2. hukum tanah & tata guna tanah

73
BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari tiap orang umumnya mempunyai hubungan dengan tanah karena mempunyai nilai sosial ekonomi. Tanah diperlukan sebagai prasarana atau sebagai tempat berdirinya prasarana guna melaksanakan berbagai kegiatan sosial ekonomi tersebut. Karena itu, dalam beberapa ilmu fisika dan sosial, tanah merupakan bahan yang penting. Dalam bahasan Diktat Ajar ini di antaranya adalah penggunaan tanah di wilayah pedesaan dan perkotaan, yang sifatnya berlainan. Dibicarakan pula penggunaan tanah di wilayah yang lebih luas, yang merupakan gabungan kedua macam penggunaan tanah itu, serta saling mempengaruhi. Secara umum diuraikan beberapa contoh tata guna tanah, serta cara memanfaatkan tanah supaya diperoleh hasil optimal dan agar tanah tetap lestari. Supaya lebih jelas, diberikan beberapa contoh penggunaan tanah di berbagai negara industri dan dibandingkan dengan penggunaan tanah di Indonesia yang merupakan negara pertanian. Untuk memahami tata guna tanah lebih lanjut, dicantumkan garis besar beberapa teori pembangunan yang 1

Upload: hajjarip

Post on 26-Dec-2015

81 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

HTTGT

TRANSCRIPT

Page 1: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari tiap orang umumnya mempunyai hubungan

dengan tanah karena mempunyai nilai sosial ekonomi. Tanah diperlukan sebagai

prasarana atau sebagai tempat berdirinya prasarana guna melaksanakan berbagai

kegiatan sosial ekonomi tersebut. Karena itu, dalam beberapa ilmu fisika dan

sosial, tanah merupakan bahan yang penting.

Dalam bahasan Diktat Ajar ini di antaranya adalah penggunaan tanah di

wilayah pedesaan dan perkotaan, yang sifatnya berlainan. Dibicarakan pula

penggunaan tanah di wilayah yang lebih luas, yang merupakan gabungan kedua

macam penggunaan tanah itu, serta saling mempengaruhi.

Secara umum diuraikan beberapa contoh tata guna tanah, serta cara

memanfaatkan tanah supaya diperoleh hasil optimal dan agar tanah tetap lestari.

Supaya lebih jelas, diberikan beberapa contoh penggunaan tanah di berbagai

negara industri dan dibandingkan dengan penggunaan tanah di Indonesia yang

merupakan negara pertanian.

Untuk memahami tata guna tanah lebih lanjut, dicantumkan garis besar

beberapa teori pembangunan yang dapat digunakan sebagai dasar atau latar

belakang bagi penentuan kebijaksanaan tata guna tanah tertentu.

1

Page 2: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

BAB II

KEBIJAKAN DALAM PENATA-GUNAAN TANAH

A. Kompetensi Dasar

Setelah mahasiswa mempelajari pokok bahasan tentang pengantar

perpajakan maka mahasiswa mampu menjelaskan tentang pengertian tata

guna tanah, catur tertib pertanahan, gerakan nasional sadar tertib pertanahan,

penatagunaan tanah pertanian, penertiban pemakaian tanah secara liar.

B. Uraian Materi

1. Pengertian Tata Guna Tanah

Istilah tata guna tanah biasa juga dikenal dengan istilah asingnya

sebagai “Land Use Planning”. Apabila istilah tata guna tanah dikaitkan

dengan obyek hukum agraria nasional (UUPA), maka penggunaan istilah

tersebut kurang tepat. Hal ini dikarenakan obyek hukum agraria meliputi:

bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya. Sedangkan tata guna tanah hanya berobyek tanah yang

merupakan salah satu bagian dari obyek hukum agraria. Maka istilah yang

tepat adalah “Tata Guna Agraria” atau “Agrarian Use Planning” yang

meliputi:

a. Tata Guna Tanah (land use planning)

b. Tata Guna Air (water use planning)

c. Tata Guna Ruang Angkasa (air use planning)

Dalam ketentuan menimbang huruf a TAP MPR No. IX Tahun

2001 Tentang Pembaruan Agraria Dan Pengelolaan Sumber Daya Alam

ditegaskan bahwa bahwa sumber daya agraria/sumber daya alam meliputi

bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

sebagai Rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia,

merupakan kekayaan Nasional yang wajib disyukuri. Oleh karena itu harus

2

Page 3: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

dikelola dan dimanfaatkan secara optimal bagi generasi sekarang dan

generasi mendatang dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan

makmur.

Ada beberapa definisi tata guna tanah yang dapat dijadikan acuan:

a. Tata guna tanah adalah rangkaian kegiatan untuk mengatur

peruntukan, penggunaan dan persediaan tanah secara berencana

dan teratur sehingga diperoleh manfaat yang lestari, optimal,

seimbang dan serasi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

dan negara.

b. Tata guna tanah adalah rangkaian kegiatan penataan,

penyediaan, peruntukan dan penggunaan tanah secara berencana

dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional.

Tata guna tanah adalah usaha untuk menata proyek-proyek

pembangunan, baik yang diprakarsai pemerintah maupun yang tumbuh

dari prakarsa dan swadaya masyarakat sesuai dengan daftar sekala

prioritas, sehingga di satu pihak dapat tercapai tertib penggunaan

tanah, sedangkan di pihak lain tetap dihormati peraturan perundangan

yang berlaku.

Dari beberapa definisi tersebut dapat diambil unsur-unsur yang

ada, yaitu:

1) Adanya serangkaian kegiatan.

Yang meliputi pengumpulan data lapangan yang menyangkut

tentang penggunaan, penguasaan, dan kemampuan fisik tanah,

pembuatan rencana/pola penggunaan tanah untuk kepentingan

pembangunan dan pengawasan serta keterpaduan di dalam

pelaksanaanya.

2) Penggunaan tanah harus dilakukan secara berencana.

Ini mengandung konsekuensi bahwa penggunaan tanah harus

dilakukan atas dasar prinsip-prinsip tertentu. Prinsip-prinsip

tersebut ialah lestari, optimal, serasi dan seimbang.

3) Adanya tujuan yang hendak dicapai.

3

Page 4: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

Ialah untuk tercapainya sebesar-besar kemakmuran rakyat menuju

masyarakat yang adil dan makmur.

c. Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata

guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan

pemanfaatan tanah yang berujud konsolidasi pemanfaatan tanah

melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan

pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk

kepentingan masyarakat secara adil (Pasal 1 PP No. 16 Tahun

2004 tentang Penatagunaan Tanah). Tanah adalah wujud tutupan

permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun

buatan manusia.

d. Pemanfaatan tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai

tambah tanpa mengubah wujud fisik penggunaan tanahnya.

Sedangkan pengertian penguasaan tanah adalah hubungan

hukum antara orang per orang, kelompok orang atau badan

hukum dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5

Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU No. 5 Tahun 1960 pengertian

bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya

serta yang berada dibawah air. Sedangkan tanah menurut PP 16 Tahun

2004 ialah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan

bentukan alami maupun buatan manusia.

Penatagunaan tanah merupakan bagian dari sub sistem penataan

ruang wilayah yang dituangkan dalam rencana tata ruang wilayah.

Rencana tata ruang wilayah ialah hasil perencanaan tata ruang berdasarkan

aspek administrative dan atau aspek fungsional yang telah ditetapkan.

2. Catur Tertib Pertanahan

Tanah merupakan sarana untuk melaksanakan pembangunan.

Kedudukan tanah yang penting ini kadang tidak diimbangi dengan usaha

untuk mengatasi berbagai permasalahan yang timbul dalam bidang

4

Page 5: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

pertanahan. Fakta memperlihatkan bahwa keresahan di bidang pertanahan

mendatangkan dampak negatif di bidang sosial, politik dan ekonomi.

Untuk itu berdasarkan Tap MPR No. IV/MPR/1978 ditentukan agar

pembangunan di bidang pertanahan diarahkan untuk menata kembali

penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah. Atas dasar Tap MPR No.

IV/MPR/1978, Presiden mengeluarkan kebijaksanaan bidang pertanahan

yang dikenal dengan Catur Tertib Bidang Pertanahan sebagaimana dimuat

dalam Keppres No. 7 Tahun 1979, meliputi:

a. Tertib Hukum Pertanahan

Diarahkan pada program:

1) Meningkatkan tingkat kesadaran hukum masyarakat.

2) Melengkapi peraturan perundangan di bidang pertanahan

3) Menjatuhkan sanksi tegas terhadap pelanggaran yang terjadi.

4) Meningkatkan pengawasan dan koordinasi dalam pelaksanaan

hukum agraria.

b. Tertib Administrasi Pertanahan

Diarahkan pada program:

1) Mempercepat proses pelayanan yang menyangkut urusan

pertanahan.

2) Menyediakan peta dan data penggunaan tanah, keadaan sosial

ekonomi masyarakat sebagai bahan dalam penyusunan

perencanaan penggunaan tanah bagi kegiatan-kegiatan

pembangunan. Penyusunan data dan daftar pemilik tanah, tanah-

tanah kelebihan batas maksimum, tanah-tanah absente dan tanah-

tanah negara.

3) Menyempurnakan daftar-daftar kegiatan baik di Kantor Agraria

maupun di kantor PPAT.

4) Mengusahakan pengukuran tanah dalam rangka pensertifikatan

hak atas tanah.

c. Tertib Penggunaan Tanah

Diarahkan pada usaha untuk:

5

Page 6: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

1) Menumbuhkan pengertian mengenai arti pentingnya penggunaan

tanah secara berencana dan sesuai dengan kemampuan tanah.

2) Menyusun rencana penggunaan tanah baik tingkat nasional

maupun tingkat daerah.

3) Menyusun petunjuk-petunjuk teknis tentang peruntukan dan

penggunaan tanah.

4) Melakukan survey sebagai bahan pembuatan peta penggunaan

tanah, peta kemampuan dan peta daerah-daerah kritis.

d. Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup

Diarahkan pada usaha:

1) Menyadarkan masyarakat bahwa pemeliharaan tanah merupakan

kewajiban setiap pemegang hak atas tanah.

2) Kewajiban memelihara tanah tidak saja dibebankan kepada

pemiliknya atau pemegang haknya yang bersangkutan,

melainkan menjadi beban setiap orang, badan hukum, atau

isntansi yang mempunyai suatu hubungan dengan tanah.

3) Memberikan fatwa tata guna tanah dalam setiap permohonan hak

atas tanah dan perubahan penggunaan tanah.

Melakukan pemantauan terhadap penggunaan tanah. Yang erat

kaitannya dengan bidang tata guna tanah adalah tertib penggunaan

tanah dan tertib pemeliharaan tanah & lingkungan hidup.

3. Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan

Berdasarkan Kep. Menteri Agraria/KBPN Nomor 5 Tahun 1995

tentang Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan dicanangkanlah

suatu gerakan nasional dengan nama Gerakan Nasional Pemasangan

Tanda Batas Pemilikan Tanah, yaitu gerakan kesadaran masyarakat

untuk mensukseskan Catur Tertib Pertanahan.

Pemasangan tanda batas pemilikan tanah dilakukan oleh pemilik

tanah yang berdampingan secara bersama-sama yang tergabung dalam

wadah Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Pertanahan

6

Page 7: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

(POKMASDARTIBNAH)

Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan:

a. Tujuan

Sebagai gerakan partisipasi masyarakat dalam rangka

mempercepat Catur Tertib Pertanahan serta menigkatkan pelayanan

kepada masyarakat.

b. Prinsip Dasar

1) Pemasangan tanda batas tanah dilakukan oleh pemilik tanah secara

bersama-sama pemilik tanah yang berdampingan

2) Diciptakan adanya kelompok masyarakat yang dibentuk oleh

masyarakat untuk mensukseskan kegiatan ini.

c. Sasaran

Masyarakat pemilik tanah di perkotaan dan pedesaan, melalui

kelompok POKMASDARTIBNAH, di mana Kepala Kantor

Pertanahan Kabupaten/Kotamadya bertindak selaku motivator maupun

sebagai fasilitator dalam kegiatan tersebut.

4. Penatagunaan Tanah Pertanian

Tanpa adanya planning, maka pemakaian tanah-tanah pertanian

terutama hanya akan berpedoman pada kepentingan masing-masing atau

pada keuntungan insidentil yang mereka harapkan dari jenis-jenis tanaman

tertentu. Dengan planning maka dapat dicapai keseimbangan yang baik

antara luas tanah dengan jenis-jenis tanaman yang penting bagi rakyat dan

negara.

Dalam planning diberikan jatah tanah menurut keperluan rakyat dan

negara untuk jenis tanaman-tanaman yang penting bagi program sandang

pangan, baik bagi bahan pangan maupun tanaman perdagangan.

Usaha kearah penatagunaan tanah secara teknis telah dilakukan tetapi

belum secara menyeluruh, antara lain dalam bentuk perundang-undangan

seperti:

7

Page 8: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

a. UU No. 38 Prp Tahun 1960 mengenai luas minimum tanaman tebu

yang harus ditetapkan oleh Menteri Agraria untuk dapat menjamin

produksi tebu dan kesinambungan produktifitas pabrik gula yang harus

diimbangi dengan penetapan maksimum luas tanah di daerah sekitar

perkebunan tebu/pabrik gula yang bersangkutan, yang boleh ditanami

tanaman perdagangan lain.

b. UU No. 20 Tahun 1964 yang mensyaratkan penetapan jumlah sewa

yang layak, dalam arti sewa yang tidak merugikan kaum tani atas

tanah-tanah yang diharuskan ditanam (tebu).

c. Rencana pembangunan Tahunan (Repeta) tahun 2004 di bidang

pembangunan sektor pertanian terdapat beberapa kendala, yaitu:

1) Masalah teknis yaitu keterlambatan musim hujan

2) Tekanan dari komoditas pertanian dari luar negeri akibat

dibukanya mekanisme impor dan makin menurunya tarif bea

masuk

3) Terfragmentasinya lahan pertanian yang didorong dengan laju

konversi lahan pertanian yang semakin meningkat.

5. Penertiban Pemakaian Tanah Secara Liar

Penertiban pemakaian tanah liar sudah sejak lama dilakukan yaitu:

Pada tahun 1948 dengan Ordonansi Onrechtmatige Ocupatie van Gronden

UU Darurat No. 8 Tahun 1954

UU Darurat No. 1 Tahun 1951 yang diganti dengan UU No. 51 Prp

Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin dari yang

berhak atau kuasanya.

Kepada penguasa daerah diberi wewenang untuk mengambil

tindakan-tindakan penyelesaian atas tanah yang bukan perkebunan dan

bukan hutan, yang digunakan tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang

sah yang ada di daerahnya antara lain dengan perintah pengosongan,

dengan memperhatikan peruntukan dan penggunaan tanah yang

bersangkutan.

8

Page 9: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

Dalam penjelasan UU ini disebutkan mengenai banyaknya tanah-

tanah di dalam maupun di luar kota yang dipakai orang-orang tanpa izin.

Juga pemekaian tanah secara tidak teratur di perkotaan, lebih-lebih yang

melanggar norma hukum dan tata tertib yang menghambat pembangunan

yang direncanakan.

C. Rangkuman Materi

Istilah tata guna tanah biasa juga dikenal dengan istilah asingnya sebagai

“Land Use Planning”. Apabila istilah tata guna tanah dikaitkan dengan obyek

hukum agraria nasional (UUPA), maka penggunaan istilah tersebut kurang

tepat. Hal ini dikarenakan obyek hukum agraria meliputi: bumi, air, ruang

angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Sedangkan tata

guna tanah hanya berobyek tanah yang merupakan salah satu bagian dari

obyek hukum agraria.

Tanah merupakan sarana untuk melaksanakan pembangunan.

Kedudukan tanah yang penting ini kadang tidak diimbangi dengan usaha

untuk mengatasi berbagai permasalahan yang timgul dalam bidang

pertanahan. Fakta memperlihatkan bahwa keresahan di bidang pertanahan

mendatangkan dampak negatif di bidang sosial, politik dan ekonomi.

D. Latihan/Tugas

1. Apakah pengertian tata guna tanah ?

2. Apa maksud dari catur tertib pertanahan ?

3. Jelaskan tentang gerakan nasional sadar tertib pertanahan !

E. Rambu-rambu Jawaban Soal

Anthony J dan J. Snyder, 1992. Perenanaan Kota. Erlangga. Jakarta

Johara T. Jayadinata, 1999. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaaan Perkotaan & Wilayah. Edisi Ketiga. ITB : Bandung.

9

Page 10: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

F. Daftar Pustaka

http://tatagunatanah.blogspot.com/http://tatagunatanah.blogspot.com/2008/08/pengertian-tata-guna-tanah.html

BAB III

PENYEDIAAN TANAH BAGI KEPERLUAN UMUM

A. Kompetensi Dasar

Setelah mahasiswa mempelajari pokok bahasan tentang pengantar

perpajakan maka mahasiswa mampu menjelaskan tentang Penyediaan dan

Penggunaan Tanah Bagi Keperluan Perusahaan, Macam Hak atas tanah yang

dapat diberikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah, Penggunaan dan

Penetapan Luas Tanah Untuk Tanaman-tanaman Tertentu, Landasan Hukum

Tata Guna Tanah.

B. Uraian Materi

1. Penyediaan dan Penggunaan Tanah Bagi Keperluan Perusahaan

Pembangunan yang terus meningkat jelas menuntut tersedianya

tanah sebagai sarananya. Di satu pihak luas tanah yang tersedia sangat

terbatas. Oleh karena itu apabila keperluan tanah bagi perusahaan-

perusahaan terutama perusahaan yang menunjang perekonomian negara

tidak diatur maka akhirnya tanah akan menjadi faktor penghambat dalam

proses pembangunan.

Atas dasar pertimbangan di atas, pemerintah mengeluarkan

kebijaksanaan tentang bagaimana penyediaan dan penggunaan tanah bagi

keperluan perusahaan (diatur dalam PMDN No. 5 Tahun 1974):

10

Page 11: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

a. Agar tercipta suasana dan keadaan yang serasi dan menguntungkan

bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan.

b. Agar supaya pada satu pihak, kebutuhan para pengusaha dan kegiatan

pembangunan yang memerlukan tanah dapat dicukupi dengan

memuaskan.

Dengan demikian penyediaan tanah untuk kepentingan perusahaan

tidak hanya didasarkan pada segi keuntungan ekonomis tetapi juga

harus diperhatikan segi-segi yang lain, yaitu: segi yuridis pengaruhnya

terhadap situasi sosial politik keamaan nasional didasarkan pada asas-

asas pembangunan nasional.

Dalam kebijaksanaan yang diatur dalam PMDN No. 5 Tahun 1974

yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Keppres No. 83 Tahun 1989

ditentukan antara lain:

a. Penetapan lokasi perusahaan:

1) Sejauh mungkin dihindari pengurangan areal tanah pertanian

yang subur.

2) Hendaknya dihindari pemindahan penduduk dari tempat

kediamannya.

3) Harus memperhatikan persyaratan untuk mencegah terjadinya

pengotoran/pencemaran lingkungan.

Point 1) ini biasanya sering diabaikan yaitu perubahan fungsi dari

tanah pertanian menjadi tanah kering untuk lokasi perusahaan.

Perubahan yang demikian biasanya didasarkan pada pertimbangan:

Kepentingan nasional memang menghendaki perubahan tanah

pertanian menjadi lokasi perusahaan. Perubahan ini harus

mendatangkan keuntungan ekonomis yang lebih tinggi. Perusahaan

yang bersangkutan harus dapat menyerap tenaga kerja sebanyak

mungkin. Sedapat mungkin digunakan tanah-tanah yang tidak atau

kurang produktif. Hendaknya dihindari pemindahan penduduk yang

tanahnya masuk dalam lokasi proyek. Harus memperhatikan

11

Page 12: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

persyaratan untuk mencegah terjadinya pengotoran/pencemaran

lingkungan.

b. Penetapan luas tanah yang diperlukan:

Ditentukan bahwa luas tanah yang diperlukan luasnya

disesuaikan dengan kebutuhan yang nyata artinya kebutuhan yang

benar-benar diperlukan untuk menyelenggarakan usahanya dan

kemungkinan perluasan usahanya dikemudian hari.

Penetapan luas tanah yang diperlukan perusahaan harus

dilakukan secara tepat dan cermat, hal ini untuk menghindari akibat-

akibat yang tidak baik:

1) Luas tanah yang diberikan melebihi luas yang benar-benar

diperlukan

Ini mengakibatkan ada sebagian tanah yang tidak dimanfaatkan

/ditelantarkan di mana hal ini bertentangan dengan asas optimal

dan fungsi sosial hak atas tanah.

2) Untuk mencegah usaha-usaha yang bersifat monopoli dan

spekulatif.

Untuk mencegah hal tersebut maka dikeluarkanlah beberapa

peraturan:

Surat Keputusan PMDN No. 268 tahun 1982 yang menentukan

bahwa perusahaan yang memperoleh tanah dari negara harus

memanfaatkan/menggunakan tanah tersebut dalam waktu 10 tahun

sejak keluarnya ijin pembebasan tanah.

