201219002_penelitian_849

16
TOPIKAL PAPER NATURAL ENVIRONMENT PENCEMARAN PERAIRAN TELUK BUYAT SULAWESI UTARA INDONESIA Pengajar: Prof. Dr. Shalihudin Djalal Tandjung, M. Sc. Yudhi Apriyadi Sukirman 08/277583/PEK/12911 REGULER ANGKATAN 22 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

Upload: khoirul-umami

Post on 16-Apr-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 201219002_penelitian_849

TOPIKAL PAPER

NATURAL ENVIRONMENT

PENCEMARAN PERAIRAN TELUK BUYAT

SULAWESI UTARA INDONESIA

Pengajar:Prof. Dr. Shalihudin Djalal Tandjung, M. Sc.

Yudhi Apriyadi Sukirman

08/277583/PEK/12911REGULER ANGKATAN 22

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMENFAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS GADJAH MADAJAKARTA

2009

Page 2: 201219002_penelitian_849

PENCEMARAN PERAIRAN TELUK BUYAT

SULAWESI UTARA INDONESIA

1. PENDAHULUAN

Kasus Buyat mendapatkan rating tertinggi dalam kasus pencemaran lingkungan

hidup di dunia di tahun 2004. Jika itu adalah album lagu, barangkali sudah mendapatkan

hadiah “piringan emas" akibat menjadi “the best seller in the world 2004”. Kasus

pencemaran lingkungan di dunia yang nyaris mampu menyamakan rekor kasus

“Minamata Deases” di Teluk Minamata Jepang dimasa itu. Bumi Sulawesi Utara (Sulut)

yang menjadi lokasi terciptanya kasus menghebohkan dunia yang sebetulnya sejak tahun

2001 sudah sangat menghebohkan dunia internasional, sehingga tercipta suatu kerjasama

internasional untuk mengadakan suatu “International Conference” tentang “System

Tailing Displacement (STD)” di Kota Manado (ibukota Sulut). Tak kurang dari 10 negara

hadir di acara tersebut dan sempat menerbitkan “deklarasi Manado”. Kerjasama Jaringan

Tambang Indonesia (JATAM), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Pusat

maupun daerah Sulut serta berbagai organisasi internasional yang menghadirkan negara-

negara yang menjadi korban perusahaan-perusahaan tambang emas skala besar dan kecil

seperti Papua Nugini, Pilipina.

Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999

tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, Usaha dan / atau kegiatan yang

kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup,

wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL), wajib

melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan

hidup yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau

kegiatan. Perlu diketahui juga dalam peraturan pemerintah tersebut, Bagi usaha dan atau

kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Hidup wajib melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya

Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL).

Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 juga menentukan bahwa dokumen

AMDAL terdiri dari dokumen KA, ANDAL serta dokumen RKL/RPL merupakan

dokumen studi kelayakan lingkungan. Dokumen ANDAL merupakan suatu dokumen

hasil kajian ilmiah tentang dampak lingkungan, sedangkan dokumen RKL/RPL

merupakan dokumen yang akan menjadi prasyarat atas putusan kelayakan lingkungan

yang akan menjadi syarat atas izin yang akan dikeluarkan oleh instansi yang berwenang

Page 3: 201219002_penelitian_849

mengeluarkan izin usaha. Setiap kegiatan berpotensi dalam perubahan atau bahkan

terjadinya pencemaran lingkungan hidup baik disengaja atau tidak. Dengan adanya

mekanisme diatas diharapkan pemrakarsa dapat mengikuti prosedur yang berlaku dan

menaatinya sehingga tercapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan, selain itu dengan adanya mekanisme pemantauan lingkungan merupakan

salah satu cara untuk deteksi dini terhadap kerusakan lingkungan maupun pencemaran

lingkungan.

