permenperin 151 tahun 2010 - renstra kemenperin 2010-2014

Upload: yuliyanah

Post on 11-Oct-2015

78 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI

    NOMOR: 151 /M-IND/PER/12/2010

    TENTANG:

  • RENCANA STRATEGIS

    KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

    TAHUN 2010-2014

    KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

    REPUBLIK INDONESIA

  • PERATURAN

    MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR : 151/M-IND/PER/12/2010

    TENTANG

    PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN

    NOMOR 10/M-IND/PER/1/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS

    KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010 2014

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyesuaian terhadap organisasi Kementerian Perindustrian sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor

    24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian

    serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian

    Negara, perlu mengubah Rencana Strategis Kementerian

    Perindustrian Tahun 2010 2014 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10/M-IND/PER/1/2010;

    b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian;

    Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional;

    2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian serta Susunan

    Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;

    3. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10/M-IND/PER/1/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2010 -

    2014;

    4. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/M-IND/PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian;

  • Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor : 151/M-IND/PER/12/2010 - 2 -

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG

    PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN

    NOMOR 10/M-IND/PER/1/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS

    KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010 2014.

    Pasal I

    Mengubah Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10/M-

    IND/PER/1/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Perindustrian

    Tahun 2010 2014 menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

    Pasal II

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

    Ditetapkan di Jakarta

    pada tanggal 28 Desember 2010

    MENTERI PERINDUSTRIAN RI

    ttd

    MOHAMAD S. HIDAYAT

    Salinan Peraturan Menteri ini disampaikan kepada:

    1. Para Eselon I di lingkungan Kementerian Perindustrian; 2. Pertinggal.

  • LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI

    NOMOR : 151/M-IND/PER/12/2010

    TANGGAL : 28 Desember 2010

    RENCANA STRATEGIS

    KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010-2014

    I PENDAHULUAN

    A. Kondisi Umum

    B. Potensi dan Permasalahan 1. Perkembangan Industri Indonesia 2. Kontribusi Industri Terhadap Ekonomi 3. Struktur Industri 4. Persebaran Lokasi dan Konsentrasi Pertumbuhan Industri 5. Perkembangan Ekspor Impor dan Neraca Perdagangan 6. Penyerapan Tenaga Kerja

    C. Maksud dan Tujuan 1. Tugas Pokok dan Fungsi 2. Ruang Lingkup

    II VISI, MISI DAN TUJUAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

    A. Visi

    B. Misi

    C. Pendekatan

    D. Kondisi yang Diharapkan Tahun 2020 2025

    E. Kondisi yang Diharapkan Tahun 2010 2014

    F. Tujuan

    G. Sasaran

    III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI

    A. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional

    B. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Perindustrian

    IV PENUTUP

    LAMPIRAN

    1. Matriks Target Pembanguna Kementerian Perindustrian Tahun 2010-2014

    2. Matriks Kebutuhan Pendanaan Pembangunan Kementerian Perindustrian 2010-2014

    MENTERI PERINDUSTRIAN RI

    ttd

    MOHAMAD S. HIDAYAT

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 1 -

    I PENDAHULUAN

    A. KONDISI UMUM

    Situasi dunia saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan ekonomi,

    energi minyak bumi, dan teknologi yang menjadikan pendekatan masa kini

    lebih cepat usang. Bahkan issue lingkungan dan perubahan iklim seperti

    menipisnya ozon yang berakibat pada pemanasan global turut menjadi

    pendorong gerakan masyarakat dunia untuk mencegah pengelolaan lingkungan

    yang merusak kualitas kehidupan masyarakat. Laju pertumbuhan ekonomi

    dunia selama periode 2005-2007 mencapai 4,8 persen dimana dalam periode

    tersebut dunia menghadapi beberapa permasalahan yang dampaknya berlanjut

    hingga tahun 2009. Salah satunya adalah peningkatan harga minyak, dimana

    sejak tahun 2005 telah mendorong laju inflasi dunia. Harga rata-rata minyak

    dunia telah meningkat dua kali lipat, dimana pada tahun 1996 hanya pada

    kisaran US$ 20 per barrel meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi US$ 53,3

    per barrel pada tahun 2005, bahkan harga minyak melonjak sangat tajam pada

    pertengahan tahun 2008 hingga mencapai US$ 146 per barrel, walaupun

    kemudian menurun hingga memasuki tahun 2009.

    Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2005 mencapai 5,69 persen sedikit

    menguat dibandingkan tahun 2004 yang sebesar 5,03 persen. Kemudian, pada

    tahun 2006 pertumbuhan ekonomi melemah mencapai 5,50 persen. Memasuki

    pertengahan tahun 2007, muncul tekanan baru yang berawal dari gejolak di

    pasar keuangan Amerika Serikat. Masalah pemberian kredit yang tidak prudent

    dan regulasi yang kurang memadai, terutama berkaitan dengan pemberian

    kredit sektor perumahan (subprime mortgage) berdampak luas ke Eropa,

    kemudian meluas ke segala penjuru dunia, mengingat besarnya peran ekonomi

    Amerika Serikat. Krisis ini mengakibatkan memburuknya kinerja sektor riil

    yang mulai menunjukkan dampaknya pada tahun 2008. Meskipun pertumbuhan

    ekonomi pada tahun 2007 tetap tumbuh sebesar 6,35 persen, namun pada

    tahun 2008 mengalami perlambatan dimana ekonomi hanya tumbuh

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 2 -

    sebesar 6,01 persen. Pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi mengalami

    penurunan yang cukup besar dibanding dengan tahun 2008, yaitu tumbuh

    sebesar 4,55 persen. Sementara Bank Dunia lebih pesimis menyatakan

    perdagangan merosot ke tingkat paling rendah dalam 80 tahun terakhir dan

    perekonomian global kemungkinan menciut untuk pertama kalinya sejak

    Perang Dunia II, tanpa menyebutkan angka estimasinya. Menurut laporan Bank

    Dunia, Asia Timur akan menghadapi masalah paling berat akibat menurunnya

    perdagangan dunia tahun 2009, juga dilaporkan antara lain mengenai:

    1. Produksi industri dunia menurun 15 persen dibandingkan tahun 2008,

    dan akan lebih banyak negara emerging markets, baik pemerintah

    maupun swastanya mengambil hutang beresiko tinggi dari pasar modal

    dengan bunga sangat tinggi,

    2. Dalam tahun 2009 hutang swasta yang jatuh tempo sebesar

    US$ 1 triliun, dan hutang pemerintah mencapai US$ 3 triliun.

    3. Sekitar 94 negara akan mengalami perlambatan ekonomi diikuti

    melonjaknya tingkat kemiskinan hingga mencapai 43 persen dan krisis

    ekonomi tersebut akan menambah jumlah penduduk miskin hingga 46

    juta, maka akibatnya ketergantungan pada bantuan luar negeri semakin

    lebih besar.

    Dampak krisis keuangan sebagaimana diuraikan di atas, yaitu terjadinya

    capital outflow dari SBI, SUN dan pasar modal sehingga likuiditas US$ di

    pasar modal mulai mengering, rupiah terdepresiasi dan ekspor mulai

    menampakkan tanda-tanda terancam menurun. Walaupun perkembangan

    perekonomian pada tahun 2008 ternyata aman, namun keadaan makro pada

    tahun 2009 lebih berat, karena dampak krisis terasa signifikan oleh Indonesia

    pada awal tahun. Untuk itu perekonomian Indonesia hanya tumbuh sekitar

    4,55 persen dan ekspor tumbuh di bawah posisi tahun 2008. Terdapat

    perubahan tiga indikator yang berpengaruh terhadap perekonomian dunia

    selama periode lima tahun, yaitu kebijakan dan pertumbuhan PDB dunia,

    perkembangan ekonomi dan harga minyak dunia, serta pengaruh krisis global.

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 3 -

    Selain tinjauan global, maka kondisi domestik dapat dijelaskan berikut

    ini. Selama tahun 2005-2009, tiga sektor utama yaitu sektor Pertanian, Industri

    Pengolahan, dan Perdagangan bersama-sama memberikan kontribusi sekitar 56

    persen terhadap PDB total, sementara pada tahun 2004 ketiga sektor utama

    tersebut menyumbang sedikit lebih besar yaitu sebesar 58,45 persen. Masing-

    masing ketiga sektor utama tersebut memberi sumbangan dengan rincian:

    sektor Industri Pengolahan memberi sumbangan sebesar 28,07 persen pada

    tahun 2004 dan 26,38 persen pada tahun 2009; sektor Perdagangan, Hotel dan

    Restoran sebesar 16,05 persen pada tahun 2004 dan 13,37 persen pada tahun

    2009; dan sektor Pertanian sebesar 14,34 persen pada tahun 2004 dan 15,29

    persen pada tahun 2009.

    Dari ketiga sektor utama di atas yang merupakan penyumbang utama

    bagi perekonomian nasional adalah sektor Industri Pengolahan karena

    merupakan penyumbang tertinggi. Rata-rata kontribusi sektor Industri

    Pengolahan (tahun 2005-2009) yaitu sebesar 27,47 persen terhadap PDB

    nasional. Dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009, sektor ekonomi yang

    mengalami pertumbuhan tertinggi dari tahun ke tahun adalah dari sektor

    Pengangkutan dan Komunikasi. Pertumbuhan dari sektor ini dari tahun 2004

    sampai tahun 2009 berturut-turut adalah 13,38 persen; 12,76 persen; 14,23

    persen; 14,04 persen; 16,57 persen dan 15,53 persen. Sementara untuk

    pertumbuhan sektor Industri Pengolahan selama periode 2004-2009 relatif

    mengalami penurunan pertumbuhan yaitu: 6,38 persen; 4,60 persen; 4,59

    persen; 4,67 persen; 3,66 persen dan 2.11 persen.

    Menurut hasil pemeringkat World Economic Forum (WEF), pada tahun

    2010 posisi daya saing Indonesia berada pada urutan ke-54 dari 133 negara.

    Rendahnya daya saing tersebut merupakan akibat dari berbagai faktor. Menurut

    tolok ukur WEF, diidentifikasi 15 faktor penting yang menjadi masalah utama

    yang menghambat dunia usaha yaitu :

    1. Birokrasi Pemerintah yang tidak efisien;

    2. Kurangnya infrastruktur yang memadai;

    3. Tidak konsistennya kebijakan pemerintah;

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 4 -

    4. Tingginya tingkat korupsi;

    5. Sulitnya akses pembiayaan ;

    6. Peraturan ketenagakerjaan yang kurang akomodatif;

    7. Regulasi pajak yang memberatkan dunia usaha;

    8. Tingginya inflasi ;

    9. Tidak stabilnya regulasi mata uang asing;

    10. Rendahnya tenaga kerja berpendidikan;

    11. Rendahnya etos kerja tenaga kerja;

    12. Ketidakstabilan pemerintahan ;

    13. Tingginya tingkat pajak;

    14. Rendahnya tingkat kesehatan masyarakat;

    15. Tingginya tingkat kriminal dan kejahatan.

    United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) dalam

    laporannya (Industrial Development Report 2004) menyatakan bahwa dalam

    periode 1980-2005, kinerja Industri Manufaktur Indonesia dikategorikan

    sebagai salah satu pemenang utama (main winners) bersama beberapa negara

    berkembang lain yang kebanyakan berasal dari kawasan Asia Timur. Di antara

    kinerja negara-negara tersebut, China berada pada posisi tertinggi. Sedangkan

    peringkat kinerja Industri Manufaktur Indonesia meningkat dari urutan ke-75

    pada tahun 1980 menjadi urutan ke-54 pada tahun 1990 dan menjadi urutan

    ke-42 pada tahun 2005. Namun demikian, dibandingkan dengan beberapa

    negara pesaing utama di Asia Timur (termasuk ASEAN), peningkatan posisi

    Indonesia memang relatif rendah.