Instruksi Mendagri No. 21 Tahun 1973 yang memerintahkan

kepada Gubernur untuk melarang perusahaan baik perseorangan

maupun badan hukum untuk memiliki dan menguasai tanah yang

melampaui tanah kebutuhan usaha sesungguhnya.

12

Page 13: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

2. Macam Hak Atas Tanah Yang Dapat Diberikan

a. Jika perusahaan itu merupakan usaha perseorangan dan pemiliknya

WNI hak atas tanah yang diberikan ialah: hak milik, HGU, HGB, dan

hak pakai.

b. Jika perusahaan itu berbentuk badan hukum hak atas tanah yang

diberikan ialah: Hak Pengelolaan, HGU, HGB, dan hak pakai.

Khusus mengenai hak pengelolaan ini perusahaan yang diberi hak

mempunyai wewenang:

a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanahnya.

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya.

c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah kepada pihak ketiga yang

memerlukan.

Misalnya PERUMNAS (Perusahaan Perumahan Nasional) dalam

kegiatannya berupa:

a. Merencanakan segala kegiatan yang berhubungan dengan

pembangunan perumahan. Pelaksanaan pembangunan perumahan

b. Menyerahkan rumah beserta tanahnya kepada yang berhak

3. Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah

Berdasarkan ketentuan Pasal 13 PP No. 16 Tahun 2004 ditentukan

mengenai penggunaan dan pemanfaatan tanah. Penggunaan dan

pemanfaatan tanah di kawasan lindung atau kawasan budidaya harus

sesuai dengan fungsi kawasan dalam RTRW. Penggunaan dan

pemanfaatan tanah di kawasan lindung tidak boleh mengganggu fungsi

alam, tidak mengubah bentang alam dan ekosistem alami.

Penggunaan tanah di kawasan budidaya tidak boleh ditelantarkan, harus

dipelihara dan dicegah kerusakannya. Pemanfaatan tanah di kawasan

budidaya tidak saling bertentangan, tidak saling mengganggu, dan

memberikan peningkatan nilai tambah terhadap penggunan tanahnya.

Ketentuan mengenai penggunaan dan pemanfaatan tanah yang menjadi

syarat menggunakan dan memanfaatkan tanah.

13

Page 14: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

Dalam hal penggunaan dan pemanfaatan tanah, pemegang hak atas

tanah wajib mengikuti persyaratan yang diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan. Persyaratan ini antara lain pedoman teknis

penatagunaan tanah, persyaratan mendirikan bangunan, persyaratan dalam

analisis mengenai dampak lingkungan, persyaratan usaha, dan ketentuan

lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Penggunaan dan pemanfaatan tanah pada pulau-pulau kecil dan

bidang-bidang tanah yang berada di sempadan pantai, sempadan danau,

sempadan waduk, dan atau sempadan sungai harus memperhatikan:

a. Kepentingan umum;

b. Keterbatasan daya dukung, pembangunan yang berkelanjutan,

keterkaitan ekosistem, keanekaragaman hayati serta kelestarian fungsi

lingkungan.

Apabila terjadi perubahan RTRW, maka penggunaan dan

pemanfaatan tanah mengikuti RTRW yang terakhir. Pemanfaatan tanah

dapat ditingkatkan apabila tidak mengubah penggunaan tanahnya.

Peningkatan pemanfaatan tanah harus memperhatikan hak atas tanahnya

serta kepentingan masyarakat. Pemanfaatan tanah untuk kawasan lindung

dapat ditingkatkan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, dan ekowisata apabila

menganggu fungsi kawasan.

Kegiatan dalam rangka pemanfaatan ruang di atas dan di bawah

tanah yang tidak terkait dengan penguasaan tanah dapat dilaksanakan

apabila tidak mengganggu penggunaan dan pemanfaatan tanah yang

bersangkutan. Jika kegiatan tersebut menggangu pemanfaatan tanah harus

mendapat persetujuan pemegang hak atas tanah.

Penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang tidak sesuai

dengan RTRW disesuaikan melalui penyelenggaraan penatagunaan tanah.

14

Page 15: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

4. Penggunaan dan Penetapan Luas Tanah Untuk Tanaman-Tanaman

Tertentu

Beberapa aturan yang berkaitan dengan penyediaan tanah untuk

tanaman-tanaman tertentu ialah:

UU No. 38 Prp Tahun 1960 tentang penetapan luas tanah bagi tanaman-

tanaman tertentu.

Instruksi Presiden No. 9 Tahun 1975 tentang Tebu Rakyat Intensifikasi

(TRI)

Hal-hal yang penting yang harus diperhatikan dalam pengadaan tanah ini:

a. Mengenai letak tanah

Ditentukan di desa-desa yang termasuk dalam wilayah kerja

perusahaan yang memerlukan tanah

b. Mengenai luas tanah

Harus memperhatikan kepentingan perusahaan dan masyarakat serta

kelangsungan kesuburan tanah

c. Pola tanam

Agar tanah yang diperlukan bagi tanaman tertentu ditentukan secara

bergiliran.

Kemudian cara untuk memperoleh tanah dapat dilakukan dengan:

Perjanjian sewa tanah antara petani pemilik tanah atau kelompok tani

dengan perusahaan yang memerlukan tanah. Yang perlu diperhatikan

dalam hal ini ialah besarnya penetapan uang sewa. Jumlah uang sewa

minimal sama dengan hasil yang diperoleh apabila tanah itu dikerjakan

sendiri oleh pemiliknya. Perjanjian bagi hasil tanah pertanian. Yang

perlu diperhatikan dalam hal ini ialah besarnya imbangan pembagian

hasil antara pemilik dengan perusahaan sesuai dengan ketentuan yang

telah ditetapkan.

5. Landasan Hukum Tata Guna Tanah

15

Page 16: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

a. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, di mana dalam pasal tersebut terkandung

prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Bahwa bumi, air dan kekayaan alam dikuasai oleh negara.

Bahwa negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia

harus menggunakan BARA + K tersebut untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.

2) Bahwa hubungan antara negara dengan BARA + K merupakan

hubungan menguasai.

3) Sebagai pelaksana dari pasal 33 ayat (3) UUD 45 adalah Pasal 14

dan 15 UUPA

Pasal 14 menentukan agar pemerintah membuat suatu rencana

umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan BARA +

K untuk kepentingan-kepentingan yang bersifat politis, ekonomis,

sosial dan keagamaan.

Dalam penjelasan umum poin 8 dinyatakan bahwa:

Akhirnya untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa dan

Negara di atas dalam bidang agraria perlu adanya suatu rencana

(planning) mengenai peruntukkan, penggunaan dan persediaan

bumi, air dan ruang angkasa untuk keperluan berbagai kepentingan

hidup rakyat dan Negara: Rencana Umum (National Planning)

yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, yang kemudian diperinci

menjadi rencana-rencana khusus (regional planning) dari tiap-tiap

daerah. Dengan adanya planning itu maka penggunaan tanah dapat

dilakukan secara terpimpin dan teratur hingga dapat membawa

manfaat yang sebesar-besarnya bagi Negara dan rakyat.

Dalam penjelasan pasal 14 dinyatakan bahwa:

Pasal ini mengatur soal perencanaan persediaan, peruntukan dan

penggunaan bumi, air dan ruang angkasa sebagai yang telah

dikemukakan dalam penjelasan umum (II angka 8). Mengingat

akan corak perekonomian Negara dikemudian hari dimana

industri dan pertambangan akan mempunyai peranan yang

16

Page 17: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

penting, maka disamping perencanaan untuk pertanian perlu

diperhatikan, pula keperluan untuk industri dan pertambangan

(ayat 1 huruf d dan e). Perencanaan itu tidak saja bermaksud

menyediakan tanah untuk pertanian, peternakan, perikanan,

industri dan pertambangan, tetapi juga ditujukan untuk

memajukannya. Pengesahan peraturan Pemerintah Daerah harus

dilakukan dalam rangka rencana umum yang dibuat oleh

Pemerintah Pusat dan sesuai dengan kebijaksanaan Pusat.

Pasal 15 menentukan suatu kewajiban kepada semua pihak yang

menggunakan tanah baik Pemerintah, masyarakat maupun

perseorangan untuk memelihara tanahnya.

Undang-undang yang diharapkan memberikan petunjuk lebih

lanjut tentang pembuatan rencana umum penggunaan tanah

sebagaimana dikehendaki pasal 14 UUPA ialah peraturan

pemerintah

b. No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.

c. UU No. 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

d. UU No. 38 Prp Tahun 1960 jo UU No. 20 Tahun 1964 tentang

Penggunaan dan Penetapan luas tanah untuk tanaman-tanaman

tertentu.

Mengenai penertiban/pemanfaatan:

a. UU No. 51 Prp Tahun 1960 tentang Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang

berhak atau kuasanya.

b. Instruksi Mendagri No. 2 Tahun 1982 tertanggal 30 Januari 1982

c. Keputusan Mendagri No. 268 Tahun 1982 tertanggal 17 Januari 1982

Mengenai Fatwa tata guna tanah diatur dalam Peraturan Mendagri No.

3 Tahun 1972 jo No. 6 Tahun 1986.

d. PP No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.

Menurut Mieke Komar Kantaatmadja, selain aspek-aspek tujuan

penataan ruang, penatagunaan tanahpun harus mengacu pada

kebijaksanaan dasar mengenai pertanahan yang terkandung dalam

17

Page 18: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

UUPA dan undang-undang lain yang berkaitan dengan penggunaan

tanah.

Dasar-dasar penatagunaan tanah itu adalah:

a. Kewenangan untuk mengatur persediaan, peruntukkan dan

penggunaan tanah serta pemeliharaan tanah ada pada Negara;

b. Hak atas tanah memberikan wewenang kepeda pemegang hak untuk

menggunakan tanah yang bersangkutan untuk kepentingan yang

langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu;

c. Kewenangan pemegang hak atas tanah untuk mempergunakan tanah

tersebut dibatasi oleh ketentuan bahwa hak atas tanah berfungsi sosial;

d. perlunya perlindungan terhadap pihak ekonomi lemah dalam proses

penatagunaan tanah;

e. penatagunaan tanah tidak dapat dipisahkan dari pengaturan penguasaan

dan pemilikan tanah;

f. penggunaan tanah disamping sebagai subsistem penatagunaan ruang

juga merupakan subsistem dari system pembangunan;

g. Karena sifatnya multidimensi (dimensi fisik, ekonomi, soaial, politik,

hankam) dan multisektor maka penatagunaan tanah dalam prakteknya

harus diselenggarakan secara koordinatif;

h. penatagunaan tanah harus mampu menyediakan tanah bagi semua

kegiatan pembangunan yang sifatnya dinamis, karena penatagunaan

tanah bersifat dinamis dan sibernetik;

i. Penyelenggaraan penatagunaan tanah merupakan tugas pemerintah

pusat yang pelaksanaannya di daerah berdasarkan dekonsentrasi atau

medebewind.

