Download - 2010 Dma
PENAPISAN DAN IDENTIFIKASI BAKTERI YANG BERASOSIASI DENGAN SPONS Jaspis sp. PENGHASIL
INHIBITOR PROTEASE
DEDE MAHDIYAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2010
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis Penapisan
dan Identifikasi Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. Penghasil
Inhibitor Protease adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2010
Dede Mahdiyah G351070251
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
ABSTRACT
DEDE MAHDIYAH. Screening and Identification of Sponge Jaspis sp. Associated Bacteria Producing Protease Inhibitor. Under direction of ARIS TRI WAHYUDI and WIDANARNI.
Sponges have been known as excellent sources for natural products such as bioactive compounds. Their bioactivities include enzyme inhibitors, cell division-inhibitors, antiviral, antifungal, antimicrobial, etc. The aims of this study were to screen sponge-associated bacteria producing protease inhibitor. The bacteria were isolated by using sea water complete media to screen protease inhibitor and to determine the activity of the protease inhibitor toward several substrates, i.e proteinase K, crude extract, and subtilisin. The bacteria that produce protease inhibitor were screened with skim milk double layer plate agar. Among 136 isolates examined, three isolates i.e SAB S-17, SAB S-21, and SAB S-43 yielded protease inhibitor. One of the most potential protease inhibitor producer, the bacteria isolates SAB S-21 (± 90%) for those three subtrates, was identified as Bacillus pumilus strain 210_50. This strain produced protease inhibitor with optimum temperature and pH 20oC-40oC and 5-8, respectively.
Keywords: Bacteria, protease inhibitor, characterization, 16S rRNA, identification.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
RINGKASAN
DEDE MAHDIYAH. Penapisan dan Identifikasi Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. Penghasil Inhibitor Protease. Dibimbing oleh ARIS TRI WAHYUDI dan WIDANARNI.
Spons merupakan sumber produk alami berupa senyawa bioaktif. Sumber senyawa bioaktif tersebut dapat berupa inhibitor enzim, inhibitor pembelahan sel, antivirus, antifungi, antimikroba, anti-imflamantori, antitumor, atau sitotoksik. Asosiasi spons dengan bakteri mampu menghasilkan inhibitor protease yang berfungsi dalam penghambatan protease yang dihasilkan oleh bakteri patogen. Pencarian inhibitor asal mikroba laut diawali dengan proses penapisan bakteri penghasil inhibitor protease menggunakan lapisan ganda kasein. Inhibitor ini sangat berguna dalam bidang farmakologi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang pencarian senyawa inhibitor khususnya inhibitor protease pada bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor pada bulan Januari sampai Juni 2009. Isolasi bakteri dari sampel spons dengan cara diusap pada permukaan spons pada tiga tempat menggunakan swab steril ± 1 cm2. Penapisan dan identifikasi bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. penghasil inhibitor protease menggunakan metode double layer. Produksi dan aktivitas protease menggunakan metode Walter 1984. Aktivitas inhibitor protease diuji pada beberapa suhu mulai dari suhu 10oC hingga 70oC dengan interval 10oC, dan diuji pada kisaran pH 3 sampai 12. Identifikasi bakteri penghasil inhibitor protease meliputi; pewarnaan Gram, pewarnaan spora, uji katalase dan uji biokimia dengan kit MicrobactTM GN A ID dan GN B ID. Identifikasi isolat terpilih dilakukan dengan analisis gen 16S rRNA dengan tahapan: isolasi DNA genom, amplifikasi gen penyandi 16S rRNA, sekuensing dan analisis filogenetik.
Bakteri yang diperoleh dari hasil isolasi sebanyak 136 isolat yang terdiri dari 70 bakteri endofit dan 66 bakteri permukaan. Ke-136 isolat tersebut diberi nama atau penanda yaitu SAB S (Sponge-Associated Bacteria Surface) dan SAB E (Sponge-Associated Bacteria Endophyite). Isolat yang positif menghasilkan inhibitor protease adalah yang mampu menghambat bakteri patogen (P. aeruginosa, S. aureus, EPEC K11) untuk mendegradasi skim. Dari hasil penelitian dapat dianalisa bahwa bakteri patogen yang menghasilkan protease mampu dihambat kemampuan proteolitiknya oleh bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. yaitu SAB S-17, SAB S-21, dan SAB S-43. Hal ini terlihat dari berkurangnya zona protease dibandingkan dengan kontrol.
Hasil waktu produksi protease dari beberapa bakteri patogen menunjukkan bahwa ketiga bakteri patogen yaitu: P. aeruginosa, S. aureus dan EPEC K11 mampu mensekresikan protease ekstraseluler pada fase stasioner. Ketiga bakteri tersebut memiliki kisaran waktu yang berbeda dalam memproduksi protease.
Isolat SAB S-17 menghasilkan aktivitas inhibitor protease tertinggi (84,51%) terhadap substrat ekstrak kasar enzim yang berasal dari S. aureus, setelah diinkubasi selama 24 jam. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh isolat SAB S-21 terhadap enzim yang berasal dari EPEC K11, dan isolat SAB S-43
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
terhadap enzim yang berasal dari P. aeruginosa namun pada waktu inkubasi 20 jam. Isolat SAB S-21 paling baik dalam menghambat substrat baik proteinase K maupun subtilisin dibandingkan dengan isolat lainnya. Masing-masing penghambatannya sebesar 84,85% dan 64,74%.
Selain itu, kondisi suhu dan pH juga mempengaruhi aktivitas inhibitor protease. Hal yang unik terjadi pada isolat SAB S-17 yang mampu menghasilkan aktivitas inhibitor protease pada suhu 60oC dan pH optimum 6 terhadap substrat proteinase K. Fenomena menarik juga terjadi pada isolat SAB S-21 yang memiliki aktivitas inhibitor protease terhadap ekstrak kasar meningkat sangat tajam pada suhu 10oC sampai dengan suhu 30oC.
Berdasarkan hasil uji optimasi pH isolat SAB S-21 menghasilkan aktivitas inhibitor protease cukup tinggi pada berbagai kisaran pH yaitu pH 3 sampai 12 dengan proteinase K sebagai substratnya. Untuk kedua isolat lainnya memiliki aktivitas inhibitor protease berada pada pH 6 terhadap substrat proteinase K. Proteinase K termasuk kelompok serin protease, dimana serin protease memiliki kisaran pH untuk proteinase K yaitu pH 7,5 sampai 12, jadi isolat SAB S-21 masih menghasilkan aktivitas inhibitor protease pada kondisi pH 12 terhadap substrat proteinase K. Sedangkan pada subtilisin sebagai substratnya isolat SAB S-21 memiliki aktivitas inhibitor protease tertinggi (98.41%) pada pH 7. Untuk isolat SAB S-43 pada pH 6 dan isolat SAB S-17 pada pH 4. Kisaran pH yang diperoleh oleh ketiga isolat tersebut dalam menghasilkan aktivitas inhibitor protease tertingginya pada pH 4 sampai 7, namun ada yang masih tinggi aktivitasnya pada pH 9 untuk isolat SAB S-43.
Berdasarkan sekuen gen 16S rRNA dari tiga isolat yang mampu menghasilkan senyawa inhibitor protease menunjukkan bahwa isolat SAB S-17 termasuk dalam bakteri Paracoccus sp. Jx9, Isolat SAB S-43 termasuk dalam Bacillus subtilis strain DURCK11, dan isolat SAB S-21 termasuk dalam Bacillus pumilus starin 210_50.
Kata Kunci : Bakteri, inhibitor protease, karakterisasi, 16S rRNA, identifikasi.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
PENAPISAN DAN IDENTIFIKASI BAKTERI YANG BERASOSIASI DENGAN SPONS Jaspis sp. PENGHASIL
INHIBITOR PROTEASE
DEDE MAHDIYAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Mayor Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2010
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
Judul Tesis : Penapisan dan Identifikasi Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. Penghasil Inhibitor Protease
Nama : Dede Mahdiyah NIM : G351070251
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si Dr. Widanarni, M.Si
Ketua Anggota
Diketahui
Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Mikrobiologi
Dr. Ir. Gayuh Rahayu, M.Si Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : Tanggal Lulus:
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT. atas segala rahmat karunia serta
hidayahNya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis penelitian ini dengan
judul: Penapisan dan Identifikasi Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons
Jaspis sp. Penghasil Inhibitor Protease.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing Dr. Aris Tri
Wahyudi, M.Si dan Dr. Widanarni M.Si atas bimbingannya dan kepada semua
pihak yang telah membantu. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
suami, Rika Indri Astuti, M.Si yang banyak membantu dalam kelancaran
penulisan tesis serta dalam penelitian, Yonathan Banoet, S.Si, abah, ema serta
keluarga yang selalu mendukung dan mendoakan penulis.
Kritik dan saran penulis harapkan dari segala pihak demi kelancaran dan
perbaikan tesis ini. Besar harapan penulis agar tesis ini dapat memberi manfaat
untuk diri sendiri dan semua pihak.
Bogor, Februari 2010
Penulis
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 16 Oktober 1984 dari ayah
Muhammad Payumi dan ibu Siti Muslihah. Penulis merupakan putri kedua dari
enam bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus dari MA Miftahul Huda Tangerang, Banten.
Pada tahun yang sama lulus masuk Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK). Penulis
memilih Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi. Selama kuliah
penulis juga menjadi guru biologi di Madrasah Aliyah dari tahun 2002 sampai
sekarang.