    Beberapa faktor penting di luar ekonomi juga belum menunjukkan

    perbaikan kinerja secara nyata. Sebagai contoh, pengembangan dan penerapan

    Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) terutama untuk kepentingan

    produksi masih sangat terbatas. Dengan urutan Indonesia di posisi ke-60 dari

    72 negara dalam Indeks Pencapaian Teknologi (IPT), mengindikasikan bahwa

    integrasi peningkatan IPTEK untuk produksi masih banyak mengalami

    hambatan. Pengembangan kelembagaan dan kemampuan untuk peningkatan

    kapasitas SDM pada tingkat perusahaan tidak berjalan sesuai harapan.

    Sementara itu, standardisasi nasional produk industri, pengembangan

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 5 -

    infrastruktur yang efisien dan sesuai dengan kebutuhan sektor industri, serta

    peningkatan kompetensi tenaga kerja belum sepenuhnya berjalan optimal

    karena keterbatasan sumber daya.

    Meskipun permasalahan penurunan daya saing berawal dari krisis tahun

    1997, perkembangan industri ternyata memburuk setelah krisis dimaksud.

    Banyak pengamat mengindikasikan terjadinya deindustrialisasi, yang

    ditunjukkan dengan penurunan kapasitas terpasang Industri Manufaktur dari 80

    persen pada periode sebelum krisis menjadi hanya berkisar 60 persen.

    Penurunan jumlah unit usaha perusahaan industri berskala sedang dan besar,

    dan juga penurunan signifikan dari indeks produksi industri pengolahan

    berskala sedang dan besar. Penyebab utama kondisi ini adalah daya saing

    produk-produk manufaktur yang terus melemah. Di dalam negeri, produk

    manufaktur seperti elektronika rumah tangga kalah bersaing dengan produk

    impor, apalagi diperburuk dengan banyaknya produk impor ilegal. Di pasar

    internasional, produk TPT dan produk kayu kalah bersaing dengan produk dari

    China dan negara ASEAN lainnya.

    Di bidang Pengembangan Industri, dalam rangka menentukan arah,

    sasaran dan kebijakan Pengembangan Industri Nasional ke depan, Pemerintah

    mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang

    Kebijakan Industri Nasional, yang di dalamnya diatur mengenai pemberian

    fasilitas berupa Insentif Fiskal, Insentif Non-Fiskal, dan kemudahan lainnya

    sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada pengusaha

    industri tertentu, seperti industri prioritas tinggi, industri pionir, industri yang

    dibangun di daerah terpencil dan sebagainya. Hasil-hasil yang dicapai oleh

    Kementerian Perindustrian dalam mengembangkan sektor industri, tergambar

    pada uraian berikut ini.

    Selama lima tahun terakhir, telah dilaksanakan berbagai langkah-langkah

    pengembangan industri. Hasil yang diperoleh dari langkah tersebut diantaranya

    dalam hal penguatan dan pengembangan 10 klaster Industri Inti yaitu Tekstil

    dan Produk Tekstil (TPT), Alas Kaki, Makanan, Pengolahan Sawit,

    Pengolahan Kayu/Rotan, Pengolahan Karet, Pulp & Kertas, Pengolahan Hasil

    Laut, Mesin & Peralatan Listrik dan Petrokimia serta beberapa klaster industri

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 6 -

    penunjang dan industri terkait. Pengembangan klaster industri telah

    dilaksanakan melalui :

    1. Sosialisasi pembangunan Klaster Industri.

    2. Diagnosis dan penyusunan Peta Jalan Pengembangan Klaster-klaster

    yang ditargetkan.

    3. Pembentukan working group serta forum komunikasi kerjasama industri

    pada masing-masing klaster industri.

    4. Perbaikan iklim usaha dan dukungan program kelembagaan.

    5. Pengembangan kerjasama antara industri inti, industri terkait dan industri

    penunjang.

    Pada bidang Pengembangan Iklim Industri telah dilaksanakan berbagai langkah

    untuk mendukung peningkatan usaha, investasi dan produksi. Beberapa

    langkah penting antara lain :

    1. Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang

    Kawasan Industri dalam rangka lebih menertibkan dan mengatur sebaran

    industri sesuai kaidah efisiensi dan pengelolaan lingkungan yang baik.

    2. Penyusunan Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan

    Pemberdayaan UMKM Kementerian Perindustrian tentang Peningkatan

    Efektivitas Pengembangan IKM melalui Pendekatan Satu Desa Satu

    Produk (One Village One Product - OVOP) dengan terbitnya Peraturan

    Menteri Perindustrian No. 78/M.IND/PER/9/2007.

    3. Pengakomodasian usulan beberapa sektor industri (Perkapalan,

    Komponen Otomotif, Elektronika) untuk mendapatkan fasilitas PPh (PP

    No 1 Tahun 2007 dan PP No. 62 Tahun 2008).

    4. Penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian penting lainnya dalam upaya

    memfasilitasi iklim usaha yang lebih baik yang dapat memberikan

    kepastian berusaha, khususnya yang terkait dengan perbaikan

    infrastruktur, teknologi, permodalan dan penanganan lingkungan.

    Pada bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri, pemerintah

    telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2009 dan Peraturan

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 7 -

    Menteri Perindustrian Nomor 49/M-IND/PER/4/2009 tentang Penggunaan

    Produk Dalam Negeri, yang telah disosialisasikan untuk diterapkan di Instansi

    Pemerintah Pusat maupun di Daerah. Pada sektor-sektor penting tertentu

    tengah dilaksanakan usaha-usaha untuk: 1) Memaksimalkan pemanfaatan

    kemampuan industri strategis dalam pengadaan Alutsista sektor Pertahanan;

    2) Memberdayakan industri Perkapalan Nasional sesuai Inpres No 5 Tahun

    2005; 3) Mendorong BUMN-BUMN memaksimalkan penggunaan produksi

    dalam negeri dalam rangka Program Percepatan Pembangunan PLTU Batubara

    dan Program Konversi Minyak Tanah ke LPG; 4) Memprakarsai penyusunan

    RUU Peningkatan Penggunaan produksi Dalam Negeri.

    Pada bidang Peningkatan Kemampuan Teknologi, Kementerian

    Perindustrian telah melaksanakan beberapa langkah penting seperti:

    1) Penetapan hasil-hasil riset unggulan untuk IKM yang diseleksi dari hasil-

    hasil Litbang pada 11 Balai Besar dan 11 Balai Riset dan Standardisasi

    Industri; 2) Proyek Percontohan Coco-diesel; 3) Program Restrukturisasi

    Industri TPT; 4) Bantuan Mesin/Peralatan (untuk pengelasan, alsintan, fasilitas

    Pusat Desain Optik, fasilitas UPT Kulit Magetan, pembuatan bahan bakar

    nabati dari biji jarak, pabrik Biodiesel; 5) Bimbingan Teknis untuk pengelolaan

    limbah; 6) Penghargaan Rintisan Teknologi; 7) Penghargaan Indonesia Good

    Design Selection dan 8) Pembangunan Pusat Desain Industri Perkapalan.

    Pemerintah telah melaksanakan berbagai kegiatan pendidikan dan

    pelatihan untuk Peningkatan Kemampuan SDM Industri antara lain: 1) Dalam

    rangka peningkatan daya saing (HACCP, CEFE, Marketing, Manajemen

    Lingkungan, TQM) dsb; 2) Pengelasan Sertifikasi Internasional; 3) Konvervasi

    dan Audit Energi; 4) Teknologi Produksi & Design; 5) Penanganan Zat-zat

    Kimia Berbahaya; dan 6) Pelatihan Asesor terintegrasi ISO 9001. Sedangkan

    pada Bidang Peningkatan Kemampuan SDM Aparatur, pemerintah telah

    melaksanakan kegiatan antara lain: 1) Diklat Sistem Industri (I, II, III, dan IV)

    untuk meningkatkan kapasitas aparatur Dinas Perindustrian di

    Propinsi/Kabupaten/Kota; 2) Diklat-diklat Struktural; 3) Diklat Teknis, Diklat

    Jabatan Fungsional; 4 ) Program beasiswa S2 dan S3; 5) Program Bea Siswa

    D3 Tenaga Penyuluh Lapangan Industri dengan ikatan dinas di Unit

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 8 -

    Pendidikan Tinggi di Lingkungan Kementerian Perindustrian dan 6) Pelatihan

    Petugas Pengawas Standar Barang dan Jasa di pabrik ( PPSP) sebanyak 8

    angkatan .

    Industri Kecil Menengah (IKM) yang diharapkan dapat menjadi

    penggerak utama perekonomian nasional pada akhir RPJMN (2005-2009) telah

    memberikan kontribusi PDB Sektor Industri sebesar 24,95 persen. Program

    Pengembangan IKM dalam pelaksanaan program utama dan pelaksanaan

    program pendukung meliputi: Pengembangan 6 Klaster IKM; Pengembangan

    IKM penunjang klaster industri; Pengembangan IKM Unggulan Daerah;

    Pengembangan IKM di daerah tertinggal, perbatasan, pasca konflik & pasca

    bencana; Pengembangan Promosi dan Informasi; Peningkatan SDM IKM;

    Peningkatan Kerjasama Industri dan Peningkatan Standardisasi dan Teknologi.

    Dari sisi penyerapan tenaga kerja di sektor Industri Pengolahan, secara

    kumulatif dari tahun 2005-2009 mengalami peningkatan sebesar 2.551.507

    orang atau rata-rata per tahun sekitar 519.137 orang (5,28 persen), yang berarti

    di atas yang ditargetkan pada RPJMN (2005-2009) sebesar 500 ribu per tahun.

    Pada periode yang sama pula penanaman modal di sektor Industri Pengolahan

    terealisasi rata-rata per tahun senilai 15,97 triliun rupiah untuk Proyek

    Penanaman Modal Dalam Negeri dan US $ 3,69 miliar untuk Proyek

    Penanaman Modal Asing. Dengan asumsi kurs rata-rata US $ 10.000 rupiah,

    maka PMA yang diserap sektor Industri Pengolahan sekitar 36,91 triliun rupiah

    per tahun. Bila dijumlahkan, total investasi PMA dan PMDN yang tertanam di

    sektor Industri Pengolahan rata-rata sebesar 52,88 triliun rupiah per tahun.

    Angka tersebut melebih sasaran investasi sektor Industri Pengolahan pada

    RPJMN (2005-2009) yaitu antara 40-50 triliun rupiah.

    Pertumbuhan sektor Industri Pengolahan Non Migas selama 5 tahun

    terakhir boleh dikatakan berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional.

    Tahun 2005, laju pertumbuhan sektor industri sebesar 5,86 persen sedikit diatas

    pertumbuhan ekonomi yang besarnya 5,69 persen. Pada tahun 2006, 2007 dan

    2008 laju pertumbuhan sektor industri selalu di bawah pertumbuhan ekonomi.

    Pada tahun 2009 ekonomi tumbuh sebesar 4,93 persen sedangkan

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 9 -

    pertumbuhan sektor industri non migas pada tahun 2009 tumbuh sebesar 2,52

    persen.

    Penurunan yang cukup besar pada tahun-tahun terakhir disebabkan

    terjadinya pertumbuhan negatif pada beberapa cabang industri, seperti Tekstil,

    Kertas, Semen dan Barang Galian Logam. Walau demikian, terdapat kelompok

    utama industri yang pertumbuhannya cukup tinggi, yaitu Industri Alat Angkut,

    Mesin dan Peralatan, yang memberikan sumbangan pertumbuhan besar, walau

    pada tahun 2009 sumbangan tersebut menjadi melemah.

    Menurun serta negatifnya pertumbuhan sektor-sektor industri tersebut

    disebabkan berbagai permasalahan yang dihadapi, seperti: keterbatasan

    infrastruktur dan listrik, kurangnya pasokan bahan baku untuk Industri

    Pengolahan Kayu dan Hasil Hutan lainnya, serta maraknya illegal loging dan

    illegal trade, kurangnya pasokan gas bumi sebagai bahan baku dan energi

    untuk industri pupuk, serta beredarnya isu penggunaan bahan tambahan pangan

    yang tidak diperbolehkan untuk industri makanan dan minuman yang sempat

    meresahkan masyarakat.

