kementerian perhubungan direktorat ...hubud.dephub.go.id/assets/file/regulasi/sreg/kp 590...

103
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : KP 590 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBUATAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 39 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 20 Tahun 2014 Tentang Tata Cara dan Prosedur Penetapan Lokasi Bandar Udara, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara tentang Pedoman Teknis Pembuatan Rencana Induk Bandar Udara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5296); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014; 5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan, sebagaimana telah diubah terkahir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 68 Tahun 2013;

Upload: others

Post on 29-Jan-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

    DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

    Nomor : KP 590 TAHUN 2014

    TENTANG

    PEDOMAN TEKNIS PEMBUATAN

    RENCANA INDUK BANDAR UDARA

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

    Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 39 Peraturan Menteri

    Perhubungan Nomor PM 20 Tahun 2014 Tentang Tata

    Cara dan Prosedur Penetapan Lokasi Bandar Udara, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal

    Perhubungan Udara tentang Pedoman Teknis Pembuatan Rencana Induk Bandar Udara;

    Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

    Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956);

    2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang

    Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara

    Republik Indonesia Nomor 5296);

    3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara

    Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014;

    4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang

    Kedudukan, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah terakhir dengan

    Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014;

    5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun

    2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan, sebagaimana telah diubah terkahir

    dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 68 Tahun 2013;

  • 6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 69 Tahun 2013 Tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional;

    7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 20 Tahun

    2014 Tentang Tata Cara dan Prosedur Penetapan Lokasi Bandar Udara;

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan: PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN

    UDARA TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBUATAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA.

    BAB I

    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang

    berkaitan dengan penyelenggaraan bandar udara dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi

    keselamatan, keamanan, kelancaran, dan ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo,

    dan/atau pos, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.

    2. Tatanan Kebandarudaraan Nasional adalah sistem

    kebandarudaraan secara nasional yang menggambarkan perencanaan bandar udara berdasarkan rencana tata ruang, pertumbuhan

    ekonomi, keunggulan komparatif wilayah, kondisi alam dan geografi, keterpaduan intra dan

    antarmoda transportasi, kelestarian lingkungan, keselamatan dan keamanan penerbangan, serta

    keterpaduan dengan sektor pembangunan lainnya.

    3. Bandar udara adalah lapangan terbang yang

    dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan / atau

    bongkar muat kargo dan/atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai perpindahan antar moda transportasi.

    4. Rencana Induk Bandar Udara adalah pedoman

    pembangunan dan pengembangan bandar udara yang mencakup seluruh kebutuhan dan

    penggunaan tanah serta ruang udara untuk kegiatan penerbangan dan kegiatan penunjang penerbangan dengan mempertimbangkan aspek-

    aspek teknis, pertahanan keamanan, sosial budaya serta aspek-aspek terkait lainnya.

  • 5. Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) Bandar Udara adalah wilayah daratan dan/atau perairan yang

    digunakan secara langsung untuk kegiatan Bandar udara.

    6. Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Bandar

    Udara adalah daerah diluar lingkungan kerja Bandar udara yang digunakan untuk menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan serta

    kelancaran aksesibilitas penumpang dan kargo.

    7. Kontur Kebisingan adalah garis yang menghubungkan titik - titik atau tempat-tempat

    yang mempunyai nilai indeks tingkat kebisingan yang sama.

    8. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan adalah wilayah daratan dan/atau perairan serta ruang

    udara di sekitar bandar udara yang digunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka

    menjamin keselamatan penerbangan.

    9. Landas pacu adalah suatu daerah persegi panjang

    yang ditentukan pada bandar udara di kawasan daratan dan/atau perairan yang dipergunakan

    untuk pendaratan dan lepas landas pesawat udara.

    10. Pemrakarsa adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Hukum Indonesia yang

    mempunyai hak untuk pelaksanaan pembangunan, mengoperasikan dan mengusahakan bandar udara.

    11. Menteri adalah Menteri Perhubungan.

    12. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal

    Perhubungan Udara.

    13. Direktur adalah Direktur Bandar Udara.

    14. Penyelenggara Bandar Udara adalah Unit Pelaksana

    Bandar Udara atau Badan Usaha Bandar Udara.

    BAB II

    PEDOMAN TEKNIS PEMBUATAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA

    Pasal 2

    (1) Rencana induk bandar udara ditetapkan oleh Menteri.

  • (2) Rencana induk bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan

    memperhatikan:

    a. tatanan kebandarudaraan nasional; b. keamanan dan keselamatan penerbangan;

    c. prakiraan permintaan jasa angkutan udara; d. pedoman dan standar/kriteria perencanaan yang

    berlaku;

    e. pengelolaan lingkungan hidup; f. rencana tata ruang wilayah Provinsi, tataran

    transportasi wilayah Provinsi, rencana tata ruang wilayah Kabupaten/Kota, dan tataran

    transportasi lokal Kabupaten/Kota; dan g. faktor teknis lain.

    Pasal 3

    (1) Keamanan dan keselamatan penerbangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf

    b, meliputi:

    a. persyaratan ruang udara antara lain perbukitan,

    bangunan; b. prosedur pendaratan dan lepas landas, rute

    penerbangan dan pelayanan lalu lintas udara; c. jarak dengan bandar udara lain;

    d. persyaratan meteorologi; dan e. gangguan elektromagnetik.

    (2) Pedoman dan standar/kriteria perencanaan yang berlaku, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat

    (2) huruf d, antara lain:

    a. standar/kriteria yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan/atau rekomendasi dari International Civil Aviation

    Organization (ICAO); dan b. kajian teknis yang dapat dipertanggung jawabkan

    secara ilmiah.

    (3) Faktor teknis lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf g, antara lain:

    a. kondisi topografi; b. kondisi dan ketersediaan lahan;

    c. potensi genangan air; d. kendala pelaksanaan konstruksi;

    e. jalan masuk; dan f. ketersediaan utilitas.

  • Pasal 4

    Rencana induk bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, paling sedikit memuat:

    a. Prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan

    penumpang dan kargo; b. Kebutuhan fasilitas; c. Tata letak fasilitas;

    d. Tahapan pelaksanaan pembangunan; e. Kebutuhan dan pemanfaatan lahan;

    f. Daerah lingkungan kerja; g. Daerah lingkungan kepentingan;

    h. Kawasan keselamatan operasi penerbangan; dan i. Batas kawasan kebisingan.

    Pasal 5

    (1) Prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan penumpang dan kargo sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 4 huruf a, merupakan peramalan jumlah penumpang, kargo dan/atau pergerakan pesawat udara (demand).

    (2) Prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan

    penumpang dan kargo dilakukan berdasarkan pada hasil survei permintaan jasa angkutan udara serta

    analisa pergerakan dan kebutuhan pengguna jasa angkutan udara dengan memperhatikan:

    a. potensi penumpang dan kargo tahunan dan jam

    sibuk dengan kajian asal dan tujuan penumpang

    dan kargo (Origin Destination), kemampuan membayar (Ability to Pay/ATP) serta kemauan

    membayar (Willingness to Pay/WTP); b. potensi jaringan dan rute penerbangan dengan

    kajian asal dan tujuan penumpang dan kargo (Origin/Destination); dan

    c. potensi ketersediaan armada atau pesawat udara dengan kajian kapasitas penumpang, jarak tempuh pesawat udara, umur pesawat udara dan

    perkembangan teknologi (jenis/tipe).

    Pasal 6

    (1) Kebutuhan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, merupakan gambaran besaran fasilitas yang dibutuhkan suatu bandar udara

    berdasarkan hasil perhitungan dan kajian kebutuhan fasilitas pokok dan penunjang bandar

    udara dengan mempertimbangkan prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan penumpang,

    kargo dan/atau pergerakan pesawat udara.

  • (2) Fasilitas pokok bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

    a. fasilitas keselamatan dan keamanan antara lain:

    1) Pertolongan Kecelakaan Penerbangan-

    Pemadam Kebakaran (PKPPK); 2) salvage; 3) alat bantu navigasi penerbangan;

    4) alat bantu pendaratan visual (Airfield Lighting System);

    5) catu daya kelistrikan; dan 6) pagar.

    b. fasilitas sisi udara (airside facility) antara lain:

    1) landas pacu (runway);

    2) runway strip, Runway End Safety Area (RESA), stopway, clearway;

    3) landas hubung (taxiway); 4) landas parkir (apron);

    5) marka dan rambu; dan 6) taman meteo (fasilitas dan peralatan

    pengamatan cuaca).

    c. fasilitas sisi darat (landside facility) antara lain:

    1) bangunan terminal penumpang;

    2) bangunan terminal kargo; 3) menara pengatur lalu lintas penerbangan

    (control tower);

    4) bangunan operasional penerbangan; 5) jalan masuk (access road);

    6) parkir kendaraan bermotor; 7) depo pengisian bahan bakar pesawat udara;

    8) bangunan hanggar; 9) bangunan administrasi/perkantoran;

    10) marka dan rambu; dan 11) fasilitas pengolahan limbah.

    (3) Fasilitas penunjang bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan fasilitas yang

    secara langsung dan tidak langsung menunjang kegiatan bandar udara dan memberikan nilai

    tambah secara ekonomis pada penyelenggaraan bandar udara, antara lain:

    a. fasilitas perbengkelan pesawat udara; b. fasilitas pergudangan;

    c. penginapan/hotel; d. toko;

    e. restoran; dan f. lapangan golf.

  • Pasal 7

    Tata letak fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, merupakan gambaran umum rencana

    konfigurasi bandar udara, rencana letak fasilitas Bandar udara yang memperhatikan standar teknis dan kondisi

    lahan, setelah melakukan kajian/analisa berupa:

    a. tapak (site), topografi, penyelidikan tanah (soil

    investigation); b. drainase bandar udara;

    c. konfigurasi fasilitas pokok dan fasilitas penunjang Bandar udara;

    d. arah angin (wind rose) tahunan; e. objek-objek obstacle di sekitar bandar udara;

    f. kondisi atmosferik (kelembaban udara, curah hujan, jarak pandang,dll);

    g. pengembangan pada areal di sekitar bandar udara; h. ketersediaan lahan pengembangan; dan i. aksesibilitas dengan moda angkutan lain.

    Pasal 8

    (1) Tahapan pelaksanaan pembangunan sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, merupakan gambaran umum rencana pengembangan fasilitas bandar udara setiap tahapan sampai dengan tahap

    akhir (ultimate phase) untuk mewujudkan efisiensi dan efektifitas pembangunan dengan

    mengutamakan optimalisasi fasilitas serta kemudahan pelaksanaan pembangunan

    (implementatif).

    (2) Tahapan pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan kebutuhan (demand) pelayanan penumpang dan

    kargo dengan kajian/analisis terhadap:

    a. rencana tata guna lahan sampai dengan desain ultimate;

    b. kebutuhan fasilitas bandar udara dengan skala prioritas yang mempertimbangkan faktor

    kebutuhan dan ketersediaan anggaran; c. rencana tata letak fasilitas bandar udara; dan d. rencana pengembangan fasilitas bandar udara

    setiap tahapan pembangunan hingga tahap akhir (ultimate phase).

    Pasal 9

    (1) Kebutuhan dan pemanfaatan lahan sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, merupakan gambaran rencana luas lahan yang akan digunakan untuk pengembangan fasilitas bandar udara sampai

    dengan tahap akhir (ultimate phase).