Usaha atau kegiatan pertambangan merupakan suatu eksploitasi sumber daya

alam yang tak terbaharui. Kegiatan ini berpotensi mengakibatkan pengubahan bentuk

lahan dan bentang alam, terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup

sehingga akan terjadi kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya. Selain itu

dengan adanya lahan pekerjaan baru dan datangnya pekerja pekerja dari luar daerah

tersebut akan mempengaruhi lingkungan sosial dan budaya lokal sekitar kegiatan

(Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999). Permasalahan lingkungan hidup yang

menyangkut pertambangan dan cukup kontroversial, salah satunya adalah masalah

lingkungan hidup di daerah Buyat (pencemaran di perairan Teluk Buyat di Minahasa

Selatan Sulawesi Utara), dimana disana terdapat perusahaan tambang (PT Newmont

Minahasa Raya) yang melakukan kegiatan pertambangan “emas” dengan sistem terbuka

yang menggunakan sistem penempatan tailing di dasar laut dan terdapat keluhan-keluhan

masyarakat mengenai kesehatan yang dianggap diakibatkan dari pengelolaan lingkungan

hidup yang kurang baik.

Berbagai media masa dan elektronik memberitakan adanya dugaan kasus

pencemaran lingkungan yang berdampak terhadap kesehatan masyarakat khususnya

penduduk Desa Buyat Pantai. Sebagai tindak lanjut atas pemberitaan tersebut maka

Pemerintah melalui rapat Menko Kesra meminta Kementerian Lingkungan Hidup segera

menindaklanjuti dengan membentuk “Tim Penanganan Kasus Pencemaran Dan/Atau

Perusakan Lingkungan Hidup Di Desa Buyat Pantai Dan Desa Ratatotok Kecamatan

Totok Timur Kabupaten Minahasa Selatan Propinsi Sulawesi Utara” melalui Keputusan

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 97 Tahun 2004. Tim penanganan kasus

pencemaran tersebut mempunyai tugas dan fungsi membantu Menteri Negara

Lingkungan Hidup dalam memberikan (supervisi pengarahan) saran masukan sebagai

bahan pengambilan kebijakan dalam penyelesaian kasus pencemaran dan/atau perusakaan

lingkungan hidup yang didasarkan pada kajian hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

berbagai pihak maupun pengambilan sampel dan analisis kualitas lingkungan di sekitar

Teluk Buyat.

Page 4: 201219002_penelitian_849

2. PEMBAHASAN

Setiap kegiatan yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup harus

memiliki AMDAL sebagai dokumen studi kelayakan lingkungan. Hanya saja, kegiatan

ini tidak digubris oleh pemerintah pusat maupun daerah, sambutan dingin dan tidak

bersahabat cenderung tercipta antara para masyarakat (nasional & internasional) terhadap

kegiatan tambang yang cenderung merampas hak hidup (termasuk hak mendapatkan

lingkungan hidup bersih) orang-orang kecil (local community). Sudahlah, semuanya juga

sudah tahu bahwa, investasi skala besar akan lebih diperhatikan di negara ini

dibandingkan dengan kesejahteraan masyarakatnya. Padahal, dalih meningkatkan

kesejahteraan masyarakat selalu menjadi kata-kata pembuka bagi rangkaian pidato-pidato

saat indstri skala besar beroperasi, urusan benar-benar masyarakat benar sejahtera atau

tidak, urusan lain. PT NMR telah menyelesaikan syarat ini walaupun belum memiliki ijin

untuk membuang tailing ke perairan / laut. Perlu diketahui juga dalam pembuangan

tailing oleh NMR. KLH memberikan syarat agar NMR membuat ERA (ecological risk

assesment), ERA ini sendiri telah diserahkan kepada KLH, akan tetapi berhubung tidak

sesuai akhirnya ERA ini ditolak. Hal ini berarti ijin pembuangan tailing belum dimiliki

oleh NMR. ERA sendiri merupakan suatu proses yang mengevaluasi kemungkinan yang

terjadi atau telah terjadinya efek-efek ekologis yang merugikan akibat pemaparan saru

atau beberapa stressor. Sehingga diharapkan setelah adanya ERA maka risk manager

dapat memperhitungkan atau menyusun strategi bagaimana meminimasi resiko yang

terjadi. Dengan belum dimilikinya ijin pembuangan tailing oleh NMR dan perusahaan ini

tetap membuang tailingnya menunjukkkan ketaatan perusahaan terhadap pemerintah

diragukan. Terlepas dari berbahaya atau tidaknya tailing tersebut.

