember 2014 pasien

mengalami kejang 6x dalam sehari, jenis kejang mirip dengan kejang sebelumnya,

yaitu kejang kelojotan dan tidak ada demam. Mata mendelik ketas, serta pasien

tertidur setelahnya. Saat itu keluarga langsung membawa pasien ke RSF untuk

dirawat. Pasien saat itu dirawat selama 6 hari. Setelah pulang dari perawatan

pasien kontrol ke poli tumbuh kembang RSF. Kontrol sudah sebanyak 2 kali.

Obat-obatan yang rutin diminum adalah fenitoin 2 kali sehari (75 mg) serta

depaken 2 kali 4 mg serta stesolid yang dimasukkan melalui anus.

Sebenarnya keluhan kejang sudah pernah dialami oleh pasien pada usia 2 tahun.

Kejang tanpa di dahului oleh demam. Kejang berlangsung <5 menit. Kejang

kelojotan, mata mendelik keatas. Setelah kejang pasien tertidur. Pasien sempat

dirawat di RS Zahira dan dilakukan pemeriksaan CT-Scann dan EEG, dan

dikatakan ada urat syaraf yang terputus.

Tatalaksana pasien epilepsi selain mengatasi keluhan akutnya saat kejang, yaitu

diberikan diazepam (per rektal), hal ini telah dilakukan saat pasien masuk ke IGD

serta ibu juga dibekali dengan obat kejang (stesholid= diazepam per rektal) jika

terjadi kejang pada pasien di rumah. Selain itu pasien juga diberikan obat-obatan

pemeliharaan berupa fenitoin 2 kali sehari (75 mg) serta depaken 2 kali 4 mg

untuk mencegah kejang.

Selain epilepsi pasien juga menderita retardasi mental dan gangguan

perkembangan.

28

Gangguan perkembangan berupa retardasi mental dan gangguan bicara dapat

saling berhubungan seperti yang terlihat pada gambar diatas. Gangguan bicara

yang terjadi pada pasien didasarkan atas anamnesis berupa bahwa pasien baru bica

berbicara “ayah” pada usia 7 tahun. Tatalaksana delayed speech yang terjadi pada

pasien dapat ditatalaksana dengan bekerjasama bersama keluarga agar keluarga

tetap bersabar dan tetap mau untuk mengajak anaknya berkomunikasi.

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Diagnosis and management of epilepsies in children and young people: A

national clinical guideline. Scottish Intercollegiate Guideline

Networks.March 2005

2. Setyabudhi, Mangunatmaja I. Kejang dalam Buku ajar Pediatri Gawat

Darurat. UKK IDAI. Jakarta: 2011

3. Pudjiandi Ah, dkk. Retardasi Mental dalam Pedoman Pelayanan Medis

Ikatan Dokter Anak Indonesia 2nd

ed. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak

Indonesia: Jakarta.2011

4. Sims MD, Schumm RL. Language Development and Communication

Disorders in Kliegmen: Nelson Textbook of Pediatric 18th ed. Saunders:

USA.2007

5. Treatment for Epilepsy in Kliegmen: Nelson Textbook of Pediatric 18th

ed. Saunders: USA.2007

6. Berg AT, Scheffer IE. New concepts in classification of the epilepsies:

Entering the 21st century. Epilepsia. International League Against

Epilepsi: USA 2011