2010 dma

60
PENAPISAN DAN IDENTIFIKASI BAKTERI YANG BERASOSIASI DENGAN SPONS Jaspis sp. PENGHASIL INHIBITOR PROTEASE DEDE MAHDIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Upload: wachiel-arhamz

Post on 26-Oct-2015

43 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2010 Dma

PENAPISAN DAN IDENTIFIKASI BAKTERI YANG BERASOSIASI DENGAN SPONS Jaspis sp. PENGHASIL

INHIBITOR PROTEASE

DEDE MAHDIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 2: 2010 Dma

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis Penapisan

dan Identifikasi Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. Penghasil

Inhibitor Protease adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010

Dede Mahdiyah G351070251

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 3: 2010 Dma

ABSTRACT

DEDE MAHDIYAH. Screening and Identification of Sponge Jaspis sp. Associated Bacteria Producing Protease Inhibitor. Under direction of ARIS TRI WAHYUDI and WIDANARNI.

Sponges have been known as excellent sources for natural products such as bioactive compounds. Their bioactivities include enzyme inhibitors, cell division-inhibitors, antiviral, antifungal, antimicrobial, etc. The aims of this study were to screen sponge-associated bacteria producing protease inhibitor. The bacteria were isolated by using sea water complete media to screen protease inhibitor and to determine the activity of the protease inhibitor toward several substrates, i.e proteinase K, crude extract, and subtilisin. The bacteria that produce protease inhibitor were screened with skim milk double layer plate agar. Among 136 isolates examined, three isolates i.e SAB S-17, SAB S-21, and SAB S-43 yielded protease inhibitor. One of the most potential protease inhibitor producer, the bacteria isolates SAB S-21 (± 90%) for those three subtrates, was identified as Bacillus pumilus strain 210_50. This strain produced protease inhibitor with optimum temperature and pH 20oC-40oC and 5-8, respectively.

Keywords: Bacteria, protease inhibitor, characterization, 16S rRNA, identification.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 4: 2010 Dma

RINGKASAN

DEDE MAHDIYAH. Penapisan dan Identifikasi Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. Penghasil Inhibitor Protease. Dibimbing oleh ARIS TRI WAHYUDI dan WIDANARNI.

Spons merupakan sumber produk alami berupa senyawa bioaktif. Sumber senyawa bioaktif tersebut dapat berupa inhibitor enzim, inhibitor pembelahan sel, antivirus, antifungi, antimikroba, anti-imflamantori, antitumor, atau sitotoksik. Asosiasi spons dengan bakteri mampu menghasilkan inhibitor protease yang berfungsi dalam penghambatan protease yang dihasilkan oleh bakteri patogen. Pencarian inhibitor asal mikroba laut diawali dengan proses penapisan bakteri penghasil inhibitor protease menggunakan lapisan ganda kasein. Inhibitor ini sangat berguna dalam bidang farmakologi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang pencarian senyawa inhibitor khususnya inhibitor protease pada bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor pada bulan Januari sampai Juni 2009. Isolasi bakteri dari sampel spons dengan cara diusap pada permukaan spons pada tiga tempat menggunakan swab steril ± 1 cm2. Penapisan dan identifikasi bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. penghasil inhibitor protease menggunakan metode double layer. Produksi dan aktivitas protease menggunakan metode Walter 1984. Aktivitas inhibitor protease diuji pada beberapa suhu mulai dari suhu 10oC hingga 70oC dengan interval 10oC, dan diuji pada kisaran pH 3 sampai 12. Identifikasi bakteri penghasil inhibitor protease meliputi; pewarnaan Gram, pewarnaan spora, uji katalase dan uji biokimia dengan kit MicrobactTM GN A ID dan GN B ID. Identifikasi isolat terpilih dilakukan dengan analisis gen 16S rRNA dengan tahapan: isolasi DNA genom, amplifikasi gen penyandi 16S rRNA, sekuensing dan analisis filogenetik.

Bakteri yang diperoleh dari hasil isolasi sebanyak 136 isolat yang terdiri dari 70 bakteri endofit dan 66 bakteri permukaan. Ke-136 isolat tersebut diberi nama atau penanda yaitu SAB S (Sponge-Associated Bacteria Surface) dan SAB E (Sponge-Associated Bacteria Endophyite). Isolat yang positif menghasilkan inhibitor protease adalah yang mampu menghambat bakteri patogen (P. aeruginosa, S. aureus, EPEC K11) untuk mendegradasi skim. Dari hasil penelitian dapat dianalisa bahwa bakteri patogen yang menghasilkan protease mampu dihambat kemampuan proteolitiknya oleh bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. yaitu SAB S-17, SAB S-21, dan SAB S-43. Hal ini terlihat dari berkurangnya zona protease dibandingkan dengan kontrol.

Hasil waktu produksi protease dari beberapa bakteri patogen menunjukkan bahwa ketiga bakteri patogen yaitu: P. aeruginosa, S. aureus dan EPEC K11 mampu mensekresikan protease ekstraseluler pada fase stasioner. Ketiga bakteri tersebut memiliki kisaran waktu yang berbeda dalam memproduksi protease.

Isolat SAB S-17 menghasilkan aktivitas inhibitor protease tertinggi (84,51%) terhadap substrat ekstrak kasar enzim yang berasal dari S. aureus, setelah diinkubasi selama 24 jam. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh isolat SAB S-21 terhadap enzim yang berasal dari EPEC K11, dan isolat SAB S-43

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 5: 2010 Dma

terhadap enzim yang berasal dari P. aeruginosa namun pada waktu inkubasi 20 jam. Isolat SAB S-21 paling baik dalam menghambat substrat baik proteinase K maupun subtilisin dibandingkan dengan isolat lainnya. Masing-masing penghambatannya sebesar 84,85% dan 64,74%.

Selain itu, kondisi suhu dan pH juga mempengaruhi aktivitas inhibitor protease. Hal yang unik terjadi pada isolat SAB S-17 yang mampu menghasilkan aktivitas inhibitor protease pada suhu 60oC dan pH optimum 6 terhadap substrat proteinase K. Fenomena menarik juga terjadi pada isolat SAB S-21 yang memiliki aktivitas inhibitor protease terhadap ekstrak kasar meningkat sangat tajam pada suhu 10oC sampai dengan suhu 30oC.

Berdasarkan hasil uji optimasi pH isolat SAB S-21 menghasilkan aktivitas inhibitor protease cukup tinggi pada berbagai kisaran pH yaitu pH 3 sampai 12 dengan proteinase K sebagai substratnya. Untuk kedua isolat lainnya memiliki aktivitas inhibitor protease berada pada pH 6 terhadap substrat proteinase K. Proteinase K termasuk kelompok serin protease, dimana serin protease memiliki kisaran pH untuk proteinase K yaitu pH 7,5 sampai 12, jadi isolat SAB S-21 masih menghasilkan aktivitas inhibitor protease pada kondisi pH 12 terhadap substrat proteinase K. Sedangkan pada subtilisin sebagai substratnya isolat SAB S-21 memiliki aktivitas inhibitor protease tertinggi (98.41%) pada pH 7. Untuk isolat SAB S-43 pada pH 6 dan isolat SAB S-17 pada pH 4. Kisaran pH yang diperoleh oleh ketiga isolat tersebut dalam menghasilkan aktivitas inhibitor protease tertingginya pada pH 4 sampai 7, namun ada yang masih tinggi aktivitasnya pada pH 9 untuk isolat SAB S-43.

Berdasarkan sekuen gen 16S rRNA dari tiga isolat yang mampu menghasilkan senyawa inhibitor protease menunjukkan bahwa isolat SAB S-17 termasuk dalam bakteri Paracoccus sp. Jx9, Isolat SAB S-43 termasuk dalam Bacillus subtilis strain DURCK11, dan isolat SAB S-21 termasuk dalam Bacillus pumilus starin 210_50.

Kata Kunci : Bakteri, inhibitor protease, karakterisasi, 16S rRNA, identifikasi.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 6: 2010 Dma

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 7: 2010 Dma

PENAPISAN DAN IDENTIFIKASI BAKTERI YANG BERASOSIASI DENGAN SPONS Jaspis sp. PENGHASIL

INHIBITOR PROTEASE

DEDE MAHDIYAH

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Mayor Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 8: 2010 Dma

Judul Tesis : Penapisan dan Identifikasi Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. Penghasil Inhibitor Protease

Nama : Dede Mahdiyah NIM : G351070251

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si Dr. Widanarni, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Mikrobiologi

Dr. Ir. Gayuh Rahayu, M.Si Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus:

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 9: 2010 Dma

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT. atas segala rahmat karunia serta

hidayahNya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis penelitian ini dengan

judul: Penapisan dan Identifikasi Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons

Jaspis sp. Penghasil Inhibitor Protease.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing Dr. Aris Tri

Wahyudi, M.Si dan Dr. Widanarni M.Si atas bimbingannya dan kepada semua

pihak yang telah membantu. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

suami, Rika Indri Astuti, M.Si yang banyak membantu dalam kelancaran

penulisan tesis serta dalam penelitian, Yonathan Banoet, S.Si, abah, ema serta

keluarga yang selalu mendukung dan mendoakan penulis.

Kritik dan saran penulis harapkan dari segala pihak demi kelancaran dan

perbaikan tesis ini. Besar harapan penulis agar tesis ini dapat memberi manfaat

untuk diri sendiri dan semua pihak.

Bogor, Februari 2010

Penulis

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 10: 2010 Dma

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 16 Oktober 1984 dari ayah

Muhammad Payumi dan ibu Siti Muslihah. Penulis merupakan putri kedua dari

enam bersaudara.

Tahun 2002 penulis lulus dari MA Miftahul Huda Tangerang, Banten.

Pada tahun yang sama lulus masuk Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK). Penulis

memilih Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi. Selama kuliah

penulis juga menjadi guru biologi di Madrasah Aliyah dari tahun 2002 sampai

sekarang.

Penulis menyelesaikan studi pada tahun 2006, pada tahun yang sama

penulis menjadi dosen tidak tetap pada mata kuliah praktikum Mikrobiologi Dasar

di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis melanjutkan studi

Pascasarjana pada tahun 2007 di IPB pada Program Studi Biologi Mayor

Mikrobiologi.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 11: 2010 Dma

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xv PENDAHULUAN

Latar Belakang ............................................................................. 1 Tujuan ......................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA

Simbiosis Mikroorganisme dengan Spons ..................................... 4 Inhibitor Protease .......................................................................... 5 Jenis-jenis Inhibitor Protease ........................................................ 6 Subtilisin ..................................................................................... 7 Proteinase K ................................................................................ 7

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat ....................................................................... 8 Alat .............................................................................................. 8 Bahan .......................................................................................... 8 Metode ......................................................................................... 8 Pengambilan Sampel ..................................................................... 8 Isolasi Bakteri dari Sampel Spons Jaspis sp. ................................. 9

Penapisan Bakteri Penghasil Inhibitor Protease yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. ............................................ 9

Uji Aktivitas Inhibitor Protease terhadap Ekstrak Kasar, Proteinase K, dan Subtilisin ......................................................... 10 Produksi Protease dari Bakteri Patogen ............................. 10 Pengukuran Aktivitas Protease ......................................... 10 Pengukuran Aktivitas Inhibitor Protease ........................... 10 Penentuan Suhu Optimum ................................................ 11 Penentuan pH Optimum ................................................... 12 Pengukuran Konsentrasi Protein ....................................... 12 Identifikasi Bakteri Penghasil Inhibitor Protease .......................... 12 Uji Fisiologis .................................................................... 12 Isolasi DNA Genom ......................................................... 13 Amplifikasi dan Purifikasi Gen Penyandi 16S-rRNA ........ 14 Sekuensing dan Analisis Filogenetik ................................. 14

HASIL

Isolasi Bakteri dari Sampel Spons ................................................ 15 Penapisan Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. Penghasil Inhibitor Protease ......................................................... 15 Produksi Protease dari Bakteri Patogen ....................................... 19

Pengukuran Aktivitas Inhibitor Protease ...................................... 19 Suhu ............................................................................................ 22