Salah satu sasaran yang akan dicapai dari pelaksanaan tata guna

tanah adalah terjadinya penatagunaan tanah yang terdapat di perkotaan dan

pedesaan sehingga akan muncul suatu konsep penataan tanah yang baik

serta serasi dari aspek lingkungan. Konsep yang dimaksud untuk menata

penggunaan tanah di perkotaan dan pedesaan ialah Konsolidasi Tanah.

18

Page 19: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

C. Rangkuman Materi

Pembangunan yang terus meningkat jelas menuntut tersedianya tanah

sebagai sarananya. Di satu pihak luas tanah yang tersedia sangat terbatas. Oleh

karena itu apabila keperluan tanah bagi perusahaan-perusahaan terutama

perusahaan yang menunjang perekonomian negara tidak diatur maka akhirnya

tanah akan menjadi faktor penghambat dalam proses pembangunan.

Penetapan luas tanah yang diperlukan perusahaan harus dilakukan secara

tepat dan cermat, hal ini untuk menghindari akibat-akibat yang tidak baik.

Dalam hal penggunaan dan pemanfaatan tanah, pemegang hak atas tanah

wajib mengikuti persyaratan yang diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan. Persyaratan ini antara lain pedoman teknis

penatagunaan tanah, persyaratan mendirikan bangunan, persyaratan dalam

analisis mengenai dampak lingkungan, persyaratan usaha, dan ketentuan

lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

D. Latihan/Tugas

1. Bagaimana cara penyediaan tanah dan penggunaan tanah bagi keperluan

perusahaan ?

2. Jelaskan macam hak atas dan yang diberikan ?

3. Bagaimana penggunaan tanah dan pemanfaatan tanah ?

4. Bagaimana penggunaan dan penetapan luas tanah untuk tanaman-tanaman

tertentu ?

5. Apa landasan hukum tata guna tanah ?

E. Rambu-rambu Jawaban Soal

Johara T. Jayadinata, 1999. Tata Tuna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan & Wilayah, Edisi Ketiga. ITB : Bandung.

Djoko Sujarto, 1990. Pengembangan Lahan, Jurusan Teknik Planologi. FTSP, ITB.

19

Page 20: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

F. Daftar Pustaka

Johara T. Jayadinata, 1999. Tata Tuna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan & Wilayah, Edisi Ketiga. ITB : Bandung.

F. Stuart. Chapin, Urban Planing. Universitas of Illions, Chichago.

Djoko Sujarto, 1990. Pengembangan Lahan, Jurusan Teknik Planologi. FTSP, ITB.

20

Page 21: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

BAB IV

LIBERALISME PERTANAHAN

A. Kompetensi Dasar

Setelah mahasiswa mempelajari pokok bahasan tentang pengantar

liberalisme pertanahan maka mahasiswa mampu menjelaskan tentang agen

tunggal pemegang merk, mencegah liberalisme pertanahan.

B. Uraian Materi

1. Agen Tunggal Pemegang Merk

ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek) tidaklah hanya terdapat di

dunia usaha. Bila tidak berhati-hati, dalam reforma agraria juga berpeluang

mengundang hadirnya ATPM dalam konotasi negatif, yaitu para ATPM

Kapitalisme dan Liberalisme. Para ATPM ini akan menghalangi laju

sukses reforma agraria yang berbasis UUPA values, yang nasionalis-

populis. Mereka ini, yang pernah dididik di negara-negara penebar

kaliptalisme dan liberalisme akan dengan penuh semangat melepas rantai

jebakannya. Mereka juga telah melihat kesuksesan kapitalisme dan

liberalisme dalam menciptakan kasta pengusaha yang kemudian menjadi

penguasa.

Oleh karena itu, para ATPM berupaya memasukkan unsur-unsur

kapitalisme dan liberalisme dalam pengelolaan pertanahan di Indonesia.

Akibatnya, tanah menjadi komoditas yang paling populer. Transaksi jual

beli atau tukar menukar semakin gencar, tanpa memperhatikan

ketimpangan dan ketidak-adilan dalam hal penguasaan, pemilikan,

penggunaan, dan pemanfaatan tanah.

Para ATPM Kapitalisme dan Liberalisme akan berupaya agar

reforma agraria tidak menyentuh kepentingan mereka. Bahkan bila perlu

reforma agraria yang sedang digagas, disosialisasikan, dan dilaksanakan

diarahkan, agar menjadi reforma agraria yang mendorong kapitalisme dan

21

Page 22: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

liberalisme. Mereka lupa bahwa nilai-nilai reforma agraria merupakan tata

nilai yang berbasis pada UUPA.

Dengan demikian, jangan ada siapapun dan dalam kondisi

bagaimanapun, yang memandang ringan permasalahan ini. Sebab

kapitalisme hanya menguntungkan kelompok para pengusaha, sedangkan

liberalisme lebih banyak mengorbankan masyarakat. Oleh karena itu, saat

ini tidaklah tepat untuk masuk dalam kelompok, yang menganggap

persaingan bebas sebagai solusi kesenjangan.

Sudah saatnya reforma agraria merevitalisasi UUPA values, agar

penataan kembali agraria di Indonesia sejalan dengan semangat

nasionalisme dan populisme, sebagaimana diamanatkan UUPA dan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (Amandemen ke-4). Penataan yang

komprehensif terhadap penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan

pemanfaatan agraria yang berkeadilan dan mensejahterakan.

2. Mencegah Liberalisme Pertanahan

Menyusul kesepakatan pemerintah dan parlemen (29 Januari 2007)

untuk mempertahankan UU No 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

pokok Agraria (UUPA), kini pemerintah melalui Badan Pertanahan

Nasional (BPN) RI sedang menggodok RUU tentang Pertanahan. Inisiatif

penyusunan RUU Pertanahan perlu dicermati dalam dua konteks yang

paradoksal.

Pertama, sebagai upaya lebih lanjut pemerintah dalam menyiapkan

dasar hukum baru bagi pelaksanaan reforma agraria, sebagaimana

dijanjikan Presiden Yudhoyono mulai tahun 2007. Yang kedua, bagian

dari grand design liberalisasi pertanahan lewat produk legislasi yang

justru menghambat realisasi reforma agraria. Keduanya seperti air dan

minyak, namun keduanya potensial.

Pernah diingatkan jika pemerintah konsisten ingin melaksanakan

reforma agraria, memang dibutuhkan legislasi (setingkat UU) yang secara

operasional mengatur apa dan bagaimana reforma agraria dijalankan

22

Page 23: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

(Sinar Harapan, 15/02/07). Eksistensi UUPA, terutama menyangkut pasal-

pasal prinsipilnya tetap relevan dijadikan rambu-rambu dasar bagi reforma

agraria (Sinar Harapan, 15/06/04).

Yang patut diwaspadai ialah substansi legislasi pertanahan jangan

sampai jadi produk politik yang mengganjal reforma agraria. Harus

dicegah, pertanahan jadi urusan sektoral yang lepas konteks dari

keagrariaan utuh yang menyangkut semua bidang kehidupan, dan hindari

pengarusutamaan kepentingan investasi skala besar melalui liberalisasi

pertanahan yang selama ini memicu massifnya konflik agraria yang

merugikan rakyat, bangsa dan negara.

Harapan akan lahirnya produk-produk legislasi pertanahan/

keagrariaan yang holistik dan populistik, kini bertarung dalam arus deras

neo-liberalisme. Arus ini dengan hebatnya merambah ke relung pikiran elit

politik sehingga mengarahkan kebijakan publik ke arah neo-imperialisme

alias penjajahan baru yang membiaskan makna kemerdekaan republik ini.

Perlu diwaspadai untuk itu, sektoralisme dan liberalisme yang

menghantui politik agraria nasional selama ini, dan mungkin kelak

menjangkiti RUU Pertanahan perlu dicegah sedini mungkin. Ini penting,

jika pemerintah serius mau reforma agraria, dengan meletakkan UU

Pertanahan sebagai dasar hukum efektif bagi reforma agraria, bukan

sebaliknya.

Lebih jauh, RUU Pertanahan hendaknya mengandung semangat dan

substansi yang menjadikan pertanahan sebagai urusan mendasar yang

menuntut perhatian dan tanggungjawab semua pihak di pemerintahan

maupun publik luas. Kepentingan pemilikan, penguasaan, dan

pemanfaatan tanah bagi rakyat yang termasuk golongan ekonomi

lemah/miskin haruslah diprioritaskan.

Dalam pidato memperingati Hari Agraria Nasional 24 September

2007, Joyo Winoto (Kepala BPN RI) menggariskan: "Reforma agraria

membutuhkan proses politik dan hukum. Jalan membangun konsensus.

Jalan untuk menata politik dan hukum pertanahan dan keagrariaan kita -

23

Page 24: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

untuk tujuan ke depan, secara taat asas kepada Pancasila, UUD 1945, dan

UUPA. Itu komitmen awal yang didapat. Itulah langkah awal yang

tersepakati dengan DPR-RI. Kita berproses menyusun Undang-undang

pertanahan di bawah payung UUPA".

Kalau dicermati sejumlah undang-undang baru terkait agraria yang

dihasilkan eksekutif-legislatif periode 2004-2009, tampak kita tak bisa

terlalu berharap akan lahirnya produk legislasi yang memenuhi dua

semangat dasar sebagaimana penulis singgung di atas -anti-sektoralisme

dan anti-liberalisme, sehingga lebih pro-integralisme agraria dan pro-

populisme kerakyatan.

Contoh, UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal telah secara

telanjang menunjukkan komitmen ideologis-politik elite dieksekutif/

legislatif yang mengutamakan kepentingan modal besar tanpa

membedakan asing atau domestik. Hak atas penggunaan dan pemakaian

tanah untuk investor diberikan nyaris setengah abad.

Inkonsistensi UU Penanaman Modal dengan UUPA, dan bahkan

UUD 1945, telah menyeret UU ini ke meja Mahkamah Konstitusi untuk

diuji materi-kini sedang menunggu putusan.

Belum lagi kita lihat UU Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,

UU Penataan Ruang, UU Perkebunan, dan UU Sumberdaya Air juga

kontroversial karena sektoralisme dan liberalismenya yang begitu kental.