Karena urusan sejahtera atau tidak inilah yang menjadi problem di setiap negara

yang menduduki suatu wilayah, dimana selalu saja masyarakatnya hidup di bawa garis

kemiskinan, termasuk yang terjadi di daerah kita Teluk Buyat Sulawesi Utara. Akibat

kegiatan pertambangan skala besar oleh PT. Newmont Minahasa Raya (NMR), ekosistem

perairan laut di teluk Buyat rusak parah akibat buangan 2000 ton tailing setiap hari.

Bukan saja itu, kondisi masyarakat di sekitar Teluk Buyat yang mengantungkan hidupnya

dari hasil laut dan harus bertahan hidup di wilayah tersebut karena tekanan kemiskinan

harus menerima akibat dari pencemaran dan perusakan ekosistem Perairan Teluk Buyat.

Terkontaminasi logam berat arsen, lahan tangkapan ikan berpindah jauh ketengah laut,

Page 5: 201219002_penelitian_849

yang semuanya itu menurunkan kualitas hidup sebagian masyarakat Desa Buyat tepatnya

masyarakat di dusun V Desa Buyat Pante.

Pelanggaran lain adalah mengenai informasi AMDAL, dengan tidak validnya titik

termoklin (karena perairan tersebut sangat dinamis, terdapat perubahan-perubahan

lingkungan yang menyebabkan titik termoklin tidak diketahui secara pasti) maka tailing

dapat menyebar keseluruh perairan sekitar dan pada akibatnya akan memncemari

ekosistem perairan tersebut. NMR pun telah mengetahui bahwa titik tersebut tidak valid,

akan tetapi agaknya belum memiliki itikad baik untuk memperbaikinya. Kemudian

berdasarkan evaluasi Laporan pelaksanaan RKL dan RPL kadar logam berat setelah

detoksifikasi yang dilakukan NMR masih diatas standar yang ditentukan. Pemerintah

telah mengetahui terjadinya pelanggaran terhadap RKL/RPL akan tetapi tidak dapat

berbuat apa-apa. Setelah pencemaran tersebut diangkat ke media massa dan menjadi

berita yang besar, pemerintah baru menentukan sikapnya. Padahal seharusnya bila ada

kehendak sebelum pemberitaan muncul pemerintah harus segera memperbaiki kesalahan

yang dilakukan.

Limbah yang akan mengakibatkan biaya tambahan bagi masyarakat akibat

kegiatan perusahaan yang seharusnya tidak keluar ke alam bebas, justru sengaja

dikeluarkan melalui pipa sepanjang 900 meter dari tepi pantai Teluk Buyat. Akibatnya

menimbulkan biaya pencemaran bagi masyarakat sekitar Teluk Buyat atau eksternal cost.

Seharusnya ini menjadi biaya internal bagi perusahaan tersebut. Laut? ya, itulah pilihan

PT. NMR untuk membuang sampahnya, dengan harapan eksternal costnya hilang. Lucu

dan sungguh sangat tolol, bahwa memikirkan laut adalah lahan bebas yang tidak akan

berhubungan dengan kehidupan manusia. Indikasi terjadinya pencemaran lingkungan

dapat dilihat dari : Konsentrasi arsen, merkuri dan sianida di teluk buyat lebih tinggi

dibanding di titik kontrol. Konsentrasi Arsen yang terdapat di 4 sumur penduduk desa

buyat diatas baku mutu yang dipersyaratkan, padahal pada rona awal tidak ditemukan

konsentrasi Arsen di sumur penduduk. Hal ini menunjukkan telah terjadi leachate dari

kegiatan tambang di NMR. Melalui pemantauan dari segi biologis seperti indeks

diversitas, plankton, phitoplankton dan ikan telah terjadi perubahan kualitas yang

melebihi baku mutu yang ditetapkan. Kondisi ini dapat menimbulkan dampak terhadap

kualitas lingkungan serta kesehatan manusia.