    Dari semua cabang industri, terdapat dua cabang industri yang

    mendominasi, yaitu Industri Makanan, Minuman dan Tembakau dan Industri

    Alat Angkut, Mesin dan Peralatan. Peran Industri Makanan, Minuman dan

    Tembakau relatif konstan sekitar 28-33 persen, tetapi Industri Alat Angkut,

    Mesin dan Peralatan pada periode tahun 2000-2005 perannya masih sekitar

    20-26 persen, pada periode 2005-2009 meningkat menjadi sekitar 27-29

    persen. Hal ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pendalaman dan

    penguatan struktur industri ke arah produksi produk-produk yang bernilai

    tambah tinggi dan memiliki kandungan teknologi yang lebih tinggi .

    Utilisasi industri juga menjadi isu penting karena baru sekitar 47 sub

    sektor industri di Indonesia yang utilisasinya di atas 80 persen, sementara

    96 sub sektor dan 83 sub sektor industri utilisasinya masing-masing baru

    mencapai antara 61 dan 79 persen dan bahkan di bawah 60 persen. Sub sektor

    yang memiliki utilitas di atas 80 persen didominasi oleh sub sektor Industri

    Kimia Hulu, dimana sektor hilir industri yang nilai tambahnya lebih tinggi,

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 10 -

    utilisasi kapasitas terpasangnya lebih rendah. Kelompok industri yang memiliki

    nilai tambah yang tinggi dibandingkan dengan Industri Kimia seperti Industri

    Permesinan dan Elektronika, ternyata utilitasnya berkisar antara 61 sampai

    dengan 79 persen, bahkan beberapa diantaranya di bawah 60 persen seperti

    Industri Radio/Radio Cassette, Industri Mesin Proses Minyak Kelapa Sawit,

    Industri Mesin Proses Pengolahan Gula dan Mesin Proses Pengerjaan Logam.

    Penguatan struktur industri selama kurun waktu 2005-2009 telah terjadi

    pada Industri Turunan Minyak Sawit, Industri Petrokimia (aromatik, C1,

    Olefin), Industri Pasir Kuarsa, Industri Keramik, Industri Air Laut, Industri

    Mesin Proses Tekstil, Industri Mesin Proses Pabrik Gula, Industri Mesin Proses

    Pabik Minyak Kelapa Sawit, Industri Logam, Industri Aluminium, Industri

    Tembaga, Industri Perkapalan, Industri Bangunan Lepas Pantai, Industri

    Telematika, Industri TV, Industri Video Cassette/disc player dan Industri

    Lampu Listrik. Namun perkembangan tersebut dirasakan masih belum

    memenuhi sebagaimana yang diharapkan. Dari sisi pandang lain struktur yang

    belum lengkap yang diperlihatkan dengan banyak industri yang belum ada di

    tanah air, menunjukkan masih besarnya peluang investasi pada sektor industri

    tertentu, baik berupa pendirian perusahaan baru pada industri yang sudah ada

    maupun membuka perusahaan pada industri yang belum ada.

    Struktur industri pada pohon industri masih kurang lengkap dipandang

    dari dua sisi dimensi yang berbeda. Sisi pertama kurang lengkapnya struktur

    industri memperlihatkan masih besarnya peluang investasi pada sektor industri

    yang masih terbuka lebar, baik pendirian perusahaan baru pada industri yang

    sudah eksis (perluasan struktur) maupun membuka perusahaan pada industri

    yang belum eksis (pendalaman struktur). Sisi lain, kurang lengkapnya struktur

    industri pada pohon industri mencerminkan belum kokohnya kemampuan

    industri dan strategi yang diterapkan dalam pengembangannya. Sebaran

    industri di Indonesia masih terkonsentrasi secara geografis di Pulau Jawa dan

    Sumatera. Pada tahun 2008 persebaran Industri Manufaktur masih terfokus di

    Pulau Jawa dan Sumatera menyerap 79,83 persen. Adapun tahun 2006 kedua

    pulau tersebut menyerap 79,5 persen unit usaha yang ada di Indonesia,

    sementara pada tahun 2004 serapannya 77,5 persen.

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 11 -

    Realisasi Investasi PMDN menunjukkan perkembangan yang makin

    membaik walau masih tetap di bawah periode sebelum krisis tahun 1998.

    Sektor industri merupakan sektor utama yang paling banyak diminati oleh

    perusahaan-perusahaan PMDN. Realisasi Investasi PMDN di sektor industri

    dari 2005-2009 mencapai Rp. 95,64 triliun dari Rp. 144,42 triliun PMDN

    secara keseluruhan. Investasi sektor industri paling besar terdapat pada industri

    Kertas dan Percetakan yaitu Rp. 28,95 triliun dengan 52 proyek. Penyerapan

    tenaga kerja di sektor industri pengolahan telah meningkat rata-rata 6,38 persen

    pada periode tahun 2005-2009. Dibandingkan tahun 2005, penyerapan tenaga

    kerja pada tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009 masing-masing meningkat

    sebesar 14,82 persen; 20,527 persen, 22,36 persen, dan 27,49 persen.

    Dari sisi ekspor, nilai ekspor produk hasil Industri Manufaktur pada

    tahun 2005 sebesar US$ 55.566,99 juta dengan kontribusi 64,87 persen

    terhadap total nilai ekspor Indonesia dan 83,65 persen terhadap produk non

    migas. Pada tahun 2009, nilai ekspor produk hasil Industri Manufaktur

    meningkat menjadi sebesar US$ 73.435,84 juta serta mempunyai kontribusi

    63,03 persen terhadap total nilai ekspor Indonesia dan 75,33 persen terhadap

    produk non migas dengan pertumbuhan dari tahun 2005-2009 sebesar

    46,76 persen.

    B. POTENSI DAN PERMASALAHAN

    Potensi Sumber daya alam Indonesia (cadangan hutan, kelautan dan

    perikanan, migas, mineral dan batubara, dsb) sangat potensial untuk

    menumbuh-kembangkan industri berbasis sumber daya alam. Letak Indonesia

    yang sangat strategis dapat mengakomodasi kepentingan berbagai negara serta

    kerjasama yang saling menguntungkan dengan negara-negara di sekelilingnya.

    Indonesia yang terdiri dari atas ribuan pulau dan penduduknya yang

    besar merupakan captive market bagi berbagai industri. Penduduk Indonesia

    yang besar tersebut tidak saja dapat merupakan modal bagi tumbuhnya industri

    (khususnya IKM) yang berbasis tenaga kerja, tetapi juga peluang bagi

    tumbuhnya sektor industri yang berbasis padat iptek dan daya kreatif.

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 12 -

    Dengan Sumber Daya Industri yang begitu besar yang dimiliki baik itu

    Sumber Daya Alamnya maupun Sumber Daya Manusianya, dimana masing-

    masing memiliki kekuatan dan kelemahan antara lain sebagai berikut :

    1. Faktor Sumber Daya Alam

    Kekuatan Kelemahan

    1. Lahan Luas dan Subur

    2. Penanaman sepanjang tahun

    3. Cadangan hutan produksi cukup luas

    4. Pembukaan lahan baru sektor pertanian

    5. Ketersediaan sumber daya laut & potensi penangkapan ikan 6,7 juta

    ton per-tahun

    6. Ketersediaan sumber daya mineral cukup besar.

    1. Rendahnya produktivitas sektor pertanian & agrobisnis

    2. Melambatnya pertumbuhan sektor pertanian

    3. Meningkatnya ketergantungan terhadap impor makanan

    4. Bahaya kerusakan ekologi

    5. Terjadinya penebangan hutan berlebihan

    6. Bahaya atas terjadinya penangkapan ikan berlebihan di beberapa wilayah

    2. Faktor Sumber Daya Manusia

    Kekuatan Kelemahan

    1. Jumlah Penduduk Besar

    2. Tingkat upah kompetitif

    3. Keterampilan Seni (craftmanship) tinggi

    4. Tekun dan mudah menerima pelatihan

    5. Kemampuan bidang operasional

    6. Kemampuan bidang rancang bangun dan perekayasaan sudah

    berkembang

    1. Tidak meratanya penyebaran penduduk dan pendapatan

    2. Tingkat pendidikan, keterampilan dan produktifitas tenaga kerja relatif

    rendah

    3. Disiplin rendah

    3. Faktor Geografi

    Kekuatan Kelemahan

    1. Terdiri dari ribuan pulau

    2. Terletak di geo stasioner

    3. Posisi strategis

    1. Belum bisa didayagunakan sebagai penggerak pertumbuhan industri

    2. Peluang baru akan diambil oleh perusahaan-perusahaan asing

    3. Infrastruktur telekomunikasi relatif belum memadai

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 13 -

    4. Faktor Permodalan

    Kekuatan Kelemahan

    1. Telah adanya investasi ekstensi selama dua dekade lalu dalam

    bentuk aset tetap (bangunan,

    mesin, & peralatan)

    1. Rendahnya pemanfaatan kapasitas terpasang pada beberapa sub-sektor

    industri

    2. Terdapat mesin-mesin sudah tua di beberapa sektor industri.

    3. Cadangan devisa, perbankan, pasar Modal belum cukup menunjang.

    5. Faktor Prasarana (Fisik)

    Kekuatan Kelemahan

    1. Pernah melakukan investasi secara berarti dan adanya

    pertumbuhan selama dua dekade

    lalu sebelum krisis

    1. Beberapa prasarana (jalan raya, pelabuhan, dll) & sarana kurang

    memadai.

    2. Ketergantungan tinggi terhadap bantuan asing dan swasta dalam

    pengembangan prasarana

    3. Angkutan Laut dikuasai asing dan belum memadai

    6. Faktor Teknologi

    Kekuatan Kelemahan

    1. Investasi mendorong terjadinya impor teknologi

    2. Jumlah SDM relatif besar pada lembaga-lembaga R&D

    Pemerintah

    3. Penyebaran Teknologi secara nyata lebih efektif melalui impor

    dan pengenalan mesin

    1. Kegiatan R&D industri dilakukan oleh pemiliknya di luar negeri

    2. Relatif rendahnya tingkat pengembangan teknologi

    3. Rendahnya respon lembaga-lembaga R&D terhadap permintaan pasar

    4. Rendahnya produktivitas sektor manufaktur

    5. Relatif rendahnya biaya R&D per orang

    6. Lemahnya keterkaitan antara lembaga-lembaga R&D pemerintah

    dengan swasta

    7. Lemahnya koordinasi & arah pengembangan lembaga riset

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 14 -

    Walau telah dicapai berbagai perkembangan yang cukup penting dalam

    pengembangan industri, namun dirasakan industri belum tumbuh seperti yang

    diharapkan, khususnya bila dibandingkan dengan kinerja industri pada masa

    sebelum krisis multi dimensi pada tahun 1998. Berbagai masalah baik yang

    secara umum menghambat pertumbuhan industri, maupun yang secara khusus

    dihadapi oleh beberapa industri (penting) tertentu dipaparkan pada uraian di

    bawah ini.

    Masalah Umum

    a. Masalah Internal Industri

    1. Struktur industri masih belum kuat.

    2. Industri dasar yang menjadi pemasok bahan baku dan bahan penolong

    industri jumlah dan kemampuannya masih terbatas, dan sama halnya

    dengan kemampuan produksi barang setengah jadi dan komponen,

    sehingga ketergantungan impor masih tetap tinggi.

    3. Masih terbatasnya populasi industri berteknologi tinggi.

    4. Kapasitas produksi masih belum optimal.

    5. Penurunan kinerja di beberapa cabang industri akibat terpaan krisis

    global.

    6. Terganggunya penguasaan pasar domestik (khususnya akibat

    penyelundupan).

    7. Ketergantungan ekspor pada beberapa komoditi dan beberapa negara

    tujuan.