Liberalisme yang membuka ruang lebar bagi berkuasanya kekuatan kapital

akan menggerogoti kewibawaan dan kewenangan negara dalam mengatur

urusan agraria kita.

Berbagai produk legislasi yang liberalistik ini disimpulkan bukan

solusi atas akar soal agraria, melainkan akan memperumit dan

mempertajam konflik kepentingan lintas tataran yang menempatkan

rakyat/bangsa sebagai korban.

Mumpung masih cukup waktu, agar legislasi pertanahan melalui

RUU Pertanahan terhindar dari jebakan sektoralisme dan liberalisme,

disarankan beberapa langkah strategis. 

24

Page 25: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

Pertama, perlu dibentuk Panitia Negara yang terdiri dari unsur

pemerintah, parlemen, akademisi, organisasi kemasyarakatan, dan

lembaga swadaya masyarakat yang bertugas khusus; 

a. mengkaji ulang seluruh peraturan perundang-undangan terkait agraria

atau tanah dan kekayaan alam lainnya (hutan, tambang, kebun,

pertanian, kelautan, dlsb), dan 

b. Merekomendasikan grand desain rancangan pembaruan hukum agraria

secara menyeluruh agar konsisten dengan semangat dan isi UUD 1945

dan UUPA 1960.

Kedua, mendesak dilakukan konsultasi publik secara luas, sehingga

aspek partisipasi publik terakomodir dalam proses penyusunan RUU

Pertanahan. Konsultasi bukan hanya terhadap "kalangan atas" di hotel-

hotel berbintang, tapi juga dilakukan di kampus-kampus yang melibatkan

cerdik cendekia, hingga kampung-kampung yang merangkul rakyat kecil

yang tergantung pada tanah.

Ketiga, dari segi waktu, periode 2008-2009 tampaknya terlalu

sempit untuk melahirkan produk legislasi sestrategis UU Pertanahan.

Untuk itu, RUU Pertanahan yang tengah digodok pemerintah, pembahasan

dan pengesahannya lebih tepat dilakukan setelah Pemilu 2009. Pemerintah

dan legislatif baru produk Pemilu 2009 akan memiliki legitimasi politik

lebih kuat untuk mengarahkan politik-hukum agraria nasional melalui

berbagai produk legislasinya.

Agar dongkrak politik reforma agraria kian kuat, maka partai-partai

politik yang akan bertarung dalam Pemilu 2009 kita dorong untuk

mengadopsi agenda reforma agraria ke dalam plattform dan program

politiknya. Peran partai politik dalam sistem demokrasi amat vital,

sehingga memungkinkan reforma agraria dapat digiring ke jantung

kekuasaan negara untuk kemudian dilaksanakan secara teguh.

C. Rangkuman Materi

Sudah saatnya reforma agraria merevitalisasi UUPA values, agar

penataan kembali agraria di Indonesia sejalan dengan semangat nasionalisme

dan populisme, sebagaimana diamanatkan UUPA dan Undang-Undang Dasar

25

Page 26: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

Tahun 1945 (Amandemen ke-4). Penataan yang komprehensif terhadap

penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan agraria yang

berkeadilan dan mensejahterakan.

Berbagai produk legislasi yang liberalistik ini disimpulkan bukan solusi

atas akar soal agraria, melainkan akan memperumit dan mempertajam konflik

kepentingan lintas tataran yang menempatkan rakyat/bangsa sebagai korban.

Harapan akan lahirnya produk-produk legislasi pertanahan/ keagrariaan

yang holistik dan populistik, kini bertarung dalam arus deras neo-liberalisme.

Arus ini dengan hebatnya merambah ke relung pikiran elit politik sehingga

mengarahkan kebijakan publik ke arah neo-imperialisme alias penjajahan baru

yang membiaskan makna kemerdekaan republik ini.

D. Latihan/Tugas

1. Jelaskan tentang agen tunggal pemegang merk !

2. Bagaimana mencegah liberalisme pertanahan ?

E. Rambu-rambu Jawaban Soal

Hadi Sabari Yunus, 2004. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar

Dewberry & Davis, 1996. Land Development Handbook; Planning, Engineering. Andi Surveying, Mc Graw Hill.

F. Daftar Pustaka

Dewberry & Davis, 1996. Land Development Handbook; Planning, Engineering. Andi Surveying, Mc Graw Hill.

http://mkn-unsri.blogspot.com/2009/08/hantu-liberalisme-pertanahan.html (Oleh Usep Setiawan. Penulis adalah Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria)

http://sosiologipertanahan.blogspot.com/2007/08/jangan-jadi-atpm.html (Diposkan oleh Aristiono Nugroho)

26

Page 27: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

BAB V

ASPEK HUKUM TANAH DI INDONESIA

A. Kompetensi Dasar

Setelah mahasiswa mempelajari pokok bahasan tentang pengantar

perpajakan maka mahasiswa mampu menjelaskan tentang pengertian hukum

tanah, fungsi tanah, ketetentuan hukum tanah, konsep hukum kepemilikan

tanah.

B. Uraian Materi

1. Pengertian Hukum Tanah (Agraria)

Kata Agraria, bisa mempunyai arti yang sempit (tanah), dan bisa

mempunyai arti yang luas (bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya). Hukum Agraria, juga bisa mempunyai arti

yang sempit, dan luas, yang objeknya senada dengan arti kata agraria di

atas.

Hukum Agraria dilaksanakan berdasar UUPA yang bertujuan

untuk: (1) Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria

nasional; (2) meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan

kesederhanaan dalam hukum pertanahan; dan (3) Meletakkan dasar-dasar

untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi

rakyat seluruhnya.

Adapun Hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah

nasional, secara hirarkhi dibagi sebagai berikut; (1) hak Bangsa

Indonesia; (2) hak Menguasai dari Negara; (3) Hak Ulayat

masyarakat-masyarakat hukum adat; dan (4) Hak-hak perorangan

hak-hak atas tanah; wakaf; hak jaminan atas tanah; hak tanggungan.

2. Fungsi Tanah

27

Page 28: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

Tanah adalah sumber kehidupan, kekuasaan, dan kesejahteraan.

Karena kedudukan tanah yang demikian strategis ini, maka di dalam

politik dan hukum pertanahan Indonesia, negara sebagai organisasi

kekuasan rakyat pada tingkatan yang tertinggi, menguasai tanah untuk

dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melalui :

a. Pengaturan hubungan hukum orang dengan tanah

b. Mengatur perbuatan hukum orang terhadap tanah

c. Perencanaan persediaan peruntukan dan penggunaan tanah bagi

kepentingan umum.

Selain itu digariskan pula bahwa setiap hak atas tanah harus

memiliki fungsi sosial dengan pengertian tanah tersebut wajib digunakan,

dan penggunaannya tidak boleh merugikan kepentingan orang lain.

Namun dalam praktiknya, perangkat hukum pertanahan cenderung

diterapkan secara  silogisme dengan logika deduktif semata tanpa

mempertimbangkan pengaruh faktor dan proses sosial yang ada. Ini

merupakan akibat pengaruh aliran positivisme dalam sistem hukum

Indonesia. Kaedah hukum yang dibuat penguasa lewat undang-undang

harus ditaati masyarakat tanpa memperhitungkan apakah kaedah itu benar

dan adil, atau malah sebaliknya. Keberadaan peraturan demi peraturan di

bidang pertanahan tidak menjamin perlindungan bagi rakyat dari

kesewenang-wenangan aparat pemerintah yang selalu membawa jargon

‘pembangunan dan kepentingan umum.

Dalam proses pembebasan dan pencabutan hak atas tanah, para

pihak memang berusaha mencari jalan tengah. Sikap serupa juga akan

ditunjukkan pemerintah dalam kasus pembebasan lahan oleh swasta.

Tetapi kalau jalan tengah tak tercapai, sengketa warga dengan

pengembang terus berlanjut, pemerintah cenderung selalu memihak swasta

dibanding kepentingan masyarakat. Tidak jarang dilakukan dengan unsur-

unsur paksaan agar warga masyarakat terpaksa meninggalkan tanahnya

dengan ganti rugi yang tidak layak. Kalaupun perkara pertanahan berujung

ke pengadilan, nasib rakyat tidak berarti lebih mujur. Dalam mengadili

28

Page 29: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

sengketa pertanahan, hakim lebih mementingkan ‘fakta atau peristiwa’

ketimbang ‘hukumnya’.

3. Ketentuan Hukum Tanah

Dalam tinjauan Hukum Administrasi Negara, Sertipikat merupakan

dokumen tertulis yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh pemerintah

( badan atau Pejabat Tata Usaha Negara ) untuk dipergunakan sebagai

tanda bukti hak dan alat pembuktian yang dikeluarkan dalam rangka

penyelenggaraan pendaftaran tanah. Bila mana sertipikat dikatakan

sebagai suatu dokumen formal suatu surat tanda bukti hak atas tanah,

berarti bahwa seseorang atau suatu badan hukum yang memegang

sertipikat tanah menunjukan mereka itu mempunyai suatu hak atas tanah

atas suatu bidang tanah tertentu. Ketika suatu sertipikat dikonsepkan

sebagai suatu alat bukti hak kepemilikan atas tanah maka sertifikat bukan

merupakan alat bukti satu – satunya adanya keberadaan hak kepemilikan

atas tanah.

Ketentuan hukum yang diatur dalam pasal 23 dan 24 PP No. 24

tahun 1997, menunjukkan konstruksi hukum yang mensyaratkan adanya

alat bukti tertentu yang dapat dijadikan alas hak ( title) yang dapat

dipergunakan bagi seseorang atau badan hukum dapat menuntut kepada

Negara adanya keberadaan hak atas tanah yang dipegang atau dimiliki.

Secara hukum dengan berpegang pada alat bukti ini maka merupakan

landasan yuridis guna dapat dipergunakan untuk melegalisasi asetnya

untuk dapat diterbitkan sertipikat tanda bukti sekaligus alat bukti

kepemilikan hak atas tanah.

Pertama, instrument yuridis atau alat bukti kepemilikan yang

disebut sebagai “hak baru” atas tanah harus dibuktikan dengan

“Penetapan pemerintah” yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang

apabila hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah hak pengelolaan.

