2. aspek regulasi

27
BAB 2 ANALISIS REGULASI DAN KEBIJAKAN 2.1 ANALISIS ASPEK HUKUM Landasan hukum untuk pembangunan dan pengembangan rumah sakit adalah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang kesehatan dan pedoman penyelenggaraan rumah sakit. Dalam mengimplementasikan kegiatan pelayanannya, rumah sakit akan berpegang pada landasan hukum yang berlaku di Indonesia. Landasan hukum yang diacu adalah peraturan perundangan yang berkaitan dengan bidang kesehatan dan pedoman penyelenggaraan rumah sakit, meliputi regulasi pemerintah yang berkaitan dengan bidang kesehatan dan pedoman penyelenggaraan rumah sakit, yaitu: 2.1.1 Perundang-undangan 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit; 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan; 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; Bab 2 - 1

Upload: malatebus

Post on 23-Oct-2015

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. Aspek Regulasi

BAB 2ANALISIS REGULASI DAN KEBIJAKAN

2.1 ANALISIS ASPEK HUKUM

Landasan hukum untuk pembangunan dan pengembangan rumah sakit adalah

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang kesehatan dan

pedoman penyelenggaraan rumah sakit.

Dalam mengimplementasikan kegiatan pelayanannya, rumah sakit akan berpegang

pada landasan hukum yang berlaku di Indonesia. Landasan hukum yang diacu

adalah peraturan perundangan yang berkaitan dengan bidang kesehatan dan

pedoman penyelenggaraan rumah sakit, meliputi regulasi pemerintah yang

berkaitan dengan bidang kesehatan dan pedoman penyelenggaraan rumah sakit,

yaitu:

2.1.1 Perundang-undangan

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit;

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang

Tenaga Kesehatan;

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang

Praktik Kedokteran;

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah;

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah;

Bab 2 - 1

Page 2: 2. Aspek Regulasi

7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Perencanaan

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025;

8. Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2.1.2 Peraturan-peraturan

1. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga

Kesehatan;

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011

Tentang Pelayanan Darah;

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2009

Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak

Yang Berlaku Pada Departemen Kesehatan;

5. Keputusan Presiden RI Nomor 40 Tahun 2001 tentang Pedoman

Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit Daerah;

6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.03.01/Menkes/146/I/2010 Tentang Harga Obat Generik Menteri

Kesehatan Republik Indonesia;

7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK03.01/MENKES/159/I/2010 Tentang Pedoman Pembinaan Dan

Pengawasan Penggunaan Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Pemerintah;

8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/MENKES/SK/II/2008 tentang

Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1165/MENKES/SK/X/2007

tentang Pola Tarif Rumah Sakit Badan Layanan Umum;

10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1197/MENKES/ SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di

Rumah Sakit;

11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan

Rumah Sakit;

12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 003A/MENKES/SK/I/2003

tentang Unit Desentralisasi;

Bab 2 - 2

Page 3: 2. Aspek Regulasi

13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 012 Tahun

2012 Tentang Akreditasi Rumah Sakit;

14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1171/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Sistem Informasi Rumah Sakit;

15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

755/MENKES/PER/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik

Di Rumah Sakit;

16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit;

17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

147/MENKES/PER/I/2010 tentang Perizinan Rumah Sakit;

18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.02.02/MENKES/068/I/2010 Tentang Kewajiban Menggunakan Obat

Generik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah;

19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

161/MENKES/ PER/I/2010 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan;

20. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

299/MENKES/PER/II/2010 Tentang Penyelenggaraan Program

Internsip Dan Penempatan Dokter Pasca Internsip;

21. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

317/MENKES/PER/III/2010 Tentang Pendayagunaan Tenaga

Kesehatan Warga Negara Asing Di Indonesia;

22. Peraturan Menteri Kesehatan Repubuk Indonesia

Nomor:653/MENKES/PER/VIII/2009 Tentang Rumah Sakit Indonesia

Kelas Dunia;

23. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008

Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di

Kabupaten/Kota;

24. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis;

25. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

780/MENKES/PER/VIII/2008 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Radiologi;

Bab 2 - 3

Page 4: 2. Aspek Regulasi

26. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

512/MENKES/PER/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan

Praktik Kedokteran;

27. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1109/MENKES/PER/IX/2007 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan

Komplementer-Alternatif Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

28. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1045/Menkes/SK/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di

Lingkungan Departemen Kesehatan;

29. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang

Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

Daerah;

30. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010

tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan

Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan

dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL);

31. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang Jenis

Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL);

32. Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit tahun 2008, DirJen Bina

YanMed.