  • (2) Kebutuhan dan pemanfaatan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan hasil

    perhitungan dan kajian kebutuhan serta pemanfaatan lahan optimal sampai dengan tahap

    ultimate.

    (3) Hasil perhitungan dan kajian kebutuhan serta pemanfaatan lahan optimal sampai dengan tahap ultimate sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

    terdiri atas:

    a. prakiraan kebutuhan lahan pembangunan; b. luas lahan yang telah ada; dan

    c. luas lahan tambahan untuk pengembangan.

    (4) Kebutuhan dan pemanfaatan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditentukan berdasarkan peta kepemilikan lahan dan rencana pembebasan.

    Pasal 10

    Pedoman teknis pembuatan prakiraan permintaan

    kebutuhan pelayanan penumpang dan kargo, kebutuhan fasilitas, tata letak fasilitas, tahapan pelaksanaan pembangunan, kebutuhan dan pemanfaatan lahan,

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 tercantum dalam Lampiran I dan

    merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

    Pasal 11

    (1) Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara (DLKr) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f,

    merupakan wilayah daratan dan/atau perairan yang dikuasai Badan Usaha Bandar Udara atau Unit

    Penyelenggara Bandar Udara untuk digunakan dalam pelaksanaan pembangunan, pengembangan, dan pengoperasian fasilitas pokok dan penunjang

    bandar udara.

    (2) Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara (DLKr) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan

    dengan memperhatikan:

    a. rencana induk bandar udara atau areal untuk

    penempatan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang bandar udara;

    b. penguasaan areal tanah dan/atau perairan oleh penyelenggara bandar udara; dan

    c. rencana umum tata ruang wilayah yang ditetapkan untuk daerah ditempat bandar udara berada.

  • (3) Pedoman teknis pembuatan Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara (DLKr) sebagaimana dimaksud

    pada ayat (2), tercantum dalam Lampiran II dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

    Peraturan ini.

    Pasal 12

    (1) Daerah Lingkungan Kepentingan Bandar Udara

    (DLKp) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf g, meliputi:

    a. daerah pengembangan dalam rencana induk

    bandar udara yang belum dibebaskan; b. aksesibilitas dari dan ke bandar udara; c. lokasi dan aksesibilitas dari dan ke instansi

    yang terkait dalam penanggulangan keadaan darurat di sekitar bandar udara.

    (2) Pemanfaatan Daerah Lingkungan Kepentingan

    Bandar Udara (DLKp) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan dari Menteri.

    (3) Pedoman teknis pembuatan Daerah Lingkungan

    Kepentingan Bandar Udara (DLKp) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tercantum dalam Lampiran

    III dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

    Pasal 13

    (1) Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf h,

    terdiri atas:

    a. kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas; b. kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;

    c. kawasan di bawah permukaan transisi; d. kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam;

    e. kawasan di bawah permukaan kerucut; f. kawasan di bawah permukaan horizontal-luar;

    dan g. Kawasan di sekitar alat bantu navigasi

    penerbangan.

    (2) Pedoman teknis pembuatan Kawasan Keselamatan

    Operasi Penerbangan (KKOP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran

    IV dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

  • Pasal 14

    (1) Batas Kawasan Kebisingan (BKK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf i, merupakan

    kawasan tertentu di sekitar bandar udara yang terpengaruh gelombang suara mesin pesawat udara

    yang terdiri atas:

    a. kawasan kebisingan tingkat I;

    b. kawasan kebisingan tingkat II; dan c. kawasan kebisingan tingkat III.

    (2) Tingkat kebisingan di Bandar Udara dan sekitarnya

    ditentukan dengan indeks kebisingan Weighted Equivalent Continous Perceived Noise Level/WECPNL

    atau nilai ekuivalen tingkat kebisingan di suatu area yang dapat diterima terus menerus selama suatu rentang waktu dengan pembobotan tertentu.

    (3) Pedoman teknis pembuatan Batas Kawasan

    Kebisingan (BKK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran V dan merupakan

    bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

    BAB III KERANGKA ACUAN KERJA PELAKSANAAN

    PEMBUATAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA

    Pasal 15

    Pemrakarsa harus melaksanakan pekerjaan pembuatan

    rencana induk bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, sesuai dengan kerangka acuan kerja

    pelaksanaan pembuatan rencana induk bandar udara.

    Pasal 16

    Kerangka acuan kerja pelaksanaan pembuatan rencana

    induk bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, tercantum dalam Lampiran VI dan merupakan

    bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

    BAB IV

    KETENTUAN LAIN-LAIN

    Pasal 17

    (1) Untuk kajian rencana induk bandar udara pada

    daerah perbatasan, daerah rawan bencana dan/atau daerah terisolasi tidak harus memiliki:

    a. kajian daerah lingkungan kerja; b. daerah lingkungan kepentingan; dan

    c. batas kawasan kebisingan.

  • (2) Kajian rencana induk yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku

    untuk bandar udara dengan klasifikasi landas pacu kode Nomor 4.

    Pasal 18

    Bandar udara yang belum memiliki dokumen rencana

    induk bandar udara secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, harus menyesuaikan dengan

    Peraturan ini.

    BAB V

    KETENTUAN PENUTUP

    Pasal 20

    Direktur melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan ini.

    Pasal 21

    Pada saat Peraturan ini mulai berlaku:

    a. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: SKEP/109/VI/2000 tentang Pedoman teknis

    Pembuatan Batas-Batas Kawasan Kebisingan;

    b. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara

    Nomor: SKEP/110/VI/2000 tentang Pedoman teknis Pembuatan Kawasan Keselamatan Operasi

    Penerbangan (KKOP);

    c. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: SKEP/120/VI/2002 tentang Pedoman teknis

    Pembuatan Rencana Induk Bandar Udara;

    d. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara

    Nomor: SKEP/223/XII/2002 tentang Pedoman teknis Pembuatan Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara

    (DLKr);

    dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

  • Pasal 22

    Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

    Ditetapkan di JAKARTA pada tanggal : 12 DESEMBER 2014

    DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

    Pelaksana Tugas,

    ttd

    BAMBANG TJAHJONO

    SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada :

    1. Menteri Perhubungan; 2. Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan; 3. Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan;

    4. Para Direktur di Lingkungan Jenderal Perhubungan Udara; 5. Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara;

    6. Kepala Pusat Pelatihan Sumbar Daya Manusia Perhubungan; 7. Para Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara;

    8. Para Kepala Dinas Perhubungan; 9. Direktur Utama PT. (Persero) Angkasa Pura I;

    10. Direktur Utama PT. (Persero) Angkasa Pura II;

    11. Para Kepala Bandar Udara UPT di Lingkungan Kementerian Perhubungan; dan

    12. Para Kepala Kantor Cabang di Lingkungan PT. (Persero) Angkasa Pura I dan PT. (Persero) Angkasa Pura II.

  • I - 1

    LAMPIRAN I

    Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara

    Nomor : KP 590 TAHUN 2014

    Tanggal : 12 DESEMBER 2014 Tentang

    Pedoman Teknis Pembuatan Rencana Induk Bandar Udara

    PEDOMAN TEKNIS PEMBUATAN PRAKIRAAN PERMINTAAN KEBUTUHAN PELAYANAN PENUMPANG DAN KARGO, KEBUTUHAN FASILITAS, TATA

    LETAK FASILITAS, TAHAPAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN,

    KEBUTUHAN DAN PEMANFAATAN LAHAN

    I. Tenaga ahli, Tenaga Penunjang dan Peralatan

    Dalam melaksanakan pekerjaan pembuatan prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan penumpang dan kargo, kebutuhan fasilitas, tata

    letak fasilitas, tahapan pelaksanaan pembangunan, Kebutuhan dan pemanfaatan lahan diperlukan tenaga ahli, tenaga penunjang dan peralatan yang meliputi:

    1. Tenaga ahli meliputi tenaga ahli yang menguasai bidang ilmu : a. Perencanaan Bandar Udara;

    b. Ekonomi Transportasi; c. Teknik Sipil;

    d. Teknik Arsitektur; e. Teknik Geodesi; f. Teknik Geologi;

    g. Meteorologi/Klimatologi; h. Teknik Listrik/ Mekanikal;

    i. Teknik Lingkungan; j. Hukum;

    k. Keselamatan Penerbangan.

    2. Tenaga Penunjang antara lain :

    a. Sekertaris; b. CAD Operator;

    c. Operator Komputer; d. Administrasi keuangan.

    3. Peralatan antara lain :

    a. Alat ukur sudut (Total Station);

    b. Pita ukur; c. Prisma Roeloff; d. Alat ukur beda tinggi (Waterpass);

    e. Alat ukur GPS (Global Positioning System) dan Software; f. Peralatan Boring;

    g. Peralatan Sondir; h. Peralatan Laboratorium Mekanika Tanah;

    i. Komputer; j. Printer dan Plotter;

    k. Alat komunikasi radio .

  • I - 2

    II. Inventarisasi Data

    Inventarisasi data pekerjaan pembuatan prakiraan permintaan

    kebutuhan pelayanan penumpang dan kargo, kebutuhan fasilitas, tata letak fasilitas, tahapan pelaksanaan pembangunan, Kebutuhan dan pemanfaatan lahan terdiri dari :

    1) Kebijakan / Strategi Pengembangan Wilayah dalam Lingkup Nasional dengan mempertimbangkan:

    - Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) dan/atau Tatanan Kebandarudaraan Nasional;

    - Rencana Tata Guna Lahan dan prasarana fisik (Rencana Umum Tata Ruang Wilayah/Rencana Umum Tata Ruang Kota/Kabupaten);

    - Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil) dan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok);

    - Kebijakan-kebijakan lain yang ada di daerah tersebut.

    2) Data Topografi, Fisiografi, dan Meteorologi antara lain meliputi:

    - Peta topografi lokasi bandar udara dan daerah di sekitarnya (skala minimal 1 : 50.000);

    - Peta Tata Guna Lahan di lokasi bandar udara dan daerah di sekitarnya;

    - Peta tematik (kehutanan, pertanian, dsb); - Data status dan harga tanah untuk berbagai peruntukan di

    kawasan lokasi bandar udara dan sekitarnya;

    - Data penyelidikan tanah; - Data meteorologi (iklim, arah, dan kecepatan angin minimal 5

    tahun terakhir, kelembaban udara, temperatur, curah hujan,

    lama penyinaran matahari).

    3) Data potensi ekonomi daerah, meliputi;

    - PDB (Produk Domestik Bruto)/PDRB (Produk Domestik Regional Bruto);

    - Kependudukan; - Perdagangan; - Pariwisata; - Perindustrian; - Sumber Daya Alam; - Kondisi sosial ekonomi lingkungan masyarakat; - Potensi ekonomi berbagai sektor/sub sektor yang terkait dengan

    pertumbuhan lalu lintas angkutan udara.

    4) Data finansial dan pendapatan bandar udara, meliputi:

    a) Biaya operasional bandar udara, yaitu biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan pengoperasian dan pengelolaan bandar

    udara, dimana biaya tersebut tidak diperlukan lagi bila bandar udara tidak beroperasi, antara lain :

    - Perawatan dan pemeliharaan; - Transportasi; - Pengeluaran untuk pegawai; - Pengadaan Material; - Administrasi.