Wujud kontret dari penetapan pemerintah ini adalah Surat Keputusan

29

Page 30: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

Pemberian hak kepemilikan atas tanah (SK hak milik, SK HGB, dst); dan

atau

Kedua, akta otentik PPAT ( Pejabat Pembuat Akta Tanah )

menurut ketentuan hukum termasuk alat bukti kepemilikan hak baru,

dimana akte otentik tersebut memuat pemberian hak tersebut oleh

pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila

mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik. ( pasal

23 PP No. 24 tahun 1997)

Ketiga, instrument yuridis tertulis lainnya yang disebut sebagai hak

atas tanah yang “lama” ( pasal 24 PP No. 24 tahun 1997), yang diakui

keberadaannya oleh hukum sebagai alat bukti tertulis kepemilikan hak atas

tanah. Selanjutnya instrument yuridis tentang keberadaan alat bukti

kepemilikan tersebut secara terinci diatur dalam Peraturan Menteri Negara

Agraria ( PMNA)/ Kepala Badan Pertanahan Nasional ( KBPN ) No. 3

tahun 1997. Didalam pasal 24 PP No. 24 tahun 1997 dan pasal 60 dari

PMNA/KBPN No. 3 tahun 1997, beserta penjelasan pasalnya disebutkan

alat bukti kepemilikan lama yakni: grosse/salinan akte eigendom, surat

tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan swapraja,

surat tanda bukti hak milik yang dikeluarka berdasarkan peraturan Menteri

Agraria No. 9 tahun 1959, surat keputusan pemberian hak milik dari

pejabat yang berwenang baik sebelum maupun sejak berlakunya UUPA,

yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan,

tetapi telah memenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya, petok D

/ girik, pipil, ketitir, dan verponding Indonesia sebelum berlakunya PP No.

10 tahun 1961, akta pemindahan hak dibawah tangan yang dibubuhi tanda

kesaksian oleh kepala Adat/desa/kelurahan yang dibuat sebelum

berlakunya peraturan pemerintah ini dengan disertai alas hak yang

dialihkan, akta pemindahan yang dibuat oleh PPAT yang tanahnya belum

dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, akta ikrar wakaf / surat

ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan PP No. 28

tahun 1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan, risalah lelang, surat

30

Page 31: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

penunjukan pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil

pemerintah, surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh kepala

kantor PBB dengan disertai alas hak yang dialihkan, lain-lain bentuk alat

pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana di maksud

dalam pasal II, VI, dan VII ketentuan konversi. Alat-alat bukti

kepemilikan hak ini pada hakekatnya merupakan representasi dari

pengakuan dari Negara terhadap hak kepemilikan yang dipunyai oleh

warga Negara Indonesia.

4. Konsep Hukum Kepemilikan Tanah

Sebagaimana diketahui bahwa dalam konsep hukum perdata Hak

kepemilikan atas tanah merupakan hubungan hukum kepemilikan secara

hakiki diakui keberadaannya, dijunjung tinggi, dihormati, dan tidak boleh

diganggu gugat oleh siapapun. Hak kepemilikan merupakan sumber

kehidupan dan kehidupan bagi pemiliknya, oleh karenanya orang yang

mempunyai hak yang sah secara hukum harus mendapatkan perlindungan

oleh negara.

Hak milik ( property rights ) merupakan suatu hak yang mempunyai

hubungan kepemilikan yang tertinggi tingkatannya dibandingkan dengan

hak-hak kepemilikan lainnya. Hubungan tanah dengan pemiliknya

menimbulkan hak dan kewajiban maupun wewenang atas tanah yang

dihaki, secara luas dikatakan oleh Lisa Whitehouse “ property is basic to

the social walfare, people seek it, nations war it, and no one can do without

it”. Hak milik atas tanah melekat pada pemiliknya selama mereka tidak

melepaskan haknya ( peralihan hak).

Demikian juga bila dicermati ajaran John Locke mengenai hak

milik ini yang mengatakan bahwa: Ownership of property is a natural right

and that the purpose of Government is to protect and preserve natural

property right. Hak milik merupakan hak asasi manusia yang harus

dihormati dan keharusan bagi negara untuk melindungi, memelihara dan

menjaga hak kepemilikan warga negaranya. Ajaran maupun teori hak

31

Page 32: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

kepemilikan ini yang selanjutnya masuk dalam Konstitusi yang merupakan

hak asasi manusia yang mendapatkan perlindungan hukum, sebagaimana

yang tercantum dalam pasal 28 H dan 28 G, Amandemen Undang- undang

Dasar Negara Republik Indonesia 1945 ( UUDNRI 1945). Implementasi

dari jaminan perlindungan hukum terhadap hak kepemilikan yang berkaitan

dengan tanah ( agraria ) oleh Negara selanjutnya dijabarkan ke dalam

UUPA.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas,sebagai konsekuensi yuridisnya

maka diatur bahwa terhadap tanah hak yang berasal dari hak lama ( adat )

oleh hukum dilakukan perubahan hukum berdasarkan prinsip pengakuan

Negara terhadap hak kepemilikan atas tanah rakyat karena hukum

dikonversi sebagai hak-hak yang baru dan jenis-jenis hak atas tanah yang

diciptakan oleh UUPA. Pengakuan Negara tersebut memunculkan model

sertipikat hak atas tanah yang berkarakter yuridis yang bersifat “

Deklaratif” ( declaratoir). Di samping model pengakuan Negara terhadap

hak atas tanah rakyat, Negara mengakomodir adanya hak atas tanah yang

muncul yang berasal dari status tanah-tanah diluar tanah hak yang dikuasai

rakyat ( tanah Negara ). Hak atas tanah ini terbit berdasarkan pada tindakan

pemerintah yang berupa “penetapan” atau “ keputusan” hak memunculkan

model sertifikat yang berkarakter yuridis yang bersifat

“Konstitutif”(Konstitutief).

Dalam ajaran hukum bahwa yang disebut sebagai suatu ketetapan

atau keputusan yang bersifat deklaratif yakni suatu ketetapan atau

keputusan yang menetapkan mengikatnya suatu hubungan hukum yang

sebetulnya memang telah ada sebelumnya. Utrecht menyebutkan bahwa

suatu ketetapan / keputusan deklaratif merupakan ketetapan yang hanya

menyatakan yang bersangkutan dapat diberikan haknya karena termasuk

golongan ketetapan yang menyatakan hukum ( rechtsvastellende

beschikking), sedang yang disebut sebagai ketetapan Konstitutif adalah

ketetapan membuat hukum baru ( rechtscheppend).

32

Page 33: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

Menurut P. de Haan cs, “ Bestuursrecht in de sociale rechtsstaat”

halaman 30, yang dikutip oleh Philipus M. Hadjon terdapat

pengelompokan Beschikking, khusus yang disebut sebagai keputusan

deklaratur maupun konstitutif (Rechtsvastellend en rechtsscheppend )

diuraikan bahwa Pada keputusan Tata Usaha Negara deklaratif hubungan

hukum pada dasarnya sudah ada. Contoh: akte kelahiran, hak milik atas

tanah eks hukum adat. Relevansi praktis dari pembedaan ini berkaitan

dengan alat bukti. Keputusan tata usaha Negara deklaratif bukanlah alat

bukti mutlak. Adanya hubungan hukum masih mungkin dapat dibuktikan

dengan alat bukti lain. Pada keputusan Tata Usaha Negara konstitutif,

adanya keputusan tata usaha Negara merupakan syarat mutlak lahirnya

hubungan hukum. Contoh: sertifikat HGB, SK pengangkatan sebagai

pegawai negeri dan lain-lain; berbeda dengan keputusan tata usaha Negara

deklaratif, dalam keputusan tata usaha Negara konstitutif merupakan alat

bukti mutlak. Dengan kata lain, tidak ada hubungan hukum tanpa adanya

keputusan tata usaha Negara yang sifatnya konstitutif.

C. Rangkuman Materi

Kata Agraria, bisa mempunyai arti yang sempit (tanah), dan bisa

mempunyai arti yang luas (bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya). Hukum Agraria, juga bisa mempunyai arti yang

sempit, dan luas, yang objeknya senada dengan arti kata agraria di atas.

Konsep hukum perdata Hak kepemilikan atas tanah merupakan

hubungan hukum kepemilikan secara hakiki diakui keberadaannya, dijunjung

tinggi, dihormati, dan tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun. Hak

kepemilikan merupakan sumber kehidupan dan kehidupan bagi pemiliknya,

oleh karenanya orang yang mempunyai hak yang sah secara hukum harus

mendapatkan perlindungan oleh negara.

Dalam proses pembebasan dan pencabutan hak atas tanah, para pihak

memang berusaha mencari jalan tengah. Sikap serupa juga akan ditunjukkan

pemerintah dalam kasus pembebasan lahan oleh swasta. Tetapi kalau jalan

33

Page 34: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

tengah tak tercapai, sengketa warga dengan pengembang terus berlanjut,

pemerintah cenderung selalu memihak swasta dibanding kepentingan

masyarakat

D. Latihan/Tugas

1. Apa pengertian hukum tanah ?

2. Jelaskan fungsi tanah ?

3. Bagaimana ketetentuan hukum tanah ?

4. Bagaimana konsep hukum kepemilikan tanah ?

E. Rambu-rambu Jawaban Soal

Boedi Harsono, 1980. Beberapa analisis tentang hukum agrarian, bagian 3, Era study Club, Jakarta, 1980.

John Locke, 2001. Second treatise on Government, dikutip oleh Rock Deborah, Property Law & Human Rights, First Published, Blackstone Press Limited Aldine Place, London,

F. Daftar Pustaka

John Locke, 2001. Second treatise on Government, dikutip oleh Rock Deborah, Property Law & Human Rights, First Published, Blackstone Press Limited Aldine Place, London,

http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?Itemid=74&catid=29:fisip&id=95:isip-4130-pengantar-ilmu-hukum-pengantar-tata-hukum-indonesia&option=com_content&view=article

http://sertifikattanah.blogspot.com/

34

Page 35: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

BAB VI

ASAS-ASAS TATA GUNA TANAH

A. Kompetensi Dasar

Setelah mahasiswa mempelajari pokok bahasan tentang pengantar

perpajakan maka mahasiswa mampu menjelaskan tentang beberapa asas

dalam hukum tata guna tanah, perencanaan tata agraria, asas tata guna tanah

untuk daerah perdesaan, asas tata guna tanah untuk daerah perkotaan, landasan

hukum tata guna tanah.

B. Uraian Materi

1. Beberapa Asas Dalam Hukum Tata Guna Tanah

a. Asas Ketuhanan Yang Maha Esa

Pasal 1 ayat (2) UUPA : Seluruh bumi, air dan ruang angkasa

termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dalam wilayah

RI sebagai karunia Tuhan YME bagi bangsa Indonesia dan

merupakan kekayaan nasional.

b. Asas Persatuan Indonesia

Pasal 9 ayat (1) UUPA : Hanya warga negara Indonesia dapat

mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang

angkasa

Catatan : WNA hanya dapat memperoleh Hak Pakai.

c. Asas Demokrasi dan Kerakyatan

Pasal 9 ayat (2) UUPA : Tiap-tiap warga negara, baik laki-laki maupun

wanita, mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu

hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi

diri sendiri maupun orang lain.

