2006jum1

105
BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR DIAZINON SECARA EX SITU DENGAN MENGGUNAKAN KOMPOS LIMBAH MEDIA JAMUR (SPENT MUSHROOM COMPOST) JUMBRIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Upload: gunadi-p

Post on 14-Aug-2015

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2006jum1

BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR DIAZINON SECARA EX SITU DENGAN MENGGUNAKAN

KOMPOS LIMBAH MEDIA JAMUR (SPENT MUSHROOM COMPOST)

JUMBRIAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

Page 2: 2006jum1

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Bioremediasi Tanah Tercemar

Diazinon Secara Ex Situ dengan Menggunakan Kompos Limbah Media Jamur

(Spent Mushroom Compost) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2006

Jumbriah

NIM F351030251

Page 3: 2006jum1

ABSTRAK

JUMBRIAH. Bioremediasi Tanah Tercemar Diazinon Secara Ex Situ dengan Menggunakan Kompos Limbah Media Jamur (Spent Mushroom Compost). Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI, MOH. YANI dan M. AHKAM SUBROTO. Pestisida merupakan senyawa asing (xenobiotik) dan sulit terdegradasi pada kondisi tertentu (rekalsitran) sehingga perlu penanganan yang serius agar tidak membawa dampak negatif bagi lingkungan dan manusia. Salah satu metode yang dapat dilakukan yaitu dengan teknik bioremediasi menggunakan spent mushroom compost (SMC). Tanah dicemari diazinon dengan konsentrasi 500 ppm,1000 ppm, dan 1500 ppm kemudian ditambahkan SMC sebanyak 10%, 20%, dan 30% lalu diinkubasi selama 28 hari. Penurunan konsentrasi diazinon diukur setiap minggu dengan cara mengestraksi sampel dengan etil asetat dan dianalisis dengan spektrofotometer. Pengolahan data menggunakan metoda respon permukaan (RSM).

Dari hasil analisis diperoleh pada hari ke-14 titik maksimum penurunan konsentrasi diazinon mencapai 88.1% pada perlakuan kombinasi jumlah kompos 30% dan konsentrasi diazinon 1000 ppm. Pada hari ke-21 penurunan konsentrasi diazinon mencapai 91.8% pada perlakuan kombinasi jumlah kompos 25% dan konsentrasi diazinon 1000 ppm. Pada hari ke-28 penurunan konsentrasi diazinon sebesar 97.5% pada perlakuan kombinasi jumlah kompos 26% dan konsentrasi diazinon 1000 ppm. Proses degradasi diazinon yang efektif dapat dilakukan selama 21 hari dengan penambahan kompos pada tanah sebesar 15-30% pada konsentrasi diazinon 1000 ppm. Beberapa jenis bakteri telah diisolasi dari SMC antara lain Bacillus mycoides, Bacillus cereus, Bacillus brevis, Pseudomonas stutzeri, dan Chromobacterium spp. Bakteri tersebut mampu tumbuh pada media padat yang mengandung diazinon hingga 500 ppm kecuali Bacillus brevis. Kemampuan bakteri mendegradasi diazinon dicirikan dengan pembentukan zona jernih di sekeliling koloni yang ditumbuhkan pada media padat mineral salt peptone yeast (MSPY) yang mengandung diazinon. Bacillus cereus mampu mendegradasi diazinon sampai 1700 ppm.

Page 4: 2006jum1

ABSTRACT

JUMBRIAH. Ex Situ Bioremediation of Diazinon Contaminated Soil by Using Spent Mushroom Compost. Under the direction of NASTITI SISWI INDRASTI, MOH. YANI dan M. AHKAM SUBROTO.

Pesticide is a xenobiotic compound and rexalcytran which should be handled seriously in order to prevent human and environment from those negative effects. One of the methods which can be utilized is bioremediation technique which is utilizing fresh spent mushroom compost (SMC). The diazinon contaminated soil whith the concentration of 500 ppm, 1000 ppm and1500 ppm, was added with SMC of 10%, 20% and 30%, then incubated for 28 days. The reduction of diazinon concentrate was analyzed every week through extracted sample with etyl acetat and measured by spectrophotometer. The data processing was conducted by using respon surface method (RSM).

Based on this analysis, the maximum point of diazinon concentrate reduction was 88% with the treatment of combination of 30% compost and 1000 ppm diazinon, it was obatined on the 14th. On the 21st day the diazinon concentration reduction was 91.8%. It was the result from combination of 25% compost and 1000 ppm diazinon. On 28th day, the diazinon concentration reduction was 97.5%, result from the treatment of 26% compost and 1000 ppm diazinon. The diazinon degradation process can be effectively ferformed by adding 15-30% compost, with 1000 ppm of diazinon within 21 days incubation.

Some of bacteria have been isolated from SMC. that were, Bacillus mycoides, Bacillus cereus, Bacillus brevis, Pseudomonas stutzeri, dan Chromobacterium spp. Those bacteria were able to growth in solid medium which contains diazinon up to 500 ppm, except Bacillus brevis. The ability of bacteria to degrade diazinon based on their properties is forming a clear zone around the colony which is growth in solid medium of mineral salt peptone yeast (MSPY). Apparently, it is only Bacillus cereus is able to degrade diazinon up to 1700 ppm.

Page 5: 2006jum1

© Hak cipta milik Jumbriah, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya

Page 6: 2006jum1

BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR DIAZINON SECARA EX SITU DENGAN MENGGUNAKAN

KOMPOS LIMBAH MEDIA JAMUR (SPENT MUSHROOM COMPOST)

JUMBRIAH

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

Page 7: 2006jum1

Judul Tesis : Bioremediasi Tanah Tercemar Diazinon Secara Ex Situ dengan Menggunakan Kompos Limbah Media Jamur (Spent Mushroom Compost)

Nama : Jumbriah NIM : F351030251 Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti

Ketua

Dr. Ir. Moh. Yani, M.Eng Dr. Ir. M. Ahkam S, M.App.Sc.APU Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

Tanggal Ujian: 16 Februari 2006 Tanggal Lulus:

Page 8: 2006jum1

Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan

berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah)

bagi kaum yang memikirkan. Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun

anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan tidak bercabang, disirami dengan air yang sama.

Kami melebihkan sebahagian tanaman-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda

(kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir. (Qs. Ar-Ra’d (13): 13-14)

Kupersembahkan buat

Ayah dan Ibu yang tercinta Yang telah membesarkan & mendidik

Dengan penuh pengorbanan yang tak ternilai

Page 9: 2006jum1

PRAKATA

Bismillahirrahmaanirrahim. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT karena dengan taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini yang dilaksanakan pada bulan April-Oktober 2005 di Laboratorium

Bioproses IV Puslit Biotek-LIPI Cibinong dengan judul: Bioremediasi Tanah

Tercemar Diazinon Secara Ex Situ dengan Menggunakan Kompos Limbah Media

Jamur (Spent Mushroom Compost).

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis

sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti selaku ketua Komisi

Pembimbing, Bapak Dr. Ir. Moh. Yani, M.Eng dan Bapak Dr. Ir. M. Ahkam

Subroto, M.App.Sc.,APU selaku anggota komisi pembimbing yang banyak

memberi bimbingan, arahan, perhatian, dan masukan selama penulis melakukan

penelitian dan penyusunan tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih dan

penghargaan kepada Ibu Atit Kanti, MSc selaku koordinator Laboratorium

Taksonomi LIPI-Bogor yang banyak membantu dan memberikan bimbingan

mengenai identifikasi bakteri.

Ungkapan terima kasih yang tulus dan ikhlas disampaikan kepada ayah dan

ibu serta adik-adikku atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga

kepada rekan-rekan mahasiswa TIP khususnya angkatan tahun 2003 yang banyak

membantu dan memberi dorongan serta motivasi. Kepada rekan-rekan di

Laboratorium Bioproses IV Bioteknologi LIPI-Cibinong yang banyak membantu

selama melakukan penelitian ini penulis ucapkan terima kasih. Terima kasih dan

penghargaan yang tak terhingga penulis ucapkan kepada Bapak koordinator

Proyek Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Melalui Sistem Bioremediasi

(RUT: 01.6401) tahun anggaran 2005 atas pendanaan dan fasilitas yang diberikan

kepada penulis sehingga penelitian ini dapat terlaksana.

Kepada semua pihak yang telah membantu secara moril maupun materil,

penulis menyampaikan terima kasih, semoga Allah SWT memberikan pahala

yang setimpal. Amin.

Bogor, Februari 2006 Penulis

Page 10: 2006jum1

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bone pada tanggal 1 September 1968 dari ayah H.

Lade Tellana dan ibu Hj. Nabang D. Penulis merupakan putri pertama dari empat

bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia Makassar dan lulus pada tahun

1994. Pada tahun 2003, penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan

pascasarjana di Program Studi Toknologi Industri Pertanian, Sekolan Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor.

Penulis bekerja sebagai dosen yayasan di Universitas Lakidende dan

karyawan di PT. Teknik Optimasi Prima (TOP) Consultant-Kendari.

Page 11: 2006jum1

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2. Permasalahan ..................................................................................... 2

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4

1.4. Hipotesis .............................................................................................. 4

1.5. Ruang Lingkup .................................................................................... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pestisida .............................................................................................. 5

2.2. Diazinon ............................................................................................. 8

2.3. Bioremediasi dan Biodegradasi .......................................................... 11

2.4. Degradasi Residu Pestisida Diazinon ................................................. 14

2.5. Kompos ............................................................................................... 19

2.6. Bioremediasi Menggunakan Kompos ................................................. 20

2.7. Kompos Limbah Media Jamur (Spent Mushroom Compost) .............. 21

3. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 24

3.2. Alat dan Bahan .................................................................................... 24

3.2.1. Alat .......................................................................................... 24

3.2.2. Bahan ...................................................................................... 24

3.3. Pengambilan Sampel untuk Perlakuan ................................................ 25

3.4. Desain Penelitian ................................................................................. 25

3.4.1. Penelitian Tahap I ................................................................... 25

3.3.3. Penelitian Tahap II .................................................................. 25

3.5. Proses Biodegradasi Diazinon ............................................................ 26

3.6. Analisis Kadar Diazinon ..................................................................... 27 3.6.1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ............................................. 27

Page 12: 2006jum1

3.6.2. Spektrofotometer UV-VIS ....................................................... 28

3.7. Isolasi Mikroba dan Identifikasi ......................................................... 28

3.7.1. Pembuatan Media .................................................................... 28

3.7.1.1. Potato Dextrose Agar (PDA) .................................... 28

3.7.1.2. Nutrien Agar (NA) .................................................... 29

3.7.2. Isolasi Mikroba (Bakteri dan Kapang) .................................... 29

3.7.3. Pewarnaan Bakteri .................................................................. 31

3.7.4. Determinasi dan Identifikasi ................................................... 33

3.7.5. Uji Kemampuan Degradasi Diazinon ..................................... 37

3.7.5.1. Pembuatan Media NA Adaptasi ................................ 38

3.7.5.2. Pembuatan Media MSPY .......................................... 38

3.8. Analisis Aktivitas Mikroba dengan Fuorescein

Diacetate (FDA) Assay ....................................................................... 39

3.9. Rancangan Percobaan ......................................................................... 40

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Diazinon ................................................................................ 42

4.1.1. Analisis Degradasi Diazinon dengan KLT ............................. 42

4.1.2. Analisis Penurunan Konsentrasi Diazinon

dengan Spektrofotometer ........................................................ 43

4.2. Isolasi dan Identifikasi Bakteri dari SMC ........................................... 58

4.3. Uji Kemampuan Degradasi Diazinon ................................................ 60

4.4. Komposting ......................................................................................... 62

4.5. Uji Aktivitas Mikroba ......................................................................... 66

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 69

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 70

LAMPIRAN ..................................................................................................... 75

Page 13: 2006jum1

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Penemuan toksikologi dan evaluasi pada insektisida tertentu .................... 10

2. Karakteristik kompos limbah media jamur ................................................ 22

3. Komposisi kompos limbah media jamur ................................................... 23

4. Kisaran dan taraf peubah uji pada optimasi bioremediasi ......................... 40

5. Matriks satuan percobaan ........................................................................... 41

6. Jumlah populasi, aktivitas mikroba dan degradasi diazinon .................... 52

7. Pembentukan zona jernih oleh Bacillus cereus .......................................... 62

8. Hasil analisis unsur hara SMC yang digunakan ......................................... 63

9. Hasil analisis unsur hara pada sampel (tanah + kompos) .......................... 64

10. Standar kualitas unsur makro kompos berdasarkan Standar Nasional

Indonesia (SNI-19-7030-2004) ................................................................. 65

11. Bebarapa data degradasi diazinon ............................................................ 66

Page 14: 2006jum1

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Rumus bangun diazinon .............................................................................. 9

2. Produk-produk degradasi diazinon ............................................................. 17

3. Diagram tahapan penelitian ........................................................................ 26

4. Tahapan isolasi dan identifikasi bakteri ...................................................... 37

5. Kromatogram hasil KLT ............................................................................. 42

6. Grafik permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-7 .................... 44

7. Probabilitas normal hasil degradasi diazinon hari ke-7 .............................. 45

8. Grafik permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-14 .................. 47

9. Probabilitas normal hasil degradasi diazinon hari ke-14 ........................... 48

10. Grafik permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-21 ................. 49

11. Probabilitas normal hasil degradasi diazinon hari ke-21 ........................... 50

12. Grafik permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-28 ............................ 51

13. Probabilitas normal hasil degradasi diazinon hari ke-28 .......................... 52

14. Kurva jumlah populasi dan aktivitas mikroba ......................................... 53

15. Grafik interaksi tiga faktor terhadap hasil degradasi diazinon .................. 56

16. Probabilitas normal hasil degradasi diazinon dengan tiga faktor .............. 57

17. Grafik interaksi ratio kompos dengan waktu terhadap

aktivitas mikroba ..................................................................................... 58

18. Bentuk bakteri hasil identifikasi ............................................................... 59

19. Pertumbuhan bakteri pada media NA padat 100 ppm diazinon ................ 60

Page 15: 2006jum1

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data pengamatan analisis diazinon dan kurva standar .............................. 76

2. Hasil analisis degradasi diazinon hari ke-7 ................................................. 78

3. Hasil analisis degradasi diazinon hari ke-14 ............................................... 79

4. Hasil analisis degradasi diazinon hari ke-21 .............................................. 80

5. Hasil analisis degradasi diazinon hari ke-28 .............................................. 81

6. Hasil analisis degradasi diazinon kombinasi waktu, rasio kompos, dan

konsentrasi diazinon .................................................................................. 82

7. Deskripsi hasil identifikasi bakteri ............................................................. 83

8. Analisis aktivitas mikroba dan kurva standar .......................................... 87

Page 16: 2006jum1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pestisida sering juga disebut obat-obatan antiparasit atau bahan fitofarmasi

yang mempunyai peranan penting dalam usaha peningkatan produksi pertanian.

Penggunaan pestisida pada sektor pertanian di satu sisi akan memberi hal yang

positif yaitu dapat meningkatkan produksi tanaman. Namun di sisi lain akan

menimbulkan dampak negatif karena adanya sejumlah residu pestisida yang

tertinggal pada tanaman, biji-bijian, tanah ataupun terbawa dalam perairan.

Residu pestisida yang tertinggal tidak hanya berbahaya bagi lingkungan, tetapi

juga berbahaya bagi kesehatan manusia. Secara langsung ataupun tidak langsung

sejumlah bahan kimia tersebut dapat mencapai manusia, melalui pernapasan,

makanan dan air minum. Dampak negatif lain yang ditimbulkan adalah masalah

keracunan yang terjadi lebih dari 400 ribu kasus pertahun, pencemaran lingkungan

yang mencakup kontaminasi terhadap tanah, air permukaan, air tanah, dan udara

(www.tempo.co.id/medika).

Permasalahan dalam pendegradasian pestisida adalah adanya senyawa-

senyawa pestisida yang kuat menetap di lingkungan dan sulit terdegradasi

(rekalsitran) oleh mikroorganisme. Hal ini disebabkan mikroorganisme perombak

tidak pernah berhubungan dengan senyawa tersebut sehingga mikroorganisme

perombak belum berpengalaman dalam perombakan senyawa-senyawa yang

belum dikenal sebelumnya, karena tidak memiliki enzim yang dibutuhkan untuk

mendegradasi senyawa-senyawa rekalsitran ataupun bahan pencemar tersebut.

Melalui proses kimia, biokimia dan fisika, maka lambat laun mikroorganisme-

mikroorganisme tersebut dapat beradaptasi dan melakukan perombakan. Dalam

proses adaptasi tersebut terjadi sintesis enzim dan plasmid yang dibutuhkan untuk

mendegradasi senyawa rekalsitran (Gumbira-Said dan Fauzi, 1996).

Banyak usaha yang telah dilakukan untuk mengurangi dan memperkecil

dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida. Usaha tersebut dapat

dilakukan dengan menerapkan pola pengendalian hama terpadu, mengembangkan

teknologi mikroorganisme efektif, dan menggunakan pestisida yang berasal dari

tanaman atau pestisida nabati. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan

Page 17: 2006jum1

teknologi saat ini telah banyak teknologi alternatif untuk mengatasi dan

memperbaiki kondisi lingkungan yang telah terkena polutan. Salah satunya yakni

dengan berkembangnya teknik bioremediasi baik secara in situ maupun secara ex

situ. Di negara-negara barat saat ini telah dikembangkan teknik bioremediasi

dengan menggunakan kompos (compost bioremediation). Teknik bioremediasi ini

banyak diminati karena lebih praktis dan ekonomis dibanding dengan teknik

bioremediasi lainnya (US-EPA, 1997; 1998). Penggunaan kompos dalam proses

bioremediasi efektif dalam mendegradasi banyak jenis kontaminan seperti

hidrokarbon terklorinasi dan tak terklorinasi, bahan-bahan kimia pengawet kayu,

pelarut, logam berat, pestisida, produk-produk minyak, bahan peledak dan

senyawa-senyawa senobiotik lainnya (EPA 1997; EPA 1999; Gray et al. 1999;

Baker & Bryson 2002 ).

Kompos merupakan salah satu pupuk organik yang memiliki keunggulan

dibandingkan dengan pupuk sintetis, karena selain dapat memperbaiki sifat-sifat

fisik tanah, memulihkan dan meningkatkan kesuburan tanah, kompos juga

mempunyai kandungan unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman serta

merupakan absorban yang sangat baik untuk senyawa-senyawa organik dan

anorganik. Pemakaian kompos akan menambah kemampuan tanah dalam

menyimpan air dan menyerap pupuk, sehingga akan membantu dalam

pertumbuhan tanaman (CPIS 1992).

1.2. Permasalahan

Residu pestisida merupakan salah satu limbah kimia berbahaya dan beracun

yang bersifat persisten (sulit terdegradasi pada kondisi tertentu) di alam. Akan

tetapi bukan berarti tidak dapat terdegradasi sama sekali, namun peristiwa

degradasi yang terjadi sangat lambat karena kondisi lingkungan yang tidak

mendukung. Secara alamiah lingkungan tercemar tersebut mengandung aneka

ragam mikroorganisme (mikroba indigenous). Mikroorganisme tersebut

diperlukan dalam penanganan limbah atau polutan sebagai pendegradasi dan

untuk menguraikan bahan organik menjadi bahan yang lebih sederhana.

Fenomena yang perlu mendapatkan perhatian dalam mengoptimalisasikan

aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi antara beberapa

Page 18: 2006jum1

galur mikroorganisme di lingkungan. Menurut Ohshiro et al. (1996), Arthrobacter

sp. mampu mendegradasi organofosfat isoxathion melalui reaksi hidrolisis

menjadi 3-hidroksi-5-fenilisoxazol dan asam dietiltiofosforik, juga dapat

menghidrolisis diazinon, paration, fenitrotion, isofenfos, khlorphyrifos dan

ethoprofos. Chen dan Mulchandani (1998) dalam penelitiannya menemukan

bahwa Pseudomonas putida dapat mendegradasi pestisida golongan organofosfat

seperti diazinon, fenitrition, paration, dan malation dengan menjadikannya sebagai

sumber karbon dan atau sumber fosfor. Mikroorganisme tersebut terlebih dahulu

harus diadaptasikan dengan lingkungan yang terdapat pestisida agar secara

genetik plasmid di dalam sel mikroorganisme akan mengeluarkan enzim untuk

melawan pestisida, sehingga mikroorganisme akan terbiasa dengan lingkungan

yang mengandung pestisida.

Salah satu cemaran yang perlu mendapatkan penanganan yang serius saat

ini adalah cemaran pestisida jenis diazinon. Diazinon adalah salah satu jenis

pestisida golongan organofosfat yang banyak digunakan oleh petani untuk

mengendalikan dan memberantas hama tanaman padi, tembakau, tebu, jagung dan

tanaman hortikultura lainnya, karena diazinon mempunyai sifat pestisida dengan

spektrum yang luas, hasilnya cepat diketahui dan sifat persistensinya rendah. Bila

hal ini tidak mendapat perhatian secepatnya maka akan menimbulkan dampak

yang semakin buruk dan merusak lingkungan maupun kesehatan manusia karena

hal ini sangat berpotensi untuk masuk ke dalam rantai makanan, sehingga dapat

membahayakan bagi kesehatan manusia.

Hingga saat ini usaha untuk penanganan pencemaran pestisida khususnya

diazinon baru dilakukan secara konvensional ataupun dengan teknik bioremediasi

secara in situ maupun secara ex situ. Namun hal ini belum berhasil dengan baik

yang disebabkan oleh faktor teknis dan faktor ekonomi. Dari penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Suherman (2000) telah dapat diisolasi mikroba

indigenous galur B3 yang dapat mendegradasi diazinon. Isolat galur B3 yang di

peroleh belum murni dan hanya diidentifikasi secara visual dari bentuk

penampakan koloninya yang masih merupakan campuran koloni-koloni bakteri.

Isolat tersebut menunjukkan kemampuannya untuk beradaptasi dengan diazinon

sampai konsentrasi 1000 ppm dalam media agar. Penelitian selanjutnya yang

Page 19: 2006jum1

dilakukan oleh Ningsih (2001) menunjukkan bahwa isolat B3 mampu hidup

dalam lingkungan yang mengandung diazinon dengan konsentrasi 200 ppm.