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 12: 2010 Dma

Penentuan pH Optimum ................................................................ 24 Identifikasi Bakteri Penghasil Inhibitor Protease ........................... 27 Identifikasi Isolat Terpilih dengan Analisis Gen 16S rRNA........... 28 Analisis Pohon Filogenetik ........................................................... 29

PEMBAHASAN ................................................................................... 30 SIMPULAN ......................................................................................... 35 SARAN ................................................................................................. 35 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 36 LAMPIRAN ......................................................................................... 40

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 13: 2010 Dma

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Prosedur pengukuran aktivitas protease (Walter 1984) ................... 11 2. Aktivitas inhibitor protease yang dihasilkan oleh bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. ................................................. 17 3. Aktivitas protease bakteri patogen yang digunakan dalam penelitian ini ......................................................................... 19 4. Aktivitas inhibitor protease (%) selama 32 jam pada suhu 30oC ..... 20 5. Aktivitas inhibitor protease (%) pada berbagai suhu ....................... 22 6. Aktivitas inhibitor protease (%) pada berbagai pH .......................... 24 7. Karakteristik fisiologi dan morfologi bakteri penghasil inhibitor protease yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. ........................... 27 8. Hasil analisis BLASTN ketiga isolat terpilih terhadap data GenBank ........................................................................................ 29 9. Konsentrasi protein menurut Metode Bradford ............................... 41

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 14: 2010 Dma

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Penampilan koloni bakteri pada media SWC yang berhasil diisolasi dari spons Jaspis sp. setalah diinkubasi selama 24 jam ..... 15 2. Uji inhibitor protease bakteri patogen dengan bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. menggunakan medium SWC sebagai lapisan bawah dan medium NA+susu skim 1,5% sebagai lapisan atas. ........................................................................ 16 3. Aktivitas inhibitor protease terhadap substrat proteinase K selama waktu inkubasi 32 jam pada suhu 30oC ............................... 20 4. Aktivitas inhibitor protease terhadap substrat ekstrak kasar protease bakteri patogen selama waktu inkubasi 32 jam pada suhu 30oC ...... 21 5. Aktivitas inhibitor protease terhadap substrat subtilisin selama waktu inkubasi 32 jam pada suhu 30oC .............................. 21 6. Aktivitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat proteinase K ...................................................................... 23 7. Aktifitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat ekstrak kasar protease bakteri patogen ............................... 23 8. Aktivitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat subtilisin ........................................................................... 24 9. Aktivitas inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat proteinase K ...................................................................... 25 10. Aktivitar inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat ekstrak kasar protease bakteri patogen ............................... 26 11. Aktivitas inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat subtilisin ........................................................................... 26 12. Gel elektroforesis gen 16S rRNA (1300 pb) dari tiga isolat yang berpotensi sebagai penghasil inhibitor protease ............. 28 13. Pohon filogenetik dari tiga isolat terpilih yang berpotensi sebagai penghasil inhibitor protease berdasarkan sekuen 16S rRNA ........... 29

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 15: 2010 Dma

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Komposisi Media ............................................................................ 40 2. Kurva Standar Penentuan Konsentrasi Protein

Menurut Metode Bradford .............................................................. 41 3. Produksi protease (A) P. aeruginosa (B) S. aureus (C) EPEC K11 . 43 4. Hasil Sekuen DNA 600 Nukleotida ................................................. 44

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 16: 2010 Dma

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Munti Yuhana, S.Pi, M.Si

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 17: 2010 Dma

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya, baik

di darat maupun di laut. Penelitian terhadap organisme yang ada di lautan

khususnya dalam kaitan dengan pencarian senyawa bioaktif dan enzim-enzim

penting masih dalam tahap permulaan. Telah diketahui bahwa laut menyimpan

kekayaan alam dan manfaat yang sangat besar. Salah satu kekayaan alam laut

yang cukup banyak terdapat di perairan Indonesia, seperti di perairan Sumatera,

Papua, Kalimantan dan lainnya, adalah jenis spons. Banyak manfaat yang

dihasilkan oleh spons diantaranya sebagai sumber senyawa antibakteri. Spons

merupakan salah satu sumber senyawa-senyawa baru dari biota laut yang

mempunyai keanekaragaman hayati tinggi. Penelitian yang telah ada terhadap

spons telah menghasilkan senyawa-senyawa baru dengan struktur unik dan

memiliki aktivitas farmakologis. Keanekaragaman hayati perairan laut Indonesia

memberi peluang untuk memanfaatkan spons laut Indonesia dalam pencarian

senyawa bioaktif yang baru.

Spons merupakan salah satu sumber alami yang baik dalam

menghasilkan komponen-komponen bioaktif termasuk inhibitor enzim (Munro

et al. 1999). Mikroorganisme (bakteri) yang hidup bersimbiosis dengan spons

ternyata juga diketahui mampu menghasilkan inhibitor protease seperti yang

dilaporkan oleh Stierle et al. (1988) bahwa Micrococcus sp. yang bersimbiosis

dengan spons Tedania ignis menghasilkan senyawa diketopiperazina. Juga

dilaporkan oleh Elyakov et al.(1991) bahwa bakteri Vibrio sp. yang bersimbiosis

dengan spons Dysidea sp. menghasilkan bifenil eter bromina. Osclarit et al.

(1994) juga melaporkan bahwa bakteri Vibrio sp. yang bersimbiosis dengan spons

Hyatella sp. menghasilkan senyawa peptida yang bersifat anti Bacillus. Selain itu

juga dilaporkan oleh Nurhayati dan Suhartono (2004) bahwa bakteri yang

diisolasi dari spons Plakortis nigra memiliki aktivitas penghambatan terhadap

protease yang dihasilkan Escherichia coli.

Senyawa bioaktif laut atau produk alami laut (Marine Natural Products

(MNPs) adalah senyawa organik yang diproduksi oleh mikroba, spons, seaweeds,

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 18: 2010 Dma

2

dan organisme laut lain. Organisme inang mensintesis senyawa ini sebagai

metabolit sekunder untuk melindungi dirinya dan menjaga keseimbangan

lingkungan kaitannya dalam pertahanan diri terhadap predator. Spons laut

memiliki sumber yang kaya akan mikroorganisme baru dengan potensi aktivitas

farmakologi (Hentschel et al. 2001). Interaksi antara spons dan bakteri terjadi

dalam bentuk simbiosis komensalisme dimana dalam interaksi ini dihasilkan

senyawa bioaktif (Proksch et al. 2002).

Baru-baru ini inhibitor enzim telah mendapat banyak perhatian tidak hanya

sebagai alat untuk mempelajari struktur enzim dan mekanismenya saja tapi juga

merupakan senyawa yang berpotensi dalam bidang farmakologi (Bode & Huber

1992). Sebagai contoh, inhibitor enzim berguna dalam diagnosa dan terapi radang,

pankreatis dan penyakit lainnya yang disebabkan oleh bakteri penghasil protease.

Inhibitor protease juga berguna untuk menginaktivasi protease target yang

disekresikan oleh bakteri yang patogen penyebab penyakit terhadap manusia

seperti amphysema, pancreatic, artriris, trombosis, tekanan darah tinggi, kanker

dan AIDS (Demuth 1990). Telah diketahui bahwa inhibitor protease kebanyakan

berasal dari terestrial yang dapat diisolasi dari hewan, tanaman, fungi, dan

actinomycetes, hanya sedikit inhibitor protease yang berasal dari bakteri (Imada

et al. 1985a).

Lingkungan laut dicirikan dengan adanya kadar garam tinggi dan

konsentrasi bahan organik rendah dan laut dalam cenderung memiliki suhu rendah

dan tekanan hidrostatik tinggi. Keberadaan lingkungan laut pertama kali

dilaporkan pada abad ke-19, dan ditemukan adanya perbedaan mikroorganisme

laut dan darat dalam hal aktivitas metabolit dan fisiologinya. Kobori dan Taga

(1980) telah mengisolasi bakteri laut dari deep water yaitu jenis Pseudomonas sp.

yang memproduksi fosfatase ekstraseluler. Aktivitas fosfatase dipercepat dengan

diberi tekanan sampai 1000 atm (1 atm = 101,325 kPa), ternyata aktivitas

fosfatase pada 1000 atm tiga kali lebih tinggi dari pada aktivitasnya pada 1 atm.

Hal ini mengisyaratkan bahwa enzim pada mikroorganisme laut mungkin juga

berbeda dengan enzim pada mikroorganisme darat. Oleh karena itu, inhibitor

enzim pada bakteri laut diharapkan menunjukkan karakteristik yang berbeda

dengan inhibitor enzim pada bakteri darat.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 19: 2010 Dma

3

Melihat potensi yang tinggi dari mikroorganisme yang bersimbiosis dengan

spons dalam menghasilkan inhibitor maka dalam penelitian ini dilakukan isolasi

bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. untuk kemudian diuji aktivitas

inhibitor proteasenya dalam menghambat bakteri patogen penyebab penyakit

diare dan foodborne disease, sehingga diharapkan akan diperoleh isolat bakteri

potensial yang dapat dikembangkan lebih lanjut khususnya di bidang farmakologi.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan menapis isolat bakteri yang berasosiasi dengan

spons Jaspis sp. yang mampu menghasilkan inhibitor protease, serta mengetahui

aktivitas senyawa inhibitor protease tersebut terhadap berbagai substrat dan

kondisi lingkungan (suhu dan pH).

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 20: 2010 Dma

TINJAUAN PUSTAKA

Simbiosis Mikroorganisme dengan Spons

Spons merupakan invertebrata multiseluler sederhana yang melekat di

habitat bentik pada substrat padat. Semua spons merupakan organisme filter

feeder dimana banyak pori yang tipis pada permukaan tubuhnya sehingga air

dapat masuk dan bersirkulasi melalui kanal atau saluran dimana mikroorganisme

dan partikel organik dapat disaring dan dimakan (Wilkinson 1978).

Spons merupakan sumber produk alami berupa senyawa bioaktif. Sumber

senyawa bioaktif tersebut dapat berupa inhibitor enzim, inhibitor pembelahan sel,

antivirus, antifungi, antimikroba, anti-imflamantori, antitumor, atau sitotoksik

(Munro et al. 1999). Salah satu contoh spons yang menghasilkan senyawa

bioaktif yaitu Achantella sp. penghasil senyawa kalibinol-A yang berfungsi

sebagai antibiotik. Selain itu, Jaspis jhonstoni diketahui mampu menghasilkan

senyawa jasplakinolide yang bersifat sitotoksik (Lee et al. 2001).

Banyak sekali mikroorganisme yang diketahui bersimbiosis dengan spons

diantaranya dari kelompok arkaea, bakteri heterotrofik, sianobakteria, alga hijau,

alga merah, kriptofita, dinoflagellata dan diatom. Simbion dapat bersifat spesifik

maupun non-spesifik terhadap spons sebagai inangnya. Wilkinson (1978)

menemukan simbiosis mikroorganisme yang spesifik pada spesies spons tunggal.

Hal ini terlihat pada simbion antara spesies d-proteobacteria (Aeromonas sp.) dan

spons Theonella swinhoei yang menunjukkan asosiasi spesifik.

Simbiosis terjadi secara intraseluler dan ekstraseluler, dan pada tiap-tiap

simbiosis mikroorganisme terlihat memiliki habitat yang spesifik pada spons

inang. Simbiosis ekstraseluler terjadi pada lapisan luar spons sebagai

eksosimbion atau pada mesohyl sebagai endosimbion. Simbion intraseluler atau

intranukleus secara permanen berada dalam sel inang atau inti. Pada spons

Theonella swinhoei semua populasi bakteri yang bersimbiosis bertempat pada

ekstraseluler (Bewley et al. 1996).

Webster dan Hill (2001) meyakini bahwa beberapa kemungkinan

simbiosisnya yaitu; secara selektif inang menyerap simbion spesifik; simbion

spesifik tumbuh lebih cepat dari pada kebanyakan simbiosis mikroorganisme

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 21: 2010 Dma

5

lain; atau inang memperoleh simbion spesifik melalui transmisi vertikal dari

induk spons ke larva. Spons terlihat memperoleh simbiosis mikroorganisme

melalui mekanisme fagositosis, mikroorganisme ini dapat hidup pada jaringan

spons.