Penulis menyelesaikan studi pada tahun 2006, pada tahun yang sama
penulis menjadi dosen tidak tetap pada mata kuliah praktikum Mikrobiologi Dasar
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis melanjutkan studi
Pascasarjana pada tahun 2007 di IPB pada Program Studi Biologi Mayor
Mikrobiologi.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xv PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................. 1 Tujuan ......................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Simbiosis Mikroorganisme dengan Spons ..................................... 4 Inhibitor Protease .......................................................................... 5 Jenis-jenis Inhibitor Protease ........................................................ 6 Subtilisin ..................................................................................... 7 Proteinase K ................................................................................ 7
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat ....................................................................... 8 Alat .............................................................................................. 8 Bahan .......................................................................................... 8 Metode ......................................................................................... 8 Pengambilan Sampel ..................................................................... 8 Isolasi Bakteri dari Sampel Spons Jaspis sp. ................................. 9
Penapisan Bakteri Penghasil Inhibitor Protease yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. ............................................ 9
Uji Aktivitas Inhibitor Protease terhadap Ekstrak Kasar, Proteinase K, dan Subtilisin ......................................................... 10 Produksi Protease dari Bakteri Patogen ............................. 10 Pengukuran Aktivitas Protease ......................................... 10 Pengukuran Aktivitas Inhibitor Protease ........................... 10 Penentuan Suhu Optimum ................................................ 11 Penentuan pH Optimum ................................................... 12 Pengukuran Konsentrasi Protein ....................................... 12 Identifikasi Bakteri Penghasil Inhibitor Protease .......................... 12 Uji Fisiologis .................................................................... 12 Isolasi DNA Genom ......................................................... 13 Amplifikasi dan Purifikasi Gen Penyandi 16S-rRNA ........ 14 Sekuensing dan Analisis Filogenetik ................................. 14
HASIL
Isolasi Bakteri dari Sampel Spons ................................................ 15 Penapisan Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. Penghasil Inhibitor Protease ......................................................... 15 Produksi Protease dari Bakteri Patogen ....................................... 19
Pengukuran Aktivitas Inhibitor Protease ...................................... 19 Suhu ............................................................................................ 22
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
Penentuan pH Optimum ................................................................ 24 Identifikasi Bakteri Penghasil Inhibitor Protease ........................... 27 Identifikasi Isolat Terpilih dengan Analisis Gen 16S rRNA........... 28 Analisis Pohon Filogenetik ........................................................... 29
PEMBAHASAN ................................................................................... 30 SIMPULAN ......................................................................................... 35 SARAN ................................................................................................. 35 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 36 LAMPIRAN ......................................................................................... 40
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Prosedur pengukuran aktivitas protease (Walter 1984) ................... 11 2. Aktivitas inhibitor protease yang dihasilkan oleh bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. ................................................. 17 3. Aktivitas protease bakteri patogen yang digunakan dalam penelitian ini ......................................................................... 19 4. Aktivitas inhibitor protease (%) selama 32 jam pada suhu 30oC ..... 20 5. Aktivitas inhibitor protease (%) pada berbagai suhu ....................... 22 6. Aktivitas inhibitor protease (%) pada berbagai pH .......................... 24 7. Karakteristik fisiologi dan morfologi bakteri penghasil inhibitor protease yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. ........................... 27 8. Hasil analisis BLASTN ketiga isolat terpilih terhadap data GenBank ........................................................................................ 29 9. Konsentrasi protein menurut Metode Bradford ............................... 41
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Penampilan koloni bakteri pada media SWC yang berhasil diisolasi dari spons Jaspis sp. setalah diinkubasi selama 24 jam ..... 15 2. Uji inhibitor protease bakteri patogen dengan bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. menggunakan medium SWC sebagai lapisan bawah dan medium NA+susu skim 1,5% sebagai lapisan atas. ........................................................................ 16 3. Aktivitas inhibitor protease terhadap substrat proteinase K selama waktu inkubasi 32 jam pada suhu 30oC ............................... 20 4. Aktivitas inhibitor protease terhadap substrat ekstrak kasar protease bakteri patogen selama waktu inkubasi 32 jam pada suhu 30oC ...... 21 5. Aktivitas inhibitor protease terhadap substrat subtilisin selama waktu inkubasi 32 jam pada suhu 30oC .............................. 21 6. Aktivitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat proteinase K ...................................................................... 23 7. Aktifitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat ekstrak kasar protease bakteri patogen ............................... 23 8. Aktivitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat subtilisin ........................................................................... 24 9. Aktivitas inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat proteinase K ...................................................................... 25 10. Aktivitar inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat ekstrak kasar protease bakteri patogen ............................... 26 11. Aktivitas inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat subtilisin ........................................................................... 26 12. Gel elektroforesis gen 16S rRNA (1300 pb) dari tiga isolat yang berpotensi sebagai penghasil inhibitor protease ............. 28 13. Pohon filogenetik dari tiga isolat terpilih yang berpotensi sebagai penghasil inhibitor protease berdasarkan sekuen 16S rRNA ........... 29
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Komposisi Media ............................................................................ 40 2. Kurva Standar Penentuan Konsentrasi Protein
Menurut Metode Bradford .............................................................. 41 3. Produksi protease (A) P. aeruginosa (B) S. aureus (C) EPEC K11 . 43 4. Hasil Sekuen DNA 600 Nukleotida ................................................. 44
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Munti Yuhana, S.Pi, M.Si
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya, baik
di darat maupun di laut. Penelitian terhadap organisme yang ada di lautan
khususnya dalam kaitan dengan pencarian senyawa bioaktif dan enzim-enzim
penting masih dalam tahap permulaan. Telah diketahui bahwa laut menyimpan
kekayaan alam dan manfaat yang sangat besar. Salah satu kekayaan alam laut
yang cukup banyak terdapat di perairan Indonesia, seperti di perairan Sumatera,
Papua, Kalimantan dan lainnya, adalah jenis spons. Banyak manfaat yang
dihasilkan oleh spons diantaranya sebagai sumber senyawa antibakteri. Spons
merupakan salah satu sumber senyawa-senyawa baru dari biota laut yang
mempunyai keanekaragaman hayati tinggi. Penelitian yang telah ada terhadap
spons telah menghasilkan senyawa-senyawa baru dengan struktur unik dan
memiliki aktivitas farmakologis. Keanekaragaman hayati perairan laut Indonesia
memberi peluang untuk memanfaatkan spons laut Indonesia dalam pencarian
senyawa bioaktif yang baru.
Spons merupakan salah satu sumber alami yang baik dalam
menghasilkan komponen-komponen bioaktif termasuk inhibitor enzim (Munro
et al. 1999). Mikroorganisme (bakteri) yang hidup bersimbiosis dengan spons
ternyata juga diketahui mampu menghasilkan inhibitor protease seperti yang
dilaporkan oleh Stierle et al. (1988) bahwa Micrococcus sp. yang bersimbiosis
dengan spons Tedania ignis menghasilkan senyawa diketopiperazina. Juga
dilaporkan oleh Elyakov et al.(1991) bahwa bakteri Vibrio sp. yang bersimbiosis
dengan spons Dysidea sp. menghasilkan bifenil eter bromina. Osclarit et al.
(1994) juga melaporkan bahwa bakteri Vibrio sp. yang bersimbiosis dengan spons
Hyatella sp. menghasilkan senyawa peptida yang bersifat anti Bacillus. Selain itu
juga dilaporkan oleh Nurhayati dan Suhartono (2004) bahwa bakteri yang
diisolasi dari spons Plakortis nigra memiliki aktivitas penghambatan terhadap
protease yang dihasilkan Escherichia coli.
Senyawa bioaktif laut atau produk alami laut (Marine Natural Products
(MNPs) adalah senyawa organik yang diproduksi oleh mikroba, spons, seaweeds,
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
2
dan organisme laut lain. Organisme inang mensintesis senyawa ini sebagai
metabolit sekunder untuk melindungi dirinya dan menjaga keseimbangan
lingkungan kaitannya dalam pertahanan diri terhadap predator. Spons laut
memiliki sumber yang kaya akan mikroorganisme baru dengan potensi aktivitas
farmakologi (Hentschel et al. 2001). Interaksi antara spons dan bakteri terjadi
dalam bentuk simbiosis komensalisme dimana dalam interaksi ini dihasilkan
senyawa bioaktif (Proksch et al. 2002).
Baru-baru ini inhibitor enzim telah mendapat banyak perhatian tidak hanya
sebagai alat untuk mempelajari struktur enzim dan mekanismenya saja tapi juga
merupakan senyawa yang berpotensi dalam bidang farmakologi (Bode & Huber
1992). Sebagai contoh, inhibitor enzim berguna dalam diagnosa dan terapi radang,
pankreatis dan penyakit lainnya yang disebabkan oleh bakteri penghasil protease.
Inhibitor protease juga berguna untuk menginaktivasi protease target yang
disekresikan oleh bakteri yang patogen penyebab penyakit terhadap manusia
seperti amphysema, pancreatic, artriris, trombosis, tekanan darah tinggi, kanker
dan AIDS (Demuth 1990). Telah diketahui bahwa inhibitor protease kebanyakan
berasal dari terestrial yang dapat diisolasi dari hewan, tanaman, fungi, dan
actinomycetes, hanya sedikit inhibitor protease yang berasal dari bakteri (Imada
et al. 1985a).
Lingkungan laut dicirikan dengan adanya kadar garam tinggi dan
konsentrasi bahan organik rendah dan laut dalam cenderung memiliki suhu rendah
dan tekanan hidrostatik tinggi. Keberadaan lingkungan laut pertama kali
dilaporkan pada abad ke-19, dan ditemukan adanya perbedaan mikroorganisme
laut dan darat dalam hal aktivitas metabolit dan fisiologinya. Kobori dan Taga
(1980) telah mengisolasi bakteri laut dari deep water yaitu jenis Pseudomonas sp.
yang memproduksi fosfatase ekstraseluler. Aktivitas fosfatase dipercepat dengan
diberi tekanan sampai 1000 atm (1 atm = 101,325 kPa), ternyata aktivitas
fosfatase pada 1000 atm tiga kali lebih tinggi dari pada aktivitasnya pada 1 atm.
Hal ini mengisyaratkan bahwa enzim pada mikroorganisme laut mungkin juga
berbeda dengan enzim pada mikroorganisme darat. Oleh karena itu, inhibitor
enzim pada bakteri laut diharapkan menunjukkan karakteristik yang berbeda
dengan inhibitor enzim pada bakteri darat.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
3
Melihat potensi yang tinggi dari mikroorganisme yang bersimbiosis dengan
spons dalam menghasilkan inhibitor maka dalam penelitian ini dilakukan isolasi
bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. untuk kemudian diuji aktivitas
inhibitor proteasenya dalam menghambat bakteri patogen penyebab penyakit
diare dan foodborne disease, sehingga diharapkan akan diperoleh isolat bakteri
potensial yang dapat dikembangkan lebih lanjut khususnya di bidang farmakologi.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan menapis isolat bakteri yang berasosiasi dengan
spons Jaspis sp. yang mampu menghasilkan inhibitor protease, serta mengetahui
aktivitas senyawa inhibitor protease tersebut terhadap berbagai substrat dan
kondisi lingkungan (suhu dan pH).
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
TINJAUAN PUSTAKA
Simbiosis Mikroorganisme dengan Spons
Spons merupakan invertebrata multiseluler sederhana yang melekat di
habitat bentik pada substrat padat. Semua spons merupakan organisme filter
feeder dimana banyak pori yang tipis pada permukaan tubuhnya sehingga air
dapat masuk dan bersirkulasi melalui kanal atau saluran dimana mikroorganisme
dan partikel organik dapat disaring dan dimakan (Wilkinson 1978).
Spons merupakan sumber produk alami berupa senyawa bioaktif. Sumber
senyawa bioaktif tersebut dapat berupa inhibitor enzim, inhibitor pembelahan sel,
antivirus, antifungi, antimikroba, anti-imflamantori, antitumor, atau sitotoksik
(Munro et al. 1999). Salah satu contoh spons yang menghasilkan senyawa
bioaktif yaitu Achantella sp. penghasil senyawa kalibinol-A yang berfungsi
sebagai antibiotik. Selain itu, Jaspis jhonstoni diketahui mampu menghasilkan
senyawa jasplakinolide yang bersifat sitotoksik (Lee et al. 2001).
Banyak sekali mikroorganisme yang diketahui bersimbiosis dengan spons
diantaranya dari kelompok arkaea, bakteri heterotrofik, sianobakteria, alga hijau,
alga merah, kriptofita, dinoflagellata dan diatom. Simbion dapat bersifat spesifik
maupun non-spesifik terhadap spons sebagai inangnya. Wilkinson (1978)
menemukan simbiosis mikroorganisme yang spesifik pada spesies spons tunggal.
Hal ini terlihat pada simbion antara spesies d-proteobacteria (Aeromonas sp.) dan
spons Theonella swinhoei yang menunjukkan asosiasi spesifik.
Simbiosis terjadi secara intraseluler dan ekstraseluler, dan pada tiap-tiap
simbiosis mikroorganisme terlihat memiliki habitat yang spesifik pada spons
inang. Simbiosis ekstraseluler terjadi pada lapisan luar spons sebagai
eksosimbion atau pada mesohyl sebagai endosimbion. Simbion intraseluler atau
intranukleus secara permanen berada dalam sel inang atau inti. Pada spons
Theonella swinhoei semua populasi bakteri yang bersimbiosis bertempat pada
ekstraseluler (Bewley et al. 1996).
Webster dan Hill (2001) meyakini bahwa beberapa kemungkinan
simbiosisnya yaitu; secara selektif inang menyerap simbion spesifik; simbion
spesifik tumbuh lebih cepat dari pada kebanyakan simbiosis mikroorganisme
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
5
lain; atau inang memperoleh simbion spesifik melalui transmisi vertikal dari
induk spons ke larva. Spons terlihat memperoleh simbiosis mikroorganisme
melalui mekanisme fagositosis, mikroorganisme ini dapat hidup pada jaringan
spons.
Inhibitor Protease
Inhibitor protease adalah suatu senyawa yang memblok situs aktif protease
untuk mencegah substrat berikatan dengan situs aktif enzim tersebut (Barret et al.
