20 bab ii tinjauan pustaka 2.1 bank 2.1.1 pengertian bank
TRANSCRIPT
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bank
2.1.1 Pengertian Bank
Mendengar kata bank sebenarnya tidak asing lagi bagi kita, terutama yang
hidup di perkotaan. Bahkan, di pedesaan sekalipun saat ini kata bank bukan
merupakan kata yang asing dan aneh. Menyebut kata bank setiap orang selalu
mengaitkannya dengan uang sehingga selalu saja ada anggapan bahwa yang
berhubungan dengan bank selalu ada kaitannya dengan uang. Hal ini tidak salah
karena bank memang merupakan lembaga keuangan atau perusahaan yang bergerak
di bidang keuangan. Sebagai lembaga keuangan, bank menyediakan berbagai jasa
keuangan. Di negara-negara maju bank bahkan sudah merupakan kebutuhan utama
bagi masyarakat setiap kali bertransaksi.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
bank adalah :
“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.”
Menurut Kasmir (2008:25) Bank adalah:
“Lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro,
tabungan, dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat
21
untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang
membutuhkannya”.
Pengertian bank menurut Setiyaningrum dan Farah (2011) dalam jurnalnya
adalah :
“Bank adalah lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga
intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran, dan tidak kalah
pentingnya adalah sebagai lembaga yang menjadi sarana dalam
pelaksanaan kebijakan pemerintah, yaitu kebijakan moneter.”
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bank adalah suatu lembaga
keuangan yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan giro, tabungan, dan deposito. Selanjutnya bank menyalurkan dana tersebut
dalam bentuk pinjaman atau kredit dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.
2.1.2 Jenis-Jenis Bank
1. Dilihat dari Segi Fungsinya
a. Bank Umum
Adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan prinsip syariah yang salah satu kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
b. Bank Perkreditan Rakyat
Adalah bank yang melaksanakan kegiatannya secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak boleh memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2. Dilihat dari Segi Kepemilikannya
Jenis bank selanjutnya dapat dilihat dari segi kepemilikannya. Jenis bank dilihat
dari segi kepemilikan maksudnya adalah siapa saja yang memiliki bank tersebut.
22
Kepemilikan ini dapat dilihat dari akta pendirian dan penguasaan saham yang
dimiliki bank yang bersangkutan. Jenis bank dilihat dari segi kepemilikan adalah
sebagai berikut :
a. Bank milik pemerintah
Dimana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah,
sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula.
b. Bank milik swasta nasional
Merupakan bank yang seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta
nasional serta akta pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula
pembagian keuntungannya diambil oleh swasta pula.
c. Bank milik asing
Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik
milik swasta asing maupun pemerintah asing suatu negara.
d. Bank milik campuran
Bank milik campuran merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki
oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Di mana kepemilikan sahamnya
secara mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia.
3. Dilihat dari Segi Status
Pembagian jenis bank dari segi status merupakan pembagian berdasarkan
kedudukan atau status bank tersebut. Kedudukan atau status ini menunjukkan
ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah
produk, modal maupun kualitas pelayanan. Oleh karena itu, untuk memperoleh
status tersebut diperlukan penilaian-penilaian dengan kriteria tertentu. Dalam
praktiknya, jenis bank dilihat dari status dibagi ke dalam dua macam, yaitu :
a. Bank devisa
Bank yang berstatus devisa atau bank devisa merupakan bank yang dapat
melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata
uang asing secara keseluruhan.
23
b. Bank non devisa
Bank dengan status non devisa merupakan bank yang belum mempunyai izin
untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat
melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa.
4. Dilihat dari Segi Cara Menentukan Harga
Ditinjau dari segi menentukan harga dapat pula diartikan sebagai cara penentuan
keuntungan yang akan diperoleh. Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya
dalam menentukan harga baik harga jual maupun harga beli terbagi dalam dua
kelompok, yaitu :
a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional
Dalam mencari keuntungan dan menetukan harga kepada para nasabahnya,
bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan 2 metode, yaitu :
1. Menetapkan bunga sebagai harga jual, baik untuk produk simpanan seperti
giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga beli untuk produk
pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga
tertentu (spread based).
2. Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan konvensional menggunakan
atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau persentase
tertentu seperti biaya administrasi, biaya provisi, sewa, iuran, dan biaya-
biaya lainnya (fee based).
b. Bank yang berdasarkan prinsip syariah
Bank berdasarkan prinsip syariah menetapkan aturan perjanjian berdasarkan
hukum islam antara bank dengan pihak lain baik dalam hal untuk menyimpan
dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya.
24
Gambar 2.1
Struktur Perbankan Indonesia
Sumber : Darmawi (2011:21) “Manajemen Perbankan”
2.1.3 Sumber Dana dan Penggunaan Dana Bank
2.1.3.1 Sumber Dana Bank
Bagi bank yang merupakan bisnis keuangan, kegiatan membeli barang dan
menjual barang juga terjadi, hanya bedanya dalam bisnis bank yang dijual dan dibeli
adalah jasa keuangan. Sebelum dilakukan penjualan jasa keuangan, bank haruslah
terlebih dahulu membeli jasa keuangan yang tersedia di masyarakat dan membeli jasa
keuangan dapat diperoleh dari berbagai sumber dana yang ada, terutama sumber dana
dari masyarakat luas.
Menurut Kasmir (2010:45) menjelaskan bahwa:
“Sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana dari
masyarakat”.
Bank Sentral Indonesia
Bank-Bank Perkreditan Rakyat
Bank-Bank Umum
Bank Umum Non Devisa Bank Umum Devisa
25
Jika tujuan perolehan dana untuk kegiatan sehari-hari, jelas berbeda
sumbernya, dengan jika bank hendak melakukan investasi baru atau untuk melakukan
perluasan suatu usaha. Kebutuhan dana untuk kegiatan utama bank diperoleh dalam
berbagai simpanan, sedangkan jika kebutuhan dana digunakan untuk investasi baru
atau perluasan usaha, maka diperoleh dari modal sendiri.
Menurut Kasmir (2010:46) secara garis besar sumber dana bank dapat
diperoleh dari:
1. Bank itu sendiri
2. Masyarakat luas
3. Lembaga lainnya
Sedangkan menurut Lukman Dendawijaya (2009:46) dana-dana yang
digunakan sebagai alat bagi operasional suatu bank bersumber dari dana-dana sebagai
berikut:
1. Dana pihak kesatu
2. Dana pihak kedua
3. Dana pihak ketiga
Penjelasan dari kutipan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dana pihak kesatu (Dana dari Modal Bank Sendiri)
Dana dari bank sendiri adalah dana yang berasal dari pemilik bank atau para
pemegang saham, baik para pemegang saham pendiri (yang pertama kalinya ikut
mendirikan bank tersebut) maupun pihak pemegang saham yang ikut dalam usaha
bank tersebut pada waktu kemudian, termasuk para pemegang saham publik (jika
misalnya bank tersebut sudah go public atau merupakan suatu badan usaha
terbuka) . Dana modal sendiri terdiri atas:
a. Modal disetor
Modal disetor adalah uang yang disetor secara efektif oleh pemegang saham
pada saat bank didirikan.
26
b. Agio saham
Agio saham adalah nilai selisih jumlah uang yang dibayarkan oleh pemegang
saham baru dibandingkan dengan nilai nominal saham.
c. Cadangan-cadangan
Cadangan-cadangan adalah sebagian laba bank yang disisihkan dalam bentuk
cadangan modal dan cadangan lainnya yang digunakan untuk menutup
kemungkinan timbulnya risiko dikemudian hari.
d. Laba ditahan
Laba ditahan adalah laba milik para pemegang saham yang diputuskan oleh
mereka sendiri melalui rapat umum pemegang saham untuk tidak dibagikan
sebagai dividen, tetapi dimasukkan kembali dalam modal kerja untuk
operasional bank.