    8. Lemahnya penguasaan desain dan rancang bangun untuk pembangunan

    industri.

    9. Tidak tersedianya dana penelitian dan pengembangan produk industri

    untuk produk buatan lokal yang cukup di perusahaan industri.

    10. Penerapan standar produk komponen dan bahan baku yang tersedia di

    pasar dalam negeri tidak atau belum memenuhi standar yang telah

    ditetapkan, sehingga menyulitkan dalam proses fabrikasi dan

    manufacturing.

    11. Belum kuatnya peranan industri kecil dan menengah.

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 15 -

    b. Masalah Eksternal Industri

    1. Keterbatasan infrastruktur (jaringan jalan, pelabuhan, kereta api, listrik,

    pasokan gas).

    2. Birokrasi yang belum pro-bisnis.

    3. Arus barang impor ilegal yang tinggi (penyelundupan), walau pada satu

    tahun terakhir ini sudah menunjukkan perbaikan yang berarti.

    4. Masalah perburuhan (pesangon, premi jamsostek, UMR dan lainlain).

    5. Masalah kepastian hukum.

    6. Insentif fiskal yang belum bersaing dibanding dengan yang ditawarkan

    oleh negara tetangga.

    7. Suku bunga perbankan yang masih tinggi.

    8. Ketentuan limbah B3 (limbah batu bara, baja, dan lainlain) yang sering

    kali menyulitkan dunia usaha.

    9. Kurangnya keberpihakan serta kesadaran masyarakat untuk

    menggunakan produk dalam negeri.

    10. Belum tersedianya perbankan yang khusus ditunjuk pemerintah untuk

    pembangunan industri per sektor (misalnya: bank khusus untuk agro,

    untuk industri, untuk migas, untuk IKM, dan lain sebagainya), dengan

    tingkat bunga kompetitif.

    11. Belum terjalinnya komunikasi/hubungan yang intensif antara hasil riset

    dari balai riset industri dalam negeri dengan perusahaan industri lokal.

    1. Perkembangan Industri Indonesia

    Secara kumulatif petumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia tahun

    2008 berada pada angka 6,01 persen (Tabel 1.1), lebih rendah dari target

    APBN sebesar 6,4 persen. Pencapaian pertumbuhan Produk Domestik Bruto

    tahun 2009 jauh lebih rendah yakni sebesar 4,55 persen. Kondisi ini terjadi

    akibat tekanan global karena kasus di Amerika Serikat dan akumulasi

    permasalahannya. Pertumbuhan sektor ekonomi tertinggi tahun 2009

    disumbang oleh sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 15,53 persen

    yang berarti menurun dibandingkan tahun 2008 sebesar 16,57 persen, diikuti

    Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 13,78 persen yang meningkat dari tahun

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 16 -

    2008 sebesar 10,92 persen. Namun, terjadi penurunan pertumbuhan pada

    Industri Pengolahan sebesar 1,55 persen dibandingkan tahun 2008 yakni

    semula tercatat 3,66 persen, menjadi hanya 2,11 persen pada tahun 2009.

    Secara keseluruhan terjadi penurunan pertumbuhan terkecuali sektor

    Pertambangan, Listrik dan Gas, dan sektor Jasa-Jasa. Kondisi ini

    menunjukkan imbas krisis finansial global di tengah berbagai permasalahan

    yang masih dihadapi pada lapangan usaha sektor dimaksud.

    Tabel 1.1. Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi

    (tahun dasar 2000, persen)

    LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007

    2008*

    2009**

    1. PERTANIAN, PETERNAKAN, 2.82 2.72 3.36 3.47 4.83 4.13

    KEHUTANAN DAN PERIKANAN

    2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN -4.48 3.20 1.70 1.93 0.68 4.37

    3. INDUSTRI PENGOLAHAN 6.38 4.60 4.59 4.67 3.66 2.11

    a. Industri Migas -1.95 -5.67 -1.66 -0.06 -0.34 -2,21

    b. Industri Non Migas 7.51 5.86 5.27 5.15 4.05 2.52

    4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 5.30 6.30 5.76 10.33 10.92 13.78

    5. B A N G U N A N 7.49 7.54 8.34 8.53 7.51 7.05

    6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 5.70 8.30 6.42 8.91 6.87 1.14

    7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 13.38 12.76 14.23 14.04 16.57 15.53

    8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. 7.66 6.70 5.47 7.99 8.24 5.05

    9. JASA - JASA 5.38 5.16 6.16 6.44 6.23 6.40

    PRODUK DOMESTIK BRUTO 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.55

    PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS 5.97 6.57 6.11 6.95 4.46 4.93

    Sumber : BPS diolah Kemenperin

    * Angka Sementara

    ** Angka Sangat Sementara

    2. Kontribusi Industri Terhadap Ekonomi

    Sampai dengan tahun 2009, sektor Industri Pengolahan masih menjadi

    penyumbang tertinggi terhadap perekonomian nasional (Produk Domestik

    Bruto-PDB). Sektor Industri Pengolahan pada tahun 2009 menyumbang

    sekitar 26,38 persen, diikuti oleh sektor Pertanian 15,29 persen dan sektor

    Perdagangan, Hotel dan Restoran 13,37 persen. Dari tahun 2005 sampai

    dengan 2009, kontribusi sektor Industri Pengolahan memberikan sumbangan

    rata-rata 27 persen, tetapi pada tahun 2009 turun mencapai 26,38 persen.

    Yang tampak memberikan kontribusi agak baik pada tahun 2009 adalah

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 17 -

    sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan , Konstruksi serta

    Jasa-jasa, sebagaimana terlihat pada tabel 1.2.

    Tabel 1.2. Nilai PDB Sektoral dan kontribusinya terhadap PDB Nasional

    No LAPANGAN USAHA 2005 2006 2007 2008* 2009**

    Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

    1 PERTANIAN, PETERNAKAN,

    KEHUTANAN DAN

    PERIKANAN 364.169,3 13,13 433.223,4 12,97 541.931,5 13,72 716.065,3 14,46 858.252,0 15,29

    2 PERTAMBANGAN DAN

    PENGGALIAN 309.014,1 11,14 366.520,8 10,98 440.609,6 11,15 540.605,3 10,92 591.531,7 10,54

    3 INDUSTRI PENGOLAHAN 760.361,3 27,41 919.539,3 27,54 1.068.653,9 27,05 1.380.713,1 27,89 1.480.905,4 26,38

    a. Migas 138.440,9 5,63 172.094,9 5,15 182.324,3 4,61 242.043,0 4,89 213.706,5 3,81

    b. Non Migas 621.920,4 21,78 747.444,4 22,38 886.329,6 22,43 1.138.670,1 23,00 1.267.198,9 22,57

    4 LISTRIK, GAS, DAN AIR

    BERSIH 26.693,8 0,96 30.354,8 0,91 34.723,8 0,88 40.846,7 0,82 46.823,1 0,83

    5 KONSTRUKSI 195.110,6 7,03 251.132,3 7,52 304.996,8 7,72 419.642,4 8,48 554.982,2 9,89

    6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN

    RESTORAN 431.620,2 15,56 501.542,4 15,02 592.304,1 14,99 691.494,7 13,97 750.605,0 13,37

    7 PENGANGKUTAN DAN

    KOMUNIKASI 180.584,9 6,51 231.523,5 6,93 264.263,3 6,69 312.190,2 6,31 352.407,2 6,28

    8 KEUANGAN, REAL ESTAT &

    JASA PERSH. 230.522,7 8,31 269.121,4 8,06 305.213,5 7,73 368.129,7 7,43 404.116,4 7,20

    9 JASA - JASA 276.204,2 9,96 336.258,9 10,07 398.196,7 10,08 481.669,9 9,73 573.818,7 10,22

    10 PRODUK DOMESTIK BRUTO 2.774.281,1 100,00 3.339.216,8 100,00 3.950.893,2 100,00 4.951.356,7 100,00 5.613.441,7 100,00

    11 PRODUK DOMESTIK BRUTO

    TANPA MIGAS 2.458.234,3 88,61 2.967.040,3 88,85 3.534.406,5 89,46 4.427.193,3 89,,41 5.146.512,1 91,68

    Sumber : BPS diolah Kemenperin *Angka Sementara, ** Angka Sangat Sementara

    Dampak krisis finansial global sangat dirasakan oleh beberapa industri

    terutama yang melakukan ekspor dengan tujuan pasar Amerika Serikat, Uni

    Eropa dan Jepang akibat melemahnya pasar di negara tersebut. Produk yang

    terkena dampak cukup berarti antara lain : TPT, Produk Karet, Produk Kayu,

    serta Pulp dan Kertas, Minyak Sawit dan produk-produk Logam. Industri

    Barang Kayu dan Hasil Hutan, mengalami pertumbuhan negatif karena

    sulitnya pasokan bahan baku dan menurunnya pasar ekspor. Kondisi yang

    sama juga terjadi pada Industri Kertas & Barang Cetakan. Industri Makanan,

    Minuman & Tembakau mengalami penurunan permintaan akibat penurunan

    daya beli masyarakat. Kondisi melemahnya pasar global tersebut, berakibat

    terganggunya rencana perluasan investasi.

    Sebagaimana terlihat pada Tabel 1.3, semua cabang industri

    Pengolahan Non Migas mendapat tekanan hebat. Dari sembilan cabang

    industri yang mengalami pertumbuhan positif sampai tahun 2009 adalah

    Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau mengalami pertumbuhan

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 18 -

    sebesar 11,29 persen, Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet sebesar

    1,51 persen, Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki sebesar 0,53

    persen, Industri Kertas dan barang cetakan sebesar 6,27 persen dan Barang

    Lainnya 3,13 persen. Sedangkan beberapa cabang industri yang mengalami

    pertumbuhan negatif pada tahun 2009 adalah industri Barang Kayu dan

    Hasil Hutan lainnya yang mencapai -1,46 persen, Industri Semen dan

    Barang Galian bukan logam sebesar -0,63 persen dan Industri Alat Angkut,

    Mesin dan Peralatannya sebesar -2,94 persen. Sedangkan cabang industri

    Logam Dasar Besi dan Baja mengalami penurunan terbesar dibanding

    cabang industri yang lain mencapai -4,53 persen.