Inhibitor Protease

Inhibitor protease adalah suatu senyawa yang memblok situs aktif protease

untuk mencegah substrat berikatan dengan situs aktif enzim tersebut (Barret et al.

2003). Inhibitor protease adalah kelas dari suatu jenis obat yang digunakan untuk

menangani atau mencegah infeksi oleh virus, termasuk HIV dan Hepatitis C

(Bisswanger 2002). Inhibitor protease mencegah replikasi virus dengan mencegah

aktivitas HIV-1 protease, enzim yang digunakan oleh virus untuk membelah

protein menjadi kumpulan virion. Inhibitor protease banyak dihasilkan oleh

berbagai macam mikroorganisme diantaranya yaitu, Serratia marcescens

menghasilkan protein inhibitor protease logam yang dikenal dengan nama SmaPI.

Inhibitor tersebut dihasilkan dalam jumlah kecil yang menunjukkan

penghambatan terhadap protease logam S. marcescens yang memiliki bobot

molekul 50 kDa. Protein tersebut berlokasi di bagian periplasma sel dalam suhu

pertumbuhan 25oC (Kim et al. 1995).

Inhibitor protease juga dihasilkan oleh Gliocladium sp. yang disebut dengan

inhibitor proteinase sistein, TMC-52A-D. Berdasarkan hasil analisa dengan

spektrofotometer dan degradasi kimia menunjukkan bahwa TMC-52A-D

merupakan peptida epoksisuksinil. Inhibitor tersebut kuat menghambat protease

sistein (Isshiki et al. 1998).

Inhibitor protease juga telah ditemukan dari mikroba asal laut yang telah

dilaporkan oleh Imada et al. (1985a,b,c). Pencarian inhibitor asal mikroba laut

diawali dengan proses penapisan bakteri penghasil inhibitor protease

menggunakan lapisan ganda kasein. Seluruh galur penghasil inhibitor tersebut

bersifat aerob, berflagella, gram negatif, mengandung G+C yang rendah pada

DNA-nya. Mikroba tersebut membutuhkan NaCl untuk pertumbuhannya dan

mampu menghidrolisis kasein, DNA, gelatin, dan pati. Berdasarkan hasil

identifikasi mikroba tersebut adalah Alteromonas sp. Inhibitor yang dihasilkan

oleh Alteromonas sp. B-10-31 tersebut adalah marinostatin. Produksi

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 22: 2010 Dma

6

maksimumnya dihasilkan pada pH 6 dalam air laut, suhu 20oC dan digoyang 24-

33 jam. Jenis inhibitor lain yang dihasilkan oleh Alteromonas sp. adalah

monastatin yang mempunyai bobot molekul tinggi yaitu 20.000 dalton. Inhibitor

tersebut termasuk glikoprotein, stabil pada suhu sampai 100oC selama inkubasi 30

menit (Imada et al. 1985a). Selain itu, Alteromonas sp. juga menghasilkan jenis

inhibitor leupeptin yang memiliki aktivitas inhibitor pada protease thiol dan

protease serin (Kobayashi et al. 2003). Ketiga jenis inhibitor protease yang

dihasilkan oleh Alteromonas sp. ini memiliki aktivitas dalam penghambatan yang

berbeda. Untuk marinostatin memiliki aktivitas inhibitor terhadap protease serin

seperti subtilisin. Monastatin yang termasuk kedalam protease thiol memiliki

aktivitas inhibitor terhadap protease yang dihasilkan oleh bakteri patogen terhadap

ikan (Kobayashi et al. 2003).

Pseudomonas aeruginosa juga diketahui menghasilkan serralisin (inhibitor

protease alkalin) yang memiliki afinitas tinggi terhadap zink protease yang

dihasilkan oleh beberapa bakteri gram negatif. Inhibitor tersebut memiliki bobot

molekul 11,5 kDa. Fungsi dari inhibitor ini adalah untuk melindungi bakteri dari

proteolisis selama sekresi serralisin. Senyawa ini diproduksi sebagai prekursor

dengan 125 asam amino dengan urutan signal N-terminal (Feltzer et al. 2003).

Anthony et al. (2002) berhasil mengisolasi dysinosin A dari spons famili

Dysideidae yang ditemukan dekat pulau Lizard Queensland utara Australia.

Dysinosin A merupakan inhibitor yang berpotensi dalam faktor koagulasi darah

dan merupakan inhibitor pada trombin serin protease.

Jenis-jenis Inhibitor Protease

Inhibitor protease diklasifikasikan berdasarkan jenis protease yang dihambat

yaitu inhibitor protease sistein, inhibitor protease serin (serpin), inhibitor protease

treonin, inhibitor protease aspartat, inhibitor metalloprotease, inhibitor protease

asam glutamat. Inhibitor protease serin dicirikan dengan adanya serin nukleolifilik

yaitu residu dari siklus katalitiknya contohnya trombin dan tripsin. Inhibitor

protease sistein umumnya terdapat pada buah-buahan seperti pepaya, anggur, dan

kiwi. Contoh dari protease sistein adalah aktinidain, bromelain, dan papain.

Protease aspartat dicirikan dengan penggunaan residu aspartat untuk katalitiknya

dan memiliki aktivitas pada pH asam. Jenis protease aspartat antara lain pepsin,

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 23: 2010 Dma

7

katepsin, dan renin. Jenis metaloprotease memiliki mekanisme katalitik metal

seperti seng dan cobalt (Barret et al. 2003).

Inhibitor protease sistein dibagi dalam tiga famili sistasin yaitu berdasarkan

berat molekul, jumlah ikatan disulpidril, dan struktur primernya. Famili tersebut

adalah stefin, sistasin, dan kininogen (Isshihara et al. 1999). Inhibitor tersebut

memiliki fungsi biologis pada pengaturan protease endogenous seperti kelompok

katepsin dan perlindungan pada protease luar. Beberapa inhibitor protease sistein

dari mikroba telah diisolasi dan dikarakterisasi senyawa kimianya (Murao et al.

1985), inhibitor tersebut memiliki berat molekul rendah. Telah dilaporkan oleh

Tsushima et al. (1992) inhibitor protease sistein dari Candida albicans memiliki

berat molekul 15 kDa.

Subtilisin

Subtilisin adalah protease serin pada prokariot. Subtilisin tidak berhubungan

secara evolusi terhadap kimotripsin, tetapi mekanisme katalitiknya sama

menggunakan triad katalitik, untuk menciptakan serin nukleofilik. Protease serin

dihambat oleh kelompok yang berbeda pada inhibitor, termasuk inhibitor kimia

sintetik untuk penelitian atau terapetik, dan juga inhibitor protein alami. Satu

keluarga pada inhibitor alami dinamakan serpin (turunan dari inhibitor protease

serin) yang dapat membentuk ikatan kovalen dengan protease serin, dan dapat

menghambat fungsinya. Subtilisin diperoleh dari B. licheniformis yang memiliki

pH optimumnya 6,5 sampai 7,5 (Marangoni 2003).

Proteinase K

Proteinase K memiliki spesifisitas substrat dengan kisaran yang luas.

Proteinase K diisolasi dari fungi Engiyodontium album yang mampu tumbuh pada

keratin. Proteinase K juga memiliki kemampuan dalam menghancurkan keratin

asli (rambut). Selain itu juga memiliki kemampuan dalam memotong ikatan

peptida yang berdampingan dengan kelompok karboksil pada asam amino alifatik

dan aromatik. Berat molekul proteinase K sebesar 28.930 dalton, kisaran pHnya

dari 7,5 sampai 12,0. Aktivitas maksimum proteinase K adalah pada suhu 37oC,

dan jika nilai aktivitasnya lebih besar dari 80% yaitu pada suhu 20oC sampai

60oC. Proteinase K dihambat oleh PMSF (Phenylmetanesulfonyl Fluoride) tapi

tidak dihambat oleh EDTA (Ebeling 1974).

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 24: 2010 Dma

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2009 di

Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian

Bogor.

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah; cawan petri, tabung reaksi,

tabung mikro 1,5 ml, erlenmeyer 100 ml, bunsen, ose, tusuk gigi steril, swab

steril, pipet volumetrik, tip, sentrifugal, tabung falkon 50 ml, Laminar Air Flow

(LAF), autoklaf, erlenmeyer, PCR (Polymeration Chain Reaction), dan

spektrofotometer UV.

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah; sampel spons yang

diambil dari perairan sebelah barat dari kepulauan Waigeo, Kabupaten Raja

Ampat, Papua Barat, media SWC (Sea Water Complete), PBS (Phosphate Buffer

Saline), susu skim 1,5%, isolat bakteri patogen yaitu; Staphylococcus aureus,

Pseudomonas aeruginosa, dan EPEC K11, medium LB (Luria Broth), medium

NA (nutrient agar), CBBG (Comassie Briliant Blue G-250), asam fosfor 85%,

etanol 95%, kasein hammerstein 2%, TCA 5%, proteinase K 0,5 ml, ekstrak kasar

0,5 ml, dan subtilisin dari Bacillus licheniformis (SIGMA) 0,5 ml.

Metode

Pengambilan Sampel

Sampel spons diambil dari perairan sebelah barat dari kepulauan Waigeo,

Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat pada kedalaman ± 10 meter dengan

menggunakan alat bantu snorkel dan masker. Pengambilan sampel ini dilakukan

secara acak yaitu dengan menyusuri dasar laut. Sampel kemudian dimasukkan

kedalam plastik sampel yang telah diisi dengan oksigen murni, lalu ditempatkan

dalam cool box untuk dianalisis secara mikrobiologis di Laboratorium.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 25: 2010 Dma

9

Isolasi Bakteri dari Sampel Spons Jaspis sp.

Spons dibilas dengan air laut sintetik steril supaya bakteri kontaminan yang

tidak berasosiasi dengan spons tidak terisolasi, sehingga hanya bakteri dengan

daya gabung yang kuat saja yang akan diisolasi (Amstrong 2001). Isolasi bakteri

pada permukaan spons dilakukan dengan cara mengusap permukaan spons pada

tiga tempat yang berbeda menggunakan swab steril ± 1 cm2, kemudian dicelupkan

ke dalam 3 buah erlenmeyer yang berisi media PBS (Phosphate Buffer Saline)

steril. Dari masing- masing tabung tersebut dilakukan seri pengenceran dari 10-1

sampai dengan 10-5 sebanyak 100 µL. Pada tiga pengenceran terakhir disebar

dalam media SWC (Sea Water Complete) (Lampiran 1), dan diinkubasi pada suhu

ruang selama 24 jam. Koloni yang tumbuh dimurnikan dengan metode kuadran

dan dipreservasi dalam agar miring.

Penapisan Bakteri Penghasil Inhibitor Protease yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp.

Penapisan dilakukan dengan menggunakan metode plate agar susu skim

dua lapis (modifikasi Imada 1985a). Lapisan bawah terdiri atas media SWC,

sedangkan lapisan atas terdiri atas nutrient agar (NA) yang diberi skim 1,5%.

Isolat bakteri laut yang akan ditapis ditusukkan pada lapisan bawah (SWC), lalu

diinkubasi 24 dan 48 jam pada suhu 30oC. Isolat yang tumbuh dibuang,

kemudian diberi lapisan atas. Isolat bakteri patogen (P. aeruginosa, S. aureus,

EPEC K11) ditusukkan pada bagian atas lalu diinkubasi 24 jam pada suhu 37oC.

Isolat yang positif menghasilkan inhibitor protease ditunjukkan dengan tidak

adanya atau berkurangnya zona protease di sekitar koloni bakteri patogen.