Degradasi diazinon oleh isolat B3 menghasilkan suatu senyawa namun senyawa

tersebut belum dapat diidentifikasi secara jelas.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menentukan jumlah pencampuran

kompos yang terbaik untuk mendegradasi diazinon dalam tanah; (2) Memperoleh

galur bakteri dari kompos limbah jamur tiram (spent mushroom compost /SMC)

yang mampu mendegradasi diazinon; (3) Mengetahui kemampuan bakteri yang

terdapat pada SMC dalam mendegradasi diazinon. Sedangkan kegunaan dari

penelitian ini adalah (1) Untuk memberikan alternatif penggunaan kompos dalam

bidang pengolahan tanah/lahan yang tercemar pestisida; (2) Memberi informasi

bagi masyarakat tentang cara mengeliminasi pencemaran pestisida dalam tanah.

1.4. Hipotesis

1. Jumlah kompos, konsentrasi diazinon, dan waktu serta interaksinya

berpengaruh terhadap tingkat degradasi diazinon pada teknik bioremediasi

secara ex situ (pengomposan)

2. Pada biodegradasi diazinon dengan menggunakan kompos (compost

bioremediation) terdapat konsorsium bakteri yang dapat mendegradasi

diazinon.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

1. Bioremediasi untuk menentukan pengaruh jumlah kompos, konsentrasi

diazinon dan waktu inkubasi.

2. Penentuan kondisi terbaik untuk proses bioremediasi tanah tercemar diazinon

3. Isolasi dan identifikasi bakteri dari SMC yang diduga dapat mendegradasi

diazinon.

Page 20: 2006jum1

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pestisida

Pestisida berasal dari bahasa latin yaitu pestis (hama) dan caedo

(pembunuh), dapat diterjemahkan menjadi racun untuk mengendalikan jasad

pengganggu atau yang biasa juga disebut organisma pengganggu tanaman (OPT).

Pestisida adalah semua zat yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan

hama. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 7 tahun 1973, pestisida adalah

semua zat kimia dan bahan-bahan lain serta jasad-jasad renik dari virus yang

digunakan untuk:

1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman,

bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian

2. Memberantas rerumputan

3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan

4. Memberantas atau mencegah hama luar pada hewan piaraan dan ternak

5. Memberantas atau mencegah hama-hama air

6. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman,

tidak termasuk pupuk

7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam

rumah, bangunan dan alat-alat pengangkutan

8. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan

penyakit pada menusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan

penggunaan pada tanaman, tanah dan air.

Pestisida merupakan pilihan utama yang sering digunakan untuk

melindungi tanaman dari hama serta memberantas organisma pengganggu pada

budidaya suatu tanaman sebab pestisida mempunyai daya bunuh yang tinggi,

penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat diketahui. Namun bila aplikasinya

kurang bijaksana dapat membawa dampak negatif pada pengguna, hama sasaran,

maupun terhadap lingkungan, masalah yang utama bagi kesehatan manusia adalah

adanya residu pestisida dalam makanan karena hal ini dapat melibatkan sejumlah

besar orang selama jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu efektivitas

Page 21: 2006jum1

penggunaan pestisida hanya berdasarkan sifat-sifat racunnya dan

direkomendasikan dalam dosis yang tepat pada batas yang aman (safety margins).

Pestisida tidak hanya dibutuhkan dalam bidang pertanian saja, tetapi dalam

bidang dan kegiatan lainpun memerlukan pestisida untuk mengatasi

permasalahannya. Misalnya penggunaan dalam bidang kesehatan masyarakat,

pestisida digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit demi kesehatan

manusia dan lingkungannya yakni terdapatnya jenis-jenis penyakit yang dapat

disebarkan oleh hewan-hewan perantara yang merupakan potensi bahaya bagi

manusia, sehingga perlu dilakukan pengendalian ataupun pemberantasan populasi

agar dapat mengurangi menyebaran penyakit. Penggunaan lain yaitu dalam

bidang perikanan dan peternakan, pestisida ini digunakan untuk melindungi dan

mengawetkan ikan, ataupun untuk melindungi ternak dari beberapa penyakit

hewan yang disebabkan oleh serangga dan hewan lain misalnya cacing.

Penggunaan pestisida dalam jumlah yang sangat kecilpun dapat

menimbulkan permasalahan apalagi dalam jangka waktu yang sangat panjang.

Permasalahan tersebut dapat terjadi karena potensi racun (toksisitas) kimia, sifat

keawetan di alam maupun substrat, variasi pemakaian dan penyiapan yang tidak

sesuai serta adanya kecenderungan untuk biomagnifikasi. Akumulasi pestisida

karena adanya absorpsi oleh alam melalui tanah, air dan mahluk hidup lainnya

(Tarumengkeng 1992).

Berdasarkan jenis hama dan sasarannya, pestisida terdiri atas beberapa

kelompok yakni insektisida untuk membasmi serangga, herbisida untuk

membasmi gulma, rodentisida untuk membasmi tikus, fungisida untuk membasmi

jamur, moluskisida untuk membasmi siput, bakterisida untuk membasmi bakteri

dan nematisida untuk membasmi cacing. Sedang berdasar jenis bahan kimia

penyusunnya, pestisida dibagi atas empat golongan yaitu organoklorin,

organofosfat, karbamat serta pestisida lain yang mengandung substansi organik.

sebagian besar jenis pestisida termasuk senyawa-senyawa hidrokarbon siklik

berklor, aromatik berklor, ester, alkil halida pendek (fumigan) dan fosfat organik

(Ekha 1991; Tarumengkeng 1992).

Usaha yang telah dilakukan untuk memperkecil dampak negatif yang

ditimbulkan dari penggunaan pestisida adalah menerapkan pola pengendalian

Page 22: 2006jum1

hama terpadu, mengembangkan teknologi mikroorganisme efektif, dan

menggunakan pestisida yang berasal dari tanaman atau pestisida nabati.

Kontribusi pemerintah dalam usaha ini adalah memberikan izin penggunaan pada

jenis pestisida yang mempunyai spektrum sempit serta mencabut subsidi pestisida

agar harga pestisida menjadi mahal. Namun kenyataannya para petanipun masih

menggunakan pestisida dalam jumlah yang cukup banyak, karena dengan

menggunakan pestisida produksi pertanian mereka akan meningkat. Dengan

demikian peningkatan produksi pertanian masih tergantung pada penggunaan

pestisida.

Keawetan pestisida dengan pemakaian normal dalam tanah sangat

bervariasi tergantung pada struktur dan sifat senyawanya. Misalnya keawetan

insektisida golongan organofosfat yang sangat beracun dalam tanah sangat

rendah yaitu tidak akan tahan lebih dari tiga bulan seperti diazinon (3 bulan),

disulfoton (4 minggu), forat (2 minggu), malation dan paration (sampai 2

minggu). Sebaliknya beberapa insektisida hidrokarbon terklorinasi dapat tetap

bertahan sampai waktu yang lama (4-5) tahun, misalnya Klordan (5 tahun), DDT

(4 tahun), BHC (3 tahun) heptaklor epoksida dan dieldrin (1-3 tahun) (Rao 1994).

Pemakaian pestisida dalam jumlah yang sedikitpun namun secara terus

menerus akan menyebabkan penimbunan residu dalam tanah dan menyebabkan

meningkatnya penyerapan senyawa kimia tersebut oleh tanaman sehingga

membahayakan bagi ternak dan manusia ataupun lingkungan. Apabila pestisida

tersebut digunakan pada tanah yang baru diusahakan, akan lebih mudah hilang

setelah adanya fase tenggang permulaan tetapi pemakaian senyawa kimia yang

sama secara periodik akan menyebabkan terakumulasinya bahan yang digunakan

tergantung keawetan pestisida tersebut.

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan dan penyerapan

pestisida dalam sistem biologis dikaitkan dengan antara lain (1) sifat fisik dan

kimia inheren dan pestisida (misalnya, volatilisasi, kelarutan dalam air); (2)

karakteristik fisiologis berbagai spesies (misalnya perilaku makan, jalur

pengambilan, dan habitat); (3) sifat spesifik ekosistem (misalnya jenis sistem

aliran, suhu, pH, bahan organik, struktur jaring makanan). Lenyapnya suatu

pestisida tergantung pada konsentrasi awal senyawa kimianya di dalam tanah,

Page 23: 2006jum1

fotodekomposisi dan erosi tanah oleh air dan angin juga ikut menyumbang

hilangnya pestisida dalam tanah.

Toksisitas pestisida tergantung pada golongan pestisida itu sendiri

misalnya insektisida organoklorin (OC) bersifat karsinogenik, cenderung

mengalami bioakumulasi dan biomagnifikasi karena mampu bertahan tersimpan

lama dalam lemak tubuh, serta dapat merangsang sistem saraf dan menyebabkan

parestesia, peka terhadap perangsangan, iritabilitas, terganggunya keseimbangan,

tremor dan kejang-kejang. Sedangkan golongan Organofosfat (OP) dan Karbamat

tidak bersifat karsinogenik tetapi dapat menghambat asetilkolinesterase sehingga

mengganggu sistem saraf yang dapat menyebabkan kelumpuhan. Beberapa

organofosfat, karbamat, organoklorin, fungisida ditiokarbamat, dan herbisida

mengubah berbagai fungsi imun, misalnya malation, metilparation, karbaril, DDT,

parakuat, dan dikuat telah terbukti dapat menekan pembentukan antibodi,

mengganggu fagositosida leukosit, dan mengurangi pusat germinal pada limpa,

dan kelenjar limpa (Koller 1979; Street 1981 dalam Lu 1995).

Tanah dan sedimen juga sangat berperanan penting dalam pengangkutan

dan penghilangan pencemaran di lingkungan dengan (1) menyediakan permukaan

penyerapan; (2) bertindak sebagai sistem penyangga; dan (3) sebagai pencuci

pencemar. Namun proses pengangkutan paling menonjol yang berhubungan

dengan tanah dan sedimen adalah penyerapan (adsorpsi) dan pencucian (Connel

1995).

2.2. Diazinon

Diazinon merupakan salah satu pestisida yang termasuk golongan

organofosfat dari grup fosforotioat/fosforotionat (Chambers 1992). Diazinon

merupakan insektisida yang sangat efektif digunakan untuk memberantas dan

membasmi, ataupun mengendalikan hama-hama tanaman seperti kutu daun, lalat,

wereng, kumbang penggerek padi, dan sebagainya. Diazinon umumnya digunakan

pada tanaman buah, padi, tebu, jagung, dan tembakau serta tanaman hortikultura.

Diazinon mempunyai nama kimia O,O-diethyl-O(2-isoprophyl-4-methyl-6-

pyrimidinyl)-phosphorithioate dengan rumus empiris C12H21N2O3PS. Kandungan

Page 24: 2006jum1

C 47.36%, H 6.95%, N 9.20%, O 15.77%, P 10.18% dan S 10.54%, dan rumus

bangunnya seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Rumus bangun diazinon

Diazinon dikenal dengan beberapa nama formulasi (dagang) antara lain:

Basudin, Dazzel, Gardentox, Kayazal, Knox Out, Nucidol, Spectracide, Diazinon

10 G, Diazinon 60 EC, Sidazinon 600 EC, Agrostar 600 EC, dan Prozinon 600

EC. Diazinon murni tidak berwarna dan berbentuk cairan, sedang diazinon teknis

berwarna kecoklatan dan berbentuk cairan. Diazinon mempunyai bobot molekul

304.35 g/mol, titik didih antara 83 – 84oC pada 258 mPa, dan tekanan uap sebesar

1.4 x 10-4 mmHg pada suhu 20oC. Kelarutan dalam air 0.004% pada suhu 20oC,

volatilitas 2.4 mg/m3 pada 20oC dan 17.6 mg/m3 pada 40oC (Marck Index, 1996).

Diazinon mempunyai waktu paruh (waktu tinggal) 30 hari (Wauchope et al. 1992

dalam Leland 1998), larut dalam pelarut organik seperti alkohol, aseton, benzen,

sikloheksana, diklorometana, dietil eter, petrolium eter, dan toluena. Sensitif

terhadap oksidasi dan suhu tinggi, mudah terurai di atas suhu 100oC, stabil pada

lingkungan alkali tetapi secara perlahan-lahan dapat terhidrolisis dalam air dan

asam lemah tetapi dapat terhidrolisis dengan cepat dalam lingkungan yang asam

(Hayes dan Laws 1991).

Diazinon mempunyai spektrum daya bunuh yang luas terhadap serangga

dan berbagai cacing tanah. Toksisitas akut secara oral adalah Lethal Dosis (LD50)

pada tikus berkisar antara 66-600mg/kg, (McEwen dan Stephenson 1979).

Diazinon lebih toksik pada burung dan ikan yaitu LD50 pada beberapa spesies

burung 3-40 mg/kg dan pada beberapa spesies ikan LD50 0.4-8 μg/ml (Sumner et

al. 1985 dalam Leland 1998). Walaupun masih sulit untuk menentukan dosis yang

masih dapat diterima oleh manusia, namun FAO/WHO telah menetapkan batas

Page 25: 2006jum1

ambang aman (no observed effect level/NOEL) kadar diazinon dalam makanan

adalah 0.02 mg/kg, sedang asupan harian yang dapat diterima (Acceptable Daily

Intake/ADI) adalah 0.002 mg/kg/hari (Gallo & Lawryk 1991; Lu 1995). Beberapa

penemuan toksikologi dan evaluasi pada beberapa jenis insektisida seperti

ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Penemuan toksikologi dan evaluasi pada insektisida tertentu

Pestisida LD50 NOEL (mg/kg) ADI mg/kg Tikus Anjing Manusia (mg/kg)

Azinfosmetil 13 0.125 0.125 - 0.0025 Klorfenvinfos 15 0.05 0.05 - 0.002 Diazinon 108 0.1 0.02 0.02 0.002 Diklorvos 80 - - 0.033 0.004 Dimetoat 215 0.4 - 0.2 0.02 Disulfoton 6.8 0.05 0.025 0.75 0.002 Malation 1375 5 0.2 - 0.02 Mevinfos 6.1 0.02 0.025 0.014 0.0015 Paration 13 - - 0.05 0.005 Paration-metil 14 0.1 0.375 0.1 0.001 Triklorfon 630 2.5 1.25 - 0.005 Aldikarb 0.8 0.125 0.25 - 0.005 Karbaril 850 10 - 0.06 0.01 Propoksur 83 12.5 50 0.02 DDT 113 0.05 0.025 - 0.01 Aldrin/dieldrin 40 0.025 0.075 - 0.001 Klordan 335 0.25 0.025 - 0.001 Endrin 18 0.05 0 - 0.0002 Heptaklor 100 0.25 0.0625 - 0.0005 Lindan 88 1.25 1.6 - 0.01 Metoksiklor 6000 10 - - 0.1

Sumber: Lu (1995).

Page 26: 2006jum1

Di bawah kondisi tertentu diazinon dapat membentuk senyawa yang

berbahaya khususnya jika pelarut hidrokarbon terkontaminasi oleh sejumlah kecil

air (0.1-2.0%) dan terkena udara, suhu, dan intensitas cahaya yang tinggi. Pada

kondisi ini akan membentuk formasi monothiotepp (O,S-TEPP) dan Sulfotepp

(S,S-TEPP). Senyawa-senyawa ini memiliki toksisitas yang tinggi dan

mempunyai pengaruh yang kuat sebagai inhibitor pada sistem enzim kolinesterase

(Allender dan Britt 1994).

Diazinon mempunyai gugus organofosfat yang terikat dengan gugus

nitrogen heterosiklik melalui ikatan ester, yang bersifat aromatik dan efektif

mempengaruhi sistem saraf dimana diazinon akan menghambat asetilkolinesterase

(AChE) sehingga terjadi akumulasi asetilkolin (ACh) dan tidak dapat berfungsi

lagi sebagai neurotransmitter, kemudian akan mengakibatkan kontraksi otot yang

diikuti dengan kelemahan, hilangnya refleksi (kelumpuhan) dan paralisis jaringan

(Lu 1995; EPA 1999). Selanjutnya saraf tidak dapat berfungsi sebagai pengatur

atau pusat koordinasi pergerakan tubuh, dimana koordinasi pergerakan tubuh yang

tidak teratur dapat mengakibatkan kematian .

2.3. Bioremediasi dan Biodegradasi

Bioremediasi didefinisikan sebagai proses penguraian limbah

organik/anorganik secara biologis dalam kondisi terkendali, umumnya melibatkan

mikroorganisme (khamir, fungi, dan bakteri). Pendekatan umum yang dilakukan

untuk meningkatkan biodegradasi adalah dengan cara: (1) Menggunakan mikroba

indigenous (bioremediasi instrinsik), (2) Memodifikasi lingkungan dengan

penambahan nutrisi dan aerasi (biostimulasi), (3) Penambahan mikroorganisme

(bioaugmentasi), (www.ipard.com).

Menurut Yani et al. (2003) bioremediasi merupakan bagian dari

bioteknologi lingkungan yang memanfaatkan proses alami biodegradasi dengan

menggunakan aktivitas mikroba yang dapat memulihkan lahan tanah, air dan

sedimen dari kontaminasi terutama senyawa organik. Citroreksoko (1996)

menerangkan bahwa bioremediasi merupakan proses degradasi bahan organik

berbahaya secara biologi menjadi senyawa lain misalnya CO2, metan, air, garam

Page 27: 2006jum1

anorganik, biomassa dan hasil samping yang sedikit lebih sederhana dari senyawa

semula.

Sedang menurut Gumbira-Said dan Fauzi (1996) bioremediasi merupakan

proses penyehatan (remediasi) secara biologis terhadap komponen tanah dan air

yang telah tercemar oleh kegiatan manusia. Bahan pencemar tersebut biasanya

merupakan senyawa xenobiotik (asing di alam) misalnya residu pestisida,

deterjen, limbah eksplorasi dari pengolahan minyak bumi dan residu amunisi.

Senyawa-senyawa tersebut bersifat rekalsitran (sulit terdegradasi) sehingga

senyawa tersebut memiliki ketahanan yang tinggi di alam. Lebih lanjut Subroto

(1996) menerangkan bahwa bioremediasi merupakan proses dekontaminasi yang

lebih bersahabat dengan lingkungan dan lebih murah dibanding dengan metode

penanganan limbah lain yang telah ada.

Beberapa dekade terakhir, teknik bioremediasi adalah merupakan salah satu

cara penanganan secara cepat dalam pengolahan limbah dalam suatu industri,

karena teknik bioremediasi merupakan suatu metode yang efektif dan ekonomis

sebagai suatu alternatif untuk membersihkan tanah, permukaan air dan

kontaminasi air tanah yang mengandung sejumlah bahan beracun seperti

rekasitran dan kimia. Bioremediasi tidak hanya mendegradasi polutan tetapi juga

digunakan untuk menyerap bahan-bahan logam dan mineral dan memisahkan zat-

zat yang tidak diinginkan dalam udara, air, tanah dan bahan baku proses produksi

(industri).

Proses bioremediasi didasarkan pada siklus karbon untuk mendaur ulang

senyawa organik dan anorganik melalui reaksi oksidasi dan reduksi. Bioremediasi

dapat dilakukan secara in situ ataupun secara ex situ. Secara in situ yaitu

bioremediasi dilakukan langsung di lingkungan yang tercemar sedang secara ex

situ yaitu bioremediasi dilakukan di luar lingkungan yang tercemar dengan

membuat lingkungan baru berupa bioreaktor yang dikondisikan dengan

menggunakan inokulan yang dapat mendegradasi cemaran kontaminan organik

(Citroreksoko 1996).

Proses bioremediasi didasari oleh dekomposisi bahan organik di biosfer

yang dilakukan oleh mikroorganisme (bakteri, kapang, khamir, dan jamur

heterotropik) yang memiliki kemampuan memanfaatkan senyawa organik alami

Page 28: 2006jum1

sebagai sumber karbon dan nitrogen. Teknologi bioremediasi dapat dimanfaatkan

sebagai salah satu teknik dalam penanganan limbah senyawa kimia sintetis seperti

pestisida senyawa kloroaromatik, senyawa kloroalipatik, dan sebagainya.

Biodegradasi merupakan penguraian suatu senyawa menjadi senyawa yang lebih

sederhana oleh mikroba (Ohshiro et al. 1996). Sedang Gumbira-Said dan Fauzi

(1996) menerangkan bahwa biodegradasi merupakan transformasi struktur dalam

senyawa oleh pengaruh biologis sehingga terjadi perubahan integritas molekuler.

Dalam proses degradasi kondisi lingkungan harus sesuai dengan pertumbuhan dan

perkembangan mikroorganisme.

Berbagai reaksi enzimatik yang terjadi dalam proses bioremediasi dapat

berupa reaksi oksidasi, hidrolisis, dehalogenasi dan reaksi gugus nitro. Reaksi ini

dikenal dengan proses kometabolisme dimana mikroorganisme tidak

memanfaatkan kontaminan sebagai sumber substrat tetapi kontaminan tersebut

dapat terdegradasi.

Keberhasilan proses degradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim.

Aktivitasnya dioptimasikan dengan pengaturan kondisi dan pemberian suplemen

yang sesuai. Faktor-faktor lain yang berpengaruh dan mendukung proses

biodegradasi adalah:

1. Oksigen

Keberadaan oksigen merupakan faktor pembatas laju degradasi

hidrokarbon dan juga dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri aerob. Oksigen

digunakan untuk mengkatabolisme senyawa hidrokarbon dengan cara

mengoksidasi substrat dengan katalisis enzim oksidase. Ketersediaan oksigen

dalam tanah tergantung pada kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah,

tipe tanah dan kehadiran substrat lain juga bereaksi dengan oksigen.

2. Kelembaban

Kelembaban tanah juga dapat mempengaruhi keberadaan kontaminan,

transfer gas dan tingkat toksisitas dari kontaminan. Kelembaban sangat penting

untuk hidup, tumbuh dan aktivitas metabolik mikroorganisme. Namun kandungan

air dalam tanah yang terlalu tinggi selama proses bioremediasi berlangsung akan

mengakibatkan sulitnya oksigen untuk masuk ke dalam tanah.