    Tabel 1.3. Pertumbuhan PDB: tradables (persen)

    No LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008* 2009**

    1 PERTANIAN, PETERNAKAN, 2.82 2.72 3.36 3.47 4.83 4.13

    KEHUTANAN DAN PERIKANAN

    a. Tanaman Bahan Makanan 2.89 2.60 2.98 3.35 6.06 4.71

    b. Tanaman Perkebunan 0.40 2.48 3.79 4.55 3.67 2.46

    c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 3.35 2.13 3.35 2.36 3.52 3.72

    d. K e h u t a n a n 1.28 -1.47 -2.85 -0.83 -0.03 1.51

    e. P e r i k a n a n 5.56 5.87 6.90 5.39 5.07 5.20

    2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN -4.48 3.20 1.70 1.93 0.68 4.37

    a. Minyak dan gas bumi -4.32 -1.77 -1.07 -1.15 0.45 0.07

    b. Pertambangan Bukan Migas. -7.96 12.24 4.84 5.27 -1.10 10.56

    c. Penggalian. 7.46 7.69 8.33 8.53 7.51 7.04

    3 INDUSTRI PENGOLAHAN 6.38 4.60 4.59 4.67 3.66 2.11

    a. Industri M i g a s -1.95 -5.67 -1.66 -0.06 -0.34 -2.21

    1). Pengilangan Minyak Bumi -0.23 -5.00 -1.89 -0.13 0.92 0.48

    2). Gas Alam Cair -3.22 -6.19 -1.48 -0.01 -1.30 -4.32

    b. Industri bukan Migas 7.51 5.86 5.27 5.15 4.05 2.52

    1). Makanan. Minuman dan Tembakau 1.39 2.75 7.21 5.05 2.34 11.29

    2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 4.06 1.31 1.23 -3.68 -3.64 0.53

    3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. -2.07 -0.92 -0.66 -1.74 3.45 -1.46

    4). Kertas dan Barang cetakan 7.61 2.39 2.09 5.79 -1.48 6.27

    5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 9.01 8.77 4.48 5.69 4.46 1.51

    6). Semen & Brg. Galian bukan logam 9.53 3.81 0.53 3.40 -1.49 -0.63

    7). Logam Dasar Besi & Baja -2.61 -3.70 4.73 1.69 -2.05 -4.53

    8). Alat Angk., Mesin & Peralatannya 17.67 12.38 7.55 9.73 9.79 -2.94

    9). Barang lainnya 12.77 2.61 3.62 -2.82 -0.96 3.13

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 19 -

    No LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008* 2009**

    4 LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 5.30 6.30 5.76 10.33 10.92 13.78

    a. L i s t r i k 5.13 6.68 6.36 7.64 6.65 6.96

    b. Gas Kota 9.40 6.48 5.33 30.16 33.21 41.03

    c. Air bersih 2.47 4.53 3.57 3.28 3.74 3.91

    5 KONSTRUKSI 7.49 7.54 8.34 8.53 7.51 7.05

    6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 5.70 8.30 6.42 8.93 6.87 1.14

    a. Perdagangan Besar dan Eceran 5.52 8.82 6.60 9.41 7.03 0.02

    b. H o t e l 7.93 6.23 5.18 5.37 4.51 3.60

    c. R e s t o r a n 6.08 5.88 5.75 7.08 6.58 7.53

    7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 13.38 12.76 14.23 14.04 16.57 15.53

    a. P e n g a n g k u t a n 8.76 6.25 6.61 2.82 2.74 5.46

    1). Angkutan Rel -0.92 -2.98 6.44 1.28 14.31 -6.83

    2). Angkutan Jalan raya 4.99 4.84 4.93 3.71 4.93 5.67

    3). Angkutan laut 3.63 8.75 7.24 -2.30 -5.05 -2.50

    4). Angk. Sungai, Danau & Penyebrangan 4.11 3.94 3.81 3.31 4.75 5.02

    5). Angkutan Udara 30.07 10.42 10.65 8.02 5.32 11.65

    6). Jasa Penunjang Angkutan 8.73 5.56 7.06 0.60 0.43 5.05

    b. K o m u n i k a s i 22.88 24.58 26.03 28.74 31.04 23.80

    8 KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERSH. 7.66 6.70 5.47 7.99 8.24 5.05

    a. B a n k 6.02 4.50 1.55 7.96 7.41 2.40

    b. Lembaga Keuangan Bukan Bank 9.24 8.35 7.15 8.14 9.03 7.61

    c. Jasa Penunjang Keuangan 9.18 6.66 7.55 9.68 3.40 7.00

    d. Real Estate 8.89 8.17 8.47 7.85 8.88 5.24

    e. Jasa Perusahaan 9.23 9.28 9.49 8.15 8.97 9.64

    9 JASA JASA 5.38 5.16 6.16 6.44 6.23 6.40

    a. Pemerintahan Umum 1.65 1.90 3.96 5.43 4.46 5.10

    1). Adm. Pemerintahan & Pertahanan 1.46 1.81 3.74 5.15 4.07 4.91

    2). Jasa Pemerintahan lainnya 2.00 2.06 4.34 5.92 5.12 5.43

    b. S w a s t a 8.96 8.09 8.02 7.27 7.65 7.40

    1). Sosial Kemasyarakatan 7.78 7.22 6.96 6.62 7.07 7.32

    2). Hiburan dan Rekreasi 8.34 6.52 7.95 6.97 8.08 8.20

    3). Perorangan dan Rumah tangga 9.51 8.62 8.45 7.56 7.82 7.34

    PRODUK DOMESTIK BRUTO 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.55

    PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS

    5.97 6.57 6.11 6.95 6.46 4.93

    Sumber : BPS, diolah

    * Angka sementara, ** Angka sangat sementara

    Industri Non Migas terus mengalami penurunan sejak tahun 2005

    sebagaimana dilihat pada Tabel 1.4. Dari tabel tersebut terdapat lima industri

    yang mengalami pertumbuhan negatif sampai dengan tahun 2009 yakni :

    Barang kayu & Hasil Hutan Lainnya sebesar -1,46 persen; Semen & Barang

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 20 -

    Galian bukan logam -0,63 persen; Logam Dasar Besi dan Baja sebesar -4,53

    persen; serta Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya sebesar -2,94 persen.

    Sedangkan cabang industri yang menunjukkan pertumbuhan positif ada empat

    yakni Makanan, Minuman dan Tembakau 11,29 persen; Tekstil, Brg. Kulit &

    Alas Kaki sebesar 0,53 persen; Kertas dan Barang Cetakan sebesar 6,27 persen;

    Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet sebesar 1,51 persen serta Barang Lainnya

    sebesar 3,13 persen.

    Tabel 1.4. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas

    No Cabang Industri

    Pertumbuhan (%)

    2004 2005 2006 2007 2008* 2009 **

    1 Makanan, Minuman dan

    Tembakau 1.39 2.75 7.21 5.05 2.34 11.29

    2 Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki

    4.06 1.31 1.23 -3.68 -3.64 0.53

    3 Brg. kayu & Hasil hutan

    lainnya. -2.07 -0.92 -0.66 -1.74 3.45 -1.46

    4 Kertas dan Barang cetakan 7.61 2.39 2.09 5.79 -1.48 6.27

    5 Pupuk, Kimia & Barang dari

    karet 9.01 8.77 4.48 5.69 4.46 1.51

    6 Semen & Brg. Galian bukan

    logam 9.53 3.81 0.53 3.40 -1.49 -0.63

    7 Logam Dasar Besi & Baja -2.61 -3.70 4.73 1.69 -2.05 -4.53

    8 Alat Angk., Mesin &

    Peralatannya 17.67 12.38 7.55 9.73 9.79 -2.94

    9 Barang lainnya 12.77 2.61 3.62 -2.82 -0.96 3.13

    Total Industri Pengolahan

    Non Migas 7.51 5.86 5.27 5.15 4.05 2.52

    Kondisi cabang-cabang industri masih menunjukkan kondisi tidak stabil pada

    tahun 2009, dimana ada lima cabang industri yang mengalami pertumbuhan negatif

    dan empat cabang industri yang positif. Terdapat dua industri yang mengalami

    penurunan dan kenaikan yang cukup tinggi, untuk kenaikan terjadi pada Industri

    Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar 11,29 persen dan penurunan terjadi pada

    Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya sebesar -2,94 persen. Alat Angkut,

    Mesin dan Peralatan yang semula membukukan pertumbuhan positif 9,79 persen

    pada tahun 2008, turun drastis menjadi -2,94 persen kemudian Industri Makanan,

    Minuman dan Tembakau pada tahun 2008 sebesar 2,34 persen menjadi 11,29 persen

    pada tahun 2009. Perkembangan Pertumbuhan Industri Pengolahan Migas

    Tahun Tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Gambar 1.1 .

    Sumber: BPS, diolah * Angka sementara, ** Angka sangat sementara.

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 21 -

    Gambar 1.1. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas 2004-2009

    Ditinjau dari realisasi investasi dalam negeri (PMDN), sebagian besar

    Industri Manufaktur mengalami peningkatan realisasi investasi pada tahun

    2009 dibanding tahun 2008, dengan nilai realisasi tertinggi pada cabang

    Industri Kimia dan Farmasi sebesar 5.850,1 miliar rupiah diikuti dengan

    Industri Makanan sebesar 5.768,5 miliar rupiah. Nilai realisasi Industri

    Makanan mengalami penurunan sangat besar pada tahun 2009 sebesar 29,6

    persen dibanding tahun sebelumnya (Tabel 1.5) dari 8.192,9 miliar rupiah

    pada tahun 2008 hanya dibukukan senilai 5.768,5 miliar rupiah di tahun

    2009. Apabila ditinjau dari jumlah izin usaha tetap yang dikeluarkan, maka

    industri yang mencapai perkembangan significan dibanding tahun 2008

    adalah cabang Industri Tekstil, diikuti cabang Industri Karet dan plastik dan

    industri lainnya.

    Tabel 1.5 Perkembangan Realisasi Investasi (PMDN) Industri

    NO. SEKTOR 2004 2005 2006 2007 2008 2009

    P I P I P I P I P I P I

    1 Industri Makanan 28,0 3.507,9 35,0 4.490,8 19,0 3.175,3 27 5.371,7 49 8.192,9 34 5.768,5

    2 Industri Tekstil 7,0 70,0 22,0 1.640,7 7,0 81,7 8 228,2 20 719,6 23 2.645,7

    3 Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki 2,0 24,5 1,0 14,6 1,0 4,0 2 58,5 2 10,1 1 4,0

    4 Industri Kayu 4,0 888,9 9,0 198,8 9,0 709,0 3 38,8 4 306,6 2 33,5

    5 Ind. Kertas dan Percetakan 4,0 205,7 13,0 9.732,6 9,0 1.871,2 8 14.548,2 14 1.797,7 8 1.000,8

    6 Ind. Kimia dan Farmasi 10,0 4.284,8 17,0 1.945,2 10,0 3.248,9 14 1.168,2 23 503,7 15 5.850,1

    7 Ind. Karet dan Plastik 11,0 445,4 18,0 678,4 11,0 253,6 10 564,5 27 797,8 31 1.532,8

    8 Ind. Mineral Non Logam 10,0 524,5 4,0 774,6 4,0 218,2 2 124,2 7 845,3 4 786,1

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 22 -

    NO. SEKTOR 2004 2005 2006 2007 2008 2009

    P I P I P I P I P I P I

    9 Ind. Logam, Mesin & Elektronik 19,0 546,6 16,0 1.151,5 22,0 3.334,2 17 3.541,6 31 2.381,1 31 1.466,8

    10 Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik dan Jam

    0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 - - 2 7,0 - -

    11 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat

    Transportasi Lain 1,0 19,6 6,0 284,6 4,0 116,6 8 609,4 6 314,7 3 66,5

    12 Industri Lainnya 0,0 0,0 8,0 79,4 0,0 0,0 2 36,5 4 38,4 6 279,5

    Jumlah 96,0 10.517,9 149,0 20.991,2 96 13,012.7 101 26,289.8 189 15,914.8 158 19,434.4

    Sumber : BKPM (2009)

    CATATAN : 1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan

    dalam rangka Kontrak Karya, Perjanjian Karya, Pengusahaan Pertambangan Batubara, Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, Investasi Porto folio (Pasar Modal) dan Investasi Rumah Tangga.

    2. P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan 3. I : Nilai Realisasi Investasi dalam Rp. Milyar 4. Data sementara, termasuk izin usaha tetap yang dikeluarkan oleh daerah yang diterima BKPM sampai dengan tanggal 31 Desember 2009

    Perkembangan Realisasi Investasi PMDN per tahun dapat dilihat pada Gambar 1.2.

    Gambar 1.2. Realisasi PMDN Industri (milyar Rp)

    Ditinjau dari realisasi Nilai investasi PMA pada tahun 2009

    menunjukkan penurunan dibanding tahun 2008 yakni dari sebesar

    US$ 4.515,2 menjadi US$ 3.831,1 Juta. Dari sejumlah tersebut, kontribusi

    investasi 3 besar pada tahun 2009 berada pada sub sektor Industri Kimia dan

    Farmasi dengan nilai US$ 1.183,1 juta, kemudian diikuti industri Logam,

    Mesin & Elektronika sebesar US$ 654,9 juta dan industri Kendaraan

    Bermotor & Alat Transportasi Lain sebesar US$ 583,4 juta (Tabel 1.6).