Persentase penghambatan protease dihitung dengan menggunakan rumus

(Alford & Bentley 1986) :

Kemudian persentase penghambatan dikategorikan ke dalam tiga kategori

yaitu kuat atau lebih dari 80% (+++), sedang atau lebih dari 60% (++), dan lemah

atau kurang dari 50% (+). Sedangkan zona protease dihitung dengan

menggunakan rumus (Saryono et al. 1999):

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 26: 2010 Dma

10

Kemudian zona protease dikategorikan dalam tiga kategori yaitu aktivitas rendah

dengan zona/koloni (Z/K) <1, aktivitas sedang Z/K 1-2 dan aktivitas tinggi Z/K

>2. Isolat yang menunjukan persentase penghambatan dan zona protease tertinggi

digunakan untuk uji selanjutnya.

Uji Aktivitas Inhibitor Protease terhadap Ekstrak Kasar, Proteinase K dan Subtilisin

Uji aktivitas inhibitor protease meliputi penentuan waktu produksi inhibitor

protease, aktivitas inhibitor protease, aktivitas pada berbagai suhu, aktivitas pada

berbagai pH, dan pengukuran konsentrasi protein. Untuk ekstrak kasar, terlebih

dahulu dilakukan produksi protease dan pengukuran aktivitas protease.

Produksi Protease dari Bakteri Patogen. Bakteri patogen yang

digunakan adalah EPEC K11, S. aureus, dan P. aeruginosa yang telah diketahui

bersifat patogen secara klinis. Bakteri patogen yang telah diremajakan, diinokulasi

sebanyak 1-2 lup pada media Luria Bertani Broth (LB) sampai mencapai fase

logaritmik (OD mencapai 0.8; λ 620 nm pada suhu 370C). Sebanyak 10% (v/v)

inokulum dipindahkan ke dalam 50 ml media produksi (LB), untuk selanjutnya

diinkubasi pada kondisi yang sama hingga kembali mencapai OD = 0,8. Kultur

kemudian dipanen dengan melakukan sentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm

selama 15 menit pada suhu 4oC. Supernatan yang mengandung enzim ekstrak

kasar diuji aktivitasnya menggunakan metode Walter (1984) pada substrat kasein

(sigma) dan kadar proteinnya menurut metode Bradford dalam Hammond dan

Kruger (1988).

Pengukuran Aktivitas Protease. Semua ekstrak kasar enzim (supernatan)

diukur aktivitasnya berdasarkan Metode Walter (1984) (Tabel 1).

Pengukuran Aktivitas Inhibitor Protease. Substrat yang digunakan untuk

uji ini adalah ekstrak kasar dari bakteri patogen, proteinase K, dan subtilisin.

Prosedur pengukuran aktivitas inhibitor protease ini dilakukan sesuai metode

Imada et al. (1985c). Campuran yang terdiri atas 0,5 ml substrat dan 0,5 ml

larutan inhibitor isolat terpilih dipreinkubasi pada suhu 30oC selama 12 menit.

Kemudian, 1 ml kasein hammerstein 2% (w/v) dalam larutan bufer Tris-HCl

50mM, pH 8 ditambahkan ke dalamnya dan diinkubasi 12 menit pada suhu 30oC.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 27: 2010 Dma

11

Tabel 1 Prosedur pengukuran aktivitas protease (Walter 1984)

Pereaksi Sampel (ml)

Blanko (ml)

Standar (ml)

Bufer tris-HCl (0,2, pH 8) 1 1 1 Substrat kasein 2%, pH 8 1 1 1 Enzim 0,2 0 0 Tirosin standar 0 0 0,2 Aquades 0 0,2 0

Inkubasi pada suhu 370C selama 10 menit TCA (0.1 M) 2 2 2 Aquades 0,2 0 0 Enzim 0 0,2 0,2

Didiamkan pada suhu 370C selama 10 menit, lalu disentrifugasi 4000 rpm selama 10 menit

Fltrat 1,5 1,5 1,5 Na2CO3 5 5 5 Pereaksi folin 1 1 1

Didiamkan pada suhu 370C selama 20 menit Diukur dengan spektrofotometer pada λ 578 nm

Aktivitas protease (IU/ml) =

Setelah diinkubasi, 2 ml asam trikloroasetat (TCA) 5% (w/v) ditambahkan untuk

menghentikan reaksi enzim. Campuran disimpan selama 20 menit pada suhu 30oC

untuk mengendapkan kasein yang tidak dicerna enzim. Selanjutnya larutan

disentrifugasi pada kecepatan 3000 g selama 10 menit, supernatan diukur pada

absorbansi 280 nm.

Satu unit aktivitas inhibitor protease didefinisikan sebagai jumlah inhibitor yang

dapat menghambat aktivitas protease sebanyak 50%.

Penentuan Suhu Optimum. Supernatan dari bakteri yang berasosiasi

dengan spons yang mengandung inhibitor protease diuji pada berbagai suhu dari

suhu 10oC hingga 70oC dengan interval 10oC. Setelah diinkubasi aktivitas

inhibitor protease diukur sesuai metode Imada et al. (1985c). Perlakuan suhu

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 28: 2010 Dma

12

dimana campuran yang terdiri atas 0,5 ml substrat dan 0,5 ml inhibitor isolat

terpilih diinkubasi pada tiap suhu uji (10oC – 70oC) selama 12 menit.

Penentuan pH Optimum. Supernatan dari bakteri yang berasosiasi dengan

spons diukur pada berbagai pH dari pH 3 hingga 12 dengan interval 1 dan

diinkubasi selama 10 menit pada suhu 30oC. Setelah diinkubasi aktivitas inhibitor

diukur sesuai metode Imada et al. (1985c). Perlakuan pH di mana 1 ml kasein

hammerstein 2% w/v dalam larutan bufer Tris HCl 50 mM diuji pada pH yang

berbeda (3 – 12).

Pengukuran Konsentrasi Protein (Metode Bradford dalam Hammond dan

Kruger 1988). Uji ini dilakukan untuk membuat kurva standar protein (BSA).

Analisa ini diawali dengan pembuatan larutan Bradford dan larutan standar BSA.

Larutan bardford dibuat dengan cara sebagai berikut : sebanyak 100 mg CBBG

dilarutkan dalam 50 ml etanol 95% (w/v). Setelah itu ditambahkan 100 ml asam

fosfat 85% (w/v). Terakhir larutan diencerkan dengan aquades sampai 1 liter.

Larutan standar segar dibuat dengan menggunakan protein BSA. Sebanyak 100

mg BSA ditimbang dan ditambahkan 25 ml akuades. Larutan dikocok pelan-

pelan, setelah larut diencerkan sampai 50 ml. konsentrasi akhir larutan stok untuk

standar ini adalah 2 mg/ml. Konsentrasi Bradford dan kurva standar yang

digunakan untuk menentukan konsentrasi protein disajikan pada Lampiran 2.

Untuk metode makroassay : sebanyak 5 ml pereaksi Bradford ditambahkan

kedalam masing-masing tabung reaksi. Blanko dibuat dengan cara mencampurkan

0,1 ml dan direaksikan dengan 5 ml (makroassay) pereaksi Bradford. Setelah

sekitar 5 menit, masing-masing campuran reaksi diukur absorbansinya pada λ 595

nm.

Identifikasi Bakteri Penghasil Inhibitor Protease

Uji Fisiologis. Isolat yang potensial menghasilkan inhibitor protease

dikarakterisasi secara morfologi dan fisiologi. Uji fisiologis dilakukan dengan

menggunakan kit MicrobactTM GN A ID dan GN B ID. Adapun yang diamati

adalah lisin, ornitin, H2S, glukosa, manitol, silosa, ortronitrofenil-β-d-

galaktopiranosida (ONPG), indol, urease, Voges Preskauer (VP), sitrat, triptofan

deaminase (TDA), dan nitrat (MicrobactTM GN A ID), serta gelatin, malonat,

inositol, sorbitol, ramnosa, sukrosa, laktosa, arabinosa, adonitol, rafinosa, salisin,

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 29: 2010 Dma

13

dan arginin (MicrobactTM GN B ID). Pewarnaan Gram, endospora dan uji katalase

dilakukan sesuai dengan metode Cappucino & Shermna (1983) yaitu dengan

menggunakan pereaksi iodium gram, alkohol, dan safranin untuk pewarnaan

Gram. Sedangkan untuk pewarnaan endospora ditetesi dengan malakit hijau dan

safranin sedangkan untuk uji katalase ditetesi dengan H2O2.

Isolasi DNA Genom. Isolat terpilih dengan kemampuan menghasilkan

inhibitor protease digunakan untuk analisis genetika molekuler. Isolasi DNA

genom dilakukan dengan metode Murray-Thompson (Cetyl trimethyl Ammonium

Bromide, CTAB). Isolat tersebut ditumbuhkan pada media Luria Broth (Tripton

10 g, NaCl 10 g, ekstrak khamir 5 g, akuades 1L) selama semalam, pada inkubator

bergoyang di suhu ruang.

Sebanyak 50 mL kultur isolat diambil dan dimasukkan ke dalam 2 tabung

sentrifugasi 50 mL steril masing-masing 25 mL. Kemudian disentrifugasi selama

10 menit pada kecepatan 8500 g. Pelet yang didapat kemudian diresuspensi

dengan 250 µl bufer TE (1X), dan dipindahkan ke dalam tabung mikro 1,5 mL

steril. Kemudian disentrifugasi kembali pada kecepatan 9000 g selama 10 menit.

Suspensi kemudian ditambahkan 5 µL lisozim, lalu dicampur merata dengan cara

membolak-balikkan tabung mikro hingga larutan menjadi berlendir dan bening.

Selanjutnya, suspensi diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Proses lisis sel

dilanjutkan dengan menambahkan 500 µL (Sodium Dodecyl Sulfate) SDS 10%

dan proteinase K sebanyak 10 µL, tabung mikro 1,5 mL kemudian dibolak-balik.

Suspensi diinkubasi pada suhu 37oC selama 60 menit. Sebanyak 80 µL NaCl dan

100 µL CTAB 10% ditambahkan ke dalam suspensi, kemudian diinkubasi pada

suhu 65oC selama 20 menit, tabung kembali dibolak-balik.

Purifikasi DNA dan pengendapan debris sel dilakukan dengan

menambahkan 650 µL fenol : kloroform : isoamilalkohol (25:24:1). DNA

dipisahkan dari debris sel dengan cara disentrifugasi pada 13000 g selama 10

menit. Supernatan yang mengandung DNA dipurifikasi dengan menambahkan

650 µL kloroform:isoamil alkohol (24:1) dan selanjutnya disentrifugasi pada

13000 g selama 10 menit. Untuk pengendapan DNA, supernatan yang didapat

ditambahkan etanol absolut sebanyak 2 kali volume supernatan dan sodium asetat

3M 10 % volume, pengendapan dibantu dengan inkubasi di dalam mesin pembeku

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 30: 2010 Dma

14

(-20oC) selama 30 menit dan kemudian dilakukan sentrifugasi pada 13000 g

selama 15 menit. Pelet yang didapatkan ditambahkan 70% etanol dingin untuk

mengikat air. Suspensi kembali disentrifugasi (13000 g; 15 menit), fase

supernatan dibuang sedangkan pelet dikeringudarakan dengan cara membuka

tutup tabung mikro 1,5 mL dan dibiarkan selama beberapa jam (2-3 jam).

Kemudian pelet DNA dilarutkan dalam 20 µL ddH2O steril dan disimpan pada

suhu -20oC (freezer).

Amplifikasi dan Purifikasi Gen Penyandi 16S-rRNA. Primer yang

digunakan untuk amplifikasi gen 16S-rRNA ialah 63f (5’-CAG GCC TAA CAC

ATG CAA GTC-3’) dan 1387r (5’- GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3’)

(Marchesi et al. 1998). Primer tersebut akan menghasilkan pita gen teramplifikasi

dengan ukuran sekitar 1300 pb. PCR akan dilakukan pada volume 25 µL dengan

komposisi LA Taq polimerase 0,25 µL, larutan penyangga (GC buffer) 12,5 µL,

dNTP 8 µL, primer masing-masing 1 µL, dan DNA cetakan sebanyak 5 µL serta

ditambahkan ddH2O hingga volume akhir 25 µL. Amplifikasi dilakukan untuk 30

siklus yang meliputi tahap pra-denaturasi pada suhu 94°C selama 2 menit,

denaturasi pada suhu 92°C selama 30 detik, annealing pada suhu 55°C selama 30

detik, dan polimerasi pada suhu 75°C selama 1 menit, serta post-PCR pada suhu

75°C selama 5 menit. Hasil amplifikasi dilarikan pada gel elektroforesis agarosa

1%, fragmen 16S-rDNA kemudian dipurifikasi dengan Wizard® SV Gel & PCR

Clean-up System (Promega, USA). Metode purifikasi ini berperan dalam

mengisolasi DNA dari gel agarosa hasil elektroforesis.