  • I - 3

    b) Biaya Non Operasional Bandar Udara, yaitu biaya yang harus

    tetap dikeluarkan walaupun bandar udara sudah tidak beroperasi lagi, antara lain :

    - Fee (Biaya Layanan Keahlian) - Depresiasi Asset (Biaya penyusutan asset) - Amortisasi, yaitu pembayaran kepada debitur (penjual asset)

    secara berkala terhadap asset atau barang yang diserahkan/dijual oleh debitur.

    c) Pendapatan Operasional Bandar Udara, yaitu pendapatan yang

    secara langsung terkait dengan pengelolaan dan pengoperasian

    bandar udara, antara lain bersumber dari : i. Penyediaan, pengusahaan, dan pengembangan fasilitas

    untuk kegiatan pelayanan pendaratan, lepas landas, manuver, parkir dan penyimpanan pesawat udara;

    ii. Penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas terminal untuk pelayanan angkutan penumpang kargo dan pos;

    iii. Penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas elektronika, listrik, air dan instalasi limbah buangan;

    iv. Penyediaan lahan untuk bangunan, lapangan dan industri serta gedung atau bangunan yang berhubungan dengan

    kelancaran angkutan udara; v. Usaha Pelayanan jasa yang secara langsung menunjang

    kegiatan penerbangan, antara lain meliputi :

    - penyediaan hanggar pesawat; - perbengkelan pesawat udara; - pergudangan; - jasa boga pesawat udara; - jasa pelayanan teknis penanganan pesawat udara di

    darat;

    - jasa pelayanan penumpang dan bagasi; - jasa penanganan kargo; - jasa penunjang lainnya yang secara langsung menunjang

    kegiatan penerbangan.

    vi. Usaha Pelayanan jasa yang secara langsung atau tidak langsung menunjang kegiatan bandar udara, antara lain

    meliputi :

    - Jasa penyediaan penginapan/hotel dan transit hotel; - Jasa penyediaan toko dan restoran; - Jasa penempatan kendaraan bermotor; - Jasa perawatan pada umumnya; - Jasa lainnya yang secara langsung atau tidak langsung

    menunjang kegiatan bandar udara.

    vii. Pendapatan Non Operasional Bandar Udara, yaitu pendapatan yang tidak langsung terkait dengan pengelolaan

    dan pengoperasian bandar udara serta akan tetap berlanjut walaupun bandar udara tidak beroperasi lagi, antaRa lain

    bersumber dari :

    - Penyediaan jasa konsultasi, pendidikan dan pelatihan; - Bunga bank.

    5) Data fisik bandar udara yang ada saat ini (eksisting) meliputi :

    - Peta situasi bandar udara;

  • I - 4

    - Citra Satelit yang telah dilakukan koreksi geometrik dan terbaru (minimal 1 tahun terakhir) atau Foto udara small format dengan resolusi spasial paling rendah 1 meter.

    - Peta batas dan status kepemilikan lahan bandar udara; - Data fasilitas sisi udara; - Data fasilitas sisi darat; - Data fasilitas navigasi penerbangan; - Data fasilitas alat bantu pendaratan visual; - Data fasilitas alat bantu pendaratan instrument; - Data fasilitas komunikasi penerbangan; - Data fasilitas pengamatan penerbangan; - Data peralatan penunjang operasi penerbangan; - Data peralatan penunjang operasi bandar udara; - Data fasilitas penunjang bandar udara; - Data fasilitas meteorologi.

    6) Data lalu lintas angkutan udara meliputi :

    - Jumlah pergerakan pesawat; - Jumlah pergerakan penumpang; - Volume pergerakan bagasi; - Volume pergerakan kargo dan pos; - Rute/jaringan dan status penerbangan; - Tipe/jenis pesawat yang beroperasi.

    7) Data tatanan ruang udara dan fasilitas penerbangan, meliputi :

    a) Standar prosedur pendaratan dan lepas landas, melliputi ;

    i. Prosedur Kedatangan ( Arrival Procedure ) antara lain :

    - Holding Pattern; - Final Approach; - Pola lain yang sudah ditetapkan.

    ii. Prosedur Keberangkatan ( Departure Procedure ) antara lain :

    - One Departure; - Two Departure; - Three Departure; - Four Departure; - Pola lain yang sudah ditetapkan.

    iii. Persyaratan ruang udara (Kawasan Keselamatan Operasi

    Penerbangan); iv. Standar pelayanan lalu lintas udara (air traffic services);

    v. Standar dan kriteria tata letak fasilitas penerbangan.

    III. Survey Lapangan

    Survey lapangan pembuatan prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan penumpang dan kargo, kebutuhan fasilitas, tata letak fasilitas, tahapan pelaksanaan pembangunan, Kebutuhan dan

    pemanfaatan lahan meliputi :

    1. Survei dan pemetaan topografi, terdiri dari :

    a. Pemasangan Patok patok tetap / Bench Mark (BM) yang

    bertujuan untuk mendapatkan koordinat setiap patok-patok tetap yang sudah dipasang;

  • I - 5

    Pemasangan Bench Mark dilakukan dengan ketentuan

    teknis sebagai berikut: i. patok terbuat dari patok bertulang, diberi nomor dan

    kode tertentu; ii. patok ditanam sedalam 0,75 m sehingga bagian

    Bench Mark yang berada di atas permukaan tanah setinggi 0,25 m;

    iii. pemasangan patok-patok tetap harus memenuhi ketentuan persyaratan peletakan lokasi, yaitu :

    - dipasang pada lokasi yang sesuai dengan rencana titik-titik tetap yang telah di tentukan di atas peta dasar;

    - bench mark rencana induk dipasang pada area sisi darat dan sisi udara, berjumlah min 20 patok atau sesuai dengan luas lahan bandar udara;

    - mudah dijangkau dan dipasang ditempat yang aman,

    b. Pengukuran Koordinat; 1) Metode pelaksanaan pengukuran koordinat patok-patok

    tetap terdiri atas: a) metode poligon;

    Pengukuran patok koordinat batas lahan dan fasilitas Bandar Udara dengan menggunakan

    metode Poligon dilakukan dengan cara : (1) persiapan pengukuran poligon, meliputi ;

    - pengadaan peta, penyiapan formulir, dan pengadaan informasi tentang titik – titik kontrol kerangka dasar horizontal nasional yang sudah ada (mengacu ke Badan

    Informasi Geospasial (BIG) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN));

    - membuat desain rencana jalur pengukuran Poligon utama dan Poligon cabang.

    (2) metode pengukuran poligon meliputi;

    (a) Poligon utama;

    - Pengukuran Poligon utama harus terikat pada minimal satu titik kerangka dasar horizontal nasional, dan apabila titik kerangka dasar horizontal nasional

    tidak ada atau letaknya relatif jauh dari lokasi pengukuran, maka dapat

    menggunakan titik kerangka horizontal milik Bappeda, Pekerjaan Umum atau

    Pemda yang ada disekitar bandar udara yang bersangkutan.

    - Jalur pengukuran Poligon utama harus membentuk jaringan dari beberapa loop yang tertutup melalui kedua ujung titik

    sumbu landasan. (b) Poligon cabang.

    Pengukuran Poligon cabang harus terikat pada titik pengukuran Poligon utama, baik pada titik awal maupun pada titik akhir.

  • I - 6

    Jalur pengukuran Poligon cabang tidak

    harus berupa loop yang tertutup.

    (3) pelaksanaan pengukuran Poligon, meliputi:

    (a) pekerjaan pengukuran poligon utama Tahapan pengukuran poligon utama terdiri

    dari : pengukuran sudut, dilakukan dengan

    ketentuan teknis sebagai berikut:

    - menggunakan alat theodolite yang telah dikalibrasi (ketelitian

    pembacaan 1” (detik)), salah kolimasi lingkaran horizontal lebih besar dari 30” atau salah index

    lingkaran vertikal lebih besar dari 1' (menit);

    - metode yang digunakan adalah “Fixed Tripod System” menggunakan

    3 (tiga) buah statip dengan 3 (tiga) buah kiap/tribrach sehingga selama pengamatan berlangsung statip

    tersebut harus tetap berada di satu titik, kecuali target dan theodolite

    saja yang berpindah;

    - sebagai titik bantu dalam pengukuran sudut dan jarak dapat

    digunakan patok kayu dengan ukuran 50cm x 5cm x 5cm, yang

    ditengahnya diberi paku payung, bercat merah dan diberi nomor /

    kode pengenal, selanjutnya bagian patok kayu yang ditanam sedalam 35 cm;

    - pengukuran sudut dilakukan dengan double seri dengan ketelitian

    5” (lima detik);

    - Salah penutup sudut maksimum 10" N, dimana N = jumlah titik sudut.

    - Pengamatan sudut vertikal untuk reduksi ke jarak datar dilakukan dengan 2 seri pada setiap ujung titik

    Poligon.

    pengukuran jarak Pengukuran jarak dilakukan dengan

    ketentuan teknis sebagai berikut :

    - menggunakan alat Electronic Distance Measurement yang telah di kalibrasi (basis yang diketahui

    jaraknya);

    - pengamatan jarak dilakukan paling sedikit 3 kali pembacaan dan

    kemudian diratakan;

    - ketelitian alat ukur jarak harus + (5 mm + 5 ppm);

  • I - 7

    - temperatur dan tekanan udara dicatat untuk dilakukan koreksi refraksi dalam proses pengolahan

    data selanjutnya, pencatatan

    dilakukan dalam 30 (menit).

    (b) pekerjaan pengukuran poligon cabang

    Tahapan pengukuran poligon cabang terdiri dari: pengukuran sudut

    pengukuran sudut dilakukan dengan ketentuan teknis sebagai berikut;

    - menggunakan alat theodolite dengan ketelitian pembacaan 1 (satu menit);

    - pengukuran sudut dilakukan satu seri, dengan ketelitian sudut 2 (dua menit);

    - salah penutup sudut maksimum 2N, dimana N = jumlah titik Poligon.

    pengukuran jarak, dilakukan dengan ketentuan teknis sebagai berikut;

    - sebagai titik bantu dapat digunakan patok kayu yang dipasang sesuai dengan rencana pengukuran Poligon cabang,

    dengan jarak antar patok adalah 75 m sampai dengan 100 m.

    - sisi Poligon diukur pulang pergi dengan pita ukur, masing-masing minimal 2 kali pembacaan;

    b) metode Global Positioning System (GPS)

    Pengukuran koordinat patok-patok tetap dengan menggunakan metode Global Positioning System (GPS)

    dilakukan dengan memperhatikan persyaratan terhadap: 1) peralatan pengukuran GPS;

    Peralatan pengukuran GPS harus memenuhi

    persyaratan sebagai berikut :

    - Receiver GPS yang digunakan harus dari tipe Geodetic dan bukan tipe Navigasi, serta harus mampu mengamati minimal 4 (empat) satelit pada setiap tempat pengamatan;

    - Antena yang digunakan harus dilengkapi dengan Ground Absorbent Plane untuk mereduksi efek

    multipath;

    - Antena yang digunakan harus mempunyai phase centre yang relatif stabil dan mempunyai gain

    patern yang baik agar dapat mengamati sinyal yang datang dari semua arah.