2. Dana pihak kedua
Dana pihak kedua adalah dana-dana pinjaman yang berasal dari pihak luar, yang
terdiri atas dana-dana sebagai berikut:
a. Call money
Call money adalah pinjaman dari bank lain yang berupa pinjaman harian antar
bank.
b. Pinjaman biasa antar bank
Pinjaman biasa antar bank adalah pinjaman dari bank lain yang berupa
pinjaman biasa dengan jangka waktu relatif lebih lama.
c. Pinjaman dari lembaga keuangan bukan bank (LKBB)
Pinjaman ini terutama terjadi ketika lembaga keuangan-keuangan tersebut
masih berstatus LKBB, sebelum dikeluarkannya Undang-undang No.7 tahun
1992 tentang perbankan. Setelah dikeluarkannya undang-undang tersebut,
LKBB ini hampir semua berubah statusnya menjadi bank umum. Pinjman dari
LKBB ini lebih banyak berbentuk surat berharga yang dapat diperjual belikan
dalam pasar uang sebelum jatuh tempo daripada berbentuk kredit.
27
d. Pinjaman dari bank sentral BI
Pinjaman dari bank sentral BI lebih dikenal dengan istilah Kredit Likuiditas
Bank Indonesia (KLBI). KLBI merupakan instrumen dari bank sentral dalam
rangka memberikan motivasi gerakan moneter bagi bank dan masyarakat
ekonomi, serta merupakan sumber dana yang tergolong murah dengan tingkat
bunga yang relatif sangat rendah.
3. Dana pihak ketiga
Dana pihak ketiga adalah dana berupa simpanan dari masyarakat yang merupakan
sumber dana terbesar yang paling di andalkan oleh bank. Dana dari masyarakat
terdiri atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Giro (Demand Deposit)
Giro adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, surat perintah
pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
b. Deposito (Time Deposit)
Deposito atau simpanan berjangka adalah simpanan pihak ketiga pada bank
yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu
berdasarkan perjanjian.
c. Tabungan (Saving Deposit)
Tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya
dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu.
2.1.3.2 Penggunaan Dana Bank
Dana yang telah dikumpulkan dari sumber-sumber dana dibukukan sebagai
pasiva (hutang), kemudian dari pasiva ditransformasikan menjadi aset (harta). Aset
bank umum dapat digolongkan ke dalam empat kategori dasar, yaitu:
1. Kas (uang tunai)
2. Investasi dalam sekuritas finansial
3. Kredit yang diberikan
28
4. Aset tetap
Penggunaan dana dalam praktiknya mengalokasikan dana ke dalam berbagai
aset. Pengalokasian dana ke dalam berbagai rekening aset dilakukan menurut prioritas
dan keperluannya.
1. Prioritas pertama untuk mengisi cadangan primer
2. Prioritas kedua untuk mengisi cadangan sekunder
3. Prioritas ketiga untuk mengisi portofolio kredit
4. Prioritas keempat untuk mengisi portofolio investasi
2.1.4 Asas, Fungsi dan Tujuan Perbankan
Asas, fungsi dan tujuan bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia
No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang telah diubah dengan Undang-Undang no
10 tahun 1998 :
1. Asas
Perbankan Indonesia dalam melaksanakan kegiatan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
2. Fungsi
Fungsi utama perbankan adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat.
3. Tujuan
Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional
dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas
nasional ke arah peningkatan rakyat banyak.
Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa asas, fungsi dan tujuan bank
telah terkandung dalam pengertian bank yang dibahas sebelumnya, namun disini
dijelaskan bahwa bank melaksanakan kegiatannya dengan prinsip kehatihatian.
29
2.2 Laporan Keuangan
2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah laporan yang berisi informasi keuangan sebuah
organisasi. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan hasil
proses akuntansi yang dimaksudkan sebagai sarana mengkomunikasikan informasi
keuangan terutama kepada pihak eksternal. Menurut PSAK No.1 Paragraf ke 7
(Revisi 2009), “ Laporan Keuangan adalah suatu penyajian terstuktur dari posisi
keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas”.
Sementara menurut Kasmir (2008:7) menjelaskan pengertian laporan
keuangan secara sederhana adalah sebagai berikut :
”Laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi
keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu.”
Pengertian Laporan Keuangan menurut Sofyan Syafri Harahap (2009:105)
adalah sebagai berikut:
“Laporan Keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha
suatu perusahaan pada saat teretentu atau jangka waktu tertentu.
Adapun jenis laporan keuangan yang lazim dikenal adalah : Neraca atau
Laporan Laba/Rugi, atau hasil usaha, Laporan Arus Kas, Laporan
Perubahan Posisi Keuangan.”
Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah
hasil akhir dari suatu proses akuntansi yang didalamnya berisi berbagai informasi
mengenai keadaan keuangan sebuah perusahaan, yang dapat digunakan untuk
membantu dalam proses pengambilan keputusan bagi perusahaan tersebut.
30
2.2.2 Tujuan Laporan Keuangan
Menurut PSAK No.1 Paragraf ke 7 (Revisi 2009), “tujuan laporan keuangan
adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus
kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam
pembuatan keputusan ekonomi”. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil
pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan
kepada mereka. Menurut PSAK No.1 Paragraf ke 7 (Revisi 2009), “dalam rangka
mencapai tujuan laporan keuangan, laporan keuangan menyajikan informasi
mengenai entitas yang meliputi: asset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban
termasuk keuntungan dan kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik
dalam kapasitasnya sebagai pemilik dan arus kas”. Informasi tersebut, beserta
informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan, membantu
pengguna laporan dalam memprediksi arus kas masa depan dan khususnya, dalam hal
waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas.
Menurut Kasmir (2008:254) secara umum tujuan laporan keuangan suatu
bank adalalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah aktiva dan jenis-jenis aktiva
yang dimiliki.
2. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah kewajiban dan jenis-jenis
kewajiban bank jangka pendek (lancar) maupun jangka panjang.
3. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah modal dan jenis-jenis modal
bank pada waktu tertentu.
4. Memberikan informasi tentang hasil usaha yang tercermin dari jumlah pendapatan
yang diperoleh dan sumber-sumber pendapatan bank tersebut.
5. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan
berikut jenis-jenis biaya yang dikeluarkan dalam periode tertentu.
6. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam aktiva,
kewajiban dan modal suatu bank.
31
7. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen dalam suatu periode dari hasil
laporan keuangan yang disajikan.
2.2.3 Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Pengertian analisis laporan keuangan menurut Sofyan Syafri Harahap
(2009:190) adalah sebagai berikut :
“Menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang
lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang
mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data
kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk
mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam
proses menghasilkan keputusan yang tepat.”
Menurut Kasmir (2008:67) mengemukakan tentang pengertian analisis
laporan keuangan adalah sebagai berikut:
“Analisis laporan keuangan dapat dilakukan dengan cara menentukan
dan mengukur pos-pos yang ada dalam satu laporan keuangan.”
Dari definisi diatas maka dapat diketahui bahwa analisis laporan keuangan
merupakan proses penelaahan, penginterpretasian laporan keuangan agar mudah
dimengerti untuk mencantumkan keputusan yang akan diambil serta mengetahui
kondisi keuangan perusahaan.
2.2.4 Tujuan Analisis Laporan Keuangan
Tujuan analisis laporan keuangan menurut Sofyan Syafri Harahap (2009:195)
adalah sebagai berikut :
32
1. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, lebih dalam daripada yang terdapat
dari laporan keuangan biasa.
2. Dapat menggali yang tidak tampak secara kasat mata (explicit) dari suatu laporan
keuangan atau yang berada di balik laporan keuangan (implicit)
3. Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan.
4. Dapat membongkar hal-hal yang bersifat tidak konsisten dalam hubungannya
dengan suatu laporan keuangan baik dikaitkan dengan komponen intern laporan
keuangan maupun kaitannya dengan informasi yang diperoleh di luar perusahaan.
5. Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahirkan model-model
dan teori yang terdapat di lapangan seperti untuk prediksi, peningkatan (rating).