Sekuensing dan Analisis Filogenetik. Data sekuen gen 16S-rRNA yang

diperoleh kemudian dimasukkaan dalam program BLASTN

(http://www.ncbi.nlm.nih.gov) untuk dilihat kemiripannya dengan sekuen gen

bakteri lain yang ada di data base. Pensejajaran sekuen dilakukan dengan program

CLUSTALW, kemudian dilanjutkan dengan konstruksi pohon filogenetika

menggunakan program TreeCon (Van de Peer dan De Wachter 1993).

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 31: 2010 Dma

HASIL

Isolasi Bakteri dari Sampel Spons Jaspis sp.

Sebanyak 136 isolat berhasil diisolasi dari spons Jaspis sp. Dari 136 isolat

tersebut, sebanyak 70 isolat berasal dari endofit spons dan 66 isolat dari

permukaan spons. Isolat yang diperoleh sangat beragam baik dari segi warna,

jenis, dan bentuk koloni (Gambar 1). Ke 136 isolat tersebut diberi nama atau

penanda yaitu SAB S (Sponge-Associated Bacteria Surface) dan SAB E (Sponge-

Associated Bacteria Endophyite).

Gambar 1 Penampilan koloni bakteri pada media SWC yang berhasil diisolasi dari spons Jaspis sp. setalah diinkubasi selama 24 jam.

Penapisan Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. Penghasil Inhibitor Protease

Isolat yang berpotensi sebagai penghasil inhibitor protease adalah yang

menyebabkan bakteri patogen tidak mampu atau berkurang kemampuannya dalam

mendegradasi protein (skim). Hal ini ditandai dengan tidak terbentuknya zona

protease atau berkurangnya diameter zona protease di sekitar bakteri patogen

tersebut dibandingkan dengan kontrol (Gambar 2).

1cm

1 cm

1 cm

1 cm

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 32: 2010 Dma

16

Gambar 2 Uji inhibitor protease bakteri patogen dengan bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. menggunakan medium SWC sebagai lapisan bawah dan medium NA+susu skim 1,5% sebagai lapisan atas. (A) Aktivitas proteolitik dari EPEC K11 (zona protease = 3,5 mm), (A’) Aktivitas inhibitor protease oleh SAB S-21 terhadap EPEC K11 (persentase penghambatan = 100%, zona protease = 0 mm), (B) Aktivitas proteolitik dari P.aeruginosa (zona protease = 4 mm), (B’) Aktivitas inhibitor protease oleh SAB S-43 terhadap P. aeruginosa (persentase penghambatan = 62,5%, zona protease = 1,5 mm), (C) Aktivitas proteolitik dari S. aureus (zona protease = 4,5 mm), (C’) Aktivitas inhibitor protease oleh SAB S-17 terhadap S. aureus (persentase penghambatan = 55,5%, zona protease = 2 mm).

A A’

1 cm 1 cm

B B’

1 cm

1 cm

C’ C

1 cm

1 cm

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 33: 2010 Dma

17

Di antara 136 isolat yang diuji, enam isolat menunjukkan aktivitas inhibitor

protease yang sangat tinggi terhadap EPEK K11 (Tabel 2). Namun untuk

persentase penghambatan protease isolat bakteri yang dihasilkan oleh S. aureus

hanya berkisar pada aktivitas yang rendah (55,5%). Untuk bakteri patogen P.

aeruginosa hanya satu isolat (SAB S-43) yang menunjukkan persentase

penghambatan terbaik yakni pada kisaran 62,5%. Berdasarkan hasil penapisan

maka dipilah tiga isolat untuk diuji lebih lanjut yakni isolat SAB S-17 (inhibitor

protease dari S. aureus), SAB S-21 (inhibitor protease dari EPEC K11), dan SAB

S-43 (inhibitor protease dari P. aeruginosa).

Tabel 2 Aktivitas inhibitor protease yang dihasilkan oleh bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp.

Penghambatan terhadap produksi protease dari Kode Isolat EPEC K11 P. aeruginosa S. aureus SAB S-5 - - - SAB S-6 - - -

SAB S-11 +++ - - SAB S-12 +++ - - SAB S-13 - - - SAB S-15 + - - SAB S-16 - - - SAB S-17 - + + SAB S-18 +++ - - SAB S-19 +++ - - SAB S-20 +++ - - SAB S-21 +++ - + SAB S-24 + - - SAB S-25 - - - SAB S-26 - - - SAB S-28 - - - SAB S-29 - - - SAB S-30 + - - SAB S-31 - + - SAB S-37 + - - SAB S-41 - - - SAB S-42 - - - SAB S-43 + ++ - SAB S-45 - - - SAB S-51 - - - SAB S-53 + - -

SAB S-59 - - - SAB S-60 + - -

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 34: 2010 Dma

18

Tabel 2 Lanjutan

Penghambatan terhadap produksi protease dari Kode Isolat EPEC K11 P. aeruginosa S. aureus SAB S-61 - - - SAB S-62 - - - SAB E-5 + - - SAB E-6 + - - SAB E-7 - + - SAB E-8 - - - SAB E-10 - - - SAB E-13 - - - SAB E-14 - - - SAB E-15 - - - SAB E-16 - - - SAB E-18 - - - SAB E-23 - - - SAB E-25 - - - SAB E-27 - - - SAB E-28 - - - SAB E-30 - - - SAB E-31 - - - SAB E-32 - ++ - SAB E-33 - - - SAB E-35 - - - SAB E-36 + - - SAB E-37 - - - SAB E-38 - - - SAB E-39 - - - SAB E-40 - - - SAB E-41 - - - SAB E-42 - - - SAB E-43 - - - SAB E-44 - - - SAB E-47 - - - SAB E-56 - - - SAB E-58 - - - SAB E-59 - - - SAB E-66 - - - SAB E-67 - - -

Keterangan : Nama isolat yang dicetak tebal merupakan isolat yang digunakan untuk uji aktivitas inhibitor protease.

+++ = sangat kuat (100%), ++ = sedang (62,5%), dan + = lemah (55,5%).

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 35: 2010 Dma

19

Produksi Protease dari Bakteri Patogen

Uji ini dilakukan terhadap bakteri patogen yang akan digunakan sebagai

substrat ekstrak kasar protease dalam pengukuran aktivitas inhibitor protease

(Tabel 3). Kurva produksi enzim protease dari masing-masing bakteri patogen

tertera pada Lampiran 3.

Tabel 3 Aktivitas protease bakteri patogen yang digunakan dalam penelitian ini

Bakteri Waktu Inkubasi OD

Aktivitas Protease

U/ml S. aureus 16 jam 0,804 0.031 P. aeruginosa 40 jam 0,801 0.045 EPEC K11 24 jam 0,800 0.038

Keterangan : satu unit protease menyatakan jumlah enzim yang dapat menghasilkan satu mikromol produk tirosin permenit.

Pengukuran Aktivitas Inhibitor Protease

Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas inhibitor protease dari bakteri yang

berasosiasi dengan spons Jaspis sp. terhadap substrat proteinase K, ekstrak kasar,

dan subtilisin terlihat rata-rata aktivitas inhibitor protease dari ketiga isolat (SAB

S-17, SAB S-21, dan SAB S-43) terhadap subtilisin sangat rendah dibandingkan

dengan substrat proteinase K. Sedangkan pada substrat ekstrak kasar aktivitas

inhibitor protease yang dihasilkan sangat tinggi (Tabel 4).

Isolat SAB S-21 paling baik dalam menghambat substrat proteinase K

(84,84%). Pada uji aktivitas inhibitor protease menggunakan substrat proteinase

K, diketahui bahwa isolat SAB S-17 dan SAB S-21 memiliki aktivitas inhibitor

protease terbesar setelah waktu inkubasi 20 jam. Sedangkan isolat SAB S-43

memiliki aktivitas inhibitor protease terbesar setelah waktu inkubasi 12 jam

(Gambar 3).

Isolat SAB S-21 menghasilkan aktivitas inhibitor protease tertinggi

(97,39%) terhadap substrat ekstrak kasar enzim yang berasal dari EPEC, setelah

diinkubasi selama 24 jam. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh isolat SAB S-17

(84,51%) terhadap ekstrak kasar yang berasal dari S. aureus, dan isolat SAB S-43

(88,44%) terhadap ekstrak kasar yang berasal dari P. aeruginosa namun pada

waktu inkubasi 20 jam (Gambar 4). Isolat SAB S-21 juga paling baik dalam

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 36: 2010 Dma

20

menghambat substrat subtilisin dibandingkan dengan isolat lainnya (Gambar 5),

sebesar 64,74%.

Tabel 4 Aktivitas inhibitor protease (%) selama 32 jam pada suhu 30oC

Aktivitas inhibitor protease (%) pada waktu inkubasi (jam) Isolat Substrat

0 4 8 12 16 20 24 28 32 Proteinase K 7.66 33.13 45.93 57.82 60.93 68.60 55.91 49.32 41.66 Ekstrak Kasar 10.29 32.43 44.44 65.96 75.71 82.86 84.51 75.52 74.29 SAB S-17Subtilisin 3.06 11.17 14.65 14.59 15.33 37.63 35.31 27.79 13.28 Proteinase K 15.68 39.91 55.20 70.39 76.44 84.85 70.51 66.92 29.09 Ekstrak Kasar 16.67 29.27 63.44 86.09 89.32 92.50 97.39 88.46 85.34 SAB S-21Subtilisin 1.15 23.42 38.08 43.97 54.46 64.74 24.82 16.34 15.79 Proteinase K 23.02 50.36 65.72 74.87 55.07 41.90 40.82 35.26 32.51 Ekstrak Kasar 4.17 44.62 62.93 80.00 83.88 88.44 85.79 86.74 83.25 SAB S-43Subtilisin 6.69 9.49 14.44 21.11 41.93 48.72 42.30 23.19 23.80

Gambar 3 Aktivitas inhibitor protease terhadap substrat proteinase K selama

waktu inkubasi 32 jam pada suhu 30oC.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 37: 2010 Dma

21

Gambar 4 Aktivitas inhibitor terhadap substrat ekstrak kasar protease bakteri

patogen selama waktu inkubasi 32 jam pada suhu 30oC.

Gambar 5 Aktivitas inhibitor protease terhadap substrat subtilisin selama waktu

inkubasi 32 jam pada suhu 30oC.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 38: 2010 Dma

22

Suhu

Uji ini dilakukan untuk mengetahui suhu optimum dari aktivitas inhibitor

protease terhadap susbtrat proteinase K, ekstrak kasar dari bakteri patogen, dan

subtilisin (Tabel 5). Hal yang menarik terlihat dari hasil uji aktivitas inhibitor

protease dengan menggunakan substrat proteinase K, dimana aktivitas inhibitor

protease terbesar terjadi pada suhu 60oC (suhu tinggi). Fenomena tersebut terjadi

pada isolat SAB S-17 dengan aktivitas 71,8% (Gambar 6).

Isolat SAB S-21 menunjukkan aktivitas inhibitor protease tertinggi

(97,78%) terhadap substrat ekstrak kasar setelah diinkubasi pada suhu 20oC. Hal

yang sama juga ditunjukkan oleh isolat SAB S-17 (96,3%), namun pada suhu

inkubasi 30oC. Juga pada isolat SAB S-43 (91,3%) setelah diinkubasi pada suhu

30oC (Gambar 7). Sedangkan untuk substrat subtilisin seluruh isolat memiliki

aktivitas inhibitor protease terbesar pada suhu 30oC (Gambar 8).