    2) metode pengukuran GPS Geodetik;

    Metode pengukuran GPS Geodetik dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

  • I - 8

    - pengamatan dilakukan dengan metode statis (Static Positioning), dan selama pengamatan posisi receiver GPS tidak bergerak;

    - penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan metode relatif (Differential Positioning);

    - jumlah receiver GPS yang digunakan dalam satu sesi pengukuran minimum 2 (dua) set;

    - pengamatan dilakukan baseline per baseline; - data pengamatan posisi yang digunakan adalah

    data fase;

    - jaringan pengukuran yang besar harus dibentuk menjadi loop – loop kecil, dan jumlah baseline

    maksimum yang membentuk setiap loop tidak lebih dari 8 (delapan) baseline;

    - Baseline yang diamati harus saling menutup dalam suatu loop, dan apabila pengamatan baseline harus dilakukan secara terlepas (metode radial)

    maka setiap baseline diamati 2 (dua) kali pada 2 (dua) sesi pengamatan yang berbeda;

    - pengamatan suatu jaringan titik-titik GPS harus dimulai dari suatu baseline yang terikat langsung dengan titik ikat;

    - minimal terdapat satu patok-patok tetap yang dapat dijadikan sebagai titik ikat/referensi

    pengukuran GPS yang diketahui koordinatnya dalam sistem WGS – 1984 (Mengacu kpada Titik ikat referensi nasional (Badan Informasi Geospasial

    (BIG));

    - apabila di lokasi bandar udara dan sekitarnya, tidak terdapat patok-patok tetap yang dapat dijadikan sebagai titik ikat/referensi pengukuran GPS yang diketahui koordinatnya dalam sistem

    WGS – 1984, maka : ruang hitungan yang digunakan adalah WGS –

    1984; harga pendekatan koordinat absolut untuk

    seluruh titik dalam jaringan ditentukan melalui pengikatan pada satu titik yang koordinatnya ditentukan melalui :

    pengukuran menggunakan metode absolut (point) positioning;

    jenis data yang digunakan pseudorange;

    penentuan posisi dilakukan dengan metode Static Positioning.

    metode perataan yang digunakan adalah

    perataan jaring bebas.

    3) persiapan pengukuran GPS

    Persiapan pengukuran GPS meliputi :

    - pengadaan peta-peta, penyiapan formulir, dan pengadaan informasi tentang titik-titik kontrol

    kerangka dasar horizontal nasional yang sudah ada;

  • I - 9

    - mendesain geometri jaringan awal dan jaringan final;

    - membuat Sky Plot satelit dan grafik Dilution of Precision (DOP), serta membuat dokumentasi rencana waktu pengamatan satelit.

    4) pelaksanaan pengukuran GPS Pelaksanaan pengukuran GPS dilakukan dengan

    ketentuan sebagai berikut :

    - sudut elevasi (mask angle) harus lebih kecil dari 15 (derajat);

    - jumlah satelit yang diamati pada setiap sesi pengamatan minimal 4 (empat) buah;

    - lama pengamatan dalam satu sesi 60 – 120 (menit);

    - nilai Positional Dilution of Precision (PDOP) pada saat pengamatan harus lebih kecil atau sama

    dengan 5 (lima), dan nilai Geometrical Dilution of Precision (GDOP) harus lebih kecil atau sama

    dengan 8 (delapan);

    - sebelum pelaksanaan survey pengukuran lapangan, alat receiver GPS yang digunakan

    terlebih dahulu harus dilakukan kalibrasi;

    - kalibrasi receiver dapat dilakukan dengan mengukur panjang baseline nol, dan pengamatan

    dilakukan sekitar 120 (menit);

    - antena harus diunting tepat di atas titik dan di pasang setinggi mungkin.

    - tinggi antena harus di ukur, pengukuran tinggi antena dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan

    sesudah pengamatan.

    - setiap pengukuran dilakukan tiga kali, dengan ketelitian 1 mm.

    c. Pengamatan Azimuth Matahari

    Pengamatan azimuth matahari dilakukan dengan menggunakan prisma Reolof dengan kegiatan sebagai

    berikut :

    - pengamatan matahari minimal 2 seri untuk pagi dan 2 seri untuk sore hari;

    - pengamatan dilakukan pada saat tinggi matahari antara 20 – 40 (derajat);

    - pengamatan dilakukan setiap jarak 5 km, pada titik simpul dan diupayakan di ujung sumbu landasan serta

    dilakukan di atas patok–patok tetap dengan titik target ke patok–patok tetap yang lain;

    - pengamatan sudut dengan kesalahan maksimum 30“ (tiga puluh detik).

    d. Pengukuran Elevasi (Sipat Datar); Pengukuran sipat datar bertujuan untuk menentukan

    ketinggian titik - titik kerangka dasar horizontal pemetaan yang meliputi pengukuran sipat datar utama dan sipat

    datar sekunder.

  • I - 10

    1) Pengukuran sipat datar utama dilakukan dengan

    ketentuan teknis sebagai berikut :

    - alat yang digunakan adalah waterpass tipe automatic level instrument;

    - jalur pengukuran mengikuti jalur poligon utama; - pembacaan dilakukan terhadap 3 (tiga) benang

    (atas, tengah, bawah);

    - minimal 2 (dua) kali dalam setiap minggu alat harus dicek kesalahan garis bidik dengan

    menggunakan basis 100 meter;

    - usahakan jumlah slag perseksi genap; - pada waktu pembidikan diusahakan agar jumlah

    jarak ke belakang ( DB) sama dengan jumlah

    jarak ke muka ( DM), dan apabila DB DM, hasil hitungan beda tinggi perlu dikoreksi;

    - jarak pembacaan dari alat waterpas ke rambu maksimum 50 m;

    - pada jalur yang tertutup pengukuran harus dilakukan pergi dan pulang, sedangkan pada

    jalur yang terbuka harus double stand dan pergi pulang;

    - rambu harus diberi alas atau Straatpot, kecuali pada patok kayu dan BM;

    - dalam pengukuran waterpas, rambu-rambu harus digunakan secara selang-seling, sehingga rambu yang diamati pada titik awal akan menjadi rambu

    yang diamati pada titik akhir;

    - tinggi BM dari permukaan tanah harus diukur; - salah penutup maksimum 8 D mm, dimana D

    adalah jumlah jarak dalam satuan km; 2) Pengukuran sipat datar sekunder dilakukan dengan

    ketentuan teknis sebagai berikut :

    - jalur pengukuran mengikuti jalur poligon sekunder;

    - salah penutup maksimum 15 D mm, dimana D adalah jumlah jarak dalam satuan km;

    - pengukuran dilakukan untuk arah pergi saja; - tinggi patok kayu dari permukaan tanah harus

    diukur;

    - ketentuan-ketentuan lain sama seperti pada pengukuran sipat datar utama.

    - hasil pengukuran sipat datar dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:

    untuk sipat datar utama dihitung dengan cara perhitungan perataan kwadrat terkecil;

    untuk sipat datar sekunder dihitung dengan cara perhitungan perataan biasa;

    perhitungan tinggi (H) diikatkan ke titik kerangka dasar vertikal nasional dan dihitung

    dalam Sistim Ketinggian Bandar Udara.

    e. Pengolahan data survey dan pemetaan; 1) Pengolahan data hasil pengukuran Poligon utama

    dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

  • I - 11

    - hitungan dilakukan dengan menggunakan metode perataan Metode Bowditch kemudian dilanjutkan dengan penghitungan menggunakan perataan

    metode Kwadrat terkecil dengan menggunakan hasil hitungan pertama sebagai koordinat pendekatan;

    - hasil hitungan menggunakan metode Perataan Bowditch harus memenuhi persyaratan toleransi salah linier jarak maksimum 1 : 10.000 dan hasil

    hitungan menggunakan metode Perataan Kuadrat Terkecil harus memenuhi persyaratan kesalahan

    memanjang (longitudinal error) dan kesalahan

    melintang (transversal error) maksimum 4 D Mm, dimana D adalah jarak titik awal dan titik akhir

    Poligon dalam satuan Km.

    2) pengolahan data poligon cabang dilakukan deengan

    ketentuan teknis sebagai berikut:

    - hitungan dilakukan dengan menggunakan metode perataan Bowditch;

    - toleransi salah linier jarak maksimum 1 : 5.000.

    3) Pengolahan data pengukuran GPS dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :

    a) perataan baseline, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

    (1) perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan proses hitungan baseline harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

    - mampu mengolah (memproses) data carrier beat fase dan data pseudorange;

    - mampu memecahkan cycle slips dan cycle ambiguity;

    - mampu memproses data dalam single dan dual frekuensi;

    - menyediakan model koreksi atmosfir; - pemprosesan menyertakan tinggi antena di

    atas titik pilar dan dapat dikonversikan

    dalam komponen vertikal.

    (2) hasil hitungan perataan baseline menggunakan perangkat lunak harus dapat memberikan

    informasi tentang indikator terhadap kualitas data yang akan dipantau untuk mengecek

    kualitas koordinat yang diperoleh, antara lain :

    - nilai Root Mean Squares (RMS), harga maksimum dan minimum, deviasi standard

    dari residual;

    - nilai faktor variansi a posteriori; - matriks variansi – kovariansi dari vektor

    parameter baseline;

    - hasil dari test statistik terhadap residual maupun vektor baseline;

    - banyaknya data yang tidak baik dan dibuang / ditolak;

  • I - 12

    - jumlah cycle slips yang terdeteksi dan berhasil dikoreksi.

    b) perataan jaring, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut meliputi:

    (1) perataan jaring bebas dilakukan dengan hanya menggunakan satu titik tetap dan dimaksudkan untuk memeriksa konsistensi

    data vektor baseline satu terhadap lainnya; (2) setelah melalui tahapan perataan jaring bebas

    dan kontrol kualitasnya, selanjutnya vektor-

    vektor baseline yang diterima diproses kembali dalam perataan jaring terikat.

    (3) pada perataan ini semua titik tetap digunakan, dan koordinat titik-titik yang diperoleh dan

    sukses melalui proses kontrol kualitas akan dianggap sebagai koordinat final;

    (4) hasil hitungan perataan jaringan harus dapat

    menyajikan indikator kualitas yang akan dipantau untuk mengecek kualitas koordinat

    yang diperoleh, yaitu ;

    - nilai Root Mean Squares, harga maksimum dan minimum, serta deviasi baku dari

    residual;

    - nilai faktor variansi a postriori; - matriks variansi – kovariansi dari koordinat; - dimensi dari ellips kesalahan relatif dan

    absolut;

    - hasil test statistik terhadap residual maupun koordinat;

    - jumlah vektor baseline yang ditolak (outlier);

    - perbedaan harga-harga statistik antara yang diperoleh dari hitung perataan

    jaringan bebas dan dari hitung perataan jaring terikat.

    c) ketelitian hasil pengukuran GPS dilakukan dengan

    ketentuan sebagai berikut:

    - vektor baseline yang akan digunakan sebagai masukan pada perataan jaring harus memenuhi

    persyaratan sebagai berikut :

    - selisih dari double difference float dengan double difference fix dalam komponen panjang

    maksimal 6,6 cm;

    - dari ketiga solusi yang dihasilkan oleh perangkat lunak pemrosesan baseline, maka double

    difference fix yang dijadikan masukan pada perangkat lunak perataan jaring;

    - ratio yang terdapat pada hasil double difference fix minimal 3;

    - standar deviasi dari masing-masing komponen vektor baseline tidak boleh lebih dari 3 Cm.