Page 29: 2006jum1

3. pH

Tingkat keasaman (pH) juga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi laju pertumbuhan mikroorganisme. Kebanyakan bakteri dapat

tumbuh dengan baik pada kisaran pH netral (pH 6.5–7.5). Misalnya P. aeruginosa

mampu tumbuh pada kisaran pH 6.6–7.0 dan mampu bertahan pada kisaran 5.6–

8.0, sedangkan bakteri tanah Rhizobium mampu bertahan pada kisaran pH 3.4–

8.1.

4. Suhu

Suhu akan berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia, kecepatan degradasi

oleh mikroorganisme serta komposisi komunitas mikroorganisme selama proses

degradasi.

5. Nutrisi

Mikroorganisme membutuhkan nutrisi sebagai sumber karbon, energi dan

keseimbangan metabolisme sel.

Boopathy (2000) menerangkan bahwa hasil dari setiap proses degradasi

tergantung pada mikroorganisme (konsentrasi biomassa, keragaman populasi dan

aktivitas enzim), substrat (karakteristik fisikokimia, struktur molekul dan

konsentrasi), dan faktor lingkungan (pH, suhu, kelembaban, tersedianya akseptor

elektron sebagai sumber karbon dan energi). Struktur molekul dan konsentrasi

kontaminan mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam proses bioremediasi

serta tipe transformasi bakteri yang terjadi, meskipun senyawa tersebut dipakai

sebagai substrat primer, sekunder atau kometabolit.

2.4. Degradasi Residu Pestisida Diazinon

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta adanya keinginan untuk

mewujudkan lingkungan yang bersih dan bebas polutan, telah banyak ditemukan

upaya untuk meningkatkan kinerja mikroba indigenous, yang dilakukan dengan

rekayasa kondisi lingkungan sehingga menjadi optimum. Hal ini dapat dilakukan

secara in situ yaitu dengan pengkayaan terhadap kondisi lingkungan tercemar

ataupun secara ex situ yaitu dengan mengisolasi mikroba indigenous untuk

kemudian dipekerjakan pada suatu bioreaktor yang telah diatur kondisi optimum

Page 30: 2006jum1

lingkungannya untuk melakukan degradasi residu pestisida dari areal yang

tercemar. Pestisida yang banyak tertinggal di alam harus didegradasi agar menjadi

berkurang atau hilang secara keseluruhan.

Penggunaan pestisida secara luas telah mengundang problem-problem yang

disebabkan oleh interaksi antara zat-zat tersebut dengan sistim biologis alam.

Residu pestisida secara alamiah dapat hilang atau terurai baik dalam lingkungan

abiotik maupun dalam lingkungan biotik. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam

penguraian pestisida adalah penguapan, pencucian, pelapukan, pertumbuhan,

cahaya dan dengan degradasi baik secara kimia, biologi, maupun secara

fotokimia.

Kecepatan degradasi pestisida di alam ataupun di dalam tumbuhan

mengikuti kinetika ordo pertama yaitu kecepatan degradasi dipengaruhi oleh

banyaknya pestisida dan faktor waktu. Residu pestisida dalam tanaman atau

hewan menurun atau hilang akibat metabolisme yang berkaitan dengan

pertumbuhan tanaman atau hewan tersebut.

Rani dan Lalithakumari (1994) dalam penelitiannya diperoleh Pseudomonas

putida yang mampu mendegradasi pestisida organofosfat metil parathion.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Shelton et al. (1996) dilaporkan bahwa

hampir seluruh herbisida dapat ditransformasikan oleh Streptomyces sp lebih dari

50% dari konsentrasi awalnya. Arthrobacter sp merupakan mikroba indigenous

yang diisolasi dari tanah mampu mendegradasi pestisida organofosfat isoxathion,

diazinon, parathion, EPN, fenithrothion, isophenfos, clorpyrifos, dan ethoprophos

(Oshiro et al. 1996). Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Chaudhry et al.

(1988) mengisolasi bakteri dari tanah dan diidentifikasi sebagai genus

Pseudomonas sp yang dapat mendegradasi parathion dan metil parathion.

Menurut Rao (1994) bahwa beberapa genus mikroorganisme yang mampu

menguraikan pestisida golongan organoklorin jenis DDT menjadi DDD dalam

tanah antara lain: Achromobacter, Aerobacter, Agrobacterium, Bacillus,

Clostridium, Streptonebacterium, Escherichia, Erwinia, Kurthia, Pseudomonas,

dan Streptococcus. Aldrin diubah menjadi dieldrin (namun sifat-sifat

insektisidanya tidak hilang) oleh mikroorganisme genus Trichoderma, Fusarium,

Penicillium, dan Pseudomonas. Heptaklor diubah menjadi heptaklor epoksida

Page 31: 2006jum1

oleh Rhizopus, Fusarium, Penicillium, Trichoderma, Nocardia, Streptomyces,

Bacillus, dan Micromonospora.. Sedangkan pestisida golongan organofosfat

diketahui dapat diuraikan oleh mikroorganisme genus Torulopsis, Chlorella,

Pseudomonas, Thiobacillus, dan Trichoderma.

Penelitian yang dilakukan oleh Britton (1984) dalam Cookson (1995)

melaporkan bahwa Bacillus sp dan Pseudomonas sp dominan untuk mendegradasi

hidrokarbon demikian pula Chromobacterium sp dan Azetobacteri sp juga

mempunyai kemampuan seperti Pseudomonas sp dalam mendegradasi

hidrokarbon. Aktivitas bersama Pseudomonas stutzeri dan Pseudomonas

aeruginosa dapat mendegradasi paration. Sedangkan Bacillus cereus dapat

mendegradasi pestisida jenis piretroid (Cookson 1995).

Mikroba yang ada dalam SMC diharapkan mampu melakukan degradasi

terhadap diazinon. Faktor yang sangat berpengaruh dalam proses transformasi dan

degradasi diazinon yaitu faktor fisik, kimiawi dan faktor mikrobial. Namun

kenyataannya sulit untuk membedakan faktor-faktor yang sangat berpengaruh

karena struktur tanah yang kompleks, hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya

proses absorpsi molekul pestisida ke dalam zat-zat yang ada dalam tanah ataupun

yang ada dalam jaringan tumbuhan (Bollag 1974).

Dalam penelitian ini diharapkan agar biodegradasi yang terjadi adalah

degradasi yang melibatkan metabolisme mikroba dimana mikroba tersebut

mampu menggunakan senyawa diazinon sebagai sumber karbon dan energi.

Selain sebagai sumber karbon dan energi juga dapat terjadi gangguan mikrobial

yakni terjadinya transformasi kometabolisme reaksi konjugasi dan akumulasi

pestisida dalam sel mikroba itu sendiri dan dapat menyebabkan terbentuknya

senyawa-senyawa yang lebih toksik dari pada senyawa asalnya (Bollag 1974).

Reaksi perubahan zat racun yang mungkin terjadi ialah oksidasi, reduksi,

hidrolisis dan sintesis. Setiap reaksi tersebut merupakan bagian dari berbagai

kegiatan metabolisme yang berlangsung dalam tubuh organisme. Proses

detoksifikasi zat racun berlangsung dalam dua tahap yaitu tahap primer dan

sekunder. Tahap primer (proses non sintesis) melalui reaksi oksidasi, hidrolisis

dan kegiatan enzimatik yang menghasilkan produk-produk yang bersifat polar.

Page 32: 2006jum1

Sedang tahap sekunder (proses sintesis) adalah reaksi yang menghasilkan

konjugat-konjugat sebagai produk sintesis (Tarumengkeng 1995).

Formulasi diazinon terdegradasi menjadi sejumlah tetraetilpirofosfat,

menghasilkan sulfotepp (S,S-TEPP) dan monothiotepp (O,S-TEPP) seperti pada

Gambar 2 (a dan b), kedua senyawa tersebut mempunyai sifat toksik yang lebih

tinggi dan merupakan inhibitor enzim kolinesterase terutama O,S-TEPP yaitu

14000 kali lebih toksik dari pada diazinon (Allender dan Britt 1994). Komponen

heterosiklik diazinon dapat diaktivasi oleh enzim monooksidase yang membentuk

derivatif P = O menghasilkan diazoxon (Gambar 2c) yang juga bersifat lebih

toksik dari diazinon karena adanya aktivitas anti asetilkholinesterase (Zhang dan

Pehkonen, 1999). Secara umum diazinon mempunyai rute degradasi mencakup

pemutusan ikatan P – O – Pirimidin oleh aktivitas NADPH-dependent oksidase.

Pelepasan diazinon ke dalam tanah diharapkan tidak terikat pada tanah akan

tetapi bergerak mengalir dalam tanah. Fotolisis diazinon terjadi pada permukaan

tanah yang membentuk produk berupa senyawa 2-(1-hidroksi-1-metil)etil-4-metil-

6-hidroksipirimidin (Gambar 2d).

+

fotolisis/ fotolisis hidrolisis oksidasi asetilasi Diazinon dekomposisi dekomposisi Gambar 2 Produk-produk degradasi diazinon

a g

a a f e a d

a

a a b

a c

Page 33: 2006jum1

Proses pembentukan metabolit diazinon (reaksi transformasi enzimatik)

terjadi melalui reaksi primernya yaitu hidrolisis yang diikuti oleh reaksi

pemecahan rantai cincin diazinon, sehingga diazinon terdegradasi pada reaksi

primer menjadi 2-isopropil-4-metil-6-pirimidinol (IMP) dan tiofosfonat. Menurut

Ku et al. (1997) bahwa dekomposisi diazinon secara hidrolisis dan fotolisis

berkaitan erat dengan pH dan intensitas cahaya ultraviolet yang membentuk

senyawa IMP dan tiofosfonat (Gambar 2e dan 2f). Produk hidrolisis dan fotolisis

tersebut diidentifikasi sebagai senyawa yang sifat toksiknya menurun dibanding

dengan senyawa diazinon (Bollag 1974). Menurut Machin et al. (1971) dalam

Gallo dan Lawryk (1991) bahwa irradiasi sinar ultraviolat pada diazinon selama 2

jam maka dapat mensubstitusi gugus isopropil pada cincin menjadi gugus asetil

(Gambar 2g) . Senyawa tersebut merupakan inhibitor kolinesterase tidak langsung

dan lebih kuat dari pada diazinon.

Secara alamiah di lingkungan yang tercemar diazinon mengandung

beraneka ragam mikroorganisme sehingga polutan yang ada di lingkungan

tersebut dapat didegradasi. Degradasi diazinon tidak hanya dilakukan oleh

mikroba yang ada di lingkungan tersebut (mikroba indigenous), tetapi dengan

adanya cahaya diazinon juga dapat terdegradasi. Mikroba indigenous

membutuhkan waktu yang sangat lama untuk beradaptasi dengan bahan/senyawa

pencemar (residu pestisida), yang disebabkan karena mikroba tersebut tidak

pernah berhubungan langsung dengan residu pestisida tersebut. Oleh karena itu

perlu suatu adaptasi dimana dalam proses adaptasi mikroba tersebut berusaha

mengeluarkan enzim dan plasmid yang dapat mendetoksifikasi senyawa yang

akan didegradasi. Tapi sebaliknya sering pula terjadi aktivasi yaitu zat racun lebih

dimodifikasi dan dikonversi menjadi zat yang lebih beracun.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suherman (2000) telah dapat

diisolasi mikroba indigenous galur B3 yang dapat mendegradasi diazinon. Isolat

tersebut menunjukkan kemampuannya untuk beradaptasi dengan diazinon sampai

konsentrasi 1000 ppm dalam media agar. Penelitian selanjutnya yang dilakukan

oleh Ningsih (2001) menunjukkan bahwa isolat B3 mampu hidup dalam

lingkungan yang mengandung diazinon pada konsentrasi 200 ppm.

Page 34: 2006jum1

Isolat B3 yang diisolasi dari areal persawahan mampu menurunkan

konsentrasi residu diazinon sebesar 55.52% pada konsentrasi 50 ppm (54.98 ppm)

dan sebesar 68.34% untuk konsentrasi 100 ppm (118.82 ppm) selama kurun

waktu 27 jam (Suherman 2000). Pada penelitian yang dilakukan oleh Ningsih

(2001) yakni untuk melihat kemampuan isolat B3 dalam mendegradasi diazinon,

ternyata isolat B3 dapat menurunkan konsentrasi diazinon 54.82% pada

konsentrasi diazinon 50 ppm, sebesar 79.66% pada konsentrasi diazinon 100 ppm,

dan sebesar 36.75% pada konsentrasi diazinon 200 ppm. Menurut Bollag (1974)

diazinon mempunyai masa persistensi selama 9 hari di dalam tanah, sehingga

dapat disimpulkan bahwa penurunan konsenstrasi diazinon diakibatkan karena

terdegradasinya diazinon secara mikrobial (Suherman 2000; Ningsih 2001).

2.5. Kompos

Menurut Indriani (1999) kompos adalah bahan organik yang telah

mengalami degradasi/penguraian/pengomposan sehingga berubah bentuk dan

sudah tidak dikenali bentuk aslinya, warna kehitam-hitaman, dan tidak berbau.

Bahan organik berasal dari tanaman maupun hewan, termasuk kotoran hewan.

Pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah

terhadap air, menaikkan kondisi kehidupan dalam tanah, serta mengandung zat-zat

organik yang dibutuhkan tanaman.

Penambahan bahan organik dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik,

kimia, dan biologi tanah. Sifat kimia tanah yang diperbaiki di antaranya adalah

meningkatkan ketersediaan unsur hara tanah seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan

sulfur. Menurut Indrasti (2003), kompos merupakan bahan yang dihasilkan dari

proses degradasi bahan organik yang dapat berguna bagi tanah-tanah pertanian

seperti memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi

tanaman menjadi lebih tinggi.

Kandungan utama kompos selain bahan organik, kompos juga mengandung

unsur-unsur hara makro dan mikro seperti nitrogen, fosfat, kalium, magnesium,

besi, dan mangan. Susunan unsur hara yang dikandung oleh kompos bervariasi

dan dipengaruhi oleh bahan yang dikomposkan, cara pengomposan, tingkat

kematangan, dan cara penyimpanan (US-EPA 1994). Kandungan unsur hara

Page 35: 2006jum1

dalam kompos relatif kecil bila dibandingkan dengan pupuk kimia. Oleh karena

itu pupuk kimia lebih banyak digunakan oleh petani, selain karena kandungan

unsur-unsur yang tinggi juga karena kemudahan dalam pengaplikasiannya. Tetapi

penggunaan pupuk kimia tersebut akan memberikan efek yang merugikan karena

dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah dan bahaya residu bahan kimia

terhadap kesehatan manusia (Indrasti et al. 2005). Oleh karena itu kombinasi

penggunaan pupuk organik) kompos dengan pupuk anorganik masih merupakan

salah satu solusinya, tetapi porsi pupuk organik perlu ditingkatkan untuk

meningkatkan kualitas produksi.

Kualitas kompos sangat dipengaruhi oleh kematangan kompos. Kompos

yang telah matang memiliki kandungan bahan organik yang dapat terdekomposisi

dengan mudah, nisbah C/N yang rendah, tidak menyebabkan bau, kadar air yang

memadai dan tidak mengandung unsur-unsur yang merugikan bagi tanaman

(phytotoxic, benih rumput dan patogen).

Beberapa penelitian terdahulu dilaporkan bahwa penggunaan kompos dalam

proses bioremediasi telah terbukti efektif dalam mendegradasi banyak jenis

kontaminan seperti hidrokarbon terklorinasi dan tak terklorionasi, bahan-bahan

kimia pengawet kayu, pelarut, logam berat, pestisida, produk-produk minyak,

bahan peledak dan senyawa-senyawa senobiotik lainnya (EPA 1997; EPA 1999;

Gray et al. 1999; Baker & Bryson 2002).

2.6. Bioremediasi Menggunakan Kompos

Beberapa tahun terakhir di negara-negara barat telah dikembangkan teknik

bioremediasi menggunakan kompos (compost bioremediation), namun di

Indonesia belum berkembang sama sekali. Perkembangan yang telah ada masih

terfokus pada proses bioremediasi in situ yaitu dengan melakukan pengkayaan

terhadap kondisi optimum lingkungan tercemar, maupun secara ex situ yaitu

dilakukan dalam suatu reaktor dengan mengisolasi mikroba kemudian

dikondisikan dengan lingkungan untuk melakukan degradasi dari areal tercemar.

Bioremediasi menggunakan kompos (compost bioremediation) merupakan

upaya penanganan masalah limbah dan pencemaran lingkungan dengan

menggunakan mikroorganisme yang ada dalam kompos tersebut untuk

Page 36: 2006jum1

mendegradasi kontaminan air atau tanah. Dalam proses bioremediasi

menggunakan kompos, mikroorganisme dalam kompos akan mengkonsumsi

kontaminan dalam tanah, air tanah, permukaan tanah maupun udara. Kontaminan

tersebut dicerna, dimetabolisme dan diubah menjadi humus dan produk-produk

akhir seperti CO2, air dan garam-garam.

Aplikasi teknik bioremediasi menggunakan kompos mempunyai beberapa

keunggulan dan lebih ekonomis dibanding dengan teknik bioremediasi lainnya

sehingga teknologi bioremediasi menggunakan kompos lebih disenangi dan

diminati (US-EPA 1997, 1998). Beberapa keunggulan teknik bioremediasi

menggunakan kompos antara lain:

1. Kompos mempunyai keragaman populasi mikroba yang terlibat dalam proses

degradasi yakni sekitar 5-10 kali lebih banyak dibandingkan dengan kandungan

mikroba dalam tanah yang subur

2. Tingginya aktivitas mikroba dalam proses yakni sekitar 20-40 kali lebih aktif

dalam hal aktivitas dehidrogenasi dibanding dengan aktivitas dalam tanah yang

subur

3. Kompos tidak mengandung hama dan penyakit serta tidak membahayakan

pertumbuhan atau produk tanaman

4. Kompos dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap penyakit

5. Kompos tidak mengakibatkan pencemaran dalam tanah, air ataupun udara

6. Kompos merupakan absorben yang sangat baik untuk senyawa-senyawa

organik maupun anorganik.

2.7. Kompos Limbah Media Jamur (Spent Mushroom Compost/SMC)

Miselia jamur sebagian besar tersusun atas selulosa, hemiselulosa dan

lignin, serta vitamin dan mineral, sehingga limbah substrat (media) tanam jamur

masih mengandung sejumlah besar unsur hara yang diperlukan oleh tanaman.

Formula substrat (media) yang digunakan adalah berupa serbuk gergaji, dedak,

gypsum dan kapur (CaCO3). SMC adalah merupakan limbah media pembibitan

jamur dimana selama dijadikan sebagai media taman maka bahan tersebut

mengalami proses pengomposan. SMC ini masih merupakan kompos setengah

matang yang dapat mendegradasi diazinon menjadi beberapa produk turunan.

Page 37: 2006jum1

SMC merupakan limbah hasil industri budidaya jamur yang berlimpah sehingga

sangat memungkinkan untuk gunakan dalam proses bioremediasi.

Kompos limbah media jamur (spent mushroom compost/SMC) ini banyak

mengandung nutrisi (kandungan bahan organik tinggi) di antaranya sebagai

sumber fosfor, kalium, nitrogen, kalsium, sulfur dan unsur-unsur lainnya seperti

besi, natrium, mangan, boron, tembaga, dan seng sehingga dapat memperbaiki

sifat fisik tanah, struktur, tekstur, porositas, dan meningkatkan aktivitas

mikroorganisme tanah dan cacing tanah sehingga memudahkan dalam

penghancuran tanah pada saat diolah (Anonim 2003). Karakteristik kompos

limbah media jamur seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik kompos limbah media jamur

Sifat fisik Keuntungan

Bahan organik 65 % • Meningkatkan struktur dan tekstur tanah.

• Meningkatkan aktivitas biologis tanah

Bebas dari polutan • Berasal dari rerumputan dan tanaman patogen

Kandungan nutrisi utama • Sumber bahan organik N, P, K, Ca, dan S

Unsur lain (dalam jumlah kecil) • Sumber bahan organik Fe, Na, Mn, Br, Cu, dan Zn.

Sumber: Anonim (2003)

Spent Mushroom Compost (SMC) telah diaplikasikan pada kontaminasi

organopolutan, ternyata kompos limbah media jamur dapat mendegradasi

polyciclyc aromatic hydrocarbon (PAHs) dengan sempurna menjadi napthalene,

phenanthrene, benzo[a]pyrene, dan benzo[g,h,i]perylene. SMC juga dapat

menghilangkan polutan penthaclorophenol (PCP) dan dapat digunakan sebagai

pengganti humus pada sistem biobed yang menggunakan bahan organik untuk

mengadsorpsi dan mendegradasi pestisida. PCP dapat dimineralisasi apabila

diinkubasi dengan kompos setelah masa pengkayaan yang sesuai. Bakteri yang

diisolasi dari kompos jamur Pleurotus pulminarius mampu toleran hingga 100

ppm PCP namun bakteri ini belum diketahui identitasnya (Lau et al. 2003).

Page 38: 2006jum1

Penggunaan kompos limbah media jamur dalam proses bioremediasi

pestisida merupakan salah satu upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan

dan dapat meningkatkan nilai tambah limbah yang dihasilkan dari industri

budidaya jamur. SMC mempunyai beberapa keuntungan bila digunakan dalam

proses bioremediasi dibanding jika menggunakan karbon aktif dan bakteri karena

SMC mudah didapatkan dan biaya yang murah serta cara memproduksinya relatif

simpel.