Selain peraturan di atas, dalam rencana pembangunan dan pengembangan

rumah sakit sebagai salah satu fasilitas kesehatan juga harus berpegang

pada regulasi pemerintah dalam peruntukkan ruang wilayah. Peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan aspek penataan ruang untuk

dijadikan referensi antara lain :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota menjadi dasar

untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan;

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Dengan

Permendagri tersebut, diharapkan mendorong Pemerintah Daerah

untuk mematuhi aturan minimal Ruang Terbuka Hijau yang harus

disediakan;

Bab 2 - 4

Page 5: 2. Aspek Regulasi

3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata

Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata

Ruang Daerah;

4. Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 Tanggal 12

Agustus 2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota;

5. Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2009-2031.

2.2 ANALISIS ASPEK KEBIJAKAN

Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan

oleh yang berwenang untuk dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk dalam

pengembangan ataupun pelaksanaan program/ kegiatan guna tercapainya

kelancaran dan keterpaduan dalam perwujudan sasaran, tujuan serta visi dan misi

instansi pemerintah. Beberapa aspek kebijakan pemerintah yang mendasari

pengembangan/ pembangunan rumah sakit adalah arah dari kebijakan

pembangunan dibidang kesehatan yaitu :

1. Millenium Development Goals (MDG’s);

Millenium Development Goals (MDG’s) atau tujuan pembangunan millennium

adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui

komitmen bersama antara 189 negara anggota PBB untuk melaksanakan 8

(delapan) tujuan pembangunan, yaitu :

a. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan;

b. Mencapai pendidikan dasar untuk semua;

c. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan;

d. Menurunkan angka kematian anak;

e. Meningkatkan kesehatan ibu;

f. Memerangi penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya;

g. Kelestarian lingkungan hidup;

h. Membangun kemitraan global dalam pembangunan.

Sebagai salah satu anggota PBB, Indonesia memiliki dan ikut melaksanakan

komitmen tersebut dalam upaya untuk mensejahterakan masyarakat.

Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai bagian dari negara kesatuan Republik

Indonesia juga ikut serta mendukung komitmen pemerintah tersebut, dengan

Bab 2 - 5

Page 6: 2. Aspek Regulasi

melaksanakan program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai target

MDG’s.

2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-

2025;

Dalam Visi RPJPN Tahun 2005-2025 disebutkan bahwa pembangunan

bangsa Indonesia bukan hanya sebagai bangsa yang mandiri dan maju,

melainkan juga sebagai bangsa yang adil dan makmur. Keadilan dan

kemakmuran harus tercermin dalam setiap aspek kehidupan. Semua rakyat

mempunyai kesempatan yang sama dalam meningkatkan taraf kehidupan,

memperoleh lapangan pekerjaan, mendapatkan pelayanan sosial, pendidikan

dan kesehatan, mengemukakan pendapat, melaksanakan hak politik,

mengamankan dan mempertahankan negara, serta mendapatkan

perlindungan dan kesamaan didepan hukum. Arah pembangunan kesehatan

ini lebih lengkap sudah tercantum Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Bidang Kesehatan (RPJP-K) Tahun 2005-2025.

3. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang kesehatan (RPJP-K) Tahun

2005-2025;

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) adalah

rencana pembangunan nasional di bidang kesehatan, yang merupakan

penjabaran dari RPJPN Tahun 2005-2025, dalam bentuk dasar, visi, misi, arah

dan kebutuhan sumber daya pembangunan nasional di bidang kesehatan

untuk masa 20 tahun ke depan, yang mencakup kurun waktu sejak tahun 2005

sampai dengan tahun 2025.

Visi

Keadaan masa depan masyarakat Indonesia yang ingin dicapai melalui

pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang

ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku

hidup sehat, baik jasmani, rohani maupun sosial, dan memiliki kemampuan

untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan

merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Keadaan

masyarakat Indonesia di masa depan atau visi yang ingin dicapai melalui

pembangunan kesehatan dirumuskan sebagai: “Indonesia Sehat 2025”.