    Jumlah izin usaha tetap yang dikeluarkan untuk investasi PMA rata-rata

    meningkat pada tahun 2009 terkecuali Industri Makanan yang mengalami

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 23 -

    penurunan sejumlah 7 izin usaha. Total izin yang dikeluarkan adalah

    sejumlah 474 izin pada tahun 2009 dibandingkan 495 izin pada tahun 2008

    atau terjadi penurunan realisasi pemberian izin usaha sebesar 4,24 persen

    dan secara nilai investasi terjadi penurunan sebesar 15,15 persen.

    Tabel 1.6. Perkembangan Realisasi Investasi (PMA)

    NO. SEKTOR 2004 2005 2006 2007 2008 2009

    P I P I P I P I P I P I

    1 Industri Makanan 29,0 574,3 46 603.2 45 354.4 53 704.1 42 491.4 49 552.1

    2 Industri Tekstil 24,0 165,5 31 71.1 61 424.0 63 131.7 67 210.2 66 251.4

    3 Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki

    6,0 13,2 6 47.8 11 51.8 10 95.9 20 145.8 21 122.6

    4 Industri Kayu 6,0 4,1 18 75.5 18 58.9 17 127.9 19 119.5 18 62.1

    5 Ind. Kertas dan Percetakan 16,0 414,5 6 9.9 16 747.0 11 672.5 15 294.7 18 68.7

    6 Ind. Kimia dan Farmasi 39,0 614,1 41 1,152.9 32 264.6 32 1,611.7 42 627.8 41 1,183.1

    7 Ind. Karet dan Plastik 16,0 81,0 27 392.6 33 112.7 36 157.9 50 271.6 42 208.1

    8 Ind. Mineral Non Logam 10,0 108,1 11 66.2 7 94.8 6 27.8 11 266.4 8 19.5

    9 Ind. Logam, Mesin & Elektronik 51,0 312,8 87 521.8 86 955.7 99 714.1 141 1,281.4 121 654.9

    10 Ind. Instru. Kedokteran, Presisi

    & Optik dan Jam 4,0 13,0 2 3.1 1 0.2 1 10.9 7 15.7 5 5.1

    11 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat

    Transportasi Lain 22,0 402,6 31 360.6 28 438.5 38 412.3 47 756.2 52 583.4

    12 Industri Lainnya 25,0 101,4 29 195.9 25 117.1 24 30.2 34 34.7 33 120.1

    Jumlah 248,0 2.804,6 335 3,500.6 363 3,619.7 390 4,697.0 495 4,515.2 474 3,831.1

    Sumber : BKPM (2009)

    CATATAN : 1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya, Perjanjian Karya, Pengusahaan Pertambangan Batubara, Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, Investasi Porto folio (Pasar Modal) dan Investasi Rumah Tangga. 2. P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan 3. I : Nilai Realisasi Investasi dalam US$ Juta

    4. Data sementara, termasuk izin usaha tetap yang dikeluarkan oleh daerah yang diterima BKPM sampai dengan tanggal 31 Desember 2009

    Perkembangan Realisasi Investasi PMA per tahun dapat dilihat pada Gambar 1.3.

    1.2.3 Struktur Industri

    Gambar 1.3. Realisasi PMA Industri (US$ Juta)

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 24 -

    Sektor industri masih didominasi oleh industri padat tenaga kerja yang

    memiliki rantai pendek sehingga penciptaan nilai tambah juga relatif kecil.

    Industri dimaksud lebih menekankan penggunaan tenaga manusia untuk

    melakukan pemrosesan tahap awal yang berupa sedikit peningkatan mutu

    komoditas tanpa mengubah menjadi produk olahan. Pasar tujuan masih

    tertuju pasar-pasar tradisional (existing market) seperti ke Singapura,

    Amerika Serikat yang hanya menyerap komoditas dengan nilai tambah kecil

    yang kurang menguntungkan bagi Indonesia.

    Berbagai permasalahan dihadapi atas kondisi ini baik dari sisi

    eksternal dan internal. Permasalahan eksternal dihasilkan dari taktik

    perdagangan negara pembeli yang memiliki posisi rebut tawar (bargaining

    power) lebih tinggi sehingga memiliki kekuatan penekan untuk mengatur,

    kampanye negatif yang menunjukkan seakan Indonesia tidak mampu

    menjadi negara industri pengolah, dan penerapan hambatan perdagangan.

    Perlakuan tidak berkeadilan atas praktek hambatan perdagangan yang

    memaksa secara sepihak negara berkembang membuka pasar domestik atas

    pasar produk negara maju terutama Amerika Serikat, membuat industri

    negara berkembang yang baru tumbuh menjadi kalah bersaing ketika

    berhadapan dengan produk industi maju.

    Semua hambatan tarif di negara berkembang dipaksa dihapuskan

    hingga membuka luas pasar produk Pertanian tetapi sebaliknya Amerika

    Serikat dan Eropa melakukan subsidi sektor Pertanian di negara mereka.

    Bahkan industri maju meminta liberalisasi industri Kimia, Elektronik,

    maupun Keuangan. Inilah distrosi perdagangan global yang masih menjadi

    tantangan negara berkembang termasuk Indonesia. Walaupun sekarang

    negara yang tergabung pada BRICS (Brazil, Rusia, India, China) telah

    memiliki kekuatan dan menuntut World Trade Organization lebih berlaku

    adil dan memberlakukan akses pada produk-produk negara berkembang

    namun realisasinya belum secara nyata terwujud.

    Memang terdapat beberapa permasalahan dari kemampuan Sumber

    Daya Manusia terutama dalam pengolahan produk atau penanganan lepas

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 25 -

    panen, hambatan teknologi pengolahan (processing), permodalan untuk

    industri padat modal, integrasi hulu dan hilir. Permasalahan generik yang

    ditemukan hampir di semua lokasi terdiri empat hal pokok yakni: rantai

    pasokan, sarana dan prasarana, permodalan dan kemampuan sumber daya

    manusia. Beberapa kondisi khusus diantaranya pemasaran, hubungan

    industri kecil menengah dan industri besar dan kebijakan pemerintah.

    3. Struktur Industri

    Terdapat tiga unsur pelaku ekonomi yang mendukung perkembangan

    sektor industri, yaitu Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), Badan Usaha

    Milik Negara (BUMN), dan Pengusaha Kecil/Menengah, serta Koperasi

    (Tabel 1.7). Jumlah Industri Kecil/Menengah sebesar 3.755.238 juta unit

    usaha sedangkan industri besar berkisar 2.867 unit usaha. Bangun industri

    di Indonesia terdiri dari 45 persen merupakan industri berbasis sumberdaya

    alam (resources based industries), 17 persen merupakan industri padat orang

    (labour intensives industries), sedangkan sisanya tersebar antara capital

    based industries, sciences based industries dan differentiated based

    industries. Pembangunan Industri diharapkan mampu mewujudkan

    perimbangan antara industri kecil-menengah dan industri besar. Industri

    berbasis padat modal dan teknologi difokuskan untuk menyeimbangkan

    industri yang berbasis Tenaga Kerja dan Sumber daya alam.

    Tabel 1.7. Struktur industri Indonesia, 2005 - 2009

    Uraian Satuan 2005 2006 2007 2008* 2009**

    1 Unit Usaha/Unit Unit 2.811.468,0 3.220.061,0 3.442.306,0 3.545.100 3.758.105

    1.1 Industri Kecil Unit 2.795.237,0 3.200.620,0 3.422.672,0 3.526.420 3.739.507

    1.2 Industri Menengah Unit 13.712,0 16.886,0 15.782,0 15.709 15.731

    1.3 Industri Besar Unit 2.519,0 2.555,0 3.852,0 2.971 2.867

    2 Tenaga Kerja Orang 10.971.630,0 12.597.214,0 13.223.776,0 13.424.341 13.987.659

    2.1 Industri Kecil Orang 6.745.086,0 7.195.356,0 7.441.995,0 7.800.576 7.871.888

    2.2 Industri Menengah Orang 140.992,0 175.901,0 190.936,0 190.696 201.966

    2.3 Industri Besar Orang 4.085.552,0 5.011.535,0 5.590.844,0 5.433.069 5.913.805

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 26 -

    Sumber: BPS diolah Kemenperin

    * ) Angka Sementara, ** ) Perkiraan

    Kriteria:

    Industri Kecil: penjualan / tahun < 1 Milyar Rupiah

    Industri Menengah: penjualan / tahun 1 10 Milyar Rupiah

    Industri Besar: penjualan / tahun > 10 Milyar Rupiah

    Ditinjau dari peranan cabang industri, cabang-cabang Industri

    Pengolahan Non Migas yang memberikan kontribusi tinggi terhadap PDB,

    adalah cabang Industri Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar 33,19

    persen. Cabang Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya 27,32 persen,

    Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 12,84 persen, serta cabang

    industri lainnya memiliki peran di bawah 10 persen. Sebagaimana tersaji

    pada tabel 1.8.

    Tabel 1.8. Peranan Cabang Industri terhadap Total Sektor Industri

    CABANG INDUSTRI 2004 2005 2006 2007 2008*

    2009**

    1). Makanan, Minuman dan Tembakau 29,73 28,58 28,46 29,80 30,40 33,19

    2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 12,99 12,40 12,06 10,56 9,21 9,19

    3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 5,68 5,67 5,97 6,19 6,43 6,32

    4). Kertas dan Barang cetakan 5,64 5,45 5,30 5,12 4,56 4,82

    5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 11,64 12,25 12,59 12,50 13,53 12,84

    6). Semen & Brg. Galian bukan logam 3,92 3,95 3,88 3,70 3,53 3,43

    7). Logam Dasar Besi & Baja 2,94 2,96 2,77 2,58 2,57 2,11

    8). Alat Angk., Mesin & Peralatannya 26,54 27,81 28,02 28,69 28,97 27,32

    9). Barang lainnya 0,92 0,93 0,95 0,85 0,80 0,77

    Industri tanpa Migas 100,00 100,00 100.0 100.0 100.0 100.0

    Sumber: BPS diolah Kemenperin

    * Angka Sementara

    ** Angka Sangat Sementara

    4. Persebaran Lokasi dan Konsentrasi Pertumbuhan Industri

    Kontribusi industri selama ini masih disumbang sebesar 75 persen dari

    industri-industri yang berada di Pulau Jawa dan sisanya di luar Pulau Jawa dan

    Bali. Hal ini dapat dimengerti karena pesebaran masih terkonsentrasi di Pulau

    Jawa. Lokasi industri untuk Pulau Jawa, berada di Jawa Tengah sebesar 38.71

    persen, diikuti Jawa Timur 31,05 persen dan Jawa Barat sebesar 21,29 persen

    (Tabel 1.9). Sedangkan di luar Pulau Jawa, terkonsentrasi di Sumatera. Selain

    Uraian Satuan 2005 2006 2007 2008* 2009**

    3 PDB (adhk2000) Mil Rp 491.422,0 514.192,0 538.078,0 557.766 570.629

    3.1 Industri Kecil Mil Rp 64.073,1 66.271,5 69.350,0 71.887 73.545

    3.2 Industri Menengah Mil Rp 59.726,0 62.034,7 64.916,4 67.292 68.843

    3.3 Industri Besar Mil Rp 367.622,8 385.886,0 403.811,5 418.587 428.241

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 27 -

    kedua daerah tersebut juga terdapat kawasan-kawasan lainnya, antara lain :

    Kawasan Timur Indonesia, Maluku dan Papua. Industri yang berada di Maluku

    dan Papua memiliki tingkat pertumbuhan industri terkecil kedua, dimana

    pertumbuhan industri terkecil terletak di kawasan pulau Bali, NTB, NTT. Share

    wilayah terhadap PDB Industri dan persebarannya dapat dilihat pada Gambar 1.4

    dan 1.5. Secara lebih lengkap, persebaran industri di Luar Pulau Jawa dapat

    dilihat pada Tabel 1.10 .

    Gambar 1.4. Share Wilayah terhadap PDB Industri Indonesia

    Tabel 1.9. Persebaran Industri di Pulau Jawa.