SMC ini sangat baik digunakan untuk memperbaiki sifat dan struktur tanah

karena kaya akan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah seperti nitrogen, fosfor,

kalium, kalsium, sulfur, besi, natrium, mangan, boron, tembaga, dan seng

(Anonim 2003). Komposisi kompos limbah media jamur seperti ditunjukkan

pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi kompos limbah media jamur

Ketersediaan nutrien Total kandungan nutrien

pH 6.6 (g/kg)EC (mS/m) 750 (mg/l) Nitrogen (N) 22.5 Nitrogen nitrat 62 Phosphor (P) 12.5 Nitrogen amonia 49 Kalium (K) 25.0 Phosphor (P) 31 Calsium (Ca) 72.5 Kalium (K) 2130 Magnesium (Mg) 6.7 Natrium (Na) 253 Sulphur (S) 15.9 Klorida (Cl) 118 Natrium (Na) 2.7 Kerapatan massa (g/l) 319 (mg/kg)% Bahan kering (DM) 31.5 Besi (Fe) 2153Kadar abu (%) 35.0 Mangan (Mn) 376 Boron (B) 37 Cu 46 Seng (Zn) 273

Sumber: Anonim (2003)

Page 39: 2006jum1

3. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioproses IV Pusat Penelitian

Bioteknologi-LIPI Cibinong. Analisis kadar diazinon dan isolasi bakteri dilakukan

di Laboratorium Bioproses IV Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong,

identifikasi bakteri dilakukan di Laboratorium Taksonomi Bidang Mikrobiologi

Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor, analisis kompos dilakukan di Laboratorium

Balai Penelitian Tanah Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan

Agroklimat Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Oktober 2005.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, labu

erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, labu ukur, botol Schott, corong, jarum ose,

kertas saring, neraca analitik, pH meter, filter ukuran 0.45 μm (millipore),

thermometer, autoklaf, sentrifugase, lampu spirtus, obyek glass, mikroskop,

mikropipet Eppendorf 100 dan 1000 μl, shaker, bak fermentor/inkubator, plat

silika gel 60 F254 dan spektrofometer UV-VIS.

3.2.2. Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah yang tidak

tercemar diazinon, kompos limbah media jamur tiram (Pleuorotus ostreatus),

plastik untuk penutup bak fermentor/inkubator, dan pestisida organofosfat merek

diazinon 60EC yang mengandung 600.000 ppm diazinon (teknis), metanol p.a, etil

asetat teknis, aseton, aquadest, alkohol, spirtus, K2HPO4, KH2PO4, MgSO4.7H2O,

NaCl, CaCl2.2H2O, FeSO4.7H2O, Na2MoO4, MnSO4, NaWo2, Bakto Peptone, dan

Yeast Extract, FDA, Aquabidest dan air destilata. Bahan-bahan lain yang

dibutuhkan yaitu media Potato Dekstrose Agar (PDA). Nutrien Agar (NA),

nistatyn, khloramphenikol, larutan pewarna Hucker’s violet (Gram A), larutan

Mordan Lugol’s iodin (Gram B), larutan pencuci (Gram C), larutan pewarna

Page 40: 2006jum1

sapranin (Gram D), Media khusus Gram Mac Conkey Agar, NNNN tetramethyl-p-

phenylene diamine dihydrochloride (C6H4[N(CH3)2]22HCl, H2O2, methyl red,

bromtymol biru, phenol red, media nutrien cair/broth.

3.3. Pengambilan Sampel untuk Perlakuan

Pengambilan sampel dipilih daerah yang relatif bebas pestisida. Oleh karena

itu dipilih sekitar lokasi laboratorium bioteknologi-LIPI cibinong karena daerah

ini masih relatif bebas pestisida terutama pestisida jenis diazinon. Kompos yang

digunakan adalah kompos limbah media jamur tiram (Pleurotus ostreatus) yang

diperoleh dari petani jamur di Desa Galuga Kecamatan Cibungbulang, Bogor.

Sebelum digunakan, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap residu pestisida

dalam tanah dan kompos. Hasil analisis menunjukkan bahwa tanah dan kompos

tersebut tidak mengandung residu pestisida diazinon maupun jenis pestisida

lainnya.

3.4. Desain Penelitian

3.4.1. Penelitian Tahap I

Penelitian tahap I melakukan proses bioremediasi dengan menggunakan

kompos limbah media jamur (SMC) dan menentukan kondisi terbaik untuk proses

degradasi diazinon.

3.4.2. Penelitian Tahap II

Penelitian tahap II melakukan isolasi bakteri dan kapang serta

mengidentifikasi bakteri dari kompos limbah media jamur tiram (Pleurotus

ostreatus) untuk mengetahui jenis bakteri yang terdapat dalam SMC tersebut yang

dapat mendegradasi diazinon. Kemudian dilakukan uji kemampuan degradasi

diazinon.

Bagan alir tahapan penelitian seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

Penelitian tahap I dilakukan seperti berikut:

1. Sterilisasi tanah yang bebas diazinon pada suhu 121 oC selama 15 menit,

kemudian dicemari dengan diazinon masing-masing konsentrasi 0 ppm, 293

Page 41: 2006jum1

ppm, 500 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm, dan 1707 ppm dengan jumlah kompos

dalam tanah 6%, 10%, 20%, 30% dan 35%.

2. Analisis kompos (SMC) yang meliputi: TPC, C/N, KTK, unsur hara, kadar air,

kadar abu, pH, aktivitas mikroba, dan kadar pestisida.

3. Pencampuran kompos dengan tanah yang telah dicemari diazinon.

4. Fermentasi/inkubasi pada suhu ruang dengan kadar air bahan 30-60% selama

28 hari.

5. Analisis hasil fermentasi/inkubasi (kadar diazinon, TPC, C/N, KTK, unsur hara,

kadar air, kadar abu, pH, dan aktivitas mikroba).

Gambar 3 Diagram tahapan penelitian

3.5. Proses Biodegradasi Diazinon

Sampel tanah yang belum dicemari dengan diazinon terlebih dahulu

disterilisasi pada suhu 120 oC dalam autoklaf selama 15 menit setelah dingin

tanah dicemari dengan pestisida organofosfat merk diazinon 60EC, kemudian

tanah tersebut dicampur dengan kompos dengan perbandingan tertentu. Sebelum

Sterilisasi tanah

Pencampuran

Analisis Kompos (C/N, KTK, unsur hara,

Kadar air, kadar abu, pH, kadar pestisida,

TPC, aktivitas mikroba)

Sampling: satu kali seminggu untuk analisis penurunan kadar diazinon, TPC, aktivitas mikroba

Fermentasi/inkubasi T = suhu ruang

Kadar air bahan = 30-60% Waktu = 28 hari

Isolasi Mikroba (bakteri & kapang)

Identifikasi bakteri

Analisis: kadar diazinon, TPC, C/N,KTK,

unsur hara, kadar air, kadar abu, pH, dan aktivitas mikroba.

Uji kemampuan degradasi diazinon

Diazinon EC 60

Kompos limbah media jamur

Tanah

Page 42: 2006jum1

kompos dicampur dengan tanah, terlebih dahulu dilakukan pengujian mutu

kompos tersebut. Parameter yang diuji adalah C/N, unsur hara, KTK, kadar air,

kadar abu, pH, TPC, aktivitas mikroba, dan kadar pestisida. Campuran tersebut

kemudian diaduk hingga homogen lalu diinkubasi selama 28 hari dengan kadar

air bahan 30-60% pada suhu kamar (28-32 oC) dan pH 7-8. Selama proses

inkubasi berlangsung sampel ditutup dengan plastik untuk mengurangi terjadinya

penguapan dan tidak terkena cahaya.

Sampel diambil satu kali seminggu di lima titik dengan dua kali

pengambilan kemudian digabung menjadi satu dan diaduk hingga homogen

(sistem komposit) kemudian dianalisis penurunan kadar diazinonnya. Pada akhir

proses inkubasi, selain analisis penurunan kadar diazinon juga dilakukan

pengujian C/N, KTK, unsur hara, kadar abu, kadar air, pH, TPC, dan aktivitas

mikroba.

3.6. Analisis Kadar Diazinon

Analisis kadar diazinon menggunakan metode seperti yang dilakukan oleh

Ningsih (2001) yaitu menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan

plat silika gel 60 F254 dan spektrofotometer UV/VIS Beckman DU 650 pada

panjang gelombang 241 nm.

3.6.1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis adalah metode pemisahan fisikokimia yang

lapisan pemisahan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam) dan ditempatkan

pada penyangga berupa plat gelas logam atau lapisan yang cocok, campuran yang

akan dipisahkan berupa larutan. Larutan ditotolkan berupa bercak, kemudian plat

diletakkan dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang

cocok (fase gerak) yang telah dijenuhkan. Pemisahan terjadi selama perambatan

fase gerak. Derajat retensi pada KLT dinyatakan sebagai “Retention Factor” (Rf)

yang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

Jarak titik pusat bercak dari titik awal Rf = …………………….(1)

Jarak garis depan dari titik awal

Page 43: 2006jum1

Metode ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui adanya atau

tidaknya produk turunan hasil degradasi diazinon dalam sampel. Analisis kadar

diazinon dengan metode KLT ini menggunakan plat silika gel 60 F254, eluen

pengembang heksana:etilasetat dengan perbandingan 10:1 (v/v) dan pewarna

digunakan serium (II) sulfat.

KLT dilakukan dengan cara mentotolkan sampel pada plat kemudian

dimasukkan kedalam bejana yang berisi heksana dan etyl asetat dengan

perbandingan 10:1 (v/v) yang telah dijenuhkan selama 30 menit. Lalu didiamkan

hingga eluen naik sampai batas garis. Spot yang terbentuk dapat dilihat dengan

menggunakan sinar ultraviolet dan pewarnaan dengan menggunakan serium (II)

sulfat.

3.6.2. Spektrofotometer UV-VIS

Spektrofotometri adalah suatu metode pengukuran serapan radiasi

elektromegnetik pada panjang gelombang tertentu yang sempit dan mendekati

monokromatik dan diserap oleh zat. Pelarut yang sering digunakan adalah air,

metanol, n-heksana, etanol, minyak bumi, dan eter.

Analisis diazinon dengan metode spektrofometri ini merupakan modifikasi

yang dilakukan oleh Bavcon et al. (2003) dengan metode yang dilakukan oleh

Ningsih (2001), yaitu dilakukan dengan cara mengekstraksi sebanyak 10 gram

sampel dengan etil asetat sebanyak 20 ml. Larutan yang diperoleh diuapkan

kemudian dilarutkan kembali dengan 2 ml metanol p.a, sampel disonifikasi agar

larutan tersebut tercampur dengan baik (homogen). Kemudian dilakukan

pembacaan pada spektrofotometer UV-VIS (Beckman DU 650) dengan sinar UV

pada panjang gelombang 241 nm. Absorbansi yang diperoleh kemudian diplot

pada kurva standar untuk menghitung konsentrasi diazinon dalam sampel.

3.7. Isolasi Mikroba dan Identifikasi bakteri

3.7.1. Pembuatan Media

3.7.1.1. Potato Dekstrose Agar (PDA).

Media ini digunakan untuk menginokulasi kapang dari SMC.

Page 44: 2006jum1

Cara pembuatan:

1. Ditimbang PDA sebanyak 3.9 g dan agar powder 0.5 g.

2. Kedua bahan tersebut dicampur dan ditambahkan dengan aquadest

sebanyak 100 ml, kemudian dipanaskan sambil diaduk.

3. Setelah mendidih dan homogen media disterilisasi dalam autoklaf pada

suhu 121 oC selama 15 menit.

4. Media didinginkan (hangat kuku) lalu ditambahkan khloramphenikol 50

ppm sebanyak 1 ml yang telah disterilkan dengan millipore 0.45 μm.

5. Media dituang ke dalam petri steril ± 1-2 ml, dan didinginkan

6. Setelah padat petri ditutup dan dibalik agar uap air tidak jatuh ke atas

permukaan agar.

3.7.1.2. Nutrien Agar (NA)

Media ini digunakan untuk menginokulasi bakteri dari SMC.

Cara pembuatan:

1. Ditimbang NA sebanyak 2.3 g dan agar powder 0.5 g.

2. Kedua bahan tersebut dicampur dan ditambahkan dengan aquadest sebanyak

100 ml, kemudian dipanaskan sambil diaduk.

3. Setelah mendidih dan homogen media disterilisasi dalam autoklaf pada suhu

121 oC selama 15 menit.

4. Media didinginkan (hangat kuku) lalu ditambahkan nistatyn 50 ppm

sebanyak 1 ml yang telah disterilkan dengan millipore 0.45 μm.

5. Media dituang ke dalam petri steril ± 1-2 ml, dan didinginkan

6. Setelah padat petri ditutup dan dibalik agar uap air tidak jatuh ke atas

permukaan agar.

3.7.2. Isolasi Mikroba (Bakteri dan Kapang)

Mikroba yang terdapat dalam SMC masih merupakan koloni campuran

sehingga perlu dilakukan isolasi untuk mendapatkan isolat/biakan murni (koloni

tunggal). Isolasi mikroba dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

Page 45: 2006jum1

1. Metode Cawan Tuang/Taburan (Puor Plate Method)

Metode ini dilakukan dengan cara menggoreskan suspensi bahan yang

mengandung bakteri pada permukaan medium agar yang sesuai dalam cawan

petri. Setelah diinkubasi pada bekas goresan akan tumbuh koloni-koloni yang

terpisah yang mungkin berasal dari satu sel bakteri, sehingga dapat diisolasi lebih

lanjut. Metode goresan ini dapat dilakukan dengan metode goresan lurus, kuadran,

atau radian.

2. Metode Cawan Gores (Streak Plate Method)

Metode dilakukan dengan cara menginokulasi medium agar yang sedang

mencair pada temperatur 50oC dengan suspensi bahan yang mengandung bakteri

dan menuangkannya ke dalam cawan petri, setelah diinkubasi akan terlihat koloni-

koloni yang tersebar di permukaan agar.

Dalam penelitian ini isolasi mikroba dilakukan dengan metode cawan

tuang/gores yaitu dengan menginokulasi SMC pada media padat Nutrient Agar

(NA) dan Potato Dekstrose Agar (PDA). Pada media padat NA ditambahkan zat

antibiotik nistatyn yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan

mikroorganisme kapang dan khamir sedangkan pada media padat PDA

ditambahkan dengan khloramphenikol untuk menghambat pertumbuhan bakteri.

Inokulasi mikroba ini dilakukan dengan dua metode yaitu cair dan padat:

1. Menimbang SMC sebanyak 1gram lalu di larutkan dengan air steril sebanyak

10 ml kemudian di goyang (shaker) selama 30 menit, supernatan yang

diperoleh dipipet sebanyak 100 μl lalu dituang kedalam cawan petri yang

berisi media PDA dan NA

2. Ditimbang kompos sebanyak 5 gram lalu ditabur kedalam cawan petri yang

yang berisi media PDA dan NA.

Masing-masing cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu

kamar selama 24-48 jam. Bakteri dan kapang yang tumbuh dipindahkan pada

media padat lain untuk memperoleh biakan murni. Setelah 2-3 hari isolat yang

tumbuh pada media awal dipindahkan dan dipisahkan berdasarkan perbedaan

bentuk dan morfologinya ke media padat NA dan PDA lainnya yang tidak

Page 46: 2006jum1

mengandung nistatyn dan khloramphenikol. Isolat-isolat tersebut dipindahkan

dengan menggunakan jarum ose kemudian menggoreskannya pada media padat

untuk memisahkan isolat-isolat tersebut agar diperoleh koloni tunggal (single

coloni). Koloni tersebut diinkubasi selama 3 hari pada suhu ruang. Hal ini

dilakukan berulang-ulang hingga diperoleh isolat yang murni. Isolat yang telah

murni dipindahkan ke dalam media agar miring (NA dan PDA) dengan cara

membuat garis zig zag. Kemudian diinkubasi selama 3 hari pada suhu ruang lalu

disimpan dalam lemari pendingin.

3.7.3. Pewarnaan bakteri

Pewarnaan bakteri dimaksudkan untuk melihat struktur sel bakteri dengan

seksama. Fungsi pewarnaan bakteri terutama memberi warna pada sel dan

bagian-bagiannya agar lebih kontras dan tampak lebih jelas, sehingga dapat

diamati berbagai bentuk (morfologi), jenis (gram positif atau gram negatif),

susunan bakteri, serta sel-sel bakteri (spora, kapsel, atau flagela). Sel-sel bakteri

yang tidak diwarnai pada umumnya sukar diamati dengan mikroskop cahaya

biasa, karena sitoplasma sel mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan

indeks bias lingkungannya (Lay 1992). Hasil pewarnaan sangat dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu:

a. Fiksasi, sebelum bakteri diwarnai terlebih dahulu dilakukan fiksasi dengan

menggunakan cara fisik (pemanasan atau dengan freeze drying) ataupun

menggunakan agen kimia (asam pikrat, alkohol, aseton, asam kromat-asam

osmiat). Fiksasi berfungsi untuk (1) Mencegah mengkerutnya globula-globula

protein sel; (2) Mempertinggi sifat reaktif gugusan-gugusan karboksilat,

amino primer, sulfihidril; (3) Merubah afinitas pewarna bakteri; (4) Mencegah

terjadinya otolisis sel; (5) Dapat membunuh bakteri secara cepat dengan tidak

menyebabkan perubahan-perubahan bentuk atau strukturnya; (6) Melekatkan

bakteri di atas gelas benda; (7) Membuat sel lebih kuat (keras).

b. Substrat, tiap pewarna asam maupun basa dapat bereaksi dengan konstituen

sel. Oleh karena itu substrat organik (lipid, protein, asam nukleat, dan

karbohidrat) akan mempengaruhi pewarnaan bakteri. Sehingga dapat

dibedakan sel-sel yang (1) basofil, yaitu sel-sel yang dapat mengikat pewarna

Page 47: 2006jum1

bakteri basa; (2) asidofil atau oksifil, yaitu sel-sel yang dapat mengikat

pewarna bakteri asam; (3) sudanolfil, yaitu sel-sel yang dapat mengikat

pewarna bakteri yang dapat larut dalam minyak.

c. Intensifikasi Pewarnaan, dilakukan dengan mempertinggi kadar pewarna,

temperatur pewarnaan (60-90 oC) atau menambah suatu mordan.

d. Pelunturan pewarna bakteri (Decolorizer), digunakan untuk mendapatkan

kontras yang baik pada bayangan mikroskop.

Beberapa cara pewarnaan bakteri yang biasa dilakukan ialah pewarnaan

sederhana, pewarnaan deferensial, pewarnaan Gram, pewarnaan Ziehl Neelsen

(acid fast), dan pewarnaan negatif (Lay 1992). Pada penelitian ini dilakukan

pewarnaan bakteri dengan menggunakan metode pewarnaan Gram. Pewarnaan

gram meliputi 4 tingkatan yaitu:

1. Pemberian pewarna utama (larutan pewarna kristal violet, warna ungu)

2. Pengintensifan pewarna utama dengan menambahkan larutan mordan (JKJ)

3. Pencucian (dekolorisasi) dengan alkohol 70%

4. Pemberian pewarna penutup (pewarna lawan, counterstain) larutan pewarna

safranin yang berwarna merah.

Dengan pewarnaan Gram maka dapat dibedakan bakteri yang bersifat

positif dan bersifat negatif: (1) Bakteri Gram positif ialah bakteri yang mengikat

pewarna utama dengan kuat sehingga tidak dapat dilunturkan dan diwarnai oleh

pewarna lawan. Dengan menggunakan mikroskop sel-sel bakteri ini tampak

berwarna violet; (2) Bakteri Gram negatif ialah bakteri yang daya ikat terhadap

pewarna utama tidak kuat, sehingga dapat dilunturkan dan diwarnai oleh pewarna

lawan. Dengan pengamatan mikroskopik sel bakteri ini tampak berwarna merah.

Sifat Gram terutama ditentukan oleh sifat-sifat fisik dan kimia dinding sel

dan membran sitoplasma. Dinding sel dan membran sitoplasma bakteri Gram

positif mempunyai afinitas yang besar terhadap kompleks pewarna kristal violet

dan iodium, sedang pada Gram negatif tidak. Pada waktu pewarnaan, larutan

kristal violet dan iodium menembus sel bakteri. Pada sel bakteri Gram positif zat-

zat ini membentuk senyawa yang sukar larut, tidak larut dalam peluntur, dan tidak

diwarnai oleh pewarna penutup sedang bakteri Gram negatif tidak demikian.

Page 48: 2006jum1

Pewarnaan Gram dilakukan dengan cara :

1. Gelas objek dibersihkan dengan alkohol 70%, lalu dipanggang di atas nyala api

dan dinginkan

2. Biakan diambil dengan ose secara aseptik ke atas gelas objek, diratakan dan

dikering-anginkan

3. Preparat yang telah kering difiksasi dengan cara melewatkan di atas api

4. Pada preparat diteteskan pewarna utama (Gram A) 1-2 tetes, dibiarka 1 menit

lalu dicuci dan dikeringkan

5. Lalu ditetesi dengan larutan mordan Lugol (Gram B) dibiarkan 1 menit, dicuci

dan dikeringkan

6. Kemudian dicuci dengan larutan peluntur (Gram C) selama 30 detik, dicuci dan

dikeringkan

7. Lalu diberi larutan pewarna penutup (Gram D) dibiarkan 2 menit lalu dicuci

dan dikeringkan

8. pengamatan dengan mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Bakteri Gram

positif berwarna violet dan Gram negatif berwarna merah.

3.7.4. Determinasi dan Identifikasi Bakteri

Untuk identifikasi dan determinasi suatu biakan murni dari hasil isolasi,

perlu diamati morfologi koloni serta morfologi individual, sifat-sifat pewarnaan,

sifat fisiologis (biokimia), patonogenesitas dan serologinya. Pada identifikasi

bakteri yang pertama-tama harus dilakukan adalah pengamatan terhadap

morfologi individual dan pertumbuhannya pada bermacam-macam media. Karena

bakteri tidak dapat dideterminasi hanya berdasarkan sifat-sifat morfologinya saja

tapi perlu pula diteliti sifat-sifat biokimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi

pertumbuhannya (media, pH, dan temperatur). Pada pengujian untuk identifikasi

bakteri digunakan pedoman Bergey’s Manual of Determinative Bakteriology (Holt

et al. 1994 ).