Dalih 82 meter sebagai zona termoklin, sungguh sangat tidak masuk akal, coba

saja bapak-bapak yang mengatakan itu, menyelam dan masuk ke kedalaman tersebut,

Page 6: 201219002_penelitian_849

apakah tailing (sludge dan air) tidak bercampur dengan air laut atau tidak naik ke

permukaan? Tahun 2001, Walhi Sulut sudah melakukan penyelaman dan terlihat sungguh

sangat keruh air dikedalaman itu, di mana menandakan bahwa sedimen betul-betul naik

ke permukaan. Jadi, teori termoklin yang selalu digunakansebagai pelindung bagi

buangan PT. NMR perlu direvisi, apakah zona termoklin indikatornya karena kedalaman

ataukah kondisi suhu tertentu suatu perairan yang permanen dan bukan temporer (seperti

yang terjadi di daerah tropis). Pencemaran Teluk Buyat adalah bentuk bencana ekologis

yang merupakan suatu bukti tidak bertanggungjawabnya kita melindungi bumi Sulut

sebagai tempat tinggal dan hidup. Perusakan ekosistem laut akibat timbunan “tailing”

yang mengandung logam-logam berat yang mengkontaminasi biota dan bahkan meracuni

masyarakat sekitar yang bermukim di sekitar “point source” yang sangat mengantungkan

hidupnya dari hasil laut perairan tersebut. Barangkali kontaminasi itupun telah tersebar di

sebagian masyarakat Sulawesi Utara melalui ikan-ikan yang telah dikonsumsikan karena

dampak pencemaran ini secara ekologi akan melintasi wilayah administrasi suatu

wilayah.

Pencemaran logam berat terutama logam arsen dan logam merkuri oleh PT. NMR

sudah jelas-jelas terbaca pada laporan-laporan RKL/RPL dan sejak tahun 2000 semua itu

sudah terlihat, namun masih saja dianggap perusahaan raksasa ini tidak melakukan

pencemaran di perairan Teluk Buyat. Celakanya, hampir ahli-ahli dari seluruh Indonesia

bahkan luar negeri melalui pernyataan-pernyataan yang di up-load di media internet

menyatakan paham bagaimana PT. NMR melakukan pencemaran, malahan

penyelenggara pemerintahan dan sebagian dokter dan akademisi dari Sulut masih

menyangsikan bahwa PT. NMR melakukan pencemaran. Sudah jelas-jelas ada

masyarakat yang memiliki banyak benjolan di sekujur tubuhnya dan ikan karangpun

demikian, masih saja kepala Bapedal Sulut mengatakan bahwa mereka bukan orang-

orang asli dari dusun V Desa Buyat Pantai. Padahal sejak tahun 1999-2000 masyarakat

Buyat sudah di pantau. Dan masih saja dikatakan itu adalah penyakit biasa menimpa

masyarakat pesisir, padahal dimana-mana benjolan tidak ditemukan di masyarakat pesisir

Pantai lainnya seperti di Teluk Jakarta, masyarakat Bajo sebagian masyarakat kota

Manado yang tinggal di pesisir.

Jadi, jelas sekali PT NMR masih lebih diuntungkan dibandingkan dengan

masyarakatnya sendiri, padahal dengan adanya atau tanpa perusahaan semacam ini

kesejahteraan masyarakat Sulut tidak berubah atau tidak ada perubahan positif yang

siknifikan dibandingkan jika harga cengkih dan kopra naik. Malahan, sebetulnya kita

Page 7: 201219002_penelitian_849

mengeluarkan biaya atau “cost” tambahan akibat kita harus menanggung “external cost”

perusahaan ini akibat pencemaran dan perusakan lingkungan alam. Artinya, terjadi

penurunan kualitas hidup dalam waktu yang panjang, apalagi ketika 2 perusahaan

semacam ini akan beroperasi di Likupang dan di Bolaang Mongondow, pastilah kualitas

hidup masyarakat Sulut akan menurun dengan tajam di masa datang. Jadi untuk

kesejahteraan masyarakat yang mana jika ada perusahaan raksasa beroperasi di Sulut?