2003). Inhibitor protease adalah kelas dari suatu jenis obat yang digunakan untuk
menangani atau mencegah infeksi oleh virus, termasuk HIV dan Hepatitis C
(Bisswanger 2002). Inhibitor protease mencegah replikasi virus dengan mencegah
aktivitas HIV-1 protease, enzim yang digunakan oleh virus untuk membelah
protein menjadi kumpulan virion. Inhibitor protease banyak dihasilkan oleh
berbagai macam mikroorganisme diantaranya yaitu, Serratia marcescens
menghasilkan protein inhibitor protease logam yang dikenal dengan nama SmaPI.
Inhibitor tersebut dihasilkan dalam jumlah kecil yang menunjukkan
penghambatan terhadap protease logam S. marcescens yang memiliki bobot
molekul 50 kDa. Protein tersebut berlokasi di bagian periplasma sel dalam suhu
pertumbuhan 25oC (Kim et al. 1995).
Inhibitor protease juga dihasilkan oleh Gliocladium sp. yang disebut dengan
inhibitor proteinase sistein, TMC-52A-D. Berdasarkan hasil analisa dengan
spektrofotometer dan degradasi kimia menunjukkan bahwa TMC-52A-D
merupakan peptida epoksisuksinil. Inhibitor tersebut kuat menghambat protease
sistein (Isshiki et al. 1998).
Inhibitor protease juga telah ditemukan dari mikroba asal laut yang telah
dilaporkan oleh Imada et al. (1985a,b,c). Pencarian inhibitor asal mikroba laut
diawali dengan proses penapisan bakteri penghasil inhibitor protease
menggunakan lapisan ganda kasein. Seluruh galur penghasil inhibitor tersebut
bersifat aerob, berflagella, gram negatif, mengandung G+C yang rendah pada
DNA-nya. Mikroba tersebut membutuhkan NaCl untuk pertumbuhannya dan
mampu menghidrolisis kasein, DNA, gelatin, dan pati. Berdasarkan hasil
identifikasi mikroba tersebut adalah Alteromonas sp. Inhibitor yang dihasilkan
oleh Alteromonas sp. B-10-31 tersebut adalah marinostatin. Produksi
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
6
maksimumnya dihasilkan pada pH 6 dalam air laut, suhu 20oC dan digoyang 24-
33 jam. Jenis inhibitor lain yang dihasilkan oleh Alteromonas sp. adalah
monastatin yang mempunyai bobot molekul tinggi yaitu 20.000 dalton. Inhibitor
tersebut termasuk glikoprotein, stabil pada suhu sampai 100oC selama inkubasi 30
menit (Imada et al. 1985a). Selain itu, Alteromonas sp. juga menghasilkan jenis
inhibitor leupeptin yang memiliki aktivitas inhibitor pada protease thiol dan
protease serin (Kobayashi et al. 2003). Ketiga jenis inhibitor protease yang
dihasilkan oleh Alteromonas sp. ini memiliki aktivitas dalam penghambatan yang
berbeda. Untuk marinostatin memiliki aktivitas inhibitor terhadap protease serin
seperti subtilisin. Monastatin yang termasuk kedalam protease thiol memiliki
aktivitas inhibitor terhadap protease yang dihasilkan oleh bakteri patogen terhadap
ikan (Kobayashi et al. 2003).
Pseudomonas aeruginosa juga diketahui menghasilkan serralisin (inhibitor
protease alkalin) yang memiliki afinitas tinggi terhadap zink protease yang
dihasilkan oleh beberapa bakteri gram negatif. Inhibitor tersebut memiliki bobot
molekul 11,5 kDa. Fungsi dari inhibitor ini adalah untuk melindungi bakteri dari
proteolisis selama sekresi serralisin. Senyawa ini diproduksi sebagai prekursor
dengan 125 asam amino dengan urutan signal N-terminal (Feltzer et al. 2003).
Anthony et al. (2002) berhasil mengisolasi dysinosin A dari spons famili
Dysideidae yang ditemukan dekat pulau Lizard Queensland utara Australia.
Dysinosin A merupakan inhibitor yang berpotensi dalam faktor koagulasi darah
dan merupakan inhibitor pada trombin serin protease.
Jenis-jenis Inhibitor Protease
Inhibitor protease diklasifikasikan berdasarkan jenis protease yang dihambat
yaitu inhibitor protease sistein, inhibitor protease serin (serpin), inhibitor protease
treonin, inhibitor protease aspartat, inhibitor metalloprotease, inhibitor protease
asam glutamat. Inhibitor protease serin dicirikan dengan adanya serin nukleolifilik
yaitu residu dari siklus katalitiknya contohnya trombin dan tripsin. Inhibitor
protease sistein umumnya terdapat pada buah-buahan seperti pepaya, anggur, dan
kiwi. Contoh dari protease sistein adalah aktinidain, bromelain, dan papain.
Protease aspartat dicirikan dengan penggunaan residu aspartat untuk katalitiknya
dan memiliki aktivitas pada pH asam. Jenis protease aspartat antara lain pepsin,
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
7
katepsin, dan renin. Jenis metaloprotease memiliki mekanisme katalitik metal
seperti seng dan cobalt (Barret et al. 2003).
Inhibitor protease sistein dibagi dalam tiga famili sistasin yaitu berdasarkan
berat molekul, jumlah ikatan disulpidril, dan struktur primernya. Famili tersebut
adalah stefin, sistasin, dan kininogen (Isshihara et al. 1999). Inhibitor tersebut
memiliki fungsi biologis pada pengaturan protease endogenous seperti kelompok
katepsin dan perlindungan pada protease luar. Beberapa inhibitor protease sistein
dari mikroba telah diisolasi dan dikarakterisasi senyawa kimianya (Murao et al.
1985), inhibitor tersebut memiliki berat molekul rendah. Telah dilaporkan oleh
Tsushima et al. (1992) inhibitor protease sistein dari Candida albicans memiliki
berat molekul 15 kDa.
Subtilisin
Subtilisin adalah protease serin pada prokariot. Subtilisin tidak berhubungan
secara evolusi terhadap kimotripsin, tetapi mekanisme katalitiknya sama
menggunakan triad katalitik, untuk menciptakan serin nukleofilik. Protease serin
dihambat oleh kelompok yang berbeda pada inhibitor, termasuk inhibitor kimia
sintetik untuk penelitian atau terapetik, dan juga inhibitor protein alami. Satu
keluarga pada inhibitor alami dinamakan serpin (turunan dari inhibitor protease
serin) yang dapat membentuk ikatan kovalen dengan protease serin, dan dapat
menghambat fungsinya. Subtilisin diperoleh dari B. licheniformis yang memiliki
pH optimumnya 6,5 sampai 7,5 (Marangoni 2003).
Proteinase K
Proteinase K memiliki spesifisitas substrat dengan kisaran yang luas.
Proteinase K diisolasi dari fungi Engiyodontium album yang mampu tumbuh pada
keratin. Proteinase K juga memiliki kemampuan dalam menghancurkan keratin
asli (rambut). Selain itu juga memiliki kemampuan dalam memotong ikatan
peptida yang berdampingan dengan kelompok karboksil pada asam amino alifatik
dan aromatik. Berat molekul proteinase K sebesar 28.930 dalton, kisaran pHnya
dari 7,5 sampai 12,0. Aktivitas maksimum proteinase K adalah pada suhu 37oC,
dan jika nilai aktivitasnya lebih besar dari 80% yaitu pada suhu 20oC sampai
60oC. Proteinase K dihambat oleh PMSF (Phenylmetanesulfonyl Fluoride) tapi
tidak dihambat oleh EDTA (Ebeling 1974).
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2009 di
Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian
Bogor.
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah; cawan petri, tabung reaksi,
tabung mikro 1,5 ml, erlenmeyer 100 ml, bunsen, ose, tusuk gigi steril, swab
steril, pipet volumetrik, tip, sentrifugal, tabung falkon 50 ml, Laminar Air Flow
(LAF), autoklaf, erlenmeyer, PCR (Polymeration Chain Reaction), dan
spektrofotometer UV.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah; sampel spons yang
diambil dari perairan sebelah barat dari kepulauan Waigeo, Kabupaten Raja
Ampat, Papua Barat, media SWC (Sea Water Complete), PBS (Phosphate Buffer
Saline), susu skim 1,5%, isolat bakteri patogen yaitu; Staphylococcus aureus,
Pseudomonas aeruginosa, dan EPEC K11, medium LB (Luria Broth), medium
NA (nutrient agar), CBBG (Comassie Briliant Blue G-250), asam fosfor 85%,
etanol 95%, kasein hammerstein 2%, TCA 5%, proteinase K 0,5 ml, ekstrak kasar
0,5 ml, dan subtilisin dari Bacillus licheniformis (SIGMA) 0,5 ml.
Metode
Pengambilan Sampel
Sampel spons diambil dari perairan sebelah barat dari kepulauan Waigeo,
Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat pada kedalaman ± 10 meter dengan
menggunakan alat bantu snorkel dan masker. Pengambilan sampel ini dilakukan
secara acak yaitu dengan menyusuri dasar laut. Sampel kemudian dimasukkan
kedalam plastik sampel yang telah diisi dengan oksigen murni, lalu ditempatkan
dalam cool box untuk dianalisis secara mikrobiologis di Laboratorium.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
9
Isolasi Bakteri dari Sampel Spons Jaspis sp.
Spons dibilas dengan air laut sintetik steril supaya bakteri kontaminan yang
tidak berasosiasi dengan spons tidak terisolasi, sehingga hanya bakteri dengan
daya gabung yang kuat saja yang akan diisolasi (Amstrong 2001). Isolasi bakteri
pada permukaan spons dilakukan dengan cara mengusap permukaan spons pada
tiga tempat yang berbeda menggunakan swab steril ± 1 cm2, kemudian dicelupkan
ke dalam 3 buah erlenmeyer yang berisi media PBS (Phosphate Buffer Saline)
steril. Dari masing- masing tabung tersebut dilakukan seri pengenceran dari 10-1
sampai dengan 10-5 sebanyak 100 µL. Pada tiga pengenceran terakhir disebar
dalam media SWC (Sea Water Complete) (Lampiran 1), dan diinkubasi pada suhu
ruang selama 24 jam. Koloni yang tumbuh dimurnikan dengan metode kuadran
dan dipreservasi dalam agar miring.
Penapisan Bakteri Penghasil Inhibitor Protease yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp.
Penapisan dilakukan dengan menggunakan metode plate agar susu skim
dua lapis (modifikasi Imada 1985a). Lapisan bawah terdiri atas media SWC,
sedangkan lapisan atas terdiri atas nutrient agar (NA) yang diberi skim 1,5%.
Isolat bakteri laut yang akan ditapis ditusukkan pada lapisan bawah (SWC), lalu
diinkubasi 24 dan 48 jam pada suhu 30oC. Isolat yang tumbuh dibuang,
kemudian diberi lapisan atas. Isolat bakteri patogen (P. aeruginosa, S. aureus,
EPEC K11) ditusukkan pada bagian atas lalu diinkubasi 24 jam pada suhu 37oC.
Isolat yang positif menghasilkan inhibitor protease ditunjukkan dengan tidak
adanya atau berkurangnya zona protease di sekitar koloni bakteri patogen.
Persentase penghambatan protease dihitung dengan menggunakan rumus
(Alford & Bentley 1986) :
Kemudian persentase penghambatan dikategorikan ke dalam tiga kategori
yaitu kuat atau lebih dari 80% (+++), sedang atau lebih dari 60% (++), dan lemah
atau kurang dari 50% (+). Sedangkan zona protease dihitung dengan
menggunakan rumus (Saryono et al. 1999):
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
10
Kemudian zona protease dikategorikan dalam tiga kategori yaitu aktivitas rendah
dengan zona/koloni (Z/K) <1, aktivitas sedang Z/K 1-2 dan aktivitas tinggi Z/K
>2. Isolat yang menunjukan persentase penghambatan dan zona protease tertinggi
digunakan untuk uji selanjutnya.