Sifat Morfologi Bakteri:

1. Morfologi sel individual meliputi:

♦ Ukuran, bentuk, dan rangkaian sel

Page 49: 2006jum1

♦ Ada tidaknya spora, dan kedudukan spora

♦ Ada tidaknya flagela, kedudukan, dan jumlah flagela

♦ Ada tidaknya kapsula

♦ Reaksi-reaksi pengecatan (pewarnaan)

2. Morfologi koloni meliputi bentuk, ukuran, tekstur, warna koloni, tipe medium.

Sifat Biokimia Bakteri:

Pengujian sifat biokimia bakteri meliputi:

1. Perubahan karbohidrat (daya fermentasi terhadap zat-zat gula dan hidrolisis

terhadap pati)

2. Hidrolisis lemak (bakteri dapat menghidrolisis lemak menjadi gliserol dan

asam lemak)

3. Penguraian protein (tiap-tiap spesies bakteri mempunyai daya hidrolisis dan

penguraian protein yang berbeda-beda)

4. Reduksi bermacam-macam unsur (bakteri anaerob dapat mereduksi garam

nitrat menjadi nitrit atau amonia, metilen blue atau indikator direduksi menjadi

tidak berwarna. Bakteri bersifat aerob obligat dapat mereduksi H2O2 menjadi

H2O dan O2)

5. Pembentukan figmen (pigmen akan tampak bila ada O2 bebas/aerob, dan dalam

keadaan anaerob pigmen akan hilang)

6. Pengujian biokimia khusus lainnya.

Tahapan identifikasi bakteri adalah sebagai berikut:

1. Isolat bakteri yang akan diuji dibiakkan pada media cair dan dilanjutkan dengan

media agar padat, setelah pertumbuhan lengkap sesuai lamanya inkubasi

biakan pada suhu ruang (30-37 oC) bahkan pada suhu thermofilik hingga 50 oC,

selanjutnya diamati morfologi koloninya. Pada tahap ini dilakukan dengan

mengamati kultur biakan dan koloni yang tumbuh pada permukaan agar (kasar,

halus) serta besarnya koloni (mm). kemudian dilakukan pengamatan morfologi

pada Media Khusus Gram Negatif (Mac Conkey Agar). Selain menggunakan

media tersebut diatas juga dapat menggunakan media selektive artinya bakteri

Page 50: 2006jum1

yang akan diamati akan tumbuh pada media khusus (SS agar, XLD agar,

BRC).

1. Tes Katalase (Catalase Test)

Menggunakan H2O2 3% dengan cara meneteskan larutan tersebut pada

permukaan objek glass, biakan murni diambil dengan ose lalu disentuhkan pada

tetesan tersebut, bila dalam hitungan detik terdapat gelembung udara

menandakan catalase positive.

2. Tes Oksidase (Oxidase Test)

Menggunakan NNNN-tetramethyl-p-phenylene diamine dihydrocloride

(C6H4[N(CH3)2]22HCl) dicamper dengan asam askorbat (ascorbic acid),

larutan tersebut diteteskan pada kertas saring. Biakan murni diambil dengan

ose lalu digoreskan pada kertas saring tersebut. Bila dalam beberapa detik

terjadi perubahan warna biru/violet menandakan Oxidase positive

3. Motility-Slide

a. Biakan yang tumbuh pada media cair/broth diambil dengan ose dan

diletakkan pada cover glass, object glass. Pergerakan positif terlihat bergerak

dan berlarian dengan cepat sedang yang negatif hanya bergerak dan diam

ditempat.

b. Metode kedua yaitu menggunakan agar setengah padat yang ditempatkan

pada tabung. Kultur diambil lalu ditusukkan pada media dari atas ke bawah.

Setelah diinkubasi selama 24 jam terlihat penyebaran ke arah menyamping

seperti warna keruh berarti menandakan positif.

4. Indole

Indol merupakan zat yang berbau busuk yang dihasilkan oleh bakteri yang

ditumbuhkan dalam medium yang mengandung asam amino triptofan. Uji

indol dengan menggunakan pepton cair pada tabung dengan bantuan pereaksi

reagent kovac’s akan terlihat warna merah.

5. Methyl Red-Voger Proskaur (MRVP)

Pengujian ini dapat dilihat pada media methyl red pada tabung berwarna bening

teh, kultur terlebih dahulu dibiakkan semalam setelah terjadi kekeruhan

ditambahkan reagen methyl red 50-100 μL. Reaksi positif bila berwarna merah

dan negatif bila berwarna kuning. Sedang untuk pengujian Vorges Proskaur

Page 51: 2006jum1

(VP) ke dalam media yang sama ditambahkan α-naphtol sebanyak 500-600 μL

lalu dikocok dan ditambahkan KOH 40% sebanyak 200 μL. Reaksi dapat

dilihat setelah 20-30 menit berwarna merah jika positif VP.

6. Citrate

Menggunakan media agar miring pada tabung yang berwarna hijau

ditambahkan bromthymol blue. Biakan digereskan pada permukaan agar lalu

diinkubasi 24-72 jam, perubahan warna menjadi biru jika positif. Untuk yang

negatif di reinkubasi beberapa hari hingga terjadi perubahan.

7. Nitrate Reaction

Menggunakan nutrien broth yang ditambahkan KNO3. Biakan murni

ditumbuhkan selama semalam setelah keruh menandakan cukup pertumbuhan

dengan menambahkan reagen Nitrate soln A dan soln B terjadi perubahan

warna menjadi merah terang.

Setelah pengujian di atas, dilakukan pengujian secara biokimia dengan

menggunakan berbagai macam uji gula-gula dengan menggunakan medium

Pepton water sebagai dasar medium digunakan Pepton 10 g, NaCl 5g, dan

aquadest 1000 ml lalu ditambahkan indikator phenol red (pH 7.2-7.4) kemudian

disterilisasi pada 115 oC selama 20 menit. Penambahan gula-gula seperti

Aesculine, Arabinoce, Dulcitol, Fructose, Galactose, Inisitol, Lactose, Maltose,

Rafinose, Rhamnose, Salicin, Sorbitol, Sucrose, Trehalose, Xylose dengan

masing-masing konsentrasi antara 0.5-1%. Setelah penambahan gula-gula

dilakukan sterilisasi dengan steam selama 10 menit. Perubahan warna menjadi

kuning bila positif. Secara keseluruhan tahapan proses isolasi mikroba dan

determinasi/identifikasi bakteri seperti ditunjukkan pada Gambar 4.

Page 52: 2006jum1

Gambar 4 Tahapan isolasi dan identifikasi bakteri

3.7.5. Uji Kemampuan Degradasi Diazinon

Mikroorganisme dapat mendegradasi pestisida apabila mikroorganisme

tersebut diadaptasikan terlebih dahulu dengan lingkungan yang mengandung

pestisida. Karena dalam proses adaptasi tersebut terjadi sintesis enzim yang

dibutuhkan unuk mendegradasi senyawa-senyawa rekalsitran (Gumbira-Said dan

Fauzi 1995).

Persiapan Sampel

Pembuatan Media

(PDA & NA)

Pembiakan (inokulasi) mikroba

Pembiakan Bakteri dalam

media NA

Pembiakan Kapang/Khamir dalam

media PDA

Isolasi Bakteri

Isolasi Kapang/Khamir

Determinasi/identifikasi bakteri

Pewarnaan bakteri

Uji sifat Biokimia

Koloni tunggal Koloni tunggal

Genus/Spesies

Page 53: 2006jum1

Bakteri yang diperoleh dari hasil identifikasi lalu diujikan pertumbuhannya.

Media pertumbuhan dan adaptasi yang digunakan adalah Nutrient Agar (NA)

padat yang mengandung 100 dan 500 ppm diazinon.

Bakteri yang tumbuh kemudian dilakukan uji pembentukan zona jernih

untuk menguji kemampuannya dalam mendegradasi diazinon. Media yang

digunakan adalah media MSPY (Mineral Salt Pepton Yeast) yang mengandung

diazinon 1000 ppm, 1500 ppm, dan 1700 ppm. Bakteri tersebut diinokulasi selama

empat hari untuk melihat aktivitasnya dalam mendegradasi diazinon.

3.7.5.1. Pembuatan Media NA adaptasi.

Cara pembuatan media ini yakni dengan menimbang NA sebanyak 2.3 g

dan agar powder 0.5 g ke dalam 100 ml air destilata kemudian dipanaskan sambil

diaduk. Setelah mendidih dan homogen media disterilisasi dalam autoklaf pada

suhu 121 oC selama 15 menit. Kemudian media didinginkan (hangat kuku) lalu

ditambahkan diazinon 100 dan 500 ppm lalu dituang ke dalam petri steril. Setelah

padat petri ditutup dan dibalik agar uap air tidak jatuh ke atas permukaan agar.

Kemudian bakteri diinokulasikan dan diinkubasi pada suhu 30 oC selama 3 hari.

3.7.5.2. Pembuatan Media MSPY.

Pembuatan media MSPY dilakukan dengan cara melarutkan KH2PO4 0.2 g,

K2HPO4 0.5 g, MgSO4.7H2O 0.2 g, NaCl 0.2 g, CaCl2.2H2O 0.05 g, FeSO4.7H2O

0.025 g, Na2MoO4, 0.005 g, MnSO4 0.0005 g, NaWo2 0.0005 g, Bakto peptone 1.0

g, dan Yeast extract 2.0 g, ke dalam gelas piala yang berisi 1 liter air destilata

kemudian diaduk sambil mengatur pH pada kisaran 7.0 (pH netral). Lalu larutan

media dipindahkan ke dalam erlenmeyer yang berukuran 1 liter dan diisi bacto

agar sebanyak 15 g, kemudian disterilkan dalam autoklaf (Oshiro 1996). Media

steril tersebut kemudian ditambahkan diazinon dengan konsentrasi masing-

masing, 1000 ppm, 1500 ppm, dan 1700 pm.

Menurut Margot dan Stammbach (1964), bahwa diazinon menguap pada

suhu 83-84 oC, sensitif terhadap oksidasi pada suhu di atas 100 oC dan

terdegradasi pada di atas 120 oC sehingga diazinon tidak dapat disterilkan dengan

Page 54: 2006jum1

autoklaf. Oleh karena itu diazinon harus disterilkan melalui proses sterilisasi

penyaringan yakni dengan menggunakan filter ukuran 0.45 μm (millipore).

3.8. Analisis Aktivitas Mikroba dengan Fluorescein Diacetate (FDA) Assay

Analisis aktivitas mikroba dilakukan dengan menggunakan metode seperti

yang dilakukan oleh Eggen (1999), yaitu menggunakan Fluorescein Diacetate

(FDA) Assay. FDA tidak digunakan untuk menghitung biomassa mikrobial tetapi

untuk membandingkan aktivitas mikroba hydrolitik dalam satu ekosistem yang

sama. Penentuan FDA dilakukan dengan cara menginkubasi sampel dalam larutan

buffer, yang bertindak sebagai penerima elektron yang menurunkan warna

fluorescein. Intensitas warna ditentukan dengan menggunakan spektofotometri.

Larutan standar FDA dibuat dengan melarutkan 0.0399 gram FDA ke

dalam 100 mL aseton. Kemudian ditimbang 10 gram kompos ke dalam

erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan standar FDA masing-masing 0, 0.1;

0.2, 0.3, 0.5, 1.0 dan 1.5 mL, masing-masing erlenmeyer ditambah 50 mL buffer

fosfat. Larutan standar diinkubasi dengan penggoyangan (rotary shaker) pada

kecepatan 120 rpm selama satu jam kemudian ditambahkan 50 mL aseton untuk

menghentikan reaksi hidrolisis. Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 6000

rpm selama 10 menit, lalu disaring. Absorban filtrat diukur dengan

spektrofotometri UV-VIS (Beckman DU 650) pada panjang gelombang (λ) 490

nm.

Perlakuan pada sampel dilakukan dengan cara menimbang FDA 0.200 gram

lalu dilarutkan dengan aseton kemudian ditambah dangan “deionized water”

(aquabidest) hingga 100 mL sebagai larutan stok. Sampel di timbang masing-

masing 10 gram ke dalam erlenmeyer lalu ditambah 50 ml buffer fosfat (pH 7.6)

dan larutan FDA 0.5 mL kemudian diinkubasi dengan rotary shaker pada

kecepatan 120 rpm selama satu jam kemudian ditambahkan 50 mL aseton.

Larutan didekantasi (pindahkan) ke dalam tabung sentrifugasi dan disetrifugasi

dengan kecepatan 6000 rpm selama 10 menit, lalu disaring dengan millipore (0.45

μm). Absorban diukur dengan spektrofotometri pada panjang gelombang (λ) 490

nm.

Page 55: 2006jum1

3.9. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan ini dilakukan dengan menggunakan dua faktor yaitu

konsentrasi diazinon (x1) dan perbandingan tanah dengan kompos (x2). Pada

penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode permukaan respon

(Respons Surface Method/RSM) mengikuti Rancangan Komposit Fraksional,

masing-masing peubah uji terdiri dari tiga taraf dengan rincian seperti ditunjukkan

pada Tabel 4.

Tabel 4 Kisaran dan taraf peubah uji pada optimasi bioremediasi

Jenis Perlakuan

Nilai faktor

terendah

Nilai faktor tengah

Nilai faktor

tertinggi (-1) 0 (+1)

Konsentrasi diazinon (ppm)

500

1000

1500

Rasio kompos dalam tanah (%)

10

20

30

Dalam penelitian ini digunakan Central Composite Design (CCD)

(Montgomery,1991) dengan 3 ulangan pada titik pusat sehingga memenuhi

model kuadratik, nilai pusat perlakuan digunakan konsentrasi diazinon 1000 ppm

dan rasio kompos dalam tanah 20%. Matriks satuan-satuan percobaan pada proses

bioremediasi dalam unit dan nilai asli seperti disajikan pada Tabel 5. Dimana nilai

asli diperoleh dengan rumus

Nilai asli =[(nilai tertinggi/rendah–nilai tengah) x nilai kode + nilai tengah] ......(2)

Page 56: 2006jum1

Tabel 5 Matriks satuan percobaan pada optimasi proses bioremediasi rancangan komposit fraksional

No

Kode Nilai asli Keterangan

Diazinon

Kompos

Diazinon (ppm)

Kompos(%)

1 1 1 1500 30 P1 2 -1 1 500 30 P2 3 1 -1 1500 10 P3. 4 -1 -1 500 10 P4 5 0 0 1000 20 P51 6 0 0 1000 20 P52 7 0 0 1000 20 P53 8 1.414 0 1707 20 P6 9 -1.41 0 293 20 P7 10 0 1.414 1000 35 P8 11 0 -1.414 1000 6 P9 12 - - 1000 0 K1 13 - - 1000 0 K2

Dengan dua peubah uji tersebut maka model kuadratiknya seperti bentuk

persamaan berikut:

Yi = bo + b1x1i + b2x2i + b11x1i2 +b22x2i

2 +b12x1i + ri ……….……………….. (3)

Keterangan:

Y = Respon dari masing-masing perlakuan

X = (x1: konsentrasi diazinon; x2: rasio kompos dalam tanah)

b = Koefisien parameter

r = error

Parameter respon utama yang digunakan adalah penurunan konsentrasi

diazinon. Sebagai kontrol digunakan tanah tidak disterilisasi dan tanpa

penambahan kompos (K1), dan tanah disterilisasi tanpa kompos (K2) dengan

masing-masing konsentrasi diazinon 1000 ppm.

Page 57: 2006jum1

1 2 3 4

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Diazinon

4.1.1. Analisis Degradasi Diazinon dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Untuk memastikan ada atau tidaknya senyawa turunan hasil degradasi

diazinon oleh aktivitas mikroba yang berasal dari SMC maka dilakukan analisis

diazinon dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Hasil analisis

dengan KLT dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Kromatogram hasil KLT dengan eluen heksana : etyl asetat (10:1, v/v) (1) diazinon teknis pekat; (2) stok diazinon 10000 ppm; (3) sampel P5 (H14); (4) sampel P5 (Ho)

Dari Gambar 5 secara kualitatif terlihat bahwa diazinon teknis pekat (1) dan

stok diazinon 1000 ppm (2) terdapat satu spot berwarna merah muda dengan

masing-masing nilai Rf 0.28 dan 0.24 dan satu spot berwarna kuning

kemungkinan merupakan pelarut dari senyawa diazinon tersebut. Pada sampel

hari ke-14 (3) ada tujuh spot dan satu diantaranya berwarna merah muda dan pada

hari ke-0 (4) ada tiga spot dengan masing-masing nilai Rf 0.24 dan 0.28 sama

dengan stok diazinon 1000 ppm dan diazinon teknis pekat, sedang spot yang

berwarna coklat kemungkinan terbentuk dari kotoran yang berasal dari tanah atau

kompos. Pada sampel hari ke-14 (3) terdapat spot berwarna kuning keemasan dan

orange dengan Rf 0.67 dan 0.8 ini diduga adalah merupakan senyawa turunan

Page 58: 2006jum1

hasil degradasi diazinon oleh SMC namun senyawa ini belum dapat

diindentifikasi dengan jelas.

Secara umum diazinon mempunyai rute degradasi mencakup pemutusan

ikatan P – O – pirimidin oleh aktivitas NADPH-dependent oksidase. Komponen

heterosiklik diazinon dapat diaktivasi oleh enzim monooksidase yang membentuk

derivatif P = O menghasilkan diazoxon tetapi senyawa ini dapat terhidrolisis

membentuk 2-isopropil-4-metil-6-hidroksipirimidin (IMHP), asam tiofosfonat dan

etanol. Proses reaksi transformasi enzimatik oleh mikroba terhadap diazinon

terjadi melalui reaksi primernya yaitu reaksi hidrolisis yang diikuti oleh reaksi

pemecahan rantai cincin diazinon menjadi 2-isopropil-4-metil-6-pirimidinol

(IMP) dan tiofosfonat. Hasil metabolisme mikroba tersebut diidentifikasi sebagai

senyawa yang mempunyai sifat toksik yang lebih kecil dari pada diazinon (Bollag,

1974).

Di alam, pada kondisi asam atau alkali diazinon dapat terdegradasi dengan

cepat, tetapi lambat pada kondisi netral (McEwen and Stephenson 1979). Proses

degradasi dalam penelitian ini berlangsung dalam keadaan pH netral (pH 7-8)

sehingga secara alami diazinon akan lambat terdegradasi tetapi dengan bantuan

aktivitas bakteri ataupun mikroba lainnya yang terdapat dalam SMC, maka

diazinon tersebut dapat terdegradasi secara mikrobial melalui proses hidrolisis.

Selain degradasi secara mikrobial, diazinon juga terdegradasi secara kimiawi

melalui reaksi hidrolisis dengan adanya sejumlah air sehingga hal ini

mengakibatkan diazinon mengalami proses degradasi dengan cepat.

4.1.2. Analisis Penurunan Konsentrasi Diazinon dengan Spektrofotometer

Analisis diazinon secara kualitatif juga dilakukan dengan menggunakan

spektrofotometer, yang bertujuan untuk mengetahui effisiensi penurunan

konsentrasi diazinon dan waktu terbaik yang akan digunakan untuk bioremediasi

yang efektif. Pengambilan sampel untuk analisis diazinon dilakukan pada hari ke-

0, 7, 14, 21, dan 28. Hasil analisis hari ke-7 (Lampiran 2) membentuk persamaan

respon permukaan seperti berikut

Y7 = 29.069 – 0.032Dz + 0.728Kp + 0 + 0.009Kp2 + 0.0002DzKp ……………(4)

Page 59: 2006jum1

Dimana:

Y7 = Respon terhadap degradasi diazinon pada hari ke-7

Dz = Konsentrasi diazinon

Kp = Rasio kompos

Berdasarkan persamaan (4) diperoleh bentuk permukaan respon interaksi

antara konsentrasi diazinon dengan rasio kompos dalam tanah terhadap penurunan

konsentrasi diazinon (Gambar 6). Dari Gambar tersebut terlihat bahwa rasio

kompos berpengaruh positif secara linear terhadap penurunan konsentrasi

diazinon dimana semakin banyak kompos dalam tanah maka penurunan

konsentrasi diazinon juga semakin besar, hal ini disebabkan karena jumlah

mikroba yang berperan dalam proses degradasi juga semakin banyak. Sedangkan

konsentrasi diazinon memberikan pengaruh negatif terhadap penurunan

konsentrasi diazinon dimana semakin tinggi konsentrasi diazinon maka sifat

toksik semakin besar sehingga menyebabkan diazinon mengalami penurunan

konsentrasi makin kecil.

Gambar 6 Grafik permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-7

Penurunan konsentrasi diazinon pada hari ke-7 pada kombinasi konsentrasi

diazinon 1000 ppm dengan rasio kompos 20% hanya mencapai 32.1%. Hal ini

Page 60: 2006jum1

disebabkan karena mikroorganisme dalam SMC belum pernah berhubungan

langsung dengan senyawa diazinon sehingga mikroorganisme tersebut belum

memiliki enzim yang dapat melakukan perombakan terhadap senyawa diazinon.

Oleh karena itu mikroorganisme tersebut masih membutuhkan waktu untuk

menyesuaikan diri (beradaptasi). Lambat laun mikroorganisme-mikroorganisme

tersebut akan beradaptasi dan melakukan perombakan terhadap senyawa diazinon

karena dalam proses adaptasi tersebut terjadi sintesis enzim dan plasmid yang

dibutuhkan untuk mendegradasi diazinon dengan mendetoksifikasi menjadi zat

yang kurang atau tidak beracun.

Analisis keragaman penurunan konsentrasi diazinon (Lampiran 2)

menunjukkan ketidaksesuaian model yang dikembangkan, dimana nilai P total

model sebesar 0.58 lebih besar dari taraf signifikan 0.05. Interaksi antara

konsentrasi diazinon (Dz) dengan rasio kompos (Kp) memberi pengaruh positif

terhadap penurunan diazinon dengan nilai signifikan sebesar 92.8%. Ini berarti

bahwa semakin banyak kompos yang ditambahkan maka akan semakin besar

penurunan konsentrasi yang terjadi.

Hasil uji kenormalan galat menggunakan Kolmogorov-Smirnov Normality

Test menunjukkan bahwa galat model telah terdistribusi secara normal dan saling

bebas dengan keragaman relatif homogen dengan nilai P>0.15. Plot kenormalan

seperti ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7 Probabilitas normal hasil degradasi diazinon hari ke-7

Page 61: 2006jum1

Hasil analisis hari ke-14 (Lampiran 3) membentuk persamaan respon

permukaan seperti berikut

Y14 = 82.757 + 0.022 Dz – 0.313 Kp – 0 – 0.005 Kp2 + 0.001 Dz Kp ..............(5)

Persamaan (5) memberikan informasi bahwa semakin tinggi konsentrasi

diazinon memberikan pengaruh negatif terhadap penurunan konsentrasi diazinon,

ini berarti bahwa semakin besar konsentrasi diazinon akan menghambat proses

degradasi dan menyebabkan penurunan konsentrasi diazinon yang terjadi juga

kecil. Hal ini disebabkan karena konsentrasi diazinon yang tinggi memiliki sifat

toksik yang tinggi terhadap mikroorganisme sehingga menghambat

mikroorganisme untuk menguraikan senyawa diazinon. Rasio kompos

memberikan pengaruh positif terhadap penurunan konsentrasi diazinon karena

jumlah mikroorganisme yang berperan dalam proses degradasi diazinon semakin

banyak. Sehingga dengan penambahan kompos akan meningkatkan laju

degradasi diazinon. Mikroorganisme dalam SMC mampu tumbuh dan

berkembang biak dengan menggunakan sellulosa, lignosellulosa ataupun lignin

dalam kompos sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya sehingga jumlah

populasi mikroba semakin meningkat dan menyebabkan aktivitas mikroba juga

mengalami peningkatan.