6. Dapat memberikan informasi yang digunakan oleh para pengambil keputusan.
7. Dapat menentukan peringkat (rating) perusahaan menurut kriteria teretentu yang
sudah dikenal dalam dunia bisnis.
8. Dapat membandingkan situasi perusahaan dengan perusahaan lain dengan periode
sebelumnya atau dengan standar industri normal atau standar ideal.
9. Dapat memahami situasi dan kondisi keuangan yang dialami perusahaan, baik
posisi keuangan, hasil usaha, struktur keuangan, dan sebagainya.
10. Bisa juga memprediksi potensi apa yang mungkin dialami perusahaan di masa
yang akan datang.
Sedangkan tujuan analisis laporan keuangan menurut Bernstein (1983) dalam
Sofyan Syafri Harahap (2009:197) adalah sebagai berikut :
1. Screening
Analisis dilakukan dengan melihat secara analitis laporan keuangan dengan tujuan
untuk memilih kemungkinan investasi atau merger.
2. Forecasting
Analisis dilakukan untuk meramalkan kondisi keuangan perusahaan di masa yang
akan datang.
33
3. Diagnosis
Analisis dimaksudkan untuk melihat kemungkinan adanya masalah – masalah
yang terjadi baik dalam manajemen, operasi, keuangan atau masalah lain.
4. Evaluation
Analisis dilakukan untuk menilai prestasi manajemen, operasional, efisiensi, dan
lain-lain.
2.2.5 Komponen Laporan Keuangan
Menurut PSAK No.1 Paragraf 49 (Revisi 2009), “laporan keuangan yang
lengkap terdiri dari komponen – komponen berikut ini:
1. Neraca,
2. Laporan laba rugi,
3. Laporan perubahan ekuitas,
4. Laporan arus kas,
5. Catatan atas laporan keuangan.”
Penjelasan dari kutipan di atas adalah sebagai berikut :
1. Neraca
Neraca perusahaan disajikan sedemikian rupa yang menggambarkan posisi
keuangan suatu perusahaan pada saat tertentu maksudnya adalah menunjukkan
keadaan keuangan pada tanggal tertentu biasanya pada saat tutup buku. Neraca
minimal mencakup pos – pos berikut (PSAK No.1 Paragraf 49, Revisi 2009):
a. Aktiva berwujud,
b. Aktiva tidak berwujud,
c. Aktiva keuangan,
d. Investasi yang diperlakukan menggunakan metode ekuitas,
e. Persediaan,
f. Piutang usaha dan piutang lainnya,
g. Kas dan setara kas,
34
h. Hutang usaha dan hutang lainnya,
i. Kewajiban yang diestimasi,
j. Kewajiban berbunga jangka panjang,
k. Hak minoritas,
l. Modal saham dan pos ekuitas lainnya.
2. Laporan Laba Rugi
Menurut Kasmir (2008:257) Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan bank
yang menggambarkan hasil usaha bank dalam suatu periode tertentu. Dalam
laporan ini tergambar jumlah pendapatan dan sumber-sumber pendapatan serta
jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. Tujuan pokok laporan laba
rugi adalah melaporkan kemampuan riil perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan. Laporan laba rugi perusahan disajikan sedemikian rupa yang
menonjolkan berbagai unsur kinerja keuangan yang diperlukan bagi penyajian
secara wajar. Laporan laba rugi minimal mencakup pos – pos berikut (PSAK
No.1 Paragraf 56, Revisi 2009) :
a. Pendapatan,
b. Laba rugi usaha
c. Beban pinjaman
d. Bagian dari laba atau rugi perusahaan afiliasi dan asosiasi yang diperlukan
menggunakan metode ekuitas,
e. Beban pajak,
f. Laba atau rugi dari aktivitas normal perusahaan,
g. Pos luar biasa,
h. Hak minoritas,
i. Laba atau rugi bersih untuk periode berjalan.
3. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas menggambarkan peningkatan atau penurunan aktiva
bersih atau kekayaan selama periode yang bersangkutan. Perusahaan harus
35
menyajikan laporan perubahan ekuitas sebagai komponen utama laporan
keuangan, yang menunjukan (PSAK No.1 Paragraf 66, Revisi 2009) :
a. Laba rugi bersih periode yang bersangkutan,
b. Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta
jumlahnya yang berdasarkan PSAK terkait diakui secara langsung dalam
ekuitas,
c. Pengaruh komulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan
terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam PSAK terkait,
d. Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik,
e. Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta perubahan,
f. Frekonsiliasi antar nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agio
dan cadangan pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara
terpisah setiap perubahan.
Laporan perubahan ekuitas, kecuali untuk perubahan yang berasal dari transaksi
dengan pemegang saham seperti setoran modal dan pembayaran dividen,
menggambarkan jumlah keuntungan dan kerugian yang berasal dari kegiatan
perusahaan selama periode yang bersangkutan.
4. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas dapat memberikan informasi yang memungkinkan para pemakai
untuk mengevaluasi perubahan dalam aktiva bersih perusahaan, struktur keuangan
(termasuk likuiditas dan solvabilitas) dan kemampuan untuk mempengaruhi
jumlah serta waktu arus kas dalam rangka adaptasi dengan perubahan keadaan
dan peluang (PSAK No. 2, 2009). Informasi arus kas berguna untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas dan
memungkinkan para pemakai mengembangkan model untuk menilai dan
membandingkan nilai sekarang dari arus kas masa depan (future cash flow) dari
berbagai perusahaan.
36
5. Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam
neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas harus berkaitan dengan informasi
yang terdapat catatan atas laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan
mengungkapkan (PSAK No.1 Paragraf 68, Revisi 2009) :
a. Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan
akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang
penting,
b. Informasi yang diwajibkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
tetapi tidak disajikan di neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan
laporan perubahan ekuitas,
c. Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi
diperlukan dalam rangka penyajian secar wajar
2.3 Rasio Keuangan
2.3.1 Pengertian Rasio Keuangan
Pengertian rasio keuangan menurut Sofyan Syafri Harahap (2009:297) adalah
sebagai berikut :
“Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan
dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai
hubungan yang relevan dan signifikan (berarti).”
Pengertian rasio keuangan menurut Kasmir (2010:104) adalah :
“Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka
yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka
dengan angka lainnya. Perbandingan dapat dilakukan antara satu
komponen dengan komponen dalam satu laporan keuangan atau
antarkomponen yang ada di antara laporan keuangan. Kemudian angka
37
yang diperbandingkan dapat berupa angka-angka dalam satu periode
maupun berbeda periode”
Pengertian rasio keuangan menurut James C. Van Horne dalam Kasmir
(2010:104) adalah sebagai berikut :
“Rasio keuangan merupakan indeks yang menghubungkan dua angka
akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka
lainnya. Rasio keuangan digunakan untuk mengevaluasi kondisi
keuangan dan kinerja perusahaan. Dari hasil rasio keuangan ini akan
terlihat kondisi kesehatan perusahaan yang bersangkutan.”
Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio keuangan adalah suatu
perhitungan matematis yang dilakukan dengan cara membandingkan beberapa pos
tertentu dalam laporan keuangan yang memiliki hubungan untuk kemudian yang
ditujukan untuk menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan sebuah perusahaan.
2.3.2 Jenis – Jenis Rasio Keuangan Bank
Menurut Kasmir (2008:281), jenis-jenis rasio keuangan yang biasanya
terdapat di bank adalah sebagai berikut :
1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih. Dengan kata lain,
dapat membayar kembali pencairan dana deposannya pada saat ditagih serta dapat
mencukupi permintaan kredit yang telah diajukan. Semakin besar rasio ini
semakin likuid.
2. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas merupakan ukuran kemampuan bank mencari sumber dana
untuk membiayai kegiatannya. Bisa juga dikatakan rasio ini merupakan alat ukur
38
untuk melihat kekayaan bank untuk melihat efisiensi bagi pihak manajemen bank
tersebut.