Bab 2 - 6

Page 7: 2. Aspek Regulasi

Dalam Indonesia Sehat 2025, lingkungan strategis pembangunan kesehatan

yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan

sehat jasmani, rohani maupun sosial, yaitu lingkungan yang bebas dari

kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedianya air minum dan sarana

sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat,

perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya

kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara

nilai-nilai budaya bangsa.

Perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia Sehat 2025 adalah

perilaku yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

mencegah risiko terjadinya penyakit; melindungi diri dari ancaman penyakit

dan masalah kesehatan lainnya; sadar hukum; serta berpartisipasi aktif dalam

gerakan kesehatan masyarakat, termasuk menyelenggarakan masyarakat

sehat dan aman (safe community).

Dalam Indonesia Sehat 2025 diharapkan masyarakat memiliki kemampuan

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan juga memperoleh

jaminan kesehatan, yaitu masyarakat mendapatkan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya. Pelayanan kesehatan bermutu

yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan

dalam keadaan darurat dan bencana, pelayanan kesehatan yang memenuhi

kebutuhan masyarakat serta diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika

profesi.

Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup sehat, serta

meningkatnya kemampuan masyarakat dalam memperoleh pelayanan

kesehatan yang bermutu, maka akan dapat dicapai derajat kesehatan individu,

keluarga dan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Misi

Dengan berlandaskan pada dasar Pembangunan Kesehatan, dan untuk

mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2025, ditetapkan 4 (empat) misi

Pembangunan Kesehatan, yaitu :

Bab 2 - 7

Page 8: 2. Aspek Regulasi

1) Menggerakkan Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan;

2) Mendorong Kemandirian Masyarakat untuk Hidup Sehat;

3) Memelihara dan Meningkatkan Upaya Kesehatan yang Bermutu, Merata,

dan Terjangkau;

4) Meningkatkan dan Mendayagunakan Sumber Daya Kesehatan.

Sesuai dengan tujuan nasional pembangunan kesehatan adalah agar bangsa kita

mencapai derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang untuk dapat hidup

produktif secara sosial dan ekonomis, maka salah satu upaya dalam mencapai itu

dengan membangun sistem pemeliharaan kesehatan yang memadai.

Ada tiga tujuan ideal bagi suatu sistem nasional untuk pemeliharaan kesehatan :

1. Menyediakan upaya kesehatan yang bermutu;

2. Menyediakan upaya pemeliharaan kesehatan dasar yang terjangkau dan sama

bagi setiap orang;

3. Memanfaatkan sumber daya dan sumber dana kesehatan secara efisien.

Kebijakan Departemen Kesehatan untuk melaksanakan desentralisasi dalam

pengaturan dan pengelolaan Rumah Sakit Daerah adalah diantaranya dengan

mendorong perubahan status kelembagaan Rumah Sakit Daerah menjadi Badan

Layanan Umum sehingga untuk mengantisipasi keterbatasan dalam alokasi

anggaran dengan mendorong Rumah Sakit Daerah melakukan hubungan bisnis

dengan pihak swasta yang semakin memungkinkan dengan otoritas otonomi yang

lebih besar dengan status Badan Layanan Umum (BLU) tersebut.

Walaupun demikian kebijakan pemerintah berkaitan dengan kecenderungan

pelayanan kesehatan rumah sakit yang semakin menuntut kemampuan pembiayaan

masyarakat yang semakin meningkat sejalan dengan peningkatan biaya yang harus

ditanggung oleh masyarakat untuk mempertajam prioritas kegiatan pembangunan di

bidang kesehatan dengan sasaran utama yang hendak dicapai adalah pelayanan

untuk kelompok masyarakat miskin dengan menerapkan dan memperluas

pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dengan meningkatkan

kualitas pelayanan yang sama bagi pasien keluarga miskin.

2.3 PERIZINAN RUMAH SAKIT

Bab 2 - 8

Page 9: 2. Aspek Regulasi

Perizinan merupakan fungsi pengendalian pemerintahan terhadap penyelenggara

kegiatan yang dilakukan oleh swasta. Pemberian izin sarana kesehatan merupakan

akuntabilitas pemerintah kepada masyarakat bahwa sarana kesehatan yang telah

diberi izin tersebut telah memenuhi standar pelayanan dan aspek keamanan pasien,

jadi perizinan sangat terkait dengan standar dan mutu pelayanan. Sehingga dalam

pendirian dan penyelenggaraan rumah sakit yang termasuk sektor kesehatan, tentu

Menteri Kesehatan selaku pimpinan Departemen Kesehatan yang membidangi

urusan kesehatan dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini

memiliki kewenangan untuk membuat dan menetapkan tata cara perizinan pendirian

rumah sakit.