Pada Gambar 8 terlihat bahwa nilai optimum pada hari ke-14 diperoleh

pada kombinasi konsentrasi diazinon 1000 ppm dengan kompos dalam tanah 30%

yang dapat menurunkan konsentrasi diazinon sebesar 88%. Pada kombinasi

konsentrasi diazinon 1000 ppm dengan rasio kompos 20% penurunan konsentrasi

diazinon sebesar 80.8%.

Page 62: 2006jum1

Gambar 8 Grafik permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-14

Dari hasil analisis keragaman penurunan konsentrasi diazinon (Lampiran 3)

menunjukkan bahwa secara linear dan kuadratik rasio kompos berpengaruh nyata

terhadap penurunan konsentrasi diazinon. Hasil analisis tersebut juga

menunjukkan adanya kesesuaian model yang dikembangkan dimana nilai P total

model sebesar 0.029 kurang dari taraf signifikan 0.05. Nilai P interaksi kedua

faktor sebesar 0.405 tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf 95%.

Nilai koefisien korelasi berganda (R) sebesar 0.79 menunjukkan relatif tingginya

korelasi antara nilai-nilai observasi dan nilai dugaan. Nilai koefisien determinasi

(R2) sebesar 62.8% yang menunjukkan bahwa ada 37.0% dari total keragaman

yang tidak terjelaskan oleh model.

Hasil uji kenormalan galat menggunakan Kolmogorov-Smirnov Normality

Test menunjukkan bahwa galat model telah terdistribusi secara normal dan saling

bebas dengan keragaman relatif homogen dengan nilai P>0.15. Plot kenormalan

seperti ditunjukkan pada Gambar 9.

Page 63: 2006jum1

Gambar 9 Probabilitas normal hasil degradasi diazinon hari ke-14

Hasil analisis hari ke-21 (Lampiran 4) membentuk persamaan respon

permukaan seperti berikut

Y21 = 84.145 + 0.01Dz + 0.093Kp – 0 – 0.007Kp2 + 0.001DzKp ……….......(6)

Berdasarkan persamaan (6) diperoleh bentuk permukaan respon interaksi

antara konsentrasi diazinon dengan rasio kompos dalam tanah terhadap penurunan

konsentrasi diazinon seperti ditunjukkan pada Gambar 10. Dari Gambar tersebut

dapat diketahui bahwa rasio kompos yang ditambahkan akan mempengaruhi

penurunan konsentrasi diazinon. Menurut Barker dan Bryson (2002) bahwa

degradasi kontaminan dalam tanah dapat dipercepat dengan penambahan kompos

karena meningkatkan substrat untuk kometabolisme. Mikroorganisme juga dapat

mengakumulasikan racun hasil metabolisme dalam selnya sehingga terjadi

penurunan konsentrasi.

Penurunan konsentrasi diazinon mencapai titik optimum pada kombinasi

diazinon 1000 ppm dengan rasio kompos 25% yang dapat menurunkan

konsentrasi diazinon sebesar 91.8%. Pada kombinasi konsentrasi diazinon 1000

ppm dengan rasio kompos 20% penurunan konsentrasi diazinon mencapai 89.6%.

Page 64: 2006jum1

Gambar 10 Grafik permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-21

Dari hasil analisis keragaman penurunan konsentrasi diazinon pada hari ke-

21 (Lampiran 4) secara linear dan kuadratik menunjukkan bahwa rasio kompos

berpengaruh nyata terhadap penurunan konsentrasi diazinon. Hasil analisis juga

menunjukkan kesesuaian model yang kembangkan dimana nilai P total model

kurang dari tarat signifikan 0.05. Nilai P interaksi kedua faktor sebesar 0.170

tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf 95%. Nilai koefisien korelasi

berganda (R) sebesar 0.89 menunjukkan relatif tingginya korelasi antara nilai-nilai

observasi dan nilai dugaan. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 80.0%

menunjukkan bahwa ada 20% dari total keragaman yang tidak terjelaskan oleh

model.

Hasil uji kenormalan galat menggunakan Kolmogorov-Smirnov Normality

Test diperoleh nilai P<0.15. Plot kenormalan dapat dilihat pada Gambar 11.

Page 65: 2006jum1

Gambar 11 Probabilitas normal hasil degradasi diazinon hari ke-21

Hasil analisis hari ke-28 (Lampiran 5) membentuk persamaan respon

permukaan seperti berikut

Y28 = 85.507 – 0.002Dz + 0.499Kp – 0 – 0.008Kp2 + 0.0003DzKp …...……(7)

Berdasarkan persamaan (7) diperoleh bentuk permukaan respon pengaruh

interaksi kedua faktor terhadap penurunan konsentrasi diazinon seperti

ditunjukkan pada Gambar 12. Dari Gambar tersebut dapat diketahui bahwa rasio

kompos sangat mempengaruhi penurunan konsentrasi diazinon dimana rasio

kompos yang rendah memberikan efek penurunan konsentrasi diazinon juga

rendah. Penurunan konsentrasi diazinon mencapai titik optimum pada kombinasi

diazinon 1000 ppm dengan rasio kompos 26% yang dapat menurunkan

konsentrasi diazinon mencapai 97.5%. Pada kombinasi rasio kompos 20% dengan

konsentrasi diazinon 1000 ppm mengalami penurunan konsentrasi diazinon

sebesar 92.6%.

Page 66: 2006jum1

Gambar 12 Grafik permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-28

Dari hasil analisis keragaman penurunan konsentrasi diazinon pada hari ke-

28 (Lampiran 5) menunjukkan bahwa secara kuadratik rasio kompos berpengaruh

nyata terhadap penurunan konsentrasi diazinon. Hasil analisis juga menunjukkan

kesesuaian model yang dikembangkan dimana nilai P total model sebesar 0.001

kurang dari tarat signifikan 0.05. Nilai P interaksi kedua faktor tidak

menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf 95%. Nilai koefisien korelasi

berganda (R) sebesar 0.81 menunjukkan relatif tingginya korelasi antara nilai-nilai

observasi dan nilai dugaan. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 65.8% ini

berarti bahwa ada 34.2% dari total keragaman yang tidak terjelaskan oleh model.

Hasil uji kenormalan galat menggunakan Kolmogorov-Smirnov Normality

Test menunjukkan bahwa galat model telah terdistribusi secara normal dan saling

bebas dengan keragaman relatif homogen dengan nilai P>0.15. Plot kenormalan

dapat dilihat pada Gambar 13.

Page 67: 2006jum1

Gambar 13 Probabilitas normal hasil degradasi diazinon hari ke-28

Diazinon adalah salah jenis pestisida golongan organofosfat yang paling

stabil di dalam tanah. Waktu paruh diazinon adalah 30 hari (Wauchope et al. 1992

dalam Leland 1998), dan menurut Rao (1994) keawetan diazinon dalam tanah

normal adalah 3 bulan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa penurunan

konsentrasi diazinon terjadi karena kometabolisme yang dilakukan bakteri dan

mikroba lainnya yang ada dalam SMC. Mikroba tersebut menggunakan bahan-

bahan organik dalam kompos sebagai sumber karbon dan energi, sehingga terjadi

peningkatan jumlah populasi dan aktivitas mikroba. Selama pertumbuhan

mikroorganisme tersebut secara terus menerus akan memproduksi enzim yang

dapat mendetoksifikasi diazinon. Jumlah populasi dan aktivitas mikroba serta

hasil degradasi diazinon pada kombinasi konsentrasi diazinon 1000 ppm dengan

rasio kompos 20% seperti ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah populasi dan aktivitas mikroba serta degradasi diazinon

Hari ke-

TPC (cfu/g)

Aktivitas mikroba (FDA/g)

Penurunan konsentrasi diazinon (%)

0 2.5x105 0.0320 0 7 4.5x105 0.0355 28.26 14 3.7x106 0.1090 87.88 21 4.5x106 0.2484 91.65 28 4.6x106 0.2299 93.15

Page 68: 2006jum1

Gambar 14 (a dan b) menunjukkan bahwa jumlah populasi dan aktivitas

mikroba cenderung mengikuti pola kurva pertumbuhan mikroba. Pada hari ke-7

pertambahan jumlah populasi dan aktivitas mikroba masih relatif kecil karena

mikroba dalam SMC tersebut masih dalam tahap pertumbuhan dan penyesuaian,

sehingga proses degradasi diazinon relatif lambat dan mengakibatkan penurunan

konsentrasi diazinon jadi terhambat.

(a)

(b)

Gambar 14 (a) Kurva jumlah populasi dan hasil degradasi diazinon, (b) Aktivitas

mikroba dan hasil degradasi diazinon

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0 7 14 21 28

Hari ke-

Prod

uk F

DA

0

20

40

60

80

100

Penu

runa

n ko

nstr

dia

zino

n (%

)

Aktivitas mikroba Penurunan konstr diazinon (%)

0

1000000

2000000

3000000

4000000

5000000

0 7 14 21 28Hari ke-

TPC

(cfu

/g)

0

20

40

60

80

100

Penu

runa

n ko

nstr

dia

zino

n (%

)

TPC Penurunan konstr diazinon

Page 69: 2006jum1

Peningkatan jumlah populasi dan aktivitas mikroba terjadi karena didukung

oleh faktor suhu dan pH yang optimum serta sumber karbon yang cukup untuk

pertumbuhan bagi mikroorganisme. Dalam proses bioremediasi temperatur sangat

berpengaruh terhadap kecepatan reaksi kimiawi ataupun secara enzimatik. Suhu

optimum untuk proses bioremediasi adalah 10-42 oC. Suhu yang terlalu tinggi dan

pH yang terlalu asam akan menyebabkan aktivitas mikroorganisme terhambat.

Dalam penelitian ini proses degradasi pada pH 7-8 dengan kadar air 30-50% dan

suhu 28-32 oC. Dimana kondisi ini merupakan kondisi yang optimum untuk

pertumbuhan bagi mikroorganisme sehingga mendukung terjadinya peningkatan

jumlah populasi dan aktivitas mikroba. Mikroorganisme dapat tumbuh dan

berkembang biak dengan baik pada kondisi pH netral karena pada kondisi tersebut

zat-zat makanan bagi mikroorganisme mudah larut dalam air yang ada dalam

tanah dan kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme menjadi maksimal.

Dalam pertumbuhannya, mikroba tersebut diharapkan dapat memproduksi

enzim yang mampu melakukan perombakan (mendetoksifikasi) senyawa diazinon

secara sempurna sehingga membentuk suatu produk senyawa turunan yang

mempunyai sifat toksik yang rendah dari senyawa asalnya (diazinon). Mekanisme

transformasi dan degradasi pestisida yang tidak sempurna kadang terdapat

gangguan mikrobial misalnya transformasi kometabolik, reaksi konjugasi, dan

akumulasi pestisida di dalam sel mikroba itu sendiri, hal ini dapat menyebabkan

terbentuknya senyawa baru yang lebih berbahaya dari pestisida asalnya (Bollag

1974; Ku et al. (1998).

Pada hari ke-28 pertambahan jumlah populasi relatif kecil dan aktivitas

mikroba mengalami penurunan karena berada pada tahap kematian (death phase).

Oleh karena itu laju degradasi menurun sehingga menghambat penurunan

konsentrasi diazinon. Akan tetapi penurunan konsentrasi diazinon yang terjadi

hari ke-7 sampai hari ke-28 masih mengalami peningkatan, karena selain terjadi

proses degradasi secara enzimatik, proses degradasi juga terjadi secara fisik dan

kimiawi melalui reaksi hidrolisis, oksidasi dan penguapan. Pengadukan yang

dilakukan setiap minggu memungkinkan terjadinya proses oksidasi dan

penguapan. Sehingga hal ini dapat membantu laju degradasi dan menyebabkan

penurunan konsentrasi diazinon yang terjadi semakin besar.

Page 70: 2006jum1

Penurunan konsentrasi diazinon semakin besar karena selain dipengaruhi

oleh faktor lingkungan (suhu, pH, kadar air) yang optimum, waktu juga sangat

berpengaruh terhadap penurunan konsentrasi diazinon, dimana semakin lama

waktu remediasi maka penurunan konsentrasi diazinon juga semakin besar.

Hasil analisis pengaruh interaksi antara tiga faktor (waktu, rasio kompos,

dan konsentrasi diazinon) (Lampiran 6) diperoleh persamaan dan permukaan

respon sebagai berikut

Y = -44.295 – 0.015Dz + 1.333Kp + 11.591t – 0 – 0.012Kp2 – 0.250t2 +

0.0004DzKp + 0.0006Dz t - 0.036 Kpt …..……………………………(8)

Dimana:

Y = Respon terhadap degradasi diazinon

Dz = Konsentrasi diazinon (ppm)

Kp = Rasio kompos (%)

t = Waktu (hari ke-)

Bentuk permukaan respon dari pengaruh interaksi ketiga faktor terhadap

penurunan konsentrasi diazinon seperti ditunjukkan pada Gambar 15. Dari

Gambar tersebut diketahui bahwa dengan bertambahnya waktu dan rasio kompos

yang optimal akan mempengaruhi penurunan konsentrasi diazinon dimana

semakin lama waktu remediasi maka penurunan konsentrasi diazinon juga

semakin besar, akan tetapi konsentrasi awal diazinon juga merupakan salah satu

faktor yang berpengaruh dalam proses dekomposisi.

Interaksi antar waktu dengan rasio kompos mencapai titik optimum

penurunan konsentrasi diazinon setelah hari ke-14 dengan rasio kompos antara

16-39% pada konsentrasi diazinon 1000 ppm. Penurunan konsentrasi diazinon

dapat mencapai 89.5%. Plot permukaan respon seperti ditunjukkan pada Gambar

15.

Page 71: 2006jum1

Gambar 15 Grafik interaksi tiga faktor terhadap hasil degradasi diazinon

Analisis keragaman penurunan konsentrasi diazinon akibat interaksi ketiga

faktor (waktu, rasio kompos, dan konsentrasi diazinon) (Lampiran 6).

Menunjukkan bahwa secara kuadratik rasio kompos berpengaruh nyata terhadap

penurunan konsentrasi diazinon. Dari hasil analisis menunjukkan kesesuaian

model yang dikembangkan dimana nilai P total model sebesar 0.001 kurang dari

tarat signifikan 0.05. Nilai P interaksi ketiga faktor tidak menunjukkan pengaruh

yang nyata pada taraf 95%. Nilai koefisien korelasi berganda (R) sebesar 0.93

menunjukkan relatif tingginya korelasi antara nilai-nilai observasi dan nilai

dugaan. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 86.5% menunjukkan kesesuaian

model dimana hanya 13.5 dari total keragaman yang tidak terjelaskan oleh model.                     

Hasil uji kenormalan galat menggunakan Kolmogorov-Smimov Normality

Test menunjukkan bahwa galat model telah terdistribusi secara normal dan saling

bebas dengan keragaman relatif homogen dengan nilai P>0.15. Plot kenormalan

dapat dilihat

pada Gambar

16.  

 

 

Page 72: 2006jum1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

Gambar 16 Probabilitas normal degradasi diazinon dengan tiga faktor

Interaksi rasio kompos dengan waktu degradasi terhadap aktivitas mikroba

pada konsentrasi diazinon 1000 ppm seperti ditunjukkan pada Gambar 17. Pada

hari ke-7 merupakan tahap adaptasi dan pertumbuhan sehingga aktivitas mikroba

masih terhambat. Aktivitas mikroba mencapai titik optimal setelah hari ke-14

dengan rasio kompos 15-30%, pada kondisi ini lebih optimal sebagai sumber

karbon terhadap pertumbuhan mikroba. Rasio kompos yang tinggi akan

menghambat pertumbuhan mikroba sehingga aktivitasnya dapat terhambat.

Menurut Judoamidjojo et al. (1989) dalam Suherman (2000) bahwa suplai karbon

merupakan faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan optimal, tetapi apabila

sumber karbon melewati kebutuhan mikroba maka akan menimbulkan efek

penghambatan terhadap pertumbuhan. Selain faktor ketersediaan sumber karbon,

dalam proses degradasi ini berlangsung pada suhu 28-32 oC dan pH 7-8 yang

merupakan kondisi yang optimum untuk pertumbuhan mikroba dan melakukan

aktivitas.

Proses perombakan kontaminan oleh mikroba dapat terjadi melalui proses

metabolisme secara internal maupun melalui komponen yang berpengaruh seperti

enzim yang diproduksi oleh mikroba tersebut selama proses adaptasi. Proses

degradasi diazinon dapat terjadi melalui reaksi hidrolisis dimana yang berperanan

adalah enzim hidrolase yang dihasilkan selama proses adaptasi (misalnya

karboksilesterase, fosfatase dan esterase tipe A). Enzim-enzim tersebut dapat

mengikat dan mentransfor xenobiotik, serta meningkatkan jumlah dan aktivitas

enzim biodegradatif yang akan mendukung terjadinya proses dekontaminasi.

Page 73: 2006jum1

Gambar 17 Grafik interaksi rasio kompos dengan waktu degradasi terhadap aktivitas mikroba

Secara kimiawi dan biologis diazinon dapat mengalami oksidasi yang akan

menghasilkan diazoxon tetapi dengan adanya sejumlah air diazoxon dapat

terhidrolisa dan akan menghasilkan IMHP (2-isopropyl-4-methyl-6-

hydroxipyrimidine), dan asam tiofosforik serta etanol. Metabolik IMHP ini akan

terkonjugasi dalam binatang dan tanaman, serta terdegradasi menjadi CO2 dalam

tanaman dan tanah.

4.2. Isolasi dan Identifikasi Bakteri dari SMC

Isolasi bakteri dari SMC dilakukan untuk memperoleh galur bakteri yang

murni untuk selanjutnya diidentifikasi. Dari hasil isolasi ini ditemukan 14 isolat

kemudian diidentifikasi. Deskripsi hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran

7.

Hasil identifikasi ditemukan galur bakteri Pseudomonas stutzeri, Bacillus

mycoides, Bacillus cereus, Bacillus brevis dan Chromobacterium spp (Gambar

18). Dari beberapa penelitian terdahulu ditemukan bahwa Pseudomonas sp dan

Bacillus sp dapat mendegradasi pestisida golongan organofosfat. Aktivitas

Page 74: 2006jum1

bersama Pseudomonas stutzeri dan Pseudomonas aeruginosa dapat mendegradasi

paration. Sedangkan Bacillus cereus dapat mendegradasi pestisida jenis piretroid

(Cookson 1995).

Pseudomonas stutzeri Bacillus mycoides

Bacillus cereus Bacillus brevis

Chromobacterium spp

Gambar 18 Bentuk bakteri hasil identifikasi

4.3. Uji Kemampuan Degradasi Diazinon

Page 75: 2006jum1

Bakteri yang telah diidentifikasi kemudian ditumbuhkan pada media padat

NA yang mengandung diazinon 100 ppm sebagai media adaptasi. Ternyata bakteri

jenis Pseudomonas stutzeri, Bacillus cereus, Bacillus mycoides, dan

Chromobacterium spp dapat tumbuh dengan baik sedangkan Bacillus brevis tidak

dapat tumbuh pada media tersebut. Pertumbuhan bakteri seperti terlihat pada

Gambar 19. Bakteri tersebut kemudian ditumbuhkan lagi pada media padat NA

yang mengandung diazinon 500 ppm dan ternyata hanya Bacillus cereus yang

mampu tumbuh pada media padat tersebut.

Bacilllus mycoides Bacilllus cereus

Chromobacterium spp Pseudomonas stutzeri

Gambar 19 Pertumbuhan bakteri pada media NA padat 100 ppm diazinon

Page 76: 2006jum1

Namun demikian belum dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh pada

media tersebut adalah yang berperan dalam mendegradasi diazinon karena tidak

semua bakteri yang dapat tumbuh dalam media yang mengandung diazinon adalah

bakteri yang langsung dapat mendegradasi diazinon. Akan tetapi bakteri lainnya

hanya dapat menunjukkan kemampuannya untuk beradaptasi dalam media yang

mengandung diazinon dan mengakumulasikannya dalam sel atau menggabungkan

diazinon dengan senyawa yang terdapat di alam. Oleh karena itu dilakukan uji

degradasi diazinon dengan menggunakan metode seperti yang dilakukan oleh

Oshiro et al. (1996), yaitu dicirikan dengan terbentuknya zona jernih/bening di

sekeliling bakteri yang tumbuh.

Diazinon mempunyai kelarutan dalam air 0.004% pada suhu 20oC, sehingga

bila diazinon ditambahkan dalam media yang kandungan terbesarnya adalah air

maka media tersebut akan membentuk suspensi dan menimbulkan sifat opaque

(buram). Jika diazinon terdegradasi akan menghasilkan suatu senyawa turunan

yang lebih sederhana dan bersifat polar serta mempunyai kelarutan dalam air

yang lebih tinggi. Dengan kelarutan yang lebih tinggi dalam air akan

menyebabkan hilangnya sifat opaque, sehingga media akan menjadi jernih. Oleh

karena itu jika suatu koloni bakteri yang mampu mendegradasi diazinon menjadi

senyawa yang lebih sederhana ditumbuhkan diatas permukaan media padat, maka

di sekeliling koloni bakteri akan membentuk zona jernih (Margot & Stammbach

1964).

Bacillus cereus ditumbuhkan pada media MSPY yang mengandung

diazinon 1000 ppm, 1500 ppm, dan 1700 ppm dan diinkubasi selama empat hari.