3. Rasio Rentabilitas
Rentabilitas rasio sering disebut profitabilitas usaha. Rasio ini digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang
bersangkutan.
Selain menggunakan rasio di atas, penilian kinerja keuangan bank dapat
dilakukan dengan menilai kesehatan bank. Penilaian kesehatan bank telah ditentukan
oleh Bank Indonesia yaitu kepada bank-bank diharuskan membuat laporan baik yang
bersifat rutin maupun secara berkala mengenai seluruh aktivitasnya dalam suatu
periode tertentu. Penilaian untuk menentukan kondisi suatu bank biasanya
menggunakan analisis CAMELS (Kasmir, 2008 : 50-53), yaitu:
1. Aspek Permodalan, yang dinilai adalah permodalan yang ada didasarkan kepada
kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan pada
Capital Adequacy Ratio (CAR) yang telah ditetapkan Bank Indonesia.
2. Aspek Kualitas Aset yaitu untuk menilai jenis-jenis aset yang dimiliki oleh bank.
Penilaian aset harus sesuai dengan peraturan oleh Bank Indonesia dengan
memperbandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva
produktif. Kemudian rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap
aktiva produktif diklasifikasikan. Rasio ini dapat dilihat dari neraca yang telah
dilaporkan secara berkala kepada Bank Indonesia.
3. Aspek Kualitas Manajemen yaitu aspek penilaian kegiatan bank yang dikelola
sehari-hari dari kulitas manajemennya. Kualitas manajemen juga dilihat dari
kualitas manusianya dalam bekerja. Kualitas manajemen juga dilihat dari sisi
pendidikan dan pengalaman dari karyawannya dalam menangani berbagai kasus-
kasus yang terjadi.
4. Aspek Likuiditas, yaitu penilaian atas kemampuan bank yang bersangkutan untuk
membayar semua hutang-hutangnya terutama simpanan tabungan, giro, dan
39
deposito pada saat ditagih dan dapat pula memenuhi semua permohonan kredit
yang layak dibiayai.
5. Aspek Rentabilitas merupakan ukuran kemampuan bank dalam meningkatkan
labanya atau untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang
dicapai bank yang bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara
rentabilitas yang terus meningkat.
6. Aspek Sensitivitas, merupakan aspek dimana perbankan harus memperhatikan
dua unsur, yaitu tingkat perolehan laba yang harus dicapai dan risiko yang akan
dihadapi. Pertimbangan risiko yang harus diperhitungkan berkaitan erat dengan
sensitivitas perbankan. Sensitivitas terhadap risiko ini penting agar tujuan
memperoleh laba dapat tercapai dan pada akhirnya kesehatan bank juga terjamin
2.3.3 Analisis Rasio Keuangan Bank
2.3.3.1 Pengertian Analisis Rasio Keuangan Bank
Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu bank, maka dapat dilihat laporan
keuangan yang disajikan oleh suatu bank secara periodik. Laporan ini juga sekaligus
menggambarkan kinerja bank selama periode tersebut. Agar laporan ini dapat dibaca
sehingga menjadi berarti, maka perlu dilakukan analisis terlebih dahulu. Analisis
yang digunakan adalah dengan menggunakan rasio-rasio keuangan sesuai standar
yang berlaku (Kasmir, 2008:281).
Pengertian analisis rasio menurut Sugiyono (2009:64) adalah sebagai berikut :
“Suatu angka yang menunjukkan hubungan antara unsur-unsur dalam
laporan keuangan. Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk
matematis yang sederhana.”
Menurut Kasmir (2008:104) mengemukakan bahwa pengertian analisis rasio
keuangan adalah sebagai berikut:
40
“Analisis rasio keuangan adalah kegiatan membandingkan angka-angka
yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka
dengan angka lainnya.”
Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis
rasio keuangan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengetahui suatu
hubungan di dalam laporan keuangan.
2.3.3.2 Tujuan Analisis Rasio Keuangan Bank
Tujuan analisis rasio keuangan menurut Freddy Rangkuti (2009:69) adalah
sebagai berikut :
1. Mengevaluasi situasi yang terjadi saat ini.
2. Memprediksi kondisi keuangan masa yang akan datang.
Pada intinya, tujuan dilakukannya analisis rasio keuangan adalah untuk
mengevaluasi dan memprediksi. Evaluasi dilakukan untuk menilai situasi yang terjadi
atau fakta yang ada saat ini dibandingkan dengan rencana yang sudah ditentukan oleh
sebuah bank di masa lalu. Sementara prediksi dilakukan untuk membuat gambaran
masa depan berdasarkan menggunakan data yang ada di masa sekarang. Dengan
adanya prediksi, maka sebuah bank bisa menentukan target dan tujuan sehingga
dalam pelaksaannya pihak bank dapat mengendalikan semua operasional yang terkait
dengan pencapaian target dan tujuan tersebut.
2.4 Dana Pihak Ketiga
2.4.1 Pengertian Dana Pihak Ketiga
Dana pihak ketiga merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan
operasional bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai
operasinya dari sumber dana ini.
41
Dalam Undang-Undang perbankan No.10 Tahun 1998, yang dimaksud dana
pihak ketiga adalah :
“Dana yang dihimpun bank umum dari masyarakat tersebut biasanya
berbentuk simpanan giro (demand deposits), simpanan tabungan (saving
deposits), dan simpanan deposito (time deposits).”
Sedangkan menurut Kasmir (2008:64), sumber dana dari masyarakat luas
merupakan sumber dana yang paling utama bagi bank, terdiri dari 3 jenis yaitu:
1. Simpanan Giro (Demand Deposit)
2. Simpanan Tabungan (Saving Deposit)
3. Simpanan Deposito (Time Deposit)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dana pihak ketiga adalah
dana yang bersumber dari masyarakat baik individu maupun badan usaha dan baik itu
dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing. Dana dari masyarakat ini
merupakan pendapatan paling utama dalam bank, dan dana terbesar yang dimiliki
oleh bank dan ini sesuai dengan fungsi bank sebagai penghimpun dana dari pihak-
pihak yang kelebihan dana dalam masyarakat. Sesuai dengan yang telah dikemukakan
di atas bahwa dana pihak ketiga merupakan salah satu pendapatan yang paling utama
dalam bank. Jika pihak bank tidak memliliki strategi yang baru maka para nasabah
tidak akan bertambah, dan berdampak pada berkurangnya dana pihak ketiga. Dan
apabila pihak bank selalu memiliki strategi dan ide baru untuk meningkatkan jumlah
para nasabahnya, maka dengan sendirinya dana pihak ketiga akan meningkat. Salah
satu untuk meningkatkan dana pihak ketiga pada bank yaitu dengan melakukan
promosi, penjualan produk baru, iklan, publisitas bank itu sendiri, dan lain-lain.
Dana pihak ketiga mencerminkan pangsa pasar yang diraih oleh bank. Pangsa
diukur dari dana pihak ketiga yang dihimpun oleh masing-masing bank dibagi dengan
dana pihak ketiga total bank. Rasio ini mencerminkan posisi perusahaan dalam
42
persaingan pasar. Van Horne (1992) mengemukakan bahwa pangsa pasar yang luas
akan mempersempit peluang pasar bagi pesaing dan pendatang baru yang ingin
memasuki industri. Jadi semakin tinggi rasio ini, cenderung semakin menguntungkan
bagi perusahaan. Menurut Yuliani (2007) MSDN adalah pangsa pasar dana pihak
ketiga yang dihimpun oleh masing-masing bank secara individu.
������ ����� � �� � � � ��� � ����� � ����� � � � ��� � ����� ����� � �� � 100%
2.4.2 Jenis-Jenis Sumber Dana Pihak Ketiga
2.4.2.1 Giro ( Demand Deposit)
Giro merupakan deposito yang dapat ditarik setiap saat dengan menggunakan
alat pembayaran seperti cek, bilyet giro, surat perintah bayar yang lain ataupun surat
pemindahbukuan yang lain. Giro dikelompokkan sebagai sumber dana jangka pendek
bagi bank dan berbiaya murah.