Prosedur perizinan pendirian rumah sakit tersebut dituangkan dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 147/MENKES/PER/I/2010 tentang

Perizinan Rumah Sakit. Berdasarkan pada Permenkes tersebut, pihak yang akan

mendirikan rumah sakit harus memperoleh izin mendirikan rumah sakit dan izin

operasinal rumah sakit. Izin operasional dapat dibagi kedalam dua jenis yaitu, izin

operasional sementara dan izin operasional tetap. Penjelasan selengkapnya,

sebagai berikut :

1. Permohonan izin mendirikan dan izin operasional rumah sakit diajukan

menurut jenis dan klasifikasi rumah sakit;

2. Izin mendirikan dan izin operasional rumah sakit kelas A dan rumah sakit

penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri diberikan oleh

Menteri setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di

bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Provinsi;

3. Izin mendirikan dan izin operasional rumah sakit kelas B diberikan oleh

Pemerintah Daerah Provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat

yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/

Kota;

4. Izin mendirikan dan izin operasional rumah sakit kelas C dan kelas D diberikan

oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota setelah mendapat rekomendasi dari

pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah

Kabupaten/ Kota.

Tata cara pemberian izin rumah sakit adalah sebagai berikut :

1. Izin Mendirikan

Bab 2 - 9

Page 10: 2. Aspek Regulasi

a. Rumah sakit harus mulai dibangun setelah mendapatkan izin mendirikan;

b. Izin mendirikan diberikan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun dan dapat

diperpanjang untuk 1 (satu) tahun;

c. Untuk memperoleh izin mendirikan, rumah sakit harus memenuhi

persyaratan yang meliputi :

1) Studi Kelayakan;

2) Master Plan;

3) Status kepemilikan;

4) Rekomendasi izin mendirikan;

5) Izin undang-undang gangguan (HO);

6) Persyaratan pengolahan limbah;

7) Luas tanah dan sertifikatnya;

8) Penamaan;

9) Izin Mendirikan Bangunan (IMB);

10) Izin Penggunaan Bangunan (IPB); dan

11) Surat Izin Tempat Usaha (SITU).

d. Pemohon yang telah memperoleh izin mendirikan rumah sakit, apabila

dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud belum atau tidak melakukan

pembangunan rumah sakit, maka pemohon harus mengajukan izin baru

sesuai ketentuan izin mendirikan.

2. Izin Operasional

a. Izin operasional sementara diberikan kepada rumah sakit yang belum

dapat memenuhi seluruh persyaratan perizinan;

b. Izin operasional sementara diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun;

c. Untuk mendapatkan izin operasional, rumah sakit harus memenuhi

persyaratan yang meliputi :

1) Sarana dan prasarana;

2) Peralatan;

3) Sumber daya manusia; dan

4) Administrasi dan manajemen.

d. Rumah sakit yang telah memiliki izin operasional sementara harus

mengajukan surat permohonan penetapan kelas rumah sakit kepada

Menteri, dengan melampirkan :

Bab 2 - 10

Page 11: 2. Aspek Regulasi

1) Rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan Dinas

Kesehatan Provinsi;

2) Profil dan data rumah sakit; dan

3) Isian instrument Self Assessment penetapan kelas.

e. Dalam rangka penetapan kelas rumah sakit, Menteri membentuk tim

penilai klasifikasi rumah sakit. Berdasarkan hasil penilaian tim tersebut

Menteri menetapkan klasifikasi rumah sakit;

f. Rumah sakit yang telah memiliki izin operasional sementara dan

mendapatkan penetapan kelas rumah sakit diberikan izin operasional

tetap;

g. Izin operasional tetap berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan

dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan;

h. Setiap rumah sakit yang telah mendapatkan izin operasional harus

diregistrasi dan diakreditasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi

dan akreditasi dilaksanakan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh

Menteri.