Tabel 5 Aktivitas inhibitor protease (%) pada berbagai suhu

Aktivitas inhibitor protese (%) pada suhu (oC) Isolat Substrat 10 20 30 40 50 60 70

Proteinase K 30 41.7 55.67 66.5 71.76 71.8 55.81 Ekstrak Kasar 75 87.5 96.3 88 70.97 62.96 55.56 SAB S-17 Subtilisin 32.61 57.99 64.53 59.04 31.46 33.9 33.75 Proteinase K 50 67.26 72.41 81.28 73.32 73.68 48.84 Ekstrak Kasar 97.49 97.78 97.66 80.56 61.90 52.05 51.13 SAB S-21 Subtilisin 78.99 86 86.75 82.15 34.99 32.49 34.78 Proteinase K 15 85.2 89.16 88.18 88.6 70.68 24.81 Ekstrak Kasar 78.72 80 91.3 85.84 82.72 72 65 SAB S-43 Subtilisin 59.42 74 79.91 64.99 36.68 27.54 32.61

Isolat SAB S-21 paling baik dalam menghambat substrat subtilisin (86,75%)

dengan suhu inkubasi 30oC, sedangkan untuk substrat proteinase K ditunjukkan

oleh isolat SAB S-43 (79,91%) setelah diinkubasi pada suhu 30oC. Selain itu,

isolat SAB S-43 menunjukkan peningkatan aktivitas inhibitor protease yang

sangat tajam pada suhu 20oC hingga suhu 30oC (74%, 79,91%).

Isolat SAB S-21 menunjukkan aktivitas inhibitor protease yang sangat

tinggi terhadap ekstrak kasar pada perlakuan suhu 10oC sampai 30oC. Selain itu

isolat SAB S-21 juga menunjukkan aktivitas inhibitor protease yang tinggi

terhadap substrat subtilisin dan proteinase K dibandingkan dua isolat lain pada

suhu 30oC.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 39: 2010 Dma

23

Gambar 6 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat

proteinase K

Gambar 7 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat

ekstrak kasar protease bakteri patogen

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 40: 2010 Dma

24

Gambar 8 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat

subtilisin

pH

Aktivitas inhibitor protease pada ketiga substrat dengan tiga isolat sangat

dipengaruhi oleh pH (Tabel 6). Hal ini terbukti bahwa isolat SAB S-17 memiliki

aktivitas inhibitor protease terbesar terhadap ketiga jenis substrat pada lingkungan

yang cenderung asam, bahkan untuk substrat subtilisin aktivitas inhibitor protease

terbesar terjadi pada pH 4, dan berangsur berkurang seiring dengan kenaikan pH.

Tabel 6 Aktivitas inhibitor protease (%) pada berbagai pH

Aktivitas inhibitor protease (%) pada pH Isolat Substrat

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Proteinase K 60.93 68.3 78.26 98.6 98.94 91.72 74.05 73.2 58.64 55.68 Ekstrak Kasar 58.57 77.78 84.4 85.71 73.83 58.33 54.55 52.94 50.67 50.54 SAB S-17Subtilisin 66.98 93.33 68.89 66.35 51.11 41.91 36.51 30.16 29.84 28.25 Proteinase K 78.19 98.91 99.33 99.07 95.75 97.24 92.58 90.85 88.46 88.8 Ekstrak Kasar 7.58 41.67 62.5 75 92.86 96.67 69.77 60 58.06 53.25 SAB S-21Subtilisin 31.75 33.65 50.79 73.97 98.41 86.67 82.22 75.87 62.22 53.02 Proteinase K 64.56 69.4 80.6 90.66 89.37 82.07 74.05 72.54 71.14 67.33 Ekstrak Kasar 66.07 68 73.45 93.5 92.65 86.05 85.44 78.73 56.21 50 SAB S-43Subtilisin 35.56 51.11 71.75 97.78 96.83 94.6 93.02 65.71 60.32 49.84

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 41: 2010 Dma

25

Pada kondisi penentuan pH optimum dalam berbagai kisaran pH, ketiga

isolat mampu menghasilkan inhibitor protease yang tinggi terhadap substrat

proteinase K (Gambar 9). Isolat SAB S-21 memiliki aktivitas tinggi (96,67%)

dalam menghambat ekstrak kasar dari bakteri patogen EPEC K11 pada pH 8.

Begitu juga pada Isolat SAB S-17 dan Isolat SAB S-43 memiliki aktivitas

inhibitor protease tinggi dalam menghambat ekstrak kasar dari bakteri patogen P.

aeruginosa dan S. aureus pada pH optimum 6 (Gambar 10).

Isolat SAB S-21 juga memiliki aktivitas inhibitor protease tertinggi dalam

menghambat substrat subtilisin sebesar 98,41% pada pH optimum 7 (Gambar 11).

Isolat SAB S-21 paling baik dalam menghambat substrat baik proteinase K

maupun subtilisin jika dibandingkan dengan isolat lainnya pada kondisi pH 5 dan

7. Kisaran pH optimum pada ketiga isolat yang berasosiasi dengan spons Jaspis

sp. dalam menghasilkan aktivitas inhibitor protease cukup luas yaitu dari pH 4

sampai 8. Nilai aktivitas inhibitor protease yang dihasilkan oleh ketiga isolat

terhadap ketiga substrat dalam kisaran yang sama yaitu lebih dari 85%.

Gambar 9 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat

proteinase K

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 42: 2010 Dma

26

Gambar 10 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat

ekstrak kasar protease bakteri patogen

Gambar 11 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat

subtilisin

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 43: 2010 Dma

27

Identifikasi Bakteri Penghasil Inhibitor Protease

Tiga isolat yang berpotensi menghasilkan senyawa inhibitor protease

diidentifikasi secara fisiologi yaitu dari pewarnaan Gram, uji katalase, pewarnaan

spora, dan uji biokimia (Tabel 7).

Tabel 7 Karakteristik fisiologi dan morfologi bakteri penghasil inhibitor protease yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp.

Kode Isolat Karakteristik SAB S-17 SAB S-21 SAB S-43

Gram - + + Spora - + + Katalase - + + Bentuk Batang Batang Batang Warna Koloni Orange Putih Putih Lisin - - - Ornitin - - - H2S - - - Glukosa + - - Mannitol + - - Xilosa - - - Galaktopiranosida (ONPG) + - - Indol - - - Urease - - - Voges Preskauer (VP) - - - Sitrat + - - Trptofan deaminase (TDA) - - - Nitrat + - - Gelatin - - - Malonat - - - Inositol - - - Sorbitol - - - Ramnosa - - - Sukrosa + - - Laktosa - - - Arabinosa + - - Adonitol - - - Rafinosa - - - Salisin + - - Arginin + - - Keterangan : + = menggunakan senyawa tersebut dalam proses hidupnya.

- = tidak menggunakan senyawa tersebut.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 44: 2010 Dma

28

Isolat yang termasuk bakteri gram negatif diidentifikasi secara biokimiawi

dengan menggunakan Kit Microbact dan hasilnya menunjukkan bahwa isolat

SAB S-17 termasuk Enterobacter agglomerans dengan keakuratan 39,89%

artinya isolat SAB S-17 homologi dengan Enterobacter agglomerans dengan

identitas sebesar 39,89%. Dapat diketahui bahwa tiga isolat yang berpotensi

sebagai penghasil inhibitor protease memiliki karakteristik yang beragam, ada

satu isolat yang termasuk bakteri gram negatif (SAB S-17) dan dua isolat

termasuk bakteri gram positif (SAB S-21, dan SAB S-43). Kedua bakteri gram

positif ini juga diketahui menghasilkan endospora, serta memiliki kemampuan

menghasilkan enzim katalase yang berperan dalam mendegradasi hidrogen

peroksida.

Identifikasi Isolat Terpilih dengan Analisis Gen 16S rRNA

Hasil analisis gen 16S rRNA dari ketiga isolat terpilih diawali dengan

amplifikasi gen 16S rRNA dengan PCR. Dari hasil amplifikasi gen 16S rRNA

dengan PCR diperoleh pita DNA spesifik berukuran 1300 pasang basa (pb) pada

masing-masing isolat (Gambar 12).

Gambar 12 Gel elektroforesis gen 16S rRNA (1300 pb) dari tiga isolat yang berpotensi sebagai penghasil inhibitor protease.

1300 pb

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 45: 2010 Dma

29

Hasil sekuen dari gen 16S rRNA (Lampiran 4) dari tiap isolat kemudian

dianalisis dengan metode BLASTN terhadap data GenBank. Hal ini diperlukan

untuk memperoleh data homologi tiap isolat terhadap data GenBank (Tabel 8).

Tabel 8 Hasil analisis BLASTN ketiga isolat terpilih terhadap data GenBank

Isolat Homolog dengan Identitas Nomor Akses

SAB S-17 Paracoccus sp. Jx9 86% FJ539115

SAB S-21 Bacillus pumilus strain 210_50

100% GQ199752

SAB S-43 Bacillus subtilis strain DURCK11

98% FJ430065

Analisis Pohon Filogenetik

Sekuen gen 16S-rRNA ketiga isolat terpilih kemudian digunakan untuk pembuatan pohon filogenetika menggunakan program TreeCon (Gambar 13).

Gambar 13 Pohon filogenetik dari tiga isolat terpilih yang berpotensi sebagai

penghasil inhibitor sprotease berdasarkan sekuen gen 16S rRNA.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 46: 2010 Dma

PEMBAHASAN

Hasil isolasi bakteri yang bersimbiosis dengan spons Jaspis sp. yang berasal

dari perairan Pulau Raja Ampat (Papua) diperoleh 136 isolat dengan bentuk dan

warna koloni yang berbeda-beda, tiga isolat diantaranya menunjukkan potensi

yang cukup tinggi sebagai penghasil inhibitor protease. Dari hasil penelitian dapat

dianalisa bahwa bakteri patogen yang menghasilkan protease mampu dihambat

kemampuan proteolitiknya oleh bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp.

Hal ini diduga karena bakteri laut memiliki senyawa inhibitor protease yang

mekanisme kerjanya menghambat pembentukan zona protease atau mengurangi

zona protease dibandingkan dengan kontrol.

Ketiga isolat yang menghasilkan inhibitor protease adalah yang mampu

menghambat bakteri patogen (P. aeruginosa, S. aureus, dan EPEC K11) untuk

mendegradasi protein (skim). Bukti ini ditandai dengan tidak adanya zona

protease atau berkurangnya zona protease disekitar bakteri tersebut dibandingkan

dengan kontrol, pada medium yang mengandung protein (skim). Isolat SAB S-17

mampu menghambat protease bakteri S. aureus sebesar 55,5%, isolat SAB S-43

mampu menghambat protease bakteri P. aeruginosa sebesar 62,5%, dan isolat

SAB S-21 mampu menghambat protease bakteri EPEC K11 sebesar 100%.

Hasil waktu produksi protease dari beberapa bakteri patogen (Tabel 3)

menunjukkan bahwa ketiga bakteri patogen yaitu: P. aeruginosa mampu

mensekresikan protease ekstraseluler pada fase stasioner. S. aureus dan EPEC

K11 menghasilkan protease pada saat pertumbuhan bakteri menjelang stasioner.

Penelitian tentang produksi optimum protease ini juga dilakukan oleh Fawzya

(2002) menunjukkan bahwa bakteri asal ikan hiu (Carcharhinus limbatus)

menghasikan protease optimal pada jam ke 24 fase stasioner. Protease yang

dihasilkan oleh bakteri pada fase stasioner sebagai mekanisme pertahanan diri

terhadap inang.