Pengertian giro menurut Taswan (2008:89) mengatakan bahwa:
“Giro merupakan simpanan masyarakat pada bank yang penarikannya
dapat dilakukan dengan menggunakan cek, surat perintah bayar yang
lain, bilyet giro, atau surat pemindahbukuan yang lain”.
Sedangkan menurut Lukman Dendawijaya (2009:49) mengatakan bahwa:
“Giro adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, dan
surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan”.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa giro merupakan simpanan
masyarakat yang pengambilannya dapat dilakukann dengan menggunakan cek, surat
43
perintah bayar yang lain, bilyet giro, atau surat pemindahbukuan yang lain. Sifat
sumber dana ini dapat dikategorikan sangat labil, karena pemegang rekening giro
dapat menarik dananya setiap saat tanpa ada pemberitahuan terlebih dulu kepada
bank. Jenis simpanan masyarakat ini tidak memiliki jatuh tempo.
Perkembangan rekening giro pada bank bukan hanya berdasarkan kepentingan
bank semata-mata, melainkan kepentingan masyarakat modern juga, karena giro
adalah uang giral yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran melalui
penggunaan cek.
2.4.2.2 Deposito (Time Deposit)
Deposito merupakan salah satu tempat bagi nasabah untuk melakukan
investasi dalam bentuk surat-surat berharga. Kepada setiap deposan (pemilik
deposito) akan diberikan imbalan bunga atau depositonya. Bagi bank, bunga yang
diberikan kepada para deposan merupakan bunga tertinggi. Jika dibandingkan dengan
simpanan giro dan tabungan, sehingga deposito oleh sebagian bank di anggap sebagai
dana modal.
Keuntungan bagi bank dengan menghimpun dana lewat deposito adalah uang
yang tersimpan relatif lebih lama, mengingat deposito memiliki jangka waktu yang
relatif panjang dan frekuensi penarikan yang juga jarang. Dengan demikian bank
dapat dengan leluasa untuk menggunakan kembali dana tersebut untuk keperluan
penyaluran kredit.
Pengertian deposito menurut Taswan (2008:103) adalah:
“Deposito merupakan simpanan masayarakat atau pihak ketiga yang
penarikannya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut
perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan”.
Sedangkan pengertian deposito menurut Lukman Dendawijaya (2009:50)
adalah:
44
“Deposito atau simpanan berjangka adalah simpanan pihak ketiga pada
bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu
tertentu berdasarkan perjanjian”.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa deposito merupakan
simpanan pihak ketiga yang penarikannya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu
berdasarkan perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan. Persaingan
yang ketat dalam penghimpunan dana antar bank telah memunculkan produk-produk
baru dalam penghimpunan dana. produk-produk baru tersebut adalah :
1. Deposito Berjangka
Merupakan deposito yang diterbitkan menurut jangka waktu tertentu, jangka
waktu deposito biasanya bervariasi mulai dari 1, 2, 3, 6, 12, 18 sampai 24 bulan.
Deposito diterbitkan atas nama baik seseorang atau lembaga, artinya didalam
bilyet deposito tercantum nama seseorang atau lembaga.
2. Sertifikat Deposito
Sertifikat deposito merupakan deposito yang diterbitkan dengan jangka waktu 2,
3, 6 dan 12 bulan. Sertifikat deposito diterbitkan atas unjuk dalam bentuk
sertifikat. Artinya dalam sertifikat deposito tidak tertulis nama seseorang atau
badan hukum tertentu.
3. Deposit On Call
Merupakan deposito yang berjangka waktu 7 hari dan paling lama kurang dari 1
bulan. Diterbitkan atas nama dan biasanya dalam jumlah yang besar.
Pencairan bunga dilakukan pada saat pencarian deposit on call dan sebelum
deposit on call terlebih dahulu 3 hari sebelumnya nasabah sudah memberitahukan
bank penerbit.
45
2.4.2.3 Tabungan (Saving Deposit)
Seperti halnya simpanan giro, simpanan tabungan juga mempunyai syarat-
syarat tertentu bagi pemegangnya dan persyaratan masing-masing bank berbeda satu
sama lainnya. Disamping persyaratan yang berbeda, tujuan nasabah menyimpan uang
di rekening tabungan juga berbeda. Dengan demikian sasaran bank dalam
memasarkan produknya juga berbeda sesuai dengan sasarannya.
Pengertian tabungan menurut Taswan (2008:95) adalah:
“Tabungan merupakan simpanan masyarakat atau pihak lain yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu
yang telah disepakati tetapi tidak lama ditarik dengan menggunakan cek,
bilyet giro atau yang dipersamakan dengan itu”.
Sedangkan menurut Lukman Dendawijaya (2009:51) tabungan adalah:
“Tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya
hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu”.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tabungan merupakan
simpanan masyarakat yang penarikannya dapat dilakukan sewaktu-waktu tetapi
dengan syarat-syarat tertentu yang telah disepakati dan juga tidak dapat diambil
dengan menggunakan cek, bilyet giro atau yang dipersamakan dengan itu. Syarat-
syarat tertentu misalnya harus ditarik secara tunai, penarikannya hanya dalam
kelipatan nominal tertentu, jumlah penarikannya tidak boleh melebihi saldo minimal
tertentu.
Tabungan dapat ditarik dengan cara-cara dan dalam waktu yang lebih relatif
fleksibel dibandingkan dengan deposito berjangka, namun masih kalah fleksibel
apabila dibandingkan dengan rekening giro. Ditinjau dari sisi bank, penghimpunan
dana melebihi tabungan termasuk lebih murah daripada deposito tapi lebih mahal
dibandingkan giro.
46
2.5 Likuiditas
2.5.1 Pengertian Likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan suatu bank untuk memenuhi kewajiban
keuangan dalam jangka pendek, atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban
keuangan pada saat ditagih.
Likuiditas bank berarti kemampuan perusahaan untuk dapat menyediakan
alat-alat likuid sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kewajiban finansialnya
saat ditagih. Dalam hal ini bank harus memperhatikan apakah bank setiap saat dapat
memenuhi perubahan yang diperlukan untuk kelancaran jalannya operasional
perusahaan.
Likuiditas dapat diartikan sebagai kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajibannya yang harus segera dibayar. Kewajiban tersebut sering diartikan sebagai
utang. Pada lembaga perbankan, persoalan likuiditas adalah persoalan pada dua sisi
pada neraca bank (Dendawijaya, 2009 : 246).
Sedangkan menurut Kasmir (2009 : 130) rasio likuiditas atau rasio modal
kerja adalah :
“ Rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
seberapa likuidnya suatu perusahaan. Caranya adalah dengan
membandingkan komponen yang ada di neraca, yaitu total aktiva lancar
dengan total passiva lancar (utang jangka pendek).”
Sebagai lembaga kepercayaan, bank harus sanggup menjalankan fungsinya
sebagai penghimpun dana dan sebagai penyalur dana untuk memperoleh profit yang
wajar. Pada sisi pasiva, bank harus mampu memenuhi kewajiban kepada nasabah
setiap ada penarikan simpanan nasabah, pada sisi aktiva bank harus menyanggupi
pencairan kredit yang telah diperjanjikan (komitmen kredit). Bila kedua aspek atau
salah satu aspek ini tidak dapat dipenuhi, maka bank tersebut akan kehilangan
kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu pengertian likuiditas bank adalah lebih luas
daripada likuiditas pada perusahaan non bank, yang mana likuiditas bank adalah
47
kemampuan bank untuk memenuhi kemungkinan penarikan simpanan dan kewajiban
lainnya dan/ atau memenuhi kebutuhan masyarakat berupa kredit dan penempatan
lainnya.
2.5.2 Macam-Macam Rasio Likuiditas
Perhitungan likuiditas digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi. Adapun
pengertian analisis rasio likuiditas menurut Lukman Dendawijaya (2009:114)
adalah sebagai berikut:
“Analisis rasio likuiditas adalah analisis yang dilakukan terhadap
kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka
pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo”.