Untuk seluruh masyarakatkah atau untuk sebagian masyarakat yang dipilih oleh investor?

Apakah negeri ini harus mengorbankan sebagian besar masyarakatnya untuk memberikan

keuntungan pada sebagian masyarakat Sulut yang terpilih itu? Nah inilah yang menjadi

persoalan yang banyak terjadi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kasus Buyat,

menjadi salah salah satu model pengelolaan lingkungan hidup yang harus mengorbankan

masyarakat yang hidup di garis kemiskinan (yang terlihat) dan mengorbankan seluruh

masyarakat Sulut sebetulnya (bencana ekologis) di masa datang. Inilah kenyataan yang

mesti masyarakat Sulut hadapi, terpilihnya daerah kita sebagai lahan eksploitasi emas dan

terpilihnya tanah kita sebagai ajang buang sampah beracun akibat kegiatan pengelolaan

emas yang bakal mengancam keberadaan masyarakat Sulut dimasa datang.

Saran saran dari tim teknis dapat menunjukkan pula kekurangan-kekurangan yang

terdapat di lokasi pencemaran.

A. Mengenai pemantauan dan pengawasan yang dilakukan pemerintah seakan masih

dibawah standar baik itu melalui hal teknis maupun dari pembiayaan yang

terbatas.

B. Perizinan pembuangan tailing harus ditetapkan apakah pembuangan ini benar –

benar aman, karena bila terjadi kesalahan dari pemrakarsa dan sulit diperbaiki

akan menjadi kesulitan tersendiri bagi pemerintah dan terlanjur terjadi

pencemaran. Ada baiknya bahwa ijin pembuangan tailing ini dicermati dengan

seksama dan apabila memungkinkan mencari alternatif lain karena pemantauan

dan pengawasan pemerintah terbukti sangat terbatas.

C. Terpisahnya persyaratan AMDAL dengan perijinan pembuangan tailing

mempersulit pemrakarsa dalam berproduksi. Ketika AMDAL telah disetujui tetapi

ijin pembuangan limbah belum selesai akan mengganggu dalam proses produksi

sehingga pemrakarsa menjadi bingung, yang pada akhirnya cenderung untuk

melupakan ijin pembuangan limbahnya.

Page 8: 201219002_penelitian_849

D. Pengolahan biji emas dalam kegiatan PETI tidak mendapat bimbingan dan arahan

yang dapat memberikan pengetahuan tentang pengelolaan limbah dan akibat dari

pencemaran akibat dari kegiatan tersebut.

E. Pemantauan dari sedimen yang tercemar tailing harus dilakukan mengingat batas

termoklin yang berubah-rubah. Pemantauan ini dilakukan sampai 30 tahun

mendatang atau hingga terjadi pemulihan secara alamiah

F. Keterbatasan pemerintah dalam menyusun peraturan dan kemampuan

laboratorium harus segera diperbaiki mengingat limbah yang terkait adalah

limbah yang termasuk dalam limbah B3.

3. KESIMPULAN DAN SARAN

Tahap-tahap dalam pengelolaan lingkungan hidup masih tidak terlaksana dengan

baik di bumi Sulut. Jika ada perencanaan, sering kali tidak didasari oleh hasil evaluasi

dari kegiatan yang sudah berjalan. Pelaksanaan suatu kegiatan seringkali tidak sesuai

dengan rencana, selalu disesuaikan dengan budget yang ada, dan seringkali kenyataannya

biaya kegiatan yang dikeluarkan lebih kecil dari biaya yang sudah diajukan, dalihnya ada

pemotongan dimana-mana (korupsi?), yang sudah menjadi lazim dilaksanakan pabila

berurusan dengan pemerintah. Demikian pula dengan pengawasan terhadap suatu

kegiatan, apakah merusak lingkungan atau tidak, selalu juga terbentur pada biaya

pengawasan atau lebih tepat sesuai saja dengan biaya pengawasan sehingga pengawasan

hanya dilakukan sepanjang mata memandang. Padahal kegiatan pengawasan adalah

kegiatan yang amat penting untuk tetap membuat rencana dan pelaksanaan konsisten

dengan komitmen mensejahterakan masyarakat Sulut. Akhirnya, kegiatan evaluasi tidak

dapat dilakukan dengan baik, padahal hasil evaluasi merupakan data yang akan

dimasukkan (input) kembali pada suatu proses perencanaan. Tahap-tahap inilah dalam

pengelolaan yang semestinya sangat diperhatikan tapi justru inilah tahap yang rawan dan

seringkali terjadi manipulasi (data maupun uang).