Berdasarkan hasil pengujian secara kuantitatif dapat diketahui bahwa isolat

SAB S-17, isolat SAB S-21, dan isolat SAB S-43 menghasilkan aktivitas inhibitor

protease pada waktu inkubasi masing-masing 20, 24 dan 12 jam (Gambar 3, 4, &

5). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati et al. (2006)

yaitu diketahui bahwa isolat 10A6, 6A3, dan 9A51 yang berasosiasi dengan spons

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 47: 2010 Dma

31

menghasilkan inhibitor protease bakteri patogen E. coli, S. aureus, dan P.

aeruginosa pada waktu inkubasi masing-masing 24, 20 dan 12 jam. Kondisi yang

sama dapat dilihat pada Serratia marcescens yang mempunyai aktivitas inhibitor

ekstraseluler tertinggi pada jam ke-18, dan aktivitas inhibitor intraseluler pada jam

ke-12 (Kim et al. 1995). Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Murao et al. (1982), aktivitas inhibitor tertinggi yang dihasilkan oleh

Streptomyces rishiensis adalah pada jam ke 24-36, yaitu pada fase menjelang

stasioner. Hasil penelitian terhadap Monascus purpureus menunjukkan aktivitas

inhibitor tertinggi pada hari ke-7 sampai ke-10, yaitu pada fase stasioner (Saruno

et al. 1981). Beberapa hasil penelitian yang lain menunjukkan hasil yang sama,

seperti yang dilakukan oleh Imada et al. (1985a, b). Alteromonas sp.

menghasilkan inhibitor marinostatin dengan aktivitas tertinggi pada jam ke-18

sampai ke-36 (Imada et al. 1985b).

Isolat SAB S-21 merupakan isolat yang paling baik dalam menghasilkan

inhibitor protease terhadap ketiga substrat. Isolat SAB S-21 mampu menghambat

pembentukan protease bakteri patogen pada manusia penyebab diare yaitu EPEC

K11. Sedangkan, isolat SAB S-43 mampu menghambat pembentukkan protease

pada bakteri P. aeruginosa, dan isolat SAB S-17 mampu menghambat protease

yang dihasilkan oleh bakteri S. aureus. Mekanisme kerjanya dengan cara

menghambat pembentukan protease ekstraseluler yang diseksresikan oleh bakteri

patogen. Proses penghambatan itu bisa berupa mengurangi produktivitas enzim

protease yang dihasilkan oleh bakteri patogen dengan cara mencegah substrat

untuk memasuki tempat aktif. Bisa juga berupa menghambat reaksi enzimatik

dengan cara berikatan pada bagian lain pada enzim itu (Campbell et al. 1999).

Selain itu, kondisi suhu dan pH juga mempengaruhi aktivitas inhibitor protease.

Inhibitor protease memiliki aktivitas maksimum pada suhu tertentu, aktivitasnya

akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu hingga mencapai suhu optimum.

Setelah itu kenaikan suhu lebih lanjut akan menyebabkan aktivitasnya menurun.

Hal yang unik terjadi pada isolat SAB S-17 yang mampu menghasilkan

aktivitas inhibitor protease pada suhu 60oC dan pH optimum 6 terhadap substrat

proteinase K. Kondisi ini sama dengan P. aeruginosa yang menghasilkan aktivitas

proteolitik pada suhu 60oC dan pH optimumnya 8 (Begum et al. 2007). Selain itu,

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 48: 2010 Dma

32

ini juga terjadi pada Achanthamoeba lugdunensis KA/ E2 berpotensi

menghasilkan inhibitor protease serin yang stabil pada kondisi suhu 40oC sampai

60oC (Kim et al. 2003). Terjadinya aktivitas inhibitor protease pada suhu tinggi

karena proteinase K merupakan protease serin yang stabil pada kondisi suhu 40oC

sampai 60oC.

Fenomena menarik juga terjadi pada isolat SAB S-21 yang memiliki

aktivitas inhibitor protease terhadap ekstrak kasar meningkat sangat tajam pada

suhu 10oC sampai dengan suhu 30oC (Gambar 8). Sesuai dengan Lee et al. 2000

yaitu bakteri laut Pseudoalteromonas sp. strain A28 memiliki suhu optimumnya

pada 30oC. Selain itu pada bakteri laut Pseudoalteromonas sagamiensis penghasil

inhibitor protease memiliki suhu optimum pada 27oC (Kobayashi et al. 2003).

Kondisi ini juga terjadi pada Pseudoalteromonas (Alteromonas) yaitu bakteri laut

yang hidup bebas dengan plankton dan dapat beradaptasi pada kisaran suhu 10oC

sampai 30oC (Corpe 1970).

Ketiga isolat memiliki aktivitas inhibitor protease pada kondisi suhu 10oC

dalam menghambat substrat subtilisin. Demikian juga pada kondisi ekstrak kasar

sebagai substrat, ketiga isolat menghasilkan aktivitas inhibitor protease cukup

tinggi pada suhu 10oC. Aktivitas tersebut akan menurun pada suhu 50oC sampai

70oC karena terjadi denaturasi enzim. Scopes (1987) menyatakan bahwa inhibitor

protease yang mengalami perubahan konformasi akan menyebabkan turunnya

aktivitas. Disamping itu ada kemungkinan terjadi pemutusan ikatan-ikatan di

dalamnya yang menyebabkan inhibitor tersebut tidak stabil pada suhu yang sedikit

tinggi diatas suhu optimumnya.

Kisaran suhu optimum yang diperoleh oleh ketiga isolat yaitu 30oC sampai

60oC membuktikan bahwa kondisi aktifnya inhibitor protease dalam menghambat

mekanisme pembentukan protease oleh bakteri patogen berada pada kisaran suhu

tersebut. Sedangkan pada suhu tinggi yaitu 70oC aktivitasnya menurun, hal ini

karena enzim akan terdenaturasi pada kondisi suhu panas yang mengakibatkan

rusaknya struktur, sehingga tidak ada penghambatan atau sedikit

penghambatannya (Fujiwara & Yamamoto 1987).

Berdasarkan hasil uji optimasi pH isolat SAB S-21 menghasilkan aktivitas

inhibitor protease cukup tinggi pada berbagai kisaran pH yaitu pH 3 sampai 12

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 49: 2010 Dma

33

dengan proteinase K sebagai substratnya. Hasil yang diperoleh tersebut tidak

berbeda jauh dengan yang dilakukan oleh Wee et al. 2000 yaitu ditunjukkan oleh

bakteri Photorhabdus luminescens yang menghasilkan inhibitor protease stabil

pada pH 3,5 sampai 11 dengan substrat termolisin, subtilisin, proteinase A dan

lain-lain. Untuk kedua isolat lainnya memiliki aktivitas inhibitor protease berada

pada pH 6 terhadap substrat proteinase K. Proteinase K termasuk kelompok serin

protease, dimana serin protease memiliki kisaran pH untuk proteinase K yaitu pH

7,5 sampai 12, jadi isolat SAB S-21 masih menghasilkan aktivitas inhibitor

protease pada kondisi pH 12 terhadap substrat proteinase K.

Sedangkan pada subtilisin sebagai substratnya isolat SAB S-21 memiliki

aktivitas inhibitor protease tertinggi (98.41%) pada pH 7. Untuk isolat SAB S-43

pada pH 6 dan isolat SAB S-17 pada pH 4. Hal ini sesuai penelitian yang

diakukan oleh Hoffman et al. 2000 dari bakteri laut Pseudoalteromonas atlantica

yang memiiki aktivitas tinggi pada pH 4,4 sampai 10,5. Kisaran pH yang

diperoleh oleh ketiga isolat tersebut dalam menghasilkan aktivitas inhibitor

protease tertingginya pada pH 4 sampai 7, namun ada yang masih tinggi

aktivitasnya pada pH 9 untuk isolat SAB S-43. Hasil tersebut sesuai dengan

Imada et al. 1986 yang menghasilkan subtilisin inhibitor peptida yang diisolasi

dari bakteri Alteromonas sp. yang berasosiasi dengan spons memiliki kisaran pH 4

sampai 7 dan kurang stabil pada pH 10.

Pada uji pH ini menggunakan bufer yang berguna dalam mencegah

perubahan radikal pH dengan penambahan larutan asam lain atau larutan basa

lain. Terjadinya perubahan nilai pH selama proses inkubasi sangat mempengaruhi

kerja enzim karena perubahan pH menyebabkan terjadinya perubahan pada daerah

katalitik dan konformasi dari enzim, dimana sifat ionik dari gugus karboksil dan

gugus amino enzim tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pH. Selain itu,

perubahan pH dapat menyebabkan denaturasi enzim sehingga dapat menimbulkan

hilangnya fungsi katalitik enzim (Dick et al. 2000). Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa pH merupakan salah satu faktor yang memiliki potensi untuk

mempengaruhi aktivitas enzim, serta sangat erat kaitannya dengan fungsi aktif

enzim, kelarutan substrat, dan ikatan enzim terhadap substrat.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 50: 2010 Dma

34

Hasil amplifikasi gen 16S rRNA dari ketiga isolat yang diuji menghasilkan

fragmen pita spesifik berukuran 1300 pasang basa. Dari hasil analisis sekuen gen

16S rRNA homologinya menunjukan tingkat kemiripan yang tinggi dengan

Bacillus dan Paracoccus. Pohon filogenetik berdasarkan sekuen gen 16S rRNA

dari tiga isolat yang mampu menghasilkan senyawa inhibitor protease

menunjukkan bahwa isolat SAB S-17 yang termasuk dalam bakteri Paracoccus

sp. Jx9 (tingkat keriripan 86%) membentuk kelompok sendiri yang terpisah dari

isolat lain. Isolat SAB S-43 dan SAB S-21 membentuk kelompok pertama,

kelompok ini berada bersama-sama dengan Bacillus sp. NQ18. Isolat SAB S-43

termasuk dalam Bacillus subtilis strain DURCK11 (98%), isolat SAB S-21

termasuk dalam Bacillus pumilus strain 210_50 (100%). Isolat SAB S-21 ini

selain memiliki kemampuan sebagai inhibitor protease juga sebagai antifungi

(Bottone & Peluso 2002).

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 51: 2010 Dma

SIMPULAN

Dari penelitian ini, berhasil diisolasi 136 isolat bakteri yang bersimbiosis

dengan spons Jaspis sp. baik dari bagian permukaan maupun endofit. Bakteri

tersebut memiliki kemampuan dalam penghambatan (kuantitatif %

penghambatan) protease terhadap bakteri patogen yaitu P. aeruginosa, S. aureus,

dan EPEC K11. Berdasarkan uji fisiologis dan biokimiawi bahwa bakteri

potensial terpilih yang mampu menghasilkan inhibitor protease termasuk ke

dalam kelompok bakteri gram negatif (isolat SAB S-17) dan bakteri gram positif

(SAB S-21 dan SAB S-43). Aktivitas inhibitor protease tertinggi diperoleh oleh

isolat SAB S-21 pada waktu inkubasi selama 20 jam untuk proteinase K

(84,85%) dan selama 24 jam untuk substrat ekstrak kasar dari bakteri patogen

(97,39%), dan untuk substrat subtilisin yaitu selama 20 jam (64,74%). Ketiga

isolat yang diuji menghasilkan aktivitas inhibitor protease tertinggi pada kisaran

suhu optimum yaitu 30oC terhadap ketiga substrat (proteinase K, substrat ekstrak

kasar, dan subtilisin). pH optimum yang diperoleh ketiga isolat ini berada pada

kisaran pH 4-8 terhadap ketiga substrat. Berdasarkan hasil sekuen dan analisis

pohon filogenetika isolat SAB S-17 homolog dengan bakteri Paracoccus sp. Jx9

sebesar 86%, isolat SAB S-21 homolog dengan bakteri Bacillus pumilus strain

210_50 sebesar 100%, dan isolat SAB S-43 homolog dengan bakteri Bacilus

subtilis strain DURCK11 sebesar 98%.

SARAN

Perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk karakterisasi senyawa inhibitor

protease yang dihasilkan oleh bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 52: 2010 Dma

DAFTAR PUSTAKA Anthony et al. 2002. Dysinosin A: A novel inhibitor of factor VIIa and thrombin

from a new genus and species of Australian sponge of the family Dysideidae. Am Chem Soc 45:13340-13341.

Barret AJ, Rawling ND, Woessner JF. 2003. The Handbook of Proteolityc Enzymes. Ed 2nd. Academic Press.

Begum et al. 2007. Characterization of an intracellular protease from Pseudomonas aeruginosa. J Med Sci 23:227-232.

Bisswanger H. 2002. Enzyme Kinetics Principles and Methods. Weinheim: Wiley-VCH.