Untuk melakukan pengukuran rasio ini memiliki beberapa jenis rasio yang
masing-masing memiliki maksud dan tujuan tersendiri. Adapun jenis-jenis rasio
likuiditas menurut Kasmir (2010:286) adalah sebagai berikut :
1. Quick Ratio
Quick Ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam
memenuhi kewajibannya terhadap para deposan (pemilik simpanan giro,
tabungan dan deposito) dengan harta yang paling likuid yang dimiliki oleh suatu
bank. Rumus untuk mencari Quick Ratio adalah sebagai berikut :
����� ����� � � �� ��������� � ������� � 100%
2. Banking Ratio
Banking Ratio bertujuan untuk mengukur tingkat likuiditas bank dengan
membandingkan jumlah kredit yang disalurkan dengan jumlah deposit yang
dimiliki. Semakin tinggi rasio ini, maka tingkat likuiditas bank semakin rendah,
48
karena jumlah dana yang digunakan untuk membiayai kredit semakin kecil,
demikian pula sebaliknya. Rumus untuk mencari Banking Ratio adalah sebagai
berikut :
������� ����� � ��� � �� ����� � ������� � 100%
3. Loan to Assets Ratio
Loan to Assets Ratio merupakan rasio untuk mengukur jumlah kredit yang
disalurkan dengan jumlah harta yang dimiliki bank. Semakin tinggi tingkat rasio,
menunjukan semakin rendahnya tingkat likuiditas. Rumus untuk mencari Loan to
Assets Ratio adalah sebagai berikut :
���� �� ������ ����� � ��� � �� ����� � ������ � 100%
4. Cash Ratio
Cash Ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank melunasi
kewajiban yang harus segera dibayar dengan harta likuid yang dimiliki bank
tersebut. Rumus untuk mencari Cash Ratio adalah sebagai berikut :
��������� � ����� ����������� ���� ��������� � 100%
5. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Loan to Deposit Ratio merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit
yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri
yang digunakan. Rumus untuk mencari Loan to Deposit Ratio adalah sebagai
berikut :
49
���� �� ������� ����� � ��� � �� ����� � ��� �� �������� � 100%
Dalam penelitian ini rasio yang digunakan penulis untuk mengukur tingkat
likuiditas bank adalah loan to deposit ratio (LDR). Hal ini dikarenakan berdasarkan
surat edaran Bank Indonesia No.26/5/BPPP pada tanggal 29 Mei 1993, dijelaskan
bahwa loan to deposit ratio (LDR) sebagai pedoman analisa untuk mengukur tingkat
keseimbangan penjelasan pinjaman yang diberikan terhadap dana yang dihimpun, dan
memegang peran penting yang tidak dapat terabaikan karena pada posisi pencapaian
nilai hasil atau analisa ini akan dapat menggambarkan keadaan suatu bank dalam
memperoleh keuntungan atau kerugian dari peranan bank dalam masyarakat
(http://www.2lisan.com/rss/suratedaran-bank-indonesia).
2.6 Loan to Deposit Ratio (LDR)
LDR disebut juga rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga yang
digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit.
Penyaluran kredit merupakan kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber
pendapatan utama bank berasal dari kegiatan ini. Semakin besarnya penyaluran dana
dalam bentuk kredit dibandingkan dengan deposit atau simpanan masyarakat pada
suatu bank membawa konsekuensi semakin besarnya risiko yang harus ditanggung
oleh bank yang bersangkutan. Menurut Kasmir (2008:290), rasio LDR merupakan
rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan
jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan.
Sementara menurut Lukman Dendawijaya (2009:116), pengertian LDR adalah
sebagai berikut :
“LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank
dengan dana yang diterima oleh bank.”
50
Semakin tinggi LDR, maka semakin tinggi dana yang disalurkan kepada
pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini maka semakin rendah pula kemampuan
likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang
diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar (suatu bank meminjamkan
seluruh dananya (loan-up)). Sebaliknya, semakin rendah LDR menunjukkan
kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan kredit. Oleh karena itu, beberapa ahli
menyepakati bahwa batas aman LDR adalah sekitar 80%. Besarnya LDR menurut
peraturan pemerintah maksimum adalah 110% (Kasmir, 2008:290)
LDR dapat dirumuskan sebagai berikut (Lukman Dendawijaya, 2009).
��� � �� � ������ � �� ������� �� � ��� � ����� � ���� � �¡ � ¢��� � 100%
Menurut Lukman Dendawijaya (2009:147) jumlah kredit yang diberikan
dalam rumus di atas adalah kredit yang diberikan bank yang sudah direalisir / ditarik /
dicairkan. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia tanggal 29 Mei 1993, yang
termasuk dalam pengertian dana yang diterima bank adalah sebagai berikut (Lukman
Dendawijaya, 2009:116).
1. Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) (jika ada) adalah volume pemberian
pinjaman (kredit) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank yang
bersangkutan.
2. Giro adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan
setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, dan surat perintah pembayaran
lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
3. Deposito adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat
dilakukan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah dan
bank.
4. Tabungan masyarakat adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang
51
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau lainnya
yang dapat dipersamakan dengan itu.
5. Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan, tidak
termasuk pinjaman subordinasi.
6. Deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan.
7. Surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari 3
bulan.
8. Modal pinjaman.
9. Modal inti bank terdiri atas modal yang telah disetor pemilik bank, agio saham
(terutama untuk bank yang telah go public), berbagai cadangan, laba ditahan
(setelah diputuskan oleh rapat umum pemegang saham bank), serta laba tahun
berjalan.
2.7 Rasio Profitabilitas
2.7.1 Pengertian Rasio Profitabilitas
Profitabilitas atau yang lazim disebut rentabilitas merupakan aspek yang
mencerminkan kemampuan setiap perusahaan untuk menghasilkan laba. Menurut
Malayu Hasibuan (2008:104) profitabilitas adalah:
“Kemampuan bank dalam menghasilkan laba.”
Menurut Harmono (2009:109), profitabilitas adalah :
“Analisis profitabilitas ini menggambarkan kinerja fundamental
perusahaan ditinjau dari tingkat efisiensi dan efektifitas operasi
perusahaan dalam memperoleh laba”
Menurut Van Horne dan Wachowicz (2009:222), profitabilitas merupakan
rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi. Maka dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa profitabilitas adalah kemampuan bank untuk
52
menghasilkan laba sebagai hasil akhir dari keputusan yang dilakukan oleh
perusahaan.
2.7.2 Macam-Macam Rasio Profitabilitas
Rasio rentabilitas sering disebut profitabilitas usaha. Rasio ini digunakan
untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank
yang bersangkutan. Adapun pengertian analisis rasio rentabilitas menurut Lukman
Dendawijaya (2009:118) adalah sebagai berikut:
“Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau
mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh
bank yang bersangkutan”
Untuk melakukan pengukuran rasio ini memiliki beberapa jenis rasio yang
masing-masing memiliki maksud dan tujuan tersendiri. Adapun jenis-jenis rasio
profitabilitas menurut Lukman Dendawijaya (2009:118) adalah sebagai berikut:
1. Return On Assets (ROA)
ROA adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA
suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut
dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Rumus
untuk mencari Return On Assets adalah sebagai berikut :
������ �� �� � � ���� ������ � ���� ��� ���� ������� ������ � 100%
2. Return On Equity (ROE)
ROE adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri. Rumus
untuk mencari Return On Equity adalah sebagai berikut :
53
������ �� ������ � ��� � ���������� ������� � 100%
3. Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin adalah rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan (laba)
yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari
kegiatan operasionalnya. Rumus untuk mencari Net Profit Margin adalah sebagai
berikut :
��� ������ ������ � ��� � ����������� � � ���� � 100%
4. BOPO (Biaya Operasional Pendapatan Operasional)
Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan
pendapatan operasional. Rumus untuk mencari BOPO adalah sebagai berikut :
���� � ����� �������� ���� ������ �������� �� � 100%
Dalam penelitian ini, yang digunakan sebagai rasio yang mewakili rasio
profitabilitas adalah BOPO, yaitu rasio efisiensi yang digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap
pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya
operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu
bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Biaya operasional dihitung
berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasional lainnya.
Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total
pendapatan operasional lainnya.(SE BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001).
54
2.8 Biaya Operasional Banding Pendapatan Operasional (BOPO)
2.8.1 Pengertian BOPO
BOPO merupakan rasio perbandingan biaya operasional terhadap pendapatan
operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan
bank dalam melakukan kegiatan operasinya, terutama kredit. Mengingat kegiatan
utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun
dan menyalurkan dana (misalnya dana masyarakat), maka biaya dan pendapatan
operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan pendapatan bunga (Lukman
Dendawijaya, 2009 : 120).
Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka
menjalankan aktivitas usaha pokoknya. Biaya operasional terdiri atas biaya bunga,
biaya valuta asing lainnya, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran, biaya penyusutan,
dan biaya operasional lainnya. Pendapatan operasional terdiri atas semua pendapatan
yang merupakan hasil langsung dari kegiatan usaha bank yang benar-benar telah
diterima. Pendapatan operasional bank terdiri atas hasil bunga, provisi dan komisi,
pendapatan valuta asing lainnya, dan pendapatan operasional lainnya (Lukman
Dendawijaya, 2009:111).
BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi kemampuan bank dalam
melakukan kegiatan operasinya (Dendawijaya, 2009:120). Semakin tingga rasio ini
menunjukkan semakin tidak efisien biaya operasional bank. Rasio biaya operasional
digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan
kegiatan operasinya. Menurut ketentuan Bank Indonesia efisiensi operasi diukur
dengan BOPO dengan batas maksimum BOPO adalah 94%. Efisiensi operasi juga
mempengaruhi kinerja bank, BOPO menunjukkan apakah bank telah menggunakan
semua faktor produksinya dengan tepat guna dan berhasil. Predikat kesehatan bank
dari segi BOPO ditunjukkan dalam tabel berikut:
55
Tabel 2.1
Matriks Kriteria Peringkat Komponen BOPO
Rasio Peringkat
BOPO ≤ 94% 1
94% < BOPO ≤ 95% 2
95% < BOPO ≤ 96% 3
96% < BOPO ≤ 97% 4
BOPO > 97% 5
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)
Menurut Lukman Dendawijaya (2009:119) secara matematis BOPO dapat
dirumuskan sebagai berikut :
���� � ����� �������� ���� ������ �������� �� � 100%
2.8.2 Biaya Operasional
2.8.2.1 Pengertian Biaya Operasional
Untuk menjalankan suatu usaha termasuk perbankan diperlukan sumber daya
yang harus dikorbankan sebagai nilai pengganti untuk memperoleh keuntungan.
Sumber daya ini pada umumnya dinilai dengan satuan uang. Dimana sumber daya
yang dipergunakan seringkali disebut dengan biaya.
Pengertian biaya menurut Mulyadi (2009 : 8) adalah sebagai berikut :
“Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan
uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk
tujuan tertentu”.
56
Terdapat empat unsur pokok dalam pengertian diatas, yaitu :
1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi.
2. Diukur dalam satuan uang.
3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi.
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
Pengertian biaya operasional yang dikemukakan oleh Jopie Jusuf (2008:33)
adalah sebagai berikut :
“Biaya operasional atau biaya operasi adalah biaya-biaya yang tidak
berhubungan langsung dengan produk perusahaan tetapi berkaitan
dengan aktivitas operasional perusahaan sehari-hari.”
Secara umum, biaya operasional diartikan sebagai biaya yang terjadi dalam
kaitannya dengan operasi yang dilakukan perusahaan dan diukur dalam satuan uang.
Dimana biaya operasi sering disebut juga sebagai operational cost atau biaya usaha.
2.8.2.2 Penggolongan Biaya-Biaya Operasional
Menurut Herman Darmawi (2011:198), biaya operasional selain dari biaya
(beban) bunga, dikelompokkan sebagai berikut :
1. Beban (penyisihan) penghapusan aktiva produktif
2. Beban estimasi kerugian komitmen dan kontijensi
3. Beban (biaya) administrasi dan umum
4. Beban (biaya) personalia
5. Beban (kerugian) penurunan nilai sekuritas
6. Beban (kerugian) transaksi valuta asing
7. Berbagai biaya operasional lainnya, meliputi semua biaya yang tidak termasuk ke
dalam kelompok biaya-biaya di atas, tapi diperlukan untuk keberhasilan operasi
bank yang bersangkutan, seperti biaya asuransi, iklan, biaya pemeriksaan oleh
pihak berwenang, biaya pengacara, penggunaan kendaraan, dan lain-lain
57
2.8.3 Pendapatan Operasional
2.8.3.1 Pengertian Pendapatan Operasional
Pendapatan adalah arus masuk sumber daya ke dalam suatu perusahaan dalam
suatu periode dari penjualan barang atau jasa, dimana sumber daya pada umumnya
dalam bentuk kas, wesel tagih, atau piutang pendapatan yang tidak mencakup sumber
daya yang diterima dari sumber-sumber selain dari operasi, seperti penjualan aktiva
tetap, penerbitan saham atau peminjaman.
Pendapatan merupakan salah satu komponen untuk menentukan besarnya laba
yang diperoleh dalam suatu periode, ada beberapa definisi pendapatan, diantaranya
menurut IAI dalam PSAK nomor 23 (2009: 23) menyatakan :
“Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang
timbul dari aktifitas normal perusahaan selama satu periode bila arus
masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari
penanaman modal.”
Sementara Menurut Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) (2008:
181) menyatakan :
“Pendapatan (revenues) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu
periode akuntansi dalam bentuk arus masuk atau penambahan aset atau
penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak
berasal dari kontribusi penanam modal.”
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan
operasional adalah kenaikan manfaat ekonomis dalam bentuk arus masuk atau
penambahan aset atau penurunan kewajiban yang timbul dari aktivitas operasional
sebuah bank.
58
2.8.3.2 Penggolongan Pendapatan Operasional
Menurut Herman Darmawi (2011:195), penghasilan operasional
dikelompokkan atas penghasilan bunga dan penghasilan non-bunga. Penjelasannya
adalah sebagai berikut :
1. Penghasilan bunga dari pemberian kredit
Sebagian besar penghasilan bank berupa bunga dari kredit yang diberikan, komisi
dan provisi yang timbul dari pemberian kredit, dikelompokkan ke dalam
penghasilan bunga. Pos penghasilan lain yang sebenarnya juga dapat
dikelompokkan ke dalam penghasilan bunga adalah pendapatan dari Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) yang dijual, begitu pula sekuritas yang dibeli berdasarkan
perjanjian penjualan kembali.
2. Penghasilan operasional yang bukan bunga
Kelompok ini meliputi berbagai pos, misalnya komisi penjualan asuransi, biaya
penagihan cek, penjualan bank draft, penerimaan wesel, memberikan jasa
pengurusan hipotik atau pinjaman lain yang dimiliki pihak lain, jasa pengolahan
data, penghasilan dari sewa dari Safe Deposit Box, setiap pembayaran dari kredit
yang sudah dihapuskan, komisi dari komitmen yang diberikan, jasa administrasi
bank, pendapatan dari Departemen Trust. Penghasilan seperti ini dikelompokkan
dalam daftar laba/rugi sebagai berikut ini :
a. Provisi, komisi dan fee
b. Penghasilan dari transaksi valuta asing
c. Penghasilan dari kenaikan nilai sekuritas
d. Lainnya
2.9 Keterkaitan Antar Variabel Penelitian
2.9.1 Pengaruh Likuiditas (Loan to Deposit Ratio) Terhadap Profitabilitas
(BOPO)
Likuiditas merupakan salah satu indikator kesehatan perbankan dan likuiditas
merupakan penentu apakah bank itu mampu membayar kembali kewajiban-
59
kewajiban, sementara laba mencakup salah satu tujuan fundamental bisnis perbankan
untuk memperoleh kentungan optimal dengan memberikan layanan jasa keuangan
kepada masyarakat yang saling mempengaruhi. Apabila likuiditas sebuah bank tidak
baik, maka artinya bank tersebut tidak mampu untuk membayar kembali kewajiban-
kewajiban yang ada, dengan demikian maka akan semakin menambah beban sebuah
bank dan akan mengurangi laba bank tersebut.