Uji Aktivitas Inhibitor Protease terhadap Ekstrak Kasar, Proteinase K dan Subtilisin
Uji aktivitas inhibitor protease meliputi penentuan waktu produksi inhibitor
protease, aktivitas inhibitor protease, aktivitas pada berbagai suhu, aktivitas pada
berbagai pH, dan pengukuran konsentrasi protein. Untuk ekstrak kasar, terlebih
dahulu dilakukan produksi protease dan pengukuran aktivitas protease.
Produksi Protease dari Bakteri Patogen. Bakteri patogen yang
digunakan adalah EPEC K11, S. aureus, dan P. aeruginosa yang telah diketahui
bersifat patogen secara klinis. Bakteri patogen yang telah diremajakan, diinokulasi
sebanyak 1-2 lup pada media Luria Bertani Broth (LB) sampai mencapai fase
logaritmik (OD mencapai 0.8; λ 620 nm pada suhu 370C). Sebanyak 10% (v/v)
inokulum dipindahkan ke dalam 50 ml media produksi (LB), untuk selanjutnya
diinkubasi pada kondisi yang sama hingga kembali mencapai OD = 0,8. Kultur
kemudian dipanen dengan melakukan sentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm
selama 15 menit pada suhu 4oC. Supernatan yang mengandung enzim ekstrak
kasar diuji aktivitasnya menggunakan metode Walter (1984) pada substrat kasein
(sigma) dan kadar proteinnya menurut metode Bradford dalam Hammond dan
Kruger (1988).
Pengukuran Aktivitas Protease. Semua ekstrak kasar enzim (supernatan)
diukur aktivitasnya berdasarkan Metode Walter (1984) (Tabel 1).
Pengukuran Aktivitas Inhibitor Protease. Substrat yang digunakan untuk
uji ini adalah ekstrak kasar dari bakteri patogen, proteinase K, dan subtilisin.
Prosedur pengukuran aktivitas inhibitor protease ini dilakukan sesuai metode
Imada et al. (1985c). Campuran yang terdiri atas 0,5 ml substrat dan 0,5 ml
larutan inhibitor isolat terpilih dipreinkubasi pada suhu 30oC selama 12 menit.
Kemudian, 1 ml kasein hammerstein 2% (w/v) dalam larutan bufer Tris-HCl
50mM, pH 8 ditambahkan ke dalamnya dan diinkubasi 12 menit pada suhu 30oC.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
11
Tabel 1 Prosedur pengukuran aktivitas protease (Walter 1984)
Pereaksi Sampel (ml)
Blanko (ml)
Standar (ml)
Bufer tris-HCl (0,2, pH 8) 1 1 1 Substrat kasein 2%, pH 8 1 1 1 Enzim 0,2 0 0 Tirosin standar 0 0 0,2 Aquades 0 0,2 0
Inkubasi pada suhu 370C selama 10 menit TCA (0.1 M) 2 2 2 Aquades 0,2 0 0 Enzim 0 0,2 0,2
Didiamkan pada suhu 370C selama 10 menit, lalu disentrifugasi 4000 rpm selama 10 menit
Fltrat 1,5 1,5 1,5 Na2CO3 5 5 5 Pereaksi folin 1 1 1
Didiamkan pada suhu 370C selama 20 menit Diukur dengan spektrofotometer pada λ 578 nm
Aktivitas protease (IU/ml) =
Setelah diinkubasi, 2 ml asam trikloroasetat (TCA) 5% (w/v) ditambahkan untuk
menghentikan reaksi enzim. Campuran disimpan selama 20 menit pada suhu 30oC
untuk mengendapkan kasein yang tidak dicerna enzim. Selanjutnya larutan
disentrifugasi pada kecepatan 3000 g selama 10 menit, supernatan diukur pada
absorbansi 280 nm.
Satu unit aktivitas inhibitor protease didefinisikan sebagai jumlah inhibitor yang
dapat menghambat aktivitas protease sebanyak 50%.
Penentuan Suhu Optimum. Supernatan dari bakteri yang berasosiasi
dengan spons yang mengandung inhibitor protease diuji pada berbagai suhu dari
suhu 10oC hingga 70oC dengan interval 10oC. Setelah diinkubasi aktivitas
inhibitor protease diukur sesuai metode Imada et al. (1985c). Perlakuan suhu
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
12
dimana campuran yang terdiri atas 0,5 ml substrat dan 0,5 ml inhibitor isolat
terpilih diinkubasi pada tiap suhu uji (10oC – 70oC) selama 12 menit.
Penentuan pH Optimum. Supernatan dari bakteri yang berasosiasi dengan
spons diukur pada berbagai pH dari pH 3 hingga 12 dengan interval 1 dan
diinkubasi selama 10 menit pada suhu 30oC. Setelah diinkubasi aktivitas inhibitor
diukur sesuai metode Imada et al. (1985c). Perlakuan pH di mana 1 ml kasein
hammerstein 2% w/v dalam larutan bufer Tris HCl 50 mM diuji pada pH yang
berbeda (3 – 12).
Pengukuran Konsentrasi Protein (Metode Bradford dalam Hammond dan
Kruger 1988). Uji ini dilakukan untuk membuat kurva standar protein (BSA).
Analisa ini diawali dengan pembuatan larutan Bradford dan larutan standar BSA.
Larutan bardford dibuat dengan cara sebagai berikut : sebanyak 100 mg CBBG
dilarutkan dalam 50 ml etanol 95% (w/v). Setelah itu ditambahkan 100 ml asam
fosfat 85% (w/v). Terakhir larutan diencerkan dengan aquades sampai 1 liter.
Larutan standar segar dibuat dengan menggunakan protein BSA. Sebanyak 100
mg BSA ditimbang dan ditambahkan 25 ml akuades. Larutan dikocok pelan-
pelan, setelah larut diencerkan sampai 50 ml. konsentrasi akhir larutan stok untuk
standar ini adalah 2 mg/ml. Konsentrasi Bradford dan kurva standar yang
digunakan untuk menentukan konsentrasi protein disajikan pada Lampiran 2.
Untuk metode makroassay : sebanyak 5 ml pereaksi Bradford ditambahkan
kedalam masing-masing tabung reaksi. Blanko dibuat dengan cara mencampurkan
0,1 ml dan direaksikan dengan 5 ml (makroassay) pereaksi Bradford. Setelah
sekitar 5 menit, masing-masing campuran reaksi diukur absorbansinya pada λ 595
nm.
Identifikasi Bakteri Penghasil Inhibitor Protease
Uji Fisiologis. Isolat yang potensial menghasilkan inhibitor protease
dikarakterisasi secara morfologi dan fisiologi. Uji fisiologis dilakukan dengan
menggunakan kit MicrobactTM GN A ID dan GN B ID. Adapun yang diamati
adalah lisin, ornitin, H2S, glukosa, manitol, silosa, ortronitrofenil-β-d-
galaktopiranosida (ONPG), indol, urease, Voges Preskauer (VP), sitrat, triptofan
deaminase (TDA), dan nitrat (MicrobactTM GN A ID), serta gelatin, malonat,
inositol, sorbitol, ramnosa, sukrosa, laktosa, arabinosa, adonitol, rafinosa, salisin,
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
13
dan arginin (MicrobactTM GN B ID). Pewarnaan Gram, endospora dan uji katalase
dilakukan sesuai dengan metode Cappucino & Shermna (1983) yaitu dengan
menggunakan pereaksi iodium gram, alkohol, dan safranin untuk pewarnaan
Gram. Sedangkan untuk pewarnaan endospora ditetesi dengan malakit hijau dan
safranin sedangkan untuk uji katalase ditetesi dengan H2O2.
Isolasi DNA Genom. Isolat terpilih dengan kemampuan menghasilkan
inhibitor protease digunakan untuk analisis genetika molekuler. Isolasi DNA
genom dilakukan dengan metode Murray-Thompson (Cetyl trimethyl Ammonium
Bromide, CTAB). Isolat tersebut ditumbuhkan pada media Luria Broth (Tripton
10 g, NaCl 10 g, ekstrak khamir 5 g, akuades 1L) selama semalam, pada inkubator
bergoyang di suhu ruang.
Sebanyak 50 mL kultur isolat diambil dan dimasukkan ke dalam 2 tabung
sentrifugasi 50 mL steril masing-masing 25 mL. Kemudian disentrifugasi selama
10 menit pada kecepatan 8500 g. Pelet yang didapat kemudian diresuspensi
dengan 250 µl bufer TE (1X), dan dipindahkan ke dalam tabung mikro 1,5 mL
steril. Kemudian disentrifugasi kembali pada kecepatan 9000 g selama 10 menit.
Suspensi kemudian ditambahkan 5 µL lisozim, lalu dicampur merata dengan cara
membolak-balikkan tabung mikro hingga larutan menjadi berlendir dan bening.
Selanjutnya, suspensi diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Proses lisis sel
dilanjutkan dengan menambahkan 500 µL (Sodium Dodecyl Sulfate) SDS 10%
dan proteinase K sebanyak 10 µL, tabung mikro 1,5 mL kemudian dibolak-balik.
Suspensi diinkubasi pada suhu 37oC selama 60 menit. Sebanyak 80 µL NaCl dan
100 µL CTAB 10% ditambahkan ke dalam suspensi, kemudian diinkubasi pada
suhu 65oC selama 20 menit, tabung kembali dibolak-balik.
Purifikasi DNA dan pengendapan debris sel dilakukan dengan
menambahkan 650 µL fenol : kloroform : isoamilalkohol (25:24:1). DNA
dipisahkan dari debris sel dengan cara disentrifugasi pada 13000 g selama 10
menit. Supernatan yang mengandung DNA dipurifikasi dengan menambahkan
650 µL kloroform:isoamil alkohol (24:1) dan selanjutnya disentrifugasi pada
13000 g selama 10 menit. Untuk pengendapan DNA, supernatan yang didapat
ditambahkan etanol absolut sebanyak 2 kali volume supernatan dan sodium asetat
3M 10 % volume, pengendapan dibantu dengan inkubasi di dalam mesin pembeku
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
14
(-20oC) selama 30 menit dan kemudian dilakukan sentrifugasi pada 13000 g
selama 15 menit. Pelet yang didapatkan ditambahkan 70% etanol dingin untuk
mengikat air. Suspensi kembali disentrifugasi (13000 g; 15 menit), fase
supernatan dibuang sedangkan pelet dikeringudarakan dengan cara membuka
tutup tabung mikro 1,5 mL dan dibiarkan selama beberapa jam (2-3 jam).
Kemudian pelet DNA dilarutkan dalam 20 µL ddH2O steril dan disimpan pada
suhu -20oC (freezer).
Amplifikasi dan Purifikasi Gen Penyandi 16S-rRNA. Primer yang
digunakan untuk amplifikasi gen 16S-rRNA ialah 63f (5’-CAG GCC TAA CAC
ATG CAA GTC-3’) dan 1387r (5’- GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3’)
(Marchesi et al. 1998). Primer tersebut akan menghasilkan pita gen teramplifikasi
dengan ukuran sekitar 1300 pb. PCR akan dilakukan pada volume 25 µL dengan
komposisi LA Taq polimerase 0,25 µL, larutan penyangga (GC buffer) 12,5 µL,
dNTP 8 µL, primer masing-masing 1 µL, dan DNA cetakan sebanyak 5 µL serta
ditambahkan ddH2O hingga volume akhir 25 µL. Amplifikasi dilakukan untuk 30
siklus yang meliputi tahap pra-denaturasi pada suhu 94°C selama 2 menit,
denaturasi pada suhu 92°C selama 30 detik, annealing pada suhu 55°C selama 30
detik, dan polimerasi pada suhu 75°C selama 1 menit, serta post-PCR pada suhu
75°C selama 5 menit. Hasil amplifikasi dilarikan pada gel elektroforesis agarosa
1%, fragmen 16S-rDNA kemudian dipurifikasi dengan Wizard® SV Gel & PCR
Clean-up System (Promega, USA). Metode purifikasi ini berperan dalam
mengisolasi DNA dari gel agarosa hasil elektroforesis.