    - kontrol kualitas hasil perataan jaring dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

  • I - 13

    - standar residu dianggap baik apabila berada pada selang interval –2,5 sampai 2,5;

    - test faktor variansi dilakukan dengan menggunakan tingkat derajat kepercayaan

    (Confidence Level Used) sebesar 95%;

    - besaran semi mayor aksis relatif pada ellip kesalahan dihitung dengan besaran ketelitian yang ditetapkan sebesar 3 ppm.

    f. Pembuatan peta situasi Penyajian dan penggambaran situasi di bandar udara dan sekitarnya dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

    - data topografi berupa besaran koordinat harus disajikan dalam Sistim Koordinat Bandar Udara (ACS), Sistim Koordinat UTM dan Sistim Koordinat Geografis;

    - data topografi berupa besaran titik tinggi disajikan dalam bentuk kontur dengan ketentuan interval sama

    dengan skala dibagi 2.000;

    - tata letak fasilitas bandar udara, berupa fasilitas pokok dan penunjang bandar udara;

    - legenda/keterangan; - superimpose layout bandar udara dengan citra satelit

    atau foto udara.

    Contoh superimpose layout bandar udara dengan citra

    satelit atau foto udara sebagaimana tercantum dalam Gambar I-1.

  • I - 14

    G

    amba

    r 1

    . S

    upe

    r I

    mpo

    se

    Lay

    out

    Ba

    ndar

    Gambar I.1. Gambar superimpose Layout Bandar Udara dengan Foto Udara

  • I - 15

    2. Penyelidikan tanah, terdiri dari :

    a. Pekerjaan lapangan, antara lain :

    - Boring, yaitu pengambilan sampel tanah untuk mengetahui karakteristik fisik dan mekanis tanah dan biasanya

    dilakukan di lokasi Tes Pit.

    - Sondir, yaitu penelitian tanah untuk mengetahui derajat kekerasan/kelembekan struktur tanah.

    - Tes Pit, yaitu penelitian tanah dengan penggalian lubang untuk mengetahui susunan / lapisan dan struktur perkerasan secara visual.

    - Pengambilan sample adalah pengambilan contoh tanah untuk mengetahui sifat dan karakteristik tanah, yang

    selanjutnya digunakan dalam perencanaan dan perancangan fasilitas bandar udara. Pengambilan sample juga dilakukan dapa daerah sumber material (Quarry).

    b. Pekerjaan Uji Laboratorium, antara lain :

    - Atterberg limits adalah pekerjaan untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah per butir halus pada kadar air yang

    bervariasi dengan menentukan batas susut, batas plastis dan batas cair pada tanah;

    - Specific grafity dan Water Content adalah pekerjaan penelitian untuk membandingkan berat air dan berat butiran padat pada suatu volume tanah;

    - CBR Test adalah pekerjaan untuk menentukan CBR (California Bearing Ratio) tanah serta campuran tanah agregate yang dipadatkan di laboratorium pada kadar air

    tertentu;

    - Consolidation Test adalah pekerjaan untuk menentukan kekuatan geser tanah pada keadaan tertentu akibat adanya penambahan beban di atas suatu permukaan tanah, yang menyebabkan lapisan tanah dibawahnya mengalami

    penurunan konsolidasi;

    - Permeability Test adalah pekerjaan untuk mendapatkan koefisien rembesan tanah, yang diperlukan untuk memperkirakan gaya angkat suatu beban yang ada di bawah

    permukaan air tanah;

    - Grain Size Analysis adalah pekerjaan analisis besaran butir tanah yang diperlukan sebagai masukan dalam

    mempertimbangkan penggunaan material konstruksi;

    - Compaction Test adalah pekerjaan untuk mendapatkan berat volume kering maksimum dan kadar air optimum pada

    tanah dalam upaya meningkatkan daya dukung gaya beban diatasnya;

    - Soil Description adalah uraian jenis tanah, yang diperlukan untuk perancangan fasilitas bandar udara dan penentuan

    material konstruksinya.

    3. Permintaan jasa angkutan udara, terdiri dari :

    a. Survei pasar yaitu survei strategi / perencanaan badan-badan

    dan perusahaan yang terkait dengan angkutan udara, seperti perusahaan penerbangan, industri pesawat;

  • I - 16

    b. Survei karakteristik (asal dan tujuan perjalanan, dsb)

    pengguna jasa angkutan udara.

    4. Identifikasi dampak lingkungan hidup, terdiri dari : a. Kebisingan;

    b. Pencemaran udara dan air akibat pengoperasian bandar udara dan pesawat udara;

    c. Dampak terhadap flora dan fauna; d. Dampak terhadap sosial, ekonomi dan budaya; e. Kesehatan masyarakat;

    f. Pengendalian limbah padat dan cair.

    IV. ANALISA DATA

    1. Prakiraan Permintaan Kebutuhan Pelayanan Penumpang Dan Kargo

    Prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan penumpang dan kargo merupakan peramalan jumlah pergerakan pesawat udara, penumpang dan kargo (demand). Prakiraan permintaan

    kebutuhan pelayanan penumpang dan kargo dilakukan berdasarkan pada hasil survey permintaan jasa angkutan udara

    serta analisa pergerakan dan kebutuhan pengguna jasa angkutan udara. dengan memperhatikan :

    a. Potensi penumpang dan kargo tahunan/jam sibuk dengan kajian asal tujuan penumpang dan kargo (Origin Destination), kemampuan membayar (Ability to Pay/ATP) dan kemauan

    membayar (Willingnes To Pay/WTP); b. Potensi jaringan rute penerbangan dengan asal tujuan

    penumpang dan kargo (Origin /Destination); dan c. Potensi ketersediaan armada atau pesawat dengan kajian

    kapasitas penumpang, jarak tempuh pesawat, umur pesawat dan perkembangan teknologi (jenis/tipe).

    1) Perhitungan pergerakan / kebutuhan jasa angkutan udara sekurang-kurangnya meliputi:

    a) pergerakan penumpang tahunan, harian dan jam sibuk;

    b) pergerakan kargo dan pos tahunan dan jam sibuk;

    c) pergerakan pesawat (schedule dan non schedule)tahunan, harian, dan jam sibuk;

    d) jaringan/rute penerbangan masa mendatang; e) pengoperasian jenis/tipe pesawat masa mendatang;

    f) pergerakan/jumlah pekerja, pengunjung serta pengantar dan penjemput.

    Perhitungan pergerakan/kebutuhan jasa angkutan udara tercantum sebagaimana tabel I.1.

    Tabel I.1. Prakiraan Pergerakan/Kebutuhan Jasa Angkutan Udara

    No. Uraian

    Pentahapan

    Keterangan Tahap

    I

    Tahap

    II

    Tahap

    ...

    Tahap

    Ultimate

    I PENUMPANG (Pertahun)

    - Internasional

    - Domestik

    - Total

  • I - 17

    II KARGO (Pertahun)

    - Internasional

    - Domestik

    - Total

    III Angkutan Pos Udara (Pertahun)

    IV PERGERAKAN PESAWAT

    (Pertahun)

    - Internasional

    - Domestik

    - Total

    V JAM SIBUK PENUMPANG

    - Internasional

    - Domestik

    - Total

    VI JAM SIBUK PESAWAT

    - Internasional

    - Domestik

    - Total

    2) Perhitungan ekonomi sekurang-kurangnya meliputi: a) pembandingan kondisi bandar udara dikembangkan

    dan bandar udara tidak dikembangkan; b) manfaat yang akan diperoleh apabila bandar udara

    dikembangkan;

    c) biaya dan manfaat yang hilang apabila bandar udara tidak dikembangkan;

    d) Nett Present Value (NPV); e) Economic Internal Rate of Return (EIRR);

    f) Benefit Cost Ratio (BCR); g) Payback Period.

    3) Perhitungan finansial sekurang-kurangnya meliputi:

    a) Nett Present Value (NPV) Nett Present Value adalah nilai keuntungan bersih

    saat sekarang, yang perhitungannya berdasarkan pada manfaat yang diperoleh untuk proyek pembangunan bandar udara pada suatu kurun

    waktu tertentu dengan mempertimbangkan besaran tingkat bunga bank komersial;

    b) Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return adalah tingkat bunga

    pengembalian suatu proyek pembangunan bandar udara, yang perhitungannya berdasarkan pada besaran NPV sama dengan nol. Proyek pembangunan

    bandar udara dinyatakan lebih menguntungkan, apabila IRR lebih besar dari tingkat bunga bank

    komersial. Sebaliknya, proyek tersebut dinyatakan kurang menguntungkan, apabila IRR lebih rendah

    dari tingkat bunga bank komersial.

  • I - 18

    c) Profitability Index (PI) atau Benefit Cost Ratio (BCR)

    Profitability Index atau Benefit Cost Ratio adalah suatu besaran yang membandingkan antara

    keuntungan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan dalam suatu kurun waktu

    penyelenggaraan proyek pembangunan bandar udara. Satu proyek pembangunan bandar udara

    dinyatakan menguntungkan, apabila besaran PI atau BCR lebih besar dari sati. Sebaliknya, proyek tersebut dinyatakan tidak layak, apabila besaran PI

    atau BCR lebih kecil dari satu.

    d) Payback Period (PP)

    Payback Period adalah kurun waktu dalam tahun yang diperlukan untuk mengembalikan sejumlah

    dana yang telah dikeluarkan dalam suatu proyek pembangunan bandar udara. Metode Payback Period

    tidak memperhatikan nilai waktu dalam aliran uang (time value of money cash flow) serta mengabaikan aliran pengeluaran dana setelah kurun waktu

    perhitungan payback period, namun metode ini mudah dipahami dan menerapkannya.

    2. Kebutuhan Fasilitas

    Kebutuhan fasilitas merupakan gambaran besaran fasilitas yang dibutuhkan suatu bandar udara baik fasilitas sisi udara, fasilitas sisi darat, fasilitas navigasi dan telekomunikasi. Kebutuhan

    fasilitas dihitung berdasarkan hasil perhitungan dan kajian kebutuhan fasilitas pokok dan penunjang bandar udara

    berdasarkan prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan penumpang dan kargo.

    a) Fasilitas pokok bandar udara terdiri dari : 1) Fasilitas sisi udara (Airside Facility) antara lain :

    - landas pacu (runway); - Strip Landas Pacu, runway end safety area (RESA),

    stopway, clearway;

    - landas hubung (taxi way); - landas parkir (apron); - marka dan rambu; dan - taman meteo (fasilitas dan peralatan pengamatan

    cuaca). 2) Fasilitas sisi darat (landside facility) antara lain :

    - bangunan terminal penumpang; - bangunan terminal kargo; - menara pengatur lalu lintas penerbangan (Control

    Tower);

    - bangunan operasional penerbangan; - jalan masuk (access road); - parkir kendaraan bermotor; - depo pengisian bahan bakar pesawat udara; - bangunan hanggar; - bangunan administrasi/perkantoran; - marka dan rambu; serta - fasilitas pengolahan limbah.

  • I - 19

    3) Fasilitas Keselamatan dan Keamanan antara lain:

    - pertolongan kecelakaan penerbangan – pemadam kebakaran (PKPPK);

    - salvage; - alat bantu navigasi penerbangan; - alat bantu pendaratan visual (Airfield Lighting System); - catu daya kelistrikan; dan - pagar.

    b) Fasilitas penunjang merupakan fasilitas yang secara langsung dan tidak langsung menunjang kegiatan bandar udara dan memberikan nilai tambah secara ekonomis pada

    penyelenggaraan bandar udara, antara lain:

    - fasilitas perbengkelan pesawat udara; - fasilitas pergudangan; - penginapan/hotel; - toko; - restoran; - jasa boga; - lapangan golf dan sarana olah raga lainnya.

    Dasar kebutuhan fasilitas mengacu pada standar / ketentuan

    yang berlaku (ICAO, FAA, IATA, dll). Rencana Pengembangan dan Tahapan Pembangunan bandar udara sebagaimana Tabel I.2.