Catatan: dalam penguasaan tanah tidak diadakan perbedaan lagi antara

warga negara pribumi dan non-pribumi dan antara laki-laki dan

perempuan.

35

Page 36: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

2. Perencanaan Tata Agraria

a. Prinsip penggunaan aneka (principle of multiple use)

Prinsip ini menghendaki agar rencana tata agraria dapat memenuhi

beberapa kepentingan sekaligus pada satu kesatuan tanah tertentu.

b. Prinsip penggunaan maksimum (principle of maximum production)

Prinsip ini dimaksudkan agar penggunaan suatu bidang agraria

diarahkan untuk memperoleh hasil fisik yang setinggi-tingginya untuk

memenuhi kebutuhan rakyat yang mendesak.

c. Prinsip penggunaan optimum (principle of optimum use)

Prinsip ini menghendaki agar penggunaan suatu bidang agraria dapat

memberikan keuntungan ekonomis yang sebesar-besarnya kepada

orang yang menggunakan/mengusahakan tanpa merusak sumber alam

itu sendiri.

Dalam literatur Hukum Agraria biasanya dibedakan 2 kelompok

asas tata guna tanah yang disebabkan oleh karena adanya perbedaan titik

berat penggunaan tanah diantara keduanya di mana penggunaan tanah di

daerah perdesaan lebih dititikberatkan pada usaha-usaha pertanian.

Sedangkan penggunaan tanah di daerah perkotaan dititikberatkan pada

kegiatan non pertanian serta perbedaan ciri-ciri kehidupan masyarakat

pedesaan dengan perkotaan. Berdasarkan penjelasan Pasal 13 ayat (5) PP

No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah, bahwa pedoman teknis

penggunaan tanah bertujuan untuk menciptakan penggunaan dan

pemanfaatan tanah yang lestari, optimal, serasi dan seimbang (LOSS)

diwilayah pedesaan serta aman, tertib, lancar dan sehat (ATLAS) di

wilayah perkotaan yang menjadi persyaratan penyelesaian administrasi

pertanahan.

3. Asas Tata Guna Tanah Untuk Daerah Perdesaan (rural land use

planning).

a. Lestari

36

Page 37: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

Tanah harus dimanfaatkan dan digunakan dalam jangka waktu

yang lama yang akan berdampak pada:

1) Akan terjadi penghematan dalam penggunaan tanah.

2) Agar supaya generasi yang sekarang dapat memenuhi kewajibannya

untuk mewariskan sumber daya alam kepada generasi yang akan

datang.

Suatu ungkapan dari seorang raja Afrika bahwa: the land belongs to

a great family of which many member are dead, some are living and

the large number still to the born. (tanah bukan milik masyarakat

sekarang saja, tetapi tanah milik dari masyarakat dulu masyarakat

sekarang dan masyarakat yang akan datang).

b. Optimal

Pemanfaatan tanah harus mendatangkan hasil atau keuntungan

ekonomis yang setinggi-tingginya.

c. Serasi dan seimbang

Suatu ruang atas tanah harus dapat menampung berbagai macam

kepentingan pihak-pihak, sehingga dapat dihindari adanya

pertentangan atau konflik dalam penggunaan tanah.

4. Asas Tata Guna Tanah Untuk Daerah Perkotaan (urban land use

planning)

a. Aman

Maksudnya aman dari: bahaya kebakaran, dari tindak kejahatan,

bahaya banjir, bahaya kecelakaan lalu lintas dan aman dari

ketunakaryaan.

b. Tertib

Maksudnya tertib dalam bidang pelayanan, dalam penataan

wilayah perkotaan, dalam lalu lintas, dan dalam hukum.

c. Lancar

Maksudnya lancar dalam pelayanan, lancar berlalu lintas, dan

lancar dalam komunikasi.

37

Page 38: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

d. Sehat

Maksudnya sehat dari segi jasmani dan sehat dari segi rohani.

Sedangkan asas penatagunaan tanah menurut PP No. 16 Tahun 2004

tentang Penatagunaan Tanah ialah keterpaduan, berdayaguna dan

berhasilguna, serasi, selaras, seimbang, berkelanjutan, keterbukaan,

persamaan, keadilan dan perlindungan hukum (Pasal 2).

5. Landasan Hukum Tata Guna Tanah

a. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, dimana dalam pasal tersebut terkandung

prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Bahwa bumi, air dan kekayaan alam dikuasai oleh negara.

2) Bahwa negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia

harus menggunakan BARA + K tersebut untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.

3. BARA + K merupakan hubungan menguasai.

b. Sebagai pelaksana dari pasal 33 ayat (3) UUD 45 adalah Pasal 14 dan

15 UUPA

Pasal 14 menentukan agar pemerintah membuat suatu rencana

umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan BARA +

K untuk kepentingan-kepentingan yang bersifat politis, ekonomis,

sosial dan keagamaan.

Dalam penjelasan umum poin 8 dinyatakan bahwa:

Akhirnya untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa dan

Negara di atas dalam bidang agraria perlu adanya suatu rencana

(planning) mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air

dan ruang angkasa untuk keperluan berbagai kepentingan hidup rakyat

dan Negara: Rencana Umum (National Planning) yang meliputi

seluruh wilayah Indonesia, yang kemudian diperinci menjadi rencana-

rencana khusus (regional planning) dari tiap-tiap daerah. Dengan

adanya planning itu maka penggunaan tanah dapat dilakukan secara

38

Page 39: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

terpimpin dan teratur hingga dapat membawa manfaat yang sebesar-

besarnya bagi Negara dan rakyat.

Dalam penjelasan pasal 14 dinyatakan bahwa:

Pasal ini mengatur soal perencanaan persediaan, peruntukan dan

penggunaan bumi, air dan ruang angkasa sebagai yang telah

dikemukakan dalam penjelasan umum (II angka 8). Mengingat akan

corak perekonomian Negara dikemudian hari dimana industri dan

pertambangan akan mempunyai peranan yang penting, maka

disamping perencanaan untuk pertanian perlu diperhatikan, pula

keperluan untuk industri dan pertambangan (ayat 1 huruf d dan e).

Perencanaan itu tidak saja bermaksud menyediakan tanah untuk

pertanian, peternakan, perikanan, industri dan pertambangan, tetapi

juga ditujukan untuk memajukannya. Pengesahan peraturan

Pemerintah Daerah harus dilakukan dalam rangka rencana umum yang

dibuat oleh Pemerintah Pusat dan sesuai dengan kebijaksanaan Pusat.

Pasal 15 menentukan suatu kewajiban kepada semua pihak yang

menggunakan tanah baik Pemerintah, masyarakat maupun

perseorangan untuk memelihara tanahnya. Undang-undang yang

diharapkan memberikan petunjuk lebih lanjut tentang pembuatan

rencana umum penggunaan tanah sebagaimana dikehendaki pasal 14

UUPA ialah peraturan pemerintah

c. No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.

d. UU No. 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

e. UU No. 38 Prp Tahun 1960 jo UU No. 20 Tahun 1964 tentang

Penggunaan dan Penetapan luas tanah untuk tanaman-tanaman

tertentu.

Mengenai penertiban/pemanfaatan:

f. UU No. 51 Prp Tahun 1960 tentang Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang

berhak atau kuasanya.

g. Instruksi Mendagri No. 2 Tahun 1982 tertanggal 30 Januari 1982

39

Page 40: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

h. Keputusan Mendagri No. 268 Tahun 1982 tertanggal 17 Januari 1982

Mengenai Fatwa tata guna tanah diatur dalam Peraturan Mendagri No.

Tahun 1972 jo No. 6 Tahun 1986.

i. PP No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.

Menurut Mieke Komar Kantaatmadja, selain aspek-aspek tujuan

penataan ruang, penatagunaan tanahpun harus mengacu pada

kebijaksanaan dasar mengenai pertanahan yang terkandung dalam UUPA

dan undang-undang lain yang berkaitan dengan penggunaan tanah. Dasar-

dasar penatagunaan tanah itu adalah:

a. Kewenangan untuk mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan

tanah serta pemeliharaan tanah ada pada Negara;

b. Hak atas tanah memberikan wewenang kepada pemegang hak untuk

menggunakan tanah yang bersangkutan untuk kepentingan yang

langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu;

c. Kewenangan pemegang hak atas tanah untuk mempergunakan tanah

tersebut dibatasi oleh ketentuan bahwa hak atas tanah berfungsi sosial;

d. perlunya perlindungan terhadap pihak ekonomi lemah dalam proses

penatagunaan tanah;

e. penatagunaan tanah tidak dapat dipisahkan dari pengaturan penguasaan

dan pemilikan tanah;

f. penggunaan tanah di samping sebagai subsistem penatagunaan ruang

juga merupakan subsistem dari sistem pembangunan;

g. Karena sifatnya multidimensi (dimensi fisik, ekonomi, sosial, politik,

hankam) dan multisektor maka penatagunaan tanah dalam prakteknya

harus diselenggarakan secara koordinatif;

h. penatagunaan tanah harus mampu menyediakan tanah bagi semua

kegiatan pembangunan yang sifatnya dinamis, karena penatagunaan

tanah bersifat dinamis dan sibernetik;

i. Penyelenggaraan penatagunaan tanah merupakan tugas pemerintah

pusat yang pelaksanaannya di daerah berdasarkan dekonsentrasi atau

medebewind.

40

Page 41: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

Salah satu sasaran yang akan dicapai dari pelaksanaan tata guna

tanah adalah terjadinya penatagunaan tanah yang terdapat di perkotaan dan

perdesaan sehingga akan muncul suatu konsep penataan tanah yang baik

serta serasi dari aspek lingkungan. Konsep yang dimaksud untuk menata

penggunaan tanah di perkotaan dan perdesaan ialah Konsolidasi Tanah.

6. Perbedaan Tataguna Tanah dan Tata Ruang

Penelaahan problematika penatagunaan tanah dan penataan ruang

yang secara empirik carut-marut memerlukan pendekatan teori hukum post

modern "hemeneutika hukum" secara terstruktur memberi interpretasi teks

norma menurut konteks. Di samping itu pendekatan socio-legal menjadi

sebuah keniscayaan. Demikian antara lain sinopsis buku berjudul "Aspek

Kebijaksanaan Hukum Penatagunaan Tanah dan Penataan Ruang".

Perbedaan tersebut penulis ingin menegaskan, pendekatan legal

positivistik dalam urusan tataguna tanah dan tata ruang adalah penting,

namun bukan satu-satunya dan jangan pula menisbikan pendekatan socio-

legal. Hal ini menurut dikarenakan urusan tataguna tanah dan tata ruang

bukan terletak pada pemerintah/pemda namun semua stakeholders.