Sekuensing dan Analisis Filogenetik. Data sekuen gen 16S-rRNA yang
diperoleh kemudian dimasukkaan dalam program BLASTN
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov) untuk dilihat kemiripannya dengan sekuen gen
bakteri lain yang ada di data base. Pensejajaran sekuen dilakukan dengan program
CLUSTALW, kemudian dilanjutkan dengan konstruksi pohon filogenetika
menggunakan program TreeCon (Van de Peer dan De Wachter 1993).
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
HASIL
Isolasi Bakteri dari Sampel Spons Jaspis sp.
Sebanyak 136 isolat berhasil diisolasi dari spons Jaspis sp. Dari 136 isolat
tersebut, sebanyak 70 isolat berasal dari endofit spons dan 66 isolat dari
permukaan spons. Isolat yang diperoleh sangat beragam baik dari segi warna,
jenis, dan bentuk koloni (Gambar 1). Ke 136 isolat tersebut diberi nama atau
penanda yaitu SAB S (Sponge-Associated Bacteria Surface) dan SAB E (Sponge-
Associated Bacteria Endophyite).
Gambar 1 Penampilan koloni bakteri pada media SWC yang berhasil diisolasi dari spons Jaspis sp. setalah diinkubasi selama 24 jam.
Penapisan Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. Penghasil Inhibitor Protease
Isolat yang berpotensi sebagai penghasil inhibitor protease adalah yang
menyebabkan bakteri patogen tidak mampu atau berkurang kemampuannya dalam
mendegradasi protein (skim). Hal ini ditandai dengan tidak terbentuknya zona
protease atau berkurangnya diameter zona protease di sekitar bakteri patogen
tersebut dibandingkan dengan kontrol (Gambar 2).
1cm
1 cm
1 cm
1 cm
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
16
Gambar 2 Uji inhibitor protease bakteri patogen dengan bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. menggunakan medium SWC sebagai lapisan bawah dan medium NA+susu skim 1,5% sebagai lapisan atas. (A) Aktivitas proteolitik dari EPEC K11 (zona protease = 3,5 mm), (A’) Aktivitas inhibitor protease oleh SAB S-21 terhadap EPEC K11 (persentase penghambatan = 100%, zona protease = 0 mm), (B) Aktivitas proteolitik dari P.aeruginosa (zona protease = 4 mm), (B’) Aktivitas inhibitor protease oleh SAB S-43 terhadap P. aeruginosa (persentase penghambatan = 62,5%, zona protease = 1,5 mm), (C) Aktivitas proteolitik dari S. aureus (zona protease = 4,5 mm), (C’) Aktivitas inhibitor protease oleh SAB S-17 terhadap S. aureus (persentase penghambatan = 55,5%, zona protease = 2 mm).
A A’
1 cm 1 cm
B B’
1 cm
1 cm
C’ C
1 cm
1 cm
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
17
Di antara 136 isolat yang diuji, enam isolat menunjukkan aktivitas inhibitor
protease yang sangat tinggi terhadap EPEK K11 (Tabel 2). Namun untuk
persentase penghambatan protease isolat bakteri yang dihasilkan oleh S. aureus
hanya berkisar pada aktivitas yang rendah (55,5%). Untuk bakteri patogen P.
aeruginosa hanya satu isolat (SAB S-43) yang menunjukkan persentase
penghambatan terbaik yakni pada kisaran 62,5%. Berdasarkan hasil penapisan
maka dipilah tiga isolat untuk diuji lebih lanjut yakni isolat SAB S-17 (inhibitor
protease dari S. aureus), SAB S-21 (inhibitor protease dari EPEC K11), dan SAB
S-43 (inhibitor protease dari P. aeruginosa).
Tabel 2 Aktivitas inhibitor protease yang dihasilkan oleh bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp.
Penghambatan terhadap produksi protease dari Kode Isolat EPEC K11 P. aeruginosa S. aureus SAB S-5 - - - SAB S-6 - - -
SAB S-11 +++ - - SAB S-12 +++ - - SAB S-13 - - - SAB S-15 + - - SAB S-16 - - - SAB S-17 - + + SAB S-18 +++ - - SAB S-19 +++ - - SAB S-20 +++ - - SAB S-21 +++ - + SAB S-24 + - - SAB S-25 - - - SAB S-26 - - - SAB S-28 - - - SAB S-29 - - - SAB S-30 + - - SAB S-31 - + - SAB S-37 + - - SAB S-41 - - - SAB S-42 - - - SAB S-43 + ++ - SAB S-45 - - - SAB S-51 - - - SAB S-53 + - -
SAB S-59 - - - SAB S-60 + - -
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
18
Tabel 2 Lanjutan
Penghambatan terhadap produksi protease dari Kode Isolat EPEC K11 P. aeruginosa S. aureus SAB S-61 - - - SAB S-62 - - - SAB E-5 + - - SAB E-6 + - - SAB E-7 - + - SAB E-8 - - - SAB E-10 - - - SAB E-13 - - - SAB E-14 - - - SAB E-15 - - - SAB E-16 - - - SAB E-18 - - - SAB E-23 - - - SAB E-25 - - - SAB E-27 - - - SAB E-28 - - - SAB E-30 - - - SAB E-31 - - - SAB E-32 - ++ - SAB E-33 - - - SAB E-35 - - - SAB E-36 + - - SAB E-37 - - - SAB E-38 - - - SAB E-39 - - - SAB E-40 - - - SAB E-41 - - - SAB E-42 - - - SAB E-43 - - - SAB E-44 - - - SAB E-47 - - - SAB E-56 - - - SAB E-58 - - - SAB E-59 - - - SAB E-66 - - - SAB E-67 - - -
Keterangan : Nama isolat yang dicetak tebal merupakan isolat yang digunakan untuk uji aktivitas inhibitor protease.
+++ = sangat kuat (100%), ++ = sedang (62,5%), dan + = lemah (55,5%).
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
19
Produksi Protease dari Bakteri Patogen
Uji ini dilakukan terhadap bakteri patogen yang akan digunakan sebagai
substrat ekstrak kasar protease dalam pengukuran aktivitas inhibitor protease
(Tabel 3). Kurva produksi enzim protease dari masing-masing bakteri patogen
tertera pada Lampiran 3.
Tabel 3 Aktivitas protease bakteri patogen yang digunakan dalam penelitian ini
Bakteri Waktu Inkubasi OD
Aktivitas Protease
U/ml S. aureus 16 jam 0,804 0.031 P. aeruginosa 40 jam 0,801 0.045 EPEC K11 24 jam 0,800 0.038
Keterangan : satu unit protease menyatakan jumlah enzim yang dapat menghasilkan satu mikromol produk tirosin permenit.
Pengukuran Aktivitas Inhibitor Protease
Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas inhibitor protease dari bakteri yang
berasosiasi dengan spons Jaspis sp. terhadap substrat proteinase K, ekstrak kasar,
dan subtilisin terlihat rata-rata aktivitas inhibitor protease dari ketiga isolat (SAB
S-17, SAB S-21, dan SAB S-43) terhadap subtilisin sangat rendah dibandingkan
dengan substrat proteinase K. Sedangkan pada substrat ekstrak kasar aktivitas
inhibitor protease yang dihasilkan sangat tinggi (Tabel 4).
Isolat SAB S-21 paling baik dalam menghambat substrat proteinase K
(84,84%). Pada uji aktivitas inhibitor protease menggunakan substrat proteinase
K, diketahui bahwa isolat SAB S-17 dan SAB S-21 memiliki aktivitas inhibitor
protease terbesar setelah waktu inkubasi 20 jam. Sedangkan isolat SAB S-43
memiliki aktivitas inhibitor protease terbesar setelah waktu inkubasi 12 jam
(Gambar 3).
Isolat SAB S-21 menghasilkan aktivitas inhibitor protease tertinggi
(97,39%) terhadap substrat ekstrak kasar enzim yang berasal dari EPEC, setelah
diinkubasi selama 24 jam. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh isolat SAB S-17
(84,51%) terhadap ekstrak kasar yang berasal dari S. aureus, dan isolat SAB S-43
(88,44%) terhadap ekstrak kasar yang berasal dari P. aeruginosa namun pada
waktu inkubasi 20 jam (Gambar 4). Isolat SAB S-21 juga paling baik dalam
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
20
menghambat substrat subtilisin dibandingkan dengan isolat lainnya (Gambar 5),
sebesar 64,74%.
Tabel 4 Aktivitas inhibitor protease (%) selama 32 jam pada suhu 30oC
Aktivitas inhibitor protease (%) pada waktu inkubasi (jam) Isolat Substrat
0 4 8 12 16 20 24 28 32 Proteinase K 7.66 33.13 45.93 57.82 60.93 68.60 55.91 49.32 41.66 Ekstrak Kasar 10.29 32.43 44.44 65.96 75.71 82.86 84.51 75.52 74.29 SAB S-17Subtilisin 3.06 11.17 14.65 14.59 15.33 37.63 35.31 27.79 13.28 Proteinase K 15.68 39.91 55.20 70.39 76.44 84.85 70.51 66.92 29.09 Ekstrak Kasar 16.67 29.27 63.44 86.09 89.32 92.50 97.39 88.46 85.34 SAB S-21Subtilisin 1.15 23.42 38.08 43.97 54.46 64.74 24.82 16.34 15.79 Proteinase K 23.02 50.36 65.72 74.87 55.07 41.90 40.82 35.26 32.51 Ekstrak Kasar 4.17 44.62 62.93 80.00 83.88 88.44 85.79 86.74 83.25 SAB S-43Subtilisin 6.69 9.49 14.44 21.11 41.93 48.72 42.30 23.19 23.80
Gambar 3 Aktivitas inhibitor protease terhadap substrat proteinase K selama
waktu inkubasi 32 jam pada suhu 30oC.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
21
Gambar 4 Aktivitas inhibitor terhadap substrat ekstrak kasar protease bakteri
patogen selama waktu inkubasi 32 jam pada suhu 30oC.
Gambar 5 Aktivitas inhibitor protease terhadap substrat subtilisin selama waktu
inkubasi 32 jam pada suhu 30oC.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
22
Suhu
Uji ini dilakukan untuk mengetahui suhu optimum dari aktivitas inhibitor
protease terhadap susbtrat proteinase K, ekstrak kasar dari bakteri patogen, dan
subtilisin (Tabel 5). Hal yang menarik terlihat dari hasil uji aktivitas inhibitor
protease dengan menggunakan substrat proteinase K, dimana aktivitas inhibitor
protease terbesar terjadi pada suhu 60oC (suhu tinggi). Fenomena tersebut terjadi
pada isolat SAB S-17 dengan aktivitas 71,8% (Gambar 6).
Isolat SAB S-21 menunjukkan aktivitas inhibitor protease tertinggi
(97,78%) terhadap substrat ekstrak kasar setelah diinkubasi pada suhu 20oC. Hal
yang sama juga ditunjukkan oleh isolat SAB S-17 (96,3%), namun pada suhu
inkubasi 30oC. Juga pada isolat SAB S-43 (91,3%) setelah diinkubasi pada suhu
30oC (Gambar 7). Sedangkan untuk substrat subtilisin seluruh isolat memiliki
aktivitas inhibitor protease terbesar pada suhu 30oC (Gambar 8).