    Tabel I.2. Rencana Pengembangan dan Tahapan Pembangunan Bandar Udara

    No. Uraian

    Pentahapan

    Keterangan Tahap

    I

    Tahap

    II

    Tahap

    ...

    Tahap

    Ultimate

    I Fasilitas Sisi

    Udara

    - Pesawat terbesar

    - Landas Pacu

    - Declared Distance

    LDA

    TORA

    TODA

    ASDA

    - Landas Hubung

    - Tempat parkir pesawat

    - Strip Landas Pacu

    - dll

    II Fasilitas Sisi Darat

    - Terminal Penumpang

    - Terminal Kargo

    - Menara Pengatur Lalu lintas

    Penerbangan

    - Bangunan Operasional

    Penerbangan

    - dll

  • I - 20

    3. Tata Letak Fasilitas

    Tata letak fasilitas merupakan gambaran umum rencana konfigurasi bandar udara, rencana perletakan fasilitas sisi udara dan fasilitas sisi darat serta rencana perletakan fasilitas navigasi

    penerbangan. Tata letak fasilitas direncanakan sesuai dengan kebutuhan fasilitas berdasarkan pada standar teknis dan kondisi

    lahan setelah melakukan kajian/analisa berupa : a. kajian/analisis tapak (site),topografi, penyelidikan tanah (soil

    investigation) yang meliputi; 1) pengembangan pada areal di sekitar bandar udara;

    2) kondisi atmosferik, seperti kabut, asap, cuaca, angin turbulen, dsb yang dapat berakibat pada pengurangan visibility dan kapasitas bandar udara;

    3) aksesibilitas dengan moda angkutan lain, seperti jalan raya, stasiun kereta api, pelabuhan, penyebrangan dan

    lain sebagainya; 4) ketersediaan lahan bagi pengembangan di masa yang

    akan datang; 5) faktor topografi yang akan berakibat pada konstruksi

    biaya tinggi seperti timbunan/galian, drainase, tanah

    jelek, dan lain sebagainya; 6) identifikasi dampak lingkungan yang akan terjadi.

    b. kajian/analisa drainase bandar udara; c. kajian/analisa konfigurasi fasilitas pokok bandar udara:

    runway, strip landas pacu, apron, taxiway, terminal area dan aksesibilitas jalan masuk menuju bandar udara sesuai dengan

    hasil perhitungan dan kajian kebutuhan fasilitas tersebut; d. kajian/analisa arah angin (wind rose) tahunan; e. kajian/analisa objek-objek obstacle di sekitar bandar udara

    yang meliputi; 1) standar prosedur dan lepas landas;

    2) persyaratan ruang udara (Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan);

    3) pelayanan lalu lintas udara; 4) peralatan navigasi yang digunakan.

    III Fasilitas

    Keselamatan dan Keamanan

    - PKPPK

    - Fasilitas Navigasi

    Penerbangan (NDB, DVOR,

    DME, RVR, ILS,

    RADAR, VHV-DF, dll)

    - Fasilitas pendaratan

    visual

    - Catu daya kelistrikan

    - Fasilitas komunikasi penerbangan

  • I - 21

    f. kajian/analisa kondisi atmosferik (kelembaban udara, curah

    hujan, temperatur, visibility, dll); g. kajian/analisa pengembangan pada areal di sekitar bandar

    udara; h. kajian/analisa ketersediaan lahan pengembangan; dan

    i. kajian/analisa aksesibilitas dengan moda angkutan lain.

    Rencana Induk Bandar Udara dan Tata Letak Fasilitas Sisi Darat Bandar Udara sebagaimana tercantum pada Gambar I.2 dan Gambar I.3.

    4. Tahapan Pelaksanaan Pembangunan

    Tahapan pelaksanaan pembangunan merupakan gambaran umum

    rencana pengembangan fasilitas bandar udara tiap-tiap tahapan hingga tahap akhir (ultimate phase) untuk mewujudkan efisiensi dan efektifitas pembangunan dengan mengutamakan optimalisasi

    fasilitas eksisting (efficiency) dan kemudahan pelaksanaan pembangunan (implementatif). Tahapan pelaksanaan

    pembangunan disusun berdasarkan kebutuhan (demand) pelayanan penumpang dan kargo dengan kajian / analisis

    terhadap :

    a. rencana tata guna lahan hingga desain tahap akhir (ultimate

    phase); b. kebutuhan fasilitas bandar udara dengan skala prioritas yang

    mempertimbangkan faktor kebutuhan dan ketersediaan anggaran;

    c. rencana tata letak fasilitas bandar udara; dan

    d. rencana pengembangan fasilitas bandar udara tiap-tiap tahapan pembangunan hingga tahap akhir (ultimate phase).

    Tahapan pelaksanaan pembangunan bandar udara tercantum

    sebagaimana Gambar I.2 dan Gambar I.3.

  • I - 22

    Gambar I.2. Rencana Induk Bandar Udara dan Tahapan Pelaksanaan Pembangunan Bandar Udara

  • I - 23

    Gambar I.3. Fasilitas Sisi Darat dan Tahapan Pelaksanaan Pembangunan Bandar Udara

  • I - 24

    Gambar I.4. Kebutuhan Lahan dan Pemanfaatan Lahan Bandar Udara

  • I - 25

    5. Kebutuhan dan Pemanfaatan Lahan

    Kebutuhan dan pemanfaatan lahan merupakan gambaran rencana

    besaran lahan yang akan digunakan untuk pengembangan fasilitas bandar udara sampai dengan tahap akhir (ultimate).

    Kebutuhan dan pemanfaatan lahan didasarkan pada hasil perhitungan dan kajian kebutuhan dan pemanfaatan lahan

    optimal sampai dengan tahap ultimate yang terdiri atas:

    a. Luas lahan yang telah ada: dan/atau (untuk bandar udara eksisting)

    b. Luas lahan tambahan untuk pengembangan; (untuk bandar udara eksisting)

    c. Prakiraan kebutuhan lahan pembangunan; dan d. Peta kepemilikan lahan dan rencana pembebasan lahan.

    Kebutuhan lahan dan Pemanfaatan lahan bandar udara sebagaimana tercantum pada gambar I.4. Tabel koordinat batas

    lahan sisi darat dan tabel koordinat batas lahan sisi udara pada bandar udara baru sebagaimana Tabel I.3 dan Tabel I.4. Tabel

    koordinat batas lahan eksisting/yang telah ada dan tabel koordinat batas lahan pengembangan pada bandar udara eksisting

    sebagaimana Tabel I.5 dan Tabel I.6.

    Tabel I.3. Daftar Sistem Koordinat Batas Lahan Sisi Darat Bandar Udara ......(nama bandar udara)-......(nama kota/kabupaten)

    Nomor

    Titik

    Sistim Koordinat

    Bandar Udara (ACS)

    Sistim Koordinat Dengan Referensi Ellipsoid

    WGS-84 (ID-95)

    X

    (meter)

    Y

    (meter)

    Koordinat UTM Koordinat Geografis

    X

    (meter)

    Y

    (meter)

    Lintang

    ...

    Bujur

    Timur (BT)

    º ‘ " º ‘ "

    A1

    A2

    A3

    dst.

    Tabel I.4. Daftar Sistem Koordinat Batas Lahan Sisi Udara

    Bandar Udara ......(nama bandar udara)-......(nama kota/kabupaten)

    Nomor Titik

    Sistim Koordinat

    Bandar Udara

    Sistim Koordinat Dengan Referensi Ellipsoid

    WGS-84 (ID-95)

    (ACS) Koordinat UTM Koordinat Geografis

    X (meter)

    Y (meter)

    X (meter)

    Y (meter)

    Lintang ...

    Bujur Timur (BT)

    º ‘ " º ‘ "

    B1

    B2

    B3

    dst.

  • I - 26

    Tabel I.5. Daftar Sistem Koordinat Batas Lahan yang telah ada/Eksisting

    Bandar Udara ......(nama bandar udara)-......(nama kota/kabupaten)

    Nomor

    Titik

    Sistim Koordinat Bandar Udara

    (ACS)

    Sistim Koordinat Dengan Referensi Ellipsoid

    WGS-84 (ID-95)

    X

    (meter)

    Y

    (meter)

    Koordinat UTM Koordinat Geografis

    X (meter)

    Y (meter)

    Lintang ...

    Bujur Timur (BT)

    º ‘ " º ‘ "

    A1

    A2

    A3

    A4

    dst.

    Tabel I.6. Daftar Sistem Koordinat Batas Lahan Pengembangan

    Bandar Udara ......(nama bandar udara)-......(nama kota/kabupaten)

    Nomor Titik

    Sistim Koordinat

    Bandar Udara

    Sistim Koordinat Dengan Referensi Ellipsoid

    WGS-84 (ID-95)

    (ACS) Koordinat UTM Koordinat Geografis

    X (meter)

    Y (meter)

    X (meter)

    Y (meter)

    Lintang ...

    Bujur Timur (BT)

    º ‘ " º ‘ "

    B1

    B2

    B3

    B4

    dst.

    DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, Pelaksana Tugas,

    ttd

    BAMBANG TJAHJONO

  • II-1

    LAMPIRAN II

    Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara

    Nomor : KP 590 TAHUN 2014

    Tanggal : 12 DESEMBER 2014 Tentang

    Pedoman Teknis Pembuatan Rencana Induk Bandar Udara

    PEDOMAN TEKNIS PEMBUATAN

    DAERAH LINGKUNGAN KERJA BANDAR UDARA (DLKr)

    I. Tenaga ahli, Tenaga Penunjang dan Peralatan

    Dalam melaksanakan pekerjaan daerah lingkungan kerja bandar udara

    diperlukan tenaga ahli, tenaga penunjang dan peralatan yang meliputi:

    1. Tenaga ahli meliputi tenaga ahli yang menguasai bidang ilmu : a. Teknik Geodesi;

    b. Perencanaan Bandar Udara; c. Keselamatan Penerbangan;

    2. Tenaga Penunjang antara lain :

    a. Ass. Ahli Geodesi b. Sekretaris/Operator Komputer c. CAD Operator;

    d. Tenaga Administrasi e. Tenaga Lokal

    3. Peralatan yang digunakan berdasarkan pada metode pengukuran

    yang diterapkan di lapangan, yaitu:

    a. pengukuran dengan menggunakan metode Poligon, antara lain:

    1) alat ukur Jarak Elektronik

    2) alat Ukur sudut / Total station 3) alat ukur jarak roll meter

    4) alat komunikasi radio; 5) komputer.

    b. pengukuran dengan menggunakan metode Global Positioning

    System (GPS), antara lain:

    1) alat ukur koordinat (Receiver GPS);

    2) antena Receiver GPS; 3) komputer;

    4) catu daya; 5) alat ukur tinggi antena;

    6) alat Komunikasi radio; 7) petunjuk waktu; 8) Battery charger.

  • II-2

    II. Inventarisasi Data

    Inventarisasi data fasilitas Bandar udara, meliputi:

    a) Fasilitas pokok bandar udara terdiri dari : 1) Fasilitas sisi udara (Airside Facility) antara lain :

    - landas pacu (runway); - runway strip, runway end safety area (RESA), stopway,

    clearway;

    - landas hubung (taxi way); - landas parkir (apron); - marka dan rambu; dan - taman meteo (fasilitas dan peralatan pengamatan cuaca).