3. Izin Rumah Sakit Dalam Rangka Penanaman Modal

a. Izin Rumah Sakit Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau

Penanaman Modal Asing (PMA) diberikan oleh Menteri;

b. Untuk mendapatkan izin tersebut Rumah Sakit Penanaman Modal Asing

(PMA) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1) Harus berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT);

2) Mengadakan kerjasama dengan badan hukum Indonesia yang

bergerak di bidang perumahsakitan;

3) Hanya untuk menyelenggarakan rumah sakit;

4) Pelayanan yang diberikan adalah pelayanan spesialistik dan/ atau

subspesialistik;

5) Jumlah tempat tidur minimal 200 buah untuk PMA yang berasal dari

negara-negara ASEAN dan minimal 300 buah untuk PMA yang

berasal dari negara-negara Non ASEAN;

6) Lokasi di seluruh wilayah Indonesia;

7) Besaran modal asing maksimal 67%;

8) Direktur Rumah Sakit harus Warga Negara Indonesia.

Bab 2 - 11

Page 12: 2. Aspek Regulasi

c. Rumah Sakit Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman

Modal Asing (PMA) selain memenuhi persyaratan tersebut di atas juga

harus memenuhi ketentuan Perundang-undangan tentang Penanaman

Modal;

d. Rumah Sakit Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman

Modal Asing (PMA) wajib mengikuti program-program Pemerintah sesuai

kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan;

e. Permohonan diajukan kepada Departemen Kesehatan c.q. Direktorat

Jenderal Bina Pelayanan Medik dengan melampirkan data-data :

1) Studi Kelayakan (Feasibility Study); dan

2) Formulir isian mendirikan rumah sakit yang telah dilengkapi.

f. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik mengeluarkan surat

rekomendasi apabila permohonan memenuhi persyaratan. Berdasarkan

rekomendasi, pemohon mengajukan persetujuan penanaman modal ke

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)/ Badan Koordinasi

Penanaman Modal Daerah (BKPMD). Setelah diterbitkannya

persetujuan, maka pemohon wajib mengajukan izin mendirikan dan

operasional rumah sakit sesuai ketentuan.

2.4 AKREDITASI RUMAH SAKIT

2.4.1 Akreditasi Standar Nasional

Akreditasi rumah sakit di Indonesia adalah suatu program yang dilaksanakan

oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (KARS), sebuah badan yang

dibentuk oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia untuk menyusun

standar akreditasi, melakukan proses akreditasi dan memberikan sertifikat

akreditasi kepada rumah sakit-rumah sakit yang telah memenuhi persyaratan

standar akreditasi yang disusun oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit

Indonesia (KARS).

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, sistem akreditasi

rumah sakit yang dilaksanakan oleh KARS mengalami perubahan, yaitu dari

sistem akreditasi versi 2007 menjadi sistem akreditasi versi 2012. Perubahan

sistem akreditasi KARS dari versi 2007 menjadi 2012 juga diikuti dengan

perubahan paradigma. Yang utama, terletak pada penekanan bahwa tujuan

akreditasi adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, bukan

Bab 2 - 12

Page 13: 2. Aspek Regulasi

hanya semata-mata untuk lulus. Selain itu dilakukan perubahan terhadap

standar akreditasi, karena standar akreditasi harus memenuhi kriteria-kriteria

internasional dan bersifat dinamis. Standar akreditasi 2012 menekankan pada

pelayanan berfokus pada pasien serta kesinambungan pelayanan dan

menjadikan keselamatan pasien sebagai standar utama. Berikut

pengelompokkan standar akreditasi KARS versi 2012 :

1. Kelompok Standar Pelayanan Berfokus pada Pasien :

a. Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas

Pelayanan (APK);

b. Hak Pasien dan Keluarga (HPK);

c. Asesmen Pasien (AP);

d. Pelayanan Pasien (PP);

e. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB);

f. Manajemen dan Penggunaan Obat (MPO);

g. Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK).

2. Kelompok Standar Manajemen Rumah Sakit :

a. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP);

b. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI);

c. Tata Kelola, Kepemimpinan dan Pengarahan (TKP);

d. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK);

e. Kualifikasi dan Pendidikan Staf (KPS);

f. Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI).

3. Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit :

a. Ketepatan identifikasi pasien;

b. Peningkatan komunikasi yang efektif;

c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;

d. Kepastikan tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi;

e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;

f. Pengurangan risiko pasien jatuh.