Tabel 5 Aktivitas inhibitor protease (%) pada berbagai suhu
Aktivitas inhibitor protese (%) pada suhu (oC) Isolat Substrat 10 20 30 40 50 60 70
Proteinase K 30 41.7 55.67 66.5 71.76 71.8 55.81 Ekstrak Kasar 75 87.5 96.3 88 70.97 62.96 55.56 SAB S-17 Subtilisin 32.61 57.99 64.53 59.04 31.46 33.9 33.75 Proteinase K 50 67.26 72.41 81.28 73.32 73.68 48.84 Ekstrak Kasar 97.49 97.78 97.66 80.56 61.90 52.05 51.13 SAB S-21 Subtilisin 78.99 86 86.75 82.15 34.99 32.49 34.78 Proteinase K 15 85.2 89.16 88.18 88.6 70.68 24.81 Ekstrak Kasar 78.72 80 91.3 85.84 82.72 72 65 SAB S-43 Subtilisin 59.42 74 79.91 64.99 36.68 27.54 32.61
Isolat SAB S-21 paling baik dalam menghambat substrat subtilisin (86,75%)
dengan suhu inkubasi 30oC, sedangkan untuk substrat proteinase K ditunjukkan
oleh isolat SAB S-43 (79,91%) setelah diinkubasi pada suhu 30oC. Selain itu,
isolat SAB S-43 menunjukkan peningkatan aktivitas inhibitor protease yang
sangat tajam pada suhu 20oC hingga suhu 30oC (74%, 79,91%).
Isolat SAB S-21 menunjukkan aktivitas inhibitor protease yang sangat
tinggi terhadap ekstrak kasar pada perlakuan suhu 10oC sampai 30oC. Selain itu
isolat SAB S-21 juga menunjukkan aktivitas inhibitor protease yang tinggi
terhadap substrat subtilisin dan proteinase K dibandingkan dua isolat lain pada
suhu 30oC.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
23
Gambar 6 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat
proteinase K
Gambar 7 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat
ekstrak kasar protease bakteri patogen
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
24
Gambar 8 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat
subtilisin
pH
Aktivitas inhibitor protease pada ketiga substrat dengan tiga isolat sangat
dipengaruhi oleh pH (Tabel 6). Hal ini terbukti bahwa isolat SAB S-17 memiliki
aktivitas inhibitor protease terbesar terhadap ketiga jenis substrat pada lingkungan
yang cenderung asam, bahkan untuk substrat subtilisin aktivitas inhibitor protease
terbesar terjadi pada pH 4, dan berangsur berkurang seiring dengan kenaikan pH.
Tabel 6 Aktivitas inhibitor protease (%) pada berbagai pH
Aktivitas inhibitor protease (%) pada pH Isolat Substrat
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Proteinase K 60.93 68.3 78.26 98.6 98.94 91.72 74.05 73.2 58.64 55.68 Ekstrak Kasar 58.57 77.78 84.4 85.71 73.83 58.33 54.55 52.94 50.67 50.54 SAB S-17Subtilisin 66.98 93.33 68.89 66.35 51.11 41.91 36.51 30.16 29.84 28.25 Proteinase K 78.19 98.91 99.33 99.07 95.75 97.24 92.58 90.85 88.46 88.8 Ekstrak Kasar 7.58 41.67 62.5 75 92.86 96.67 69.77 60 58.06 53.25 SAB S-21Subtilisin 31.75 33.65 50.79 73.97 98.41 86.67 82.22 75.87 62.22 53.02 Proteinase K 64.56 69.4 80.6 90.66 89.37 82.07 74.05 72.54 71.14 67.33 Ekstrak Kasar 66.07 68 73.45 93.5 92.65 86.05 85.44 78.73 56.21 50 SAB S-43Subtilisin 35.56 51.11 71.75 97.78 96.83 94.6 93.02 65.71 60.32 49.84
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
25
Pada kondisi penentuan pH optimum dalam berbagai kisaran pH, ketiga
isolat mampu menghasilkan inhibitor protease yang tinggi terhadap substrat
proteinase K (Gambar 9). Isolat SAB S-21 memiliki aktivitas tinggi (96,67%)
dalam menghambat ekstrak kasar dari bakteri patogen EPEC K11 pada pH 8.
Begitu juga pada Isolat SAB S-17 dan Isolat SAB S-43 memiliki aktivitas
inhibitor protease tinggi dalam menghambat ekstrak kasar dari bakteri patogen P.
aeruginosa dan S. aureus pada pH optimum 6 (Gambar 10).
Isolat SAB S-21 juga memiliki aktivitas inhibitor protease tertinggi dalam
menghambat substrat subtilisin sebesar 98,41% pada pH optimum 7 (Gambar 11).
Isolat SAB S-21 paling baik dalam menghambat substrat baik proteinase K
maupun subtilisin jika dibandingkan dengan isolat lainnya pada kondisi pH 5 dan
7. Kisaran pH optimum pada ketiga isolat yang berasosiasi dengan spons Jaspis
sp. dalam menghasilkan aktivitas inhibitor protease cukup luas yaitu dari pH 4
sampai 8. Nilai aktivitas inhibitor protease yang dihasilkan oleh ketiga isolat
terhadap ketiga substrat dalam kisaran yang sama yaitu lebih dari 85%.
Gambar 9 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat
proteinase K
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
26
Gambar 10 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat
ekstrak kasar protease bakteri patogen
Gambar 11 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat
subtilisin
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
27
Identifikasi Bakteri Penghasil Inhibitor Protease
Tiga isolat yang berpotensi menghasilkan senyawa inhibitor protease
diidentifikasi secara fisiologi yaitu dari pewarnaan Gram, uji katalase, pewarnaan
spora, dan uji biokimia (Tabel 7).
Tabel 7 Karakteristik fisiologi dan morfologi bakteri penghasil inhibitor protease yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp.
Kode Isolat Karakteristik SAB S-17 SAB S-21 SAB S-43
Gram - + + Spora - + + Katalase - + + Bentuk Batang Batang Batang Warna Koloni Orange Putih Putih Lisin - - - Ornitin - - - H2S - - - Glukosa + - - Mannitol + - - Xilosa - - - Galaktopiranosida (ONPG) + - - Indol - - - Urease - - - Voges Preskauer (VP) - - - Sitrat + - - Trptofan deaminase (TDA) - - - Nitrat + - - Gelatin - - - Malonat - - - Inositol - - - Sorbitol - - - Ramnosa - - - Sukrosa + - - Laktosa - - - Arabinosa + - - Adonitol - - - Rafinosa - - - Salisin + - - Arginin + - - Keterangan : + = menggunakan senyawa tersebut dalam proses hidupnya.
- = tidak menggunakan senyawa tersebut.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
28
Isolat yang termasuk bakteri gram negatif diidentifikasi secara biokimiawi
dengan menggunakan Kit Microbact dan hasilnya menunjukkan bahwa isolat
SAB S-17 termasuk Enterobacter agglomerans dengan keakuratan 39,89%
artinya isolat SAB S-17 homologi dengan Enterobacter agglomerans dengan
identitas sebesar 39,89%. Dapat diketahui bahwa tiga isolat yang berpotensi
sebagai penghasil inhibitor protease memiliki karakteristik yang beragam, ada
satu isolat yang termasuk bakteri gram negatif (SAB S-17) dan dua isolat
termasuk bakteri gram positif (SAB S-21, dan SAB S-43). Kedua bakteri gram
positif ini juga diketahui menghasilkan endospora, serta memiliki kemampuan
menghasilkan enzim katalase yang berperan dalam mendegradasi hidrogen
peroksida.
Identifikasi Isolat Terpilih dengan Analisis Gen 16S rRNA
Hasil analisis gen 16S rRNA dari ketiga isolat terpilih diawali dengan
amplifikasi gen 16S rRNA dengan PCR. Dari hasil amplifikasi gen 16S rRNA
dengan PCR diperoleh pita DNA spesifik berukuran 1300 pasang basa (pb) pada
masing-masing isolat (Gambar 12).
Gambar 12 Gel elektroforesis gen 16S rRNA (1300 pb) dari tiga isolat yang berpotensi sebagai penghasil inhibitor protease.
1300 pb
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
29
Hasil sekuen dari gen 16S rRNA (Lampiran 4) dari tiap isolat kemudian
dianalisis dengan metode BLASTN terhadap data GenBank. Hal ini diperlukan
untuk memperoleh data homologi tiap isolat terhadap data GenBank (Tabel 8).
Tabel 8 Hasil analisis BLASTN ketiga isolat terpilih terhadap data GenBank
Isolat Homolog dengan Identitas Nomor Akses
SAB S-17 Paracoccus sp. Jx9 86% FJ539115
SAB S-21 Bacillus pumilus strain 210_50
100% GQ199752
SAB S-43 Bacillus subtilis strain DURCK11
98% FJ430065
Analisis Pohon Filogenetik
Sekuen gen 16S-rRNA ketiga isolat terpilih kemudian digunakan untuk pembuatan pohon filogenetika menggunakan program TreeCon (Gambar 13).
Gambar 13 Pohon filogenetik dari tiga isolat terpilih yang berpotensi sebagai
penghasil inhibitor sprotease berdasarkan sekuen gen 16S rRNA.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
PEMBAHASAN
Hasil isolasi bakteri yang bersimbiosis dengan spons Jaspis sp. yang berasal
dari perairan Pulau Raja Ampat (Papua) diperoleh 136 isolat dengan bentuk dan
warna koloni yang berbeda-beda, tiga isolat diantaranya menunjukkan potensi
yang cukup tinggi sebagai penghasil inhibitor protease. Dari hasil penelitian dapat
dianalisa bahwa bakteri patogen yang menghasilkan protease mampu dihambat
kemampuan proteolitiknya oleh bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp.
Hal ini diduga karena bakteri laut memiliki senyawa inhibitor protease yang
mekanisme kerjanya menghambat pembentukan zona protease atau mengurangi
zona protease dibandingkan dengan kontrol.
Ketiga isolat yang menghasilkan inhibitor protease adalah yang mampu
menghambat bakteri patogen (P. aeruginosa, S. aureus, dan EPEC K11) untuk
mendegradasi protein (skim). Bukti ini ditandai dengan tidak adanya zona
protease atau berkurangnya zona protease disekitar bakteri tersebut dibandingkan
dengan kontrol, pada medium yang mengandung protein (skim). Isolat SAB S-17
mampu menghambat protease bakteri S. aureus sebesar 55,5%, isolat SAB S-43
mampu menghambat protease bakteri P. aeruginosa sebesar 62,5%, dan isolat
SAB S-21 mampu menghambat protease bakteri EPEC K11 sebesar 100%.
Hasil waktu produksi protease dari beberapa bakteri patogen (Tabel 3)
menunjukkan bahwa ketiga bakteri patogen yaitu: P. aeruginosa mampu
mensekresikan protease ekstraseluler pada fase stasioner. S. aureus dan EPEC
K11 menghasilkan protease pada saat pertumbuhan bakteri menjelang stasioner.
Penelitian tentang produksi optimum protease ini juga dilakukan oleh Fawzya
(2002) menunjukkan bahwa bakteri asal ikan hiu (Carcharhinus limbatus)
menghasikan protease optimal pada jam ke 24 fase stasioner. Protease yang
dihasilkan oleh bakteri pada fase stasioner sebagai mekanisme pertahanan diri
terhadap inang.