Bacillus cereus mampu membentuk zona jernih di sekelilingnya. Kemampuan

pembentukan luas zona jernih seperti ditunjukkan pada Tabel 7. Dari Tabel

tersebut terlihat adanya peningkatan luas zona jernih yang terbentuk. Hal tersebut

menunjukkan adanya peningkatan aktivitas sehingga terjadi suatu proses

perombakan (degradasi) diazinon menjadi senyawa yang lebih sederhana.

Page 77: 2006jum1

Tabel 7 Pembentukan zona jernih oleh Bacillus cereus

Konsentrasi diazinon (ppm)

Luas zona jernih (cm2) Hari ke-2

Hari ke-4

1000 6.6 10.2

1500 1.0048 4.8

1700 1.0048 1.8

Bacillus cereus mampu menggunakan diazinon sebagai sumber karbon dan

energi untuk pertumbuhannya sehingga terjadi peningkatan aktivitas bakteri.

Aktivitas Bacillus cereus pada media diazinon 1000 ppm mengalami peningkatan

yang lebih besar dibanding dengan pada media 1500 ppm dan 1700 ppm karena

pada media yang mengandung diazinon 1500 dan 1700 ppm mempunyai sifat

yang lebih toksik terhadap bakteri tersebut. Akan tetapi Bacillus cereus masih

mampu melakukan aktivitas untuk mendegradasi diazinon hingga mencapai 1700

ppm.

4.4. Komposting

SMC yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompos setengah matang

dan segar yang telah mengalami proses pengomposan selama media tersebut

dijadikan sebagai media pembibitan jamur. Miselia jamur sebagian besar tersusun

atas selulosa, hemiselulosa dan lignin, serta vitamin dan mineral, sehingga limbah

substrat (media) tanam jamur masih mengandung sejumlah besar unsur hara yang

diperlukan oleh tanaman. Hasil analisis unsur hara SMC seperti ditunjukkan pada

Tabel 8.

Pengomposan (komposting) adalah suatu proses aerobik thermofilik yang

secara umum digunakan untuk proses daur ulang residu organik. Gradien oksigen,

nutrien dan temperatur dalam kompos akan mendukung peningkatan populasi

mikroba dan mempercepat konversi bahan organik (Reddy & Michel 1999).

Selain terjadi proses degradasi juga diharapkan terjadi proses komposting

karena adanya aktivitas mikroba. Bacillus dan Pseudomonas dapat memanfaatkan

bahan organik seperti selulosa, hemiselulosa maupun lignin sebagai sumber energi

Page 78: 2006jum1

sehingga terjadi proses dekomposisi. Bahan organik tersebut akan menghasilkan

CO2, H2O, NO3, SO4, CH4, dan H2S (Rao, 1994).

Tabel 8 Hasil analisis unsur hara SMC yang digunakan

No

Parameter

Komposisi

1 pH 7 2 N-organik (%) 0.44 3 N-NH4 (%) 0.07 4 N-NO3 (%) td 5 N-total (%) 0.51 6 P2O5 (%) 1.36 7 K2O (%) 0.08 8 Na (%) 0.03 9 Ca (%) 6053 10 Mg (%) 59 11 S (%) 1.99 12 C-organik (%) 35.98 13 Fe (ppm) 1035 14 Al (ppm) 1777 15 Mn (ppm) 291 16 Cu (ppm) 29 17 Zn (ppm) 22 18 B (ppm) 54 19 Pb (ppm) 9.3 20 Cd (ppm) td 21 Cr (ppm) 1.7 22 Ni (ppm) td 23 Co (ppm) 0.4 24 KTK (meq/100g) 262.4 25 C/N 70.5 26 Kadar air (%) 10.56 27 Kadar abu (%) 25.45

Tabel 9 menunjukkan bahwa sebelum dan sesudah proses bioremediasi

terjadi penurunan nilai C/N dan perubahan kandungan unsur-unsur hara lainnya.

Penurunan nilai C/N berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme pengurai yang

membebaskan CO2, dimana pemanfaatan bahan organik oleh mikroorganisme

tersebut akan menurunkan kandungan karbon. Sedangkan kandungan nitrogen

Page 79: 2006jum1

bertambah dan kadar amonium mengalami penurunan karena terjadi fiksasi,

sehingga hal ini menyebabkan terjadinya penurunan nilai C/N. Kondisi pH (7.39-

7.68) dan kadar air (33.8-34.31) adalah kondisi yang optimum untuk pertumbuhan

bakteri. Rasio C/N awal bahan yang komposkan mempengaruhi proses

pengomposan dimana dengan rasio kompos yang tinggi maka proses

pengomposan akan lambat.

Tabel 9 Hasil analisis unsur hara pada sampel (tanah + kompos)

No Parameter Komposisi/jumlah Awal (H+0) Akhir (H+28)

1 pH 7.39 7.68 2 N-organik (%) 0.1 0.14 3 N-NH4 (%) 0.04 0.02 4 N-NO3 (%) < 0.01 0.02 5 N-total (%) 0.14 0.16 6 P2O5 (%) 0.18 0.22 7 K2O (%) 0.02 0.02 8 Na (%) 0.01 0.02 9 Ca (%) 0.23 0.67 10 Mg (%) 0.11 0.1 11 S (%) 0.08 0.07 12 C-organik (%) 7.19 7.12 13 Fe (ppm) 33447 25678 14 Al (ppm) 99516 53790 15 Mn (ppm) < 1 259 16 Cu (ppm) 11 34 17 Zn (ppm) 57 66 18 B (ppm) 40 22 19 Pb (ppm) 14.7 15.8 20 Cd (ppm) td < 1 21 Cr (ppm) 1.6 0.9 22 Ni (ppm) td td 23 Co (ppm) 17.9 17.8 24 KTK (meq/100g) 135.4 114.5 25 C/N 51.4 44.5 26 Kadar air (%) 33.85 34.31

Page 80: 2006jum1

Dengan adanya bakteri Bacillus dan Pseudomonas maka bahan-bahan

organik SMC akan mengalami proses dekomposisi tapi butuh waktu yang lama

untuk memperoleh kompos yang memenuhi standar kualitas kompos yaitu sesuai

dengan SNI 19-7030-2004 (Tabel 10).

Tabel 10 Standar kualitas unsur makro kompos berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 19-7030-2004)

Kandungan

Baku

Bahan organik (%) 27-58 Kadar air (%) <50 Total N (%) >0.40 Karbon (%) 9.80-32.00 Rasio C/N 10-20 P (%) >0.10 K (%) >0.20 pH 6.80-7.49

Dalam proses pengomposan, diazinon akan terurai dengan cepat dan bahkan

hampir seluruhnya dapat diuraikan. Dengan keragaman dan aktivitas mikroba

yang tinggi dalam pengomposan, maka akan menyebabkan peningkatan degradasi

(Barker & Bryson 2002).

Penelitian yang dilakukan oleh Bavcon (2003) dengan menggunakan bahan

organik, dilaporkan bahwa setelah 21 hari diazinon mengalami dekomposisi

secara fotolisis sebesar 30%, sedangkan sampel yang tidak terkena cahaya tidak

ditemukan adanya hasil degradasi. Penurunan konsentrasi yang terjadi pada

penelitian ini jauh lebih besar dibandingkan dengan yang menggunakan bahan

organik. Hal ini menunjukkan bahwa mikroorganisme dalam SMC sangat

berperan dalam proses degradasi diazinon tersebut. Dengan pengomposan

diazinon lebih cepat mengalami degradasi dibanding dalam tanah secara alamiah

karena temperatur yang tinggi dan kandungan air yang besar. Volatilisasi diazinon

tergantung pada konsentrasi diazinon yang ditambahkan, bahan yang digunakan,

rasio kompos, dan kandungan air dalam kompos (Reddy & Michel 1999). Tabel 7

menunjukkan beberapa perbandingan hasil degradasi atau biotransformasi

diazinon selama pengomposan.

Page 81: 2006jum1

Tabel 11 Beberapa data degradasi diazinon

Metode Waktu Konsentrasi Penurunan Keterangan (hari) awal (ppm) konsentrasi (%)

Alami 120 - 75-100 Rao (1994) Bahan organik terkena cahaya matahari 21 6.9 30 Bavcon (2003) Bahan organik tanpa cahaya

21 6.9 0 Bavcon (2003) Komposting (sistem windrow) 10 10 >97

Reddy dan Michel (1999)

Komposting (pupuk, serbuk gergaji dengan cahaya) 10 100 100

Reddy dan Michel

(1999) Komposting (rumput dengan cahaya) 10 9 99

Reddy dan Michel (1999)

Komposting (SMC tanpa cahaya)* 21 1000 90

*Hasil dari penelitian ini.

4.5. Uji Aktivitas Mikroba

Peningkatan aktivitas mikroba juga dapat dilihat dari hasil analisis dengan

menggunakan Fluorescein Diacetate (FDA) Assay. Peningkatan jumlah FDA

yang dihasilkan menunjukkan adanya peningkatan aktivitas mikroba. Semakin

banyak FDA yang dihasilkan berarti semakin besar pula aktivitas mikrobanya.

Hasil uji aktivitas mikroba (Lampiran 8) menunjukkan bahwa aktivitas

mikroba cenderung mengkuti pola kurva pertumbuhan mikroba yaitu melewati

fase lamban (lag phase), fase eksponensial (exponential phase), fase diam

(stasionary phase), dan fase mati (death phase). Menurut Gumbira-Said (1997)

bahwa pertumbuhan mikroba diukur dengan pendekatan massa sel dan kurva

pertumbuhan yang mempunya tiga fase yang berbeda yaitu fase awal,

eksponensial dan stasioner.

Page 82: 2006jum1

Dari hasil uji aktivitas mikroba menunjukkan bahwa pada hari ke 0-7 masih

berada pada fase awal. Fase ini merupakan tahap adaptasi dan pertumbuhan,

dalam hal ini adaptasi dilakukan terhadap keberadaan senyawa diazinon. Dalam

proses adaptasi ini akan mengalami perubahan komposisi kimia sebelum mampu

memulai pertumbuhannya dan mikroba akan mensintesis enzim untuk melawan

dan mendetoksifikasi senyawa diazinon. Hal ini juga dapat dilihat dari hasil

analisis penurunan konsentrasi diazinon bahwa pada hari ke-7 penurunan

konsentrasi diazinon yang terjadi masih relatif kecil.

Pada hari ke- 14 hingga hari ke-21 aktivitas mikroba berada pada fase

eksponensial, dimana pada fase ini mikroba melakukan metabolisme yang

optimal. Oleh karena itu penurunan konsentrasi pada hari ke-14 dan hari ke-21

mengalami laju penurunan yang besar karena aktivitas mikroba yang tinggi.

Populasi mikroba jarang dipertahankan pertumbuhannya pada fase eksponensial

dalam waktu yang lama karena dibatasi oleh sumber energi, ataupun karena

adanya sifat toksik sistem inhibisi oleh akumulasi hasil metabolisme beracun.

Pada hari ke-28 aktivitas mikroba mulai menurun dan sebagian cenderung mati,

terlihat pada sampel (P9) yang rasio komposnya relatif lebih kecil dengan

konsentrasi diazinon yang tinggi sehingga kemampuan hidup pada kondisi

tersebut sangat kecil karena sifat toksik yang dimiliki.

Pada hari ke-28 aktivitas mikroba berada pada tahap stasioner dan menuju

ke tahap kematian. Hal ini dapat menyebabkan penurunan aktivitas mikroba

sehingga kecepatan degradasi oleh mikroba juga menurun dan akan

mengakibatkan laju penurunan konsentrasi diazinon terhambat. Tetapi selain

terjadi proses degradasi secara biologis, diazinon juga mengalami reaksi kimia

secara hidrolisis karena adanya sejumlah air dalam bahan yang tercemar diazinon.

Selain itu, karena faktor waktu juga sangat berpengaruh dalam degradasi diazinon

sehingga hal ini menyebabkan penurunan konsentrasi diazinon pada hari ke-28

semakin besar.

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa mikroorganisme menggunakan

bahan-bahan organik dalam SMC sebagai sumber karbon dan energi untuk

pertumbuhannya sehingga populasi mikroba dan aktivitasnya meningkat yang

akan meningkatkan kemampuan mikroba untuk mendegradasi senyawa diazinon.

Page 83: 2006jum1

Akan tetapi dalam waktu tertentu pertumbuhan mikroba akan berada pada tahap

stasioner dan menyebabkan jumlah populasi dan aktivitas mikroba akan

mengalami penurunan sehingga kemampuan mendegradasi diazinon juga

terhambat.

Page 84: 2006jum1

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penambahan jumlah kompos dalam tanah dan waktu remediasi sangat

berpengaruh dalam proses biodegradasi dan memberi pengaruh positif pada

penurunan konsentrasi diazinon. Kondisi optimum untuk bioremediasi tanah

tercemar diazinon yang efektif dan ekonomis yakni dengan rasio kompos 15-32%

pada konsentrasi diazinon teknis 1000 ppm selama 14-21 hari yang dapat

menurunkan konsentrasi diazinon 80-92%.

Pseudomonas stutzeri, Bacillus mycoides, Bacillus cereus, Bacillus

brevis dan Chromobacterium spp adalah galur bakteri yang diisolasi dari SMC

(spent mushroom compost). Bakteri tersebut menunjukkan kemampuannya

untuk tumbuh dan beradaptasi pada media padat NA yang mengandung 100 ppm

diazinon, kecuali Bacillus brevis. Sedangkan Bacillus cereus mampu tumbuh

hingga 500 ppm diazinon. Bacillus cereus mampu mendegradasi diazinon pada

media padat MSPY yang mengandung 1700 ppm diazinon.

Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut menggunakan SMC dan mengaplikasikannya

dilapangan, mengidentifikasi senyawa turunan hasil biodegradasi dan

melakukan uji toksisitas untuk mengetahui pengaruh pestisida (diazinon) dan

turunannya terhadap tanaman

2. Dalam proses degradasi ini melibatkan beragam mikroorganisme sehingga

perlu studi lanjut dengan menggunakan isolat tunggal untuk mengetahui

kemampuan mendegradasi diazinon yang ada dalam tanah.

Page 85: 2006jum1

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2003. Bord Glas Mush Book: Enrich Your Business with Spent Mushroom Compost. Ireland: Developing Horticulture.

[Anonim]. Penggunaan Pestisida di Luar Usaha Budidaya Pertanian.

http://edmart.staff.ugm.ac.id/detailarticle.php?mesid=20&kata_kunci=pestisida. [4 Januari 2005].

[Anonim]. Extension Toxicology Network. Pesticide Information Profil.

http://extoxnet.orst.edu/pips/diazinon.htm. [20 Oktober 2005]. [Anonim]. Aplikasi Bioteknologi dalam Upaya Peningkatan Efisiensi Agribisbis

yang Berkelanjutan. http://www.ipard.com/art perkebn/dhg1.asp. [19 Juni 2004].

[Anonim]. Peruraian Pestisida Organofosfor dalam Tanah Sawah.

http://www.tempo.co.id/medika/arsip/07001/war-3.htm. [27 Oktober 2004]. Allender WJ, Britt AG. 1994. Analyses of Liquid Diazinon Formulation and

Breakdown Products: An Australia-Wide Survey. Bulletin Environmental Contamination and Toxicology. 53:902-906.

Bavcon M, Trebse P, Zupancic-Kralj L. 2003. Investigation of The Determination

and Tranformation of Diazinon and Malation Under Environmental Conditions Using Gas Chromatography Coupe with a Flame Ionisation Detector. Chemosphere 50:595-601.

Barker AV, Bryson GM. 2002. Bioremediation of Heavy Metals and Organic

Toxicant By Composting. The Scientific World. 2:407-420. Baker HB, Diane SH. 1994. Bioremediation. New York: McGraw-Hill. Bempelou ED, Liapis KS. Determination of Residues of 16 Common Pesticides

Apllied In Apple Fruit by Gas Chromatography. Pesticides Residues Laboratory: Benakl Phytopathological Institute.

Bernier RL, Gray NCC Moser LE, penemu; 26 Agustus 1997. Compost

Decontamination of DDT Contaminated Soil. United States Patent. 5,660,612.

Boophaty R. 2000. Factor Limiting Bioremediation Technology. Review paper.

Bioresource Technology. 74: 63-67. Bollag JM. 1974. Microbial Transformation of Pesticides. Adv. Appl. Microbial

Vol. 18:75-130.

Page 86: 2006jum1

Box GEP, Hunter JS. 1978. Statistical for Experiments. New York: John Wiley and Sons Inc.

Chambers JE. Patricia EL, editor. 1992. Organophosphates: Chemistry, Fate, and

Effect. San Diego: Academic Press, Inc. Chen W, Mulchandani A. 1998. The Use of Biocatalysts For Pestisida

Detoxification. Tibtech. 16: 71-76. Citroreksono P. 1996. Pengantar Bioremediasi. Prosiding Pelatihan dan

Lokakarya “Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan”. Cibinong, 24-28 Juni 1996. LIPI/BPPT/HSF. Hal 1-5.

Connel DW, Gregory JM. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta:

UI-Press. Yanti Koestoer, penerjemah. Terjemahan dari: Chemistry and Ecotoxicology of Pollution.

CPIS, 1992. Panduan Teknik Pembuatan Kompos dari Sampah. Teori dan

Aplikasi. Jakarta: Center for Policy and Inplementation Study. Eggen T. 1999. Application of Fungal From Commersial Mushroom Production

Pleuorotus ostreatus For Bioremediation of Creosote Contaminated Soil. International Biodeterioration and Biodegradation 44: 117-126.

Ekha I. 1991. Dilema Pestisida, Tragedi Revolusi Hijau. Yogyakarta: Kanisius. Gumbira-Said E. 1987. Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta:

PT. Medyatama Sarana Perkasa. Gumbira-Said E, Fauzi AM. 1996. Bioremediasi dengan Mikroorganisme.

Prosiding Pelatihan dan Lokakarya “Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan”. Cibinong, 24-28 Juni. LIPI/BPPT/HSF. Hal 11-17.

Gaur AC. 1983. A Manual of Rural Composting. The United Nation, Rome: FAO. Gray NCC, Moser GP, Moser LE, penemu; 11 Mei 1999Compost

Decontaminating of Soil Contaminated With Chlorinated Toxicants.. United States Patent. 5,902,744.

Hayes WJ, Laws ER. 1991. Handbook of Pesticide Toxicology. San Diego:

Academic Press. Holt JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. 1994. Bergey’s Manual

of: Determinative Bacteriology. Ninth edition. New York: Lippincott Williams and Wilkins.

Page 87: 2006jum1

Indrasti NS. 2003. Penyusunan Standar Mutu dan Sistem Pemasaran Kompos, Laporan Akhir. Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Indrasti NS, Purwoko, Suherman. 2005. Aplikasi Linear Programming dalam

Formulasi Pupuk Organik Berbasis Kompos untuk Berbagai Tanaman. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Vol. 15 (2): 60-71.

Indriani YH. 1999. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya. Ku Y, Jay-Lin C, Sheng-Chyi. 1998. Effect of Solution pH on the Hydrolisys and

Photolisys of Diazinon in Aquous Solution. Water, Air, and Soil Pollution.108:445-456.

Lau KL, Tsang YY, Chiu SW. 2003. Use of Spent Mushroom Compost to

Bioremediate PAH-Contaminated Samples. Chemosphere. 52:1539-1546. Lay BW, Sugyo H. 1992. Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali Press. Leland JE. 1998. Evaluating the Hazard of Land Applying Composted Diazinon

Waste Using Earthworm Biomonitoring [thesis] Virginia: Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University.

Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar: Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Risiko. Edi

Nugroho, penerjemah. Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Basic Toxikology: fundamentals, target organs, and risk assesment.

Margot A, Stammbach K. 1964. Analitycal Method for Pesticides Plant Growth

Regulation. New York: Academic Press Inc. Magette W, Smyth S, Dodd V. Logistical Consideration for Spent Mushroom

Compost Utilisation. Ireland: Agricultural and Food Engineering Department, University College Dublin Earlsfort Terrate.

Moser GP, Gray NCC, penemu; 7 Desember 1999. Compost Decontaminating of

Soil Contaminated With TNT, HMX, and RDX with Aerobic and Anaerobic Microorganism. United States Patent. 5,998,199.

Moser GP, Gray NCC, Gannon DJ, penemu; 7 Maret 2000. Compost

Decontamination of Soil Contaminated with PCP using Aerobic and Anaerobic Microorgnisms. United States Patent. 6,033,738.

Moser GP, Gray NCC, Gannon DJ, penemu; 4 Juli 2000. Compost

Decontamination of Soil Contaminated with PCB using Aerobic and Anaerobic Microorgnisms. United States Patent. 6,083,738.

Montgomery DC. 1991. Design and Analysis of Experiment. New York.

Page 88: 2006jum1

McEwen FL, Stephenson GR. 1979. The Use and Significance of Pesticides in The Environment. Canada: A Wiley-Interscience Publication.

Manurung H. 1992. Penurunan Kadar Residu Diazinon dan Kinetikanya Selama

Proses Pemanasan Wortel (Daucus carota L) yang Disemprot dengan Diazinon 60 EC [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Norris I. et al. 1994. Handbook of Bioremediation. London: Lewis Publishers. Ningsih D. 2001. Bioremediasi Diazinon Secara Ex Situ Menggunakan Mikrob

Indigenous Isolat B3 [skripsi] Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.

Old College Composting Technology Centre. 2004. Issues in Composting Based

Bioremediation (www.oldcollege.ab.ca). Oshiro K, Kakuta T, Sakai T, Hirota H, Hoshino T, Uchiyama T. 1996.

Bioremediation of Oganophosphorus Insecticides by Bacteria Isolated From Turf Green Soil. J Ferment. Bioeng 82: 299-305.

Porparest C. 1989. Organic Waste Recycling. New York: John Wiley and Sons. Rahayu SP. 1985. Degradasi Pestisida dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan.

Buletin Penelitian 28:28-32. Rao NSS. 1994. Mikrobiologi Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Herawati

Susilo, penerjemah. Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari Soil Microorganisms and Plant Growth.

Reddy CA, Michel Jr. FC. 1999. Fate of Xenobiotics During Composting.

Proceeding of the 8th Interntional Symposium on Microbial Ecology. Canada: Atlantic Canada Society for Microbial Ecology.

SNI 19-7030. 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. Badan

Standarisasi Nasional. Semple KT, Reid BJ, Fermor TR. 2001. Impact of Composting Strategies on The

Treatment of Soil Contaminated with Organic Pollutants. Review. Environmental Pollution 112: 269-283.