    2) Fasilitas sisi darat (landside facility) antara lain :

    - bangunan terminal penumpang; - bangunan terminal kargo; - menara pengatur lalu lintas penerbangan (Control Tower); - bangunan operasional penerbangan; - jalan masuk (access road); - parkir kendaraan bermotor; - depo pengisian bahan bakar pesawat udara; - bangunan hanggar; - bangunan administrasi/perkantoran; - marka dan rambu; serta - fasilitas pengolahan limbah.

    3) Fasilitas Keselamatan dan Keamanan antara lain:

    - pertolongan kecelakaan penerbangan – pemadam kebakaran (PKPPK);

    - salvage; - alat bantu navigasi penerbangan; - alat bantu pendaratan visual (Airfield Lighting System); - catu daya kelistrikan; dan - pagar.

    b) Fasilitas penunjang merupakan fasilitas yang secara langsung dan

    tidak langsung menunjang kegiatan bandar udara dan memberikan nilai tambah secara ekonomis pada penyelenggaraan bandar udara,

    antara lain:

    - fasilitas perbengkelan pesawat udara; - fasilitas pergudangan; - penginapan/hotel; - toko; - restoran; - lapangan golf dan sarana olah raga lainnya.

    c) fasilitas navigasi penerbangan, antara lain:

    1) Non Directional Beacon (NDB); 2) Doppler VHF Omni Range (DVOR);

    3) Distance Measuring Equipment (DME); 4) Runway Visual Range (RVR); 5) Instrument Landing System (ILS); 6) Radio Detection and Ranging (RADAR); 7) Very High Frequency-Direction Finder (VHF-DF);

    8) Differential Global Pasitioning System (DGPS); 9) Automatic Dependent Surveillance (ADS).

  • II-3

    10) Satelite Navigation System; 11) Aerodrome Surface Detection Equipment; 12) Very High Frequency Omnidirectional Range.

    III. Survey Lapangan dan Analisa Data 1. Terhadap inventarisasi data fasilitas bandar udara, dilakukan analisa

    data sebagai berikut: a. menentukan tata lahan fasilitas bandar udara yang eksisting dan

    rencana pengembangan dengan memberi tanda patok dan diukur koordinatnya;

    b. koordinat patok titik bantu batas lahan fasilitas bandar udara,

    merupakan satu kesatuan lahan dan diukur batas terluar dari lahan dimaksud;

    c. apabila fasilitas bandar udara berada diluar lahan bandar udara, maka diukur berdasarkan luas lahan yang dikuasai.

    2. Pengukuran koordinat patok–patok tetap batas lahan Daerah

    Lingkungan Kerja Bandar Udara dilakukan dengan menggunakan

    standar dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dengan tahapan pekerjaan sebagai berikut:

    a. persiapan pengukuran, meliputi: 1) pengadaan peta dasar rencana kerja;

    2) pengadaan peta topografi dari daerah lokasi bandar udara dan daerah sekitarnya;

    3) informasi distribusi patok-patok tetap yang akan digunakan

    sebagai titik ikat referensi pengukuran dalam sistem WGS – 1984.

    b. pemasangan patok-patok tetap sebagai titik-titik batas lahan Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara, dilakukan dengan

    ketentuan: 1) patok terbuat dari patok bertulang, diberi nomor dan kode

    tertentu; 2) patok ditanam sedalam 0,75 m sehingga bagian Bench Mark

    yang berada di atas permukaan tanah setinggi 0,25 m; 3) pemasangan patok-patok tetap harus memenuhi ketentuan

    persyaratan peletakan lokasi, yaitu: a) dipasang pada setiap titik sudut batas lahan Daerah

    Lingkungan Kerja Bandar Udara dan pada setiap interval jarak ± 100 meter;

    b) ditentukan dengan memperhatikan peta rencana batas-batas Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara.

    4) Spesifikasi teknis dan gambar koordinat patok-patok tetap

    sebagaimana tercantum dalam Gambar II-1.

  • II-4

    Gambar II-1

    GAMBAR BENCH MARK DAN TITIK BANTU

    Titik Bantu

    20 cm

    20 cm Pasak besi 5 cm

    20 cm

    20 cm

    Tulangan 2 10

    Beugel 6 - 15

    25 cm

    75 cm

    DJU 01

    20 cm Nomor patok

    1 1

    2

    2

    Tampak Atas Potongan 1 - 1

    Tampak Depan

    Potongan 2 - 2

    Pasak besi 2 cm

    Beugel 6 - 15

    Tulangan 2 10

    20 cm

    100 cm

    50 cm

    Paralon Ø 3”

    Baut 2 cm

  • II-5

    c. menetapkan metode pelaksanaan pengukuran koordinat patok-

    patok tetap batas lahan Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara, yaitu:

    1) metode Poligon;

    2) metode Global Positioning System.

    d. pelaksanaan pengukuran koordinat patok-patok tetap batas lahan, bertujuan untuk :

    1) mendapatkan koordinat setiap patok-patok tetap yang sudah dipasang;

    2) menghitung luas Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara dengan menggunakan metode koordinat;

    3) melakukan plot penggambaran Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara.

    e. pengolahan data hasil pengukuran koordinat patok-patok tetap

    batas lahan dan luas lahan, dihitung dengan menggunakan program komputer dan hasilnya ditampilkan dalam Sistem

    Koordinat Bandar Udara, Sistem Koordinat Geografis, dan Sistem Koordinat Universal Transverse Mercator.

    f. penggambaran Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara,

    merupakan penuangan hasil pengukuran patok koordinat lahan

    Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara dan perhitungan luas Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara sebagaimana tercantum

    dalam tabel II-1, gambar II-2 dan gambar II-3.

    3. Pengukuran patok koordinat batas lahan Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara dengan menggunakan metode Poligon sebagaimana dimaksud dalam butir 2.c.1), dilakukan dengan cara:

    a. persiapan pengukuran Poligon, meliputi :

    1) pengadaan peta, penyiapan formulir, dan pengadaan

    informasi tentang titik – titik kontrol kerangka dasar horizontal nasional yang sudah ada;

    2) membuat desain rencana jalur pengukuran Poligon utama

    dan Poligon cabang.

    b. metode pengukuran Poligon, meliputi :

    1) Poligon utama, harus terikat pada paling sedikit satu titik kerangka dasar horizontal nasional, dan apabila titik kerangka dasar horizontal nasional tidak ada atau letaknya

    relatif jauh dari lokasi pengukuran, maka dapat menggunakan titik kerangka horizontal milik Bappeda,

    Pekerjaan Umum atau Pemda, yang ada disekitar bandar udara yang bersangkutan, dan Jalur pengukuran Poligon

    utama harus membentuk jaringan dari beberapa loop yang tertutup melalui kedua ujung titik sumbu landasan.

    2) Poligon cabang, harus terikat pada titik pengukuran Poligon utama, baik pada titik awal maupun pada titik akhir, dan

    jalur pengukuran Poligon cabang tidak harus berupa loop yang tertutup.

  • II-6

    c. pelaksanaan pengukuran Poligon, meliputi :

    1) tahapan pekerjaan pengukuran Poligon utama, meliputi :

    a) pengukuran sudut, dilakukan dengan ketentuan:

    i. menggunakan alat theodolite yang telah dikalibrasi

    (ketelitian pembacaan 1” (detik)), salah kolimasi lingkaran horizontal lebih besar dari 30” atau salah index lingkaran vertikal lebih besar dari 1' (menit);

    ii. metode yang digunakan adalah “Fixed Tripod System” menggunakan 3 (tiga) buah statip dengan 3 (tiga) buah

    kiap/tribrach sehingga selama pengamatan berlangsung statip tersebut harus tetap berada di satu

    titik, kecuali target dan theodolite saja yang berpindah; iii. sebagai titik bantu dalam pengukuran sudut dan jarak

    sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat digunakan patok

    kayu dengan ukuran 50 Cm x 5 Cm x 5 Cm, yang ditengahnya diberi paku payung, bercat merah dan

    diberi nomor / kode pengenal, selanjutnya bagian patok kayu yang ditanam sedalam 35 Cm;

    iv. pengukuran sudut dilakukan dengan double seri dengan ketelitian 5” (lima detik);

    Salah penutup sudut maksimum 10" N, dimana N =

    jumlah titik sudut. Pengamatan sudut vertikal untuk reduksi ke jarak datar dilakukan dengan 2 seri pada setiap ujung titik

    Poligon.

    b) pengukuran jarak, dilakukan dengan ketentuan:

    i. menggunakan alat Electronic Distance Measurement yang telah di kalibrasi (basis yang diketahui jaraknya);

    ii. pengamatan jarak dilakukan paling sedikit 3 kali

    pembacaan dan kemudian diratakan; iii. ketelitian alat ukur jarak harus + (5 mm + 5 ppm);

    iv. temperatur dan tekanan udara dicatat untuk dilakukan koreksi refraksi dalam proses pengolahan

    data selanjutnya, pencatatan dilakukan dalam 30 (menit).

    c) pengolahan data, dilakukan dengan ketentuan:

    i. hitungan dilakukan dengan menggunakan metode perataan Metode Bowditch kemudian dilanjutkan dengan penghitungan menggunakan perataan metode

    Kwadrat terkecil dengan menggunakan hasil hitungan pertama sebagai koordinat pendekatan;

  • II-7

    ii. hasil hitungan menggunakan metode Perataan

    Bowditch harus memenuhi persyaratan toleransi salah linier jarak maksimum 1 : 10.000 dan hasil hitungan

    menggunakan metode Perataan Kuadrat Terkecil harus memenuhi persyaratan kesalahan memanjang

    (longitudinal error) dan kesalahan melintang

    (transversal error) maksimum 4 D Mm, dimana D adalah jarak titik awal dan titik akhir Poligon dalam

    satuan Km.

    2) tahapan pekerjaan pengukuran Poligon cabang, meliputi : a) pengukuran sudut, dilakukan dengan ketentuan:

    i. menggunakan alat theodolite dengan ketelitian

    pembacaan 1 (satu menit); ii. pengukuran sudut dilakukan satu seri, dengan

    ketelitian sudut 2 (dua menit);

    iii. salah penutup sudut maksimum 2 N, dimana N =

    jumlah titik Poligon.

    b) pengukuran jarak, dilakukan dengan ketentuan: i. sebagai titik bantu dapat digunakan patok kayu yang

    dipasang sesuai dengan rencana pengukuran Poligon cabang, dengan jarak antar patok adalah 75 m sampai

    dengan 100 m; ii. sisi Poligon diukur pulang pergi dengan pita ukur,

    masing-masing minimal 2 kali pembacaan.

    c) pengolahan data, dilakukan dengan hitungan

    menggunakan metode Perataan Bowditch.