Berdasarkan hasil pengujian secara kuantitatif dapat diketahui bahwa isolat
SAB S-17, isolat SAB S-21, dan isolat SAB S-43 menghasilkan aktivitas inhibitor
protease pada waktu inkubasi masing-masing 20, 24 dan 12 jam (Gambar 3, 4, &
5). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati et al. (2006)
yaitu diketahui bahwa isolat 10A6, 6A3, dan 9A51 yang berasosiasi dengan spons
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
31
menghasilkan inhibitor protease bakteri patogen E. coli, S. aureus, dan P.
aeruginosa pada waktu inkubasi masing-masing 24, 20 dan 12 jam. Kondisi yang
sama dapat dilihat pada Serratia marcescens yang mempunyai aktivitas inhibitor
ekstraseluler tertinggi pada jam ke-18, dan aktivitas inhibitor intraseluler pada jam
ke-12 (Kim et al. 1995). Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Murao et al. (1982), aktivitas inhibitor tertinggi yang dihasilkan oleh
Streptomyces rishiensis adalah pada jam ke 24-36, yaitu pada fase menjelang
stasioner. Hasil penelitian terhadap Monascus purpureus menunjukkan aktivitas
inhibitor tertinggi pada hari ke-7 sampai ke-10, yaitu pada fase stasioner (Saruno
et al. 1981). Beberapa hasil penelitian yang lain menunjukkan hasil yang sama,
seperti yang dilakukan oleh Imada et al. (1985a, b). Alteromonas sp.
menghasilkan inhibitor marinostatin dengan aktivitas tertinggi pada jam ke-18
sampai ke-36 (Imada et al. 1985b).
Isolat SAB S-21 merupakan isolat yang paling baik dalam menghasilkan
inhibitor protease terhadap ketiga substrat. Isolat SAB S-21 mampu menghambat
pembentukan protease bakteri patogen pada manusia penyebab diare yaitu EPEC
K11. Sedangkan, isolat SAB S-43 mampu menghambat pembentukkan protease
pada bakteri P. aeruginosa, dan isolat SAB S-17 mampu menghambat protease
yang dihasilkan oleh bakteri S. aureus. Mekanisme kerjanya dengan cara
menghambat pembentukan protease ekstraseluler yang diseksresikan oleh bakteri
patogen. Proses penghambatan itu bisa berupa mengurangi produktivitas enzim
protease yang dihasilkan oleh bakteri patogen dengan cara mencegah substrat
untuk memasuki tempat aktif. Bisa juga berupa menghambat reaksi enzimatik
dengan cara berikatan pada bagian lain pada enzim itu (Campbell et al. 1999).
Selain itu, kondisi suhu dan pH juga mempengaruhi aktivitas inhibitor protease.
Inhibitor protease memiliki aktivitas maksimum pada suhu tertentu, aktivitasnya
akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu hingga mencapai suhu optimum.
Setelah itu kenaikan suhu lebih lanjut akan menyebabkan aktivitasnya menurun.
Hal yang unik terjadi pada isolat SAB S-17 yang mampu menghasilkan
aktivitas inhibitor protease pada suhu 60oC dan pH optimum 6 terhadap substrat
proteinase K. Kondisi ini sama dengan P. aeruginosa yang menghasilkan aktivitas
proteolitik pada suhu 60oC dan pH optimumnya 8 (Begum et al. 2007). Selain itu,
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
32
ini juga terjadi pada Achanthamoeba lugdunensis KA/ E2 berpotensi
menghasilkan inhibitor protease serin yang stabil pada kondisi suhu 40oC sampai
60oC (Kim et al. 2003). Terjadinya aktivitas inhibitor protease pada suhu tinggi
karena proteinase K merupakan protease serin yang stabil pada kondisi suhu 40oC
sampai 60oC.
Fenomena menarik juga terjadi pada isolat SAB S-21 yang memiliki
aktivitas inhibitor protease terhadap ekstrak kasar meningkat sangat tajam pada
suhu 10oC sampai dengan suhu 30oC (Gambar 8). Sesuai dengan Lee et al. 2000
yaitu bakteri laut Pseudoalteromonas sp. strain A28 memiliki suhu optimumnya
pada 30oC. Selain itu pada bakteri laut Pseudoalteromonas sagamiensis penghasil
inhibitor protease memiliki suhu optimum pada 27oC (Kobayashi et al. 2003).
Kondisi ini juga terjadi pada Pseudoalteromonas (Alteromonas) yaitu bakteri laut
yang hidup bebas dengan plankton dan dapat beradaptasi pada kisaran suhu 10oC
sampai 30oC (Corpe 1970).
Ketiga isolat memiliki aktivitas inhibitor protease pada kondisi suhu 10oC
dalam menghambat substrat subtilisin. Demikian juga pada kondisi ekstrak kasar
sebagai substrat, ketiga isolat menghasilkan aktivitas inhibitor protease cukup
tinggi pada suhu 10oC. Aktivitas tersebut akan menurun pada suhu 50oC sampai
70oC karena terjadi denaturasi enzim. Scopes (1987) menyatakan bahwa inhibitor
protease yang mengalami perubahan konformasi akan menyebabkan turunnya
aktivitas. Disamping itu ada kemungkinan terjadi pemutusan ikatan-ikatan di
dalamnya yang menyebabkan inhibitor tersebut tidak stabil pada suhu yang sedikit
tinggi diatas suhu optimumnya.
Kisaran suhu optimum yang diperoleh oleh ketiga isolat yaitu 30oC sampai
60oC membuktikan bahwa kondisi aktifnya inhibitor protease dalam menghambat
mekanisme pembentukan protease oleh bakteri patogen berada pada kisaran suhu
tersebut. Sedangkan pada suhu tinggi yaitu 70oC aktivitasnya menurun, hal ini
karena enzim akan terdenaturasi pada kondisi suhu panas yang mengakibatkan
rusaknya struktur, sehingga tidak ada penghambatan atau sedikit
penghambatannya (Fujiwara & Yamamoto 1987).
Berdasarkan hasil uji optimasi pH isolat SAB S-21 menghasilkan aktivitas
inhibitor protease cukup tinggi pada berbagai kisaran pH yaitu pH 3 sampai 12
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
33
dengan proteinase K sebagai substratnya. Hasil yang diperoleh tersebut tidak
berbeda jauh dengan yang dilakukan oleh Wee et al. 2000 yaitu ditunjukkan oleh
bakteri Photorhabdus luminescens yang menghasilkan inhibitor protease stabil
pada pH 3,5 sampai 11 dengan substrat termolisin, subtilisin, proteinase A dan
lain-lain. Untuk kedua isolat lainnya memiliki aktivitas inhibitor protease berada
pada pH 6 terhadap substrat proteinase K. Proteinase K termasuk kelompok serin
protease, dimana serin protease memiliki kisaran pH untuk proteinase K yaitu pH
7,5 sampai 12, jadi isolat SAB S-21 masih menghasilkan aktivitas inhibitor
protease pada kondisi pH 12 terhadap substrat proteinase K.
Sedangkan pada subtilisin sebagai substratnya isolat SAB S-21 memiliki
aktivitas inhibitor protease tertinggi (98.41%) pada pH 7. Untuk isolat SAB S-43
pada pH 6 dan isolat SAB S-17 pada pH 4. Hal ini sesuai penelitian yang
diakukan oleh Hoffman et al. 2000 dari bakteri laut Pseudoalteromonas atlantica
yang memiiki aktivitas tinggi pada pH 4,4 sampai 10,5. Kisaran pH yang
diperoleh oleh ketiga isolat tersebut dalam menghasilkan aktivitas inhibitor
protease tertingginya pada pH 4 sampai 7, namun ada yang masih tinggi
aktivitasnya pada pH 9 untuk isolat SAB S-43. Hasil tersebut sesuai dengan
Imada et al. 1986 yang menghasilkan subtilisin inhibitor peptida yang diisolasi
dari bakteri Alteromonas sp. yang berasosiasi dengan spons memiliki kisaran pH 4
sampai 7 dan kurang stabil pada pH 10.
Pada uji pH ini menggunakan bufer yang berguna dalam mencegah
perubahan radikal pH dengan penambahan larutan asam lain atau larutan basa
lain. Terjadinya perubahan nilai pH selama proses inkubasi sangat mempengaruhi
kerja enzim karena perubahan pH menyebabkan terjadinya perubahan pada daerah
katalitik dan konformasi dari enzim, dimana sifat ionik dari gugus karboksil dan
gugus amino enzim tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pH. Selain itu,
perubahan pH dapat menyebabkan denaturasi enzim sehingga dapat menimbulkan
hilangnya fungsi katalitik enzim (Dick et al. 2000). Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pH merupakan salah satu faktor yang memiliki potensi untuk
mempengaruhi aktivitas enzim, serta sangat erat kaitannya dengan fungsi aktif
enzim, kelarutan substrat, dan ikatan enzim terhadap substrat.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
34
Hasil amplifikasi gen 16S rRNA dari ketiga isolat yang diuji menghasilkan
fragmen pita spesifik berukuran 1300 pasang basa. Dari hasil analisis sekuen gen
16S rRNA homologinya menunjukan tingkat kemiripan yang tinggi dengan
Bacillus dan Paracoccus. Pohon filogenetik berdasarkan sekuen gen 16S rRNA
dari tiga isolat yang mampu menghasilkan senyawa inhibitor protease
menunjukkan bahwa isolat SAB S-17 yang termasuk dalam bakteri Paracoccus
sp. Jx9 (tingkat keriripan 86%) membentuk kelompok sendiri yang terpisah dari
isolat lain. Isolat SAB S-43 dan SAB S-21 membentuk kelompok pertama,
kelompok ini berada bersama-sama dengan Bacillus sp. NQ18. Isolat SAB S-43
termasuk dalam Bacillus subtilis strain DURCK11 (98%), isolat SAB S-21
termasuk dalam Bacillus pumilus strain 210_50 (100%). Isolat SAB S-21 ini
selain memiliki kemampuan sebagai inhibitor protease juga sebagai antifungi
(Bottone & Peluso 2002).
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
SIMPULAN
Dari penelitian ini, berhasil diisolasi 136 isolat bakteri yang bersimbiosis
dengan spons Jaspis sp. baik dari bagian permukaan maupun endofit. Bakteri
tersebut memiliki kemampuan dalam penghambatan (kuantitatif %
penghambatan) protease terhadap bakteri patogen yaitu P. aeruginosa, S. aureus,
dan EPEC K11. Berdasarkan uji fisiologis dan biokimiawi bahwa bakteri
potensial terpilih yang mampu menghasilkan inhibitor protease termasuk ke
dalam kelompok bakteri gram negatif (isolat SAB S-17) dan bakteri gram positif
(SAB S-21 dan SAB S-43). Aktivitas inhibitor protease tertinggi diperoleh oleh
isolat SAB S-21 pada waktu inkubasi selama 20 jam untuk proteinase K
(84,85%) dan selama 24 jam untuk substrat ekstrak kasar dari bakteri patogen
(97,39%), dan untuk substrat subtilisin yaitu selama 20 jam (64,74%). Ketiga
isolat yang diuji menghasilkan aktivitas inhibitor protease tertinggi pada kisaran
suhu optimum yaitu 30oC terhadap ketiga substrat (proteinase K, substrat ekstrak
kasar, dan subtilisin). pH optimum yang diperoleh ketiga isolat ini berada pada
kisaran pH 4-8 terhadap ketiga substrat. Berdasarkan hasil sekuen dan analisis
pohon filogenetika isolat SAB S-17 homolog dengan bakteri Paracoccus sp. Jx9
sebesar 86%, isolat SAB S-21 homolog dengan bakteri Bacillus pumilus strain
210_50 sebesar 100%, dan isolat SAB S-43 homolog dengan bakteri Bacilus
subtilis strain DURCK11 sebesar 98%.
SARAN
Perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk karakterisasi senyawa inhibitor
protease yang dihasilkan oleh bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
DAFTAR PUSTAKA Anthony et al. 2002. Dysinosin A: A novel inhibitor of factor VIIa and thrombin
from a new genus and species of Australian sponge of the family Dysideidae. Am Chem Soc 45:13340-13341.
Barret AJ, Rawling ND, Woessner JF. 2003. The Handbook of Proteolityc Enzymes. Ed 2nd. Academic Press.
Begum et al. 2007. Characterization of an intracellular protease from Pseudomonas aeruginosa. J Med Sci 23:227-232.
Bisswanger H. 2002. Enzyme Kinetics Principles and Methods. Weinheim: Wiley-VCH.