Snape JB, Dunn IJ, Ingham J, Prenosil JE. 1995. Dynamics of Environmental

Bioprocesses: Modelling and Simulation. New York: VCH Publishers, Inc. Soebroto MA. 1996. Fitoremediasi. Prosiding Pelatihan dan Lokakarya

“Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan; Cibinong, 24-28 Juni 1996. Cibinong: LIPI/BPPT/HSF. hlm 51-59.

Page 89: 2006jum1

Soerjani M. 1996. Strategi Pengembangan Penelitian Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan dan Pembangunan di Indonesia. Prosiding Pelatihan dan Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan; Cibinong, 24-28 Jun 1996. Cibinong: LIPI/BPPT/HSF. hlm 220-231.

Suherman AD. 2000. Bioremediasi Pestisida Organofosfat Diazinon Secara Ex

Situ dengan Menggunakan Mikroba Indigenous dari Areal Persawahan [skripsi] Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Tarumengkang, R.C. 1992. Insektisida, Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak

Penggunaannya. Jakarta: Universitas Kristen Widya Kencana. The Marck Index. 1996 : An Encyclopedia of Chemical, Drugs, and Biologicals.

12th Ed. USA: Published by Merch Research Laboratories Division of MERCK & CO., Inc.

US-EPA. 1994. Composting Yard Trimming and Municipal Solid Waste.

EPA530-R-94-003. US-EPA. 1997. Innovative Uses of Compost Bioremediation and Pollution

Prevention EPA-530-F-97-042. US-EPA. 1998. An Analysis of Composting as An Environmental Remediation

Technology EPA-530-R-98-008. U.S. Geological Survey. Bioremediation: Nature’s Way To A Cleanner

Environment. (www.usga.gov/wid/html/bioremed.htlm). [20 Oktober 2005] Vidali M. 2001. Bioremediation. Pure Appl. Chem. 73:1163-1172. Wudianto R. 1997. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Edisi revisi. Jakarta: Penebar

Swadaya. Yani M, Fauzi AM, Aribowo F. 2003. Bioremediasi Lahan Terkontaminasi

Senyawa Hidrokarbon. Seminar Bioremediasi dan Rehabilitasi Lahan Sekitar Pertambangan dan Perminyakan; Bogor, 20 Peb 2003. Bogor: Forum Bioremediasi IPB-PKSPL-IPB.

Page 90: 2006jum1

LAMPIRAN

Page 91: 2006jum1

Lampiran 1 Data pengamatan analisis diazinon dengan spektrofotometri pada

panjang gelombang (λ) = 241 nm

a. Kurva standar diazinon

Konsentrasi diazinon (ppm) absorbansi

I II III rata-rata 0 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000

250 0.2206 0.2197 0.2197 0.2200 500 0.3280 0.3282 0.3284 0.3282750 0.4444 0.4444 0.4451 0.4446 1000 0.6707 0.6711 0.6715 0.6711 1250 0.9653 0.9653 0.9645 0.9650 1500 1.0386 1.0405 1.0405 1.0399 1750 1.0648 1.0648 1.0648 1.0648

kurva stdy = 0.0007x + 0.0213

R2 = 0.9703

0.0000

0.50001.0000

1.5000

0 1000 2000konsentrasi diazinon

(ppm)

Abs

orba

nsi

absorbansi rata-rata

Linear (absorbansirata-rata)

Page 92: 2006jum1

b. Hasi

l analisis degradasi diazinon

Sampel Konsentrasi efektif hari ke- Penurunan konsentrasi hari ke- 0 7 14 21 28 0 7 14 21 28

P1 99561.87 76828.54 12177.14 12819.04 7385.71 0 22.83 87.77 89.85 92.58 P2 87019.02 69104.74 46609.51 8649.52 4198.09 0 20.57 46.4 92.58 95.18 P3 39090.46 33604.75 11656.19 8160.00 4509.52 0 14.03 70.18 73.78 88.46 P4 22942.85 19352.37 5449.52 7621.90 2663.81 0 15.65 76.25 83.79 88.39 P51 75199.97 55857.12 7754.28 7091.43 4567.62 0 25.72 89.69 92.25 93.93 P52 62585.69 45014.27 6262.85 5840.95 5323.81 0 28.08 89.99 91.08 91.49 P53 71380.93 49271.41 11454.28 7699.04 4258.09 0 30.97 83.95 91.62 94.03 P6 110961.87 82147.59 64239.03 6520.00 3935.24 0 25.97 42.11 95.29 96.45 P7 59385.69 23495.23 42225.70 8737.14 4316.19 0 60.44 28.9 89.01 92.73 P8 70747.59 19938.09 9175.23 11382.85 188.57 0 71.82 87.03 91.82 99.73 P9 20409.51 18614.28 5609.52 6855.24 3920.95 0 8.8 72.52 77.40 80.79 K1 63085.69 58599.98 54491.41 37034.27 30805.70 0 7.11 13.62 46.07 50.85 K2 62680.93 61661.88 56693.32 44358.08 32496.18 0 1.63 9.55 38.86 48.49

Page 93: 2006jum1

78

Lampiran 2 Hasil analisis degradasi diazinon hari ke-7 (output minitab versi 14) Response Surface Regression: H7 versus dz, kp The analysis was done using coded units. Estimated Regression Coefficients for H7 Term Coef SE Coef T P Constant 29.0688 64.4007 0.451 0.671 Kp 0.7284 3.9826 0.183 0.862 Dz -0.0319 0.0813 -0.393 0.711 Kp*Kp 0.0092 0.0824 0.111 0.916 Dz*Dz 0.0000 0.0000 0.232 0.825 Kp*Dz 0.0002 0.0020 0.095 0.928 S = 20.36 R-Sq = 44.9% R-Sq(adj) = 0.0% Analysis of Variance for H7 Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 5 1689.45 1689.45 337.890 0.81 0.586 Linear 2 1662.54 136.17 68.086 0.16 0.853 Square 2 23.14 23.14 11.572 0.03 0.973 Interaction 1 3.76 3.76 3.764 0.01 0.928 Residual Error 5 2073.60 2073.60 414.720 Lack-of-Fit 3 2059.77 2059.77 686.590 99.30 0.010 Pure Error 2 13.83 13.83 6.914 Total 10 3763.05 Unusual Observations for H7 Obs StdOrder H7 Fit SE Fit Residual St Resid 2 2 20.570 48.128 15.916 -27.558 -2.17 R R denotes an observation with a large standardized residual. Estimated Regression Coefficients for H7 using data in uncoded units Term Coef Constant 28.1029 Kp 0.0484254 Dz -4.55362E-05 Kp*Kp 4.35914E-05 Dz*Dz 1.59951E-11 Kp*Dz 1.89241E-08

Page 94: 2006jum1

79

Lampiran 3 Hasil analisis degradasi diazinon hari ke-14 (output minitab versi 14) Response Surface Regression: H14 versus Kp, Dz The analysis was done using coded units. Estimated Regression Coefficients for H14 Term Coef SE Coef T P Constant 82.7568 33.3018 2.485 0.055 Kp -0.3125 2.0594 -0.152 0.885 Dz 0.0221 0.0420 0.526 0.622 Kp*Kp -0.0050 0.0426 -0.118 0.911 Dz*Dz -0.0000 0.0000 -1.554 0.181 Kp*Dz 0.0010 0.0011 0.910 0.405 S = 10.53 R-Sq = 62.8% R-Sq(adj) = 25.5% Analysis of Variance for H14 Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 5 934.71 934.71 186.94 1.69 0.290 Linear 2 559.69 53.41 26.70 0.24 0.795 Square 2 283.24 283.24 141.62 1.28 0.356 Interaction 1 91.78 91.78 91.78 0.83 0.405 Residual Error 5 554.47 554.47 110.89 Lack-of-Fit 3 531.30 531.30 177.10 15.28 0.062 Pure Error 2 23.17 23.17 11.59 Total 10 1489.18 Estimated Regression Coefficients for H14 using data in uncoded units Term Coef Constant 83.1593 Kp -0.0206702 Dz 2.94255E-05 Kp*Kp -2.38244E-05 Dz*Dz -5.53122E-11 Kp*Dz 9.34497E-08

Page 95: 2006jum1

80

Lampiran 4 Hasil analisis degradasi diazinon hari ke-21 (output minitab versi 14)

Response Surface Regression: H21 versus dz, kp The analysis was done using coded units. Estimated Regression Coefficients for H21 Term Coef SE Coef T P Constant 84.1447 14.0282 5.998 0.002 Kp 0.0930 0.8675 0.107 0.919 Dz 0.0099 0.0177 0.560 0.600 Kp*Kp -0.0065 0.0179 -0.362 0.732 Dz*Dz -0.0000 0.0000 -1.980 0.105 Kp*Dz 0.0006 0.0004 1.366 0.230 S = 4.436 R-Sq = 79.8% R-Sq(adj) = 59.7% Analysis of Variance for H21 Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 5 389.791 389.791 77.958 3.96 0.079 Linear 2 274.648 6.790 3.395 0.17 0.846 Square 2 78.420 78.420 39.210 1.99 0.231 Interaction 1 36.724 36.724 36.724 1.87 0.230 Residual Error 5 98.390 98.390 19.678 Lack-of-Fit 3 94.337 94.337 31.446 15.52 0.061 Pure Error 2 4.053 4.053 2.027 Total 10 488.181 Unusual Observations for H21 Obs StdOrder H21 Fit SE Fit Residual St Resid 9 9 82.800 88.585 3.498 -5.785 -2.12 R R denotes an observation with a large standardized residual. Estimated Regression Coefficients for H21 using data in uncoded units Term Coef Constant 83.9875 Kp 0.00761943 Dz 1.28612E-05 Kp*Kp -3.08992E-05 Dz*Dz -2.96912E-11 Kp*Dz 5.91133E-08

Page 96: 2006jum1

81

Lampiran 5 Hasil analisis degradasi diazinon hari ke-28 (output minitab versi 14) Response Surface Regression: h28 versus dz, kp The analysis was done using coded units. Estimated Regression Coefficients for h28 Term Coef SE Coef T P Constant 85.5073 13.0596 6.547 0.001 Kp 0.4987 0.8076 0.617 0.564 Dz -0.0022 0.0165 -0.135 0.898 Kp*Kp -0.0080 0.0167 -0.478 0.653 Dz*Dz -0.0000 0.0000 -0.294 0.780 Kp*Dz 0.0003 0.0004 0.614 0.566 S = 4.130 R-Sq = 65.8% R-Sq(adj) = 31.7% Analysis of Variance for H28 Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 5 164.318 164.318 32.864 1.93 0.244 Linear 2 153.585 10.481 5.241 0.31 0.748 Square 2 4.307 4.307 2.154 0.13 0.884 Interaction 1 6.426 6.426 6.426 0.38 0.566 Residual Error 5 85.271 85.271 17.054 Lack-of-Fit 3 81.133 81.133 27.044 13.07 0.072 Pure Error 2 4.138 4.138 2.069 Total 10 249.589 Unusual Observations for H28 Obs StdOrder H28 Fit SE Fit Residual St Resid 8 8 96.450 91.178 3.257 5.272 2.08 R R denotes an observation with a large standardized residual. Estimated Regression Coefficients for H28 using data in uncoded units Term Coef Constant 84.7899 Kp 0.0359241 Dz -3.63660E-06 Kp*Kp -3.79484E-05 Dz*Dz -4.10542E-12 Kp*Dz 2.47281E-08

Page 97: 2006jum1

82

Lampiran 6 Hasil analisis kombinasi waktu, jumlah kompos dan konsentrasi diazinon

Response Surface Regression: rs versus Dz, Kp, t The analysis was done using coded units. Estimated Regression Coefficients for rs Term Coef SE Coef T P Constant -44.2949 24.5692 -1.803 0.080 Kp 1.3331 1.2301 1.084 0.286 Dz -0.0152 0.0251 -0.607 0.548 t 11.5907 1.4786 7.839 0.000 Kp*Kp -0.0116 0.0236 -0.493 0.625 Dz*Dz -0.0000 0.0000 -0.611 0.545 t*t -0.2504 0.0359 -6.966 0.000 Kp*Dz 0.0004 0.0006 0.757 0.454 Kp*t -0.0356 0.0261 -1.366 0.181 Dz*t 0.0006 0.0005 1.229 0.228 S = 11.68 R-Sq = 86.5% R-Sq(adj) = 82.9% Analysis of Variance for Rs Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 9 29677.2 29677.20 3297.47 24.15 0.000 Linear 3 22447.7 8843.49 2947.83 21.59 0.000 Square 3 6690.4 6690.44 2230.15 16.34 0.000 Interaction 3 539.0 539.05 179.68 1.32 0.285 Residual Error 34 4641.6 4641.64 136.52 Lack-of-Fit 26 4599.8 4599.82 176.92 33.84 0.000 Pure Error 8 41.8 41.83 5.23 Total 43 34318.8 Unusual Observations for Rs Obs StdOrder Rs Fit SE Fit Residual St Resid 2 2 20.570 46.406 6.676 -25.836 -2.69 R 9 9 60.440 40.542 6.728 19.898 2.08 R 10 10 71.820 47.031 6.942 24.789 2.64 R 15 15 98.810 73.717 5.183 25.093 2.40 R R denotes an observation with a large standardized residual. Estimated Regression Coefficients for Rs using data in uncoded units Term Coef Constant -66.2762 Kp 0.0982521 Dz -2.39058E-05 t 1.18808 Kp*Kp -5.53652E-05 Dz*Dz -1.20677E-11 t*t -0.00227144 Kp*Dz 4.31522E-08 Kp*t -2.33675E-04 Dz*t 8.73927E-08

Page 98: 2006jum1

83

Lampiran 7 Deskripsi hasil identifikasi bakteri

1 2 3 4 5 Coloni Morfologi Gram stain G+Ve btg G+Ve btg G+Ve btg G+Ve btg G+Ve btg

Pertumbuhan pada 37oC + + + + +

Pertumbuhan pada ..oC Catalase Oxidase Glukose O/F Pertumbuhan pada Mac Conkey - - - - - Motility Hemolysis Citrate + + + + + MR Test + + + + - VP test + + + + + Indole - - - - - Gelatin + + + + + H2S pada TsiA Lysine decarboxylase Ornithine decarboxilase Urease Nitrase + + + + + Aesculin hydrolysis Pertumbuhan pada NA/Broth Glukose + + + + + Adonitol Arabinose - - - - - Dulcitol Glycerol Inocitol Lactose Maltose Mannitol - - - - d Raffinose Rhamnose Salicin Sorbitol Sukrose Trehalose Xylose - - - - -

Page 99: 2006jum1

84

Lampiran 7 Lanjutan

6 7 8 9 10 Coloni Morfologi Gram stain G+Ve btg G-Ve btg G+Ve btg G+Ve btg G+Ve btg

Pertumbuhan pada 37oC + + + + +

Pertumbuhan pada ..oC Catalase + Oxidase + Glukose O/F Pertumbuhan pada Mac Conkey - + - - - Motility + Hemolysis Citrate + + + + + MR Test - - + + + VP test + - + - - Indole - - - - - Gelatin + + + + + H2S pada TsiA Lysine decarboxylase Ornithine decarboxilase Urease Nitrase + + + + + Aesculin hydrolysis Pertumbuhan pada NA/Broth Glukose + + + + + Adonitol Arabinose - - - - Dulcitol Glycerol Inocitol Lactose - Maltose Mannitol + - - - Raffinose Rhamnose Salicin Sorbitol Sukrose d Trehalose Xylose - - - - -

Page 100: 2006jum1

85

Lampiran 7 Lanjutan

11 13 14 Coloni Morfologi Gram stain G+Ve btg G+Ve btg G-Ve btg

Pertumbuhan pada 37oC + + +

Pertumbuhan pada 30oC + + + Catalase + Oxidase + Glukose O/F Pertumbuhan pada Mac Conkey - - + Motility + Hemolysis Citrate + + + MR Test - - - VP test + - - Indole - - - Gelatin + + - H2S pada TsiA Lysine decarboxylase Ornithine decarboxilase Urease Nitrase + + + Aesculin hydrolysis Pertumbuhan pada NA/Broth Glukose + + + Adonitol Arabinose - d - Dulcitol Glycerol Inocitol Lactose - Maltose d Mannitol - - - Raffinose Rhamnose Salicin - Sorbitol Sukrose - Trehalose Xylose - - +

Page 101: 2006jum1

86

Lampiran 7 Lanjutan

Keterangan hasil identifikasi bakteri:

1. Bacillus mycoides 2. Bacillus mycoides 3. Bacillus cereus 4. Bacillus cereus 5. Bacillus cereus 6. Bacillus cereus 7. Chromobacterium spp 8. Bacillus cereus 9. Bacillus brevis 10. Bacillus brevis 11. Bacillus cereus 13. Bacillus brevis 14. Pseudomonas stutzeri

Page 102: 2006jum1

87

Lampiran 8 Analisis aktivitas mikroba dengan spektrofotometri pada panjang gelombang (λ) = 490 nm

a. Kurva standar

FDA Absorbansi I II III rata-rata

0.0 0.1942 0.1946 0.1942 0.1943 0.1 0.2025 0.1973 0.1986 0.1995 0.2 0.2143 0.2171 0.2151 0.2155 0.3 0.2700 0.2712 0.2720 0.2711 0.5 0.3195 0.3186 0.3184 0.3188 1.0 0.5406 0.5445 0.5417 0.5423 1.5 0.6031 0.6021 0.6046 0.6033

b. Uji aktivitas mikroba pada sampel

Sampel P1 Hari ke- Absorban Produk

FDA 0 0.1973 0.0628 7 0.1980 0.0651

14 0.2119 0.1105 21 0.2721 0.3081 28 0.2521 0.2424

Kurva Standar FDA

y = 0.3048x + 0.1782R2 = 0.9674

0.00000.10000.20000.30000.40000.50000.60000.7000

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0Vol FDA (ml)

Abso

rban

Sampel P1

0.00000.10000.20000.30000.4000

0 10 20 30Hari Ke-

Prod

uk F

DA

Page 103: 2006jum1

88

Sampel P2 Hari ke- Absorban Produk

FDA 0 0.1966 0.06047 0.1990 0.0681 14 0.2233 0.1479 21 0.2843 0.3480 28 0.2641 0.2819

Sampel P3 Hari ke- Absorban Produk

FDA 0 0.1788 0.0019 7 0.1797 0.0049 14 0.1875 0.0305 21 0.1979 0.0648 28 0.1966 0.0605

Sampel P4 Hari ke- Absorban Produk

FDA 0 0.1787 0.0016 7 0.1800 0.006014 0.1897 0.0379 21 0.1997 0.0706 28 0.1994 0.0696

Sampel P51 Hari ke- Absorban Produk

FDA 0 0.1866 0.0276 7 0.1873 0.0300 14 0.2067 0.0935 21 0.2585 0.2634 28 0.2386 0.1982

Sampel P2

0.0000

0.1000

0.2000

0.3000

0.4000

0 10 20 30Hari Ke-

Prod

uk F

DA

Sampel P3

0.0000

0.0200

0.0400

0.0600

0.0800

0 10 20 30Hari Ke-

Prod

uk F

DA

Sampel P4

0.0000

0.0200

0.0400

0.0600

0.0800

0 10 20 30Hari Ke-

Prod

uk F

DA

Sampel P51

0.00000.05000.10000.15000.20000.25000.3000

0 10 20 30Hari Ke-

Prod

uk F

DA

Page 104: 2006jum1

89

Sampel P52 Hari ke- Absorban Produk

FDA 0 0.1881 0.0325 7 0.1896 0.037414 0.2072 0.0951 21 0.2475 0.2273 28 0.2488 0.2317

Sampel P53 Hari ke- Absorban Produk

FDA 0 0.1891 0.0358 7 0.1901 0.0391 14 0.2204 0.1384 21 0.2558 0.2546 28 0.2391 0.1998

Sampel P6 Hari ke- Absorban Produk

FDA 0 0.1879 0.0318 7 0.1886 0.0342 14 0.1909 0.0418 21 0.1901 0.0392 28 0.1878 0.0314

Sampel P7 Hari ke- Absorban Produk

FDA 0 0.1866 0.0275 7 0.2080 0.0979 14 0.2041 0.0851 21 0.2136 0.1163 28 0.2001 0.0718

Sampel P52

0.00000.05000.10000.15000.20000.2500

0 10 20 30Hari Ke-

Prod

uk F

DA

Sampel P53

0.0000

0.1000

0.2000

0.3000

0 10 20 30Hari Ke-

Pro

duk

FDA

Sampel P6

0.00000.01000.02000.03000.04000.0500

0 10 20 30Hari Ke-

Prod

uk F

DA

Sampel P7

0.0000

0.0500

0.1000

0.1500

0 10 20 30Hari Ke-

Prod

uk F

DA

Page 105: 2006jum1

90

Sampel P8 Hari ke- Absorban Produk

FDA 0 0.2046 0.0865 7 0.2112 0.108214 0.2255 0.1551 21 0.2872 0.3576 28 0.2908 0.3696

Sampel P9Hari ke- Absorban Produk

FDA 0 0.1785 0.0009 7 0.1784 0.0006 14 0.1783 0.0004 21 0.1765 -0.0056 28 0.1746 -0.0119

Sampel K1 Hari ke- Absorban Produk

FDA 0 0.1783 0.0005 7 0.1768 -0.0044 14 0.1695 -0.0284 21 0.1529 -0.0830 28 0.1459 -0.1058

Sampel K2 Hari ke- Absorban Produk

FDA 0 0.1593 -0.0619 7 0.1573 -0.0685 14 0.1552 -0.0753 21 0.1503 -0.0915 28 0.1150 -0.2072

Sampel P8

0.0000

0.1000

0.2000

0.3000

0.4000

0 10 20 30Hari Ke-

Prod

uk F

DA

Sampel P9

-0.0150

-0.0100

-0.0050

0.0000

0.0050

0 10 20 30

Hari Ke-

Prod

uk F

DA

Sampel K1

-0.1200-0.1000-0.0800-0.0600-0.0400-0.02000.00000.0200

0 10 20 30

Hari Ke-

Prod

uk F

DA

Sampel K2

-0.2500

-0.2000

-0.1500

-0.1000

-0.0500

0.00000 10 20 30

Hari ke-

Prod

uk F

DA