Hasil survai penilaian atau kelulusan untuk sistem akreditasi KARS 2012 ini

berupa level pencapaian, yang merupakan upaya pencapaian rumah sakit

Bab 2 - 13

Page 14: 2. Aspek Regulasi

terhadap skoring yang ditentukan. Level tersebut adalah dasar, madya, utama

dan pencapaian tertinggi adalah paripurna.

2.4.2 Akreditasi Standar Internasional

A. Definisi

Tidak bisa dihindari saat ini Indonesia memasuki era globalisasi dan

persaingan pasar bebas, untuk itu diperlukan peningkatan mutu dalam segala

bidang, salah satunya peningkatan mutu pelayanan melalui akreditasi Rumah

Sakit menuju kualitas pelayanan Internasional. “dalam menjawab tantangan

tersebut peningkatan kualitas pelayanan sangatlah penting agar rumah sakit

mampu berkompetisi baik di tingkat regional, nasional bahkan Internasional”,

akreditasi standar internasional menggunakan Joint Commission International

(JCI).

JCI adalah versi internasional dari The Joint Commission (USA); Misi JCI

adalah memperbaiki kualitas dan keamanan pelayanan kesehatan di

masyarakat internasional. Selama lebih dari 75 tahun, The Joint Commission

(USA) dan organisasi pendahulunya didedikasikan untuk meningkatkan

kualitas dan keamanan pelayanan kesehatan. Kini The Joint Commission

(USA) merupakan pemberi akreditasi terbesar di Amerika Serikat di bidang

organisasi pelayanan kesehatan; lembaga ini menyurvei hampir 16.000

program layanan kesehatan melalui proses akreditasi sukarela. Baik The

Joint Commission (USA) maupun JCI bersifat nonpemerintah, dan merupakan

perusahaan nirlaba di Amerika Serikat.

Akreditasi JCI adalah berbagai inisiatif yang dirancang untuk menanggapi

meningkatnya kebutuhan seluruh dunia akan sebuah sistem evaluasi

berbasis standar di bidang perawatan kesehatan. Tujuannya adalah untuk

menawarkan kepada masyarakat internasional proses objektif untuk

mengevaluasi organisasi pelayanan kesehatan yang berbasis standar.

Dengan demikian diharapkan program ini akan menstimulasi perbaikan yang

berkelanjutan dan terus-menerus dalam organisasi-organisasi pelayanan

Bab 2 - 14

Page 15: 2. Aspek Regulasi

kesehatan lewat penerapan standar standar konsensus internasional,

Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (International Patient Safety

Goals), didukung oleh pengukuran datasebagai tambahan untuk standar bagi

rumah sakit yang terdapat di edisi keempat ini, JCI juga telah

mengembangkan standar dan program akreditasi sebagai berikut:

a.Rawat Jalan (Ambulatory Care);

b.Laboratorium Klinik (Clinical Laboratories);

c.Pusat Pelayanan Primer (Primary Care Center);

d.Perawatan Berkelanjutan (The Care Continuum; perawatan di rumah, hidup

dengan dibantu, perawatan jangka panjang, perawatan di rumah sakit

hingga ajal menjemput);

e.Pelayanan Transportasi Medik (Medical Transport Organization).

JCI juga menawarkan sertifikasi program perawatan klinis, seperti program

untuk perawatan stroke, perawatan jantung, atau penggantian sendi. Program

akreditasi JCI didasarkan pada kerangka kerja standar internasional yang

disesuaikan dengan kebutuhan lokal.

Semua akreditasi JCI dan program sertifikasi bercirikan sebagai berikut:

a.Standar konsensus internasional, dikembangkan dan dikelola oleh sebuah

badan internasional, dan disetujui Dewan internasional, yang merupakan

dasar program akreditasi.

b.Filosofi yang mendasari standar didasarkan pada prinsip manajemen

bermutu yang terus-menerus diperbaik mutunya.

c.Proses akreditasi ini dirancang untuk mengakomodasi faktor hukum,

agama, dan/atau faktor budaya di sebuah negara tertentu. Meski standar

yang diterapkan bersifat seragam demi harapan tinggi untuk keselamatan

dan kualitas perawatan pasien, proses akreditasi juga

mempertimbangkan sejauh mana kondisi khas negara tertentu dapat

memenuhi harapan tinggi tersebut.