    Jawa PDRB IND (T Rp)

    Unit Usaha Persen Share thd

    PDB Ind (%)

    Banten 92,52 78.959 3.65 7,37

    Jawa Barat 345,6 460.341 21.29 27,52

    DKI Jakarta 158,1 37.749 1.75 12,59

    Jawa Tengah 91,99 837.114 38.71 7,33

    DI

    Yogyakarta

    7,4 76.616 3.54 0,59

    Jawa Timur 246,1 671.490 31.05 19,6

    Total 941,71 2.162.269 100 75

    Sumber: BPS (Hasil sensus ekonomi 2006)

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 28 -

    Tabel 1.10. Persebaran Industri di Luar Pulau Jawa

    Non Jawa

    PDRB

    IND Share thd

    Unit

    Usaha Persen

    Non Jawa

    PDRB

    IND

    Share

    thd

    Unit

    Usaha Persen

    (T Rp) PDB Ind

    (%)

    (T Rp)

    PDB

    Ind(%)

    NAD 2,67 0,21 62.157 5.82 NTB 2,85 0,23 124.935 11.71

    Sumatera Utara 75,67 6,03 78.449 7.35 NTT 0,57 0,05 70.081 6.57

    Sumatera Barat 12,04 0,96 57.640 5.40 Sulawesi Utara 3,87 0,31 30.917 2.90

    Riau 44,15 3,52 22.095 2.07 Gorontalo 0,4 0,03 14.996 1.41

    Riau Kepulauan 49,4 3,93 7.958 0.75 Sulawesi Tengah 2,99 0,24 23.960 2.25

    Jambi 4,66 0,37 17.423 1.63 Sulawesi Selatan 16,65 1,33 108.551 10.17

    Bengkulu 0,85 0,07 12.092 1.13 Sulawesi Barat 0,84 0,07 13.584 1.27

    Sumatera Selatan 20,98 1,67 5.2499 4.92 Sulawesi Tenggara 2,25 0,18 39.553 3.71

    Bangka Belitung 6,49 0,52 6.119 0.57 Maluku 0,52 0,04 14.826 1.39

    Lampung 13,66 1,09 88.395 8.28 Maluku Utara 1,02 0,08 7.654 0.72

    Bali 6,43 0,51 83.831 7.85 Irian Jaya Barat 1,3 0,1 2.525 0.24

    Kalimantan Barat 14,54 1,16 39.944 3.74 Papua 0,95 0,08 5.976 0.56

    Kalimantan Tengah 3,99 0,32 18.334 1.72 Total 313,9 25 1.067.233 100.00

    Kalimantan Selatan 9,74 0,7 48.392 4.53

    Kalimantan Timur 15,45 1,23 14.347 1.34

    Sumber: BPS (Hasil sensus ekonomi 2006)

    Tabel 1.11. Persebaran Industri di Indonesia

    No WILAYAH/PROPINSI

    1998 2003 2006

    Unit

    Usaha*) persen

    Unit

    Usaha persen

    Unit

    Usaha persen

    I Jawa 1.418.895 61,95 1.893.768 62,50 2.162.269 66,95

    1. DKI Jakarta 22.436 1,01 23/733 0,78 37.749 1,17

    2. Jawa Barat dan Banten 314.014 13,71 387.983 12,80 539.300 16,70

    3. Jaw tengah 556.748 24,31 798.814 26,36 837.114 25,92

    4. DIY 75.131 3,28 133.613 4,41 76.616 2,37

    5. Jawa Timur 450.566 19,67 549.625 18,14 671.490 20,79

    II Luar Jawa 871.394 38,05 1.136.342 37,50 1.067.234 33,05

    1. Sumatera 288.829 12,61 381.611 12,60 404.827 12,54

    2. Kalimantan 97.738 4,27 694.844 4,83 121.018 3,75

    3. Bali/NTB/NTT 212.680 9,29 333.989 11,02 278.847 8,63

    4. Sulawesi 173.543 7,58 246.614 8,14 231.561 7,17

    5. Maluku / Papua 19.604 4,31 27.684 0,91 30.981 0,96

    INDONESIA 2.290.298 100,00 3.030.116 100,00 3.229.503 100,00

    Sumber: BPS (Hasil sensus ekonomi 2006)

    Catatan :

    - Unit Usaha meliputi : Industri Mikro, Industri Kecil, Industri Menengah dan Industri Besar - Status Badan Hukum : BUMN, BUMD, PT, CV, Firma, Koperasi, Yayasan, Lainnya, Tidak berbadan Hukum, Tidak

    ditanyakan.

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 29 -

    Gambar 1.5. Persebaran Industri Indonesia (%)

    5. Perkembangan Ekspor Impor dan Neraca Perdagangan

    Perkembangan ekspor total industri nasional selama lima tahun

    terakhir mengalami pertumbuhan sebesar 32,16 persen. Pertumbuhan ini

    disumbang oleh 12 industri yang tumbuh selama lima tahun terakhir sebesar

    31,39 persen. Total nilai sumbangan nilai ekspor sebesar US $

    65.376,57 juta dibandingkan tahun 2004 sebesar US $ 43.455,17 juta.

    Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit masih menjadi penyumbang paling tinggi

    dengan nilai US $ 12.924,89 juta diikuti Tekstil sebesar US $ 9.245,13 juta

    dan Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif sebesar US $ 8.701,12 juta.

    Adapun penyumbang terkecil adalah industri Kulit, Barang Kulit dan

    Sepatu/Alas Kaki sebesar US $ 1.888,08 juta. Secara rinci Perkembangan

    Ekspor Non Migas tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 1.12. dan

    Gambar 1.6.

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 30 -

    Tabel 1.12. Perkembangan Ekspor Non Migas Tahun 2004 s/d 2009 (juta US $)

    No URAIAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009*

    Pertumbuhan

    (%)

    2005-2009

    1 Pengolahan Kelapa/Kelapa

    Sawit 4.840,30 5.419,19 6.407,27 10.476,83 16.168,07 12.924,89 138,50

    2 Besi Baja, Mesin-mesin

    dan Otomotif 4.581,84 5.949,69 7.712,68 9.606,92 11.814,98 8.701,12 46,24

    3 T e k s t i l 7.626,15 8.584,85 9.422,75 9.790,09 10.116,35 9.245,13 7,69

    4 Pengolahan Karet 2.954,10 3.545,82 5.465,16 6.179,87 7.579,66 5020,19 41,58

    5 Elektronika 7.142,50 7.853,03 7.200,19 6.359,73 6.806,70 7.899,59 0,59

    6 Pengolahan Tembaga,

    Timah dll. 2.165,08 3.133,52 4.133,97 6.156,04 5.660,67 4.241,50 35,36

    7 Pulp dan Kertas 2.817,61 3.257,48 3.983,27 4.440,49 5.219,62 4.272,38 31,16

    8 Pengolahan Kayu 4.461,62 4.476,25 4.757,59 4.485,14 4.206,12 3.441,45 -23,12

    9 Kimia Dasar 2.640,07 2.750,22 3.521,44 4.492,50 3.738,35 3.161,16 14,94

    10 Makanan dan Minuman 1.440,12 1.647,92 1.866,00 2.374,83 3.104,85 2.576,44 56,34

    11 Alat-alat Listrik 1.232,73 1.456,03 1.770,93 2.148,88 2.390,24 2.004,60 37,68

    12 Kulit, Barang Kulit dan

    Sepatu/Alas Kaki 1.553,04 1.683,69 1.913,17 2.006,60 2.260,46 1.888,08 12,14

    Total 12 Besar Industri 43.455,17 49.757,71 58.154,42 68.517,92 79.066,08 65.376,57 31,39

    Total Industri 48.660,11 55.566,99 64.990,33 76.429,60 88.351,70 73.435,84 32,16

    Non migas 55.939,28 66.428,36 79.589,15 92.012,32 107.894,15 97.491,73 46,76

    Migas 15.645,33 19.231,60 21.209,48 22.088,57 29.126,27 19.018,30 -1,11

    Sumber : BPS, diolah * Agka Sementara

    Gambar 1.6. Total Ekspor Non Migas Tahun 2004 s/d 2009 (juta US $)

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 31 -

    Total nilai impor nasional pada akhir tahun 2008 mengalami peningkatan

    hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2007. Nilai total impor Non

    Migas tahun 2008 sebesar US $ 98.644,41 juta dan total industri sebesar US $

    91.800,67 juta. Dari total nilai impor tersebut terserap pada 9 industri sebesar US

    $ 80.372,42 juta. Industri yang menyerap impor paling tinggi adalah Industri Besi

    Baja, Mesin-mesin dan Otomotif sebesar US $ 31.683,82 juta pada tahun 2009.

    Nilai ini naik sebesar 80,73 persen dibandingkan tahun 2005. Industri Elektronika

    menyerap nilai impor sebesar US $ 10.496,71 juta dan Industri Kimia sebesar US

    $ 8.095,12 juta. Secara rinci perkembangan Impor Non Migas tahun 2004-2009

    dapat dilihat pada Tabel. 1.13.

    Tabel 1.13. Perkembangan Impor Non Migas Tahun 2004 s/d 2009 (US $ Juta)

    No URAIAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009*

    Pertumbuhan

    (%)

    2005-2009

    1 Besi Baja, Mesin-mesin dan

    Otomotif 13.620,20 17.531,04 17.031,41 20.539,04 39.978,69 31.683,82 80,73

    2 Elektronika 2.048,47 2.413,48 2.488,31 4.035,98 13.444,71 10.496,71 334,92

    3 Kimia Dasar 5.690,64 5.935,32 6.315,39 7.115,75 10.716,70 8.095,12 36,39

    4 T e k s t i l 1.036,36 1.026,87 1.085,68 1.192,00 3.901,78 3.396,92 230,80

    5 Makanan dan Minuman 1.390,67 1.914,52 2.178,23 3.616,14 3.157,97 2.810,63 46,81

    6 Pulp dan Kertas 1.299,76 1.298,95 1.392,04 1.692,60 2.518,49 1.883,21 44,98

    7 Alat-alat Listrik 724,42 877,79 852,98 1.118,31 2.470,79 2.105,82 139,90

    8 P u p u k 431,99 518,87 624,65 761,78 2.337,64 929,14 79,07

    9 Barang-barang Kimia lainnya 1.078,06 1.167,23 1.170,03 1.293,82 1.845,64 1.661,88 42,38

    Total 9 Besar Industri 27.320,57 32.684,07 33.138,71 41.365,42 80.372,42 63.063,25 92,95

    Total Industri 31.550,79 37.300,34 38.624,63 48.084,08 91.800,67 72.398,09 94,09

    Non Migas 34.792,48 40.243,21 42.102,59 52.540,61 98.644,41 77.848,50 93,45

    Gas 11.732,05 17.457,68 18.962,87 21.932,82 30.552,90 18.980,75 8,72

    Sumber : BPS, diolah

    *angka sementara

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 32 -

    Total Impor Industri Non Migas 2004-2009 dapat dilihat pada Gambar 1.7.

    Gambar 1.7. Total Impor Non Migas Tahun 2004 s/d 2009 (US $ Juta)

    Berdasarkan penggunaan, impor barang dibagi menurut barang

    konsumsi, bahan baku dan barang modal. Impor barang konsumsi, impor

    bahan baku/penolong dan impor barang modal pada periode yang sama

    di tahun 2009 terhadap 2008 mengalami penurunan. Peran impor bahan

    baku mengambil persentase paling besar yakni 71,36 persen diikuti

    barang modal 21,11 persen dan barang konsumsi 7,53 persen. Pada tahun

    2008, impor barang konsumsi mengalami penurunan sebesar

    24,37 persen dibanding tahun 2009, bahan baku menurun 29,70 persen

    dan barang modal sebesar 3,86 persen. Tahun 2007 impor barang

    konsumsi naik 33,99 persen dibandingkan tahun sebelumnya, impor

    bahan baku sebesar 19,95 persen dan barang modal sebesar 25,20 persen.