    4. Pengukuran koordinat patok-patok tetap batas lahan Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara dengan menggunakan metode Global

    Positioning System (GPS) sebagaimana dimaksud dalam butir 2.c.2), dilakukan dengan memperhatikan persyaratan terhadap:

    a. peralatan pengukuran GPS, harus memenuhi persyaratan sebagai

    berikut :

    1) Receiver GPS yang digunakan harus dari tipe Geodetic dan

    bukan tipe Navigasi, serta harus mampu mengamati minimal 4 (empat) satelit pada setiap tempat pengamatan;

    2) Antena yang digunakan harus dilengkapi dengan Ground Absorbent Plane untuk mereduksi efek multipath;

    3) Antena yang digunakan harus mempunyai phase centre yang relatif stabil dan mempunyai gain patern yang baik agar dapat mengamati sinyal yang datang dari semua arah.

    b. metode pengukuran GPS, dilakukan dengan ketentuan:

    1) pengamatan dilakukan dengan metode statis (Static

    Positioning), dan selama pengamatan posisi receiver GPS tidak bergerak;

  • II-8

    2) penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan metode

    relatif (Differential Positioning); 3) jumlah receiver GPS yang digunakan dalam satu sesi

    pengukuran minimum 2 (dua) set; 4) pengamatan dilakukan baseline per baseline;

    5) data pengamatan posisi yang digunakan adalah data fase; 6) jaringan pengukuran yang besar harus dibentuk menjadi loop

    – loop kecil, dan jumlah baseline maksimum yang membentuk setiap loop tidak lebih dari 8 (delapan) baseline;

    7) Baseline yang diamati harus saling menutup dalam suatu

    loop, dan apabila pengamatan baseline harus dilakukan secara terlepas (metode radial) maka setiap baseline diamati 2

    (dua) kali pada 2 (dua) sesi pengamatan yang berbeda; 8) pengamatan suatu jaringan titik-titik GPS harus dimulai dari

    suatu baseline yang terikat langsung dengan titik ikat; 9) paling sedikit terdapat satu patok-patok tetap yang dapat

    dijadikan sebagai titik ikat/referensi pengukuran GPS yang

    diketahui koordinatnya dalam sistem WGS – 1984; 10) apabila di lokasi bandar udara dan sekitarnya, tidak terdapat

    patok-patok tetap yang dapat dijadikan sebagai titik ikat/referensi pengukuran GPS yang diketahui koordinatnya

    dalam sistem WGS – 1984, maka: a) ruang hitungan yang digunakan adalah WGS – 1984;

    b) harga pendekatan koordinat absolut untuk seluruh titik dalam jaringan ditentukan melalui pengikatan pada satu

    titik yang koordinatnya ditentukan melalui:

    i. pengukuran menggunakan metode absolut (point) positioning;

    ii. jenis data yang digunakan pseudorange;

    iii. penentuan posisi dilakukan dengan metode Static Positioning.

    c) metode perataan yang digunakan adalah perataan jaring

    bebas.

    c. persiapan pengukuran GPS, meliputi :

    1) pengadaan peta-peta, penyiapan formulir, dan pengadaan

    informasi tentang titik-titik kontrol kerangka dasar horizontal nasional yang sudah ada;

    2) mendesain geometri jaringan awal dan jaringan final; 3) membuat Sky Plot satelit dan grafik Dilution of Precision (DOP),

    serta membuat dokumentasi rencana waktu pengamatan satelit.

    d. pelaksanaan pengukuran GPS, dilakukan dengan ketentuan:

    1) sudut elevasi (mask angle) harus lebih kecil dari 15 (derajat); 2) jumlah satelit yang diamati pada setiap sesi pengamatan

    minimal 4 (empat) buah;

    3) lama pengamatan dalam satu sesi 60 – 120 (menit);

  • II-9

    4) nilai Positional Dilution of Precision (PDOP) pada saat

    pengamatan harus lebih kecil atau sama dengan 5 (lima), dan nilai Geometrical Dilution of Precision (GDOP) harus lebih

    kecil atau sama dengan 8 (delapan); 5) sebelum pelaksanaan survey pengukuran lapangan, alat

    receiver GPS yang digunakan terlebih dahulu harus dilakukan kalibrasi. Kalibrasi receiver dapat dilakukan dengan

    mengukur panjang baseline nol, dan pengamatan dilakukan

    sekitar 120 (menit); 6) Antena harus diunting tepat di atas titik dan di pasang

    setinggi mungkin. Tinggi antena harus di ukur, pengukuran tinggi antena dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan sesudah pengamatan. Setiap pengukuran dilakukan tiga kali, dengan

    ketelitian 1 mm.

    e. pengolahan data pengukuran GPS, dilakukan melalui tahapan:

    1) perataan baseline, dilakukan dengan ketentuan:

    a) perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan proses

    hitungan baseline harus mempunyai karakteristik:

    i. mampu mengolah (memproses) data carrier beat fase dan data pseudorange;

    ii. mampu memecahkan cycle slips dan cycle ambiguity; iii. mampu memproses data dalam single dan dual

    frekuensi; iv. menyediakan model koreksi atmosfir; v. pemprosesan menyertakan tinggi antena di atas titik

    pilar dan dapat dikonversikan dalam komponen vertikal.

    b) hasil hitungan perataan baseline menggunakan perangkat

    lunak harus dapat memberikan informasi tentang indikator terhadap kualitas data yang akan dipantau untuk mengecek kualitas koordinat yang diperoleh, antara

    lain:

    i. nilai Root Mean Squares (RMS), harga maksimum dan minimum, deviasi standard dari residual;

    ii. nilai faktor variansi a posteriori; iii. matriks variansi – kovariansi dari vektor parameter

    baseline;

    iv. hasil dari test statistik terhadap residual maupun vektor baseline;

    v. banyaknya data yang tidak baik dan dibuang / ditolak; vi. jumlah cycle slips yang terdeteksi dan berhasil

    dikoreksi.

    2) perataan jaring, meliputi:

    a) perataan jaring bebas dilakukan dengan hanya

    menggunakan satu titik tetap dan dimaksudkan untuk memeriksa konsistensi data vektor baseline satu terhadap

    lainnya;

  • II-10

    b) setelah melalui tahapan perataan jaring bebas dan kontrol

    kualitasnya, selanjutnya vektor-vektor baseline yang

    diterima diproses kembali dalam perataan jaring terikat;

    pada perataan ini semua titik tetap digunakan, dan koordinat titik-titik yang diperoleh dan sukses melalui proses kontrol kualitas akan dianggap sebagai koordinat

    final; c) hasil hitungan perataan jaringan harus dapat menyajikan

    indikator kualitas yang akan dipantau untuk mengecek kualitas koordinat yang diperoleh, yaitu:

    i. nilai Root Mean Squares, harga maksimum dan

    minimum, serta deviasi baku dari residual;

    ii. nilai faktor variansi a postriori; iii. matriks variansi – kovariansi dari koordinat;

    iv. dimensi dari ellips kesalahan relatif dan absolut; v. hasil test statistik terhadap residual maupun

    koordinat; vi. jumlah vektor baseline yang ditolak (outlier); vii. perbedaan harga-harga statistik antara yang diperoleh

    dari hitung perataan jaringan bebas dan dari hitung perataan jaring terikat.

    f. ketelitian hasil pengukuran GPS, dilakukan dengan ketentuan:

    1) Vektor baseline yang akan digunakan sebagai masukan pada

    perataan jaring harus memenuhi persyaratan: a) selisih dari double difference float dengan double difference

    fix dalam komponen panjang maksimal 6,6 Cm; b) dari ketiga solusi yang dihasilkan oleh perangkat lunak

    pemrosesan baseline, maka double difference fix yang dijadikan masukan pada perangkat lunak perataan jaring;

    c) Ratio yang terdapat pada hasil double differnce fix minimal 3;

    d) Standar deviasi dari masing-masing komponen vektor

    baseline tidak boleh lebih dari 3 Cm.

    2) kontrol kualitas hasil perataan jaring dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

    a) Standar residu dianggap baik apabila berada pada selang

    interval –2,5 sampai 2,5;

    b) test faktor variansi dilakukan dengan menggunakan tingkat derajat kepercayaan (Confidence Level Used)

    sebesar 95 %; c) besaran semi mayor aksis relatif pada ellip kesalahan

    dihitung dengan besaran ketelitian yang ditetapkan sebesar 3 ppm.

    5. Penggambaran Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara sebagaimana tercantum dalam Gambar II-2 dengan ketentuan:

    a. peta batas-batas lahan Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara

    diwujudkan dalam bentuk gambar peta dengan skala 1 : 2.500;

  • II-11

    b. penulisan Nama Jabatan dan Nama Pejabat Penandatangan

    ditulis dengan huruf kapital; c. penulisan penutup di sebelah kanan margin.

    DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, Pelaksana Tugas,

    ttd

    BAMBANG TJAHJONO

  • II-12

    Tabel II-1. Daftar Koordinat Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara

    DAFTAR KOORDINAT BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA

    BANDAR UDARA …………(nama bandara) - ………….. (lokasi bandara)

    TITIK KOORDINAT A.C.S KOORDINAT GEOGRAFIS

    X Y BT LS

    (meter) (meter) ( 0 ) ( ' ) ( " ) ( 0 ) ( ' ) ( " )

    …..-1

    …..-2

    …..-3

    …..-4

    …..-5

    …..-6

    …..-7

    …..-8

    …..-9

    …..-10

    …..-11

    …..-12

    …..-13

    …..-14

    …..-15

    …..-16

    …..-17

    …..-18

    …..-19

    …..-20

    …..-21

    …..-22

    Dst….

  • II-13

    TITIK SISTIM KOORDINAT

    BANDARA (ACS)

    SISTIM KOORDINAT GEOGRAFIS WGS ‘84

    ARP T H

    T H

    X

    (meter)

    Y

    (meter)

    L S B T

    ° ‘ “ ° ‘ “

    KETERANGAN :

    LUAS LAHAN EKSISTING = 199.02 HA

    BANDAR UDARA

    Xxxxxxxxxxxx - xxxxxxxxxxxxxx

    NAMA GAMBAR :

    DAERAH LINGKUNGAN KERJA

    DAERAH LINGKUNGAN KERJA

    BANDAR UDARA

    SKALA :

    1 : 10.000 NOMOR JUMLAH

    XX XX

    TITIK REFERENSI

    KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

    DISAHKAN DI JAKARTA

    MENTERI PERHUBUNGAN

    Ttd

    XXXXXXXXXXXXXXXXX

    XX

    DAERAH LINGKUNGAN KERJA

    BANDAR UDARA

    LAMPIRAN ____ KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN

    NOMOR : XXXXX TANGGAL : XXXXXXXXXX

    Gambar II-2. Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara

  • II-14

    TITIK SISTIM KOORDINAT

    BANDARA (ACS)

    SISTIM KOORDINAT GEOGRAFIS WGS ‘84

    ARP T H

    T H

    X

    (meter)

    Y

    (meter)

    L S B T

    ° ‘ “ ° ‘ “

    KETERANGAN :

    LUAS LAHAN EKSISTING = 199.02 HA

    BANDAR UDARA

    Xxxxxxxxxxxx - xxxxxxxxxxxxxx

    NAMA GAMBAR : BATAS – BATAS

    DAERAH LINGKUNGAN KERJA

    SKALA :

    1 : 10.000 NOMOR JUMLAH

    XX XX

    TITIK REFERENSI

    KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

    DISAHKAN DI JAKARTA

    MENTERI PERHUBUNGAN

    Ttd

    XXXXXXXXXXXXXXXXX

    XX

    DAERAH LINGKUNGAN KERJA

    BANDAR UDARA

    LAMPIRAN ____ KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN

    NOMOR : XXXXX TANGGAL : XXXXXXXXXX

    Gambar II-3. Batas – Batas Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara

  • III-1

    LAMPIRAN III

    Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 590 TAHUN 2014

    Tanggal : 12 DESEMBER 2014 Tentang

    Pedoman Teknis Pembuatan Rencana Induk Bandar Udara

    PEDOMAN TEKNIS PEMBUATAN

    DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN BANDAR UDARA (DLKp)

    I. Tenaga ahli, Tenaga Penunjang dan Peralatan

    Dalam melaksanakan pekerjaan pembuatan daerah lingkungan

    kepentingan Bandar udara diperlukan t