d.Tim survei lapangan dan penentuan agenda survei akan bervariasi

tergantung pada besar-kecilnya organisasi pelayanan kesehatan dan

jenis layanan yang diberikan. Sebagai contoh, sebuah rumahsakit yang

memiliki berbagai spesilis yang cukup banyak mungkin memerlukan

survei empat atau lima hari oleh dokter, perawat, dan administrator,

Bab 2 - 15

Page 16: 2. Aspek Regulasi

sementara rumah sakit dengan 50 tempat tidur dan spesialisasi di satu

bidang mungkin hanya memerlukan survei lebih pendek dengan tim yang

lebih kecil.

e.Akreditasi JCI ini dirancang agar absah, dapat dipercaya, dan objektif.

Berdasarkan analisis hasil survei, keputusan akreditasi akhir dibuat oleh

komite akreditasi internasional.

B. Hal-Hal Berkaitan Dengan Penerapan Akreditas JCI

Rumah sakit pelayanan kesehatan yang ingin diakreditasi oleh Joint

Commission International (JCI) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1.Persyaratan Umum untuk Survei

Setiap rumah sakit pelayanan kesehatan dapat mendaftar untuk

diakreditasi JCI jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:

-Rumah sakit tersebut saat ini beroperasi dengan izin sebagai rumah

sakit penyedia layanan kesehatan di negara yang bersangkutan.

-Rumah sakit tersebut harus bersedia dan siap bertanggung jawab

untuk meningkatkan kualitas rawatan dan layanannya.

-Rumah sakit tersebut menyediakan layanan yang ditentukan oleh

standar JCI.

2.Maksud dan Tujuan Survei Akreditasi

Sebuah survei akreditasi menilai sejauh mana rumah sakit memenuhi

standar dan pernyataan tujuan standar JCI.

Survei mengevaluasi rumah sakit berdasarkan:

-Wawancara dengan staf dan pasien daninformasi lisan lainnya;

-Pengamatan setempat oleh pelaku survei mengenai proses

perawatan pasien;

-Kebijakan, prosedur, pedoman praktik kiinis, dan dokumen lain yang

disediakan rumah sakit; dan

-Hasil penilaian diri sebagai bagian dari proses akreditasi.

Proses survei di lokasi dan penilaian diri secara berkelanjutan dapat

membantu rumah sakit mengidentifikasi dan memperbaiki masalah serta

meningkatkan kualitas layanan dan jasanya. Di samping mengevaluasi

kepatuhannya terhadap standar dan maksud dan tujuan standar JCI

Bab 2 - 16

Page 17: 2. Aspek Regulasi

serta kepatuhannya terhadap Sasaran Internasional Keselamatan

Pasien, pelaku survei juga memberikan edukasi dalam rangka

mendukung aktivitas perbaikan kualitas rumah sakit.

3.Ruang Lingkup Survei Akreditasi

Ruang lingkup survei JCI meliputi seluruh fungsi rumah sakit yang

terkait dengan standar dan seluruh penatalaksanaan perawatan pasien.

Standar yang berlaku dipilih JCI dari buku pedoman ini didasarkan pada

lingkup layanan yang tersedia di rumah sakit yang mendaftar untuk

disurvei.

Survei di lokasi akan mempertimbangkan faktor budaya dan/atau faktor

hukum khas yang dapat mempengaruhi atau menentukan keputusan

terkait dengan penyediaan perawatan dan/atau kebijakan dan prosedur

rumah sakit.

4.Hasil Survei Akreditasi

Komite Akreditasi JCI membuat keputusan akreditasi berdasarkan

temuan survei. Rumah sakit dapat menerima salah satu dari dua

keputusan akreditasi, yaitu Diakreditasi atau Ditolak permohonan

akreditasinya. Keputusan akreditasi ini didasarkan atas apakah rumah

sakit telah memenuhi amar keputusan atau tidak.

5.Pemberian Akreditasi

Untuk memperoleh akreditasi, rumah sakit harus unjuk bukti bahwa

seluruh standar dipatuhi dan mencapai skor angka minimal standar

sebagaimana tercantum dalam amar keputusan. Rumah sakit yang

Terakredirasi menerima Laporan Resmi Temuan Survei dan sertifikat

penghargaan. Laporan ini menunjukkan tingkat pemenuhan terhadap

standar JCI yang dicapai rumah sakit.