Lebih jauh, juga menyebutkan perlunya disusun dokumen neraca dan peta

spasial eksisting yang isinya memuat ketersediaan SDA untuk mendukung

penatagunaan tanah subsistem penataan ruang.

Terkait hal ini, digarisbawahi perlunya pembakuan pengumpulan,

penyajian, analisis, dan perubahan data sebagai bahan penyusunan neraca

penatagunaan tanah, selain itu, ditegaskan pula pentingnya pemahaman

peran hukum dalam perencanaan, implementasi, kontrol, evaluasi

pemanfaatan ruang dikarenakan hukum merupakan instrument penilaian

perilaku manusia dalam jejaring relasi sosial.

Dalam pembahasannya perlu pembenahan aspek hukum dan

kebijakan publik terkait tataguna tanah dan tata ruang. Ketidaksinkronan

ini menurutnya menimbulkan kewenangan ganda dan kerumitan dalam

pengurusan perijinan terkait tataguna tanah dan tata ruang.

41

Page 42: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

Perbedaan meliputi beberapa hal diantaranya kebijaksanaan (konsepsi,

orientasi dan karakteristik), Konsepsi dan arah kebijaksanaan pertanahan,

Hukum dalam konteks perubahan sosial, Landasan dan pola penerapan

kebijaksanaan tata guna tanah, dan Kebijaksanaan manajemen tanah

perkotaan sebuah keniscayaan. Buku ini dilengkapi pula dengan epilog sisi

kefilsafatan dan teori hukum pengaturan tata ruang.

7. Kebijakan Pertanahan Berdasarkan Keppres 34/2003 Sebagai Solusi

Sementara

a. Di tengah derasnya arus tuntutan pelaksanaan reforma agraria dan

penyelesaian konflik-konflik pertanahan serta penataan penguasaan

sumber-sumber agraria, Pemerintahan Megawati dengan bersandarkan

pada TAP MPR No. IX Tahun 2001 mengeluarkan satu kebijakan

tentang penataan pertanahan nasional, yaitu Keputusan Presiden

Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang

Pertanahan yang ditandatangani pada tanggal 31 Mei 2003. Kebijakan

ini dikeluarkan dalam rangka melaksanakan TAP MPR No. IX Tahun

2001, dengan memandatkan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN)

untuk:

1) Menyusun RUU Penyempurnaan UUPA 1960 dan RUU Hal Atas

Tanah serta peraturan perundang-undangan lainnya di bidang

pertanahan;

2) Menyusun pembangunan sistem informasi dan manajemen

pertanahan untuk menunjang landreform dan pemberian hak atas

tanah;

3) Menyusun norma-norma dan/atau standarisasi mekanisme

ketatalaksanaan, kualitas produk dan sumber daya manusia yang

diperlukan dalam rangka pemberian sebagian besar kewenangan

pemerintah di bidang pertanahan kepada pemerintah propinsi/

kabupaten/kota.

42

Page 43: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

b. Solusi

Persoalan agraria sebagai praktek poliytik memiliki 2 arah

kecendrungan. Yang pertama adalah penguatan politik rakyart dalam

lapangan kehidupan agrarian dan pengakuan kedaulatan rakyat dalam

pengelolaan sumber-sumber agraria. Semntara yang kedua justru

melemahkan rakyat dan megalihkan penguasaan pengelolaan sumber-

sumber agraria entitas lain, negara ataupun modalatau bahkan

merupakan kolaborasi antara keduanya.

Di Indonesia, sisa ekonomi feodal masih mempunyai serabut

akar yang menyerap kesuburan tanah di desa dalam berbagi bentuk

yang merupakan penghisapan terhadap kaum tani penggarap.

Masyarakat feodal adalah hubungan produksi yang terbentuk dan

berlangsung sesuai dengan tuntutan perkembangan tenaga produktif

bagi kelonggaran geraknya. Sebagaimana budak yang merupakan

tenaga kerja produktif telah mendapat kebebasan dan kemerdekaan

sesuai dengan tuntutannya. Budak yang kemudian menjadi tani hamba

dalam hubungan produksi feodal, pada hakekatnya juga budak yang

hidupnya bertalian eat dengan tanah garapan milik tuan feodal. Tani

hamba menjadi sangat sulit untuk bisa melepaskan diri dari ikatan

tanah garapannya, mereka sangat takut dan tidak berani meninggalkan

tanah garapannya yang mengikat hidupnya sangat erat.

Bagi tanah hamba sangat sulit meninggalkan tanah garapannya

yang berarti kehilangan sumber pangan atau sumber hidup karena

tidak mempunyai tanah milik untuk digarap sebagai sumber pangan

atau sumber kehidupannya. Hukum ekonomi pokok feodalisme adalah

kepemilikan tanah oleh tuan tanah dan kerja tani hamba dkam ikatan

tanah garapan milik tuan feodal dibawah syarat ketentuan dan

kepentinga tuan feodal;. Tanah-tanah dikuasai merupakan milik tuan

feodal

43

Page 44: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

C. Rangkuman Materi

Dalam literatur Hukum Agraria dibedakan 2 kelompok asas tata

guna tanah yang disebabkan oleh karena adanya perbedaan titik berat

penggunaan tanah diantara keduanya dimana penggunaan tanah di daerah

pedesaan lebih dititikberatkan pada usaha-usaha pertanian.

Sedangkan penggunaan tanah di daerah perkotaan dititikberatkan

pada kegiatan non pertanian serta perbedaan ciri-ciri kehidupan

masyarakat pedesaan dengan perkotaan.

Berdasarkan penjelasan Pasal 13 ayat (5) PP No. 16 Tahun 2004

tentang Penatagunaan Tanah, bahwa pedoman teknis penggunaan tanah

bertujuan untuk menciptakan penggunaan dan pemanfaatan tanah yang

lestari, optimal, serasi dan seimbang (LOSS) diwilayah pedesaan serta

aman, tertib, lancar dan sehat (ATLAS) di wilayah perkotaan yang

menjadi persyaratan penyelesaian administrasi pertanahan.

D. Latihan/Tugas

1. Sebutkan beberapa asas dalam hukum tata guna tanah !

2. Bagaimana perencanaan tata agraria ?

3. Apa saja asas tata guna tanah untuk daerah pedesaan ?

4. Apa saja asas tata guna tanah untuk daerah perkotaan ?

5. Jelaskan landasan hukum tata guna tanah !

6. Terangkan perbedaan tataguna tanah dan tata ruang !

7. Jelaskan mengenai kebijakan pertanahan berdasarkan Keppres 34/2003

sebagai solusi sementara !

E. Rambu-rambu Jawaban Soal

Harsono Budi, 2003. Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pementukan, UUPA, Isi dan Pelaksanaannya (Edisi Revisi), Jakarta : Djambatan

Wiratmoko, Nick. T, 2004. Yang Pusat dan Yang Lokal, Antara Dominasi Resistensi, dan Akomodasi Politik di Tingkat Lokal, Yogyakarta. Pustka Pelajar dan Pustaka Percik

44

Page 45: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

F. Daftar Pustaka

Harsono Budi, 2003. Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pementukan, UUPA, Isi dan Pelaksanaannya (Edisi Revisi), Jakarta : Djambatan

Wiratmoko, Nick. T, 2004. Yang Pusat dan Yang Lokal, Antara Dominasi Resistensi, dan Akomodasi Politik di Tingkat Lokal, Yogyakarta. Pustka Pelajar dan Pustaka Percik

http://www.indolawcenter.com/index.php?option=com_content&view=article&id=781%3Aasas-asas-dalam-hukum-tanah&catid=220%3Ahukum-pertanahan&Itemid=237

45

Page 46: 2. Hukum Tanah & Tata Guna Tanah

PROFIL PENULIS

Soediro, S.H., LL.M. lahir di Purwokerto pada tanggal 13 Februari 1966. Lulusan DI Pendidikan Jurnalistik Jakarta Tahun 1986 ini pada tahun 2001 menempuh S1 Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Purwokerto, lulus Tahun 2005. Setahun kemudian ia menempuh studi lanjut S2 Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada, lulus Tahun 2008.

Sebelum menjadi dosen tetap di Fakultas Hukum UMP, penulis bekerja di berbagai media, di antaranya adalah: Koresponden SKM Bintang Indonesia (1986); Wartawan Free Lance (1987-1996), Koresponden Majalah FAKTA Surabaya (1997-2000); Wartawan SKH Sudirman Pos Purwokerto (1998); Pemred SKM Suara Gerilya Purwokerto (1999); dan Pemred Tabloid Media Promo Purwokerto (2000).

Pengalaman Organisasi Penulis adalah: Ketua KJI (Komunitas Jurnalis Indonesia) Wilayah Eks- Karesidenan Banyumas (1998-2000), Pengurus PEPADI (Persatuan Pedalangan Indonesia) Banyumas (2000-2008), Ketua I PEPADI Banyumas (2008-2012) Kegiatan Ilmiah yang pernah dilakukan antara lain: Juri Lomba Debat Tingkat SMU Se-Eks Karesidenan Banyumas, BEM FH UMP, 25 April 2005; Narasumber dalam Pelatihan Kesadaran Hukum di Kalangan Pelajar, Masalah-masalah dan Strategi Penanganannya, BEM FH UMP, 10 Mei 2005; Pembicara dalam Leadership and Outbond Training, BEM FH UMP, 26-27 Februari 2005; Pembicara dalam Orientasi Pengenalan Studi Intelektual (OPSI) BEM FH UMP, 7-8 September 2005 ; Juri Lomba Debat SMA Se-Eks Karesidenan Banyumas, BEM FH UMP, 22 Mei 2006; Pembicara dalam OSPEK FH UMP Tahun 2007, BEM FH UMP, 8 September 2007; Peserta Diskusi Panel Pembangunan Hukum Nasional tentang Arah Pengembangan Sistem Peradilan di Indonesia, Departemen Hukum dan HAM RI bekerja sama dengan FH UGM Yogyakarta, 24-27 April 2007; Peserta Seminar Nasional Manajemen Dampak Pergeseran Iklim Global dalam Pelestarian Lingkungan Hidup, UNY Yogyakarta, 23 Mei 2007; dan Peserta Seminar Nasional dan Sosialisasi UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik, UKSW Salatiga, 3 November 2008; dan Peserta Training of Trainer di Hotel Sandaan Pangandaran, 1-3 Maret 2010. Di samping itu, Penulis juga aktif mengisi acara “Bina Hukum” di Pro 2 RRI Purwokerto.

46