    Tabel 1.14. Perkembangan Impor Menurut Golongan Penggunaan

    Golongan

    Barang 2004 2005

    Persen

    Perub. 2006

    Persen

    Perub. 2007

    Persen

    Perub. 2008

    Persen

    Perub. 2009*

    Peran

    (%)

    terhadap

    total

    impor

    Barang

    Konsumsi 3.849,96 4.752,32 23,44 5.314,84 11,84 7.121,56 33,99 9.647,11 -24,37 7.296,08 7,53

    Bahan Baku

    36.138,52 44.658,23 23,58 46.592,24 4,33 55.885,14 19,95 98.291,74 -29,70 69.094,67 71,36

    Barang

    Modal 6.536,05 8.290,33 26,84 9.158,39 10,47 11.466,72 25,20 21.258,46 -3,86 20.438,50 21,11

    Total Impor

    46.524,53 57.700,88 24,02 61.065,47 5,83 74.473,43 21,96 129.197,31 -25,05 96.829,24 100,00

    Sumber : BPS, diolah

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 33 -

    6. Penyerapan Tenaga Kerja

    Dari sisi penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan non

    migas secara kumulatif dari tahun 2005-2009 (prognosa) mengalami

    peningkatan sebesar 2.551.507 orang dari 10.971.630 orang pada tahun 2005

    meningkat menjadi 13.987.659 orang pada tahun 2009 (prognosa).

    Penyerapan tenaga kerja terbanyak pada sub sektor industri makanan,

    minuman dan tembakau sebesar 1.559.117 orang dari 3.513.958 orang pada

    tahun 2005 meningkat menjadi 5.073.075 orang pada tahun 2009

    (prognosa). Secara rinci perkembangan penyerapan tenaga kerja di sektor

    industri pengolahan non migas tersaji pada Tabel 1.15 dan perkembangan

    jumlah tenaga kerja dari tahun 2004-2009 dapat dilihat pada gambar 1.8.

    Tabel 1.15. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non Migas

    Tahun 2004 2009**

    Sumber: BPS, diolah *) angka sementara **) prognosa

    Gambar 1.8. Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non Migas

    Tahun 2004 2009**

    INDUSTRI 2004 2005 2006 2007 2008* 2009**

    Makanan, Minuman dan Tembakau 3.605.304 3.513.958 4.696.783 4.649.786 4.820.563 5.073.075

    Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 2.182.795 2.212.119 2.241.723 2.337.045 2.350.885 2.404.431

    Barang dari kayu dan Hasil Hutan Lainnya 1.661.799 1.701.000 1.706.074 1.823.827 1.814.020 1.834.805

    Kertas dan Barang Cetakan 251.228 254.641 305.651 324.868 345.017 371.033

    Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 611.545 603.804 750.104 756.908 791.638 839.805

    Semen dan Barang galian bukan logam 946.584 966.480 995.671 1.061.571 1.077.890 1.112.437

    Logam Dasar, Besi dan Baja 372.615 386.128 405.086 448.500 466.984 493.390

    Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya 473.377 510.995 517.482 625.855 417.245 346.656

    Barang Lainnya 767.587 822.505 978.640 1.195.776 1.340.100 1.512.027

    J u m l a h 10.872.834 10.971.630 12.597.214 13.223.776 13.424.341 13.987.659

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 34 -

    Kesimpulan dari berbagai permasalahan tersebut, melahirkan beberapa

    isu-isu strategis yang perlu mendapatkan perhatian dalam penyusunan Rencana

    Strategis tahun 2010-2014 terbagi menjadi Isu Nasional dan Isu Global dengan

    perincian sebagai berikut :

    Isu Nasional

    1. Peningkatan kesejahteraan rakyat.

    2. Perluasan pasar domestik.

    3. Perbaikan infrastruktur.

    4. Peningkatan kemampuan teknologi.

    5. Penyebaran industri di luar Pulau Jawa.

    6. Pemerataan kemampuan industri.

    7. Nilai tambah produk industri.

    8. Pemastian penerapan industri berwawasan lingkungan.

    9. Pemanfaatan energi terbarukan.

    10. Penciptaan Lapangan Kerja

    Isu Global yang menjadi perhatian dalam penyusunan program-program

    Renstra adalah :

    1. Pemulihan ekonomi negara-negara maju.

    2. Perluasan pasar non tradisional.

    3. Diversifikasi produk ekspor.

    4. Perubahan Iklim

    5. Free Trade Area

    Terkait dengan Pembangunan Nasional secara terencana, diharapkan

    mampu mewujudkan Visi Indonesia menjadi Negara Mandiri, Maju, Adil dan

    Makmur pada tahun 2025 dengan pengertian mampu mewujudkan kehidupan

    sejajar dan sederajat dengan bangsa lain dengan mengandalkan kemampuan

    dan kekuatan sendiri. Kata maju mempunyai pemaknaan kualitas Sumber Daya

    Manusia, tingkat kemakmuran, kemantapan sistem dan kelembagaan politik

    serta hukum dalam situasi tidak adanya diskriminasi dalam bentuk apapun

    terhadap kemampuan pemenuhan kebutuhan hidup. Untuk menjawab dan

    mengantisipasi berbagai masalah dan tantangan di atas, Kebijakan

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 35 -

    Pembangunan Industri Nasional disusun menggunakan pendekatan klaster

    guna membangun daya saing industri yang berkelanjutan.

    Sesuai kriteria daya saing yang telah ditetapkan, untuk kurun waktu

    jangka menengah 2010 - 2014, pemerintah telah menetapkan pengembangan

    35 klaster industri prioritas. Pembangunan industri dengan pendekatan klaster

    merupakan upaya pengelompokkan industri inti yang saling berhubungan dan

    mendukung baik dengan industri terkait maupun dengan industri penunjang,

    infrastruktur ekonomi, dan berbagai lembaga yang relevan dalam rangka

    meningkatkan efisiensi, menciptakan aset kolektif, serta mendorong terjadinya

    inovasi.

    Dalam rangka mewujudkan sasaran jangka menengah seperti yang

    diamanatkan dalam Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang RPJM Nasional,

    serta dalam menjabarkan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional,

    Kementerian Perindustrian melaksanakan langkah-langkah dan kegiatan-

    kegiatan berkoordinasi dengan berbagai lembaga/instansi terkait. Untuk itu,

    Kementerian Perindustrian menyusun Rencana Strategis dalam mewujudkan

    visi/misi serta mencapai tujuan kementerian. Rencana Strategis (RENSTRA)

    kemudian dijabarkan dalam bentuk program kerja serta indikator kinerja untuk

    kurun waktu 2010-2014. RENSTRA dimaksud, selanjutnya diterjemahkan

    dalam rencana pelaksanaan kegiatan tahunan berupa Rencana Kerja (RENJA)

    Kementerian masing-masing unit Eselon I di lingkungan Kementerian

    Perindustrian.

    C. MAKSUD DAN TUJUAN

    Rencana Strategis (RENSTRA) disusun untuk memenuhi amanat

    Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan

    Pembangunan Nasional dan PP No. 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara

    Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, yaitu: Pimpinan

    Kementerian/Lembaga menyiapkan rancangan Renstra-KL sesuai dengan tugas

    pokok dan fungsinya dengan berpedoman kepada rancangan awal RPJMN.

    Penentuan arah kebijakan Industri Nasional Jangka Panjang mengacu pada

    Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 36 -

    sebagaimana Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 dan Perturan Presiden

    Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri

    Nasional. Fokus Pembangunan Industri Nasional dengan memperhatikan

    pemerataan, persebaran dan pertumbuhan atau pro job, pro poor dan pro

    growth.

    Rencana Strategis Kementerian Perindustrian memberikan arah

    kebijakan dan strategi pembangunan industri dengan melakukan perencanaan

    terpadu dan menyelaraskan pelaksanaan program, serta pengendaliannya untuk

    kurun waktu 2010-2014, sehingga diharapkan mampu mendukung pencapaian

    tugas pokok dan fungsi Kementerian Perindustrian. Renstra merupakan acuan

    bagi seluruh unit kerja Eselon I di Kementerian Perindustrian dalam menyusun

    kebijakan, program, dan kegiatan pengembangan industri sesuai tugas pokok

    dan fungsi masing-masing unit selama kurun waktu 2010-2014.

    1. TUGAS POKOK DAN FUNGSI

    Sesuai Peraturan Presiden RI No. 24 tahun 2010 tentang

    Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan

    Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara maka

    Kementerian Perindustrian mempunyai tugas membantu Presiden dalam

    menyelenggarakan urusan di bidang perindustrian dalam pemerintahan

    untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintah negara.

    Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Perindustrian

    menyelenggarakan fungsi:

    1. Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang

    perindustrian;

    2. Pengelolaan barang milik/ kekayaan Negara yang menjadi tanggung

    jawab Kementerian Perindustrian;

    3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian

    Perindustrian;

    4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan

    Kementerian Perindustrian di daerah;

    5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    - 37 -

    Untuk melaksanakan tugas dan fungsi di atas, sesuai dengan Peraturan

    Presiden RI No. 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi

    Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I

    Kementerian Negara, Kementerian Perindustrian dibagi menjadi Wakil

    Menteri Perindustrian, Sembilan (9) unit Eselon I dan 3 Staf Ahli Menteri

    yang masing-masing mempunyai tugas sebagai berikut:

    1. Wakil Menteri Perindustrian mempunyai tugas membantu Menteri

    Perindustrian dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian

    Perindustrian;

    2. Sekretariat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan koordinasi

    pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi

    kepada seluruh unit organisasi di linkungan Kementerian Perindustrian;

    3. Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur mempunyai tugas

    merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di

    bidang basis industri manufaktur;

    4. Direktorat Jenderal Industri Agro mempunyai tugas merumuskan serta

    melaksanakan standardisasi teknis di bidang industri agro;

    5. Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi

    mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan standardisasi teknis

    di bidang industri unggulan berbasis teknologi tinggi;

    6. Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah mempunyai tugas

    merumuskan serta melaksanakan standardisasi teknis di bidang industri

    kecil dan menengah;

    7. Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri mempunyai

    tugas merumuskan serta melaksanakan standardisasi teknis di bidang

    pengembangan perwilayahan industri;

    8. Direktorat Jenderal Kerja Sama Industri Internasional mempunyai

    tugas merumuskan serta melaksanakan standardisasi teknis di bidang

    kerja sama industri internasional;

    9. Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan

    intern di lingkungan Kementerian Perindustrian;

  • Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI

    Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

    /M-IND/PER/1/2010

    - 38 -

    10. Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri mempunyai

    tugas melaksanakan penelitian dan pengkajian serta penyusunan

    rencana kebijakan makro pengembangan industri jangka menengah dan

    panjang, kebijakan pengembangan klaster industri prioritas serta iklim

    dan mutu industri;

    11. Staf Ahli Bidang Penguatan Struktur Industri mempunyai tugas

    memberikan telaahan kepada Menteri Perindustrian mengenai masalah

    penguatan struktur industri;

    12. Staf Ahli Bidang Pemasaran dan Peningkatan Penggunaan Produksi

    Dalam Negeri mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri

    Perindustrian mengenai masalah pemasaran dan peningkatan

    penggunaan produksi dalam negeri;

    13. Staf Ahli Bidang Sumber Daya Industri dan Teknologi mempunyai

    tugas memberikan telaahan kepada Menteri Perindustrian mengenai

    masalah sumber daya industri dan teknologi.

    2. RUANG LINGKUP

    Rencana Strategis Kementerian Perindustrian yang merupakan bagian

    dari perencanaan jangka panjang industri dan ekonomi yang bersifat rolling

    plan dengan ruang lingkupnya mencakup: Visi, Misi, Analisis

    Perkembangan Strategik, Tujuan dan Sasaran, Kebijakan, Program, dan

    Kegiatan dalam rangka Pembangunan Industri Nasional, Pembangunan

    Industri Andalan Masa Depan, Pengembangan Industri Kecil Menengah

    tertentu, serta penanganan masalah-masalah ak