6.Masa Berlaku Akreditasi

Pemberian akreditasi ini berlaku selama tiga tahun kecuali dicabut JCI.

Akreditasi ini berlaku surut sejak hari pertama setelah JCI selesai

Bab 2 - 17

Page 18: 2. Aspek Regulasi

melakukan survei di rumah sakit atau sejak survei terfokus yang

kemudian perlu dilakukan telah selesai.

Pada akhir siklus tiga tahun akreditasi rumah sakit harus dievaluasi

ulang untuk memenuhi persyaratan pembaharuan pemberian akreditasi.

Jika selama periode akreditasi, rumah sakit mengalami perubahan

struktur, kepemilikan, atau layanan, JCI harus diberitahu. JCI kemudian

akan menentukan perlu tidaknya menyurvei ulang rumah sakit dan/atau

membuat keputusan akreditasi baru.

7.Cara Mengajukan Akreditasi

Sebuah rumah sakit yang ingin diakreditasi memulai proses itu dengan

melengkapi dan mengajukan aplikasi untuk survei. Dokumen ini

memberi informasi penting tentang rumah sakit, termasuk kepemilikan,

demografi, jenis dan banyaknya layanan yang diberikan baik secara

langsung, berdasarkan kontrak maupun berdasarkan pengaturan

lainnya.Aplikasi untuk survei:

-Mendeskripsikan rumah sakit yang mencari akreditasi;

-Memuat seluruh catatan resmi dan laporan tentang lisensi,

peraturan, atau badan pemerintah lainnya yang relevan;

-Memberikan juga wewenang kepada JCI untuk mendapatkan setiap

catatan dan laporan tentang rumah sakit yang tidak dimiliki oleh

rumah sakit tersebut, dan ketika semuanya sudah lengkap dan

disetujui baik oleh JCI maupun pemohon, disusunlah persyaratan

hubungan kerja antara rumah sakit dan JCI.

Rumah sakit dapat mengajukan dan memperoleh formulir secara

elektronik dengan mengunduh formulir aplikasi di

http://www.jointcommissioninternational.org dan mengembalikan formulir

yang telah lengkap melalui faksimili atau e-mail ke :

Joint Commission International Accreditation

Fax: +1 630.268.2996

E-mail: [email protected]

Rumah sakit harus menginformasikan kepada JCI jika ada perubahan

informasi yang terkandung dalam aplikasi survei dari saat permohonan

diajukan hingga saat survei dilakukan.

Bab 2 - 18

Page 19: 2. Aspek Regulasi

8.Penjadwalan Survei dan Perencanaan Agenda Survei

JCI dan rumah sakit menetapkan tanggal survei dan mempersiapkan

agenda survei bersama untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit dan

agar survei berjalan efisien. Untuk mengurangi biaya perjalanan pelaku

survei, JCI akan melakukan segala upaya untuk mengkoordinasikannya

dengan penjadwalan survei rumah sakit lain atau Iembaga lain yang

terkait di suatu Negara atau wilayah tertentu.

JCI akan menyediakan bagi setiap rumah sakit seorang spesialis

layanan akreditasi, yang akan menjadi kontak atau penghubung utama

antara rumah sakit dan JCI. Individu ini akan mengkoordinasikan

perencanaan survei dan harus mampu menjawab setiap pertanyaan

tentang kebijakan, prosedur atau masalah akreditasi rumah sakit

tersebut.

Spesialis layanan akreditasi itu akan bekerjasama dengan rumah sakit

mempersiapkan agenda survei berdasarkan jenis, ukuran, dan

kompleksitas rumah sakit pelayanan kesehatan. Di dalam agenda itu

ditentukan lokasi mana saja di dalam rumah sakit yang akan dikunjungi,

jenis wawancara yang akan dilakukan, para karyawan yang

diwawancara, dan dokumen yang perlu disediakan bagi pelaku survei.

Pelaku survei internasional dengan kualifikasi tinggi akan melakukan

survei. JCI akan melakukan segala upaya untuk menyediakan pelaku

survei yang fasih dalam bahasa setempat. Jika pelaku survei JCI

dengan kemampuan bahasa yang memadai tidak ada, JCI akan bekerja

sama dengan rumah sakit mencari penerjemah berkualitas.

Bab 2 - 19