Terlepas era kapan PT. NMR diijinkan untuk beroperasi di bumi Sulut, tetap saja

saat kini yang menentukan apakah perlu dipertahankan atau ditutup sama sekali dan jika

ada kegiatan yang serupa yang akan beroperasi di Sulut, tidak diperbolehkan sama sekali

untuk membuang tailing di dasar laut. Perencanaan investasi di era Presiden Suharto,

bukan tidak bisa dievaluasi di era Presiden Susilo Bambang Yodoyono kini, itulah yang

disebut dengan evaluasi dalam suatu pengelolaan lingkungan hidup. Hasil evaluasi

tersebut akan menjadi suatu perencanaan baru. Jika kegiatan tersebut hanya untuk

Page 9: 201219002_penelitian_849

menyengsarakan masyarakat Sulut saat ini dan di masa datang (10-20 tahun), lebih baik

tidak diperbolehkan lagi berkegiatan di bumi Sulut dan tentunya harus melakukan

kegiatan perbaikan (rehabilitasi) akibat pengrusakan yang telah dilakukan pada seluruh

komponen alam dan manusia.

Kesimpulan dari uraian diatas adalah

A. Pelanggaran mengenai pencemaran lingkungan hidup yang terjadi di buyat

disebabkan kurangnya ketegasan dari pemerintah. Walaupun telah terdapat hasil

evaluasi Laporan pelaksanaan dari RKL/RPL, pemerintah tidak dapat berbuat

apa-apa.

B. Itikad baik dari perusahaan sangat dibutuhkan untuk mendukung terlaksananya

persyaratan dari pemerintah mengenai peraturan peraturan.

C. Peraturan-peraturan dan dokumen seperti halnya AMDAL dalam suatu kegiatan

yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup dapat digunakan

untuk mengetahui ketaatan pemrakarsa terhadap pemerintah dan kehendak untuk

melestarikan lingkungan hidup.

D. Peraturan – peraturan mengenai pembuangan tailing perlu segera ditetapkan,

mengingat keterbatasan dalam hal pengawasan oleh pemerintah.

Saran

A. Perlu dikaji ulang apakah pembuangan tailing ke dasar laut merupakan satu-

satunya cara.

B. Pemantauan lingkungan di daerah penduduk dan sumber makanan (dalam hal ini

perairan laut) mutlak dilakukan selama kegiatan berlangsung. Apabila terdapat

indikasi pencemaran dapat dievaluasi darimana sumber pencemaran dan dengan

segera dapat diperbaiki.

C. Pemeriksaan kesehatan penduduk dapat dilakukan selama kegiatan berlangsung

dan setelah kegiatan ditutup, sehingga dapat diketahui kecendrungan kesehatan

apakah akibat bahan pencemar dari kegiatan atau akibat lain.

D. Diperlukan ketegasan pemerintah untuk menghentikan kegiatan bila terdapat

indikasi pemrakarsa tidak taat pada peraturan.

Page 10: 201219002_penelitian_849

4. DAFTAR PUSTAKA

A. Kepmen LH No 86/ tahun 2002 tentang pedoman pelaksanaan upaya pengelolaan

lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan.

B. PP RI no 27/ tahun 1999, tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

C. KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP, 2004, LAPORAN PENELITIAN

Penanganan Dugaan Kasus Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup

Di Desa Buyat Pantai Dan Desa Ratatotok Kecamatan Ratatotok Timur

Kabupaten Minahasa Selatan Propinsi Sulawesi Utara ,

D. http://www.menlh.go.id/i/art/pdf_1102322765.pdf