Menurut Lukman Dendawijaya (2009:116) mengatakan bahwa:
“Likuiditas (LDR) tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan
bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan
dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber
likuiditasnya. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi
semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan,
namun dalam praktiknya akan dapat mempengaruhi profitabilitasnya”.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Husnah pada tahun 2006 dalam
jurnal Fordema Volume 6 Nomor 2, November 2006:127-138 dengan judul “Analisis
Penggunaan Dana Bank Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Saldo Giro Wajib
Minimum (GWM) Pengaruhnya terhadap Rentabilitas PT. Bank Tabungan Negara
(Persero) di Indonesia”, secara simultan penggunaan dana bank khusus untuk
penyediaan kredit (LDR) untuk masyarakat dan simpanan wajib giro di Bank
Indonesia berpengaruh terhadap rentabilitas, sedangkan pengujian secara parsial
rnenyatakan bahwa LDR dan GWM tidak rnemiliki pengaruh yang berarti terhadap
rentabilitas PT. BTN (persero).
Sementara menurut penelitian Bambang Sudiyatno dan Jati Suroso seperti
yang sudah disebutkan sebelumnya, bahwa LDR berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap profitabilitas. Dengan kata lain, LDR berpengaruh sangat kecil
terhadap profitabilitas.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Atma Hayat tahun 2008 dalam jurnal
Jepma Volume 7 Nomor 1, April 2008:112-125 yang berjudul “ Analisis Faktor-
60
Faktor yang Berpengaruh terhadap Rentabilitas Perusahaan Perbankan yang Go
Public di Pasar Modal Indonesia” menunjukkan bahwa LDR secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap rentabilitas (ROA).
Penelitian lainnya dilakukan oleh Yuliani pada tahun 2007 dalam jurnal
Manajemen dan Bisnis Sriwijaya Volume 5 Nomor 10, Desember 2007:16-43 dengan
judul “Hubungan Efisiensi Operasional dengan Kinerja Profitabilitas pada Sektor
Perbankan yang Go Public di Bursa Efek Jakarta Periode 2004 - 2006”. Variabel-
variabel yang diteliti dalam penelitian ini antara lain MSDN (pangsa pasar dana pihak
ketiga yang dihimpun oleh masing-masing bank secara individu) sebagai variabel X1,
CAR sebagai variabel X2, BOPO sebagai variabel X3, LDR sebagai variabel X4 dan
ROA sebagai variabel Y untuk menunjukkan kinerja profitabilitas. Kesimpulan dari
penelitian tersebut adalah LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas
(dalam penelitian tersebut digunakan ROA).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat likuiditas berpengaruh
terhadap profitabilitas, walaupun pengaruhnya kecil. Namun bank harus memelihara
likuiditasnya tapi juga harus mencegah jumlah kas, investasi jangka pendek, piutang
kepada nasabah yang berlebihan agar tidak terjadi pengendapan dana yang
mengakibatkan penurunan profitabilitas bank.
2.9.2 Pengaruh Dana Pihak Ketiga Terhadap Profitabilitas (BOPO)
Sumber dana yang berasal dari masyarakat sebagai dana pihak ketiga sangat
besar pengaruhnya. Sumber dana yang didapatkan oleh bank akan disalurkan kembali
oleh bank dalam bentuk kredit. Dengan penyaluran kredit tersebut bank akan
memperoleh pendapatan dari bunga kredit yang dibayarkan oleh debitur ke bank.
Dengan adanya pendapatan bagi bank, maka akan mempengaruhi laba yang akan
diperoleh oleh bank. Maka dengan kata lain, apabila dana pihak ketiga meningkat,
maka kemungkinan pendapatan bank akan meningkat dan pada akhirnya akan
mempengaruhi nilai BOPO.
61
Menurut Taswan (2008:215) berpendapat bahwa:
“Dengan meningkatnya jumlah dana pihak ketiga sebagai sumber dana
utama pada bank, bank menempatkan dana tersebut dalam bentuk
aktiva produktif misalnya kredit. Penempatan dalam bentuk kredit akan
memberikan kontribusi pendapatan bunga bagi bank yang akan
berdampak terhadap profitabilitas (laba) bank.”
Sementara berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putu Nila Krisna
Dewi dan I Wayan Suartana pada tahun 2008 dalam jurnal Audi : Jurnal Akuntansi
dan Bisnis Volume 4 Nomor 2, Juli 2009:189-199 dengan judul “Pengaruh
Pertumbuhan Aktiva Produktif dan Dana Pihak Ketiga pada Kinerja Operasional
(BOPO) Lembaga Perkreditan Desa Badung periode 2003 - 2007”, variabel dana
pihak ketiga (pertumbuhan tabungan dan deposito) tidak signifikan mempunyai
pengaruh pada kinerja operasional (rasio BOPO) LPD di Kabupaten Badung periode
2003 - 2007.
Penelitian lainnya yang meneliti tentang pengaruh dana pihak ketiga terhadap
profitabilitas yaitu penelitian yang dilakukan oleh Bambang Sudiyatno dan Jati
Suroso dalam jurnal Dinamika Keuangan dan Perbankan Volume 2 Nomor 2, Mei
2010:125-137 dengan judul “Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, BOPO, CAR dan
LDR terhadap Kinerja Keuangan (ROA) pada Sektor Perbankan yang Go Public di
Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2005 – 2008”. Dari hasil penelitian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap
profitabilitas.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dana pihak ketiga dapat
mempengaruhi profitabilitas (laba) bank. Sehingga jika dana pihak ketiga terhimpun
dengan baik dimana nasabah atau masyarakat menyimpan uangnya di bank maka
kegiatan usaha bank akan berjalan dengan lancar. Namun sebaliknya jika dana pihak
ketiga tidak terhimpun dengan baik maka akan menyebabkan terganggunya
kelancaran kegiatan usaha bank tersebut.
62
2.9.3 Pengaruh Likuiditas (Loan to Deposit Ratio) dan Dana Pihak Ketiga
Terhadap Profitabilitas (BOPO)
Dana pihak ketiga atau dana yang dihimpun dari masyarakat ternyata
merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (bisa mencapai
80%-90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank). Dana dari masyarakat tersebut
terdiri atas beberapa jenis, yaitu giro, tabungan, dan deposito.
Dengan meningkatnya jumlah dana pihak ketiga sebagai sumber dana utama
pada bank, bank menempatkan dana tersebut dalam bentuk aktiva produktif misalnya
kredit. Penempatan dalam bentuk kredit akan memberikan kontribusi pendapatan
bunga bagi bank yang akan berdampak terhadap profitabilitas (laba) bank. Kontribusi
pendapatan bunga kredit di Indonesia masih mendominasi pendapatan bank
dibanding dari fee base income.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bambang Sudiyatno dan Jati Suroso
LDR berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap profitabilitas. Sementara DPK
berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas. Dengan demikian, maka
dapat disimpulkan bahwa LDR memiliki pengaruh yang kecil terhadap profitabilitas,
sementara DPK memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas.
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa dana pihak ketiga dapat
berpengaruh terhadap tingkat likuiditas serta dapat menentukan tingkat profitabilitas
(laba) yang diperoleh oleh bank. Atau dengan kata lain, LDR dapat menunjukkan
seberapa besar DPK yang diraih oleh sebuah bank dan keduanya dapat menentukan
profitabilitas yang akan diperoleh oleh bank atau dalam hal ini dapat menentukan
seberapa besar nilai BOPO.