Bode W dan Huber R. 1992. Natural protein proteinase inhibitors and their interaction with proteinases. Eur J Biochem 204:433–451.

Bottone EJ dan Peluso RW. 2002. Production by Bacillus pumilus (MSH) of an antifungal compound that is active against Mucoraceae and Aspergillus species: preliminary report. J Med Mic 52:69-74.

Campbell NA, Reece JB, Mitchel LG. 1999. Biologi. Jakarta: Erlangga.

Cappucino JG dan Shermna N. 1983. Microbiology: A laboratory manual. New York: Addison-Wesley Publishing Company.

Demuth HU. 1990. Recent developments in inhibiting cysteine and serine

proteases. J Enzyme Inhib 3:249–278.

Dick WA, Cheng L, Wang P. 2000. Soil acid and alkaline phosphatase activity as pH adjustment indicators. Soil Biol Biochem 32:1915-1919.

Ebeling W. 1974. Proteinase K from Tritrachium album Linder. Eur J Biochem 47: 91.

Elyakov GB, Kuznetsova TA, Stonik VA, Mikhailov VV. 1994. New trends of marine biotechnology development. Pure Appl Chem 4:811-818.

Fawzya YN. 2002. Karakterisasi protease ekstraseluler dari isolat bakteri asal ikan hiu (Carcharhinus limbatus). Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Feltzer RE, Trent JO, Gray RD. 2003. Alkaline proteinase inhibitor of Pseudomonas aeruginosa. Biol Chem 28:25952-25957.

Friedrich et al. 2001. Microbial diversity in the marine spons Aplysina cavernicola (formerly Verongia cavernicola) analyzed by fluorescence in situ hybridization (FISH). Mar Biol 134:461-470.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 53: 2010 Dma

37

Fujiwara N dan Yamamoto K. 1987. Production of alkaline protease in low cost medium by alkalophilic Bacillus sp. and properties of the enzyme. J Ferment Technol 3:345-348.

Hammond JBW, Kruger J. 1988. The Bradford method for protein quantitation. Di dalam Walker JM, editor. The Protein Protocols Handbook. Ed2nd . New Baersey: Humana Press.hlm 15-21.

Hentschel et al. 2001. Isolation and phylogenetic analysis of bacteria with antimicrobial activities from the Mediterranean sponss Aplysina aerophoba and Aplysina cavernicola. FEMS Microbiol Ecol 35:305-312.

Hoffman M dan Decho WA. 2000. Proteolityc enzyme in the marine bacterium Pseudoateromonas atlantica: post-secretional activation an effects of environmental conditions. Aquatic Mic Ecol 23: 29-39.

Imada C, Simidu U, Taga N. 1985a. Isolation and characterization of marine bacteria producing alkaline protease inhibitor. Bull Jap Soc Sci Fish 51:799-803.

Imada C, Simidu U, Taga N. 1985b. Purification and characterization of the protease inhibitor “monostatin” from a marine Alteromonas sp. with reference to inhibitor of the protease produced by a bacterium pathogenic to fish. Bull Jap Soc Sci Fish 31:1089-1094.

Imada C, Taga N, Maeda M. 1985c. Cultivation conditions for subtilisin inhibitor-producing bacterium and general properties of the inhibitor “marinostatin”. Bull Jap Soc Sci Fish 51:805-810.

Imada C, Hara S, Maeda M, dan Simidu U. 1986a. Amino acid sequences of marinostatins C-1 and C-2 from marine Alteromonas sp. Bull Jap Soc Sci Fish 52:1455–1459.

Imada C, Maeda M, Hara S, Taga N, dan Simidu U. 1986b. Purification and characterization of subtilisin inhibitors ‘‘marinostatin’’produced by marine Alteromonas sp. J Appl Bacteriol 60:469–476.

Imada C. 2004. Enzyme inhibitors of marine microbial origin with pharmaceutical importance. Mar Biotechnol 6:193-198.

Isshiki et al. 1998. TMC-52 A to D, novel cysteine proteinase inhibitors, produced by Gliocladium sp. Antibiotics 51:629-634.

Isshihara M, Atta K, Tawata S, Toyama S. 1999. Purification and characterization of intracelluler cystein protease inhibitor from Chlorella sp. Food Sci Tech 5: 210-213.

Kim KS, Kim TU, Byun SM, Shin YC. 1995. Characterization of a metalloprotease inhibitor protein (SmaPl) of Serratia marcescens. Appl Environ Microbiol 61:3035-3041.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 54: 2010 Dma

38

Kim HK, Young RH, Yu SH, Chung DI. 2003. Purification and characterization of a 33 kDa serine protease from Acanthamoeba lugdunensis KA/E2 isolated from a Korean keratitis patient. J Parasitol 41: 189-196.

Kobayashi et al. 2003. Pseudoalteromonas sagamiensis sp. Nov. a marine bacterium that produces protease inhibitors. Syst Evol Microbiol 53:1807-1811.

Kobori H, dan Taga N. 1980. Extracellular alkaline phosphatase from marine bacteria: purification and properties of extracellular phosphatase from a marine Pseudomonas sp. Can J Microbiol 26:833–838.

Lee et al. 2000. Involvement of an extracellular protease in algicidal activity of the marine bacterium Pseudoalteromonas sp. Strain A28. J Environ Microbiol 66: 4334-4339.

Lee YK, Lee JH, Lee HK. 2001. Microbial symbiosis in marine sponges. Microbiol 30:254-264.

Marangoni AG. 2003. Enzyme Kinetics and Modern Approach. New Jersey: Willey Interscience.

Marchesi et al. 1998. Design and evaluation of useful bacterium specific PCR primers that amplify genes coding for bacterial 16S-rRNA. Appl Environ Microbiol 64:795-799.

Munro et al. 1999. The discovery and development of marine compounds with pharmaceutical potential. Biotechnology 70:15-25.

Murao S, Kasai N, Kimura Y, Oda K. 1982. Isolation of metalloproteinase inhibitor (FMPI) producing microorganism. Agric Biol Biochem 46:2697-2703.

Nurhayati T, Suhartono MT, Nuraida L, Poerwanto BS. 2006. Preliminary characterization of protease inhibitor from bacteria-associated with sponge from Panggang Island, Seribu Islands. Hayati 13: 58-64.

Nurhayati T, Suhartono MT, Suptijah P, Febrian I. 2004. Screening inhibitor protease dari sponge, Kepulauan Seribu. Bul THP 7:72-83.

Osclarit JM. 1994. Anti-bacillus substance in the marine sponge, Hyatella species, produced by an associated Vibrio species bacterium. Microbiology 78:7-16.

Proksch P, Edrada RA, Ebel R. 2002. Drugs from the seas - current status and microbiological implications. Appl Environ Microbiol 59:125-134.

Saruno R, Setoyama T, Nakashima C, Kato F, Murata A. 1981. Purification and some properties of nuclease inhibitor from Monascus purpureus. Agric Biol Chem 45:133-139.

Saryono, Sulistyati IP, Zul D, Martina A. 1999. Identifikasi jamur pendegradasi inulin pada rizosfir umbi dahlia (Dahlia variabilis). J Nat Ind 1: 22-27

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 55: 2010 Dma

39

Scopes RK. 1987. Protein Purification, Principles and Practice. Ed Ke-2. New York: Springer-Verlag.

Stierle AC, Cardellina II JH, Singleton FL. 1988. A marine Micrococcus produces metabolites ascribed to the sponge Tedania ignis. Experientia 44:1021.

Tsushima et al. 1992. Candida albicans produces a cystatin type cysteine proteinase inhibitor. J Bacteriol 174: 4807-4810.

Van de Peer Y, De Wachter R. 1993. TREECON: a software package for the construction and drawing of evolutionary trees, copmut. Appl Biosci 9:177-182.

Walter HE. 1984. Proteinases (Protein as Substrates). method with haemoglobin, casein, and azocoll as substrate. Di dalam Bergmeyer, Graβ1 M, editor. Methods of Enzymatic Analysis. 3rd ed. Weinheim:Verlag Chemie.

Wee EK, Christoper R, Yonan, Chang FN. 2000. A new broad-spectrum protease inhibitor from the entomopathogenic bacterium Photorhabdus luminescens. Microbiology 146: 3141-3147.

Wilkinson CR. 1978. Microbial associations in sponss. I. Ecology, physiology and microbial populations of coral reef. Mar Biol 49:161-167.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 56: 2010 Dma

40

Lampiran 1 Komposisi Media

Media SWC (Sea Water Complete) untuk 1100 mL

Bacto Pepton 5,5 gr Yeast Extract 1,1 gr Gliserol 3,3 gr Air Laut steril 825 mL Aquades 275 mL Agar 16,5 gr

Komposisi PBS (Phosphate Bufer Saline) untuk 500 mL

NaCl 4 gr KH2PO4 0,1 gr Na2PO4 0,75 gr KCL 0,1 gr Aquades 500 mL

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 57: 2010 Dma

41

Lampiran 2 Kurva Standar Penentuan Konsentrasi Protein Menurut Metode Bradford

Tabel 9 Konsentrasi protein menurut Metode Bradford

Konsentrasi BSA (mg/ml)

Volume BSA (ml)

Volume Akuades (ml)

0.01 0.06 9.94 0.02 0.1 9.9 0.03 0.15 9.85 0.04 0.2 9.8 0.06 0.3 9.7 0.08 0.4 9.6 0.1 0.6 9.4 0.2 1 9 0.3 1.5 8.5

Kurva standar penentuan konsentrasi protein menggunakan proteinase K

Kurva Standar penentuan konsentrasi protein menggunakan subtilisin

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 58: 2010 Dma

42

Kurva standar aktivitas protease oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa

Kurva Standar aktivitas protease oleh bakteri EPEC K11

Kurva Standar aktivitas protease oleh bakteri S. aureus

Lampiran 3 Produksi protease (A) P. aeruginosa (B) S. aureus (C) EPEC K11

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 59: 2010 Dma

43

(A)

(B)

(C)

Lampiran 4 Hasil sekuen DNA 650 nukleotida

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 60: 2010 Dma

44

>SAB S-21 (650 basa)

TGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCTGTAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGAGCTAATACCGGATAGTTCCTTGAACCGCATGGTTCAAGGATGAAAGACGGTTTCGGCTGTCACTTACAGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCGACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTGCAAGAGTAACTGCTTGCACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGGGCTCGCAGGCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGCTCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGGAAACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAATTCCACGTGT >SAB S-43 (650 basa)

TGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCTGTAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGGGCTAATACCGGATGGTTGTTTGAACCGCATGGTTCAAACATAAAAGGTGGCTTCGGCTACCACTTACAGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCAACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTACCGTTCGAATAGGGCGGTACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGGGCTCGCAGGCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGCTCACCCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGGGAACTTGAGTGCAAAAAAGAAAGTGCACTCCCCGTGTA >SAB S-17 (650 basa)

TATGAGTAACGCAATGGGAACATGCCCTTCTCTACCCCATTACCCCCGGTTAAACTGGTCAGTAATGCCGATATCCGCCCTTTGGGGGAAAGATTTATCGTGAAAAGGTATCGGCCCGCGTTGGATTATTTCGTTGGTGGGGTAATGGCCCACCAATCCGACTATCCATAGGCTGGTTGGACAGGATGATCAACCACACTGGGACTGACACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCACTGAGTGGGGAATCTTACACCATGGGGGCAACCCTGATCTAACCATGCCGCGTGAGTGATAAACGCCTTACGGTTGTAAAGCTCTTTCAGTTGGGAACATAATGACTGTACCCGCTTAAAACGCCCCGGATAACTCCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGGACGGGGCTATCGTTGTTCGGAATTACTGGGCTTAAAGCGCACGTAGGCTGACTGGAAATTCTTAGGTGAAATCCCATGGCTCGACCTTGGAACTGTCTGTGAAACTATCGCTCTGCATTACGATAGACGTGAGTGGACTTCCGACTGTCTAGGTGACATTCGGAGATTTCCGAATTACCACCAGTGCCGAAGACTGCTCATTG

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)