Bode W dan Huber R. 1992. Natural protein proteinase inhibitors and their interaction with proteinases. Eur J Biochem 204:433–451.
Bottone EJ dan Peluso RW. 2002. Production by Bacillus pumilus (MSH) of an antifungal compound that is active against Mucoraceae and Aspergillus species: preliminary report. J Med Mic 52:69-74.
Campbell NA, Reece JB, Mitchel LG. 1999. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Cappucino JG dan Shermna N. 1983. Microbiology: A laboratory manual. New York: Addison-Wesley Publishing Company.
Demuth HU. 1990. Recent developments in inhibiting cysteine and serine
proteases. J Enzyme Inhib 3:249–278.
Dick WA, Cheng L, Wang P. 2000. Soil acid and alkaline phosphatase activity as pH adjustment indicators. Soil Biol Biochem 32:1915-1919.
Ebeling W. 1974. Proteinase K from Tritrachium album Linder. Eur J Biochem 47: 91.
Elyakov GB, Kuznetsova TA, Stonik VA, Mikhailov VV. 1994. New trends of marine biotechnology development. Pure Appl Chem 4:811-818.
Fawzya YN. 2002. Karakterisasi protease ekstraseluler dari isolat bakteri asal ikan hiu (Carcharhinus limbatus). Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Feltzer RE, Trent JO, Gray RD. 2003. Alkaline proteinase inhibitor of Pseudomonas aeruginosa. Biol Chem 28:25952-25957.
Friedrich et al. 2001. Microbial diversity in the marine spons Aplysina cavernicola (formerly Verongia cavernicola) analyzed by fluorescence in situ hybridization (FISH). Mar Biol 134:461-470.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
37
Fujiwara N dan Yamamoto K. 1987. Production of alkaline protease in low cost medium by alkalophilic Bacillus sp. and properties of the enzyme. J Ferment Technol 3:345-348.
Hammond JBW, Kruger J. 1988. The Bradford method for protein quantitation. Di dalam Walker JM, editor. The Protein Protocols Handbook. Ed2nd . New Baersey: Humana Press.hlm 15-21.
Hentschel et al. 2001. Isolation and phylogenetic analysis of bacteria with antimicrobial activities from the Mediterranean sponss Aplysina aerophoba and Aplysina cavernicola. FEMS Microbiol Ecol 35:305-312.
Hoffman M dan Decho WA. 2000. Proteolityc enzyme in the marine bacterium Pseudoateromonas atlantica: post-secretional activation an effects of environmental conditions. Aquatic Mic Ecol 23: 29-39.
Imada C, Simidu U, Taga N. 1985a. Isolation and characterization of marine bacteria producing alkaline protease inhibitor. Bull Jap Soc Sci Fish 51:799-803.
Imada C, Simidu U, Taga N. 1985b. Purification and characterization of the protease inhibitor “monostatin” from a marine Alteromonas sp. with reference to inhibitor of the protease produced by a bacterium pathogenic to fish. Bull Jap Soc Sci Fish 31:1089-1094.
Imada C, Taga N, Maeda M. 1985c. Cultivation conditions for subtilisin inhibitor-producing bacterium and general properties of the inhibitor “marinostatin”. Bull Jap Soc Sci Fish 51:805-810.
Imada C, Hara S, Maeda M, dan Simidu U. 1986a. Amino acid sequences of marinostatins C-1 and C-2 from marine Alteromonas sp. Bull Jap Soc Sci Fish 52:1455–1459.
Imada C, Maeda M, Hara S, Taga N, dan Simidu U. 1986b. Purification and characterization of subtilisin inhibitors ‘‘marinostatin’’produced by marine Alteromonas sp. J Appl Bacteriol 60:469–476.
Imada C. 2004. Enzyme inhibitors of marine microbial origin with pharmaceutical importance. Mar Biotechnol 6:193-198.
Isshiki et al. 1998. TMC-52 A to D, novel cysteine proteinase inhibitors, produced by Gliocladium sp. Antibiotics 51:629-634.
Isshihara M, Atta K, Tawata S, Toyama S. 1999. Purification and characterization of intracelluler cystein protease inhibitor from Chlorella sp. Food Sci Tech 5: 210-213.
Kim KS, Kim TU, Byun SM, Shin YC. 1995. Characterization of a metalloprotease inhibitor protein (SmaPl) of Serratia marcescens. Appl Environ Microbiol 61:3035-3041.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
38
Kim HK, Young RH, Yu SH, Chung DI. 2003. Purification and characterization of a 33 kDa serine protease from Acanthamoeba lugdunensis KA/E2 isolated from a Korean keratitis patient. J Parasitol 41: 189-196.
Kobayashi et al. 2003. Pseudoalteromonas sagamiensis sp. Nov. a marine bacterium that produces protease inhibitors. Syst Evol Microbiol 53:1807-1811.
Kobori H, dan Taga N. 1980. Extracellular alkaline phosphatase from marine bacteria: purification and properties of extracellular phosphatase from a marine Pseudomonas sp. Can J Microbiol 26:833–838.
Lee et al. 2000. Involvement of an extracellular protease in algicidal activity of the marine bacterium Pseudoalteromonas sp. Strain A28. J Environ Microbiol 66: 4334-4339.
Lee YK, Lee JH, Lee HK. 2001. Microbial symbiosis in marine sponges. Microbiol 30:254-264.
Marangoni AG. 2003. Enzyme Kinetics and Modern Approach. New Jersey: Willey Interscience.
Marchesi et al. 1998. Design and evaluation of useful bacterium specific PCR primers that amplify genes coding for bacterial 16S-rRNA. Appl Environ Microbiol 64:795-799.
Munro et al. 1999. The discovery and development of marine compounds with pharmaceutical potential. Biotechnology 70:15-25.
Murao S, Kasai N, Kimura Y, Oda K. 1982. Isolation of metalloproteinase inhibitor (FMPI) producing microorganism. Agric Biol Biochem 46:2697-2703.
Nurhayati T, Suhartono MT, Nuraida L, Poerwanto BS. 2006. Preliminary characterization of protease inhibitor from bacteria-associated with sponge from Panggang Island, Seribu Islands. Hayati 13: 58-64.
Nurhayati T, Suhartono MT, Suptijah P, Febrian I. 2004. Screening inhibitor protease dari sponge, Kepulauan Seribu. Bul THP 7:72-83.
Osclarit JM. 1994. Anti-bacillus substance in the marine sponge, Hyatella species, produced by an associated Vibrio species bacterium. Microbiology 78:7-16.
Proksch P, Edrada RA, Ebel R. 2002. Drugs from the seas - current status and microbiological implications. Appl Environ Microbiol 59:125-134.
Saruno R, Setoyama T, Nakashima C, Kato F, Murata A. 1981. Purification and some properties of nuclease inhibitor from Monascus purpureus. Agric Biol Chem 45:133-139.
Saryono, Sulistyati IP, Zul D, Martina A. 1999. Identifikasi jamur pendegradasi inulin pada rizosfir umbi dahlia (Dahlia variabilis). J Nat Ind 1: 22-27
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
39
Scopes RK. 1987. Protein Purification, Principles and Practice. Ed Ke-2. New York: Springer-Verlag.
Stierle AC, Cardellina II JH, Singleton FL. 1988. A marine Micrococcus produces metabolites ascribed to the sponge Tedania ignis. Experientia 44:1021.
Tsushima et al. 1992. Candida albicans produces a cystatin type cysteine proteinase inhibitor. J Bacteriol 174: 4807-4810.
Van de Peer Y, De Wachter R. 1993. TREECON: a software package for the construction and drawing of evolutionary trees, copmut. Appl Biosci 9:177-182.
Walter HE. 1984. Proteinases (Protein as Substrates). method with haemoglobin, casein, and azocoll as substrate. Di dalam Bergmeyer, Graβ1 M, editor. Methods of Enzymatic Analysis. 3rd ed. Weinheim:Verlag Chemie.
Wee EK, Christoper R, Yonan, Chang FN. 2000. A new broad-spectrum protease inhibitor from the entomopathogenic bacterium Photorhabdus luminescens. Microbiology 146: 3141-3147.
Wilkinson CR. 1978. Microbial associations in sponss. I. Ecology, physiology and microbial populations of coral reef. Mar Biol 49:161-167.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
40
Lampiran 1 Komposisi Media
Media SWC (Sea Water Complete) untuk 1100 mL
Bacto Pepton 5,5 gr Yeast Extract 1,1 gr Gliserol 3,3 gr Air Laut steril 825 mL Aquades 275 mL Agar 16,5 gr
Komposisi PBS (Phosphate Bufer Saline) untuk 500 mL
NaCl 4 gr KH2PO4 0,1 gr Na2PO4 0,75 gr KCL 0,1 gr Aquades 500 mL
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
41
Lampiran 2 Kurva Standar Penentuan Konsentrasi Protein Menurut Metode Bradford
Tabel 9 Konsentrasi protein menurut Metode Bradford
Konsentrasi BSA (mg/ml)
Volume BSA (ml)
Volume Akuades (ml)
0.01 0.06 9.94 0.02 0.1 9.9 0.03 0.15 9.85 0.04 0.2 9.8 0.06 0.3 9.7 0.08 0.4 9.6 0.1 0.6 9.4 0.2 1 9 0.3 1.5 8.5
Kurva standar penentuan konsentrasi protein menggunakan proteinase K
Kurva Standar penentuan konsentrasi protein menggunakan subtilisin
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
42
Kurva standar aktivitas protease oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa
Kurva Standar aktivitas protease oleh bakteri EPEC K11
Kurva Standar aktivitas protease oleh bakteri S. aureus
Lampiran 3 Produksi protease (A) P. aeruginosa (B) S. aureus (C) EPEC K11
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
43
(A)
(B)
(C)
Lampiran 4 Hasil sekuen DNA 650 nukleotida
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
44
>SAB S-21 (650 basa)
TGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCTGTAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGAGCTAATACCGGATAGTTCCTTGAACCGCATGGTTCAAGGATGAAAGACGGTTTCGGCTGTCACTTACAGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCGACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTGCAAGAGTAACTGCTTGCACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGGGCTCGCAGGCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGCTCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGGAAACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAATTCCACGTGT >SAB S-43 (650 basa)
TGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCTGTAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGGGCTAATACCGGATGGTTGTTTGAACCGCATGGTTCAAACATAAAAGGTGGCTTCGGCTACCACTTACAGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCAACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTACCGTTCGAATAGGGCGGTACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGGGCTCGCAGGCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGCTCACCCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGGGAACTTGAGTGCAAAAAAGAAAGTGCACTCCCCGTGTA >SAB S-17 (650 basa)
TATGAGTAACGCAATGGGAACATGCCCTTCTCTACCCCATTACCCCCGGTTAAACTGGTCAGTAATGCCGATATCCGCCCTTTGGGGGAAAGATTTATCGTGAAAAGGTATCGGCCCGCGTTGGATTATTTCGTTGGTGGGGTAATGGCCCACCAATCCGACTATCCATAGGCTGGTTGGACAGGATGATCAACCACACTGGGACTGACACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCACTGAGTGGGGAATCTTACACCATGGGGGCAACCCTGATCTAACCATGCCGCGTGAGTGATAAACGCCTTACGGTTGTAAAGCTCTTTCAGTTGGGAACATAATGACTGTACCCGCTTAAAACGCCCCGGATAACTCCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGGACGGGGCTATCGTTGTTCGGAATTACTGGGCTTAAAGCGCACGTAGGCTGACTGGAAATTCTTAGGTGAAATCCCATGGCTCGACCTTGGAACTGTCTGTGAAACTATCGCTCTGCATTACGATAGACGTGAGTGGACTTCCGACTGTCTAGGTGACATTCGGAGATTTCCGAATTACCACCAGTGCCGAAGACTGCTCATTG
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)